anemia pada anak

26
Pendahuluan Anemia secara umum didefinisikan sebagai berkurangnya volume eritrosit atau konsentrasi hemoglobin. Anemia bukan suatu keadaan spesifik, melainkan dapat disebabkan oleh bermacam-macam reaksi patologis dan fisiologis. Anemia ringan hingga sedang mungkin tidak menimbulkan gejala objektif, namun dapat berlanjut ke keadaan anemia berat dengan gejala-gejala keletihan, takipnea, napas pendek saat beraktivitas, takikardia, dilatasi jantung, dan gagal jantung. Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia; diperkirakan terdapat pada 43% anak-anak usia kurang dari 4 tahun. Survei Nasional di Indonesia (1992) mendapatkan bahwa 56% anak di bawah umur 5 tahun menderita anemia, pada survei tahun 1995 ditemukan 41% anak di bawah 5 tahun dan 24-35% dari anak sekolah menderita anemia. Gejala yang samar pada anemia ringan hingga sedang menyulitkan deteksi sehingga sering terlambat ditanggulangi. Keadaan ini berkaitan erat dengan meningkatnya risiko kematian pada anak. 1 Definisi Anemia Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratoris, anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin serta hitung eritrosit dan hematrokrit di bawah normal atau orang sehat. Mungkin ada perbedaan karena ras dalam kadar Hb. Anak kulit hitam mempunyai kadar 0,5 g/dL lebih rendah daripada anak kulit putih

Upload: claudia

Post on 26-Jan-2016

195 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

anemia

TRANSCRIPT

Page 1: Anemia Pada Anak

Pendahuluan

Anemia secara umum didefinisikan sebagai berkurangnya volume eritrosit atau

konsentrasi hemoglobin. Anemia bukan suatu keadaan spesifik, melainkan dapat disebabkan oleh

bermacam-macam reaksi patologis dan fisiologis. Anemia ringan hingga sedang mungkin tidak

menimbulkan gejala objektif, namun dapat berlanjut ke keadaan anemia berat dengan gejala-

gejala keletihan, takipnea, napas pendek saat beraktivitas, takikardia, dilatasi jantung, dan gagal

jantung. Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia; diperkirakan

terdapat pada 43% anak-anak usia kurang dari 4 tahun. Survei Nasional di Indonesia (1992)

mendapatkan bahwa 56% anak di bawah umur 5 tahun menderita anemia, pada survei tahun

1995 ditemukan 41% anak di bawah 5 tahun dan 24-35% dari anak sekolah menderita anemia.

Gejala yang samar pada anemia ringan hingga sedang menyulitkan deteksi sehingga sering

terlambat ditanggulangi. Keadaan ini berkaitan erat dengan meningkatnya risiko kematian pada

anak.1

Definisi Anemia

Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang

beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara

laboratoris, anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin serta hitung eritrosit dan

hematrokrit di bawah normal atau orang sehat. Mungkin ada perbedaan karena ras dalam kadar

Hb. Anak kulit hitam mempunyai kadar 0,5 g/dL lebih rendah daripada anak kulit putih dan anak

Asia dengan umur dan status ekonomi yang sebandin, mungkin sebagian karena insidensi

pengemban bakat thalassemia-α dan thalassemia-β yang relative tinggi pada anak kulit hitam.2

Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin (protein

pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk

membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer sehingga pengiriman O2 ke jaringan

menurun. 13 Secara fisiologi, harga normal hemoglobin bervariasi tergantung umur, jenis

kelamin, kehamilan, dan ketinggian tempat tinggal. Oleh karena itu, perlu ditentukan batasan

kadar hemoglobin pada anemia.3

Page 2: Anemia Pada Anak

Table 1. Nilai Hematologi Selama Masa Bayi dan Anak2

Pendekatan kinetik

Anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme independen yaitu

berkurangnya produksi sel darah merah, meningkatnya destruksi sel darah merah, dan

kehilangan darah.4Patofisiologi Anemia Berdasarkan proses patofisiologi terjadinya anemia,

dapat digolongkan pada tiga kelompok:6

1. Anemia akibat produksi sel darah merah yang berkurang atau gagal

Pada anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu sedikit atau sel darah

merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan baik. Hal ini terjadi akibat adanya abnormalitas

sel darah merah atau kekurangan mineral dan vitamin yang dibutuhkan agar produksi dan kerja

dari eritrosit berjalan normal. Penyebabnya seperti (1) Kekurangan nutrisi: Fe, B12, atau folat;

dapat disebabkan oleh kekurangan diet, malaborpsi (anemia pernisiosa, sprue) atau kehilangan

darah (defisiensi Fe). (2) Kelainan sumsum tulang (anemia aplastik, pure red cell aplasia,

mielodisplasia, inflitrasi tumor). (3) Supresi sumsum tulang (obat, kemoterapi, radiasi). (4)

Rendahnya trophic hormone untuk sti-mulasi produksi sel darah merah (eritro-poietin pada gagal

ginjal, hormon tiroid [hipotiroidisme] dan androgen [hipogonadisme]). (5) Anemia penyakit

kronis/anemia inflamasi, yaitu anemia dengan karakteristik berkurangnya Fe yang efektif untuk

Page 3: Anemia Pada Anak

eritropoiesis karena berkurangnya absorpsi Fe dari traktus gastrointestinal dan berkurangnya

pelepasan Fe dari ma-krofag, berkurangnya kadar eritropoietin (relatif ) dan sedikit berkurangnya

masa hidup eritrosit.

2. Anemia akibat penghancuran sel darah merah

Bila sel darah merah yang beredar terlalu rapuh dan tidak mampu bertahan terhadap

tekanan sirkulasi maka sel darah merah akan hancur lebih cepat sehingga menimbulkan anemia

hemolitik. Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena berkurangnya masa

hidup sel darah merah (kurang dari 100 hari). Pada keadaan normal, umur sel darah merah 110-

120 hari. Anemia hemolitik terjadi bila sumsum tulang tidak dapat mengatasi kebutuhan untuk

menggganti lebih dari 5% sel darah merah/hari yang berhubungan dengan masa hidup sel darah

merah kira-kira 20 hari. Penyebab anemia hemolitik yang diketahui atara lain:

Keturunan, seperti sickle cell anemia dan thalassemia

Adanya stressor seperti infeksi, obat obatan, bisa hewan, atau beberapa jenis makanan

Toksin dari penyakit liver dan ginjal kronis

Autoimun

Pemasangan graft, pemasangan katup buatan, tumor, luka bakar, paparan kimiawi,

hipertensi berat, dan gangguan thrombosis

Pada kasus yang jarang, pembesaran lien dapat menjebak sel darah merah dan

menghancurkannya sebelum sempat bersirkulasi.

3. Anemia Akibat Kehilangan Darah

Anemia ini dapat terjadi pada perdarahan akut yang hebat ataupun pada perdarahan yang

berlangsung perlahan namun kronis. Perdarahan kronis umumnya muncul akibat gangguan

gastrointestinal ( misal ulkus, hemoroid, gastritis, atau kanker saluran pencernaan), penggunaan

obat obatan yang mengakibatkan ulkus atau gastritis (misal OAINS), menstruasi, dan proses

kelahiran.

Page 4: Anemia Pada Anak

Klasifikasi Anemia

Anemia tidak merupakan suatu kesatuan spesifik tetapi merupakan akibat dari berbagai

proses patologik yang mendasri. Klasifikasi anemia yang bermanfaat pada anak membagi anemia

menjadi tiga kelompok besar atas dasar volume korpuskular rata-rata eritrosit (mean corpuscular

volume [MCV]) yaitu mikrositik, normositik, atau makrositik.2Berdasarkan gambaran

morfologik, anemia diklasifikasikan menjadi tiga jenis anemia:

Anemia Normositik Normokrom. Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena

perdarahan akut, hemolisis, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.

Terjadi penurunan jumlah eritrosit tidak disertai dengan perubahan konsentrasi hemoglobin

(Indeks eritrosit normal pada anak: MCV 73 – 101 fl, MCH 23 – 31 pg , MCHC 26 – 35 %),

bentuk dan ukuran eritrosit.3

Anemia Makrositik Hiperkrom. Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan

hiperkrom karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. (Indeks eritrosit pada anak

MCV > 73 fl, MCH = > 31 pg, MCHC = > 35 %). Ditemukan pada anemia megaloblastik

(defisiensi vitamin B12, asam folat), serta anemia makrositik non-megaloblastik (penyakit hati,

dan myelodisplasia).3

Anemia Mikrositik Hipokrom. Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan

mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks eritrosit : MCV < 73 fl,

MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35 %). Penyebab anemia mikrositik hipokrom: 1) Berkurangnya zat

besi: Anemia Defisiensi Besi. 2) Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia dan

Hemoglobinopati. 3) Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik.3

Page 5: Anemia Pada Anak

Table 2. Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi1

Mikrositik Normositik Makrositik

Defisiensi besi

Thalasemia

Keracunan timbal kronis

Anemia sideroblastik

Inflamasi kronis

Anemia hemolitik kongenital

Hemoglobin mutan

Defek enzim eritrosit

Gangguan pada

membran eritrosit

Anemia hemolitik didapat

Autoimun

Anemia hemolitik

mikroangiopatik

Sekunder oleh infeksi

akut

Kehilangan darah akut

Sumsum tulang megaloblastik

Defi siensi vitamin

B12

Defisiensi asam folat

Tanpa sumsum tulang

megaloblastik

Anemia aplastic

Hipotiroid

Diamond-Blackfan

syndrome

Penyakit hati

Infiltrasi sumsum

tulang

Anemia

diseritropoietik

Table 3. Klasifikasi Berdasarkan MCV dan RDW2

Page 6: Anemia Pada Anak

1. Anemia Defisiensi Besi

Anemia akibat defisiensi besi untuk sintesis Hb merupakan penyakit darah yang paling

sering pada bayi dan anak. Anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana kandungan besi tubuh

total menurun dibawah kadar normal, sehingga penyediaan besi untuk eritopoesis berkurang

yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang.2,5

Etiologi

Berat lahir rendah dan perdarahan perinatal yang tidak biasa berkaitan dengan penurunan

massa Hb bayi dan cadangan besi. Karena konsentrasi tinggi Hb pada neonates menurun selama

masa kehidupan 2-3 bulan pertama, sejumlah lumayan besi dipakai kembali dan disimpan.

Simpanan yang dimafaatkan kembali biasanya cukup untuk pembentukan darah dalam 6-9 bulan

pertama kehidupan bayi yang cukup bulan. Pada bayi berat badan lahir rendah atau pada bayi

dengan kehilangan darah perinatal, cadangan besi mungkin habis lebih cepat, dan sumber

makanan menjadi amat penting. Anemia semata-mata karena kekurangan besi dalam makanan

tidak biasa sebelum 4-6 bulan pertama kehidupan tetapi menjadi umum pada umur 9-24 bulan.

Pola diet yang biasa tampak pada bayi dengan anemia defisiensi besi adalah konsumsi sejumlah

besar susu sapi dan makanan yang tidak dilengkapi dengan besi.5

Kehilangan darah harus dipertimbangkan sebagai penyebab pada setiap kasus defisiensi

besi, terutama pada anak yang lebih besar. Anemia defisiensi besi kronis karena perdarahan

samar mungkin disebabkan oleh lesi saluran pencernaan, seperti ulkus peptikum, diverticulum

Meckel, polip atau hemangioma, atau oleh penyakit peradangan usus. Dibeberapa wilayah

geografis infestasi cacing merupakan penyebab penting dari defisiensi besi. Diare kronis pada

masa anak awal mungkin berkaitan dengan sejumlah kehilangan darah yang tidak tampak.

Kehilangan darah dalam tinja tiap hari dapat dicegah dengan menguragi jumlah susu sapi murni

sampai 0,568 liter/24 jam atau kurang, dengan menggunakan susu yang telah dipanaskan atau

diuapkan, atau dengan pengganti susu sapi.5

Page 7: Anemia Pada Anak

Patofisiologi

Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi yang

berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan

menyebabkan cadangan besi terus berkurang. tahap defisiensi besi, yaitu:6

a) Tahap pertama

Tahap ini disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan

berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi

protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi

non heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya

kekurangan besi masih normal.

b) Tahap kedua

Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron limited

erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoisis.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi

transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan free

erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.

c) Tahap ketiga

Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi

yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan

kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang

progresif. Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada anemia defisiensi

besi yang lebih lanjut.

Table 4. Tahapan kekurangan besi6

Hemoglobin Tahap I (Normal) Tahap II (sedikit

menurun)

Tahap III (menurun

jelas) Mikrositik

Cadangan besi (mg) <100 0 0

Fe serum (ug/dl) Normal <60 <40

TIBC (ug/dl) 360-390 >390 >410

Saturasi transferin (%) 20-30 <15 <10

Feritin serum (ug/dl) <20 <12 <12

Page 8: Anemia Pada Anak

Sideroblas (%) 40-60 <10 <10

FEP (ug/dl eritrosit >30 >100 >200

MCV Normal Normal Menurun

Manifestasi Klinis

Pucat merupakan tanda paling penting pada defisiensi besi. Sclera berwarna biru juga

sering, meskipun ini juga ditemukan pada bayi normal. Pada defisiensi ringan sampai sedang

(Hb 6-10 g/dL). Pagofagia, yaitu keinginan untuk makan bahan yang tidak biasa seperti es atau

tanah, mungkin ada. Bila Hb menurun sampai di bawah 5g/dL, iritabilitas dan anoreksia

mencolok. Takikardia dan dilatasi jantung terjadi, dan bising sistolik sering ada. Limpa teraba

membesar pada 10-15% penderita. Pada kasus menahun dpaat terjadi pelebaran diploe tulnag

tengkorak yang mirip dengan yang terlihat pada anemia hemolitik kongenital. Peruahan ini

membaik dengan perlahan-lahan bersamaan terapi subsitusi. Anak dengan defisiensi besi

mungkin gemuk atau kurang berat, dengan tanda lain kurang gizi. Iritabilitas dan anoreksia yang

khas untuk kasus lanjut mungkin merupakan gambaran defisiensi besi jaringan, karena dengan

terapi besi perbaikan yang nyata dalam perilaku sering terjadi sebelum terjadi perbaikan

hematologi yang nyata. Defisiensi besi dapat memperngaruhi fungsi neurologis dan intelektual.2

Temuan Laboratorium

Cadangan besi jaringan yang ditunjukan oleh hemosiderin sumsum tulang menghilang.

Penurunan kadar feritin serum, yang nilai normalnya bergantung kepada umur. Penurunan besi

serum (juga tergantung umur), kapasitas besi ikat (IBC) meningkat persentase saturasi transferrin

menurun (ini juga bervariasi menurut umur). Bila defiseinsi semakin berat, eritrosit menjadi

lebih kecil daripada normal dan kadar Hbnya menurun. Dengan meningkatnya defisiensi,

eritrosit menjadi berubah dan berbentuk tidak normal dan menunjukkan sifat mikrositosis,

hipokromia, poikilositosis, dan kenaikan lebar distribusi eritrosit (RDW). Persentase retikulosit

mungkin normal atau meningkat sedang. Eritrosit berinti mungkin tampak di darah tepi. Jumlah

sel darah putih normal. Trombositosit mungkin ada, kadang0kadang mencolok (600.000-

1.000.000/mm3) pada beberapa kasus. Mekanisme abnormalitas trombosit ini tidak jelas.

Mungkin sebagai akibat langsung dari defisiensi besi, mungkin berkaitan dengan kehilangan

Page 9: Anemia Pada Anak

darah gastrointestinal atau dengan defisiensi folat, dan kembali normal dengan terapi besi dan

perubahan diet. Sumsum tulang hiperselular, terkait hyperplasia eritroid.2

Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksnaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta

memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85% penyebab ADB dapat

diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat

secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama efektifnya dengan

pemberian secara parenteral. Pada penderita yang tidak dapat memakan obat peroral atau

kebutuhan besinya tidak dapat terpenuhi secara peroral karena ada gangguan pencernaan.6

Pemberian preparat besi

Pemberian preparat besi peroral

Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam feri. Preparat yang

tersedia berupa ferous glukonat, fumarat dan suksinat. Yang sering dipakai adalah ferous sulfat

karena harganya yang lebih murah. Ferous glukonat, ferous fumarat dan ferous suksinat

diabsorpsi sama baiknya. Untuk bayi tersedia preparat besi berupa tetes (drop). Untuk

mendapatkan respons pengobatan dosis besi yang dipakai 4-6 mg besi/ kgBB/hari. Dosis obat

dihitung berdasarkan kandungan besi yang ada dalam garam ferous.5

Garam ferous sulfat mengandung besi sebanyak 20%. Dosis obat yang terlalu besar akan

menimbulkan efek samping pada saluran pencernaan dan tidak memberikan efek penyembuhan

yang lebih cepat. Absorpsi besi yang terbaik adalah pada saat lambung kosong, diantara dua

waktu makan, akan tetapi dapat menimbulkan efek samping pada saluran cerna. Untuk mengatasi

hal tersebut pemberian besi dapat dilakukan pada saat makan atau segera setelah makan

meskipun akan mengurangi absorpsi obat sekitar 40-50%. Obat diberikan dalam 2-3 dosis sehari.

Tindakan tersebut lebih penting karena dapat diterima tubuh dan akan meningkatkan kepatuhan

penderita. Preparat besi ini harus terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada penderita

teratasi. Respons terapi dari pemberian preparat besi dapat dilihat secara klinis dan dari

pemeriksaan laboratorium, seperti tampak pada tabel di bawah ini.5

Page 10: Anemia Pada Anak

Pemberian preparat besi parenteral

Pemberian besi secara intramuskular menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Dapat

menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Kemampuan untuk menaikkan kadar Hb

tidak lebih baik dibanding peroral. Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini

mengandung 50 mg besi/ml. Dosis dihitung berdasarkan: Dosis besi (mg) — BB(kg) x kadar Hb

yang diinginkan (g/dl) x 2.5

Gambar 1. Anemia Mikrositik Hipokromik

Page 11: Anemia Pada Anak

2. Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik didefinisikan sebagai anemia yang terjadi ketika kecepatan destruksi

premature sel darah merah melampaui kapasitas sumsum tulang dalam memproduksi eritrosit.

Pada anemia hemolitik, usia eritrosit memendek, jumlah eritrosit menurun, EPO meningkat, dan

terjadi peningkatan aktivitas sumsum tulang. Peningkatan eritropoiesis direfleksikan dengan

ditemukannya peningkatan retikulosit di dalam darah. Sumsum tulang dapat meningkatkan

produksinya sebanyak 2-3 kali lipat dari normal dalam keadaan akut dengan kapsitas maksimum

sampai 6-8 kali pada hemolysis kronik.5,7

Etiologi

Anemia hemolitik pada anak diklasifikasikan mejadi anemia hemolitik dengan defek

seluler (intrinsic) dan defek ekstraseluler (ekstrinsik). Mayoritas defek seluler adalah penyakit

yang diturunkan. Pada defek seluler yaitu defek membrane (hereditary spherocytosis, hereditary

elliptocytosis), defisiensi enzim (defisiensi piruvat kinase (PK) dan defisiensi G6PD), dan

hemoglobinopati (sickle cell disease dan thalasemia). Sedangkan pada defek ekstraseluler yang

umumnya didapat yaitu autoimun, factor mekanik, dan factor plasma.7

Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Kadang – kadang Hemolosis terjadi secara tiba- tiba dan berat, menyebabkan krisis

hemolotik, yang menyebakan krisis hemolitik yang di tandai dengan kelemahan, demam,

menggigil, nyeri punggung dan lambung, perasaan melayang, sesak nafas, pusing, penurunan

tekana darah yang berarti, urin gelap seperti the atau kola (hemoglobinuria, biasanya pada

anemia hemolitik intravascular). Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda ikterik

(hiperbilirubinemia yang biasa ditemukan pada anemia hemolitik), pucat, splenomegaly, petekie

atau purpura (anemia hemolitik autoimun dengan trombositopenia), dan katarak (defisiensi

G6PD).5 Pemeriksaan penunjang dapat ditemukan adanya penurunan kadar hemoglobin dan

serum haptoglobin, peningkatan hitung retikulosit, bilirubin indirek, serum lactate

dehydrogenase (LDH), urobilinogen urin, dan hemoglobinuria (+ darah pada urine dipstick,

namun tidak ada eritrosit pada urin).7

Page 12: Anemia Pada Anak

Penatalaksanaan

Terapi pada anemi hemolitik umunya bersifat suportif, seperti terapi transfuse, suplemen

asam folat, dan splenektomi. Terapi spesifik diberikan tergantung etiologi dari anemia hemolitik

itu sendiri. Terapi trasnfusi diberikan untuk anemia hemolitik berat. Indikasi utama pada

transfuse eritrosit adalah pemberian eritrosit yang cukup untuk mencegah atau mengembalikan

keadaan hipoksia jaringan yang diakibatkan kompensasi yang tidak adekuat. Splenektomi

dilakukan untuk mengurangi anemia yang terjadi. Pembesaran limpa dapat menghilangkan lebih

banyak sel darah merah dari jomlah normal sehingga dapat menyebabkan anemia.8

3. Anemia defisiensi Vitamin B12

Vitamin B12 dihasikan dari kobalamin dalam makanan, terutama sumber hewani,

produksi sekunder oleh mikroorganisme. Manusia tidak mampu mensintesis vitamin B12.

Defisiensi vitamin B12 dapat terjadi akibat ketidakadekuatan masukan pada vegetarian yang

ketat, kegagalan absorbs saluran gastrointestinal, tidak terdapatanya factor-faktor intrinsic

(anemia pernisiosa), penyakit yang melibatkan ilium atau pancreas ynag merusak absorpsi

vitamin B12, dan gastrektomi.2

Patofisologi

Kobalamin adalah vitamin yang memiliki susunan komponen organometalik yang

kompleks, dimana atom cobalt terletak dalam inti cincin, struktur yang mirip porfirin darimana

heme terbentuk. Tidak seperti heme, kobalamin tidak dapat disintesis dalam tubuh dan harus

dipenuhi dari makanan. Sumber utama hanya dari daging dan susu. Kebutuhan sehari minimal

untuk kobalamin ±2,5mg.9

Selama pencernaan dalam lambung, kobalamin dalam makanan dikeluarkan dalam

bentuk-bentuk kompleks, yang stabil dengan pengikat gaster R. Saat memasuki duodenum,

ikatan kompleks kobalamin-R dicerna, dan menghasilkan kobalamin, yang kemudian terikat

pada faktor intrinsik (FI), suatu glikoprotein dengan berat 50-kDa yang dihasilkan oleh sel-sel

parietal dari lambung. Sekresi dari faktor intrinsik umumnya sejalan dengan asam lambung.

Ikatan kompleks kobalamin-FI dapat melawan proteolitik dan terus menuju ileum distal, dimana

reseptor spesifik terdapat pada fili mukosa dan menyerap kompleks tersebut. Reseptor pengikat

kompleks kobalamin-FI akan dibawa masuk ke sel mukosa ileum, dimana FI kemudian

Page 13: Anemia Pada Anak

dimusnahkan dan kobalamin dipindahkan ke protein pengangkut lain, yaitu transkobalamin (TC)

II. Kompleks kobalamin-TC II lalu masuk ke dalam sirkulasi, menuju hati, sumsum tulang, dan

sel-sel lain.9

Normalnya ± 2 mg kobalamin disimpan dalam hati, dan 2 mg lagi disimpan dalam

jaringan seluruh tubuh. Kurang lebih dibutuhkan 3-6 tahun bagi individu normal untuk menjadi

kekurangan kobalamin bila absorpsi dihentikan secara tiba-tiba. Metilkobalamin adalah bentuk

yang diperlukan untuk metionin sintase, yang bertindak sebagai katalisator dalam perubahan

homosistein menjadi metionin. Bila reaksi tersebut terganggu, metabolisme folat akan menjadi

kacau dan timbul kerusakan DNA.9

Pada defisiensi kobalamin, maka N5-metiltetrahidrofolat yang tak terkonjugasi, yang

baru diambil dari aliran darah, tidak dapat diubah menjadi bentuk lain dari tetrahidrofolat oleh

transfer metil. Ini yang disebut hipotesis folat trap. Karena N5-metiltetrahidrofolat adalah

substrat yang tak baik untuk enzim konjugasi, ia akan tetap dalam bentuk tak terkonjugasi dan

dengan perlahan keluar dari sel, sehingga defisiensi folat di jaringan terjadi, dan menimbulkan

hematopoiesis megaloblastik. Hipotesis ini menerangkan mengapa dengan pemberian folat yang

besar dapat menghasilkan remisi hematologik parsial pada pasien dengan defisiensi kobalamin.9

Manifestasi Klinis

Gejala anemia pernisiosa juvenile menjadi nyata pada umur 9 bulan sampai 11 tahun.

Rentang waktu ini sesuai dengan habisnya simpanan vitamin B12 ynag diperoleh in utero. Ketika

anemia menjadi berat, terjadi kelemahan, iritabilitas, anoreksia, dan kurang gairah. Lidah licin,

merah, dan nyeri. Manifestasi neurologis meliputi ataksia, parestesia, hiporefleksi, respon

Babinski, klonus, dan koma.3

Pemeriksaan Laboratorium

Anemia makrositer dengan peningkatan MCV

Neutropenia dengan neutrofil berukuran besar dan mengalami hipersegmentasi dengan

granula kasar (giant stab-cell)

Trombositopenia ringan ( rata-rata 100-150 x 103 /mm3 

Sumsum tulang hiperseluler dengan gambaran megaloblastik

Serum cobalamin rendah (100 pg/ml)

Page 14: Anemia Pada Anak

Serum folat normal / tinggi

Antibodi faktor intrinsic

Schilling test : radiolabeled B12 absorption test akan menunjukkan absorpsi cobalamin

yang rendah yang menjadi normal dengan pemberian faktor intrinsik lambung

Cairan lambung : sekresi berkurang, rata-rata 15 ml/jam (kira-kira 10% normal),

aklorhidira, pH>6

Masa hidup eritrosit berkurang, rata-rata 20 - 75 hari

LDH meningkat karena peningkatan destruksi eritrosit akibat eritropoiesis yang tidak

efektif di dalam sumsum tulang

MCV : pada anemia berkisar antara 100-110 fl, pada anemia berat berkisar antara 110-

130 fl

4. Anemia Defisiensi Asam Folat

Asam folat adalah vitamin yang penting untuk pembentukan sel darah merah normal.

Defisiensi terjadi pada individu yang jarang makan sayuran atau buah dimasak. Pasien dengan

pemberian makan IV atau nutrisi parenteral jangka panjang akan mengalami defisiensi folat

setelah beberapa bulan tanpa suplemen IM.2

Patofisiologi

Penyakit pada usus halus dapat mengganggu absorpsi asam folat dari makanan dan

resirkulasi folat lewat siklus enterohepatik. Pada alkoholisme akut atau kronik, asupan harian

folat dalam makanan akan terhambat, dan siklus enterohepatik akan terganggu oleh efek toksik

dari alkohol pada sel parenkim hati. Ini yang menjadi penyebab utama defisiensi folat yang

menimbulkan eritropoiesis megaloblastik.

Obat-obat yang menghambat dihidrofolat reduktase (mis: metotreksat, trimetoprim) atau

yang mengganggu absorpsi dan penyimpanan folat dalam tubuh (antikonvulsan tertentu,

kontrasepsioral), mampu mengakibatkan penurunan kadar folat plasma, sehingga timbulk anemia

megaloblastik.  Hal ini dikarenakan adanya gangguan maturasi yang disebabkan oleh defek inti

sel.

Folat dalam plasma ditemukan dalam bentuk dari N5-metiltetrahidrofolat, suatu

monoglutamat, yang ditranspor ke dalam sel-sel oleh zat pengangkut khusus, yaitu dalam bentuk

Page 15: Anemia Pada Anak

tetrahidro dari vitamin. Setelah di dalam sel, gugus N5-metil dilepas ke dalam reaksi kobalamin

yang diperlukan, dan folat diubah menjadi bentuk poliglutamat. Konjugasi pada poliglutamat

mungkin bermanfaat untuk penyimpanan folat di dalam sel.

Fungsi utama senyawa folat adalah memindahkan “1-karbon moieties” seperti gugus-

gugus metil dan formil ke berbagai senyawa organik. Sumber dari “1-karbon moieties” biasanya

adalah serin, yang bereaksi dengan tetrahidrofolat menghasilkan glisin dan N5-10-

metilentetrahidrofolat. Sumber pilihan lain adalah asam formiminoglutamat, suatu lanjutan

dalam metabolisme histidin, yang menyampaikan gugus formiminotetrahidrofolat dan asam

glutamat. Senyawa-senyawa penerima yang sesuai, membentuk lanjutan metabolik dengan

mengubah pembentukan blok-blok yang digunakan untuk sintesis makromolekul. Bentuk aktif

folat adalah tetrahidrofolat (THF). Yang sangat penting dalam pembentukan blok-blok tersebut

adalah purin, Deoksitimidilat monofosfat (tDMP), dan Metionin, dibentuk oleh peralihan dari

gugus metil dari N5-metiltetrahidrofolat ke homosistein.

Manifestasi Klinis

Tanda anemia megaloblastik berupa glositis (lidah pucat dan licin), stomatitis angularis,

diare/konstipasi, anoreksia, ikterus ringan, sterilitas, neuropati perifer bilateral, pigmentasi

melalui pada kulit.4,5 Kegagalan penutupan neural tube dapat terjadi di daerah kranial dan spinal

mengakibatkan anensefalus, meningokel, ensefalokel, spina bifida dan hidrosefalus.2

Page 16: Anemia Pada Anak

Penatalaksanaan

Bila diagnosi telah ditegakkan, atau pada anak dengan sakit berat, asam folat diberikan

secara oral atau parenteral dengan dosis 1-5 mg/24 jam. Jika diagnosis spesifik diragukan, 50-

100 ug/24 jam folat dapat diberikan selama satu minggu sebagai uji diagnostic, atau 1 ug/24 jam

sianokobalamin parenteral untuk kecurigaan defisiensi vit B12. Terapi asam folat harus diteruskan

sampai 3-4 minggu.2

Kesimpulan

Anemia merupakan gejala dan tanda dari penyakit-penyakit tertentu yang harus dicari

penyebabnya. Anemia dapat disebabkan karena berkurangnya produksi, meningkatnya destruksi

atau kehilangan sel darah merah. Berdasarkan morfologi, anemia dapat diklasifikasikan menjadi

anemia makrositik, anemia mikrositik, dan anemia normositik. Gejala klinis, parameter MCV,

RDW, hitung retikulosit, dan morfologi apus darah tepi digunakan sebagai petunjuk diagnosis

penyebab anemia.

Page 17: Anemia Pada Anak

Daftar Pustaka

1. Irwan H. Pendekatan diagnosis anemia pada anak. Diunduh dari.

http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_205Pendekatan%20Diagnosis%20Anemia

%20pada%20Anak.pdf. 4 Mei 2015.

2. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak. Ed. 15. Jilid. 2. Jakarta:

EGC. 2000.

3. Diunduh dari. http://eprints.undip.ac.id/43853/3/Elsa_G2A009017_BAB_2.pdf . 4 Mei

2015.

4. Oehadian A. pendekatan klinis dan diagnosis anemia. IDI. Diunduh dari.

http://www.kalbemed.com/portals/6/04_194cmependekatan%20klinis%20dan

%20diagnosis%20anemia.pdf. 7 Mei 2015.

5. Handayani W, Haribowo AS. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system

hematologi. Jakarta: Salemba medika. 2008. H. 49-60.

6. Diunduh dari. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31348/4/Chapter

%20II.pdf. 11 Mei 2015.

7. Berman BW, Chapter. Pallor and Anemia. In: Kliegman RM, Greenbaum LA, Lye PS.

Practical strategies in pediatric diagnosis and therapy. Ed. 2. Phiadelphia: Saunders.

2004. 873-4.

8. Huang I. Anemia hemolitik pada anak. Diunduh dari. http://drianhuang.com/informasi-

kesehatan/tenaga-medis/anemia-hemolitik-pada-anak/. 11 Mei 2015.

9. Davey P. At a glace medicine. Jakarta: Erlangga. 2006. h. 305.