analisis toksikologi berbasis imunokimia.pdf
TRANSCRIPT
ANALISIS IMUNOKIMIA UNTUK DETEKSI
MIKROBA PATOGEN DAN SENYAWA RACUN
ANALISIS IMUNOKIMIA UNTUK DETEKSI
MIKROBA PATOGEN DAN SENYAWA RACUN
Marlia Singgih WibowoSekolah Farmasi-ITB
Senyawa toksik/racun
Erythroxylon coca
Peyote Cactus
Limbah industri
Opium
Mikroba patogen
Food Poisoning
Analisis senyawa toksik/racun
Analisis fisikokimia : misalnya kromatografi Analisis kimia : reaksi
warna/ pengendapan
Analisis Imunokimia
Analisis berdasarkan reaksi spesifik antara Antigen (Ag) dan Antibodi (Ab)
Analisis kualitatif maupun kuantitatif
Penggunaan senyawa “label” untuk visualisasi reaksi
Prinsip ReaksiReaksi imunologi di dalam mamalia :
Ag Ab Reaksi primer
Reaksi sekunder
Reaksi tersier (degranulasi,opsonisasi)
(Fiksasi komplemen, aglutinasi, presipitasi)
• Analisis untuk deteksi antigen >>> antigen sebagai target >>> antigen : berupa senyawa aktif atau racun yang dimaksud
• Bila analisis ditujukan untuk deteksi antibodi dari racun yang dimaksud >>> antigen : merupakan pereaksi di dalam kit
Ab dibentuk berdasarkan Ag yang menginduksinya
Reaksi spesifik antara Antigen (Ag) dan Antibodi (Ab)
Antigen (antibody generator)
• Imunogenik : Senyawa yang dapat memicu sistem imun mamalia
• Antigenik : senyawa yangdapat bereaksi spesifik dengan antibodi
• Syarat : BM tinggi (>5000), struktur kimia kompleks. (bila BM rendah dapat dikonjugasi dengan protein carrier agar bersifat imunogenik)
Bahan yang dapat dianalisis (sebagai Antigen) dengan metode imunokimia
• Mikroba patogen dan atau toksin mikroba
• Toksin tanaman, hewan
• Protein spesifik atau senyawa lain yang berstruktur spesifik
• Senyawa obat (narkotik, psikotropik)
• Senyawa pestisida
Contoh obat XTC
Antibodi
• Hasil reaksi humoral sel B dalam limpa mamalia
• Spesifik terhadap antigen yang memicunya
• Imunoglobulin : IgA, IgD, IgM, IgE, IgG
Struktur IgM dan IgG
IgM IgG
Visualisasi Reaksi Ag-Ab
SUBSRAT
PRODUK (dapat divisualisasi)
KompleksAg-Ab-Label
Senyawa “LABEL” • Senyawa yang dikonjugasi pada antigen
atau antibodi untuk dapat mem-visualisasi reaksi Ag-Ab
• Dapat berupa enzim, senyawa berfluoresensi, radioaktif, dll.
• Reaksi amplifikasi dapat dilakukan sehingga dapat diukur secara fisikokimia
Beberapa contoh “label”• Enzim : Horse radish peroxidase (HRP),
Alkaline Phosphatase• Senyawa berfluoresensi : Fluorescein,
Umbelliferon, Tetrametil rodhamin• Senyawa Luminescence : Luciferin• Partikel : Tanned erythrocyte, Colloidal,
microsphere , gold, silver• Vesikel : liposom
Karakteristik suatu label untuk analisis imunokimia
• Memiliki aktivitas spesifik• Mudah dideteksi• Tidak berbahaya
Aktivitas spesifik label berhubungan dengan :
• Fraksi pada label yang akan digunakan untuk deteksi
• Derajat amplifikasi• Efisiensi deteksi
Syarat Enzim yang ideal sebagai label
• Memiliki aktivitas tinggi pada konsentrasi (Km rendah)
• Stabil pada kondisi reaksi (biasanya pH netral)• Mudah dikonjugasi ke molekul lain untuk reaksi
lanjutan atau dalam penyimpanan• Tersedia dalam keadaan murni (high purity) • Harga murah• Mudah dideteksi dengan cara yang sederhana• Tidak terdapat di dalam cairan sampel biologi yang
akan diuji
Contoh enzim sebagai label
Enzim dan sumber
pH optimum Aktiv.spes (U/mg, 37 C)
BM
Alkalinfosfatase (usus sapi)
8-10 1000 100.000
-galaktosidase (E.coli)
6-8 600 540.000
HRP (lobak) 5-7 4500 40.000
Enzim lain : amilase, katalase, urease, xantin-oksidase, heksokinase, adenosin deaminase, invertase, -laktamase, dll.
Metode analisis imunokimia berdasarkan labelnya
• EIA (Enzyme ImmunoAssay)• ELISA (Enzyme Linked-Immunosorbent
Assay)• RIA (Radio ImmunoAssay)• IFA (ImmunoFluorescence Assay)• LIA (Luminescence ImmunoAssay)
Bahan yang diperlukan dalam reaksi Ag-Ab dalam analisis imunokimia
• Antigen• Antibodi• Media penyangga reaksi• Larutan Dapar pelarut• Larutan Dapar pencuci• Senyawa “Label”• Substrat• Senyawa penghenti reaksi• Instrumen pendeteksi hasil reaksi
Suatu larutan atau suspensi antigen (dapat pula dilakukan sebaliknya yaitu dengan memasukkan antibodi terlebih dahulu) dimasukkan
kedalam sumur pelat solid, lalu diinkubasi pada suhu tertentu selama waktu tertentu pula (sesuai dengan jenis antigen dan antibodi yang digunakan), lalu ditambahkan larutan pem”blok” untuk menghindari
ikatan non-spesifik
Larutan antibodi B (anti-antigen A) dimasukkan kedalam sumur pelat tersebut setelah proses pencucian. Kompleks A-B akan terbentuk
dengan kuat. Suatu konjugat antibodi C (anti-antibodi B) dengan suatu Label (misalnya suatu Enzim) ditambahkan sehingga akan membentuk
kompleks A-B-C-Enz.
Penambahan substrat tertentu akan menyebabkan terbentuknya warna dan reaksi warna dihentikan dengan
penambahan senyawa lain agar warna yang terbentuk stabil pada saat pengukuran.
Warna yang terbentuk diukur intensitasnya dengan menggunakan alat spektrofotometer. Konsentrasi yang terukur akan sebanding dengan
antigen yang terikat pada reaksi yang terjadi
Radioimmunoassay
ELISA
Sumber kesalahan dalam analisis imunokimia
• Kesalahan Random/Acak (imprecision)
• Kesalahan sistemik (inaccuracy)
Kesalahan acak• Pipeting : masalah desain pipet itu sendiri, cara
menggunakan dan hal teknis dalam penggunaan pipet (volume yang dikeluarkan, dll)
• Pemisahan padatan dari cairan : proses pembtkn endapan yang tergantung pada waktu, kecepatan, suhu, dll, pencucian yang tidak sempurna, dll.
• Kondisi Reaksi Biokimia : konstanta kesetimbangan antibodi, waktu, suhu
• Jumlah radioaktif : untuk proses RIA• Intensitas fluoresensi yang terjadi : untuk proses
IFA• Kesalahan spektrofotometrik • Stabilitas pereaksi
Kesalahan sistem• Kesalahan mempipet : masalah kalibrasi
alat, bentuk pipet, dll• Interferensi dalam reaksi : terjadinya
non-specific binding, inhibisi enzim, pendaran cahaya, adanya pengaruh enzim endogen, pengaruh obat lain yang digunakan , pengaruh senyawa endogen lainnya (bilirubin, dll)
• Efek matriks
Deteksi Morfin dengan ELISA
• Morfin adalah senyawa alkaloid • Terdapat di dalam Opium (4-21%)
Opium (Papaver somniferum)
• Analisis morfin secara kimia telah banyak dilakukan (reaksi warna, kromatografi, dll)
• Deteksi morfin dalam spesimen biologi cukup sulit karena kadar yang rendah dan interferensi matriks yang cukup signifikan
• Metode analisis berbasis imnokimia dapat menjadi solusi yang baik untuk deteksi morfin dalam cairan biologis
• Kendala?? • Senyawa morfin merupakan senyawa
kimia ber BM rendah : 375,9 sehingga tidak dapat berperan sebagai antigen
• Peran : hapten
Bagaimana caranya agar dapat dibuat imunogenik?
• Konjugasi dengan suatu protein agar membentuk kompleks yang ber BM besar
• Syarat?• Senyawa tersebut harus memiliki gugus
karbonil atau karboksil yang dapat bereaksi dengan salah satu gugus fungsi pada protein
MORFIN
• 7,8, dehidro-4,5-epoksi-17 metilmorfinan-3,6-diol HCl trihidrat
• C17H19NO3.HCl.3H2O• BM = 375,9
• Pembentukan gugus karboksil pada morfin dapat dilakukan dengan mereaksikan morfin dengan natrium kloroasetat dalam etanol absolut >>> terbentuk gugus karboksil : karboksimetilmorfin
• Gugus karboksil dari morfin dapat berikatan dengan gugus amin dari protein
(5α,6α)-7,8-Didehydro-4,5-epoxy-17-methmorphinan-3,6-diol
Reaksi yang terjadi
R + NaOH R-ONa + H2O
R-ONa + Cl-CH2-COO-Na R-OCH2-COO-Na + NaCl
R-O-CH2-COOH + NaClHCl
R = CH3
CH3
CH2-COO-
Bagaimana membuat antibodi?1. teknologi hibridoma 2. teknologi rekombinan
Teknik lain untuk produksi antibodi monoklonal
• Teknologi Antibody Expression Libraries, yaitu konstruksi cDNA dari mRNA yang diisolasi dari sel B manusia atau murine
• Gen IgG diamplifikasi dengan cara PCR, lalu rantai berat dan ringan nya dikonstruksi dengan cara digesti dan insersi ke dalam bakteriofaga atau plasmid yang sesuai.
• Rekombinasi random terjadi , lalu diekspresi di dalam bakteri, skrining dengan western blot
• Klon yang positif diisolasi dan diperbanyak untuk menghasilkan antibodi Fab yang murni
• Mudah melakukan kimerisasi, perubahan afinitas,dan modifikasi fungsi efektor
Apakah genetic immunization?
• Genetic immunization adalah suatu teknik imunisasi dalam produksi antibodi. Teknik ini melibatkan pemasukan “antigen-coding plasmid DNA” ke dalam hewan mencit. Sel hewan selanjutnya memproduksi protein dari vektor expression, yang menstimulasi system immune hewan tsb utk memproduksi antibodi terhadap protein tersebut.
• Genetic immunization lebih baik daripada teknik traditional. DNA dpt diproduksi lebih cepat, murah dan flexibel daripada protein. Kualitas antibodinya lebih superior dalam hal specificity, affinity dan pengenalannya terhadap native protein
Transgenic mice to produce targetted protein
Gambar ini (courtesy of R. L. Brinster and R. E. Hammer) menunjukkan transgenic mouse (kanan) dibandingkan dengan yang normal (kiri). The giant mouse dikembangkan dari telur fertil yang disuntikkan suatu molekul recombinant DNA yang mengandung structural gene human growth hormone , suatu gene promoter yang sangat kuat
Beberapa antibodi monoklonal yang digunakan untuk human medicine
To suppress the immune system• Muromonab-CD3 (OKT3) and two humanized anti-CD3
monoclonals. Bind to the CD3 molecule on the surface of T cells. Used to prevent acute rejection of organ, e.g., kidney, transplants. The humanized versions show promise in inhibiting the autoimmune destruction of beta cells in Type 1 diabetes mellitus.
• Infliximab (Remicade®). Binds to tumor necrosis factor-alpha (TNF-α). Shows promise against some inflammatory diseases such as rheumatoid arthritis. (Side-effect: can convert a latent case of tuberculosis into active disease.)
• Omalizumab (Xolair®). Binds to IgE thus preventing IgE from binding to mast cells. Shows promise against allergic asthma.
• Daclizumab (Zenapax®). Binds to part of the IL-2 receptor produced at the surface of activated T cells. Used to prevent acute rejection of transplanted kidneys. Has also showed promise against T-cell lymphoma.
Antibodi untuk diagnostik
• Pada penelitian kanker (analisis biomarker senyawa kanker)
• Drug monitoring• Serodiagnosis penyakit infeksi• Studi proteomik
Molecular & Cellular Proteomics 5:1638-1646, 2006.
Identification of Protein Expression Signatures Associated with Helicobacter pylori Infection
and Gastric Adenocarcinoma Using Recombinant Antibody Microarrays*
Peter Ellmark , Johan Ingvarsson , Anders Carlsson , B. Samuel Lundin , Christer Wingren and Carl A. K. Borrebaeck
Copyright ©2006 American Society for Biochemistry and Molecular Biology
Ellmark, P. (2006) Mol. Cell. Proteomics 5: 1638-1646
Two-way hierarchical cluster analysis of the infection signature based on the 17 antibodies that gave significantly different signals from the comparison of N/Hp+ versus N/Hp-
N/Hp+ (green) represents normal tissue from patients that are positive for H. pylori, whereas N/Hp– (blue) represents normal stomach tissue from H. pylori-negative patients. Capital A or Cindicates that the sample is obtained from the antrum (A) or the corpus (C) from the patients. The numbers indicate individual patients. Red indicates up-regulation, green represents down-regulation, and black indicates no change.
Clinical Chemistry, 2002;48:121-130
Antigen Microarrays for Serodiagnosis of Infectious Diseases
Letizia Mezzasoma1, Tito Bacarese-Hamilton1, Manlio Di Cristina1, Ruggero Rossi2, Francesco Bistoni2 and Andrea Crisanti1a2
1 Department of Biology, Imperial College of Science, Technology and Medicine, London SW7 2AZ, United Kingdom.
2 Dipartimento di Medicina Clinica e Sperimentale Universitèa degli Studi di Perugia, Via del Giochetto, 006100 Perugia, Italy.
Colored circles indicate the positions where T. gondii, rubella virus, CMV, HSV1, and HSV2 antigen preparations were printed in replicate. The array was designed to contain internal calibration curves generated by printing increasing amounts of purified human IgG and IgM. Rabbit myosin was printed as negative control. The fluorophores Alexa 546 and Alexa 594 were also included in the array (white circle).