analisis varians biaya b iaya tenaga ng terhadap …repository.ub.ac.id/9053/1/lisa novadilla.pdfs...

160
MENIN ANALISI KERJ NGKATKAN (Studi E IS VARIAN JA LANGSU N LABA US mpiris Pada Fakultas J FAKU UN NS BIAYA B UNG TERH SAHA KON Mahasiswa Ekonomi Un SK LISA N 10502 JURUSAN LTAS EK NIVERSIT BAHAN BA HADAP BIA NVEKSI OU Program Pe niversitas Br KRIPSI Oleh NOVADILL 2020511100 N MANAJ KONOMI TAS BRAW 2017 AKU DAN B AYA STAND UTFIX-OUT endidikan Pr rawijaya Ma LA 04 JEMEN DAN BISN WIJAYA BIAYA TEN DAR UNTU TFIT DI KO rofesi Manaj alang) NIS NAGA UK OTA MALA emen ANG

Upload: others

Post on 29-Nov-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MENIN

 

 

 

ANALISI

KERJ

NGKATKAN

(Studi E

IS VARIAN

JA LANGSU

N LABA US

mpiris Pada

Fakultas

J

FAKU

UN

NS BIAYA B

UNG TERH

SAHA KON

Mahasiswa

Ekonomi Un

SK

LISA N

10502

JURUSAN

LTAS EK

NIVERSIT

BAHAN BA

HADAP BIA

NVEKSI OU

Program Pe

niversitas Br

KRIPSI

Oleh

NOVADILL

2020511100

N MANAJ

KONOMI

TAS BRAW

2017

AKU DAN B

AYA STAND

UTFIX-OUT

endidikan Pr

rawijaya Ma

LA

04

JEMEN

DAN BISN

WIJAYA

BIAYA TEN

DAR UNTU

TFIT DI KO

rofesi Manaj

alang)

NIS

NAGA

UK

OTA MALA

emen

ANG

MENIN

 

Di Aju

 

 

 

 

ANALISI

KERJ

NGKATKAN

(Studi E

ukan SebagPada Faku

IS VARIAN

JA LANGSU

N LABA US

mpiris Pada

Fakultas

gai Salah Sultas Ekon

J

FAKU

UN

NS BIAYA B

UNG TERH

SAHA KON

Mahasiswa

Ekonomi Un

SK

Satu Syaratnomi Dan B

LISA N

10502

JURUSAN

LTAS EK

NIVERSIT

BAHAN BA

HADAP BIA

NVEKSI OU

Program Pe

niversitas Br

KRIPSI

t Untuk MeBisnis Univ

Oleh

NOVADILL

2020511100

N MANAJ

KONOMI

TAS BRAW

2017

AKU DAN B

AYA STAND

UTFIX-OUT

endidikan Pr

rawijaya Ma

emperoleh versitas Br

LA

04

JEMEN

DAN BISN

WIJAYA

BIAYA TEN

DAR UNTU

TFIT DI KO

rofesi Manaj

alang)

Gelar Sarjrawijaya M

NIS

NAGA

UK

OTA MALA

emen

jana EkonoMalang

ANG

omi

 

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Lisa Novadilla

NIM : 105020205111004

Jurusan : Manajemen Keuangan

Fakultas : Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Varians Biaya Bahan Baku Dan Biaya Tenaga

Kerja Langsung Terhadap Biaya Standar Untuk

Meningkatkan Laba Usaha Konveksi Outfix_Outfit Di Kota Malang

(Studi Empiris Pada Mahasiswa Program Pendidikan

Profesi Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi

Universitas Brawijaya Malang)

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang telah saya buat adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali jika dalam pengutipan instansi disebutkan sumbernya dan belum pernah diajukan pada institusi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Malang, 16 Agustus 2017

Yang menyatakan,

Lisa Novadilla

105020205111004

D

Hanya K

persemba

1. K

C

2. A

y

3. A

b

se

4. A

Dengan Kere

Kepada-Nya

ahkan untuk

Kedua Orang

Channiago da

Abang Lucky

ang diberika

Adik peremp

antuan, kasi

elalu berusah

Almamater T

endahan Ha

a Aku Berg

k:

gtuaku Yan

an Ibu Vera

y Lukman H

an kepadaku

puanku yang

ih sayang, d

ha sebaik mu

Tercinta

PERSE

ati Kuucapk

gantung. D

ng Sangat A

Lolyta), atas

Hakim, atas s

dalam setiap

g manja (Ad

dukungan sem

ungkin

iii

EMBAHAN

kan Rasa Sy

Dan atas se

Aku Cintai

s segala doa

segala Kasih

p langkahku

della Savira

mangat dan

N

yukurku Ke

egala Rahm

dan Aku S

serta kasih s

h sayang duk

u

Maharani)

doa yang d

epada Allah

mat-Nya Skr

Sayangi (Ba

sayangnya k

kungan sema

terima kasi

diberikan kep

SWT, Yan

ripsi ini ak

apak Sarme

kepadaku.

angat dan do

ih atas sega

padaku untu

ng

ku

en

oa

la

uk

iv  

MOTTO

“Hanya Mengingat Allah Hidupmu Akan Menjadi Tenang Dengan Mengingat Allah hilang Semua Kegelisahan

(Opick: Kembali pada Alloh)”

“Tak ada kasih sayang setulus ibu, sayangilah beliau selama dia masih ada di dalam dunia ini dengan maksimal dan keluhan….karena Ibu adalah orang yang paling tulus

mencintai dan menyanyangi kita..love you mom” (Vera Lolyta)

“Jadilah kalah karena mengalah, bukan kalah karena menyerah Jadilah pemenang karena kemampuan, bukan menang karena kecurangan”

“Dream, Believe, Achieve”

"sebuah perjalanan yang panjang dimulai dengan langkah kecil".

“Dan Kami jadikan sebagian kamu sebagai cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah Kamu bersabar? Dan Tuhanmu Maha Melihat

(Q. S. Al Furqon: 20)”

v  

KATA PENGANTAR

Bissmillahirrahmannirrahim,

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh,

Alhamdulillah puji syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan judul: “ANALISIS VARIANS BIAYA BAHAN BAKU DAN BIAYA TENAGA

KERJA LANGSUNG TERHADAP BIAYA STANDAR UNTUK MENINGKATKAN

LABA USAHA KONVEKSI OUTFIX_OUTFIT DI KOTA MALANG”

Adapun tujuan dari penulisan Skripsi adalah untuk memenuhi syarat dalam mencapai

gelar Sarjana Ekonomi pada jurusan (program) Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Brawijaya Malang.

Dalam penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan semua pihak, baik itu berupa

dorongan, nasehat, saran maupun kritik yang sangat membantu dalam penyelesaian skripsi

ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati serta penghargaan

yang tulus, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Allah SWT yang telah memberikan semua nikmat dan karuniaNya sehingga peneliti

berhasil menyelesaikan Skripsi ini.

2. Bapak Nurkholis, SE., M.Bus.(Acc)., Ak., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ekonomi

dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang.

3. Ibu Dr. Siti Aisjah, SE., MS sebagai Ketua Program Studi S1 Manajemen

4. Ibu Dr. Sumiati, SE., M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahannya dalam

menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Atim Dzaluli, SE., MM sebagai dosen penguji I yang bersedia

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, kritik, dan pengarahan

dengan penuh kesabaran dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Toto Rahardjo, SE., MM sebagai dosen penguji II yang telah memberikan

arahan dalam menyelesaikan skripsi ini

vi  

7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen beserta Staf Karyawan di lingkungan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang.

8. Kedua orang tua penulis, yaitu Bapak Sarmen Channiago dan Ibu Vera Lolyta

Rangkayo atas doa, dukungan, dan motivasi bagi penulis.

9. Kedua saudara penulis Lucky Lukman Hakim dan Adella Savira Maharani atas

dukungan dan motivasi yang diberikan

10. Teman-teman Manajemen Unibraw 2010 atas semangat, lawakan, dan selalu

menemani dan memberi semangat.

11. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas bantuan

baik moril maupun materil.

Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu saran

serta kritik yang membangun sangat saya harapkan. Semoga karya akhir ini dapat bermanfaat

bagi kita semua.

Malang, 14 Juni 2017

Penulis

 

xii  

ANALISIS VARIANS BIAYA BAHAN BAKU DAN BIAYA TENAGA KERJA LANGSUNG TERHADAP BIAYA STANDAR UNTUK MENINGKATKAN LABA USAHA KONVEKSI

OUTFIX_OUTFIT DI KOTA MALANG

Lisa Novadilla 105020205111004

Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Brawijaya Malang

Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan atas dasar persaingan dunia usaha yang kompleks, dimana setiap perusahaan bersaing untuk tetap bertahan dalam dunia usahanya. Strategi yang dapat ditempuh adalah dengan mengontrol dan mengendalikan biaya produksi, sehingga diharapkan dapat terciptanya efisiensi biaya produksi. Biaya standar merupakan biaya yang seharusnya terjadi untuk membuat satuan produk yang ditetapkan pada awal periode. Biaya standar menjadi tolak ukur sebagai pengendalian biaya produksi suatu usaha agar tercapai efisiensi biaya produksi.

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui pengendalian biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. (2) Untuk mendeskripsikan dan menganalisis biaya standar yang diterapkan. Langkah-langkah analisis data adalah: (1) Menentukan standar biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. (2) Membandingkan biaya produksi standar dengan biaya produksi sesungguhnya, (3) Menganalisis jika terjadi perbedaan (selisih) antara biaya produksi standar dengan sesungguhnya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Hasil penelitian dengan menggunakan analisis varians pada biaya produksi menunjukan bahwa pada biaya bahan baku yang tidak menguntungkan. Selisih yang tidak menguntungkan yang terjadi disebabkan karena biaya aktual lebih besar dari pada biaya standar, hal ini sebagai dampak dari kenaikan harga bahan baku

Kesimpulan penelitian ini adalah: (1) Biaya Bahan Baku Konveksi Outfix_outfit tahun 2013-2015 sudah terkendali. (2) Selisih biaya tenaga kerja langsung tahun 2013-2014 sebesar Rp 429.180,00 (6,3%), Rp 6.065.00,00 (37,2%), Rp 2.532.000,00 (12,7%), diduga karena menggunakan tenaga kerja langsung dengan golongan tarif upah standar. Dalam hal ini Konveksi Outfix-outfit membayar dengan tarif upah yang berbeda terhadap tenaga kerja langsung yang melakukan pekerjaannya secara rutin dengan upah lembur.

Kata Kunci : Biaya Standar, Biaya Produksi, Efisiensi Biaya Produksi

xiii  

ABSTRACT The aim of this research was based oncompetitive of complex business in the world, each companies be vying to survive on their business. Strategies can be taken is to control and restrain of cost production, with the result have expectation be create efficiency cost of production. he standard cost is the cost that should occur to create a set of products at the beginning of the period. Standard cost becomes a benchmark as a production cost control of a business in order to achieve cost efficiency of production. The objectives of this research are (1) to know the control of raw material cost and direct labor cost. (2) To describe and analyze the standard cost applied. The steps of data analysis are: (1) Determining standard cost of raw materials and direct labor cost. (2) Compare the standard production cost to the actual production cost, (3) Analyze if there is difference (difference) between standard production cost and actual. This research use descriptive method. The results of the study by using analysis variance of cost production showed thatcost of raw materials unfavorable.The unfavorable variance cause actual costs greater than standard costs, this is impact from price increment. The conclusions of this research are: (1) Cost of Convection Material Outfitting Outfix_outfit 2013-2015 is under control. (2) Direct labor cost increment in 2013-2014 amounting to Rp 429,180.00 (6.3%), Rp 6,065.00,00 (37.2%), Rp 2,532,000.00 (12.7%), Allegedly because of using direct labor with the standard wage rates. In this case the Outfix-outfit Convection pays at different wage rates to direct laborers who perform their work on a regular basis with overtime pay.

 

Keywords: Standard Cost, Production Cost, Cost Efficiency of Production

 

vii  

DAFTAR ISI

Halaman Judul .......................................................................................................................... i Halaman Pengesahan .............................................................................................................. ii Halaman Persembahan .......................................................................................................... iii Motto ........................................................................................................................................ iv Kata Pengantar ........................................................................................................................ v Daftar Isi ................................................................................................................................ vii Daftar Tabel ............................................................................................................................. x Daftar Gambar ........................................................................................................................ xi Abstrak ................................................................................................................................... xii

BAB1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ......................................................................... 7 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 8 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 9

BABI1 : LANDASAN TEORI 2.1.Pengertian Biaya ........................................................................... 12

2.1.1 Pengertian Biaya Produksi ................................................... 13 2.1.2 Pengertian Pengendalian Biaya ........................................... 13 

2.1.3 Alat Pengendalian Biaya ...................................................... 14 

2.2 Penggolongan Biaya ...................................................................... 20

2.2.1 Penggolongan Biaya Menurut Obyek Pengeluaran .............. 20

2.2.2 Penggolongan Biaya Menurut Fungsi

Pokok dalam Perusahaan ..................................................... 21

2.2.3 Penggolongan Biaya atas Dasar Hubungan Biaya dengan Sesuatu yang Dibiayai .......................................................... 22

2.2.4 Perilaku Biaya dalam Hubungannya dengan Perubahan Volume Kegiatan ................................................................. 22

2.2.5 Penggolongan Biaya atas Dasar Jangka

Waktu Manfaatnya ............................................................... 23

2.3 Harga Pokok Produksi ................................................................... 26

2.3.1 Pengertian Harga Pokok Produksi ........................................ 26

viii  

2.3.2 Tujuan Perhitungan Harga Pokok Produksi ......................... 27 2.3.3 Unsur-unsur Perhitungan Harga Pokok Produksi ................ 28

2.4 Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi ............................... 33

2.4.1 Metode Harga Pokok Produksi ............................................. 33 2.4.2 Metode Harga Pokok Pesanan .............................................. 36 2.4.3 Karakteristik Metode Harga Pokok Pesanan ........................ 36 2.4.4 Manfaat Informasi Harga Pokok

Produksi Per Pesanan ........................................................... 37 2.4.5 Metode Harga Pokok Proses ................................................ 38 2.4.6 Karakteristik Metode Harga Pokok Proses .......................... 38 2.4.7 Manfaat Informasi Harga Pokok Produksi ......................... 38 2.4.8 Perbedaan Metode Harga Pokok Pesanan dengan

Metode Harga Pokok Proses ................................................. 39 2.5 Metode Penentuan Harga Pokok Produksi .................................... 39

2.6 Sistem Harga Pokok Produksi ....................................................... 42

2.7 Analisis Varian............................................................................... 43

2.8 Penyebab Selisih Biaya Produksi................................................... 48

2.9 Kerangka Pikir Penelitian .............................................................. 51

2.10 Penelitian Terdahulu .................................................................... 55

BABI1I : METODE PENELITIAN 3.1.Jenis dan Pendekatan Penelitian ................................................... 57 3.2 Lokasi Penelitian ............................................................................ 58

3.3 Bidang dan Aktivitas Usaha........................................................... 58

3.4 Jenis dan Sumber Data ................................................................... 59

3.5.Metode Pengumpulan Data ........................................................... 63 3.6 Teknik Analisis Data ...................................................................... 65

BABIV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Gambaran Umum Obyek .............................................................. 75 4.2 Produk yang Dihasilkan ................................................................. 83

4.3 Proses Produksi .............................................................................. 83

4.4 Personalia ..................................................................................... 103

4.5.Pemasaran Konveksi Outfix_Outfit ............................................ 104

ix  

4.6 Deskripsi Data .............................................................................. 107

4.7 Realisasi Biaya Bahan Baku dan Biaya

Tenaga Kerja Langsung ............................................................... 118

4.8 Analisis Data ................................................................................ 121

4.9.Penyebab Terjadinya Selisih ....................................................... 138 4.10.Pembahasan ............................................................................... 139

BABV : PENUTUP 4.1.Kesimpulan ................................................................................. 142 4.2 Saran ............................................................................................ 143 

Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 144

Lampiran

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

x  

DAFTAR TABEL

No Judul Tabel

4.1. Jumlah Tenaga Kerja Konveksi Outfix-outfit .................................. 103 4.2 Standar Biaya Bahan Baku Konveksi

Oufit-oufix Tahun 2013 ..................................................................... 108

4.3 Standar Biaya Bahan Baku Konveksi

Oufit-oufix Tahun 2014 ..................................................................... 109

4.4 Standar Biaya Bahan Baku Konveksi

Oufit-oufix Tahun 2015 ..................................................................... 109

4.5 Standar Biaya Bahan Baku Konveksi

Oufit-oufix Tahun 2013-2015 Per Kilogram ..................................... 110

4.6 Standar Kuantitasa Bahan Baku Konveksi

Oufit-oufix Tahun ............................................................................. 114

4.7 Realisasi Biaya Bahan Baku Konveksi

Oufit-oufix Tahun 2013 ..................................................................... 118

4.8 Realisasi Biaya Bahan Baku Konveksi

Oufit-oufix Tahun 2014 ..................................................................... 119

4.9 Realisasi Biaya Bahan Baku Konveksi

Oufit-oufix Tahun 2015 ..................................................................... 120

4.10 Realisasi Biaya Tenaga Kerja Langsung Konveksi

Oufit-oufix Tahun 2013-2015 ............................................................ 121

4.11 Rincian Perhitungan Biaya Tenaga Kerja Langsung Konveksi

Oufit-oufix Tahun 2013-2015 ............................................................ 138

4.12 Rincian Hasi Perhitungan Biaya Bahan Baku dan

Biaya Tenaga Kerja Langsung Konveksi

Oufit-oufix Tahun 2013-2015 ............................................................ 142

xi  

DAFTAR GAMBAR

No Judul Gambar

2.1. Kerangka Pikir Penelitian .................................................................. 54 4.1 Struktur Organisasi Konveksi Outfit-outfix ........................................ 80

4.2 Contoh Bahan Cotton Combed ........................................................... 84

4.3 Contoh Bahan Carded.......................................................................... 84

4.4 Contoh Bahan TC ................................................................................. 85

4.5 Contoh Bahan Viscose ........................................................................ 86

4.6 Contoh Bahan PE ................................................................................. 87

4.7 Contoh Bahan Hyget ............................................................................ 88

4.8 Contoh Bahan Lacoste ......................................................................... 88

4.9 Contoh Bahan Twill Drill ................................................................... 90

4.10 Contoh Bahan American Drill ............................................................ 91

4.11 Contoh Bahan Japan Drill ................................................................... 91

4.12 Contoh Bahan Kanvas.......................................................................... 92

4.13 Contoh Bahan Terry ............................................................................ 92

4.14 Contoh Bahan Fleece ........................................................................... 93

4.15 Contoh Bahan Lotto ............................................................................. 94

4.16 Contoh Bahan Deadora ....................................................................... 94

4.17 Contoh Bahan Adidas ........................................................................ 94

4.18 Contoh Bahan Taslan ........................................................................... 95

4.19 Contoh Bahan Mikro .......................................................................... 96

4.20 Matriks Proses Produksi ...................................................................... 97

4.21 Prosedur Desain ................................................................................... 98

4.22 Proses Produksi ................................................................................. 102

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap usaha yang didirikan dengan orientasi laba didirikan untuk

mencapai laba yang optimal, sehingga kelangsungan hidup badan usaha dapat

tetap terjaga. Oleh karena itu setiap badan usaha yang ingin tetap eksis dan juga

unggul dalam persaingan dituntut untuk dapat merespon dengan baik terhadap

pengaruh perubahan-perubahan lingkungan. Demikian pula halnya dengan

industri konveksi yang mampu bertahan dalam persaingan industri itu sendiri

cukup ketat..

Seperti kita ketahui bahwa kebutuhan manusia itu tidak terbatas, apabila

sudah dipenuhi kebutuhan yang satu maka timbul kebutuhan yang lain. Begitu pula

dengan kebutuhan sandang, semakin pesat perkembangannya dari waktu ke waktu.

Hal ini dapat dilihat dari maraknya pertumbuhan industri kecil rumah tangga yang

bergerak diberbagai bidang. Sebagai salah satu bentuk usaha perseorangan dan

termasuk dalam jenis usaha industri, konveksi merupakan salah satu pilihan usaha

bagi masyarakat yang tidak memiliki modal besar yang nantinya diharapkan dapat

meningkatkan penghasilan masyarakat dan income keluarga. Usaha konveksi saat

ini pun sedang berkembang pesat bersama dengan usaha kuliner di Indonesia

khususnya. Perkembangan dua sektor usaha ini lah yang menyumbang

entrepreneur-entrepreneur terbanyak di Indonesia ini. Diharapkan perkembangan

entrepreneur di Indonesia khususnya bidang konvesi ini bisa terus berlanjut

2

sehingga bisa menjadi penopang utama perekonomian di Indonesia dalam

menghadapi persaingan domestik maupun global.

Di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur, banyak industri kecil yang

bermunculan, salah satunya adalah usaha konveksi, yakni usaha bidang busana jadi

,baik skala kecil maupun besar. Berdasarkan survey lapangan yang dilakukan, maka

dapat diperoleh berbagai fakta bahwa usaha konveksi di kota Malang memiliki

berbagai keunggulan, antara lain pemilik konveksi bertindak sebagai manajer, yang

mana pengelolaannya menjadi tanggung jawab pemilik konveksi, mulai dari

pengelolaan sumber daya manusia, pengelolaan keuangan, pengelolaan produksi,

serta pengelolaan pemasaran. Meskipun industri konveksi di kota Malang

mengalami perkembangan yang cukup bagus dan pesat namun masih banyak

permasalahan yang muncul. Permasalahan-permasalahan yang muncul itu antara

lain lemahnya dalam pengelolaan, pengelolaan yang dimaksud adalah pengelolaan

pada perusahaan kecil seperti organisasi, produksi, administrasi, pembukuan

keuangan, promosi, pemasaran dan sebagainya; rendahnya kualitas sumber daya

manusia, ini disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan yang mengakibatkan

lemahnya pengelolaan terutama dalam persaingan yang semakin ketat dan

perkembangannya lemah sehingga mempengaruhi tingkat kreatifitas.

Hambatan atau kendala lain yang menyebabkan kelemahan bagi pengelolaan

usaha konveksi adalah lemahnya aspek permodalan yang mana ketika tidak ada

modal maka produksi akan terhenti, sumber modal hanya terbatas pada kemampuan

pemilik/pengusaha konveksi; lemah dalam pemasaran yakni kurangnya promosi. Di

Kota Malang banyak sekali konveksi, tetapi perkembangannya tidak semua sama.

3

Hal ini disebabkan karena cara pengelolaannya yang berbeda-beda. Bidang-bidang

pengelolaan dalam suatu usaha mencakup beberapa hal diantaranya adalah

pengelolaan sumber daya manusia, pengelolaan keuangan, pengelolaan produksi

dan pengelolaan pemasaran. Berdasarkan kenyataan di atas untuk dapat mengelola

usaha dengan baik maka diperlukan suatu ilmu manajemen. Menurut T. Hani

Handoko (2003:6) manajemen dibutuhkan oleh semua organisasi, karena tanpa

manajemen, semua usaha akan sia-sia dan pencapaian tujuan akan lebih sulit.

Disebutkan pula bahwa dalam kegiatan bisnis dan manajemen, produksi itu

merupakan salah satu fungsi pokok selain fungsi pemasaran, sumber daya manusia

dan keuangan (Ronald Nangoi, 1994:94).

Usaha konveksi yang bergerak di bidang busana melakukan kegiatan rutin

produksi untuk menghasilkan suatu barang. Kegiatan produksi dimulai dari

pembelian bahan-bahan, membayar upah tenaga kerja untuk mengolah bahan -

bahan tersebut dan mengeluarkan biaya-biaya yang diperlukan sehingga bahan -

bahan tersebut dapat diubah menjadi produk jadi yang siap untuk dijual guna

memperoleh laba. Sebagian laba yang diperoleh dari setiap hasil penjualan akan

digunakan kembali untuk kegiatan usaha konveksi.

Laba secara sederhana dapat diukur dengan selisih antara total penjualan

dengan total biaya. Perolehan laba dapat diukur dengan berbagai rasio profitabilitas

atau kemampuan perusahaan memperoleh laba secara kuantitatif salah satunya

adalah rasio profit margin. Rasio Profit margin menurut Bambang Riyanto

(2001:37) adalah perbandingan antara net operating income dengan net sales. Besar

kecilnya rasio profit margin pada setiap transaksi sales ditentukan oleh dua faktor,

4

yaitu net sales dan laba usaha atau net operating income tergantung kepada

pendapatan dari sales dan besarnya biaya usaha (operating expenses). Dengan

jumlah operating expenses tertentu profit margin dapat diperbesar dengan

memperbesar sales, atau dengan jumlah sales tertentu profit margin dapat

diperbesar dengan menekan atau memperkecil operating expensesnya.

Kendala pencapaian efisiensi biaya produksi menggunakan biaya standar

yang dihadapi konveksi Outfix_outfit adalah biaya produksi yang dikeluarkan

terjadi penyimpangan dari biaya standar yang ditetapkan, hal ini dibarengi dengan

kenaikan harga bahan baku sedangkan konveksi outfix_outfit menetapkan standar

harga maksimal, tenaga kerja sering lambat atau boros waktu dalam menyelesaikan

produksi sehingga outfix_oufit harus menambah pengeluaran untuk upah tenaga

kerja, harus mengeluarkan biaya-biaya tak terduga di saat proses produksi masih

berlangsung, sehingga perolehan laba setiap kali pesanan akan berkurang karena

perusahaan tidak dapat lagi menaikkan harga jualnya karena harga jual telah

ditetapkan sebelum proses produksi tersebut dilakukan. Oleh sebab itu untuk dapat

mencapai produksi yang efisien, maka diperlukan suatu pengendalian terhadap

biaya produksi yang akan dikeluarkan. (wawancara, Rivardhy: 2015).

Pengendalian biaya ini penting karena biaya produksi merupakan unsur di

dalam pembentukan harga pokok produksi yang dijadikan dasar dalam penentuan

harga pokok penjualan produk yang dihasilkan. Menurut Mulyadi, biaya produksi

merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk

jadi yang siap untuk dijual. Secara garis besar biaya produksi dibagi menjadi tiga

unsur yaitu: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead

5

pabrik. Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung disebut dengan istilah

biaya utama (prime cost), sedangkan biaya tenaga kerja langsung dan biaya

overhead pabrik disebut pula dengan istilah biaya konversi (convertion cost) yang

merupakan biaya untuk mengkonversi atau mengubah bahan baku menjadi produk

jadi. Pengendalian terhadap biaya dapat diukur dengan tingkat efisiensi biaya y ang

dianggarkan dengan biaya yang sesungguhnya. Efisiensi biaya dapat diukur dengan

cara membandingkan antara biaya sesungguhnya dengan biaya yang dianggarkan

selanjutnya disebut biaya standar (Carter dan Usry, 2006: 12). Dalam suatu

kegiatan produksi perusahaan harus dapat mempertimbangkan biaya yang terdapat

didalamnya salah satunya adalah biaya bahan baku. Efisiensi biaya bahan baku

dapat diketahui dengan cara membandingkan antara hasil dari analisis selisih biaya

bahan baku standar dengan biaya bahan baku sesungguhnya.

Selain biaya bahan baku perusahaan memiliki faktor utama lain untuk

menjalankan kegiatan produksinya yaitu tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan

daya fisik atau mental yang dikerahkan untuk menghasilkan suatu produk. Dalam

proses produksi, tenaga kerja memerlukan biaya dalam menjalankan kegiatannya,

dalam hal ini digunakan untuk pemberian gaji, upah maupun bonus kepada tenaga

kerja yang ada dalam perusahaan. Menurut Abdul Halim (2010:73), “Biaya tenaga

kerja langsung didefinisikan sebagai pembayaran-pembayaran kepada para pekerja

yang didasarkan pada jam kerja atau atas dasar unit yang diproduksi”. Analisis

selisih biaya tenaga kerja langsung adalah selisih biaya tenaga kerja langsung yang

disebabkan oleh adanya biaya tenaga kerja standar dengan biaya tenaga kerja

langsung yang sesungguhnya. Efisiensi biaya tenaga kerja langsung dapat diketahui

6

dengan cara membandingkan antara hasil dari analisis selisih biaya tenaga kerja

langsung dengan biaya tenaga kerja langsung sesungguhnya.

Berdasarkan survey di usaha konveksi outfix_outfit kota Malang, usaha

konveksi ini melakukan proses produksi berdasarkan pesanan atau permintaan

konsumen. Proses produksi yang dilakukan melalui hand made. Hand made yaitu

produk dibuat para pengrajin. Dengan demikian usaha konveksi outfix_outfit harus

mengeluarkan berbagai biaya yang pada akhirnya nanti akan mengurangi

pendapatan yang diperoleh sehingga berpengaruh terhadap laba kotor dari setiap

penjualan yang dilakukan. Oleh karena, itu pengendalian biaya produksi perlu

dilakukan untuk mencapai efisiensi dalam upaya memperbesar rasio gross profit

margin yang diinginkan.

Efisiensi biaya produksi dapat dilakukan dengan membandingkan rencana

biaya produksi dengan realisasinya. Perencanaan biaya produksi dituangkan ke

dalam bentuk pedoman biaya yang disebut biaya standar. Biaya standar menurut

Kartadinata adalah biaya yang ditentukan lebih dulu (Predetermined Cost) untuk

memproduksikan suatu unit atau sejumlah unit produk dalam jangka waktu

produksi berikutnya (2000: 213). Biaya yang ditentukan lebih dulu itu meliputi

biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Oleh sebab itu

biaya standar merupakan biaya yang direncanakan untuk suatu produk berdasarkan

kondisi usaha saat ini. Biaya - biaya bahan dan upah biasanya didasarkan pada

kondisi normal atau kondisi saat ini dengan memperhatikan kemungkinan-

kemungkinan perubahan dalam tingkat harga dan tariff, maka untuk tujuan efisiensi

biaya produksi dalam penelitian ini dapat digunakan biaya standar. Biaya standar

7

dirancang untuk efisiensi. Efisiensi biaya produksi melalui biaya standar berarti

biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan harus mencapai biaya standar yang

dibuat atau dengan kata lain membandingkan antara realisasi biaya produksi dengan

biaya standar. Meskipun pengendalian biaya produksi telah dilakukan secara hati-

hati tetapi kenyataannya masih sering terjadi penyimpangan, ini berarti

pengendalian yang dilakukan belum efisien.

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi tentang biaya bahan

baku dan biaya tenaga kerja langsung pada, serta mendeskripsikan efisiensi biaya

produksi menggunakan biaya standar pada usaha Konveksi Outfix_outfit.

Berdasarkan uraian di atas, saya memutuskan untuk menjalani skripsi pada usaha

Konveksi Outfix_outfit di bidang busana yang berada di Malang, Jawa Timur,

untuk kemudian menyusun penelitian degan judul: “ANALISIS VARIANS

BIAYA BAHAN BAKU DAN BIAYA TENAGA KERJA LANGSUNG

TERHADAP BIAYA STANDAR UNTUK MENINGKATKAN LABA

USAHA KONVEKSI OUTFIX_OUTFIT DI KOTA MALANG”.

1.2 Rumusan dan Pembatasan Masalah

1.2.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam

penelitian ini adalah:

1. Apakah biaya bahan baku Usaha Konveksi Outfix_Outfit di Kota Malang pada

tahun 2014 sudah terkendali ?

2. Apakah biaya tenaga kerja langsung Usaha Konveksi Outfix_Outfit di Kota

Malang pada tahun 2014 sudah terkendali ?

8

3. Seberapa besar efisiensi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung,

menggunakan biaya standar pada usaha Konveksi Outfix_outfit di Kota Malang ?

4. Seberapa besar selisih biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung,

menggunakan biaya standar terhadap pengendalian biaya pada usaha Konveksi

Outfix_outfit di Kota Malang pada tahun 2014 ?

5. Seberapa besar laba yang dicapai pada usaha Konveksi Outfix_outfit di Kota

Malang di tahun 2014?

1.2.2 Penelitian ini hanya membahas dua komponen biaya produksi, yaitu:

1. Biaya Bahan Baku

2. Biaya Tenaga Kerja Langsung

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui biaya bahan baku usaha Konveksi Outfix_outfit pada tahun 2014

2. Untuk mengetahui biaya tenaga kerja langsung usaha Konveksi Outfix_outfit pada

tahun 2014

3. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis efisiensi biaya produksi menggunakan

biaya standar pada usaha Konveksi Outfix_outfit di Kota Malang.

4. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis seberapa besar pengaruh efisiensi biaya

produksi menggunakan biaya standar terhadap laba pada usaha Konveksi

Outfix_outfit di Kota Malang.

5. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis seberapa besar laba yang dicapai pada

usaha Konveksi Outfix_outfit di Kota Malang.

9

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:

1 Bagi penyusun

a. Sebagai syarat kelulusan mahasiswa dari Fakultas Ekonomi Dan Bisnis

Jurusan Manajemen Universias Brawijaya Malang.

b. Menambah wawasan penulis tentang usaha konveksi dalam hal ini adalah

kaitannya dengan efisiensi biaya produksi menggunakan biaya standar, dan

tentang rasio profit margin.

c. Meningkatkan kompetensi penulis, terutama didalam bidang penulisan

penelitian yang baik dan benar.

d. Meningkatkan kemampuan penulis dalam menggali teori manajemen

keuangan yang sangat luas.

2 Bagi pembaca:

a. Menambah pengetuhan pembaca, terutama dalam efisiensi biaya produksi

menggunakan biaya standar, dan tentang rasio profit margin.

b. Membantu pembaca dalam mencari referensi teori untuk mengatasi

permasalahan yang sama.

3 Bagi instansi / perusahaan terkait

a. Untuk memberikan sumbangan pemikiran dan bahan masukan kepada

perusahaan untuk mendiskripsikan efisiensi biaya produksi menggunakan

biaya standar, dan tentang rasio profit margin.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

mengambil kebijakan perusahaan khususnya tentang efisiensi biaya

10

produksi menggunakan biaya standar dan peningkatan rasio profit margin

bagi usaha Konveksi Outfix_outfit di Kota Malang.

12

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Biaya

Pengertian biaya pada dasarnya adalah pengorbanan ekonomi yang dikeluarkan

yang dapat diukur serta ditaksir jumlahnya. Ada beberapa pengertian biaya yang

dikemukakan oleh pakar, seperti yang dikemukakan oleh Mulyadi (2005: 8) pengertian

biaya sebagai berikut:

Dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam

satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan

tertentu. Sedangkan pengertian biaya dalam arti sempit adalah sebagai

pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva.

Dari pengertian biaya tersebut terdapat empat unsur pokok sebagai berikut:

1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi.

2. Diukur dalam satuan uang.

3. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi.

4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.

Sedangkan pengertian biaya menurut Carter dan Usry (2004: 29) adalah: Biaya

adalah nilai tukar, pengeluaran, pengorbanan untuk memperoleh manfaat.

Sedangkan pengertian biaya menurut Kuswadi (2005 : 19) adalah sebagai berikut:

Biaya adalah semua pengeluaran untuk mendapatkan barang atau jasa dari pihak ketiga.

Selanjutnya pengertian biaya menurut Sofyan Syafri dalam Ekmal (2010) adalah:

Biaya merupakan sebagai arus keluar aktiva, penggunaan aktiva atau munculnya

13

kewajiban atau kombinasi keduanya selama suatu periode yang disebabkan oleh

pengiriman barang, pembuatan barang, pembebanan jasa atau pelaksanaan kegiatan

lainnya yang merupakan kegiatan utama perusahaan.

2.1.1 Pengertian Biaya Produksi

Sebuah perusahaan manufaktur tidak akan terlepas dari kegiatan menghitung

biaya-biaya yang dikeluarkan, termasuk di dalamnya kegiatan menghitung biaya

produksi dari suatu produk yang akan dihasilkan oleh perusahaan. Hal ini terjadi karena

biaya produksi tersebut merupakan bagian terbesar dari seluruh biaya yang dikeluarkan.

Menurut Carter dan Usry dengan penerjemah Krista (2005 : 42) bahwa biaya

produksi adalah jumlah dari tiga elemen biaya,

1. Biaya Bahan Baku

2. Biaya Tenaga Kerja Langsung

3. Biaya Overhead Pabrik (Factory Overhead Cost / FOH)

Berdasarkan masing-masing elemen biaya produksi dapat dikesimpulkan, biaya

produksi adalah semua biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi dari

suatu produk mulai dari saat pembelian bahan baku sampai dengan produk tersebut

selesai dan siap untuk dijual.

2.1.2 Pengertian Pengendalian Biaya

Pengendalian biaya (cost control) adalah perbandingan kinerja actual dengan

kinerja standar, penganalisisan selisih-selisih yang timbul guna mengidentifikasi

penyebab-penyebab yang dapat dikendalikan, dan pengambilan tindakan untuk

membenahi atau menyesuaikan perencanaan dan pengendalian pada masa yang akan

datang (Simamora, 1999: 301).

14

Menurut Supriyono (2000: 97) pengendalian biaya merupakan control yang

dilakukan untuk menilai prestasi dengan cara membandingkan biaya sesungguhnya

dengan biaya standar yang ditetapkan sehingga akan dapat ditentukan efisiensi pada

setiap departemen dimana produk diolah.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka yang dimaksud dengan efisiensi

biaya dalam penelitian ini adalah mengendalikan biaya agar bertindak efisien yaitu hasil

akhir tidak jauh menyimpang dari standar yang telah ditentukan dengan cara

membandingkan biaya sesungguhnya dengan biaya standar sehingga dapat dicapai suatu

efisiensi. Bila penyimpangannya di atas maupun di bawah standar dapat diabaikan

karena hal ini berlaku

harga mutlak.

2.1.3 Alat Pengendalian Biaya

Menurut Samryn (2001: 211) di dalam pengendalian biaya dapat menggunakan

anggaran fleksibel dan biaya standar.

1. Anggaran Fleksibel

Pengertian anggaran menurut Munandar (2000: 1) yang dimaksud dengan

Business Budget atau budget (anggaran) adalah suatu rencana yang disusun secara

sistematis, yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yang dinyatakan dalam unit

(kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan

datang.

Samryn (2001: 226) berpendapat bahwa anggaran fleksibel merupakan suatu

bentuk anggaran yang dirancang untuk mengcover suatu rangeaktivitas dan yang dapat

15

digunakan untuk membuat anggaran beberapa level biaya dalam kisaran yang dapat

dibandingkan dengan biaya yang sesungguhnya terjadi.

a. Anggaran Produksi

Anggaran produksi menurut Halim dan Supomo (1990: 153) memuat

tentang rencana unit yang diproduksi selama periode anggaran. Taksiran

produksi ditentukan berdasarkan rencana penjualan dan persediaan yang

diharapkan. Anggara produksi merupakan dasar penyusunan anggaran biaya

produksi, yaitu anggaran biaya bahan baku, anggaran biaya tenaga kerja

langsung, dan anggaran biaya overhead pabrik.

b. Anggaran Biaya Bahan Baku

Anggaran biaya bahan baku menurut Munandar (2000: 134) merupakan

anggaran yang merencanakan secara lebih terperinci tentang biaya bahan baku

untuk produksi selama periode yang akan datang, yang di dalamnya meliputi

rencana tentang jenis (kualitas) bahan baku yang diolah, jumlah (kuantitas)

bahan baku yang diolah, dan waktu (kapan) bahn baku tersebut diolah dalam

proses produksi.

c. Anggaran Biaya Tenaga Kerja Langsung

Anggaran biaya tenaga kerja langsung merupakan anggaran yang

merencanakan secara lebih terperinci tentang upah yang akan dibayarkan

kepada para tenaga kerja langsung selama periode yang akan datang, yang di

dalamnya meliputi rencana tentang jumlah waktu yang diperlukan oleh para

tenaga kerja langsung untuk menyelesaikan unit yang akan diproduksi, tarif

upah yang akan dibayarkan kepada para tenaga kerja langsung dan waktu

16

(kapan) para tenaga kerja langsung tersebut menjalankan kegiatan proses

produksi, yang masing-masing dikaitkan dengan jenis barang jadi (produk)

yang akan dihasilkan, serta tempat (departemen) di mana para tenaga kerja

langsung tersebut akan bekerja.

d. Anggaran FOH

Anggaran biaya overhead pabrik merupakan anggaran yang

merencanakan secara lebih terperinci tentang beban biaya pabrik tidak

langsung selama periode yang akan datang, yang di dalamnya meliputi rencana

jenis biaya pabrik tidak langsung, jumlah biaya pabrik tidak langsung dan

waktu (kapan) biaya pabrik tidak langsung tersebut dibebankan, yang masing-

masing dikaiykan dengan tempat (departemen) dimana biaya pabrik tidak

langsung tersebut terjadi.

2. Biaya Standar

Biaya standar menurut Kartadinata adalah biaya yang ditentukan lebih dulu

(Predetermined Cost) untuk memproduksikan suatu unit atau sejumlah unit produk

dalam jangka waktu produksi berikutnya (2000: 213). Biaya yang ditentukan lebih dulu

itu meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Oleh

sebab itu biaya standar merupakan biaya yang direncanakan untuk suatu produk

berdasarkan kondisi usaha saat ini.

A. Manfaat Biaya Standar

Manfaat standar di dalam pengendalian biaya menurut Willson dan

Campbell (1991: 244) sebagai berikut:

17

1. Standar memberikan suatu tolok ukur yang lebih baik mengenai prestasi

pelaksanaan.

2. Memungkinkan dipergunakannya “prinsip perkecualian (principle of

exception)” dengan akibat penghematan waktu. Menurut Supriyono

(2000: 98) “prinsip perkecualian” menitikberatkan pada hal-hal

penyimpangan dibanding dengan standar yang sudah ditetapkan.

3. Memungkinkan biaya akuntansi yang ekonomis.

4. Memungkinkan pelaporan yang segera atas informasi pengendalian

biaya.

5. Standar berlaku sebagai insentif bagi karyawan.

B. Komponen Biaya Standar

1. Standar Biaya Bahan Baku

Biaya bahan baku standar adalah biaya bahan baku persatuan

yang seharusnya terjadi dalam pengolahan satu satuan produk. Dalam

menentukan biaya bahan baku standar ada dua faktor yaitu: kuantitas

standar bahan baku dan harga standar bahan baku.

a. Harga standar bahan baku adalah harga bahan baku persatuan yang

seharusnya terjadi di dalam pembelian bahan baku. Di dalam

menentukan harga standar bahan baku meliputi harga faktur bahan

baku dikurangi potongan pembelian bahan baku apabila ada,

ditambah biaya-biaya lainnya dalam rangka pengadaan bahan baku

sampai siap dipakai dengan mempertimbangkan faktor kepraktisan

dan perlakuannya.

18

b. Kuantitas standar bahan baku adalah jumlah kuantitas bahan baku

yang seharusnya dipakai di dalam pengolahan satu satuan produk

tertentu. Dalam menentukan standar kuantitas harus diperhitungkan

kemungkinan produk rusak (spoiled), produk cacat (defective),

maupun sisa bahan di dalam pengolahan yang sifatnya normal.

2. Standar Biaya Tenaga Kerja Langsung.

Biaya tenaga kerja langsung standar adalah biaya tenaga kerja

langsung yang seharusnya terjadi di dalam pengolahan satu satuan

produk. Di dalam menetapkan biaya tenaga kerja langsung standar ada

dua faktor yaitu tarif standar upah langsung dan jam standar kerja.

a. Tarif standar upah langsung adalah tarif upah yang seharusnya terjadi

untuk setiap satuan pengupahan (misalnya: upah per jam, upah per

potong) di dalam pengolahan produk tertentu (Supriyono, 2000:

107).

b. Jam standar kerja adalah jam atau waktu kerja yang seharusnya

dipakai di dalam pengolahan satu satuan produk. Di dalam penentuan

jam atau waktu kerja standar harus menuju kepada tingkat efisiensi

maksimum, tetapi masih memungkinkan atau secara wajar dapat

dicapai oleh karyawan langsung (Supriyono, 2000: 108).

3. Standar FOH

Biaya overhead pabrik standar adalah biaya overhead pabrik yang

seharusnya terjadi di dalam mengolah satu satuan produk. Menurut

19

Supriyono di dalam pabrik yang menggunakan tarif tunggal, biaya

overhead standar ditentukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Penentuan anggaran biaya overhead pabrik.

Pada awal periode disusun anggaran untuk setiap elemen biaya

overhead pabrik yang digolongkan ke dalam biaya tetap dan biaya

variabel, dan lebih baik dalam anggaran fleksibel.

b. Penentuan dasar pembebanan dan tingkat kapasitas.

Setelah anggaran biaya overhead pabrik disusun, maka untuk

menghitung tarif standar ditentukan dasar pembebanan dan tingkat

kapasitas.

c. Perhitungan tarif standar FOH.

Tarif standar biaya overhead pabrik dihitung sebesar anggaran biaya

overhead pabrik dibagi tingkat kapasitas yang dipakai. Untuk tujuan

analisa selisih biaya overhead pabrik maka tarif standar biaya

overhead pabrik dihitung untuk tarif total, tarif tetap dan tarif

variable (2000: 96).

Anggaran dan biaya standar merupakan dua penentuan biaya yang ditentukan di

muka yang mempunyai perbedaan pada cara penentuannya. Anggaran digunakan untuk

menentukan seluruh biaya yang akan terjadi selama periode tertentu. Sedangkan biaya

standar digunakan untuk menentukan biaya dalam satu unit atau sejumlah unit tertentu.

Penentuan biaya di muka dalam penelitian ini menggunakan biaya standar

sebagai alat pengendalian biaya karena secara teknis biaya standar lebih tepat digunakan

20

untuk mengendalikan biaya produksi. Komponen biaya standar yang digunakan adalah

standar biaya bahan baku dan standar biaya tenaga kerja langsung.

C. Jenis-Jenis Standar

Standar umumnya diklasifikasikan dalam dua bagian:

1. Standar ideal (ideal standards) yaitu membutuhkan efisiensi maksimum

dan hanya dapat tercapai jika segala sesuatu beroperasi secara

sempurna. Tidak ada mesin yang rusak, menganggur, atau kurangnya

keterampilan (bahkan jika hanya sementara) yang dapat ditoleransi.

2. Standar normal yaitu suatu tantangan yang bisa dicapai dalam kondisi

bisnis dan ekonomi yang normal.

3. Standar yang saat ini dapat tercapai (currently attainable standards),

bisa dicapai dengan beroperasi secara efisien. Kelonggaran diberikan

untuk kerusakan normal, gangguan, keterampilan yang lebih rendah

dari sempurna, dan lainnya. Standar-standar ini sangat menantang

tetapi dapat dicapai.

2.2 Penggolongan Biaya

Pada tingkatan manajemen tertentu,diperlukan informasi biaya yang sangat

akurat untuk menghasilkan suatu keputusan yang tepat. Kebutuhan akan informasi biaya

ini telah mendorong timbulnya suatu konsep penggolongan biaya yang berbeda untuk

tujuan yang berbeda pula. Menurut Mulyadi (2007: 14), biaya dapat digolongkan

menurut:

1. Objek pengeluaran.

2. Fungsi pokok dalam perusahaan.

21

3. Hubungan biaya dengan suatu yang dibiayai.

4. Perilaku alam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan.

5. Jangka waktu manfaatnya.

2.2.1 Penggolongan Biaya Menurut Objek Pengeluaran

Penggolongan biaya ini, merupakan penggolongan biaya yang paling sederhana

misalnya perusahaan mengeluarkan uang untuk membayar gaji karyawan disebut biaya

gaji, untuk perusahaan yang melakukan proses produksi maka biaya digolongkan

menjadi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya produksi tidak langsung.

Contoh lainnya, misalnya nama objek pengeluaran merupakan bahan bakar,

maka semua pengeluaran yang berhubungan dengan bahan bakar disebut “biaya bahan

bakar”. Contoh penggolongan biaya dasar objek pengeluaran dalam perusahaan kertas

adalah sebagai berikut: biaya gaji dan upah, biaya merang, biaya jerami, biaya soda,

biaya depresiasi mesin, biaya asuransi, biaya zat warna.

2.2.2 Penggolongan Biaya Menurut Fungsi Pokok dalam Perusahaan

Biaya menurut fungsi pokok dalam perusahaan ini dapat digolongkan menjadi:

1. Biaya produksi yaitu biaya yang dikeluarkan untuk mengolah bahan baku

menjadi barang jadi. Terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya

produksi tidak langsung. Bahan baku dan upah langsung biasanya disebut

“prime cost” sedangkan biaya overhead pabrik disebut “convertion cost”.

2. Biaya pemasaran, meliputu semua biaya dalam rangka menyelenggarakan

kegiatan pemasaran, seperti biaya promosi, biaya iklan dan lain-lain.

3. Biaya Administrasi dan Umum adalah semua biaya yang terjadi dalam hubungan

dengan fungsi administrasi. Meliputi biaya dalam rangka penentuan

22

kebiajaksanaan, perencanaan, pengarahan dan pengawasan terhadap kegiatan

perusahaan secara keseluruhan. Termasuk didalamnya biaya untuk direktur dan

staff, bagian umum dan personalia, bagian humas dan hukum, bagian akuntansi,

bagian keuangan dan sebagainya.

Tujuan penggolongan biaya sesuai dengan fungsi pokok kegiatan perusahaan

adalah sebagai berikut:

1. Untuk dapat menyajikan laporan keuangan yang wajar. Kesalahan dalam

penggolongan biaya, misalnya biaya produksi diperlukan sebagai biaya non

produksi, berakibat penyajian laporan keuangan dinyatakan terlalu besar atau

telalu kecil.

2. Jika cara penggolongan biaya berdasarkan fungsi digolongkan dengan cara

penggolongan biaya yang lain maka cara ini dapat bermanfaat untuk

melaksanakan proses manajemen, misalnya proses perencanaan, proses

pembuatan keputusan, dan proses pengendalian.

2.2.3 Penggolongan Biaya atas Dasar Hubungan Biaya dengan Sesuatu yang

Dibiayai

Penggolongan biaya ini terbagi menjadi dua:

1. Biaya langsung adalah biaya yang terjadi atau manfaatnya dapat

diidentifikasikan kepada objek atau pusat biaya tersebut. Biaya produksi

langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.

2. Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh

sesuatu yang dibiayai. Biaya ini tidak mudah diidentifikasikan dengan produk

23

tertentu. Biaya tidak langsung dalam hubungannya dengan produksi disebut

dengan istilah biaya produksi tidak langsung atau biaya overhead pabrik.

2.2.4 Perilaku Biaya dalam Hubungannya dengan Perubahan Volume Kegiatan

Dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, menurut William K.

Carter (2009: 68) biaya dapat digolongkan menjadi:

1. Biaya tetap didefenisikan sebagai biaya yang secara total tidak berubah ketika

aktivitas bisnis meningkat atau menurun. Meskipun beberapa biaya terlihat

sebagai biaya tetap, semua biaya sebenarnya bersifat variabel dalam jangka

panjang. Jika semua aktivitas bisnis turun sampai ketitik nol dan tidak ada

prospek akan kenaikan, suatu perusahaan akan melikuidasi dirinya dan

menghindari semua biaya. Jika aktivitas diperkirakan akan meningkat di atas

kapasitas saat ini, biaya tetap harus dinaikkan untuk menggati peningkatan

volume yang diperkirakan. Misalnya saja, overhead pabrik memasukkan item

seperti sipervisi, penyusutan, sewa, asuransi properti, pajak properti semuanya

secara umum dianggap sebagai biaya tetap.

2. Biaya variabel didefenisikan sebagai biaya totalnya meningkat secara

proporsional terhadap peningkatan dalam aktivitas dan menurun secara

proporsional terhadap penurunan dalam aktivitas.

Biaya variabel termasuk biaya bahan baku langsung, tenaga kerja langsung,

beberapa perlengkapan, beberapa tenaga kerja tidak langsung. Biaya variabel

biasanya dapat didefenisikan langsung dengan aktivitas yang menimbulkan

biaya tersebut.

24

3. Biaya semi variabel didefenisikan sebagai biaya yang memperlihatkan baik

karakteristik-karakteristik dari biaya tetap maupun biaya variabel. Contoh biaya

semacam itu mancakup biaya listrik, air, gas, bensin, batu bara, beberapa

perlengkapan, pemeliharaan, beberapa tenaga kerja tidak langsung, asuransi jiwa

kelompok untuk karyawan, biaya pensiun, pajak penghasilan, biaya perjalanan

dinas, dan biaya representasi.

2.2.5 Penggolongan Biaya atas Dasar Jangka Waktu Manfaatnya

Menurut Mulyadi (2007: 17) atas jangka waktu manfaatnya, biaya dapat dibagi

menjadi dua golongan:

1. Pengeluaran modal (capital expenditure)

Pengeluaran modal merupakan biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu

periode akuntansi. Pengeluaran modal ini pada saat terjadinya dibebankan dalam

tahun-tahun yang menikmati manfaatnya denga cara depresiasi, diamortisasi,

dan deplesi.

2. Pengeluaran pendapatan (revenue expenditure)

Pengeluaran pendapatan merupakan biaya yang hanya mempunyai manfaat

dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut. Pengeluaran ini

dibebankan sebagai biaya.

Dalam penelitian ini penggolongan biaya yang digunakan berdasar fungsi

pokoknya dalam perusahaan yaitu biaya produksi. Karena dari keseluruhan biaya yang

dikeluarkan oleh perusahaan manufaktur, biaya produksi cenderung menjadi pos biaya

yang paling besar jumlahnya. Biaya produksi yang dikeluarkan dapat digolongkan

menjadi tiga unsur sebagai berikut:

25

1. Biaya Bahan Baku.

Semua produk pabrikan (manufacturing products) terbuat dari bahan baku

langsung dasar. Bahan baku langsung (direct material) adalah bahan baku

yang menjadi bagian integral dari produk jadi perusahaan dan dapat

ditelusuri dengan mudah. Bahan baku langsung ini menjadi bagian fisik

produk, dan terdapat hubungan langsung antara masukan bahan baku dan

keluaran dalam bentuk produk jadi.

Jadi biaya bahan baku langsung adalah biaya dari komponenkomponen fisik

produk. Biaya bahan baku dapat dibebankan secara langsung kepada produk

karena observasi fisik dapat dilakukan untuk mengukur kuantitas yang

dikonsumsi oleh setiap produk (Simamora, 1999: 36). Bahan baku yang

tidak dapat diidentifikasi secara langsung dengan suatu unit produk jadi

disebut bahan baku penolong (indirect material). Biaya bahan baku

penolong dimasukkan ke dalam biaya overhead pabrikasi.

2. Biaya Tenaga Kerja Langsung

Biaya tenaga kerja adalah semua balas jasa (teken prestasi) yang diberikan

oleh perusahaan kepada semua karyawan (Supriyono, 1999:20). Sesuai

dengan fungsi di mana karyawan bekerja, biaya tenaga kerja dapat

digolongkan ke dalam biaya tenaga kerja pabrik/produksi, biaya tenaga kerja

pemasaran, biaya tenaga kerja administrasi dan umum. Biaya tenaga kerja

untuk fungsi produksi dibagi menjadi dua bagian yaitu:

26

a. Biaya tenaga kerja langsung, yaitu semua balas jasa yang diberikan

kepada karyawan pabrik yang manfaatnya dapat diidentifikasikan atau

diikuti jejaknya pada produk tertentu yang dihasilkan perusahaan.

b. Biaya tenaga kerja tidak langsung, yaitu semua balas jasa yang diberikan

kepada karyawan pabrik, akan tetapi manfaatnya tidak dapat

diidentifikasikan atau diikuti jejaknya pada produk tertentu yang

dihasilkan perusahaan.

3. FOH

Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku

langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Menurut Mulyadi biaya overhead

pabrik dapat digolongkan menjadi beberapa jenis biaya sebagai berikut:

a. Biaya bahan penolong.

b. Biaya tenaga kerja tidak langsung.

c. Biaya reparasi dan pemeliharaan aktiva tetap.

d. Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu, misal biaya asuransi

dan biaya sewa.

e. Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian aktiva tetap, misal biaya

penyusutan gedung pabrik dan mesin.

f. Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan

pengeluaran uang tunai (1999: 208).

Unsur biaya produksi dalam penelitian ini hanya mengkaji biaya bahan baku

dan biaya tenaga kerja langsung.

27

2.3 Harga Pokok Produksi

2.3.1 Pengertian Harga Pokok Produksi

Samryn mengatakan bahwa harga pokok produk merupakan nilai investasi

yang dikorbankan untuk mengubah bahan baku menjadi barang jadi yang

komponennya terdiri dari: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead

pabrik (2002: 85).

Harga pokok produksi adalah sejumlah biaya yang terjadi dan dibebankan dalam

proses produksi. Beberapa pendapat dari pakar tentang harga pokok produksi.

Pengertian harga pokok produksi menurut Mulyadi (2005 : 14) yaitu :

“Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengolahan bahan

baku menjadi produk.”

Abas Kartadinata dalam Kasmiati (2008) menjelaskan bahwa defenisi dari harga

pook produksi sebagai berikut :

“Harga pokok produksi meliputi semua biaya dan pengorbanan yang perlu dikeluarkan

dan dilakukan untuk menghasilkan produk jadi. “

Harga pokok produksi atau biaya produk menurut M.Nafarin (2009: 497) adalah

sebagai berikut:

Semua biaya yang berkaitan dengan produk (barang) yang diperoleh, diaman

didalamnya terdapat unsur biaya produk beruapa biaya bahan baku, biaya tenaga

kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.

Pengertian harga pokok produksi menurut Bastian Bustami dan Nurlela

(2010:49), harga pokok produksi adalah:

28

“Kumpulan biaya produksi yang terdiri dari bahan baku langsung, tenaga kerja

langsung, dan biaya overhead pabrik ditambah persediaan produk dalam proses

awal dan dikurang persediaan produk dalam proses akhir. Harga pokok produksi

terikat pada periode waktu tertentu. Harga pokok produksi akan sama dengan

biaya produksi apabila tidak ada persediaan produk dalam proses awal dan

akhir.”

Dari beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa harga pokok produksi

merupakan keseluruhan dari biaya-biaya yang dikorbankan sehubungan dengan proses

produksi barang tersebut sehingga menjadi barang jadi yang siap untuk dijual. Biaya-

biaya tersebut terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya

overhead pabrik.

2.3.2 Tujuan Perhitungan Harga Pokok Produksi

Tujuan dari perhitungan harga pokok produksi adalah :

1. Untuk pengendalian.

2. Untuk perencanaan dan pengukuran prestasi pelaksanaan.

3. Menetapkan harga.

4. Untuk menentukan nilai persediaan.

2.3.3 Unsur – unsur Perhitungan Harga Pokok Produksi

Unsur – unsur yang membentuk harga pokok produksi adalah biaya bahan

baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. Pada

umumnya biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung disebut juga

dengan biaya utama (Prime Cost), sedangkan yang lainnya disebut biaya konversi

(Conversion Cost). Biaya – biaya ini dikeluarkan untuk mengubah bahan baku

29

menjadi barang jadi. Yang termasuk kedalam unsur – unsur harga pokok produksi

adalah sebagai berikut:

1. Biaya Bahan Baku Langsung (Direct Material Cost)

Berikut ini merupakan beberapa pengertian menurut para ahli mengenai

biaya bahan baku:

Kholmi dan Yuningsih (2009:26) menjelaskan pengertian bahan baku adalah

sebagai berikut:

“Bahan baku merupakan bahan yang sebagian besar membentuk produk

setengah jadi atau menjadi bagian wujud dari suatu produk yang ditelusuri

ke produk tersebut.”

Menurut Carter (2009:40) yang diterjemahkan oleh Krista adalah sebagai

berikut:

“Bahan baku langsung adalah semua bahan baku yang membentuk bagian

integral dari produk jadi dan dimasukkan secara eksplisit dalam perhitungan

biaya produk.”.

Sedangkan menurut Mulyadi (2010:275) adalah sebagai berikut:

“Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh produk

jadi. Bahan baku yang diolah dalam perusahaan manufaktur dapat diperoleh

dari pembelian lokal, impor atau dari pengolahan sendiri.”

Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

bahan baku merupakan unsur paling pokok dalam proses produksi.

2. Biaya Tenaga Kerja Langsung (Direct Labor Cost)

30

Biaya tenaga kerja langsung merupakan biaya produksi yang cukup besar,

karena salah satu bentuk balas jasa perusahaan atas tenaga dan kinerja

karyawan, sehingga amat penting dan perlu mengadakan pengawasan dan

pengendalian terhadap biaya tenaga kerja. Tujuan utama dari pengawasan

dan pengendalian biaya tenaga kerja ini adalah agar tercapainya efisiensi

tenaga kerja, termasuk didalamnya masalah penentuan tingkat konpensasi

yang memadai, menjaga agar kualitas produk yang dihasilkan memenuhi

standar dan tercapainya volume produksi yang optimal.

Berikut ini merupakan beberapa pengertian menurut para ahli mengenai

biaya tenaga kerja langsung:

Menurut Justine T. Sirait (2006: 127) pengertian tenaga kerja langsung

adalah:

Tenaga kerja langsung merupakan tenaga kerja yang kegiatannya langsung

dapat dihubungkan dengan produk akhir, terutama dalam penentuan harga

pokok.

Menurut Carter (2009:40) yang diterjemahkan oleh Krista adalah sebagai

berikut:

“Biaya tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang melakukan konversi

bahan baku langsung menjadi produk jadi dan dapat dibebankan secara layak

ke produk tertentu.”

Defenisi tenaga kerja langsung menurut M. Nafarin (2009: 224) adalah

tenaga manusia yang bekerja langsung mengolah produk.

31

Sedangkan menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2010:12) adalah sebagai

berikut:

“Biaya tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang digunakan dalam

merubah atau mengkonversi bahan baku menjadi produk selesai dan dapat

ditelusuri secara langsung kepada produk selesai”.

Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

tenaga kerja langsung merupakan faktor penting berupa sumber daya

manusia yang mempengaruhi proses pengelolaan bahan baku menjadi barang

jadi pada suatu proses produksi dan biaya tenaga kerja merupakan upah yang

diberikan kepada tenaga kerja dari usaha tersebut.

3. FOH

Biaya overhead pabrik pada umumnya didefenisikan sebagai bahan tidak

langsung, pekerja tidak langsung, dan beban pabrik lainnya yang tidak

dengan mudah diidentifikasi atau dibebankan langsung ke pekerja, produk

atau tujuan akhir biaya.

Berikut ini merupakan beberapa pengertian menurut para ahli mengenai

biaya overhead:

Menurut Pendapat A.O. Simangunsong, E Parulin Simangunsong, Johanes

Rindang (2004: 187) mengenai biaya umum pabrik sebagai berikut:

Biaya Umum Pabrik (BUP) atau Biaya Overhead Pabrik adalah biaya

produksi selain biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung seperti

bahan tak langsung, tenaga kerja tidak langsung dan lain-lain.

32

Sedangkan biaya overhead pabrik menurut M.Munandar (2000:26)

mengemukakan bahwa :

“ Biaya overhead pabrik adalah semua biaya yang terdapat serta terjadi

dalam lingkungan pabrik, tetapi tidak secara langsung berhubungan dengan

kegiatan produksi, yaitu proses mengubah bahan mentah menjadi bahan

yang siap dijual. “Menurut Carter (2009:40) yang diterjemahkan oleh Krista

adalah sebaga berikut:

“Biaya overhead pabrik terdiri atas semua biaya manufaktur yang tidak

secara langsung ditelusuri ke output tertentu. Misalnya biaya energi bagi

pabrik seperti gas, listrik, minyak dan sebagainya.”

Sedangkan menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2010:13) Biaya Overhead

dapat dikelompokkan menjadi elemen:

a. Bahan Tidak Langsung (Bahan Pembantu atau Penolong)

adalah bahan yang digunakan dalam penyelesaian produk tetapi

pemakaiannya relatif lebih kecil dan biaya ini tidak dapat ditelusuri

secara langsung kepada produk selesai. Contoh: amplas, pola kertas, oli

dan minyak pelumas, paku, sekrup dan mur,staples, asesoris pakaian,

vanili, garam, pelembut, pewarna.

b. Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung

adalah biaya tenaga kerja yang membantu dalam pengolahan produk

selesai, tetapi dapat ditelusuri kepada produk selesai. Contoh: Gaji

satpam pabrik, gaji pengawas pabrik, pekerja bagian pemeliharaan,

penyimpanan dokumen pabrik, gaji operator telepon pabrik, pegawai

33

pabrik, pegawai bagian gudang pabrik, gaji resepsionis pabrik, pegawai

yang menangani barang.

c. Biaya Tidak Langsung Lainnya

adalah biaya selain bahan tidak langsung dan tenaga kerja tidak langsung

yang membantu dalam pengolahan produk selesai, tetapi tidak dapat

ditelusuri kepada produk selesai. Contoh : Pajak bumi dan bangunan

pabrik, listrik pabrik, air, dan telepon pabrik, sewa pabrik, asuransi

pabrik, penyusutan pabrik, peralatan pabrik, pemeliharaan mesin dan

pabrik, gaji akuntan pabrik, reparasi mesin dan peralatan pabrik.”

2.4 Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi

2.4.1 Metode Harga Pokok Produksi

Untuk menghitung biaya berdasarkan pesanan secara efektif, pesanan

harus dapat diidentifikasi secara terpisah. Agar rincian dari perhitungan biaya

berdasarkan pesanan sesuai dengan usaha yang diperlukan, harus ada perbedaan

penting dalam biaya per unit suatu pesanan dengan pesanan lain. Perhitungan

biaya produksi sangat ditentukan oleh cara produksi perusahaan. Perusahaan

dapat memproduksi produk dengan dua metode yaitu produk atas dasar pesanan

dan produksi massa. Perusahaan yang berproduksi berdasarkan pesanan

melaksanakan pengolah produksinya atas dasar pesanan yang diterima dari pihak

34

luar perusahaan. Sedangkan perusahaan yang berproduksinya secara massa

melaksanakan proses produksinya untuk memenuhi persediaan di gudang.

Rincian mengenai suatu pesanan dicatat dalam kartu biaya pesanan, yang dapat

berbentuk kertas atau elektronik. Pengumpulan Harga pokok produksi sangat

ditentukan oleh cara produksi. Secara garis besar cara memproduksi dapat dibagi

menjadi dua macam, yaitu:

a. Produk atas Dasar Pesanan (job Order Cost)

Metode harga pokok pesanan adalah metode pengumpulan harga pokok

produk di mana biaya dikumpulkan untuk setiap pesanan atau kontrak atau jasa

secara terpisah, dan setiap pesanan atau kontrak dapat dipisahkan identitasnya

(Supriyono, 1999: 36). Pengolahan produk akan dimulai setelah datangnya

pesanan dari langganan atau pembeli melalui dokumen pesanan penjualan (sales

order), yang memuat jenis dan jumlah produk yang dipesan, spesifikasi pesanan,

tanggal pesanan diterima dan harus diserahkan.

Perusahaan yang menggunakan metode harga pokok pesanan, proses

produksinya berjalan atas dasar pesanan dari pembeli dan produk yang

dihasilkan terdiri dari berbagai macam jenisnya sesuai dengan pesanan atau

selera pembeli. Metode harga pokok pesanan mempunyai karakteristik

tersendiri, karakteristik tersebut berpengaruh terhadap pengumpulan biaya

produksi dengan metode harga pokok pesanan yang digunakan dalam

perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan.

Menurut Mulyadi (2007: 41) karakteristik-karakteristik dalam metode

pengumpulan harga pokok produksi berdasarkan pesanan adalah sebagai berikut:

35

1. Perusahaan memproduksi berbagai macam produk sesuai dengan

spesiikasi pemesan dan setiap jenis produk perlu dihitung harga pokok

produksinya secara individu.

2. Biaya produksi harus digolongkan berdasarkan hubungannya dengan

produk menjadi dua kelompok, yaitu: biaya produk langsung dan biaya

produk tidak langsung.

3. Biaya produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga

kerja langsung sedangkan biaya produksi tidak langsung disebut dengan

istilah biaya overhead pabrik.

4. Biaya produksi langsung diperhitungkan sebagai harga pokok produksi

pesanan tertentu berdasarkan biaya yang sesungguhnya terjadi,

sedangkan biaya overhead pabrik diperhitungkan dalam harga pokok

pesanan berdasarkan tarif yang ditentukan dimuka. Harga pokok

produksi per unit dihitung pada saat pesanan selesai diproduksi dengan

cara membagi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan untuk pesanan

tersebut dengan jumlah unit produk yang dihasilkan dalam pesanan yang

bersangkutan.

b. Produk atas Dasar Proses (process Costing)

Menurut Mulyadi (2007: 69) adapun karakteristik perusahaan yang

menggunakan metode harga pokok berdasarkan proses adalah:

1. Produk yang dihasilkan merupakan produk standar.

2. Produk yang dihasilkan dari bulan kebulan adalah sama.

36

3. Kegiatan produksi dimulai dengan diterbitkannya perintah produksi yang

berisi rencana produksi produk satandar untuk jangka waktu tertentu.

Tujuan produksi untuk mengisi persediaan yang selanjutnya akan dijual

kepada pembeli, oleh karena itu sifat produk homogin dan bentuknya standar

maka kegiatan produksi dapat dilaksanakan secara kontinyu atau terus-menerus.

Jumlah total biaya pada harga pokok proses dihitung setiap akhir periode dengan

menjumlah semua elemen biaya yang dinikmati produk dalam satuan waktu

yang bersangkutan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa penggunaan metode harga

pokok proses dapat diterapkan pada perusahaan yang memiliki ciri-ciri

menghasilkan produk standar, produk yang dihasilkan jumlahnya sama setiap

bulan dan kegiatan produksi diawali dengan pembuatan produk standar.

Pengumpulan harga pokok produksi dalam penelitian ini menggunakan

metode harga pokok pesanan karena perusahaan yang dijadikan tempat

penelitian melakukan kegiatan produksi setelah menerima pesanan dari

pelanggan/konsumen.

2.4.2 Metode Harga Pokok Pesanan

Menurut Mulyadi (2010:35) metode perhitungan biaya berdasarkan

pesanan adalah sebagai berikut:

“Dalam metode ini biaya – biaya produksi dikumpulkan untuk pesanan tertentu

dan harga pokok produksi per satuan dihitung dengan cara membagi total biaya

produksi untuk pesanan tersebut dalam jumlah satuan produk dalam pesanan

yang bersangkutan.”

37

2.4.3 Karakteristik Metode Harga Pokok Pesanan

Menurut Mulyadi (2010:38), karakteristik usaha perusahaan yang

produksinya berdasarkan pesanan tersebut di atas berpengaruh terhadap

pengumpulan biaya produksinya. Metode pengumpulan biaya produksi dengan

metode harga pokok pesanan yang digunakan dalam perusahaan yang

produksinya berdasarkan pesanan memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Perusahaan memproduksi berbagai macam produk sesuai dengan spesifikasi

pemesan dan setiap jenis produk perlu dihitung harga pokok produksinya secara

individual.

2. Biaya produksi harus golongkan berdasarkan hubungannya dengan produk

menjadi dua kelompok berikut ini: biaya produksi langsung dan biaya produksi

tidak langsung.

3. Biaya produksi langsung terdiri dan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja

langsung, sedangkan biaya produksi tidak langsung disebut dengan istilah biaya

overhead pabrik.

4. Biaya produksi langsung diperhitungkan sebagai harga pokok produksi pesanan

tertentu berdasarkan biaya yang sesungguhnya terjadi, sedangkan biaya

overhead pabrik diperhitungkan ke dalam harga pokok pesanan berdasarkan tarif

yang ditentukan di muka.

5. Harga pokok produksi per unit dihitung pada saat pesanan selesai diproduksi

dengan cara membagi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan untuk pesanan

tersebut dengan jumlah unit produk yang dihasilkan dalam pesanan yang

bersangkutan.

38

2.4.4 Manfaat Informasi Harga Pokok Produksi Per Pesanan

Menurut Mulyadi (2010:39), dalam perusahaan yang produksinya

berdasarkan pesanan, informasi harga pokok produksi per pesanan bermanfaat

bagi manajemen untuk:

1. Menentukan harga jual yang akan dibebankan kepada pemesan.

2. Mempertimbangkan penerimaan atau penolakan pesanan.

3. Memantau realisasi biaya produksi.

4. Menghitung laba atau rugi tiap pesanan.

5. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang

disajikan dalam neraca.

2.4.5 Metode Harga Pokok Proses

Menurut Mulyadi (2010:63) metode perhitungan biaya berdasarkan

proses adalah sebagai berikut:

“Dalam metode ini, biaya produksi dikumpulkan untuk setiap proses selama

jangka waktu tertentu, dan biaya produksi per satuan dihitung dengan cara

membagi total biaya produksi dalam proses tertentu, selama periode tertentu,

dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan dari proses tersebut selama jangka

waktu yang bersangkutan.”

2.4.6 Karakteristik Metode Harga Pokok Proses

Menurut Mulyadi (2010:63-64), metode pengumpulan produksi

ditentukan oleh karakteristik proses produk perusahaan. Dalam perusahaan yang

berproduksi massa, karakteristik produksinya adalah sebagai berikut :

39

1. Produk yang dihasilkan merupakan produk standar.

2. Produk yang dihasilkan dari bulan ke bulan adalah sama.

3. Kegiatan produksi dimulai dengan diterbitkannya perintah produksi yang berisi

rencana produksi produk standar untuk jangka waktu tertentu.

2.4.7 Manfaat Informasi Harga Pokok Produksi

Menurut Mulyadi (2010:65), dalam perusahaan yang berproduksi massa,

informasi harga pokok produksi yang dihitung untuk jangka waktu tertentu

bermanfaat bagi manajemen untuk:

1. Menentukan harga jual produk.

2. Memantau realisasi biaya produksi.

3. Menghitung laba atau rugi periodik.

4. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang

disajikan neraca.

2.4.8 Perbedaan Metode Harga Pokok Pesanan dengan Metode Harga

Pokok Proses

Menurut Mulyadi (2010:64), perbedaan diantara dua metode

pengumpulan biaya produksi tersebut terletak pada:

1. Pengumpulan biaya produksi.

2. Perhitungan harga pokok produksi per satuan.

3. Penggolongan biaya produksi.

4. Unsur biaya yang dikelompokkan dalam biaya overhead pabrik.

2.5 Metode Penentuan Harga Pokok Produksi

40

Menurut Mulyadi (2010:17), metode penentuan kos produksi adalah:

“Cara memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam kos produksi. Dalam

memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam kos produksi, terdapat dua

pendekatan: full costing dan variable costing.”

1. Metode Full Costing

Mulyadi (2009:18) yang dimaksud dengan full costing adalah:

“Full Costing adalah penentuan harga pokok produk yang memperhitungkan

semua unsur biaya produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga

kerja langsung, dan biaya overhead pabrikyang bersifat variabel (variable cost)

maupun yang bersifat tetap (fixed cost).”

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur harga pokok

produk menurut metode ini meliputi:

Biaya Bahan Baku Rp XXXX

Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp XXXX

Biaya Overhead Pabrik Tetap Rp XXXX

Biaya Overhaead Pabrik Variabel Rp XXXX

Harga Pokok Produksi Rp XXXX

Penentuan harga pokok berdasarkan full costing pada umumnya ditujukan untuk

kepentingan penyusunan laporan keuangan untuk pihak eksternal. Laporan laba rugi

yang disusun dengan metode ini menitikberatkan pada penyajian unsur-unsur biaya

menurut hubungan biaya dengan fungsi pokok yang ada di perusahaan yaitu fungsi

produksi, fungsi pemasaran, serta fungsi administrasi dan umum.

41

Dengan demikian laporan laba rugi menurut metode full costing akan tampak

sebagai berikut:

Penjualan Rp XXXX

Harga Pokok Penjualan Rp XXXX

Laba Kotor atas Penjualan Rp XXXX

Biaya Komersial

Pemasaran Rp XXXX

Administrasi dan Umum Rp XXXX Rp XXXX

Laba Bersih Rp XXXX

2. Metode Variable Costing

Mulyadi (2009:19) menjelaskan yang dimaksud dengan variable costing adalah

“Variable Costing adalah penentuan harga pokok produk yang hanya

memasukkan unsur-unsur biaya produksi yang bersifat variabel (variable cost).”

Biaya produksi yang bersifat tetap pada Variable Costing diperlakukan sebagai

biaya periodik, artinya dibebankan sepenuhnya sebagai biaya periode akuntansi dimana

biaya tersebut terjadi. Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur

harga pokok produk menurut metode ini meliputi:

Biaya Bahan Baku Rp XXXX

Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp XXXX

Biaya Overhead Pabrik Variable Rp XXXX

Harga Pokok Produksi Rp XXXX

Penentuan Harga pokok berdasarkan variable costing pada umumnya ditujukan

untuk pihak manajemen dalam rangka pengambilan kebijakan harga. Laporan laba rugi

42

yang disusun dengan metode ini menitikberatkan pada penyajian biaya sesuai dengan

perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Dengan

kegiatan, laporan laba rugi menurut metode variable costing akan tampak sebagai

berikut:

Penjualan Rp XXXX

Harga Pokok Penjualan Variabel Rp

XXXX

Batas Kontribusi Bersih Rp XXXX

Biaya Komersial Variabel:

Pemasaran Variabel Rp XXXX

Administrasi dan umum Variabel Rp XXXX Rp XXXX

Batas Kontribusi Bersih Rp XXXX

Biaya Tetap:

Overhead Tetap Rp XXXX

Pemasaran Tetap Rp XXXX

Administrasi dan umum Tetap Rp XXXX Rp XXXX

Laba Bersih Rp XXXX

2.6 Sistem Harga Pokok Produksi

Sistem harga pokok produksi dapat dikelompokkan menjadi dua sistem harga

pokok yaitu

1. Sistem Harga Pokok Sesungguhnya

43

Sistem harga pokok sesungguhnya adalah sistem pembebanan harga

pokok kepada produk atau pesanan atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan

harga pokok atau biaya yang sesungguhnya dinikmati. Pada sistem ini harga

pokok produk, pesanan atau jasa baru dapat dihitung pada akhir periode setelah

biaya yang sesungguhnya dikumpulkan (Supriyono, 1999: 40).

Sistem harga pokok sesungguhnya hanya dapat dipakai untuk tujuan

penentuan harga pokok produk atau jasa yang dihasilkan. Sedangkan untuk

tujuan yang lainnya yaitu perencanaan dan pengendalian biaya serta

pengambilan keputusan oleh manajemen, system harga pokok yang

sesungguhnya tidak dapat memuaskan atau menyajikan informasi untuk tujuan

tersebut.

2. Sistem Harga Pokok Ditentukan di Muka

Sistem harga pokok yang ditentukan di muka adalah system pembebanan harga

pokok kepada produk atau pesanan atau jasa yang dihasilkan sebesar harga

pokok yang ditentukan di muka sebelum suatu produk atau pesanan atau jasa

mulai dikerjakan (Supriyono, 1999: 40).

Biaya yang sesungguhnya dicatat atau dikumpulkan, sehingga pada akhir

periode dapat diperbandingkan atau dikomparasikan antara harga pokok yang

dibebankan berdasarkan predetermined cost dengan biaya yang sesungguhnya,

dari perbedaan yang timbul dapat dianalisa penyebab adanya penyimpangan

sesuai dengan tujuan pengendalian biaya. Sehingga untuk mengetahui efisiensi

maupun efisiensi biaya dapat melalui analisis selisih (varians).

44

2.7 Analisis Varians

Penyimpangan biaya sesungguhnya dari biaya standar disebut dengan selisih

(variance). Selisih biaya sesungguhnya dengan biaya standar dianalisis, dan dari analisis

ini diselidiki penyebab terjadinya, untuk kemudian dicari jalan untuk mengatasi

terjadinya selisih yang merugikan.(Mulyadi, 1999: 424).

2.7.1 Analisis Selisih Biaya Bahan Baku.

a. Selisih Harga Bahan Baku

Selisih harga bahan baku dapat dihitung dengan membandingkan antara

harga bahan baku yang sesungguhnya dengan harga bahan baku menurut

standar. Selisih ini timbul karena perusahaan telah membeli bahan baku

lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan harga standar. Jumlah selisih

harga bahan baku dihitung dengan cara mengalikan selisih harga bahan

baku persatuan dengan kuantitas sesungguhnya yang dibeli.

Selisih harga bahan baku menurut Supriyono (2000: 104)dapat disebabkan

oleh hal-hal sebagai berikut:

1. Fluktuasi harga pasar bahan baku yang bersangkutan.

2. Kontrak dan jangka waktu pembelian yang menguntungkan atau

tidak menguntungkan.

3. Pembelian dari suplier yang lokasinya lebih menguntungkan atau

tidak menguntungkan.

4. Kegagalan di dalam memanfaatkan kesempatan potongan pembelian

atau ketepatan jumlah potongan pembelian yang diharapkan.

45

5. Tambahan pembayaran harga bahan baku adanya pembelian khusus

yang harus dilakukan.

6. Pembelian dalam jumlah yang ekonomis atau tidak ekonomis.

7. Faktor-faktor internal yang mengakibatkan harus dilakukan

pembelian bahan yang mendadak.

Analisis selisih harga bahan baku memberi manfaat sebagai berikut:

1. Selisih harga bahan baku pada dasarnya adalah tanggung jawab dari

bagian pembelian karena barang tersebut telah membeli bahan baku

dengan harga lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan standar. Oleh

karena itu perhitungan selisih harga bahan baku dapat dipakai menilai

prestasi bagian pembelian.

2. Perhitungan selisih harga bahan baku bermanfaat untuk mengukur

akibat kenaikan atau penurunan harga bahan baku terhadap laba yang

diperoleh perusahaan.

b. Selisih Kuantitas Bahan Baku

Selisih kuantitas bahan baku adalah selisih yang timbul karena telah

dipakai kuantitas bahan baku yang lebih besar atau lebih kecil

dibandingkan dengan kuantitas standar di dalam pengolahan produk.

Jumlah rupiah selisih kuantitas bahan baku dapat dihitung sebesar selisih

kuantitas bahan baku dikalikan harga standar per buah atau per unit.

Penyebab selisih kuantitas bahan baku menurut Supriyono (2000: 106)

sebagai berikut:

46

1. Perubahan dari rancangan produk, mesin, peralatan, atau metode

pengolahan produk yang belum dinyatakan dalam standar.

2. Pemakaian bahan baku substitusi yang menguntungkan atau

merugikan.

3. Selisih hasil dari bahan baku yang mengakibatkan kuantitas yang

dipakai lebih besar atau lebih kecil dibanding standar.

4. Kerugian bahan baku karena rusak atau susut yang disebabkan

karyawan tidak terlatih, tidak diawasi, teledor, atau bekerja tidak

memuaskan baik di pabrik maupun di gudang bahan.

5. Pengawasan yang terlalu kaku.

6. Kurangnya peralatan atau mesin.

7. Kegagalan dalam mengatur mesin dan peralatan dalam kondisi baik.

Analisis selisih kuantitas bahan baku memberi manfaat sebagai berikut:

1. Selisih kuantitas bahan baku pada dasarnya adalah tanggung jawab

kepala departemen produksi di pabrik dimana terjadi selisih tersebut,

hal itu disebabkan bagian atau departemen tersebut telah memakai

bahan dalam kuantitas yang besar atau lebih kecil dibandingkan dengan

kuantitas standar. Oleh karena itu perhitungan selisih kuantitas bahan

baku dapat dipakai menilai prestasi departemen produksi atau pabrik.

2. Perhitungan selisih kuantitas bahan baku berguna untuk mengukur

pengaruh akibat efisiensi pemakaian bahan baku terhadap laba yang

diperoleh perusahaan.

47

2.7.2 Analisis Selisih Biaya Tenaga Kerja Langsung

a. Selisih Tarif Upah Langsung

Selisih tarif upah langsung timbul karena perusahaan telah

membayar upah langsung dengan tarif lebih tinggi atau lebih rendah

dibandingkan dengan tarif upah langsung standar. Jumlah total rupiah

selisih tarif upah langsung dapat dihitung sebesar selisih tarif upah

langsung perjam dikalikan jam kerja sesungguhnya. Apabila sistem tariff

upah dengan menggunakan dasar lain, maka selisih tarif upah langsung

dapat dihitung sebesar selisih tarif upah langsung per dasar pengupahan

dikalikan kapasitas sesungguhnya dipakai dasar pengupahan.

Selisih tarif upah langsung menurut Supriyono (2000: 107)

disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

1. Telah digunakan tenaga kerja langsung dengan golongan tarif upah

yang berbeda dengan standar untuk pekerjaan tertentu.

2. Telah dibayar upah dengan tarif lebih besar atau lebih kecil disbanding

tarif standar selama kegiatan musiman, atau kegiatan darurat.

3. Karyawan yang baru diterima tidak dibayar sesuai dengan tariff

standar.

4. Adanya kenaikan pangkat, atau penurunan pangkat karyawan yang

mengakibatkan perubahan tarif upah.

5. Pembayaran tambahan atas upah karena peraturan upah minimum yang

dikeluarkan pemerintah.

b. Selisih Jam Upah Langsung

48

Selisih jam atau waktu upah langsung adalah selisih yang timbul karena

telah digunakan waktu kerja yang lebih besar atau lebih kecil dibandingkan

waktu standar. Jumlah selisih efisiensi upah langsung dalam rupiah

dihitung dari selisih jam kerja langsung sesungguhnya dengan jam kerja

langsung standar dikalikan tarif upah langsung standar. Selisih jam upah

langsung menurut Supriyono (2000: 108) disebabkan oleh hal-hal sebagai

berikut:

1. Pengawasan terhadap tenaga kerja secara baik atau kurang baik.

2. Telah digunakan bahan yang kualitasnya lebih baik atau lebih jelek

dibanding standar, sehingga memerlukan waktu atau jam pengerjaan

yang lebih pendek atau lebih panjang.

3. Kurangnya koordinasi dengan departemen produksi lain atau

departemen pembantu (Supriyono, 2000: 108).

2.7.3 Analisis Selisih Biaya Overhead Pabrik

Selisih biaya overhead pabrik timbul karena perbedaan antara biaya

overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi dengan biaya overhead pabrik standar

atau yang seharusnya terjadi di dalam mengolah produk atau pesanan (Supriyono,

2000: 111).

Dalam analisis selisih biaya overhead pabrik digunakan beberapa metode

sebagai berikut:

1. Metode analisis satu selisih yaitu selisih antara biaya overhead pabrik

standar dengan biaya overhead pabrik sesungguhnya..

49

2. Metode analisis dua selisih, yang meliputi: selisih terkendali dan selisih

volume.

3. Metode analisis tiga selisih, yang meliputi: selisih anggaran, selisih

kapasitas, dan selisih efisiensi.

4. Metode analisis empat selisih, yang meliputi: selisih anggaran, selisih

kapasitas, selisih efisiensi tetap, dan selisih efisiensi variabel.

Analisis varians yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis selisih

biaya bahan baku dan analisis selisih biaya tenaga kerja langsung.

2.8 Penyebab Selisih Biaya Produksi

Analisis selisih biaya produksi terdiri dari tiga bagian; maka dari itu penyebab

selisih biaya produksi menurut Supriyono (1982 : 90-104) dibagi menjadi tiga, yaitu :

1. Penyebab Selisih Biaya Bahan Baku

a. Penyebab Selisih Harga Bahan Baku

Selisih harga bahan baku dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

1) Fluktuasi harga pasar bahan baku yang bersangkutan

2) Kontrak dan jangka waktu pembelian yang menguntungkan atau tidak

menguntungkan

3) Pembelian dari supplier yang lokainya lebih menguntungkan atau tidak

menguntungkan

4) Kegagalan di dalam memanfaatkan kesempatan potongan pembelian atau

ketidaktepatan jumlah potongan pembelian yang diharapkan

5) Pembelian dalam jumlah yang ekonomis atau tidak ekonomis

50

6) Faktor-faktor internal yang mengakibatkan harus dilakukan pembelian

bahan yang mendadak.

b. Penyebab Selisih Kuantitas Bahan Baku

Selisih kuantitas bahan baku dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

1) Perubahan dari rancangan produk, mesin, peralatan, atau metode

pengelolahan produk yang belum dinyatakan dalam standar.

2) Pemakaian bahan baku substitusi yang menguntungkan atau merugikan

3) Selisih hasil dari bahan baku yang mengakibatkan kuantitas yang dipakai

lebih besar atau lebih kecil dibanding standar.

4) Kerugian bahan baku karena rusak atau susut yang disebabkan karyawan

tidak terlatih, tidak diawasi, teledor, atau bekerja tidak memuaskan baik di

pabrik maupun di gudang lahan.

5) Pengawasan yang terlalu kaku

6) Kegagalan di dalam mengatur mesin dan peralatan dalam kondisi yang baik

2. Penyebab Selisih Biaya Tenaga Kerja Langsung

a. Penyebab Selisih Tarif Upah Langsung

Selisih tarif upah langsung dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

1) Telah digunakan tenaga kerja langsung dengan golongan tarif upah yang

berbeda dengan standar untuk pekerjaan tertentu.

2) Telah dibayar upah dengan tarif lebih besar atau lebih kecil dibanding tarif

standar selama kegiatan musiman atau kegiatan darurat.

3) Karyawan yang baru diterima tidak dibayar sesuai dengan tarif standar

51

4) Adanya kenaikan pangkat atau penurunan pangkat karyawan yang

mengakibatkan perubahan tarif upah.

b. Penyebab Selisih Efisiensi Upah Langsung

Selisih efisiensi upah langsung dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

1) Pabrik atau departemen produksi telah bekerja dengan efisien atau tidak

efisien yang bisa disebabkan karena pengawasan terhadap tenaga kerja

secara baik atau kurang baik.

2) Telah digunakan bahan yang kualitasnya lebih baik atau lebih jelek

dibanding standar, sehingga memerluka waktu (jam) pengerjaaan yang lebih

pendek atau lebih panjang.

3. Penyebab Selisih Biaya Overhead Pabrik

a. Penyebab Selisih Anggaran

Selisih anggaran terutama disebabkan oleh biaya overhead pabrik

variabel, sebab biaya overhead pabrik tetap pada umumnya tidak berubah dari

yang dianggarkan. Akan tetapi apabila biaya overhead pabrik tetap yang

sesungguhnya berubah, misalnya karena adanya perubahan tarif (harga) dari

paka, asuransi, atau karena kenaikan penyusutan karena fasilitas pabrik yang

dimiliki bertambah, maka akibatnya mempengaruhi pula selisih anggaran.

b. Penyebab Selisih Kapasitas

Penyebab timbulnya selisih kapasitas umumnya berasal dari luar

perusahaan (eksternal) yang umumnya tidak dapat dikendalikan oleh kepala

departemen atau kepala seksi di mana timbul selisih, maka selisih kapasitas

adalah tanggungjawab dari manajemen atas.

52

c. Penyebab Selisih Efisiensi

Penyebab selisih efisiensi adalah elemen biaya overhead pabrik tetap dan

elemen biaya overhead pabrik variabel yang menunjukkan perusahaan telah

dapat bekerja dengan efisien atau bekerja dengan tidak efisien.

2.9 Kerangka Pikir Penelitian

Proses pengolahan produk dimulai dari dimasukannya bahan baku ke dalam

proses produksi sampai dengan dihasilkannya produk jadi dari proses produksi tersebut.

Biaya yang digunakan untuk proses produksi dicatat dalam harga pokok produksi

meliputi tiga unsur yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya

overhead pabrik.

Sistem pengumpulan harga pokok produksi pada dasarnya dapat dibagi menjadi

dua yaitu metode harga pokok pesanan dan metode harga pokok proses. Harga pokok

pesanan merupakan cara penentuan harga pokok dimana biaya-biaya produksi yang

dikumpulkan untuk sejumlah produk tertentu, atau suatu jasa yang dapat dipisahkan

identitasnya dan perlu ditentukan harga pokoknya secara individual. Sedangkan metode

harga pokok proses merupakan cara penentuan harga pokok yang membebankan biaya

produksi dan membagikanya sama rata kepada produk yang dihasilkan dalam periode

tersebut.

Sistem harga pokok produk pesanan terdapat sistem harga pokok produk

sesungguhnya dan sistem harga pokok standar. Sistem harga pokok produk

sesungguhnya bertujuan untuk menentukan harga pokok produk yang terdiri dari biaya

bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik dicatat sebesar

53

biaya yang benar-benar terjadi dan dihitung setelah produk selesai diproses. Menurut

Supriyono (2000: 98) harga pokok standar dapat dipakai sebagai alat pengendalian

biaya dan menilai prestasi pelaksanaan dengan baik. Pada setiap periode akuntansi biaya

sesungguhnya dibandingkan dengan biaya standar, sehingga dapatdilakukan

pengendalian biaya dan penilaian prestasi dengan jalan menentukan efisiensi setiap

elemen biaya pada setiap departemen dimana produk diolah. Penentuan besarnya selisih

biaya yang timbul akan menunjukkan elemen biaya apa, pada departemen mana, dan

tanggung jawab siapa selisih biaya tersebut. Dalam hal ini pengendalian adalah kegiatan

untuk melakukan investigasi terhadap selisih biaya yang timbul.

Tingkat efisiensi biaya produksi menggunakan biaya standar dapat diketahui

dari perhitungan dan analisis selisih dalam harga pokok standar menggunakan “prinsip

pengecualian” yaitu selisih biaya atau penyimpangan yang terjadi dibandingkan dengan

standar yang sudah ditetapkan. Sehingga semakin kecil selisih biaya atau penyimpangan

antara biaya standar dengan realitanya memiliki kesalahan nol maka pengendalian

tersebut semakin baik atau efisien. Apabila didapat nilai positif atau negatif pada

varians yang terjadi maka dapat diabaikan karena hal ini berlaku harga mutlak seperti

pada gambar 2.1 pada halaman berikut:

54

Gambar 2.1

Kerangka Pikir Penelitian

KONVEKSI

OUTFIX - OUTFIT

Produksi

Produksi Massa Produksi Pesanan

Biaya Bahan Baku

Harga Pokok

Sesungguhnya Harga Pokok

Standar

Biaya Tenaga Kerja

Langsung

Varians

Biaya

Standar

Pengendalian Biaya Bahan

Baku Dan Biaya Tenaga

Kerja Langsung

Laba Usaha

Efisiensi Biaya Bahan Baku Dan

Biaya Tenaga Kerja Langsung

Kesimpulan

Hasil Penelitian

55

2.10 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu dapat dilihat sebagai berikut:

Moh.SyahNur Arobi (2002) dalam tesisnya yang berjudul “Pentingnya

Pelaksanaan Pengawasan Persedian Bahan Baku Untuk Menunjang Kelancaran Proses

Produksi Pada Pabrik Kompor Kupu Mas. Analisis data dilakukan dengan

menggunakan Kualitatif uji literatur, kuantitatif menggunakan model economically

order quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP)”.

Dari hasil kualitatif diperoleh bahan baku yaitu plat aluminium, pengawasan

Pabrik Kompor kupu mas masih sederhana dan menyarankan untuk menggunakan

metode EOQ.

Norma Asrining Sukma (2003) dalam tesisnya yang berjudul “Penerapan

Metode Economic Order Quantity Guna Efisiensi Persediaan Bahan Baku (Studi Kasus)

Pada CV. Yudistira Kediri”. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Kualitatif

Deskriptif, Mengumpulkan data dan membandingkan antara rencana dengan realisasi

guna mengetahui ada tidaknya penyimpangan, menentukan jumlah persediaan optimal.

Dari hasil kualitatif deskriptif diperoleh adanya selisih antara rencana dan

realisasi yang melebihi batas penyimpangan normal yang disebabkan oleh

kebijaksanaan pembelian yang kurang tepat, dengan diterapkan metode EOQ maka

biaya persediaan dapat di hemat.

Vinny Oktaviany Raharjo (2003) dalam tesisnya yang berjudul “Analisis

Metode Economic Order Quantity Sebagai Alternatif Untuk Perencanaan Dan

Pengendalian Persediaan Bahan Baku pada PT. Easterntex Pandaan”. Analisis data

dilakukan dengan Kualitatif, meminimalkan rata-rata persediaan tanpa menambah

56

pembelian persediaan bahan baku, meminimumkan frekwensi pemesanan tanpa

menambah nilai rata-rata persediaan, serta mencari tingkat Efisiensi persediaan bahan

baku pada PT Easterntex sebelum dan sesudah menggunakan metode EOQ.

Dari hasil kualitatif Pelaksanaan Perencanaan Dan Pengendalian Persediaan

Bahan Baku Yang Dilakukan PT. Easterentex Masih Kurang Efisien Hal Ini Disebabkan

Perusahaan Tidak Merencanakan Pembelian Bahan Bakudan Tidak Adanya Koreksi

Pada Setiap Akhir Periode Antara Pembelian Bahan Baku Dan Pemakaian Bahan Baku,

Dalam menetapkan EOQ untuk persediaan bahan baku pada perusahaan maka terlihat

bahwa perusahaan lebih dapat menghemat biaya sehingga kelebihan biaya tersebut

dapat diinvestasikan kepada bagian lain.

Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah objek

yang diteliti yaitu efisiensi biaya bahan baku dan efisiensi biaya tenaga kerja langsung

dengan menggunakan rasio profit margin, serta dihitung juga banyaknya pesanan bahan

baku dalam satu periode.

57

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian

3.1.1 Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

A. Penelitian deskriptif,

Menurut Nazir (2003:4) penelitian deskriptif adalah penelitian yang

ditujukan untuk menyelidiki secara terperinci aktivitas dan pekerjaan

manusia, dan hasil penelitian tersebut dapat memberikan rekomendasi-

rekomendasi untuk keperluan yang akan datang.

Pengertian metode deskriptif menurut Sugiyono (2009:21) adalah sebagai

berikut:

“Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan

atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk

membuat kesimpulan yang lebih luas.”

Menurut Hidayat Syah (2010:32) penelitian deskriptif adalah metode penelitian

yang digunakan untuk menemukan pengetahuan yang seluas-luasnya terhadap

objek penelitian pada suatu masa tertentu.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan penelitian deskriptif ialah

suatu penulisan yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya tentang

objek yang diteliti, menurut keadaan yang sebenarnya pada saat penelitian

langsung.

58

Jenis penelitian ini tidak sampai mempersoalkan jaringan hubungan antar

variabel yang ada, tidak dimaksudkan untuk menarik generasi yang

menjelaskan variabel-variabel yang menyebabkan sesuatu gejala atau

kenyataan sosial. Oleh karena itu,pada suatu penelitian deskriptif, tidak

menggunakan dan tidak melakukan pengujian hipotesis (seperti yang

dilakukan dalam penelitian eksplanasi); berarti tidak dimaksudkan untuk

membangun dan mengembangkan teori. Dalam pengelolahan dan analisis

data, lazimnya menggunakan pengelolahan statistik yang bersifat deskriptif.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada industri kecil di kantor Konveksi Outfix_outfit,

yang beralamat di Jl. Sawojajar Gang 9 No. 52A, Malang. Lokasi penelitian ini dipilih

secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa industri kecil ini mampu

bertahan ditengah persaingan usaha kecil sejenis yang semakin marak. Penelitian ini

dilaksanakan selama 2 bulan.

3.3 Bidang dan Aktivitas Usaha

Aktivitas Konveksi Outfix_outfit adalah sebuah unit usaha yang bergerak di

bidang konveksi yang dalam praktek usahanya Outfix_outfit melakukan kegiatan

produksi berdasarkan atas spesifikasi yang ditentukan oleh pemesan. Dalam

menjalankan kegiatan usahanya Outfix_outfit selalu berusaha mengutamakan kepuasan

konsumen dengan memberikan kualitas produk yang baik dan tepat waktu sesuai

59

keinginan konsumen. Outfix_outfit melayani pesanan baik partai besar maupun partai

kecil. Untuk penerimaan pesanan.

Outfix_outfit memberlakukan sistem langsung, dimana konsumen secara

langsung datang ke perusahaan. Outfix_outfit tidak menganjurkan konsumen selain

pelanggan tetap untuk melakukan pemesanan melalui media komunikasi seperti telepon

atau email dimaksudkan agar konsumen dapat melakukan negosiasi langsung dengan

pihak perusahaan dan melihat langsung contoh produk yang dihasilkan.

Kegiatan produksi dimulai dari penerimaan pesanan secara langsung oleh bagian

umum. Setelah adanya kesepakatan harga dan perjanjian antara kedua belah pihak,

pemilik akan melakukan permintaan pembelian bahan baku ke supplier yang sudah

menjadi langganannya. Selanjutnya dimulailah proses produksi atas pesanan dari

konsumen tersebut yang dilakukan di gudang produksi. Setelah produksi selesai,

selanjutnya barang akan dikirim atau dijemput langsung oleh konsumen. Adapun biaya

pengiriman biasanya ditanggung oleh konsumen.

3.4 Jenis dan Sumber Data

3.4.1 Jenis Data

Adapun data yang penulis peroleh untuk penulisan skripsi ini bersumber dari:

1. Data Kualitatif

Yaitu data yang bukan merupakan angka-angka yang dapat meliputi organisasi

dan pembagian tugasnya.

Dalam penulisan ini data kualitatif berupa sejarah berdirinya usaha konveksi

outfix_outfit, struktur organisasi, dan pembagian tugasnya.

60

2. Data Kuantitatif

Yaitu data yang berbentuk angka-angka yang dapat meliputi selisih efisiensi

biaya bahan bahan baku dan tenaga kerja pada usaha konveksi outfix_outfit di kota

Malang.

3.4.2 Sumber Data

Menurut Sutopo (2006:56), sumber data adalah tempat data diperoleh dengan

menggunakan metode tertentu baik berupa manusia ataupun dokumen-dokumen. Data

menurut sumbernya, dibedakan menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder.

Menurut (Arikunto, 2002:107), sumber data adalah subyek dimana data dapat diperoleh.

1. Data Primer

Data yang dibuat oleh peneliti untuk maksud khusus menyelesaikan permasalahan

yang sedang ditanganinya. Data dikumpulkan sendiri oleh peneliti dari sumber pertama

atau tempat objek penelitian dilakukan. Dalam penelitian ini penulis melakukan

wawancara langsung dengan pemilik usaha untuk mendapat data berupa informasi biaya

bahan baku, biaya tenaga kerja langsung.

2. Data Sekunder

Adalah merupakan sumber data yang tidak memberikan informasi secara langsung

kepada pengumpul data. Sumber data sekunder ini dapat berupa hasil pengolahan lebih

lanjut dari data primer yang disajikan dalam bentuk lain atau dari orang lain (Sugiyono,

2012:225).

Data ini digunakan untuk mendukung informasi dari data primer yang diperoleh

baik dari wawancara, maupun dari observasi langsung ke lapangan.

61

Penulis juga menggunakan data sekunder hasil dari studi pustaka. Dalam studi pustaka,

penulis membaca literature-literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.

Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari laporan keuangan usaha konveksi

outfix_outfit di Kota Malang. Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:

a. Biaya Bahan Baku

Biaya bahan baku adalah biaya bahan yang dipakai untuk diolah dan akan menjadi

bahan produk jadi. bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian

menyeluruh produk jadi, bahan baku yang diolah dalam perusahaan manufaktur

dapat diperoleh dari pembelian local, impor, atau dari pengelolahan sendiri.

b. Biaya Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan pelaku utama dalam produksi, pengeluaran biaya-biaya

untuk gaji atau upah tenaga kerja juga sangat besar. Menurut Lili M. Sadeli (2004 :

54), “Biaya tenaga kerja yang dapat di telusuri secara fisik pada barang jadi dengan

cara yang ekonomis. Sedangkan menurut Biaya tenaga kerja langsung merupakan

upah yang akan dibayarkan kepada para tenaga kerja langsung selama periode yang

akan datang. (Munandar, 2000:143)

“Menurut Abdul Halim (2010 : 73), “Biaya tenaga kerja langsung di definisikan

sebagai pembayaran-pembayaran kepada para pekerja yang di dasarkan pada jam

kerja atau atas dasar unit yang di produksi”.

Berdasarkan pengertian tersebut yang di maksud dengan biaya tenaga kerja langsug

yaitu biaya yang di gunakan pembayaran atas para pekerja berdasarkan jam kerja

atau unit yang di produksi.

c. Biaya Overhead pabrik

62

Bastian Bustami dan Nurlela (2010:13) Biaya Overhead dapat dikelompokkan

menjadi elemen:

1) “Bahan Tidak Langsung (Bahan Pembantu atau Penolong) adalah bahan yang

digunakan dalam penyelesaian produk tetapi pemakaiannya relatif lebih kecil

dan biaya ini tidak dapat ditelusuri secara langsung kepada produk selesai.

Contoh: amplas, pola kertas, oli dan minyak pelumas, paku, sekrup dan

mur,staples, asesoris pakaian, vanili, garam, pelembut, pewarna.

2) Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung adalah biaya tenaga kerja yang membantu

dalam pengolahan produk selesai, tetapi dapat ditelusuri kepada produk selesai.

Contoh: Gaji satpam pabrik, gaji pengawas pabrik, pekerja bagian

pemeliharaan, penyimpanan dokumen pabrik, gaji operator telepon pabrik,

pegawai pabrik, pegawai bagian gudang pabrik, gaji resepsionis pabrik,

pegawai yang menangani barang.

3) Biaya Tidak Langsung Lainnya adalah biaya selain bahan tidak langsung dan

tenaga kerja tidak langsung yang membantu dalam pengolahan produk selesai,

tetapi tidak dapat ditelusuri kepada produk selesai. Contoh : Pajak bumi dan

bangunan pabrik, listrik pabrik, air, dan telepon pabrik, sewa pabrik, asuransi

pabrik, penyusutan pabrik, peralatan pabrik, pemeliharaan mesin dan pabrik,

gaji akuntan pabrik, reparasi mesin dan peralatan pabrik.”

Tentang biaya Overhead pabrik Abdul Halim menyatakan :

Biaya Overhead pabrik (BOP) adalah seluruh biaya produksi yang tidak dapat

di klasifikasikan sebagai biaya bahan baku langsung atau biaya tenaga kerja

langsung. Biaya Overhead dapat pula di definisikan sebagai seluruh biaya

63

produksi yang tidak dilacak atau tidak perlu dilacak ke unit produksi secara

individual (Abdul Halim, 2010 : 90)

Jadi biaya overhead pabrik merupakan seluruh biaya produksi yang

dikeluarkan oleh perusahaan yang tidak diklasifikasikan kedalam biaya bahan

baku dan biaya tenaga kerja langsung.

3.5 Metode pengumpulan data

1. Wawancara

Menurut Esterberg (2002) dalam buku Sugiono, mendefinisikan

interview sebagai berikut:

“a meeting of two persons to exchange information and idea trough question

and responses, resulting in communication and joint construction of

meaning about a particular topic.” Wawancara adalah pertemuan dua orang

untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat

dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

Adapun menurut A. Fathoni (2006: 105), wawancara adalah tekhnik

pengumpulan data melalui proses tanya jawab lisan yang berlangsung satu

arah, artinya pertanyaan datang dari pihak yang mewawancarai dan jawaban

diberikan oleh yang diwawancara.

Menurut Sugiyono (2010: 194), pengertian wawancara sebagai

berikut:

“wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila

peneliti akan melaksanakan studi pendahuluan untuk menemukan

64

permasalahan yang harus diteliti, dan juga peneliti ingin mengetahui hal-hal

dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.

Wawancara adalah metode yang digunakan untuk memperoleh

informasi secara langsung, mendalam bentuknya bisa terstruktur dan

individual. Jadi dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-hal

yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi

dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui

observasi.

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan terstruktur karena peneliti menggunakan pedoman

wawancara yang disusun secara sistematis dan lengkap untuk

mengumpulkan data yang dicari.

Wawancara pada penelitian ini dilakukan pada pegawai-pegawai

konveksi outfix-outfit di kota Malang. Metode wawancara yang digunakan

untuk memperkuat dan memperjelas data yang diperoleh yaitu data tentang

biaya bahan baku.

2. Dokumentasi

“Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari

seseorang” (Sugiono 2009:329).

“Studi dokumentasi ialah teknik pengumpulan data dengan

mempelajari catatan-catatan mengenai data pribadi responden, seperti yang

65

dilakukan oleh seorang psikolog dalam meneliti perkembangan seorang

klien melalui catatan pribadinya” (Abdurahmat fathoni 2006: 112).

“Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable

yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen

rapat, lengger, agenda, dan sebagainya” (Suharsimi arikunto 2002:206).

Berdasarkan ketiga pendapat para ahli dapat ditarik kesimpulan

bahwa pengumpulan data dengan cara dokumentasi merupakan suatu hal

dilakukan oleh peneliti guna mengumpulkan data dan berbagai hal media

cetak membahas mengenai narasumber yang akan diteliti. Penelitian ini

menggunakan metode dokumentasi untuk mencari data tentang perhitungan

biaya produksi

3.6 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode analisis

deskriptif. Dalam penelitian ini, hal yang pertama akan dilakukan adalah

mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan biaya standar produksi. Kemudian

mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan biaya yang sesungguhnya terjadi.

Selanjutnya dari data-data yang ada tersebut, peneliti akan menghitung selisih

(variance) antara biaya standar yang diterapkan dengan biaya sesungguhnya yang

terjadi. Hal yang berikutnya dilakukan adalah menganalisis data-data yang telah didapat

dari perhitungan selisih antara biaya standar dengan biaya sesungguhnya,. Kemudian

peneliti menarik kesimpulan dari analisa yang dilakukan.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengolah data pada penelitian ini

sebagai berikut:

66

1. Menghitung selisih biaya bahan baku

Selisih biaya bahan baku terdiri dari selisih harga bahan baku dan selisih

kuantitas bahan baku.

2. Menghitung selisih biaya tenaga kerja langsung

Selisih biaya tenaga kerja langsung terdiri dari selisih tarif biaya tenaga kerja

langsung dan selisih efisiensi biaya tenaga kerja langsung.

3. Menganalisis selisih yang terjadi pada biaya bahan baku, biaya tenaga kerja

langsung, dan biaya overhead pabrik dengan cara sebagai berikut:

A. Selisisih Biaya Bahan Baku

Selisih biaya bahan baku adalah perbedaan antara biaya sesungguhnya

dengan biaya bahan baku menurut standar.

SBBB = ( Ks x Hs ) – ( Kst x Hst )

Dimana:

SBBB = Selisih Biaya Bahan Baku

Ks = Kuatitas sesungguhnya atas bahan baku dipakai

Hs = Harga beli sesungguhnya bahan baku dipakai

Kst = Kuantitas standar atas bahan baku dipakai

Hst = Harga beli standar bahan baku dipakai

Ada dua macam selisih biaya bahan baku, menurut Sunarto (2004 : 66) yaitu

:

a) Selisih harga bahan baku adalah selisih yang disebabkan oleh perbedaan

harga, adapun rumus perhitungan dikemukakan oleh Sunarto (2004:66) :

SHBB = ( HS-HSt) x KS

67

Dimana:

SHBB = Selisih harga bahan baku

HS =Harga bahan sesungguhnya dibeli

HSt = Harga bahan menurut standar

KS = Kuantitas sesungguhnya

Apabila HS > HSt, maka selisih harga tidak menguntungkan (unfavorable)

Apablia HS < HSt, maka selisih harga menguntungkan (favorable).

b) Selisih Kuantitas Bahan Baku

Selisih kuantitas bahan baku perbedaan kuantitas bahan baku yang

dibutuhkan menurut standar dan sesungguhnya, dapat dihitung dengan

rumus yang dikemukakan oleh Sunarto (2004:67) yaitu :

SKB = ( KS – KSt) x HSt

Dimana:

SKB = Selisih kuantitas bahan baku

KSt = Kuantitas sesungguhnya atas bahan baku dipakai

HSt = Harga beli standar bahan baku dipakai

Apabila KS > KSt, maka selisih kuantitas tidak menguntungkan

(unfavorable)

Apablia KS < KSt, maka selisih kuantitas menguntungkan (favorable).

B. Selisih biaya tenaga kerja merupakan perbedaan antara biaya tenaga kerja

sesungguhnya dengan biaya tenaga kerja menurut standar.

SBTKL = (Js x Ts) - (JSt x TSt)

Dimana:

68

SBTKL = Selisih biaya tenaga kerja langsung

Js = Jam yang sesungguhnya

Ts = Tarif sesungguhnya dari upah langsung per jam

Jst = Jam standar

Tst = Tarif standar dari upah langsung per jam

Ada dua macam selisih biaya tenaga kerja langsung yaitu :

a) Selisih tarif adalah selisih biaya tenaga kerja yang disebabkan perbedaan

tarif upah standar dengan tarif upah rata-rata sesungguhnya. Rumus

perhitungan selisih tarif menurut Sunarto (2004:67) adalah sebagai berikut:

STU = (Ts – Tst) x Js

Dimana :

STU = Selisih tarif upah langsung

Ts = Tarif sesungguhnya dari upah langsung per jam

Tst = Tarif standar dari upah langsung per jam

Js = Jam kerja sesungguhnya

Apabila TS > TSt, maka selisih tenaga kerja tidak menguntungkan

(unfavorable)

Apablia TS < TSt, maka selisih tenaga kerja menguntungkan (favorable).

b) Selisih efisiensi yaitu selisih yang disebabkan oleh perbedaan jumlah jam

tenaga kerja standar dengan jumlah jam sesungguhnya untuk membuat

sejumlah produksi. Rumus selisih efisiensi tenaga kerja menurut Sunarto

(2004:68) adalah sebagai berikut :

SEUL = (JS – Jst) x Tst

69

Dimana:

SEUL = Selisih efisiensi upah langsung

Js = Jam yang sesungguhnya

Jst = Jam standar

Tst = Tarif standar dari upah langsung per jam

Apabila JS > Jst, maka selisih efisien tidak menguntungkan (unfavorable)

Apablia JS < Jst, maka selisih efisien menguntungkan (favorable).

C. Selisih biaya overhead pabrik adalah selisih biaya yang disebabkan adanya

perbedaan antara biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi dengan

biaya overhead pabrik standar (Halim, 1999:203).

SBOP = BOPS – BOPSt, atau

= BOPS – (Jst x T)

Dimana :

SBOP = Selisih biaya overhead pabrik

BOPS = BOP sesungguhnya

BOPSt = BOP standar

Jst = Jam standar

T = Tarif total BOP

Selisih biaya overhead pabrik dalam pembahasan ini menggunakan metode

Empat Selisih. Sehingga pada analisa empat selisih, selisih biaya overhead

pabrik menjadi:

1. Selisih anggaran

70

2. Selisih kapasitas

3. Selisih efisiensi variabel

4. Selisih efisiensi tetap

Secara sistematis selisih biaya menurut model empat selisih dapat

dirumuskan sebagai berikut : (Halim, 1999:293)

1. Selisih anggaran

SA = BOPS – AFKS, atau

SA = BOPS – [ ( Jn x Tt ) + ( Js x Tv ) ]

Dimana :

SA = Selisih anggaran

BOPS = BOP sesungguhnya

AFKS = BOP anggaran fleksibel pada kapasitas

sesungguhnya

Jn = Jam normal

Tt = Tarif tetap

Js = Jam sesungguhnya

Tv = Tarif variabel

Apabila BOPS > AFKS, maka selisih anggaran tidak menguntungkan

(unfavorable)

71

Apablia BOPS < AFKS, maka selisih anggaran menguntungkan (favorable).

2. Selisih Kapasitas

SK = ( Jn x Js ) x Tt

Dimana :

SK = Selisih Kapasitas

Jn = Jam normal

Js = Jam sesungguhnya

Tt = Tarif tetap

Apabila Jn > Js, maka selisih kapasitas tidak menguntungkan (unfavorable)

Apablia Jn < Js, maka selisih kapasitas menguntungkan (favorable).

3. Selisih Efisiensi Variabel

SEV = ( JS – Jst ) x Tv

Dimana :

SEV = Selisih efisiensi variabel

Js = Jam sesungguhnya

Jst = Jam standar

Tv = Tarif variabel

Apabila JS > Jst, maka selisih efisiensi variabel tidak menguntungkan

(unfavorable)

Apablia JS < Jst, maka selisih efisiensi variabel menguntungkan (favorable).

4. Selisih Efisiensi Tetap

SET = ( JS – Jst ) x Tt

72

Dimana :

SET = Selisih efisiensi tetap

JS = Jam sesungguhnya

Jst = Jam standar

Tt = Tarif tetap

Apabila JS > Jst, maka selisih efisiensi tetap tidak menguntungkan (unfavorable)

Apablia JS < Jst, maka selisih efisiensi tetap menguntungkan (favorable).

Untuk menilai apakah selisih biaya produksi, khususnya untuk selisih yang tidak

menguntungkan sudah terkendali atau belum maka setiap analisis biaya bahan baku,

biaya tenaga kerja langsung, maupun biaya overhead pabirik, penulis menetapkan batas

toleransi 5%. Artinya, apabila terjadi selisih biaya produksi yang tidak menguntungkan

dan masih dalam batas 5% maka dikategorikan terkendali sedangkan apabila melebihi

batas toleransi tersebut maka dikategorikan tidak terkendali.

4. Menjelaskan tentang penyebab terjadinya selisih untuk mencapai keuntungan.

Bastian Bustami dan Nurlela (2009:274) mengemukakan sebab-sebab

terjadinya varians, yaitu sebagai berikut:

a. Varians harga bahan baku

Adalah selisih harga bahan baku actual dengan harga bahan baku

berdasarkan standar yag diperkirakan. Perusahaan biasanya menghitug

varians harga bahan baku pada saat berbeda dengan pencatatan harga beli

bahan baku atau harga pemakaian bahan baku.

Penyebab varians bahan baku tidak menguntungkan adalah :

73

1. Fluktuasi harga pasar bahan baku yang cukup tajam.

2. Jauhnya pemasok, sehingga tingginya biaya angkut yang dibebankan ke

perusahaan.

b. Varians Penggunaan Bahan

Adalah selisih antar kuantitas actual yang digunakan untuk produksi dengan

pemakaian bahan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menggunakan

harga beli bahan baku standar.

Untuk kebutuhan pengendalian, jika terjadi varians harus segera disolusi

secepat mungkin walaupun ada kemungkinan tidak dapat dihitung sampai

pekerjaan selesai, karena varians sangat besar pengaruhnya pada baiay

operasi.

Kemungkinan terjadinya varians tidak menguntungkan :

1. Pemborosan selama pemrosesan.

2. Terjadi kerusakan bahan dan sisa bahan berlebihan.

c. Varians Upah Tenaga Kerja

Kemungkinan terjadinya varians tidak menguntungkan :

1. Upah lembur yang dibayarkan lebih besar daripada standar yang

ditetapkan.

2. Kegagalan mendapatkan hasil yang paling baik dari pekerja.

75

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Obyek

4.1.1 Sejarah Singkat Konveksi Outfix_Outfit

Pada mulanya kelompok “Outfix_Outfit” merupakan kumpulan individu yang

memeiliki kesamaan minat dalam masalah-masalah kepariwisataan dan perkotaan.

Sebagian besar anggotanya adalah mahasiswa Jurusan Manajemen Universitas

Brawijaya. Kegiatan wirausaha yang dilakukan kelompok ini dengan memproduksi dan

memasarkan produk berupa kaos, jaket, polo, kemeja, sweater, seragam, dan jersey.

Nama outfix_outfit digunakan sebagai merek dagang sekaligus nama

produsennya. Seperti halnya gagasan dan tindakan spontan yang banyak terjadi pada

saat kelompok ini memulai kegiatan wirausahanya, nama itupun muncul tanpa alasan

dan latarbelakang yang jelas. Munculnya nama “Outfix_Outfit” pada saat-saat terakhir

menjelang hari pertama penjualan sekedar didorong oleh kebutuhan praktis untuk

menandai atau memberi nama sebutan bagi suatu produk ketimbang sebagai suatu

strategi terencana dalam mengembangkan sebuah merek. Serangkaian penjelasan

perihal nama tersebut baru disusun ketika sejumlah pembeli mulai menanyakan arti

ataupun makna dibaliknya.

Outfix_Outfit yang dipresentasikan melalui logo berbentuk dasar mata,

diharapkan dapat mewakili pandangan kelompok yang selalu berusaha menempatkan

kreativitas sebagai aspek utama dalam setiap kegiatannya. Terdapat sejumlah kondisi

76

internal yang mendorong kelompok ini untuk melakukan kegiatan wirausaha tersebut,

diantaranya adalah:

1. Bisnis Tanpa Modal

Sebuah plan bisnis yang tidak banyak orang meyakininy. Padahal untuk hasil

melimpah dan untung besar, tidak harus memiliki modal uang yang besar dan

banyak. Cukup memerlukan semangat memulai bisnis sampingan dan ru,ahan ini.

Resep pembuatan Outfix_outfit :

A. Bahan

a. Niat

b. Ide

c. Relasi

B. Alat

a. Laptop

Tidak punya laptop, bisa meminjam saudara bahkan juga teman.

b. Handphobne atau telepon (media komunikasi)

c. Rekening Bank

d. Media Sosial (Twitter, Facebook, Instagram, Line, Whatsapp)

C. Proses pembuatan

a. Gabungkan bahan NIAT dan IDE ke dalam satu wadah yang bernama

LAPTOP

b. Aduk dan kocok terus IDE menggunakan laptop sampai jadi sebuah adonan

(desain kaos)

77

c. Setelah itu gunakan alat LAPTOP , HP dan MEDIA SOSIAL supaya

adonan menyebarkan bau-bau sedap

d. Tunggu dan sabar sampai bau adonan bikin orang disekitar tertarik dengan

bau-bau sedap dan pingin mencoba.

e. Bayar dulu sebelum mencoba , kalau adonan memang sedap pasti banyak

yang mau bayar dulu apalagi ditambah penyedap rasa. Pada tahap ini alat

REKENING BANK dibutuhkan.

f. Setelah ada yang bayar , masukan bahan RELASI agar adonan bisa jadi

bentuk yang diinginkan dan matang. ( RELASI disini cari yang mau bikin

kaos satuan dan prosesnya tidak pakai lama , dimana? banyak banget ,

sekarang persaingan bisnis bikin kaos sudah ketat

g. Adonan siap dikonsumsi oleh konsumen , jangan lupa harga jualnya

dihitung yang benasr biar tidak minus.

2. Keinginan untuk mempblikasikan berbagai gagasan mengenai peristiwa, bahasa

maupun kosa kata

3. Keinginan untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan tersebut melalui tampilan

grafis yang menarik dan menggunggah

Kondisi internal ini dipacu oleh kondisi eksternal berupa adanya kemudahan untuk

melakukan penjualan yang pada saat itu merupakan sarana pem,belanjaan. Kemudahan

yang diberikan antaralain:

a. Sebagai Sponshorship

Telah disediakannya kapling berikut etalase seluas 3x3 m2

yang berarti

penekanan biaya negoisiasi dan biaya konstruksi sarana fisik ruang jual.

78

Dengan orientasi lebih pada penyaluran minat dan idealisme ketimbang perolehan

laba, kelompok ini memulai kegiatan wirausahaanya dengan lebih memberi perhatian

terhadap permintaan (yakni minat dari para koinsumen) dibanding sisi penawaran.

Kecendrungan ini ditandai dengan sejumlah hal berikut :

1. Tidak adanya sasaran pasar yang dirumuskan terlebih dahulu secara jelas dan

spesifik.

2. Tidak adanya pencermatan terhadap kekuatan pasar yang lebih ada.

3. Tidak adanya perencanaan dalam jangka panjang dalam bidang produksi,

pemasaran, maupun pengelolaan administrasi dan keuangan.

Dalam waktu 2 bhulan, break event point telah tercapai, sementara itu permintaan

pasar makin membengkak. Pada tahun pertama volume penjualan tercatat mencapai 213

potong kaos, 180 potong kemeja, 208 potong polo, 530 potong jaket.

Pada saat itu voleme persediaan hampir selalu tidak memenuhi permintaan.

Sementar saat ini setidaknya 15-20 potong kaos oblong dengan harga rata-rata Rp

90.000,00 perpotong terjual tiap harinya. Perkembangan yang demikian “memaksa”

kelompok ini untuk lebih serius dalam mengani usahanya.

4.1.2 Lokasi Perusahaan

Penelitian ini akan dilakukan di kantor Konveksi Outfix_outfit, yang beralamat

di Jl. Sawojajar Gang 9 No. 52A, Malang.

4.1.3 Visi dan Misi Perusahaan

A. VISI

1. Menjadi Home Industry jasa konveksi skala nasional daninternational.

79

2. Menjadikan konveksi yang terbaik, dengan pengerjaan pesanan yang tepat

waktu dan mampu melayani permintaan pesanan sesuai dengan apa yang

diinginkan oleh setiap konsumen. baik dari segi pelayanan, kualitas, maupun

kuantitas yang memuaskan.

B. MISI

1. Menciptakan lapangan kerja serta menyejahterakan karyawan dan

lingkungan sekitar perusahaan

2. Memproduksi Produk Konveksi Yang Berkualitas.

3. Mendorong Berkembangnya Ekonomi Kreatif dan Sektor Usaha Kecil Dan

Menengah

4. Mengutamakan pelayanan pada kepuasan yang optimal bagi para pelanggan.

5. Berperan aktif untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas yang dapat

memberikan kepuasan para pelanggan, karyawan dan mitra bisnis.

6. Mengembangkan sumber daya untuk dapat menghasilkan produk yang

berkualitas dan memiliki mutu yang konsisten.

4.1.4 Struktur Organisasi Konveksi Outfix_outfit

Dalam rangka mendukung tercapainnya tujuan organisasi maka perlu adanya

organisasi atau manajement yang baik pada perusahaan tersebut, diperlukan koordinasi

antara bagian yang didukung dengan adanya pendelegasian wewenang, pemberian tugas

yang jelas serta tanggung jawab pada tiap – tiap bagian. Konveksi Outfix_outfit

merupakan bagian dari salah satu bidang usaha industri rumah tangga, maka struktur

organisasinya kepengurusannya masih relatif sederhana

80

Gambar 4.1

STRUKTUR ORGANISASI KONVEKSI OUTFIX_OUTFIT

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

Berdasarkan dokumentasi perusahaan yang penulis peroleh dari direktur

perusahaan konveksi Outfix_outfit, tugas-tugas bagian diuraikan sebagai berikut:

1. Direktur

a. Bertanggung jawab atas seluruh kegiatan perusahaan baik ke dalam maupun

keluar.

b. Menetapkan secara umum rencana kerja masing-masing.

c. Mengkoordinir dan mengawasi semua pembiayaan maupun keuntungan

perusahaan.

d. Mengkoordinir dan mengawasi semua bagian yang ada di perusahaan.

DIREKTUR

Bagian Keuangan Bagian Produksi Bagian Pemasaran /

Promotion

Bagian Sablon

Bagian Packing

Bagian Jahit

Bagian Pembelian Bagian Penjualan

Bagian Potong

Bagian Administrasi

81

e. Menentukan kebijakan yang ada di perusahaan dan membuat keputusan yang

dianggap perlu.

f. Menetapkan rencana kerja perusahaan.

g. Bertanggung jawab atas kelancaran dan kelangsungan hidup perusahaan.

2. Bagian Produksi

a. Mengadakan persiapan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap jalannya proses

produksi.

b. Bertanggung jawab terhadap kelancaran proses produksi dan kualitas produksi.

c. Mengatur dan melaksanakan produksi sesuai dengan order produksi.

d. Mengatur keamanan dan keselamatan kerja buruh pada proses produksi.

e. Membuat daftar permintaan bahan baku yang diperlukan untuk produksi.

f. Mengatur mutu produksi serta efisiensi produksi.

g. Meneliti hasil produksi yang harus disesuaikan dengan standar pabrik.

h. Bertanggung jawab langsung pada pimpinan dalam memproses bahan atau

bahan mentah menjadi barang jadi.

Bagian Produksi membawahi:

1) Bagian Pembelian

Bagian ini berfungsi untuk memilih kualitas bahan yang sesuai dengan

kebutuhan perusahaan serta mengadakan pembelian bahan yang dibutuhkan

selama proses produksi..

2) Bagian Potong

Bagian ini berfungsi melakukan pemotongan terhadap bahan baku yang akan

digunakan sesuai dengan pesanan.

82

3) Bagian Jahit

Bagian ini berfungsi untuk melakukan kegiatan penjahitan terhadap bahan

baku yang sudah dipotong.

4) Bagian Sablon

Bagian ini berfungsi untuk melakukan proses penyablonan atau memberikan

gambar pada bahan yang sudah selesai dijahit. Pemberian gambar ini

disesuaikan dengan keinginan dari pemesan.

5) Bagian Packing

Bagian ini berfungsi mengadakan pemeriksaan terhadap produk yang sudah

jadi sebelum dikirim ke pemesan serta melakukan pengemasan agar produk

tidak kotor dan terlihat rapi.

3. Bagian Pemasaran

a. Mengerjakan semua hal yang berhubungan dengan pengiriman barang yang

dipesan agar sampai ke tangan konsumen.

b. Promosi hasil produksi.

Bagian Pemasaran membawahi:

1) Bagian Penjualan

Bagian ini berfungsi melaporkan hasil penjualan serta memelihara hubungan

yang baik dengan para pemesan.

4. Bagian Keuangan

a. Mengawasi, mengelola dan mengendalikan keuangan perusahaan agar dapat

sesuai dengan yang digariskan pimpinan perusahaan.

83

b. Mengolah data keuangan perusahaan, agar pada akhir tahun bisa dijadikan

laporan keuangan perusahaan.

c. Membuat laporan keuangan perusahaan pada setiap periode tertentu.

Pada bagian keuangan terdapat bagian administrasi yang bertugas mencatat

setiap pemasukan dan pengeluaran perusahaan, serta memeriksa kegiatan perusahaan

saat terjadi pesanan sampai produk dikirim.

4.2 Produk yang Dihasilkan

Pada masa-masa awal, produk yang dominan dalam kegiatan usaha ini adalah

kaos oblong. Tentu saja kaos oblong dengan nilai lebih pada keunikan grafis. Artinya,

keunikan disain grafis yang ditampilkan pada kaos oblong (melalui teknik cetak atau

sablon) itu menjadikan diferensiasi sekaligus titik jual bagi produk ini.

Pertimbangan pemilihan kaos oblong sebagai produk utama tak lepas dari

orientasi kegiatan wirausaha ini. Seperti telah diuraikan di muka, kegiatan wirausaha

yang cenderung merupakan wahana penyaluran minat ketimbang sasaran laba, ini

mengakibatkan perhatian pada sisi permintaan. Selain kaos oblong, konveksi

outfix_outfit juga memproduksi jaket, seragam, topi, polo, kemeja serta sweater.

4.3 Proses Produksi

A. Bahan Produksi

Bahan-bahan yang digunakan untuk produksi perusahaan konveksi Aba

Collection adalah bahan baku sebagai berikut:

1. Cotton (Katun)

84

ada 2 macam berdasarkan spesifikasi benang:

a. Cotton Combed

1) Serat benang lebih halus.

2) Hasil Rajutan dan penampilan lebih rata dibakar hanya menyisakan

abu

Gambar 4.2

Contoh Bahan Cotton Combed

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

b. Cotton Carded

1) Serat benang kurang halus.

2) Hasil rajutan dan penampilan bahan kurang rata.

3) Sifat kedua jenis bahan tersebut dapat menyerap keringat dan tidak

panas, karena bahan baku dasarnya adalah serat kapas.

Gambar 4.3

Contoh Bahan Cotton Carded

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

85

Keunggulan:

a) Tidak kisut apabila dicuci

b) Tidak luntur untuk bahan berwarna

c) Mudah disablon

d) Menyerap keringat.

e) Tidak berbulu

Kelemahan:

a) Bahan terasa dingin dan sedikit kaku

b) Mudah kusut

c) Pakaian / kain akan rusak bila direndam lebih dari 2 jam dalam

detergen

d) Rentan terhadap jamur

2. TC (Teteron Cotton)

1. Campuran dari Cotton Combed 35 % dan Polyester (Teteron) 65%.

2. Dibanding bahan Cotton, bahan TC kurang bisa menyerap keringat dan

agak panas di badan. Kelebihannya jenis bahan TC lebih tahan

’shrinkage’ (tidak susut atau melar) meskipun sudah dicuci berkali-kali.

Gambar 4.4

Contoh Bahan TC

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

86

Keunggulan bahan TC adalah bahan TC tidak cepat berubah bentuk. lain

halnya seperti bahan katun lain Bahan TC mempunya warna yang terang dan

tahan tidak cepat memudar.

Namun bahan kaos TC juga memiliki kelemahan panas saat dikenakan,

selain itu juga tidak menyerap keringat. Misalnya: Untuk desain baju seragam

di lapangan (outdoor), tentu kain drill lebih pas dipakai karena desain baju

seragam lapangan kebanyakan menampilkan kesan gagah/macho, juga karena

kain ini lebih tebal dan lebih kuat rajutannya dibanding dengan kain katun.

Untuk baju seragam di dalam ruangan (indoor), Anda bisa pilih kain katun atau

tropical.

3. CVC ( Cotton Viscose )

1. Campuran dari 55% Cotton Combed dan 45% Viscose.

Kelebihan dari bahan ini adalah tingkat shrinkage-nya (susut pola) lebih

kecil dari bahan Cotton. Jenis bahan ini juga bersifat menyerap keringat.

Gambar 4.5

Contoh Bahan Cotton Viscose

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

87

4. POLYESTER / PE

1. Jenis bahan ini terbuat dari serat sintetis atau buatan dari hasil olahan

minyak bumi untuk dibuat serat poly fiber dan untuk produk biji plastik.

Karena sifat bahan dasarnya, maka jenis bahan ini tidak bisa menyerap

keringat dan dipakai serasa panas.

Gambar 4.6

Contoh Bahan PE

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

Keunggulan:

1. Murah

Kelemahan:

1. Pada beberapa jenis PE untuk bahan kaos, kain ini rawan kisut apabila

dicuci dan mudah luntur.

2. Pada jenis PE untuk bahan sweater, biasanya suka berbulu sesudah

beberapa kali dicuci.

5. HYGET

1. Jenis bahan ini juga terbuat dari plastik, namun lebih tipis. Banyak

digunakan untuk keperluan kampanye partai.

88

Gambar 4.7

Contoh Bahan Hyget

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

6. Lacoste

Kain Lacoste adalah jenis bahan yang biasa digunakan untuk membuat

kaos polo/kerah

Gambar 4.8

Contoh Bahan Lacoste

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

7. Drill Katun

Kain Drill umum dipergunakan untuk bahan membuat baju seragam,

Jaket Almamater, switer, Rompi bahkan Topi. Spesifikasi bahan ini, permukaan

89

kain berserat garis-garis miring / ngdrill. Berdasarkan besar kecilnya serat secara

umum dibagi 3 jenis:

A. Twill Drill,

Saat ini terdapat kain twist drill yang memiliki karakterisitik water

repellent atau air tidak mudah menembus kain jenis ini. Kain ini biasanya

digunakan untuk jaket almamater dengan ritsleting. Sehingga jaket

almamater dengan ritsleting ini juga dapat digunakan untuk kegiatan luar

ruangan.

B. American drill ( serat sedang ),

Karakteristik kain American drill adalah permukaan kainnya lebih

lembut. Kain jenis American drill terbuat dari bahan katun dan polyester.

Anda bisa menggunakan jenis kain ini untuk membuat jas almamater.

C. Japan drill ( serat besar ).

Jenis kain drill yang paling populer digunakan untuk membuat

seragam khususnya untuk seragam lapangan adalah kain japan drill. Kain

japan drill memiliki karakteristik lebih kuat dan tebal dibandingkan jenis

kain lainnya. Kain japan drill yang paling disukai adalah yang

komposisinya lebih banyak terbuat dari katun karena lebih nyaman dipakai

dibandingkan kain japan drill yang banyak kandungan polyesternya. Merek

yang terkenal adalah Nagata Drill.

Kualitas/harga kain drill menyesuaikan dengan bahan dasarnya, semakin

banyak kadar cottonnya maka harganya semakin mahal. Biasanya jenis Japan

90

Drill mempunyai komposisi bahan cotton lebih banyak dan lebih

sedikit polyester, sehingga lebih comfort di pakai. Namun harganya tentu lebih

mahal. Lebar kain drill yang dijual di pasaran biasanya 1,5 meter

Bahan drill katun biasa digunakan sebagai bahan jaket yang menyerap

keringat, sifatnya halus dan nyaman karena serat katunnya tinggi. Cocok untuk

jaket pengendara sepeda motor yang tidak ingin kepanasan dan sekedar

menghindari kulit menjadi hitam. Bisa juga dijadikan jaket untuk komunitas,

kelompok atau paguyuban.

Gambar 4.9

Contoh Bahan Twill Drill

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

91

Gambar 4.10

Contoh Bahan American Drill

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

Gambar 4.11

Contoh Bahan Japan Drill

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

8. Kanvas

Bahan kanvas adalah bahan jaket yang digunakan untuk membuat jaket-

jaket kasual dan setengah resmi. Banyak jaket-jaket distro menggunakan bahan

ini. Kanvas pun bermacam-macam jenisnya, dari serat dan ketebalan yang

berbeda-beda. Bahan kanvas lapisan atasnya sedikit berbulu dan benang atau

material ringan mudah menempel pada bahan kanvas.

92

Gambar 4.12

Contoh Bahan Kanvas

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

9. Terry

Bahan katun yang sangat nyaman untuk jaket atau sweater, tebal namun

tidak panas karena tidak berbulu. Cocok bagi mereka yang berada di iklim

tropis. Bahan ini mirip dengan Fleece, hanya serat (alurnya) lebih kecil dan lebih

halus tidak berbulu. Penggunaannya hampir sama dengan bahan Fleece. Untuk

serat yang lebih kecil lagi dinamakan Baby Terry, karena pada awalnya bahan

ini banyak digunakan untuk baju anak lebih tepatnya untuk bayi dan balita.

Gambar 4.13

Contoh Bahan Terry

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

93

10. Fleece

Sama seperti terry, namun berbulu pada bagian dalamnya, sehingga

menjadi lebih tebal dan lebih hangat. Cocok bagi mereka yang berada di wilayah

cukup dingin. Bahan kain ini biasanya cocok digunakan untuk Sweater/jaket

untuk naik gunung.

Gambar 4.14

Contoh Bahan Fleece

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

11. Diadora, Adidas, Lotto

Namanya terlihat memang seperti merek, karena ketiga jenis kain

ini adalah bahan yang sering digunakan untuk bahan jaket sporty – jaket

olahraga. Oleh pedagang dan produsen kain di Indonesia nama yang sudah

menjadi merek itu dipakai untuk dijadikan nama bahan kain tersebut. Lotto dan

Diadora adalah bahan jaket yang agak mengkilat, Diadora agak lebih tebal,

sedangkan Adidas lebih tidak mengkilat.

94

Gambar 4.15

Contoh Bahan Lotto

Gambar

Contoh Bahan Diadora

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

Gambar 4.16

Contoh Bahan diadora

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

Gambar 4.17

Contoh Bahan Adidas

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

95

12. Taslan

Bahan ini tergolong bahan parasit, karena bahan ini ada yang anti air .

Namun, bahan taslan juga banyak macamnya seperti taslan salur, taslan korea,

taslan lokal, atau taslan yang lain.

Gambar 4.18

Contoh Bahan taslan

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

Bahan taslan memiliki keunggulan bahan yang kedap air, tebal dan

nyaman saat dipakai. Permukaan bahan agak licin dan memiliki kerapatan serat

bahan yang tingg, dengan lapisan balon dibagian dalam sehingga tahan terhadap

air (Waterproof), lebih ringan sehingga lebih mudah dilipat, sifat bahan taslan

ketika terkena air hujan seperti air di daun talas.

13. Mikro

Bahan kain bertipe lemas, tipis, sedikit anti air, karena permukaannya

tidak menyerap air. Cocok dan dapat digunakan untuk jaket atau kemeja.

96

Gambar 4.19

Contoh Bahan Mikro

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

14. Jeans

Bahan yang biasa digunakan untuk celana dan jaket, tebal dan kuat.

B. Proses Produksi

Proses kreatif produksi pada masing-masing usaha melewati beberapa tahapan

produksi. Berawal dari membuat desain kaos dan gambar untuk sablon kaos, kemudian

menentukan bahan kaos yang diinginkan, setelah itu kaos dikerjakan mulai dari potong

bahan kaos, memindahkan gambar pada film yang kemudian disablon kan pada bahan

kaos yang sudah dipotong, setelah itu bahan kaos yang sudah disablon akan melalui

proses jahit sesuai ukuran kaos yang diinginkan.

Setiap tahapan produksi dikerjakan oleh tenaga kerja yang memiliki keahlian

masing-masing. Tenaga kerja ini merupakan unsur dari proses produksi kaos.

97

Gambar 4.20

Matriks Proses Produksi

PROSES PRODUKSI BAHAN BAKU

TENAGA

KERJA

ALAT/ TEKNOLOGI

Mendesain Desainer Perangkat komputer

dengan aplikasi

coreldraw dan adobe

photoshop

Memotong Kain Pengrajin Kaos Mesin potong kain,

Gunting

Menyablon Cat sablon Pengrajin

Sablon

Meja sablon dan screen

sablon

Menjahit Benang bahan

kaos

Penjahit Mesin jahit dan mesin

obras overdeck

Memasang Kancing Kain Penjahit Mesin lobang kancing

Menyetrika dan

Mengemas

Pengrajin

setrika

Setrika dan plastik

pembungkus

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

Pada awal tahun kedua, diversifikasi yang dilakukan tidak hanya diversifikasi

produk melainkan diversifikasi bidang usaha, yaitu bidang perancang grafis dan animasi

komputer yang melayani produk-produk pesanan. Proses Perancangan Produk salah

satunya adalah Desainer adalah seseorang atau individu yang berprofesi menelaah,

menciptakan bentuk fisik produk (dalam hal ini kaos) dan memikirkan pula kelayakan

98

psikologis, fisiologis-ergonomis, sosial, ekonomis, estetis, fungsi dan teknis. Pekerjaan

sebagai desainer pada usaha produksi kaos pada umumnya melakukan proses yang sama

pada perancangan desain kaos pesanan. Yang paling utama adalah memahami desain

yang diinginkan klien kemudian mengaplikasikannya ke dalam desain. Biasanya

desainer menerima konsep mentah artinya desainer hanya melanjutkan atau

mematangkan desain yang diinginkan klien, dalam hal ini desainer menjembatani antara

keinginan pelanggan dan aplikasi desain pada teknik sablon.

Dalam prosesnya, kegiatan desainer di dalam industri kreatif kaos tetap dipantau

oleh pengusaha karena kegiatan proses kreatif merupakan kegiatan bersama, bukan dari

desainer sendiri. Seperti telah diungkapkan di atas, aspek desain memegang peranan

penting dalam kegiatan wirausaha ini mengingat sejumlah hal berikut:

a) Aspek disain merupakan andalan produk Konveksi Outfix_Outfit. Melalui

desain yang spesifik dengan menggabungkan lokalitas, humor, dan semangat

bermain-main dalam dunia seni diharapkan pula tercipta unsur atrractiveness

sebagai daya tarik utama produk.

Gambar 4.21

Prosedur Desain

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

Desain Awal Produksi Forum

Komentar

Forum

Eksekusi

Pracetak

Recycle Bin

99

Usulan awal desain dapat berasal dari manapun, termasuk usulan yang datang

dari konsumen. Usulan ini secara kolektif dikembangkan menjadi berbagai alternatif

rancangan awal oleh tim kreatif. Forum komentar ini terbuka untuk seluruh anggota

kelompok dalam kesempatan tertentu.

b) Strategi Desain, seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya, aspek desain

pada kegiatan wirausaha ini sangatlah signifikan mengingat perannya dalam

memebentuk keunggulan produk. Untuk itu, produk Outfix_Outfit harus

menggunakan strategi desain yang spesifik pula. Secara garis besar, desain-

desain yang dirilis oleh Outfix_Outfit memiliki sejumlah karakteristik antara

lain sebagai berikut :

1) Mengangkat romantisme

2) Menertawakan diri sendiri

Dengan strategi desain semacam itu, produk Outfix_Outfit kemudian memiliki

sejumlah keistimewaan atau setidaknya perbedaan dengan produk sejenis yang ada

selama ini:

1) Proses pemotongan bahan

Proses pemotongan ini termasuk proses persiapan, maksudnya ialah pengerjaan

pesanan konsumen. Proses ini membutuhkan waktu yang relatif lama, sebab proses

ini membutuhkan kesesuaian dengan pola (semacam arsitek) yang akan menentukan

bagaimana bentuk atau mode yang akan dibuat. Setelah proses ini selesai, maka

hasilnya dikirim pada bagian penjahitan.

2) Menyablon

100

Unsur proses produksi kaos yang kedua adalah pengrajin sablon kaos. Pengertian

pengrajin terletak pada keterampilan yang dimiliki seseorang. Keterampilan itu

mencakup keterampilan dalam menciptakan suatu barang atau ketarampilan dalam

menggunakan peralatan yang mendukung. Adapun barang yang diciptakan itu tidak

menuntut keaslian ataupun pembaharuan. Dalam hal ini tidak ada aturan tertentu

atau norma.

Menurut Umar Kayam, pengertian pengrajin adalah : “mereka yang memiliki

keterampilan khusus yang didapatkan dan penyampaian turun temurun dari nenek

moyang yang didapat melalui proses sosialisasi dari lingkungan budayanya.” (Umar

Kayam dalam Larasati Suliantoro Sulaiman 1985 : 22). Jadi dari pengertian di atas,

maka menurut penulis pengrajin adalah seseorang yang mempunyai keterampilan

khusus dalam menciptakan suatu barang yang mempunyai kualifikasi fungsional dan

estetis. Barang tersebut berupa pakaian jadi seperti kaos.

Pengertian pengrajin sablon kaos menurut penuturan Sugeng Triono (37 tahun)

adalah pengrajin sablon kaos itu orang yang mengerjakan pesanan setelah desain dan

harga pesanan sudah disepakati,kerjaanya ada yang borongan dan harian. Sedangkan

pengertian pengrajin sablon kaos menurut Rizqon Lazuardi (27 tahun) adalah pengrajin

sablon kaos adalah orang yang mengerjakan potong bahan kaos, cetak sablon pada kaos,

kemudian menjahit dan akhirnya dipacking/bungkus, setelah itu diserahkan pada

pemesan.

Dari penuturan-penuturan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian pengrajin

sablon kaos adalah orang yang bekerja dalam industri produksi kaos yang mempunyai

pekerjaan khusus produksi kaos. Proses produksi kaos meliputi potong bahan kaos,

101

cetak sablon pada kaos, kemudian menjahit dan akhirnya dipacking/bungkus.

Keterampilan yang dimiliki oleh pengrajin sablon kaos diperoleh dari masyarakat

sekitar dan diri pribadi untuk menekuni produksi kaos. Keterampilan ini meliputi

keterampilan dalam mengepress desain ke dalam screen, menggesut/mengkuaskan cat

pada media sablon, potong kain, dan menjahit. Adapaun prosesnya sebagai berikut:

1. Menjahit dan Memasang Kancing

Pada proses ini menggunakan beberapa mesin yaitu mesin jahit, mesin obres,

mesin dek dan mesi karet.

2. Kaos Oblong

Untuk jenis kaos ini bahan langsung jahit yaitu bahan bagian lengan, didek

terlebih dahulu bagian bawah dengan melipatnya. Setelah itu bahan bagian

badan diobras bagian bahunya. Kemudian bagian lengan yang sudah didek

disatukan dengan bagian badan dengan cara obras. Selanjutnya mengobras

bagian tepi lengan langsung ke bagian bawah. Baru kemudian dipasang rip

bagian leher. Tahap berikutnya adalah bagian bawah kaos disum dengan

menggunakan mesin dek.

3. Kaos Krah Kancing

Tahap pertama pengerjaan untuk jenis kaos ini adalah membuat tempat kancing

dan pemasangan kerah dengan menggunakan mesin jahit. Seperti halnya pada

jenis kaos oblong, bahan bagian lengan didek terlebih dahulu, kemudian bahan

untuk badan diobras terlebih dahulu bagian bahunya. Setelah itu disatukan

antara lengan dengan badan, dengan cara mengobras. Selanjutnya mengobras

pada bagian tepi lengan langsung ke badan bagian bawah. Akhirnya bagian

102

bawah kaos disum dengan mesin dek. Tahap terakhir membuat lubang kancing

dan memasang kancingnya sekaligus.

4. Proses Pengemasan

Setiap pesanan selesai dijahit, maka selanjutnya dilipat satu persatu, kemudian

dimasukkan pada kantong plastik dan siap diambil oleh pemesannya.

Jadi, proses produksi dapat digambarkan seperti:

Gambar 4.22

Proses Produksi

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

KAIN

MENJAHIT

MENYABLON

PEMOTONGAN

DESAIN MODEL PASANG KANCING

KANCING

MENYETRIKA DAN MENGEMAS

103

4.4 Personalia

4.4.1 Jumlah Tenaga Kerja

Tenaga kerja Konveksi Outfix_outfit keseluruhan berjumlah 10 orang.

Tabel 4.1

Jumlah Tenaga Kerja Konveksi Outfix_Outfit

BAGIAN Jumlah

Desain 2

Memotong 2

Menyablon 1

Menjahit 2

Menyetrika dan Mengemas 3

TOTAL 10

Sumber: wawancara Konveksi Outfix_outfit, 2016

Dua orang desainer yang menangani pesanan dari konsumen, dan 8

orang bagian produksi yang merupakan karyawan outsourching yang terbagi di

berbagai tempat.

4.4.2 Sistem Pengupahan

Untuk membalas jasa karyawannya, Konveksi Outfix_outfit

menggunakan sistem pengupahan. Selain menerima upah, karyawan juga

menerima tunjangan-tunjangan dari Konveksi Outfix_outfit. Tunjangan-

tunjangan yang diberikan oleh Konveksi Oufix_outfit dimaksudkan untuk

mensejahterakan karyawannya. Tunjangan-tunjangan tersebut antara lain

tunjangan hari raya (THR), bonus, dan lain-lain.

104

4.4.3 Jam Kerja

Karyawan bekerja selama 7 hari, Senin sampai dengan Minggu. Dalam

sehari, setiap karyawan bekerja efektif selama 8 jam kerja, kecuali hari Minggu

dan Jumat.

Hari Senin – Sabtu : 08.00 – 17.00 WIB

Minggu : 08.00 – 12.00 WIB

Istirahat Senin – Sabtu : 12.00 – 13.00 WIB

Istirahat Jumat : 12.00 – 14.00 WIB

4.5 Pemasaran Konveksi Outfix_Outfi

Dalam kegiatan wirausaha kelompok Outfix_outfit, pemasaran menjadi aspek

yang selama 2 tahun berjalan ini dilakukan secara intuitif. Peningkatan penjualan dan

popularitas Outfix_outfit lebih merupakan sinergi kondisi yang selama ini (disengaja

atau tidak) ternyata produk, lokasi penjualan, harga dan promosi dapat mengambarkan

hal ini.

Dari sisi produk, semangat kelompok Outfix_outfit yang mengutamakan

kreativitas dalam cara ungkap bermain-main tiba-tiba memasukkan produk-produknya

ke dalam ceruk yang selama ini belum banyak tergarap dunia per kaos oblongan. Desain

sebagai selling point ternyata, secara tidak sengaja telah didekati dengan strategi yang

spesifik sehingga memunculkan produk yang terkesan “baru” dan karena itu istimewa.

Pada sisi promosi, Konveksi Outfix_outfit nelalui media sosial seperti line,

instagram, twitter, dan whatsap yang menjadi keuntungan tersendiri. Demam merancang

yang melanda anggota Konveksi Outfix_outfit pada hampir satu tahun pertama yang

105

menghasilkan desain dalam jumlah besar ternyata cukup membombardir pasar. Jika

dapat dipandang sebagai trend, maka banyaknya varietas desain kaos oblong Konveksi

Outfix_outfit yang sangat menyokong perkembangan trend tersebut.

Di sisi lain, terbatasnya ruang penjualan, terbatanya persediaan barang, dan

membludaknya pembeli mengakibatkan kerumunan besar terutam di masa-masa liburan

kuliah. Kerumunan semacam ini segera menjadi fenomena yang banyak dibicarakan,

yang berarti juga merupakan publikasi cuma-cuma.

Secara tidak sengaja pula, selama dua tahun itu Konveksi Outfix_outfit telah

menancapkan citranya. Semangat bermain-main yang diutamakan oleh kelompok ini

membuat desain-desain produk Outfix_outfit bernuansa nakal dan lucu. Dengan

kemunculan ragam desain yang relatif besar, kecenderungan ini semakin kuat.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. PENGEMBANGAN PRODUK

Pengembangan produk merupakan salah satu faktor penting yang harus

dilakukan oleh usaha konveksi outfix-outfit. Menurut McDaniel(2004:450)

pengembangan produk adalah strategi pemasaran yang memerlukan

penciptaan produk baru yang dapat dipasarkan, proses merubah aplikasi

untuk teknologi baru ke dalam produk yang dapat dipasarkan. Sedangkan

menurut Kotler dan Armstrong (2004:398) pengembangan produk

merupakan strategi untuk pertumbuhan perusahaan dengan menawarkan

modifikasi atau produk baru ke segmen pasar yang ada sekarang.

Pengembangan produk yang dilakukan oleh Konveksi Outfix-outfit

antaralain:

106

a. Perubahan desain sesuai mode yang berlaku / trend,

b. Peningkatan kualitas bahan dan jahitan.

2. PENGEMBANGAN WILAYAH PEMASARAN

Pengembangan wilayah pemasaran konveksi outfix-outfit antaralain:

a. Akan direncakan untuk menjajaki ekspor

b. Perluasan wilayah pemasaran dengan menjalin kerjasama dengan

distributor di daerah Malang

3. KEGIATAN PROMOSI

A. Promosi penjualan

a. Produk sampel

b. Intensifikasi pameran dagang, bazaar

c. Diskount khusus / pemberian voucher

d. Jaminan produk

B. Iklan

a. Brosur / Daftar harga

b. Selebaran

c. Media sosial ( twitter, instagram, facebook, line, whatsapp )

C. Personal Selling

107

4. STRATEGI PENETAPAN HARGA

Harga disesuaikan dengan kondisi ekonomi mahasiswa

4.6 Deksripsi Data

Biaya produksi adalah semua biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan

produksi dari suatu produk mulai dari saat pembelian bahan baku sampai dengan

produk tersebut selesai dan siap dijual.

Dalam penelitian ini, penulis mengambil tempat penelitian di Konveksi

Outfix_outfit. Konveksi ini merupakan UMKM yang memproduksi kaos, jaket, sweater,

topi, seragam, kemeja, hoodie, dan training. Dalam hali ini penulis membatasi ruang

lingkup penelitian hanya pada kaos oblong dan jaket karena produk ini merupakan

produk yang sudah dikenal dan menjadi salah satu trensdetter produk kaos dan jaket

yang sangat familiar di daerah Malang, bahkan dikenal sampai ke luar Malang.

Konveksi Outfix_outfit telah menetapkan standar biaya produksi yang terdiri

dari standar biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung berdasarkan evaluasi

proses produksi tahun sebelumnya. Penetapan standar biaya produksi dimaksud,

dilakukan Konveksi Outfix_outfit pada awal tahun periode produksi sebelum proses

produksi dilaksanakan.

4.6.1 Standar Biaya Produksi

Standar biaya produksi terdiri dari standar biaya bahan, standar biaya tenaga

kerja langsung, dan standar biaya overhead pabrik. Standar biaya bahan baku dapat

108

ditentukan dengan cara mengalikan standar harga bahan baku dengan standar kuantitas

(pemakaian) bahan baku. Oleh karena itu sebelum menentukan standar biaya bahan

baku harus ditentukan terlebih dahulu standar harga bahan baku dan standar kuantitas

(pemakaian) bahan baku.

4.6.2 Standar Biaya Bahan Baku

Standar biaya bahan baku dapat ditentukan dengan cara mengalikan standar harga

bahan baku dengan standar kuantitas (pemakaian) bahan baku. Oleh karena itu sebelum

menentukan standar biaya bahan baku harus ditentukan terlebih dahulu standar harga

bahan baku dan standar kuantitas (pemakaian) bahan baku.

4.6.2.1 Standar Harga Bahan Baku

Standar harga bahan baku adalah harga bahan baku perunit yang

seharusnya dibeli. Berikut standar harga bahan baku Konveksi

Outfix_outfit tahun 2013:

Tabel 4.2

Standar Biaya Bahan Baku di Tahun 2013

Bahan Jumlah Harga perkiraan Harga Total

Kain Cotton Combed 2 Rp1.300.000,00 Rp2.600.000,00

Kain Cotton Carded 1 Rp3.100.638,00 Rp3.100.638,00

Taslan 15 Rp50.000,00 Rp750.000,00

Adidas 1 Rp3.240.200,00 Rp3.240.200,00

Kancing 780 Rp250 Rp195.000,00

Resleting 150 Rp3.000,00 Rp450.000,00

Furing 45 Rp30.000,00 Rp1.350.000,00

Cat sablon 5 Rp55.000,00 Rp275.000,00

Rib 200 Rp3.000,00 Rp600.000,00

Benang jahit 2 Rp130.000,00 Rp260.000,00

Tali kur 1 Rp22.800,00 Rp22.800,00

TOTAL Rp12.842.638,00

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

109

Tabel 4.3

Standar Biaya Bahan Baku di Tahun 2014

Bahan Jumlah Harga Perkiraan Harga Total

Kain Cotton Combed 5 Rp1.400.000,00 Rp7.000.000,00

Kain Cotton Kardet 3 Rp1.500.000,00 Rp4.500.000,00

Fleece 2 Rp3.300.000,00 Rp6.600.000,00

American Drill 2 Rp3.200.000,00 Rp6.400.000,00

Babytery 25 Rp45.000,00 Rp1.125.000,00

Lacoste 50 Rp40.000,00 Rp2.000.000,00

Taslan 35 Rp55.000,00 Rp1.925.000,00

Kancing 2890 Rp200,00 Rp578.000,00

Resleting 750 Rp1.500,00 Rp1.125.000,00

Furing 1 Rp1.210.056,00 Rp1.210.056,00

Cat sablon 12 Rp55.000,00 Rp660.000,00

Rib 850 Rp3.000,00 Rp2.550.000,00

Benang Jahit 5 Rp120.000,00 Rp600.000,00

Tali Kur 3 Rp25.000,00 Rp75.000,00

TOTAL Rp36.348.056,00

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

Tabel 4.4

Standar Biaya Bahan Baku di Tahun 2015

Bahan Jumlah Harga Perkiraan Harga Total

Kain Cooton Combed 6 Rp1.550.000,00 Rp9.300.000,00

Fleece 4 Rp3.280.000,00 Rp13.120.000,00

Babytery 2 Rp3.810.000,00 Rp7.620.000,00

American Drill 2 Rp3.300.000,00 Rp6.600.000,00

Taslan 30 Rp55.000,00 Rp1.650.000,00

Adidas 1 Rp3.374.244,00 Rp3.374.244,00

Furing 1 Rp1.300.000,00 Rp1.300.000,00

Kancing 2750 Rp200,00 Rp550.000,00

Resleting 680 Rp1.500,00 Rp1.020.000,00

Cat sablon 13 Rp55.000,00 Rp715.000,00

Rib 690 Rp3.000,00 Rp2.070.000,00

Benang Jahit 7 Rp120.000,00 Rp840.000,00

Tali kur 4 Rp20.000,00 Rp80.000,00

TOTAL Rp48.239.244,00

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

110

Standar harga bahan baku yang telah ditetapkan Konveksi

Outfix_outfit untunk tahun 2013 sebesar Rp 37.717. Artinya, untuk

melakukan proses produksi selama satu tahun diharapkan menggunakan

harga bahan baku sesesar Rp 37.717 per kilogram.

Standar harga bahan baku yang telah ditetapkan Konveksi

Outfix_outfit untunk tahun 2014 sebesar Rp 42.775. Artinya, untuk

melakukan proses produksi selama satu tahun diharapkan menggunakan

harga bahan baku sesesar Rp 42.775 per kilogram.

Standar harga bahan baku yang telah ditetapkan Konveksi

Outfix_outfit untunk tahun 2015 sebesar Rp 44.685. Artinya, untuk

melakukan proses produksi selama satu tahun diharapkan menggunakan

harga bahan baku sesesar Rp 44.685 per kilogram. Berikut tabel standar

harga bahan baku Konveksi Outfix_outfit tahun 2013 – 2015

Tabel 4.5

Standar Biaya Bahan Baku di Tahun 2013 – 2015 Per Kilogram

4.6.2.2 Standar Kuantitas (Pemakaian) Bahan Baku

Untuk menghasilkan kapasitas normal sebesar 80.500 satuan

digunakan bahan sebanyak 366 kilogram. Kapasitas sesungguhnya pada

STANDAR

BIAYA BAHAN BAKU

2013

STANDAR

BIAYA BAHAN BAKU

2014

STANDAR BIAYA

BAHAN BAKU

2015

Rp 37.717,00 Rp 42.775,00 Rp 44.685,00

111

tahun 2013 sebesar 75.000 satuan. Untuk mengetahui kuantitas standar

bahan baku, secara matematis dicari sebagai berikut:

Kuantitas sesungguhnya = Kapasitas sesungguhnya x Kuantitas

standar per satuan

= 75.000 satuan x 0,00454 kg/satuan

= 340,5 kilogram

Jadi, standar kuantitas (pemakaian) bahan baku yang ditetapkan

Konveksi Outfix_outfit untuk tahun 2013 sebesar 340,5 kilogram. Artinya,

dalam melakukan proses produksi selama satu tahun seharusnya

menggunakan bahan baku sebanyak 340,5 kilogram. Dalam hal ini, untuk

pemakaian satu kilogram bahan kain rata-rata dapat menghasilkan tiga

potong kaos.

Jadi, standar biaya bahan baku yang ditetapkan Konveksi

Outfix_outfit untuk tahun 2013 sebesar Rp 12.842.638,00, hasil ini didapat

dengan cara mengalikan standar harga bahan baku sebesar Rp 37.717

dengan standar kuantitas bahan baku sebesar 340,5 kilogram.

Untuk menghasilkan kapasitas normal sebesar 80.500 satuan

digunakan bahan sebanyak 912,20 kilogram. Kapasitas sesungguhnya pada

tahun 2014 sebesar 75.000 satuan. Untuk mengetahui kuantitas standar

bahan baku, secara matematis dicari sebagai berikut:

112

Kuantitas standar = Kapasitas sesungguhnya x Kuantitas standar per

satuan

= 75.000 satuan x 0,01133 kg/satuan

= 849,75 kilogram

Jadi, standar kuantitas (pemakaian) bahan baku yang ditetapkan

Konveksi Outfix_outfit untuk tahun 2014 sebesar 849,75 kilogram.

Artinya, dalam melakukan proses produksi selama satu tahun seharusnya

menggunakan bahan baku sebanyak 849,75 kilogram.

Jadi, standar biaya bahan baku yang ditetapkan Konveksi

Outfix_outfit untuk tahun 2014 sebesar Rp36.348.056,00, hasil ini didapat

dengan cara mengalikan standar harga bahan baku sebesar Rp 42.775,00

dengan standar kuantitas bahan baku sebesar 849,75 kilogram.

Untuk menghasilkan kapasitas normal sebesar 82.000 satuan

digunakan bahan sebanyak 1.150 kilogram. Kapasitas sesungguhnya pada

tahun 2015 sebesar 77.000 satuan. Untuk mengetahui kuantitas standar

bahan baku, secara matematis dicari sebagai berikut:

113

Kuantitas standar = Kapasitas sesungguhnya x Kuantitas standar per

satuan

= 77.000 satuan x 0,01402 kg/satuan

= 1.079,54 kilogram

Jadi, standar kuantitas (pemakaian) bahan baku yang ditetapkan

Konveksi Outfix_outfit untuk tahun 2015 sebesar 1079,54 kilogram.

Artinya, dalam melakukan proses produksi selama satu tahun seharusnya

menggunakan bahan baku sebanyak 1079,54 kilogram.

Jadi, standar biaya bahan baku yang ditetapkan Konveksi

Outfix_outfit untuk tahun 2015 sebesar Rp48.239.244,00, hasil ini didapat

dengan cara mengalikan standar harga bahan baku sebesar Rp 44.685,00

dengan standar kuantitas bahan baku sebesar 1079,54 kilogram. Berikut

tabel standar kuantitas bahan baku Konveksi Outfix_outfit tahun 2013 –

2015 :

114

Tabel 4.6

Standar Kuantitas Bahan Baku di Tahun 2013 – 2015

TAHUN

KAPASITAS

NORMAL

( A )

KUANTITAS

BAHAN BAKU

KG

( B )

KUANTITAS

STANDAR

PER SATUAN

(C )

= ( B / A )

KAPASITAS

SESUNGGUHNYA

(D )

KUANTITA

S STANDAR

BAHAN

BAKU

( E )

= ( D * C )

STANDAR

HARGA

BAHAN BAKU

PER KG

( F )

STANDAR

BIAYA BAHAN

BAKU

( G )

= ( E * F )

2013 Rp 80.500,00 366 Kg 0,00454Kg/satuan Rp 75.000,00 340,5 Kg Rp 37.717 Rp 12.842.638,00

2014 Rp 80.500,00 912,20 Kg 0,01133 Kg/satuan Rp 75.000,00 849,75 Kg Rp 42.775,00 Rp36.348.056,00

2015 Rp 82.000 1.150 0,01402 kg/satuan Rp 77.000 1.079,54 Rp 44.685,00 Rp48.239.244,00

115

4.6.3 Standar Biaya Tenaga Kerja Langsung

Standar biaya tenaga kerja langsung ditentukan dengan cara mengalikan

standar tarif upah langsung dengan standar jam kerja langsung.

4.6.3.1 Standar Tarif Upah Langsung

Konveksi Outfix_outfit menetapkan standar tarif upah langsung untuk

tahun 2013 sebesar Rp 2.200,00 per jam kerja langsung. Artinya, untuk

melakukan proses produksi selama satu jam kerja seharusnya karyawan

menerima upah sebesar Rp 2.200,00.

4.6.3.2 Standar Jam Kerja Langsung

Jumlah jam normal yang digunakan Konveksi Outfix_outfit dalam

melakukan proses produksi sebesar 2.628 jam kerja langsung dengan

menghasilkan kapasitas normal sebesar 80.500 satuan. Kapasitas produksi

sesungguhnya pada tahun 2013 sebesar 75.000 satuan. Untuk mengetahui jumlah

standar jam kerja langsung pada tahun 2013 secara matematis dicari sebagai

berikut:

Jam standar = Kapasitas sesungguhnya x Jam standar per satuan

= 75.000 satuan x 0,0326 JKL/satuan

= 2.445 jam kerja langsung

116

Jadi, jam kerja langsung yang ditetapkan Konveksi Outfix_outfit sebesar 2.445

jam kerja langsung. Artinya, target produksi selama satu tahun seharusnya dicapai

dengan menggunakan jam kerja langsung sebesar 2.445 jam kerja langsung.

Jadi, standar biaya tenaga kerja langsung yang ditetapkan Konveksi

Outfix_outfit untuk tahun 2013 sebesar Rp 5.379,00 . Hasil ini didapat dengan cara

mengalikan standar tarif upah langsung sebesar Rp 2.200,00 jam kerja langsung dengan

standar jam kerja langsung sebesar 2.445 jam kerja langsung.

Jumlah standar jam kerja langsung pada tahun 2014 secara matematis dicari

sebagai berikut:

Jam standar = Kapasitas sesungguhnya x Jam standar per satuan

= 75.000 satuan x 0,0777 JKL/satuan

= 5.827,5 jam kerja langsung

Jadi, standar biaya tenaga kerja langsung yang ditetapkan Konveksi

Outfix_outfit untuk tahun 2014 sebesar Rp 16.317.000,00 . Hasil ini didapat dengan

cara mengalikan standar tarif upah langsung sebesar Rp 2.800,00 jam kerja langsung

dengan standar jam kerja langsung sebesar 5.827,5 jam kerja langsung.

Jumlah jam normal yang digunakan Konveksi Outfix_outfit pada tahun 2015

dalam melakukan proses produksi sebesar 6.720 jam kerja langsung dengan

117

menghasilkan kapasitas normal sebesar 82.000 satuan. Kapasitas produksi

sesungguhnya pada tahun 2015 sebesar 78.400 satuan. Untuk mengetahui jumlah

standar jam kerja langsung pada tahun 2013 secara matematis dicari sebagai berikut:

Jam standar = Kapasitas sesungguhnya x Jam standar per satuan

= 78.400 satuan x 0,08195 JKL/satuan

= 6.425 jam kerja langsung

Jadi, standar biaya tenaga kerja langsung yang ditetapkan Konveksi

Outfix_outfit untuk tahun 2015 sebesar Rp 19.917.500,00 . Hasil ini didapat dengan

cara mengalikan standar tarif upah langsung sebesar Rp 3.100,00 jam kerja langsung

dengan standar jam kerja langsung sebesar 6.425 jam kerja langsung.

Berikut tabel biaya tenaga kerja langsung 2013 – 2015:

118

4.7 Realisasi Biaya Bahan Baku dan Biaya Tenaga Kerja Langsung

4.7.1 Realisasi Biaya Bahan Baku

Tabel 4.7

Realisasi Biaya Bahan Baku Tahun 2013

Bahan Jumlah Biaya Realisasi Biaya Total

Kain Cotton Combed 2 Rp1.250.000,00 Rp2.500.000,00

Kain Cotton Carded 1 Rp2.950.000,00 Rp2.950.000,00

Taslan 15 Rp45.000 Rp675.000,00

Adidas 1 Rp3.175.326,00 Rp3.175.326,00

Kancing 780 Rp150,00 Rp117.000,00

Resleting 150 Rp1.000,00 Rp150.000,00

Furing 45 Rp15.000,00 Rp675.000,00

Cat sablon 5 Rp45.000,00 Rp225.000,00

Rib 200 Rp1.500,00 Rp300.000,00

Benang jahit 2 Rp 110.00,00 Rp220.000,00

Tali kur 1 Rp15.005,00 Rp15.005,00

TOTAL Rp11.002.326,00

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

Realisasi biaya bahan baku Konveksi Outfix_outfit pada tahun 2013 sebesar Rp

11.002.010,00. Realisasi biaya bahan baku ini dihasilkan dari kuantitas (pemakaian)

bahan baku sesungguhnya sebesar 366 kilogram dengan harga bahan baku

sesungguhnya sebesar Rp 30.061,00 per kilogram.

119

Tabel 4.8

Realisasi Biaya Bahan Baku Tahun 2014

Bahan Jumlah Biaya Realisasi Biaya Total

Kain Cotton Combed 5 Rp1.360.000,00 Rp6.800.000,00

Kain Cotton Kardet 3 Rp1.300.000,00 Rp3.900.000,00

Fleece 2 Rp3.205.000,00 Rp6.410.000,00

American Drill 2 Rp3.050.000,00 Rp6.100.000,00

Babytery 25 Rp42.000,00 Rp1.050.000,00

Lacoste 50 Rp40.000,00 Rp2.000.000,00

Taslan 35 Rp48.500,00 Rp1.697.500,00

Kancing 2890 Rp200,00 Rp578.000,00

Resleting 750 Rp1.200,00 Rp900.000,00

Furing 1 Rp1.152.500,00 Rp1.152.200,00

Cat sablon 12 Rp53.000,00 Rp636.000,00

Rib 850 Rp3.000,00 Rp2.550.000,00

Benang Jahit 5 Rp120.000,00 Rp600.000,00

Tali Kur 3 Rp18.500,00 Rp55.500,00

TOTAL Rp34.429.200,00

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

Realisasi biaya bahan baku Konveksi Outfix_outfit pada tahun 2014 sebesar Rp

34.429.200. Realisasi biaya bahan baku ini dihasilkan dari kuantitas (pemakaian) bahan

baku sesungguhnya sebesar 860,73 kilogram dengan harga bahan baku sesungguhnya

sebesar Rp 40.000,00 per kilogram.

120

Tabel 4.9

Realisasi Biaya Bahan Baku Tahun 2015

Bahan Jumlah Biaya Actual Harga Total

Kain Cooton Combed 6 Rp1.410.000 Rp8.460.000,00

Fleece 4 Rp3.160.000 Rp12.640.000,00

Babytery 2 Rp3.150.000 Rp6.300.000,00

American Drill 2 Rp3.100.000 Rp6.200.000,00

Taslan 30 Rp48.500 Rp1.455.000,00

Adidas 1 Rp3.186.060 Rp3.186.060,00

Furing 1 Rp1.162.500 Rp1.162.500,00

Kancing 2750 Rp150 Rp412.500,00

Resleting 680 Rp1.000 Rp680.000,00

Cat sablon 13 Rp47.000 Rp611.000,00

Rib 690 Rp2.500 Rp1.725.000,00

Benang Jahit 7 Rp110.000 Rp770.000,00

Tali kur 4 Rp15.000 Rp60.000,00

TOTAL Rp43.662.060,00

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

Realisasi biaya bahan baku Konveksi Outfix_outfit pada tahun 2015 sebesar Rp

43.662.060,00. Realisasi biaya bahan baku ini dihasilkan dari kuantitas (pemakaian)

bahan baku sesungguhnya sebesar 1.032,20 kilogram dengan harga bahan baku

sesungguhnya sebesar Rp 42.300 per kilogram.

4.7.2 Realisasi Biaya Tenaga Kerja Langsung

Realisasi biaya tenaga kerja langsung Konveksi Outfix_outfit pada tahun 2013

sebesar Rp 6.416.820,00. Realisasi biaya tenaga kerja langsung ini dihasilkan dari tarif

upah langsung sesungguhnya sebesar 2.330,00 per jam kerja langsung dengan jumlah

jam kerja langsung sesungguhnya 2.754 jam kerja langsung.

121

Realisasi biaya tenaga kerja langsung Konveksi Outfix_outfit pada tahun 2014

sebesar Rp 10.252.000,00. Realisasi biaya tenaga kerja langsung ini dihasilkan dari tarif

upah langsung sesungguhnya sebesar 2.330,00 per jam kerja langsung dengan jumlah

jam kerja langsung sesungguhnya 4.400 jam kerja langsung

Realisasi biaya tenaga kerja langsung Konveksi Outfix_outfit pada tahun 2015

sebesar Rp 17.385.000,00. Realisasi biaya tenaga kerja langsung ini dihasilkan dari tarif

upah langsung sesungguhnya sebesar 2.850,00 per jam kerja langsung dengan jumlah

jam kerja langsung sesungguhnya 6.100 jam kerja langsung

Tabel 4.10

Realisasi Biaya Tenaga Kerja Langsung 2013-2015

Tahun

Tenaga Kerja

Tarif Upah

Langsung

Realisasi Jam

Kerja Langsung

Standar Biaya Tenaga

Kerja Langsung

2013 Rp2.330,00 2.754 Jam Rp 6.416.820,00

2014 Rp2.330,00 4.400 Jam Rp 10.252.000,00

2015 Rp2.850,00 6.100 Jam Rp 17.385.000,00

Sumber: Konveksi Outfix_outfit, 2016

4.8 Analisis Data

Untuk menjawab permasalahan pertama, kedua dan ketiga akan dilakukan

perhitungan selisih dengan cara membandingkan antara biaya bahan baku sesungguhnya

dengan standar biaya bahan baku. Apabila pada selisih biaya bahan baku yang terjadi

adalah selisih tidak menguntungkan, maka akan dikategorikan termasuk ke dalam

kategori tidak terkendali.

122

4.8.1 Selisih Biaya Bahan Baku

SBB = ( Ks x Hs ) – ( Kst x Hst )

SBB = (366 x Rp 30.061,00 ) – (340,5 x Rp 37.717,00)

= Rp 11.002.010,00 – Rp. 12.842.638,00

= Rp 1.840.628,00 (Favorable)

Dimana:

SBBB = Selisih Biaya Bahan Baku

Ks = Kuatitas sesungguhnya atas bahan baku dipakai

Hs = Harga beli sesungguhnya bahan baku dipakai

Kst = Kuantitas standar atas bahan baku dipakai

Hst = Harga beli standar bahan baku dipakai

Jadi, selisih biaya bahan baku pada tahun 2013 adalah sebesar Rp

1.840.628,00 bersifat menguntungkan. Besarnya persentase selisih biaya bahan

baku yang bersifat menguntungkan tersebut dapat dicari melalui perhitungan

sebagai berikut :

Persentase selisih biaya bahan baku yang bersifat menguntungkan

sebesar 14,3 %. Karena selisih biaya bahan baku pada tahun 2013 bersifat

123

menguntungkan, maka selisih biaya bahan baku tersebut dikategorikan

terkendali walaupun persentasenya melebihi batas toleransi 5%.

SBB = ( Ks x Hs ) – ( Kst x Hst )

SBB = (860,73 x Rp 40.000,00 ) – (849,75 x Rp 42.775,00)

= Rp 34.429.200,00 – Rp36.348.056,00

= Rp 1.918.856,00 (Favorable)

Jadi, selisih biaya bahan baku pada tahun 2014 adalah sebesar Rp

1.918.856,00 bersifat menguntungkan. Besarnya persentase selisih biaya bahan

baku yang bersifat menguntungkan tersebut dapat dicari melalui perhitungan

sebagai berikut :

Persentase selisih biaya bahan baku yang bersifat menguntungkan

sebesar 5,3 %. Karena selisih biaya bahan baku pada tahun 2014 bersifat

menguntungkan, maka selisih biaya bahan baku tersebut dikategorikan

terkendali walaupun persentasenya melebihi batas toleransi 5%.

SBB = ( Ks x Hs ) – ( Kst x Hst )

SBB = (1.032,20 x Rp 42.300,00 ) – (1079,54 x Rp 44.685,00)

= Rp 43.662.060,00 – Rp48.239.244,00

= Rp 4.577.184,00 (Favorable)

124

Jadi, selisih biaya bahan baku pada tahun 2015 adalah sebesar Rp

4.577.184,00 bersifat menguntungkan. Besarnya persentase selisih biaya bahan

baku yang bersifat menguntungkan tersebut dapat dicari melalui perhitungan

sebagai berikut :

Persentase selisih biaya bahan baku yang bersifat menguntungkan

sebesar 9,5 %. Karena selisih biaya bahan baku pada tahun 2015 bersifat

menguntungkan, maka selisih biaya bahan baku tersebut dikategorikan

terkendali walaupun persentasenya melebihi batas toleransi 5%.

Selisih biaya bahan baku terdiri atas selisih harga bahan baku dan selisih

kuantitas (pemakaian) bahan baku yang akan dijabarkan sebagai berikut :

4.8.1.1 Selisih Harga Bahan Baku

SHBB = ( HS – HSt ) x KS

SHBB = (Rp 30.061,00 – Rp 37.717,00) x 366

SHBB = Rp 2.802.096 ( Favorable )

Dimana:

SHBB = Selisih harga bahan baku

HS =Harga bahan sesungguhnya dibeli

HSt = Harga bahan menurut standar

KS = Kuantitas sesungguhnya

125

Jadi, selisih harga bahan baku pada tahun 2013 adalah sebesar Rp

2.802.096,00 bersifat menguntungkan. Besarnya persentase selisih harga

bahan baku yang bersifat menguntungkan dapat dicari melalui

perhitungan sebagai berikut :

Persentase selisih harga bahan baku yang bersifat menguntungkan

sebesar 21,8 %. Karena selisih harga bahan baku pada tahun 2013

bersifat tidak menguntungkan, maka selisih harga bahan baku tersebut

dikategorikan terkendali walaupun melebihi batas toleransi 5%.

SHBB = ( HS – HSt ) x KS

SHBB = (Rp 40.000,00 – Rp 42.775,00) x 860,73

SHBB = Rp 2.388.525 ( Favorable )

Jadi, selisih harga bahan baku pada tahun 2014 adalah sebesar Rp

2.388.525,00 bersifat menguntungkan. Besarnya persentase selisih harga

bahan baku yang bersifat menguntungkan dapat dicari melalui

perhitungan sebagai berikut :

Persentase selisih harga bahan baku yang bersifat menguntungkan

sebesar 6,6 %. Karena selisih harga bahan baku pada tahun 2014 bersifat

126

menguntungkan, maka selisih harga bahan baku tersebut dikategorikan

terkendali walaupun melebihi batas toleransi 5%.

SHBB = ( HS – HSt ) x KS

SHBB = (Rp 42.300,00 – Rp 44.685,00) x 1.032,20

SHBB = Rp 2.461.797 ( Favorable )

Jadi, selisih harga bahan baku pada tahun 2015 adalah sebesar Rp

2.461.797,00 bersifat menguntungkan. Besarnya persentase selisih harga

bahan baku yang bersifat menguntungkan dapat dicari melalui

perhitungan sebagai berikut :

Persentase selisih harga bahan baku yang bersifat menguntungkan

sebesar 5,1 %. Karena selisih harga bahan baku pada tahun 2015 bersifat

menguntungkan, maka selisih harga bahan baku tersebut dikategorikan

terkendali walaupun melebihi batas toleransi 5%.

4.8.1.2 Selisih Kuantitas (Pemakaian) Bahan Baku

SKB = ( KS – KSt ) x HSt

SKB = (366 – 340,5) x Rp 37.717,00

SKB = Rp 961.784,00 ( Unfavorable )

Dimana:

SKB = Selisih kuantitas bahan baku

KSt = Kuantitas sesungguhnya atas bahan baku dipakai

127

HSt = Harga beli standar bahan baku dipakai

Jadi, selisih kuantitas (pemakaian) bahan baku pada tahun 2013

adalah sebesar Rp 961.784,00 bersifat tidak menguntungkan. Besarnya

persentase untuk mengetahui selisih kuantitas (pemakaian) bahan baku

yang bersifat tidak menguntungkan tersebut termasuk ke dalam kategori

terkendali atau tidak terkendali, dapat dicari melalui perhitungan sebagai

berikut :

Persentase selisih kuantitas (pemakaian) bahan baku yang bersifat

menguntungkan sebesar 7,4 %. Hal ini menunjukkan bahwa selisih

kuantitas (pemakaian) bahan baku pada tahun 2013 sudah terkendali,

maka selisih harga bahan baku tersebut dikategorikan terkendali

walaupun melebihi batas toleransi 5%.

Dari hasil analisis di atas diketahui bahwa selisih biaya bahan

baku yang bersifat menguntungkan sebesar Rp 1.840.312,00, terdiri atas:

Selisih harga bahan baku Rp 2.802.096,00 (Favorable)

Selisih kuantitas bahan baku Rp 961.784,00 (Unfavorable)

Total selisih biaya bahan baku Rp 1.840.312,00 (Favorable)

SKB = ( KS – KSt ) x HSt

SKB = (860,73 – 849,75) x Rp 42.775,00

128

SKB = Rp 469.669,00 ( Unfavorable )

Jadi, selisih kuantitas (pemakaian) bahan baku pada tahun 2014

adalah sebesar Rp 469.669,00 bersifat tidak menguntungkan. Besarnya

persentase untuk mengetahui selisih kuantitas (pemakaian) bahan baku

yang bersifat tidak menguntungkan tersebut termasuk ke dalam kategori

terkendali atau tidak terkendali, dapat dicari melalui perhitungan sebagai

berikut :

Persentase selisih kuantitas (pemakaian) bahan baku yang bersifat

tidak menguntungkan sebesar 1,3%. Hal ini menunjukkan bahwa selisih

kuantitas (pemakaian) bahan baku pada tahun 2014 sudah terkendali,

maka selisih harga bahan baku tersebut dikategorikan terkendali

walaupun dibawah batas toleransi 5%.

Dari hasil analisis di atas diketahui bahwa selisih biaya bahan

baku yang bersifat menguntungkan sebesar Rp 1.918.856,00, terdiri atas:

Selisih harga bahan baku Rp 2.388.525,00 (Favorable)

Selisih kuantitas bahan baku Rp 469.669,00 (Unfavorable)

Total selisih biaya bahan baku Rp 1.918.856,00 (Favorable)

SKB = ( KS – KSt ) x HSt

SKB = (1.032,20 – 1079,54) x Rp 44.685,00

129

SKB = Rp 2.115.387,00 ( favorable )

Jadi, selisih kuantitas (pemakaian) bahan baku pada tahun 2015

adalah sebesar Rp 2.115.387,00 bersifat menguntungkan. Besarnya

persentase untuk mengetahui selisih kuantitas (pemakaian) bahan baku

yang bersifat tidak menguntungkan tersebut termasuk ke dalam kategori

terkendali atau tidak terkendali, dapat dicari melalui perhitungan sebagai

berikut :

Persentase selisih kuantitas (pemakaian) bahan baku yang bersifat

tidak menguntungkan sebesar 4,4 %. Hal ini menunjukkan bahwa selisih

kuantitas (pemakaian) bahan baku pada tahun 2015 sudah terkendali,

maka selisih harga bahan baku tersebut dikategorikan terkendali

walaupun dibawah batas toleransi 5%.

Dari hasil analisis di atas diketahui bahwa selisih biaya bahan

baku yang bersifat menguntungkan sebesar Rp 346.410,00, terdiri atas:

Selisih harga bahan baku Rp 2.461.797,00 (Favorable)

Selisih kuantitas bahan baku Rp 2.115.387,00 (unfavorable)

Total selisih biaya bahan baku Rp 346.410,00 (Favorable)

Untuk menjawab permasalahan kedua, akan dilakukan perhitungan selisih

dengan cara membandingkan antara biaya tenaga kerja langsung sesungguhnya dengan

standar biaya tenaga kerja langsung. Apabila pada selisih biaya tenaga kerja langsung

130

yang terjadi adalah selisih tidak menguntungkan, maka akan dikategorikan termasuk ke

dalam kategori terkendali atau tidak terkendali.

4.8.2 Selisih Biaya Tenaga Kerja Langsung

SBTKL = (Js x Ts) - (JSt x TSt)

= (2.754 x Rp 2.330,00 ) – (2.445 x Rp2.800,00 )

= Rp 6.416.820,00 – Rp 6.846.000,00

= Rp 429.180,00 (Favorable)

Dimana:

SBTKL = Selisih biaya tenaga kerja langsung

Js = Jam yang sesungguhnya

Ts = Tarif sesungguhnya dari upah langsung per jam

Jst = Jam standar

Tst = Tarif standar dari upah langsung per jam

Jadi, selisih biaya tenaga kerja langsung pada tahun 2013 adalah sebesar

Rp 429.180,00 bersifat menguntungkan. Besarnya persentase selisih biaya

tenaga kerja langsung yang bersifat menguntungkan tersebut dapat dicari

melalui perhitungan sebagai berikut:

Persentase selisih biaya tenaga kerja langsung yang bersifat

menguntungkan sebesar 6,3 %. Hal ini menunjukkan bahwa selisih biaya tenaga

131

kerja langsung pada tahun 2013 sudah terkendali, walaupun persentasenya

melebihi batas toleransi 5%.

SBTKL = (Js x Ts) - (JSt x TSt)

= (4.400 x Rp 2.330,00 ) – (5.827,50 x Rp 2.800,00 )

= Rp 10.252.000,00 – Rp 16.317.000,00

= Rp 6.065.000,00 (Favorable)

Jadi, selisih biaya tenaga kerja langsung pada tahun 2014 adalah sebesar

Rp 6.065.000,00 bersifat menguntungkan. Besarnya persentase selisih biaya

tenaga kerja langsung yang bersifat menguntungkan tersebut dapat dicari

melalui perhitungan sebagai berikut:

Persentase selisih biaya tenaga kerja langsung yang bersifat

menguntungkan sebesar 37,2 %. Hal ini menunjukkan bahwa selisih biaya

tenaga kerja langsung pada tahun 2014 sudah terkendali, walaupun

persentasenya melebihi batas toleransi 5%.

SBTKL = (Js x Ts) - (JSt x TSt)

= (6.100 x Rp2.850,00 ) – (6.425 x Rp 3.100,00 )

= Rp 17.385.000,00 – Rp 19.917.500,00

= Rp 2.532.500,00 (Favorable)

Jadi, selisih biaya tenaga kerja langsung pada tahun 2015 adalah sebesar

Rp 2.532.500,00 bersifat menguntungkan. Besarnya persentase selisih biaya

132

tenaga kerja langsung yang bersifat menguntungkan tersebut dapat dicari

melalui perhitungan sebagai berikut:

Persentase selisih biaya tenaga kerja langsung yang bersifat

menguntungkan sebesar 12,7 %. Hal ini menunjukkan bahwa selisih biaya

tenaga kerja langsung pada tahun 2015 sudah terkendali, walaupun

persentasenya melebihi batas toleransi 5%.

Selisih biaya tenaga kerja langsung terdiri atas selisih tarif upah langsung

dan selisih efisiensi upah langsung yang akan dijabarkan sebagai berikut :

4.8.2.1 Selisih Tarif Upah Langsung

STU = (Ts – Tst) x Js

STU = (Rp 2.330,00 – Rp 2.800,00) x 2.754

STU = Rp 470,00 x 2.754

STU = Rp 1.294.380 (Favorable)

Dimana :

STU = Selisih tarif upah langsung

Ts = Tarif sesungguhnya dari upah langsung per jam

Tst = Tarif standar dari upah langsung per jam

Js = Jam kerja sesungguhnya

Jadi, selisih tarif upah langsung pada tahun 2013 adalah sebesar Rp

1.294.380,00 bersifat menguntungkan. Besarnya persentase selisih tarif upah

133

langsung yang bersifat menguntungkan tersebut dapat dicari melalui perhitungan

sebagai berikut:

Persentase selisih tarif upah langsung yang bersifat menguntungkan

sebesar 18,9 %. Hal ini menunjukkan bahwa selisih tarif upah langsung pada

tahun 2013 sudah terkendali, walaupun persentasenya melebihi batas toleransi

5%.

STU = (Ts – Tst) x Js

STU = (Rp 2.330,00 – Rp2.800,00) x 4.400

STU = Rp 470,00 x 4.400

STU = Rp 2.068.000 (Favorable)

Jadi, selisih tarif upah langsung pada tahun 2014 adalah sebesar Rp

2.068.000,00 bersifat menguntungkan. Besarnya persentase selisih tarif upah

langsung yang bersifat menguntungkan tersebut dapat dicari melalui perhitungan

sebagai berikut:

Persentase selisih tarif upah langsung yang bersifat menguntungkan

sebesar 12,7 %. Hal ini menunjukkan bahwa selisih tarif upah langsung pada

134

tahun 2014 sudah terkendali, walaupun persentasenya melebihi batas toleransi

5%.

STU = (Ts – Tst) x Js

STU = (Rp 2.850,00 – Rp3.100,00) x 6.100 Jam

STU = Rp 250,00 x 6.100

STU = Rp 1.525.000,00 (Favorable)

Jadi, selisih tarif upah langsung pada tahun 2015 adalah sebesar Rp

1.525.000,00 bersifat menguntungkan. Besarnya persentase selisih tarif upah

langsung yang bersifat menguntungkan tersebut dapat dicari melalui perhitungan

sebagai berikut:

Persentase selisih tarif upah langsung yang bersifat menguntungkan

sebesar 7,7 %. Hal ini menunjukkan bahwa selisih tarif upah langsung pada

tahun 2015 sudah terkendali, walaupun persentasenya melebihi batas toleransi

5%.

4.8.2.2 Selisih Efisiensi Upah Langsung

SEUL = (JS – Jst) x Tst

SEUL = (2.754 – 2.445) x Rp2.800,00

SEUL = 309 x Rp2.800,00

SEUL = Rp 865.200,00 (unfavorable)

135

Dimana:

SEUL = Selisih efisiensi upah langsung

Js = Jam yang sesungguhnya

Jst = Jam standar

Tst = Tarif standar dari upah langsung per jam.

Jadi, selisih efisiensi upah langsung pada tahun 2013 adalah sebesar Rp

865.200,00 bersifat tidak menguntungkan. Besarnya persentase selisih efisiensi

upah langsung yang bersifat tidak menguntungkan tersebut termasuk terkendali

atau tidak terkendali, dapat dicari melalui perhitungan sebagai berikut:

Persentase selisih efisiensi upah langsung yang bersifat menguntungkan

sebesar 12,6 %. Hal ini menunjukkan bahwa selisih efisiensi upah langsung pada

tahun 2013 sudah terkendali, walaupun persentasenya melebihi batas toleransi

5%.

Dari hasil analisis di atas diketahui bahwa selisih biaya tenaga kerja

langsung sebesar

Selisih tarif upah langsung Rp 1.294.380 (Favorable)

Selisih efisiensi upah langsung Rp865.200,00(Unfavorable)

Total selisih biaya tenaga kerja langsung Rp 429.180,00 (favorable)

136

SEUL = (JS – Jst) x Tst

SEUL = (4.400 – 5.827,50) x Rp2.800,00

SEUL = 1.427,5 x Rp2.800,00

SEUL = Rp 3.997.000,00 (Unfavorable)

Jadi, selisih efisiensi upah langsung pada tahun 2014 adalah sebesar Rp

3.997.000,00 bersifat tidak menguntungkan. Besarnya persentase selisih

efisiensi upah langsung yang bersifat tidak menguntungkan tersebut termasuk

terkendali atau tidak terkendali, dapat dicari melalui perhitungan sebagai

berikut:

Persentase selisih efisiensi upah langsung yang bersifat menguntungkan

sebesar 24,5 %. Hal ini menunjukkan bahwa selisih efisiensi upah langsung pada

tahun 2014 sudah terkendali, walaupun persentasenya melebihi batas toleransi

5%.

Dari hasil analisis di atas diketahui bahwa selisih biaya tenaga kerja

langsung sebesar

Selisih tarif upah langsung Rp 2.068.000 (Favorable)

Selisih efisiensi upah langsung Rp3.997.000,00(unfavorable)

Total selisih biaya tenaga kerja langsung Rp 1.929.000,00 (unfavorable)

137

SEUL = (JS – Jst) x Tst

SEUL = (6.100 – 6.425) x Rp3.100,00

SEUL = 325 x Rp3.100,00

SEUL = Rp 1.007.500,00 (Unfavorable)

Jadi, selisih efisiensi upah langsung pada tahun 2015 adalah sebesar Rp

1.007.500,00 bersifat menguntungkan. Besarnya persentase selisih efisiensi upah

langsung yang bersifat tidak menguntungkan tersebut termasuk terkendali atau

tidak terkendali, dapat dicari melalui perhitungan sebagai berikut:

Persentase selisih efisiensi upah langsung yang bersifat menguntungkan

sebesar 5,1 %. Hal ini menunjukkan bahwa selisih efisiensi upah langsung pada

tahun 2015 sudah terkendali, walaupun persentasenya melebihi batas toleransi

5%.

Dari hasil analisis di atas diketahui bahwa selisih biaya tenaga kerja

langsung sebesar

Selisih tarif upah langsung Rp 1.525.000,00(Favorable)

Selisih efisiensi upah langsung Rp1.007.500,00(favorable)

Total selisih biaya tenaga kerja langsung Rp 517.500,00 (favorable)

Hasil perhitungan selisih biaya bahan baku dan selisih biaya tenaga kerja

langsung di atas dapat diringkas secara lengkap pada tabel berikut ini :

138

Tabel 4.11

Rincian Perhitungan Biaya Tenaga Kerja Langsung di Tahun 2013 – 2015

(jam) (roll) (roll)

Sumber Data: Data diolah 2016

4.9 Penyebab terjadinya selisih

Adapun beberapa sebab terjadinya perbedaan antara standar bahan baku dan

harga bahan baku sesungguhnya adalah:

a. Fluktuasi harga bahan baku yang bersangkutan

b. Adanya tambahan biaya

Langkah yang diambil oleh pihak Konveksi Outfix-outfit adalah salah satunya

dengan memilih supplier yang lebih baik atau yang mampu menfaatkan harga

yang lebih murah.

Tahun

Tenaga Kerja

Tarif Upah

Langsung

( A )

Proses

Produksi

( B )

Kapasitas

Normal

( C )

Kapasitas

Produk

Sesungguhnya

( D )

Jam Standar

Per Satuan

( E )

= ( B / C )

Jam

Tenaga Kerja

Langsung

( F )

= ( D * E )

Standar Biaya Tenaga

Kerja Langsung

( G )

= ( A * F )

2013 Rp2.200,00 2.628 Rp 80.500,00 Rp 75.000 0,0326 2.445 Rp 5.379,00

2014 Rp 2.800,00 6.260 Rp 80.500,00 Rp 75.000 0,0777 5.827,5 Rp 16.317.000,00

2015 Rp 2.800,00 6.720 Rp 82.000,00 Rp 78.400 0,08195 6.425 Rp 19.917.500,00

139

Beberapa sebab yang dapat mengakibatkan terjadinya penyimpangan antara

standar kuantitas pemakaian bahan baku dan kuatitas pemakaian bahan baku

yang sebenarnya terjadi diantaranya adalah:

a. Adanya pengawasan yang tidak begitu baik

b. Perubahan komposisi produksi yang dinyatakan dalam standar

Langkah-langkah atau tindakan-tindakan perbaikan yang dapat diambil oleh

pihak Konveksi Outfix-outfit adalah salah satunya dengan meningkatkan

pengawasan.

Pada tahun 2013-2015 ini terjadi selisih tarif tenaga kerja yang

menguntungkan (favorable) dikarenakan jumlah tarif upah standar lebih besar

daripada tarif upah actual.

4.10 Pembahasan

1. Selisih biaya bahan baku

Selisih biaya bahan baku Konveksi Outfix-Outfit pada tahun 2013-2014

sebesar Rp 1.840.628,00 (14,3%), Rp 1.918.856,00 (5,3%), Rp 4.577.184,00

(9,5%). Selisih ini merupakan selisih yang bersifat menguntungkan, maka

dikategorikan terkendali. Selisih biaya bahan baku tersebut disebabkan oleh dua

komponen yaitu terjadinya selisih harga bahan baku yang bersifat

menguntungkan sebesar Rp 2.802.096,00 (21,8%), Rp 2.388.525,00 (6,6%), Rp

2.461.797,00 (5,1%). Selisih kuantitas bahan baku dikategorikan terkendali

karena masih dibawah batas toleransi 5%.

140

Selisih harga bahan baku yang bersifat tidak menguntungkan sebesar Rp

1.840.312,00 (14,3%) , selisih bahan baku dikategorikan terkendali karena

masih dibawah toleransi. Selisih harga bahan baku yang bersifat

menguntungkan, diduga karena :

a. Pembelian dari supplier yang lokasinya lebih menguntungkan. Dalam

hal ini, Konveksi Outfix-outfit mebeli bahan baku berupa kain jenis

combed 30s dari supplier yang berlokasi tidak jauh dari tempat

perusahaan berproduksi,yaitu di Kota Malang sehingga lebih

menguntungkan.

b. Pembelian dalam jumlah yang ekonomis. Dalam pembelian bahan

baku Konveksi Outfix-outfit melakukan pembelian dalam jumlah

yang ekonomis, maksudnya pembelian bahan baku tersebut tidak

dibeli dalam jumlah yang terlalu banyak dan juga tidak terlalu

sedikit, namun disesuaikan dengan pesanan yang ada.

Sedangkan selisih kuantitas bahan baku yang bersifat tidak

menguntungkan tetapi masih terkendali sebesar Rp 469.000,00 (1,3%), diduga

karena:

a. Bahan baku yang rusak akibat karyawan yang teledor, tidak terlatih,

dan tidak diawasi.berkaitan dengan hal ini, Konveksi Outfix-outfit

menyerahkan sepenuhnya hasil proses penyablonan, penjahitan,

penyetrikaan, dan pelipatan kepada outsourching yang ditunjuk.

Konveksi Outfix-outfit hanya melakukan penyortiran, yang

selanjutnya kaos yang tidak lolos sortir akan di-rework, bahkan

141

direject dengan memberikan kompensasi tertentu kepada Konveksi

Outfix-outfit sehubungan dengan kaos-kaos yang direject tersebut.

2. Selisih biaya tenaga kerja langsung

Selisih biaya tenaga kerja langsung tahun 2013-2014 sebesar Rp

429.180,00 (6,3%), Rp 6.065.00,00 (37,2%), Rp 2.532.000,00 (12,7%), diduga

karena menggunakan tenaga kerja langsung dengan golongan tarif upah standar.

Dalam hal ini Konveksi Outfix-outfit membayar dengan tarif upah yang

berbeda terhadap tenaga kerja langsung yang melakukan pekerjaannya secara

rutin dengan upah lembur.

Sedangkan selisih efisien upah langsung yang bersifat menguntungkan

sebesar Rp 865.200,00 (12,6%), Rp 3.997.000,00 (24,5%), Rp 1.007.500,00

(5,1%), diduga karena bagian produksi bekerja dengan efisien.

142 

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui mengetahui pengendalian biaya

bahan baku usaha Konveksi Outfix_outfit pada tahun 2013-2015, mengetahui

pengendalian biaya tenaga kerja langsung usaha Konveksi Outfix_outfit pada tahun

2013-2015, mengetahui dan menganalisis efisiensi biaya produksi dengan

menggunakan biaya standar pada usaha Konveksi Outfix_outfit di Kota Malang pada

tahun 2013-2015, serta untuk mengetahui dan menganalisis laba yang dicapai pada

usaha Konveksi Outfix_outfit di Kota Malang pada tahun 2013-2015.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil analasis, maka penulis dapat

menyimpulkan bahwa:

1. Selisih biaya bahan baku Konveksi Outfix_Outfit pada tahun 2013-2014 sebesar

Rp 1.840.628,00 (14,3%), Rp 1.918.856,00 (5,3%), Rp 4.577.184,00 (9,5%).

Selisih ini merupakan selisih yang bersifat menguntungkan, maka dikategorikan

terkendali. Selisih biaya bahan baku tersebut disebabkan oleh dua komponen

yaitu terjadinya selisih harga bahan baku yang bersifat menguntungkan sebesar

Rp 2.802.096,00 (21,8%), Rp 2.388.525,00 (6,6%), Rp 2.461.797,00 (5,1%).

Selisih kuantitas bahan baku dikategorikan terkendali karena masih dibawah

batas toleransi 5%.

Selisih harga bahan baku yang bersifat tidak menguntungkan sebesar Rp

1.840.312,00 (14,3%). Sedangkan selisih kuantitas bahan baku yang bersifat tidak

menguntungkan tetapi masih terkendali sebesar Rp 469.000,00 (1,3%).

143  

  

2. Selisih biaya tenaga kerja langsung tahun 2013-2014 sebesar Rp 429.180,00

(6,3%), Rp 6.065.00,00 (37,2%), Rp 2.532.000,00 (12,7%), diduga karena

menggunakan tenaga kerja langsung dengan golongan tarif upah standar. Dalam

hal ini Konveksi Outfix_outfit membayar dengan tarif upah yang berbeda

terhadap tenaga kerja langsung yang melakukan pekerjaannya secara rutin

dengan upah lembur.

Sedangkan selisih efisien upah langsung yang bersifat menguntungkan sebesar

Rp 865.200,00 (12,6%), Rp 3.997.000,00 (24,5%), Rp 1.007.500,00 (5,1%),

diduga karena bagian produksi bekerja dengan efisien.

Adapun penyebab terjadinya selisih yang bersifat tidak menguntungkan

tetapi masih terkendali tersebut sebagai berikut:

a. Bahan baku yang rusak atau susut akibat karyawan yang teledor, tidak

terlatih, dan tidak diawasi.berkaitan dengan hal ini, Konveksi

Outfix_outfit menyerahkan sepenuhnya hasil proses penyablonan,

penjahitan, penyetrikaan, dan pelipatan kepada outsourching yang

ditunjuk. Konveksi Outfix-outfit hanya melakukan penyortiran, yang

selanjutnya kaos yang tidak lolos sortir akan di-rework, bahkan direject

dengan memberikan kompensasi tertentu kepada Konveksi Outfix_outfit

sehubungan dengan kaos-kaos yang direject tersebut.

144  

  

5.2 SARAN

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil analisis, maka penulis menyarankan

kepada Konveksi Outfix_outfit untuk mengatasi terjadinya selisih biaya produksi

yang tidak menguntungkan tetapi masih terkandali dengan cara:

1. Memperbarui desain dan mempublikasikan melalui berbagai media

2. Mempertahankan kinerja yang sudah baik

3. Meningkatkan pengawasan dalam proses produksi

4. Mengontrol mesin setiap bulan

5. Peneliti yang akan datang supaya meneliti seluruh komponen biaya produksi

DAFTAR PUSTAKA

Abas Kartadinata, 2000, Akuntansi dan Analisis Biaya, Edisi Pertama, Rineka

Cipta Jakarta.

Abdul Halim, 2010, Akuntansi Daerah Sektor Publik, Edisi Pertama, Salemba

Empat, Jakarta.

Abdul Halim, 2010, Dasar-dasar Akuntansi Biaya, Edisi Keempat, Cetakan

Ketiga, BPFE, Yogyakarta.

Abdurrahmat Fathoni, 2006, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kelima,

Rineka Cipta, Bandung.

Bambang Hariadi, 2002, Akuntansi Manajemen, Edisi Kedua, BPFE, Yogyakarta

Bambang Riyanto, 2001, Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi

Keempat, Cetakan Ketujuh, BPFE, Yogyakarta.

Bustami Bastian dan Nurlela, 2010, Akuntansi Biaya, Edisi Ketujuh, Graha Ilmu,

Yogyakarta.

Carter, Usry, William K dan Milton F, 2004, Akuntansi Biaya, Diterjemahkan

oleh Krista, 2006, Edisi Ketiga Belas, Buku I, Salemba Empat, Jakarta

Esterberg, 2002, Metode Kualitatif didalam Penelitian Riset, Diterjemahkan oleh

Kristin G, 2004, Edisi Kesepuluh, Buku Pertama, McGrow Hill, New York

Harahap, Sofyan Syafri, 2010, Analisis Kritis atas Laporan Keuangan, Edisi

Kelima, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Kholmi, Masiyah dan Yuningsih, 2009, Akuntansi Biaya, Edisi Pertama, Salemba

Empat, Jakarta

Kuswadi, 2005, Meningkatkan Laba Melalui Pendekatan Akuntansi Keuangan

dan Akuntansi Biaya, Edisi Pertama, PT Elex Media Komputindo, Jakarta

Lexy J Moleong, 2007, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Pertama, Penerbit

PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung

Lili M. Sadeli, 2006, Dasar-Dasar Akuntansi, Edisi Pertama, Cetakan Ketiga, PT

Bumi Aksara, Jakarta

L.M Samryn, 2001, Akuntansi Manajerial Suatu Pengantar, Edisi Pertama, PT.

Raja Grafindo Persada, Jakarta

146

M.Nafarin, 2009, Penganggaran perusahaan, Edisi Keempat, Salemba Empat,

Jakarta

Mulyadi, 2007, Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen, Edisi Kedua,

Salemba Empat, Jakarta

Mulyadi, 2009, Akuntansi Biaya, Edisi Kelima, UPP-STIM YKPN, Yogyakarta

Mulyadi, 2010, Auditing, Edisi Keenam, Buku Pertama, Salemba Empat, Jakarta

Munawir, 2001, Analisa Laporan Keuangan, Edisi Ketiga, Liberty, Yogyakarta

M. Munandar, 2000, Budgeting: Perencanaan Kerja, Pengkoordinasian Kerja,

Pengawasan Kerja, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta

M. Muslich, 2009, Melaksanakan PTK, Edisi Pertama, Bumi Aksara, Jakarta.

Nana Sudjana, 2004, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Edisi Kelima, Sinar

Baru Algensindo, Bandung

.

Ronald Nangoi, 1994, Pengembangan Produksi dan Sumber Daya Manusia, Edisi

Pertama, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

Simangunsong, A.O, E Parulin Simangunsong , dan Johannes Rindang, 2004,

Akuntansi Biaya, Edisi Pertama, PT Bhuana Ilmu Populer, Jakarta

Sirait, Justin. T, 2006, Memahami Aspek-aspek Pengelolaan Sumber Daya

Manusia dalam Organisasi, Edisi Ketiga, Gramedia Widiasarana Indonesia,

Jakarta

Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Edisi Keempat,

CV.Alfabeta, Bandung

Suharsimi Arikunto, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi

Kelima Revisi, PT. Rineka Cipta, Jakarta

Sunarto, 2004, Akuntansi Manajemen. Edisi Pertama, Amus Yogya, Yogyakarta.

Supriyono, R.A. 2000, Akuntansi Biaya: Perencanaan dan Pengendalian Biaya

serta Pembuatan Keputusan, Edisi 2, Buku Kedua, BPFE, Yogyakarta.

Sutrisno, 2003, Manajemen Keuangan (Teori, Konsep, dan Aplikasi), Edisi

Pertama, Cetakan Kedua. EKONISIA, Yogtakarta:.

T. Hani Handoko, 2003, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia,

Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta