analisis varians biaya b iaya tenaga ng terhadap …repository.ub.ac.id/9053/1/lisa novadilla.pdfs...
TRANSCRIPT
MENIN
ANALISI
KERJ
NGKATKAN
(Studi E
IS VARIAN
JA LANGSU
N LABA US
mpiris Pada
Fakultas
J
FAKU
UN
NS BIAYA B
UNG TERH
SAHA KON
Mahasiswa
Ekonomi Un
SK
LISA N
10502
JURUSAN
LTAS EK
NIVERSIT
BAHAN BA
HADAP BIA
NVEKSI OU
Program Pe
niversitas Br
KRIPSI
Oleh
NOVADILL
2020511100
N MANAJ
KONOMI
TAS BRAW
2017
AKU DAN B
AYA STAND
UTFIX-OUT
endidikan Pr
rawijaya Ma
LA
04
JEMEN
DAN BISN
WIJAYA
BIAYA TEN
DAR UNTU
TFIT DI KO
rofesi Manaj
alang)
NIS
NAGA
UK
OTA MALA
emen
ANG
MENIN
Di Aju
ANALISI
KERJ
NGKATKAN
(Studi E
ukan SebagPada Faku
IS VARIAN
JA LANGSU
N LABA US
mpiris Pada
Fakultas
gai Salah Sultas Ekon
J
FAKU
UN
NS BIAYA B
UNG TERH
SAHA KON
Mahasiswa
Ekonomi Un
SK
Satu Syaratnomi Dan B
LISA N
10502
JURUSAN
LTAS EK
NIVERSIT
BAHAN BA
HADAP BIA
NVEKSI OU
Program Pe
niversitas Br
KRIPSI
t Untuk MeBisnis Univ
Oleh
NOVADILL
2020511100
N MANAJ
KONOMI
TAS BRAW
2017
AKU DAN B
AYA STAND
UTFIX-OUT
endidikan Pr
rawijaya Ma
emperoleh versitas Br
LA
04
JEMEN
DAN BISN
WIJAYA
BIAYA TEN
DAR UNTU
TFIT DI KO
rofesi Manaj
alang)
Gelar Sarjrawijaya M
NIS
NAGA
UK
OTA MALA
emen
jana EkonoMalang
ANG
omi
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Lisa Novadilla
NIM : 105020205111004
Jurusan : Manajemen Keuangan
Fakultas : Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Varians Biaya Bahan Baku Dan Biaya Tenaga
Kerja Langsung Terhadap Biaya Standar Untuk
Meningkatkan Laba Usaha Konveksi Outfix_Outfit Di Kota Malang
(Studi Empiris Pada Mahasiswa Program Pendidikan
Profesi Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi
Universitas Brawijaya Malang)
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang telah saya buat adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali jika dalam pengutipan instansi disebutkan sumbernya dan belum pernah diajukan pada institusi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Malang, 16 Agustus 2017
Yang menyatakan,
Lisa Novadilla
105020205111004
D
Hanya K
persemba
1. K
C
2. A
y
3. A
b
se
4. A
Dengan Kere
Kepada-Nya
ahkan untuk
Kedua Orang
Channiago da
Abang Lucky
ang diberika
Adik peremp
antuan, kasi
elalu berusah
Almamater T
endahan Ha
a Aku Berg
k:
gtuaku Yan
an Ibu Vera
y Lukman H
an kepadaku
puanku yang
ih sayang, d
ha sebaik mu
Tercinta
PERSE
ati Kuucapk
gantung. D
ng Sangat A
Lolyta), atas
Hakim, atas s
dalam setiap
g manja (Ad
dukungan sem
ungkin
iii
EMBAHAN
kan Rasa Sy
Dan atas se
Aku Cintai
s segala doa
segala Kasih
p langkahku
della Savira
mangat dan
N
yukurku Ke
egala Rahm
dan Aku S
serta kasih s
h sayang duk
u
Maharani)
doa yang d
epada Allah
mat-Nya Skr
Sayangi (Ba
sayangnya k
kungan sema
terima kasi
diberikan kep
SWT, Yan
ripsi ini ak
apak Sarme
kepadaku.
angat dan do
ih atas sega
padaku untu
ng
ku
en
oa
la
uk
iv
MOTTO
“Hanya Mengingat Allah Hidupmu Akan Menjadi Tenang Dengan Mengingat Allah hilang Semua Kegelisahan
(Opick: Kembali pada Alloh)”
“Tak ada kasih sayang setulus ibu, sayangilah beliau selama dia masih ada di dalam dunia ini dengan maksimal dan keluhan….karena Ibu adalah orang yang paling tulus
mencintai dan menyanyangi kita..love you mom” (Vera Lolyta)
“Jadilah kalah karena mengalah, bukan kalah karena menyerah Jadilah pemenang karena kemampuan, bukan menang karena kecurangan”
“Dream, Believe, Achieve”
"sebuah perjalanan yang panjang dimulai dengan langkah kecil".
“Dan Kami jadikan sebagian kamu sebagai cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah Kamu bersabar? Dan Tuhanmu Maha Melihat
(Q. S. Al Furqon: 20)”
v
KATA PENGANTAR
Bissmillahirrahmannirrahim,
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh,
Alhamdulillah puji syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul: “ANALISIS VARIANS BIAYA BAHAN BAKU DAN BIAYA TENAGA
KERJA LANGSUNG TERHADAP BIAYA STANDAR UNTUK MENINGKATKAN
LABA USAHA KONVEKSI OUTFIX_OUTFIT DI KOTA MALANG”
Adapun tujuan dari penulisan Skripsi adalah untuk memenuhi syarat dalam mencapai
gelar Sarjana Ekonomi pada jurusan (program) Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Brawijaya Malang.
Dalam penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan semua pihak, baik itu berupa
dorongan, nasehat, saran maupun kritik yang sangat membantu dalam penyelesaian skripsi
ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati serta penghargaan
yang tulus, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan semua nikmat dan karuniaNya sehingga peneliti
berhasil menyelesaikan Skripsi ini.
2. Bapak Nurkholis, SE., M.Bus.(Acc)., Ak., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang.
3. Ibu Dr. Siti Aisjah, SE., MS sebagai Ketua Program Studi S1 Manajemen
4. Ibu Dr. Sumiati, SE., M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahannya dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Atim Dzaluli, SE., MM sebagai dosen penguji I yang bersedia
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, kritik, dan pengarahan
dengan penuh kesabaran dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Toto Rahardjo, SE., MM sebagai dosen penguji II yang telah memberikan
arahan dalam menyelesaikan skripsi ini
vi
7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen beserta Staf Karyawan di lingkungan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang.
8. Kedua orang tua penulis, yaitu Bapak Sarmen Channiago dan Ibu Vera Lolyta
Rangkayo atas doa, dukungan, dan motivasi bagi penulis.
9. Kedua saudara penulis Lucky Lukman Hakim dan Adella Savira Maharani atas
dukungan dan motivasi yang diberikan
10. Teman-teman Manajemen Unibraw 2010 atas semangat, lawakan, dan selalu
menemani dan memberi semangat.
11. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas bantuan
baik moril maupun materil.
Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu saran
serta kritik yang membangun sangat saya harapkan. Semoga karya akhir ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Malang, 14 Juni 2017
Penulis
xii
ANALISIS VARIANS BIAYA BAHAN BAKU DAN BIAYA TENAGA KERJA LANGSUNG TERHADAP BIAYA STANDAR UNTUK MENINGKATKAN LABA USAHA KONVEKSI
OUTFIX_OUTFIT DI KOTA MALANG
Lisa Novadilla 105020205111004
Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya Malang
Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan atas dasar persaingan dunia usaha yang kompleks, dimana setiap perusahaan bersaing untuk tetap bertahan dalam dunia usahanya. Strategi yang dapat ditempuh adalah dengan mengontrol dan mengendalikan biaya produksi, sehingga diharapkan dapat terciptanya efisiensi biaya produksi. Biaya standar merupakan biaya yang seharusnya terjadi untuk membuat satuan produk yang ditetapkan pada awal periode. Biaya standar menjadi tolak ukur sebagai pengendalian biaya produksi suatu usaha agar tercapai efisiensi biaya produksi.
Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui pengendalian biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. (2) Untuk mendeskripsikan dan menganalisis biaya standar yang diterapkan. Langkah-langkah analisis data adalah: (1) Menentukan standar biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. (2) Membandingkan biaya produksi standar dengan biaya produksi sesungguhnya, (3) Menganalisis jika terjadi perbedaan (selisih) antara biaya produksi standar dengan sesungguhnya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Hasil penelitian dengan menggunakan analisis varians pada biaya produksi menunjukan bahwa pada biaya bahan baku yang tidak menguntungkan. Selisih yang tidak menguntungkan yang terjadi disebabkan karena biaya aktual lebih besar dari pada biaya standar, hal ini sebagai dampak dari kenaikan harga bahan baku
Kesimpulan penelitian ini adalah: (1) Biaya Bahan Baku Konveksi Outfix_outfit tahun 2013-2015 sudah terkendali. (2) Selisih biaya tenaga kerja langsung tahun 2013-2014 sebesar Rp 429.180,00 (6,3%), Rp 6.065.00,00 (37,2%), Rp 2.532.000,00 (12,7%), diduga karena menggunakan tenaga kerja langsung dengan golongan tarif upah standar. Dalam hal ini Konveksi Outfix-outfit membayar dengan tarif upah yang berbeda terhadap tenaga kerja langsung yang melakukan pekerjaannya secara rutin dengan upah lembur.
Kata Kunci : Biaya Standar, Biaya Produksi, Efisiensi Biaya Produksi
xiii
ABSTRACT The aim of this research was based oncompetitive of complex business in the world, each companies be vying to survive on their business. Strategies can be taken is to control and restrain of cost production, with the result have expectation be create efficiency cost of production. he standard cost is the cost that should occur to create a set of products at the beginning of the period. Standard cost becomes a benchmark as a production cost control of a business in order to achieve cost efficiency of production. The objectives of this research are (1) to know the control of raw material cost and direct labor cost. (2) To describe and analyze the standard cost applied. The steps of data analysis are: (1) Determining standard cost of raw materials and direct labor cost. (2) Compare the standard production cost to the actual production cost, (3) Analyze if there is difference (difference) between standard production cost and actual. This research use descriptive method. The results of the study by using analysis variance of cost production showed thatcost of raw materials unfavorable.The unfavorable variance cause actual costs greater than standard costs, this is impact from price increment. The conclusions of this research are: (1) Cost of Convection Material Outfitting Outfix_outfit 2013-2015 is under control. (2) Direct labor cost increment in 2013-2014 amounting to Rp 429,180.00 (6.3%), Rp 6,065.00,00 (37.2%), Rp 2,532,000.00 (12.7%), Allegedly because of using direct labor with the standard wage rates. In this case the Outfix-outfit Convection pays at different wage rates to direct laborers who perform their work on a regular basis with overtime pay.
Keywords: Standard Cost, Production Cost, Cost Efficiency of Production
vii
DAFTAR ISI
Halaman Judul .......................................................................................................................... i Halaman Pengesahan .............................................................................................................. ii Halaman Persembahan .......................................................................................................... iii Motto ........................................................................................................................................ iv Kata Pengantar ........................................................................................................................ v Daftar Isi ................................................................................................................................ vii Daftar Tabel ............................................................................................................................. x Daftar Gambar ........................................................................................................................ xi Abstrak ................................................................................................................................... xii
BAB1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ......................................................................... 7 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 8 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 9
BABI1 : LANDASAN TEORI 2.1.Pengertian Biaya ........................................................................... 12
2.1.1 Pengertian Biaya Produksi ................................................... 13 2.1.2 Pengertian Pengendalian Biaya ........................................... 13
2.1.3 Alat Pengendalian Biaya ...................................................... 14
2.2 Penggolongan Biaya ...................................................................... 20
2.2.1 Penggolongan Biaya Menurut Obyek Pengeluaran .............. 20
2.2.2 Penggolongan Biaya Menurut Fungsi
Pokok dalam Perusahaan ..................................................... 21
2.2.3 Penggolongan Biaya atas Dasar Hubungan Biaya dengan Sesuatu yang Dibiayai .......................................................... 22
2.2.4 Perilaku Biaya dalam Hubungannya dengan Perubahan Volume Kegiatan ................................................................. 22
2.2.5 Penggolongan Biaya atas Dasar Jangka
Waktu Manfaatnya ............................................................... 23
2.3 Harga Pokok Produksi ................................................................... 26
2.3.1 Pengertian Harga Pokok Produksi ........................................ 26
viii
2.3.2 Tujuan Perhitungan Harga Pokok Produksi ......................... 27 2.3.3 Unsur-unsur Perhitungan Harga Pokok Produksi ................ 28
2.4 Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi ............................... 33
2.4.1 Metode Harga Pokok Produksi ............................................. 33 2.4.2 Metode Harga Pokok Pesanan .............................................. 36 2.4.3 Karakteristik Metode Harga Pokok Pesanan ........................ 36 2.4.4 Manfaat Informasi Harga Pokok
Produksi Per Pesanan ........................................................... 37 2.4.5 Metode Harga Pokok Proses ................................................ 38 2.4.6 Karakteristik Metode Harga Pokok Proses .......................... 38 2.4.7 Manfaat Informasi Harga Pokok Produksi ......................... 38 2.4.8 Perbedaan Metode Harga Pokok Pesanan dengan
Metode Harga Pokok Proses ................................................. 39 2.5 Metode Penentuan Harga Pokok Produksi .................................... 39
2.6 Sistem Harga Pokok Produksi ....................................................... 42
2.7 Analisis Varian............................................................................... 43
2.8 Penyebab Selisih Biaya Produksi................................................... 48
2.9 Kerangka Pikir Penelitian .............................................................. 51
2.10 Penelitian Terdahulu .................................................................... 55
BABI1I : METODE PENELITIAN 3.1.Jenis dan Pendekatan Penelitian ................................................... 57 3.2 Lokasi Penelitian ............................................................................ 58
3.3 Bidang dan Aktivitas Usaha........................................................... 58
3.4 Jenis dan Sumber Data ................................................................... 59
3.5.Metode Pengumpulan Data ........................................................... 63 3.6 Teknik Analisis Data ...................................................................... 65
BABIV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Gambaran Umum Obyek .............................................................. 75 4.2 Produk yang Dihasilkan ................................................................. 83
4.3 Proses Produksi .............................................................................. 83
4.4 Personalia ..................................................................................... 103
4.5.Pemasaran Konveksi Outfix_Outfit ............................................ 104
ix
4.6 Deskripsi Data .............................................................................. 107
4.7 Realisasi Biaya Bahan Baku dan Biaya
Tenaga Kerja Langsung ............................................................... 118
4.8 Analisis Data ................................................................................ 121
4.9.Penyebab Terjadinya Selisih ....................................................... 138 4.10.Pembahasan ............................................................................... 139
BABV : PENUTUP 4.1.Kesimpulan ................................................................................. 142 4.2 Saran ............................................................................................ 143
Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 144
Lampiran
x
DAFTAR TABEL
No Judul Tabel
4.1. Jumlah Tenaga Kerja Konveksi Outfix-outfit .................................. 103 4.2 Standar Biaya Bahan Baku Konveksi
Oufit-oufix Tahun 2013 ..................................................................... 108
4.3 Standar Biaya Bahan Baku Konveksi
Oufit-oufix Tahun 2014 ..................................................................... 109
4.4 Standar Biaya Bahan Baku Konveksi
Oufit-oufix Tahun 2015 ..................................................................... 109
4.5 Standar Biaya Bahan Baku Konveksi
Oufit-oufix Tahun 2013-2015 Per Kilogram ..................................... 110
4.6 Standar Kuantitasa Bahan Baku Konveksi
Oufit-oufix Tahun ............................................................................. 114
4.7 Realisasi Biaya Bahan Baku Konveksi
Oufit-oufix Tahun 2013 ..................................................................... 118
4.8 Realisasi Biaya Bahan Baku Konveksi
Oufit-oufix Tahun 2014 ..................................................................... 119
4.9 Realisasi Biaya Bahan Baku Konveksi
Oufit-oufix Tahun 2015 ..................................................................... 120
4.10 Realisasi Biaya Tenaga Kerja Langsung Konveksi
Oufit-oufix Tahun 2013-2015 ............................................................ 121
4.11 Rincian Perhitungan Biaya Tenaga Kerja Langsung Konveksi
Oufit-oufix Tahun 2013-2015 ............................................................ 138
4.12 Rincian Hasi Perhitungan Biaya Bahan Baku dan
Biaya Tenaga Kerja Langsung Konveksi
Oufit-oufix Tahun 2013-2015 ............................................................ 142
xi
DAFTAR GAMBAR
No Judul Gambar
2.1. Kerangka Pikir Penelitian .................................................................. 54 4.1 Struktur Organisasi Konveksi Outfit-outfix ........................................ 80
4.2 Contoh Bahan Cotton Combed ........................................................... 84
4.3 Contoh Bahan Carded.......................................................................... 84
4.4 Contoh Bahan TC ................................................................................. 85
4.5 Contoh Bahan Viscose ........................................................................ 86
4.6 Contoh Bahan PE ................................................................................. 87
4.7 Contoh Bahan Hyget ............................................................................ 88
4.8 Contoh Bahan Lacoste ......................................................................... 88
4.9 Contoh Bahan Twill Drill ................................................................... 90
4.10 Contoh Bahan American Drill ............................................................ 91
4.11 Contoh Bahan Japan Drill ................................................................... 91
4.12 Contoh Bahan Kanvas.......................................................................... 92
4.13 Contoh Bahan Terry ............................................................................ 92
4.14 Contoh Bahan Fleece ........................................................................... 93
4.15 Contoh Bahan Lotto ............................................................................. 94
4.16 Contoh Bahan Deadora ....................................................................... 94
4.17 Contoh Bahan Adidas ........................................................................ 94
4.18 Contoh Bahan Taslan ........................................................................... 95
4.19 Contoh Bahan Mikro .......................................................................... 96
4.20 Matriks Proses Produksi ...................................................................... 97
4.21 Prosedur Desain ................................................................................... 98
4.22 Proses Produksi ................................................................................. 102
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap usaha yang didirikan dengan orientasi laba didirikan untuk
mencapai laba yang optimal, sehingga kelangsungan hidup badan usaha dapat
tetap terjaga. Oleh karena itu setiap badan usaha yang ingin tetap eksis dan juga
unggul dalam persaingan dituntut untuk dapat merespon dengan baik terhadap
pengaruh perubahan-perubahan lingkungan. Demikian pula halnya dengan
industri konveksi yang mampu bertahan dalam persaingan industri itu sendiri
cukup ketat..
Seperti kita ketahui bahwa kebutuhan manusia itu tidak terbatas, apabila
sudah dipenuhi kebutuhan yang satu maka timbul kebutuhan yang lain. Begitu pula
dengan kebutuhan sandang, semakin pesat perkembangannya dari waktu ke waktu.
Hal ini dapat dilihat dari maraknya pertumbuhan industri kecil rumah tangga yang
bergerak diberbagai bidang. Sebagai salah satu bentuk usaha perseorangan dan
termasuk dalam jenis usaha industri, konveksi merupakan salah satu pilihan usaha
bagi masyarakat yang tidak memiliki modal besar yang nantinya diharapkan dapat
meningkatkan penghasilan masyarakat dan income keluarga. Usaha konveksi saat
ini pun sedang berkembang pesat bersama dengan usaha kuliner di Indonesia
khususnya. Perkembangan dua sektor usaha ini lah yang menyumbang
entrepreneur-entrepreneur terbanyak di Indonesia ini. Diharapkan perkembangan
entrepreneur di Indonesia khususnya bidang konvesi ini bisa terus berlanjut
2
sehingga bisa menjadi penopang utama perekonomian di Indonesia dalam
menghadapi persaingan domestik maupun global.
Di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur, banyak industri kecil yang
bermunculan, salah satunya adalah usaha konveksi, yakni usaha bidang busana jadi
,baik skala kecil maupun besar. Berdasarkan survey lapangan yang dilakukan, maka
dapat diperoleh berbagai fakta bahwa usaha konveksi di kota Malang memiliki
berbagai keunggulan, antara lain pemilik konveksi bertindak sebagai manajer, yang
mana pengelolaannya menjadi tanggung jawab pemilik konveksi, mulai dari
pengelolaan sumber daya manusia, pengelolaan keuangan, pengelolaan produksi,
serta pengelolaan pemasaran. Meskipun industri konveksi di kota Malang
mengalami perkembangan yang cukup bagus dan pesat namun masih banyak
permasalahan yang muncul. Permasalahan-permasalahan yang muncul itu antara
lain lemahnya dalam pengelolaan, pengelolaan yang dimaksud adalah pengelolaan
pada perusahaan kecil seperti organisasi, produksi, administrasi, pembukuan
keuangan, promosi, pemasaran dan sebagainya; rendahnya kualitas sumber daya
manusia, ini disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan yang mengakibatkan
lemahnya pengelolaan terutama dalam persaingan yang semakin ketat dan
perkembangannya lemah sehingga mempengaruhi tingkat kreatifitas.
Hambatan atau kendala lain yang menyebabkan kelemahan bagi pengelolaan
usaha konveksi adalah lemahnya aspek permodalan yang mana ketika tidak ada
modal maka produksi akan terhenti, sumber modal hanya terbatas pada kemampuan
pemilik/pengusaha konveksi; lemah dalam pemasaran yakni kurangnya promosi. Di
Kota Malang banyak sekali konveksi, tetapi perkembangannya tidak semua sama.
3
Hal ini disebabkan karena cara pengelolaannya yang berbeda-beda. Bidang-bidang
pengelolaan dalam suatu usaha mencakup beberapa hal diantaranya adalah
pengelolaan sumber daya manusia, pengelolaan keuangan, pengelolaan produksi
dan pengelolaan pemasaran. Berdasarkan kenyataan di atas untuk dapat mengelola
usaha dengan baik maka diperlukan suatu ilmu manajemen. Menurut T. Hani
Handoko (2003:6) manajemen dibutuhkan oleh semua organisasi, karena tanpa
manajemen, semua usaha akan sia-sia dan pencapaian tujuan akan lebih sulit.
Disebutkan pula bahwa dalam kegiatan bisnis dan manajemen, produksi itu
merupakan salah satu fungsi pokok selain fungsi pemasaran, sumber daya manusia
dan keuangan (Ronald Nangoi, 1994:94).
Usaha konveksi yang bergerak di bidang busana melakukan kegiatan rutin
produksi untuk menghasilkan suatu barang. Kegiatan produksi dimulai dari
pembelian bahan-bahan, membayar upah tenaga kerja untuk mengolah bahan -
bahan tersebut dan mengeluarkan biaya-biaya yang diperlukan sehingga bahan -
bahan tersebut dapat diubah menjadi produk jadi yang siap untuk dijual guna
memperoleh laba. Sebagian laba yang diperoleh dari setiap hasil penjualan akan
digunakan kembali untuk kegiatan usaha konveksi.
Laba secara sederhana dapat diukur dengan selisih antara total penjualan
dengan total biaya. Perolehan laba dapat diukur dengan berbagai rasio profitabilitas
atau kemampuan perusahaan memperoleh laba secara kuantitatif salah satunya
adalah rasio profit margin. Rasio Profit margin menurut Bambang Riyanto
(2001:37) adalah perbandingan antara net operating income dengan net sales. Besar
kecilnya rasio profit margin pada setiap transaksi sales ditentukan oleh dua faktor,
4
yaitu net sales dan laba usaha atau net operating income tergantung kepada
pendapatan dari sales dan besarnya biaya usaha (operating expenses). Dengan
jumlah operating expenses tertentu profit margin dapat diperbesar dengan
memperbesar sales, atau dengan jumlah sales tertentu profit margin dapat
diperbesar dengan menekan atau memperkecil operating expensesnya.
Kendala pencapaian efisiensi biaya produksi menggunakan biaya standar
yang dihadapi konveksi Outfix_outfit adalah biaya produksi yang dikeluarkan
terjadi penyimpangan dari biaya standar yang ditetapkan, hal ini dibarengi dengan
kenaikan harga bahan baku sedangkan konveksi outfix_outfit menetapkan standar
harga maksimal, tenaga kerja sering lambat atau boros waktu dalam menyelesaikan
produksi sehingga outfix_oufit harus menambah pengeluaran untuk upah tenaga
kerja, harus mengeluarkan biaya-biaya tak terduga di saat proses produksi masih
berlangsung, sehingga perolehan laba setiap kali pesanan akan berkurang karena
perusahaan tidak dapat lagi menaikkan harga jualnya karena harga jual telah
ditetapkan sebelum proses produksi tersebut dilakukan. Oleh sebab itu untuk dapat
mencapai produksi yang efisien, maka diperlukan suatu pengendalian terhadap
biaya produksi yang akan dikeluarkan. (wawancara, Rivardhy: 2015).
Pengendalian biaya ini penting karena biaya produksi merupakan unsur di
dalam pembentukan harga pokok produksi yang dijadikan dasar dalam penentuan
harga pokok penjualan produk yang dihasilkan. Menurut Mulyadi, biaya produksi
merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk
jadi yang siap untuk dijual. Secara garis besar biaya produksi dibagi menjadi tiga
unsur yaitu: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead
5
pabrik. Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung disebut dengan istilah
biaya utama (prime cost), sedangkan biaya tenaga kerja langsung dan biaya
overhead pabrik disebut pula dengan istilah biaya konversi (convertion cost) yang
merupakan biaya untuk mengkonversi atau mengubah bahan baku menjadi produk
jadi. Pengendalian terhadap biaya dapat diukur dengan tingkat efisiensi biaya y ang
dianggarkan dengan biaya yang sesungguhnya. Efisiensi biaya dapat diukur dengan
cara membandingkan antara biaya sesungguhnya dengan biaya yang dianggarkan
selanjutnya disebut biaya standar (Carter dan Usry, 2006: 12). Dalam suatu
kegiatan produksi perusahaan harus dapat mempertimbangkan biaya yang terdapat
didalamnya salah satunya adalah biaya bahan baku. Efisiensi biaya bahan baku
dapat diketahui dengan cara membandingkan antara hasil dari analisis selisih biaya
bahan baku standar dengan biaya bahan baku sesungguhnya.
Selain biaya bahan baku perusahaan memiliki faktor utama lain untuk
menjalankan kegiatan produksinya yaitu tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan
daya fisik atau mental yang dikerahkan untuk menghasilkan suatu produk. Dalam
proses produksi, tenaga kerja memerlukan biaya dalam menjalankan kegiatannya,
dalam hal ini digunakan untuk pemberian gaji, upah maupun bonus kepada tenaga
kerja yang ada dalam perusahaan. Menurut Abdul Halim (2010:73), “Biaya tenaga
kerja langsung didefinisikan sebagai pembayaran-pembayaran kepada para pekerja
yang didasarkan pada jam kerja atau atas dasar unit yang diproduksi”. Analisis
selisih biaya tenaga kerja langsung adalah selisih biaya tenaga kerja langsung yang
disebabkan oleh adanya biaya tenaga kerja standar dengan biaya tenaga kerja
langsung yang sesungguhnya. Efisiensi biaya tenaga kerja langsung dapat diketahui
6
dengan cara membandingkan antara hasil dari analisis selisih biaya tenaga kerja
langsung dengan biaya tenaga kerja langsung sesungguhnya.
Berdasarkan survey di usaha konveksi outfix_outfit kota Malang, usaha
konveksi ini melakukan proses produksi berdasarkan pesanan atau permintaan
konsumen. Proses produksi yang dilakukan melalui hand made. Hand made yaitu
produk dibuat para pengrajin. Dengan demikian usaha konveksi outfix_outfit harus
mengeluarkan berbagai biaya yang pada akhirnya nanti akan mengurangi
pendapatan yang diperoleh sehingga berpengaruh terhadap laba kotor dari setiap
penjualan yang dilakukan. Oleh karena, itu pengendalian biaya produksi perlu
dilakukan untuk mencapai efisiensi dalam upaya memperbesar rasio gross profit
margin yang diinginkan.
Efisiensi biaya produksi dapat dilakukan dengan membandingkan rencana
biaya produksi dengan realisasinya. Perencanaan biaya produksi dituangkan ke
dalam bentuk pedoman biaya yang disebut biaya standar. Biaya standar menurut
Kartadinata adalah biaya yang ditentukan lebih dulu (Predetermined Cost) untuk
memproduksikan suatu unit atau sejumlah unit produk dalam jangka waktu
produksi berikutnya (2000: 213). Biaya yang ditentukan lebih dulu itu meliputi
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Oleh sebab itu
biaya standar merupakan biaya yang direncanakan untuk suatu produk berdasarkan
kondisi usaha saat ini. Biaya - biaya bahan dan upah biasanya didasarkan pada
kondisi normal atau kondisi saat ini dengan memperhatikan kemungkinan-
kemungkinan perubahan dalam tingkat harga dan tariff, maka untuk tujuan efisiensi
biaya produksi dalam penelitian ini dapat digunakan biaya standar. Biaya standar
7
dirancang untuk efisiensi. Efisiensi biaya produksi melalui biaya standar berarti
biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan harus mencapai biaya standar yang
dibuat atau dengan kata lain membandingkan antara realisasi biaya produksi dengan
biaya standar. Meskipun pengendalian biaya produksi telah dilakukan secara hati-
hati tetapi kenyataannya masih sering terjadi penyimpangan, ini berarti
pengendalian yang dilakukan belum efisien.
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi tentang biaya bahan
baku dan biaya tenaga kerja langsung pada, serta mendeskripsikan efisiensi biaya
produksi menggunakan biaya standar pada usaha Konveksi Outfix_outfit.
Berdasarkan uraian di atas, saya memutuskan untuk menjalani skripsi pada usaha
Konveksi Outfix_outfit di bidang busana yang berada di Malang, Jawa Timur,
untuk kemudian menyusun penelitian degan judul: “ANALISIS VARIANS
BIAYA BAHAN BAKU DAN BIAYA TENAGA KERJA LANGSUNG
TERHADAP BIAYA STANDAR UNTUK MENINGKATKAN LABA
USAHA KONVEKSI OUTFIX_OUTFIT DI KOTA MALANG”.
1.2 Rumusan dan Pembatasan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah:
1. Apakah biaya bahan baku Usaha Konveksi Outfix_Outfit di Kota Malang pada
tahun 2014 sudah terkendali ?
2. Apakah biaya tenaga kerja langsung Usaha Konveksi Outfix_Outfit di Kota
Malang pada tahun 2014 sudah terkendali ?
8
3. Seberapa besar efisiensi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung,
menggunakan biaya standar pada usaha Konveksi Outfix_outfit di Kota Malang ?
4. Seberapa besar selisih biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung,
menggunakan biaya standar terhadap pengendalian biaya pada usaha Konveksi
Outfix_outfit di Kota Malang pada tahun 2014 ?
5. Seberapa besar laba yang dicapai pada usaha Konveksi Outfix_outfit di Kota
Malang di tahun 2014?
1.2.2 Penelitian ini hanya membahas dua komponen biaya produksi, yaitu:
1. Biaya Bahan Baku
2. Biaya Tenaga Kerja Langsung
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui biaya bahan baku usaha Konveksi Outfix_outfit pada tahun 2014
2. Untuk mengetahui biaya tenaga kerja langsung usaha Konveksi Outfix_outfit pada
tahun 2014
3. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis efisiensi biaya produksi menggunakan
biaya standar pada usaha Konveksi Outfix_outfit di Kota Malang.
4. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis seberapa besar pengaruh efisiensi biaya
produksi menggunakan biaya standar terhadap laba pada usaha Konveksi
Outfix_outfit di Kota Malang.
5. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis seberapa besar laba yang dicapai pada
usaha Konveksi Outfix_outfit di Kota Malang.
9
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:
1 Bagi penyusun
a. Sebagai syarat kelulusan mahasiswa dari Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Jurusan Manajemen Universias Brawijaya Malang.
b. Menambah wawasan penulis tentang usaha konveksi dalam hal ini adalah
kaitannya dengan efisiensi biaya produksi menggunakan biaya standar, dan
tentang rasio profit margin.
c. Meningkatkan kompetensi penulis, terutama didalam bidang penulisan
penelitian yang baik dan benar.
d. Meningkatkan kemampuan penulis dalam menggali teori manajemen
keuangan yang sangat luas.
2 Bagi pembaca:
a. Menambah pengetuhan pembaca, terutama dalam efisiensi biaya produksi
menggunakan biaya standar, dan tentang rasio profit margin.
b. Membantu pembaca dalam mencari referensi teori untuk mengatasi
permasalahan yang sama.
3 Bagi instansi / perusahaan terkait
a. Untuk memberikan sumbangan pemikiran dan bahan masukan kepada
perusahaan untuk mendiskripsikan efisiensi biaya produksi menggunakan
biaya standar, dan tentang rasio profit margin.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
mengambil kebijakan perusahaan khususnya tentang efisiensi biaya
10
produksi menggunakan biaya standar dan peningkatan rasio profit margin
bagi usaha Konveksi Outfix_outfit di Kota Malang.
12
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Biaya
Pengertian biaya pada dasarnya adalah pengorbanan ekonomi yang dikeluarkan
yang dapat diukur serta ditaksir jumlahnya. Ada beberapa pengertian biaya yang
dikemukakan oleh pakar, seperti yang dikemukakan oleh Mulyadi (2005: 8) pengertian
biaya sebagai berikut:
Dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam
satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan
tertentu. Sedangkan pengertian biaya dalam arti sempit adalah sebagai
pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva.
Dari pengertian biaya tersebut terdapat empat unsur pokok sebagai berikut:
1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi.
2. Diukur dalam satuan uang.
3. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi.
4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.
Sedangkan pengertian biaya menurut Carter dan Usry (2004: 29) adalah: Biaya
adalah nilai tukar, pengeluaran, pengorbanan untuk memperoleh manfaat.
Sedangkan pengertian biaya menurut Kuswadi (2005 : 19) adalah sebagai berikut:
Biaya adalah semua pengeluaran untuk mendapatkan barang atau jasa dari pihak ketiga.
Selanjutnya pengertian biaya menurut Sofyan Syafri dalam Ekmal (2010) adalah:
Biaya merupakan sebagai arus keluar aktiva, penggunaan aktiva atau munculnya
13
kewajiban atau kombinasi keduanya selama suatu periode yang disebabkan oleh
pengiriman barang, pembuatan barang, pembebanan jasa atau pelaksanaan kegiatan
lainnya yang merupakan kegiatan utama perusahaan.
2.1.1 Pengertian Biaya Produksi
Sebuah perusahaan manufaktur tidak akan terlepas dari kegiatan menghitung
biaya-biaya yang dikeluarkan, termasuk di dalamnya kegiatan menghitung biaya
produksi dari suatu produk yang akan dihasilkan oleh perusahaan. Hal ini terjadi karena
biaya produksi tersebut merupakan bagian terbesar dari seluruh biaya yang dikeluarkan.
Menurut Carter dan Usry dengan penerjemah Krista (2005 : 42) bahwa biaya
produksi adalah jumlah dari tiga elemen biaya,
1. Biaya Bahan Baku
2. Biaya Tenaga Kerja Langsung
3. Biaya Overhead Pabrik (Factory Overhead Cost / FOH)
Berdasarkan masing-masing elemen biaya produksi dapat dikesimpulkan, biaya
produksi adalah semua biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi dari
suatu produk mulai dari saat pembelian bahan baku sampai dengan produk tersebut
selesai dan siap untuk dijual.
2.1.2 Pengertian Pengendalian Biaya
Pengendalian biaya (cost control) adalah perbandingan kinerja actual dengan
kinerja standar, penganalisisan selisih-selisih yang timbul guna mengidentifikasi
penyebab-penyebab yang dapat dikendalikan, dan pengambilan tindakan untuk
membenahi atau menyesuaikan perencanaan dan pengendalian pada masa yang akan
datang (Simamora, 1999: 301).
14
Menurut Supriyono (2000: 97) pengendalian biaya merupakan control yang
dilakukan untuk menilai prestasi dengan cara membandingkan biaya sesungguhnya
dengan biaya standar yang ditetapkan sehingga akan dapat ditentukan efisiensi pada
setiap departemen dimana produk diolah.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka yang dimaksud dengan efisiensi
biaya dalam penelitian ini adalah mengendalikan biaya agar bertindak efisien yaitu hasil
akhir tidak jauh menyimpang dari standar yang telah ditentukan dengan cara
membandingkan biaya sesungguhnya dengan biaya standar sehingga dapat dicapai suatu
efisiensi. Bila penyimpangannya di atas maupun di bawah standar dapat diabaikan
karena hal ini berlaku
harga mutlak.
2.1.3 Alat Pengendalian Biaya
Menurut Samryn (2001: 211) di dalam pengendalian biaya dapat menggunakan
anggaran fleksibel dan biaya standar.
1. Anggaran Fleksibel
Pengertian anggaran menurut Munandar (2000: 1) yang dimaksud dengan
Business Budget atau budget (anggaran) adalah suatu rencana yang disusun secara
sistematis, yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yang dinyatakan dalam unit
(kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan
datang.
Samryn (2001: 226) berpendapat bahwa anggaran fleksibel merupakan suatu
bentuk anggaran yang dirancang untuk mengcover suatu rangeaktivitas dan yang dapat
15
digunakan untuk membuat anggaran beberapa level biaya dalam kisaran yang dapat
dibandingkan dengan biaya yang sesungguhnya terjadi.
a. Anggaran Produksi
Anggaran produksi menurut Halim dan Supomo (1990: 153) memuat
tentang rencana unit yang diproduksi selama periode anggaran. Taksiran
produksi ditentukan berdasarkan rencana penjualan dan persediaan yang
diharapkan. Anggara produksi merupakan dasar penyusunan anggaran biaya
produksi, yaitu anggaran biaya bahan baku, anggaran biaya tenaga kerja
langsung, dan anggaran biaya overhead pabrik.
b. Anggaran Biaya Bahan Baku
Anggaran biaya bahan baku menurut Munandar (2000: 134) merupakan
anggaran yang merencanakan secara lebih terperinci tentang biaya bahan baku
untuk produksi selama periode yang akan datang, yang di dalamnya meliputi
rencana tentang jenis (kualitas) bahan baku yang diolah, jumlah (kuantitas)
bahan baku yang diolah, dan waktu (kapan) bahn baku tersebut diolah dalam
proses produksi.
c. Anggaran Biaya Tenaga Kerja Langsung
Anggaran biaya tenaga kerja langsung merupakan anggaran yang
merencanakan secara lebih terperinci tentang upah yang akan dibayarkan
kepada para tenaga kerja langsung selama periode yang akan datang, yang di
dalamnya meliputi rencana tentang jumlah waktu yang diperlukan oleh para
tenaga kerja langsung untuk menyelesaikan unit yang akan diproduksi, tarif
upah yang akan dibayarkan kepada para tenaga kerja langsung dan waktu
16
(kapan) para tenaga kerja langsung tersebut menjalankan kegiatan proses
produksi, yang masing-masing dikaitkan dengan jenis barang jadi (produk)
yang akan dihasilkan, serta tempat (departemen) di mana para tenaga kerja
langsung tersebut akan bekerja.
d. Anggaran FOH
Anggaran biaya overhead pabrik merupakan anggaran yang
merencanakan secara lebih terperinci tentang beban biaya pabrik tidak
langsung selama periode yang akan datang, yang di dalamnya meliputi rencana
jenis biaya pabrik tidak langsung, jumlah biaya pabrik tidak langsung dan
waktu (kapan) biaya pabrik tidak langsung tersebut dibebankan, yang masing-
masing dikaiykan dengan tempat (departemen) dimana biaya pabrik tidak
langsung tersebut terjadi.
2. Biaya Standar
Biaya standar menurut Kartadinata adalah biaya yang ditentukan lebih dulu
(Predetermined Cost) untuk memproduksikan suatu unit atau sejumlah unit produk
dalam jangka waktu produksi berikutnya (2000: 213). Biaya yang ditentukan lebih dulu
itu meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Oleh
sebab itu biaya standar merupakan biaya yang direncanakan untuk suatu produk
berdasarkan kondisi usaha saat ini.
A. Manfaat Biaya Standar
Manfaat standar di dalam pengendalian biaya menurut Willson dan
Campbell (1991: 244) sebagai berikut:
17
1. Standar memberikan suatu tolok ukur yang lebih baik mengenai prestasi
pelaksanaan.
2. Memungkinkan dipergunakannya “prinsip perkecualian (principle of
exception)” dengan akibat penghematan waktu. Menurut Supriyono
(2000: 98) “prinsip perkecualian” menitikberatkan pada hal-hal
penyimpangan dibanding dengan standar yang sudah ditetapkan.
3. Memungkinkan biaya akuntansi yang ekonomis.
4. Memungkinkan pelaporan yang segera atas informasi pengendalian
biaya.
5. Standar berlaku sebagai insentif bagi karyawan.
B. Komponen Biaya Standar
1. Standar Biaya Bahan Baku
Biaya bahan baku standar adalah biaya bahan baku persatuan
yang seharusnya terjadi dalam pengolahan satu satuan produk. Dalam
menentukan biaya bahan baku standar ada dua faktor yaitu: kuantitas
standar bahan baku dan harga standar bahan baku.
a. Harga standar bahan baku adalah harga bahan baku persatuan yang
seharusnya terjadi di dalam pembelian bahan baku. Di dalam
menentukan harga standar bahan baku meliputi harga faktur bahan
baku dikurangi potongan pembelian bahan baku apabila ada,
ditambah biaya-biaya lainnya dalam rangka pengadaan bahan baku
sampai siap dipakai dengan mempertimbangkan faktor kepraktisan
dan perlakuannya.
18
b. Kuantitas standar bahan baku adalah jumlah kuantitas bahan baku
yang seharusnya dipakai di dalam pengolahan satu satuan produk
tertentu. Dalam menentukan standar kuantitas harus diperhitungkan
kemungkinan produk rusak (spoiled), produk cacat (defective),
maupun sisa bahan di dalam pengolahan yang sifatnya normal.
2. Standar Biaya Tenaga Kerja Langsung.
Biaya tenaga kerja langsung standar adalah biaya tenaga kerja
langsung yang seharusnya terjadi di dalam pengolahan satu satuan
produk. Di dalam menetapkan biaya tenaga kerja langsung standar ada
dua faktor yaitu tarif standar upah langsung dan jam standar kerja.
a. Tarif standar upah langsung adalah tarif upah yang seharusnya terjadi
untuk setiap satuan pengupahan (misalnya: upah per jam, upah per
potong) di dalam pengolahan produk tertentu (Supriyono, 2000:
107).
b. Jam standar kerja adalah jam atau waktu kerja yang seharusnya
dipakai di dalam pengolahan satu satuan produk. Di dalam penentuan
jam atau waktu kerja standar harus menuju kepada tingkat efisiensi
maksimum, tetapi masih memungkinkan atau secara wajar dapat
dicapai oleh karyawan langsung (Supriyono, 2000: 108).
3. Standar FOH
Biaya overhead pabrik standar adalah biaya overhead pabrik yang
seharusnya terjadi di dalam mengolah satu satuan produk. Menurut
19
Supriyono di dalam pabrik yang menggunakan tarif tunggal, biaya
overhead standar ditentukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Penentuan anggaran biaya overhead pabrik.
Pada awal periode disusun anggaran untuk setiap elemen biaya
overhead pabrik yang digolongkan ke dalam biaya tetap dan biaya
variabel, dan lebih baik dalam anggaran fleksibel.
b. Penentuan dasar pembebanan dan tingkat kapasitas.
Setelah anggaran biaya overhead pabrik disusun, maka untuk
menghitung tarif standar ditentukan dasar pembebanan dan tingkat
kapasitas.
c. Perhitungan tarif standar FOH.
Tarif standar biaya overhead pabrik dihitung sebesar anggaran biaya
overhead pabrik dibagi tingkat kapasitas yang dipakai. Untuk tujuan
analisa selisih biaya overhead pabrik maka tarif standar biaya
overhead pabrik dihitung untuk tarif total, tarif tetap dan tarif
variable (2000: 96).
Anggaran dan biaya standar merupakan dua penentuan biaya yang ditentukan di
muka yang mempunyai perbedaan pada cara penentuannya. Anggaran digunakan untuk
menentukan seluruh biaya yang akan terjadi selama periode tertentu. Sedangkan biaya
standar digunakan untuk menentukan biaya dalam satu unit atau sejumlah unit tertentu.
Penentuan biaya di muka dalam penelitian ini menggunakan biaya standar
sebagai alat pengendalian biaya karena secara teknis biaya standar lebih tepat digunakan
20
untuk mengendalikan biaya produksi. Komponen biaya standar yang digunakan adalah
standar biaya bahan baku dan standar biaya tenaga kerja langsung.
C. Jenis-Jenis Standar
Standar umumnya diklasifikasikan dalam dua bagian:
1. Standar ideal (ideal standards) yaitu membutuhkan efisiensi maksimum
dan hanya dapat tercapai jika segala sesuatu beroperasi secara
sempurna. Tidak ada mesin yang rusak, menganggur, atau kurangnya
keterampilan (bahkan jika hanya sementara) yang dapat ditoleransi.
2. Standar normal yaitu suatu tantangan yang bisa dicapai dalam kondisi
bisnis dan ekonomi yang normal.
3. Standar yang saat ini dapat tercapai (currently attainable standards),
bisa dicapai dengan beroperasi secara efisien. Kelonggaran diberikan
untuk kerusakan normal, gangguan, keterampilan yang lebih rendah
dari sempurna, dan lainnya. Standar-standar ini sangat menantang
tetapi dapat dicapai.
2.2 Penggolongan Biaya
Pada tingkatan manajemen tertentu,diperlukan informasi biaya yang sangat
akurat untuk menghasilkan suatu keputusan yang tepat. Kebutuhan akan informasi biaya
ini telah mendorong timbulnya suatu konsep penggolongan biaya yang berbeda untuk
tujuan yang berbeda pula. Menurut Mulyadi (2007: 14), biaya dapat digolongkan
menurut:
1. Objek pengeluaran.
2. Fungsi pokok dalam perusahaan.
21
3. Hubungan biaya dengan suatu yang dibiayai.
4. Perilaku alam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan.
5. Jangka waktu manfaatnya.
2.2.1 Penggolongan Biaya Menurut Objek Pengeluaran
Penggolongan biaya ini, merupakan penggolongan biaya yang paling sederhana
misalnya perusahaan mengeluarkan uang untuk membayar gaji karyawan disebut biaya
gaji, untuk perusahaan yang melakukan proses produksi maka biaya digolongkan
menjadi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya produksi tidak langsung.
Contoh lainnya, misalnya nama objek pengeluaran merupakan bahan bakar,
maka semua pengeluaran yang berhubungan dengan bahan bakar disebut “biaya bahan
bakar”. Contoh penggolongan biaya dasar objek pengeluaran dalam perusahaan kertas
adalah sebagai berikut: biaya gaji dan upah, biaya merang, biaya jerami, biaya soda,
biaya depresiasi mesin, biaya asuransi, biaya zat warna.
2.2.2 Penggolongan Biaya Menurut Fungsi Pokok dalam Perusahaan
Biaya menurut fungsi pokok dalam perusahaan ini dapat digolongkan menjadi:
1. Biaya produksi yaitu biaya yang dikeluarkan untuk mengolah bahan baku
menjadi barang jadi. Terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya
produksi tidak langsung. Bahan baku dan upah langsung biasanya disebut
“prime cost” sedangkan biaya overhead pabrik disebut “convertion cost”.
2. Biaya pemasaran, meliputu semua biaya dalam rangka menyelenggarakan
kegiatan pemasaran, seperti biaya promosi, biaya iklan dan lain-lain.
3. Biaya Administrasi dan Umum adalah semua biaya yang terjadi dalam hubungan
dengan fungsi administrasi. Meliputi biaya dalam rangka penentuan
22
kebiajaksanaan, perencanaan, pengarahan dan pengawasan terhadap kegiatan
perusahaan secara keseluruhan. Termasuk didalamnya biaya untuk direktur dan
staff, bagian umum dan personalia, bagian humas dan hukum, bagian akuntansi,
bagian keuangan dan sebagainya.
Tujuan penggolongan biaya sesuai dengan fungsi pokok kegiatan perusahaan
adalah sebagai berikut:
1. Untuk dapat menyajikan laporan keuangan yang wajar. Kesalahan dalam
penggolongan biaya, misalnya biaya produksi diperlukan sebagai biaya non
produksi, berakibat penyajian laporan keuangan dinyatakan terlalu besar atau
telalu kecil.
2. Jika cara penggolongan biaya berdasarkan fungsi digolongkan dengan cara
penggolongan biaya yang lain maka cara ini dapat bermanfaat untuk
melaksanakan proses manajemen, misalnya proses perencanaan, proses
pembuatan keputusan, dan proses pengendalian.
2.2.3 Penggolongan Biaya atas Dasar Hubungan Biaya dengan Sesuatu yang
Dibiayai
Penggolongan biaya ini terbagi menjadi dua:
1. Biaya langsung adalah biaya yang terjadi atau manfaatnya dapat
diidentifikasikan kepada objek atau pusat biaya tersebut. Biaya produksi
langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.
2. Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh
sesuatu yang dibiayai. Biaya ini tidak mudah diidentifikasikan dengan produk
23
tertentu. Biaya tidak langsung dalam hubungannya dengan produksi disebut
dengan istilah biaya produksi tidak langsung atau biaya overhead pabrik.
2.2.4 Perilaku Biaya dalam Hubungannya dengan Perubahan Volume Kegiatan
Dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, menurut William K.
Carter (2009: 68) biaya dapat digolongkan menjadi:
1. Biaya tetap didefenisikan sebagai biaya yang secara total tidak berubah ketika
aktivitas bisnis meningkat atau menurun. Meskipun beberapa biaya terlihat
sebagai biaya tetap, semua biaya sebenarnya bersifat variabel dalam jangka
panjang. Jika semua aktivitas bisnis turun sampai ketitik nol dan tidak ada
prospek akan kenaikan, suatu perusahaan akan melikuidasi dirinya dan
menghindari semua biaya. Jika aktivitas diperkirakan akan meningkat di atas
kapasitas saat ini, biaya tetap harus dinaikkan untuk menggati peningkatan
volume yang diperkirakan. Misalnya saja, overhead pabrik memasukkan item
seperti sipervisi, penyusutan, sewa, asuransi properti, pajak properti semuanya
secara umum dianggap sebagai biaya tetap.
2. Biaya variabel didefenisikan sebagai biaya totalnya meningkat secara
proporsional terhadap peningkatan dalam aktivitas dan menurun secara
proporsional terhadap penurunan dalam aktivitas.
Biaya variabel termasuk biaya bahan baku langsung, tenaga kerja langsung,
beberapa perlengkapan, beberapa tenaga kerja tidak langsung. Biaya variabel
biasanya dapat didefenisikan langsung dengan aktivitas yang menimbulkan
biaya tersebut.
24
3. Biaya semi variabel didefenisikan sebagai biaya yang memperlihatkan baik
karakteristik-karakteristik dari biaya tetap maupun biaya variabel. Contoh biaya
semacam itu mancakup biaya listrik, air, gas, bensin, batu bara, beberapa
perlengkapan, pemeliharaan, beberapa tenaga kerja tidak langsung, asuransi jiwa
kelompok untuk karyawan, biaya pensiun, pajak penghasilan, biaya perjalanan
dinas, dan biaya representasi.
2.2.5 Penggolongan Biaya atas Dasar Jangka Waktu Manfaatnya
Menurut Mulyadi (2007: 17) atas jangka waktu manfaatnya, biaya dapat dibagi
menjadi dua golongan:
1. Pengeluaran modal (capital expenditure)
Pengeluaran modal merupakan biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu
periode akuntansi. Pengeluaran modal ini pada saat terjadinya dibebankan dalam
tahun-tahun yang menikmati manfaatnya denga cara depresiasi, diamortisasi,
dan deplesi.
2. Pengeluaran pendapatan (revenue expenditure)
Pengeluaran pendapatan merupakan biaya yang hanya mempunyai manfaat
dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut. Pengeluaran ini
dibebankan sebagai biaya.
Dalam penelitian ini penggolongan biaya yang digunakan berdasar fungsi
pokoknya dalam perusahaan yaitu biaya produksi. Karena dari keseluruhan biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan manufaktur, biaya produksi cenderung menjadi pos biaya
yang paling besar jumlahnya. Biaya produksi yang dikeluarkan dapat digolongkan
menjadi tiga unsur sebagai berikut:
25
1. Biaya Bahan Baku.
Semua produk pabrikan (manufacturing products) terbuat dari bahan baku
langsung dasar. Bahan baku langsung (direct material) adalah bahan baku
yang menjadi bagian integral dari produk jadi perusahaan dan dapat
ditelusuri dengan mudah. Bahan baku langsung ini menjadi bagian fisik
produk, dan terdapat hubungan langsung antara masukan bahan baku dan
keluaran dalam bentuk produk jadi.
Jadi biaya bahan baku langsung adalah biaya dari komponenkomponen fisik
produk. Biaya bahan baku dapat dibebankan secara langsung kepada produk
karena observasi fisik dapat dilakukan untuk mengukur kuantitas yang
dikonsumsi oleh setiap produk (Simamora, 1999: 36). Bahan baku yang
tidak dapat diidentifikasi secara langsung dengan suatu unit produk jadi
disebut bahan baku penolong (indirect material). Biaya bahan baku
penolong dimasukkan ke dalam biaya overhead pabrikasi.
2. Biaya Tenaga Kerja Langsung
Biaya tenaga kerja adalah semua balas jasa (teken prestasi) yang diberikan
oleh perusahaan kepada semua karyawan (Supriyono, 1999:20). Sesuai
dengan fungsi di mana karyawan bekerja, biaya tenaga kerja dapat
digolongkan ke dalam biaya tenaga kerja pabrik/produksi, biaya tenaga kerja
pemasaran, biaya tenaga kerja administrasi dan umum. Biaya tenaga kerja
untuk fungsi produksi dibagi menjadi dua bagian yaitu:
26
a. Biaya tenaga kerja langsung, yaitu semua balas jasa yang diberikan
kepada karyawan pabrik yang manfaatnya dapat diidentifikasikan atau
diikuti jejaknya pada produk tertentu yang dihasilkan perusahaan.
b. Biaya tenaga kerja tidak langsung, yaitu semua balas jasa yang diberikan
kepada karyawan pabrik, akan tetapi manfaatnya tidak dapat
diidentifikasikan atau diikuti jejaknya pada produk tertentu yang
dihasilkan perusahaan.
3. FOH
Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku
langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Menurut Mulyadi biaya overhead
pabrik dapat digolongkan menjadi beberapa jenis biaya sebagai berikut:
a. Biaya bahan penolong.
b. Biaya tenaga kerja tidak langsung.
c. Biaya reparasi dan pemeliharaan aktiva tetap.
d. Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu, misal biaya asuransi
dan biaya sewa.
e. Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian aktiva tetap, misal biaya
penyusutan gedung pabrik dan mesin.
f. Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan
pengeluaran uang tunai (1999: 208).
Unsur biaya produksi dalam penelitian ini hanya mengkaji biaya bahan baku
dan biaya tenaga kerja langsung.
27
2.3 Harga Pokok Produksi
2.3.1 Pengertian Harga Pokok Produksi
Samryn mengatakan bahwa harga pokok produk merupakan nilai investasi
yang dikorbankan untuk mengubah bahan baku menjadi barang jadi yang
komponennya terdiri dari: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead
pabrik (2002: 85).
Harga pokok produksi adalah sejumlah biaya yang terjadi dan dibebankan dalam
proses produksi. Beberapa pendapat dari pakar tentang harga pokok produksi.
Pengertian harga pokok produksi menurut Mulyadi (2005 : 14) yaitu :
“Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengolahan bahan
baku menjadi produk.”
Abas Kartadinata dalam Kasmiati (2008) menjelaskan bahwa defenisi dari harga
pook produksi sebagai berikut :
“Harga pokok produksi meliputi semua biaya dan pengorbanan yang perlu dikeluarkan
dan dilakukan untuk menghasilkan produk jadi. “
Harga pokok produksi atau biaya produk menurut M.Nafarin (2009: 497) adalah
sebagai berikut:
Semua biaya yang berkaitan dengan produk (barang) yang diperoleh, diaman
didalamnya terdapat unsur biaya produk beruapa biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.
Pengertian harga pokok produksi menurut Bastian Bustami dan Nurlela
(2010:49), harga pokok produksi adalah:
28
“Kumpulan biaya produksi yang terdiri dari bahan baku langsung, tenaga kerja
langsung, dan biaya overhead pabrik ditambah persediaan produk dalam proses
awal dan dikurang persediaan produk dalam proses akhir. Harga pokok produksi
terikat pada periode waktu tertentu. Harga pokok produksi akan sama dengan
biaya produksi apabila tidak ada persediaan produk dalam proses awal dan
akhir.”
Dari beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa harga pokok produksi
merupakan keseluruhan dari biaya-biaya yang dikorbankan sehubungan dengan proses
produksi barang tersebut sehingga menjadi barang jadi yang siap untuk dijual. Biaya-
biaya tersebut terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya
overhead pabrik.
2.3.2 Tujuan Perhitungan Harga Pokok Produksi
Tujuan dari perhitungan harga pokok produksi adalah :
1. Untuk pengendalian.
2. Untuk perencanaan dan pengukuran prestasi pelaksanaan.
3. Menetapkan harga.
4. Untuk menentukan nilai persediaan.
2.3.3 Unsur – unsur Perhitungan Harga Pokok Produksi
Unsur – unsur yang membentuk harga pokok produksi adalah biaya bahan
baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. Pada
umumnya biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung disebut juga
dengan biaya utama (Prime Cost), sedangkan yang lainnya disebut biaya konversi
(Conversion Cost). Biaya – biaya ini dikeluarkan untuk mengubah bahan baku
29
menjadi barang jadi. Yang termasuk kedalam unsur – unsur harga pokok produksi
adalah sebagai berikut:
1. Biaya Bahan Baku Langsung (Direct Material Cost)
Berikut ini merupakan beberapa pengertian menurut para ahli mengenai
biaya bahan baku:
Kholmi dan Yuningsih (2009:26) menjelaskan pengertian bahan baku adalah
sebagai berikut:
“Bahan baku merupakan bahan yang sebagian besar membentuk produk
setengah jadi atau menjadi bagian wujud dari suatu produk yang ditelusuri
ke produk tersebut.”
Menurut Carter (2009:40) yang diterjemahkan oleh Krista adalah sebagai
berikut:
“Bahan baku langsung adalah semua bahan baku yang membentuk bagian
integral dari produk jadi dan dimasukkan secara eksplisit dalam perhitungan
biaya produk.”.
Sedangkan menurut Mulyadi (2010:275) adalah sebagai berikut:
“Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh produk
jadi. Bahan baku yang diolah dalam perusahaan manufaktur dapat diperoleh
dari pembelian lokal, impor atau dari pengolahan sendiri.”
Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
bahan baku merupakan unsur paling pokok dalam proses produksi.
2. Biaya Tenaga Kerja Langsung (Direct Labor Cost)
30
Biaya tenaga kerja langsung merupakan biaya produksi yang cukup besar,
karena salah satu bentuk balas jasa perusahaan atas tenaga dan kinerja
karyawan, sehingga amat penting dan perlu mengadakan pengawasan dan
pengendalian terhadap biaya tenaga kerja. Tujuan utama dari pengawasan
dan pengendalian biaya tenaga kerja ini adalah agar tercapainya efisiensi
tenaga kerja, termasuk didalamnya masalah penentuan tingkat konpensasi
yang memadai, menjaga agar kualitas produk yang dihasilkan memenuhi
standar dan tercapainya volume produksi yang optimal.
Berikut ini merupakan beberapa pengertian menurut para ahli mengenai
biaya tenaga kerja langsung:
Menurut Justine T. Sirait (2006: 127) pengertian tenaga kerja langsung
adalah:
Tenaga kerja langsung merupakan tenaga kerja yang kegiatannya langsung
dapat dihubungkan dengan produk akhir, terutama dalam penentuan harga
pokok.
Menurut Carter (2009:40) yang diterjemahkan oleh Krista adalah sebagai
berikut:
“Biaya tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang melakukan konversi
bahan baku langsung menjadi produk jadi dan dapat dibebankan secara layak
ke produk tertentu.”
Defenisi tenaga kerja langsung menurut M. Nafarin (2009: 224) adalah
tenaga manusia yang bekerja langsung mengolah produk.
31
Sedangkan menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2010:12) adalah sebagai
berikut:
“Biaya tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang digunakan dalam
merubah atau mengkonversi bahan baku menjadi produk selesai dan dapat
ditelusuri secara langsung kepada produk selesai”.
Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
tenaga kerja langsung merupakan faktor penting berupa sumber daya
manusia yang mempengaruhi proses pengelolaan bahan baku menjadi barang
jadi pada suatu proses produksi dan biaya tenaga kerja merupakan upah yang
diberikan kepada tenaga kerja dari usaha tersebut.
3. FOH
Biaya overhead pabrik pada umumnya didefenisikan sebagai bahan tidak
langsung, pekerja tidak langsung, dan beban pabrik lainnya yang tidak
dengan mudah diidentifikasi atau dibebankan langsung ke pekerja, produk
atau tujuan akhir biaya.
Berikut ini merupakan beberapa pengertian menurut para ahli mengenai
biaya overhead:
Menurut Pendapat A.O. Simangunsong, E Parulin Simangunsong, Johanes
Rindang (2004: 187) mengenai biaya umum pabrik sebagai berikut:
Biaya Umum Pabrik (BUP) atau Biaya Overhead Pabrik adalah biaya
produksi selain biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung seperti
bahan tak langsung, tenaga kerja tidak langsung dan lain-lain.
32
Sedangkan biaya overhead pabrik menurut M.Munandar (2000:26)
mengemukakan bahwa :
“ Biaya overhead pabrik adalah semua biaya yang terdapat serta terjadi
dalam lingkungan pabrik, tetapi tidak secara langsung berhubungan dengan
kegiatan produksi, yaitu proses mengubah bahan mentah menjadi bahan
yang siap dijual. “Menurut Carter (2009:40) yang diterjemahkan oleh Krista
adalah sebaga berikut:
“Biaya overhead pabrik terdiri atas semua biaya manufaktur yang tidak
secara langsung ditelusuri ke output tertentu. Misalnya biaya energi bagi
pabrik seperti gas, listrik, minyak dan sebagainya.”
Sedangkan menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2010:13) Biaya Overhead
dapat dikelompokkan menjadi elemen:
a. Bahan Tidak Langsung (Bahan Pembantu atau Penolong)
adalah bahan yang digunakan dalam penyelesaian produk tetapi
pemakaiannya relatif lebih kecil dan biaya ini tidak dapat ditelusuri
secara langsung kepada produk selesai. Contoh: amplas, pola kertas, oli
dan minyak pelumas, paku, sekrup dan mur,staples, asesoris pakaian,
vanili, garam, pelembut, pewarna.
b. Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung
adalah biaya tenaga kerja yang membantu dalam pengolahan produk
selesai, tetapi dapat ditelusuri kepada produk selesai. Contoh: Gaji
satpam pabrik, gaji pengawas pabrik, pekerja bagian pemeliharaan,
penyimpanan dokumen pabrik, gaji operator telepon pabrik, pegawai
33
pabrik, pegawai bagian gudang pabrik, gaji resepsionis pabrik, pegawai
yang menangani barang.
c. Biaya Tidak Langsung Lainnya
adalah biaya selain bahan tidak langsung dan tenaga kerja tidak langsung
yang membantu dalam pengolahan produk selesai, tetapi tidak dapat
ditelusuri kepada produk selesai. Contoh : Pajak bumi dan bangunan
pabrik, listrik pabrik, air, dan telepon pabrik, sewa pabrik, asuransi
pabrik, penyusutan pabrik, peralatan pabrik, pemeliharaan mesin dan
pabrik, gaji akuntan pabrik, reparasi mesin dan peralatan pabrik.”
2.4 Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi
2.4.1 Metode Harga Pokok Produksi
Untuk menghitung biaya berdasarkan pesanan secara efektif, pesanan
harus dapat diidentifikasi secara terpisah. Agar rincian dari perhitungan biaya
berdasarkan pesanan sesuai dengan usaha yang diperlukan, harus ada perbedaan
penting dalam biaya per unit suatu pesanan dengan pesanan lain. Perhitungan
biaya produksi sangat ditentukan oleh cara produksi perusahaan. Perusahaan
dapat memproduksi produk dengan dua metode yaitu produk atas dasar pesanan
dan produksi massa. Perusahaan yang berproduksi berdasarkan pesanan
melaksanakan pengolah produksinya atas dasar pesanan yang diterima dari pihak
34
luar perusahaan. Sedangkan perusahaan yang berproduksinya secara massa
melaksanakan proses produksinya untuk memenuhi persediaan di gudang.
Rincian mengenai suatu pesanan dicatat dalam kartu biaya pesanan, yang dapat
berbentuk kertas atau elektronik. Pengumpulan Harga pokok produksi sangat
ditentukan oleh cara produksi. Secara garis besar cara memproduksi dapat dibagi
menjadi dua macam, yaitu:
a. Produk atas Dasar Pesanan (job Order Cost)
Metode harga pokok pesanan adalah metode pengumpulan harga pokok
produk di mana biaya dikumpulkan untuk setiap pesanan atau kontrak atau jasa
secara terpisah, dan setiap pesanan atau kontrak dapat dipisahkan identitasnya
(Supriyono, 1999: 36). Pengolahan produk akan dimulai setelah datangnya
pesanan dari langganan atau pembeli melalui dokumen pesanan penjualan (sales
order), yang memuat jenis dan jumlah produk yang dipesan, spesifikasi pesanan,
tanggal pesanan diterima dan harus diserahkan.
Perusahaan yang menggunakan metode harga pokok pesanan, proses
produksinya berjalan atas dasar pesanan dari pembeli dan produk yang
dihasilkan terdiri dari berbagai macam jenisnya sesuai dengan pesanan atau
selera pembeli. Metode harga pokok pesanan mempunyai karakteristik
tersendiri, karakteristik tersebut berpengaruh terhadap pengumpulan biaya
produksi dengan metode harga pokok pesanan yang digunakan dalam
perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan.
Menurut Mulyadi (2007: 41) karakteristik-karakteristik dalam metode
pengumpulan harga pokok produksi berdasarkan pesanan adalah sebagai berikut:
35
1. Perusahaan memproduksi berbagai macam produk sesuai dengan
spesiikasi pemesan dan setiap jenis produk perlu dihitung harga pokok
produksinya secara individu.
2. Biaya produksi harus digolongkan berdasarkan hubungannya dengan
produk menjadi dua kelompok, yaitu: biaya produk langsung dan biaya
produk tidak langsung.
3. Biaya produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga
kerja langsung sedangkan biaya produksi tidak langsung disebut dengan
istilah biaya overhead pabrik.
4. Biaya produksi langsung diperhitungkan sebagai harga pokok produksi
pesanan tertentu berdasarkan biaya yang sesungguhnya terjadi,
sedangkan biaya overhead pabrik diperhitungkan dalam harga pokok
pesanan berdasarkan tarif yang ditentukan dimuka. Harga pokok
produksi per unit dihitung pada saat pesanan selesai diproduksi dengan
cara membagi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan untuk pesanan
tersebut dengan jumlah unit produk yang dihasilkan dalam pesanan yang
bersangkutan.
b. Produk atas Dasar Proses (process Costing)
Menurut Mulyadi (2007: 69) adapun karakteristik perusahaan yang
menggunakan metode harga pokok berdasarkan proses adalah:
1. Produk yang dihasilkan merupakan produk standar.
2. Produk yang dihasilkan dari bulan kebulan adalah sama.
36
3. Kegiatan produksi dimulai dengan diterbitkannya perintah produksi yang
berisi rencana produksi produk satandar untuk jangka waktu tertentu.
Tujuan produksi untuk mengisi persediaan yang selanjutnya akan dijual
kepada pembeli, oleh karena itu sifat produk homogin dan bentuknya standar
maka kegiatan produksi dapat dilaksanakan secara kontinyu atau terus-menerus.
Jumlah total biaya pada harga pokok proses dihitung setiap akhir periode dengan
menjumlah semua elemen biaya yang dinikmati produk dalam satuan waktu
yang bersangkutan.
Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa penggunaan metode harga
pokok proses dapat diterapkan pada perusahaan yang memiliki ciri-ciri
menghasilkan produk standar, produk yang dihasilkan jumlahnya sama setiap
bulan dan kegiatan produksi diawali dengan pembuatan produk standar.
Pengumpulan harga pokok produksi dalam penelitian ini menggunakan
metode harga pokok pesanan karena perusahaan yang dijadikan tempat
penelitian melakukan kegiatan produksi setelah menerima pesanan dari
pelanggan/konsumen.
2.4.2 Metode Harga Pokok Pesanan
Menurut Mulyadi (2010:35) metode perhitungan biaya berdasarkan
pesanan adalah sebagai berikut:
“Dalam metode ini biaya – biaya produksi dikumpulkan untuk pesanan tertentu
dan harga pokok produksi per satuan dihitung dengan cara membagi total biaya
produksi untuk pesanan tersebut dalam jumlah satuan produk dalam pesanan
yang bersangkutan.”
37
2.4.3 Karakteristik Metode Harga Pokok Pesanan
Menurut Mulyadi (2010:38), karakteristik usaha perusahaan yang
produksinya berdasarkan pesanan tersebut di atas berpengaruh terhadap
pengumpulan biaya produksinya. Metode pengumpulan biaya produksi dengan
metode harga pokok pesanan yang digunakan dalam perusahaan yang
produksinya berdasarkan pesanan memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Perusahaan memproduksi berbagai macam produk sesuai dengan spesifikasi
pemesan dan setiap jenis produk perlu dihitung harga pokok produksinya secara
individual.
2. Biaya produksi harus golongkan berdasarkan hubungannya dengan produk
menjadi dua kelompok berikut ini: biaya produksi langsung dan biaya produksi
tidak langsung.
3. Biaya produksi langsung terdiri dan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung, sedangkan biaya produksi tidak langsung disebut dengan istilah biaya
overhead pabrik.
4. Biaya produksi langsung diperhitungkan sebagai harga pokok produksi pesanan
tertentu berdasarkan biaya yang sesungguhnya terjadi, sedangkan biaya
overhead pabrik diperhitungkan ke dalam harga pokok pesanan berdasarkan tarif
yang ditentukan di muka.
5. Harga pokok produksi per unit dihitung pada saat pesanan selesai diproduksi
dengan cara membagi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan untuk pesanan
tersebut dengan jumlah unit produk yang dihasilkan dalam pesanan yang
bersangkutan.
38
2.4.4 Manfaat Informasi Harga Pokok Produksi Per Pesanan
Menurut Mulyadi (2010:39), dalam perusahaan yang produksinya
berdasarkan pesanan, informasi harga pokok produksi per pesanan bermanfaat
bagi manajemen untuk:
1. Menentukan harga jual yang akan dibebankan kepada pemesan.
2. Mempertimbangkan penerimaan atau penolakan pesanan.
3. Memantau realisasi biaya produksi.
4. Menghitung laba atau rugi tiap pesanan.
5. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang
disajikan dalam neraca.
2.4.5 Metode Harga Pokok Proses
Menurut Mulyadi (2010:63) metode perhitungan biaya berdasarkan
proses adalah sebagai berikut:
“Dalam metode ini, biaya produksi dikumpulkan untuk setiap proses selama
jangka waktu tertentu, dan biaya produksi per satuan dihitung dengan cara
membagi total biaya produksi dalam proses tertentu, selama periode tertentu,
dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan dari proses tersebut selama jangka
waktu yang bersangkutan.”
2.4.6 Karakteristik Metode Harga Pokok Proses
Menurut Mulyadi (2010:63-64), metode pengumpulan produksi
ditentukan oleh karakteristik proses produk perusahaan. Dalam perusahaan yang
berproduksi massa, karakteristik produksinya adalah sebagai berikut :
39
1. Produk yang dihasilkan merupakan produk standar.
2. Produk yang dihasilkan dari bulan ke bulan adalah sama.
3. Kegiatan produksi dimulai dengan diterbitkannya perintah produksi yang berisi
rencana produksi produk standar untuk jangka waktu tertentu.
2.4.7 Manfaat Informasi Harga Pokok Produksi
Menurut Mulyadi (2010:65), dalam perusahaan yang berproduksi massa,
informasi harga pokok produksi yang dihitung untuk jangka waktu tertentu
bermanfaat bagi manajemen untuk:
1. Menentukan harga jual produk.
2. Memantau realisasi biaya produksi.
3. Menghitung laba atau rugi periodik.
4. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang
disajikan neraca.
2.4.8 Perbedaan Metode Harga Pokok Pesanan dengan Metode Harga
Pokok Proses
Menurut Mulyadi (2010:64), perbedaan diantara dua metode
pengumpulan biaya produksi tersebut terletak pada:
1. Pengumpulan biaya produksi.
2. Perhitungan harga pokok produksi per satuan.
3. Penggolongan biaya produksi.
4. Unsur biaya yang dikelompokkan dalam biaya overhead pabrik.
2.5 Metode Penentuan Harga Pokok Produksi
40
Menurut Mulyadi (2010:17), metode penentuan kos produksi adalah:
“Cara memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam kos produksi. Dalam
memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam kos produksi, terdapat dua
pendekatan: full costing dan variable costing.”
1. Metode Full Costing
Mulyadi (2009:18) yang dimaksud dengan full costing adalah:
“Full Costing adalah penentuan harga pokok produk yang memperhitungkan
semua unsur biaya produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung, dan biaya overhead pabrikyang bersifat variabel (variable cost)
maupun yang bersifat tetap (fixed cost).”
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur harga pokok
produk menurut metode ini meliputi:
Biaya Bahan Baku Rp XXXX
Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp XXXX
Biaya Overhead Pabrik Tetap Rp XXXX
Biaya Overhaead Pabrik Variabel Rp XXXX
Harga Pokok Produksi Rp XXXX
Penentuan harga pokok berdasarkan full costing pada umumnya ditujukan untuk
kepentingan penyusunan laporan keuangan untuk pihak eksternal. Laporan laba rugi
yang disusun dengan metode ini menitikberatkan pada penyajian unsur-unsur biaya
menurut hubungan biaya dengan fungsi pokok yang ada di perusahaan yaitu fungsi
produksi, fungsi pemasaran, serta fungsi administrasi dan umum.
41
Dengan demikian laporan laba rugi menurut metode full costing akan tampak
sebagai berikut:
Penjualan Rp XXXX
Harga Pokok Penjualan Rp XXXX
Laba Kotor atas Penjualan Rp XXXX
Biaya Komersial
Pemasaran Rp XXXX
Administrasi dan Umum Rp XXXX Rp XXXX
Laba Bersih Rp XXXX
2. Metode Variable Costing
Mulyadi (2009:19) menjelaskan yang dimaksud dengan variable costing adalah
“Variable Costing adalah penentuan harga pokok produk yang hanya
memasukkan unsur-unsur biaya produksi yang bersifat variabel (variable cost).”
Biaya produksi yang bersifat tetap pada Variable Costing diperlakukan sebagai
biaya periodik, artinya dibebankan sepenuhnya sebagai biaya periode akuntansi dimana
biaya tersebut terjadi. Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur
harga pokok produk menurut metode ini meliputi:
Biaya Bahan Baku Rp XXXX
Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp XXXX
Biaya Overhead Pabrik Variable Rp XXXX
Harga Pokok Produksi Rp XXXX
Penentuan Harga pokok berdasarkan variable costing pada umumnya ditujukan
untuk pihak manajemen dalam rangka pengambilan kebijakan harga. Laporan laba rugi
42
yang disusun dengan metode ini menitikberatkan pada penyajian biaya sesuai dengan
perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Dengan
kegiatan, laporan laba rugi menurut metode variable costing akan tampak sebagai
berikut:
Penjualan Rp XXXX
Harga Pokok Penjualan Variabel Rp
XXXX
Batas Kontribusi Bersih Rp XXXX
Biaya Komersial Variabel:
Pemasaran Variabel Rp XXXX
Administrasi dan umum Variabel Rp XXXX Rp XXXX
Batas Kontribusi Bersih Rp XXXX
Biaya Tetap:
Overhead Tetap Rp XXXX
Pemasaran Tetap Rp XXXX
Administrasi dan umum Tetap Rp XXXX Rp XXXX
Laba Bersih Rp XXXX
2.6 Sistem Harga Pokok Produksi
Sistem harga pokok produksi dapat dikelompokkan menjadi dua sistem harga
pokok yaitu
1. Sistem Harga Pokok Sesungguhnya
43
Sistem harga pokok sesungguhnya adalah sistem pembebanan harga
pokok kepada produk atau pesanan atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan
harga pokok atau biaya yang sesungguhnya dinikmati. Pada sistem ini harga
pokok produk, pesanan atau jasa baru dapat dihitung pada akhir periode setelah
biaya yang sesungguhnya dikumpulkan (Supriyono, 1999: 40).
Sistem harga pokok sesungguhnya hanya dapat dipakai untuk tujuan
penentuan harga pokok produk atau jasa yang dihasilkan. Sedangkan untuk
tujuan yang lainnya yaitu perencanaan dan pengendalian biaya serta
pengambilan keputusan oleh manajemen, system harga pokok yang
sesungguhnya tidak dapat memuaskan atau menyajikan informasi untuk tujuan
tersebut.
2. Sistem Harga Pokok Ditentukan di Muka
Sistem harga pokok yang ditentukan di muka adalah system pembebanan harga
pokok kepada produk atau pesanan atau jasa yang dihasilkan sebesar harga
pokok yang ditentukan di muka sebelum suatu produk atau pesanan atau jasa
mulai dikerjakan (Supriyono, 1999: 40).
Biaya yang sesungguhnya dicatat atau dikumpulkan, sehingga pada akhir
periode dapat diperbandingkan atau dikomparasikan antara harga pokok yang
dibebankan berdasarkan predetermined cost dengan biaya yang sesungguhnya,
dari perbedaan yang timbul dapat dianalisa penyebab adanya penyimpangan
sesuai dengan tujuan pengendalian biaya. Sehingga untuk mengetahui efisiensi
maupun efisiensi biaya dapat melalui analisis selisih (varians).
44
2.7 Analisis Varians
Penyimpangan biaya sesungguhnya dari biaya standar disebut dengan selisih
(variance). Selisih biaya sesungguhnya dengan biaya standar dianalisis, dan dari analisis
ini diselidiki penyebab terjadinya, untuk kemudian dicari jalan untuk mengatasi
terjadinya selisih yang merugikan.(Mulyadi, 1999: 424).
2.7.1 Analisis Selisih Biaya Bahan Baku.
a. Selisih Harga Bahan Baku
Selisih harga bahan baku dapat dihitung dengan membandingkan antara
harga bahan baku yang sesungguhnya dengan harga bahan baku menurut
standar. Selisih ini timbul karena perusahaan telah membeli bahan baku
lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan harga standar. Jumlah selisih
harga bahan baku dihitung dengan cara mengalikan selisih harga bahan
baku persatuan dengan kuantitas sesungguhnya yang dibeli.
Selisih harga bahan baku menurut Supriyono (2000: 104)dapat disebabkan
oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Fluktuasi harga pasar bahan baku yang bersangkutan.
2. Kontrak dan jangka waktu pembelian yang menguntungkan atau
tidak menguntungkan.
3. Pembelian dari suplier yang lokasinya lebih menguntungkan atau
tidak menguntungkan.
4. Kegagalan di dalam memanfaatkan kesempatan potongan pembelian
atau ketepatan jumlah potongan pembelian yang diharapkan.
45
5. Tambahan pembayaran harga bahan baku adanya pembelian khusus
yang harus dilakukan.
6. Pembelian dalam jumlah yang ekonomis atau tidak ekonomis.
7. Faktor-faktor internal yang mengakibatkan harus dilakukan
pembelian bahan yang mendadak.
Analisis selisih harga bahan baku memberi manfaat sebagai berikut:
1. Selisih harga bahan baku pada dasarnya adalah tanggung jawab dari
bagian pembelian karena barang tersebut telah membeli bahan baku
dengan harga lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan standar. Oleh
karena itu perhitungan selisih harga bahan baku dapat dipakai menilai
prestasi bagian pembelian.
2. Perhitungan selisih harga bahan baku bermanfaat untuk mengukur
akibat kenaikan atau penurunan harga bahan baku terhadap laba yang
diperoleh perusahaan.
b. Selisih Kuantitas Bahan Baku
Selisih kuantitas bahan baku adalah selisih yang timbul karena telah
dipakai kuantitas bahan baku yang lebih besar atau lebih kecil
dibandingkan dengan kuantitas standar di dalam pengolahan produk.
Jumlah rupiah selisih kuantitas bahan baku dapat dihitung sebesar selisih
kuantitas bahan baku dikalikan harga standar per buah atau per unit.
Penyebab selisih kuantitas bahan baku menurut Supriyono (2000: 106)
sebagai berikut:
46
1. Perubahan dari rancangan produk, mesin, peralatan, atau metode
pengolahan produk yang belum dinyatakan dalam standar.
2. Pemakaian bahan baku substitusi yang menguntungkan atau
merugikan.
3. Selisih hasil dari bahan baku yang mengakibatkan kuantitas yang
dipakai lebih besar atau lebih kecil dibanding standar.
4. Kerugian bahan baku karena rusak atau susut yang disebabkan
karyawan tidak terlatih, tidak diawasi, teledor, atau bekerja tidak
memuaskan baik di pabrik maupun di gudang bahan.
5. Pengawasan yang terlalu kaku.
6. Kurangnya peralatan atau mesin.
7. Kegagalan dalam mengatur mesin dan peralatan dalam kondisi baik.
Analisis selisih kuantitas bahan baku memberi manfaat sebagai berikut:
1. Selisih kuantitas bahan baku pada dasarnya adalah tanggung jawab
kepala departemen produksi di pabrik dimana terjadi selisih tersebut,
hal itu disebabkan bagian atau departemen tersebut telah memakai
bahan dalam kuantitas yang besar atau lebih kecil dibandingkan dengan
kuantitas standar. Oleh karena itu perhitungan selisih kuantitas bahan
baku dapat dipakai menilai prestasi departemen produksi atau pabrik.
2. Perhitungan selisih kuantitas bahan baku berguna untuk mengukur
pengaruh akibat efisiensi pemakaian bahan baku terhadap laba yang
diperoleh perusahaan.
47
2.7.2 Analisis Selisih Biaya Tenaga Kerja Langsung
a. Selisih Tarif Upah Langsung
Selisih tarif upah langsung timbul karena perusahaan telah
membayar upah langsung dengan tarif lebih tinggi atau lebih rendah
dibandingkan dengan tarif upah langsung standar. Jumlah total rupiah
selisih tarif upah langsung dapat dihitung sebesar selisih tarif upah
langsung perjam dikalikan jam kerja sesungguhnya. Apabila sistem tariff
upah dengan menggunakan dasar lain, maka selisih tarif upah langsung
dapat dihitung sebesar selisih tarif upah langsung per dasar pengupahan
dikalikan kapasitas sesungguhnya dipakai dasar pengupahan.
Selisih tarif upah langsung menurut Supriyono (2000: 107)
disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Telah digunakan tenaga kerja langsung dengan golongan tarif upah
yang berbeda dengan standar untuk pekerjaan tertentu.
2. Telah dibayar upah dengan tarif lebih besar atau lebih kecil disbanding
tarif standar selama kegiatan musiman, atau kegiatan darurat.
3. Karyawan yang baru diterima tidak dibayar sesuai dengan tariff
standar.
4. Adanya kenaikan pangkat, atau penurunan pangkat karyawan yang
mengakibatkan perubahan tarif upah.
5. Pembayaran tambahan atas upah karena peraturan upah minimum yang
dikeluarkan pemerintah.
b. Selisih Jam Upah Langsung
48
Selisih jam atau waktu upah langsung adalah selisih yang timbul karena
telah digunakan waktu kerja yang lebih besar atau lebih kecil dibandingkan
waktu standar. Jumlah selisih efisiensi upah langsung dalam rupiah
dihitung dari selisih jam kerja langsung sesungguhnya dengan jam kerja
langsung standar dikalikan tarif upah langsung standar. Selisih jam upah
langsung menurut Supriyono (2000: 108) disebabkan oleh hal-hal sebagai
berikut:
1. Pengawasan terhadap tenaga kerja secara baik atau kurang baik.
2. Telah digunakan bahan yang kualitasnya lebih baik atau lebih jelek
dibanding standar, sehingga memerlukan waktu atau jam pengerjaan
yang lebih pendek atau lebih panjang.
3. Kurangnya koordinasi dengan departemen produksi lain atau
departemen pembantu (Supriyono, 2000: 108).
2.7.3 Analisis Selisih Biaya Overhead Pabrik
Selisih biaya overhead pabrik timbul karena perbedaan antara biaya
overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi dengan biaya overhead pabrik standar
atau yang seharusnya terjadi di dalam mengolah produk atau pesanan (Supriyono,
2000: 111).
Dalam analisis selisih biaya overhead pabrik digunakan beberapa metode
sebagai berikut:
1. Metode analisis satu selisih yaitu selisih antara biaya overhead pabrik
standar dengan biaya overhead pabrik sesungguhnya..
49
2. Metode analisis dua selisih, yang meliputi: selisih terkendali dan selisih
volume.
3. Metode analisis tiga selisih, yang meliputi: selisih anggaran, selisih
kapasitas, dan selisih efisiensi.
4. Metode analisis empat selisih, yang meliputi: selisih anggaran, selisih
kapasitas, selisih efisiensi tetap, dan selisih efisiensi variabel.
Analisis varians yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis selisih
biaya bahan baku dan analisis selisih biaya tenaga kerja langsung.
2.8 Penyebab Selisih Biaya Produksi
Analisis selisih biaya produksi terdiri dari tiga bagian; maka dari itu penyebab
selisih biaya produksi menurut Supriyono (1982 : 90-104) dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Penyebab Selisih Biaya Bahan Baku
a. Penyebab Selisih Harga Bahan Baku
Selisih harga bahan baku dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1) Fluktuasi harga pasar bahan baku yang bersangkutan
2) Kontrak dan jangka waktu pembelian yang menguntungkan atau tidak
menguntungkan
3) Pembelian dari supplier yang lokainya lebih menguntungkan atau tidak
menguntungkan
4) Kegagalan di dalam memanfaatkan kesempatan potongan pembelian atau
ketidaktepatan jumlah potongan pembelian yang diharapkan
5) Pembelian dalam jumlah yang ekonomis atau tidak ekonomis
50
6) Faktor-faktor internal yang mengakibatkan harus dilakukan pembelian
bahan yang mendadak.
b. Penyebab Selisih Kuantitas Bahan Baku
Selisih kuantitas bahan baku dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1) Perubahan dari rancangan produk, mesin, peralatan, atau metode
pengelolahan produk yang belum dinyatakan dalam standar.
2) Pemakaian bahan baku substitusi yang menguntungkan atau merugikan
3) Selisih hasil dari bahan baku yang mengakibatkan kuantitas yang dipakai
lebih besar atau lebih kecil dibanding standar.
4) Kerugian bahan baku karena rusak atau susut yang disebabkan karyawan
tidak terlatih, tidak diawasi, teledor, atau bekerja tidak memuaskan baik di
pabrik maupun di gudang lahan.
5) Pengawasan yang terlalu kaku
6) Kegagalan di dalam mengatur mesin dan peralatan dalam kondisi yang baik
2. Penyebab Selisih Biaya Tenaga Kerja Langsung
a. Penyebab Selisih Tarif Upah Langsung
Selisih tarif upah langsung dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1) Telah digunakan tenaga kerja langsung dengan golongan tarif upah yang
berbeda dengan standar untuk pekerjaan tertentu.
2) Telah dibayar upah dengan tarif lebih besar atau lebih kecil dibanding tarif
standar selama kegiatan musiman atau kegiatan darurat.
3) Karyawan yang baru diterima tidak dibayar sesuai dengan tarif standar
51
4) Adanya kenaikan pangkat atau penurunan pangkat karyawan yang
mengakibatkan perubahan tarif upah.
b. Penyebab Selisih Efisiensi Upah Langsung
Selisih efisiensi upah langsung dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1) Pabrik atau departemen produksi telah bekerja dengan efisien atau tidak
efisien yang bisa disebabkan karena pengawasan terhadap tenaga kerja
secara baik atau kurang baik.
2) Telah digunakan bahan yang kualitasnya lebih baik atau lebih jelek
dibanding standar, sehingga memerluka waktu (jam) pengerjaaan yang lebih
pendek atau lebih panjang.
3. Penyebab Selisih Biaya Overhead Pabrik
a. Penyebab Selisih Anggaran
Selisih anggaran terutama disebabkan oleh biaya overhead pabrik
variabel, sebab biaya overhead pabrik tetap pada umumnya tidak berubah dari
yang dianggarkan. Akan tetapi apabila biaya overhead pabrik tetap yang
sesungguhnya berubah, misalnya karena adanya perubahan tarif (harga) dari
paka, asuransi, atau karena kenaikan penyusutan karena fasilitas pabrik yang
dimiliki bertambah, maka akibatnya mempengaruhi pula selisih anggaran.
b. Penyebab Selisih Kapasitas
Penyebab timbulnya selisih kapasitas umumnya berasal dari luar
perusahaan (eksternal) yang umumnya tidak dapat dikendalikan oleh kepala
departemen atau kepala seksi di mana timbul selisih, maka selisih kapasitas
adalah tanggungjawab dari manajemen atas.
52
c. Penyebab Selisih Efisiensi
Penyebab selisih efisiensi adalah elemen biaya overhead pabrik tetap dan
elemen biaya overhead pabrik variabel yang menunjukkan perusahaan telah
dapat bekerja dengan efisien atau bekerja dengan tidak efisien.
2.9 Kerangka Pikir Penelitian
Proses pengolahan produk dimulai dari dimasukannya bahan baku ke dalam
proses produksi sampai dengan dihasilkannya produk jadi dari proses produksi tersebut.
Biaya yang digunakan untuk proses produksi dicatat dalam harga pokok produksi
meliputi tiga unsur yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya
overhead pabrik.
Sistem pengumpulan harga pokok produksi pada dasarnya dapat dibagi menjadi
dua yaitu metode harga pokok pesanan dan metode harga pokok proses. Harga pokok
pesanan merupakan cara penentuan harga pokok dimana biaya-biaya produksi yang
dikumpulkan untuk sejumlah produk tertentu, atau suatu jasa yang dapat dipisahkan
identitasnya dan perlu ditentukan harga pokoknya secara individual. Sedangkan metode
harga pokok proses merupakan cara penentuan harga pokok yang membebankan biaya
produksi dan membagikanya sama rata kepada produk yang dihasilkan dalam periode
tersebut.
Sistem harga pokok produk pesanan terdapat sistem harga pokok produk
sesungguhnya dan sistem harga pokok standar. Sistem harga pokok produk
sesungguhnya bertujuan untuk menentukan harga pokok produk yang terdiri dari biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik dicatat sebesar
53
biaya yang benar-benar terjadi dan dihitung setelah produk selesai diproses. Menurut
Supriyono (2000: 98) harga pokok standar dapat dipakai sebagai alat pengendalian
biaya dan menilai prestasi pelaksanaan dengan baik. Pada setiap periode akuntansi biaya
sesungguhnya dibandingkan dengan biaya standar, sehingga dapatdilakukan
pengendalian biaya dan penilaian prestasi dengan jalan menentukan efisiensi setiap
elemen biaya pada setiap departemen dimana produk diolah. Penentuan besarnya selisih
biaya yang timbul akan menunjukkan elemen biaya apa, pada departemen mana, dan
tanggung jawab siapa selisih biaya tersebut. Dalam hal ini pengendalian adalah kegiatan
untuk melakukan investigasi terhadap selisih biaya yang timbul.
Tingkat efisiensi biaya produksi menggunakan biaya standar dapat diketahui
dari perhitungan dan analisis selisih dalam harga pokok standar menggunakan “prinsip
pengecualian” yaitu selisih biaya atau penyimpangan yang terjadi dibandingkan dengan
standar yang sudah ditetapkan. Sehingga semakin kecil selisih biaya atau penyimpangan
antara biaya standar dengan realitanya memiliki kesalahan nol maka pengendalian
tersebut semakin baik atau efisien. Apabila didapat nilai positif atau negatif pada
varians yang terjadi maka dapat diabaikan karena hal ini berlaku harga mutlak seperti
pada gambar 2.1 pada halaman berikut:
54
Gambar 2.1
Kerangka Pikir Penelitian
KONVEKSI
OUTFIX - OUTFIT
Produksi
Produksi Massa Produksi Pesanan
Biaya Bahan Baku
Harga Pokok
Sesungguhnya Harga Pokok
Standar
Biaya Tenaga Kerja
Langsung
Varians
Biaya
Standar
Pengendalian Biaya Bahan
Baku Dan Biaya Tenaga
Kerja Langsung
Laba Usaha
Efisiensi Biaya Bahan Baku Dan
Biaya Tenaga Kerja Langsung
Kesimpulan
Hasil Penelitian
55
2.10 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu dapat dilihat sebagai berikut:
Moh.SyahNur Arobi (2002) dalam tesisnya yang berjudul “Pentingnya
Pelaksanaan Pengawasan Persedian Bahan Baku Untuk Menunjang Kelancaran Proses
Produksi Pada Pabrik Kompor Kupu Mas. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan Kualitatif uji literatur, kuantitatif menggunakan model economically
order quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP)”.
Dari hasil kualitatif diperoleh bahan baku yaitu plat aluminium, pengawasan
Pabrik Kompor kupu mas masih sederhana dan menyarankan untuk menggunakan
metode EOQ.
Norma Asrining Sukma (2003) dalam tesisnya yang berjudul “Penerapan
Metode Economic Order Quantity Guna Efisiensi Persediaan Bahan Baku (Studi Kasus)
Pada CV. Yudistira Kediri”. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Kualitatif
Deskriptif, Mengumpulkan data dan membandingkan antara rencana dengan realisasi
guna mengetahui ada tidaknya penyimpangan, menentukan jumlah persediaan optimal.
Dari hasil kualitatif deskriptif diperoleh adanya selisih antara rencana dan
realisasi yang melebihi batas penyimpangan normal yang disebabkan oleh
kebijaksanaan pembelian yang kurang tepat, dengan diterapkan metode EOQ maka
biaya persediaan dapat di hemat.
Vinny Oktaviany Raharjo (2003) dalam tesisnya yang berjudul “Analisis
Metode Economic Order Quantity Sebagai Alternatif Untuk Perencanaan Dan
Pengendalian Persediaan Bahan Baku pada PT. Easterntex Pandaan”. Analisis data
dilakukan dengan Kualitatif, meminimalkan rata-rata persediaan tanpa menambah
56
pembelian persediaan bahan baku, meminimumkan frekwensi pemesanan tanpa
menambah nilai rata-rata persediaan, serta mencari tingkat Efisiensi persediaan bahan
baku pada PT Easterntex sebelum dan sesudah menggunakan metode EOQ.
Dari hasil kualitatif Pelaksanaan Perencanaan Dan Pengendalian Persediaan
Bahan Baku Yang Dilakukan PT. Easterentex Masih Kurang Efisien Hal Ini Disebabkan
Perusahaan Tidak Merencanakan Pembelian Bahan Bakudan Tidak Adanya Koreksi
Pada Setiap Akhir Periode Antara Pembelian Bahan Baku Dan Pemakaian Bahan Baku,
Dalam menetapkan EOQ untuk persediaan bahan baku pada perusahaan maka terlihat
bahwa perusahaan lebih dapat menghemat biaya sehingga kelebihan biaya tersebut
dapat diinvestasikan kepada bagian lain.
Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah objek
yang diteliti yaitu efisiensi biaya bahan baku dan efisiensi biaya tenaga kerja langsung
dengan menggunakan rasio profit margin, serta dihitung juga banyaknya pesanan bahan
baku dalam satu periode.
57
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian
3.1.1 Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
A. Penelitian deskriptif,
Menurut Nazir (2003:4) penelitian deskriptif adalah penelitian yang
ditujukan untuk menyelidiki secara terperinci aktivitas dan pekerjaan
manusia, dan hasil penelitian tersebut dapat memberikan rekomendasi-
rekomendasi untuk keperluan yang akan datang.
Pengertian metode deskriptif menurut Sugiyono (2009:21) adalah sebagai
berikut:
“Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan
atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk
membuat kesimpulan yang lebih luas.”
Menurut Hidayat Syah (2010:32) penelitian deskriptif adalah metode penelitian
yang digunakan untuk menemukan pengetahuan yang seluas-luasnya terhadap
objek penelitian pada suatu masa tertentu.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan penelitian deskriptif ialah
suatu penulisan yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya tentang
objek yang diteliti, menurut keadaan yang sebenarnya pada saat penelitian
langsung.
58
Jenis penelitian ini tidak sampai mempersoalkan jaringan hubungan antar
variabel yang ada, tidak dimaksudkan untuk menarik generasi yang
menjelaskan variabel-variabel yang menyebabkan sesuatu gejala atau
kenyataan sosial. Oleh karena itu,pada suatu penelitian deskriptif, tidak
menggunakan dan tidak melakukan pengujian hipotesis (seperti yang
dilakukan dalam penelitian eksplanasi); berarti tidak dimaksudkan untuk
membangun dan mengembangkan teori. Dalam pengelolahan dan analisis
data, lazimnya menggunakan pengelolahan statistik yang bersifat deskriptif.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada industri kecil di kantor Konveksi Outfix_outfit,
yang beralamat di Jl. Sawojajar Gang 9 No. 52A, Malang. Lokasi penelitian ini dipilih
secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa industri kecil ini mampu
bertahan ditengah persaingan usaha kecil sejenis yang semakin marak. Penelitian ini
dilaksanakan selama 2 bulan.
3.3 Bidang dan Aktivitas Usaha
Aktivitas Konveksi Outfix_outfit adalah sebuah unit usaha yang bergerak di
bidang konveksi yang dalam praktek usahanya Outfix_outfit melakukan kegiatan
produksi berdasarkan atas spesifikasi yang ditentukan oleh pemesan. Dalam
menjalankan kegiatan usahanya Outfix_outfit selalu berusaha mengutamakan kepuasan
konsumen dengan memberikan kualitas produk yang baik dan tepat waktu sesuai
59
keinginan konsumen. Outfix_outfit melayani pesanan baik partai besar maupun partai
kecil. Untuk penerimaan pesanan.
Outfix_outfit memberlakukan sistem langsung, dimana konsumen secara
langsung datang ke perusahaan. Outfix_outfit tidak menganjurkan konsumen selain
pelanggan tetap untuk melakukan pemesanan melalui media komunikasi seperti telepon
atau email dimaksudkan agar konsumen dapat melakukan negosiasi langsung dengan
pihak perusahaan dan melihat langsung contoh produk yang dihasilkan.
Kegiatan produksi dimulai dari penerimaan pesanan secara langsung oleh bagian
umum. Setelah adanya kesepakatan harga dan perjanjian antara kedua belah pihak,
pemilik akan melakukan permintaan pembelian bahan baku ke supplier yang sudah
menjadi langganannya. Selanjutnya dimulailah proses produksi atas pesanan dari
konsumen tersebut yang dilakukan di gudang produksi. Setelah produksi selesai,
selanjutnya barang akan dikirim atau dijemput langsung oleh konsumen. Adapun biaya
pengiriman biasanya ditanggung oleh konsumen.
3.4 Jenis dan Sumber Data
3.4.1 Jenis Data
Adapun data yang penulis peroleh untuk penulisan skripsi ini bersumber dari:
1. Data Kualitatif
Yaitu data yang bukan merupakan angka-angka yang dapat meliputi organisasi
dan pembagian tugasnya.
Dalam penulisan ini data kualitatif berupa sejarah berdirinya usaha konveksi
outfix_outfit, struktur organisasi, dan pembagian tugasnya.
60
2. Data Kuantitatif
Yaitu data yang berbentuk angka-angka yang dapat meliputi selisih efisiensi
biaya bahan bahan baku dan tenaga kerja pada usaha konveksi outfix_outfit di kota
Malang.
3.4.2 Sumber Data
Menurut Sutopo (2006:56), sumber data adalah tempat data diperoleh dengan
menggunakan metode tertentu baik berupa manusia ataupun dokumen-dokumen. Data
menurut sumbernya, dibedakan menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder.
Menurut (Arikunto, 2002:107), sumber data adalah subyek dimana data dapat diperoleh.
1. Data Primer
Data yang dibuat oleh peneliti untuk maksud khusus menyelesaikan permasalahan
yang sedang ditanganinya. Data dikumpulkan sendiri oleh peneliti dari sumber pertama
atau tempat objek penelitian dilakukan. Dalam penelitian ini penulis melakukan
wawancara langsung dengan pemilik usaha untuk mendapat data berupa informasi biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja langsung.
2. Data Sekunder
Adalah merupakan sumber data yang tidak memberikan informasi secara langsung
kepada pengumpul data. Sumber data sekunder ini dapat berupa hasil pengolahan lebih
lanjut dari data primer yang disajikan dalam bentuk lain atau dari orang lain (Sugiyono,
2012:225).
Data ini digunakan untuk mendukung informasi dari data primer yang diperoleh
baik dari wawancara, maupun dari observasi langsung ke lapangan.
61
Penulis juga menggunakan data sekunder hasil dari studi pustaka. Dalam studi pustaka,
penulis membaca literature-literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.
Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari laporan keuangan usaha konveksi
outfix_outfit di Kota Malang. Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
a. Biaya Bahan Baku
Biaya bahan baku adalah biaya bahan yang dipakai untuk diolah dan akan menjadi
bahan produk jadi. bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian
menyeluruh produk jadi, bahan baku yang diolah dalam perusahaan manufaktur
dapat diperoleh dari pembelian local, impor, atau dari pengelolahan sendiri.
b. Biaya Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan pelaku utama dalam produksi, pengeluaran biaya-biaya
untuk gaji atau upah tenaga kerja juga sangat besar. Menurut Lili M. Sadeli (2004 :
54), “Biaya tenaga kerja yang dapat di telusuri secara fisik pada barang jadi dengan
cara yang ekonomis. Sedangkan menurut Biaya tenaga kerja langsung merupakan
upah yang akan dibayarkan kepada para tenaga kerja langsung selama periode yang
akan datang. (Munandar, 2000:143)
“Menurut Abdul Halim (2010 : 73), “Biaya tenaga kerja langsung di definisikan
sebagai pembayaran-pembayaran kepada para pekerja yang di dasarkan pada jam
kerja atau atas dasar unit yang di produksi”.
Berdasarkan pengertian tersebut yang di maksud dengan biaya tenaga kerja langsug
yaitu biaya yang di gunakan pembayaran atas para pekerja berdasarkan jam kerja
atau unit yang di produksi.
c. Biaya Overhead pabrik
62
Bastian Bustami dan Nurlela (2010:13) Biaya Overhead dapat dikelompokkan
menjadi elemen:
1) “Bahan Tidak Langsung (Bahan Pembantu atau Penolong) adalah bahan yang
digunakan dalam penyelesaian produk tetapi pemakaiannya relatif lebih kecil
dan biaya ini tidak dapat ditelusuri secara langsung kepada produk selesai.
Contoh: amplas, pola kertas, oli dan minyak pelumas, paku, sekrup dan
mur,staples, asesoris pakaian, vanili, garam, pelembut, pewarna.
2) Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung adalah biaya tenaga kerja yang membantu
dalam pengolahan produk selesai, tetapi dapat ditelusuri kepada produk selesai.
Contoh: Gaji satpam pabrik, gaji pengawas pabrik, pekerja bagian
pemeliharaan, penyimpanan dokumen pabrik, gaji operator telepon pabrik,
pegawai pabrik, pegawai bagian gudang pabrik, gaji resepsionis pabrik,
pegawai yang menangani barang.
3) Biaya Tidak Langsung Lainnya adalah biaya selain bahan tidak langsung dan
tenaga kerja tidak langsung yang membantu dalam pengolahan produk selesai,
tetapi tidak dapat ditelusuri kepada produk selesai. Contoh : Pajak bumi dan
bangunan pabrik, listrik pabrik, air, dan telepon pabrik, sewa pabrik, asuransi
pabrik, penyusutan pabrik, peralatan pabrik, pemeliharaan mesin dan pabrik,
gaji akuntan pabrik, reparasi mesin dan peralatan pabrik.”
Tentang biaya Overhead pabrik Abdul Halim menyatakan :
Biaya Overhead pabrik (BOP) adalah seluruh biaya produksi yang tidak dapat
di klasifikasikan sebagai biaya bahan baku langsung atau biaya tenaga kerja
langsung. Biaya Overhead dapat pula di definisikan sebagai seluruh biaya
63
produksi yang tidak dilacak atau tidak perlu dilacak ke unit produksi secara
individual (Abdul Halim, 2010 : 90)
Jadi biaya overhead pabrik merupakan seluruh biaya produksi yang
dikeluarkan oleh perusahaan yang tidak diklasifikasikan kedalam biaya bahan
baku dan biaya tenaga kerja langsung.
3.5 Metode pengumpulan data
1. Wawancara
Menurut Esterberg (2002) dalam buku Sugiono, mendefinisikan
interview sebagai berikut:
“a meeting of two persons to exchange information and idea trough question
and responses, resulting in communication and joint construction of
meaning about a particular topic.” Wawancara adalah pertemuan dua orang
untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu.
Adapun menurut A. Fathoni (2006: 105), wawancara adalah tekhnik
pengumpulan data melalui proses tanya jawab lisan yang berlangsung satu
arah, artinya pertanyaan datang dari pihak yang mewawancarai dan jawaban
diberikan oleh yang diwawancara.
Menurut Sugiyono (2010: 194), pengertian wawancara sebagai
berikut:
“wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti akan melaksanakan studi pendahuluan untuk menemukan
64
permasalahan yang harus diteliti, dan juga peneliti ingin mengetahui hal-hal
dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.
Wawancara adalah metode yang digunakan untuk memperoleh
informasi secara langsung, mendalam bentuknya bisa terstruktur dan
individual. Jadi dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-hal
yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi
dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui
observasi.
Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan terstruktur karena peneliti menggunakan pedoman
wawancara yang disusun secara sistematis dan lengkap untuk
mengumpulkan data yang dicari.
Wawancara pada penelitian ini dilakukan pada pegawai-pegawai
konveksi outfix-outfit di kota Malang. Metode wawancara yang digunakan
untuk memperkuat dan memperjelas data yang diperoleh yaitu data tentang
biaya bahan baku.
2. Dokumentasi
“Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang” (Sugiono 2009:329).
“Studi dokumentasi ialah teknik pengumpulan data dengan
mempelajari catatan-catatan mengenai data pribadi responden, seperti yang
65
dilakukan oleh seorang psikolog dalam meneliti perkembangan seorang
klien melalui catatan pribadinya” (Abdurahmat fathoni 2006: 112).
“Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable
yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen
rapat, lengger, agenda, dan sebagainya” (Suharsimi arikunto 2002:206).
Berdasarkan ketiga pendapat para ahli dapat ditarik kesimpulan
bahwa pengumpulan data dengan cara dokumentasi merupakan suatu hal
dilakukan oleh peneliti guna mengumpulkan data dan berbagai hal media
cetak membahas mengenai narasumber yang akan diteliti. Penelitian ini
menggunakan metode dokumentasi untuk mencari data tentang perhitungan
biaya produksi
3.6 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode analisis
deskriptif. Dalam penelitian ini, hal yang pertama akan dilakukan adalah
mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan biaya standar produksi. Kemudian
mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan biaya yang sesungguhnya terjadi.
Selanjutnya dari data-data yang ada tersebut, peneliti akan menghitung selisih
(variance) antara biaya standar yang diterapkan dengan biaya sesungguhnya yang
terjadi. Hal yang berikutnya dilakukan adalah menganalisis data-data yang telah didapat
dari perhitungan selisih antara biaya standar dengan biaya sesungguhnya,. Kemudian
peneliti menarik kesimpulan dari analisa yang dilakukan.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengolah data pada penelitian ini
sebagai berikut:
66
1. Menghitung selisih biaya bahan baku
Selisih biaya bahan baku terdiri dari selisih harga bahan baku dan selisih
kuantitas bahan baku.
2. Menghitung selisih biaya tenaga kerja langsung
Selisih biaya tenaga kerja langsung terdiri dari selisih tarif biaya tenaga kerja
langsung dan selisih efisiensi biaya tenaga kerja langsung.
3. Menganalisis selisih yang terjadi pada biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung, dan biaya overhead pabrik dengan cara sebagai berikut:
A. Selisisih Biaya Bahan Baku
Selisih biaya bahan baku adalah perbedaan antara biaya sesungguhnya
dengan biaya bahan baku menurut standar.
SBBB = ( Ks x Hs ) – ( Kst x Hst )
Dimana:
SBBB = Selisih Biaya Bahan Baku
Ks = Kuatitas sesungguhnya atas bahan baku dipakai
Hs = Harga beli sesungguhnya bahan baku dipakai
Kst = Kuantitas standar atas bahan baku dipakai
Hst = Harga beli standar bahan baku dipakai
Ada dua macam selisih biaya bahan baku, menurut Sunarto (2004 : 66) yaitu
:
a) Selisih harga bahan baku adalah selisih yang disebabkan oleh perbedaan
harga, adapun rumus perhitungan dikemukakan oleh Sunarto (2004:66) :
SHBB = ( HS-HSt) x KS
67
Dimana:
SHBB = Selisih harga bahan baku
HS =Harga bahan sesungguhnya dibeli
HSt = Harga bahan menurut standar
KS = Kuantitas sesungguhnya
Apabila HS > HSt, maka selisih harga tidak menguntungkan (unfavorable)
Apablia HS < HSt, maka selisih harga menguntungkan (favorable).
b) Selisih Kuantitas Bahan Baku
Selisih kuantitas bahan baku perbedaan kuantitas bahan baku yang
dibutuhkan menurut standar dan sesungguhnya, dapat dihitung dengan
rumus yang dikemukakan oleh Sunarto (2004:67) yaitu :
SKB = ( KS – KSt) x HSt
Dimana:
SKB = Selisih kuantitas bahan baku
KSt = Kuantitas sesungguhnya atas bahan baku dipakai
HSt = Harga beli standar bahan baku dipakai
Apabila KS > KSt, maka selisih kuantitas tidak menguntungkan
(unfavorable)
Apablia KS < KSt, maka selisih kuantitas menguntungkan (favorable).
B. Selisih biaya tenaga kerja merupakan perbedaan antara biaya tenaga kerja
sesungguhnya dengan biaya tenaga kerja menurut standar.
SBTKL = (Js x Ts) - (JSt x TSt)
Dimana:
68
SBTKL = Selisih biaya tenaga kerja langsung
Js = Jam yang sesungguhnya
Ts = Tarif sesungguhnya dari upah langsung per jam
Jst = Jam standar
Tst = Tarif standar dari upah langsung per jam
Ada dua macam selisih biaya tenaga kerja langsung yaitu :
a) Selisih tarif adalah selisih biaya tenaga kerja yang disebabkan perbedaan
tarif upah standar dengan tarif upah rata-rata sesungguhnya. Rumus
perhitungan selisih tarif menurut Sunarto (2004:67) adalah sebagai berikut:
STU = (Ts – Tst) x Js
Dimana :
STU = Selisih tarif upah langsung
Ts = Tarif sesungguhnya dari upah langsung per jam
Tst = Tarif standar dari upah langsung per jam
Js = Jam kerja sesungguhnya
Apabila TS > TSt, maka selisih tenaga kerja tidak menguntungkan
(unfavorable)
Apablia TS < TSt, maka selisih tenaga kerja menguntungkan (favorable).
b) Selisih efisiensi yaitu selisih yang disebabkan oleh perbedaan jumlah jam
tenaga kerja standar dengan jumlah jam sesungguhnya untuk membuat
sejumlah produksi. Rumus selisih efisiensi tenaga kerja menurut Sunarto
(2004:68) adalah sebagai berikut :
SEUL = (JS – Jst) x Tst
69
Dimana:
SEUL = Selisih efisiensi upah langsung
Js = Jam yang sesungguhnya
Jst = Jam standar
Tst = Tarif standar dari upah langsung per jam
Apabila JS > Jst, maka selisih efisien tidak menguntungkan (unfavorable)
Apablia JS < Jst, maka selisih efisien menguntungkan (favorable).
C. Selisih biaya overhead pabrik adalah selisih biaya yang disebabkan adanya
perbedaan antara biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi dengan
biaya overhead pabrik standar (Halim, 1999:203).
SBOP = BOPS – BOPSt, atau
= BOPS – (Jst x T)
Dimana :
SBOP = Selisih biaya overhead pabrik
BOPS = BOP sesungguhnya
BOPSt = BOP standar
Jst = Jam standar
T = Tarif total BOP
Selisih biaya overhead pabrik dalam pembahasan ini menggunakan metode
Empat Selisih. Sehingga pada analisa empat selisih, selisih biaya overhead
pabrik menjadi:
1. Selisih anggaran
70
2. Selisih kapasitas
3. Selisih efisiensi variabel
4. Selisih efisiensi tetap
Secara sistematis selisih biaya menurut model empat selisih dapat
dirumuskan sebagai berikut : (Halim, 1999:293)
1. Selisih anggaran
SA = BOPS – AFKS, atau
SA = BOPS – [ ( Jn x Tt ) + ( Js x Tv ) ]
Dimana :
SA = Selisih anggaran
BOPS = BOP sesungguhnya
AFKS = BOP anggaran fleksibel pada kapasitas
sesungguhnya
Jn = Jam normal
Tt = Tarif tetap
Js = Jam sesungguhnya
Tv = Tarif variabel
Apabila BOPS > AFKS, maka selisih anggaran tidak menguntungkan
(unfavorable)
71
Apablia BOPS < AFKS, maka selisih anggaran menguntungkan (favorable).
2. Selisih Kapasitas
SK = ( Jn x Js ) x Tt
Dimana :
SK = Selisih Kapasitas
Jn = Jam normal
Js = Jam sesungguhnya
Tt = Tarif tetap
Apabila Jn > Js, maka selisih kapasitas tidak menguntungkan (unfavorable)
Apablia Jn < Js, maka selisih kapasitas menguntungkan (favorable).
3. Selisih Efisiensi Variabel
SEV = ( JS – Jst ) x Tv
Dimana :
SEV = Selisih efisiensi variabel
Js = Jam sesungguhnya
Jst = Jam standar
Tv = Tarif variabel
Apabila JS > Jst, maka selisih efisiensi variabel tidak menguntungkan
(unfavorable)
Apablia JS < Jst, maka selisih efisiensi variabel menguntungkan (favorable).
4. Selisih Efisiensi Tetap
SET = ( JS – Jst ) x Tt
72
Dimana :
SET = Selisih efisiensi tetap
JS = Jam sesungguhnya
Jst = Jam standar
Tt = Tarif tetap
Apabila JS > Jst, maka selisih efisiensi tetap tidak menguntungkan (unfavorable)
Apablia JS < Jst, maka selisih efisiensi tetap menguntungkan (favorable).
Untuk menilai apakah selisih biaya produksi, khususnya untuk selisih yang tidak
menguntungkan sudah terkendali atau belum maka setiap analisis biaya bahan baku,
biaya tenaga kerja langsung, maupun biaya overhead pabirik, penulis menetapkan batas
toleransi 5%. Artinya, apabila terjadi selisih biaya produksi yang tidak menguntungkan
dan masih dalam batas 5% maka dikategorikan terkendali sedangkan apabila melebihi
batas toleransi tersebut maka dikategorikan tidak terkendali.
4. Menjelaskan tentang penyebab terjadinya selisih untuk mencapai keuntungan.
Bastian Bustami dan Nurlela (2009:274) mengemukakan sebab-sebab
terjadinya varians, yaitu sebagai berikut:
a. Varians harga bahan baku
Adalah selisih harga bahan baku actual dengan harga bahan baku
berdasarkan standar yag diperkirakan. Perusahaan biasanya menghitug
varians harga bahan baku pada saat berbeda dengan pencatatan harga beli
bahan baku atau harga pemakaian bahan baku.
Penyebab varians bahan baku tidak menguntungkan adalah :
73
1. Fluktuasi harga pasar bahan baku yang cukup tajam.
2. Jauhnya pemasok, sehingga tingginya biaya angkut yang dibebankan ke
perusahaan.
b. Varians Penggunaan Bahan
Adalah selisih antar kuantitas actual yang digunakan untuk produksi dengan
pemakaian bahan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menggunakan
harga beli bahan baku standar.
Untuk kebutuhan pengendalian, jika terjadi varians harus segera disolusi
secepat mungkin walaupun ada kemungkinan tidak dapat dihitung sampai
pekerjaan selesai, karena varians sangat besar pengaruhnya pada baiay
operasi.
Kemungkinan terjadinya varians tidak menguntungkan :
1. Pemborosan selama pemrosesan.
2. Terjadi kerusakan bahan dan sisa bahan berlebihan.
c. Varians Upah Tenaga Kerja
Kemungkinan terjadinya varians tidak menguntungkan :
1. Upah lembur yang dibayarkan lebih besar daripada standar yang
ditetapkan.
2. Kegagalan mendapatkan hasil yang paling baik dari pekerja.
75
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Obyek
4.1.1 Sejarah Singkat Konveksi Outfix_Outfit
Pada mulanya kelompok “Outfix_Outfit” merupakan kumpulan individu yang
memeiliki kesamaan minat dalam masalah-masalah kepariwisataan dan perkotaan.
Sebagian besar anggotanya adalah mahasiswa Jurusan Manajemen Universitas
Brawijaya. Kegiatan wirausaha yang dilakukan kelompok ini dengan memproduksi dan
memasarkan produk berupa kaos, jaket, polo, kemeja, sweater, seragam, dan jersey.
Nama outfix_outfit digunakan sebagai merek dagang sekaligus nama
produsennya. Seperti halnya gagasan dan tindakan spontan yang banyak terjadi pada
saat kelompok ini memulai kegiatan wirausahanya, nama itupun muncul tanpa alasan
dan latarbelakang yang jelas. Munculnya nama “Outfix_Outfit” pada saat-saat terakhir
menjelang hari pertama penjualan sekedar didorong oleh kebutuhan praktis untuk
menandai atau memberi nama sebutan bagi suatu produk ketimbang sebagai suatu
strategi terencana dalam mengembangkan sebuah merek. Serangkaian penjelasan
perihal nama tersebut baru disusun ketika sejumlah pembeli mulai menanyakan arti
ataupun makna dibaliknya.
Outfix_Outfit yang dipresentasikan melalui logo berbentuk dasar mata,
diharapkan dapat mewakili pandangan kelompok yang selalu berusaha menempatkan
kreativitas sebagai aspek utama dalam setiap kegiatannya. Terdapat sejumlah kondisi
76
internal yang mendorong kelompok ini untuk melakukan kegiatan wirausaha tersebut,
diantaranya adalah:
1. Bisnis Tanpa Modal
Sebuah plan bisnis yang tidak banyak orang meyakininy. Padahal untuk hasil
melimpah dan untung besar, tidak harus memiliki modal uang yang besar dan
banyak. Cukup memerlukan semangat memulai bisnis sampingan dan ru,ahan ini.
Resep pembuatan Outfix_outfit :
A. Bahan
a. Niat
b. Ide
c. Relasi
B. Alat
a. Laptop
Tidak punya laptop, bisa meminjam saudara bahkan juga teman.
b. Handphobne atau telepon (media komunikasi)
c. Rekening Bank
d. Media Sosial (Twitter, Facebook, Instagram, Line, Whatsapp)
C. Proses pembuatan
a. Gabungkan bahan NIAT dan IDE ke dalam satu wadah yang bernama
LAPTOP
b. Aduk dan kocok terus IDE menggunakan laptop sampai jadi sebuah adonan
(desain kaos)
77
c. Setelah itu gunakan alat LAPTOP , HP dan MEDIA SOSIAL supaya
adonan menyebarkan bau-bau sedap
d. Tunggu dan sabar sampai bau adonan bikin orang disekitar tertarik dengan
bau-bau sedap dan pingin mencoba.
e. Bayar dulu sebelum mencoba , kalau adonan memang sedap pasti banyak
yang mau bayar dulu apalagi ditambah penyedap rasa. Pada tahap ini alat
REKENING BANK dibutuhkan.
f. Setelah ada yang bayar , masukan bahan RELASI agar adonan bisa jadi
bentuk yang diinginkan dan matang. ( RELASI disini cari yang mau bikin
kaos satuan dan prosesnya tidak pakai lama , dimana? banyak banget ,
sekarang persaingan bisnis bikin kaos sudah ketat
g. Adonan siap dikonsumsi oleh konsumen , jangan lupa harga jualnya
dihitung yang benasr biar tidak minus.
2. Keinginan untuk mempblikasikan berbagai gagasan mengenai peristiwa, bahasa
maupun kosa kata
3. Keinginan untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan tersebut melalui tampilan
grafis yang menarik dan menggunggah
Kondisi internal ini dipacu oleh kondisi eksternal berupa adanya kemudahan untuk
melakukan penjualan yang pada saat itu merupakan sarana pem,belanjaan. Kemudahan
yang diberikan antaralain:
a. Sebagai Sponshorship
Telah disediakannya kapling berikut etalase seluas 3x3 m2
yang berarti
penekanan biaya negoisiasi dan biaya konstruksi sarana fisik ruang jual.
78
Dengan orientasi lebih pada penyaluran minat dan idealisme ketimbang perolehan
laba, kelompok ini memulai kegiatan wirausahaanya dengan lebih memberi perhatian
terhadap permintaan (yakni minat dari para koinsumen) dibanding sisi penawaran.
Kecendrungan ini ditandai dengan sejumlah hal berikut :
1. Tidak adanya sasaran pasar yang dirumuskan terlebih dahulu secara jelas dan
spesifik.
2. Tidak adanya pencermatan terhadap kekuatan pasar yang lebih ada.
3. Tidak adanya perencanaan dalam jangka panjang dalam bidang produksi,
pemasaran, maupun pengelolaan administrasi dan keuangan.
Dalam waktu 2 bhulan, break event point telah tercapai, sementara itu permintaan
pasar makin membengkak. Pada tahun pertama volume penjualan tercatat mencapai 213
potong kaos, 180 potong kemeja, 208 potong polo, 530 potong jaket.
Pada saat itu voleme persediaan hampir selalu tidak memenuhi permintaan.
Sementar saat ini setidaknya 15-20 potong kaos oblong dengan harga rata-rata Rp
90.000,00 perpotong terjual tiap harinya. Perkembangan yang demikian “memaksa”
kelompok ini untuk lebih serius dalam mengani usahanya.
4.1.2 Lokasi Perusahaan
Penelitian ini akan dilakukan di kantor Konveksi Outfix_outfit, yang beralamat
di Jl. Sawojajar Gang 9 No. 52A, Malang.
4.1.3 Visi dan Misi Perusahaan
A. VISI
1. Menjadi Home Industry jasa konveksi skala nasional daninternational.
79
2. Menjadikan konveksi yang terbaik, dengan pengerjaan pesanan yang tepat
waktu dan mampu melayani permintaan pesanan sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh setiap konsumen. baik dari segi pelayanan, kualitas, maupun
kuantitas yang memuaskan.
B. MISI
1. Menciptakan lapangan kerja serta menyejahterakan karyawan dan
lingkungan sekitar perusahaan
2. Memproduksi Produk Konveksi Yang Berkualitas.
3. Mendorong Berkembangnya Ekonomi Kreatif dan Sektor Usaha Kecil Dan
Menengah
4. Mengutamakan pelayanan pada kepuasan yang optimal bagi para pelanggan.
5. Berperan aktif untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas yang dapat
memberikan kepuasan para pelanggan, karyawan dan mitra bisnis.
6. Mengembangkan sumber daya untuk dapat menghasilkan produk yang
berkualitas dan memiliki mutu yang konsisten.
4.1.4 Struktur Organisasi Konveksi Outfix_outfit
Dalam rangka mendukung tercapainnya tujuan organisasi maka perlu adanya
organisasi atau manajement yang baik pada perusahaan tersebut, diperlukan koordinasi
antara bagian yang didukung dengan adanya pendelegasian wewenang, pemberian tugas
yang jelas serta tanggung jawab pada tiap – tiap bagian. Konveksi Outfix_outfit
merupakan bagian dari salah satu bidang usaha industri rumah tangga, maka struktur
organisasinya kepengurusannya masih relatif sederhana
80
Gambar 4.1
STRUKTUR ORGANISASI KONVEKSI OUTFIX_OUTFIT
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
Berdasarkan dokumentasi perusahaan yang penulis peroleh dari direktur
perusahaan konveksi Outfix_outfit, tugas-tugas bagian diuraikan sebagai berikut:
1. Direktur
a. Bertanggung jawab atas seluruh kegiatan perusahaan baik ke dalam maupun
keluar.
b. Menetapkan secara umum rencana kerja masing-masing.
c. Mengkoordinir dan mengawasi semua pembiayaan maupun keuntungan
perusahaan.
d. Mengkoordinir dan mengawasi semua bagian yang ada di perusahaan.
DIREKTUR
Bagian Keuangan Bagian Produksi Bagian Pemasaran /
Promotion
Bagian Sablon
Bagian Packing
Bagian Jahit
Bagian Pembelian Bagian Penjualan
Bagian Potong
Bagian Administrasi
81
e. Menentukan kebijakan yang ada di perusahaan dan membuat keputusan yang
dianggap perlu.
f. Menetapkan rencana kerja perusahaan.
g. Bertanggung jawab atas kelancaran dan kelangsungan hidup perusahaan.
2. Bagian Produksi
a. Mengadakan persiapan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap jalannya proses
produksi.
b. Bertanggung jawab terhadap kelancaran proses produksi dan kualitas produksi.
c. Mengatur dan melaksanakan produksi sesuai dengan order produksi.
d. Mengatur keamanan dan keselamatan kerja buruh pada proses produksi.
e. Membuat daftar permintaan bahan baku yang diperlukan untuk produksi.
f. Mengatur mutu produksi serta efisiensi produksi.
g. Meneliti hasil produksi yang harus disesuaikan dengan standar pabrik.
h. Bertanggung jawab langsung pada pimpinan dalam memproses bahan atau
bahan mentah menjadi barang jadi.
Bagian Produksi membawahi:
1) Bagian Pembelian
Bagian ini berfungsi untuk memilih kualitas bahan yang sesuai dengan
kebutuhan perusahaan serta mengadakan pembelian bahan yang dibutuhkan
selama proses produksi..
2) Bagian Potong
Bagian ini berfungsi melakukan pemotongan terhadap bahan baku yang akan
digunakan sesuai dengan pesanan.
82
3) Bagian Jahit
Bagian ini berfungsi untuk melakukan kegiatan penjahitan terhadap bahan
baku yang sudah dipotong.
4) Bagian Sablon
Bagian ini berfungsi untuk melakukan proses penyablonan atau memberikan
gambar pada bahan yang sudah selesai dijahit. Pemberian gambar ini
disesuaikan dengan keinginan dari pemesan.
5) Bagian Packing
Bagian ini berfungsi mengadakan pemeriksaan terhadap produk yang sudah
jadi sebelum dikirim ke pemesan serta melakukan pengemasan agar produk
tidak kotor dan terlihat rapi.
3. Bagian Pemasaran
a. Mengerjakan semua hal yang berhubungan dengan pengiriman barang yang
dipesan agar sampai ke tangan konsumen.
b. Promosi hasil produksi.
Bagian Pemasaran membawahi:
1) Bagian Penjualan
Bagian ini berfungsi melaporkan hasil penjualan serta memelihara hubungan
yang baik dengan para pemesan.
4. Bagian Keuangan
a. Mengawasi, mengelola dan mengendalikan keuangan perusahaan agar dapat
sesuai dengan yang digariskan pimpinan perusahaan.
83
b. Mengolah data keuangan perusahaan, agar pada akhir tahun bisa dijadikan
laporan keuangan perusahaan.
c. Membuat laporan keuangan perusahaan pada setiap periode tertentu.
Pada bagian keuangan terdapat bagian administrasi yang bertugas mencatat
setiap pemasukan dan pengeluaran perusahaan, serta memeriksa kegiatan perusahaan
saat terjadi pesanan sampai produk dikirim.
4.2 Produk yang Dihasilkan
Pada masa-masa awal, produk yang dominan dalam kegiatan usaha ini adalah
kaos oblong. Tentu saja kaos oblong dengan nilai lebih pada keunikan grafis. Artinya,
keunikan disain grafis yang ditampilkan pada kaos oblong (melalui teknik cetak atau
sablon) itu menjadikan diferensiasi sekaligus titik jual bagi produk ini.
Pertimbangan pemilihan kaos oblong sebagai produk utama tak lepas dari
orientasi kegiatan wirausaha ini. Seperti telah diuraikan di muka, kegiatan wirausaha
yang cenderung merupakan wahana penyaluran minat ketimbang sasaran laba, ini
mengakibatkan perhatian pada sisi permintaan. Selain kaos oblong, konveksi
outfix_outfit juga memproduksi jaket, seragam, topi, polo, kemeja serta sweater.
4.3 Proses Produksi
A. Bahan Produksi
Bahan-bahan yang digunakan untuk produksi perusahaan konveksi Aba
Collection adalah bahan baku sebagai berikut:
1. Cotton (Katun)
84
ada 2 macam berdasarkan spesifikasi benang:
a. Cotton Combed
1) Serat benang lebih halus.
2) Hasil Rajutan dan penampilan lebih rata dibakar hanya menyisakan
abu
Gambar 4.2
Contoh Bahan Cotton Combed
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
b. Cotton Carded
1) Serat benang kurang halus.
2) Hasil rajutan dan penampilan bahan kurang rata.
3) Sifat kedua jenis bahan tersebut dapat menyerap keringat dan tidak
panas, karena bahan baku dasarnya adalah serat kapas.
Gambar 4.3
Contoh Bahan Cotton Carded
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
85
Keunggulan:
a) Tidak kisut apabila dicuci
b) Tidak luntur untuk bahan berwarna
c) Mudah disablon
d) Menyerap keringat.
e) Tidak berbulu
Kelemahan:
a) Bahan terasa dingin dan sedikit kaku
b) Mudah kusut
c) Pakaian / kain akan rusak bila direndam lebih dari 2 jam dalam
detergen
d) Rentan terhadap jamur
2. TC (Teteron Cotton)
1. Campuran dari Cotton Combed 35 % dan Polyester (Teteron) 65%.
2. Dibanding bahan Cotton, bahan TC kurang bisa menyerap keringat dan
agak panas di badan. Kelebihannya jenis bahan TC lebih tahan
’shrinkage’ (tidak susut atau melar) meskipun sudah dicuci berkali-kali.
Gambar 4.4
Contoh Bahan TC
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
86
Keunggulan bahan TC adalah bahan TC tidak cepat berubah bentuk. lain
halnya seperti bahan katun lain Bahan TC mempunya warna yang terang dan
tahan tidak cepat memudar.
Namun bahan kaos TC juga memiliki kelemahan panas saat dikenakan,
selain itu juga tidak menyerap keringat. Misalnya: Untuk desain baju seragam
di lapangan (outdoor), tentu kain drill lebih pas dipakai karena desain baju
seragam lapangan kebanyakan menampilkan kesan gagah/macho, juga karena
kain ini lebih tebal dan lebih kuat rajutannya dibanding dengan kain katun.
Untuk baju seragam di dalam ruangan (indoor), Anda bisa pilih kain katun atau
tropical.
3. CVC ( Cotton Viscose )
1. Campuran dari 55% Cotton Combed dan 45% Viscose.
Kelebihan dari bahan ini adalah tingkat shrinkage-nya (susut pola) lebih
kecil dari bahan Cotton. Jenis bahan ini juga bersifat menyerap keringat.
Gambar 4.5
Contoh Bahan Cotton Viscose
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
87
4. POLYESTER / PE
1. Jenis bahan ini terbuat dari serat sintetis atau buatan dari hasil olahan
minyak bumi untuk dibuat serat poly fiber dan untuk produk biji plastik.
Karena sifat bahan dasarnya, maka jenis bahan ini tidak bisa menyerap
keringat dan dipakai serasa panas.
Gambar 4.6
Contoh Bahan PE
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
Keunggulan:
1. Murah
Kelemahan:
1. Pada beberapa jenis PE untuk bahan kaos, kain ini rawan kisut apabila
dicuci dan mudah luntur.
2. Pada jenis PE untuk bahan sweater, biasanya suka berbulu sesudah
beberapa kali dicuci.
5. HYGET
1. Jenis bahan ini juga terbuat dari plastik, namun lebih tipis. Banyak
digunakan untuk keperluan kampanye partai.
88
Gambar 4.7
Contoh Bahan Hyget
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
6. Lacoste
Kain Lacoste adalah jenis bahan yang biasa digunakan untuk membuat
kaos polo/kerah
Gambar 4.8
Contoh Bahan Lacoste
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
7. Drill Katun
Kain Drill umum dipergunakan untuk bahan membuat baju seragam,
Jaket Almamater, switer, Rompi bahkan Topi. Spesifikasi bahan ini, permukaan
89
kain berserat garis-garis miring / ngdrill. Berdasarkan besar kecilnya serat secara
umum dibagi 3 jenis:
A. Twill Drill,
Saat ini terdapat kain twist drill yang memiliki karakterisitik water
repellent atau air tidak mudah menembus kain jenis ini. Kain ini biasanya
digunakan untuk jaket almamater dengan ritsleting. Sehingga jaket
almamater dengan ritsleting ini juga dapat digunakan untuk kegiatan luar
ruangan.
B. American drill ( serat sedang ),
Karakteristik kain American drill adalah permukaan kainnya lebih
lembut. Kain jenis American drill terbuat dari bahan katun dan polyester.
Anda bisa menggunakan jenis kain ini untuk membuat jas almamater.
C. Japan drill ( serat besar ).
Jenis kain drill yang paling populer digunakan untuk membuat
seragam khususnya untuk seragam lapangan adalah kain japan drill. Kain
japan drill memiliki karakteristik lebih kuat dan tebal dibandingkan jenis
kain lainnya. Kain japan drill yang paling disukai adalah yang
komposisinya lebih banyak terbuat dari katun karena lebih nyaman dipakai
dibandingkan kain japan drill yang banyak kandungan polyesternya. Merek
yang terkenal adalah Nagata Drill.
Kualitas/harga kain drill menyesuaikan dengan bahan dasarnya, semakin
banyak kadar cottonnya maka harganya semakin mahal. Biasanya jenis Japan
90
Drill mempunyai komposisi bahan cotton lebih banyak dan lebih
sedikit polyester, sehingga lebih comfort di pakai. Namun harganya tentu lebih
mahal. Lebar kain drill yang dijual di pasaran biasanya 1,5 meter
Bahan drill katun biasa digunakan sebagai bahan jaket yang menyerap
keringat, sifatnya halus dan nyaman karena serat katunnya tinggi. Cocok untuk
jaket pengendara sepeda motor yang tidak ingin kepanasan dan sekedar
menghindari kulit menjadi hitam. Bisa juga dijadikan jaket untuk komunitas,
kelompok atau paguyuban.
Gambar 4.9
Contoh Bahan Twill Drill
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
91
Gambar 4.10
Contoh Bahan American Drill
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
Gambar 4.11
Contoh Bahan Japan Drill
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
8. Kanvas
Bahan kanvas adalah bahan jaket yang digunakan untuk membuat jaket-
jaket kasual dan setengah resmi. Banyak jaket-jaket distro menggunakan bahan
ini. Kanvas pun bermacam-macam jenisnya, dari serat dan ketebalan yang
berbeda-beda. Bahan kanvas lapisan atasnya sedikit berbulu dan benang atau
material ringan mudah menempel pada bahan kanvas.
92
Gambar 4.12
Contoh Bahan Kanvas
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
9. Terry
Bahan katun yang sangat nyaman untuk jaket atau sweater, tebal namun
tidak panas karena tidak berbulu. Cocok bagi mereka yang berada di iklim
tropis. Bahan ini mirip dengan Fleece, hanya serat (alurnya) lebih kecil dan lebih
halus tidak berbulu. Penggunaannya hampir sama dengan bahan Fleece. Untuk
serat yang lebih kecil lagi dinamakan Baby Terry, karena pada awalnya bahan
ini banyak digunakan untuk baju anak lebih tepatnya untuk bayi dan balita.
Gambar 4.13
Contoh Bahan Terry
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
93
10. Fleece
Sama seperti terry, namun berbulu pada bagian dalamnya, sehingga
menjadi lebih tebal dan lebih hangat. Cocok bagi mereka yang berada di wilayah
cukup dingin. Bahan kain ini biasanya cocok digunakan untuk Sweater/jaket
untuk naik gunung.
Gambar 4.14
Contoh Bahan Fleece
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
11. Diadora, Adidas, Lotto
Namanya terlihat memang seperti merek, karena ketiga jenis kain
ini adalah bahan yang sering digunakan untuk bahan jaket sporty – jaket
olahraga. Oleh pedagang dan produsen kain di Indonesia nama yang sudah
menjadi merek itu dipakai untuk dijadikan nama bahan kain tersebut. Lotto dan
Diadora adalah bahan jaket yang agak mengkilat, Diadora agak lebih tebal,
sedangkan Adidas lebih tidak mengkilat.
94
Gambar 4.15
Contoh Bahan Lotto
Gambar
Contoh Bahan Diadora
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
Gambar 4.16
Contoh Bahan diadora
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
Gambar 4.17
Contoh Bahan Adidas
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
95
12. Taslan
Bahan ini tergolong bahan parasit, karena bahan ini ada yang anti air .
Namun, bahan taslan juga banyak macamnya seperti taslan salur, taslan korea,
taslan lokal, atau taslan yang lain.
Gambar 4.18
Contoh Bahan taslan
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
Bahan taslan memiliki keunggulan bahan yang kedap air, tebal dan
nyaman saat dipakai. Permukaan bahan agak licin dan memiliki kerapatan serat
bahan yang tingg, dengan lapisan balon dibagian dalam sehingga tahan terhadap
air (Waterproof), lebih ringan sehingga lebih mudah dilipat, sifat bahan taslan
ketika terkena air hujan seperti air di daun talas.
13. Mikro
Bahan kain bertipe lemas, tipis, sedikit anti air, karena permukaannya
tidak menyerap air. Cocok dan dapat digunakan untuk jaket atau kemeja.
96
Gambar 4.19
Contoh Bahan Mikro
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
14. Jeans
Bahan yang biasa digunakan untuk celana dan jaket, tebal dan kuat.
B. Proses Produksi
Proses kreatif produksi pada masing-masing usaha melewati beberapa tahapan
produksi. Berawal dari membuat desain kaos dan gambar untuk sablon kaos, kemudian
menentukan bahan kaos yang diinginkan, setelah itu kaos dikerjakan mulai dari potong
bahan kaos, memindahkan gambar pada film yang kemudian disablon kan pada bahan
kaos yang sudah dipotong, setelah itu bahan kaos yang sudah disablon akan melalui
proses jahit sesuai ukuran kaos yang diinginkan.
Setiap tahapan produksi dikerjakan oleh tenaga kerja yang memiliki keahlian
masing-masing. Tenaga kerja ini merupakan unsur dari proses produksi kaos.
97
Gambar 4.20
Matriks Proses Produksi
PROSES PRODUKSI BAHAN BAKU
TENAGA
KERJA
ALAT/ TEKNOLOGI
Mendesain Desainer Perangkat komputer
dengan aplikasi
coreldraw dan adobe
photoshop
Memotong Kain Pengrajin Kaos Mesin potong kain,
Gunting
Menyablon Cat sablon Pengrajin
Sablon
Meja sablon dan screen
sablon
Menjahit Benang bahan
kaos
Penjahit Mesin jahit dan mesin
obras overdeck
Memasang Kancing Kain Penjahit Mesin lobang kancing
Menyetrika dan
Mengemas
Pengrajin
setrika
Setrika dan plastik
pembungkus
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
Pada awal tahun kedua, diversifikasi yang dilakukan tidak hanya diversifikasi
produk melainkan diversifikasi bidang usaha, yaitu bidang perancang grafis dan animasi
komputer yang melayani produk-produk pesanan. Proses Perancangan Produk salah
satunya adalah Desainer adalah seseorang atau individu yang berprofesi menelaah,
menciptakan bentuk fisik produk (dalam hal ini kaos) dan memikirkan pula kelayakan
98
psikologis, fisiologis-ergonomis, sosial, ekonomis, estetis, fungsi dan teknis. Pekerjaan
sebagai desainer pada usaha produksi kaos pada umumnya melakukan proses yang sama
pada perancangan desain kaos pesanan. Yang paling utama adalah memahami desain
yang diinginkan klien kemudian mengaplikasikannya ke dalam desain. Biasanya
desainer menerima konsep mentah artinya desainer hanya melanjutkan atau
mematangkan desain yang diinginkan klien, dalam hal ini desainer menjembatani antara
keinginan pelanggan dan aplikasi desain pada teknik sablon.
Dalam prosesnya, kegiatan desainer di dalam industri kreatif kaos tetap dipantau
oleh pengusaha karena kegiatan proses kreatif merupakan kegiatan bersama, bukan dari
desainer sendiri. Seperti telah diungkapkan di atas, aspek desain memegang peranan
penting dalam kegiatan wirausaha ini mengingat sejumlah hal berikut:
a) Aspek disain merupakan andalan produk Konveksi Outfix_Outfit. Melalui
desain yang spesifik dengan menggabungkan lokalitas, humor, dan semangat
bermain-main dalam dunia seni diharapkan pula tercipta unsur atrractiveness
sebagai daya tarik utama produk.
Gambar 4.21
Prosedur Desain
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
Desain Awal Produksi Forum
Komentar
Forum
Eksekusi
Pracetak
Recycle Bin
99
Usulan awal desain dapat berasal dari manapun, termasuk usulan yang datang
dari konsumen. Usulan ini secara kolektif dikembangkan menjadi berbagai alternatif
rancangan awal oleh tim kreatif. Forum komentar ini terbuka untuk seluruh anggota
kelompok dalam kesempatan tertentu.
b) Strategi Desain, seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya, aspek desain
pada kegiatan wirausaha ini sangatlah signifikan mengingat perannya dalam
memebentuk keunggulan produk. Untuk itu, produk Outfix_Outfit harus
menggunakan strategi desain yang spesifik pula. Secara garis besar, desain-
desain yang dirilis oleh Outfix_Outfit memiliki sejumlah karakteristik antara
lain sebagai berikut :
1) Mengangkat romantisme
2) Menertawakan diri sendiri
Dengan strategi desain semacam itu, produk Outfix_Outfit kemudian memiliki
sejumlah keistimewaan atau setidaknya perbedaan dengan produk sejenis yang ada
selama ini:
1) Proses pemotongan bahan
Proses pemotongan ini termasuk proses persiapan, maksudnya ialah pengerjaan
pesanan konsumen. Proses ini membutuhkan waktu yang relatif lama, sebab proses
ini membutuhkan kesesuaian dengan pola (semacam arsitek) yang akan menentukan
bagaimana bentuk atau mode yang akan dibuat. Setelah proses ini selesai, maka
hasilnya dikirim pada bagian penjahitan.
2) Menyablon
100
Unsur proses produksi kaos yang kedua adalah pengrajin sablon kaos. Pengertian
pengrajin terletak pada keterampilan yang dimiliki seseorang. Keterampilan itu
mencakup keterampilan dalam menciptakan suatu barang atau ketarampilan dalam
menggunakan peralatan yang mendukung. Adapun barang yang diciptakan itu tidak
menuntut keaslian ataupun pembaharuan. Dalam hal ini tidak ada aturan tertentu
atau norma.
Menurut Umar Kayam, pengertian pengrajin adalah : “mereka yang memiliki
keterampilan khusus yang didapatkan dan penyampaian turun temurun dari nenek
moyang yang didapat melalui proses sosialisasi dari lingkungan budayanya.” (Umar
Kayam dalam Larasati Suliantoro Sulaiman 1985 : 22). Jadi dari pengertian di atas,
maka menurut penulis pengrajin adalah seseorang yang mempunyai keterampilan
khusus dalam menciptakan suatu barang yang mempunyai kualifikasi fungsional dan
estetis. Barang tersebut berupa pakaian jadi seperti kaos.
Pengertian pengrajin sablon kaos menurut penuturan Sugeng Triono (37 tahun)
adalah pengrajin sablon kaos itu orang yang mengerjakan pesanan setelah desain dan
harga pesanan sudah disepakati,kerjaanya ada yang borongan dan harian. Sedangkan
pengertian pengrajin sablon kaos menurut Rizqon Lazuardi (27 tahun) adalah pengrajin
sablon kaos adalah orang yang mengerjakan potong bahan kaos, cetak sablon pada kaos,
kemudian menjahit dan akhirnya dipacking/bungkus, setelah itu diserahkan pada
pemesan.
Dari penuturan-penuturan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian pengrajin
sablon kaos adalah orang yang bekerja dalam industri produksi kaos yang mempunyai
pekerjaan khusus produksi kaos. Proses produksi kaos meliputi potong bahan kaos,
101
cetak sablon pada kaos, kemudian menjahit dan akhirnya dipacking/bungkus.
Keterampilan yang dimiliki oleh pengrajin sablon kaos diperoleh dari masyarakat
sekitar dan diri pribadi untuk menekuni produksi kaos. Keterampilan ini meliputi
keterampilan dalam mengepress desain ke dalam screen, menggesut/mengkuaskan cat
pada media sablon, potong kain, dan menjahit. Adapaun prosesnya sebagai berikut:
1. Menjahit dan Memasang Kancing
Pada proses ini menggunakan beberapa mesin yaitu mesin jahit, mesin obres,
mesin dek dan mesi karet.
2. Kaos Oblong
Untuk jenis kaos ini bahan langsung jahit yaitu bahan bagian lengan, didek
terlebih dahulu bagian bawah dengan melipatnya. Setelah itu bahan bagian
badan diobras bagian bahunya. Kemudian bagian lengan yang sudah didek
disatukan dengan bagian badan dengan cara obras. Selanjutnya mengobras
bagian tepi lengan langsung ke bagian bawah. Baru kemudian dipasang rip
bagian leher. Tahap berikutnya adalah bagian bawah kaos disum dengan
menggunakan mesin dek.
3. Kaos Krah Kancing
Tahap pertama pengerjaan untuk jenis kaos ini adalah membuat tempat kancing
dan pemasangan kerah dengan menggunakan mesin jahit. Seperti halnya pada
jenis kaos oblong, bahan bagian lengan didek terlebih dahulu, kemudian bahan
untuk badan diobras terlebih dahulu bagian bahunya. Setelah itu disatukan
antara lengan dengan badan, dengan cara mengobras. Selanjutnya mengobras
pada bagian tepi lengan langsung ke badan bagian bawah. Akhirnya bagian
102
bawah kaos disum dengan mesin dek. Tahap terakhir membuat lubang kancing
dan memasang kancingnya sekaligus.
4. Proses Pengemasan
Setiap pesanan selesai dijahit, maka selanjutnya dilipat satu persatu, kemudian
dimasukkan pada kantong plastik dan siap diambil oleh pemesannya.
Jadi, proses produksi dapat digambarkan seperti:
Gambar 4.22
Proses Produksi
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
KAIN
MENJAHIT
MENYABLON
PEMOTONGAN
DESAIN MODEL PASANG KANCING
KANCING
MENYETRIKA DAN MENGEMAS
103
4.4 Personalia
4.4.1 Jumlah Tenaga Kerja
Tenaga kerja Konveksi Outfix_outfit keseluruhan berjumlah 10 orang.
Tabel 4.1
Jumlah Tenaga Kerja Konveksi Outfix_Outfit
BAGIAN Jumlah
Desain 2
Memotong 2
Menyablon 1
Menjahit 2
Menyetrika dan Mengemas 3
TOTAL 10
Sumber: wawancara Konveksi Outfix_outfit, 2016
Dua orang desainer yang menangani pesanan dari konsumen, dan 8
orang bagian produksi yang merupakan karyawan outsourching yang terbagi di
berbagai tempat.
4.4.2 Sistem Pengupahan
Untuk membalas jasa karyawannya, Konveksi Outfix_outfit
menggunakan sistem pengupahan. Selain menerima upah, karyawan juga
menerima tunjangan-tunjangan dari Konveksi Outfix_outfit. Tunjangan-
tunjangan yang diberikan oleh Konveksi Oufix_outfit dimaksudkan untuk
mensejahterakan karyawannya. Tunjangan-tunjangan tersebut antara lain
tunjangan hari raya (THR), bonus, dan lain-lain.
104
4.4.3 Jam Kerja
Karyawan bekerja selama 7 hari, Senin sampai dengan Minggu. Dalam
sehari, setiap karyawan bekerja efektif selama 8 jam kerja, kecuali hari Minggu
dan Jumat.
Hari Senin – Sabtu : 08.00 – 17.00 WIB
Minggu : 08.00 – 12.00 WIB
Istirahat Senin – Sabtu : 12.00 – 13.00 WIB
Istirahat Jumat : 12.00 – 14.00 WIB
4.5 Pemasaran Konveksi Outfix_Outfi
Dalam kegiatan wirausaha kelompok Outfix_outfit, pemasaran menjadi aspek
yang selama 2 tahun berjalan ini dilakukan secara intuitif. Peningkatan penjualan dan
popularitas Outfix_outfit lebih merupakan sinergi kondisi yang selama ini (disengaja
atau tidak) ternyata produk, lokasi penjualan, harga dan promosi dapat mengambarkan
hal ini.
Dari sisi produk, semangat kelompok Outfix_outfit yang mengutamakan
kreativitas dalam cara ungkap bermain-main tiba-tiba memasukkan produk-produknya
ke dalam ceruk yang selama ini belum banyak tergarap dunia per kaos oblongan. Desain
sebagai selling point ternyata, secara tidak sengaja telah didekati dengan strategi yang
spesifik sehingga memunculkan produk yang terkesan “baru” dan karena itu istimewa.
Pada sisi promosi, Konveksi Outfix_outfit nelalui media sosial seperti line,
instagram, twitter, dan whatsap yang menjadi keuntungan tersendiri. Demam merancang
yang melanda anggota Konveksi Outfix_outfit pada hampir satu tahun pertama yang
105
menghasilkan desain dalam jumlah besar ternyata cukup membombardir pasar. Jika
dapat dipandang sebagai trend, maka banyaknya varietas desain kaos oblong Konveksi
Outfix_outfit yang sangat menyokong perkembangan trend tersebut.
Di sisi lain, terbatasnya ruang penjualan, terbatanya persediaan barang, dan
membludaknya pembeli mengakibatkan kerumunan besar terutam di masa-masa liburan
kuliah. Kerumunan semacam ini segera menjadi fenomena yang banyak dibicarakan,
yang berarti juga merupakan publikasi cuma-cuma.
Secara tidak sengaja pula, selama dua tahun itu Konveksi Outfix_outfit telah
menancapkan citranya. Semangat bermain-main yang diutamakan oleh kelompok ini
membuat desain-desain produk Outfix_outfit bernuansa nakal dan lucu. Dengan
kemunculan ragam desain yang relatif besar, kecenderungan ini semakin kuat.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. PENGEMBANGAN PRODUK
Pengembangan produk merupakan salah satu faktor penting yang harus
dilakukan oleh usaha konveksi outfix-outfit. Menurut McDaniel(2004:450)
pengembangan produk adalah strategi pemasaran yang memerlukan
penciptaan produk baru yang dapat dipasarkan, proses merubah aplikasi
untuk teknologi baru ke dalam produk yang dapat dipasarkan. Sedangkan
menurut Kotler dan Armstrong (2004:398) pengembangan produk
merupakan strategi untuk pertumbuhan perusahaan dengan menawarkan
modifikasi atau produk baru ke segmen pasar yang ada sekarang.
Pengembangan produk yang dilakukan oleh Konveksi Outfix-outfit
antaralain:
106
a. Perubahan desain sesuai mode yang berlaku / trend,
b. Peningkatan kualitas bahan dan jahitan.
2. PENGEMBANGAN WILAYAH PEMASARAN
Pengembangan wilayah pemasaran konveksi outfix-outfit antaralain:
a. Akan direncakan untuk menjajaki ekspor
b. Perluasan wilayah pemasaran dengan menjalin kerjasama dengan
distributor di daerah Malang
3. KEGIATAN PROMOSI
A. Promosi penjualan
a. Produk sampel
b. Intensifikasi pameran dagang, bazaar
c. Diskount khusus / pemberian voucher
d. Jaminan produk
B. Iklan
a. Brosur / Daftar harga
b. Selebaran
c. Media sosial ( twitter, instagram, facebook, line, whatsapp )
C. Personal Selling
107
4. STRATEGI PENETAPAN HARGA
Harga disesuaikan dengan kondisi ekonomi mahasiswa
4.6 Deksripsi Data
Biaya produksi adalah semua biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan
produksi dari suatu produk mulai dari saat pembelian bahan baku sampai dengan
produk tersebut selesai dan siap dijual.
Dalam penelitian ini, penulis mengambil tempat penelitian di Konveksi
Outfix_outfit. Konveksi ini merupakan UMKM yang memproduksi kaos, jaket, sweater,
topi, seragam, kemeja, hoodie, dan training. Dalam hali ini penulis membatasi ruang
lingkup penelitian hanya pada kaos oblong dan jaket karena produk ini merupakan
produk yang sudah dikenal dan menjadi salah satu trensdetter produk kaos dan jaket
yang sangat familiar di daerah Malang, bahkan dikenal sampai ke luar Malang.
Konveksi Outfix_outfit telah menetapkan standar biaya produksi yang terdiri
dari standar biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung berdasarkan evaluasi
proses produksi tahun sebelumnya. Penetapan standar biaya produksi dimaksud,
dilakukan Konveksi Outfix_outfit pada awal tahun periode produksi sebelum proses
produksi dilaksanakan.
4.6.1 Standar Biaya Produksi
Standar biaya produksi terdiri dari standar biaya bahan, standar biaya tenaga
kerja langsung, dan standar biaya overhead pabrik. Standar biaya bahan baku dapat
108
ditentukan dengan cara mengalikan standar harga bahan baku dengan standar kuantitas
(pemakaian) bahan baku. Oleh karena itu sebelum menentukan standar biaya bahan
baku harus ditentukan terlebih dahulu standar harga bahan baku dan standar kuantitas
(pemakaian) bahan baku.
4.6.2 Standar Biaya Bahan Baku
Standar biaya bahan baku dapat ditentukan dengan cara mengalikan standar harga
bahan baku dengan standar kuantitas (pemakaian) bahan baku. Oleh karena itu sebelum
menentukan standar biaya bahan baku harus ditentukan terlebih dahulu standar harga
bahan baku dan standar kuantitas (pemakaian) bahan baku.
4.6.2.1 Standar Harga Bahan Baku
Standar harga bahan baku adalah harga bahan baku perunit yang
seharusnya dibeli. Berikut standar harga bahan baku Konveksi
Outfix_outfit tahun 2013:
Tabel 4.2
Standar Biaya Bahan Baku di Tahun 2013
Bahan Jumlah Harga perkiraan Harga Total
Kain Cotton Combed 2 Rp1.300.000,00 Rp2.600.000,00
Kain Cotton Carded 1 Rp3.100.638,00 Rp3.100.638,00
Taslan 15 Rp50.000,00 Rp750.000,00
Adidas 1 Rp3.240.200,00 Rp3.240.200,00
Kancing 780 Rp250 Rp195.000,00
Resleting 150 Rp3.000,00 Rp450.000,00
Furing 45 Rp30.000,00 Rp1.350.000,00
Cat sablon 5 Rp55.000,00 Rp275.000,00
Rib 200 Rp3.000,00 Rp600.000,00
Benang jahit 2 Rp130.000,00 Rp260.000,00
Tali kur 1 Rp22.800,00 Rp22.800,00
TOTAL Rp12.842.638,00
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
109
Tabel 4.3
Standar Biaya Bahan Baku di Tahun 2014
Bahan Jumlah Harga Perkiraan Harga Total
Kain Cotton Combed 5 Rp1.400.000,00 Rp7.000.000,00
Kain Cotton Kardet 3 Rp1.500.000,00 Rp4.500.000,00
Fleece 2 Rp3.300.000,00 Rp6.600.000,00
American Drill 2 Rp3.200.000,00 Rp6.400.000,00
Babytery 25 Rp45.000,00 Rp1.125.000,00
Lacoste 50 Rp40.000,00 Rp2.000.000,00
Taslan 35 Rp55.000,00 Rp1.925.000,00
Kancing 2890 Rp200,00 Rp578.000,00
Resleting 750 Rp1.500,00 Rp1.125.000,00
Furing 1 Rp1.210.056,00 Rp1.210.056,00
Cat sablon 12 Rp55.000,00 Rp660.000,00
Rib 850 Rp3.000,00 Rp2.550.000,00
Benang Jahit 5 Rp120.000,00 Rp600.000,00
Tali Kur 3 Rp25.000,00 Rp75.000,00
TOTAL Rp36.348.056,00
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
Tabel 4.4
Standar Biaya Bahan Baku di Tahun 2015
Bahan Jumlah Harga Perkiraan Harga Total
Kain Cooton Combed 6 Rp1.550.000,00 Rp9.300.000,00
Fleece 4 Rp3.280.000,00 Rp13.120.000,00
Babytery 2 Rp3.810.000,00 Rp7.620.000,00
American Drill 2 Rp3.300.000,00 Rp6.600.000,00
Taslan 30 Rp55.000,00 Rp1.650.000,00
Adidas 1 Rp3.374.244,00 Rp3.374.244,00
Furing 1 Rp1.300.000,00 Rp1.300.000,00
Kancing 2750 Rp200,00 Rp550.000,00
Resleting 680 Rp1.500,00 Rp1.020.000,00
Cat sablon 13 Rp55.000,00 Rp715.000,00
Rib 690 Rp3.000,00 Rp2.070.000,00
Benang Jahit 7 Rp120.000,00 Rp840.000,00
Tali kur 4 Rp20.000,00 Rp80.000,00
TOTAL Rp48.239.244,00
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
110
Standar harga bahan baku yang telah ditetapkan Konveksi
Outfix_outfit untunk tahun 2013 sebesar Rp 37.717. Artinya, untuk
melakukan proses produksi selama satu tahun diharapkan menggunakan
harga bahan baku sesesar Rp 37.717 per kilogram.
Standar harga bahan baku yang telah ditetapkan Konveksi
Outfix_outfit untunk tahun 2014 sebesar Rp 42.775. Artinya, untuk
melakukan proses produksi selama satu tahun diharapkan menggunakan
harga bahan baku sesesar Rp 42.775 per kilogram.
Standar harga bahan baku yang telah ditetapkan Konveksi
Outfix_outfit untunk tahun 2015 sebesar Rp 44.685. Artinya, untuk
melakukan proses produksi selama satu tahun diharapkan menggunakan
harga bahan baku sesesar Rp 44.685 per kilogram. Berikut tabel standar
harga bahan baku Konveksi Outfix_outfit tahun 2013 – 2015
Tabel 4.5
Standar Biaya Bahan Baku di Tahun 2013 – 2015 Per Kilogram
4.6.2.2 Standar Kuantitas (Pemakaian) Bahan Baku
Untuk menghasilkan kapasitas normal sebesar 80.500 satuan
digunakan bahan sebanyak 366 kilogram. Kapasitas sesungguhnya pada
STANDAR
BIAYA BAHAN BAKU
2013
STANDAR
BIAYA BAHAN BAKU
2014
STANDAR BIAYA
BAHAN BAKU
2015
Rp 37.717,00 Rp 42.775,00 Rp 44.685,00
111
tahun 2013 sebesar 75.000 satuan. Untuk mengetahui kuantitas standar
bahan baku, secara matematis dicari sebagai berikut:
Kuantitas sesungguhnya = Kapasitas sesungguhnya x Kuantitas
standar per satuan
= 75.000 satuan x 0,00454 kg/satuan
= 340,5 kilogram
Jadi, standar kuantitas (pemakaian) bahan baku yang ditetapkan
Konveksi Outfix_outfit untuk tahun 2013 sebesar 340,5 kilogram. Artinya,
dalam melakukan proses produksi selama satu tahun seharusnya
menggunakan bahan baku sebanyak 340,5 kilogram. Dalam hal ini, untuk
pemakaian satu kilogram bahan kain rata-rata dapat menghasilkan tiga
potong kaos.
Jadi, standar biaya bahan baku yang ditetapkan Konveksi
Outfix_outfit untuk tahun 2013 sebesar Rp 12.842.638,00, hasil ini didapat
dengan cara mengalikan standar harga bahan baku sebesar Rp 37.717
dengan standar kuantitas bahan baku sebesar 340,5 kilogram.
Untuk menghasilkan kapasitas normal sebesar 80.500 satuan
digunakan bahan sebanyak 912,20 kilogram. Kapasitas sesungguhnya pada
tahun 2014 sebesar 75.000 satuan. Untuk mengetahui kuantitas standar
bahan baku, secara matematis dicari sebagai berikut:
112
Kuantitas standar = Kapasitas sesungguhnya x Kuantitas standar per
satuan
= 75.000 satuan x 0,01133 kg/satuan
= 849,75 kilogram
Jadi, standar kuantitas (pemakaian) bahan baku yang ditetapkan
Konveksi Outfix_outfit untuk tahun 2014 sebesar 849,75 kilogram.
Artinya, dalam melakukan proses produksi selama satu tahun seharusnya
menggunakan bahan baku sebanyak 849,75 kilogram.
Jadi, standar biaya bahan baku yang ditetapkan Konveksi
Outfix_outfit untuk tahun 2014 sebesar Rp36.348.056,00, hasil ini didapat
dengan cara mengalikan standar harga bahan baku sebesar Rp 42.775,00
dengan standar kuantitas bahan baku sebesar 849,75 kilogram.
Untuk menghasilkan kapasitas normal sebesar 82.000 satuan
digunakan bahan sebanyak 1.150 kilogram. Kapasitas sesungguhnya pada
tahun 2015 sebesar 77.000 satuan. Untuk mengetahui kuantitas standar
bahan baku, secara matematis dicari sebagai berikut:
113
Kuantitas standar = Kapasitas sesungguhnya x Kuantitas standar per
satuan
= 77.000 satuan x 0,01402 kg/satuan
= 1.079,54 kilogram
Jadi, standar kuantitas (pemakaian) bahan baku yang ditetapkan
Konveksi Outfix_outfit untuk tahun 2015 sebesar 1079,54 kilogram.
Artinya, dalam melakukan proses produksi selama satu tahun seharusnya
menggunakan bahan baku sebanyak 1079,54 kilogram.
Jadi, standar biaya bahan baku yang ditetapkan Konveksi
Outfix_outfit untuk tahun 2015 sebesar Rp48.239.244,00, hasil ini didapat
dengan cara mengalikan standar harga bahan baku sebesar Rp 44.685,00
dengan standar kuantitas bahan baku sebesar 1079,54 kilogram. Berikut
tabel standar kuantitas bahan baku Konveksi Outfix_outfit tahun 2013 –
2015 :
114
Tabel 4.6
Standar Kuantitas Bahan Baku di Tahun 2013 – 2015
TAHUN
KAPASITAS
NORMAL
( A )
KUANTITAS
BAHAN BAKU
KG
( B )
KUANTITAS
STANDAR
PER SATUAN
(C )
= ( B / A )
KAPASITAS
SESUNGGUHNYA
(D )
KUANTITA
S STANDAR
BAHAN
BAKU
( E )
= ( D * C )
STANDAR
HARGA
BAHAN BAKU
PER KG
( F )
STANDAR
BIAYA BAHAN
BAKU
( G )
= ( E * F )
2013 Rp 80.500,00 366 Kg 0,00454Kg/satuan Rp 75.000,00 340,5 Kg Rp 37.717 Rp 12.842.638,00
2014 Rp 80.500,00 912,20 Kg 0,01133 Kg/satuan Rp 75.000,00 849,75 Kg Rp 42.775,00 Rp36.348.056,00
2015 Rp 82.000 1.150 0,01402 kg/satuan Rp 77.000 1.079,54 Rp 44.685,00 Rp48.239.244,00
115
4.6.3 Standar Biaya Tenaga Kerja Langsung
Standar biaya tenaga kerja langsung ditentukan dengan cara mengalikan
standar tarif upah langsung dengan standar jam kerja langsung.
4.6.3.1 Standar Tarif Upah Langsung
Konveksi Outfix_outfit menetapkan standar tarif upah langsung untuk
tahun 2013 sebesar Rp 2.200,00 per jam kerja langsung. Artinya, untuk
melakukan proses produksi selama satu jam kerja seharusnya karyawan
menerima upah sebesar Rp 2.200,00.
4.6.3.2 Standar Jam Kerja Langsung
Jumlah jam normal yang digunakan Konveksi Outfix_outfit dalam
melakukan proses produksi sebesar 2.628 jam kerja langsung dengan
menghasilkan kapasitas normal sebesar 80.500 satuan. Kapasitas produksi
sesungguhnya pada tahun 2013 sebesar 75.000 satuan. Untuk mengetahui jumlah
standar jam kerja langsung pada tahun 2013 secara matematis dicari sebagai
berikut:
Jam standar = Kapasitas sesungguhnya x Jam standar per satuan
= 75.000 satuan x 0,0326 JKL/satuan
= 2.445 jam kerja langsung
116
Jadi, jam kerja langsung yang ditetapkan Konveksi Outfix_outfit sebesar 2.445
jam kerja langsung. Artinya, target produksi selama satu tahun seharusnya dicapai
dengan menggunakan jam kerja langsung sebesar 2.445 jam kerja langsung.
Jadi, standar biaya tenaga kerja langsung yang ditetapkan Konveksi
Outfix_outfit untuk tahun 2013 sebesar Rp 5.379,00 . Hasil ini didapat dengan cara
mengalikan standar tarif upah langsung sebesar Rp 2.200,00 jam kerja langsung dengan
standar jam kerja langsung sebesar 2.445 jam kerja langsung.
Jumlah standar jam kerja langsung pada tahun 2014 secara matematis dicari
sebagai berikut:
Jam standar = Kapasitas sesungguhnya x Jam standar per satuan
= 75.000 satuan x 0,0777 JKL/satuan
= 5.827,5 jam kerja langsung
Jadi, standar biaya tenaga kerja langsung yang ditetapkan Konveksi
Outfix_outfit untuk tahun 2014 sebesar Rp 16.317.000,00 . Hasil ini didapat dengan
cara mengalikan standar tarif upah langsung sebesar Rp 2.800,00 jam kerja langsung
dengan standar jam kerja langsung sebesar 5.827,5 jam kerja langsung.
Jumlah jam normal yang digunakan Konveksi Outfix_outfit pada tahun 2015
dalam melakukan proses produksi sebesar 6.720 jam kerja langsung dengan
117
menghasilkan kapasitas normal sebesar 82.000 satuan. Kapasitas produksi
sesungguhnya pada tahun 2015 sebesar 78.400 satuan. Untuk mengetahui jumlah
standar jam kerja langsung pada tahun 2013 secara matematis dicari sebagai berikut:
Jam standar = Kapasitas sesungguhnya x Jam standar per satuan
= 78.400 satuan x 0,08195 JKL/satuan
= 6.425 jam kerja langsung
Jadi, standar biaya tenaga kerja langsung yang ditetapkan Konveksi
Outfix_outfit untuk tahun 2015 sebesar Rp 19.917.500,00 . Hasil ini didapat dengan
cara mengalikan standar tarif upah langsung sebesar Rp 3.100,00 jam kerja langsung
dengan standar jam kerja langsung sebesar 6.425 jam kerja langsung.
Berikut tabel biaya tenaga kerja langsung 2013 – 2015:
118
4.7 Realisasi Biaya Bahan Baku dan Biaya Tenaga Kerja Langsung
4.7.1 Realisasi Biaya Bahan Baku
Tabel 4.7
Realisasi Biaya Bahan Baku Tahun 2013
Bahan Jumlah Biaya Realisasi Biaya Total
Kain Cotton Combed 2 Rp1.250.000,00 Rp2.500.000,00
Kain Cotton Carded 1 Rp2.950.000,00 Rp2.950.000,00
Taslan 15 Rp45.000 Rp675.000,00
Adidas 1 Rp3.175.326,00 Rp3.175.326,00
Kancing 780 Rp150,00 Rp117.000,00
Resleting 150 Rp1.000,00 Rp150.000,00
Furing 45 Rp15.000,00 Rp675.000,00
Cat sablon 5 Rp45.000,00 Rp225.000,00
Rib 200 Rp1.500,00 Rp300.000,00
Benang jahit 2 Rp 110.00,00 Rp220.000,00
Tali kur 1 Rp15.005,00 Rp15.005,00
TOTAL Rp11.002.326,00
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
Realisasi biaya bahan baku Konveksi Outfix_outfit pada tahun 2013 sebesar Rp
11.002.010,00. Realisasi biaya bahan baku ini dihasilkan dari kuantitas (pemakaian)
bahan baku sesungguhnya sebesar 366 kilogram dengan harga bahan baku
sesungguhnya sebesar Rp 30.061,00 per kilogram.
119
Tabel 4.8
Realisasi Biaya Bahan Baku Tahun 2014
Bahan Jumlah Biaya Realisasi Biaya Total
Kain Cotton Combed 5 Rp1.360.000,00 Rp6.800.000,00
Kain Cotton Kardet 3 Rp1.300.000,00 Rp3.900.000,00
Fleece 2 Rp3.205.000,00 Rp6.410.000,00
American Drill 2 Rp3.050.000,00 Rp6.100.000,00
Babytery 25 Rp42.000,00 Rp1.050.000,00
Lacoste 50 Rp40.000,00 Rp2.000.000,00
Taslan 35 Rp48.500,00 Rp1.697.500,00
Kancing 2890 Rp200,00 Rp578.000,00
Resleting 750 Rp1.200,00 Rp900.000,00
Furing 1 Rp1.152.500,00 Rp1.152.200,00
Cat sablon 12 Rp53.000,00 Rp636.000,00
Rib 850 Rp3.000,00 Rp2.550.000,00
Benang Jahit 5 Rp120.000,00 Rp600.000,00
Tali Kur 3 Rp18.500,00 Rp55.500,00
TOTAL Rp34.429.200,00
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
Realisasi biaya bahan baku Konveksi Outfix_outfit pada tahun 2014 sebesar Rp
34.429.200. Realisasi biaya bahan baku ini dihasilkan dari kuantitas (pemakaian) bahan
baku sesungguhnya sebesar 860,73 kilogram dengan harga bahan baku sesungguhnya
sebesar Rp 40.000,00 per kilogram.
120
Tabel 4.9
Realisasi Biaya Bahan Baku Tahun 2015
Bahan Jumlah Biaya Actual Harga Total
Kain Cooton Combed 6 Rp1.410.000 Rp8.460.000,00
Fleece 4 Rp3.160.000 Rp12.640.000,00
Babytery 2 Rp3.150.000 Rp6.300.000,00
American Drill 2 Rp3.100.000 Rp6.200.000,00
Taslan 30 Rp48.500 Rp1.455.000,00
Adidas 1 Rp3.186.060 Rp3.186.060,00
Furing 1 Rp1.162.500 Rp1.162.500,00
Kancing 2750 Rp150 Rp412.500,00
Resleting 680 Rp1.000 Rp680.000,00
Cat sablon 13 Rp47.000 Rp611.000,00
Rib 690 Rp2.500 Rp1.725.000,00
Benang Jahit 7 Rp110.000 Rp770.000,00
Tali kur 4 Rp15.000 Rp60.000,00
TOTAL Rp43.662.060,00
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
Realisasi biaya bahan baku Konveksi Outfix_outfit pada tahun 2015 sebesar Rp
43.662.060,00. Realisasi biaya bahan baku ini dihasilkan dari kuantitas (pemakaian)
bahan baku sesungguhnya sebesar 1.032,20 kilogram dengan harga bahan baku
sesungguhnya sebesar Rp 42.300 per kilogram.
4.7.2 Realisasi Biaya Tenaga Kerja Langsung
Realisasi biaya tenaga kerja langsung Konveksi Outfix_outfit pada tahun 2013
sebesar Rp 6.416.820,00. Realisasi biaya tenaga kerja langsung ini dihasilkan dari tarif
upah langsung sesungguhnya sebesar 2.330,00 per jam kerja langsung dengan jumlah
jam kerja langsung sesungguhnya 2.754 jam kerja langsung.
121
Realisasi biaya tenaga kerja langsung Konveksi Outfix_outfit pada tahun 2014
sebesar Rp 10.252.000,00. Realisasi biaya tenaga kerja langsung ini dihasilkan dari tarif
upah langsung sesungguhnya sebesar 2.330,00 per jam kerja langsung dengan jumlah
jam kerja langsung sesungguhnya 4.400 jam kerja langsung
Realisasi biaya tenaga kerja langsung Konveksi Outfix_outfit pada tahun 2015
sebesar Rp 17.385.000,00. Realisasi biaya tenaga kerja langsung ini dihasilkan dari tarif
upah langsung sesungguhnya sebesar 2.850,00 per jam kerja langsung dengan jumlah
jam kerja langsung sesungguhnya 6.100 jam kerja langsung
Tabel 4.10
Realisasi Biaya Tenaga Kerja Langsung 2013-2015
Tahun
Tenaga Kerja
Tarif Upah
Langsung
Realisasi Jam
Kerja Langsung
Standar Biaya Tenaga
Kerja Langsung
2013 Rp2.330,00 2.754 Jam Rp 6.416.820,00
2014 Rp2.330,00 4.400 Jam Rp 10.252.000,00
2015 Rp2.850,00 6.100 Jam Rp 17.385.000,00
Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016
4.8 Analisis Data
Untuk menjawab permasalahan pertama, kedua dan ketiga akan dilakukan
perhitungan selisih dengan cara membandingkan antara biaya bahan baku sesungguhnya
dengan standar biaya bahan baku. Apabila pada selisih biaya bahan baku yang terjadi
adalah selisih tidak menguntungkan, maka akan dikategorikan termasuk ke dalam
kategori tidak terkendali.
122
4.8.1 Selisih Biaya Bahan Baku
SBB = ( Ks x Hs ) – ( Kst x Hst )
SBB = (366 x Rp 30.061,00 ) – (340,5 x Rp 37.717,00)
= Rp 11.002.010,00 – Rp. 12.842.638,00
= Rp 1.840.628,00 (Favorable)
Dimana:
SBBB = Selisih Biaya Bahan Baku
Ks = Kuatitas sesungguhnya atas bahan baku dipakai
Hs = Harga beli sesungguhnya bahan baku dipakai
Kst = Kuantitas standar atas bahan baku dipakai
Hst = Harga beli standar bahan baku dipakai
Jadi, selisih biaya bahan baku pada tahun 2013 adalah sebesar Rp
1.840.628,00 bersifat menguntungkan. Besarnya persentase selisih biaya bahan
baku yang bersifat menguntungkan tersebut dapat dicari melalui perhitungan
sebagai berikut :
Persentase selisih biaya bahan baku yang bersifat menguntungkan
sebesar 14,3 %. Karena selisih biaya bahan baku pada tahun 2013 bersifat
123
menguntungkan, maka selisih biaya bahan baku tersebut dikategorikan
terkendali walaupun persentasenya melebihi batas toleransi 5%.
SBB = ( Ks x Hs ) – ( Kst x Hst )
SBB = (860,73 x Rp 40.000,00 ) – (849,75 x Rp 42.775,00)
= Rp 34.429.200,00 – Rp36.348.056,00
= Rp 1.918.856,00 (Favorable)
Jadi, selisih biaya bahan baku pada tahun 2014 adalah sebesar Rp
1.918.856,00 bersifat menguntungkan. Besarnya persentase selisih biaya bahan
baku yang bersifat menguntungkan tersebut dapat dicari melalui perhitungan
sebagai berikut :
Persentase selisih biaya bahan baku yang bersifat menguntungkan
sebesar 5,3 %. Karena selisih biaya bahan baku pada tahun 2014 bersifat
menguntungkan, maka selisih biaya bahan baku tersebut dikategorikan
terkendali walaupun persentasenya melebihi batas toleransi 5%.
SBB = ( Ks x Hs ) – ( Kst x Hst )
SBB = (1.032,20 x Rp 42.300,00 ) – (1079,54 x Rp 44.685,00)
= Rp 43.662.060,00 – Rp48.239.244,00
= Rp 4.577.184,00 (Favorable)
124
Jadi, selisih biaya bahan baku pada tahun 2015 adalah sebesar Rp
4.577.184,00 bersifat menguntungkan. Besarnya persentase selisih biaya bahan
baku yang bersifat menguntungkan tersebut dapat dicari melalui perhitungan
sebagai berikut :
Persentase selisih biaya bahan baku yang bersifat menguntungkan
sebesar 9,5 %. Karena selisih biaya bahan baku pada tahun 2015 bersifat
menguntungkan, maka selisih biaya bahan baku tersebut dikategorikan
terkendali walaupun persentasenya melebihi batas toleransi 5%.
Selisih biaya bahan baku terdiri atas selisih harga bahan baku dan selisih
kuantitas (pemakaian) bahan baku yang akan dijabarkan sebagai berikut :
4.8.1.1 Selisih Harga Bahan Baku
SHBB = ( HS – HSt ) x KS
SHBB = (Rp 30.061,00 – Rp 37.717,00) x 366
SHBB = Rp 2.802.096 ( Favorable )
Dimana:
SHBB = Selisih harga bahan baku
HS =Harga bahan sesungguhnya dibeli
HSt = Harga bahan menurut standar
KS = Kuantitas sesungguhnya
125
Jadi, selisih harga bahan baku pada tahun 2013 adalah sebesar Rp
2.802.096,00 bersifat menguntungkan. Besarnya persentase selisih harga
bahan baku yang bersifat menguntungkan dapat dicari melalui
perhitungan sebagai berikut :
Persentase selisih harga bahan baku yang bersifat menguntungkan
sebesar 21,8 %. Karena selisih harga bahan baku pada tahun 2013
bersifat tidak menguntungkan, maka selisih harga bahan baku tersebut
dikategorikan terkendali walaupun melebihi batas toleransi 5%.
SHBB = ( HS – HSt ) x KS
SHBB = (Rp 40.000,00 – Rp 42.775,00) x 860,73
SHBB = Rp 2.388.525 ( Favorable )
Jadi, selisih harga bahan baku pada tahun 2014 adalah sebesar Rp
2.388.525,00 bersifat menguntungkan. Besarnya persentase selisih harga
bahan baku yang bersifat menguntungkan dapat dicari melalui
perhitungan sebagai berikut :
Persentase selisih harga bahan baku yang bersifat menguntungkan
sebesar 6,6 %. Karena selisih harga bahan baku pada tahun 2014 bersifat
126
menguntungkan, maka selisih harga bahan baku tersebut dikategorikan
terkendali walaupun melebihi batas toleransi 5%.
SHBB = ( HS – HSt ) x KS
SHBB = (Rp 42.300,00 – Rp 44.685,00) x 1.032,20
SHBB = Rp 2.461.797 ( Favorable )
Jadi, selisih harga bahan baku pada tahun 2015 adalah sebesar Rp
2.461.797,00 bersifat menguntungkan. Besarnya persentase selisih harga
bahan baku yang bersifat menguntungkan dapat dicari melalui
perhitungan sebagai berikut :
Persentase selisih harga bahan baku yang bersifat menguntungkan
sebesar 5,1 %. Karena selisih harga bahan baku pada tahun 2015 bersifat
menguntungkan, maka selisih harga bahan baku tersebut dikategorikan
terkendali walaupun melebihi batas toleransi 5%.
4.8.1.2 Selisih Kuantitas (Pemakaian) Bahan Baku
SKB = ( KS – KSt ) x HSt
SKB = (366 – 340,5) x Rp 37.717,00
SKB = Rp 961.784,00 ( Unfavorable )
Dimana:
SKB = Selisih kuantitas bahan baku
KSt = Kuantitas sesungguhnya atas bahan baku dipakai
127
HSt = Harga beli standar bahan baku dipakai
Jadi, selisih kuantitas (pemakaian) bahan baku pada tahun 2013
adalah sebesar Rp 961.784,00 bersifat tidak menguntungkan. Besarnya
persentase untuk mengetahui selisih kuantitas (pemakaian) bahan baku
yang bersifat tidak menguntungkan tersebut termasuk ke dalam kategori
terkendali atau tidak terkendali, dapat dicari melalui perhitungan sebagai
berikut :
Persentase selisih kuantitas (pemakaian) bahan baku yang bersifat
menguntungkan sebesar 7,4 %. Hal ini menunjukkan bahwa selisih
kuantitas (pemakaian) bahan baku pada tahun 2013 sudah terkendali,
maka selisih harga bahan baku tersebut dikategorikan terkendali
walaupun melebihi batas toleransi 5%.
Dari hasil analisis di atas diketahui bahwa selisih biaya bahan
baku yang bersifat menguntungkan sebesar Rp 1.840.312,00, terdiri atas:
Selisih harga bahan baku Rp 2.802.096,00 (Favorable)
Selisih kuantitas bahan baku Rp 961.784,00 (Unfavorable)
Total selisih biaya bahan baku Rp 1.840.312,00 (Favorable)
SKB = ( KS – KSt ) x HSt
SKB = (860,73 – 849,75) x Rp 42.775,00
128
SKB = Rp 469.669,00 ( Unfavorable )
Jadi, selisih kuantitas (pemakaian) bahan baku pada tahun 2014
adalah sebesar Rp 469.669,00 bersifat tidak menguntungkan. Besarnya
persentase untuk mengetahui selisih kuantitas (pemakaian) bahan baku
yang bersifat tidak menguntungkan tersebut termasuk ke dalam kategori
terkendali atau tidak terkendali, dapat dicari melalui perhitungan sebagai
berikut :
Persentase selisih kuantitas (pemakaian) bahan baku yang bersifat
tidak menguntungkan sebesar 1,3%. Hal ini menunjukkan bahwa selisih
kuantitas (pemakaian) bahan baku pada tahun 2014 sudah terkendali,
maka selisih harga bahan baku tersebut dikategorikan terkendali
walaupun dibawah batas toleransi 5%.
Dari hasil analisis di atas diketahui bahwa selisih biaya bahan
baku yang bersifat menguntungkan sebesar Rp 1.918.856,00, terdiri atas:
Selisih harga bahan baku Rp 2.388.525,00 (Favorable)
Selisih kuantitas bahan baku Rp 469.669,00 (Unfavorable)
Total selisih biaya bahan baku Rp 1.918.856,00 (Favorable)
SKB = ( KS – KSt ) x HSt
SKB = (1.032,20 – 1079,54) x Rp 44.685,00
129
SKB = Rp 2.115.387,00 ( favorable )
Jadi, selisih kuantitas (pemakaian) bahan baku pada tahun 2015
adalah sebesar Rp 2.115.387,00 bersifat menguntungkan. Besarnya
persentase untuk mengetahui selisih kuantitas (pemakaian) bahan baku
yang bersifat tidak menguntungkan tersebut termasuk ke dalam kategori
terkendali atau tidak terkendali, dapat dicari melalui perhitungan sebagai
berikut :
Persentase selisih kuantitas (pemakaian) bahan baku yang bersifat
tidak menguntungkan sebesar 4,4 %. Hal ini menunjukkan bahwa selisih
kuantitas (pemakaian) bahan baku pada tahun 2015 sudah terkendali,
maka selisih harga bahan baku tersebut dikategorikan terkendali
walaupun dibawah batas toleransi 5%.
Dari hasil analisis di atas diketahui bahwa selisih biaya bahan
baku yang bersifat menguntungkan sebesar Rp 346.410,00, terdiri atas:
Selisih harga bahan baku Rp 2.461.797,00 (Favorable)
Selisih kuantitas bahan baku Rp 2.115.387,00 (unfavorable)
Total selisih biaya bahan baku Rp 346.410,00 (Favorable)
Untuk menjawab permasalahan kedua, akan dilakukan perhitungan selisih
dengan cara membandingkan antara biaya tenaga kerja langsung sesungguhnya dengan
standar biaya tenaga kerja langsung. Apabila pada selisih biaya tenaga kerja langsung
130
yang terjadi adalah selisih tidak menguntungkan, maka akan dikategorikan termasuk ke
dalam kategori terkendali atau tidak terkendali.
4.8.2 Selisih Biaya Tenaga Kerja Langsung
SBTKL = (Js x Ts) - (JSt x TSt)
= (2.754 x Rp 2.330,00 ) – (2.445 x Rp2.800,00 )
= Rp 6.416.820,00 – Rp 6.846.000,00
= Rp 429.180,00 (Favorable)
Dimana:
SBTKL = Selisih biaya tenaga kerja langsung
Js = Jam yang sesungguhnya
Ts = Tarif sesungguhnya dari upah langsung per jam
Jst = Jam standar
Tst = Tarif standar dari upah langsung per jam
Jadi, selisih biaya tenaga kerja langsung pada tahun 2013 adalah sebesar
Rp 429.180,00 bersifat menguntungkan. Besarnya persentase selisih biaya
tenaga kerja langsung yang bersifat menguntungkan tersebut dapat dicari
melalui perhitungan sebagai berikut:
Persentase selisih biaya tenaga kerja langsung yang bersifat
menguntungkan sebesar 6,3 %. Hal ini menunjukkan bahwa selisih biaya tenaga
131
kerja langsung pada tahun 2013 sudah terkendali, walaupun persentasenya
melebihi batas toleransi 5%.
SBTKL = (Js x Ts) - (JSt x TSt)
= (4.400 x Rp 2.330,00 ) – (5.827,50 x Rp 2.800,00 )
= Rp 10.252.000,00 – Rp 16.317.000,00
= Rp 6.065.000,00 (Favorable)
Jadi, selisih biaya tenaga kerja langsung pada tahun 2014 adalah sebesar
Rp 6.065.000,00 bersifat menguntungkan. Besarnya persentase selisih biaya
tenaga kerja langsung yang bersifat menguntungkan tersebut dapat dicari
melalui perhitungan sebagai berikut:
Persentase selisih biaya tenaga kerja langsung yang bersifat
menguntungkan sebesar 37,2 %. Hal ini menunjukkan bahwa selisih biaya
tenaga kerja langsung pada tahun 2014 sudah terkendali, walaupun
persentasenya melebihi batas toleransi 5%.
SBTKL = (Js x Ts) - (JSt x TSt)
= (6.100 x Rp2.850,00 ) – (6.425 x Rp 3.100,00 )
= Rp 17.385.000,00 – Rp 19.917.500,00
= Rp 2.532.500,00 (Favorable)
Jadi, selisih biaya tenaga kerja langsung pada tahun 2015 adalah sebesar
Rp 2.532.500,00 bersifat menguntungkan. Besarnya persentase selisih biaya
132
tenaga kerja langsung yang bersifat menguntungkan tersebut dapat dicari
melalui perhitungan sebagai berikut:
Persentase selisih biaya tenaga kerja langsung yang bersifat
menguntungkan sebesar 12,7 %. Hal ini menunjukkan bahwa selisih biaya
tenaga kerja langsung pada tahun 2015 sudah terkendali, walaupun
persentasenya melebihi batas toleransi 5%.
Selisih biaya tenaga kerja langsung terdiri atas selisih tarif upah langsung
dan selisih efisiensi upah langsung yang akan dijabarkan sebagai berikut :
4.8.2.1 Selisih Tarif Upah Langsung
STU = (Ts – Tst) x Js
STU = (Rp 2.330,00 – Rp 2.800,00) x 2.754
STU = Rp 470,00 x 2.754
STU = Rp 1.294.380 (Favorable)
Dimana :
STU = Selisih tarif upah langsung
Ts = Tarif sesungguhnya dari upah langsung per jam
Tst = Tarif standar dari upah langsung per jam
Js = Jam kerja sesungguhnya
Jadi, selisih tarif upah langsung pada tahun 2013 adalah sebesar Rp
1.294.380,00 bersifat menguntungkan. Besarnya persentase selisih tarif upah
133
langsung yang bersifat menguntungkan tersebut dapat dicari melalui perhitungan
sebagai berikut:
Persentase selisih tarif upah langsung yang bersifat menguntungkan
sebesar 18,9 %. Hal ini menunjukkan bahwa selisih tarif upah langsung pada
tahun 2013 sudah terkendali, walaupun persentasenya melebihi batas toleransi
5%.
STU = (Ts – Tst) x Js
STU = (Rp 2.330,00 – Rp2.800,00) x 4.400
STU = Rp 470,00 x 4.400
STU = Rp 2.068.000 (Favorable)
Jadi, selisih tarif upah langsung pada tahun 2014 adalah sebesar Rp
2.068.000,00 bersifat menguntungkan. Besarnya persentase selisih tarif upah
langsung yang bersifat menguntungkan tersebut dapat dicari melalui perhitungan
sebagai berikut:
Persentase selisih tarif upah langsung yang bersifat menguntungkan
sebesar 12,7 %. Hal ini menunjukkan bahwa selisih tarif upah langsung pada
134
tahun 2014 sudah terkendali, walaupun persentasenya melebihi batas toleransi
5%.
STU = (Ts – Tst) x Js
STU = (Rp 2.850,00 – Rp3.100,00) x 6.100 Jam
STU = Rp 250,00 x 6.100
STU = Rp 1.525.000,00 (Favorable)
Jadi, selisih tarif upah langsung pada tahun 2015 adalah sebesar Rp
1.525.000,00 bersifat menguntungkan. Besarnya persentase selisih tarif upah
langsung yang bersifat menguntungkan tersebut dapat dicari melalui perhitungan
sebagai berikut:
Persentase selisih tarif upah langsung yang bersifat menguntungkan
sebesar 7,7 %. Hal ini menunjukkan bahwa selisih tarif upah langsung pada
tahun 2015 sudah terkendali, walaupun persentasenya melebihi batas toleransi
5%.
4.8.2.2 Selisih Efisiensi Upah Langsung
SEUL = (JS – Jst) x Tst
SEUL = (2.754 – 2.445) x Rp2.800,00
SEUL = 309 x Rp2.800,00
SEUL = Rp 865.200,00 (unfavorable)
135
Dimana:
SEUL = Selisih efisiensi upah langsung
Js = Jam yang sesungguhnya
Jst = Jam standar
Tst = Tarif standar dari upah langsung per jam.
Jadi, selisih efisiensi upah langsung pada tahun 2013 adalah sebesar Rp
865.200,00 bersifat tidak menguntungkan. Besarnya persentase selisih efisiensi
upah langsung yang bersifat tidak menguntungkan tersebut termasuk terkendali
atau tidak terkendali, dapat dicari melalui perhitungan sebagai berikut:
Persentase selisih efisiensi upah langsung yang bersifat menguntungkan
sebesar 12,6 %. Hal ini menunjukkan bahwa selisih efisiensi upah langsung pada
tahun 2013 sudah terkendali, walaupun persentasenya melebihi batas toleransi
5%.
Dari hasil analisis di atas diketahui bahwa selisih biaya tenaga kerja
langsung sebesar
Selisih tarif upah langsung Rp 1.294.380 (Favorable)
Selisih efisiensi upah langsung Rp865.200,00(Unfavorable)
Total selisih biaya tenaga kerja langsung Rp 429.180,00 (favorable)
136
SEUL = (JS – Jst) x Tst
SEUL = (4.400 – 5.827,50) x Rp2.800,00
SEUL = 1.427,5 x Rp2.800,00
SEUL = Rp 3.997.000,00 (Unfavorable)
Jadi, selisih efisiensi upah langsung pada tahun 2014 adalah sebesar Rp
3.997.000,00 bersifat tidak menguntungkan. Besarnya persentase selisih
efisiensi upah langsung yang bersifat tidak menguntungkan tersebut termasuk
terkendali atau tidak terkendali, dapat dicari melalui perhitungan sebagai
berikut:
Persentase selisih efisiensi upah langsung yang bersifat menguntungkan
sebesar 24,5 %. Hal ini menunjukkan bahwa selisih efisiensi upah langsung pada
tahun 2014 sudah terkendali, walaupun persentasenya melebihi batas toleransi
5%.
Dari hasil analisis di atas diketahui bahwa selisih biaya tenaga kerja
langsung sebesar
Selisih tarif upah langsung Rp 2.068.000 (Favorable)
Selisih efisiensi upah langsung Rp3.997.000,00(unfavorable)
Total selisih biaya tenaga kerja langsung Rp 1.929.000,00 (unfavorable)
137
SEUL = (JS – Jst) x Tst
SEUL = (6.100 – 6.425) x Rp3.100,00
SEUL = 325 x Rp3.100,00
SEUL = Rp 1.007.500,00 (Unfavorable)
Jadi, selisih efisiensi upah langsung pada tahun 2015 adalah sebesar Rp
1.007.500,00 bersifat menguntungkan. Besarnya persentase selisih efisiensi upah
langsung yang bersifat tidak menguntungkan tersebut termasuk terkendali atau
tidak terkendali, dapat dicari melalui perhitungan sebagai berikut:
Persentase selisih efisiensi upah langsung yang bersifat menguntungkan
sebesar 5,1 %. Hal ini menunjukkan bahwa selisih efisiensi upah langsung pada
tahun 2015 sudah terkendali, walaupun persentasenya melebihi batas toleransi
5%.
Dari hasil analisis di atas diketahui bahwa selisih biaya tenaga kerja
langsung sebesar
Selisih tarif upah langsung Rp 1.525.000,00(Favorable)
Selisih efisiensi upah langsung Rp1.007.500,00(favorable)
Total selisih biaya tenaga kerja langsung Rp 517.500,00 (favorable)
Hasil perhitungan selisih biaya bahan baku dan selisih biaya tenaga kerja
langsung di atas dapat diringkas secara lengkap pada tabel berikut ini :
138
Tabel 4.11
Rincian Perhitungan Biaya Tenaga Kerja Langsung di Tahun 2013 – 2015
(jam) (roll) (roll)
Sumber Data: Data diolah 2016
4.9 Penyebab terjadinya selisih
Adapun beberapa sebab terjadinya perbedaan antara standar bahan baku dan
harga bahan baku sesungguhnya adalah:
a. Fluktuasi harga bahan baku yang bersangkutan
b. Adanya tambahan biaya
Langkah yang diambil oleh pihak Konveksi Outfix-outfit adalah salah satunya
dengan memilih supplier yang lebih baik atau yang mampu menfaatkan harga
yang lebih murah.
Tahun
Tenaga Kerja
Tarif Upah
Langsung
( A )
Proses
Produksi
( B )
Kapasitas
Normal
( C )
Kapasitas
Produk
Sesungguhnya
( D )
Jam Standar
Per Satuan
( E )
= ( B / C )
Jam
Tenaga Kerja
Langsung
( F )
= ( D * E )
Standar Biaya Tenaga
Kerja Langsung
( G )
= ( A * F )
2013 Rp2.200,00 2.628 Rp 80.500,00 Rp 75.000 0,0326 2.445 Rp 5.379,00
2014 Rp 2.800,00 6.260 Rp 80.500,00 Rp 75.000 0,0777 5.827,5 Rp 16.317.000,00
2015 Rp 2.800,00 6.720 Rp 82.000,00 Rp 78.400 0,08195 6.425 Rp 19.917.500,00
139
Beberapa sebab yang dapat mengakibatkan terjadinya penyimpangan antara
standar kuantitas pemakaian bahan baku dan kuatitas pemakaian bahan baku
yang sebenarnya terjadi diantaranya adalah:
a. Adanya pengawasan yang tidak begitu baik
b. Perubahan komposisi produksi yang dinyatakan dalam standar
Langkah-langkah atau tindakan-tindakan perbaikan yang dapat diambil oleh
pihak Konveksi Outfix-outfit adalah salah satunya dengan meningkatkan
pengawasan.
Pada tahun 2013-2015 ini terjadi selisih tarif tenaga kerja yang
menguntungkan (favorable) dikarenakan jumlah tarif upah standar lebih besar
daripada tarif upah actual.
4.10 Pembahasan
1. Selisih biaya bahan baku
Selisih biaya bahan baku Konveksi Outfix-Outfit pada tahun 2013-2014
sebesar Rp 1.840.628,00 (14,3%), Rp 1.918.856,00 (5,3%), Rp 4.577.184,00
(9,5%). Selisih ini merupakan selisih yang bersifat menguntungkan, maka
dikategorikan terkendali. Selisih biaya bahan baku tersebut disebabkan oleh dua
komponen yaitu terjadinya selisih harga bahan baku yang bersifat
menguntungkan sebesar Rp 2.802.096,00 (21,8%), Rp 2.388.525,00 (6,6%), Rp
2.461.797,00 (5,1%). Selisih kuantitas bahan baku dikategorikan terkendali
karena masih dibawah batas toleransi 5%.
140
Selisih harga bahan baku yang bersifat tidak menguntungkan sebesar Rp
1.840.312,00 (14,3%) , selisih bahan baku dikategorikan terkendali karena
masih dibawah toleransi. Selisih harga bahan baku yang bersifat
menguntungkan, diduga karena :
a. Pembelian dari supplier yang lokasinya lebih menguntungkan. Dalam
hal ini, Konveksi Outfix-outfit mebeli bahan baku berupa kain jenis
combed 30s dari supplier yang berlokasi tidak jauh dari tempat
perusahaan berproduksi,yaitu di Kota Malang sehingga lebih
menguntungkan.
b. Pembelian dalam jumlah yang ekonomis. Dalam pembelian bahan
baku Konveksi Outfix-outfit melakukan pembelian dalam jumlah
yang ekonomis, maksudnya pembelian bahan baku tersebut tidak
dibeli dalam jumlah yang terlalu banyak dan juga tidak terlalu
sedikit, namun disesuaikan dengan pesanan yang ada.
Sedangkan selisih kuantitas bahan baku yang bersifat tidak
menguntungkan tetapi masih terkendali sebesar Rp 469.000,00 (1,3%), diduga
karena:
a. Bahan baku yang rusak akibat karyawan yang teledor, tidak terlatih,
dan tidak diawasi.berkaitan dengan hal ini, Konveksi Outfix-outfit
menyerahkan sepenuhnya hasil proses penyablonan, penjahitan,
penyetrikaan, dan pelipatan kepada outsourching yang ditunjuk.
Konveksi Outfix-outfit hanya melakukan penyortiran, yang
selanjutnya kaos yang tidak lolos sortir akan di-rework, bahkan
141
direject dengan memberikan kompensasi tertentu kepada Konveksi
Outfix-outfit sehubungan dengan kaos-kaos yang direject tersebut.
2. Selisih biaya tenaga kerja langsung
Selisih biaya tenaga kerja langsung tahun 2013-2014 sebesar Rp
429.180,00 (6,3%), Rp 6.065.00,00 (37,2%), Rp 2.532.000,00 (12,7%), diduga
karena menggunakan tenaga kerja langsung dengan golongan tarif upah standar.
Dalam hal ini Konveksi Outfix-outfit membayar dengan tarif upah yang
berbeda terhadap tenaga kerja langsung yang melakukan pekerjaannya secara
rutin dengan upah lembur.
Sedangkan selisih efisien upah langsung yang bersifat menguntungkan
sebesar Rp 865.200,00 (12,6%), Rp 3.997.000,00 (24,5%), Rp 1.007.500,00
(5,1%), diduga karena bagian produksi bekerja dengan efisien.
142
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui mengetahui pengendalian biaya
bahan baku usaha Konveksi Outfix_outfit pada tahun 2013-2015, mengetahui
pengendalian biaya tenaga kerja langsung usaha Konveksi Outfix_outfit pada tahun
2013-2015, mengetahui dan menganalisis efisiensi biaya produksi dengan
menggunakan biaya standar pada usaha Konveksi Outfix_outfit di Kota Malang pada
tahun 2013-2015, serta untuk mengetahui dan menganalisis laba yang dicapai pada
usaha Konveksi Outfix_outfit di Kota Malang pada tahun 2013-2015.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil analasis, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa:
1. Selisih biaya bahan baku Konveksi Outfix_Outfit pada tahun 2013-2014 sebesar
Rp 1.840.628,00 (14,3%), Rp 1.918.856,00 (5,3%), Rp 4.577.184,00 (9,5%).
Selisih ini merupakan selisih yang bersifat menguntungkan, maka dikategorikan
terkendali. Selisih biaya bahan baku tersebut disebabkan oleh dua komponen
yaitu terjadinya selisih harga bahan baku yang bersifat menguntungkan sebesar
Rp 2.802.096,00 (21,8%), Rp 2.388.525,00 (6,6%), Rp 2.461.797,00 (5,1%).
Selisih kuantitas bahan baku dikategorikan terkendali karena masih dibawah
batas toleransi 5%.
Selisih harga bahan baku yang bersifat tidak menguntungkan sebesar Rp
1.840.312,00 (14,3%). Sedangkan selisih kuantitas bahan baku yang bersifat tidak
menguntungkan tetapi masih terkendali sebesar Rp 469.000,00 (1,3%).
143
2. Selisih biaya tenaga kerja langsung tahun 2013-2014 sebesar Rp 429.180,00
(6,3%), Rp 6.065.00,00 (37,2%), Rp 2.532.000,00 (12,7%), diduga karena
menggunakan tenaga kerja langsung dengan golongan tarif upah standar. Dalam
hal ini Konveksi Outfix_outfit membayar dengan tarif upah yang berbeda
terhadap tenaga kerja langsung yang melakukan pekerjaannya secara rutin
dengan upah lembur.
Sedangkan selisih efisien upah langsung yang bersifat menguntungkan sebesar
Rp 865.200,00 (12,6%), Rp 3.997.000,00 (24,5%), Rp 1.007.500,00 (5,1%),
diduga karena bagian produksi bekerja dengan efisien.
Adapun penyebab terjadinya selisih yang bersifat tidak menguntungkan
tetapi masih terkendali tersebut sebagai berikut:
a. Bahan baku yang rusak atau susut akibat karyawan yang teledor, tidak
terlatih, dan tidak diawasi.berkaitan dengan hal ini, Konveksi
Outfix_outfit menyerahkan sepenuhnya hasil proses penyablonan,
penjahitan, penyetrikaan, dan pelipatan kepada outsourching yang
ditunjuk. Konveksi Outfix-outfit hanya melakukan penyortiran, yang
selanjutnya kaos yang tidak lolos sortir akan di-rework, bahkan direject
dengan memberikan kompensasi tertentu kepada Konveksi Outfix_outfit
sehubungan dengan kaos-kaos yang direject tersebut.
144
5.2 SARAN
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil analisis, maka penulis menyarankan
kepada Konveksi Outfix_outfit untuk mengatasi terjadinya selisih biaya produksi
yang tidak menguntungkan tetapi masih terkandali dengan cara:
1. Memperbarui desain dan mempublikasikan melalui berbagai media
2. Mempertahankan kinerja yang sudah baik
3. Meningkatkan pengawasan dalam proses produksi
4. Mengontrol mesin setiap bulan
5. Peneliti yang akan datang supaya meneliti seluruh komponen biaya produksi
DAFTAR PUSTAKA
Abas Kartadinata, 2000, Akuntansi dan Analisis Biaya, Edisi Pertama, Rineka
Cipta Jakarta.
Abdul Halim, 2010, Akuntansi Daerah Sektor Publik, Edisi Pertama, Salemba
Empat, Jakarta.
Abdul Halim, 2010, Dasar-dasar Akuntansi Biaya, Edisi Keempat, Cetakan
Ketiga, BPFE, Yogyakarta.
Abdurrahmat Fathoni, 2006, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kelima,
Rineka Cipta, Bandung.
Bambang Hariadi, 2002, Akuntansi Manajemen, Edisi Kedua, BPFE, Yogyakarta
Bambang Riyanto, 2001, Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi
Keempat, Cetakan Ketujuh, BPFE, Yogyakarta.
Bustami Bastian dan Nurlela, 2010, Akuntansi Biaya, Edisi Ketujuh, Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Carter, Usry, William K dan Milton F, 2004, Akuntansi Biaya, Diterjemahkan
oleh Krista, 2006, Edisi Ketiga Belas, Buku I, Salemba Empat, Jakarta
Esterberg, 2002, Metode Kualitatif didalam Penelitian Riset, Diterjemahkan oleh
Kristin G, 2004, Edisi Kesepuluh, Buku Pertama, McGrow Hill, New York
Harahap, Sofyan Syafri, 2010, Analisis Kritis atas Laporan Keuangan, Edisi
Kelima, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Kholmi, Masiyah dan Yuningsih, 2009, Akuntansi Biaya, Edisi Pertama, Salemba
Empat, Jakarta
Kuswadi, 2005, Meningkatkan Laba Melalui Pendekatan Akuntansi Keuangan
dan Akuntansi Biaya, Edisi Pertama, PT Elex Media Komputindo, Jakarta
Lexy J Moleong, 2007, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Pertama, Penerbit
PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung
Lili M. Sadeli, 2006, Dasar-Dasar Akuntansi, Edisi Pertama, Cetakan Ketiga, PT
Bumi Aksara, Jakarta
L.M Samryn, 2001, Akuntansi Manajerial Suatu Pengantar, Edisi Pertama, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta
146
M.Nafarin, 2009, Penganggaran perusahaan, Edisi Keempat, Salemba Empat,
Jakarta
Mulyadi, 2007, Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen, Edisi Kedua,
Salemba Empat, Jakarta
Mulyadi, 2009, Akuntansi Biaya, Edisi Kelima, UPP-STIM YKPN, Yogyakarta
Mulyadi, 2010, Auditing, Edisi Keenam, Buku Pertama, Salemba Empat, Jakarta
Munawir, 2001, Analisa Laporan Keuangan, Edisi Ketiga, Liberty, Yogyakarta
M. Munandar, 2000, Budgeting: Perencanaan Kerja, Pengkoordinasian Kerja,
Pengawasan Kerja, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta
M. Muslich, 2009, Melaksanakan PTK, Edisi Pertama, Bumi Aksara, Jakarta.
Nana Sudjana, 2004, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Edisi Kelima, Sinar
Baru Algensindo, Bandung
.
Ronald Nangoi, 1994, Pengembangan Produksi dan Sumber Daya Manusia, Edisi
Pertama, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Simangunsong, A.O, E Parulin Simangunsong , dan Johannes Rindang, 2004,
Akuntansi Biaya, Edisi Pertama, PT Bhuana Ilmu Populer, Jakarta
Sirait, Justin. T, 2006, Memahami Aspek-aspek Pengelolaan Sumber Daya
Manusia dalam Organisasi, Edisi Ketiga, Gramedia Widiasarana Indonesia,
Jakarta
Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Edisi Keempat,
CV.Alfabeta, Bandung
Suharsimi Arikunto, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi
Kelima Revisi, PT. Rineka Cipta, Jakarta
Sunarto, 2004, Akuntansi Manajemen. Edisi Pertama, Amus Yogya, Yogyakarta.
Supriyono, R.A. 2000, Akuntansi Biaya: Perencanaan dan Pengendalian Biaya
serta Pembuatan Keputusan, Edisi 2, Buku Kedua, BPFE, Yogyakarta.
Sutrisno, 2003, Manajemen Keuangan (Teori, Konsep, dan Aplikasi), Edisi
Pertama, Cetakan Kedua. EKONISIA, Yogtakarta:.
T. Hani Handoko, 2003, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia,
Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta