analisis sistem pemeliharaan dengan konsep lean

130
ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN MAINTENANCE PADA INDUSTRI OTOMOTIF (STUDI KASUS PT.TVS) Oleh Muh.Zarkasyi NIM. 004201105113 Skripsi ini diajukan kepada Fakultas Teknik President University untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik guna mencapai gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Industri 2014

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN MAINTENANCE

PADA INDUSTRI OTOMOTIF (STUDI KASUS PT.TVS)

Oleh Muh.Zarkasyi

NIM. 004201105113

Skripsi ini diajukan kepada Fakultas Teknik President University untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik

guna mencapai gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Industri

2014

Page 2: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

ii

DAFTAR ISTILAH

ACED : Acrylic Cathodic Electrical Deposition yaitu metoda pengecatan

dengan menggunakan cat jenis acrylic dengan cara dicelup yang

dialiri arus listrik.

Effective : Tepat sasaran

Efficient : Penggunaan biaya terendah.

HMI : Human-Machine Interface yaitu suatu alat yang berfungsi untuk

menjembatani hubungan antara manusia dengan mesin.

GUI : Graphical User Interface yaitu suatu alat yang berfungsi untuk

menjembatani hubungan antara manusia dengan mesin dengan

visualisasi gambar.

DR : Dry Running yaitu suatu alat beroperasi tanpa beban.

DI water : Deionisasi Water yaitu air yang sudah mengandung ion positive

atau negative atau lebih dikenal dengan demin water.

ED paint : Electrical Depostion Paint yaitu metoda pengecatan dengan

bantuan energy listrik.

FMEA : Failure Mode and Effect Analysis yaitu mencari penyebab

terjadinya ketidakefisienan dan ketidakekonomisan, mengkoreksi

penyebab kegagalan.

MTTF : Mean Time Between Failures rata-rata jarak waktu antar

kerusakan.

MTTR : Mean Time To Repair yaitu rata-rata tingkat penyelesaian

masalah.

RCM : Releability Centered Maintenance

PTI : Predictive Testing and Inspection

FIA : Failed Item Analysis

FIFO : First In First Out yaitu metoda penggunaan material yang datang

lebih awal berarti digunakan dengan lebih awal pula.

IDM : Indirect Material yaitu material pendukung yang digunakan pada

saat proses produksi berlangsung.

Page 3: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

iii

VSMM : Value Stream Maintenance Mapping

RCA : Root Cause Analysis

PDCA : Plan Do Check Action yaitu tahap-tahap penyelesaian masalah

metoda deming.

RO : Reverse Osmosis yaitu sistem filterisasi dengan osmosis yang

terbalik.

UF modul : Ultra Filtration Module yaitu filter pemisah pigment dengan

anolyt.

Page 4: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

v

ABSTRAK

PT TVS Motor Company Indonesia merupakan salah satu perusahaan manufaktur

yang tergabung ke dalam perusahaan cooperate yaitu TVS Group. Perusahaan ini

terdapat beberapa unit mesin produksi yang berfungsi untuk membuat kendaraan

bermotor roda dua. Menghadapi persaingan pasar yang semakin ketat, sehingga

perusahaan dituntut untuk selalu menyesuaikan kondisi pasar yang sangat

fluktuatif memaksa para pengusaha bisnis untuk melakukan proses bisnisnya

dengan tingkat produktivitas dan efektivitas yang tinggi. PT. TVS Motor

Company Indonesia merupakan perusahaan yang memproduksi kendaraan roda

dua, dengan permintaan yang tinggi maka efficiency kegiatan maintenance sangat

diperhatikan, karena kegiatan maintenance akan mengeluarkan banyak biaya dan

akan menghentikan proses produksi. Proses produksi yang terhambat akan

menyebabkan penurunan jumlah output produski, serta kerugian finansial yang

ditimbulkan akibat berhentinya proses produksi tersebut. Dengan menggunakan

Value Stream Maintenance Mapping (VSMM) untuk menelusuri penyebab-

penyebab terjadinya waste pada aktivitas pemeliharaan yang selanjutnya akan

diperdalam dengan Root Cause Analysis (RCA) dan Why-Why Analysis untuk

merekomendasikan perbaikan dalam upaya menghilangkan waste tersebut. Dari

rekomendasi perbaikan yang telah dilakukan dapat mengurangi Maintenance

Lead Time sebesar 4410 menit, sehingga akan dapat meningkatkan efektivitas

peralatan / Equipment Effectiveness (E) sebesar 13.2% .

Kata Kunci : Lean Maintenance, Equipment Effectiveness (E), Value Stream Maintenace Mapping (VSMM), Root Cause Analysia (RCA), Why-Why Analysis

Page 5: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

PT TVS Motor Company Indonesia merupakan salah satu perusahaan manufactur

yang tergabung ke dalam perusahaan cooperate yaitu TVS Group. Perusahaan ini

memproduksi kendaraan roda dua (motor) yang terdiri dari tipe motor sport,

bebek dan matic. Perusahaan tersebut merupakan perusahaan manufaktur yang

selalu ingin bersaing dengan perusahaan-perusahaan sejenis agar dapat

memenuhi kebutuhan pasar. Supaya dapat memenuhi tujuan tersebut, perusahaan

ini tentu juga menerapkan continuous improvement process disetiap proses

bisnisnya.

Aktivitas pemeliharaan merupakan aktivitas pendukung process produksi yang

terfokus pada tujuan untuk menghindari terjadi peralatan yang tidak berfungsi

sebagaimana mestinya dan memperbaiki mesin serta peralatan yang rusak atau

tidak dapat melakukan unjuk kerja dengan baik. Dalam kenyataannya, hampir di

semua perusahaan besar telah mempunyai departemen pemeliharaan sebagai

fungsi kerja yang terpisah dan didukung dengan suatu manajemen pemeliharaan

yang handal dan terstruktur. Namun di departemen pemeliharaan masih banyak

pula yang melakukan aktifitas pemeliharaan tanpa memperhatikan apakah

kegiatan-kegiatan yang dilakukan merupakan waste atau tidak. Biasanya di

banyak perusahaan yang lebih diutamakan adalah aplikasi konsep lean dalam

kegiatan produksi saja, tanpa memikirkan bahwa kegiatan pemeliharaan juga

perlu didekati dengan konsep lean agar dapat lebih mengoptimalkan pengurangan

waste pada suatu perusahaan.

PT. TVS Motor Company Indonesia saat ini telah menerapakan perawatan

terencana pada seluruh mesin produksinya untuk meningkatkan efektifitas dan

efisiensi untuk menghindari hal-hal yang dapat mengganggu jalannya proses

Page 6: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

2

produksi. Sebagian hal yang dapat mengganggu proses produksi adalah aktivitas

perbaikan pada mesin. Karena pemeliharaan atau perbaikan dilakukan dengan

menghentikan proses produksi, sehingga hal tersebut akan mengganggu jalannya

produksi motor dan akan menimbulkan banyak kerugian apabila sistem

pemeliharaan di perusahaan ini tidak diatur secara efektif dan efisien.

Data perbaikan selama 2 (dua) tahun diketahui bahwa mesin Acrylic Cathodic

Electrical Deposition (ACED) mengalami kerusakan terbanyak dan waktu

penyelesaian perbaikan terlama, sebanyak 416 kali dengan total waktu 1214 jam.

Beberapa konsekuensi yang diakibatkan oleh perbaikan-perbaikan tersebut antara

lain, konsekuensi biaya yang meliputi biaya perbaikan peralatan, biaya

kehilangan produksi, biaya kehilangan material dalam proses, dan biaya tenaga

kerja untuk perbaikan itu sendiri, serta konsekuensi penurunan mutu produk

akibat berkurangnya keandalan suatu peralatan dalam unjuk kerjanya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, pembahasan dalam proses penelitian ini

adalah “Bagaimana meningkatkan efisiensi mesin Acrylic Cathodic Electrical

Deposition (ACED) agar maksimal dengan mengurangi waste yang terjadi pada

kegiatan pemeliharaan dan perbaikan mesin.”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan melakukan penelitian di maintenance department ini adalah supaya dapat

menentukan cara untuk mengurangi waste dan lead time pada aktivitas perbaikan

dan perbaikan sehingga efektivitas pada Acrylic Cathodic Electrical Deposition

(ACED) meningkat.

1.4 Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan

Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan, tujuan penelitian dan

pembatasan masalah.

BAB II Tinjauan Pustaka

Page 7: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

3

Bab ini berisi tentang kajian teoritis sebagai dasar rujukan dalam

kegitan pemeliharaan mesin.

BAB III Metodologi Penelitian

Tahapan-tahapan dalam melakukan suatu analisis dijelaskan dalam bab

ini.

BAB IV Data Dan Analisis

Pengamatan data diproses dan dianalisis pada bab ini. Hasil analisis

diharapkan mampu memberikan masukan mengenai mengendalikan

spare part yang benar.

BAB V Simpulan dan Saran

Bab ini memberikan simpulan hasil dari penelitian.

.

Page 8: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Produksi

Perkembangan peradaban manusia menimbulkan adanya perkembangan

teknologi yang terarah kepada teknologi canggih pada akhir-akhir ini, dan adanya

peningkatan kebutuhan dan keinginan manusia dalam jumlah, variasi macamnya

dan tingkat mutunya. Perkembangan ini menimbulkan tantangan untuk

memenuhinya dengan meningkatkan, menyediakan atau menghasilkannya.

Peningkatan kemampuan penyediaan atau produksi barang dan jasa yang

dibutuhkan manusia merupakan usaha yang harus dilakukan oleh perusahaan atau

organisasi untuk dapat memenuhi permintaan untuk kebutuhan-kebutuhan

tersebut secara efisien dan efektif. Usaha-usaha dilakukan agar dapat mencapai

hasil sesuai yang direncanakan dan tingkat keuntungan yang diharapkan serta

dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan dan perkembangan organisasi

perusahaan.

Barang yang siap untuk dipasarkan sebenarnya terlebih dahulu harus dihasilkan

atau diproduksikan. Kegiatan untuk memproduksi atau menghasilkan barang

tersebut, merupakan kegiatan untuk menambah kegunaan dari masukan (input)

menjadi keluaran (output). Dalam kegiatan untuk menambah kegunaan itu

dibutuhkan sistem produksi dan operasi, sehingga dimungkinkan dilakukannya

pentranformasian masukan yang berupa peralatan (Mesin), tenaga (Man), dan

bahan baku (Material) sebagai faktor – faktor produksi, diolah atau di

integrasikan dengan proses teknologi (Metode) tertentu untuk menghasilkan

keluaran (output) dalam jumlah yang ditargetkan oleh perusahaan, serta

dipengaruhi oleh lingkungan kerja yang memotivasi para pekerja. Secara umum,

kegiatan produksi merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan

penciptaan/pembuatan barang, melalui proses transformasi dari masukan sumber

daya produksi menjadi keluaran yang diinginkan.

Page 9: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

5

Proses transformasi atau kegiatan operasi merupakan bagian dari kegiatan

organisasi yang melakukan proses dari masukan (input) menjadi keluaran

(output). Masukan berupa semua sumber daya yang diperlukan misalnya bahan

baku (Material), peralatan (Mesin), sedangkan keluaran berupa barang jadi

(Prasetya, H. dan F. Lukiastuti, 2009), seperti pada gambar 2.1 berikut :

Gambar 2.1 Skema proses transformasi (Sumber: Prasetya, H. dan F. Lukiastuti, 2009 )

Kegiatan umpan balik dilakukan dengan melakukan pengecekan pada beberapa

titik kunci dan membandingkannya dengan standar yang telah ditetapkan.

Apabila terjadi perbedaan antara hasil (keluaran) dan standar maka dilakukan

tindakan koreksi, yang berupa perbaikan dalam komponen masukan atau dalam

proses produksi sehingga keluarannya dapat sesuai dengan yang diharapkan.

2.2 Pengertian Menegemen

Menurut Robbins, Stephen dan Mary coulter, (2007) mendefenisikan manajemen

sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkordinasian, dan

pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara effective dan

efisien. Effective berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan,

sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar,

terorginisir, dan sesuai dengan jadwal. Manajemen berasal dari kata kerja To

Page 10: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

6

Manage berarti control. Dalam bahasa Indonesia dapat diartikan mengendalikan,

menangani atau mengelola. Selanjutnya kata benda manajemen atau management

dapat mempunyai berbagai arti. (Herusito, 2001). Manajemen belum memiliki

definisi yang mapan dan bisa diterima secara universal. Mary Parker follet,

misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjan

melalui orang lain. Menurut Pangestu Subagyo, (2000) manajemen adalah

tindakan untuk mencapai tujuan yang dilakukan dengan mengkoordinasi kegiatan

orang lain fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan manajemen yang meliputi

perencanaan, staffing, koordinasi pengarahan dan pengawasan. Kemudian

pengertian manajemen menurut Pamela S. Lewis, Stephen H. Goodman dan

Patricia m. Fondt (2004) dalam bukunya “management: challenges For

tomorrow’s Leaders”, yaitu : “management is the process of administering and

coordinating resources effectively and efficiently in an effort to achieve the goals

of organitation ”. Manajemen merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan

oleh suatu perusahaan dalam mengatur seluruh sumber daya yang dimilikinya

agar dapat dikelola secara effective dan efisien untuk mencapai tujuan perusahaan

tersebut. Sedangkan Menurut Thomas S, Batemen, Scott A, Snell, (2007)

manajemen adalah proses bekerja dengan orang-orang dan sumber-sumber daya

untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Manajemen sebagai suatu proses,

melihat bagaimana cara orang untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan

terlebih dahulu. Manajemen merupakan kerjasama dengan orang-orang untuk

menentukan, menginterpretasikan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan

pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian

(organizing), pengarahan (actuating), dan pengawasan (controlling) (ritha F,

2003).

Jadi, dari beberapa pendapat di atas bahwa pengertian manajemen dapat

disimpulkan bahwa manajemen adalah seni dalam suatu pekerjaan untuk

mencapai suatu tujuan perusahaan secara effective dan efisien dengan

menggunakan sumber daya-sumber daya yang dimiliki dengan pelaksanaan

fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),

pengarahan (actuating), dan pengawasan (controlling).

Page 11: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

7

2.3 Pemeliharaan (Maintenance)

2.3.1 Defenisi Pemeliharaan

Pemeliharaan mesin merupakan hal yang sering dipermasalahkan antara bagian

pemeliharaan dan bagian produksi. Karena bagian pemeliharaan dianggap yang

memboroskan biaya, sedang bagian produksi merasa yang merusakkan tetapi

juga yang membuat uang (Soemarno, 2008). Pada umumnya sebuah produk yang

dihasilkan oleh manusia, tidak ada yang tidak mungkin rusak, tetapi usia

penggunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan perbaikan yang dikenal

dengan pemeliharaan (Corder,A.dan K. Hadi, 1992). Oleh karena itu, sangat

dibutuhkan kegiatan pemeliharaan yang meliputi kegiatan pemeliharaan dan

perawatan mesin yang digunakan dalam proses produksi. Penjelasan pada gambar

2.2 memaparkan bahwa kemampuan sebuah mesin akan menurun drastis jika

tanpa perawatan dan akan turun secara bertahap jika dilakukan perawatan.

Gambar 2.2 Penurunan kemampuan mesin

(Sumber: Corder, A.,1992)

Pemeliharaan adalah suatu kobinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk

menjaga suatu barang, atau memperbaikinya sampai suatu kondisi yang bisa

diterima (Corder, A. dan K. Hadi, 1992). Untuk Pengertian Pemeliharaan lebih

jelas adalah tindakan merawat mesin atau peralatan pabrik dengan

memperbaharui umur masa pakai dari kegagalan/kerusakan mesin. (Setiawan

F.D, 2008). Setelah mencapai titik kemampuan terendah, mesin harus dikoreksi

lagi untuk mengembalikan mesin kepada kondisi yang bisa diterima oleh

Page 12: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

8

pengguna. Periode pengembalian kondisi yang bisa diterima diperlihatkan

seperti pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Langkah koreksi untuk mengembalikan kemampuan mesin.

(Sumber: Corder, A., 1992)

Menurut Jay Heizer dan Barry Render, (2001) dalam bukunya “operations

Management” pemeliharaan adalah : “all activities involved in keeping a system’s

equipment in working order”. Artinya: pemeliharaan adalah segala kegiatan yang

didalamnya adalah untuk menjaga sistem peralatan agar pekerjaan dapat sesuai

dengan pesanan. Menurut M.S Sehwarat dan J.S Narang, (2001) dalam bukunya

“Production Management” pemeliharaan (maintenance) adalah sebuah pekerjaan

yang dilakukan secara berurutan untuk menjaga atau memperbaiki fasilitas yang

ada sehingga sesuai dengan standar (sesuai dengan standar fungsional dan

kualitas).

Menurut Sofjan Assauri (2004) pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara

atau menjaga fasilitas (peralatan) pabrik dan mengadakan perbaikan atau

penyesuaian/penggantian yang diperlukan agar supaya terdapat suatu keadaan

operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan.

Sedangkan menurut Manahan P. Tampubolon, (2004), Pemeliharaan merupakan

semua aktivitas termasuk menjaga peralatan dan mesin selalu dapat

melaksanakan pesanan pekerjaan.

Dari beberapa pendapat di atas bahwa dapat disimpulkan bahwa kegiatan

pemeliharaan dilakukan untuk merawat ataupun memperbaiki peralatan

Page 13: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

9

perusahaan agar dapat melaksanakan produksi dengan effective dan efisien sesuai

dengan pesanan yang telah direncanakan dengan hasil produk yang berkualitas.

2.3.2 Tujuan Pemeliharaan

Suatu kalimat yang perlu diketahui oleh bagian pemeliharaan dan bagian lainnya

bagi suatu pabrik bahwa pemeliharaan (maintenance) adalah murah sedangkan

perbaikan (repair) adalah mahal. (Setiawan F.D, 2008). Menurut Daryus A,

(2008) dalam bukunya manajemen pemeliharaan mesin tujuan pemeliharaan yang

utama dapat didefenisikan sebagai berikut:

1. Untuk memperpanjang kegunaan asset.

2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk

produksi dan mendapatkan laba investasi maksimum.

3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan

dalam keadaan darurat setiap waktu.

4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.

Sedangkan Menurut Sofyan Assauri, 2004, tujuan pemeliharaan yaitu:

1. Kemampuan produksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana

produksi.

2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang

dibutuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak

terganggu.

3. Untuk membantu mengurangi pemakaian dan penyimpangan yang di luar

batas dan menjaga modal yang di investasikan tersebut.

4. Untuk mencapai tingkat biaya pemeliharaan serendah mungkin, dengan

melaksanakan kegiatan pemeliharaan secara effective dan efisien.

5. Menghindari kegiatan pemeliharaan yang dapat membahayakan keselamatan

para pekerja.

6. Mengadakan suatu kerja sama yang erat dengan fungsi-fungsi utama lainnya

dari suatu perusahaan dalam rangka untuk mencapai tujuan utama perusahaan

yaitu tingkat keuntungan (return on investment) yang sebaik mungkin dan

total biaya yang terendah.

Page 14: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

10

2.3.3 Fungsi Pemeliharaan

Menurut pendapat Agus Ahyari, (2002) fungsi pemeliharaan adalah agar dapat

memperpanjang umur ekonomis dari mesin dan peralatan produksi yang ada serta

mengusahakan agar mesin dan peralatan produksi tersebut selalu dalam keadaan

optimal dan siap pakai untuk pelaksanaan proses produksi. Keuntungan-

keuntungan yang akan diperoleh dengan adanya pemeliharaan yang baik terhadap

mesin, adalah sebagai berikut (Agus Ahyari, 2002):

1. Mesin dan peralatan produksi yang ada dalam perusahaan yang bersangkutan

akan dapat dipergunakan dalam jangka waktu panjang.

2. Pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan yang bersangkutan berjalan

dengan lancar.

3. Dapat menghindarkan diri atau dapat menekan sekecil mungkin terdapatnya

kemungkinan kerusakan-kerusakan berat dari mesin dan peralatan produksi

selama proses produksi berjalan.

4. Peralatan produksi yang digunakan dapat berjalan stabil dan baik, maka

proses dan pengendalian kualitas proses harus dilaksanakan dengan baik pula.

5. Dapat dihindarkannya kerusakan-kerusakan total dari mesin dan peralatan

produksi yang digunakan.

6. Apabila mesin dan peralatan produksi berjalan dengan baik, maka penyerapan

bahan baku dapat berjalan normal.

7. Dengan adanya kelancaran penggunaan mesin dan peralatan produksi dalam

perusahaan, maka pembebanan mesin dan peralatan produksi yang ada

semakin baik.

2.3.4 Kegiatan-kegiatan Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan dalam suatu perusahaan menurut Manahan P.

Tampubolon, 2004 meliputi berbagai kegiatan sebagai berikut:

1) Inspeksi (inspection)

Kegiatan ispeksi meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara berkala

dimana maksud kegiatan ini adalah untuk mengetahui apakah perusahaan selalu

mempunyai peralatan atau fasilitas produksi yang baik untuk menjamin

Page 15: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

11

kelancaran proses produksi. Sehingga jika terjadinya kerusakan bisa segera

diadakan perbaikan yang diperlukan sesuai dengan laporan hasil inspeksi dan

berusaha untuk mencegah sebab-sebab timbulnya kerusakan dengan melihat

sebab-sebab kerusakan yang diperoleh dari hasil inspeksi.

2) Kegiatan teknik (Engineering)

Kegiatan ini meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli, dan

kegiatan-kegiatan pengembangan peralatan yang perlu diganti, serta melakukan

penelitian-penelitian terhadap kemungkinan pengembangan tersebut. Dalam

kegiatan inilah dilihat kemampuan untuk mengadakan perubahan-perubahan dan

perbaikan-perbaikan bagi perluasan dan kemajuan dari fasilitas atau peralatan

perusahaan. Oleh karena itu kegiatan teknik ini sangat diperlukan terutama

apabila dalam perbaikan mesin-mesin yang rusak tidak di dapatkan atau

diperoleh komponen yang sama dengan yang dibutuhkan.

3) Kegiatan produksi (Production)

Kegiatan ini merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya, yaitu

memperbaiki dan mereparasi mesin-mesin dan peralatan. Lebih jelasnya adalah

melaksanakan pekerjaan yang disarakan atau yang diusulkan dalam kegiatan

inspeksi dan teknik, melaksanakan kegiatan service dan pelumasan (lubrication).

Kegiatan produksi ini dimaksudkan untuk pemeliharaan, untuk itu diperlukan

usaha-usaha perbaikan segera jika terdapat kerusakan pada peralatan.

4) Kegiatan administrasi (Clerical Work)

Pekerjaan administrasi ini merupakan kegiatan yang berhubungan dengan

pencatatan-pencatatan mengenai biaya-biaya yang terjadi dalam melakukan

pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan dan biaya-biaya yang berhubungan dengan

kegiatan pemeliharaan, komponen (spareparts) yang di butuhkan, laporan

kemajuan (progress report) tentang apa yang telah dikerjakan. waktu

dilakukannya inspeksi dan perbaikan, serta lamanya perbaikan tersebut,

komponen (spareparts) yag tersedia di bagian pemiliharaan. Jadi dalam

pencatatan ini termasuk penyusunan planning dan scheduling, yaitu rencana

Page 16: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

12

kapan suatu mesin harus dicek atau diperiksa, dilumasi atau di service dan di

reparasi.

5) Pemeliharaan Bangunan (housekeeping)

Kegiatan ini merupakan kegiatan untuk menjaga agar bangunan gedung tetap

terpelihara dan terjamin kebersihannya.

2.3.5 Masalah Efisiensi pada Pemeliharaan

Menurut Manahan P. Tampubolon, 2004 dan Sofyan Assauri, 2004. Dalam

melaksanakan kegiatan pemeliharaan terdapat 2 (dua) persoalan yang dihadapi

oleh suatu perusahaan yaitu persoalan teknis dan persoalan ekonomis.

2.3.5.1 Persoalan Teknis

Dalam kegiatan pemeliharaan suatu perusahaan merupakan persoalan yang

menyangkut usaha-usaha untuk menghilangkan kemungkinan–kemungkinan

yang menimbulkan kemacetan yang disebabkan karena kondisi fasilitas produksi

yang tidak baik. Tujuan untuk mengatasi persoalan teknis ini adalah untuk dapat

menjaga atau menjamin agar produksi perusahaan dapat berjalan dengan lancar.

Maka dalam persoalan teknis perlu diperhatikan hal-hal berikut:

1. Tindakan apa yang harus dilakukan untuk memelihara atau merawat peralatan

yang ada, dan untuk memperbaiki atau mereparasi mesin-mesin atau peralatan

yang rusak.

2. Alat-alat atau komponen-komponen apa yang dibutuhkan dan harus disediakan

agar tindakan-tindakan pada bagian pertama diatas dapat dilakukan. Jadi, dalam

persoalan teknis ini adalah bagaimana cara perusahaan agar dapat mencegah

ataupun mengatasi kerusakan mesin yang mungkin saja dapat terjadi, sehingga

dapat mengganggu kelancaran proses produksi.

2.3.5.2 Persoalan Ekonomis

Dalam melaksanakan kegiatan pemeliharaan disamping persoalaan teknis,

ditemui pula persoalan ekonomis. Persoalan ini menyangkut bagaimana usaha

yang harus dilakukan agar kegiatan pemeliharaan yang dibutuhkan secar teknis

Page 17: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

13

dapat dilakukan secar efisien. Jadi yang ditekankan pada persoalan ekonomis

adalah bagaimana melakukan kegiatan pemeliharaan agar efisien, dengan

memperhatikan besarnya biaya yang terjadi dan tentunya alternative tindakan

yang dipilih untuk dilaksanakan adalah yang menguntungkan perusahaan.

Adapun biaya-biaya yang terdapat dalam kegiatan pemeliharaan adalah biaya-

biaya pengecekan, biaya penyetelan, biaya service, biaya penyesuaian, dan biaya

perbaikan atau reparasi. Perbandingan biaya yang perlu dilakukan antara lain

untuk menentukan:

1. Pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) atau pemeliharaan

korektif (Corrective maintenance) saja. Dalam hal ini biaya-biaya yang perlu

diperbandingkan adalah:

a. Jumlah biaya-biaya perbaikan yang diperlukan akibat kerusakan yang

terjadi karena tidak adanya pemeliharaan pencegahan (preventive

maintenance), dengan jumlah biaya-biaya pemeliharaan dan perbaikan

yang diperlukan akibat kerusakan yang terjadi walaupun telah diadakan

pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance), dalam jangka waktu

tertentu.

b. Jumlah biaya-biaya pemeliharaan dan perbaikan yang akan dilakukan

terhadap suatu peralatan dengan harga peralatan tersebut.

c. Jumlah biaya-biaya pemeliharaan dan perbaikan yang dibutuhkan oleh

suatu peralatan dengan jumlah kerugian yang akan di hadapi apabila

peralatan tersebut rusak dalam operasi produksi.

2. Peralatan yang rusak diperbaiki dalam perusahaan atau di luar perusahaan.

Dalam hal ini biaya-biaya yang perlu diperbandingkan adalah jumlah biaya

yang akan dikeluarkan untuk memperbaiki peralatan tersebut di bengkel

perusahan sendiri dengan jumlah biaya perbaikan tersebut di bengkel

perusahaan lain. Disamping perbandingan kualitas dan lamanya waktu yang

dibutuhkan untuk pengerjaannya.

3. Peralatan yang rusak diperbaiki atau diganti. Dalam hal ini biaya-biaya perlu

diperbandingkan adalah:

a. Jumlah biaya perbaikan dengan harga pasar atau nilai dari peralatan

tersebut.

Page 18: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

14

b. Jumlah biaya perbaikan dengan harga peralatan yang sama di pasar.

Dari keterangan di atas, dapatlah diketahui bahwa walaupun secara teknis

pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) penting dan perlu dilakukan

untuk menjamin bekerjanya suatu mesin atau peralatan. Akan tetapi secara

ekonomis belum tentu selamanya pemeliharaan pencegahan (preventive

maintenance) yang terbaik dan perlu diadakan untuk setiap mesin atau peralatan.

Hal ini karena dalam menentukan mana yang terbaik secara ekonomis. Apakah

pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) ataukah pemeliharaan

korektif (Corrective Maintenance) saja. Harus dilihat faktor-faktor dan jumlah

biaya yang akan terjadi.

Disamping itu harus pula dilihat, apakah mesin atau peralatan itu merupakan

strategic point atau critical unit dalam proses produksi ataukah tidak, jika mesin

atau peralatan tersebut merupakan strategic point atau critical unit, maka

sebaiknya di adakan pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) untuk

mesin atau peralatan itu. Hal ini dikarenakan apabila terjadi kerusakan yang tidak

dapat diperkirakan, maka akan mengganggu seluruh rencana produksi.

2.3.6 Jenis-jenis Pemeliharaan

Secara umum, ditinjau dari saat pelaksanaan Pekerjaan pemeliharaan

dikategorikan dalam dua cara (Corder, A. dan K. Hadi, (1992), yaitu:

1. Pemeliharaan terencana (planned maintenance).

2. Pemeliharaan tak terencana (unplanned maintenance).

2.3.6.1 Pemeliharaan Terencana (Planned Maintenance)

Pemeliharaan terencana adalah pemeliharaan yang dilakukan secara terorginisir

untuk mengantisipasi kerusakan peralatan di waktu yang akan datang,

pengendalian dan pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan

sebelumnya (Corder, Antony, K. Hadi, 1992). Menurut Corder, Antony, K. Hadi,

(1992) pemeliharaan terencana dibagi menjadi dua aktivitas utama yaitu:

a) Pemeliharaan pencegahan (Preventive Maintenance).

b) Pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance).

Page 19: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

15

2.3.6.1.1 Pemeliharaan Pencegahan (Preventive Maintenance)

Pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) adalah inspeksi periodic

untuk mendeteksi kondisi yang mungkin menyebabkan produksi berhenti atau

berkurangnya fungsi mesin dikombinasikan dengan pemeliharaan untuk

menghilangkan, mengendalikan, kondisi tersebut dan mengembalikan mesin ke

kondisi semula atau dengan kata lain deteksi dan penanganan dini kondisi

abnormal mesin sebelum kondisi tersebut menyebabkan cacat atau kerugian.

(Setiawan F.D, 2008). Menurut Jay Heizer dan Barry Render, (2001) dalam

bukunya “Operations Management” preventive maintenance adalah : “A plan

that involves routine inspections, servicing, and keeping facilities in good repair

to prevent failure”. Artinya preventive maintenance adalah sebuah perencanaan

yang memerlukan inspeksi rutin, pemeliharaan dan menjaga agar fasilitas dalam

keadaan baik sehingga tidak terjadi kerusakan di masa yang akan datang. Ruang

lingkup pekerjaan preventive antara lain inspeksi, perbaikan kecil, pelumasan dan

penyetelan, sehingga peralatan atau mesin-mesin selama beroperasi terhindar dari

kerusakan. (Daryus A, 2007).

Menurut Dhillon B.S, (2006) dalam bukunya “maintainability, maintenance, and

reliability for engineers” ada 7 elemen dari pemeliharaan pencegahan (preventive

maintenance) yaitu:

1. Inspeksi:

Memeriksa secara berkala (periodic) bagian-bagian tertentu untuk dapat

dipakai dengan membandingkan fisiknya, mesin, listrik, dan karakteristik lain

untuk standar yang pasti.

2. Kalibrasi:

Mendeteksi dan menyesuaikan setiap perbedaan dalam akurasi untuk material

atau parameter perbandingan untuk standar yang pasti.

3. Pengujian:

Pengujian secara berkala (periodic) untuk dapat menentukan pemakaian dan

mendeteksi kerusakan mesin dan listrik.

4. Penyesuaian:

Page 20: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

16

Membuat penyesuaian secara periodik untuk unsur variabel tertentu untuk

mencapai kinerja yang optimal.

5. Servicing:

Pelumasan secara periodik, pengisian, pembersihan, dan seterusnya, bahan

atau barang untuk mencegah terjadinya dari kegagalan baru jadi.

6. Instalasi:

Mengganti secara berkala batas pemakaian barang atau siklus waktu

pemakaian atau memakai untuk mempertahankan tingkat toleransi yang

ditentukan.

7. Alignment:

Membuat perubahan salah satu barang yang ditentukan elemen variable untuk

mencapai kinerja yang optimal.

Preventive maintenance atau pemeliharaan pencegahan merupakan suatu metode

pemeliharaan yang bertujuan untuk mengurangi terjadinya gangguan pada

operasional sekecil mungkin. Konsep preventive maintenance memiliki banyak

pengertian. Secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu program

pemeliharaan yang dapat dilaksanakan untuk mengurangi atau menghindari

kegiatan-kegiatan yang bersifat corrective dan breakdown maintenance.

Kegiatan yang dilakukan dalam pemeliharaan preventive adalah rangkaian

aktifitas yang bersifat pemeriksaan atau inspeksi yang dilakukan secara berkala

dengan tujuan mencegah agar peralatan atau mesin yang dimiliki tidak

mengalami kegagalan fungsi atau kerusakan yang mengakibatkan adanya

gangguan terhadap proses produksi atau operasional suatu kegiatan usaha.

Pada awalnya kegiatan pemeliharaan hanya dilakukan pada saat mesin

mengalami gangguan inspeksi saja yang kemudian dikenal sebagai breakdown

maintenance. Namun kemudian teknik pemeliharaan semakin berkembang

dengan adanya preventive maintenance yang mengandalkan inspeksi sebagai

senjata ampuh untuk menekan terjadinya breakdown. Dengan demikian dalam

perencanaan maupun operasinya dititikberatkan pada proses.

Page 21: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

17

Kegiatan inspeksi berdasarkan periode waktu tertentu, pelaksanaan menjadi lebih

mudah dikarenakan mengacu pada jadwal inspeksi untuk melihat gejala

kerusakan yang ada. Inspeksi direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak

terlalu sedikit namun juga tidak berlebihan serta dilakukan secara berkala seperti

halnya membersihkan dan mengganti sukucadang. Kegiatan inspeksi merupakan

kegiatan kunci pada preventive maintenance. Sekalipun hal tersebut telah ada di

dalam buku petunjuk perawatan (Manual book) namun itu hanya merupakan

patokan saja. Hal ini disebabkan adanya perbedaan satu sama lain baik kondisi

kerja maupun lingkungan mesin/alat tersebut sekalipun tipe dan spesifikasinya

sama. Mesin/alat yang pemakaiannya terputus-putus lebih banyak memerlukan

inspeksi dibandingkan dengan mesin/alat yang dipakai secara terus-menerus.

Dalam hal ini teknisi merupakan orang yang paling memahami bagaimana cara

mengambil nilai yang tepat berdasarkan buku petunjuk perawatan dan

pengalaman yang dimilikinya.

Suatu program preventive maintenance yang komprehensif akan melakukan

evaluasi secara teratur terhadap peralatan, mesin atau sistem-sistem yang sangat

penting untuk mendeteksi permasalahan yang mungkin muncul serta pekerjaan

perawatan yang bersifat segera atau darurat yang dapat menghindari terjadinya

penurunan kondisi pada saat beroperasi.

Seluruh kegiatan preventive maintenance dapat digolongkan ke dalam empat

periode pekerjaan, antara lain :

1. Perencanaan (Planning)

Rencana kegiatan perawatan disusun dalam apa yang disebut program

perawatan tahunan yang kemudian akan lebih dirinci dalam periode

mingguan.

2. Pelaksanaan (Action) Pelaksanaan preventive maintenance mengutamakan

hasil inspeksi maupun perbaikan yang dituangkan dalam bentuk laporan

inspeksi. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisa untuk kebijaksanaan

yang tepat di waktu yang akan datang.

3. Evaluasi dan Analisa (Evaluation and Analyze)

Page 22: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

18

Evaluasi dan analisa merupakan pengolahan data yang didapat sebagai hasil

pelaksanaan rencana kegiatan yang telah disusun sebelumnya.

4. Tindak lanjut (Improvement)

Tindak lanjut merupakan upaya perbaikan rencana kegiatan setelah diperoleh

hasil-hasil evaluasi dan analisa.

Hal yang utama dalam kegiatan preventive maintenance adalah bagaimana

menyusun suatu rencana kegiatan yang akan menjadi acuan selama periode

tertentu. Semua kegiatan akan didasarkan pada rencana ini yang terdiri dari

rencana jangka panjang dan rencana jangka pendek. Rencana jangka panjang

berupa program tahunan dan rencana jangka pendek berupa program mingguan.

Program mingguan itu sendiri merupakan penjabaran dari program tahunan

dengan penyesuaian pada kondisi pelaksanaan di lapangan. Program tersebut

harus mampu dijalankan secara konsisten namun tetap tidak boleh kaku dan

memungkinkan untuk terjadinya penyesuaian-penyesuaian kecil.

Ciri yang tampak pada metode preventive maintenance adalah pada perencanaan

yang menjadi acuan untuk suksesnya metode ini. Perencanaan itu sendiri

merupakan salah satu tahap penerapan metode preventive maintenance.

Sekalipun kegiatan perawatan ini memiliki sifat fleksibel dalam waktu namun

penundaan kegiatan preventive maintenance sama artinya dengan mengundang

breakdown.

Langkah-langkah yang harus ditempuh mengikuti prosedur sebagaimana

dijelaskan sebagai berikut :

1. Kumpulkan semua informasi pemeliharaan.

2. Buatlah standar pemeliharaan alat.

3. Susunlah prosedur kerja pemeliharaan.

4. Plot kedalam program tahunan.

Gambar 2.4 menerangkan sejarah perkembangan strategi maintenance dari

generasi I sampai generasi III yang masih dipertahankan sampai saat ini.

Page 23: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

19

Gambar 2.4 Perkembangan Strategi Maintenance

(Sumber; Corder, A., 1992 )

2.3.6.1.2 Pemeliharaan Korektif (Corrective Maintenance)

Pemeliharaan secara korektif (corrective maintenance) adalah pemeliharaan yang

dilakukan secara berulang atau pemeliharaan yang dilakukan untuk memperbaiki

suatu bagian (termasuk penyetelan dan reparasi) yang telah terhenti untuk

memenuhi suatu kondisi yang bisa diterima. (Corder, A. dan K. Hadi, 1992).

Pemeliharaan ini meliputi reparasi minor, terutama untuk rencana jangka pendek,

yang mungkin timbul diantara pemeriksaan, juga overhaul terencana. Menurut

Jay Heizer dan Barry Reder, 2001 pemeliharaan korektif (Corrective

Maintenance) adalah “Remedial maintenance that occurs when equipment fails

and must be repaired on an emergency or priority basis”. Pemeliharaan ulang

yang terjadi akibat peralatan yang rusak dan harus segera diperbaiki karena

keadaan darurat atau karena merupakan sebuah prioritas utama. Menurut Dhillon

B.S, (2006) biasanya, pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance) adalah

pemeliharaan yang tidak direncanakan, tindakan yang memerlukan perhatian

lebih yang harus ditambahkan, terintegrasi, atau menggantikan pekerjaan telah

dijadwalkan sebelumnya. Dengan demikian, dalam pemeliharaan terencana yang

harus diperhatikan adalah jadwal operasi pabrik, perencanaan pemeliharaan,

sasaran perencanaan pemeliharaan, faktor-faktor yang diperhatikan dalam

perencanaan pekerjaan pemeliharaan, sistem organisasi untuk perencanaan yang

effective, dan estimasi pekerjaan. ( Daryus A, 2007). Jadi, pemeliharaan terencana

merupakan pemakaian yang paling tepat mengurangi keadaan darurat dan waktu

nganggur mesin. Adapun keuntungan lainya yaitu:

1. Pengurangan pemeliharaan darurat.

2. Pengurangan waktu nganggur.

Page 24: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

20

3. Menaikkan ketersediaan (availability) untuk produksi.

4. Meningkatkan penggunaan tenaga kerja untuk pemeliharaan dan produksi.

5. Memperpanjang waktu antara overhaul.

6. Pengurangan penggantian suku cadang, membantu pengendalian sediaan.

7. Meningkatkan efisiensi mesin.

8. Memberikan pengendalian anggaran dan biaya yang bisa diandalkan.

9. Memberikan informasi untuk pertimbangan penggantian mesin.

2.3.6.2 Pemeliharaan Tak Terencana (Unplanned Maintenance)

Pemeliharaan tak terencana adalah yaitu pemeliharaan darurat, yang

didefenisikan sebagai pemeliharaan dimana perlu segera dilaksanakan tindakan

untuk mencegah akibat yang serius, misalnya hilangnya produksi, kerusakan

besar pada peralatan, atau untuk keselamatan kerja. (Corder, Antony, K. Hadi,

1992). Pada umumya sistem pemeliharaan merupakan metode tak terencana,

dimana peralatan yang digunakan dibiarkan atau tanpa disengaja rusak hingga

akhirnya peralatan tersebut akan digunakan kembali maka diperlukannya

perbaikan atau pemeliharaan. Secara skematik dapat dilihat sesuai diagram alir

proses suatu perusahaan untuk sistem pemeliharaan dibawah ini gambar 2.5.

Gambar 2.5 Sistem Maintenance di perusahaan

(Sumber: Corder, A., 1992)

2.3.6.3 Predictive Maintenance

Berbeda halnya dengan Preventive maintenance, aktivitas pekerjaan pada

predictive maintenance biasanya menggunakan alat-alat diagnostik untuk

memonitor dan mendiagnosa kondisi mesin saat beroperasi. Kegiatan

Page 25: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

21

pemeliharaan dalam predictive maintenance yang mengacu pada “Conditional

Based Maintenance (CBM)” lebih ditentukan oleh kondisi aktual alat dan bukan

oleh jadual pemeliharaan.

Predictive maintenance bisa didefinisikan sebagai beberapa inspeksi yang

dijalankan dengan menggunakan alat berteknologi tinggi yang digunakan untuk

meramalkan kapan kemungkinan akan terjadinya kegagalan fungsi. Alat tersebut

dapat memberikan manfaat dan memberikan kita lebih banyak waktu untuk terjun

dan terlibat langsung sebelum terjadi kegagalan.

Predictive maintenance relatif baru digunakan secara umum. Mengetahui adanya

suatu perubahan dari kondisi fisik merupakan alasan dasar untuk dilakukannya

aktivitas perawatan, Sesuatu yang logis untuk mempertimbangkan penggunaan

alat monitoring, alat ukur terutama untuk menentukan perubahan-perubahan yang

significant. Untuk mesin atau alat yang bekerja secara tetap, terjadinya gangguan

pada peralatan bisa dideteksi sebelumnya dengan cara mengamati data yang ada

pada riwayat alat. Cara lain adalah menempatkan alat monitor getaran untuk

mengetahui perubahan pola getaran mesin/alat tersebut. Dengan cara itu masih

terdapat waktu yang cukup untuk melakukan persiapan sebelum kerusakan

sesungguhnya terjadi.

Hasil keluaran dari program predictive maintenance adalah berupa data dan dapat

digunakan untuk lebih dari sekedar pengukuran kondisi operasi dari mesin-mesin

yang sangat penting. Namun demikian tanpa adanya komitmen dan dukungan

yang kuat dari top management serta kerjasama yang luas dari seluruh fungsi

yang ada, sebuah program predictive maintenance yang dijalankan tidak akan

berarti apa-apa terlebih untuk mengubah rendahnya kinerja atau performance dari

suatu organisasi.

2.4 Penerapan Pemeliharaan Mesin

Menurut Daryus A, (2007) dalam bukunya Manajemen pemeliharaan mesin

membagi pemeliharaan menjadi:

Page 26: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

22

1. Pemeliharaan pencegahan (Preventive Maintenance)

Pemeliharaan pencegahan adalah pemeliharaan yang dibertujuan untuk

mencegah terjadinya kerusakan, atau cara pemeliharaan yang direncanakan

untuk pencegahan.

2. Pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance)

Pemeliharaan korektif adalah pekerjaan pemeliharaan yang dilakukan untuk

memperbaiki dan meningkatkan kondisi fasilitas/peralatan sehingga mencapai

standar yang dapat di terima. Dalam perbaikan dapat dilakukan peningkatan-

peningkatan sedemikian rupa, seperti melakukan perubahan atau modifikasi

rancangan agar peralatan menjadi lebih baik.

3. Pemeliharaan berjalan (Running Maintenance)

Pemeliharaan berjalan dilakukan ketika fasilitas atau peralatan dalam keadaan

bekerja. Pemeliharan berjalan diterapkan pada peralatan-peralatan yang harus

beroperasi terus dalam melayani proses produksi.

4. Pemeliharaan prediktif (Predictive Maintenance)

Pemeliharaan prediktif ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya perubahan

atau kelainan dalam kondisi fisik maupun fungsi dari system peralatan.

Biasanya pemeliharaan prediktif dilakukan dengan bantuan panca indra atau

alat-alat monitor yang canggih.

5. Pemeliharaan setelah terjadi kerusakan (Breakdown Maintenance)

Pekerjaan pemeliharaan ini dilakukan ketika terjadinya kerusakan pada

peralatan, dan untuk memperbaikinya harus disiapkan suku cadang, alat-alat

dan tenaga kerjanya.

6. Pemeliharaan Darurat (Emergency Maintenance)

Pemeliharan darurat adalah pekerjaan pemeliharaan yang harus segera

dilakukan karena terjadi kemacetan atau kerusakan yang tidak terduga.

7. Pemeliharaan berhenti (shutdown maintenance)

Pemeliharaan berhenti adalah pemeliharaan yang hanya dilakukan selama

mesin tersebut berhenti beroperasi.

8. Pemeliharaan rutin (routine maintenance)

Pemeliharaan rutin adalah pemeliharaan yang dilaksanakan secara rutin atau

terus menerus.

Page 27: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

23

9. Design out maintenance adalah merancang ulang peralatan untuk

menghilangkan sumber penyebab kegagalan dan menghasilkan model

kegagalan yang tidak lagi atau lebih sedikit membutuhkan maintenance.

Gambar 2.6 Adalah rangkuman struktur hirarki dari jenis strategi maintenance.

Gambar 2.6 Strategi Maintenance

(Sumber: Corder, A., 1992)

2.4.1 Hubungan Pemeliharaan Dengan Proses Produksi

Pemeliharaan menyangkut juga terhadap proses produksi sehari-hari dalam

menjaga agar seluruh fasilitas dan peralatan perusahaan tetap berada pada kondisi

yang baik dan siap selalu untuk digunakan. Kegiatan hendaknya tidak

mengganggu jadwal produksi. Menurut Sofjan Assauri (2004) agar proses

produksi berjalan dengan lancar, maka kegiatan pemeliharaan yang harus dijaga

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Page 28: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

24

1. Menambah jumlah peralatan dan perbaikan para pekerja bagian

pemeliharaan,dengan demikian akan di dapat waktu rata-rata kerusakan dari

mesin yang lebih kecil.

2. Menggunakan pemeliharaan pencegahan, karena dengan cara ini dapat

mengganti parts yang sudah dalam keadaan kritis sebelum rusak.

3. Diadakannya suatu cadangan di dalam suatu system produksi pada tingkat

kritis, sehingga mempunyai suatu tempat parallel apabila terjadi kerusakan

mendadak. Dengan adanya cadangan ini, tentu akan berarti adanya kelebihan

kapasitas terutama untuk tingkat kritis tersebut, sehingga jika ada mesin yang

mengalami kerusakan, perusahaan dapat berjalan terus tanpa menimbulkan

adanya kerugian karena mesin-mesin menganggur.

4. Usaha-usaha untuk menjadikan para pekerja di bidang pemeliharaan ini

sebagai suatu komponen dari mesin-mesin yang ada, dan untuk menjadikan

mesin tersebut sebagai suatu komponen dari suatu system produksi secara

keseluruhan.

5. Mengadakan percobaan untuk menghubungkan tingkat-tingkat system

produksi lebih cermat dengan cara mengadakan suatu persediaan cadangan

diantara berbagai tingkat produksi yang ada, sehingga terdapat keadaan

dimana masing-masing tingkat tersebut tidak akan sangat tergantung dari

tingkat sebelumnya.

2.4.2 Hubungan Kegiatan Pemeliharaan Dengan Biaya

Tujuan utama manajemen produksi adalah mengelola penggunaan sumber daya

berupa faktor-faktor produksi yang tersedia baik berupa bahan baku, tenaga kerja,

mesin dan fasilitas produksi agar proses produksi berjalan dengan effective dan

efisien. Pada saat ini perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan

pemeliharaan harus mengeluarkan biaya pemeliharaan yang tidak sedikit.

Menurut Mulyadi (1999) dalam bukunya akuntansi biaya, biaya dari barang yang

diproduksi terdiri dari:

a. Direct Material Used (biaya bahan baku langsung yang digunakan).

b. Direct manufacturing Labor (biaya tenaga kerja langsung).

c. Manufacturing Overhead (biaya overhead pabrik).

Page 29: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

25

Gambar 2.7 dibawah menjelaskan berbagai masalah yang dapat meninbulkan

kerugian perusahaan, hanya sebagian kecil saja yang bisa terlihat jelas. Sebagian

permasalahan harus digali untuk melihatnya.

Gambar 2.7 Fenomena gunung es Maintenance

(Sumber: Corder, A., 1992)

Permasalahan yang sering dihadapi seorang manajer produksi adalah bagaimana

menentukan untuk melakukan kebijakan pemeliharaan baik untuk pencegahan

maupun setelah terjadinya kerusakan, dari kebijakan itulah nantinya akan

mempengaruhi terhadap pembiayaan. Oleh karena itu, seorang manajer produksi

harus mengetahui hubungan kebijakan pemeliharaan dengan biaya yang

ditimbulkan sehingga tidak salah dalam mengambil kebijakan tentang

pemeliharaan. Gambar 2.8 dibawah ini diperlihatkan hubungan biaya

pemeliharaan pencegahan dan breakdown dengan total biaya.

Page 30: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

26

Traditional View Maintenance

Full Cost View of Maintenance

Gambar 2.8 Hubungan Preventive Maintenance dan Breakdown Maintenance

dengan biaya (Sumber: Heizer, Jay and Render, Barry, 2001)

2.4.3 Manajemen Pemeliharaan Mesin

Manajemen Pemeliharaan adalah pendekatan yang teratur dan sistematis untuk

perencanaan, pengorganisasian, monitoring dan evaluasi kegiatan pemeliharaan

dan biaya. Sebuah sistem manajemen pemeliharaan yang baik digabungkan

dengan pengetahuan dan staf pemeliharaan mampu dapat mencegah masalah-

masalah kesehatan dan keselamatan dan kerusakan lingkungan; menghasilkan

aset lagi hidup dengan lebih sedikit gangguan dan mengakibatkan biaya operasi

yang lebih rendah dan kualitas hidup yang lebih tinggi. (Yee J, 2000).

Manajemen pemeliharaan adalah jenis strategi pemeliharaan, pemeliharaan

terencana dan tidak terencana, kerusakan, pencegahan dan pemeliharaan

prediktif. Perbandingan keuntungan dan kerugian. Keterbatasan, jadwal

pemeliharaan, manajemen penghematan bahan, mengontrol daftar barang-barang,

Page 31: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

27

dan organisasi departemen pemeliharaan. Menurut Mobley, (2002) metode

pelaksanaan dari manajemen pemeliharaan ada dua jenis. Yaitu:

a) Run-to-failure,

Adalah manajemen teknik pengaktifan kembali yang menunggu mesin atau

peralatan rusak sebelum diambil tindakan pemeliharaan, yang mana sebenarnya

adalah “nomaintenance”. Metode ini merupakan manajemen pemeliharaan yang

paling mahal. Metode reaktif ini memaksa departemen manajemen pemeliharaan

untuk mempertahankan persediaan suku cadang yang banyak yang mencakup

seluruh komponen utama peralatan penting pabrik.

b)Preventive Maintenance

Ada banyak defenisi pemeliharaan preventive, tetapi semua program manajemen

pemeliharaan preventive adalah dijalankan berdasarkan waktu. Dengan kata lain

tugas-tugas pemeliharaan berlalu berdasarkan pada jam operasi. Dalam

manajemen pemeliharaan preventive, perbaikan mesin dijadwalkan berdasarkan

pada statistik waktu rata-rata kerusakan (MTTF). Dapat dilihat siklus MTTF

dibawah ini (gambar 2.9).

Gambar 2.9 Tipe kurva bak mandi

(Sumber: ) Heizer, Jay and Render, Barry, 2001)

Sedangkan Menurut Dhillon B.S, (2006) menyebutkan bahwa ada enam prinsip-

prinsip penting manajemen pemeliharaan. Yaitu:

1. Hubungan layanan pelanggan adalah dasar dari organisasi pemeliharaan yang

effective.

Page 32: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

28

2. Produktivitas maksimum terjadi ketika masing-masing karyawan dalam

sebuah organisasi memiliki tugas yang ditetapkan untuk melaksanakan secara

bentuk definitive dan waktu yang pasti.

3. Pengukuran sebelum datang pengawas. Maksudnya adalah ketika seseorang

diberikan sebuah tugas yang harus dilakukan dengan menggunakan metode

yang effective dalam jangka waktu tertentu, ia menjadi sadar secara otomatis

penuh harapan.

4. Pengawasan pekerjaan tergantung pada yang pasti, tanggung jawab individu

untuk semua tugas perintah kerja selama rentang hidup. Sebuah tanggung

jawab departemen pemeliharaan adalah untuk mengembangkan, menerapkan,

dan memberikan dukungan operasi yang sesuai untuk perencanaan dan

penjadwalan pekerjaan pemeliharaan,

5. Semua jadwal terkontrol secara effective. Sesuai jadwal pada interval titik

control sehingga semua masalah terdeteksi, dalam waktu dan jadwal

penyelesaian pekerjaan tidak tertunda.

6. Ukuran optimal kru adalah jumlah minimum yang dapat melaksanakan tugas

yang diberikan dengan cara yang effective.

2.4.3.1 Reliability Centered Maintenance (RCM)

Definisi dari RCM adalah suatu proses yang dilakukan untuk menentukan apa

saja yang haru dilakukan agar dapat mencegah terjadinya kegagalan dan untuk

memastikan bahwa alat atau mesin dapat bekerja optimal saat dibutuhkan.

Tujuan dari RCM adalah :

1. Untuk mengembangkan desain yang sifat mampu dipeliharanya

(maintainability) baik.

2. Untuk memperoleh informasi yang penting untuk melakukan improvement

pada desain awal yang kurang baik.

3. Untuk mengembangkan sistem maintenance yang dapat mengembalikan

kepada reliability dan safety seperti awal mula equiment dari kerusakan yang

terjadi setelah sekian lama dioperasikan.

4. Untuk mewujudkan semua tujuan di atas dengan biaya minimum.

Page 33: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

29

Ada 7 pertanyaan pokok bila kita membahas RCM

1. Apa fungsi dan hal yang bisa dilakukan oleh suatu alat berdasarkan standar

operasinya.

2. Bagaimana alat itu dapat gagal melaksanakan fungsinya?

3. Hal apa saja yang menyebabkan kegagalan fungsi?

4. Apa yang akan terjadi jika terjadi kegagalan fungsi?

5. Bagaimana kaitan antar kegagalan fungsi suatu alat mempengaruhi kegagalan

alat lainnya?

6. Apa yang bisa dilakukan untuk memprediksi atau mencegah kegagalan

tersebut?

7. Apa yang seharusnya dilakukan jika proses pencegahan dan penanganan dini

tidak dapat ditemukan?

2.4.3.1.1 Langkah-langkah penerapan RCM

Langkah-langkah yang perlu diambil pada saat akan melaksanakan RCM :

1. Identifikasi equipment yang penting untuk di-maintain, biasanya digunakan

metode failure; mode; effect; critacality analysis (FMECA) dan fault tree

analysis (FTA).

2. Menentukan penyebab terjadinya kegagalan, tujuannya untuk memperoleh

probabilitas kegagalan dan menentukan komponen kritis yang rawan terhadap

kegagalan. Untuk melakukan hal ini maka diperlukan data yang histori yang

lengkap.

3. Mengembangkan kegiatan analisis FTA, seperti : menentukan prioritas

equipment yang perlu di maintain.

4. Mengklasifikasikan kebutuhan tingkatan maintenance.

5. Mengimplementasikan keputusan berdasar RCM.

6. Melakukan evaluasi, ketika sebuah equipment dioperasikan maka data secara

real-life mulai direcord, tindakan dari RCM perlu direevaluasi setiap saat agar

terjadi proses penyempurnaan.

Page 34: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

30

2.4.3.1.2 Komponen RCM

RCM dikatakan sebagai proses maintenance yang paling effective. Hal ini

dikarenakan RCM adalah sebuah evolusi dari proses maintenance yang telah

dipelajari bertahun-tahun. Oleh karena itu, RCM mengandung komponen-

komponen pemeliharaan terbaik yang dilakukan agar proses produksi dapat terus

berjalan dan tujuan dari pemeliharaan itu sendiri tercapai secara optimal. Gambar

2.10 menunjukan komponen yang ada dalam RCM.

Gambar 2.10 Komponen RCM

(Sumber: Hawkins, R. S. B., 2004)

Berikut adalah penjabaran dari komponen-komponen penunjang RCM.

1. Reactive Maintenance

Disebut juga run to failure atau breakdown maintenance. Alat hanya

diperbaiki jika alat tersebut mengalami kerusakan. Gambar 2.11 adalah siklus

periode kerusakan mesin. Start up cycle yaitu periode mesin baru dipakai ,

periode ini akan mengalami berbagai penyesuaian sehingga beberapa waktu

pertama akan mengalami kerusakan komponen. Kerusakan tersebut tidak

akan banyak berpengaruh terhadap performance alat. Kerusakan akan

berhenti dengan sendirinya jika sesama komponen sudah saling bersesuaian.

Useful life periode, pada periode ini kesesuaian antar komponen sudah terjadi

dan pada periode ini pula saat yang harus dipertahankan agar mempunyai life

time yang panjang. Break down cycle yaitu waktu tiba saatnya komponen

rusak dan perlu perbaikan. Reaktive Maintenance bertumpu pada aktivitas ini.

Page 35: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

31

Gambar 2.11 Siklus periode mesin (Sumber: Hawkins, R. S. B., 2004)

Siklus periode kerusakan mesin seperti di atas biasa hanya terjadi pada

mechanical komponen saja. Mesin pada saat ini tidak akan terlepas dari control

electronic ataupun computer. Jenis kerusakan bisa terjadi kapan saja, waktu

kerusakan bisa random yaitu bisa pada usia muda ataupun tua. Gambar 12.12

menjelaskan variasi waktu kerusakan yang terjadi pada komponen electronic.

Gambar 2.12 Variasi waktu kerusakan

(Sumber: Hawkins, R. S. B., 2004)

2. Preventive Maintenance

Maintenance jenis ini sering disebut time based maintenance. Sudah dapat

mengurangi frekuensi kegagalan ketika maintenance jenis ini diterapkan, jika

Page 36: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

32

dibandingkan dengan reactive maintenance. Maintenance jenis ini dilakukan

tanpa mempertimbangkan kondisi komponen. Kegiatannya antara lain terdiri dari

pemeriksaan, penggantian komponen, kalibrasi, pelumasan, dan pembersihan.

Maintenance jenis ini sangat tidak effective dan tidak efisien dari segi biaya

ketika diterapkan sebagai satu-satunya metode maintenance dalam sebuah plant.

Gambar 2.13 menjelaskan hubungan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan

Preventive Mantenace dengan hasil yang dikeluarkan oleh kegiatan perawatan

tersebut. Semakin banyak biaya yang dikelurkan untuk kegitan perawatan akan

semakin sedikit terjadi keterlambatan. Sebaliknya semakin sedikit biaya yang

dikeluarkan untuk kegitan perawatan akan semakin banyak terjadi keterlambatan.

Keterlambatan yang dimaksud disini adalah keterlambatan untuk berproduksi

dikarenakan terjdi kegagalan mesin untuk beroperasi (Emergency/breakdown

yang tidak direncanakan).

Gambar 2.13 Hubungan biaya Preventive Mantenace dengan keterlambatan

produksi (Sumber: Hawkins, R. S. B., 2004)

Untuk menghindari kedua hal tersebut diperlukan titik temu antara seberapa besar

biaya yang diperlukan untuk kegiatan maintenance dengan tingkat kerugian jika

terjadi kerusakan suatu alat. Gambar 2.14 menjelaskan hubungan antara kedua

hal tersebut.

Page 37: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

33

Gambar 2.14 Grafik penentuan biaya perawatan yang effective

(Sumber: Hawkins, R. S. B., 2004)

Cara membaca grafik biaya perawatan effective

Area #1

Terlalu banyak PM, menghamburkan tenaga, suku cadang dan uang.

Area #2

Sangat kurang, akan terjadi banyak kerusakan sehingga produksi terlambat

(kehilangan kesempatan mendapat uang).

Area #3

Sangat optimum, tapi sulit tercapai. Indikasinya 10% - 20% sebelum peralatan

mengalami kerusakan sudah harus diperbaiki pada setiap intervalnya.

Gambar di atas bisa diperjelas dengan gambaran sebagai berikut:

Untuk menentukan titik optimum antara biaya perawatan dengan resiko

kehelingan uang jika terjadi kerusakan peralatan dengan cara menggeser interval

PM yang sudah dilakukan.

1) Bila tidak terjadi kerusakan sebelum diperbaiki berarti PM terlalu banyak..

maka interval masih bisa diperpanjang.

2) Bila terjadi kerusakan sebelum jatuh masa perawatan maka interval harus

diperpendek.

Page 38: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

34

Gambar 2.15 menjelaskan tentang penentuan interval PM pada Time based

preventive maintenance.

Gambar 2.15 Menentukan interval PM

(Sumber: Hawkins, R. S. B., 2004)

Preventive Maintenace biasa diterapkan pada kriteria peralatan sebagai berikut:

1) Peralatan yang menyebabkan :

Major break down.

Penurunan kualitas produk.

Kerusakan terhadap komponen terkait.

Bahaya kepada karyawan.

2) Penerangan, lantai, plafon yang dapat mengganggu kualitas produksi atau

menimbulkan kondisi kerja yang buruk.

3. Tes Prediksi dan Inspeksi (Predictive Testing dan Inspection/PTI).

Walaupun banyak metode yang dapat digunakan untuk menentukan jadwal

PM, namun tidak ada yang valid sebelum didapatkan age-reliability

characteristic dari sebuah komponen. Biasanya informasi ini tidak disediakan

oleh produsen atau supplier alat, sehingga kita harus mengira-ngira jadwal

perbaikan pada awalnya. PTI dapat digunakan untuk membuat jadwal dari

time based maintenance, karena hasilnya digaransi oleh kondisi equipment

yang termonitor. Data PTI yang diambil secara periodik dapat digunakan

untuk menentukan trend kondisi equipment, perbandingan data antar

equipment, proses analisis statistik, dsb. PTI tidak dapat digunakan sebagai

satu-satunya metode maintenance, karena PTI tidak dapat mengatasi semua

potensi kegagalan. Namun pengalaman menunjukkan bahwa PTI sangat

Page 39: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

35

berguna untuk menentukan kondisi suatu komponen terhadap umurnya.

Gambar 2.16 menjelaskan tentang menentukan umur perawatan dengan

predictive maintence.

Gambar 2.16 Perawatan dengan predictive maintence

(Sumber: Hawkins, R. S. B., 2004)

4. Monitoring Equipment.

Tujuan utama memonitor sebuah equipment adalah mengetahui keadaan dan

mendapatkan prediksi perubahan kondisi equipment tersebut dari waktu ke

waktu. Seperti diperlihatkan pada gambar 2.17. Pendekatan yang digunakan

adalah:

1) Antisipasi kegagalan dari pengalaman yang sebelumnya (failure

anticipation from past experience), seringkali pengalaman kegagalan

sebelumnya dapat digunakan untuk menentukan tren kegagalan.

2) Statistik distribusi kegagalan (failure distribution statistic), distribusi

kegagalan dan probabilitas kegagalan harus diketahui untuk menentukan

periode akan terjadinya kegagalan.

3) Pendekatan konservatif (conservative approach), praktik yang sering

dilakukan di lapangan adalah melakukan monitoring secara rutin (tiap

bulan atau tiap minggu) pada awalnya. Jika ternyata data yang didapatkan

tidak mencukupi untuk mengetahui kondisi equipment maka kita harus

memperpendek periode atau interval monitoring.

Page 40: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

36

Gambar 2.17 Menentukan kapan saatnya mesin akan breakdown dengan

monitoring (Sumber: Hawkins, R. S. B., 2004)

5. Proactive Maintenance

Tipe maintenance ini akan menuntun pada desain, workmanship, instalasi,

prosedur dan scheduling maintenance yang lebih baik. Karakteristik dari

proactive maintenance adalah continous improvement dan menggunakan

feedback serta komunikasi untuk memastikan bahwa usaha improvement yang

dilakukan benar-benar membawa hasil yang positif. Analisa root-cause failure

dan predictive analysis diterapkan antara lain untuk mendapatkan maintenance

yang effective, menyusun interval kegiatan maintenance, dan memperoleh life

cycle. Gambar 2.18 menjelaskan hal yang diharapkan dengan adanya proactive

maintenance.

Gambar 2.18 Memperpanjang life time dengan proactive maintenane

(Sumber: Hawkins, R. S. B., 2004)

Page 41: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

37

6. Failed Item Analysis (FIA)

Salah satu kegiatan yang termasun Failed Item Analysis adalah inspeksi

visual untuk setelah komponen yang mengalami kegagalan dilepaskan dari

sistemnya. Analisis kasus secara lebih detail diterapkan untuk mengetahui

penyebab terjadinya kegagalan. Contoh sebuah failed item analysis: sebuah

bearing mengalami kerusakan, penyebabnya bisa dari mis-alignment,

unbalance, grease yang buruk atau sebab lainnya. Pengalaman menunjukkan

bahwa penyebab kerusakan bearing 50% disebabkan karena metode

pemasangan yang kurang tepat. Gambar 2.19 memperlihatkan gambaran

fungsi waktu kerusakan yang seharusnya terjadi, tetapi mempunyai potensial

terjadi kerusakan diluar waktu yang seharusnya.

Gambar 2.19 Grafik kerusakan alat terjadi diluar kebiasaan

(Sumber: Hawkins, R. S. B., 2004)

7. Root Cause Failure Analysis(RCFA)

RCFA berkonsentrasi secara proaktif mencari penyebab terjadinya kegagalan.

Bedanya dengan Failed Item Analysis adalah RCFA melakukan kegiatan

proactive sebelum dan juga bisa sesudah terjadinya kegagalan, sedangkan

Failed Item Analysis mutlak setelah terjadi kegagalan.

Tujuan utama dari RCFA adalah mencari penyebab terjadinya

ketidakefisienan dan ketidakekonomisan, mengkoreksi penyebab kegagalan

Page 42: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

38

(tidak hanya berkonsentrasi pada efeknya saja), membangkitkan semangat

untuk melakukan improvement secara terus-menerus, dan menyediakan data

untuk mencegah terjadinya kegagalan. Gambar 2.20 memperlihatkan fishbone

diagram pencarian akar permasalahan.

Gambar 2.20 Pencarian akar permasalahan dengan fishbone diagram

(Sumber: Hawkins, R. S. B., 2004)

Untuk menentukan jenis strategi perawatan yang akan diterapkan pada suatu

mesin ataupun peralatan dengan metode RCM diarahkan oleh diagram logika

pada gambar 2.21.

Gambar 2.21 Alur logika diagram strategi maintenance yang diterapkan pada

peralatan dengan prisip RCM (Sumber: Hawkins, R. S. B., 2004)

Page 43: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

39

2.4.4.3 Autonomous Maintenance

Autonomous Maintenance adalah salah satu prinsip dalam Lean yang focus pada

improvement mesin. Bagian utama dari beberapa pilar Total Productive

Maintenance. Beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh autonomous maintenance

adalah:

1. Mencegah dan mengurangi lama waktu mesin downtime.

2. Mencegah defect dari proses mesin.

3. Mempercepat penanganan terhadap mesin downtime.

4. Meningkatkan ketahanan mesin.

5. Menjaga mesin dalam kondisi selalu bersih dan prima.

6. Mencegah kerusakan mesin yang lebih parah.

7. Meningkatkan pemahaman operator dan skill tentang mesin.

8. Operator yang memahami dan mampu melakukan perawatan dasar dari

mesin.

9. Mengurangi resiko kecelakaan kerja karena operator paham sistem safety

dari mesin.

Filosofi autonomous maintenance merubah paradigma lama bahwa operator

produksi hanyalah pemakai dari mesin sehingga tidak perlu paham dan tidak

perlu peduli dengan kerusakan mesin dan kualitas produk yang dihasilkan oleh

mesin. Paradigma lama mesin menjadi tanggungjawab dari maintenance sehingga

operator produksi cukup dengan memanggil maintenance dan menyerahkan

segalanya pada maintenance baik dalam hal kerusakan mesin ataupun reject yang

dihasilkan.

Banyak kerugian yang diakibatkan oleh paradigma lama ini yaitu:

1. Mesin downtime sebenarnya bisa dicegah asalkan dilakukan perawatan mesin

yang sederhana seperti pembersihan mesin, inspeksi bagian dari mesin yang

hampir aus, pelumasan bagian –bagian tertentu, dan pengencangan komponen

yang kendor.

2. Jika operator memahami tentang mesin, maka kesalahan operasi atau

fungsional tertentu dari mesin bisa dilakukan pencegahan secara dini.

Page 44: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

40

3. Jika hal-hal kecil dibiarkan seperti komponen kendor, kotoran yang

menumpuk, maka akan berakibat sangat besar.

4. Kondisi mesin akan terlihat kotor karena kurangnya kepedulian operator

membersihkan mesin.

5. Ada waktu yang terbuang saat terjadi handover pekerjaan dari operator

produksi dan maintenance meskipun itu hanya sekedar kerusakan ringan.

6. Komponen yang sudah mulai rusak, atau bunyi mesin yang aneh dapat

dideteksi lebih awal oleh operator.

Pada konsep autonomous maintenance, akan terjadi proses transfer ilmu

pengetahuan mengenai mesin dari maintenance kepada operator produksi.

Dimana operator akan ditraining mengenai pemahaman dasar tentang mesin,

operational mesin, sistem safety mesin, perawatan dasar mesin, sampai ke tahap

yang lebih advance lagi tentang mesin. Training dilaksanakan secara bertahap

baik dan dilakukan di kelas dan juga praktek langsung ke mesin. Setiap aktivitas

diajarkan dan dilatihkan secara bertahap, sampai operator benar-benar paham

dan mampu melakukan sendiri. Kelas keahlian akan dibagi menjadi tujuh tahap.

Dalam setiap tahapnya akan dilakukan assessment untuk memastikan operator

menguasai ketrampilan tersebut. Tahap ketujuh adalah tahapan terakhir dimana

operator sudah memiliki kecakapan dalam melakukan perawatan mandiri secara

penuh.

Skill perawatan dasar yang dibangun adalah kemampuan menjalankan mesin

secara benar, membersihkan mesin secara teratur, mengetahui apa saja inspeksi

yang harus dicheck pada mesin dan paham kriterianya, mampu memberi

pelumasan pada bagian tertentu dari mesin, mengecheck bagian yang rawan

terhadap kendor, dan mampu melakukan pengencangan sendiri, melakukan start

up mesin dan shutdown mesin dengan benar, mampu melakukan changeover,

melakukan pengukuran sendiri terhadap mesin, dan hal-hal lain yang bersifat

pencegahan terhadap kerusakan mesin.

Secara fisik, mesin akan terlihat lebih bersih dan dalam kondisi prima. Salah satu

tujuan yang ingin dicapai adalah restorasi dari mesin untuk mengembalikan

Page 45: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

41

mesin pada kondisi paling prima dengan menghilangkan ganjalan dan lainnya.

Keuntungan yang diraih oleh operator adalah ilmu tentang mesin akan meningkat

dan lebih lancar dalam mengoperationalkan mesin karena mesin dalam kondisi

top performance. Secara keseluruhan mesin akan mencapai level availability yang

tinggi, performance rate yang optimum, dan kualitas output yang selalu

maksimal. Produksi yang menerapkan autonomous maintenance akan terlihat

secara visual lebih bersih, dan tanda visual management yang jelas untuk bagian

yang perlu dibersihkan, diinspeksi, diberi pelumas, dan dilakukan pengencangan.

Pihak maintenance juga akan menikmati keuntungan yaitu jumlah firefighting

karena unplanned/downtime yang lebih rendah, perbaikan karena kerusakan

ringan akan turun drastis sehingga bisa lebih fokus pada planned maintenance

dan improvement dari mesin. Secara keseluruhan perusahaan akan mengalami

peningkatan yang significant dalam hal availability mesin, performance, dan juga

kualitas. Gambar 2.22 menggabarkan hubungan yang idial antara produksi

dengan maintenance.

Gambar 2.22 Hubungan idial antara produksi dengan maintenance

(Sumber: Hawkins, R. S. B., 2004)

Page 46: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

42

2.5 Siklus Manajemen

Manajemen adalah “serangkaian kegiatan yang berencana dan mengontrol

pekerjaan sehari-hari untuk mencapai tujuan dengan cara yang paling efisien dan

effective dengan menjaga keseimbangan antara kualitas, kuantitas dan biaya”

(Kaneko 2000b,5). Penetapan satu tujuan untuk kegiatan yang bisa

meminimalkan kesenjangan antara kondisi saat ini dengan tujuan yang sudah

ditetapkan identifikasi masalah, pemecahan masalah dan standarisasi langkah

yang diambil. Definisi lain adalah bahwa manajemen memerlukan penggunaan

proses sebagai alat untuk mencapai tujuan secara effective, cara ini mencakup

dalam rangka memenuhi tujuan. Menurut Hosotani (1984), manajemen dapat

diartikan dalam dua implikasi: tujuan pemeliharaan dan kaizen (perbaikan

berkesinambungan). Dalam proses pemeliharaan, satu akan memeriksa apakah

standarisasi dilaksanakan dengan cara untuk mencapai tujuan, sedangkan pada

kaizen, apakah ada upaya terus-menerus untuk meningkatkan dan mencapai

tujuan yang sudah ditetapkan. Tujuan bisa dicapai dengan menerapkan siklus

Plan-Do-Check-Act (PDCA). Siklus ini adalah kombinasi pemeliharaan dan

perbaikan kegiatan yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah (Attalh

2008, 20).

Gambar 2.23 Siklus management

(Sumber: Attalh, 2008)

Page 47: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

43

Metode tersebut dikembangkan oleh Dr. W. Edwards Deming. Siklus ini terdiri

dari 4 komponen utama (Total Quality Management, B. Tumiwa Alfrits, 2006:

125) yaitu sebagai berikut:

1. Mengembangkan rencana untuk perbaikan (Plan), rencana tersebut meliputi:

a. Adanya identifikasi peluang dilakukan perbaikan (problem identification).

b. Dokumentasi proses yang ada saat ini.

c. Menciptakan visi proses yang diperbaiki (theme)

d. Menentukan jangkauan usaha perbaikan (target)

2. Do artinya melaksanakan rencana yang dibuat.

Langkah ini sama dengan pengembangan dan pengujian prototype suatu

rancangan sebelum diproduksi secara penuh (observation).

3. Study memberikan hasil yang dicapai yang akan dijadikan dasar bagi langkah

penyesuaian dan perbaikan (Analysis).

4. Act artinya melakukan penyesuaian bila diperlukan.

Gambar 2.24 Siklus Deming

(Sumber: Attalh, 2008)

Pada tahap pertama dari siklus PDCA tersebut (Attalh 2008, 111) adalah Plan

Stage yaitu tahap problem identification. Survei yang dilakukan internal dan

eksternal untuk kepuasan pelanggan dilakukan untuk menentukan masalah-

masalah kritis dan menetapkan kerangka waktu untuk memecahkan masalah

tersebut. Setelah menetapkan tujuan, lalu dilakukan identifikasi kemungkinan

penyebab dan potensi masalah dan kemudian ditemukan akar penyebabnya.

Page 48: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

44

Setelah akar penyebab diidentifikasi lalu dilakukan penetapan tindakan untuk

perbaikan yang selanjutnya bisa mencegah masalah timbul kembali.

Pada tahap selanjutnya, Do Stage, plan action dari tahap sebelumnya akan

dilakukan di tahap ini yang selanjutnya diperoleh hasil dan dilakukan verifikasi.

Setelah diverifikasi kemudian hasilnya akan dievaluasi pada tahap berikutnya,

yaitu Check Stage, tahap ini dilakukan untuk mengetahui apakah hasilnya sama

dengan tujuan yang ditetapkan dalam tahap perencanaan.

Tahap akhir adalah Act Stage yaitu tahap standarisasi. Jika hasil memperlihatkan

bahwa kegiatan sebelumnya effective, tindakan akan diambil untuk dibuatkan

standarisasi sebagai pegangan pekerjaan sehari-hari. Disini, ditegaskan bahwa

ada efek samping dari aktivitas yang baru ini. Jika hasilnya negatif, maka

permasalahan akan dibawa kembali pada tahap pertama dengan langkah yang

sama jika ini terjadi, maka perlu penelaahan mengapa penyebabnya tidak

diidentifikasi dalam tahap perencanaan (gambar 2.25).

Gambar 2.25 Siklus operasional PDCA

(Sumber: Attalh, 2008)

Gambar diatas menunjukkan proses dari siklus operasioanal PDCA. Siklus ini

terus berlanjut tanpa akhir. Setelah satu masalah dicoba untuk diselesaikan untuk

mencapai tujuan, proses akan kembali lagi ke tahap sebelumnya dan dimulai dari

mana masalah berasal. Saat masalah dipecahkan dan distandarisasi, maka perlu

Page 49: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

45

dilakukan penentuan tema yang lain untuk diperoleh proses pemeliharaan

perbaikan yang berkelanjutan (gambar 2.26).

Gambar 2.26 Siklus manajemen PDCA

(Sumber: Attalh, 2008)

Begitu juga halnya teori Pemecahan masalah dalam total quality management di

ungkapkan pula oleh Perry Jonhson (B. Tumiwa Alfrits, 2006: 125), yang

memilki 3 karakteristik yakni:

1. Mengutamakan kerjasama tim dalam pemecahan masalah.

2. Berfokus kepada perbaikan berkesinambungan.

3. Memperlakukan masalah sebagai sesuatu yang wajar atau normal karena

adanya perubahan.

Langkah dalam metode ini adalah:

1. Membentuk tim pemecahan masalah.

2. Mendiskusikan daftar permasalahan yang terjadi, dan membatasi masalah

lebih terfokus dan mendifinisikan secara jelas (problem identification).

3. Memilih dan memprioritaskan masalah yang akan diatasi (importance of the

problem).

4. Menyimpulkan informasi dan masalah yang dihadapi (observation).

5. Berusaha menemukan solusi yang optimal (analysis-perification-validation).

6. Implementasi solusi optimum (action).

7. Standarisasi.

Page 50: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

46

PDCA tersebut biasa digunakan dalam TQC yaitu dengan pespektif data statistik

yaitu standar deviasi yang menyatakan nilai simpangan terhadap nilai tengah.

Suatu proses dikatakan baik apabila berjalan pada suatu rentang yang disepakati

(gambar 2.27).

Gambar 2.27 Ilustrasi Perspektif Statistik (Sumber: Attalh, 2008)

Rentang tersebut memiliki batas, batas atas atau USL (Upper Specification Limit)

dan batas bawah atau LSL (Lower Specification Limit) proses yang terjadi diluar

rentang disebut cacat (defect). Para praktisi TQC telah menemukan bahwa usulan

dan solusi mereka adalah bersifat persuasif karena berdasarkan pada sebuah

analisi data yang tepat dan tidak berdasarkan pada dugaan. Begitu juga halnya

ungkapan metode pemecahan masalah oleh Masaki Imai, “gunakan cerita QC

untuk meyakinkan” atau dengan kata lain disebut sebagai QC story yang terdiri

dari beberapa tahap (Imai Masaaki, 2008:127) yaitu sebagai berikut:

1. Menjelaskan sifat dasar masalah ditempat kerja (problem identification)

2. Membuat alasan mengapa masalah tersebut dipilih untuk dipecahkan

(importance of the problem.).

3. Menentukan tujuan spesifik untuk aktivitas QC-nya (theme & target)

4. Menerapkan diagram sebab akibat untuk menganalisis penyebab masalah

(analysis).

5. Mengembangkan solusi untuk masalah (validation-verification-action).

6. Melakukan pengecekan effectiveitas dan di evaluasi (check).

Page 51: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

47

7. Menstandarkan hasil yang dicapai untuk mencegah permasalahan akan

berulang (standarization).

2.6 Toyota way

Toyota Way merupakan fondasi bisnis yang dilakukan perusahaan mobil Jepang

yaitu Toyota. Fondasi ini membawa Toyota ke level bisnis yang lebih tinggi

dengan kepuasan pelanggan yang cukup baik. Didalam Toyota Way terdapat 14

prinsip yang menjadi dasar Toyota Production System (TPS) yang dipraktikan di

pabrik-pabrik Toyota diseluruh dunia.Adapun 14 prinsip dasar tersebut adalah

sebagai berikut (Sumber: The Toyota Way, Jeffrey K. Liker, 2006):

1. Pembelajaran organisasi secara terus menerus melalui Kaizen.

2. Lihatlah dengan mata kepala sendiri agar lebih memahami situasi dengan

benar (Genchi Gonbutsu).

3. Buatlah keputusan secara perlahan melalui consensus, dengan hati-hati

mempertimbangkan semua kemungkinan; implementasi dengan cepat.

4. Kembangkan pemimpin yang menjiwai dan menjalankan filosofi.

5. Hormati, kembangkan dan tantang orang-orang dari tim anda.

6. Hormati, tantang dan bantu para pemasok anda.

7. Ciptakan proses yang mengalir untuk mengungkap masalah.

8. Gunakan sistem tarik untuk menghindari produksi yang berlebih.

9. Ratakan beban kerja (Heijunka).

10. Hentikan jika terjadi masalah kualitas (Jidoka).

11. Lakukan standarisasi pekerjaan untuk peningkatan berkelanjutan.

12. Gunakan alat kendali visual sehingga tidak ada masalah yang tersembunyi.

13. Gunakan hanya teknologi yang handal dan benar-benar teruji.

14. Buat keputusan manajemen berdasarkan filosofi jangka panjang,bahkan

dengan mengorbankan tujuan keuangan jangka pendek.

Untuk memudahkan pemahaman 14 prinsip tersebut maka dibagi menjadi model

4P yaitu Problem Solving, People and Partner, Process, dan Pholosophy. Hal

tersebut di deskripsikan pada piramida dibawah ini:

Page 52: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

48

Gambar 2.28 Model 4P dari Toyota Way (Sumber: Jeffrey K. and Liker, 2006)

2.7 ” Seven plus one” Types of Waste

1. Over production

Memproduksi lebih daripada kebutuhan pelanggan internal atau eksternal, atau

memproduksi lebih cepat atau lebih awal dari pada waktu kebutuhan pelanggan

internal dan eksternal. Masalah waste seperti tersebut diatas bisa terjadi karena

beberapa hal seperti berikut; ketiadaan komunikasi, system balas jasa dan

penghargaan yang tidak tepat, perencanaan yang jelek (poor planning), just-in-

case production, produk tidak konsisten, setup time dan cycle time yang lama,

reliabilitas peralatan yang jelek, hanya berfokus pada kesibukan kerja bukan

untuk memenuhi kebutuhan pelanggan internal dan eksternal.

2. Delays (waiting time)

Keterlambatan yang tampak melalui orang orang yang sedang menunggu mesin,

peralatan, bahan baku, supplies, perawatan/pemeliharaan (maintenance), atau

mesin mesin yang sedang menunggu perawatan, orang/operator, bahan baku,

peralatan. Waste ini terjadi kerena hal- hal seperti berikut; inkonsistensi dalam

metode metode kerja, waktu penggantian produk yang panjang (long changeover

Problem Solving

(peningkatan dan

pembelajaran

berkesinambungan)

People and Partners

(Hormati,tantang dan

kembangkan)

Process

(Hilangkan Pemborosan)

Philosophy

(Pemikiran Jangka Panjang)

Genchi

Genbutsu

Respect &

Teamwork

Kaizen

Challenge

Page 53: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

49

times), ketiadaan pelatihan yang tepat , lini produksi yang tidak seimbang,

ketidaktepatan dalam perawatan mesin dan peralatan, kualitas material yang

jelek.

3. Transportation

Memindahkan material atau orang dalam jarak yang sangat jauh dari satu proses

ke proses berikutnya yang dapat mengakibatkan waktu penanganan material

bertambah. Beberapa hal yang menyebabkan masalah waste ini adalah tata letak

yang jelek (poor layout), ketiadaan koordinasi dalam proses, poor house keeping,

organisasi tempat kerja yang jelek (poor workplace organization), lokasi

penyimpanan material yang banyak dan saling berjauhan (multiple and long

distance storage location), lot produksi yang besar, penjadwalan yang jelek, stok

pengaman yang besar.

4. Process

Mencakup proses proses tambahan atau aktivitas kerja yang tidak perlu atau tidak

efisien. Penyebab waste ini diantaranya adalah ketidak tepatan penggunaan

peralatan, pemeliharaan peralatan yang jelek (poor tooling maintenance), gagal

mengkombinasi operasi operasi kerja, proses kerja dibuat serial padahal proses

proses tersebut tidak saling tergantung satu sama lain yang seyogyanya dapat

dibuat parallel, dokumentasi proses yang jelek (poor configuration control),

ketiadaan masukan dari pelanggan berkaitan dengan kebutuhan atau spesifikasi.

5. Inventories

Pada dasarnya inventories menyembunyikan masalah dan menimbulkan aktivitas

penanganan tambahan yang seharusnya tidak diperlukan, inventories juga

mengakibatkan extra paperwork, extra space, dan extra cost. Wate ini bisa terjadi

dikarenakan beberapa hal sebagai berikut; peramalan penjualan yang tidak

akurat, setup proses dan cycle times yang lama, poor inventory planning and

tracking, peralatan yang tidak andal (unreliable equipment), aliran kerja yang

tidak seimbang (unbalance flow), pemasok yang tidak kapabel (incapable

suppliers), ukuran batch yang besar (large batch sizes), long changeover times.

6. Motion

Setiap pergerakan dari orang atau mesin yang tidak menambah nilai kepada

barang dan jasa yang akan diserahkan kepada pelanggan, tetapi hanya menambah

Page 54: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

50

biaya dan waktu saja. Beberapa penyebabnya adalah organisasi tempat kerja yang

jelek, tata letak yang jelek, metode kerja yang tidak konsisten, poor machine

design, dokumentasi proses yang jelek.

7. Defective Products

Yang yermasuk dalam kategori ini adalah semua yang berhubungan dengan

Scrap, rework, customer returns, customer dissatisfaction. Beberapa penyebab

waste seperti ini adalah incapable proceses, insufficient training, ketiadaan

prosedur operasi standar, ketiadaan pelatihan yang tepat, dokumentasi proses

yang jelek, terlalu banyak model produk, tingkat inventori yang tinggi, tata letak

yang jelek.

7+1. Defective Design

Desain yang tidak memenuhi kebutuhan pelanggan, penambahan features yang

tidak perlu. Penyebabnya diantaranya adalah lack of customer input in design,

overdesign.

Page 55: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

51

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendahuluan

Dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian

seperti yang tertera pada Gambar 3.1 di bawah ini.

Observasi Awal

Identifikasi Masalah

Tujuan Penelitian

Studi Pustaka 1. Proses produksi 2. Management Maintenance 3. RCM (Reliability Centered

Maintenance) 4. Autonomous Maintenance 5. TQM (Total Quality

Management) Teori Deming

Studi Lapangan 1. Sejarah perusahaan 2. Struktur Organisasi 3. Proses produksi 4. Ruang lingkup kerja 5. Strategi Maintenance 6. Efisiensi mesin

Pengolahan data

1. Kondisi Maintenace Saat Ini 2. Penentuan Permasalahan Penting 3. Penelusuran Waste

Pengumpulan Data 1. MTTR 2. Down Time 3. Maintenance cost 4. Maintenance Activity

Page 56: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

52

`

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

3.2 Observasi Awal

Penelitian dimulai dengan melakukan observasi lapangan di PT TVSMI.

Kegiatan observasi ini yaitu pengamatan langsung ke bagian Maintenance untuk

melihat bagaimana sistem Maintainance yang dilakukan selama ini.

3.3 Identifikasi Masalah

Tahap awal yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu mengidentifikasi

permasalahan yang terjadi di perusahaan (dalam kasus ini adalah PT. TVS Motor

Company Indonesia). Identifikasi dilakukan dengan mencocokan kondisi nyata

yang ada di perusahaan dengan teori serta literatur yang ada. Permasalahan yang

terjadi di perusahaan ini sangat cepat ditangkap oleh peneliti, yaitu dengan proses

produksi yang berjalan selama 1 (satu) shift, masih terdapat beberapa pemborosan

pada aktivitas maintenance nya. Hal tersebut menjadi suatu permasalahan utama

yang diangkat peneliti untuk melakukan penelitian ini, yang mendorong

keinginan peneliti untuk dapat memperbaiki kondisi manajemen pemeliharaan di

perusahaan tersebut.

3.4 Tujuan Penelitian

Permasalahan yang ada di perusahaan ini adalah adanya beberapa aktivitas yang

kurang efisien pada aktivitas maintenancenya, sehingga proses perbaikan pada

Analisis

1. Identifikasi Waste 2. Identifikasi Penyebab Waste

Usulan Perbaikan

Simpulan dan Saran

Page 57: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

53

suatu peralatan yang rusak memakan waktu yang lama. Lamanya waktu yang

digunakan untuk aktivitas perawatan tersebut termasuk dalam perumusan

masalah dalam penelitian ini. Perumusan masalah ditetapkan untuk dapat dicari

sebuah penyelesaiannya. Tentunya penyelesaian yang dilakukan dengan melalui

pendekatan lean maintenance. Sedangkan penetapan tujuan ini digunakan sebagai

fokus bagi peneliti terhadap penelitian yang akan dilakukan. Tujuan yang sudah

ditetapkan dapat menjadi kerangka berfikir serta pedoman bagi peneliti dalam

menetapkan langkah-langkah yang akan diambil. Dalam penetapan tujuan

penelitian, didapatkan dari permasalahan yang ada di perusahaan dengan

melakukan perbandingan pemecahan masalah dengan metode yang ada pada

buku literatur dan metode yang sudah diterapkan pada penelitian sebelumnya dan

ditulis dalam jurnal yang dapat diakses melalui internet. Dari permasalahan yang

telah ditemukan, tujuan dari penelitian ini adalah untuk meminimumkan waste

dalam aktivitas pemeliharaan, meningkatkan efisiensi suatu peralatan, dan

melakukan perbaikan serta melakukan cost analysis untuk upaya perbaikan

tersebut.

3.5 Studi Pustaka dan Lapangan

Dalam melakukan suatu penelitian, dibutuhkan studi literatur sebagai pendukung

dalam penyelesaian masalah. Tinjauan pustaka ini akan dijadikan referensi untuk

membandingkan teori terkait yang ada dengan kondisi permasalahan riil yang

sedang diteliti. Teori pendukung yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu, teori

terkait mengenai lean maintenance. Studi lapangan dilakukan dengan interview

pada bagian engineering&maintenace PT. TVS Motor Company Indonesia yang

terkait dengan penelitian yang akan dilakukan. Tujuan dari tahap ini adalah untuk

mengidentifikasi secara langsung permasalahan yang dihadapi oleh PT. TVS

Motor Indonesia dalam melakukan aktivitas maintenance.

3.6 Pengumpulan Data

Pada tahap pengumpulan data, berisi data-data yang didapatkan dari perusahaan

yang nantinya dapat dipergunakan untuk proses pengolahan data. Data yang

digunakan dalam penelitian ini berupa kondisi eksisting perusahaan seperti, data

Page 58: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

54

spesifikasi mesin (data ini meliputi kapasitas produksi dan waktu operasi mesin),

data kerusakan mesin selama 2(dua) tahun terakhir, data produk cacat untuk tiap

tipe produk pada mesin yang terkait. Data yang diperlukan dalam penelitian ini

diambil secara langsung di obyek penelitian, dengan kondisi yang sebenarnya

dengan cara wawancara dan pengamatan.

3.7 Pengolahan Data

3.7.1 Kondisi Maintenance saat ini

Tahap awal dari penerapan lean maintenance adalah melakukan assessment pada

aktivitas pemeliharaan. Tahapan ini dilakukan untuk melihat kondisi awal dari

proses perawatan dan perbaikan mesin serta mengidentifikasi kegiatan yang

merupakan waste yang nantinya akan dicari akar penyebab dari timbulnya waste

tersebut. Di dalam penelitian ini, obyek yang dijadikan pengamatan adalah mesin

Acrylic Cathodic Electrical Deposition (ACED).

Dari sekian banyak mesin yang ada yaitu sebanyak 100 (seratus) unit lebih yang

dibagi dalam 6 (enam) kelompok besar mesin, mesin yang sering mengalami

trouble adalah mesin tersebut. Alasan lain pemilihan mesin ini adalah karena

semua mesin yang ada bersifat identik, yang membedakan hanyalah fungsinya

saja. Oleh karena itu, penelitian ini memilih mesin tersebut untuk dijadikan obyek

penelitian.

Pada tahapan ini, akan dikumpulkan data kerusakan mesin tersebut selama 2(dua)

tahun. Gambar 3.1 Adalah pareto dari MTTR di PT. TVS Motor Company

Indonesia. Perbaikan peralatan sekitar 70% terdistribusi pada Acrylic Cathodic

Electrical Deposition (ACED) dan Plastic Paintshop. Data yang dikumpulkan

adalah data tanggal kerusakan mesin, jenis kerusakan, waktu perbaikan, lama

perbaikan serta biaya langsung yang diperlukan untuk perbaikan, jumlah tenaga

kerja yang dipakai, pemakaian spare part, waktu dan lama over time. Data

tersebut yang akan diolah untuk menganalisa waste dan akan dicari peluang

untuk dilakukan perbaikan.

Page 59: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

55

Gambar 3.1 Pareto dari MTTR di PT. TVS Motor Company Indonesia

3.7.2 Penentuan Permasalahan Penting

Dalam menangani permasalahan, akan terlebih dahulu dipilih permasalahan yang

menjadi prioritas. Untuk hal ini akan diprioritaskan berdasarkan waktu aktivitas

pemeliharaan yang paling lama. Harapannya adalah dengan menangani proses

pemeliharaan dengan waktu proses yang lama, akan dapat memberi kontribusi

perbaikan yang lebih terlihat. Dalam menentukan permasalahan penting tersebut,

dilakukan dengan menggunakan diagram pareto untuk masing-masing submesin.

Parameter yang dijadikan inputan adalah waktu perbaikan komponen yang seperti

sebelumnya telah disajikan. Kemudian dari waktu-waktu proses perbaikan

tersebut, akan dipilih komponen mana yang waktu perbaikannya masuk ke dalam

80% dari total waktu keseluruhan perbaikan pada masing-masing sub mesin.

3.7.3 Penelusuran Waste

Selanjutnya adalah dicari penelusuran waste dari aktivitas perbaikan yang telah di

pareto kan dengan menggunakan Value Stream Maintenance Mapping (VSMM).

Dari penelusuran tersebut dapat diketahui aktivitas apa yang tergolong kedalam

waste.

62

7685

9298

0102030405060708090100

0.00.51.01.52.02.53.03.54.04.55.0

ACED Plastic Paintshop

Vehicle Assembly

Sub Vehicle

Assembly

Sub Engine

Assembly

Engine Assembly

1 2 3 4 5 6

Jam %

Page 60: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

56

3.8 Analisis

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai analisa dan pembahasan dari hasil

pengumpulan dan pengolahan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar

untuk membuat suatu kesimpulan dan rekomendasi perbaikan bagi perusahaan.

3.8.1 Analisa Pemborosan / Identifikasi Waste

Pada Identifikasi waste dilakukan untuk mengetahui aktivitas-aktivitas atau

proses yang termasuk kategori waste. Pengidentifikasian waste dilakukan melalui

brainstorming dengan pihak manajemen terkait.

3.8.2 Analisis Penyebab Waste

Analisa yang dilakukan adalah analisa terhadap faktor penyebab waste yang akan

dibahas pada bagian ini. Analisis dilakukan dengan mencari akar penyebab

permasalahan dengan menggunakan Root Cause Analysis (RCA) demi

memudahkan dalam pencarian akar permasalahan dari waste paling berpengaruh.

Dari hasil identifikasi waste, pencarian akar penyebab permasalahan tersebut

ditelusuri dengan cara bertanya “mengapa” sebanyak beberapa kali (why-why

analisys), sehingga tindakan yang sesuai dengan akar penyebab permasalahan

dapat ditemukan dan dapat menyelesaikan permasalahan yang ada. Pencarian

serta penentuan akar penyebab dari suatu permasalahan tersebut dilakukan

melalui brainstorming dengan pihak perusahaan di department yang terkait.

3.9 Usulan Perbaikan

Tahapan ini merupakan pengusulan rekomendasi perbaikan (improvement) untuk

meningkatkan performansi perusahaan, khususnya bidang maintenance. Usulan

perbaikan yang diberikan disesuaikan dengan hasil penelusuran masalah dengan

menggunakan RCA (Root Cause Analysis).

3.10 Simpulan dan Saran

Setelah dilakukan pengolahan data, analisa penyebab, solusi dan pengontrolan

setelah improvement maka perlu dibuatkan kesimpulan sesuai dengan tujuan dari

penelitian ini yaitu untuk meminimumkan waste dalam aktivitas pemeliharaan,

Page 61: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

57

meningkatkan effectiveitas suatu peralatan, dan melakukan perbaikan serta

melakukan cost analysis untuk upaya perbaikan tersebut. Penarikan simpulan

dilakukan dengan jalan membandingkan kesesuaian dari subyek penelitian

dengan makna yang terkandung dalam dengan konsep-konsep dasar dalam

penelitan. Saran yang diberikan diharapkan mampu memperbaiki keadaan yang

bisa meningkatkan efektifitas dan efisiensi suatu peralatan.

Page 62: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

58

BAB IV

DATA DAN ANALISIS

4.1 Gambaran Perusahaan

PT. TVS Motor Company Indonesia merupakan salah satu anak perusahaan TVS

Group India yang bergerak di bidang manufaktur, Tepatnya di bidang perakitan

sepeda motor. TVS Group sendiri didirikan pada tahun 1911, oleh Sri. T V

Sundaram Iyengar sebagai pemilik dari perusahaan bus umum di Madurai (India).

Memiliki lebih dari 37 anak perusahaan, serta mempekerjakan lebih dari 45.000

karyawan di seluruh dunia dengan omset 2,7 milyar USD. Dengan pertumbuhan

yang stabil, ekspansi dan diversifikasi, TVS Group berhasil mendapatkan posisi

yang kuat dalam berbagai industri, diantaranya :

1. Perusahaan distribusi komponen mobil terbesar di India.

2. Pembuat komponen otomotif terbesar di India.

3. Diversifikasi usaha di bidang elektronik, komputer dan sepeda motor.

4. Usaha patungan dengan perusahan besar di dunia.

Salah satu cabang TVS Group di India yang memiliki investasi besar pada tahun

1979 adalah TVS Motor Company India, yaitu merupakan perusahaan yang

membuat sepeda motor, mulai dari casting, machining sampai dengan assembly.

TVS Motor Company yang ada di India, masing-masing di Hosur (110 ha), di

Mysore (70 ha), dan yang baru dibuka di Himachal Pradesh (20 ha). Kapasitas

gabungan ketiga pabrik ini mencapai 1,5 juta sepeda motor setiap tahun. Dengan

niat untuk memperluas pangsa pasar di luar india, yaitu di asia tenggara, maka

TVS Motor Company India, membuka cabang di Indonesia, hal tersebut

dilakukan mengingat pasar Indonesia merupakan pasar yang strategis disertai

dengan tenaga kerja pribumi yang berkualitas.

Tepatnya pada tanggal 22 september 2005, pabrik TVS untuk di Indonesia,

didirikan di Surya Cipta Industrial Estate Karawang, seluas 20 Ha dengan

Page 63: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

59

fasilitas kelas dunia. Pabrik ini diresmikan pada tanggal 16 Juli 2007, oleh

Presiden Republik Indonesia yang pada saat itu dipegang oleh Bapak Presiden

Susilo Bambang Yudhoyono.

4.1.2 Struktur Organisasi

Secara umum, perusahaan ini memilki struktur organisasi seperti pada gambar

4.1 di bawah ini. Gambar 4.2 menunjukkan posisi proyek yang akan diteliti yaitu

di bawah departemen manufacturing, tepatnya di unit Painting ACED.

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Perusahaan

Gambar 4.2 Struktur Organisasi di Departemen Manufacturing

Page 64: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

60

4.1.3 Proses Produksi

PT TVS Motor Company Indonesia merupakan perusahaan manufacturing

perakitan sepeda motor, sampai dengan periode Desember 2013, varian sepeda

motor berdasarkan kapasitas ruang bakar, sudah ada 4 varian. Yaitu tipe bebek

dengan mesin kapasitas 110 cc, 125 cc, dan 150 cc, tipe sport dengan mesin

kapasitas 160 cc serta matic 110 cc.

Terdapat 3 unit yang menyokong departemen produksi, yaitu unit engine

assembly yang bertugas dalam perakitan engine atau mesin dari sepeda motor,

unit vehicle assembly yang bertugas dalam perakitan komponen penunjang

motor, unit painting yang bertugas dalam pengecatan setiap komponen plastik

dan pabrikasi penunjang sepeda motor. Proses produksi berlangsung dalam 1

(satu) shift selama 8 jam dan 5 hari dalam seminggu selama 1 (satu) tahun.

Jumlah rata-rata motor yang diproduksi dalam satu shift sebanyak 200 unit.

Khusus di ACED di batch 12 (dua belas) proses harus berjalan terus-menerus

untuk mensirkulasikan cat supaya tidak menggumpal. Untuk keperluan perawatan

mesin di ACED tersebut diberikan waktu selama 1 (satu) hari penuh setiap 2

(dua) minggu sekali untuk melakukan penggantian bag filter. filter akan diganti

baru jika sudah beroperasi terus-menerus selama 2 minggu.

4.1.4 Produk

ACED painting yang berfungsi untuk mengecat Fabrication Part dengan metode

di celup, yang terdiri dari dari beberapa tahap. Hal tersebut bisa di lihat pada

gambar 4.3 di bawah ini. Komponen yang di cat terbuat dari bahan metal yaitu

terdiri dari frame, fueltank, handle bar, swingarm, upper bracket, center stand,

prop stand, torkling, barfootrest. Mesin tersebut merupakan mesin utama dan

kompleks untuk penunjang produksi dan merupakan mesin yang paling sering

mengalami kerusakan dengan rata-ratatingkat penyelesaian perbaikan terlama.

Page 65: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

61

Gambar 4.3 Deskripsi Produk di ACED

4.1.5 Alur proses produksi di PT.TVS Motor Company Indonesia

Berikut ini adalah alur proses pengecatan Acrylic Cathodic Electrical Deposition.

Gambar 4.4 Alur Proses Pengecatan ACED

1.Receiving

Fresh Part

2. Masking 3. Loading 4. Hot Water Rinse

5.Spray

Degreasing

6.Dip

Degreasing

7.Spray

Water 8.Dip Water

Rinse 9.Surface

Condition

10.Phosphati

-ng

11.Spray

Water

12.Dip

Water 13.Demin

Water

14.ACED 15.Ultra

Filtration 16.Ultra

Filtration

17.Demin

Dip Rinse

18.Flash Of

Zone

19.Baking

Oven

20. Unload

& Finishing

Page 66: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

62

Seperti yang terlihat pada alur proses ACED yang secara umum terdiri dari 20

tahap dengan rincian dibawah ini:

1. Receiving Fresh Part

Tahap ini merupakan proses incoming/kedatangan fresh part yang datang dari

vendor fabrikasi, part tersebut masuk ke store/warehouse komponen fabrikasi

yang selanjutnya dilakukan pengecekan visual dan dimensi secara sampling

untuk memastikan kondisi fresh part sesuai standar oleh departemen quality.

2. Masking

Proses masking merupakan tahap penutupan bagian tertentu dari part tertentu

yang tidak diperbolehkan terkena cat ACED sesuai drawing. Contohnya

adalah bagian tube untuk brake pedal pada frame, lubang fuel tank dan lain

sebagainya. Point penting dari proses ini adalah memastikan bahwa masking

yang di pasang tidak bocor.

3. Loading

Loading adalah proses penggantungan fresh part yang sudah selesai di

masking ke hanger yang sudah tersedia sesuai dengan fungsi masing-masing,

sebelum tahap loading terlebih dahulu dilakukan pengikiran hanger yang

tertutup cat untuk membuat contact point fresh part dengan hanger, lalu

dilakukan loading. Point penting yang dilakukan pada tahap ini adalah

memastikan diperolehnya contact point hanger dengan part, dan memastikan

part terbebas dari rusty, dry oil contamination and burned carbon.

4. Hot Water Rinse

Tahap Hot Water Rinse merupakan tahap yang paling awal dari serangkaian

proses pretreatment. Proses pretreatment berfungsi untuk menguraikan

kotoran berupa oil contamination, soft dust yang menempel pada part. Proses

ini menggunakan air reverse osmosis dengan temperatur berada pada range

45oC-55oC dengan metoda celup/dipping selama 1 menit. Point penting dari

proses ini adalah memastikan kontaminasi minyak dan dust yang menempel

pada part sudah mulai berkurang karena terurai dan produk/part tidak

mengalami yellowish atau kekuning-kuningan sebagai biang karat.

5. Spray Degreasing

Page 67: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

63

Spray Degreasing merupakan tahap kedua dari pretreatment, yaitu proses

pencucian produk dengan metoda di spray/semprot dengan menggunakan

cairan kimia yang bersifat basa (sejenis sabun) yaitu menggunakan kimia fine

cleaner dengan standar poin alkalinity 18-20 poin dan bertemperatur berada

pada range 40oC-50oC serta bertekanan 0.5-1.2 bar. Point penting dari proses

ini adalah memastikan produk khususnya pada bagian luar yang berliku sudah

mulai terbebas d

ari oil contamination, dan produk/part tidak mengalami yellowish atau

kekuning-kuningan sebagai biang karat.

6. Dipping Degreasing

Proses ini memiliki fungsi dan parameter yang sama dengan spray

degreasing, yang berbeda adalah metoda prosesnya dengan cara di celup yang

bertujuan untuk mencuci produk secara keseluruhan khususnya pada bagian

dalam. Poin penting dari proses ini adalah memastikan keseluruhan bagian

dari produk sudah mulai terbebas dari oil contamination, dan produk/part

tidak mengalami yellowish atau kekuning-kuningan sebagai biang karat.

7. Spray Water Rinse

Spray Water Rinse adalah tahap pembilasan produk menggunakan air reverse

osmosis dengan cara di semprot dengan tekanan 0.5-1.2 bar dan temperatur

lingkungan (ambient) yang berfungsi untuk mencuci produk dari cairan kimia

degreasing. Point penting dari proses ini adalah cairan kimia degreasing tidak

mengkontaminasi proses berikutnya.

8. Dipping Water Rinse

Proses ini memiliki fungsi dan parameter yang sama dengan spray rinsing,

yang berbeda adalah metoda prosesnya dengan cara di celup yang bertujuan

untuk mencuci produk secara keseluruhan. Point penting dari tahap ini pun

sama dengan tahap spray water rinse yang dikontrol dengan pengendalian

kontaminasi alkalinity yang tidak lebih dari 1 poin.

9. Surface Condition

Proses ini berguna untuk mencegah kekasaran lapisan yang tidak teratur

dimana sering terjadi pada permukaan metal setelah mengalami perlakukan

alkalikuat ataupun asamkuat. Bahan kimia yang dipakai berfungsi untuk

Page 68: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

64

mengetur kondisi permukaan metal dan lapisan kristal phosphating menjadi

lebih rata, selain itu juga menjaga agar coating weight tetap dalam standar

spesifikasi.

10. Phosphating

Tahap phosphating merupakan proses pelapisan produk dengan zat tahan

karat dengan metode di celupkan selama 1 menit ke dalam cairan phosphate

dengan temperature 40oC-50oC dengan parameter poin yang dikontrol adalah

kadar total acid harus berada pada range 22-24 poin, free acid 0.7-1.1 poin

dan accelerator 2.5-3.5 poin.

11. Spray Rinse

Spray Water Rinse adalah tahap pembilasan produk menggunakan air reverse

osmosis dengan cara di semprot dengan tekanan 0.5-1.2 bar dan temperatur

lingkungan (ambient) yang berfungsi untuk mencuci produk dari kontaminsai

sludge hasil reaksi kimia pada saat proses phosphating. Point penting dari

proses ini adalah memastikan bahwa warna produk yang keluar dari proses ini

berwarna keabu-abuan dan tidak yellowish.

12. Dipping Rinse

Proses ini memiliki fungsi dan parameter yang sama dengan spray rinsing,

yang berbeda adalah metoda prosesnya dengan cara di celup yang bertujuan

untuk mencuci produk secara keseluruhan. Parameter kontrol yang sangat

penting dari tahap ini adalah kontaminasi total acid tidak boleh lebih dari 1

point.

13. Demin Water Rinse

Tahap ini merupakan proses terakhir dari pretreatment yaitu proses pencucian

dengan menggunakan air demin atau di kenal dengan demineral water atau

air yang memiliki sifat conductivity yang rendah yaitu di bawah 5 μS dengan

cara di celup dengan tekanan air sebesar 0.5-1.2 bar. Tujuannya adalah untuk

menetralkan permukaan part dari semua jenis kontaminasi apapun khususnya

zat/mineral untuk mencegah terjadinya proses pengkaratan.

14. ACED Stage

ACED adalah kepanjangan dari Acrylic Cathodic Electrical Deposition yaitu

suatu metoda pengecatan dimana ED paint yang terdispersi dalam air secara

Page 69: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

65

elektric terdeposit diatas substrat dan membentuk suatu lapisan yang uniform

dan tidak larut dalam air.

15. Spray Ultra Filtration

Suatu metode pembilasan produk yang sudah di cat dengan menggunakan air

hasil filtrasi (Ultra Filtration) UF modul, yang berfungsi untuk menguraikan

cat yang tidak terdistorsi pada produk untuk mengasilkan produk yang

memilki permukaan yang rata. Adapun metodenya adalah dengan di semprot.

16. Dipp Ultra Filtration

Fungsi proses ini sama dengan yang dispray. Bedanya adalah metodenya

dengan cara di celup.

17. Demin Dip Rinse

Proses ini merupakan pembilasan terakhir untuk memastikan tidak ada

kontaminasi apapun yang menempel pada produk dengan cara dicelupkan ke

air yang memilki konduktivitas yang rendah.

18. Flash of Zone

Flash off Zone merupakan suatu proses pentirisan produk sebelum masuk

oven untuk mengurangi kadar air yang menempel pada part/produk.

19. Baking Oven

Tahap ini merupakan tahap pengeringan cat yang menempel pada produk.

Baking ini terdiri dari 2 zona yaitu zona holdzone dengan temperatur 100oC

selama 30 menit dan zona hotzone dengan temperature 180oC selama 30

menit pula. Pada temperature 180oC ini, hardener yang terkandung pada cat

akan bereaksi dan mengeras sehingga adhesivitas cat ini cukup baik.

20. Unloading, Finishing

Tahap akhir adalah proses unloading yaitu pengangkatan produk dari hanger

yang selanjutnya disimpan di trolly yang sebelumnya di finishing terlebih

dahulu yaitu dengan melakukan grounding-greasing-touch up.

4.2 Kondisi Maintenance saat ini

Tahapan ini dituntut untuk melakukan identifikasi masalah yaitu apa yang

menyebabkan efektivitas di Acrylic Cathodic Electrical Deposition (ACED)

rendah dan bagaimana melakukan perbaikannya. Departemen Perawatan saat ini

Page 70: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

66

sudah melakukan Preventive Maintenance terhadap mesin ACED. Jadual

Perawatan dilakukan setiap bulanan seperti pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Jadual Perawatan Bulanan ACED

No Nama Mesin Area No.

Check list

May June

M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4

1 ACED Cicular Conveyor.

Metal Paintshop 1

2 ACED Transporter I.

Metal Paintshop 2

3 ACED Transporter II.

Metal Paintshop 3

4 ACED Lifter I. Metal Paintshop 4

5 ACED Lifter II. Metal Paintshop 5

6 ACED Lifter III. Metal Paintshop 6

7 ACED Burner I. Metal Paintshop 7

8 ACED Burner II. Metal Paintshop 8

9 Oven Room I. Metal Paintshop 9

10 Oven Room II. Metal Paintshop 10

11 DIP Hot water. Metal Paintshop 11

12 DIP Degreasing I. Metal Paintshop 12

13 DIP Degreasing II. Metal Paintshop 13

Page 71: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

67

Tabel 4.1 Jadual Perawatan Bulanan ACED (lanjutan)

No Nama Mesin Area No.

Check list

May June

M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4

14 DIP Water Rinse I. Metal Paintshop 14

15 DIP Water Rinse II. Metal Paintshop 15

16 DIP Activation. Metal Paintshop 16

17 DIP Phostpating. Metal Paintshop 17

18 DIP Water Rinse III.

Metal Paintshop 18

19 DIP Fresh Water Rinse.

Metal Paintshop 19

20 DIP DM Water Rinse.

Metal Paintshop 20

21 ACED. Metal Paintshop 21

22 UF I Rinse. Metal Paintshop 22

23 UF II Rinse. Metal Paintshop 23

24 DM Rinse. Metal Paintshop 24

25 Sealing Water. Metal Paintshop 25

26 Hot Water Generator.

Metal Paintshop 26

27 Chiller System. Metal Paintshop 27

Page 72: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

68

Lalu kenapa permasalahan ini perlu diangkat dan harus segera di selesaikan.

Point penting dari permasalahan yang dipilih adalah terjadinya MTTR yang

tinggi di ACED sehingga menyebabakan efektivitas yang rendah meskipun sudah

dilakukan Preventive Maintenance seperti terlihat pada gambar 4.5.

Gambar 4.5 Data MTTR di PT.TVS MOTOR COMPANY INDONESIA

Pada tahapan ini akan dikumpulkan data kegiatan dan kerusakan mesin Acrylic

Cathodic Electrical Deposition (ACED) selama 2(dua) tahun (Juni 2011 sampai

Juni 2013). Data yang dikumpulkan adalah jadwal perawatan, data downtime atau

lama waktu perbaikan, frekuensi kerusakan serta biaya langsung untuk perbaikan

(penggantian part). Adapun data kerusakan mesin Acrylic Cathodic Electrical

Deposition (ACED) dapat dilihat seperti pada tabel 4.2 dibawah ini.

Tabel 4.2 Data downtime di ACED

No Nama Bagian Mesin

Problem Frequency

Lama Perbaikan

(jam)

Down Time Cost (Mn)

1 Transporter Loading

1. Error sensor 6 6 6 Rp 3.00 2. Break Error 2 8 8 Rp 16.00 3. Motor Tebakar 1 8 8 Rp 4.00 4. Roda Rusak 10 5 Rp 15.00 5. Jig menabrak 5 10 10

62

7685

9298

0102030405060708090100

0.00.51.01.52.02.53.03.54.04.55.0

ACED Plastic Paintshop

Vehicle Assembly

Sub Vehicle

Assembly

Sub Engine Assembly

Engine Assembly

Jam

%

Page 73: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

69

Tabel 4.2 Data downtime di ACED (lanjutan)

No Nama Bagian Mesin

Problem Frequency

Lama Perbaikan

(jam)

Down Time Cost (Mn)

2

Hot Water Rinse

1. Suhu tidak bisa tercapai/Heat Echanger kotor

6 4

2. Pompa bocor 3 24 24 Rp 15.00 3. Pengecatan Berbintik/Cleaning batch

4 24

4. Pembersihan tidak sempurna karena level air kurang

3 6

3 Spray Degreasing

1. Suhu tidak bisa tercapai/Heat Echanger kotor

3 24

2. Tekanan water sparay lemah 3 24 3. Tali pintu putus sehingga jig nabrak pintu

8 15 10

4 DIP Degreasing

1. Pembersihan tidak sempurna karena conductivity tinggi

5 20

2. Pembersihan tidak sempurna karena level air kurang

14 5

3. Pompa mampet 3 40

5 Spray Water Rinse

1. Tekanan water spray lemah 4 40 2. Pompa mampet 3 12

6 DIP Water Rinse

1. Pembersihan tidak sempurna karena conductivity tinggi.

4 30

2. Pembersihan tidak sempurna karena level air kurang

4 5

7 Surface Condition

1. Suhu tidak bisa tercapai/Heat Echanger kotor

4 24

2. Pompa bocor. 5 30 Rp 25.00

Page 74: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

70

Tabel 4.2 Data downtime di ACED (lanjutan)

No Nama Bagian Mesin

Problem Frequency

Lama Perbaikan

(jam)

Down Time Cost (Mn)

8 Phospating

1. Suhu tidak bisa tercapai/Heat Echanger kotor

7 32

2. Pompa bocor. 4 28 Rp 16.00

9 Spray Water Rinse

1. Tekanan water spray lemah 4 40 2. Pompa bocor 2 16 Rp 8.00

10 Demin Water Rinse

1. Pembersihan tidak sempurna karena conductivity tinggi

5 20

2. Pembersihan tidak sempurna karena level air kurang

10 4

11 ACED

1. Pengecetan tidak sempurna karena level kurang

6 7

2. Pompa bocor 6 40 Rp 90.00 3. Penggantian UF Module. 6 30 Rp 240.00

4. Penggantian bag filter. 80 40 10 Rp 8.00

12 Ultra

Filtration Spray

1. Penggantian Bag filter 40 40 Rp 4.00

2. Tali pintu putus sehingga jig nabrak pintu

6 12 6

13 Ultra

Filtration DIP Rinse

1. Penggantian Bag filter 40 40 Rp 4.00

14 Demin DIP

1. Pemersihan tidak sempurna karena level kurang

10 60

15 Lifter I

1.Brake rusak 3 12 12

16 Lifter II 1. Brake Rusak 3 15 15

17 Lifter III

1. Brake rusak 3 13 13 Rp 18.00 2. Motor brake terbakar 1 24 Rp 8.00

3. Lifter Berbalik 3 15 15

Page 75: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

71

Tabel 4.2 Data downtime di ACED (lanjutan)

No Nama Bagian Mesin

Problem Frequency

Lama Perbaikan

(jam)

Down Time Cost (Mn)

18 Transporter

Unloading

1. Eror sensor 6 6 Rp 3.00 2. Break Error 2 8 8 Rp 16.00 3. Motor Tebakar 1 8 8 Rp 4.00 4. Roda Rusak 8 5 Rp 10.00 5. Jig menabrak 5 10 10

19 Oven

1. Suhu terlalu terlalu panas 2 6 2. salah seting suhu 2 8 8 3. Exaust mampet sehingga suhu tidak merata

3 24 24

4. Burner mati 3 40 24 5. Motor blower mati 1 9

20 Conveyor

1. Conveyor mati 3 12 12 2. Conveyor kendor 2 8 3. Conveyor errors 4 18 6

21 Sealling system

1. Sistem berhenti, karena level air sealing habis.

8 5 5

2. Sistem berhenti, mampet karena kotor.

12 10 10

3. Pompa bocor. 4 30 12 Rp 12.00

22 Boiler 1. Pompa bocor 2 76 2. Burner error 3 24

23 Chiller

1. Suhu cat terlalu terlalu tinggi, karena chiller tidak bekerja

2 10 Rp 8.00

2. Pompa sirkulasi bocor. 3 15 Rp 15.00

3. Compressor 1 30 30 Rp 8.00 Total 416 1214 294 Rp 550.00

Dari data perbaikan di atas didapat beberapa data penting seperti berikut:

Down time per tahun = 147 jam Recovery time per tahun (jam/problem) = 1.44 jam

Page 76: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

72

Cost per tahun = Rp 275 juta MTTR (jam) = 2.9

Rata-rata downtime untuk mesin ACED adalah 147 jam (8820 menit) dalam satu

tahun. Setelah melakukan proses pengumpulan data kerusakan komponen-

komponen pada mesin ACED, selanjutnya akan dihitung efektivitas dari mesin

ACED ini sebagai penilaian kondisi eksisting mesin tersebut. Untuk data output

produksi yang dipakai adalah rata-rata dari produk yang diproduksi oleh mesin

ACED. Berikut adalah parameter-parameter yang digunakan untuk perhitungan

efektivitas mesin:

1) Total Shift/hari = 1 (1 shift = 8 jam)

Total waktu dalam satu shift terdiri dari 8 (delapan) jam kerja.

Istirarahat 45 menit (0.75 jam).

2) Total Output Aktual per hari.

Total output perhari adalah 1400 komponen fabrikasi sebanding dengan 200

set unit motor.

3) Cycle Time (1 component)

Untuk menentukan waktu yang diperlukan dalam membuat satu unit

komponen fabrikasi sebuah motor adalah dengan membagi jumlah produksi

dalam satu hari dengan waktu kerja yang tersedia dalam satu shift.

= 200 unit/(7.25jamx60).

= 0.46 unit/menit). CT = 2.17 menit/product.

4) Working Hour

Merupakan jumlah jam kerja yang ada per tahun nya, dengan formulasi

sebagai berikut:

= [(No.of working hours/day * No.of working days/month)] * 12.

= [(8jam*22hari)]*12 = 2112 jam/tahun.

= 2112 jam/tahun * 60.

= 126720 menit/tahun.

5) Break Time

Dilakukan setiap dua minggu sekali dalam waktu satu hari. Jadi dalam satu

tahun terdapat 52 minggu, sehingga dua minggu sekali nya adalah 26 hari.

Page 77: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

73

= 26hari x 8jam x 60 menit/hari

= 12480 menit/tahun.

6) Breakdown Time (Unplanned) = 8820 menit/tahun.

Didapat dari rata-rata akumulasi waktu kerusakan mesin selama selang waktu

dua tahun mulai Juni 2011 sampai dengan Juli 2013, seperti yang ada pada

tabel 5.1.

7) Effective Time (Te)

Merupakan jam kerja total yang ada selama satu tahun (working hour) yaitu

sama dengan jumlah jam kerja yang ada per tahun nya, dengan formulasi

sebagai berikut:

= [(No.of working hours/day * No.of working days/month)] * 12.

= [(8jam*22hari)]*12 = 2112 jam/tahun.

= 2112 jam/tahun * 60.

= 126720 menit/tahun.

8) Productive Time (To) = (Te – Breakdown Time)

Merupakan hasil pengurangan dari waktu effektif dikurangi dengan

breakdown time selama satu tahun

= 126720 menit/tahun – 8820 menit/tahun

= 117900 menit/tahun.

9) Actual Time

Merupakan waktu aktual dimana mesin benar-benar dalam waktu sedang

melakukan unjuk kerja nya. Formulanya adalah sebagai berikut :

= [(No.of working hours/day-Break Time)*No.of working days/month]*12-

Breakdown Time.

= (Productive Time – Break Time).

= (117900 menit/tahun -12480 menit/tahun).

= 105420 menit/tahun.

Point-point diatas merupakan parameter-parameter yang akan dimasukkan dalam

model matematis untuk menghitung Effektifitas mesin ACED, seperti yang ada

dibawah ini.

N = Jumlah produksi dalam satu tahun.

Page 78: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

74

= Actual Time/ Cycle Time (1 component).

= (105420 menit ) /2.17 menit/product.

= 48580 produk/tahun.

Nmax = Jumlah produksi maksimal dalam satu tahun.

= Te/Cycle Time

= (126720 menit/tahun)/2.17 menit/product.

= 58397 produk/tahun.

NQ = Number of Qualified

Tabel 4.3 Jumlah rata-rata Cacat Produk (Juni 2011 – Juni 2013)

No Bulan Jumlah defect 1 January 20 2 February 21 3 March 15 4 April 10 5 May 5 6 June 10 7 July 17 8 August 16 9 September 7

10 October 18 11 November 14 12 December 11

Jumlah 164

Cara menentukan produk yang tidak cacat adalah dengan mengurangi total

produk yang dihasilkan selama 1 tahun, dikurangi dengan produk rata-rata defect

selama satu tahun (tabel 4.3). Perhitungannya adalah seperti dibawah berikut :

NQ = N – Produk defect.

= 48580 – 164

= 45686 produk/tahun.

A = Effektifitas waktu.

= To/Te

Page 79: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

75

= 117900/126720

= 0,93

R = Effektifitas produksi.

= N/Nmax

= 48580/58397

= 0,832

Y = Effektifitas kualitas

= NQ/N

= 45686/48580

= 0,94

E = A*R*Y

= 0,93 x 0,832 x 0,94

= 0,782

= 72.8%

Jadi dari perhitungan diatas, didapatkan bahwa efektivitas dari peralatan adalah

sebesar 72.8%.

4.3 Identifikasi Penentuan Masalah

Pada tahap ini merupkan tahap menentukan seberapa penting masalah ini harus

segera diselesaikan. Dari data observasi dilapangan diperoleh rata-rata lama

perbaikan pada mesin pengecatan logam (ACED) adalah sebagai berikut (tabel

4.4) .

Tabel 4.4 Data lama perbaikan ACED

No Nama Sub Mesin Lama

perbaikan (jam)

Komulatif Tingkat

penyelesaian (%)

1 ACED 117 117 9 2 Boiler 100 217 17 4 Oven 87 304 24

Page 80: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

76

Tabel 4.4 Data lama perbaikan ACED (lanjutan)

No Nama Sub Mesin Lama

perbaikan (jam)

Komulatif Tingkat

penyelesaian (%)

5 DIP Degreasing 65 369 29 6 Spray Degreasing 63 432 34 7 Phospating 60 492 38 8 Demin DIP 60 552 43 9 Hot Water Rinse 58 610 48

10 Lifter III 58 668 52 11 Spray Water Rinse 2 56 724 56 13 Spray Water Rinse 1 52 776 60 15 Chiller 55 831 65 12 Surface Condition 54 885 69 13 Ultra Filtration Spray 52 937 73 14 Sealling system 45 982 76 16 Ultra Filtration DIP Rinse 40 1022 80 17 Conveyor 38 1060 83 18 Transporter Loading 37 1097 85 19 DIP Water Rinse 35 1132 88 20 Transporter Unloading 31 1163 91 21 Demin Water Rinse 24 1187 92 22 Lifter II 15 1202 94 23 Lifter I 12 1214 95

Dalam menangani permasalahan, akan terlebih dahulu dipilih permasalahan yang

menjadi prioritas. Untuk hal ini akan diprioritaskan berdasarkan waktu aktivitas

pemeliharaan yang paling lama. Harapannya adalah dengan menangani proses

pemeliharaan dengan waktu proses yang lama, akan dapat memberi kontribusi

perbaikan yang lebih terlihat. Dalam menentukan komponen penting tersebut,

dilakukan dengan menggunakan diagram pareto untuk masing-masing sub

mesin. Kemudian dari waktu-waktu proses perbaikan tersebut, akan dipilih

komponen mana yang waktu perbaikannya masuk ke dalam 80% dari total waktu

keseluruhan perbaikan pada mesin ACED (gambar 4.6). Hasil yang diperoleh

berdasarkan pengolahan data menggunakan pareto adalah seperti terlihat pada

grafik dibawah ini.

Page 81: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

77

Gambar 4.6 Analisa dengan pareto pada ACED

Untuk menentukan fokus dari proyek ini yaitu memperbaiki atau improvement

efektivitas ACED melalui Mean Time To Repair (MTTR) yang terjadi pada

mesin Acrylic Cathodic Electrical Deposition (ACED) tersebut. Dengan adanya

pengurangan sebanyak 80% total jumlah waktu yang terbuang untuk perbaikan

diharapkan pula jumlah reject, direct cost akan berkurang juga. Sehingga

efektivitas waktu, produksi dan kualitas juga akan meningkat. Tingkat efektivitas

yang direkomendasikan adalah minimal sebesar 80%.

Dibawah ini adalah grafik target yang harus dicapai:

Gambar 4.7 Target Improvement

917 24 29 34 38 43 48 52 56 60 65 69 73 76 80 83 85 88 91 92 94

0

25

50

75

100

0100200300400500600700800900

1000110012001300

AC

EDBo

iler

Ove

nD

IP …

Spra

y …Ph

ospa

ting

Dem

in D

IPH

ot W

ater

…Li

fter I

IISp

ray …

Spra

y …C

hille

rSu

rfac

e …U

ltra …

Seal

ling …

Ultr

a …C

onve

yor

Tran

spor

te…

DIP

Wat

er …

Tran

spor

te…

Dem

in …

Lifte

r II

Jam

%

Page 82: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

78

Grafik tersebut menjelaskan bahwa mesin Acrylic Cathodic Electrical Deposition

(ACED) sebelum perbaikan mempunyai efektivitas 72.8% dan setelah dilakukan

perbaikan diharapkan meningkat menjadi 80% (gambar 4.7).

4.4 Penelusuran Waste

Selanjutnya adalah dicari penelusuran waste dari aktivitas perbaikan yang telah di

pareto kan dengan menggunakan Value Stream Maintenance Mapping (VSMM).

Dari penelusuran tersebut dapat diketahui aktivitas apa yang tergolong kedalam

waste. Hasil identifikasi waste tersebut ditampilkan pada tabel 4.5 dibawah ini :

Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED

No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)

Cost (juta)

Type waste

1

Hot Water Rinse

1. Suhu tidak bisa

tercapai/Heat Exchanger

kotor

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencarian masalah 1.25 Process 5. Pembersihan dengan angin 2 Process

2. Pompa bocor

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraia masalah. 4.25 Process

5. Bongkar pompa 8 Process 6. Penggantian mechanical seal, pecah saat dibuka

3 Rp 15 Defect

7. Pemasangan pompa 8 Process 3. Pengecatan Berbintik/Clea

ning batch

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion

Page 83: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

79

Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED (lanjutan)

No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)

Cost (juta)

Type waste

3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4.Pencaraian masalah 11.25 Process

5. Penggantian air 12 Process

4. Process Pembersihan

tidak sempurna

karena level air kurang

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 3.25 Process

5. Penambahan air 3 Process

2

Spray Degrea

sing

1. Suhu tidak bisa

tercapai/Heat Echanger

kotor

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 3.25 Process 5. Bongkar Heat exchanger 6 Process

6. Pembersihan 8 Process 7. Pemasangan Heat exchanger 6 Process

2. Tekanan water sparay

lemah

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 7.25 Process

5. Pelepasan nozel 4 Process

6. Pembersihan nozel 8 Process

7. Pemasangan Nozel 4 Process

Page 84: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

80

Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED (lanjutan)

No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)

Cost (juta)

Type waste

3. Tali pintu putus sehingga

jig nabrak pintu

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 1.25 Process

5. Pelepasan pintu 3 Process

6. Perbaikan pintu 4 Waiting time

7. Pemasangan pintu 3 Process 8. Penggantian tali seling 3 Process

3 DIP

Degreasing

1. Pembersihan

tidak sempurna

karena conductivity

tinggi

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 4.25 Process

5. Pengurangan air 4 Process

6. Penambahan air baru 4 Process

7. Penambahan kimia 4 Process 8. Pengukuran conductivity 3

Waiting time

2. Pembersihan

tidak sempurna

karena level air kurang

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 1.25 Process

5. Penambahan air 1 Process

6. Pengontrolan level 1 Process

Page 85: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

81

Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED (lanjutan)

No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)

Cost (juta)

Type waste

3. Pompa

mampet

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 9.25 Process 5. Pembongkaran pompa 12 Process

6. Pembersihan pompa 6 Process

7. Pemasangan pompa 12 Process

4 Spray Water

Rinse 1

1. Tekanan water spray

lemah

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 7.25 Process

5. Pelepasan nozel 10 Process

6. Pembersihan nozel 12 Waiting time

7. Pemasangan Noze 10 Process

2. Pompa mampet

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 2.25 Process 5. Pembongkaran pompa 2 Process

6. Pembersihan pompa 5 Waiting time

7. Pemasangan pompa 2 Process

Page 86: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

82

Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED (lanjutan)

No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)

Cost (juta)

Type waste

5 Surface Conditi

on

1. Suhu tidak bisa

tercapai/Heat Echanger

kotor

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 3.25 Process 5. Bongkar Heat exchanger 6 Process

6. Pembersihan 8 Waiting time

7. Pemasangan Heat exchanger 6 Process

2. Pompa bocor.

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 4.25 Process

5. Bongkar pompa 8 Process

6. Cleaning dan service 9 Rp 25 Process

7. Pemasangan pompa 8 Process

6 Phospating

1. Suhu tidak bisa

tercapai/Heat Echanger

kotor

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 7.25 Process 5. Bongkar Heat exchanger 6 Process

6. Pembersihan 12 Waiting time

7. Pemasangan Heat exchanger 6 Process

2. Pompa bocor.

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion

Page 87: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

83

Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED (lanjutan)

No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)

Cost (juta)

Type waste

3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 7.25 Process

5. Bongkar pompa 6 Process 6. Penggantian mechanical seal 8 Rp 16 Defect

7. Pemasangan pompa 6 Process

7 Spray Water

Rinse 2

1. Tekanan water spray

lemah

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 7.25 Process

5. Pelepasan nozel 10 Process

6. Pembersihan nozel 12 Waiting time

7. Pemasangan Noze 10 Process

2. Pompa bocor

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 1.25 Process

5. Bongkar pompa 5 Waiting time

6. Penggantian mechanical seal 4 Rp 8 Defect

7. Pemasangan pompa 5 Waiting time

8 ACED

1. Pengecetan tidak

sempurna karena level

kurang

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshopp untuk persiapan alat

0.25 Motion

Page 88: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

84

Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED (lanjutan)

No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)

Cost (juta)

Type waste

4. Pencaraian masalah 1.25 Process

5. Penambahan anolyte 2 Waiting time

6. Penambahan cat 2 Waiting time

7. Control PH 1 Process

2. Pompa bocor

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 9.25 Process

5. Bongkar pompa 12 Waiting time

6. Penggantian mechanical seal 6 Rp 90 Defect

7. Pemasangan pompa 12 Waiting time

3. Penggantian UF Module.

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 5.25 Process

5. Bongkar cassing 9 Waiting time

6. Ganti UF module 6 Rp240 Process

7. Pasang UF ke casing 9 Waiting time

4. Penggantian bag filter.

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 19.25 Process

Page 89: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

85

Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED (lanjutan)

No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)

Cost (juta)

Type waste

5. Bongkar cassing 5 Waiting time

6. Ganti UF bag filter 10 Rp 8 Process

7. Pasang casing 5 Waiting time

9

Ultra Filtrati

on Spray

1. Penggantian Bag filter

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 19.25 Process

5. Bongkar cassing 5 Waiting time

6. Ganti UF bag filter 10 Rp 4 Process

7. Pasang casing 5 Waiting time

2. Tali pintu putus sehingga

jig nabrak pintu

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 1.25 Process

5. Pelepasan pintu 3 Process

6. Perbaikan pintu 2 Waiting time

7. Pemasangan pintu 3 Process 8. Penggantian tali seling 2 Process

10

Ultra Filtration DIP Rinse

1. Penggantian Bag filter

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 19.25 Process

Page 90: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

86

Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED (lanjutan)

No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)

Cost (juta)

Type waste

5. Bongkar cassing 5 Waiting time

6. Ganti UF bag filter 10 Rp 4 Process

7. Pasang casing 5 Waiting time

11 Demin DIP

1. Pembersihan

tidak sempurna

karena level kurang

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 19.25 Process

5. Penambahan air 20 Waiting time

6. Control PH 20 Process

12 Lifter III

1. Brake rusak

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 2.25 Process

5. Bongkar motor 3 Process

6. Ganti brake 3 Rp 18 Process

7. Pasang motor 2 Process

8. Setting brake 2 Process

2. Motor brake terbakar

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshopp untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 1.25 Process

5. Pembongkaran motor 1 Process

6. Gulung motor 20 Rp 8 Process

Page 91: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

87

Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED (lanjutan)

No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)

Cost (juta)

Type waste

7. Pasang motor 1 Process

3. Lifter Berbalik putaran

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 1.25 Process

5. Bongkar belt 3 Process

6. Ganti belt 3 Process

7. Pasang belt 3 Process

8. Setting belt 4 Process

4. Eror sensor

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 1.25 Process

5. Lepas sensor 1 Process

6. Ganti 1 Rp 3 Process

7. Testing dan setting 2 Process

13 Oven 1. Suhu terlalu terlalu panas

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 1.75 Process

5. Pengesetan ulang 0.5 Process

6. Cooling down 3 Waiting time

Page 92: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

88

Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED (lanjutan)

No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)

Cost (juta)

Type waste

Oven

2. Salah setting suhu

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 1.75 Process

5. Pengesetan ulang 1.5 Process

6. Cooling down 4 Waiting time

3. Exaust mampet

sehingga suhu tidak merata

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 2.25 Process

5. Pembongkaran filter 2 Process

6. Pembersihan filter 15 Waiting time

7. Pemasangan filter 2 Process 8. Pembersihan impeller 2 Process

4. Burner mati

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

5. Pencaraian masalah 9.25 Process 6. Pembongkaran burner 12 Process 7. Pembersihan sensor api 6

Waiting time

8. Pemasangan burner 12 Process

5. Motor blower mati

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion

Page 93: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

89

Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED (lanjutan)

No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)

Cost (juta)

Type waste

3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 0.25 Process 5. Pembongkaran burner 1 Process 6. Perbaikan presure switch 6 Process

7. Pemasangan burner 1 Process

14 Sealling system

1. Sistem berhenti,

karena level air sealing

habis.

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

5. Pencaraian masalah 0.25 Process

6. Pengisian air 2 Process

7. Start up ulang 1 Process

8. Seting ulang 1 Process

2. Sistem berhenti, mampet

karena kotor.

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

5. Pencaraian masalah 1.25 Process

6. Pembersihan filter 5 Process

7. Start up ulang 1 Process

8. Seting ulang 2 Process

3. Pompa bocor.

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

Page 94: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

90

Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED (lanjutan)

No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)

Cost (juta)

Type waste

4. Pencaraian masalah 5.25 Process

5. Bongkar pompa 10 Waiting time

6. Penggantian mechanical seal 4 Rp 12 Process

7. Pemasangan pompa 10 Waiting time

15 Boiler

1. Pompa bocor

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 5.25 Process

5. Bongkar pompa 5 Waiting time

6. Perbaikan mechanical seal 60

Waiting time

7. Pemasangan pompa 5 Waiting time

2. Burner error

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 5.25 Process 5. Pembongkaran burner 6 Process 6. Penyetingan sequencial 6

Waiting time

7. Pemasangan burner 6 Process

16 Chiller

1. Suhu cat terlalu terlalu tinggi, karena chiller tidak

bekerja

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

Page 95: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

91

Tabel 4.5 Jenis Waste pada Aktivitas Perbaikan dan Perawatan ACED (lanjutan)

No Mesin Problem Aktivitas Alokasi waktu (jam)

Cost (juta)

Type waste

4. Pencaraian masalah 1.25 Process 5. Perbaikan penampung air. 4 Rp 4 Process 6. Penambahan DM Water 3 Rp 4 Process

7. Start up 1 Process

2. Pompa sirkulasi bocor.

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion 3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

4. Pencaraian masalah 2.25 Process

5. Bongkar pompa 3 Process 6. Perbaikan mechanical seal 6 Rp 15 Process

7. Pasang pompa 3 Process

3. Compressor

1. Membuat work order 0.25 Motion

2. Pengecekan awal. 0.25 Motion

3. Kembali ke workshop untuk persiapan alat

0.25 Motion

5. Pencaraian masalah 3.25 Process 6. Perbaikan kebocoran 20 Rp 4 Process

7. Penambahan freon 4 Rp 4 Process

8. Start up 2 Process

Page 96: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

92

4.5 Analisa Pemborosan/Identifikasi Waste

Pada Identifikasi waste dilakukan untuk mengetahui aktivitas-aktivitas atau

proses yang termasuk kategori waste. Pengidentifikasian waste dilakukan melalui

brainstorming dengan pihak manajemen terkait. Waste tersebut dikelompokkan

berdasarkan jenisnya dan didapat 4 (empat) jenis waste yang berhubungan

dengan waktu dan 1 (satu) waste yang berhubungan dengan biaya, komposisi

sperti pada gambar 4.8.

Gambar 4.8 Pengelompokan Waste

Adapun macam-macam waste yang telah ditemukan pada saat maintenance

mesin ACED dalam jangka waktu 2 (dua) tahun akan dijabarkan dalam analisa

dibawah ini.

4.5.1 Process

Jenis pemborosan pada klasifikasi ini terjadi karena para pekerja tidak

menggunakan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuannya secara optimal.

Pada saat terjadi kelainan pada mesin production, kemudian diturunkan pekerja

maintenance, dalam mengidentifikasi apa yang menyebabkan kerusakan tersebut

diperlukan waktu yang lama dalam penyelesainya. Hal tersebut belum termasuk

kegiatan membongkar mesin untuk menemukan titik kerusakan mesin. Waktu

yang lama untuk mengidentifikasi kerusakan tesebut juga merupakan suatu

bentuk pemborosan, dimana pekerja maintenance kurang memiliki kemampuan

Motion15%

Process40%

Over production

10%

Waiting35%

Jenis waste

Page 97: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

93

yang tajam dalam mengidentifikasi permasalahan. Hal lain yang menyebabkan

lamanya menemukan permasalahan adalah area mesin yang sangat luas dan

rumit. Pada aktivitas tersebut diperlukan waktu yang lama untuk bolak-balik

antara tempat dia melakukan perbaikan dengan panel induk untuk melakukan

pengetesan.

4.5.2 Waiting

Jenis pemborosan ini, ciri-cirinya adalah menyebabkan mesin serta operator

menganggur atau tidak melakukan pekerjaan secara effective. Pertama adalah

yang termasuk waste waiting, yaitu menunggu surat perintah kerja disetujui oleh

supervisor bagian Maintenance. Selain itu terdapat pemborosan yang berupa

aktivitas menunggu kedatangan sparepart, misalnya datangnya motor yang

diperbaiki karena harus digulung diluar karena terbakar. Aktivitas menunggu

lainya adalah aktivitas pemasangan (assembling) yang membutuhkan waktu

sangat lama setelah selesai perbaikan part-nya, misalnya aktivitas perbaikan

pompa, aktivitas penggantian mechanical seal, pengisian air, penggantian bag

filter, perbaikan chiller dan lainya.

4.5.3 Motion

Telah ditemukan terdapat beberapa pergerakan yang terlalu sering diluar tindakan

perbaikan itu sendiri. Kegiatan perpindahan tersebut antara lain adalah operator

mesin di lini produksi melaporkan kerusakan ke bagian Maintenace yang

berwenang untuk membuat Work Order (WO) perbaikan jika ditemukan suatu

peralatan yang rusak. Setelah selesai membuat WO dari bagian Maintenance,

operator bersama pekerja maintenance yang telah didelegasikan oleh pihak yang

berwenang untuk menangani kerusakan, kembali lagi ke lini produksi untuk

melakukan perbaikan yang merupakan anilisa awal. Jika kerusakan telah

ditemukan mereka akan kembali ke Maintenace untuk mengambil sparepart

beserta peralatan penunjangnya. Pergerakan yang semacam ini, selalu terjadi di

setiap jenis aktivitas perbaikan di lini produksi. Karena pembuatan WO mutlak

untuk dilakukan sebelum para pekerja maintenance melaksanakan tugasnya.

sehingga dapat dikategorikan sebagai waste.

Page 98: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

94

Pergerakan lain (motion) yang merupakan non value added activity adalah

petugas maintenance harus mengambil peralatan dan sparepart ke gudang

maintenance jika masalah telah ditemukan. Kemudian pekerja maintenance

tersebut kembali ke lini produksi untuk melakukan installasi sparepart agar

peralatan dapat bekerja kembali.

4.5.4 Over Production

Terdapat beberapa kegiatan maintenance berdasarkan jadwal kegiatan routine.

Tanpa melihat kondisi actual. Melakukan aktivitas maintenance melebihi

kebutuhan yang sebenarnya dibutuhkan, atau melakukan penggantian sparepart

lebih cepat atau lebih awal tanpa melihat kondisi aktualnya adalah sebuah

pemborosan. Dalam hal ini bisa dilihat pada proses penggantian bag filter dan

penggantian anolyt setiap 2 (dua) minggu sekali. Penggantian filter dilakukkan

untuk mecegah macet, sedangkankan penggantian anolyt dengan tujuan untuk

menjaga conductivity dan tingkat kekeruhan.

4.5.5 Defect

Jenis pemborosan ini berhubungan dengan disfungsi dari proses/operasi

perawatan. Dalam hal ini pekerja maintenance melakukan kesalahan dalam

pemasangan pembonngkaran alat, misalnya pemasangan bearing, mechanical

seal dan komponen listrik lainya. Kegagalan pencapaian kegiatan perbaikan

tersebut merupakan suatu bentuk waste yang harus dikurangi.

4.6 Analisis Penyebab Waste

Analisa yang dilakukan adalah analisa terhadap faktor penyebab waste yang akan

dibahas pada bagian ini. Analisis dilakukan dengan mencari akar penyebab

permasalahan dengan menggunakan Root Cause Analysis (RCA). Dari hasil

identifikasi waste, pencarian akar penyebab permaslahan tersebut ditelusuri

dengan cara bertanya “mengapa” sebanyak beberapa kali, sehingga tindakan yang

sesuai dengan akar penyebab permasalahan dapat ditemukan dan dapat

menyelesaikan permasalahan yang ada. Pencarian serta penentuan akar penyebab

dari suatu permasalahan tersebut dilakukan melalui brainstorming dengan pihak

Page 99: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

95

perusahaan di bidang yang terkait. Berikut ini ditunjukkan tabel akar

permasalahan dengan menggunakan tools 5Why, dan dibuat untuk masing-masing

waste:

4.6.1 Waste Process

Tabel di bawah ini akan disajikan penyelesaian berdasarkan metode 5 why untuk

penelusuran akar penyebab pemborosan tersebut. Dari tabel 4.6, tersebut dibawah

dapat menunjukkan bahwa sebuah permasalahan yang sedang dihadapi oleh

perusahaan terkait dengan manajemen pemeliharaan adalah adanya pemborosan

berupa proses pengidentifikasian kerusakan yang lama.

Tabel 4.6 Penelusuran Akar Penyebab Waste Process Jenis

masalah Why 1 Why 2 Why 3 Why 4 Why 5

Waste

process

Pencarian

kerusakan

membutuhkan

waktu sangat

lama

Pencarian

kerusakan dari

hulu sampai

hilir

Tingkat

kesulitan

tinggi

Ditanggani

oleh orang

yang kurang

pengalaman

Tidak

ada

pelatihan

yang

memadai

untuk

karyawan

Pembongkaran

dilakukan

pada semua

bagian yang

dicurigai

Operator

yang kurang

memiliki

keahlian

dalam

identifikasi

permasalahan

Mesin yang

besar dan

rumit

Tidak

ada

indikasi

atau

informasi

dari

mesin

tentang

kelainan

Page 100: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

96

Untuk mengetahui mengapa terdapat pemborosan berupa proses tersebut, maka

akan dilakukan pertanyaan untuk mengetahui penyebab terjadinya waste process.

Pada contoh kasus diatas akar penyebab permasalahan waste process disebabkan

oleh terlalu rumitnya sebuah mesin dan kemampuan (skill) pekerja maintenance

yang kurang memadai, sehingga proses pengidentifikasian menjadi lama. Hal

tersebut dikarenakan tidak terdapatnya informasi kerusakan (errors message) dari

sebuah mesin dan kurangnya pengalaman serta pelatihan yang cukup

meningkatkan skill operator maintenance.

4.6.2 Waste Waiting

Di bawah ini akan disajikan berdasarkan metode 5 why , penelusuran akar

penyebab pemborosan dari penugguan/waste waiting. Dari tabel 4.7 tersebut

dibawah menunjukkan bahwa sebuah permasalahan yang sedang dihadapi oleh

perusahaan terkait dengan manajemen pemeliharaan adalah adanya pemborosan

berupa waiting time. Untuk mengetahui mengapa terdapat pemborosan tersebut,

maka akan dilakukan pertanyaan untuk mengetahui penyebab terjadinya waste

tersebut.

Tabel 4.7 Penelusuran Akar Penyebab Waste Waiting Jenis

masalah Why 1 Why 2 Why 3 Why 4 Why 5

Waste

Waiting

Menunggu

komponen

yang

diperbaiki

di bengkel.

Kompenen

mesin

tersebut

rusak

Tidak

terdteksi

lebih awal

Tidak

ditemukan

tanda-tanda

ketidaknormalan

Tidak

tersedia

alat untuk

memonitor

kondisi

Tidak ada

alat

pengganti

Tidak dipasang

alat parallel

(redundancy)

Mahal

Dari tabel tersebut dapat dilihat sebuah permasalahan yang sedang dihadapi oleh

perusahaan terkait dengan manajemen pemeliharaan adalah adanya pemborosan

berupa waiting time. Untuk mengetahui mengapa terdapat pemborosan tersebut,

Page 101: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

97

maka akan dilakukan pertanyaan untuk mengetahui penyebab terjadinya waste

tersebut. Pada contoh kasus diatas akar penyebab permasalahan waste waiting

disebabkan oleh tidak tersedianya alat yang berfungsi untuk memonitor kondisi

dari peralatan tersebut. Sehingga tanda-tanda awal dari sebuah ketidaknormalan

tidak diketahui lebih awal. Ketidaknormalan disadari setelah peralatan tersebut

rusak. Setelah rusak proses tidak bisa dipindahkan karena tidak dipasang alat

redundancy alat yang sejenis yang mengakibatkan waiting time menjadi lama

karena harus menunggu alat tersebut selesai diperbaiki.

4.6.3 Waste Motion

Dibawah ini akan disajikan berdasarkan metode 5 why penelusuran akar

penyebab pemborosan. Dari tabel 4.8, tersebut dibawah memperlihatkan sebuah

permasalahan yang sedang dihadapi oleh perusahaan terkait dengan manajemen

pemeliharaan adalah adanya pemborosan berupa pergerakan yang berlebihan.

Tabel 4.8 Penelusuran Akar Penyebab Waste Motion Jenis masalah Why 1 Why 2 Why 3 Why 4 Why 5

Waste Motion

Pergerakan

operator

Dari lini

produksi ke

maintenance

Memerluk

an waktu

yang

cukup

lama

Tidak

berada

dalam satu

lokasi

Tidak ada

system

informasi

tentang

adanya

kerusakan

atau

kelainan

Dari

maintenance

kembali ke

produksi

Pergerakan

Maintenance

Dari

maintenance

ke produksi

Dari produksi

ke gudang

dan

sebaliknya

Bolak balik

ke panel

control

Tidak ada

control

lokal

Page 102: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

98

Untuk mengetahui mengapa terdapat pemborosan berupa pergerakan tersebut,

maka akan dilakukan pertanyaan untuk mengetahui penyebab terjadinya waste

motion dimana pada kasus ini dilakukan sebuah metode dengan melakukan lima

kali pertanyaan (why) untuk masing-masing permasalahan yang timbul. Dapat

dilihat pula, umumnya pada pertanyaan keempat atau kelima mayoritas akar

permasalahan sudah dapat ditemukan. Pada contoh kasus diatas akar penyebab

permasalahan waste motion disebabkan oleh tidak terdapat sistem informasi maintenance

yang membantu mempercepat motion dan panel control terpusat pada satu tempat.

4.6.4 Over Production

Tabel di bawah ini akan disajikan berdasarkan metode 5 why , penelusuran akar

penyebab pemborosan dari over production..

Tabel 4.9 Penelusuran Akar Penyebab Over production Jenis

masalah Why 1 Why 2 Why 3 Why 4 Why 5

Over

production

Melakukan

kegitan

berdasarkan

jadwal

yang

ditentukan

Sesuai

dengan

petunjuk

manual book

Untuk

menjamin

keamanan

alat

Tidak

diketahui

kondisi actual

dari

komponen

tersebut

Tidak

tersedia

alat untuk

memonitor

kondisi

Dari tabel 4.9 tersebut diatas dapat dilihat sebuah permasalahan yang sedang

dihadapi oleh perusahaan terkait dengan manajemen pemeliharaan adalah adanya

pemborosan berupa over producion. Untuk mengetahui mengapa terdapat

pemborosan tersebut, maka akan dilakukan pertanyaan untuk mengetahui

penyebab terjadinya waste tersebut.

Dari tabel tersebut dapat dilihat sebuah permasalahan yang sedang dihadapi oleh

perusahaan terkait dengan manajemen pemeliharaan adalah adanya pemborosan

berupa over production. Untuk mengetahui mengapa terdapat pemborosan

tersebut, maka akan dilakukan pertanyaan untuk mengetahui penyebab terjadinya

Page 103: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

99

waste tersebut. Pada contoh kasus diatas akar penyebab permasalahan over

production disebabkan oleh tidak tersedianya alat yang berfungsi untuk

memonitor kondisi dari peralatan tersebut. Sehingga kondisi actual peralatn tidak

bisa diprediksi secara tepat. Untuk menjamin keamanan dilakukan penggantian

komponen atau part sesuai dengan manual book.

4.6.5 Waste Defect

Di bawah ini akan disajikan berdasarkan metode 5 why , penelusuran akar

penyebab Waste Defect.

Tabel 4.10 Penelusuran Akar Penyebab Waste Defect Jenis

masalah Why 1 Why 2 Why 3 Why 4 Why 5

Waste

Defect

Ganti spare

part

(mechanical

seal,

bearing dll)

Perbaikan

spray tank

membutuhkan

waktu yang

lama dan

bahkan

terdapat

kerusakan

komponen

akibat

perbaikan

tersebut

Operator

kurang

terlatih

Operator baru

pertama

melakukan

pembongkaran

komponen

mesin ACED

Tidak ada

SOP

pembongkaran

mesin

Dari tabel tersebut 4.10 dapat dilihat sebuah permasalahan yang sedang dihadapi

oleh perusahaan terkait dengan manajemen pemeliharaan adalah adanya

pemborosan berupa proses pengidentifikasian kerusakan yang lama. Untuk

mengetahui mengapa terdapat pemborosan berupa defect, maka akan dilakukan

pertanyaan untuk mengetahui penyebab terjadinya waste tersebut.

Pada contoh kasus diatas akar penyebab permasalahan waste defect disebabkan

oleh tidak adanya Standart Operational procedure (SOP) pembongkaran mesin

Page 104: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

100

ACED yang jelas, sehingga proses pemasangan mechanical seal menjadi lama

dan bahkan ada yang rusak.

4.7 Usulan Perbaikan

Tahapan ini merupakan pengusulan rekomendasi perbaikan (improvement) untuk

meningkatkan performansi perusahaan, khususnya bidang maintenance. Usulan

perbaikan yang diberikan disesuaikan dengan hasil penelusuran masalah dengan

menggunakan Root Cause Analysis (RCA). Setelah diketahui akar masalah, maka

disini akan diberikan usulan perbaikannya. Usulan perbaikan disusun berdasarkan

tingkat kesulitan pengerjaanya.

4.7.1 Usulan Perbaikan Untuk Waste Motion

Alternatif perbaikan yang dilakukan untuk mengurangi pergerakan yang

berlebihan disepanjang aliran aktivitas pemeliharaan akan dibahas lebih lanjut

dibawah ini.

4.7.1.1 Pembuatan Sistem Informasi Maintenance.

Perencanaan usulan perbaikan dengan melakukan penambahan sistem informasi

maintenance dilakukan dengan brainstorming terhadap pihak manajemen

engineering. Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya penambahan alat ini

adalah juga untuk mempersingkat waktu pergerakan yang ada. Misalnya salah

satu contoh adalah untuk mengetahui sebuah kerusakan pada suatu mesin cukup

dibuatkan warning light yang dilengkapi dengan bunyi sirine. Alat ini bisa

berfungsi secara otomatis jika terjadi kerusakan ataupun bisa manual dengan

menekan tombol apabila diperlukan. Warna yang dipakai adalah simbol warna

yang sudah duketahui secara umum. Warna yang umum dipakai adalah:

1. Warna hijau menandakan mesin berjalan normal.

2. Warna kuning dengan bunyi sirine 1 (satu) menandakan sistem sedang idle,

menunggu material ataupun sengaja dihentikan karena suatu hal.

3. Warna merah dengan bunyi sirine 2 (dua) mendandakan sistem sedang rusak

yang lebih dikenal dengan istilah Emergency dan perlu bantuan maintenance.

Page 105: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

101

4. Warna biru dengan bunyi sirine 3 (dua) mendandakan sistem sedang tidak

beroperasi..

Gambar 4.9 Warning light sebagai indicator

Dari yang sebelumnya, untuk memanggil maintenance dengan cara telepon atau

mendatangi langsung, maka rencana kedepan akan dilakukan dengan system

visualisasi (gambar 4.9).

4.7.1.2 Pemasangan Local Control

Melengkapi mesin dengan local control. Local control dipakai untuk keperluan

maintenance agar tidak bolak-balik dari tempat pengecekan ke panel control

(mesin besar dan bertingkat). Central control yang sudah ada sebelumnya dipakai

untuk operasi normal sesuai kebutuhan pengguna. Local control dipasang pada

alat atau peralatan yang posisinya jauh dari panel utuma seperti pada oven di

lantai 3 (tiga), semua lifter di lantai 2 (dua), transporter di samping kanan dan

kiri mesin (gambar 4.10).

Gambar 4.10 Local control untuk maintenance

Page 106: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

102

Selanjutnya akan dibahas perhitungan biaya yang digunakan untuk melakukan

pengadaan sistem informasi dan sistem pengontrolan (tabel 4.11). Kesemua

aktivitas akan dikerjakan sendiri (maintenance) dan perkiraan harga diperoleh

dari pengalaman pembelian komponen yang pernah dilakukan.

Tabel 4.11 Estimasi pengadaan sistem informasi dan pengontrolan lokal No Jenis Biaya

1 Pembelian sirine Rp. 1.700.000

2 Pembelian rotary lighting Rp. 700.000

3 Pembelian kabel NWW 3X1 (50m) Rp. 600.000

4 Pembelian push buttom switch (20 set) Rp. 500.000

5 Pembelian kabel control NWWHY 1 (500m) Rp. 4.500.000

6 Pembelian panel box Rp. 550.000

7 Pembelian terminal block (6 set) Rp. 250.000

8 Pembelian lampu idikator (20 set) Rp. 500.000

9 Pembelian scun dan gland cable Rp. 300.000

Total Rp.10.500.000

Allowance 30% Rp. 3.150.000

Grand total Rp. 13.650.000

4.7.2 Usulan Perbaikan Untuk Waste Process dan Defect

Alternatif perbaikan yang dilakukan untuk mengurangi process yang panjang

disepanjang aliran aktivitas perbaikan mesin adalah pelatihan kepada karyawan

yang belum berpengalaman serta melengkapi mesin dengan informasi alarm yang

jelas dan Standart Operational Procedure (SOP). Mesin dihubungkan dengan

Human-Machine Interface (HMI) sehingga hubungan bisa berlangsung cepat

dalam mendapatkan informasi.

4.7.2.1 Pelatihan Karyawan.

Pelatihan dilakukan oleh para expert maintenance, sehingga training di sini

dimaksudkan untuk menyalurkan pengetahuan dari para expert kepada operator-

operator yang baru bekerja. Pelatihan ini diadakan dengan mengambil waktu

Page 107: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

103

ketika pabrik senggang yaitu jumat, sehingga tidak mengganggu aktivitas

pekerjaan dan produksi pabrik. Namun begitu, pelatihan ini dikemas seperti

pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh lembaga pelatihan, supaya semua ilmu

yang ada dapat terserap dengan baik. Pelatihan ini meliputi pengarahan berupa

teori maupun teknis. Sedangkan pelatihan otomatisasi dengan Programable Logic

Controller (PLC) dilakukan oleh PT. Autotechnindo sebagai agen resmi

Mitsubishi Electric di Indonesia (tabel 4.12).

Pelatihan disini merupakan pelatihan spesifik untuk mesin Acrylic Cathodic

Electrical Deposition (ACED) khususnya cara kerja boiller, cara kerja break,

cara kerja chiller, cara kerja pompa serta urutan poses kerja mesin dimana

didalam pelatihan tersebut terdiri dari materi-materi sebagai berikut :

Analisa kerusakan yang terjadi pada ACED.

Cara melakukan pembongkaran sesui dengan SOP.

Cara melakukan pemasangan sesuai SOP.

Analisa resiko kerusakan.

Tabel 4.12 Estimasi Biaya Pelatihan Karyawan

N0 Komponen Biaya Jumlah

1 Biaya training 2xRp 2.500.000 Rp5.000.000

2 Biya perlengkapan Rp500.000

3 Konsumsi 20xRp50.000 Rp1000.000

4 Biaya praktek lapangan Rp500.000

Total Rp6.500.000

Alasan memilih training untuk diadakan di perusahaan adalah untuk

meminimalisir biaya yang terjadi. Karena ilmu ini bukan merupakan ilmu baru,

sehingga cara penyaluran ilmunya cukup dari pengetahuan para expert

maintenance kepada operator. Untuk penanganan peralatan khusus dan rumit

dibuatkan guide berupa Standard Operational Procedure (SOP). Sebenarnya

setelah proses recruitment (kaaryawan baru bekerja di perusahaan), terdapat

training yang diberikan kepada pekerja selama tiga bulan. Namun training yang

Page 108: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

104

diberikan bersifat global. Sedangkan training untuk meminimalisir waste ini

dilakukan secara spesifik yaitu membahas seluk beluk mengenai ACED.

4.7.2.2 Melengkapi Mesin dengan Human-Machine Interface (HMI).

Human Machine Interface (HMI) merupakan perangkat lunak antar muka berupa

Graphical User Interface (GUI) berbasis komputer yang menjadi penghubung

antara operator dengan mesin atau peralatan yang dikendalikan serta bertindak

pada supervisory, secara umum HMI mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:

Memonitor dan Memberikan informasi kondisi plant kepada operator melalui

GUI secara real time. Tampilan kondisi plant adalah berdasarkan hasil

pembacaan input dan output dari proses yang sedang berlangsung pada plant.

Menentukan kondisi output (actuator) berdasarkan nilai input yang diperoleh

dari pembacaan sensor.

Pengambilan dan penyimpanan data dalam satu koleksi data. Pada umumnya

data dapat berupa data pengukuran, status sistem yang diwakili oleh status

valve sebagai actuator, status alarm, tanggal pengambilan dan penyimpanan

data.

Menyimpan kondisi alarm, sehingga dapat diketahui alasan terjadinya

penyimpangan dalam sistem.

Menampilan grafik dari sebuah proses yang ada di plant, misalkan grafik

penampilan proses kenaikan dan penurunan beban utama yang terhubung ke

genarator baik secara real time maupun historical. Trending dapat dilihat

secara online real time atau historis.

HMI sangat mudah untuk dipahami oleh semua level operator meskipun bukan

dalam bidangnya, sehingga menjadi terbiasa untuk mengoperasikan suatu sistem.

Untuk menampilkan informasi yang dibutuhkan oleh operator, yaitu dengan

dengan cara memilih tipe yang benar untuk ditampilkan sehingga dapat

meminimalkan kesalahan pembacaan dan menerjemahkan informasi yang

diperoleh dari tampilan visual. Untuk memenuhi harapan ini, dibutuhkan analisa

dari tanggung jawab operator, hal ini dapat disesuaikan dengan kemampuan

tampilan yang dipersyaratkan. Tampilan visual umumnya memiliki dua bentuk:

Page 109: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

105

digital dan analog. Tampilan digital memberikan informasi secara langsung

berupa sejumlah angka, sebagai contoh kalkulator atau jam tangan digital. Pada

tampilan analog, operator mengartikan informasi dari posisi pointer pada sebuah

skala, atau dari beberapa bentuk indikator analog ke situasi real pada suatu

proses. Terdapat beberapa Hardware dan software HMI yang dikeluarkan oleh

beberapa vendor antara lain, yaitu :

Wonderware - Intouch.

Mitsubishi – GOT.

Siemens - WinCC.

Schneider – Vijeo Look.

Rockwell – RSView.

CiTect HM.I

Lab View.

HMI yang dipilih adalah GOT 1000 dari Mitsubishi dengan alasan untuk

menstandartkan dengan Maintenance Requirement. Yaitu standart part yang

dipakai untuk keperluan control mesin diharuskan sama dengan yang sudah ada

untuk memudahkan pemginstalan dan penyediaan sparepartnya. HMI dipasang

untuk memvisualisasikan kejadian, peristiwa, atau pun proses yang sedang terjadi

di plant secara nyata sehingga dengan HMI operator lebih mudah dalam

melakukan pekerjaan fisik (gambar 4.11).

Gambar 4.11 GOT 1000

Page 110: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

106

Gambar 4.12 Daftar harga komponen utama

HMI digunakan juga untuk menunjukkan kesalahan mesin, status mesin,

memudahkan operator untuk memulai dan menghentikan operasi, serta

memonitor beberapa part didalam ruang produksi (gambar 4.13).

Gambar 4.13 Contoh aplikasi monitoring dengan HMI

Page 111: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

107

Tabel 4.13 Estimasi pemasangan HMI No Jenis Biaya

1 Pembelian Q06HCPU Rp. 23.000.000

2 Kabel data Rp. 700.000

3 Pembelian kabel NWW 3X1 (50m) Rp. 600.000

4 Pembelian push buttom switch (20 set) Rp. 500.000

5 Pembelian kabel control NWWHY 1 (500m) Rp. 4.500.000

6 Pembelian panel box Rp. 550.000

7 Pembelian terminal block (6 set) Rp. 250.000

8 Pembelian lampu idikator (20 set) Rp. 500.000

9 Pembelian scun dan gland cable Rp. 300.000

Total Rp.30.900.000

Allowance 30% Rp. 9.270.000

Grand total Rp. 40.170.000

4.7.3 Usulan Perbaikan untuk Waste Waiting dan Over Production

Alternatif perbaikan yang dilakukan untuk mengurangi waste waiting

disepanjang aliran aktivitas pemeliharaan berdasarkan penelusuran akar penyebab

masalah yang sebelumnya telah dilakukan adalah sebagai berikut:

4.7.3.1 Melengkapi dengan Visual Indicator.

Visual indicator adalah sebuah alat atau tampilan penghubung antara manusia

dengan mesin (gambar 4.14).

Visual indicator mempunyai fungsi sebagai berikut :

Memonitor keadaan yang ada pada suatu process.

Memantau nilai pada parameter yang ada di process.

Mengambil tindakan yang sesuai dengan keadaan yang terjadi.

Memunculkan tanda peringatan dengan menggunakan alarm atau kode warna

jika terjadi sesuatu yang tidak normal.

Page 112: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

108

Gambar 4.14 Komponen utama visualisasi

Visualisasi akan dialakukan pada mesin atau peralatan yang memerlukan

kestabilan suhu dan tekanan. Pemasangan visualisi suhu dan tekanan akan di

lakukan pada input dan output heat exchanger, ultra filtration dan spray water

rinse untuk memudahkan pengamatan sehingga dapat memutuskan suatu

tindakan yang tepat jika diperlukan. filter harus diganti jika selisih tekanan sudah

mencapai 1 (satu) bar (gambar 4.15). Heat Exchanger harus ganti dengan yang

bersih jika selisih tekanan sudah mencapai 0.5 (setengah) bar (gambar 4.16).

Nosel pada water sprayer harus dibersihkan jika tekanan sudah mencapai 2.5

(dua setengah) bar (gambar 4.17). Pemasangan alat untuk memantau kondisi akan

dilakukan di anolyt dan motor, jika kondisi aktual berada diluar range yang diset

maka alarm akan bekerja. Pada anolyt akan dipasang sensor conductivity dan

turbidity untuk memantau actual conductivity yang bisa diterima 50-600µS dan

sensor turbidtty untuk memantau kekeruhan (gambar 4.18). Pada motor lifter

akan dipasang temperature control untuk memantau suhu motor agar tidak boleh

lebih dari 50°C (gambar 4.19). Pemantauan kondisi akan dilakukan oleh operator

terkait dan hasil pemantauan akan di periksa oleh maintenance (autonomous

maintenance).

Page 113: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

109

Gambar 4.15 Pemantuan delta pressure di bag filter

Gambar 4.16 Pemantuan delta pressure di heat exchanger

Page 114: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

110

Gambar 4.17 Pemantauan tekanan di water sprayer

Gambar 4.18 Pemantauan conductivity dan tingkat kekeruhan di anolyt

Page 115: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

111

Gambar 4.19 Pemantauan suhu motor di lifter

Tabel 4.14 Estimasi pengadaan sistem visualisasi No Jenis Biaya

1 Pressure gauge WIKA ( 20 set), @Rp 400.000 Rp. 8.000.000

2 Pembelian temperature gauge, (20 set)@Rp 300.000 Rp. 6.000.000

3 Pembelian scarlet hijau dan merah Rp. 20.000

Total Rp.14.020.000

Allowance 30% Rp. 4.206.000

Grand total Rp. 18.412.000

4.7.3.2 Membuat Otomatisasi

Salah satu penyebab Waste waiting adalah masih banyaknya aktivitas yang

dikontrol dan dilakukan secara manual (pengecekan level air, pengisian air dan

pengecekan level cat). Aktivitas tersebut perlu adanya penggantian tenaga

manusia dengan tenaga mesin yang secara otomatis melakukan dan mengatur

pekerjaan sehingga tidak memerlukan lagi pengawasan manusia secara terus-

menerus. Pengontrolan tetap diperlukan tetapi untuk mastikan bahwa alat tersebut

masih berfungsi. Gambar 4.20 dibawah adalah komponen utama otomatisasi.

Page 116: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

112

Gambar 4.20 Komponen utama otomatisasi

Otomatisasi akan dilakukan pada semua tangki air yang memerlukan

pengontrolan ketinggian levelnya sehingga air selalu dalam kondisi normal

(gambar 4.21). Tabel 4.14 adalah estimasi pengadaan sistem otomatisai untuk

pengontrolan ketinggian air.

Gambar 4.21 Sistem otomatisasi pengisian air

Page 117: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

113

Tabel 4.15 Estimasi pengadaan sistem otomatisasi No Jenis Biaya

1 Pembelian Selenoid valve 10 set @ Rp 8.000.000 Rp. 80.000.000

2 Pembelian level sensor 10 set @ Rp 4.000.000 Rp. 40.000.000

3 Pembelian kabel NWW 3X1 (50m) Rp. 600.000

4 Pembelian push buttom switch (20 set) Rp. 500.000

5 Pembelian kabel control NWWHY 1 (500m) Rp. 4.500.000

6 Pembelian panel box Rp. 550.000

7 Pembelian terminal block (6 set) Rp. 250.000

8 Pembelian lampu idikator (20 set) Rp. 500.000

9 Pembelian scun dan gland cable Rp. 300.000

Total Rp. 127.200.000

Allowance 30% Rp. 38.160.000

Grand total Rp. 165.360.000

4.7.3.3 Membuat Redundancy

Redudancy adalah jalur jaringan alternative yang digunakan untuk meningkatkan

ketersedian jaringan, sehingga jika dalam sauatu jaringan terdapat link yang

terputus maka jalur untuk proses masih bisa terhubung tanpa menyebabkan

gangguan proses. Redundancy akan dilakukan pada jaringan chiller dengan paint

circulation. Pada jaringan chiller dan paint storage ACED dibutuhkan pompa

untuk mensirkulasikan air ke heat exchanger secara terus menerus untuk menjaga

suhu di paint storage ACED tetap di 27⁰C. Motor 100M1 dengan motor 103M1

dipasang secara redundancy, keduanya bisa beroperasi bergantian

menyirkulasikan cairan cat dari storage di Bath 11 melewati UF filter yang

dipasang secara redundancy. Cairan akan dilewatkan heat exchanger untuk

distabilkan suhunya, proses tersebut berlangsung secara terus-menerus, jika salah

satu proses tidak terpenuhi akan terjadi penggumpalan cat di bath 11 sebayak 27

m³ (gambar 4.22).

Page 118: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

114

Gambar 4.22 Sistem redundancy pada paint circulation

Tabel 4.16 Estimasi total biaya pembutan redundancy No Jenis Biaya

1 Pengadaan Pompa dan Instalasi di boiler Rp. 80.000.000

2 Pengadaan Pompa dan Instalasi di Chiller Rp. 60.000.000

3 Pengadaan Pompa dan Instalasi di Paint storage Rp. 100.000.000

4 Sistem control Rp . 20.000.000

Total Rp. 380.000.000

Allowance 30% Rp 114.000.000

Grand total Rp 494.000.000

Tabel 4.17 Estimasi total biaya perbaikan yang diusulkan No Jenis Biaya

1 Pengadaan informasi dan control local Rp.13.650.000

2 Biaya training operator Rp. 6.500.000

3 Biaya pembelian dan pemasangan HMI Rp. 40.170.000

4 Pembelian dan pemasangan visualisai Rp. 18.412.000

5 Pembelian dan pembuatan otomatisasi Rp. 165.360.000

6 Pengadaan redundancy system Rp. 494.000.000

Grand total Rp 677.772.000

Page 119: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

115

4.8 Analisis

4.8.1 Analisa Pengurangan Maintenance Lead Time

Dari rekomendasi perbaikan yang telah diusulkan diatas, maka dapat dihitung

pengurangan total lead time dari setiap proses maintenance yang terjadi. Berikut

ini data Maintenance mesin Acrylic Cathodic Electrical Deposition (ACED) rata-

rata dalam satu tahun sebelum adanya identifikasi waste (table 4.18).

Tabel 4.18 data data Down Time ACED Data maintenance rata-rata dalam satu tahun

Down time per tahun = 147 jam (8820 min) Recovery time per tahun (jam/problem) = 1.44 jam Cost per tahun = Rp 275 juta MTTR (jam) = 2.9

Dari data diatas dapat diketahui rata-rata kerusakan selama satu tahun adalah 147

jam (8820 menit/tahun). Kemudian diiperlihatkan kegiatan pemeliharaan yang

paling kritis berdasarkan waktu perbaikan yang paling lama, seperti ditunjukkan

pada tabel 4.19 di bawah ini.

Tabel 4.19 Lama waktu perbaikan ACED

No Nama Sub Mesin Lama

perbaikan (jam)

Komulatif Tingkat

penyelesaian (%)

1 ACED 117 117 9 2 Boiler 100 217 17 3 Oven 87 304 24 4 DIP Degreasing 65 369 29 5 Spray Degreasing 63 432 34 6 Phospating 60 492 38 7 Demin DIP 60 552 43 8 Hot Water Rinse 58 610 48 9 Lifter III 58 668 52 10 Spray Water Rinse 2 56 724 56 11 Spray Water Rinse 1 52 776 60 12 Chiller 55 831 65 13 Surface Condition 54 885 69 14 Ultra Filtration Spray 52 937 73

Page 120: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

116

Tabel 4.19 Lama waktu perbaikan ACED (lanjutan)

No Nama Sub Mesin Lama

perbaikan (jam)

Komulatif Tingkat

penyelesaian (%)

15 Sealling system 45 982 76 16 Ultra Filtration DIP Rinse 40 1022 80 17 Conveyor 38 1060 83 18 Transporter Loading 37 1097 85 19 DIP Water Rinse 35 1132 88 20 Transporter Unloading 31 1163 91 21 Demin Water Rinse 24 1187 92 22 Lifter II 15 1202 94 23 Lifter I 12 1214 95

Setelah itu dilakukan identifikasi waste menggunakan Value Stream Maintenance

Mapping (VSMM). Waste yang ada ditunjukkan pada tabel 4.18 sebelumnya,

dengan total waktu sebesar 8820 menit .Kemudian dicari akar penyebab

terjadinya waste tersebut dengan RCA. Setelah diketahui akar penyebab dari

timbulnya masalah, maka dilakukan rekomendasi perbaikan seperti yang telah

diuraikan sebelumnya. Berdasarkan rekomendasi perbaikan tersebut, diharapkan

dapat mengurangi waste-waste yang ada sebesar maksimal bisa 80%. Jika

pencapaian pengurangan waste yang ada sebesar 50% nantinya dapat terpenuhi,

maka total pengurangan maintenance lead time sebesar 50/100 x 8820 menit =

4410 menit.

Jadi lead time aktivitas perbaikan setelah diusulkan adanya rekomendasi

perbaikan dengan pencapaian 50% adalah sebesar {(147 x 60 menit) – 4410 }=

4410 menit setiap tahun.

4.8.2 Analisa Cost

Pada tahapan ini akan dilakukan analisa cost. Metode yang digunakan adalah

analisa profitabilitas (Profitability Analysis). Untuk perhitungan profitabilitas

disini menggunakan perhitungan Net Present Value (NPV), dimana jika hasil

perhitungan nanti didapatkan nilai (+), maka rekomendasi perbaikan layak untuk

dijalankan. Sebaliknya, jika nilai NPV bernilai (-), maka rekomendasi perbaikan

Page 121: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

117

akan tidak layak dijalankan. Sebelumnya terlebih dahulu adalah menganalisa hal-

hal yang termasuk benefit dan hal-hal yang tergolong ke dalam cost.

4.8.2.1 Analisa Benefit

a) Pengurangan lead time

Dengan pencapaian pengurangan waktu maintenance lead time, maka akan

didapatkan benefit dari pengurangan akibat hilangnya kesempatan produksi.

Benefit yang diperoleh dari pengurangan waste motion sesuai dengan perhitungan

dibawah ini :

Cycle time untuk 1 produk = 2.17 menit/produk.

Jumlah pengurangan waktu = 4410 menit/tahun.

Untuk menghitung pengurangan kehilangan kesempatan produksi adalah 4410

menit/2.17 menit = 2032 produk.

Keuntungan setiap produk = Rp 500.000 / produk

Benefit = 2032 x Rp 500.000 = Rp 1.000.000.000

b) Pengurangan direct cost maintenance

Dengan adanya penambahan Human - Machine Interface (HMI), visualisasi dan

otomatisasi diharapkan kerusakan akan terdeteksi lebih awal dan segera

diselesaikan sehingga tidak mengakibatkat kerugian yang lebih besar. Training

yang diberikan akan menambah pengetahuan bagi operator sehingga akan

membantu dalam penyelesaian masalah yang dihadapi. Benefit yang diperoleh

dari penerapan usulan perbaikan sesuai dengan perhitungan dibawah ini :

Direct cost per tahun perawatan permesinan ACED = Rp 275.000.000

Tingkat rekomendasi pencapaian adalah 70% = Rp 192.500.000

c) Pengurangan indirect cost (overtime maintenance)

Dari data perbaikan mesin ACED pada tabel 5.13 sebelumnya total jumlah waktu

perbaikan selama 2(dua) tahun adalah 1154 jam = 577 jam pertahun. Dari 577

jam tersebut dilakukan pada hari kerja sebanyak 147 jam (downtime) dan sisanya

dikerjakan dengan overtime sebanya 430 jam. Benefit yang diperoleh dari

penerapan usulan perbaikan sesuai dengan perhitungan dibawah ini :

Page 122: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

118

• Biaya lembur maintenance per orang setiap jam = Rp 25.000.

• Jumlah power dalam sekali perbaikan = 4 orang.

• Tingkat rekomendasi pencapaian = 70%.

Jadi keuntungan yang didapat adalah sebesar (70%x430x4xRp 25.000) yaitu

sebesar Rp 30.100.000 setiap tahun.

d) Pengurangan defect

Dari data defect ACED pada tabel 4.2 sebelumnya total jumlah defect rata-rata

selama 2(dua) tahun adalah 164 unit. Benefit yang diperoleh dari penerapan

usulan perbaikan sesuai dengan perhitungan dibawah ini :

• Power Cost&fuel/vehicle = Rp 78.000

• Jumlah defect per tahun = 164 unit

• Tingkat rekomendasi pencapaian = 70%.

Jadi keuntungan yang didapat adalah sebesar (70%x164xRp 78.000) yaitu

sebesar Rp 8.954.000 setiap tahun.

Total benefit yang akan didapat seperti tabel 4.20 dibawah.

Tabel 4.20 Estimasi total benefit setelah adanya perbaikan No Jenis Biaya

1 Lead time Rp.1000.000.000

2 Direct cost maintenance Rp. 192.500.000

3 Overtime maintenance Rp. 30.100.000

4 Pengurangan defect Rp. 8.954.000

Grand total Rp 1.231.554.000

4.8.2.2 Analisa Cost Biaya Investasi

Biaya investasi ini adalah sejumlah uang yang dikeluarkan untuk melakukan

perbaikan. Biaya investasi untuk usaha pengurangan waste maintenance (motion,

process, defect, waiting) adalah sebesar Rp 677.772.000 dengan rincian yang

sudah tertera pada tabel sebelumnya. Umur dari investasi berupa information

system &control, redundancy system adalah 5 sampai 10 tahun (7 tahun).

Selanjutnya akan masuk kedalam perhitungan Profitability Analysis seperti

dibawah ini:

Page 123: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

119

• Bunga bank = 7 % per tahun

• Jumlah pemasukan tiap tahun selain keuntungan produksi = Rp231.554.000

• NPV = {-Rp677.772.000 + Rp231.554.000 (P/A,7%,7)}

= {-Rp677.772.000 + Rp231.554.000 (4,5638)}

= -Rp677.772.000 + Rp1.061.329.945

= Rp383.557.945.

Hasil perhitungan didapatkan nilai NPV sebesar Rp383.557.945. Karena nilai

yang dihasilkan positif, maka rekomendasi perbaikan ini layak untuk dijalankan.

4.8.3 Analisa Peningkatan Effectiveness Peralatan

Dengan menerapkan rekomendasi perbaikan untuk mengurangi waste-waste yang

ada disetiap proses pemeliharaan, maka manfaat yang terjadi adalah peningkatan

effectiveitas peralatan atau mesin-mesin pabrik. Berikut adalah perhitungan

peningkatan Efektifitas Peralatan/Equipment Efectiveness (E) :

1) Total Shift/hari = 1 (1 shift = 8 jam)

Total waktu dalam satu shift terdiri dari 8 (delapan) jam kerja.

2) Total Output Aktual per hari.

Total output perhari adalah 1400 komponen fabrikasi sebanding dengan 200

set unit motor.

3) Cycle Time (1 component)

Untuk menentukan waktu yang diperlukan dalam membuat satu unit

komponen fabrikasi sebuah motor adalah dengan membagi jumlah produksi

dalam satu hari dengan waktu kerja yang tersedia dalam satu shift.

= 200 unit/(7.25jamx60).

= 0.416 unit/menit). CT = 2.17 menit/product.

4) Working Hour

Merupakan jumlah jam kerja yang ada per tahun nya, dengan formulasi

sebagai berikut:

= [(No.of working hours/day * No.of working days/month)] * 12.

= [(8jam*22hari)]*12 = 2112 jam/tahun.

= 2112 jam/tahun * 60.

= 126720 menit/tahun.

Page 124: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

120

5) Break Time

Dilakukan setiap dua minggu sekali dalam waktu satu hari. Jadi dalam satu

tahun terdapat 52 minggu, sehingga dua minggu sekali nya adalah 26 hari.

= 26 hari x 8 jam x 60 menit/hari

= 12480 menit/tahun.

6) Breakdown Time (Unplanned) = 4410 menit/tahun.

Didapat dari rata-rata akumulasi waktu kerusakan mesin selama selang waktu

dua tahun mulai Juni 2011 sampai dengan Juli 2013, seperti yang ada pada

tabel 5.1 dikalikan dengan tingkat rekomendasi keberhasilan yaitu 50%.

7) Effective Time (Te)

Merupakan jam kerja total yang ada selama satu tahun (working hour) yaitu

= [(No.of working hours/day * No.of working days/month)] * 12.

= [(8jam*22hari)]*12 = 2112 jam/tahun.

= 2112 jam/tahun * 60.

= 126720 menit/tahun.

8) Productive Time (To) = (Te – Breakdown Time)

Merupakan hasil pengurangan dari waktu effektif dikurangi dengan

breakdown time selama satu tahun

= 126720 menit/tahun – 4410 menit/tahun

= 122310 menit/tahun.

9) Actual Time

Merupakan waktu aktual dimana mesin benar-benar dalam waktu sedang

melakukan unjuk kerja nya. Formulanya adalah sebagai berikut :

= [(No.of working hours/day-Break Time)*No.of working days/month]*12-

Breakdown Time.

= (Productive Time – Break Time).

= (122310 menit/tahun - 4410 menit/tahun).

= 177900 menit/tahun.

Poin-poin diatas merupakan parameter-parameter yang akan dimasukkan dalam

model matematis untuk menghitung Effektifitas mesin ACED, seperti yang ada

dibawah ini.

Page 125: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

121

N = Jumlah produksi dalam satu tahun.

= Actual Time/ Cycle Time (1 component).

= (117900 menit ) /2.17 menit/product.

= 54332 produk/tahun.

Nmax = Jumlah produksi maksimal dalam satu tahu.

= Te/Cycle Time

= (126720 menit/tahun)/2.17 menit/product.

= 58397 produk/tahun.

NQ = Number of Qualified

Tabel 4.21 Jumlah rata-rata Cacat Produk (Juni 2011 – Juni 2013)

No Bulan Jumlah defect 1 January 20 2 February 21 3 March 15 4 April 10 5 May 5 6 June 10 7 July 17 8 August 16 9 September 7

10 October 18 11 November 14 12 December 11

Jumlah 164

Cara menentukan produk yang tidak cacat adalah dengan mengurangi total

produk yang dihasilkan selama 1 tahun dikurangi dengan produk rata-rata defect

selama satu tahun dikalikan dengan tingkat rekomendasi keberhasilan yaitu 70%,

(tabel 4.20). Perhitungannya adalah seperti dibawah berikut :

NQ = N – Produk defect x 0.7

= 54332 – 164 x 0.7

= 54218 produk/tahun.

Page 126: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

122

A = Effektifitas waktu.

= To/Te

= 122301/126720

= 0,965

R = Effektifitas produksi.

= N/Nmax

= 54332/58397

= 0,894

Y = Effektifitas kualitas

= NQ/N

= 54218 /54332

= 0,998

E = A*R*Y

= 0,965 x 0,894 x 0,998

= 0,782

= 86.1%

Jadi dari perhitungan diatas, didapatkan bahwa efektivitas dari peralatan adalah

sebesar 86.1%. Dengan adanya peningkatan efektivtivitas mesin dari 72.8%

menjadi 86.1% diharapkan beberapa penghematan akan didapatkan. Tabel 4.22

tersebut di bawah adalah ringkasan biaya yang diperlukan untuk improvement

dan beberapa keuntungan yang bisa didapat.

Tabel 4.22 Rangkuman biaya investasi dan penghematan No Investasi Biaya Penghematan Biaya

1 Pengadaan informasi

dan control local Rp.13.650.000 Lead time Rp.1000.000.000

2 Biaya training

operator Rp. 6.500.000

Direct cost

maintenance Rp. 192.500.000

Page 127: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

123

Tabel 4.22 Rangkuman biaya investasi dan penghematan (lanjutan)

3 Biaya pembelian dan

pemasangan HMI Rp. 40.170.000

Overtime

maintenance Rp. 30.100.000

4 Pembelian dan

pemasangan visualisai Rp. 18.412.000

Pengurangan

defect Rp. 8.954.000

5 Pembelian dan

pembuatan otomatisasi Rp. 165.360.000

6 Pengadaan

redundancy system Rp. 494.000.000

Grand total Rp

677.772.000

Rp

1.231.554.000

Dengan adanya pengurangan waktu maintenance lead time, maka akan

didapatkan benefit dari pengurangan akibat hilangnya kesempatan untuk

melakukan kegitan produksi. Penambahan Human - Machine Interface (HMI),

visualisasi dan otomatisasi diharapkan kerusakan akan terdeteksi lebih awal dan

segera diselesaikan sehingga tidak mengakibatkat kerugian yang lebih besar.

Training yang diberikan akan menambah pengetahuan bagi operator agar

membantu dalam penyelesaian masalah yang dihadapi dengan cepat sehingga

tidak banyak waktu yang terbuang dan frekuensi kerusakan juga menurun

sehingga defect akan berkurang.

Page 128: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

124

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Penerapan Maintenance menggunakan model Lean Manufacturing yaitu dengan

mengurangi waste yang terjadi pada kegiatan Maintenance pada perusahaan

ternyata menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingan dengan metode yang

sekarang dipakai. Ini dapat dilihat dari hasil penghitungan efektifitas yang

didapatkan. Sehingga metode Lean Maintenance ini dapat digunakan sebagai

bahan pertimbangan bagi manajemen perusahaan dalam meningkatkan

Produktivitas.

Efektivitas mesin atau peralatan akibat minimasi Waste meningkat 13.3%. Waste

yang ada pada aktivitas maintenance mesin Acrylic Cathodic Electrical

Deposition (ACED) adalah :

1. Waste Process

Karyawan belum terlatih dalam menangani permasalahan mesin

ACED.

Tidak ada informasi dari mesin tentang masalah dan kelainan yang

terjadi.

2. Waste Waiting

Tidak ada instrument untuk memonitor kondisi aktual mesin.

Tidak ada Redundancy system.

3. Waste Motion

Tidak adanya sistem informasi tentang status mesin.

Tidak ada local control pada sub mesin.

4. Waste Over Production

Tidak ada instrument untuk memonitor kondisi aktual mesin.

5. Waste Defect

Teknisi belum terlatih dalam melakukan perbaikan peralatan.

Page 129: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

125

Tidak adanya Standart Operational Procedure (SOP) dalam kegitan

perawatan.

5.2 Saran

Perbaikan guna mengurangi waste tersebut adalah:

1. Waste Process

Perbaikan kinerja pada pihak SDM dengan melakukan pelatihan.

Melengkapi mesin dengan Human Machine Interface (HMI).

2. Waste Waiting

Melengkapi dengan Visual Indicator untuk memonitor kondisi mesin.

Membuat otomatisasi

Membuat Redundacy System pada critical mesin.

3. Waste Motion

Pembuatan sytem informasi mengenai status mesin.

Pemasangan Local Control pada sub mesin.

4. Waste Over Production

Melengkapi dengan Visual Indicator untuk memonitor kondisi mesin.

Membuat otomatisasi.

5. Waste Defect

Perbaikan kinerja pada pihak SDM dengan melakukan pelatihan.

Pembutan Standart Operational Procedure (SOP).

Page 130: ANALISIS SISTEM PEMELIHARAAN DENGAN KONSEP LEAN

126

DAFTAR PUSTAKA

Arunprakash, T. 2009. The Journal of “A Practical Method for Assessing Maintenace Factors Using A Value Stream Maintenance Map”. India, B.E. Mechanical Engineering, Bharathiar University.

Assauri, Sofjan 1993. Manajemen Produksi dan Operasi. Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia, Jakarta.

Attalh, 2008, Handbook for TQM and QCC A Guide for Managers Volume I.

Corder, A., 1992. Teknik Manajemen Pemeliharaan, Erlangga.

C.Cooper, Howard. Lean Maintenance for Lean Manufacturing (Using Six Sigma DMAIC).

Dhillon B.S, 2006.“Maintainability, maintenance, and reliability for engineers

Hawkins, R. S. B. 2004. Lean Maintenance (Reduce Cost, Improve Quality, and

Incresae Market Share). USA, Elsevier Butterworth-Heinemann.

Hines, Peter and Rich, Nick 1997. The Seven Value Stream Mapping Tools. International Journal of Operation & Production Management, Vol. 17, No. 1, pp. 46-04. Cardiff, UK : Lean Enterprise Research Centre, Cardiff Business School.

Huevel, M. V. D. 2008. The Journal of “Improving Mintenance Shutdown Processes (Reducing Delay and Increasing Work Efficiency at Corus’s Direct Sheet Plan)”. System Engineering, Policy Analysis and Management, University of Technology Delft.

Heizer, Jay and Render, Barry, 2001. Operations Management.

Imai, Masaaki 2008. The Kaizen Power, Moxo, Yogyakarta.

Jeffrey and K. Liker, 2006. The Toyota Way, Erlangga, Jakarta.

Prasetya, H. dan F. Lukiastuti, 2009. Manajemen Operas, Azza Grafika.

Jakarta.

Pamela S. Lewis, Stephen H. Goodman dan Patricia m. Fondt (2004). Management Challenges For tomorrow’s Leaders.

Tumiwa, B. Alfrits. 2006. Total Quality Management. LPFE Usakti, Jakarta.