anemia pada anak
DESCRIPTION
aaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anemia secara umum didefinisikan sebagai berkurangnya volume eritrosit
atau konsentrasi hemoglobin. Anemia bukan suatu keadaan spesifik, melainkan dapat
disebabkan oleh bermacam-macam reaksi patologis dan fisiologis. Anemia ringan
hingga sedang mungkin tidak menimbulkan gejala objektif, namun dapat berlanjut ke
keadaan anemia berat dengan gejala-gejala keletihan, takipnea, napas pendek saat
beraktivitas, takikardia, dilatasi jantung, dan gagal jantung. Anemia merupakan
masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia; diperkirakan terdapat pada 43%
anak-anak usia kurang dari 4 tahun. Survei Nasional di Indonesia (1992)
mendapatkan bahwa 56% anak di bawah umur 5 tahun menderita anemia, pada survei
tahun 1995 ditemukan 41% anak di bawah 5 tahun dan 24-35% dari anak sekolah
menderita anemia. Gejala yang samar pada anemia ringan hingga sedang menyulitkan
deteksi sehingga sering terlambat ditanggulangi. Keadaan ini berkaitan erat dengan
meningkatnya risiko kematian pada anak.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian anemia ?
2. Bagaimana etiologi anemia ?
3. Bagaimana patofisologi anemia ?
4. Bagaimana Manifestasi klinis anemia ?
5. Apa saja jenis anemia ?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak anemia ?
1.3. Tujuan
Tujuan umum dari penulisan makalah ini di harapkan mahasiswa mampu membuat
asuhan keperawatan penyakit anemia pada anak
Tujuan dari penulisan makalah diharapkan mahasiswa mamp
1. Mengetahui pengertian anemia
2. Mengetahui etiologi anemia
3. Mengetahui patofisologi anemia
4. Mengetahui manifestasi klinis anemia
5. Mengetahui macam-macam anemia
6. Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada anak yang
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 DEFINISI ANEMIA
Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin
yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan
tubuh. Secara laboratoris, anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin
serta hitung eritrosit dan hematrokrit di bawah normal atau orang sehat. Mungkin ada
perbedaan karena ras dalam kadar Hb. Anak kulit hitam mempunyai kadar 0,5 g/dL
lebih rendah daripada anak kulit putih dan anak Asia dengan umur dan status
ekonomi yang sebandin, mungkin sebagian karena insidensi pengemban bakat
thalassemia-α dan thalassemia-β yang relative tinggi pada anak kulit hitam.2
Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin
(protein pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi
fungsinya untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer sehingga
pengiriman O2 ke jaringan menurun. 13 Secara fisiologi, harga normal hemoglobin
bervariasi tergantung umur, jenis kelamin, kehamilan, dan ketinggian tempat tinggal.
Oleh karena itu, perlu ditentukan batasan kadar hemoglobin pada anemia.3
Table 1. Nilai Hematologi Selama Masa Bayi dan Anak2
2.2 PENDEKATAN KINETIK
Anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme independen
yaitu berkurangnya produksi sel darah merah, meningkatnya destruksi sel darah
merah, dan kehilangan darah.4Patofisiologi Anemia Berdasarkan proses patofisiologi
terjadinya anemia, dapat digolongkan pada tiga kelompok:6
1. Anemia akibat produksi sel darah merah yang berkurang atau gagal
Pada anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu sedikit atau
sel darah merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan baik. Hal ini terjadi akibat
adanya abnormalitas sel darah merah atau kekurangan mineral dan vitamin yang
dibutuhkan agar produksi dan kerja dari eritrosit berjalan normal. Penyebabnya
seperti (1) Kekurangan nutrisi: Fe, B12, atau folat; dapat disebabkan oleh kekurangan
diet, malaborpsi (anemia pernisiosa, sprue) atau kehilangan darah (defisiensi Fe). (2)
Kelainan sumsum tulang (anemia aplastik, pure red cell aplasia, mielodisplasia,
inflitrasi tumor). (3) Supresi sumsum tulang (obat, kemoterapi, radiasi). (4)
Rendahnya trophic hormone untuk sti-mulasi produksi sel darah merah (eritro-poietin
pada gagal ginjal, hormon tiroid [hipotiroidisme] dan androgen [hipogonadisme]). (5)
Anemia penyakit kronis/anemia inflamasi, yaitu anemia dengan karakteristik
berkurangnya Fe yang efektif untuk eritropoiesis karena berkurangnya absorpsi Fe
dari traktus gastrointestinal dan berkurangnya pelepasan Fe dari ma-krofag,
berkurangnya kadar eritropoietin (relatif ) dan sedikit berkurangnya masa hidup
eritrosit.
2. Anemia akibat penghancuran sel darah merah
Bila sel darah merah yang beredar terlalu rapuh dan tidak mampu bertahan
terhadap tekanan sirkulasi maka sel darah merah akan hancur lebih cepat sehingga
menimbulkan anemia hemolitik. Anemia hemolitik merupakan anemia yang
disebabkan karena berkurangnya masa hidup sel darah merah (kurang dari 100 hari).
Pada keadaan normal, umur sel darah merah 110- 120 hari. Anemia hemolitik terjadi
bila sumsum tulang tidak dapat mengatasi kebutuhan untuk menggganti lebih dari 5%
sel darah merah/hari yang berhubungan dengan masa hidup sel darah merah kira-kira
20 hari. Penyebab anemia hemolitik yang diketahui atara lain:
Keturunan, seperti sickle cell anemia dan thalassemia
Adanya stressor seperti infeksi, obat obatan, bisa hewan, atau beberapa jenis
makanan
Toksin dari penyakit liver dan ginjal kronis
Autoimun
Pemasangan graft, pemasangan katup buatan, tumor, luka bakar, paparan
kimiawi, hipertensi berat, dan gangguan thrombosis
Pada kasus yang jarang, pembesaran lien dapat menjebak sel darah merah dan
menghancurkannya sebelum sempat bersirkulasi.
3. Anemia Akibat Kehilangan Darah
Anemia ini dapat terjadi pada perdarahan akut yang hebat ataupun pada perdarahan
yang berlangsung perlahan namun kronis. Perdarahan kronis umumnya muncul akibat
gangguan gastrointestinal ( misal ulkus, hemoroid, gastritis, atau kanker saluran
pencernaan), penggunaan obat obatan yang mengakibatkan ulkus atau gastritis (misal
OAINS), menstruasi, dan proses kelahiran.
2.3 KLASIFIKASI ANEMIA
Anemia tidak merupakan suatu kesatuan spesifik tetapi merupakan akibat dari
berbagai proses patologik yang mendasri. Klasifikasi anemia yang bermanfaat pada
anak membagi anemia menjadi tiga kelompok besar atas dasar volume korpuskular
rata-rata eritrosit (mean corpuscular volume [MCV]) yaitu mikrositik, normositik,
atau makrositik.2Berdasarkan gambaran morfologik, anemia diklasifikasikan menjadi
tiga jenis anemia:
Anemia Normositik Normokrom. Anemia normositik normokrom disebabkan oleh
karena perdarahan akut, hemolisis, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada
sumsum tulang. Terjadi penurunan jumlah eritrosit tidak disertai dengan perubahan
konsentrasi hemoglobin (Indeks eritrosit normal pada anak: MCV 73 – 101 fl, MCH
23 – 31 pg , MCHC 26 – 35 %), bentuk dan ukuran eritrosit.3
Anemia Makrositik Hiperkrom. Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari
normal dan hiperkrom karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. (Indeks
eritrosit pada anak MCV > 73 fl, MCH = > 31 pg, MCHC = > 35 %). Ditemukan
pada anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12, asam folat), serta anemia
makrositik non-megaloblastik (penyakit hati, dan myelodisplasia).3
Anemia Mikrositik Hipokrom. Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari
normal dan mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks
eritrosit : MCV < 73 fl, MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35 %). Penyebab anemia
mikrositik hipokrom: 1) Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi. 2)
Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia dan Hemoglobinopati. 3) Berkurangnya
sintesis heme: Anemia Sideroblastik.3
Table 2. Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi1
Mikrositik Normositik Makrositik
Defisiensi besi
Thalasemia
Keracunan timbal kronis
Anemia sideroblastik
Inflamasi kronis
Anemia hemolitik
kongenital
Hemoglobin mutan
Defek enzim
eritrosit
Gangguan pada
membran eritrosit
Anemia hemolitik didapat
Autoimun
Anemia hemolitik
mikroangiopatik
Sekunder oleh
infeksi akut
Kehilangan darah akut
Sumsum tulang
megaloblastik
Defi siensi vitamin
B12
Defisiensi asam
folat
Tanpa sumsum tulang
megaloblastik
Anemia aplastic
Hipotiroid
Diamond-Blackfan
syndrome
Penyakit hati
Infiltrasi sumsum
tulang
Anemia
diseritropoietik
Table 3. Klasifikasi Berdasarkan MCV dan RDW2
1. Anemia Defisiensi Besi
Anemia akibat defisiensi besi untuk sintesis Hb merupakan penyakit darah
yang paling sering pada bayi dan anak. Anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana
kandungan besi tubuh total menurun dibawah kadar normal, sehingga penyediaan
besi untuk eritopoesis berkurang yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin
berkurang.2,5
2.4 ETIOLOGI
Berat lahir rendah dan perdarahan perinatal yang tidak biasa berkaitan dengan
penurunan massa Hb bayi dan cadangan besi. Karena konsentrasi tinggi Hb pada
neonates menurun selama masa kehidupan 2-3 bulan pertama, sejumlah lumayan besi
dipakai kembali dan disimpan. Simpanan yang dimafaatkan kembali biasanya cukup
untuk pembentukan darah dalam 6-9 bulan pertama kehidupan bayi yang cukup
bulan. Pada bayi berat badan lahir rendah atau pada bayi dengan kehilangan darah
perinatal, cadangan besi mungkin habis lebih cepat, dan sumber makanan menjadi
amat penting. Anemia semata-mata karena kekurangan besi dalam makanan tidak
biasa sebelum 4-6 bulan pertama kehidupan tetapi menjadi umum pada umur 9-24
bulan. Pola diet yang biasa tampak pada bayi dengan anemia defisiensi besi adalah
konsumsi sejumlah besar susu sapi dan makanan yang tidak dilengkapi dengan besi.5
Kehilangan darah harus dipertimbangkan sebagai penyebab pada setiap kasus
defisiensi besi, terutama pada anak yang lebih besar. Anemia defisiensi besi kronis
karena perdarahan samar mungkin disebabkan oleh lesi saluran pencernaan, seperti
ulkus peptikum, diverticulum Meckel, polip atau hemangioma, atau oleh penyakit
peradangan usus. Dibeberapa wilayah geografis infestasi cacing merupakan penyebab
penting dari defisiensi besi. Diare kronis pada masa anak awal mungkin berkaitan
dengan sejumlah kehilangan darah yang tidak tampak. Kehilangan darah dalam tinja
tiap hari dapat dicegah dengan menguragi jumlah susu sapi murni sampai 0,568
liter/24 jam atau kurang, dengan menggunakan susu yang telah dipanaskan atau
diuapkan, atau dengan pengganti susu sapi.5
2.5 PATOFISIOLOGI
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi yang
berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan
menyebabkan cadangan besi terus berkurang. tahap defisiensi besi, yaitu:
a) Tahap pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan
berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin
dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi
peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun sedangkan
pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih normal.
b) Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau
iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk
menunjang eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai
besi serum menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron
binding capacity (TIBC) meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP)
meningkat.
c) Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi
bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga
menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan
mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi
perubahan epitel terutama pada anemia defisiensi besi yang lebih lanjut.Table 4. Tahapan kekurangan besi6
Hemoglobin Tahap I
(Normal)
Tahap II (sedikit
menurun)
Tahap III (menurun
jelas) Mikrositik
Cadangan besi (mg) <100 0 0
Fe serum (ug/dl) Normal <60 <40
TIBC (ug/dl) 360-390 >390 >410
Saturasi transferin
(%)
20-30 <15 <10
Feritin serum
(ug/dl)
<20 <12 <12
Sideroblas (%) 40-60 <10 <10
FEP (ug/dl eritrosit >30 >100 >200
MCV Normal Normal Menurun
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Pucat merupakan tanda paling penting pada defisiensi besi. Sclera berwarna
biru juga sering, meskipun ini juga ditemukan pada bayi normal. Pada defisiensi
ringan sampai sedang (Hb 6-10 g/dL). Pagofagia, yaitu keinginan untuk makan bahan
yang tidak biasa seperti es atau tanah, mungkin ada. Bila Hb menurun sampai di
bawah 5g/dL, iritabilitas dan anoreksia mencolok. Takikardia dan dilatasi jantung
terjadi, dan bising sistolik sering ada. Limpa teraba membesar pada 10-15%
penderita. Pada kasus menahun dpaat terjadi pelebaran diploe tulnag tengkorak yang
mirip dengan yang terlihat pada anemia hemolitik kongenital. Peruahan ini membaik
dengan perlahan-lahan bersamaan terapi subsitusi. Anak dengan defisiensi besi
mungkin gemuk atau kurang berat, dengan tanda lain kurang gizi. Iritabilitas dan
anoreksia yang khas untuk kasus lanjut mungkin merupakan gambaran defisiensi besi
jaringan, karena dengan terapi besi perbaikan yang nyata dalam perilaku sering
terjadi sebelum terjadi perbaikan hematologi yang nyata. Defisiensi besi dapat
memperngaruhi fungsi neurologis dan intelektual.
2.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah lengkap : retikulosit (jumlah darah bervariasi dari 30% – 50%),
leukositos (khususnya pada krisis vaso-oklusit) penurunan Hb/Ht dan total SDM.
2. Pemeriksaan pewarnaan SDM : menunjukkan sabit sebagian atau lengkap, sel bentuk
bulan sabit.
3. Tes tabung turbiditas sabit : pemeriksaan rutin yang menentukan adanya hemoglobin
S, tetapi tidak membedakan antara anemia sel sabit dan sifat yang diwariskan (trait)
4. Elektroforesis hemoglobin : mengidentifikasi adanya tipe hemoglobin abnormal dan
membedakan antara anemia sel sabit dan anemia sel trait.
5. LED : meningkat
6. GDA : dapat menunjukkan penurunan PO2
7. Bilirubin serum : meningkat
8. LDH : meningkat
9. IVP : mungkin dilakukan untuk mengevaluasi kerusakan ginjal
10. Radiografik tulang : mungkin menunjukkan perubahan tulang
11. Rontgen : mungkin menunjukkan penipisan tulang (Doenges E.M, 2002)
2.7. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksnaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan
mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-
85% penyebab ADB dapat diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan
dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral. Pemberian
peroral lebih aman, murah dan sama efektifnya dengan pemberian secara parenteral.
Pada penderita yang tidak dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak
dapat terpenuhi secara peroral karena ada gangguan pencernaan.
2.8 ASUHAN KEPERAWATAN
1. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan diogsigenasi jaringan (Hb menurun).
b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan fungsi /
gangguan pada sum-sum tulang.
c. Aktifitas intolerance berhubungan dengan kelemahan otot.
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan porsi makan tidak
dihabiskan.
e. Integritas kulit berhubungan dengan menurunnya aliran darah ke jaringan.
f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
g. Kecemasan / kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang penyakitnya.
2. INTERVENSI
Diagnosa 1 : Nyeri berhubungan dengan dioksigenasi jaringan (HB rendah)
Tujuan : Tidak merasakan nyeri,
Tindakan keperawatan
a. Kaji tingkat nyeri
Rasional : Dengan mengkaji tingkat nyeri dapat mempermudah dalam menentukan
intervensi selanjutnya.
b. Anjurkan klien teknik nafas dalam
Rasional : Dengan menarik nafas dalam memungkinkan sirkulasi O2 ke jaringan
terpenuhi.
c. Bantu klien dalam posisi yang nyaman
Rasional : Mengurangi ketegangan sehingga nyeri berkurang.
d. Kolaborasi pemberian penambah darah Rasional : Membantu klien dalam
menaikkan tekanan darah dan proses penyembuhan.
Diagnosa 2 : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan fungsi /
gangguan sumsum tulang.
Tujuan : Perfusi jaringan adekuat
Tindakan keperawatan :
a.Ukur tanda-tanda vital :
Rasional : Untuk mengetahui derajat / adekuatnya perfusi jaringan dan menentukan
intevensi selanjutnya.
b.Tinggikan kepala tempat tidur klien
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk
kebutuhan seluler
c.Pertahankan suatu lingkungan yang nyaman.
Rasional : Vasekonstriksi menurunkan sirkulasi perifer dan menghindari panas
berlebihan penyebab vasodilatasi.
d.Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila terjadi kelemahan.
Rasional : Stres kardiopulmonal dapat menyebabkan kompensasi.
Diagnosa 3 : Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot
Tujuan : aktifitas toleransi, dengan kriteria : klien bisa melakukan aktivitas sendiri.
Tindakan keperawatan
a.Kaji tingkat aktifitas klien
Rasional : Untuk mengetahui aktivitas yang dilakukan klien dan untuk menetukan
intervensi selanjutnya.
b.Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan klien
Rasional : Untuk membantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
c.Bantu pasien dalam melakukan latihan aktif dan pasif
Rasional : Untuk meningkatkan sirkulasi jaringan
d.Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADLnya
Rasional : Dengan bantuan perawat dan keluarga klien dapat memenuhi
kebutuhannya.
e.Berikan lingkungan tenang
Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan regangan jantung dan paru..
IV . IMPLEMENTASI
Pelaksanaan adalah pengobatan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran
dokter dan menjalankan ketentuan dari rumah sakit. Sebelum pelaksanaan terlebih
dahulu harus mengecek kembali data yang ada, karena kemungkinan ada perubahan
data bila terjadi demikian kemungkinan rencana harus direvisi sesuai kebutuhan
pasien.
V . EVALUASI
Evaluasi adalah pengukuran dari keberhasilan rencana perawatan
dalam memenuhi kebutuhan pasien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan
dalam menggunakan proses perawatan.
Hasil evaluasi yang diharapkan / kriteria : evaluasi pada klien dengan anemia
sel sabit adalah sebagai berikut :
a. Mengatakan pemahaman situasi / faktor resiko dan program pengobatan individu
dengan kriteria
b. Menunjukkan teknik / perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas.
c. Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas.
Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan dengan kriteria :
d. Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala peyebab.
e. Melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi pada pengobatan.
Mengidentifikasi perasaan dan metode untuk koping terhadap persepsi dengan
kriteria :
f. Menyatakan penerimaan diri dan lamanya penyembuhan.
g. Menyukai diri sebagai orang yang berguna.
h. Mempertahankan hidrasi adekuat dengan kriteria :
i. Tanda-tanda vital stabil, turgor kulit normal, masukan dan keluaran seimbang.
j. Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan /
mempertahankan berat badan yang sesuai dengan kriteria :
k. Menunjukkan peningkatan berat badan, mencapai tujuan dengan nilai laboratorium
normal.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Anemia merupakan gejala dan tanda dari penyakit-penyakit tertentu yang
harus dicari penyebabnya. Anemia dapat disebabkan karena berkurangnya produksi,
meningkatnya destruksi atau kehilangan sel darah merah. Berdasarkan morfologi,
anemia dapat diklasifikasikan menjadi anemia makrositik, anemia mikrositik, dan
anemia normositik. Gejala klinis, parameter MCV, RDW, hitung retikulosit, dan
morfologi apus darah tepi digunakan sebagai petunjuk diagnosis penyebab anemia.
4.2. Saran
Semoga makalah ini dapat bermamfaat bagi yang pembaca, terutama mahasiswa keperawatan
Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak. Ed. 15. Jilid. 2.
Jakarta: EGC. 2000.
2. Doenges, E. M, Mary F.M, Alice C,G. (2002), Rencana Asuhan Keperawatan,
EGC, Jakarta.
3. Handayani W, Haribowo AS. Asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan system hematologi. Jakarta: Salemba medika. 2008. H. 49-60.
4. Davey P. At a glace medicine. Jakarta: Erlangga. 2006. h. 305.