analisis sperma wina
TRANSCRIPT
ANALISIS KUALITAS SPERMA IKAN
Oleh :
Nama : Wina Pratiwi NugrahaniNIM : B1J011019Rombongan : IKelompok : 4Asisten : Muhimatul umami
LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERALSOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO
2012
I. PANDAHULUAN
A. Latar Belakang
Spermatozoa merupakan sel gamet jantan yang sangat terdeferensiasi. Fungsinya
adalah untuk mengantarkan material genetis jantan ke betina dan mengaktifkan program
perkembangan telur. Analisis sperma dilakukan untuk mengetahui proses pada
pembuahan, waktu pada setiap tahapan dan mengetahui serta menentukan rasio
spermatozoa dan ovum dalam pembuahan. Analisis sperma yang dimaksud meliputi
pemeriksaan jumlah milt yang dapat distriping dari seekor ikan jantan masak kelamin,
kekentalan sperma, warna, bau, jumlah spermatozoa hidup, jumlah spermatozoa mati,
motilitas, morfologi (ukuran dan bentuk kepala, ukuran ekor, berbagai penyimpangan)
(Yatim,1982).
Analisis sperma pada ikan Nilem dapat diaplikasikan pada spesies lain,
contohnya pada mamalia, termasuk manusia, ikan mas, ikan paus, atau pada kelas
lainnya. Kriteria kesuburan pria secara umum didasarkan pada jumlah spermatozoa
motil per ml ejakulat. Spermatozoa diperoleh dari sperma hasil masturbasi atau dari
koilus interuptus. Pria yang akan diperiksa biasanya dianjurkan untuk puasa tidak
melakukan hubungan intim selama 3 hari sebelumnya dan harus segera diperiksa setelah
ejakulasi (Yatim,1982).
Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) dipilih sebagai bahan praktikum mengenai
analisis sperma karena ukurannya yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan ikan
tawes dan ikan mas sehingga dapat dirawat dan dipelihara dalam aquarium. Selain itu
ikan nilem juga mudah diamati, mudah didapatkan dan harganya tidak terlalu mahal.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk analisis sperma dan menentukan
kualitas spermatozoa hewan uji.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) termasuk ke dalam keluarga Cyprinidae
seperti ikan mas dan ikan tawes. Bentuk badan mirip ikan mas, tetapi badannya lebih
memanjang dengan sirip punggung relatif lebih panjang. Ikan nilem mempunyai dua
pasang kumis (barbels) di bagian luar mulutnya. Umumnya ikan nilem mempunyai
panjang sekitar 25 cm dengan berat badan 150 gram. Ikan nilem biasanya memijah pada
akhir musim penghujan di perairan bebas dan pada daerah pesisir. Ikan nilem hidup
pada ketinggian 150-800 m dpl. Ukuran tubuh ikan dewasa antara 15-20 cm dengan
berat berkisar antara 100-200 gram. Ikan Nilem merupakan salah satu sumber protein
bagi manusia (Yatim,1982).
Ikan Nilem mempunyai organ reproduksi yaitu testis yang berwarna putih.
Testis terdapat sepasang yang digantungkan oleh jaringan ikat yang disebut
meserchium, terletak pada rongga perut di depan gelembung renang. Testis mempunyai
struktur yang terdiri dari saluran berongga (tubulus longitudinalis) yang banyak sekali
terdapat pada ciste seminiferus. Ciste tersebut memiliki dinding yang berisi sel-sel
spermatogonium yang disebut primordial germinal cell. Di luar tubulus terdapat sel
interstitial (sel leydig) sebagai penghasil hormone androgen (hormon jantan). Hormon
androgen yang paling kuat pengaruhnya adalah hormon testosteron yang berfungsi
menentukan tanda-tanda kelamin jantan, menentukan tingkah laku kelamin jantan dan
merangsang spermatogenesis (Partodihajo, 1990).
Ikan Nilem jantan masak kelamin setelah berumur 8 bulan. Berat testis lebih
ringan dibanding berat ovarium pada ikan yang sama umurnya. Sepasang testis dapat
menghasilkan sekitar 1-1,5 ml milt dalam keadaan ejakulasi alami, tetapi pada striping
hanya 1 ml. Setiap 1 ml milt mengandung 200-300 juta spermatozoa. Milt Ikan Nilem
setelah diejakulasikan dan bersentuhan dengan air lalu menggumpal. Milt harus
diencerkan dengan larutan NaCl sampai 1000 kali. Pengenceran ini dapat
memperpanjang daya hidup spermatozoa Ikan Nilem (Partodihajo, 1990).
Pengamatan mikroskopis sperma diantaranya adalah penghitungan jumlah
spermatozoa. Hemositometer merupakan gelas objek yang berbentuk persegi panjang
memiliki kotak-kotak berukuran dimana terdapat dua liang sebagai tempat cairan
sperma. Haemositometer sangat diperlukan dalam praktikum analisis sperma karena
dapat digunakan dalam menghitung jumlah sperma yang normal dan abnormal dan juga
sperma yang motil dan non motil (Yatim, 1982).
Sperma ikan terdiri dari tiga komponen utama yaitu kepala, leher dan ekor.
Kepalanya terutama terdiri dari suatu nukleus padat yang dimahkotai dengan akrosom
kecil berbentuk bulan sabit. Akrosomnya mengandung sejumlah enzim hidrolitik dan
dianggap berperan dalam penembusan telur oleh spermatozoa (Paxton, 1986).
Syarat hewan uji yang digunakan dalam analisis sperma menurut Yatim (1982)
persyaratannya adalah:
1. Proses pembuahan yang terjadi diluar tubuh ikan betina.
2. Terdapat pada ikan atau katak.
3. Hewan yang mudah disadap telur maupun sperma masaknya.
4. Mudah dibedakan antara jantan dan betina.
5. Telurnya bersifat transparan.
6. Mudah dioviposisikan.
7. Siklus hidup ikan pendek.
8. Telur maupun sperma yang dihasilkan setiap siklus reproduksi cukup
banyak.
III. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah object glass, cover glass,
cavity slide, pipet tetes, mikroskop, kertas tissue, tusuk gigi, pengukur waktu,
haemositometer, mikrometer, spuit 1 mL, beaker glass 50 mL, well plate, dan pengukur
waktu.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum analisis kualitas sperma pada ikan
adalah larutan NaCl fisiologis atau larutan ringer, akuades dan pewarna giemsa atau
eosin.
B. Metode
1. Sperma Ikan Nilem dikeluarkan dengan cara stripping.
2. Milt ikan keluar disedot dengan alat suntik dan diletakkan dalam cawan Petri.
3. Kemudian dilakukan pemeriksaan Makroskopis
Warna:
a. Diperhatikan warna sperma yang sudah didapat dengan mata talanjang.
b. Dicatat warna sperma.
Bau:
a. Sperma ikan dalam cawan Petri dipegang dengan tangan kiri dan tangan kanan
dikipas-kipaskan agar bau sperma tercium.
b. Dicatat bau yang tercium.
Volume:
a. Milt yang keluar diukur volumenya dengan gelas ukur 10 ml.
b. Dicatat volumenya.
pH:
a. Sepotong kertas pH diambil dan dicelupkan pada sperma.
b. Setelah beberapa saat dicocokkan dengan tabel indikator.
c. pH dicatat.
Viskositas:
a. Diletakkan sperma diatas object glass
b. Digerakkan seperti menyendok dengan tusuk gigi
4. Dilakukan pemeriksaan mikroskopis
Menilai Motilitas Sperma:
a. Diambil sperma 0,1 ml diencerkan 100 kali dalam larutan NaCl
b. Diteteskan beberapa tetes dengan pipet di atas gelas objek dan ditambah akuades lalu
ditutup dengan gelas penutup.
c. Dilihat dengan perbesaran 400 kali, dicatat motilitas sperma yang terlihat.
Pemeriksaan Morfologi Spermatozoa
a. Dibuat sediaan apus sperma.
b. Diteteskan sperma pada gelas objek disalah satu ujungnya.
c. Digunakan tepi ujung gelas objek yang lain yang diberdirikan dengan sudut 30
derajat.
d. Dibiarkan kering udara selama 5 menit.
e. Ditirsasi dengan larutan methanol (1:1) selama 5 menit.
f. Ditetesi pewarna larutan eosin (pengencer 20 kali) selama 30 menit.
g. Dibiarkan kering udara kemudian diamati di bawah mikroskop.
Bilik Hitung (Haemositometer)
a. Bilik hitung ditempatkan pada meja mikroskop
b. Digunakan lensa objektif perbesaran 400 kali.
c. Diperhatikan 9 kotak besar.
d. Diperhatikan kotak yang ditengah-tengah.
e. Fokus ke dalam 5 kotak dan sperma yang terlihat ditandai binti-bintik dihitung
dengan hand counter
f. Dari kelima data dirata-rata dan ditambah data dari kelompok lain
rumus: ΣTotal spermatozoa = rata-rata 5 kotak x 2,5. 105 x fp sel/ml
.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Volume : 1,26 ml/2 ekor ikan
2. Viskositas : 10 menit
Table 1. Akumulasi Data Pengamatan Viskositas Rombongan I
Kelompok Viskositas (menit)
1 10
2 10
3 12
4 10
5 21,11
6 28
3. Bau : amis
4. Warna : Putih susu
5. pH : 8,5
6. Motilitas : a. sperma motil 0%
b. sperma non motil 100%
Table 2. Akumulasi Data Pengamatan Motilitas Spermatozoa Rombongan I
K1 K2 K3 K4 K5 K6 Rata-
rata
Presentase sperma motil (%) 75 10 100 0 60 70 52,5
Presentase sperma non motil (%) 25 90 0 100 40 30 47,5
Keterangan:K=kelompok
7. Pengamatan bilik hitung
Gambar 1. Bilik Hitung Haemocytometer
8. Jumlah total spermatozoa
Table 3. Akumulasi Data Pengamatan ΣTotal Spermatozoa Rombongan I
K1 K2 K3 K4 K5 K6 Rata-
Rata
ΣTotal spermatozoa/ml 44,5.
109
39. 109 4,9.
109
2. 109 61,5.
109
7,5.
109
26,57.
109
Keterangan:K=kelompok
Perhitungan: Diketahui:
kotak 1 = 2
kotak 2 = 0
kotak 3 = 0
kotak 4 = 2
kotak 5 = 0
rata-rata = 4/5= 0,8
jawab:
ΣTotal spermatozoa = rata-rata 5 kotak x 2,5. 105 x fp sel/ml
= 0,8 x 2,5.105 x 104
= 2 x 109 sel/ml
(A) (B)
Keterangan Gambar :
A. Gambar Skematis Morfologi Sperma
B. Gambar Mikroskopis Morfologi Sperma
1. Kepala sperma
2. Ekor sperma
9. Kesimpulan/ diagnosa
Volume milt ikan yang dihasilka pada praktikum adalah 1,26 ml/2 ekor ikan.
Viskositas dari milt ikan terjadi setelah pengamatan selama 10menit. Milt ikan memiliki
bau amis, berwarna putih susu dan memiliki pH 8,5. Motilitas milt ikan yang diperoleh
adalah presentase sperma motil sebesar 0% dan presentase sperma non motil sebesar
100%. Hal ini terjadi karena selama melakukan pengenceran waktu yang diperlukan
terlalu lama dan milt ikan juga sudah terjadi kontak dengan cahaya, yang
mengakibatkan spermatozoa dalam milt ikan mati.
B. Pembahasan
Normal Tidak Normal
Volume milt ikan yang dihasilkan pada praktikum adalah 1,26 ml/2 ekor ikan.
Viskositas dari milt ikan terjadi setelah pengamatan selama 10 menit. Milt ikan
memiliki bau amis, berwarna putih susu dan memiliki pH 8,5. Motilitas milt ikan yang
diperoleh adalah presentase sperma motil sebesar 0% dan presentase sperma non motil
sebesar 100%. Hal ini terjadi karena selama melakukan pengenceran waktu yang
diperlukan terlalu lama dan milt ikan juga sudah terjadi kontak dengan cahaya, yang
mengakibatkan spermatozoa dalam milt ikan mati.
Berdasarkan dengan hasil praktikum yang telah dilakukan, volume sperma yang
dihasilkan sebanyak 1,26 ml dan hal ini sama dengan pustaka, menyatakan bahwa
sperma yang normal (normospermia) volumenya antara 1 s.d. 6 ml. Sehingga sperma
yang dihasilkan ikan nilem tergolong hypospermia karena volumenya kurang dari 1 ml.
Konsentrasi sperma sangat dipengaruhi oleh asupan nutrisi dan frekuensi pengambilan
sperma. menyatakan bahwa protein yang tinggi dalam pakan dapat meningkatkan
volume, konsentrasi dan jumlah spermatozoa yang hidup. Konsentrasi sperma yang
rendah disebabkan kebutuhan nutrisi dalam sel sperma belum mencukupi karena nutrisi
yang tersedia lebih banyak dipakai untuk kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan
tubuh. Frekuensi pengambilan sperma mempengaruhi konsentrasi sperma, karena
spermatozoa memiliki waktu tertentu untuk proses spermatogenesis sehingga jumlah
spermatozoa berkurang jika frekuensi pengambilan sperma terlalu dekat (Condro,2012).
Berdasarkan dengan hasil praktikum yang telah dilakukan, viskositas yang
dihasilkan adalah 10 menit. Menurut pustaka, bahwa durasi motilitas terjadi dalam
periode yang sangat pendek pada ikan air tawar, Pergerakan aktif spermatozoa ikan
sekitar 1-2 menit dan tak ada lagi pergerakan setelah 5 menit. Semakin kental sperma
tersebut semakin besar vikositasnya. Hal ini mungkin disebabkan karena sperma terlalu
banyak, cairannya sedikit, gangguan liquedaction, perubahan komposisi plasma sperma,
dan pengaruh obat-obatan (Condro,2012).
Berdasarkan dengan hasil praktikum yang telah dilakukan, bau yang dihasilkan
adalah bau amis, warna putih susu dan pH 8,5. Berdasarkan pustaka, bau dan warna
sudah sesuai. Namun ada perbedaan pada pH. Sperma yang normal mempunyai pH
antara 7,2-7,8. pH lebih dari 8 menunjukkan adanya radang akut kelenjar kelamin atau
epididymis. pH kurang dari 7,2 menunjukkan adanya penyakit kronis pada kelenjar atau
epididymis. pH rendah sekali menunjukkan adanya gangguan atau aplasia pada
vesicular seminalis atau ductus ejaculatorius. pH dapat berubah satu jam sesudah
ejakulasi (Meirnawati, 2011).
Berdasarkan dengan hasil praktikum yang telah dilakukan, motilitas sperma ikan
Nilem adalah 0% untuk motil dan 100% untuk nonmotil. Hasil pengamatan tersebut
menunjukkan sperma tidak memiliki kualitas yang baik secara mikroskopis. Menurut
pustaka, sperma segar yang akan digunakan untuk pembekuan harus memiliki motilitas
minimal 70%. Penggunaan hemositometer untuk menentukan jumlah spermatozoa
dalam semen menurut pendapat terbaru dianggap kurang praktis, karena kecuali
memerlukan sedikit keahlian dalam menghitung juga memerlukan waktu dalam
menghitung dengan mikroskop. Sperma yang diteteskan di atas kotak hemositometer
ditutup dan dihitung, hasilnya dicatat misalnya y. Y ini adalah jumlah sel-sel
spermatozoa yang mati dan yang terlihat tidak bergerak dalam kotak-kotak.
Spermatozoa yang tidak bergerak belum tentu mati Hal ini disebabkan selama
melakukan pengenceran waktu yang diperlukan terlalu lama dan milt ikan juga sudah
terjadi kontak dengan cahaya, yang mengakibatkan spermatozoa dalam milt ikan mati
(Meirnawati, 2011).
Berdasarkan dengan hasil praktikum yang telah dilakukan, jumlah total
spermatozoa untuk rombongan I adalah 26,57.109 spermatozoa/ml. Sehingga menurut
Yatim (1982), konsentrasi spermatozoa tersebut termasuk dalam golongan
polyzoospermia karena jumlah spermanya lebih dari 250 juta/ml. Jumlah spermatozoa
normal (normozoospermia) berada pada rentang antara 40 sampai 200 juta/ml.
Konsentrasi spermatozoa yang tinggi akan dapat menghambat aktivitas spermatozoa,
yang disebabkan berkurangnya daya gerak sehingga spermatozoa sukar menemukan
atau menembus mikrofil sel telur yang mengakibatkan rendahnya fertilitas spermatozoa.
Namun dalam kepentingan pemijahan buatan konsentrasi spermatozoa tidak begitu
dipentingkan, tetapi yang sangat menentukan adalah motilitas spermatozoa dalam
menuju sel telur (Putra, 2010).
Pemeriksaan makroskopis sperma meliputi volume, warna, pH, viskositas dan
bau sedangkan mikroskopis sperma meliputi motilitas, morfologi dan jumlah total
spermatozoa (Melati, 2011). Penentuan jumlah total spermatozoa menggunakan
haemositometer, dengan pengenceran 0,1 ml sperma menggunakan NaCl fisiologis.
Pemeriksaan motilitas menggunakan mikroskop perbesaran 400 kali dengan meneteskan
sperma pada object glass dan ditambahkan aquadest. Penilaian motilitas dilakukan
dengan menduga persentase sperma yang pergerakannya progresif ke depan
dibandingkan dengan total sperma yang diamati. Penentuan viabilitas dilakukan dengan
pembuatan preparat ulas eosin negrosin, kemudian membandingkan jumlah sperma
hidup dengan total sperma yang diamati dan dinyatakan dalam persen. Pemeriksaan
morfologi menggunakan mikroskop dan melihat bentuk-bentuk dari sperma
(Meirnawati, 2011).
Banyak macam bentuk spermatozoa yang abnormal yang mungkin dapat dilihat.
Abnormalitas spermaatozoa dibagi menjadi 2 kelompok yaitu abnormalitas primer dan
sekunder. Abnormalitas primer yaitu abnormalitas yang terjadi selama proses
spermatogenesis. Sedangkan abnormalitas sekunder adalah abnormalitas yang terjadi
karena pengaruh lingkungan. Keberadaan abnormalitas spermatozoa dalam jumlah
tertentu (di bawah 5%) merupakan kondisi yang normal sebagai bentuk abnormalitas
primer. Enam kelainan kepala (kepala besar, kepala kecil, pyriform kepala, kepala
runcing, kepala ganda dan kepala amorf), dua kelainan dari bagian tengah (tetesan
sitoplasma dan leher bengkok) dan empat kelainan ekor (digulung ekor, ekor
membungkuk , ekor patah dan ekor ganda) dievaluasi dalam setiap kelompok laki-laki
(Venkatesh, 2009).
Penggunaan larutan fisiologis pada praktikum analisis kualitas sperma adalah
larutan NaCl fisiologis dan pewarna eosin. Larutan fisiologis dapat menambah daya
viabilitas dan motilitas spermatozoa. Penggunaan larutan fisiologis yang mengandung
NaCl dan urea dapat mempertahankan daya hidup spermatozoa antara 20-25 menit.
Larutan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain larutan NaCl yang digunakan
untuk pengenceran. Larutan eosin untuk mewarnai sediaan apus spermatozoa
(Partodihajo, 1990).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas sperma adalah
temperature, kandungan zat makanan dan larutan fisiologis. Aktivitas metabolisme dan
gerakan spermatozoa akan normal pada suhu tubuh dan akan meningkat kecepatannya
jika suhunya meningkat. Kandungan zat makanan misalnya fruktosa merupakan substrat
energi utama di dalam plasma sperma. Larutan fiologis dapat menambah daya viabilitas
dan motilitas spermatozoa (Yatim, 1982)
Daya fertilisasi sangat ditentukan oleh kualitas telur, sperma, media dan
penanganan manusia. Telur yang terfertilisasi terlihat dari warna telur yang bening.
Telur yang perkembangannya sehat adalah berwarna transparan dan bersih, sehingga
mudah dibedakan dengan telur yang mati. Morfologi (bentuk dan struktur) sperma juga
tak kalah pentingnya dalam menentukan keberhasilan pembuahan. Bila sepertiga dari
jumlah sperma yang dihasilkan memiliki bentuk dan struktur yang normal maka
kemungkinan terjadinya pembuahan juga makin tinggi. Jika ada bagian dari sepasang
kromosom homolog tidak bergerak memisahkan diri pada waktu mitosis, satu gamet
menerima dua jenis kromosom yang sama dan gamet lainnya tidak mendapatkan
kromosom. Jika salah satu gamet yang menyimpang bersatu dengan gamet normal pada
waktu pembuahan, maka keturunannya akan memiliki jumlah kromosom yang
abnormal. Bila organisme tersebut mampu bertahan hidup, organisme tersebut akan
memperlihatkan sejumlah gejala yang disebabkan oleh abnormalnya jumlah gen yang
terletak pada kromosom tambahan atau kromosom yang hilang. Abnormalitas terjadi
diduga saat pemberian kejutan suhu panas ada sebagian telur yang belum bisa
mengembalikan jumlah kromosom yang berkurang pada saat proses perkembangan telur
yang diinginkan, yaitu menghasilkan sigot diploid (2n) dan telah mengalami modifikasi
kromosom, sehingga sebagian telur yang menetas pada tiap perlakuan ada yang
menghasilkan larva abnormal (Subekti,2009).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Volume sperma yang dihasilkan adalah 1,26 ml.
2. Viskositas sperma yang dihasilkan adalah 10 menit
3. Bau sperma yang dihasilkan adalah bau amis
4. Warna sperma yang dihasilkan adalah putih susu
5. pH sperma 8,5 yang berarti basa.
6. Persentase sperma motil adalah 0 % dan sperma non motil adalah 100 %.
7. Jumlah total spermatozoa adalah 2x109 sel/ml.
8. Kualitas dan kuantitas spermatozoa kurang baik sebab berdasarkan pengamatan
terdapat beberapa hasil yang tidak sesuai dengan pustaka diantaranya yaitu persentase
spermatozoa motil dan non motil dan pH sehingga tingkat keberhasilan spermatozoa
untuk membuahi sel telurnya adalah kecil.
B. Saran
1. Sebaiknya pengamatan motilitas spermatozoa segera setelah dilakukan pengenceran
supaya masih dapat terlihat sperma yang motil.
2. Sebaiknya penghitungan jumlah total spermatozoa menggunakan alat bantu yang
lebih akurat sehingga tidak salah dalam penghitungannya.
DAFTAR REFERENSI
Condro, Herdianto Sapto. 2012. Pengaruh Penambahan Madu Pada Media Pengencer NaCl Fisiologis Dalam Proses Penyimpanan Sperma Terhadap Kualitas Sperma Ikan Komet (Carassius auratus auratus). Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. Surabaya.
Meirnawati, setyana, dkk. 2011. Daya Fertilisasi Sperma Beku Ikan Tawes (Puntius javanicus) Setelah Disimpan Dengan Fruktosa Dan Tris Aminomethan. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. Surabaya.
Melati. 2011. Penggunaan Larutan Elektrolit Pada Suhu Yang Berbeda Untuk mempertahankan Motilitas dan viabiltas sperma Ikan Mas (Cyprinus carpio). IPB. Bogor.
Partodiharjo, Soebadi. 1990. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya, Surabaya.
Paxton, M. J. W. 1986. Endocrinology, Biologycal and Medical Prespective. Wm. C.
Putra, Ridwan Manda. 2010. Pengaruh Kombinasi Penyuntikan hCG Dan Ekstrak Kelenjar Hipofisa Ikan Mas Terhadap Volume Semen Dan Kualitas Serma Ikan Pantau (Rasbora lateristriata Blkr). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Riau.
Subekti. 2009. Pengaruh Kejutan Suhu Panas Dan Lama Waktu Setelah Pembuahan Terhadap Daya Tetas Dan Abnormalitas Larva Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. Surabaya.
Venkatesh, S. Singh, G, Gupta N.P, Kumar. R, Deecaraman. M, Dada R. 2009. Correlation of sperm morphology and oxidative stress in infertile men. Iranian Journal of Reproductive Medicine. 7 (1): 29-34.
Yatim, W. 1982. Reproduksi dan Embriologi. Tarsito, Bandung.