analisis sperma hap2

30
ANALISIS SPERMA Oleh : Nama : Suminar Sundari Maharani H. NIM : B1J009013 Rombongan : IV Kelompok : 2 Asisten : Lisa Dwi Fanesia LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II

Upload: raaney-hapsari

Post on 24-Apr-2015

179 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

Struktur Perkembangan Hewan

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Sperma Hap2

ANALISIS SPERMA

Oleh :

Nama : Suminar Sundari Maharani H.NIM : B1J009013Rombongan : IVKelompok : 2Asisten : Lisa Dwi Fanesia

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERALSOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

2010

Page 2: Analisis Sperma Hap2

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Analisis sperma adalah pemeriksaan tentang sifat-sifat, kualitas dan kuantitas

sperma. Analisa sperma biasanya dilakukan pada pria pasangan suami istri yang

telah lebih sekurang-kurangnya 3 tahun setelah menikah belum memiliki keturunan,

lebih-lebih bagi pasangan yang istrinya belum pernah hamil sama sekali selama

waktu itu. Pemeriksaan ini untuk menentukan tindakan apa yang perlu dilakukan

untuk menolong pasangan tersebut agar bisa memperoleh keturunan.

Analisis spermatozoa pada ikan perlu untuk dikembangkan untuk proses

pembuahan buatan dan untuk mengetahui ikan tersebut fertile atau infertile, karena

peran spermatozoa sebagai gamet jantan sangat penting pada keberhasilan

munculnya individu baru. Praktikum ini menggunakan preparat ikan nilem, karena

ikan nilem mudah didapat dan dicoba dengan menggunakan pewarna-pewarna

sederhana yang murah harganya, dengan prosedur seperti analisis sperma manusia.

Pemeriksaan sperma ikan nilem dapat diaplikasikan terhadap spesies lain seperti

manusia, dengan menggunakan metode-metode yang sama

Osteochillus hasselti adalah suatu jenis ikan yang hidup di air tawar,

baik sungai, rawa-rawa, kolam maupun danau. Nama Indonesia untuk Osteochillus

hasselti adalah ikan nilem, milem, lehat, mangut, Regis, muntu, palau, assang dan

penupu karet. Ikan nilem dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada

ketinggian 500-800 m dp dan lebih menyukai pada perairan air jernih, mengalir

dengan dasar berpasir atau berbatuan kecil-kecil. Ikan dewasa berukuran dari 100

hingga 200 g. Sel-sel sperma sebenarnya hanya merupakan inti yang berflagelum.

Sperma dihasilkan dalam testis oleh sel-sel khusus yang disebut dengan

Page 3: Analisis Sperma Hap2

spermatogonia. Sebuah sel sperma terdiri atas kepala yang mengandung kromosom

dalam suatu keadaan kompak dan inaktif, leher yang merupakan daerah genting

sperma, di dalamnya terdapat sentriol depan dan bagian depan terdapat filament

poros. Badan mengandung filament poros, mitochondria dansentriol belakang

berbentuk cincin. Ekor terdiri dari dua daerah yakni bagian utama dan bagian ujung.

Ekor sedikit mengandumg sitoplasma. Pada bagian ujung ekor sama sekali tidak

mengandung sitoplasma.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum analisis sperma kali ini adalah untuk mengetahiu

kualitas, warna, bau, volume, pH, bentuk dan jumlah sperma yang dimiliki oleh Ikan

Nilem Jantan (Osteochillus hasselti ♂).

Page 4: Analisis Sperma Hap2

II. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Kastowo (1986), (Osteochillus hasselti CV) adalah salah stu jenis

ikan air tawar yang yang dapat tumbuh dengan baik jika dipelihara di kolam atau

sawah. Ikan Nilem dapat hidup di daerah tinggi dan rendah yaitu pada ketinggian

200-700 meter. Makanan ikan ini berupa hewan-hewan kecil tetapi juga makanan

lain seperti dedak dan ampas.

Klasifikasi Osteochillus hasselti CV menurut Saanin (1968), adalah sebagai

berikut:

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Classis : Pisces

Ordo : Ostariophysi

Familia : Cyprinidae

Genus : Osteochillus

Spesies : Osteochillus hasselti CV

Ikan Nilem (Osteochillus hasselti) mempunyai sirip punggung, sirip perut,

sirip dubur, dan sirip ekor. Sirip punggung (dorsal fin) bentuk memanjang dan

terletak dibagian permukaan. Sirip dubur (anal fin) bagian belakang juga memiliki

jari-jari keras dengan bagian akhir berbentuk gerigi. Sirip ekor (caudal fin) berbentuk

cagak dan berukuran simetris. Sisik ikan nilem berukuran cukup besar dengan tipe

sisik berbentuk lingkaran (cycloid) yang terletak beraturan. Gurat sisi atau garis

rusuk (linea lateralis) ikan nilem berada di pertengahan badan dengan posisi

melintang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor (Jangkaru,

2001).

Page 5: Analisis Sperma Hap2

Ikan jantan masak kelamin setelah berumur kurang lebih 8 bulan. Berat testis

lebih ringan dibandingkan berat ovarium pada ikan yang sama umurnya, tetapi

panjangnya dapat dikatakan sama. Sepasang testis dapat menghasilkan sekitar 1-1,5

ml milt (dalam keadaan ejakulasi alami), tetapi pada striping paling banyak diperoleh

1 ml milt. Testis ikan nilem berbentuk memanjang atau berlobi. Spermatozoa dari

testis lewat ductules efferentes masuk kedalam ductus longitudinal testis. Ductus ini

berkelok-kelok (konvoluntes) dan ujung anteriornya sering ditetapkan sebagai

epididimis ( Jamieson, 1991).

Viabilitas adalah daya tahan spermatozoa atau telur untuk hidup, membuahi

dan dibuahi setelah dilepaskan dari induknya. Viabilitas spermatozoa dan telur pada

ikan nilem hanya sekitar 5 menit setelah ejakulasi atau oviposisi. Hal ini sangat

mempengaruhi daya fertilitas telur ikan karena telur dapat terbuahi apabila viabilitas

telur dan spermatozoa baik. Sangat pendeknya waktu viabilitas ini akan mempersulit

dikembangkannya manipulasi untuk reproduksi (Yatim, 1990). Air mani terdiri dari

komponen organik dan anorganik yang mendukung viabilitas sperma. Contohnya:

mineral (Potassium, Sodium, Magnesium, Calcium dan Klorida), pH, osmolasi,

protein, glukosa dan triglyserida (Hajirezaee, 2009)

Gonad pada ikan nilem dapat dibedakan menjadi dua, yaitu testis dan

ovarium. Ovarium ikan terletak memanjang di dalam rongga badan, biasanya

sepasang di kanan dan kiri antara gelembung renang dan usus. Testis ikan berbentuk

memanjang dalam rongga badan di bawah gelembung renang di atas usus, terdapat

sepasang (Soeminto, 2000).

Struktur spermatozoid terdiri dua bagian yaitu kepala dan ekor. Kepala

spermatozoa bentuknya bervariasi. Isinya adalah inti yang di dalamnya terkandung

material genetis haploid yang sangat padat. Kepala juga terdapat akrosom yaitu

Page 6: Analisis Sperma Hap2

organel khusus berupa kantung berisi sekresi-sekresi enzim hidrolitik. Ekor

spermatozoa terdiri atas tiga bagian yaitu middle piece, principal piece dan end

piece. Ekor ini berfungsi untuk pergerakan menuju sel telur. Ekor yang motil itu pada

pusatnya sama seperti flagellum memiliki struktur axoneme yang terdiri atas dua

mikrotubul pusat dikelilingi oleh sembilan doblet mikrotubul yang berjarak sama

satu dengan yang lainnya. Perbedaan dengan flagel lainnya adalah struktur axoneme

9+2 dikelilingi lagi oleh sembilan outer dense fibre, sehingga secara keseluruhan

struktur axoneme ekornya disebut 9+9+2 (Sistina, 2008). Kelenjar asesori yang

sekresinya menjadi medium spermatozoa adalah kelenjar vesikula seminalis, kelenjar

prostat dan kelenjar bulbourethra (kelenjar Cowper). Ketiga kelenjar ini bermuara

pada urethra. Lewat urethra, spermatozoa bersama-sama dengan sekresi asesoria,

yang disebut semen dikeluarkan dari tubuh (Soeminto, 2000).

Umumnya semua penyimpangan morfologi dari kerangka normal

spermatozoa dianggap sebagai bentuk-bentuk abnormal. Abnormal ini

diklasifikasikan dalam abnormalitas primer dan sekunder. Abnormal primer

disebabkan oleh gangguan dalam testis (kelainan spermatogenesis di dalam tubuli

seminiferi). Bentuk yang termasuk abnormalitas primer yaitu : kepala berukuran

kecil, kepala rangkap dan mempunyai 2 ekor. Abnormalitas sekunder disebabkan

karena perlakuan terlalu kasar, terlalu panas atau terlalu cepat didinginkan.

Bentuknya yaitu : kepala lepas, ekornya patah dan ekornya bergelung, bengkok atau

melipat (Djanuar, 1985).

Menurut Soeminto (2000), spermatozoa normal berbentuk oval atau bulat.,

dengan bagian ujung lebih terang dan bagian pangkal dekat leher lebih gelap. Secara

umum di dalam sperma normal terdapat 30% bentuk spermatozoa yang tidak

Page 7: Analisis Sperma Hap2

normal (abnormal). Beberapa bentuk spermatozoa abnormal dapat dikategorikan

sebagai berikut :

1. Piriform yaitu bentuk kepala spermatozoa seperti buah peer.

2. Leptoform yaitu bentuk kepala spermatozoa pipih dan panjang.

3. Teratoform yaitu bentuk kepala spermatozoa tidak tentu.

4. Spermatozoa dengan bentuk kepala relatif besar.

5. Spermatozoa dengan kepala double, leher double, dan ekor double.

6. Spermatozoa dengan ekor muda (ekor masih berplasma residu).

7. Bentuk-bentuk spermatozoa abnormal yang lain.

Penghitungan konsentrasi spermatozoa dapat ditentukan dengan

menggunakan metode haemocytometer atau "Electronic Coulter Counter". Suatu

hemocytometer standar (kamar hitung Neubauer) mempunyai suatu kisi-kisi (grid)

yang berisi sejumlah bidang besar (1-5). Bidang tengah 5 dibagi menjadi 25 bidang

yang lebih kecil, dimana 4 bidang yang dipojok dinamakan bidang 5a, 5b, 5c, 5d dan

bidang kecil di tengah 5e. Bidang besar 5 mempunyai volume 0,1 mm3 atau l0-4 ml

cairan antara hemositometer dan gelas penutup. Faktor multiplikasi untuk bidang 5

dapat dihitung yaitu 104 atau 10.000. Jumlah spermatozoa per ml dari pada semen

yang diencerkan di dalam hemocytometer didapati dengan mengalikan sejumlah

spermatozoa yang dihitung dalam bidang lima (5) dengan faktor multiplikasi 10.000.

Konsentrasi sperma dalam semen asli didapati dengan mengalikan jumlah perkalian

di atas dengan faktor pengenceran. Metode haemocytometer lebih sering digunakan

untuk semen yang mempunyai perkiraan jumlah spermatozoa yang sangat rendah

(misalnya 10 juta/ml) atau pemeriksaan semen yang memerlukan penentuan jumlah

dengan segera (Cosson, 1999).

Page 8: Analisis Sperma Hap2

III. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat-alat yang digunakan dalam pratikum analisis sperma adalah mikroskop

cahaya, bilik hitung (hemositometer), gelas objek beserta penutupnya, cawan petri,

pH indikator, gelas pengaduk, spuit injeksi tanpa jarum, pipet tetes, kertas

penghisap/tissue, bak preparat, dan alat tulis.

Bahan-bahan yang digunakan dalam pratikum analisis sperma adalah ikan

nilem jantan masak kelamin, sperma/milt segar, larutan ringer, akuades, eter.

B .Metode

1. Cara stripping

a. Ikan dipegang bagian ventral ada di bawah dan bagian dorsal menghadap ke

atas.

b. Tangan kanan menutupi kepala, sedangkan tangan kiri menyangga ekor.

c. Bagian urogenital dilap dengan tissue.

d. Abdomen ikan diurut dari anterior ke arah posterior menuju lubang urogenital

hingga pada lubang tersebut keluar cairan berwarna putih susu (milt).

e. Milt yang keluar langsung disedot menggunakan spuit injeksi tanpa jarum.

2. Volume

a. Milt ikan nilem yang tertampung pada spuit injeksi diukur volumenya dengan

langsung membaca skalanya.

b. Volume sperma ikan nilem juga dapat diukur dengan menggunakan gelas ukur

volume 5 atau 10 ml.

Page 9: Analisis Sperma Hap2

3. Warna

Diamati secara visual dengan latar belakang warna putih.

4. Bau

Dibaui dengan cara dikipas-kipas dengan tangan, jangan dihirup langsung.

5. pH

Derajat keasaman (pH) diukur dengan menggunakan kertas pH, dengan cara

mencelupkan kertas pH kedalam sampel sperma, diamkan beberapa saat,

kemudian dikocok perubahan warna yang terjadi dengan tube.

6. Cara pengenceran milt

a. Milt diambil 1ml dimasukkan kedalam cawan.

b. Larutan ringer sebanyak 9 ml dicampurkan kedalam cawan (perbandingan

antara milt dengan larutan Ringer harus selalu 1:9).

c. Diaduk-aduk dengan menggunakan batang pengaduk sampai benar-benar

homogen.

d. Sperma yang sudah diencerkan ini merupakan sperma dengan pengenceran

10x.

e. Sperma pengenceran 10x diambil dengan menggunakan spuit yang lain

sebanyak 1 ml dimasukkan kedalam cawan yang berbeda.

f. Larutan ringer 9 ml dicampurkan ke dalam sperma tersebut.

g. Sperma dengan pengenceran dua kali ini, merupakan sperma dengan

pengenceran 100x.

h. Pengenceran dilakukan lagi untuk mendapatkan sperma dengan pengenceran

1000x dan 10.000x.

7. Motilitas spermatozoa

a. Milt yang sudah diencerkan 1000x diambil dengan menggunakan pipet tetes.

Page 10: Analisis Sperma Hap2

b. Milt diteteskan di atas objek glass.

c. Ditetesi dengan akuades, kemudian dihomogenkan.

d. Ditutup dengan cover glass dan diamati dengan menggunakan mikroskop.

e. Bergerak atau tidak bergerak, ditentukan presentase motilitasnya.

8. Menghitung jumlah total spermatozoa

a. Milt yang sudah diencerkan 10.000x diambil dengan menggunakan pipet tetes.

b. Ditetesi di bilik hitung Haemocytometer yng sudah ditutup dengan cover glass

melalui sela-sela paritnya.

c. Hitung jumlah sperma menggunakan kotak sedang di dalam kotak besar yang

dibagian tengah.

d. Jumlah total spermatozoa dihitung dengan rumus:

Σ total spermatozoa = (Rata-rata 5 kotak sedang x pengenceran x 2,5.105)

sel/ml.

Page 11: Analisis Sperma Hap2

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

LEMBAR PENGAMATAN PRAKTIKUM ANALISIS SPERMA

Rombongan VI Kelompok 2

1. Volume : 0,14 ml

2. Vikositas : 0 – 15 menit, mulai menjendal

3. Warna : Putih Susu

4. pH : 8,5

5. Motalitas : a. Sperma motil 15 %

b. Sperma non motil 85 %

Tabel 1. Akumulasi Data Pengamatan Motilitas Spermatozoa Rombongan VI

K1 K2 K3 K4 K5 Rata-Rata

Persentase Sperma motil (%)

0 15 70 30 30 23

Persentase Sperma non motil (%)

100 85 30 70 100 77

Keterangan :

K = Kelompok

Page 12: Analisis Sperma Hap2

Gambar 1. Bilik Hitung Haemocytometer

7. Jumlah total Spermatozoa

Tabel 2. Akumulasi Data Pengamatan ∑ Total Spermatozoa Rombongan VI

K1 K2 K3 K4 K5 Rata-Rata

∑ Total Spermatozoa

17,75 x

109

6,9 x

1010

1,425 x

1010

1,35 x

1010

2,95 x

1010

13,95 x

109

Keterangan :K= Kelompok

Perhitungan :

Diketahui :

B1 = 28, B2 = 22, B3 = 32, B4 = 29, B5 = 27

Page 13: Analisis Sperma Hap2

Rata-rata = 28 + 22 + 32 + 29 + 27 = 27,65

Jawab :

∑ Total Spermatozoa = Rata-rata 5 kotak x Pengenceran x 2,5x 105

= 27,6 x 10.000 x 2,5x105

= 6,9 x 1010 sel/ml

8. Kesimpulan/Diagnosa :

Berdasarkan hasil praktikum analisis sperma pada Rombongan IV, diperoleh

hasil yaitu warna sperma putih susu dengan bau agak amis dan pHnya 8.5 (basa).

Viskositas terjadi pada menit ke-15, hal ini terjadi karena semakin lama sperma ikan

didiamkan pada suhu ruang, maka viskositasnya akan semakin tinggi. Persentase

sperma motil pada kelompok 2 sebanyak 15 %, sedangkan sperma non motil

sebanyak 85 %. Artinya sperma yang dihasilkan dari ikan nilem tersebut fertil, sebab

jumlah sperma motil mendominasi. Sperma ikan mempunyai bau agak amis sesuai

dengan bau sperma yang berkualitas yaitu berbau agak langu (amis). Morfologi

sperma normal terdiri dari kepala, leher, dan, ekor.

B. Pembahasan

Page 14: Analisis Sperma Hap2

Milt merupakan campuran antara seminal plasma dan spermatozoa, dalam

setiap tetes milt yang dikeluarkan dari satu ekor ikan jantan jumlah spermatozoanya

berbeda-beda tergantung umur, ukuran dan frekuensi pengeluaran sperma (Kazakov,

1981). Berdasarkan hasil praktikum volume sperma yang dihasilkan sebanyak 0,14

ml. Menurut Djuhanda (1985) menyatakan bahwa rata-rata volume milt yang dapat

dihasilkan satu ekor ikan nilem ±0,5 ml dengan jumlah spermatozoa permililiter

adalah 3,33 x 1011. Volume sperma yang dihasilkan pada praktikum jauh lebih

banyak 0,9 ml dari referensi mungkin dikarenakan ikan yang digunakan dalam

praktikum disuntikkan suspensi kelenjar hypofisa yang dapat memperbanyak

produksi sperma.

Menurut Yatim (1984), sperma pada umumnya mempunyai bau yang khas

yaitu bau amis (langu). Bau sperma dapat diketahui dengan cara dikipas-kipas

dengan tangan. Bau sperma yang khas tersebut disebabkan oleh oksidasi spermin

(suatu poliamin alifatik) yang dikeluarkan oleh kelenjar prostate. Bau sperma Ikan

nilem yang diperoleh tercium bau amis segar seperti susu yang baru diperas.

Warna sperma ikan nilem yang diperoleh hasil striping yaitu berwarna putih

susu. Hal ini menunjukan bahwa pada saat distriping tidak terjadi pendarahan pada

ikan tersebut. Milt tersebut diamati dengan latar belakang putih agar warna aslinya

dapat terlihat jelas. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Yatim (1984), adanya

sejumlah sel darah putih yang disebabkan oleh infeksi traktus genitalia dapat

menyebabkan warna milt menjadi putih kekuning-kuningan (putih susu).

Spermatozoa yang diperoleh dari ikan nilem memiliki pH 8,5, artinya

spermatozoa dalam keadaan basa. Menurut Djuhanda (1985), spermatozoa akan

hidup lebih lama jika pada kondisi pH netral. Kondisi pH sperma normal ialah basa

Page 15: Analisis Sperma Hap2

lemah, pH semen diukur segera setelah likuifaksi. Sperma yang terlampau lama

dibiarkan pHnya dapat berubah.

Konsentrasi atau jumlah spermatozoa/ml semen dihitung menggunakan

hemocytometer Neubauer. Cara menghitung jumlah spermatozoa dengan melihatnya

di bawah mikroskop perbesaran 450x. Menurut Rehan et al (1975) dalam Yatim

(1984), konsentrasi itu 8,1-57 SD juta/ml, dengan range 4-318 juta/ml. Menurut

Smith et al (1978) dan Yatim (1984), konsentrasi itu 70-65 juta/ml, dengan range

0,1-600 juta/ml. Jumlah yang bergerak maju ialah jumlah spermatozoa semua

dikurangi jumlah mati. Dianggap normal jika motil maju > 40%. Menurut Rehan et

al (1975) dan Yatim (1984), yang normal motilnya ialah 63-16 SD, dengan range 10-

95%. Spermatozoa ikan nilem pada percobaan bersifat tidak normal, karena jumlah

spermatozoa yang dihasilkan rata-rata < 40%, spermatozoanya lemah sekali gerak

majunya disebut asthenozoospermia. Hampir semua sperma nampak mati tak

bergerak disebut nectrozoospermia (infertile). Hasil mutakhir, spermatozoa yang

tidak bergerak belum menunjukkan mati. Mungkin ada suatu zat cytotoxit atau

antibody yang membuatnya tidak bergerak (Djuhanda, 1985).

Ikan memiliki spermatozoa yang berflagelata dan tak berakrosoma.

Spermatozoa hasil suspensi testis keadaanya sama dengan spermatozoa hasil striping.

Kepala berbentuk bulat, dengan diameter sekitar 2,86-0,16 mikro meter, panjang

sekitar 25,86 mikro meter. Pada pangkal flagella ada bangunan seperti cincin,

annulus (Jamieson, 1991).

Motilitas merupakan tolak ukur viabilitas spermatozoa. Spermatozoa tanpa

gerakan aktif tidak mungkin akan menembus telur. Stimulasi dan lama pergerakan

spermatozoa dipengaruhi oleh umur, kematangan spermatozoa, temperatur dan

faktor-faktor lingkungan lain sperti ion-ion, pH dan osmolalitas. Spermatozoa yang

Page 16: Analisis Sperma Hap2

belum matang pergerakannya lebih singkat dibandingkan spermatozoa matang

(Hidayaturrahmah, 2007).

Data motilitas masing-masing kelompok berbeda dan memiliki rata-rata yaitu

sebesar 23%. Menurut Rehan et al (1975) dalam Yatim (1984) hasil tersebut

dianggap normal dengan keadaan ikim yang sehat. Jumlah spermatozoa hidup ikan

nilem tersebut mempunyai rata-rata 15403 juta sel/ml.

Prosentase sperma yang bergerak 23% sedangkan yang tidak bergerak

sebanyak 77%. Sperma yang bergerak lebih banyak daripada yang hidup, hal ini

dikarenakan sperma yang terlalu lama dibiarkan sebelum ditambahkan air sebagai

aktifitas. Menurut Saanin (1968) bahwa di alam durasi motilitas terjadi dalam

periode yang sangat pendek pada ikan air tawar.

Bentuk sperma yang terlihat pada saat pengamatan yaitu normal. Struktur

sperma normal terdiri dari kepala, leher dan ekor. Sperma bentuk abnormal tidak

ditemukan pada saat praktikum.Kualitas dan kuantitas sperma yang baik memiliki

bau khas mani atau amis warna seperti lem kanji atau putih kelabu dan kental .

Larutan eter alkohol digunakan untuk mengawetkan dan menempelkan sperma yang

sudah mati maupun masih hidup yang berada pada obyek glass agar tidak rusak

sedangkan larutan giemsa digunakan sebagai pewarna sperma sederhana agar sperma

dapat dilihat dengan mikroskop cahaya dengan mudah baik yang normal maupun

abnormal, air (aquades) digunakan untuk aktivasi spermatozoa dan larutan ringer

digunakan sebagai pengencer (Toelihere, 1977)..

Faktor-faktor yang mempengaruhi kulitas dan kuantitas spermatozoa yaitu:

1. Makanan. Tingkatan makanan yang rendah dapat menghambat

pertumbuhan pejantan muda, penurunan jumlah spermatozoa per ejakulat,

Page 17: Analisis Sperma Hap2

dan kahilangan libido. Pada hewan muda menyebabkan katerlambatan

masa pubertas (Almquist & Flipse, 1961).

2. Konstituen makanan. Apabila protein di dalam ransum kurang dari 2

persen, terjadi pengurangan konsumsi makanan, penurunan berat badan,

kelemahan, dan penurunan libido dan produksi spermatozoa (Warnick et

al, 1961).

3. Suhu dan musim. Suhu lingkunagn yang terlampau rendah atau terlalu

tinggi dapat mempengaruhi reproduksi hewan jantan. Musim

mempengaruhi pula kualitas dan kuantitas semen.

4. Frekuensi ejakulasi. Frekuensi ejakulasi yang terlalu sering daklam satuan

waktu yang relatif pendek cenderung untuk menurunkan libido, volume

semen dan jumlah spermatozoa per ejakulasi (Toelihere, 1977).

Page 18: Analisis Sperma Hap2

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya dapat diambil kesimpulan

bahwa :

1. Analisis sperma digunakan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas dari

sperma.

2. Ciri-ciri sperma yang berkualitas yaitu berwarna putih susu, memiliki pH

bersifat basa dan baunya amis.

3. Struktur sperma normal terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, leher dan ekor.

4. Sperma dikatakan normal jika mortil > 40%

B. Saran

1. Sarana dan prasarana dilengkapi, agar praktikan bisa melakukan pengamatan

dengan baik.

2. Suara asistan yang menjelaskan harusnya lebih keras saat menjelaskan.

Page 19: Analisis Sperma Hap2

DAFTAR REFERENSI

Almquist, J. O & E. B. Hale., 1956. An Approach to the Measurement of sexual Behavior and Semen Production in Dairy Bulls, III Internat. Congr. On Anim. Reprod.,Cambridge.

Arsyad KM, 1984. Penatalaksanaan Infertilitas Masa Kini, Dexa Media, Jakarta.

Cosson, J., Billard, R., Cibert, C., Dreanno, C. 1999. Ionic Factor regilating the Motility of fish sperm. Villefranch, France

Djuhanda, T. 1985. Embrio Perbandingan. C.V. Armico, Bandung

Djuwanah, E.A. 1996. Budidaya Ikan Secara Polikultur. Trubus agriwidia, Ungaran.

Hajirezaee, S. et al, 2009. Effects of Stripping Frequency on Semen Quality of Endangered Caspian Brown Trout, Salmo trutta caspius . ISSN 1557-4555 America Journal of Animal and Veterinary Sciences 4 (3) : 65-71.

Hidayaturrahmah. 2007. Waktu Motilitas dan Viabilitas Spermatozoa Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) pada Beberapa Konsentrasi Larutan Fruktosa. Bioscientiae. Vol. 4 No. 1. Hal: 9-18.

Hora, S. L. dan T. V. R. Pillay. 1962. Handbook and Fishesculture in Indonesian Pasific Region. FAO Fisheries Biology Tecnical Paper, Roma. Italia.

Djuhanda, T. 1985. Embrio Perbandingan. C.V. Armico, Bandung

Jangkaru. 2001. Perbesaran Ikan Air Tawar di berbagai Lingkungan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Jamieson, Barrie GM. 1991. Fish Evolution and Sistematics : Evidence from Spermatozoa. Cambridge University Press, Cambridge.

Partodihardjo. 1986. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara, Jakarta.

Kastowo, H. 1986. Zoologi. Erlangga, Jakarta.

Kazakov, R. V. 1981. Peculiarities of Sperm Production by Anadromous and Atlantic Salmon (Salmon salar) and Fish Cultural Characteristics Such Sperm. J. Fish Biol. 18 (I) : 1-8p.

Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifkasi Ikan I. Bina Tjipta, Bandung

Sistina, Yulia. 2000. Biologi Reproduksi. Fakultas Biologi Unsoed, Purwokerto.

Soeminto. 1993. Dasar – dasar Embriologi. Fakultas Biologi Unsoed, Purwokerto.

Page 20: Analisis Sperma Hap2

Toelihere, M. R. 1975. Phisiology of Reproduction and Artificial Insemination of Water Buffaloes. Food and fertilizer technology center for the Asian and Pasific Region ( ASPAC). 116 Huai Ning Street Taipei Taiwan, Replubic of China

Wernick, A. C., T. N. Meacham, T. J. Cunha, P. E. Ringgins, J. F. Hentges Jr. & R.L. Shirley. 1961. Effect of Source and Level of Nitrogen on Semen Production and Libido in Rams, Proc. IV. Internat. Congr. On Anim. Reprod., Hague.

Yatim, Wildan. 1984. Embriologi untuk Mahasiswa Biologi dan Kedokteran. Tarsito, Bandung.