analisis sistem pemeliharaan dengan konsep lean
TRANSCRIPT
ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN MAINTENANCE
PADA INDUSTRI OTOMOTIF (STUDI KASUS PT.TVS)
Oleh Muh.Zarkasyi
NIM. 004201105113
Skripsi ini diajukan kepada Fakultas Teknik President University untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik
guna mencapai gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Industri
2014
ii
DAFTAR ISTILAH
ACED : Acrylic Cathodic Electrical Deposition yaitu metoda pengecatan
dengan menggunakan cat jenis acrylic dengan cara dicelup yang
dialiri arus listrik.
Effective : Tepat sasaran
Efficient : Penggunaan biaya terendah.
HMI : Human-Machine Interface yaitu suatu alat yang berfungsi untuk
menjembatani hubungan antara manusia dengan mesin.
GUI : Graphical User Interface yaitu suatu alat yang berfungsi untuk
menjembatani hubungan antara manusia dengan mesin dengan
visualisasi gambar.
DR : Dry Running yaitu suatu alat beroperasi tanpa beban.
DI water : Deionisasi Water yaitu air yang sudah mengandung ion positive
atau negative atau lebih dikenal dengan demin water.
ED paint : Electrical Depostion Paint yaitu metoda pengecatan dengan
bantuan energy listrik.
FMEA : Failure Mode and Effect Analysis yaitu mencari penyebab
terjadinya ketidakefisienan dan ketidakekonomisan, mengkoreksi
penyebab kegagalan.
MTTF : Mean Time Between Failures rata-rata jarak waktu antar
kerusakan.
MTTR : Mean Time To Repair yaitu rata-rata tingkat penyelesaian
masalah.
RCM : Releability Centered Maintenance
PTI : Predictive Testing and Inspection
FIA : Failed Item Analysis
FIFO : First In First Out yaitu metoda penggunaan material yang datang
lebih awal berarti digunakan dengan lebih awal pula.
IDM : Indirect Material yaitu material pendukung yang digunakan pada
saat proses produksi berlangsung.
iii
VSMM : Value Stream Maintenance Mapping
RCA : Root Cause Analysis
PDCA : Plan Do Check Action yaitu tahap-tahap penyelesaian masalah
metoda deming.
RO : Reverse Osmosis yaitu sistem filterisasi dengan osmosis yang
terbalik.
UF modul : Ultra Filtration Module yaitu filter pemisah pigment dengan
anolyt.
v
ABSTRAK
PT TVS Motor Company Indonesia merupakan salah satu perusahaan manufaktur
yang tergabung ke dalam perusahaan cooperate yaitu TVS Group. Perusahaan ini
terdapat beberapa unit mesin produksi yang berfungsi untuk membuat kendaraan
bermotor roda dua. Menghadapi persaingan pasar yang semakin ketat, sehingga
perusahaan dituntut untuk selalu menyesuaikan kondisi pasar yang sangat
fluktuatif memaksa para pengusaha bisnis untuk melakukan proses bisnisnya
dengan tingkat produktivitas dan efektivitas yang tinggi. PT. TVS Motor
Company Indonesia merupakan perusahaan yang memproduksi kendaraan roda
dua, dengan permintaan yang tinggi maka efficiency kegiatan maintenance sangat
diperhatikan, karena kegiatan maintenance akan mengeluarkan banyak biaya dan
akan menghentikan proses produksi. Proses produksi yang terhambat akan
menyebabkan penurunan jumlah output produski, serta kerugian finansial yang
ditimbulkan akibat berhentinya proses produksi tersebut. Dengan menggunakan
Value Stream Maintenance Mapping (VSMM) untuk menelusuri penyebab-
penyebab terjadinya waste pada aktivitas pemeliharaan yang selanjutnya akan
diperdalam dengan Root Cause Analysis (RCA) dan Why-Why Analysis untuk
merekomendasikan perbaikan dalam upaya menghilangkan waste tersebut. Dari
rekomendasi perbaikan yang telah dilakukan dapat mengurangi Maintenance
Lead Time sebesar 4410 menit, sehingga akan dapat meningkatkan efektivitas
peralatan / Equipment Effectiveness (E) sebesar 13.2% .
Kata Kunci : Lean Maintenance, Equipment Effectiveness (E), Value Stream Maintenace Mapping (VSMM), Root Cause Analysia (RCA), Why-Why Analysis
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
PT TVS Motor Company Indonesia merupakan salah satu perusahaan manufactur
yang tergabung ke dalam perusahaan cooperate yaitu TVS Group. Perusahaan ini
memproduksi kendaraan roda dua (motor) yang terdiri dari tipe motor sport,
bebek dan matic. Perusahaan tersebut merupakan perusahaan manufaktur yang
selalu ingin bersaing dengan perusahaan-perusahaan sejenis agar dapat
memenuhi kebutuhan pasar. Supaya dapat memenuhi tujuan tersebut, perusahaan
ini tentu juga menerapkan continuous improvement process disetiap proses
bisnisnya.
Aktivitas pemeliharaan merupakan aktivitas pendukung process produksi yang
terfokus pada tujuan untuk menghindari terjadi peralatan yang tidak berfungsi
sebagaimana mestinya dan memperbaiki mesin serta peralatan yang rusak atau
tidak dapat melakukan unjuk kerja dengan baik. Dalam kenyataannya, hampir di
semua perusahaan besar telah mempunyai departemen pemeliharaan sebagai
fungsi kerja yang terpisah dan didukung dengan suatu manajemen pemeliharaan
yang handal dan terstruktur. Namun di departemen pemeliharaan masih banyak
pula yang melakukan aktifitas pemeliharaan tanpa memperhatikan apakah
kegiatan-kegiatan yang dilakukan merupakan waste atau tidak. Biasanya di
banyak perusahaan yang lebih diutamakan adalah aplikasi konsep lean dalam
kegiatan produksi saja, tanpa memikirkan bahwa kegiatan pemeliharaan juga
perlu didekati dengan konsep lean agar dapat lebih mengoptimalkan pengurangan
waste pada suatu perusahaan.
PT. TVS Motor Company Indonesia saat ini telah menerapakan perawatan
terencana pada seluruh mesin produksinya untuk meningkatkan efektifitas dan
efisiensi untuk menghindari hal-hal yang dapat mengganggu jalannya proses
2
produksi. Sebagian hal yang dapat mengganggu proses produksi adalah aktivitas
perbaikan pada mesin. Karena pemeliharaan atau perbaikan dilakukan dengan
menghentikan proses produksi, sehingga hal tersebut akan mengganggu jalannya
produksi motor dan akan menimbulkan banyak kerugian apabila sistem
pemeliharaan di perusahaan ini tidak diatur secara efektif dan efisien.
Data perbaikan selama 2 (dua) tahun diketahui bahwa mesin Acrylic Cathodic
Electrical Deposition (ACED) mengalami kerusakan terbanyak dan waktu
penyelesaian perbaikan terlama, sebanyak 416 kali dengan total waktu 1214 jam.
Beberapa konsekuensi yang diakibatkan oleh perbaikan-perbaikan tersebut antara
lain, konsekuensi biaya yang meliputi biaya perbaikan peralatan, biaya
kehilangan produksi, biaya kehilangan material dalam proses, dan biaya tenaga
kerja untuk perbaikan itu sendiri, serta konsekuensi penurunan mutu produk
akibat berkurangnya keandalan suatu peralatan dalam unjuk kerjanya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, pembahasan dalam proses penelitian ini
adalah “Bagaimana meningkatkan efisiensi mesin Acrylic Cathodic Electrical
Deposition (ACED) agar maksimal dengan mengurangi waste yang terjadi pada
kegiatan pemeliharaan dan perbaikan mesin.”
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan melakukan penelitian di maintenance department ini adalah supaya dapat
menentukan cara untuk mengurangi waste dan lead time pada aktivitas perbaikan
dan perbaikan sehingga efektivitas pada Acrylic Cathodic Electrical Deposition
(ACED) meningkat.
1.4 Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan, tujuan penelitian dan
pembatasan masalah.
BAB II Tinjauan Pustaka
3
Bab ini berisi tentang kajian teoritis sebagai dasar rujukan dalam
kegitan pemeliharaan mesin.
BAB III Metodologi Penelitian
Tahapan-tahapan dalam melakukan suatu analisis dijelaskan dalam bab
ini.
BAB IV Data Dan Analisis
Pengamatan data diproses dan dianalisis pada bab ini. Hasil analisis
diharapkan mampu memberikan masukan mengenai mengendalikan
spare part yang benar.
BAB V Simpulan dan Saran
Bab ini memberikan simpulan hasil dari penelitian.
.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Produksi
Perkembangan peradaban manusia menimbulkan adanya perkembangan
teknologi yang terarah kepada teknologi canggih pada akhir-akhir ini, dan adanya
peningkatan kebutuhan dan keinginan manusia dalam jumlah, variasi macamnya
dan tingkat mutunya. Perkembangan ini menimbulkan tantangan untuk
memenuhinya dengan meningkatkan, menyediakan atau menghasilkannya.
Peningkatan kemampuan penyediaan atau produksi barang dan jasa yang
dibutuhkan manusia merupakan usaha yang harus dilakukan oleh perusahaan atau
organisasi untuk dapat memenuhi permintaan untuk kebutuhan-kebutuhan
tersebut secara efisien dan efektif. Usaha-usaha dilakukan agar dapat mencapai
hasil sesuai yang direncanakan dan tingkat keuntungan yang diharapkan serta
dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan dan perkembangan organisasi
perusahaan.
Barang yang siap untuk dipasarkan sebenarnya terlebih dahulu harus dihasilkan
atau diproduksikan. Kegiatan untuk memproduksi atau menghasilkan barang
tersebut, merupakan kegiatan untuk menambah kegunaan dari masukan (input)
menjadi keluaran (output). Dalam kegiatan untuk menambah kegunaan itu
dibutuhkan sistem produksi dan operasi, sehingga dimungkinkan dilakukannya
pentranformasian masukan yang berupa peralatan (Mesin), tenaga (Man), dan
bahan baku (Material) sebagai faktor – faktor produksi, diolah atau di
integrasikan dengan proses teknologi (Metode) tertentu untuk menghasilkan
keluaran (output) dalam jumlah yang ditargetkan oleh perusahaan, serta
dipengaruhi oleh lingkungan kerja yang memotivasi para pekerja. Secara umum,
kegiatan produksi merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan
penciptaan/pembuatan barang, melalui proses transformasi dari masukan sumber
daya produksi menjadi keluaran yang diinginkan.
5
Proses transformasi atau kegiatan operasi merupakan bagian dari kegiatan
organisasi yang melakukan proses dari masukan (input) menjadi keluaran
(output). Masukan berupa semua sumber daya yang diperlukan misalnya bahan
baku (Material), peralatan (Mesin), sedangkan keluaran berupa barang jadi
(Prasetya, H. dan F. Lukiastuti, 2009), seperti pada gambar 2.1 berikut :
Gambar 2.1 Skema proses transformasi (Sumber: Prasetya, H. dan F. Lukiastuti, 2009 )
Kegiatan umpan balik dilakukan dengan melakukan pengecekan pada beberapa
titik kunci dan membandingkannya dengan standar yang telah ditetapkan.
Apabila terjadi perbedaan antara hasil (keluaran) dan standar maka dilakukan
tindakan koreksi, yang berupa perbaikan dalam komponen masukan atau dalam
proses produksi sehingga keluarannya dapat sesuai dengan yang diharapkan.
2.2 Pengertian Menegemen
Menurut Robbins, Stephen dan Mary coulter, (2007) mendefenisikan manajemen
sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkordinasian, dan
pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara effective dan
efisien. Effective berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan,
sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar,
terorginisir, dan sesuai dengan jadwal. Manajemen berasal dari kata kerja To
6
Manage berarti control. Dalam bahasa Indonesia dapat diartikan mengendalikan,
menangani atau mengelola. Selanjutnya kata benda manajemen atau management
dapat mempunyai berbagai arti. (Herusito, 2001). Manajemen belum memiliki
definisi yang mapan dan bisa diterima secara universal. Mary Parker follet,
misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjan
melalui orang lain. Menurut Pangestu Subagyo, (2000) manajemen adalah
tindakan untuk mencapai tujuan yang dilakukan dengan mengkoordinasi kegiatan
orang lain fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan manajemen yang meliputi
perencanaan, staffing, koordinasi pengarahan dan pengawasan. Kemudian
pengertian manajemen menurut Pamela S. Lewis, Stephen H. Goodman dan
Patricia m. Fondt (2004) dalam bukunya “management: challenges For
tomorrow’s Leaders”, yaitu : “management is the process of administering and
coordinating resources effectively and efficiently in an effort to achieve the goals
of organitation ”. Manajemen merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan
oleh suatu perusahaan dalam mengatur seluruh sumber daya yang dimilikinya
agar dapat dikelola secara effective dan efisien untuk mencapai tujuan perusahaan
tersebut. Sedangkan Menurut Thomas S, Batemen, Scott A, Snell, (2007)
manajemen adalah proses bekerja dengan orang-orang dan sumber-sumber daya
untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Manajemen sebagai suatu proses,
melihat bagaimana cara orang untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan
terlebih dahulu. Manajemen merupakan kerjasama dengan orang-orang untuk
menentukan, menginterpretasikan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan
pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), pengarahan (actuating), dan pengawasan (controlling) (ritha F,
2003).
Jadi, dari beberapa pendapat di atas bahwa pengertian manajemen dapat
disimpulkan bahwa manajemen adalah seni dalam suatu pekerjaan untuk
mencapai suatu tujuan perusahaan secara effective dan efisien dengan
menggunakan sumber daya-sumber daya yang dimiliki dengan pelaksanaan
fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
pengarahan (actuating), dan pengawasan (controlling).
7
2.3 Pemeliharaan (Maintenance)
2.3.1 Defenisi Pemeliharaan
Pemeliharaan mesin merupakan hal yang sering dipermasalahkan antara bagian
pemeliharaan dan bagian produksi. Karena bagian pemeliharaan dianggap yang
memboroskan biaya, sedang bagian produksi merasa yang merusakkan tetapi
juga yang membuat uang (Soemarno, 2008). Pada umumnya sebuah produk yang
dihasilkan oleh manusia, tidak ada yang tidak mungkin rusak, tetapi usia
penggunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan perbaikan yang dikenal
dengan pemeliharaan (Corder,A.dan K. Hadi, 1992). Oleh karena itu, sangat
dibutuhkan kegiatan pemeliharaan yang meliputi kegiatan pemeliharaan dan
perawatan mesin yang digunakan dalam proses produksi. Penjelasan pada gambar
2.2 memaparkan bahwa kemampuan sebuah mesin akan menurun drastis jika
tanpa perawatan dan akan turun secara bertahap jika dilakukan perawatan.
Gambar 2.2 Penurunan kemampuan mesin
(Sumber: Corder, A.,1992)
Pemeliharaan adalah suatu kobinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk
menjaga suatu barang, atau memperbaikinya sampai suatu kondisi yang bisa
diterima (Corder, A. dan K. Hadi, 1992). Untuk Pengertian Pemeliharaan lebih
jelas adalah tindakan merawat mesin atau peralatan pabrik dengan
memperbaharui umur masa pakai dari kegagalan/kerusakan mesin. (Setiawan
F.D, 2008). Setelah mencapai titik kemampuan terendah, mesin harus dikoreksi
lagi untuk mengembalikan mesin kepada kondisi yang bisa diterima oleh
8
pengguna. Periode pengembalian kondisi yang bisa diterima diperlihatkan
seperti pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Langkah koreksi untuk mengembalikan kemampuan mesin.
(Sumber: Corder, A., 1992)
Menurut Jay Heizer dan Barry Render, (2001) dalam bukunya “operations
Management” pemeliharaan adalah : “all activities involved in keeping a system’s
equipment in working order”. Artinya: pemeliharaan adalah segala kegiatan yang
didalamnya adalah untuk menjaga sistem peralatan agar pekerjaan dapat sesuai
dengan pesanan. Menurut M.S Sehwarat dan J.S Narang, (2001) dalam bukunya
“Production Management” pemeliharaan (maintenance) adalah sebuah pekerjaan
yang dilakukan secara berurutan untuk menjaga atau memperbaiki fasilitas yang
ada sehingga sesuai dengan standar (sesuai dengan standar fungsional dan
kualitas).
Menurut Sofjan Assauri (2004) pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara
atau menjaga fasilitas (peralatan) pabrik dan mengadakan perbaikan atau
penyesuaian/penggantian yang diperlukan agar supaya terdapat suatu keadaan
operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan.
Sedangkan menurut Manahan P. Tampubolon, (2004), Pemeliharaan merupakan
semua aktivitas termasuk menjaga peralatan dan mesin selalu dapat
melaksanakan pesanan pekerjaan.
Dari beberapa pendapat di atas bahwa dapat disimpulkan bahwa kegiatan
pemeliharaan dilakukan untuk merawat ataupun memperbaiki peralatan
9
perusahaan agar dapat melaksanakan produksi dengan effective dan efisien sesuai
dengan pesanan yang telah direncanakan dengan hasil produk yang berkualitas.
2.3.2 Tujuan Pemeliharaan
Suatu kalimat yang perlu diketahui oleh bagian pemeliharaan dan bagian lainnya
bagi suatu pabrik bahwa pemeliharaan (maintenance) adalah murah sedangkan
perbaikan (repair) adalah mahal. (Setiawan F.D, 2008). Menurut Daryus A,
(2008) dalam bukunya manajemen pemeliharaan mesin tujuan pemeliharaan yang
utama dapat didefenisikan sebagai berikut:
1. Untuk memperpanjang kegunaan asset.
2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk
produksi dan mendapatkan laba investasi maksimum.
3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan
dalam keadaan darurat setiap waktu.
4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.
Sedangkan Menurut Sofyan Assauri, 2004, tujuan pemeliharaan yaitu:
1. Kemampuan produksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana
produksi.
2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang
dibutuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak
terganggu.
3. Untuk membantu mengurangi pemakaian dan penyimpangan yang di luar
batas dan menjaga modal yang di investasikan tersebut.
4. Untuk mencapai tingkat biaya pemeliharaan serendah mungkin, dengan
melaksanakan kegiatan pemeliharaan secara effective dan efisien.
5. Menghindari kegiatan pemeliharaan yang dapat membahayakan keselamatan
para pekerja.
6. Mengadakan suatu kerja sama yang erat dengan fungsi-fungsi utama lainnya
dari suatu perusahaan dalam rangka untuk mencapai tujuan utama perusahaan
yaitu tingkat keuntungan (return on investment) yang sebaik mungkin dan
total biaya yang terendah.
10
2.3.3 Fungsi Pemeliharaan
Menurut pendapat Agus Ahyari, (2002) fungsi pemeliharaan adalah agar dapat
memperpanjang umur ekonomis dari mesin dan peralatan produksi yang ada serta
mengusahakan agar mesin dan peralatan produksi tersebut selalu dalam keadaan
optimal dan siap pakai untuk pelaksanaan proses produksi. Keuntungan-
keuntungan yang akan diperoleh dengan adanya pemeliharaan yang baik terhadap
mesin, adalah sebagai berikut (Agus Ahyari, 2002):
1. Mesin dan peralatan produksi yang ada dalam perusahaan yang bersangkutan
akan dapat dipergunakan dalam jangka waktu panjang.
2. Pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan yang bersangkutan berjalan
dengan lancar.
3. Dapat menghindarkan diri atau dapat menekan sekecil mungkin terdapatnya
kemungkinan kerusakan-kerusakan berat dari mesin dan peralatan produksi
selama proses produksi berjalan.
4. Peralatan produksi yang digunakan dapat berjalan stabil dan baik, maka
proses dan pengendalian kualitas proses harus dilaksanakan dengan baik pula.
5. Dapat dihindarkannya kerusakan-kerusakan total dari mesin dan peralatan
produksi yang digunakan.
6. Apabila mesin dan peralatan produksi berjalan dengan baik, maka penyerapan
bahan baku dapat berjalan normal.
7. Dengan adanya kelancaran penggunaan mesin dan peralatan produksi dalam
perusahaan, maka pembebanan mesin dan peralatan produksi yang ada
semakin baik.
2.3.4 Kegiatan-kegiatan Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan dalam suatu perusahaan menurut Manahan P.
Tampubolon, 2004 meliputi berbagai kegiatan sebagai berikut:
1) Inspeksi (inspection)
Kegiatan ispeksi meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara berkala
dimana maksud kegiatan ini adalah untuk mengetahui apakah perusahaan selalu
mempunyai peralatan atau fasilitas produksi yang baik untuk menjamin
11
kelancaran proses produksi. Sehingga jika terjadinya kerusakan bisa segera
diadakan perbaikan yang diperlukan sesuai dengan laporan hasil inspeksi dan
berusaha untuk mencegah sebab-sebab timbulnya kerusakan dengan melihat
sebab-sebab kerusakan yang diperoleh dari hasil inspeksi.
2) Kegiatan teknik (Engineering)
Kegiatan ini meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli, dan
kegiatan-kegiatan pengembangan peralatan yang perlu diganti, serta melakukan
penelitian-penelitian terhadap kemungkinan pengembangan tersebut. Dalam
kegiatan inilah dilihat kemampuan untuk mengadakan perubahan-perubahan dan
perbaikan-perbaikan bagi perluasan dan kemajuan dari fasilitas atau peralatan
perusahaan. Oleh karena itu kegiatan teknik ini sangat diperlukan terutama
apabila dalam perbaikan mesin-mesin yang rusak tidak di dapatkan atau
diperoleh komponen yang sama dengan yang dibutuhkan.
3) Kegiatan produksi (Production)
Kegiatan ini merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya, yaitu
memperbaiki dan mereparasi mesin-mesin dan peralatan. Lebih jelasnya adalah
melaksanakan pekerjaan yang disarakan atau yang diusulkan dalam kegiatan
inspeksi dan teknik, melaksanakan kegiatan service dan pelumasan (lubrication).
Kegiatan produksi ini dimaksudkan untuk pemeliharaan, untuk itu diperlukan
usaha-usaha perbaikan segera jika terdapat kerusakan pada peralatan.
4) Kegiatan administrasi (Clerical Work)
Pekerjaan administrasi ini merupakan kegiatan yang berhubungan dengan
pencatatan-pencatatan mengenai biaya-biaya yang terjadi dalam melakukan
pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan dan biaya-biaya yang berhubungan dengan
kegiatan pemeliharaan, komponen (spareparts) yang di butuhkan, laporan
kemajuan (progress report) tentang apa yang telah dikerjakan. waktu
dilakukannya inspeksi dan perbaikan, serta lamanya perbaikan tersebut,
komponen (spareparts) yag tersedia di bagian pemiliharaan. Jadi dalam
pencatatan ini termasuk penyusunan planning dan scheduling, yaitu rencana
12
kapan suatu mesin harus dicek atau diperiksa, dilumasi atau di service dan di
reparasi.
5) Pemeliharaan Bangunan (housekeeping)
Kegiatan ini merupakan kegiatan untuk menjaga agar bangunan gedung tetap
terpelihara dan terjamin kebersihannya.
2.3.5 Masalah Efisiensi pada Pemeliharaan
Menurut Manahan P. Tampubolon, 2004 dan Sofyan Assauri, 2004. Dalam
melaksanakan kegiatan pemeliharaan terdapat 2 (dua) persoalan yang dihadapi
oleh suatu perusahaan yaitu persoalan teknis dan persoalan ekonomis.
2.3.5.1 Persoalan Teknis
Dalam kegiatan pemeliharaan suatu perusahaan merupakan persoalan yang
menyangkut usaha-usaha untuk menghilangkan kemungkinan–kemungkinan
yang menimbulkan kemacetan yang disebabkan karena kondisi fasilitas produksi
yang tidak baik. Tujuan untuk mengatasi persoalan teknis ini adalah untuk dapat
menjaga atau menjamin agar produksi perusahaan dapat berjalan dengan lancar.
Maka dalam persoalan teknis perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1. Tindakan apa yang harus dilakukan untuk memelihara atau merawat peralatan
yang ada, dan untuk memperbaiki atau mereparasi mesin-mesin atau peralatan
yang rusak.
2. Alat-alat atau komponen-komponen apa yang dibutuhkan dan harus disediakan
agar tindakan-tindakan pada bagian pertama diatas dapat dilakukan. Jadi, dalam
persoalan teknis ini adalah bagaimana cara perusahaan agar dapat mencegah
ataupun mengatasi kerusakan mesin yang mungkin saja dapat terjadi, sehingga
dapat mengganggu kelancaran proses produksi.
2.3.5.2 Persoalan Ekonomis
Dalam melaksanakan kegiatan pemeliharaan disamping persoalaan teknis,
ditemui pula persoalan ekonomis. Persoalan ini menyangkut bagaimana usaha
yang harus dilakukan agar kegiatan pemeliharaan yang dibutuhkan secar teknis
13
dapat dilakukan secar efisien. Jadi yang ditekankan pada persoalan ekonomis
adalah bagaimana melakukan kegiatan pemeliharaan agar efisien, dengan
memperhatikan besarnya biaya yang terjadi dan tentunya alternative tindakan
yang dipilih untuk dilaksanakan adalah yang menguntungkan perusahaan.
Adapun biaya-biaya yang terdapat dalam kegiatan pemeliharaan adalah biaya-
biaya pengecekan, biaya penyetelan, biaya service, biaya penyesuaian, dan biaya
perbaikan atau reparasi. Perbandingan biaya yang perlu dilakukan antara lain
untuk menentukan:
1. Pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) atau pemeliharaan
korektif (Corrective maintenance) saja. Dalam hal ini biaya-biaya yang perlu
diperbandingkan adalah:
a. Jumlah biaya-biaya perbaikan yang diperlukan akibat kerusakan yang
terjadi karena tidak adanya pemeliharaan pencegahan (preventive
maintenance), dengan jumlah biaya-biaya pemeliharaan dan perbaikan
yang diperlukan akibat kerusakan yang terjadi walaupun telah diadakan
pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance), dalam jangka waktu
tertentu.
b. Jumlah biaya-biaya pemeliharaan dan perbaikan yang akan dilakukan
terhadap suatu peralatan dengan harga peralatan tersebut.
c. Jumlah biaya-biaya pemeliharaan dan perbaikan yang dibutuhkan oleh
suatu peralatan dengan jumlah kerugian yang akan di hadapi apabila
peralatan tersebut rusak dalam operasi produksi.
2. Peralatan yang rusak diperbaiki dalam perusahaan atau di luar perusahaan.
Dalam hal ini biaya-biaya yang perlu diperbandingkan adalah jumlah biaya
yang akan dikeluarkan untuk memperbaiki peralatan tersebut di bengkel
perusahan sendiri dengan jumlah biaya perbaikan tersebut di bengkel
perusahaan lain. Disamping perbandingan kualitas dan lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk pengerjaannya.
3. Peralatan yang rusak diperbaiki atau diganti. Dalam hal ini biaya-biaya perlu
diperbandingkan adalah:
a. Jumlah biaya perbaikan dengan harga pasar atau nilai dari peralatan
tersebut.
14
b. Jumlah biaya perbaikan dengan harga peralatan yang sama di pasar.
Dari keterangan di atas, dapatlah diketahui bahwa walaupun secara teknis
pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) penting dan perlu dilakukan
untuk menjamin bekerjanya suatu mesin atau peralatan. Akan tetapi secara
ekonomis belum tentu selamanya pemeliharaan pencegahan (preventive
maintenance) yang terbaik dan perlu diadakan untuk setiap mesin atau peralatan.
Hal ini karena dalam menentukan mana yang terbaik secara ekonomis. Apakah
pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) ataukah pemeliharaan
korektif (Corrective Maintenance) saja. Harus dilihat faktor-faktor dan jumlah
biaya yang akan terjadi.
Disamping itu harus pula dilihat, apakah mesin atau peralatan itu merupakan
strategic point atau critical unit dalam proses produksi ataukah tidak, jika mesin
atau peralatan tersebut merupakan strategic point atau critical unit, maka
sebaiknya di adakan pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) untuk
mesin atau peralatan itu. Hal ini dikarenakan apabila terjadi kerusakan yang tidak
dapat diperkirakan, maka akan mengganggu seluruh rencana produksi.
2.3.6 Jenis-jenis Pemeliharaan
Secara umum, ditinjau dari saat pelaksanaan Pekerjaan pemeliharaan
dikategorikan dalam dua cara (Corder, A. dan K. Hadi, (1992), yaitu:
1. Pemeliharaan terencana (planned maintenance).
2. Pemeliharaan tak terencana (unplanned maintenance).
2.3.6.1 Pemeliharaan Terencana (Planned Maintenance)
Pemeliharaan terencana adalah pemeliharaan yang dilakukan secara terorginisir
untuk mengantisipasi kerusakan peralatan di waktu yang akan datang,
pengendalian dan pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan
sebelumnya (Corder, Antony, K. Hadi, 1992). Menurut Corder, Antony, K. Hadi,
(1992) pemeliharaan terencana dibagi menjadi dua aktivitas utama yaitu:
a) Pemeliharaan pencegahan (Preventive Maintenance).
b) Pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance).
15
2.3.6.1.1 Pemeliharaan Pencegahan (Preventive Maintenance)
Pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) adalah inspeksi periodic
untuk mendeteksi kondisi yang mungkin menyebabkan produksi berhenti atau
berkurangnya fungsi mesin dikombinasikan dengan pemeliharaan untuk
menghilangkan, mengendalikan, kondisi tersebut dan mengembalikan mesin ke
kondisi semula atau dengan kata lain deteksi dan penanganan dini kondisi
abnormal mesin sebelum kondisi tersebut menyebabkan cacat atau kerugian.
(Setiawan F.D, 2008). Menurut Jay Heizer dan Barry Render, (2001) dalam
bukunya “Operations Management” preventive maintenance adalah : “A plan
that involves routine inspections, servicing, and keeping facilities in good repair
to prevent failure”. Artinya preventive maintenance adalah sebuah perencanaan
yang memerlukan inspeksi rutin, pemeliharaan dan menjaga agar fasilitas dalam
keadaan baik sehingga tidak terjadi kerusakan di masa yang akan datang. Ruang
lingkup pekerjaan preventive antara lain inspeksi, perbaikan kecil, pelumasan dan
penyetelan, sehingga peralatan atau mesin-mesin selama beroperasi terhindar dari
kerusakan. (Daryus A, 2007).
Menurut Dhillon B.S, (2006) dalam bukunya “maintainability, maintenance, and
reliability for engineers” ada 7 elemen dari pemeliharaan pencegahan (preventive
maintenance) yaitu:
1. Inspeksi:
Memeriksa secara berkala (periodic) bagian-bagian tertentu untuk dapat
dipakai dengan membandingkan fisiknya, mesin, listrik, dan karakteristik lain
untuk standar yang pasti.
2. Kalibrasi:
Mendeteksi dan menyesuaikan setiap perbedaan dalam akurasi untuk material
atau parameter perbandingan untuk standar yang pasti.
3. Pengujian:
Pengujian secara berkala (periodic) untuk dapat menentukan pemakaian dan
mendeteksi kerusakan mesin dan listrik.
4. Penyesuaian:
16
Membuat penyesuaian secara periodik untuk unsur variabel tertentu untuk
mencapai kinerja yang optimal.
5. Servicing:
Pelumasan secara periodik, pengisian, pembersihan, dan seterusnya, bahan
atau barang untuk mencegah terjadinya dari kegagalan baru jadi.
6. Instalasi:
Mengganti secara berkala batas pemakaian barang atau siklus waktu
pemakaian atau memakai untuk mempertahankan tingkat toleransi yang
ditentukan.
7. Alignment:
Membuat perubahan salah satu barang yang ditentukan elemen variable untuk
mencapai kinerja yang optimal.
Preventive maintenance atau pemeliharaan pencegahan merupakan suatu metode
pemeliharaan yang bertujuan untuk mengurangi terjadinya gangguan pada
operasional sekecil mungkin. Konsep preventive maintenance memiliki banyak
pengertian. Secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu program
pemeliharaan yang dapat dilaksanakan untuk mengurangi atau menghindari
kegiatan-kegiatan yang bersifat corrective dan breakdown maintenance.
Kegiatan yang dilakukan dalam pemeliharaan preventive adalah rangkaian
aktifitas yang bersifat pemeriksaan atau inspeksi yang dilakukan secara berkala
dengan tujuan mencegah agar peralatan atau mesin yang dimiliki tidak
mengalami kegagalan fungsi atau kerusakan yang mengakibatkan adanya
gangguan terhadap proses produksi atau operasional suatu kegiatan usaha.
Pada awalnya kegiatan pemeliharaan hanya dilakukan pada saat mesin
mengalami gangguan inspeksi saja yang kemudian dikenal sebagai breakdown
maintenance. Namun kemudian teknik pemeliharaan semakin berkembang
dengan adanya preventive maintenance yang mengandalkan inspeksi sebagai
senjata ampuh untuk menekan terjadinya breakdown. Dengan demikian dalam
perencanaan maupun operasinya dititikberatkan pada proses.
17
Kegiatan inspeksi berdasarkan periode waktu tertentu, pelaksanaan menjadi lebih
mudah dikarenakan mengacu pada jadwal inspeksi untuk melihat gejala
kerusakan yang ada. Inspeksi direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak
terlalu sedikit namun juga tidak berlebihan serta dilakukan secara berkala seperti
halnya membersihkan dan mengganti sukucadang. Kegiatan inspeksi merupakan
kegiatan kunci pada preventive maintenance. Sekalipun hal tersebut telah ada di
dalam buku petunjuk perawatan (Manual book) namun itu hanya merupakan
patokan saja. Hal ini disebabkan adanya perbedaan satu sama lain baik kondisi
kerja maupun lingkungan mesin/alat tersebut sekalipun tipe dan spesifikasinya
sama. Mesin/alat yang pemakaiannya terputus-putus lebih banyak memerlukan
inspeksi dibandingkan dengan mesin/alat yang dipakai secara terus-menerus.
Dalam hal ini teknisi merupakan orang yang paling memahami bagaimana cara
mengambil nilai yang tepat berdasarkan buku petunjuk perawatan dan
pengalaman yang dimilikinya.
Suatu program preventive maintenance yang komprehensif akan melakukan
evaluasi secara teratur terhadap peralatan, mesin atau sistem-sistem yang sangat
penting untuk mendeteksi permasalahan yang mungkin muncul serta pekerjaan
perawatan yang bersifat segera atau darurat yang dapat menghindari terjadinya
penurunan kondisi pada saat beroperasi.
Seluruh kegiatan preventive maintenance dapat digolongkan ke dalam empat
periode pekerjaan, antara lain :
1. Perencanaan (Planning)
Rencana kegiatan perawatan disusun dalam apa yang disebut program
perawatan tahunan yang kemudian akan lebih dirinci dalam periode
mingguan.
2. Pelaksanaan (Action) Pelaksanaan preventive maintenance mengutamakan
hasil inspeksi maupun perbaikan yang dituangkan dalam bentuk laporan
inspeksi. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisa untuk kebijaksanaan
yang tepat di waktu yang akan datang.
3. Evaluasi dan Analisa (Evaluation and Analyze)
18
Evaluasi dan analisa merupakan pengolahan data yang didapat sebagai hasil
pelaksanaan rencana kegiatan yang telah disusun sebelumnya.
4. Tindak lanjut (Improvement)
Tindak lanjut merupakan upaya perbaikan rencana kegiatan setelah diperoleh
hasil-hasil evaluasi dan analisa.
Hal yang utama dalam kegiatan preventive maintenance adalah bagaimana
menyusun suatu rencana kegiatan yang akan menjadi acuan selama periode
tertentu. Semua kegiatan akan didasarkan pada rencana ini yang terdiri dari
rencana jangka panjang dan rencana jangka pendek. Rencana jangka panjang
berupa program tahunan dan rencana jangka pendek berupa program mingguan.
Program mingguan itu sendiri merupakan penjabaran dari program tahunan
dengan penyesuaian pada kondisi pelaksanaan di lapangan. Program tersebut
harus mampu dijalankan secara konsisten namun tetap tidak boleh kaku dan
memungkinkan untuk terjadinya penyesuaian-penyesuaian kecil.
Ciri yang tampak pada metode preventive maintenance adalah pada perencanaan
yang menjadi acuan untuk suksesnya metode ini. Perencanaan itu sendiri
merupakan salah satu tahap penerapan metode preventive maintenance.
Sekalipun kegiatan perawatan ini memiliki sifat fleksibel dalam waktu namun
penundaan kegiatan preventive maintenance sama artinya dengan mengundang
breakdown.
Langkah-langkah yang harus ditempuh mengikuti prosedur sebagaimana
dijelaskan sebagai berikut :
1. Kumpulkan semua informasi pemeliharaan.
2. Buatlah standar pemeliharaan alat.
3. Susunlah prosedur kerja pemeliharaan.
4. Plot kedalam program tahunan.
Gambar 2.4 menerangkan sejarah perkembangan strategi maintenance dari
generasi I sampai generasi III yang masih dipertahankan sampai saat ini.
19
Gambar 2.4 Perkembangan Strategi Maintenance
(Sumber; Corder, A., 1992 )
2.3.6.1.2 Pemeliharaan Korektif (Corrective Maintenance)
Pemeliharaan secara korektif (corrective maintenance) adalah pemeliharaan yang
dilakukan secara berulang atau pemeliharaan yang dilakukan untuk memperbaiki
suatu bagian (termasuk penyetelan dan reparasi) yang telah terhenti untuk
memenuhi suatu kondisi yang bisa diterima. (Corder, A. dan K. Hadi, 1992).
Pemeliharaan ini meliputi reparasi minor, terutama untuk rencana jangka pendek,
yang mungkin timbul diantara pemeriksaan, juga overhaul terencana. Menurut
Jay Heizer dan Barry Reder, 2001 pemeliharaan korektif (Corrective
Maintenance) adalah “Remedial maintenance that occurs when equipment fails
and must be repaired on an emergency or priority basis”. Pemeliharaan ulang
yang terjadi akibat peralatan yang rusak dan harus segera diperbaiki karena
keadaan darurat atau karena merupakan sebuah prioritas utama. Menurut Dhillon
B.S, (2006) biasanya, pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance) adalah
pemeliharaan yang tidak direncanakan, tindakan yang memerlukan perhatian
lebih yang harus ditambahkan, terintegrasi, atau menggantikan pekerjaan telah
dijadwalkan sebelumnya. Dengan demikian, dalam pemeliharaan terencana yang
harus diperhatikan adalah jadwal operasi pabrik, perencanaan pemeliharaan,
sasaran perencanaan pemeliharaan, faktor-faktor yang diperhatikan dalam
perencanaan pekerjaan pemeliharaan, sistem organisasi untuk perencanaan yang
effective, dan estimasi pekerjaan. ( Daryus A, 2007). Jadi, pemeliharaan terencana
merupakan pemakaian yang paling tepat mengurangi keadaan darurat dan waktu
nganggur mesin. Adapun keuntungan lainya yaitu:
1. Pengurangan pemeliharaan darurat.
2. Pengurangan waktu nganggur.
20
3. Menaikkan ketersediaan (availability) untuk produksi.
4. Meningkatkan penggunaan tenaga kerja untuk pemeliharaan dan produksi.
5. Memperpanjang waktu antara overhaul.
6. Pengurangan penggantian suku cadang, membantu pengendalian sediaan.
7. Meningkatkan efisiensi mesin.
8. Memberikan pengendalian anggaran dan biaya yang bisa diandalkan.
9. Memberikan informasi untuk pertimbangan penggantian mesin.
2.3.6.2 Pemeliharaan Tak Terencana (Unplanned Maintenance)
Pemeliharaan tak terencana adalah yaitu pemeliharaan darurat, yang
didefenisikan sebagai pemeliharaan dimana perlu segera dilaksanakan tindakan
untuk mencegah akibat yang serius, misalnya hilangnya produksi, kerusakan
besar pada peralatan, atau untuk keselamatan kerja. (Corder, Antony, K. Hadi,
1992). Pada umumya sistem pemeliharaan merupakan metode tak terencana,
dimana peralatan yang digunakan dibiarkan atau tanpa disengaja rusak hingga
akhirnya peralatan tersebut akan digunakan kembali maka diperlukannya
perbaikan atau pemeliharaan. Secara skematik dapat dilihat sesuai diagram alir
proses suatu perusahaan untuk sistem pemeliharaan dibawah ini gambar 2.5.
Gambar 2.5 Sistem Maintenance di perusahaan
(Sumber: Corder, A., 1992)
2.3.6.3 Predictive Maintenance
Berbeda halnya dengan Preventive maintenance, aktivitas pekerjaan pada
predictive maintenance biasanya menggunakan alat-alat diagnostik untuk
memonitor dan mendiagnosa kondisi mesin saat beroperasi. Kegiatan
21
pemeliharaan dalam predictive maintenance yang mengacu pada “Conditional
Based Maintenance (CBM)” lebih ditentukan oleh kondisi aktual alat dan bukan
oleh jadual pemeliharaan.
Predictive maintenance bisa didefinisikan sebagai beberapa inspeksi yang
dijalankan dengan menggunakan alat berteknologi tinggi yang digunakan untuk
meramalkan kapan kemungkinan akan terjadinya kegagalan fungsi. Alat tersebut
dapat memberikan manfaat dan memberikan kita lebih banyak waktu untuk terjun
dan terlibat langsung sebelum terjadi kegagalan.
Predictive maintenance relatif baru digunakan secara umum. Mengetahui adanya
suatu perubahan dari kondisi fisik merupakan alasan dasar untuk dilakukannya
aktivitas perawatan, Sesuatu yang logis untuk mempertimbangkan penggunaan
alat monitoring, alat ukur terutama untuk menentukan perubahan-perubahan yang
significant. Untuk mesin atau alat yang bekerja secara tetap, terjadinya gangguan
pada peralatan bisa dideteksi sebelumnya dengan cara mengamati data yang ada
pada riwayat alat. Cara lain adalah menempatkan alat monitor getaran untuk
mengetahui perubahan pola getaran mesin/alat tersebut. Dengan cara itu masih
terdapat waktu yang cukup untuk melakukan persiapan sebelum kerusakan
sesungguhnya terjadi.
Hasil keluaran dari program predictive maintenance adalah berupa data dan dapat
digunakan untuk lebih dari sekedar pengukuran kondisi operasi dari mesin-mesin
yang sangat penting. Namun demikian tanpa adanya komitmen dan dukungan
yang kuat dari top management serta kerjasama yang luas dari seluruh fungsi
yang ada, sebuah program predictive maintenance yang dijalankan tidak akan
berarti apa-apa terlebih untuk mengubah rendahnya kinerja atau performance dari
suatu organisasi.
2.4 Penerapan Pemeliharaan Mesin
Menurut Daryus A, (2007) dalam bukunya Manajemen pemeliharaan mesin
membagi pemeliharaan menjadi:
22
1. Pemeliharaan pencegahan (Preventive Maintenance)
Pemeliharaan pencegahan adalah pemeliharaan yang dibertujuan untuk
mencegah terjadinya kerusakan, atau cara pemeliharaan yang direncanakan
untuk pencegahan.
2. Pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance)
Pemeliharaan korektif adalah pekerjaan pemeliharaan yang dilakukan untuk
memperbaiki dan meningkatkan kondisi fasilitas/peralatan sehingga mencapai
standar yang dapat di terima. Dalam perbaikan dapat dilakukan peningkatan-
peningkatan sedemikian rupa, seperti melakukan perubahan atau modifikasi
rancangan agar peralatan menjadi lebih baik.
3. Pemeliharaan berjalan (Running Maintenance)
Pemeliharaan berjalan dilakukan ketika fasilitas atau peralatan dalam keadaan
bekerja. Pemeliharan berjalan diterapkan pada peralatan-peralatan yang harus
beroperasi terus dalam melayani proses produksi.
4. Pemeliharaan prediktif (Predictive Maintenance)
Pemeliharaan prediktif ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya perubahan
atau kelainan dalam kondisi fisik maupun fungsi dari system peralatan.
Biasanya pemeliharaan prediktif dilakukan dengan bantuan panca indra atau
alat-alat monitor yang canggih.
5. Pemeliharaan setelah terjadi kerusakan (Breakdown Maintenance)
Pekerjaan pemeliharaan ini dilakukan ketika terjadinya kerusakan pada
peralatan, dan untuk memperbaikinya harus disiapkan suku cadang, alat-alat
dan tenaga kerjanya.
6. Pemeliharaan Darurat (Emergency Maintenance)
Pemeliharan darurat adalah pekerjaan pemeliharaan yang harus segera
dilakukan karena terjadi kemacetan atau kerusakan yang tidak terduga.
7. Pemeliharaan berhenti (shutdown maintenance)
Pemeliharaan berhenti adalah pemeliharaan yang hanya dilakukan selama
mesin tersebut berhenti beroperasi.
8. Pemeliharaan rutin (routine maintenance)
Pemeliharaan rutin adalah pemeliharaan yang dilaksanakan secara rutin atau
terus menerus.
23
9. Design out maintenance adalah merancang ulang peralatan untuk
menghilangkan sumber penyebab kegagalan dan menghasilkan model
kegagalan yang tidak lagi atau lebih sedikit membutuhkan maintenance.
Gambar 2.6 Adalah rangkuman struktur hirarki dari jenis strategi maintenance.
Gambar 2.6 Strategi Maintenance
(Sumber: Corder, A., 1992)
2.4.1 Hubungan Pemeliharaan Dengan Proses Produksi
Pemeliharaan menyangkut juga terhadap proses produksi sehari-hari dalam
menjaga agar seluruh fasilitas dan peralatan perusahaan tetap berada pada kondisi
yang baik dan siap selalu untuk digunakan. Kegiatan hendaknya tidak
mengganggu jadwal produksi. Menurut Sofjan Assauri (2004) agar proses
produksi berjalan dengan lancar, maka kegiatan pemeliharaan yang harus dijaga
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
24
1. Menambah jumlah peralatan dan perbaikan para pekerja bagian
pemeliharaan,dengan demikian akan di dapat waktu rata-rata kerusakan dari
mesin yang lebih kecil.
2. Menggunakan pemeliharaan pencegahan, karena dengan cara ini dapat
mengganti parts yang sudah dalam keadaan kritis sebelum rusak.
3. Diadakannya suatu cadangan di dalam suatu system produksi pada tingkat
kritis, sehingga mempunyai suatu tempat parallel apabila terjadi kerusakan
mendadak. Dengan adanya cadangan ini, tentu akan berarti adanya kelebihan
kapasitas terutama untuk tingkat kritis tersebut, sehingga jika ada mesin yang
mengalami kerusakan, perusahaan dapat berjalan terus tanpa menimbulkan
adanya kerugian karena mesin-mesin menganggur.
4. Usaha-usaha untuk menjadikan para pekerja di bidang pemeliharaan ini
sebagai suatu komponen dari mesin-mesin yang ada, dan untuk menjadikan
mesin tersebut sebagai suatu komponen dari suatu system produksi secara
keseluruhan.
5. Mengadakan percobaan untuk menghubungkan tingkat-tingkat system
produksi lebih cermat dengan cara mengadakan suatu persediaan cadangan
diantara berbagai tingkat produksi yang ada, sehingga terdapat keadaan
dimana masing-masing tingkat tersebut tidak akan sangat tergantung dari
tingkat sebelumnya.
2.4.2 Hubungan Kegiatan Pemeliharaan Dengan Biaya
Tujuan utama manajemen produksi adalah mengelola penggunaan sumber daya
berupa faktor-faktor produksi yang tersedia baik berupa bahan baku, tenaga kerja,
mesin dan fasilitas produksi agar proses produksi berjalan dengan effective dan
efisien. Pada saat ini perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan
pemeliharaan harus mengeluarkan biaya pemeliharaan yang tidak sedikit.
Menurut Mulyadi (1999) dalam bukunya akuntansi biaya, biaya dari barang yang
diproduksi terdiri dari:
a. Direct Material Used (biaya bahan baku langsung yang digunakan).
b. Direct manufacturing Labor (biaya tenaga kerja langsung).
c. Manufacturing Overhead (biaya overhead pabrik).
25
Gambar 2.7 dibawah menjelaskan berbagai masalah yang dapat meninbulkan
kerugian perusahaan, hanya sebagian kecil saja yang bisa terlihat jelas. Sebagian
permasalahan harus digali untuk melihatnya.
Gambar 2.7 Fenomena gunung es Maintenance
(Sumber: Corder, A., 1992)
Permasalahan yang sering dihadapi seorang manajer produksi adalah bagaimana
menentukan untuk melakukan kebijakan pemeliharaan baik untuk pencegahan
maupun setelah terjadinya kerusakan, dari kebijakan itulah nantinya akan
mempengaruhi terhadap pembiayaan. Oleh karena itu, seorang manajer produksi
harus mengetahui hubungan kebijakan pemeliharaan dengan biaya yang
ditimbulkan sehingga tidak salah dalam mengambil kebijakan tentang
pemeliharaan. Gambar 2.8 dibawah ini diperlihatkan hubungan biaya
pemeliharaan pencegahan dan breakdown dengan total biaya.
26
Traditional View Maintenance
Full Cost View of Maintenance
Gambar 2.8 Hubungan Preventive Maintenance dan Breakdown Maintenance
dengan biaya (Sumber: Heizer, Jay and Render, Barry, 2001)
2.4.3 Manajemen Pemeliharaan Mesin
Manajemen Pemeliharaan adalah pendekatan yang teratur dan sistematis untuk
perencanaan, pengorganisasian, monitoring dan evaluasi kegiatan pemeliharaan
dan biaya. Sebuah sistem manajemen pemeliharaan yang baik digabungkan
dengan pengetahuan dan staf pemeliharaan mampu dapat mencegah masalah-
masalah kesehatan dan keselamatan dan kerusakan lingkungan; menghasilkan
aset lagi hidup dengan lebih sedikit gangguan dan mengakibatkan biaya operasi
yang lebih rendah dan kualitas hidup yang lebih tinggi. (Yee J, 2000).
Manajemen pemeliharaan adalah jenis strategi pemeliharaan, pemeliharaan
terencana dan tidak terencana, kerusakan, pencegahan dan pemeliharaan
prediktif. Perbandingan keuntungan dan kerugian. Keterbatasan, jadwal
pemeliharaan, manajemen penghematan bahan, mengontrol daftar barang-barang,
27
dan organisasi departemen pemeliharaan. Menurut Mobley, (2002) metode
pelaksanaan dari manajemen pemeliharaan ada dua jenis. Yaitu:
a) Run-to-failure,
Adalah manajemen teknik pengaktifan kembali yang menunggu mesin atau
peralatan rusak sebelum diambil tindakan pemeliharaan, yang mana sebenarnya
adalah “nomaintenance”. Metode ini merupakan manajemen pemeliharaan yang
paling mahal. Metode reaktif ini memaksa departemen manajemen pemeliharaan
untuk mempertahankan persediaan suku cadang yang banyak yang mencakup
seluruh komponen utama peralatan penting pabrik.
b)Preventive Maintenance
Ada banyak defenisi pemeliharaan preventive, tetapi semua program manajemen
pemeliharaan preventive adalah dijalankan berdasarkan waktu. Dengan kata lain
tugas-tugas pemeliharaan berlalu berdasarkan pada jam operasi. Dalam
manajemen pemeliharaan preventive, perbaikan mesin dijadwalkan berdasarkan
pada statistik waktu rata-rata kerusakan (MTTF). Dapat dilihat siklus MTTF
dibawah ini (gambar 2.9).
Gambar 2.9 Tipe kurva bak mandi
(Sumber: ) Heizer, Jay and Render, Barry, 2001)
Sedangkan Menurut Dhillon B.S, (2006) menyebutkan bahwa ada enam prinsip-
prinsip penting manajemen pemeliharaan. Yaitu:
1. Hubungan layanan pelanggan adalah dasar dari organisasi pemeliharaan yang
effective.
28
2. Produktivitas maksimum terjadi ketika masing-masing karyawan dalam
sebuah organisasi memiliki tugas yang ditetapkan untuk melaksanakan secara
bentuk definitive dan waktu yang pasti.
3. Pengukuran sebelum datang pengawas. Maksudnya adalah ketika seseorang
diberikan sebuah tugas yang harus dilakukan dengan menggunakan metode
yang effective dalam jangka waktu tertentu, ia menjadi sadar secara otomatis
penuh harapan.
4. Pengawasan pekerjaan tergantung pada yang pasti, tanggung jawab individu
untuk semua tugas perintah kerja selama rentang hidup. Sebuah tanggung
jawab departemen pemeliharaan adalah untuk mengembangkan, menerapkan,
dan memberikan dukungan operasi yang sesuai untuk perencanaan dan
penjadwalan pekerjaan pemeliharaan,
5. Semua jadwal terkontrol secara effective. Sesuai jadwal pada interval titik
control sehingga semua masalah terdeteksi, dalam waktu dan jadwal
penyelesaian pekerjaan tidak tertunda.
6. Ukuran optimal kru adalah jumlah minimum yang dapat melaksanakan tugas
yang diberikan dengan cara yang effective.
2.4.3.1 Reliability Centered Maintenance (RCM)
Definisi dari RCM adalah suatu proses yang dilakukan untuk menentukan apa
saja yang haru dilakukan agar dapat mencegah terjadinya kegagalan dan untuk
memastikan bahwa alat atau mesin dapat bekerja optimal saat dibutuhkan.
Tujuan dari RCM adalah :
1. Untuk mengembangkan desain yang sifat mampu dipeliharanya
(maintainability) baik.
2. Untuk memperoleh informasi yang penting untuk melakukan improvement
pada desain awal yang kurang baik.
3. Untuk mengembangkan sistem maintenance yang dapat mengembalikan
kepada reliability dan safety seperti awal mula equiment dari kerusakan yang
terjadi setelah sekian lama dioperasikan.
4. Untuk mewujudkan semua tujuan di atas dengan biaya minimum.
29
Ada 7 pertanyaan pokok bila kita membahas RCM
1. Apa fungsi dan hal yang bisa dilakukan oleh suatu alat berdasarkan standar
operasinya.
2. Bagaimana alat itu dapat gagal melaksanakan fungsinya?
3. Hal apa saja yang menyebabkan kegagalan fungsi?
4. Apa yang akan terjadi jika terjadi kegagalan fungsi?
5. Bagaimana kaitan antar kegagalan fungsi suatu alat mempengaruhi kegagalan
alat lainnya?
6. Apa yang bisa dilakukan untuk memprediksi atau mencegah kegagalan
tersebut?
7. Apa yang seharusnya dilakukan jika proses pencegahan dan penanganan dini
tidak dapat ditemukan?
2.4.3.1.1 Langkah-langkah penerapan RCM
Langkah-langkah yang perlu diambil pada saat akan melaksanakan RCM :
1. Identifikasi equipment yang penting untuk di-maintain, biasanya digunakan
metode failure; mode; effect; critacality analysis (FMECA) dan fault tree
analysis (FTA).
2. Menentukan penyebab terjadinya kegagalan, tujuannya untuk memperoleh
probabilitas kegagalan dan menentukan komponen kritis yang rawan terhadap
kegagalan. Untuk melakukan hal ini maka diperlukan data yang histori yang
lengkap.
3. Mengembangkan kegiatan analisis FTA, seperti : menentukan prioritas
equipment yang perlu di maintain.
4. Mengklasifikasikan kebutuhan tingkatan maintenance.
5. Mengimplementasikan keputusan berdasar RCM.
6. Melakukan evaluasi, ketika sebuah equipment dioperasikan maka data secara
real-life mulai direcord, tindakan dari RCM perlu direevaluasi setiap saat agar
terjadi proses penyempurnaan.
30
2.4.3.1.2 Komponen RCM
RCM dikatakan sebagai proses maintenance yang paling effective. Hal ini
dikarenakan RCM adalah sebuah evolusi dari proses maintenance yang telah
dipelajari bertahun-tahun. Oleh karena itu, RCM mengandung komponen-
komponen pemeliharaan terbaik yang dilakukan agar proses produksi dapat terus
berjalan dan tujuan dari pemeliharaan itu sendiri tercapai secara optimal. Gambar
2.10 menunjukan komponen yang ada dalam RCM.
Gambar 2.10 Komponen RCM
(Sumber: Hawkins, R. S. B., 2004)
Berikut adalah penjabaran dari komponen-komponen penunjang RCM.
1. Reactive Maintenance
Disebut juga run to failure atau breakdown maintenance. Alat hanya
diperbaiki jika alat tersebut mengalami kerusakan. Gambar 2.11 adalah siklus
periode kerusakan mesin. Start up cycle yaitu periode mesin baru dipakai ,
periode ini akan mengalami berbagai penyesuaian sehingga beberapa waktu
pertama akan mengalami kerusakan komponen. Kerusakan tersebut tidak
akan banyak berpengaruh terhadap performance alat. Kerusakan akan
berhenti dengan sendirinya jika sesama komponen sudah saling bersesuaian.
Useful life periode, pada periode ini kesesuaian antar komponen sudah terjadi
dan pada periode ini pula saat yang harus dipertahankan agar mempunyai life
time yang panjang. Break down cycle yaitu waktu tiba saatnya komponen
rusak dan perlu perbaikan. Reaktive Maintenance bertumpu pada aktivitas ini.
31
Gambar 2.11 Siklus periode mesin (Sumber: Hawkins, R. S. B., 2004)
Siklus periode kerusakan mesin seperti di atas biasa hanya terjadi pada
mechanical komponen saja. Mesin pada saat ini tidak akan terlepas dari control
electronic ataupun computer. Jenis kerusakan bisa terjadi kapan saja, waktu
kerusakan bisa random yaitu bisa pada usia muda ataupun tua. Gambar 12.12
menjelaskan variasi waktu kerusakan yang terjadi pada komponen electronic.
Gambar 2.12 Variasi waktu kerusakan
(Sumber: Hawkins, R. S. B., 2004)
2. Preventive Maintenance
Maintenance jenis ini sering disebut time based maintenance. Sudah dapat
mengurangi frekuensi kegagalan ketika maintenance jenis ini diterapkan, jika
32
dibandingkan dengan reactive maintenance. Maintenance jenis ini dilakukan
tanpa mempertimbangkan kondisi komponen. Kegiatannya antara lain terdiri dari
pemeriksaan, penggantian komponen, kalibrasi, pelumasan, dan pembersihan.
Maintenance jenis ini sangat tidak effective dan tidak efisien dari segi biaya
ketika diterapkan sebagai satu-satunya metode maintenance dalam sebuah plant.
Gambar 2.13 menjelaskan hubungan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan
Preventive Mantenace dengan hasil yang dikeluarkan oleh kegiatan perawatan
tersebut. Semakin banyak biaya yang dikelurkan untuk kegitan perawatan akan
semakin sedikit terjadi keterlambatan. Sebaliknya semakin sedikit biaya yang
dikeluarkan untuk kegitan perawatan akan semakin banyak terjadi keterlambatan.
Keterlambatan yang dimaksud disini adalah keterlambatan untuk berproduksi
dikarenakan terjdi kegagalan mesin untuk beroperasi (Emergency/breakdown
yang tidak direncanakan).
Gambar 2.13 Hubungan biaya Preventive Mantenace dengan keterlambatan
produksi (Sumber: Hawkins, R. S. B., 2004)
Untuk menghindari kedua hal tersebut diperlukan titik temu antara seberapa besar
biaya yang diperlukan untuk kegiatan maintenance dengan tingkat kerugian jika
terjadi kerusakan suatu alat. Gambar 2.14 menjelaskan hubungan antara kedua
hal tersebut.
33
Gambar 2.14 Grafik penentuan biaya perawatan yang effective
(Sumber: Hawkins, R. S. B., 2004)
Cara membaca grafik biaya perawatan effective
Area #1
Terlalu banyak PM, menghamburkan tenaga, suku cadang dan uang.
Area #2
Sangat kurang, akan terjadi banyak kerusakan sehingga produksi terlambat
(kehilangan kesempatan mendapat uang).
Area #3
Sangat optimum, tapi sulit tercapai. Indikasinya 10% - 20% sebelum peralatan
mengalami kerusakan sudah harus diperbaiki pada setiap intervalnya.
Gambar di atas bisa diperjelas dengan gambaran sebagai berikut:
Untuk menentukan titik optimum antara biaya perawatan dengan resiko
kehelingan uang jika terjadi kerusakan peralatan dengan cara menggeser interval
PM yang sudah dilakukan.
1) Bila tidak terjadi kerusakan sebelum diperbaiki berarti PM terlalu banyak..
maka interval masih bisa diperpanjang.
2) Bila terjadi kerusakan sebelum jatuh masa perawatan maka interval harus
diperpendek.
34
Gambar 2.15 menjelaskan tentang penentuan interval PM pada Time based
preventive maintenance.
Gambar 2.15 Menentukan interval PM
(Sumber: Hawkins, R. S. B., 2004)
Preventive Maintenace biasa diterapkan pada kriteria peralatan sebagai berikut:
1) Peralatan yang menyebabkan :
Major break down.
Penurunan kualitas produk.
Kerusakan terhadap komponen terkait.
Bahaya kepada karyawan.
2) Penerangan, lantai, plafon yang dapat mengganggu kualitas produksi atau
menimbulkan kondisi kerja yang buruk.
3. Tes Prediksi dan Inspeksi (Predictive Testing dan Inspection/PTI).
Walaupun banyak metode yang dapat digunakan untuk menentukan jadwal
PM, namun tidak ada yang valid sebelum didapatkan age-reliability
characteristic dari sebuah komponen. Biasanya informasi ini tidak disediakan
oleh produsen atau supplier alat, sehingga kita harus mengira-ngira jadwal
perbaikan pada awalnya. PTI dapat digunakan untuk membuat jadwal dari
time based maintenance, karena hasilnya digaransi oleh kondisi equipment
yang termonitor. Data PTI yang diambil secara periodik dapat digunakan
untuk menentukan trend kondisi equipment, perbandingan data antar
equipment, proses analisis statistik, dsb. PTI tidak dapat digunakan sebagai
satu-satunya metode maintenance, karena PTI tidak dapat mengatasi semua
potensi kegagalan. Namun pengalaman menunjukkan bahwa PTI sangat
35
berguna untuk menentukan kondisi suatu komponen terhadap umurnya.
Gambar 2.16 menjelaskan tentang menentukan umur perawatan dengan
predictive maintence.
Gambar 2.16 Perawatan dengan predictive maintence
(Sumber: Hawkins, R. S. B., 2004)
4. Monitoring Equipment.
Tujuan utama memonitor sebuah equipment adalah mengetahui keadaan dan
mendapatkan prediksi perubahan kondisi equipment tersebut dari waktu ke
waktu. Seperti diperlihatkan pada gambar 2.17. Pendekatan yang digunakan
adalah:
1) Antisipasi kegagalan dari pengalaman yang sebelumnya (failure
anticipation from past experience), seringkali pengalaman kegagalan
sebelumnya dapat digunakan untuk menentukan tren kegagalan.
2) Statistik distribusi kegagalan (failure distribution statistic), distribusi
kegagalan dan probabilitas kegagalan harus diketahui untuk menentukan
periode akan terjadinya kegagalan.
3) Pendekatan konservatif (conservative approach), praktik yang sering
dilakukan di lapangan adalah melakukan monitoring secara rutin (tiap
bulan atau tiap minggu) pada awalnya. Jika ternyata data yang didapatkan
tidak mencukupi untuk mengetahui kondisi equipment maka kita harus
memperpendek periode atau interval monitoring.
36
Gambar 2.17 Menentukan kapan saatnya mesin akan breakdown dengan
monitoring (Sumber: Hawkins, R. S. B., 2004)
5. Proactive Maintenance
Tipe maintenance ini akan menuntun pada desain, workmanship, instalasi,
prosedur dan scheduling maintenance yang lebih baik. Karakteristik dari
proactive maintenance adalah continous improvement dan menggunakan
feedback serta komunikasi untuk memastikan bahwa usaha improvement yang
dilakukan benar-benar membawa hasil yang positif. Analisa root-cause failure
dan predictive analysis diterapkan antara lain untuk mendapatkan maintenance
yang effective, menyusun interval kegiatan maintenance, dan memperoleh life
cycle. Gambar 2.18 menjelaskan hal yang diharapkan dengan adanya proactive
maintenance.
Gambar 2.18 Memperpanjang life time dengan proactive maintenane
(Sumber: Hawkins, R. S. B., 2004)
37
6. Failed Item Analysis (FIA)
Salah satu kegiatan yang termasun Failed Item Analysis adalah inspeksi
visual untuk setelah komponen yang mengalami kegagalan dilepaskan dari
sistemnya. Analisis kasus secara lebih detail diterapkan untuk mengetahui
penyebab terjadinya kegagalan. Contoh sebuah failed item analysis: sebuah
bearing mengalami kerusakan, penyebabnya bisa dari mis-alignment,
unbalance, grease yang buruk atau sebab lainnya. Pengalaman menunjukkan
bahwa penyebab kerusakan bearing 50% disebabkan karena metode
pemasangan yang kurang tepat. Gambar 2.19 memperlihatkan gambaran
fungsi waktu kerusakan yang seharusnya terjadi, tetapi mempunyai potensial
terjadi kerusakan diluar waktu yang seharusnya.
Gambar 2.19 Grafik kerusakan alat terjadi diluar kebiasaan
(Sumber: Hawkins, R. S. B., 2004)
7. Root Cause Failure Analysis(RCFA)
RCFA berkonsentrasi secara proaktif mencari penyebab terjadinya kegagalan.
Bedanya dengan Failed Item Analysis adalah RCFA melakukan kegiatan
proactive sebelum dan juga bisa sesudah terjadinya kegagalan, sedangkan
Failed Item Analysis mutlak setelah terjadi kegagalan.
Tujuan utama dari RCFA adalah mencari penyebab terjadinya
ketidakefisienan dan ketidakekonomisan, mengkoreksi penyebab kegagalan
38
(tidak hanya berkonsentrasi pada efeknya saja), membangkitkan semangat
untuk melakukan improvement secara terus-menerus, dan menyediakan data
untuk mencegah terjadinya kegagalan. Gambar 2.20 memperlihatkan fishbone
diagram pencarian akar permasalahan.
Gambar 2.20 Pencarian akar permasalahan dengan fishbone diagram
(Sumber: Hawkins, R. S. B., 2004)
Untuk menentukan jenis strategi perawatan yang akan diterapkan pada suatu
mesin ataupun peralatan dengan metode RCM diarahkan oleh diagram logika
pada gambar 2.21.
Gambar 2.21 Alur logika diagram strategi maintenance yang diterapkan pada
peralatan dengan prisip RCM (Sumber: Hawkins, R. S. B., 2004)
39
2.4.4.3 Autonomous Maintenance
Autonomous Maintenance adalah salah satu prinsip dalam Lean yang focus pada
improvement mesin. Bagian utama dari beberapa pilar Total Productive
Maintenance. Beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh autonomous maintenance
adalah:
1. Mencegah dan mengurangi lama waktu mesin downtime.
2. Mencegah defect dari proses mesin.
3. Mempercepat penanganan terhadap mesin downtime.
4. Meningkatkan ketahanan mesin.
5. Menjaga mesin dalam kondisi selalu bersih dan prima.
6. Mencegah kerusakan mesin yang lebih parah.
7. Meningkatkan pemahaman operator dan skill tentang mesin.
8. Operator yang memahami dan mampu melakukan perawatan dasar dari
mesin.
9. Mengurangi resiko kecelakaan kerja karena operator paham sistem safety
dari mesin.
Filosofi autonomous maintenance merubah paradigma lama bahwa operator
produksi hanyalah pemakai dari mesin sehingga tidak perlu paham dan tidak
perlu peduli dengan kerusakan mesin dan kualitas produk yang dihasilkan oleh
mesin. Paradigma lama mesin menjadi tanggungjawab dari maintenance sehingga
operator produksi cukup dengan memanggil maintenance dan menyerahkan
segalanya pada maintenance baik dalam hal kerusakan mesin ataupun reject yang
dihasilkan.
Banyak kerugian yang diakibatkan oleh paradigma lama ini yaitu:
1. Mesin downtime sebenarnya bisa dicegah asalkan dilakukan perawatan mesin
yang sederhana seperti pembersihan mesin, inspeksi bagian dari mesin yang
hampir aus, pelumasan bagian –bagian tertentu, dan pengencangan komponen
yang kendor.
2. Jika operator memahami tentang mesin, maka kesalahan operasi atau
fungsional tertentu dari mesin bisa dilakukan pencegahan secara dini.
40
3. Jika hal-hal kecil dibiarkan seperti komponen kendor, kotoran yang
menumpuk, maka akan berakibat sangat besar.
4. Kondisi mesin akan terlihat kotor karena kurangnya kepedulian operator
membersihkan mesin.
5. Ada waktu yang terbuang saat terjadi handover pekerjaan dari operator
produksi dan maintenance meskipun itu hanya sekedar kerusakan ringan.
6. Komponen yang sudah mulai rusak, atau bunyi mesin yang aneh dapat
dideteksi lebih awal oleh operator.
Pada konsep autonomous maintenance, akan terjadi proses transfer ilmu
pengetahuan mengenai mesin dari maintenance kepada operator produksi.
Dimana operator akan ditraining mengenai pemahaman dasar tentang mesin,
operational mesin, sistem safety mesin, perawatan dasar mesin, sampai ke tahap
yang lebih advance lagi tentang mesin. Training dilaksanakan secara bertahap
baik dan dilakukan di kelas dan juga praktek langsung ke mesin. Setiap aktivitas
diajarkan dan dilatihkan secara bertahap, sampai operator benar-benar paham
dan mampu melakukan sendiri. Kelas keahlian akan dibagi menjadi tujuh tahap.
Dalam setiap tahapnya akan dilakukan assessment untuk memastikan operator
menguasai ketrampilan tersebut. Tahap ketujuh adalah tahapan terakhir dimana
operator sudah memiliki kecakapan dalam melakukan perawatan mandiri secara
penuh.
Skill perawatan dasar yang dibangun adalah kemampuan menjalankan mesin
secara benar, membersihkan mesin secara teratur, mengetahui apa saja inspeksi
yang harus dicheck pada mesin dan paham kriterianya, mampu memberi
pelumasan pada bagian tertentu dari mesin, mengecheck bagian yang rawan
terhadap kendor, dan mampu melakukan pengencangan sendiri, melakukan start
up mesin dan shutdown mesin dengan benar, mampu melakukan changeover,
melakukan pengukuran sendiri terhadap mesin, dan hal-hal lain yang bersifat
pencegahan terhadap kerusakan mesin.
Secara fisik, mesin akan terlihat lebih bersih dan dalam kondisi prima. Salah satu
tujuan yang ingin dicapai adalah restorasi dari mesin untuk mengembalikan
41
mesin pada kondisi paling prima dengan menghilangkan ganjalan dan lainnya.
Keuntungan yang diraih oleh operator adalah ilmu tentang mesin akan meningkat
dan lebih lancar dalam mengoperationalkan mesin karena mesin dalam kondisi
top performance. Secara keseluruhan mesin akan mencapai level availability yang
tinggi, performance rate yang optimum, dan kualitas output yang selalu
maksimal. Produksi yang menerapkan autonomous maintenance akan terlihat
secara visual lebih bersih, dan tanda visual management yang jelas untuk bagian
yang perlu dibersihkan, diinspeksi, diberi pelumas, dan dilakukan pengencangan.
Pihak maintenance juga akan menikmati keuntungan yaitu jumlah firefighting
karena unplanned/downtime yang lebih rendah, perbaikan karena kerusakan
ringan akan turun drastis sehingga bisa lebih fokus pada planned maintenance
dan improvement dari mesin. Secara keseluruhan perusahaan akan mengalami
peningkatan yang significant dalam hal availability mesin, performance, dan juga
kualitas. Gambar 2.22 menggabarkan hubungan yang idial antara produksi
dengan maintenance.
Gambar 2.22 Hubungan idial antara produksi dengan maintenance
(Sumber: Hawkins, R. S. B., 2004)
42
2.5 Siklus Manajemen
Manajemen adalah “serangkaian kegiatan yang berencana dan mengontrol
pekerjaan sehari-hari untuk mencapai tujuan dengan cara yang paling efisien dan
effective dengan menjaga keseimbangan antara kualitas, kuantitas dan biaya”
(Kaneko 2000b,5). Penetapan satu tujuan untuk kegiatan yang bisa
meminimalkan kesenjangan antara kondisi saat ini dengan tujuan yang sudah
ditetapkan identifikasi masalah, pemecahan masalah dan standarisasi langkah
yang diambil. Definisi lain adalah bahwa manajemen memerlukan penggunaan
proses sebagai alat untuk mencapai tujuan secara effective, cara ini mencakup
dalam rangka memenuhi tujuan. Menurut Hosotani (1984), manajemen dapat
diartikan dalam dua implikasi: tujuan pemeliharaan dan kaizen (perbaikan
berkesinambungan). Dalam proses pemeliharaan, satu akan memeriksa apakah
standarisasi dilaksanakan dengan cara untuk mencapai tujuan, sedangkan pada
kaizen, apakah ada upaya terus-menerus untuk meningkatkan dan mencapai
tujuan yang sudah ditetapkan. Tujuan bisa dicapai dengan menerapkan siklus
Plan-Do-Check-Act (PDCA). Siklus ini adalah kombinasi pemeliharaan dan
perbaikan kegiatan yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah (Attalh
2008, 20).
Gambar 2.23 Siklus management
(Sumber: Attalh, 2008)
43
Metode tersebut dikembangkan oleh Dr. W. Edwards Deming. Siklus ini terdiri
dari 4 komponen utama (Total Quality Management, B. Tumiwa Alfrits, 2006:
125) yaitu sebagai berikut:
1. Mengembangkan rencana untuk perbaikan (Plan), rencana tersebut meliputi:
a. Adanya identifikasi peluang dilakukan perbaikan (problem identification).
b. Dokumentasi proses yang ada saat ini.
c. Menciptakan visi proses yang diperbaiki (theme)
d. Menentukan jangkauan usaha perbaikan (target)
2. Do artinya melaksanakan rencana yang dibuat.
Langkah ini sama dengan pengembangan dan pengujian prototype suatu
rancangan sebelum diproduksi secara penuh (observation).
3. Study memberikan hasil yang dicapai yang akan dijadikan dasar bagi langkah
penyesuaian dan perbaikan (Analysis).
4. Act artinya melakukan penyesuaian bila diperlukan.
Gambar 2.24 Siklus Deming
(Sumber: Attalh, 2008)
Pada tahap pertama dari siklus PDCA tersebut (Attalh 2008, 111) adalah Plan
Stage yaitu tahap problem identification. Survei yang dilakukan internal dan
eksternal untuk kepuasan pelanggan dilakukan untuk menentukan masalah-
masalah kritis dan menetapkan kerangka waktu untuk memecahkan masalah
tersebut. Setelah menetapkan tujuan, lalu dilakukan identifikasi kemungkinan
penyebab dan potensi masalah dan kemudian ditemukan akar penyebabnya.
44
Setelah akar penyebab diidentifikasi lalu dilakukan penetapan tindakan untuk
perbaikan yang selanjutnya bisa mencegah masalah timbul kembali.
Pada tahap selanjutnya, Do Stage, plan action dari tahap sebelumnya akan
dilakukan di tahap ini yang selanjutnya diperoleh hasil dan dilakukan verifikasi.
Setelah diverifikasi kemudian hasilnya akan dievaluasi pada tahap berikutnya,
yaitu Check Stage, tahap ini dilakukan untuk mengetahui apakah hasilnya sama
dengan tujuan yang ditetapkan dalam tahap perencanaan.
Tahap akhir adalah Act Stage yaitu tahap standarisasi. Jika hasil memperlihatkan
bahwa kegiatan sebelumnya effective, tindakan akan diambil untuk dibuatkan
standarisasi sebagai pegangan pekerjaan sehari-hari. Disini, ditegaskan bahwa
ada efek samping dari aktivitas yang baru ini. Jika hasilnya negatif, maka
permasalahan akan dibawa kembali pada tahap pertama dengan langkah yang
sama jika ini terjadi, maka perlu penelaahan mengapa penyebabnya tidak
diidentifikasi dalam tahap perencanaan (gambar 2.25).
Gambar 2.25 Siklus operasional PDCA
(Sumber: Attalh, 2008)
Gambar diatas menunjukkan proses dari siklus operasioanal PDCA. Siklus ini
terus berlanjut tanpa akhir. Setelah satu masalah dicoba untuk diselesaikan untuk
mencapai tujuan, proses akan kembali lagi ke tahap sebelumnya dan dimulai dari
mana masalah berasal. Saat masalah dipecahkan dan distandarisasi, maka perlu
45
dilakukan penentuan tema yang lain untuk diperoleh proses pemeliharaan
perbaikan yang berkelanjutan (gambar 2.26).
Gambar 2.26 Siklus manajemen PDCA
(Sumber: Attalh, 2008)
Begitu juga halnya teori Pemecahan masalah dalam total quality management di
ungkapkan pula oleh Perry Jonhson (B. Tumiwa Alfrits, 2006: 125), yang
memilki 3 karakteristik yakni:
1. Mengutamakan kerjasama tim dalam pemecahan masalah.
2. Berfokus kepada perbaikan berkesinambungan.
3. Memperlakukan masalah sebagai sesuatu yang wajar atau normal karena
adanya perubahan.
Langkah dalam metode ini adalah:
1. Membentuk tim pemecahan masalah.
2. Mendiskusikan daftar permasalahan yang terjadi, dan membatasi masalah
lebih terfokus dan mendifinisikan secara jelas (problem identification).
3. Memilih dan memprioritaskan masalah yang akan diatasi (importance of the
problem).
4. Menyimpulkan informasi dan masalah yang dihadapi (observation).
5. Berusaha menemukan solusi yang optimal (analysis-perification-validation).
6. Implementasi solusi optimum (action).
7. Standarisasi.
46
PDCA tersebut biasa digunakan dalam TQC yaitu dengan pespektif data statistik
yaitu standar deviasi yang menyatakan nilai simpangan terhadap nilai tengah.
Suatu proses dikatakan baik apabila berjalan pada suatu rentang yang disepakati
(gambar 2.27).
Gambar 2.27 Ilustrasi Perspektif Statistik (Sumber: Attalh, 2008)
Rentang tersebut memiliki batas, batas atas atau USL (Upper Specification Limit)
dan batas bawah atau LSL (Lower Specification Limit) proses yang terjadi diluar
rentang disebut cacat (defect). Para praktisi TQC telah menemukan bahwa usulan
dan solusi mereka adalah bersifat persuasif karena berdasarkan pada sebuah
analisi data yang tepat dan tidak berdasarkan pada dugaan. Begitu juga halnya
ungkapan metode pemecahan masalah oleh Masaki Imai, “gunakan cerita QC
untuk meyakinkan” atau dengan kata lain disebut sebagai QC story yang terdiri
dari beberapa tahap (Imai Masaaki, 2008:127) yaitu sebagai berikut:
1. Menjelaskan sifat dasar masalah ditempat kerja (problem identification)
2. Membuat alasan mengapa masalah tersebut dipilih untuk dipecahkan
(importance of the problem.).
3. Menentukan tujuan spesifik untuk aktivitas QC-nya (theme & target)
4. Menerapkan diagram sebab akibat untuk menganalisis penyebab masalah
(analysis).
5. Mengembangkan solusi untuk masalah (validation-verification-action).
6. Melakukan pengecekan effectiveitas dan di evaluasi (check).
47
7. Menstandarkan hasil yang dicapai untuk mencegah permasalahan akan
berulang (standarization).
2.6 Toyota way
Toyota Way merupakan fondasi bisnis yang dilakukan perusahaan mobil Jepang
yaitu Toyota. Fondasi ini membawa Toyota ke level bisnis yang lebih tinggi
dengan kepuasan pelanggan yang cukup baik. Didalam Toyota Way terdapat 14
prinsip yang menjadi dasar Toyota Production System (TPS) yang dipraktikan di
pabrik-pabrik Toyota diseluruh dunia.Adapun 14 prinsip dasar tersebut adalah
sebagai berikut (Sumber: The Toyota Way, Jeffrey K. Liker, 2006):
1. Pembelajaran organisasi secara terus menerus melalui Kaizen.
2. Lihatlah dengan mata kepala sendiri agar lebih memahami situasi dengan
benar (Genchi Gonbutsu).
3. Buatlah keputusan secara perlahan melalui consensus, dengan hati-hati
mempertimbangkan semua kemungkinan; implementasi dengan cepat.
4. Kembangkan pemimpin yang menjiwai dan menjalankan filosofi.
5. Hormati, kembangkan dan tantang orang-orang dari tim anda.
6. Hormati, tantang dan bantu para pemasok anda.
7. Ciptakan proses yang mengalir untuk mengungkap masalah.
8. Gunakan sistem tarik untuk menghindari produksi yang berlebih.
9. Ratakan beban kerja (Heijunka).
10. Hentikan jika terjadi masalah kualitas (Jidoka).
11. Lakukan standarisasi pekerjaan untuk peningkatan berkelanjutan.
12. Gunakan alat kendali visual sehingga tidak ada masalah yang tersembunyi.
13. Gunakan hanya teknologi yang handal dan benar-benar teruji.
14. Buat keputusan manajemen berdasarkan filosofi jangka panjang,bahkan
dengan mengorbankan tujuan keuangan jangka pendek.
Untuk memudahkan pemahaman 14 prinsip tersebut maka dibagi menjadi model
4P yaitu Problem Solving, People and Partner, Process, dan Pholosophy. Hal
tersebut di deskripsikan pada piramida dibawah ini:
48
Gambar 2.28 Model 4P dari Toyota Way (Sumber: Jeffrey K. and Liker, 2006)
2.7 ” Seven plus one” Types of Waste
1. Over production
Memproduksi lebih daripada kebutuhan pelanggan internal atau eksternal, atau
memproduksi lebih cepat atau lebih awal dari pada waktu kebutuhan pelanggan
internal dan eksternal. Masalah waste seperti tersebut diatas bisa terjadi karena
beberapa hal seperti berikut; ketiadaan komunikasi, system balas jasa dan
penghargaan yang tidak tepat, perencanaan yang jelek (poor planning), just-in-
case production, produk tidak konsisten, setup time dan cycle time yang lama,
reliabilitas peralatan yang jelek, hanya berfokus pada kesibukan kerja bukan
untuk memenuhi kebutuhan pelanggan internal dan eksternal.
2. Delays (waiting time)
Keterlambatan yang tampak melalui orang orang yang sedang menunggu mesin,
peralatan, bahan baku, supplies, perawatan/pemeliharaan (maintenance), atau
mesin mesin yang sedang menunggu perawatan, orang/operator, bahan baku,
peralatan. Waste ini terjadi kerena hal- hal seperti berikut; inkonsistensi dalam
metode metode kerja, waktu penggantian produk yang panjang (long changeover
Problem Solving
(peningkatan dan
pembelajaran
berkesinambungan)
People and Partners
(Hormati,tantang dan
kembangkan)
Process
(Hilangkan Pemborosan)
Philosophy
(Pemikiran Jangka Panjang)
Genchi
Genbutsu
Respect &
Teamwork
Kaizen
Challenge
49
times), ketiadaan pelatihan yang tepat , lini produksi yang tidak seimbang,
ketidaktepatan dalam perawatan mesin dan peralatan, kualitas material yang
jelek.
3. Transportation
Memindahkan material atau orang dalam jarak yang sangat jauh dari satu proses
ke proses berikutnya yang dapat mengakibatkan waktu penanganan material
bertambah. Beberapa hal yang menyebabkan masalah waste ini adalah tata letak
yang jelek (poor layout), ketiadaan koordinasi dalam proses, poor house keeping,
organisasi tempat kerja yang jelek (poor workplace organization), lokasi
penyimpanan material yang banyak dan saling berjauhan (multiple and long
distance storage location), lot produksi yang besar, penjadwalan yang jelek, stok
pengaman yang besar.
4. Process
Mencakup proses proses tambahan atau aktivitas kerja yang tidak perlu atau tidak
efisien. Penyebab waste ini diantaranya adalah ketidak tepatan penggunaan
peralatan, pemeliharaan peralatan yang jelek (poor tooling maintenance), gagal
mengkombinasi operasi operasi kerja, proses kerja dibuat serial padahal proses
proses tersebut tidak saling tergantung satu sama lain yang seyogyanya dapat
dibuat parallel, dokumentasi proses yang jelek (poor configuration control),
ketiadaan masukan dari pelanggan berkaitan dengan kebutuhan atau spesifikasi.
5. Inventories
Pada dasarnya inventories menyembunyikan masalah dan menimbulkan aktivitas
penanganan tambahan yang seharusnya tidak diperlukan, inventories juga
mengakibatkan extra paperwork, extra space, dan extra cost. Wate ini bisa terjadi
dikarenakan beberapa hal sebagai berikut; peramalan penjualan yang tidak
akurat, setup proses dan cycle times yang lama, poor inventory planning and
tracking, peralatan yang tidak andal (unreliable equipment), aliran kerja yang
tidak seimbang (unbalance flow), pemasok yang tidak kapabel (incapable
suppliers), ukuran batch yang besar (large batch sizes), long changeover times.
6. Motion
Setiap pergerakan dari orang atau mesin yang tidak menambah nilai kepada
barang dan jasa yang akan diserahkan kepada pelanggan, tetapi hanya menambah
50
biaya dan waktu saja. Beberapa penyebabnya adalah organisasi tempat kerja yang
jelek, tata letak yang jelek, metode kerja yang tidak konsisten, poor machine
design, dokumentasi proses yang jelek.
7. Defective Products
Yang yermasuk dalam kategori ini adalah semua yang berhubungan dengan
Scrap, rework, customer returns, customer dissatisfaction. Beberapa penyebab
waste seperti ini adalah incapable proceses, insufficient training, ketiadaan
prosedur operasi standar, ketiadaan pelatihan yang tepat, dokumentasi proses
yang jelek, terlalu banyak model produk, tingkat inventori yang tinggi, tata letak
yang jelek.
7+1. Defective Design
Desain yang tidak memenuhi kebutuhan pelanggan, penambahan features yang
tidak perlu. Penyebabnya diantaranya adalah lack of customer input in design,
overdesign.
51
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendahuluan
Dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian
seperti yang tertera pada Gambar 3.1 di bawah ini.
Observasi Awal
Identifikasi Masalah
Tujuan Penelitian
Studi Pustaka 1. Proses produksi 2. Management Maintenance 3. RCM (Reliability Centered
Maintenance) 4. Autonomous Maintenance 5. TQM (Total Quality
Management) Teori Deming
Studi Lapangan 1. Sejarah perusahaan 2. Struktur Organisasi 3. Proses produksi 4. Ruang lingkup kerja 5. Strategi Maintenance 6. Efisiensi mesin
Pengolahan data
1. Kondisi Maintenace Saat Ini 2. Penentuan Permasalahan Penting 3. Penelusuran Waste
Pengumpulan Data 1. MTTR 2. Down Time 3. Maintenance cost 4. Maintenance Activity
52
`
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
3.2 Observasi Awal
Penelitian dimulai dengan melakukan observasi lapangan di PT TVSMI.
Kegiatan observasi ini yaitu pengamatan langsung ke bagian Maintenance untuk
melihat bagaimana sistem Maintainance yang dilakukan selama ini.
3.3 Identifikasi Masalah
Tahap awal yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu mengidentifikasi
permasalahan yang terjadi di perusahaan (dalam kasus ini adalah PT. TVS Motor
Company Indonesia). Identifikasi dilakukan dengan mencocokan kondisi nyata
yang ada di perusahaan dengan teori serta literatur yang ada. Permasalahan yang
terjadi di perusahaan ini sangat cepat ditangkap oleh peneliti, yaitu dengan proses
produksi yang berjalan selama 1 (satu) shift, masih terdapat beberapa pemborosan
pada aktivitas maintenance nya. Hal tersebut menjadi suatu permasalahan utama
yang diangkat peneliti untuk melakukan penelitian ini, yang mendorong
keinginan peneliti untuk dapat memperbaiki kondisi manajemen pemeliharaan di
perusahaan tersebut.
3.4 Tujuan Penelitian
Permasalahan yang ada di perusahaan ini adalah adanya beberapa aktivitas yang
kurang efisien pada aktivitas maintenancenya, sehingga proses perbaikan pada
Analisis
1. Identifikasi Waste 2. Identifikasi Penyebab Waste
Usulan Perbaikan
Simpulan dan Saran
53
suatu peralatan yang rusak memakan waktu yang lama. Lamanya waktu yang
digunakan untuk aktivitas perawatan tersebut termasuk dalam perumusan
masalah dalam penelitian ini. Perumusan masalah ditetapkan untuk dapat dicari
sebuah penyelesaiannya. Tentunya penyelesaian yang dilakukan dengan melalui
pendekatan lean maintenance. Sedangkan penetapan tujuan ini digunakan sebagai
fokus bagi peneliti terhadap penelitian yang akan dilakukan. Tujuan yang sudah
ditetapkan dapat menjadi kerangka berfikir serta pedoman bagi peneliti dalam
menetapkan langkah-langkah yang akan diambil. Dalam penetapan tujuan
penelitian, didapatkan dari permasalahan yang ada di perusahaan dengan
melakukan perbandingan pemecahan masalah dengan metode yang ada pada
buku literatur dan metode yang sudah diterapkan pada penelitian sebelumnya dan
ditulis dalam jurnal yang dapat diakses melalui internet. Dari permasalahan yang
telah ditemukan, tujuan dari penelitian ini adalah untuk meminimumkan waste
dalam aktivitas pemeliharaan, meningkatkan efisiensi suatu peralatan, dan
melakukan perbaikan serta melakukan cost analysis untuk upaya perbaikan
tersebut.
3.5 Studi Pustaka dan Lapangan
Dalam melakukan suatu penelitian, dibutuhkan studi literatur sebagai pendukung
dalam penyelesaian masalah. Tinjauan pustaka ini akan dijadikan referensi untuk
membandingkan teori terkait yang ada dengan kondisi permasalahan riil yang
sedang diteliti. Teori pendukung yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu, teori
terkait mengenai lean maintenance. Studi lapangan dilakukan dengan interview
pada bagian engineering&maintenace PT. TVS Motor Company Indonesia yang
terkait dengan penelitian yang akan dilakukan. Tujuan dari tahap ini adalah untuk
mengidentifikasi secara langsung permasalahan yang dihadapi oleh PT. TVS
Motor Indonesia dalam melakukan aktivitas maintenance.
3.6 Pengumpulan Data
Pada tahap pengumpulan data, berisi data-data yang didapatkan dari perusahaan
yang nantinya dapat dipergunakan untuk proses pengolahan data. Data yang
digunakan dalam penelitian ini berupa kondisi eksisting perusahaan seperti, data
54
spesifikasi mesin (data ini meliputi kapasitas produksi dan waktu operasi mesin),
data kerusakan mesin selama 2(dua) tahun terakhir, data produk cacat untuk tiap
tipe produk pada mesin yang terkait. Data yang diperlukan dalam penelitian ini
diambil secara langsung di obyek penelitian, dengan kondisi yang sebenarnya
dengan cara wawancara dan pengamatan.
3.7 Pengolahan Data
3.7.1 Kondisi Maintenance saat ini
Tahap awal dari penerapan lean maintenance adalah melakukan assessment pada
aktivitas pemeliharaan. Tahapan ini dilakukan untuk melihat kondisi awal dari
proses perawatan dan perbaikan mesin serta mengidentifikasi kegiatan yang
merupakan waste yang nantinya akan dicari akar penyebab dari timbulnya waste
tersebut. Di dalam penelitian ini, obyek yang dijadikan pengamatan adalah mesin
Acrylic Cathodic Electrical Deposition (ACED).
Dari sekian banyak mesin yang ada yaitu sebanyak 100 (seratus) unit lebih yang
dibagi dalam 6 (enam) kelompok besar mesin, mesin yang sering mengalami
trouble adalah mesin tersebut. Alasan lain pemilihan mesin ini adalah karena
semua mesin yang ada bersifat identik, yang membedakan hanyalah fungsinya
saja. Oleh karena itu, penelitian ini memilih mesin tersebut untuk dijadikan obyek
penelitian.
Pada tahapan ini, akan dikumpulkan data kerusakan mesin tersebut selama 2(dua)
tahun. Gambar 3.1 Adalah pareto dari MTTR di PT. TVS Motor Company
Indonesia. Perbaikan peralatan sekitar 70% terdistribusi pada Acrylic Cathodic
Electrical Deposition (ACED) dan Plastic Paintshop. Data yang dikumpulkan
adalah data tanggal kerusakan mesin, jenis kerusakan, waktu perbaikan, lama
perbaikan serta biaya langsung yang diperlukan untuk perbaikan, jumlah tenaga
kerja yang dipakai, pemakaian spare part, waktu dan lama over time. Data
tersebut yang akan diolah untuk menganalisa waste dan akan dicari peluang
untuk dilakukan perbaikan.
55
Gambar 3.1 Pareto dari MTTR di PT. TVS Motor Company Indonesia
3.7.2 Penentuan Permasalahan Penting
Dalam menangani permasalahan, akan terlebih dahulu dipilih permasalahan yang
menjadi prioritas. Untuk hal ini akan diprioritaskan berdasarkan waktu aktivitas
pemeliharaan yang paling lama. Harapannya adalah dengan menangani proses
pemeliharaan dengan waktu proses yang lama, akan dapat memberi kontribusi
perbaikan yang lebih terlihat. Dalam menentukan permasalahan penting tersebut,
dilakukan dengan menggunakan diagram pareto untuk masing-masing submesin.
Parameter yang dijadikan inputan adalah waktu perbaikan komponen yang seperti
sebelumnya telah disajikan. Kemudian dari waktu-waktu proses perbaikan
tersebut, akan dipilih komponen mana yang waktu perbaikannya masuk ke dalam
80% dari total waktu keseluruhan perbaikan pada masing-masing sub mesin.
3.7.3 Penelusuran Waste
Selanjutnya adalah dicari penelusuran waste dari aktivitas perbaikan yang telah di
pareto kan dengan menggunakan Value Stream Maintenance Mapping (VSMM).
Dari penelusuran tersebut dapat diketahui aktivitas apa yang tergolong kedalam
waste.
62
7685
9298
0102030405060708090100
0.00.51.01.52.02.53.03.54.04.55.0
ACED Plastic Paintshop
Vehicle Assembly
Sub Vehicle
Assembly
Sub Engine
Assembly
Engine Assembly
1 2 3 4 5 6
Jam %
56
3.8 Analisis
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai analisa dan pembahasan dari hasil
pengumpulan dan pengolahan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar
untuk membuat suatu kesimpulan dan rekomendasi perbaikan bagi perusahaan.
3.8.1 Analisa Pemborosan / Identifikasi Waste
Pada Identifikasi waste dilakukan untuk mengetahui aktivitas-aktivitas atau
proses yang termasuk kategori waste. Pengidentifikasian waste dilakukan melalui
brainstorming dengan pihak manajemen terkait.
3.8.2 Analisis Penyebab Waste
Analisa yang dilakukan adalah analisa terhadap faktor penyebab waste yang akan
dibahas pada bagian ini. Analisis dilakukan dengan mencari akar penyebab
permasalahan dengan menggunakan Root Cause Analysis (RCA) demi
memudahkan dalam pencarian akar permasalahan dari waste paling berpengaruh.
Dari hasil identifikasi waste, pencarian akar penyebab permasalahan tersebut
ditelusuri dengan cara bertanya “mengapa” sebanyak beberapa kali (why-why
analisys), sehingga tindakan yang sesuai dengan akar penyebab permasalahan
dapat ditemukan dan dapat menyelesaikan permasalahan yang ada. Pencarian
serta penentuan akar penyebab dari suatu permasalahan tersebut dilakukan
melalui brainstorming dengan pihak perusahaan di department yang terkait.
3.9 Usulan Perbaikan
Tahapan ini merupakan pengusulan rekomendasi perbaikan (improvement) untuk
meningkatkan performansi perusahaan, khususnya bidang maintenance. Usulan
perbaikan yang diberikan disesuaikan dengan hasil penelusuran masalah dengan
menggunakan RCA (Root Cause Analysis).
3.10 Simpulan dan Saran
Setelah dilakukan pengolahan data, analisa penyebab, solusi dan pengontrolan
setelah improvement maka perlu dibuatkan kesimpulan sesuai dengan tujuan dari
penelitian ini yaitu untuk meminimumkan waste dalam aktivitas pemeliharaan,
57
meningkatkan effectiveitas suatu peralatan, dan melakukan perbaikan serta
melakukan cost analysis untuk upaya perbaikan tersebut. Penarikan simpulan
dilakukan dengan jalan membandingkan kesesuaian dari subyek penelitian
dengan makna yang terkandung dalam dengan konsep-konsep dasar dalam
penelitan. Saran yang diberikan diharapkan mampu memperbaiki keadaan yang
bisa meningkatkan efektifitas dan efisiensi suatu peralatan.
58
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
4.1 Gambaran Perusahaan
PT. TVS Motor Company Indonesia merupakan salah satu anak perusahaan TVS
Group India yang bergerak di bidang manufaktur, Tepatnya di bidang perakitan
sepeda motor. TVS Group sendiri didirikan pada tahun 1911, oleh Sri. T V
Sundaram Iyengar sebagai pemilik dari perusahaan bus umum di Madurai (India).
Memiliki lebih dari 37 anak perusahaan, serta mempekerjakan lebih dari 45.000
karyawan di seluruh dunia dengan omset 2,7 milyar USD. Dengan pertumbuhan
yang stabil, ekspansi dan diversifikasi, TVS Group berhasil mendapatkan posisi
yang kuat dalam berbagai industri, diantaranya :
1. Perusahaan distribusi komponen mobil terbesar di India.
2. Pembuat komponen otomotif terbesar di India.
3. Diversifikasi usaha di bidang elektronik, komputer dan sepeda motor.
4. Usaha patungan dengan perusahan besar di dunia.
Salah satu cabang TVS Group di India yang memiliki investasi besar pada tahun
1979 adalah TVS Motor Company India, yaitu merupakan perusahaan yang
membuat sepeda motor, mulai dari casting, machining sampai dengan assembly.
TVS Motor Company yang ada di India, masing-masing di Hosur (110 ha), di
Mysore (70 ha), dan yang baru dibuka di Himachal Pradesh (20 ha). Kapasitas
gabungan ketiga pabrik ini mencapai 1,5 juta sepeda motor setiap tahun. Dengan
niat untuk memperluas pangsa pasar di luar india, yaitu di asia tenggara, maka
TVS Motor Company India, membuka cabang di Indonesia, hal tersebut
dilakukan mengingat pasar Indonesia merupakan pasar yang strategis disertai
dengan tenaga kerja pribumi yang berkualitas.
Tepatnya pada tanggal 22 september 2005, pabrik TVS untuk di Indonesia,
didirikan di Surya Cipta Industrial Estate Karawang, seluas 20 Ha dengan
59
fasilitas kelas dunia. Pabrik ini diresmikan pada tanggal 16 Juli 2007, oleh
Presiden Republik Indonesia yang pada saat itu dipegang oleh Bapak Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono.
4.1.2 Struktur Organisasi
Secara umum, perusahaan ini memilki struktur organisasi seperti pada gambar
4.1 di bawah ini. Gambar 4.2 menunjukkan posisi proyek yang akan diteliti yaitu
di bawah departemen manufacturing, tepatnya di unit Painting ACED.
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Perusahaan
Gambar 4.2 Struktur Organisasi di Departemen Manufacturing
60
4.1.3 Proses Produksi
PT TVS Motor Company Indonesia merupakan perusahaan manufacturing
perakitan sepeda motor, sampai dengan periode Desember 2013, varian sepeda
motor berdasarkan kapasitas ruang bakar, sudah ada 4 varian. Yaitu tipe bebek
dengan mesin kapasitas 110 cc, 125 cc, dan 150 cc, tipe sport dengan mesin
kapasitas 160 cc serta matic 110 cc.
Terdapat 3 unit yang menyokong departemen produksi, yaitu unit engine
assembly yang bertugas dalam perakitan engine atau mesin dari sepeda motor,
unit vehicle assembly yang bertugas dalam perakitan komponen penunjang
motor, unit painting yang bertugas dalam pengecatan setiap komponen plastik
dan pabrikasi penunjang sepeda motor. Proses produksi berlangsung dalam 1
(satu) shift selama 8 jam dan 5 hari dalam seminggu selama 1 (satu) tahun.
Jumlah rata-rata motor yang diproduksi dalam satu shift sebanyak 200 unit.
Khusus di ACED di batch 12 (dua belas) proses harus berjalan terus-menerus
untuk mensirkulasikan cat supaya tidak menggumpal. Untuk keperluan perawatan
mesin di ACED tersebut diberikan waktu selama 1 (satu) hari penuh setiap 2
(dua) minggu sekali untuk melakukan penggantian bag filter. filter akan diganti
baru jika sudah beroperasi terus-menerus selama 2 minggu.
4.1.4 Produk
ACED painting yang berfungsi untuk mengecat Fabrication Part dengan metode
di celup, yang terdiri dari dari beberapa tahap. Hal tersebut bisa di lihat pada
gambar 4.3 di bawah ini. Komponen yang di cat terbuat dari bahan metal yaitu
terdiri dari frame, fueltank, handle bar, swingarm, upper bracket, center stand,
prop stand, torkling, barfootrest. Mesin tersebut merupakan mesin utama dan
kompleks untuk penunjang produksi dan merupakan mesin yang paling sering
mengalami kerusakan dengan rata-ratatingkat penyelesaian perbaikan terlama.
61
Gambar 4.3 Deskripsi Produk di ACED
4.1.5 Alur proses produksi di PT.TVS Motor Company Indonesia
Berikut ini adalah alur proses pengecatan Acrylic Cathodic Electrical Deposition.
Gambar 4.4 Alur Proses Pengecatan ACED
1.Receiving
Fresh Part
2. Masking 3. Loading 4. Hot Water Rinse
5.Spray
Degreasing
6.Dip
Degreasing
7.Spray
Water 8.Dip Water
Rinse 9.Surface
Condition
10.Phosphati
-ng
11.Spray
Water
12.Dip
Water 13.Demin
Water
14.ACED 15.Ultra
Filtration 16.Ultra
Filtration
17.Demin
Dip Rinse
18.Flash Of
Zone
19.Baking
Oven
20. Unload
& Finishing
62
Seperti yang terlihat pada alur proses ACED yang secara umum terdiri dari 20
tahap dengan rincian dibawah ini:
1. Receiving Fresh Part
Tahap ini merupakan proses incoming/kedatangan fresh part yang datang dari
vendor fabrikasi, part tersebut masuk ke store/warehouse komponen fabrikasi
yang selanjutnya dilakukan pengecekan visual dan dimensi secara sampling
untuk memastikan kondisi fresh part sesuai standar oleh departemen quality.
2. Masking
Proses masking merupakan tahap penutupan bagian tertentu dari part tertentu
yang tidak diperbolehkan terkena cat ACED sesuai drawing. Contohnya
adalah bagian tube untuk brake pedal pada frame, lubang fuel tank dan lain
sebagainya. Point penting dari proses ini adalah memastikan bahwa masking
yang di pasang tidak bocor.
3. Loading
Loading adalah proses penggantungan fresh part yang sudah selesai di
masking ke hanger yang sudah tersedia sesuai dengan fungsi masing-masing,
sebelum tahap loading terlebih dahulu dilakukan pengikiran hanger yang
tertutup cat untuk membuat contact point fresh part dengan hanger, lalu
dilakukan loading. Point penting yang dilakukan pada tahap ini adalah
memastikan diperolehnya contact point hanger dengan part, dan memastikan
part terbebas dari rusty, dry oil contamination and burned carbon.
4. Hot Water Rinse
Tahap Hot Water Rinse merupakan tahap yang paling awal dari serangkaian
proses pretreatment. Proses pretreatment berfungsi untuk menguraikan
kotoran berupa oil contamination, soft dust yang menempel pada part. Proses
ini menggunakan air reverse osmosis dengan temperatur berada pada range
45oC-55oC dengan metoda celup/dipping selama 1 menit. Point penting dari
proses ini adalah memastikan kontaminasi minyak dan dust yang menempel
pada part sudah mulai berkurang karena terurai dan produk/part tidak
mengalami yellowish atau kekuning-kuningan sebagai biang karat.
5. Spray Degreasing
63
Spray Degreasing merupakan tahap kedua dari pretreatment, yaitu proses
pencucian produk dengan metoda di spray/semprot dengan menggunakan
cairan kimia yang bersifat basa (sejenis sabun) yaitu menggunakan kimia fine
cleaner dengan standar poin alkalinity 18-20 poin dan bertemperatur berada
pada range 40oC-50oC serta bertekanan 0.5-1.2 bar. Point penting dari proses
ini adalah memastikan produk khususnya pada bagian luar yang berliku sudah
mulai terbebas d
ari oil contamination, dan produk/part tidak mengalami yellowish atau
kekuning-kuningan sebagai biang karat.
6. Dipping Degreasing
Proses ini memiliki fungsi dan parameter yang sama dengan spray
degreasing, yang berbeda adalah metoda prosesnya dengan cara di celup yang
bertujuan untuk mencuci produk secara keseluruhan khususnya pada bagian
dalam. Poin penting dari proses ini adalah memastikan keseluruhan bagian
dari produk sudah mulai terbebas dari oil contamination, dan produk/part
tidak mengalami yellowish atau kekuning-kuningan sebagai biang karat.
7. Spray Water Rinse
Spray Water Rinse adalah tahap pembilasan produk menggunakan air reverse
osmosis dengan cara di semprot dengan tekanan 0.5-1.2 bar dan temperatur
lingkungan (ambient) yang berfungsi untuk mencuci produk dari cairan kimia
degreasing. Point penting dari proses ini adalah cairan kimia degreasing tidak
mengkontaminasi proses berikutnya.
8. Dipping Water Rinse
Proses ini memiliki fungsi dan parameter yang sama dengan spray rinsing,
yang berbeda adalah metoda prosesnya dengan cara di celup yang bertujuan
untuk mencuci produk secara keseluruhan. Point penting dari tahap ini pun
sama dengan tahap spray water rinse yang dikontrol dengan pengendalian
kontaminasi alkalinity yang tidak lebih dari 1 poin.
9. Surface Condition
Proses ini berguna untuk mencegah kekasaran lapisan yang tidak teratur
dimana sering terjadi pada permukaan metal setelah mengalami perlakukan
alkalikuat ataupun asamkuat. Bahan kimia yang dipakai berfungsi untuk
64
mengetur kondisi permukaan metal dan lapisan kristal phosphating menjadi
lebih rata, selain itu juga menjaga agar coating weight tetap dalam standar
spesifikasi.
10. Phosphating
Tahap phosphating merupakan proses pelapisan produk dengan zat tahan
karat dengan metode di celupkan selama 1 menit ke dalam cairan phosphate
dengan temperature 40oC-50oC dengan parameter poin yang dikontrol adalah
kadar total acid harus berada pada range 22-24 poin, free acid 0.7-1.1 poin
dan accelerator 2.5-3.5 poin.
11. Spray Rinse
Spray Water Rinse adalah tahap pembilasan produk menggunakan air reverse
osmosis dengan cara di semprot dengan tekanan 0.5-1.2 bar dan temperatur
lingkungan (ambient) yang berfungsi untuk mencuci produk dari kontaminsai
sludge hasil reaksi kimia pada saat proses phosphating. Point penting dari
proses ini adalah memastikan bahwa warna produk yang keluar dari proses ini
berwarna keabu-abuan dan tidak yellowish.
12. Dipping Rinse
Proses ini memiliki fungsi dan parameter yang sama dengan spray rinsing,
yang berbeda adalah metoda prosesnya dengan cara di celup yang bertujuan
untuk mencuci produk secara keseluruhan. Parameter kontrol yang sangat
penting dari tahap ini adalah kontaminasi total acid tidak boleh lebih dari 1
point.
13. Demin Water Rinse
Tahap ini merupakan proses terakhir dari pretreatment yaitu proses pencucian
dengan menggunakan air demin atau di kenal dengan demineral water atau
air yang memiliki sifat conductivity yang rendah yaitu di bawah 5 μS dengan
cara di celup dengan tekanan air sebesar 0.5-1.2 bar. Tujuannya adalah untuk
menetralkan permukaan part dari semua jenis kontaminasi apapun khususnya
zat/mineral untuk mencegah terjadinya proses pengkaratan.
14. ACED Stage
ACED adalah kepanjangan dari Acrylic Cathodic Electrical Deposition yaitu
suatu metoda pengecatan dimana ED paint yang terdispersi dalam air secara
65
elektric terdeposit diatas substrat dan membentuk suatu lapisan yang uniform
dan tidak larut dalam air.
15. Spray Ultra Filtration
Suatu metode pembilasan produk yang sudah di cat dengan menggunakan air
hasil filtrasi (Ultra Filtration) UF modul, yang berfungsi untuk menguraikan
cat yang tidak terdistorsi pada produk untuk mengasilkan produk yang
memilki permukaan yang rata. Adapun metodenya adalah dengan di semprot.
16. Dipp Ultra Filtration
Fungsi proses ini sama dengan yang dispray. Bedanya adalah metodenya
dengan cara di celup.
17. Demin Dip Rinse
Proses ini merupakan pembilasan terakhir untuk memastikan tidak ada
kontaminasi apapun yang menempel pada produk dengan cara dicelupkan ke
air yang memilki konduktivitas yang rendah.
18. Flash of Zone
Flash off Zone merupakan suatu proses pentirisan produk sebelum masuk
oven untuk mengurangi kadar air yang menempel pada part/produk.
19. Baking Oven
Tahap ini merupakan tahap pengeringan cat yang menempel pada produk.
Baking ini terdiri dari 2 zona yaitu zona holdzone dengan temperatur 100oC
selama 30 menit dan zona hotzone dengan temperature 180oC selama 30
menit pula. Pada temperature 180oC ini, hardener yang terkandung pada cat
akan bereaksi dan mengeras sehingga adhesivitas cat ini cukup baik.
20. Unloading, Finishing
Tahap akhir adalah proses unloading yaitu pengangkatan produk dari hanger
yang selanjutnya disimpan di trolly yang sebelumnya di finishing terlebih
dahulu yaitu dengan melakukan grounding-greasing-touch up.
4.2 Kondisi Maintenance saat ini
Tahapan ini dituntut untuk melakukan identifikasi masalah yaitu apa yang
menyebabkan efektivitas di Acrylic Cathodic Electrical Deposition (ACED)
rendah dan bagaimana melakukan perbaikannya. Departemen Perawatan saat ini
66
sudah melakukan Preventive Maintenance terhadap mesin ACED. Jadual
Perawatan dilakukan setiap bulanan seperti pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Jadual Perawatan Bulanan ACED
No Nama Mesin Area No.
Check list
May June
M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4
1 ACED Cicular Conveyor.
Metal Paintshop 1
2 ACED Transporter I.
Metal Paintshop 2
3 ACED Transporter II.
Metal Paintshop 3
4 ACED Lifter I. Metal Paintshop 4
5 ACED Lifter II. Metal Paintshop 5
6 ACED Lifter III. Metal Paintshop 6
7 ACED Burner I. Metal Paintshop 7
8 ACED Burner II. Metal Paintshop 8
9 Oven Room I. Metal Paintshop 9
10 Oven Room II. Metal Paintshop 10
11 DIP Hot water. Metal Paintshop 11
12 DIP Degreasing I. Metal Paintshop 12
13 DIP Degreasing II. Metal Paintshop 13
67
Tabel 4.1 Jadual Perawatan Bulanan ACED (lanjutan)
No Nama Mesin Area No.
Check list
May June
M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4
14 DIP Water Rinse I. Metal Paintshop 14
15 DIP Water Rinse II. Metal Paintshop 15
16 DIP Activation. Metal Paintshop 16
17 DIP Phostpating. Metal Paintshop 17
18 DIP Water Rinse III.
Metal Paintshop 18
19 DIP Fresh Water Rinse.
Metal Paintshop 19
20 DIP DM Water Rinse.
Metal Paintshop 20
21 ACED. Metal Paintshop 21
22 UF I Rinse. Metal Paintshop 22
23 UF II Rinse. Metal Paintshop 23
24 DM Rinse. Metal Paintshop 24
25 Sealing Water. Metal Paintshop 25
26 Hot Water Generator.
Metal Paintshop 26
27 Chiller System. Metal Paintshop 27
68
Lalu kenapa permasalahan ini perlu diangkat dan harus segera di selesaikan.
Point penting dari permasalahan yang dipilih adalah terjadinya MTTR yang
tinggi di ACED sehingga menyebabakan efektivitas yang rendah meskipun sudah
dilakukan Preventive Maintenance seperti terlihat pada gambar 4.5.
Gambar 4.5 Data MTTR di PT.TVS MOTOR COMPANY INDONESIA
Pada tahapan ini akan dikumpulkan data kegiatan dan kerusakan mesin Acrylic
Cathodic Electrical Deposition (ACED) selama 2(dua) tahun (Juni 2011 sampai
Juni 2013). Data yang dikumpulkan adalah jadwal perawatan, data downtime atau
lama waktu perbaikan, frekuensi kerusakan serta biaya langsung untuk perbaikan
(penggantian part). Adapun data kerusakan mesin Acrylic Cathodic Electrical
Deposition (ACED) dapat dilihat seperti pada tabel 4.2 dibawah ini.
Tabel 4.2 Data downtime di ACED
No Nama Bagian Mesin
Problem Frequency
Lama Perbaikan
(jam)
Down Time Cost (Mn)
1 Transporter Loading
1. Error sensor 6 6 6 Rp 3.00 2. Break Error 2 8 8 Rp 16.00 3. Motor Tebakar 1 8 8 Rp 4.00 4. Roda Rusak 10 5 Rp 15.00 5. Jig menabrak 5 10 10
62
7685
9298
0102030405060708090100
0.00.51.01.52.02.53.03.54.04.55.0
ACED Plastic Paintshop
Vehicle Assembly
Sub Vehicle
Assembly
Sub Engine Assembly
Engine Assembly
Jam
%
69
Tabel 4.2 Data downtime di ACED (lanjutan)
No Nama Bagian Mesin
Problem Frequency
Lama Perbaikan
(jam)
Down Time Cost (Mn)
2
Hot Water Rinse
1. Suhu tidak bisa tercapai/Heat Echanger kotor
6 4
2. Pompa bocor 3 24 24 Rp 15.00 3. Pengecatan Berbintik/Cleaning batch
4 24
4. Pembersihan tidak sempurna karena level air kurang
3 6
3 Spray Degreasing
1. Suhu tidak bisa tercapai/Heat Echanger kotor
3 24
2. Tekanan water sparay lemah 3 24 3. Tali pintu putus sehingga jig nabrak pintu
8 15 10
4 DIP Degreasing
1. Pembersihan tidak sempurna karena conductivity tinggi
5 20
2. Pembersihan tidak sempurna karena level air kurang
14 5
3. Pompa mampet 3 40
5 Spray Water Rinse
1. Tekanan water spray lemah 4 40 2. Pompa mampet 3 12
6 DIP Water Rinse
1. Pembersihan tidak sempurna karena conductivity tinggi.
4 30
2. Pembersihan tidak sempurna karena level air kurang
4 5
7 Surface Condition
1. Suhu tidak bisa tercapai/Heat Echanger kotor
4 24
2. Pompa bocor. 5 30 Rp 25.00
70
Tabel 4.2 Data downtime di ACED (lanjutan)
No Nama Bagian Mesin
Problem Frequency
Lama Perbaikan
(jam)
Down Time Cost (Mn)
8 Phospating
1. Suhu tidak bisa tercapai/Heat Echanger kotor
7 32
2. Pompa bocor. 4 28 Rp 16.00
9 Spray Water Rinse
1. Tekanan water spray lemah 4 40 2. Pompa bocor 2 16 Rp 8.00
10 Demin Water Rinse
1. Pembersihan tidak sempurna karena conductivity tinggi
5 20
2. Pembersihan tidak sempurna karena level air kurang
10 4
11 ACED
1. Pengecetan tidak sempurna karena level kurang
6 7
2. Pompa bocor 6 40 Rp 90.00 3. Penggantian UF Module. 6 30 Rp 240.00
4. Penggantian bag filter. 80 40 10 Rp 8.00
12 Ultra
Filtration Spray
1. Penggantian Bag filter 40 40 Rp 4.00
2. Tali pintu putus sehingga jig nabrak pintu
6 12 6
13 Ultra
Filtration DIP Rinse
1. Penggantian Bag filter 40 40 Rp 4.00
14 Demin DIP
1. Pemersihan tidak sempurna karena level kurang
10 60
15 Lifter I
1.Brake rusak 3 12 12
16 Lifter II 1. Brake Rusak 3 15 15
17 Lifter III
1. Brake rusak 3 13 13 Rp 18.00 2. Motor brake terbakar 1 24 Rp 8.00
3. Lifter Berbalik 3 15 15
71
Tabel 4.2 Data downtime di ACED (lanjutan)
No Nama Bagian Mesin
Problem Frequency
Lama Perbaikan
(jam)
Down Time Cost (Mn)
18 Transporter
Unloading
1. Eror sensor 6 6 Rp 3.00 2. Break Error 2 8 8 Rp 16.00 3. Motor Tebakar 1 8 8 Rp 4.00 4. Roda Rusak 8 5 Rp 10.00 5. Jig menabrak 5 10 10
19 Oven
1. Suhu terlalu terlalu panas 2 6 2. salah seting suhu 2 8 8 3. Exaust mampet sehingga suhu tidak merata
3 24 24
4. Burner mati 3 40 24 5. Motor blower mati 1 9
20 Conveyor
1. Conveyor mati 3 12 12 2. Conveyor kendor 2 8 3. Conveyor errors 4 18 6
21 Sealling system
1. Sistem berhenti, karena level air sealing habis.
8 5 5
2. Sistem berhenti, mampet karena kotor.
12 10 10
3. Pompa bocor. 4 30 12 Rp 12.00
22 Boiler 1. Pompa bocor 2 76 2. Burner error 3 24
23 Chiller
1. Suhu cat terlalu terlalu tinggi, karena chiller tidak bekerja
2 10 Rp 8.00
2. Pompa sirkulasi bocor. 3 15 Rp 15.00
3. Compressor 1 30 30 Rp 8.00 Total 416 1214 294 Rp 550.00
Dari data perbaikan di atas didapat beberapa data penting seperti berikut:
Down time per tahun = 147 jam Recovery time per tahun (jam/problem) = 1.44 jam
72
Cost per tahun = Rp 275 juta MTTR (jam) = 2.9
Rata-rata downtime untuk mesin ACED adalah 147 jam (8820 menit) dalam satu
tahun. Setelah melakukan proses pengumpulan data kerusakan komponen-
komponen pada mesin ACED, selanjutnya akan dihitung efektivitas dari mesin
ACED ini sebagai penilaian kondisi eksisting mesin tersebut. Untuk data output
produksi yang dipakai adalah rata-rata dari produk yang diproduksi oleh mesin
ACED. Berikut adalah parameter-parameter yang digunakan untuk perhitungan
efektivitas mesin:
1) Total Shift/hari = 1 (1 shift = 8 jam)
Total waktu dalam satu shift terdiri dari 8 (delapan) jam kerja.
Istirarahat 45 menit (0.75 jam).
2) Total Output Aktual per hari.
Total output perhari adalah 1400 komponen fabrikasi sebanding dengan 200
set unit motor.
3) Cycle Time (1 component)
Untuk menentukan waktu yang diperlukan dalam membuat satu unit
komponen fabrikasi sebuah motor adalah dengan membagi jumlah produksi
dalam satu hari dengan waktu kerja yang tersedia dalam satu shift.
= 200 unit/(7.25jamx60).
= 0.46 unit/menit). CT = 2.17 menit/product.
4) Working Hour
Merupakan jumlah jam kerja yang ada per tahun nya, dengan formulasi
sebagai berikut:
= [(No.of working hours/day * No.of working days/month)] * 12.
= [(8jam*22hari)]*12 = 2112 jam/tahun.
= 2112 jam/tahun * 60.
= 126720 menit/tahun.
5) Break Time
Dilakukan setiap dua minggu sekali dalam waktu satu hari. Jadi dalam satu
tahun terdapat 52 minggu, sehingga dua minggu sekali nya adalah 26 hari.
73
= 26hari x 8jam x 60 menit/hari
= 12480 menit/tahun.
6) Breakdown Time (Unplanned) = 8820 menit/tahun.
Didapat dari rata-rata akumulasi waktu kerusakan mesin selama selang waktu
dua tahun mulai Juni 2011 sampai dengan Juli 2013, seperti yang ada pada
tabel 5.1.
7) Effective Time (Te)
Merupakan jam kerja total yang ada selama satu tahun (working hour) yaitu
sama dengan jumlah jam kerja yang ada per tahun nya, dengan formulasi
sebagai berikut:
= [(No.of working hours/day * No.of working days/month)] * 12.
= [(8jam*22hari)]*12 = 2112 jam/tahun.
= 2112 jam/tahun * 60.
= 126720 menit/tahun.
8) Productive Time (To) = (Te – Breakdown Time)
Merupakan hasil pengurangan dari waktu effektif dikurangi dengan
breakdown time selama satu tahun
= 126720 menit/tahun – 8820 menit/tahun
= 117900 menit/tahun.
9) Actual Time
Merupakan waktu aktual dimana mesin benar-benar dalam waktu sedang
melakukan unjuk kerja nya. Formulanya adalah sebagai berikut :
= [(No.of working hours/day-Break Time)*No.of working days/month]*12-
Breakdown Time.
= (Productive Time – Break Time).
= (117900 menit/tahun -12480 menit/tahun).
= 105420 menit/tahun.
Point-point diatas merupakan parameter-parameter yang akan dimasukkan dalam
model matematis untuk menghitung Effektifitas mesin ACED, seperti yang ada
dibawah ini.
N = Jumlah produksi dalam satu tahun.
74
= Actual Time/ Cycle Time (1 component).
= (105420 menit ) /2.17 menit/product.
= 48580 produk/tahun.
Nmax = Jumlah produksi maksimal dalam satu tahun.
= Te/Cycle Time
= (126720 menit/tahun)/2.17 menit/product.
= 58397 produk/tahun.
NQ = Number of Qualified
Tabel 4.3 Jumlah rata-rata Cacat Produk (Juni 2011 – Juni 2013)
No Bulan Jumlah defect 1 January 20 2 February 21 3 March 15 4 April 10 5 May 5 6 June 10 7 July 17 8 August 16 9 September 7
10 October 18 11 November 14 12 December 11
Jumlah 164
Cara menentukan produk yang tidak cacat adalah dengan mengurangi total
produk yang dihasilkan selama 1 tahun, dikurangi dengan produk rata-rata defect
selama satu tahun (tabel 4.3). Perhitungannya adalah seperti dibawah berikut :
NQ = N – Produk defect.
= 48580 – 164
= 45686 produk/tahun.
A = Effektifitas waktu.
= To/Te
75
= 117900/126720
= 0,93
R = Effektifitas produksi.
= N/Nmax
= 48580/58397
= 0,832
Y = Effektifitas kualitas
= NQ/N
= 45686/48580
= 0,94
E = A*R*Y
= 0,93 x 0,832 x 0,94
= 0,782
= 72.8%
Jadi dari perhitungan diatas, didapatkan bahwa efektivitas dari peralatan adalah
sebesar 72.8%.
4.3 Identifikasi Penentuan Masalah
Pada tahap ini merupkan tahap menentukan seberapa penting masalah ini harus
segera diselesaikan. Dari data observasi dilapangan diperoleh rata-rata lama
perbaikan pada mesin pengecatan logam (ACED) adalah sebagai berikut (tabel
4.4) .
Tabel 4.4 Data lama perbaikan ACED
No Nama Sub Mesin Lama
perbaikan (jam)
Komulatif Tingkat
penyelesaian (%)
1 ACED 117 117 9 2 Boiler 100 217 17 4 Oven 87 304 24
76
Tabel 4.4 Data lama perbaikan ACED (lanjutan)
No Nama Sub Mesin Lama
perbaikan (jam)
Komulatif Tingkat
penyelesaian (%)
5 DIP Degreasing 65 369 29 6 Spray Degreasing 63 432 34 7 Phospating 60 492 38 8 Demin DIP 60 552 43 9 Hot Water Rinse 58 610 48
10 Lifter III 58 668 52 11 Spray Water Rinse 2 56 724 56 13 Spray Water Rinse 1 52 776 60 15 Chiller 55 831 65 12 Surface Condition 54 885 69 13 Ultra Filtration Spray 52 937 73 14 Sealling system 45 982 76 16 Ultra Filtration DIP Rinse 40 1022 80 17 Conveyor 38 1060 83 18 Transporter Loading 37 1097 85 19 DIP Water Rinse 35 1132 88 20 Transporter Unloading 31 1163 91 21 Demin Water Rinse 24 1187 92 22 Lifter II 15 1202 94 23 Lifter I 12 1214 95
Dalam menangani permasalahan, akan terlebih dahulu dipilih permasalahan yang
menjadi prioritas. Untuk hal ini akan diprioritaskan berdasarkan waktu aktivitas
pemeliharaan yang paling lama. Harapannya adalah dengan menangani proses
pemeliharaan dengan waktu proses yang lama, akan dapat memberi kontribusi
perbaikan yang lebih terlihat. Dalam menentukan komponen penting tersebut,
dilakukan dengan menggunakan diagram pareto untuk masing-masing sub
mesin. Kemudian dari waktu-waktu proses perbaikan tersebut, akan dipilih
komponen mana yang waktu perbaikannya masuk ke dalam 80% dari total waktu
keseluruhan perbaikan pada mesin ACED (gambar 4.6). Hasil yang diperoleh
berdasarkan pengolahan data menggunakan pareto adalah seperti terlihat pada
grafik dibawah ini.
77
Gambar 4.6 Analisa dengan pareto pada ACED
Untuk menentukan fokus dari proyek ini yaitu memperbaiki atau improvement
efektivitas ACED melalui Mean Time To Repair (MTTR) yang terjadi pada
mesin Acrylic Cathodic Electrical Deposition (ACED) tersebut. Dengan adanya
pengurangan sebanyak 80% total jumlah waktu yang terbuang untuk perbaikan
diharapkan pula jumlah reject, direct cost akan berkurang juga. Sehingga
efektivitas waktu, produksi dan kualitas juga akan meningkat. Tingkat efektivitas
yang direkomendasikan adalah minimal sebesar 80%.
Dibawah ini adalah grafik target yang harus dicapai:
Gambar 4.7 Target Improvement
917 24 29 34 38 43 48 52 56 60 65 69 73 76 80 83 85 88 91 92 94
0
25
50
75
100
0100200300400500600700800900
1000110012001300
AC
EDBo
iler
Ove
nD
IP …
Spra
y …Ph
ospa
ting
Dem
in D
IPH
ot W
ater
…Li
fter I
IISp
ray …
Spra
y …C
hille
rSu
rfac
e …U
ltra …
Seal
ling …
Ultr
a …C
onve
yor
Tran
spor
te…
DIP
Wat
er …
Tran
spor
te…
Dem
in …
Lifte
r II
Jam
%
78
Grafik tersebut menjelaskan bahwa mesin Acrylic Cathodic Electrical Deposition
(ACED) sebelum perbaikan mempunyai efektivitas 72.8% dan setelah dilakukan
perbaikan diharapkan meningkat menjadi 80% (gambar 4.7).
4.4 Penelusuran Waste
Selanjutnya adalah dicari penelusuran waste dari aktivitas perbaikan yang telah di
pareto kan dengan menggunakan Value Stream Maintenance Mapping (VSMM).
Dari penelusuran tersebut dapat diketahui aktivitas apa yang tergolong kedalam
waste. Hasil identifikasi waste tersebut ditampilkan pada tabel 4.5 dibawah ini :
Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED
No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)
Cost (juta)
Type waste
1
Hot Water Rinse
1. Suhu tidak bisa
tercapai/Heat Exchanger
kotor
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencarian masalah 1.25 Process 5. Pembersihan dengan angin 2 Process
2. Pompa bocor
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraia masalah. 4.25 Process
5. Bongkar pompa 8 Process 6. Penggantian mechanical seal, pecah saat dibuka
3 Rp 15 Defect
7. Pemasangan pompa 8 Process 3. Pengecatan Berbintik/Clea
ning batch
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion
79
Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED (lanjutan)
No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)
Cost (juta)
Type waste
3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4.Pencaraian masalah 11.25 Process
5. Penggantian air 12 Process
4. Process Pembersihan
tidak sempurna
karena level air kurang
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 3.25 Process
5. Penambahan air 3 Process
2
Spray Degrea
sing
1. Suhu tidak bisa
tercapai/Heat Echanger
kotor
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 3.25 Process 5. Bongkar Heat exchanger 6 Process
6. Pembersihan 8 Process 7. Pemasangan Heat exchanger 6 Process
2. Tekanan water sparay
lemah
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 7.25 Process
5. Pelepasan nozel 4 Process
6. Pembersihan nozel 8 Process
7. Pemasangan Nozel 4 Process
80
Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED (lanjutan)
No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)
Cost (juta)
Type waste
3. Tali pintu putus sehingga
jig nabrak pintu
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 1.25 Process
5. Pelepasan pintu 3 Process
6. Perbaikan pintu 4 Waiting time
7. Pemasangan pintu 3 Process 8. Penggantian tali seling 3 Process
3 DIP
Degreasing
1. Pembersihan
tidak sempurna
karena conductivity
tinggi
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 4.25 Process
5. Pengurangan air 4 Process
6. Penambahan air baru 4 Process
7. Penambahan kimia 4 Process 8. Pengukuran conductivity 3
Waiting time
2. Pembersihan
tidak sempurna
karena level air kurang
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 1.25 Process
5. Penambahan air 1 Process
6. Pengontrolan level 1 Process
81
Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED (lanjutan)
No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)
Cost (juta)
Type waste
3. Pompa
mampet
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 9.25 Process 5. Pembongkaran pompa 12 Process
6. Pembersihan pompa 6 Process
7. Pemasangan pompa 12 Process
4 Spray Water
Rinse 1
1. Tekanan water spray
lemah
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 7.25 Process
5. Pelepasan nozel 10 Process
6. Pembersihan nozel 12 Waiting time
7. Pemasangan Noze 10 Process
2. Pompa mampet
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 2.25 Process 5. Pembongkaran pompa 2 Process
6. Pembersihan pompa 5 Waiting time
7. Pemasangan pompa 2 Process
82
Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED (lanjutan)
No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)
Cost (juta)
Type waste
5 Surface Conditi
on
1. Suhu tidak bisa
tercapai/Heat Echanger
kotor
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 3.25 Process 5. Bongkar Heat exchanger 6 Process
6. Pembersihan 8 Waiting time
7. Pemasangan Heat exchanger 6 Process
2. Pompa bocor.
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 4.25 Process
5. Bongkar pompa 8 Process
6. Cleaning dan service 9 Rp 25 Process
7. Pemasangan pompa 8 Process
6 Phospating
1. Suhu tidak bisa
tercapai/Heat Echanger
kotor
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 7.25 Process 5. Bongkar Heat exchanger 6 Process
6. Pembersihan 12 Waiting time
7. Pemasangan Heat exchanger 6 Process
2. Pompa bocor.
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion
83
Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED (lanjutan)
No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)
Cost (juta)
Type waste
3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 7.25 Process
5. Bongkar pompa 6 Process 6. Penggantian mechanical seal 8 Rp 16 Defect
7. Pemasangan pompa 6 Process
7 Spray Water
Rinse 2
1. Tekanan water spray
lemah
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 7.25 Process
5. Pelepasan nozel 10 Process
6. Pembersihan nozel 12 Waiting time
7. Pemasangan Noze 10 Process
2. Pompa bocor
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 1.25 Process
5. Bongkar pompa 5 Waiting time
6. Penggantian mechanical seal 4 Rp 8 Defect
7. Pemasangan pompa 5 Waiting time
8 ACED
1. Pengecetan tidak
sempurna karena level
kurang
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshopp untuk persiapan alat
0.25 Motion
84
Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED (lanjutan)
No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)
Cost (juta)
Type waste
4. Pencaraian masalah 1.25 Process
5. Penambahan anolyte 2 Waiting time
6. Penambahan cat 2 Waiting time
7. Control PH 1 Process
2. Pompa bocor
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 9.25 Process
5. Bongkar pompa 12 Waiting time
6. Penggantian mechanical seal 6 Rp 90 Defect
7. Pemasangan pompa 12 Waiting time
3. Penggantian UF Module.
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 5.25 Process
5. Bongkar cassing 9 Waiting time
6. Ganti UF module 6 Rp240 Process
7. Pasang UF ke casing 9 Waiting time
4. Penggantian bag filter.
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 19.25 Process
85
Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED (lanjutan)
No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)
Cost (juta)
Type waste
5. Bongkar cassing 5 Waiting time
6. Ganti UF bag filter 10 Rp 8 Process
7. Pasang casing 5 Waiting time
9
Ultra Filtrati
on Spray
1. Penggantian Bag filter
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 19.25 Process
5. Bongkar cassing 5 Waiting time
6. Ganti UF bag filter 10 Rp 4 Process
7. Pasang casing 5 Waiting time
2. Tali pintu putus sehingga
jig nabrak pintu
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 1.25 Process
5. Pelepasan pintu 3 Process
6. Perbaikan pintu 2 Waiting time
7. Pemasangan pintu 3 Process 8. Penggantian tali seling 2 Process
10
Ultra Filtration DIP Rinse
1. Penggantian Bag filter
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 19.25 Process
86
Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED (lanjutan)
No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)
Cost (juta)
Type waste
5. Bongkar cassing 5 Waiting time
6. Ganti UF bag filter 10 Rp 4 Process
7. Pasang casing 5 Waiting time
11 Demin DIP
1. Pembersihan
tidak sempurna
karena level kurang
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 19.25 Process
5. Penambahan air 20 Waiting time
6. Control PH 20 Process
12 Lifter III
1. Brake rusak
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 2.25 Process
5. Bongkar motor 3 Process
6. Ganti brake 3 Rp 18 Process
7. Pasang motor 2 Process
8. Setting brake 2 Process
2. Motor brake terbakar
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshopp untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 1.25 Process
5. Pembongkaran motor 1 Process
6. Gulung motor 20 Rp 8 Process
87
Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED (lanjutan)
No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)
Cost (juta)
Type waste
7. Pasang motor 1 Process
3. Lifter Berbalik putaran
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 1.25 Process
5. Bongkar belt 3 Process
6. Ganti belt 3 Process
7. Pasang belt 3 Process
8. Setting belt 4 Process
4. Eror sensor
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 1.25 Process
5. Lepas sensor 1 Process
6. Ganti 1 Rp 3 Process
7. Testing dan setting 2 Process
13 Oven 1. Suhu terlalu terlalu panas
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 1.75 Process
5. Pengesetan ulang 0.5 Process
6. Cooling down 3 Waiting time
88
Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED (lanjutan)
No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)
Cost (juta)
Type waste
Oven
2. Salah setting suhu
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 1.75 Process
5. Pengesetan ulang 1.5 Process
6. Cooling down 4 Waiting time
3. Exaust mampet
sehingga suhu tidak merata
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 2.25 Process
5. Pembongkaran filter 2 Process
6. Pembersihan filter 15 Waiting time
7. Pemasangan filter 2 Process 8. Pembersihan impeller 2 Process
4. Burner mati
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
5. Pencaraian masalah 9.25 Process 6. Pembongkaran burner 12 Process 7. Pembersihan sensor api 6
Waiting time
8. Pemasangan burner 12 Process
5. Motor blower mati
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion
89
Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED (lanjutan)
No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)
Cost (juta)
Type waste
3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 0.25 Process 5. Pembongkaran burner 1 Process 6. Perbaikan presure switch 6 Process
7. Pemasangan burner 1 Process
14 Sealling system
1. Sistem berhenti,
karena level air sealing
habis.
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
5. Pencaraian masalah 0.25 Process
6. Pengisian air 2 Process
7. Start up ulang 1 Process
8. Seting ulang 1 Process
2. Sistem berhenti, mampet
karena kotor.
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
5. Pencaraian masalah 1.25 Process
6. Pembersihan filter 5 Process
7. Start up ulang 1 Process
8. Seting ulang 2 Process
3. Pompa bocor.
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
90
Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED (lanjutan)
No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)
Cost (juta)
Type waste
4. Pencaraian masalah 5.25 Process
5. Bongkar pompa 10 Waiting time
6. Penggantian mechanical seal 4 Rp 12 Process
7. Pemasangan pompa 10 Waiting time
15 Boiler
1. Pompa bocor
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 5.25 Process
5. Bongkar pompa 5 Waiting time
6. Perbaikan mechanical seal 60
Waiting time
7. Pemasangan pompa 5 Waiting time
2. Burner error
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 5.25 Process 5. Pembongkaran burner 6 Process 6. Penyetingan sequencial 6
Waiting time
7. Pemasangan burner 6 Process
16 Chiller
1. Suhu cat terlalu terlalu tinggi, karena chiller tidak
bekerja
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
91
Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED (lanjutan)
No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)
Cost (juta)
Type waste
4. Pencaraian masalah 1.25 Process 5. Perbaikan penampung air. 4 Rp 4 Process 6. Penambahan DM Water 3 Rp 4 Process
7. Start up 1 Process
2. Pompa sirkulasi bocor.
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
4. Pencaraian masalah 2.25 Process
5. Bongkar pompa 3 Process 6. Perbaikan mechanical seal 6 Rp 15 Process
7. Pasang pompa 3 Process
3. Compressor
1. Membuat work order 0.25 Motion
2. Pengecekan awal. 0.25 Motion
3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat
0.25 Motion
5. Pencaraian masalah 3.25 Process 6. Perbaikan kebocoran 20 Rp 4 Process
7. Penambahan freon 4 Rp 4 Process
8. Start up 2 Process
92
4.5 Analisa Pemborosan/Identifikasi Waste
Pada Identifikasi waste dilakukan untuk mengetahui aktivitas-aktivitas atau
proses yang termasuk kategori waste. Pengidentifikasian waste dilakukan melalui
brainstorming dengan pihak manajemen terkait. Waste tersebut dikelompokkan
berdasarkan jenisnya dan didapat 4 (empat) jenis waste yang berhubungan
dengan waktu dan 1 (satu) waste yang berhubungan dengan biaya, komposisi
sperti pada gambar 4.8.
Gambar 4.8 Pengelompokan Waste
Adapun macam-macam waste yang telah ditemukan pada saat maintenance
mesin ACED dalam jangka waktu 2 (dua) tahun akan dijabarkan dalam analisa
dibawah ini.
4.5.1 Process
Jenis pemborosan pada klasifikasi ini terjadi karena para pekerja tidak
menggunakan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuannya secara optimal.
Pada saat terjadi kelainan pada mesin production, kemudian diturunkan pekerja
maintenance, dalam mengidentifikasi apa yang menyebabkan kerusakan tersebut
diperlukan waktu yang lama dalam penyelesainya. Hal tersebut belum termasuk
kegiatan membongkar mesin untuk menemukan titik kerusakan mesin. Waktu
yang lama untuk mengidentifikasi kerusakan tesebut juga merupakan suatu
bentuk pemborosan, dimana pekerja maintenance kurang memiliki kemampuan
Motion15%
Process40%
Over production
10%
Waiting35%
Jenis waste
93
yang tajam dalam mengidentifikasi permasalahan. Hal lain yang menyebabkan
lamanya menemukan permasalahan adalah area mesin yang sangat luas dan
rumit. Pada aktivitas tersebut diperlukan waktu yang lama untuk bolak-balik
antara tempat dia melakukan perbaikan dengan panel induk untuk melakukan
pengetesan.
4.5.2 Waiting
Jenis pemborosan ini, ciri-cirinya adalah menyebabkan mesin serta operator
menganggur atau tidak melakukan pekerjaan secara effective. Pertama adalah
yang termasuk waste waiting, yaitu menunggu surat perintah kerja disetujui oleh
supervisor bagian Maintenance. Selain itu terdapat pemborosan yang berupa
aktivitas menunggu kedatangan sparepart, misalnya datangnya motor yang
diperbaiki karena harus digulung diluar karena terbakar. Aktivitas menunggu
lainya adalah aktivitas pemasangan (assembling) yang membutuhkan waktu
sangat lama setelah selesai perbaikan part-nya, misalnya aktivitas perbaikan
pompa, aktivitas penggantian mechanical seal, pengisian air, penggantian bag
filter, perbaikan chiller dan lainya.
4.5.3 Motion
Telah ditemukan terdapat beberapa pergerakan yang terlalu sering diluar tindakan
perbaikan itu sendiri. Kegiatan perpindahan tersebut antara lain adalah operator
mesin di lini produksi melaporkan kerusakan ke bagian Maintenace yang
berwenang untuk membuat Work Order (WO) perbaikan jika ditemukan suatu
peralatan yang rusak. Setelah selesai membuat WO dari bagian Maintenance,
operator bersama pekerja maintenance yang telah didelegasikan oleh pihak yang
berwenang untuk menangani kerusakan, kembali lagi ke lini produksi untuk
melakukan perbaikan yang merupakan anilisa awal. Jika kerusakan telah
ditemukan mereka akan kembali ke Maintenace untuk mengambil sparepart
beserta peralatan penunjangnya. Pergerakan yang semacam ini, selalu terjadi di
setiap jenis aktivitas perbaikan di lini produksi. Karena pembuatan WO mutlak
untuk dilakukan sebelum para pekerja maintenance melaksanakan tugasnya.
sehingga dapat dikategorikan sebagai waste.
94
Pergerakan lain (motion) yang merupakan non value added activity adalah
petugas maintenance harus mengambil peralatan dan sparepart ke gudang
maintenance jika masalah telah ditemukan. Kemudian pekerja maintenance
tersebut kembali ke lini produksi untuk melakukan installasi sparepart agar
peralatan dapat bekerja kembali.
4.5.4 Over Production
Terdapat beberapa kegiatan maintenance berdasarkan jadwal kegiatan routine.
Tanpa melihat kondisi actual. Melakukan aktivitas maintenance melebihi
kebutuhan yang sebenarnya dibutuhkan, atau melakukan penggantian sparepart
lebih cepat atau lebih awal tanpa melihat kondisi aktualnya adalah sebuah
pemborosan. Dalam hal ini bisa dilihat pada proses penggantian bag filter dan
penggantian anolyt setiap 2 (dua) minggu sekali. Penggantian filter dilakukkan
untuk mecegah macet, sedangkankan penggantian anolyt dengan tujuan untuk
menjaga conductivity dan tingkat kekeruhan.
4.5.5 Defect
Jenis pemborosan ini berhubungan dengan disfungsi dari proses/operasi
perawatan. Dalam hal ini pekerja maintenance melakukan kesalahan dalam
pemasangan pembonngkaran alat, misalnya pemasangan bearing, mechanical
seal dan komponen listrik lainya. Kegagalan pencapaian kegiatan perbaikan
tersebut merupakan suatu bentuk waste yang harus dikurangi.
4.6 Analisis Penyebab Waste
Analisa yang dilakukan adalah analisa terhadap faktor penyebab waste yang akan
dibahas pada bagian ini. Analisis dilakukan dengan mencari akar penyebab
permasalahan dengan menggunakan Root Cause Analysis (RCA). Dari hasil
identifikasi waste, pencarian akar penyebab permaslahan tersebut ditelusuri
dengan cara bertanya “mengapa” sebanyak beberapa kali, sehingga tindakan yang
sesuai dengan akar penyebab permasalahan dapat ditemukan dan dapat
menyelesaikan permasalahan yang ada. Pencarian serta penentuan akar penyebab
dari suatu permasalahan tersebut dilakukan melalui brainstorming dengan pihak
95
perusahaan di bidang yang terkait. Berikut ini ditunjukkan tabel akar
permasalahan dengan menggunakan tools 5Why, dan dibuat untuk masing-masing
waste:
4.6.1 Waste Process
Tabel di bawah ini akan disajikan penyelesaian berdasarkan metode 5 why untuk
penelusuran akar penyebab pemborosan tersebut. Dari tabel 4.6, tersebut dibawah
dapat menunjukkan bahwa sebuah permasalahan yang sedang dihadapi oleh
perusahaan terkait dengan manajemen pemeliharaan adalah adanya pemborosan
berupa proses pengidentifikasian kerusakan yang lama.
Tabel 4.6 Penelusuran Akar Penyebab Waste Process Jenis
masalah Why 1 Why 2 Why 3 Why 4 Why 5
Waste
process
Pencarian
kerusakan
membutuhkan
waktu sangat
lama
Pencarian
kerusakan dari
hulu sampai
hilir
Tingkat
kesulitan
tinggi
Ditanggani
oleh orang
yang kurang
pengalaman
Tidak
ada
pelatihan
yang
memadai
untuk
karyawan
Pembongkaran
dilakukan
pada semua
bagian yang
dicurigai
Operator
yang kurang
memiliki
keahlian
dalam
identifikasi
permasalahan
Mesin yang
besar dan
rumit
Tidak
ada
indikasi
atau
informasi
dari
mesin
tentang
kelainan
96
Untuk mengetahui mengapa terdapat pemborosan berupa proses tersebut, maka
akan dilakukan pertanyaan untuk mengetahui penyebab terjadinya waste process.
Pada contoh kasus diatas akar penyebab permasalahan waste process disebabkan
oleh terlalu rumitnya sebuah mesin dan kemampuan (skill) pekerja maintenance
yang kurang memadai, sehingga proses pengidentifikasian menjadi lama. Hal
tersebut dikarenakan tidak terdapatnya informasi kerusakan (errors message) dari
sebuah mesin dan kurangnya pengalaman serta pelatihan yang cukup
meningkatkan skill operator maintenance.
4.6.2 Waste Waiting
Di bawah ini akan disajikan berdasarkan metode 5 why , penelusuran akar
penyebab pemborosan dari penugguan/waste waiting. Dari tabel 4.7 tersebut
dibawah menunjukkan bahwa sebuah permasalahan yang sedang dihadapi oleh
perusahaan terkait dengan manajemen pemeliharaan adalah adanya pemborosan
berupa waiting time. Untuk mengetahui mengapa terdapat pemborosan tersebut,
maka akan dilakukan pertanyaan untuk mengetahui penyebab terjadinya waste
tersebut.
Tabel 4.7 Penelusuran Akar Penyebab Waste Waiting Jenis
masalah Why 1 Why 2 Why 3 Why 4 Why 5
Waste
Waiting
Menunggu
komponen
yang
diperbaiki
di bengkel.
Kompenen
mesin
tersebut
rusak
Tidak
terdteksi
lebih awal
Tidak
ditemukan
tanda-tanda
ketidaknormalan
Tidak
tersedia
alat untuk
memonitor
kondisi
Tidak ada
alat
pengganti
Tidak dipasang
alat parallel
(redundancy)
Mahal
Dari tabel tersebut dapat dilihat sebuah permasalahan yang sedang dihadapi oleh
perusahaan terkait dengan manajemen pemeliharaan adalah adanya pemborosan
berupa waiting time. Untuk mengetahui mengapa terdapat pemborosan tersebut,
97
maka akan dilakukan pertanyaan untuk mengetahui penyebab terjadinya waste
tersebut. Pada contoh kasus diatas akar penyebab permasalahan waste waiting
disebabkan oleh tidak tersedianya alat yang berfungsi untuk memonitor kondisi
dari peralatan tersebut. Sehingga tanda-tanda awal dari sebuah ketidaknormalan
tidak diketahui lebih awal. Ketidaknormalan disadari setelah peralatan tersebut
rusak. Setelah rusak proses tidak bisa dipindahkan karena tidak dipasang alat
redundancy alat yang sejenis yang mengakibatkan waiting time menjadi lama
karena harus menunggu alat tersebut selesai diperbaiki.
4.6.3 Waste Motion
Dibawah ini akan disajikan berdasarkan metode 5 why penelusuran akar
penyebab pemborosan. Dari tabel 4.8, tersebut dibawah memperlihatkan sebuah
permasalahan yang sedang dihadapi oleh perusahaan terkait dengan manajemen
pemeliharaan adalah adanya pemborosan berupa pergerakan yang berlebihan.
Tabel 4.8 Penelusuran Akar Penyebab Waste Motion Jenis masalah Why 1 Why 2 Why 3 Why 4 Why 5
Waste Motion
Pergerakan
operator
Dari lini
produksi ke
maintenance
Memerluk
an waktu
yang
cukup
lama
Tidak
berada
dalam satu
lokasi
Tidak ada
system
informasi
tentang
adanya
kerusakan
atau
kelainan
Dari
maintenance
kembali ke
produksi
Pergerakan
Maintenance
Dari
maintenance
ke produksi
Dari produksi
ke gudang
dan
sebaliknya
Bolak balik
ke panel
control
Tidak ada
control
lokal
98
Untuk mengetahui mengapa terdapat pemborosan berupa pergerakan tersebut,
maka akan dilakukan pertanyaan untuk mengetahui penyebab terjadinya waste
motion dimana pada kasus ini dilakukan sebuah metode dengan melakukan lima
kali pertanyaan (why) untuk masing-masing permasalahan yang timbul. Dapat
dilihat pula, umumnya pada pertanyaan keempat atau kelima mayoritas akar
permasalahan sudah dapat ditemukan. Pada contoh kasus diatas akar penyebab
permasalahan waste motion disebabkan oleh tidak terdapat sistem informasi maintenance
yang membantu mempercepat motion dan panel control terpusat pada satu tempat.
4.6.4 Over Production
Tabel di bawah ini akan disajikan berdasarkan metode 5 why , penelusuran akar
penyebab pemborosan dari over production..
Tabel 4.9 Penelusuran Akar Penyebab Over production Jenis
masalah Why 1 Why 2 Why 3 Why 4 Why 5
Over
production
Melakukan
kegitan
berdasarkan
jadwal
yang
ditentukan
Sesuai
dengan
petunjuk
manual book
Untuk
menjamin
keamanan
alat
Tidak
diketahui
kondisi actual
dari
komponen
tersebut
Tidak
tersedia
alat untuk
memonitor
kondisi
Dari tabel 4.9 tersebut diatas dapat dilihat sebuah permasalahan yang sedang
dihadapi oleh perusahaan terkait dengan manajemen pemeliharaan adalah adanya
pemborosan berupa over producion. Untuk mengetahui mengapa terdapat
pemborosan tersebut, maka akan dilakukan pertanyaan untuk mengetahui
penyebab terjadinya waste tersebut.
Dari tabel tersebut dapat dilihat sebuah permasalahan yang sedang dihadapi oleh
perusahaan terkait dengan manajemen pemeliharaan adalah adanya pemborosan
berupa over production. Untuk mengetahui mengapa terdapat pemborosan
tersebut, maka akan dilakukan pertanyaan untuk mengetahui penyebab terjadinya
99
waste tersebut. Pada contoh kasus diatas akar penyebab permasalahan over
production disebabkan oleh tidak tersedianya alat yang berfungsi untuk
memonitor kondisi dari peralatan tersebut. Sehingga kondisi actual peralatn tidak
bisa diprediksi secara tepat. Untuk menjamin keamanan dilakukan penggantian
komponen atau part sesuai dengan manual book.
4.6.5 Waste Defect
Di bawah ini akan disajikan berdasarkan metode 5 why , penelusuran akar
penyebab Waste Defect.
Tabel 4.10 Penelusuran Akar Penyebab Waste Defect Jenis
masalah Why 1 Why 2 Why 3 Why 4 Why 5
Waste
Defect
Ganti spare
part
(mechanical
seal,
bearing dll)
Perbaikan
spray tank
membutuhkan
waktu yang
lama dan
bahkan
terdapat
kerusakan
komponen
akibat
perbaikan
tersebut
Operator
kurang
terlatih
Operator baru
pertama
melakukan
pembongkaran
komponen
mesin ACED
Tidak ada
SOP
pembongkaran
mesin
Dari tabel tersebut 4.10 dapat dilihat sebuah permasalahan yang sedang dihadapi
oleh perusahaan terkait dengan manajemen pemeliharaan adalah adanya
pemborosan berupa proses pengidentifikasian kerusakan yang lama. Untuk
mengetahui mengapa terdapat pemborosan berupa defect, maka akan dilakukan
pertanyaan untuk mengetahui penyebab terjadinya waste tersebut.
Pada contoh kasus diatas akar penyebab permasalahan waste defect disebabkan
oleh tidak adanya Standart Operational procedure (SOP) pembongkaran mesin
100
ACED yang jelas, sehingga proses pemasangan mechanical seal menjadi lama
dan bahkan ada yang rusak.
4.7 Usulan Perbaikan
Tahapan ini merupakan pengusulan rekomendasi perbaikan (improvement) untuk
meningkatkan performansi perusahaan, khususnya bidang maintenance. Usulan
perbaikan yang diberikan disesuaikan dengan hasil penelusuran masalah dengan
menggunakan Root Cause Analysis (RCA). Setelah diketahui akar masalah, maka
disini akan diberikan usulan perbaikannya. Usulan perbaikan disusun berdasarkan
tingkat kesulitan pengerjaanya.
4.7.1 Usulan Perbaikan Untuk Waste Motion
Alternatif perbaikan yang dilakukan untuk mengurangi pergerakan yang
berlebihan disepanjang aliran aktivitas pemeliharaan akan dibahas lebih lanjut
dibawah ini.
4.7.1.1 Pembuatan Sistem Informasi Maintenance.
Perencanaan usulan perbaikan dengan melakukan penambahan sistem informasi
maintenance dilakukan dengan brainstorming terhadap pihak manajemen
engineering. Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya penambahan alat ini
adalah juga untuk mempersingkat waktu pergerakan yang ada. Misalnya salah
satu contoh adalah untuk mengetahui sebuah kerusakan pada suatu mesin cukup
dibuatkan warning light yang dilengkapi dengan bunyi sirine. Alat ini bisa
berfungsi secara otomatis jika terjadi kerusakan ataupun bisa manual dengan
menekan tombol apabila diperlukan. Warna yang dipakai adalah simbol warna
yang sudah duketahui secara umum. Warna yang umum dipakai adalah:
1. Warna hijau menandakan mesin berjalan normal.
2. Warna kuning dengan bunyi sirine 1 (satu) menandakan sistem sedang idle,
menunggu material ataupun sengaja dihentikan karena suatu hal.
3. Warna merah dengan bunyi sirine 2 (dua) mendandakan sistem sedang rusak
yang lebih dikenal dengan istilah Emergency dan perlu bantuan maintenance.
101
4. Warna biru dengan bunyi sirine 3 (dua) mendandakan sistem sedang tidak
beroperasi..
Gambar 4.9 Warning light sebagai indicator
Dari yang sebelumnya, untuk memanggil maintenance dengan cara telepon atau
mendatangi langsung, maka rencana kedepan akan dilakukan dengan system
visualisasi (gambar 4.9).
4.7.1.2 Pemasangan Local Control
Melengkapi mesin dengan local control. Local control dipakai untuk keperluan
maintenance agar tidak bolak-balik dari tempat pengecekan ke panel control
(mesin besar dan bertingkat). Central control yang sudah ada sebelumnya dipakai
untuk operasi normal sesuai kebutuhan pengguna. Local control dipasang pada
alat atau peralatan yang posisinya jauh dari panel utuma seperti pada oven di
lantai 3 (tiga), semua lifter di lantai 2 (dua), transporter di samping kanan dan
kiri mesin (gambar 4.10).
Gambar 4.10 Local control untuk maintenance
102
Selanjutnya akan dibahas perhitungan biaya yang digunakan untuk melakukan
pengadaan sistem informasi dan sistem pengontrolan (tabel 4.11). Kesemua
aktivitas akan dikerjakan sendiri (maintenance) dan perkiraan harga diperoleh
dari pengalaman pembelian komponen yang pernah dilakukan.
Tabel 4.11 Estimasi pengadaan sistem informasi dan pengontrolan lokal No Jenis Biaya
1 Pembelian sirine Rp. 1.700.000
2 Pembelian rotary lighting Rp. 700.000
3 Pembelian kabel NWW 3X1 (50m) Rp. 600.000
4 Pembelian push buttom switch (20 set) Rp. 500.000
5 Pembelian kabel control NWWHY 1 (500m) Rp. 4.500.000
6 Pembelian panel box Rp. 550.000
7 Pembelian terminal block (6 set) Rp. 250.000
8 Pembelian lampu idikator (20 set) Rp. 500.000
9 Pembelian scun dan gland cable Rp. 300.000
Total Rp.10.500.000
Allowance 30% Rp. 3.150.000
Grand total Rp. 13.650.000
4.7.2 Usulan Perbaikan Untuk Waste Process dan Defect
Alternatif perbaikan yang dilakukan untuk mengurangi process yang panjang
disepanjang aliran aktivitas perbaikan mesin adalah pelatihan kepada karyawan
yang belum berpengalaman serta melengkapi mesin dengan informasi alarm yang
jelas dan Standart Operational Procedure (SOP). Mesin dihubungkan dengan
Human-Machine Interface (HMI) sehingga hubungan bisa berlangsung cepat
dalam mendapatkan informasi.
4.7.2.1 Pelatihan Karyawan.
Pelatihan dilakukan oleh para expert maintenance, sehingga training di sini
dimaksudkan untuk menyalurkan pengetahuan dari para expert kepada operator-
operator yang baru bekerja. Pelatihan ini diadakan dengan mengambil waktu
103
ketika pabrik senggang yaitu jumat, sehingga tidak mengganggu aktivitas
pekerjaan dan produksi pabrik. Namun begitu, pelatihan ini dikemas seperti
pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh lembaga pelatihan, supaya semua ilmu
yang ada dapat terserap dengan baik. Pelatihan ini meliputi pengarahan berupa
teori maupun teknis. Sedangkan pelatihan otomatisasi dengan Programable Logic
Controller (PLC) dilakukan oleh PT. Autotechnindo sebagai agen resmi
Mitsubishi Electric di Indonesia (tabel 4.12).
Pelatihan disini merupakan pelatihan spesifik untuk mesin Acrylic Cathodic
Electrical Deposition (ACED) khususnya cara kerja boiller, cara kerja break,
cara kerja chiller, cara kerja pompa serta urutan poses kerja mesin dimana
didalam pelatihan tersebut terdiri dari materi-materi sebagai berikut :
Analisa kerusakan yang terjadi pada ACED.
Cara melakukan pembongkaran sesui dengan SOP.
Cara melakukan pemasangan sesuai SOP.
Analisa resiko kerusakan.
Tabel 4.12 Estimasi Biaya Pelatihan Karyawan
N0 Komponen Biaya Jumlah
1 Biaya training 2xRp 2.500.000 Rp5.000.000
2 Biya perlengkapan Rp500.000
3 Konsumsi 20xRp50.000 Rp1000.000
4 Biaya praktek lapangan Rp500.000
Total Rp6.500.000
Alasan memilih training untuk diadakan di perusahaan adalah untuk
meminimalisir biaya yang terjadi. Karena ilmu ini bukan merupakan ilmu baru,
sehingga cara penyaluran ilmunya cukup dari pengetahuan para expert
maintenance kepada operator. Untuk penanganan peralatan khusus dan rumit
dibuatkan guide berupa Standard Operational Procedure (SOP). Sebenarnya
setelah proses recruitment (kaaryawan baru bekerja di perusahaan), terdapat
training yang diberikan kepada pekerja selama tiga bulan. Namun training yang
104
diberikan bersifat global. Sedangkan training untuk meminimalisir waste ini
dilakukan secara spesifik yaitu membahas seluk beluk mengenai ACED.
4.7.2.2 Melengkapi Mesin dengan Human-Machine Interface (HMI).
Human Machine Interface (HMI) merupakan perangkat lunak antar muka berupa
Graphical User Interface (GUI) berbasis komputer yang menjadi penghubung
antara operator dengan mesin atau peralatan yang dikendalikan serta bertindak
pada supervisory, secara umum HMI mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:
Memonitor dan Memberikan informasi kondisi plant kepada operator melalui
GUI secara real time. Tampilan kondisi plant adalah berdasarkan hasil
pembacaan input dan output dari proses yang sedang berlangsung pada plant.
Menentukan kondisi output (actuator) berdasarkan nilai input yang diperoleh
dari pembacaan sensor.
Pengambilan dan penyimpanan data dalam satu koleksi data. Pada umumnya
data dapat berupa data pengukuran, status sistem yang diwakili oleh status
valve sebagai actuator, status alarm, tanggal pengambilan dan penyimpanan
data.
Menyimpan kondisi alarm, sehingga dapat diketahui alasan terjadinya
penyimpangan dalam sistem.
Menampilan grafik dari sebuah proses yang ada di plant, misalkan grafik
penampilan proses kenaikan dan penurunan beban utama yang terhubung ke
genarator baik secara real time maupun historical. Trending dapat dilihat
secara online real time atau historis.
HMI sangat mudah untuk dipahami oleh semua level operator meskipun bukan
dalam bidangnya, sehingga menjadi terbiasa untuk mengoperasikan suatu sistem.
Untuk menampilkan informasi yang dibutuhkan oleh operator, yaitu dengan
dengan cara memilih tipe yang benar untuk ditampilkan sehingga dapat
meminimalkan kesalahan pembacaan dan menerjemahkan informasi yang
diperoleh dari tampilan visual. Untuk memenuhi harapan ini, dibutuhkan analisa
dari tanggung jawab operator, hal ini dapat disesuaikan dengan kemampuan
tampilan yang dipersyaratkan. Tampilan visual umumnya memiliki dua bentuk:
105
digital dan analog. Tampilan digital memberikan informasi secara langsung
berupa sejumlah angka, sebagai contoh kalkulator atau jam tangan digital. Pada
tampilan analog, operator mengartikan informasi dari posisi pointer pada sebuah
skala, atau dari beberapa bentuk indikator analog ke situasi real pada suatu
proses. Terdapat beberapa Hardware dan software HMI yang dikeluarkan oleh
beberapa vendor antara lain, yaitu :
Wonderware - Intouch.
Mitsubishi – GOT.
Siemens - WinCC.
Schneider – Vijeo Look.
Rockwell – RSView.
CiTect HM.I
Lab View.
HMI yang dipilih adalah GOT 1000 dari Mitsubishi dengan alasan untuk
menstandartkan dengan Maintenance Requirement. Yaitu standart part yang
dipakai untuk keperluan control mesin diharuskan sama dengan yang sudah ada
untuk memudahkan pemginstalan dan penyediaan sparepartnya. HMI dipasang
untuk memvisualisasikan kejadian, peristiwa, atau pun proses yang sedang terjadi
di plant secara nyata sehingga dengan HMI operator lebih mudah dalam
melakukan pekerjaan fisik (gambar 4.11).
Gambar 4.11 GOT 1000
106
Gambar 4.12 Daftar harga komponen utama
HMI digunakan juga untuk menunjukkan kesalahan mesin, status mesin,
memudahkan operator untuk memulai dan menghentikan operasi, serta
memonitor beberapa part didalam ruang produksi (gambar 4.13).
Gambar 4.13 Contoh aplikasi monitoring dengan HMI
107
Tabel 4.13 Estimasi pemasangan HMI No Jenis Biaya
1 Pembelian Q06HCPU Rp. 23.000.000
2 Kabel data Rp. 700.000
3 Pembelian kabel NWW 3X1 (50m) Rp. 600.000
4 Pembelian push buttom switch (20 set) Rp. 500.000
5 Pembelian kabel control NWWHY 1 (500m) Rp. 4.500.000
6 Pembelian panel box Rp. 550.000
7 Pembelian terminal block (6 set) Rp. 250.000
8 Pembelian lampu idikator (20 set) Rp. 500.000
9 Pembelian scun dan gland cable Rp. 300.000
Total Rp.30.900.000
Allowance 30% Rp. 9.270.000
Grand total Rp. 40.170.000
4.7.3 Usulan Perbaikan untuk Waste Waiting dan Over Production
Alternatif perbaikan yang dilakukan untuk mengurangi waste waiting
disepanjang aliran aktivitas pemeliharaan berdasarkan penelusuran akar penyebab
masalah yang sebelumnya telah dilakukan adalah sebagai berikut:
4.7.3.1 Melengkapi dengan Visual Indicator.
Visual indicator adalah sebuah alat atau tampilan penghubung antara manusia
dengan mesin (gambar 4.14).
Visual indicator mempunyai fungsi sebagai berikut :
Memonitor keadaan yang ada pada suatu process.
Memantau nilai pada parameter yang ada di process.
Mengambil tindakan yang sesuai dengan keadaan yang terjadi.
Memunculkan tanda peringatan dengan menggunakan alarm atau kode warna
jika terjadi sesuatu yang tidak normal.
108
Gambar 4.14 Komponen utama visualisasi
Visualisasi akan dialakukan pada mesin atau peralatan yang memerlukan
kestabilan suhu dan tekanan. Pemasangan visualisi suhu dan tekanan akan di
lakukan pada input dan output heat exchanger, ultra filtration dan spray water
rinse untuk memudahkan pengamatan sehingga dapat memutuskan suatu
tindakan yang tepat jika diperlukan. filter harus diganti jika selisih tekanan sudah
mencapai 1 (satu) bar (gambar 4.15). Heat Exchanger harus ganti dengan yang
bersih jika selisih tekanan sudah mencapai 0.5 (setengah) bar (gambar 4.16).
Nosel pada water sprayer harus dibersihkan jika tekanan sudah mencapai 2.5
(dua setengah) bar (gambar 4.17). Pemasangan alat untuk memantau kondisi akan
dilakukan di anolyt dan motor, jika kondisi aktual berada diluar range yang diset
maka alarm akan bekerja. Pada anolyt akan dipasang sensor conductivity dan
turbidity untuk memantau actual conductivity yang bisa diterima 50-600µS dan
sensor turbidtty untuk memantau kekeruhan (gambar 4.18). Pada motor lifter
akan dipasang temperature control untuk memantau suhu motor agar tidak boleh
lebih dari 50°C (gambar 4.19). Pemantauan kondisi akan dilakukan oleh operator
terkait dan hasil pemantauan akan di periksa oleh maintenance (autonomous
maintenance).
109
Gambar 4.15 Pemantuan delta pressure di bag filter
Gambar 4.16 Pemantuan delta pressure di heat exchanger
110
Gambar 4.17 Pemantauan tekanan di water sprayer
Gambar 4.18 Pemantauan conductivity dan tingkat kekeruhan di anolyt
111
Gambar 4.19 Pemantauan suhu motor di lifter
Tabel 4.14 Estimasi pengadaan sistem visualisasi No Jenis Biaya
1 Pressure gauge WIKA ( 20 set), @Rp 400.000 Rp. 8.000.000
2 Pembelian temperature gauge, (20 set)@Rp 300.000 Rp. 6.000.000
3 Pembelian scarlet hijau dan merah Rp. 20.000
Total Rp.14.020.000
Allowance 30% Rp. 4.206.000
Grand total Rp. 18.412.000
4.7.3.2 Membuat Otomatisasi
Salah satu penyebab Waste waiting adalah masih banyaknya aktivitas yang
dikontrol dan dilakukan secara manual (pengecekan level air, pengisian air dan
pengecekan level cat). Aktivitas tersebut perlu adanya penggantian tenaga
manusia dengan tenaga mesin yang secara otomatis melakukan dan mengatur
pekerjaan sehingga tidak memerlukan lagi pengawasan manusia secara terus-
menerus. Pengontrolan tetap diperlukan tetapi untuk mastikan bahwa alat tersebut
masih berfungsi. Gambar 4.20 dibawah adalah komponen utama otomatisasi.
112
Gambar 4.20 Komponen utama otomatisasi
Otomatisasi akan dilakukan pada semua tangki air yang memerlukan
pengontrolan ketinggian levelnya sehingga air selalu dalam kondisi normal
(gambar 4.21). Tabel 4.14 adalah estimasi pengadaan sistem otomatisai untuk
pengontrolan ketinggian air.
Gambar 4.21 Sistem otomatisasi pengisian air
113
Tabel 4.15 Estimasi pengadaan sistem otomatisasi No Jenis Biaya
1 Pembelian Selenoid valve 10 set @ Rp 8.000.000 Rp. 80.000.000
2 Pembelian level sensor 10 set @ Rp 4.000.000 Rp. 40.000.000
3 Pembelian kabel NWW 3X1 (50m) Rp. 600.000
4 Pembelian push buttom switch (20 set) Rp. 500.000
5 Pembelian kabel control NWWHY 1 (500m) Rp. 4.500.000
6 Pembelian panel box Rp. 550.000
7 Pembelian terminal block (6 set) Rp. 250.000
8 Pembelian lampu idikator (20 set) Rp. 500.000
9 Pembelian scun dan gland cable Rp. 300.000
Total Rp. 127.200.000
Allowance 30% Rp. 38.160.000
Grand total Rp. 165.360.000
4.7.3.3 Membuat Redundancy
Redudancy adalah jalur jaringan alternative yang digunakan untuk meningkatkan
ketersedian jaringan, sehingga jika dalam sauatu jaringan terdapat link yang
terputus maka jalur untuk proses masih bisa terhubung tanpa menyebabkan
gangguan proses. Redundancy akan dilakukan pada jaringan chiller dengan paint
circulation. Pada jaringan chiller dan paint storage ACED dibutuhkan pompa
untuk mensirkulasikan air ke heat exchanger secara terus menerus untuk menjaga
suhu di paint storage ACED tetap di 27⁰C. Motor 100M1 dengan motor 103M1
dipasang secara redundancy, keduanya bisa beroperasi bergantian
menyirkulasikan cairan cat dari storage di Bath 11 melewati UF filter yang
dipasang secara redundancy. Cairan akan dilewatkan heat exchanger untuk
distabilkan suhunya, proses tersebut berlangsung secara terus-menerus, jika salah
satu proses tidak terpenuhi akan terjadi penggumpalan cat di bath 11 sebayak 27
m³ (gambar 4.22).
114
Gambar 4.22 Sistem redundancy pada paint circulation
Tabel 4.16 Estimasi total biaya pembutan redundancy No Jenis Biaya
1 Pengadaan Pompa dan Instalasi di boiler Rp. 80.000.000
2 Pengadaan Pompa dan Instalasi di Chiller Rp. 60.000.000
3 Pengadaan Pompa dan Instalasi di Paint storage Rp. 100.000.000
4 Sistem control Rp . 20.000.000
Total Rp. 380.000.000
Allowance 30% Rp 114.000.000
Grand total Rp 494.000.000
Tabel 4.17 Estimasi total biaya perbaikan yang diusulkan No Jenis Biaya
1 Pengadaan informasi dan control local Rp.13.650.000
2 Biaya training operator Rp. 6.500.000
3 Biaya pembelian dan pemasangan HMI Rp. 40.170.000
4 Pembelian dan pemasangan visualisai Rp. 18.412.000
5 Pembelian dan pembuatan otomatisasi Rp. 165.360.000
6 Pengadaan redundancy system Rp. 494.000.000
Grand total Rp 677.772.000
115
4.8 Analisis
4.8.1 Analisa Pengurangan Maintenance Lead Time
Dari rekomendasi perbaikan yang telah diusulkan diatas, maka dapat dihitung
pengurangan total lead time dari setiap proses maintenance yang terjadi. Berikut
ini data Maintenance mesin Acrylic Cathodic Electrical Deposition (ACED) rata-
rata dalam satu tahun sebelum adanya identifikasi waste (table 4.18).
Tabel 4.18 data data Down Time ACED Data maintenance rata-rata dalam satu tahun
Down time per tahun = 147 jam (8820 min) Recovery time per tahun (jam/problem) = 1.44 jam Cost per tahun = Rp 275 juta MTTR (jam) = 2.9
Dari data diatas dapat diketahui rata-rata kerusakan selama satu tahun adalah 147
jam (8820 menit/tahun). Kemudian diiperlihatkan kegiatan pemeliharaan yang
paling kritis berdasarkan waktu perbaikan yang paling lama, seperti ditunjukkan
pada tabel 4.19 di bawah ini.
Tabel 4.19 Lama waktu perbaikan ACED
No Nama Sub Mesin Lama
perbaikan (jam)
Komulatif Tingkat
penyelesaian (%)
1 ACED 117 117 9 2 Boiler 100 217 17 3 Oven 87 304 24 4 DIP Degreasing 65 369 29 5 Spray Degreasing 63 432 34 6 Phospating 60 492 38 7 Demin DIP 60 552 43 8 Hot Water Rinse 58 610 48 9 Lifter III 58 668 52 10 Spray Water Rinse 2 56 724 56 11 Spray Water Rinse 1 52 776 60 12 Chiller 55 831 65 13 Surface Condition 54 885 69 14 Ultra Filtration Spray 52 937 73
116
Tabel 4.19 Lama waktu perbaikan ACED (lanjutan)
No Nama Sub Mesin Lama
perbaikan (jam)
Komulatif Tingkat
penyelesaian (%)
15 Sealling system 45 982 76 16 Ultra Filtration DIP Rinse 40 1022 80 17 Conveyor 38 1060 83 18 Transporter Loading 37 1097 85 19 DIP Water Rinse 35 1132 88 20 Transporter Unloading 31 1163 91 21 Demin Water Rinse 24 1187 92 22 Lifter II 15 1202 94 23 Lifter I 12 1214 95
Setelah itu dilakukan identifikasi waste menggunakan Value Stream Maintenance
Mapping (VSMM). Waste yang ada ditunjukkan pada tabel 4.18 sebelumnya,
dengan total waktu sebesar 8820 menit .Kemudian dicari akar penyebab
terjadinya waste tersebut dengan RCA. Setelah diketahui akar penyebab dari
timbulnya masalah, maka dilakukan rekomendasi perbaikan seperti yang telah
diuraikan sebelumnya. Berdasarkan rekomendasi perbaikan tersebut, diharapkan
dapat mengurangi waste-waste yang ada sebesar maksimal bisa 80%. Jika
pencapaian pengurangan waste yang ada sebesar 50% nantinya dapat terpenuhi,
maka total pengurangan maintenance lead time sebesar 50/100 x 8820 menit =
4410 menit.
Jadi lead time aktivitas perbaikan setelah diusulkan adanya rekomendasi
perbaikan dengan pencapaian 50% adalah sebesar {(147 x 60 menit) – 4410 }=
4410 menit setiap tahun.
4.8.2 Analisa Cost
Pada tahapan ini akan dilakukan analisa cost. Metode yang digunakan adalah
analisa profitabilitas (Profitability Analysis). Untuk perhitungan profitabilitas
disini menggunakan perhitungan Net Present Value (NPV), dimana jika hasil
perhitungan nanti didapatkan nilai (+), maka rekomendasi perbaikan layak untuk
dijalankan. Sebaliknya, jika nilai NPV bernilai (-), maka rekomendasi perbaikan
117
akan tidak layak dijalankan. Sebelumnya terlebih dahulu adalah menganalisa hal-
hal yang termasuk benefit dan hal-hal yang tergolong ke dalam cost.
4.8.2.1 Analisa Benefit
a) Pengurangan lead time
Dengan pencapaian pengurangan waktu maintenance lead time, maka akan
didapatkan benefit dari pengurangan akibat hilangnya kesempatan produksi.
Benefit yang diperoleh dari pengurangan waste motion sesuai dengan perhitungan
dibawah ini :
Cycle time untuk 1 produk = 2.17 menit/produk.
Jumlah pengurangan waktu = 4410 menit/tahun.
Untuk menghitung pengurangan kehilangan kesempatan produksi adalah 4410
menit/2.17 menit = 2032 produk.
Keuntungan setiap produk = Rp 500.000 / produk
Benefit = 2032 x Rp 500.000 = Rp 1.000.000.000
b) Pengurangan direct cost maintenance
Dengan adanya penambahan Human - Machine Interface (HMI), visualisasi dan
otomatisasi diharapkan kerusakan akan terdeteksi lebih awal dan segera
diselesaikan sehingga tidak mengakibatkat kerugian yang lebih besar. Training
yang diberikan akan menambah pengetahuan bagi operator sehingga akan
membantu dalam penyelesaian masalah yang dihadapi. Benefit yang diperoleh
dari penerapan usulan perbaikan sesuai dengan perhitungan dibawah ini :
Direct cost per tahun perawatan permesinan ACED = Rp 275.000.000
Tingkat rekomendasi pencapaian adalah 70% = Rp 192.500.000
c) Pengurangan indirect cost (overtime maintenance)
Dari data perbaikan mesin ACED pada tabel 5.13 sebelumnya total jumlah waktu
perbaikan selama 2(dua) tahun adalah 1154 jam = 577 jam pertahun. Dari 577
jam tersebut dilakukan pada hari kerja sebanyak 147 jam (downtime) dan sisanya
dikerjakan dengan overtime sebanya 430 jam. Benefit yang diperoleh dari
penerapan usulan perbaikan sesuai dengan perhitungan dibawah ini :
118
• Biaya lembur maintenance per orang setiap jam = Rp 25.000.
• Jumlah power dalam sekali perbaikan = 4 orang.
• Tingkat rekomendasi pencapaian = 70%.
Jadi keuntungan yang didapat adalah sebesar (70%x430x4xRp 25.000) yaitu
sebesar Rp 30.100.000 setiap tahun.
d) Pengurangan defect
Dari data defect ACED pada tabel 4.2 sebelumnya total jumlah defect rata-rata
selama 2(dua) tahun adalah 164 unit. Benefit yang diperoleh dari penerapan
usulan perbaikan sesuai dengan perhitungan dibawah ini :
• Power Cost&fuel/vehicle = Rp 78.000
• Jumlah defect per tahun = 164 unit
• Tingkat rekomendasi pencapaian = 70%.
Jadi keuntungan yang didapat adalah sebesar (70%x164xRp 78.000) yaitu
sebesar Rp 8.954.000 setiap tahun.
Total benefit yang akan didapat seperti tabel 4.20 dibawah.
Tabel 4.20 Estimasi total benefit setelah adanya perbaikan No Jenis Biaya
1 Lead time Rp.1000.000.000
2 Direct cost maintenance Rp. 192.500.000
3 Overtime maintenance Rp. 30.100.000
4 Pengurangan defect Rp. 8.954.000
Grand total Rp 1.231.554.000
4.8.2.2 Analisa Cost Biaya Investasi
Biaya investasi ini adalah sejumlah uang yang dikeluarkan untuk melakukan
perbaikan. Biaya investasi untuk usaha pengurangan waste maintenance (motion,
process, defect, waiting) adalah sebesar Rp 677.772.000 dengan rincian yang
sudah tertera pada tabel sebelumnya. Umur dari investasi berupa information
system &control, redundancy system adalah 5 sampai 10 tahun (7 tahun).
Selanjutnya akan masuk kedalam perhitungan Profitability Analysis seperti
dibawah ini:
119
• Bunga bank = 7 % per tahun
• Jumlah pemasukan tiap tahun selain keuntungan produksi = Rp231.554.000
• NPV = {-Rp677.772.000 + Rp231.554.000 (P/A,7%,7)}
= {-Rp677.772.000 + Rp231.554.000 (4,5638)}
= -Rp677.772.000 + Rp1.061.329.945
= Rp383.557.945.
Hasil perhitungan didapatkan nilai NPV sebesar Rp383.557.945. Karena nilai
yang dihasilkan positif, maka rekomendasi perbaikan ini layak untuk dijalankan.
4.8.3 Analisa Peningkatan Effectiveness Peralatan
Dengan menerapkan rekomendasi perbaikan untuk mengurangi waste-waste yang
ada disetiap proses pemeliharaan, maka manfaat yang terjadi adalah peningkatan
effectiveitas peralatan atau mesin-mesin pabrik. Berikut adalah perhitungan
peningkatan Efektifitas Peralatan/Equipment Efectiveness (E) :
1) Total Shift/hari = 1 (1 shift = 8 jam)
Total waktu dalam satu shift terdiri dari 8 (delapan) jam kerja.
2) Total Output Aktual per hari.
Total output perhari adalah 1400 komponen fabrikasi sebanding dengan 200
set unit motor.
3) Cycle Time (1 component)
Untuk menentukan waktu yang diperlukan dalam membuat satu unit
komponen fabrikasi sebuah motor adalah dengan membagi jumlah produksi
dalam satu hari dengan waktu kerja yang tersedia dalam satu shift.
= 200 unit/(7.25jamx60).
= 0.416 unit/menit). CT = 2.17 menit/product.
4) Working Hour
Merupakan jumlah jam kerja yang ada per tahun nya, dengan formulasi
sebagai berikut:
= [(No.of working hours/day * No.of working days/month)] * 12.
= [(8jam*22hari)]*12 = 2112 jam/tahun.
= 2112 jam/tahun * 60.
= 126720 menit/tahun.
120
5) Break Time
Dilakukan setiap dua minggu sekali dalam waktu satu hari. Jadi dalam satu
tahun terdapat 52 minggu, sehingga dua minggu sekali nya adalah 26 hari.
= 26 hari x 8 jam x 60 menit/hari
= 12480 menit/tahun.
6) Breakdown Time (Unplanned) = 4410 menit/tahun.
Didapat dari rata-rata akumulasi waktu kerusakan mesin selama selang waktu
dua tahun mulai Juni 2011 sampai dengan Juli 2013, seperti yang ada pada
tabel 5.1 dikalikan dengan tingkat rekomendasi keberhasilan yaitu 50%.
7) Effective Time (Te)
Merupakan jam kerja total yang ada selama satu tahun (working hour) yaitu
= [(No.of working hours/day * No.of working days/month)] * 12.
= [(8jam*22hari)]*12 = 2112 jam/tahun.
= 2112 jam/tahun * 60.
= 126720 menit/tahun.
8) Productive Time (To) = (Te – Breakdown Time)
Merupakan hasil pengurangan dari waktu effektif dikurangi dengan
breakdown time selama satu tahun
= 126720 menit/tahun – 4410 menit/tahun
= 122310 menit/tahun.
9) Actual Time
Merupakan waktu aktual dimana mesin benar-benar dalam waktu sedang
melakukan unjuk kerja nya. Formulanya adalah sebagai berikut :
= [(No.of working hours/day-Break Time)*No.of working days/month]*12-
Breakdown Time.
= (Productive Time – Break Time).
= (122310 menit/tahun - 4410 menit/tahun).
= 177900 menit/tahun.
Poin-poin diatas merupakan parameter-parameter yang akan dimasukkan dalam
model matematis untuk menghitung Effektifitas mesin ACED, seperti yang ada
dibawah ini.
121
N = Jumlah produksi dalam satu tahun.
= Actual Time/ Cycle Time (1 component).
= (117900 menit ) /2.17 menit/product.
= 54332 produk/tahun.
Nmax = Jumlah produksi maksimal dalam satu tahu.
= Te/Cycle Time
= (126720 menit/tahun)/2.17 menit/product.
= 58397 produk/tahun.
NQ = Number of Qualified
Tabel 4.21 Jumlah rata-rata Cacat Produk (Juni 2011 – Juni 2013)
No Bulan Jumlah defect 1 January 20 2 February 21 3 March 15 4 April 10 5 May 5 6 June 10 7 July 17 8 August 16 9 September 7
10 October 18 11 November 14 12 December 11
Jumlah 164
Cara menentukan produk yang tidak cacat adalah dengan mengurangi total
produk yang dihasilkan selama 1 tahun dikurangi dengan produk rata-rata defect
selama satu tahun dikalikan dengan tingkat rekomendasi keberhasilan yaitu 70%,
(tabel 4.20). Perhitungannya adalah seperti dibawah berikut :
NQ = N – Produk defect x 0.7
= 54332 – 164 x 0.7
= 54218 produk/tahun.
122
A = Effektifitas waktu.
= To/Te
= 122301/126720
= 0,965
R = Effektifitas produksi.
= N/Nmax
= 54332/58397
= 0,894
Y = Effektifitas kualitas
= NQ/N
= 54218 /54332
= 0,998
E = A*R*Y
= 0,965 x 0,894 x 0,998
= 0,782
= 86.1%
Jadi dari perhitungan diatas, didapatkan bahwa efektivitas dari peralatan adalah
sebesar 86.1%. Dengan adanya peningkatan efektivtivitas mesin dari 72.8%
menjadi 86.1% diharapkan beberapa penghematan akan didapatkan. Tabel 4.22
tersebut di bawah adalah ringkasan biaya yang diperlukan untuk improvement
dan beberapa keuntungan yang bisa didapat.
Tabel 4.22 Rangkuman biaya investasi dan penghematan No Investasi Biaya Penghematan Biaya
1 Pengadaan informasi
dan control local Rp.13.650.000 Lead time Rp.1000.000.000
2 Biaya training
operator Rp. 6.500.000
Direct cost
maintenance Rp. 192.500.000
123
Tabel 4.22 Rangkuman biaya investasi dan penghematan (lanjutan)
3 Biaya pembelian dan
pemasangan HMI Rp. 40.170.000
Overtime
maintenance Rp. 30.100.000
4 Pembelian dan
pemasangan visualisai Rp. 18.412.000
Pengurangan
defect Rp. 8.954.000
5 Pembelian dan
pembuatan otomatisasi Rp. 165.360.000
6 Pengadaan
redundancy system Rp. 494.000.000
Grand total Rp
677.772.000
Rp
1.231.554.000
Dengan adanya pengurangan waktu maintenance lead time, maka akan
didapatkan benefit dari pengurangan akibat hilangnya kesempatan untuk
melakukan kegitan produksi. Penambahan Human - Machine Interface (HMI),
visualisasi dan otomatisasi diharapkan kerusakan akan terdeteksi lebih awal dan
segera diselesaikan sehingga tidak mengakibatkat kerugian yang lebih besar.
Training yang diberikan akan menambah pengetahuan bagi operator agar
membantu dalam penyelesaian masalah yang dihadapi dengan cepat sehingga
tidak banyak waktu yang terbuang dan frekuensi kerusakan juga menurun
sehingga defect akan berkurang.
124
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Penerapan Maintenance menggunakan model Lean Manufacturing yaitu dengan
mengurangi waste yang terjadi pada kegiatan Maintenance pada perusahaan
ternyata menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingan dengan metode yang
sekarang dipakai. Ini dapat dilihat dari hasil penghitungan efektifitas yang
didapatkan. Sehingga metode Lean Maintenance ini dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan bagi manajemen perusahaan dalam meningkatkan
Produktivitas.
Efektivitas mesin atau peralatan akibat minimasi Waste meningkat 13.3%. Waste
yang ada pada aktivitas maintenance mesin Acrylic Cathodic Electrical
Deposition (ACED) adalah :
1. Waste Process
Karyawan belum terlatih dalam menangani permasalahan mesin
ACED.
Tidak ada informasi dari mesin tentang masalah dan kelainan yang
terjadi.
2. Waste Waiting
Tidak ada instrument untuk memonitor kondisi aktual mesin.
Tidak ada Redundancy system.
3. Waste Motion
Tidak adanya sistem informasi tentang status mesin.
Tidak ada local control pada sub mesin.
4. Waste Over Production
Tidak ada instrument untuk memonitor kondisi aktual mesin.
5. Waste Defect
Teknisi belum terlatih dalam melakukan perbaikan peralatan.
125
Tidak adanya Standart Operational Procedure (SOP) dalam kegitan
perawatan.
5.2 Saran
Perbaikan guna mengurangi waste tersebut adalah:
1. Waste Process
Perbaikan kinerja pada pihak SDM dengan melakukan pelatihan.
Melengkapi mesin dengan Human Machine Interface (HMI).
2. Waste Waiting
Melengkapi dengan Visual Indicator untuk memonitor kondisi mesin.
Membuat otomatisasi
Membuat Redundacy System pada critical mesin.
3. Waste Motion
Pembuatan sytem informasi mengenai status mesin.
Pemasangan Local Control pada sub mesin.
4. Waste Over Production
Melengkapi dengan Visual Indicator untuk memonitor kondisi mesin.
Membuat otomatisasi.
5. Waste Defect
Perbaikan kinerja pada pihak SDM dengan melakukan pelatihan.
Pembutan Standart Operational Procedure (SOP).
126
DAFTAR PUSTAKA
Arunprakash, T. 2009. The Journal of “A Practical Method for Assessing Maintenace Factors Using A Value Stream Maintenance Map”. India, B.E. Mechanical Engineering, Bharathiar University.
Assauri, Sofjan 1993. Manajemen Produksi dan Operasi. Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Jakarta.
Attalh, 2008, Handbook for TQM and QCC A Guide for Managers Volume I.
Corder, A., 1992. Teknik Manajemen Pemeliharaan, Erlangga.
C.Cooper, Howard. Lean Maintenance for Lean Manufacturing (Using Six Sigma DMAIC).
Dhillon B.S, 2006.“Maintainability, maintenance, and reliability for engineers
Hawkins, R. S. B. 2004. Lean Maintenance (Reduce Cost, Improve Quality, and
Incresae Market Share). USA, Elsevier Butterworth-Heinemann.
Hines, Peter and Rich, Nick 1997. The Seven Value Stream Mapping Tools. International Journal of Operation & Production Management, Vol. 17, No. 1, pp. 46-04. Cardiff, UK : Lean Enterprise Research Centre, Cardiff Business School.
Huevel, M. V. D. 2008. The Journal of “Improving Mintenance Shutdown Processes (Reducing Delay and Increasing Work Efficiency at Corus’s Direct Sheet Plan)”. System Engineering, Policy Analysis and Management, University of Technology Delft.
Heizer, Jay and Render, Barry, 2001. Operations Management.
Imai, Masaaki 2008. The Kaizen Power, Moxo, Yogyakarta.
Jeffrey and K. Liker, 2006. The Toyota Way, Erlangga, Jakarta.
Prasetya, H. dan F. Lukiastuti, 2009. Manajemen Operas, Azza Grafika.
Jakarta.
Pamela S. Lewis, Stephen H. Goodman dan Patricia m. Fondt (2004). Management Challenges For tomorrow’s Leaders.
Tumiwa, B. Alfrits. 2006. Total Quality Management. LPFE Usakti, Jakarta.