analisis praktik klinikkeperawatan kesehatan...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIKKEPERAWATAN KESEHATAN
MASYARAKAT PERKOTAAN PADA KLIEN GAGALGINJAL
KRONIS DENGAN INTERVENSI PROGRESSIVE MUSCLE
RELAXATION DI RUANG PENYAKIT DALAM
LANTAI V SELATAN RSUP FATMAWATI
KARYA ILMIAH AKHIR – NERS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar ners
keperawatan.
SUKRON
1106130210
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI NERS
DEPOK
JULI 2014
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, rahmat,
dan ridho-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir – Ners ini.
Karya Ilmiah Akhir – Ners ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk mencapai gelar Ners Keperawatan pada Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
Saya sebagai penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah Akhir – Ners ini tidak akan
selesai tanpa bantuan, bimbingan, dan dorongan semangat dari berbagai pihak
selama proses penyusunannya. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Dra. Juniati Sahar, Ph.D., selaku Dekan FIK UI;
2. Ibu Lestari Sukmarini, S.Kp., M.N. selaku pembimbing akademik yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dan
membimbing saya selama penyusunan Karya Ilmiah Akhir.
3. Ibu Fajar Triwaluyanti, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.An, selaku program studi
Ners;
4. Ibu Ns. Tatik Wahyuni, S. Kep. selaku pembimbing klinik yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dan
membimbing saya selama praktik Mata Ajar Praktik Klinik Keperawatan
Kesehatan Masyarakat Perkotaan peminatan Keperawatan Medikal Bedah.
5. Istri dan kedua anak saya tercinta yang telah mencurahkan kasih sayang dan
memberikan dukungan moral dan materiil selama penyusunan Karya Ilmiah
Akhir.
6. Teman-teman seperjuangan praktik klinik yang telah memberikan semangat
dan bersedia berbagi banyak informasi dalam menyelesaikan Karya Ilmiah
Akhir ini.
7. Seluruh staf Ruang Rawat Penyakit Dalam Lantai V Selatan RSUP
Fatmawati atas kerja sama dan bantuannya selama saya melakukan praktik
PK-KKMP KMB.
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
v
Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya dan membalas kebaikan semua
yang telah membantu penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini dengan pahala yang
berlipat ganda.
Penulis menyadari bahwa penulisan Karya Ilmiah Akhir ini tidak luput dari
kesalahan, karena itu kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan.
Besar pula harapan saya agar Karya Ilmiah Akhir ini dapat memberikan
informasi, gambaran pengalaman, dan melahirkan penelitian yang bermanfaat
bagi pengembangan ilmu keperawatan dan masyarakat.
Depok, 12 Juli 2014
Penulis
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
vii
ABSTRAK
Nama : Sukron
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul : Analisis Praktik Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan padav Klien Gagal Ginjal Kronis dengan Intervensi
Progressive Muscle Relaxation di Ruang Penyakit Dalam
Lantai V selatan RSUP Fatmawati
Gagal Ginjal Kronis merupakan salah satu masalah perkotaan. Gaya hidup yang
tidak sehat pada masyarakat perkotaan seperti konsumsi makanan dan minuman
olahan, kurang aktivitas, merokok, penggunaan alkohol, dan obat-obatan
meningkakan risiko masalah kesehatan seperti hipertensi dan diabetes melitus.
Kedua masalah kesehatan tersebut merupakan dua penyebab utama terjadinya
Gagal Ginjal Kronis (GGK). Salah satu masalah yang terjadi pada pasien Gagal
Ginjal adalah intoleransi aktifitas disebabkan kelelahan/fatigue baik fisik maupun
spikologis. Tujuan penulisan ini adalah untuk melakukan analisis praktik
Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada pasien GGK dan intervensi
mengenai Progressive Muscle Relaxation dalam mengatasi kelelahan/Fatigue
pada pasien Gagal Ginjal Kronis. Rekomendasi penulisan ini ialah agar perawat
dapat mengajarkan latihan Progressive Muscle Relaxation kepada pasien Gagal
Ginjal Kronis yang mengalami intoleransi aktifitas karena kelelehan/ fatigue
Kata kunci: aktivitas, gaya hidup, gagal ginjal kronis, kelelahan, keperawatan
kesehatan masyarakat perkotaan, Progressive Muscle Relaxation
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
viii
ABSTRACT
Name : Sukron
Study Program : Nursing
Title : Analysis of Urban Health Nursing Practice toward Chronic
Kidney Disease Patient with Progressive Muscle
Relaxation Intervention in Internal Disease Ward, 5th
Floor South, RSUP Fatmawati.
Chronic Kidney Disease is one of the urban health problem that related to
unhealthy lifestyles such as instant packaged food consuming, less activity,
smoking, alcohol consuming, and drugs consuming. Those unhealthy lifestyles
increase health risk problems such as hypertension and diabetes mellitus. Both
diseases are the main causes of Chronic Kidney Disease (CKD). Activity
intolerance which caused by physical and psychological fatigue is one of the
problem in patient with Chronic Kidney Disease. This study aimed to analyse the
Urban Health Nursing in CKD patients and intervention of Progressive Muscle
Relaxation to overcome fatigue in patient with CKD. This study recommends
nurses to teach Progressive Muscle Relaxation to patient with chronic kidney
disease who experience activity intolerance which caused by fatigue.
Key words : activiy, chronic kidney disease, lifestyle, fatigue, progressive muscle
relaxation, urban health nursing
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
ix
DAFTAR ISI
Halaman judul i
Halaman Pernyataan Orisinalitas ii
Halaman Persetujuan iii
Kata Pengantar iv
Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi vi
Abstrak vii
Daftar Isi ix
1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penulisan 6
1.2.1 Tujuan Umum 6
1.2.2 Tujuan Khusus 6
1.3 Manfaat Penulisan 6
1.3.1 Manfaat Aplikatif 6
1.3.2 Manfaat Keilmuan 6
1.3.3 Manfaat Metodologi 7
2. TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1 Konsep dan Teori Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan 8
2.2 Karakteristik Kesehatan Masyarakat Perkotaan 9
2.3 Konsep at risk dan vulnerable 10
2.4 Gagal Ginjal Kronis 14
2.4.1 Definisi Gagal Ginjal Kronis 14
2.4.2 Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronis 14
2.4.3 Penyebab Gagal Ginjal Kronis 15
2.4.4 Tanda dan Gejala Gagal Ginjal Kronis 15
2.4.5 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis 16
2.4.6 Manajemen Gagal Ginjal Kronis 17
2.4.7 Komplikasi Gagal Ginjal Kronis.................................................. 19
3. LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA 21 3.1 Pengkajian 20
3.2 Diagnosa Keperawatan 26
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan 27
3.4 Catatan Perkembangan 33
4. ANALISIS SITUASI 43
4.1 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan
Konsep Kasus Terkait 43
4.2 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait 47
4.3 Alternatif Pemecahan yang dapat Dilakukan 52
5. PENUTUP 54
5.1 Kesimpulan 54
5.2 Saran 56
DAFTAR REFERENSI
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
Pendahuluan diperlukan untuk memberikan gambaran awal mengenai analisis
praktik klinik keperawatan yang dilakukan. Komponen yang akan diuraikan
dalam bab ini meliputi latar belakang, tujuan penulisan dan manfaat penulisan.
1.1 Latar Belakang
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia.
(Smeltzer&Bare,2002). Berdasarkan National Kidney Fundation (NKF) Kidney
Disease Outcome Quality Initiative (K/DOQI) Guidelines update tahun 2002,
definisi penyakit gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan
berupa kelainan struktur ginjal yang dapat atau tanpa disertai penurunan laju
filtrasi glomerulus, di tandaidengan kelainan patologidan tanda-tanda kerusakan
ginjal. (Azis, Farid et al, 2008).
Penyakit ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan masalah
kesehatan diseluruh dunia Angka kejadian CKD pada tahun 2006 adalah 360 dari
1 juta populasi, meningkat 2,1% sejak 2005, (National Institute of Diabetes and
Digestive abd Kidney Disease (NIDDKD), 2008). Insiden GGK di Indonesia
mencapai 200-300 pasien baru dari setiap 1 juta penduduk (DepKes RI, 2004).
The Australian and New Zealand Dialysis and Transplant Registry (ANZDATA)
melaporkan dari 1708 pasien baru dengan GGK pada tahun 1999, empat penyebab
tertinggi adalah glumerulonefritis, nefropati diabetik, hipertensi, dan penyakit
ginjal polikistik (Terrill, 2002). Sedangkan menurut Perhimpunan Nefrologi
Indonesia (PERNEFRI) tahun 2006 penderita gagal ginjal kronik mencapai
70.000 orang dengan keseluruhan membutuhkan hemodialisa. Tingginya insiden
tersebut berkaitan dengan faktor risiko GGK yang erat dengan perilaku dan gaya
hidup masyarakat urban.
1
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
2
Universitas Indonesia
Sejak tahun 2007, mayoritas populasi di dunia tinggal di area urban. Urban dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti berkenaan dengan kota atau bersifat
kekotaan. Masyarakat urban berarti orang yang berpindah dari desa ke kota.
Kondisi tersebut diperkirakan akan semakin bertambah dimana 60% penduduk
dunia akan tinggal di perkotaan pada tahun 2030 dan akan meningkat menjadi
70% pada tahun 2050. Hal tersebut mungkin terjadi mengingat besarnya
kesempatan bagi masyarakat untuk mengakses pekerjaan, pendidikan, dan
kesehatan di kota. Namun, padatnya penduduk yang berada dalam satu wilayah
juga memiliki konsekuensi perubahan kondisi lingkungan yang dapat berdampak
bagi kesehatan. Berdasarkan kondisi tersebut, isu ini menjadi perhatian bagi
Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) dengan
mengangkat topik “A year-long focus on urbanization and health” pada hari
kesehatan dunia tahun 2010. (World Health Organization /WHO, 2010)
Kesehatan masyarakat urban tersebut memberikan banyak peluang bagi
keperawatan terkait dengan perkembangan kebijakan publik sehat dan kota serta
komunitas sehat. Keperawatan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan untuk bekerja dengan komunitas sebagai mitra, dalam memfasilitasi
promosi kesehatan komunitas, kebijakan publik sehat dan kota serta komunitas
sehat (Anderson & McFarlane, 2006). Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia melalui mata ajar Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan (PK-KKMP) sesuai dengan peminatan mahasiswa berdasarkan
keilmuan dalam keperawatan, dimana dalam karya tulis ini yaitu peminatan
Keperawatan Medikal Bedah. Mahasiswa praktik menerapkan ilmu dan teknologi
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien pada aggregate
(kelompok) dewasa dengan masalah kesehatan yang lazim terjadi di perkotaan.
Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Pekotaan (PK-KKMP)
peminatan KMB dilakukan di ruang rawat penyakit dalam lantai V selatan RSUP
Fatmawati. Ruang rawat yang menjadi lahan praktik merupakan ruang rawat
penyakit dalam yang memberi asuhan keperawatan klien dengan kasus hepatologi,
endokrin metabolik, ginjal hipertensi, hematologi, tropik infeksi, dan keperawatan
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
3
Universitas Indonesia
kritis. Kapasitas ruang rawat penyakit dalam lantai V selatan sebanyak 46 tempat
tidur yang terdiri dari 6 tempat tidur HCU dan 40 tempat tidur rawat inap kelas
III. 40 tempat tidur terbagi atas ruangan-ruangan dengan subspesialisasi penyakit
dalam.
RSUP Fatmawati merupakan rumah sakit rujukan dari berbagai daerah khususnya
Jakarta dan sekitarnya. Wilayah tersebut merupakan wilayah perkotaan dimana
tingkat urbanisasi yang tinggi, pertambahan penduduk yang pesat, dan terdapat
perubahan lingkungan. Berdasarkan hal tersebut, pasien yang datang atau
mendapatkan pelayanan keperawatan sebagian besar adalah masyarakat
perkotaan. Ruang rawat lantai V selatan merupakan ruang rawat kelas III dimana
pasien sebagian besar merupakan pasien yang menggunakan jaminan kesehatan.
Kelompok tersebut dapat dikategorikan poor population.
Selama melakukan praktik KKMP, praktikan menentukan kasus yang menjadi
peminatan sesuai dengan sub spesialisasi yang ada di ruang rawat. Kasus yang
dikelola adalah kasus penyakit dalam sesuai dengan peminatan KMB. Adapun
kasus yang dikelola merupakan kasus yang juga menjadi masalah kesehatan yang
lazim terjadi pada masyarakat perkotaan. Berdasarkan hal tersebut, praktikan
menjadikan kasus ginjal yaitu Gagal Ginjal Kronis sebagai kasus peminatan.
Selama 5 minggu, praktikan mengelola 5 pasien dengan kasus 3 GGK DM
dimana satu pasien dijadikan kelolaan utama dan 4 pasien sebagai resume.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa padatnya penduduk yang berada
dalam satu wilayah juga memiliki konsekuensi perubahan kondisi lingkungan
yang dapat berdampak bagi kesehatan. Perubahan lingkungan, polusi udara,
kemiskinan, perumahan tidak layak, kriminalitas, pengangguran dan masalah
sosial menjadi karakteristik dari masyarakat urban (Allender, Rector, & Warner,
2010). Kota juga cenderung mempromosikan gaya hidup tidak sehat seperti diet
yang bergantung pada makanan olahan, perilaku duduk terus menerus (kurang
aktivitas), merokok, dan penggunaan alkohol dan zat lainnya yang secara
langsung berkaitan dengan terjadinya obesitas dan kejadian penyakit
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
4
Universitas Indonesia
karsiovaskuler, jantung, stroke, beberapa jenis kanker, diabetes, dan penyakit
kronis lainnya (WHO, 2010). Gaya hidup yang tidak sehat seperti konsumsi
makanan dan minuman olahan serta penyakit kardiovaskuler dan diabetes
merupakan faktor risiko terjadinya Gagal Ginjal Kronis (GGK).
Keterkaitan antara perilaku dan gaya hidup terhadap terjadinya GGK terlihat dari
pasien yang dikelola oleh praktikan selama praktik di Ruang Rawat Penyakit
Dalam Lantai V Selatan RSUP Fatmawati. Ke tiga pasien tersebut berasal dari
wilayah urban yaitu dari Kota Jakarta, Depok, dan Bogor. Dua pasien memiliki
riwayat gaya hidup mengonsumsi minuman tradisional dan suplemen dalam
jangka waktu yang lama dan makanan instan seperti mie instan serta minuman
yang bersoda seperti coka cola, sprite dan jamu-jamu tradisional. Satu pasien
memiliki riwayat darah tinggi sejak 5 tahun yang lalu.
Hipertensi merupakan penyakit yang diakibatkan oleh stres dan pola makan yang
tidak sehat (konsumsi makanan olahan) dimana penyakit ini merupakan penyakit
yang lazim muncul pada masyarakat perkotaan. Hipertensi yang berlangsung lama
mengakibatkan terjadinya penyumbatan pembuluh darah ke ginjal sehingga sel
ginjal mengalami kerusakan secara betahap hingga akhirnya mengalami gagal
ginjal (Price & Wilson, 2005). Faktor risiko pada pasien lain adalah konsumsi
obat tradisional dan suplemen yang dapat mengakibatkan kerusakan ginjal.
Berdasarkan hasil pengawasan, sampling dan pengujian laboratorium sejak Juni
2008 hingga Mei 2009, diketahui 60 item obat tradisional dan suplemen
mengandung Sibutramin Hidroklorida, Sildenafil Sitrat, Tadalafil Deksametason,
Fenilbutason, Asam Mefenamat, Metampiron dan Parasetamol (Kemenkes RI,
2012). Penggunaan bahan-bahan kimia obat tersebut dalam waktu lama dan tanpa
pengawasan dokter dapat mengakibatkan kerusakan pada ginjal. Insiden GGK
pada pasien-pasien dengan faktor risiko tersebut cenderung terlambat dalam
mendeteksi dini gangguan ginjal.
Urbanisasi yang cepat yang tanpa diiringi dengan kesiapan pemerintah yang baik
akan mengakibatkan berbagai dampak bagi kesehatan. Banyak kasus, terutama di
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
5
Universitas Indonesia
negara berkembang, kecepatan urbanisasi telah melampaui kemampuan
pemerintah untuk membangun infrastruktur penting sehingga pertumbuhan
pelayanan kesehatan tidak memadai terkait infrastruktur air, sanitasi, pendidikan
kesehatan, dan pelayanan kesehatan (WHO, 2010), yang mengakibatkan
kurangnya pengetahuan masyarakat terkait GGK dan deteksi dininya. Hal tersebut
terlihat dari ketiga pasien yang dikelola oleh praktikan dimana ketiga pasien
tersebut baru terdiagnosa gagal ginjal kronis pada tahap akhir dan salah satu
pasien yang dijadikan kelolaan utama.
Sifat penyakit gagal ginjal kronis yang tidak dapat disembuhkan menimbulkan
banyak masalah kesehatan baik fisik maupun psikologis. Sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Suryadinata (2006) bahwa gagal ginjal terminal bukan hanya
membawa dampak fisiologik pada pasien, tetapi juga menghadapkan pada
masalah psikologis dan psikososial. Gagal ginjal kronis tidak dapat membaik
bahkan cenderung memburuk. Pengobatan yang diberikan bertujuan untuk
memperlambat perburukan ginjal dan mempertahankan ginjal sehat lebih lama
(NKDEP, 2012). Peran perawat dalam kondisi tersebut adalah melakukan upaya
promotif dan preventif.
Upaya promotif perawat merupakan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat dan upaya preventif merupakan upaya menghindari
suatu kejadian sebelum terjadi (Anderson & McFarlane, 2006). Berdasarkan
kondisi pasien yang dikelola oleh praktikan maka upaya yang dilakukan adalah
preventif sekunder dimana tujuan pencegahan adalah menghentikan proses
penyakit dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Selain itu, berdasarkan riwayat
terjadinya GGK pada pasien kelolaan dapat dirumuskan upaya promotif bagi
masyarakat. Upaya promotif dan preventif tersebut dapat tercapai dengan analisis
praktik KKMP peminatan KMB pada pasien dengan gagal ginjal kronis.
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
6
Universitas Indonesia
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan umum
Menggambarkan analisis asuhan keperawatan pada klien dengan masalah Gagal
Ginjal Kronis melalui pendekatan KKMP-KMB.
1.2.2 Tujuan khusus
a. Memaparkan teori dan konsep KKMP dan masalah kesehatan Gagal Ginjal
Kronis
b. Menggambarkan asuhan keperawatan (pengkajian, perumusan diagnosa,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi) pada kasus Gagal Ginjal Kronis
c. Menggambarkan analisis terhadap penerapan teori dan konsep KKMP dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien kelolaan dengan Gagal Ginjal
Kronis.
d. Menggambarkan analisis intervensi keperawatan pada klien dengan GGK
berdasarkan evidence based nursing.
1.3 Manfaat Penulisan
Penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi tiga aspek
yaitu:
1.3.1 Manfaat Aplikatif
Penulisan ini bermanfaat membrikan informasi dan masukan bagi pemberi
pelayanan keperawatan mengenai gambaran analisis asuhan keperawatan pada
klien dengan gagal ginjal kronis dengan pendekatan konsep KKMP.
1.3.2 Manfaat Kelimuan
Penulisan ini bermanfaat bagi perawat pendidik dan peserta didik keperawatan
dengan memberi informasi tentang pengalaman langsung praktikan dalam
menerapkan asuhan keperawatan klien dengan gagal ginjal kronis melalui
pendekatan KKMP.
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
7
Universitas Indonesia
1.3.3 Manfaat Kajian Berikutnya
Karya ilmiah akhir ini menganalisis satu intervensi pada masalah keperawatan
kecemasan dan fatigue/kelelahan menggunakan progressive muscle relaxation
(PMR) . Analisis intervensi tersebut dapat menjadi acuan awal bagi peneliti yang
ingin melakukan penelitian terkait efektifitas PMR untuk mengatasi kecemasan
dan kelelahan pada pasien Gagal Ginjal Kronis.
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
8
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep dan Teori Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) merupakan suatu proses
koordinasi dan integrasi sumber daya keperawatan dengan menerapkan teori,
konsep, dan prinsip masalah kesehatan daerah perkotaan melalui penerapan ilmu
dan teknologi keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien
dalam seluruh rentang kehidupan, mulai saat konsepsi sampai dengan mencapai
ajal (Permatasari, 2013). Meskipun pelayanan keperawatan sebagian besar berada
pada level individu, asuhan keperawatan yang diberikan harus memiliki pengaruh
yang kuat yang ditujukan kepada level populasi atau masyarakat, dan lebih tinggi
kepada level sistem pelayanan (Allender, Rector, & Warner, 2010).
Salah satu cara mewujudkannya adalah dengan melakukan asuhan keperawatan
dengan pendekatan Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan. Model yang
dikembangkan oleh Anderson (2000) menjelaskan bahwa komunitas sebagai mitra
memiliki dua faktor sentral; pertama, fokus pada komunitas sebagai mitra
(ditandai dengan roda pengkajian komunitas di bagian atas dan menyatukan
anggota masyarakat sebagain intinya). Kedua, penerapan proses keperawatan.
Asuhan keperawatan dengan pendekatan model ini adalah dengan memberikan
asuhan keperawatan individu tanpa melupakan bahwa individu merupakan bagian
dari komunitas.
Penerapan asuhan keperawatan komunitas dengan model ini menganggap semua
intervensi bersifat preventif. Terdapat tiga tingkatan preventif atau pencegahan
yaitu: primer, sekunder, dan tersier dalam praktik kesehatan komunitas.
Pencegahan primer adalah usaha sungguh-sungguh untuk menghindari suatu
penyakit atau tindakan kondisi kesehatan yang merugikan melalui kegiatan
promosi kesehatan dan tindakan perlindungan. Pencegahan sekunder adalah
deteksi dini dan pengobatan terhadap kondisi kesehatan yang merugikan.
Pencegahan tersier merupakan pencegahan yang dilakukan jika penyakit atau
8
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
9
Universitas Indonesia
kondisi tertentu telah menyebabkan kerusakan pada individu. Tujuan pencegahan
tersier adalah membatasi kecacatan dan merehabilitasi atau meningkatkan
kemampuan masyarakat semaksimal mungkin (Anderson & McFarlane, 2006).
Gambar 2.1 Model komunitas sebagai mitra
Sumber: Anderson & McFarlane, 2006.
2.2 Karakteristik Kesehatan Masyarakat Perkotaan
Setelah mengetahui model keperawatan terkini mengenai keperawatan kesehatan
masyarakat, maka selanjutnya adalah mengetahui karakteristik dari masyarakat
atau komunitas yang menjadi target yaitu masyarakat perkotaan (urban
community). WHO (2010) menjelaskan bahwa tata kota merupakan faktor
terpenting yang mempengaruhi kesehatan masyarakat perkotaan. Pertumbuhan
penduduk kota dapat melampaui kemampuan pemerintah dalam menyediakan
fasilitas. Hal tersebut mengakibatkan pelayanan kesehatan, penyediaan air dan
sanitasi, edukasi, dan infrastruktur yang tidak adekuat dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat.
Dampak dari urbanisasi adalah meningkatnya proses urbanisasi menimbulkan
dampak-dampak terhadap kesehatan, lingkungan kota, baik dari segi tata kota,
EVALUASI
PENCEGAHAN
TERSIER
PENCEGAHAN
SEKUNDER
PENCEGAHAN
PRIMER
INTERVENSI
RENCANA
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
KOMUNITAS
DERAJAT REAKSI STRESOR ANALISIS
PENGKAJIAN
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
10
Universitas Indonesia
masyarakat, maupun keadaan sekitarnya. (Herlianto, 2005). Sedangkan dampak
urbanisasi terhadap kesehatan dan lingkungan kota. Masih tingginya penyakit
menular seperti Malaria, Diare, Demam Berdarah diiringi meningkatnya penyakit
tidak menular seperti jantung, kanker, hipertensi, stroke dan diabetes, dan diikuti
munculnya New Emerging Infectious Diseases, seperti Flu Burung dan juga pada
masalah air bersih dan sanitasi lingkungan. Juga dengan makin maraknya orang di
kota menyebabkan makin malesnya orang memasak sehingga banyaknya
bermunculan makanan – makanan cepat saji (junk food), banyaknya orang yang
meniru kebiasaan yang tidak baik seperti merokok, minuman alkohol dan
pemakaian narkotika. Semua ancaman tersebut ada di masyarakat perkotaan
akibat dari interaksi yang kompleks antara masyarakat, fasilitas kesehatan, dan
pelayanan kesehatan terutama pada penduduk kota menengah ke bawah (WHO,
2010).
Karakteristik-karakteristik masyarakat perkotaan tersebut mengakibatkan mereka
menjadi populasi yang berisiko mengalami masalah kesehatan. Kurangnya
informasi dan kurangnya kesadaran masyarakat akibat fasilitas edukasi yang
belum adekuat karena pertumbuhan penduduk yang sangat cepat dapat
mengakibatkan tidak adekuatnya deteksi dini penyakit sehingga individu
mengalami penyakit kronis. Sakit kronis adalah suatu kondisi tidak adanya
resolusi proses penyakit (Anderson & McFarlane, 2006). Asuhan keperawatan
individu dengan kondisi kesehatan kronis ini membutuhkan pendekatan yang
holistik.
2.3 Konsep at risk dan vulnerable
Berdasarkan karakteristik masyarakat perkotaan yang memiliki berbagai kondisi,
perawat dapat mengidentifikasi individu atau kelompok terhadap risiko terjadinya
masalah kesehatan berdasarkan konsep at risk dan vulnerable. Konsep risiko atau
faktor resiko merupakan hal familiar bagi perawat kesehatan komunitas yang
berfokus pada pencegahan penyakit atau upaya preventif. Risiko merupakan suatu
kemungkinan terjadinya hal yang merugikan, contoh seseorang yang sehat
terekspose faktor spesifik yang dapat menyebabkan sebuah penyakit. Faktor risiko
merupakan ekspose dari spesifik resiko seperti merokok, stress tinggi, kabisingan,
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
11
Universitas Indonesia
dan bahan kimia. Dengan kata lain, istilah risiko berarti kondisi kesehatan yang
dihasilkan dari interaksi seperti faktor genetik, gaya hidup, jenis kelamin, usia,
dan lingkungan tempat tinggal atau pekerjaan. Interaksi dengan faktor-faktor
tersebut dapat mengakibatkan masalah kesehatan pada seseorang.
Populasi atau vulnerabel grup merupakan sub-grup dalam populasi dimana
mereka mimiliki kemungkinan lebih besar mengalami masalah kesehatan sebagai
hasil dari terpapar risiko atau mereka mengalami afek yang lebih buruk dari
masalah kesehatan dibandingkan populasi pada umumnya (Stanhope & Lancaster,
1992). Orang-orang yang termasuk populasi vulnurabel adalah mereka yang
terpapar atau memiliki banyak resiko atau kombinasi dari beberapa faktor risiko
yang membuat mereka lebih sensitif atau lebih rentan mengalami masalah
kesehatan daripada yang lain. Kerentanan atau kelebihsensitifan seseorang atau
kelompok terhadap faktor resiko disebut dengan vulnerability. Perawat
diharapkan dapat mengidentifikasi individu atau kelompok berada pada kondisi at
risk atau vulnerable sehingga dapat menentukan intervensi yang tepat.
Untuk memahami konsep vulnerabiliti, perlu diketahui bahwa ada beberapa
dimensi dari vulnerabiliti yang saling berinteraksi secara dinamis. Dimensi
tersebut adalah limited control (keterbatasan kontrol), victimization,
disadvantaged status (status yang merugikan), disenfranchisement (tidak memiliki
hak memberi suara), powerlessness (ketidakberdayaan), dan health risks (resiko
kesehatan). Dimensi-dimensi tersebut dapat membantu perawat dalam memahami
konsep vulnerabiliti.
a. Limited control
Dalam model yang dikemukakan oleh Dever “Health-Field Concept”, setiap
individu memiliki kontrol terhadap status kesehatan masing-masing tetapi
tidak secara komplit. Kontrol terhadap kesehatan dipengaruhi oleh faktor
biologis, lingkungan, dan sistem pelayanan kesehatan. Dalam model tersebut
dijelaskan bahwa individu berbagi kontrol dan tanggung jawab terhadap
status kesehatannya dengan masyarakat (lingkungan dan sistem pelayanan
kesehatan). Artinya, status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh faktor
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
12
Universitas Indonesia
individu atau biologis dan faktor lingkungan dan pelayanan kesehatan.
Contoh, status kesehatan seorang tunawisma dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan dan kebijakan pelayanan kesehatan.
b. Victimization
Kontrol individu terhadap status kesehatannya bukan hanya berasal dari
dirinya sendiri. Kontrol atau pilihan gaya hidup seseorang dapat dipengaruhi
dari luar individu. Pilihan-pilihan individu terutama pada individu dengan
keterbatasan sosial ekonomi dapat mengakibatkan individu memilih pilihan
lain selain untuk meningkatkan status kesehatannya, maka status
kesehatannya atau kontrol terhadap kesehatannya dikorbankan.
c. Disadvantaged status
Kelompok vurnerabel mamiliki keterbatasan terhadap keterlibatan dengan
perencanaan kesehatan. Kelompok ini merupakan kelompok minoritas
dimana perencanaan kesehatan biasanya menentukan fokus pelayanan
kesehatan untuk kebutuhan mayoritas. Contoh, kelompok anak yang kabur
dari rumah atau anak jalanan tidak termasuk debagai focus pelayanan
kesehatan.
d. Disenfranchisement
Merupakan perasaan terpisah dengan bagian penting sebuah masyarakat.
Individu tidak memiliki keterikatan emosi dan keterlibatan dalam masyarakat.
KKelompok ini seperti tidak dianggap keberadaannya dalam masyarakat yang
mengakibatkan mereka tidak memiliki sosial support yang penting dalam
mengefektifkan kesehatan emosional dan fisik.
e. Powerlessness
Kelompok vulnerabel memiliki barbagai ketidakmampuan baik secara
sosioekonomi ataupun pendidikan. Ketidakcukupan sumber financial
misalnya, membuat individu memiliki keterbatasan dalam melakukan
berbagai pilihan termasuk dalam kontrol status kesehatan.
f. Health risks
Dimensi lainnya adalah faktor resiko. Seperti yang telah dibahas di atas
bahwa faktor resiko merupakan perjalanan alami sebuah penyakit yang
dipengaruhi oleh kondisi fisik dan lingkungan. Individu atau kelompok at risk
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
13
Universitas Indonesia
mengalami kondisi dimana mereka menjadi lebih rentan dan mungkin
mengalami masalah kesehatan.
Sebuah kelompok menjadi kelompok vulnerabel bukan tanpa sebab. Sebuah
kelompok dapat termasuk kelompok vulnerabel dipengaruhi oleh faktor
predisposisi atau penunjang yang menyebabkan mereka menjadi lebih rentan
mengalami berbagai masalah kesehatan. Faktor predisposisi tersebut adalah status
sosioekonomi, faktor terkaitusia, dan faktor terkait kondisi kesehatan, serta
pengalaman hidup.
a. Status sosial ekonomi
Status sisial ekonomi individu atau kelompok menjadi faktor predisposisi
kelompok tersebut memiliki kerentanan mengalami masalah kesehatan.
Hal ini dikarenakan ketidakmampuan atau keterbatasanan kemampuan
kelompok untuk mengakses pelayanan kesehatan, melaksanakan gaya
hidup sehat, dan memenuhi kebutuhan nutrisi.
b. Age-related causes
Usia dapat menjadi salah satu faktor predisposisi dari kerentanan terhadap
masalah kesehatan. Hal ini terkait dengan kemampuan individu dalam
beradaptasi dengan stressor. Kemampuan adaptasi tersebut dipengaruhi
oleh kondisi fisiologis dan perkembangan individu.
c. Health-related causes
Perubahan kondisi fisiologis normal individu merupakan salah satu faktor
seseorang menjadi rentan terhadap masalah kesehatan. Perubahan-
perubahan tersebut dapat berupa proses dari sebuah penyakit (penyakit
kronik, HIV, hepatitis, dan lain-lain), kecelakaan, dan masalah congenital.
d. Pengalaman hidup
Sebuah pengalaman dalam hidup seseorang atau kelompok dapat
mempengaruhi perkembangan baik fisiologis maupun emosional yang
dapat mengakibatkan mereka rentan mengalami masalah kesehatan.
Sebagai contoh orang-orang yang mengalami bencana alam, orang-orang
yang mengalami kekerasan, kemampuan adaptasi dan koping mereka
terhadap sresor baru akan terpengaruh.
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
14
Universitas Indonesia
2.4 Gagal Ginjal Kronis
2.4.1 Definisi Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis (GGK) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer, 2001). Gagal ginjal kronis
merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya
beberapa tahun) dimana defisiensi jumlah total nefron yang berfungsi dan
kombinasi gangguan yang tidak dapat dielakkan lagi (Price & Wilson, 2005).
Sumber lain menyebutkan bahwa gagal ginjal kronis adalah penurunan fungsi
ginjal yang diikuti dengan kerusakan struktur glomerulus atau tubulus pada nefron
dan berlanjut hingga ginjal tidak dapat mempertahankan fungsi homeostasis
(Terrill, 2002). Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
gagal ginjal kronis merupakan defisiensi jumlah total nefron yang berfungsi yang
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara bertahap dan ireversibel sehingga
ginjal tidak dapat mempertahankan fungsi homeostasis.
2.4.2 Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronis
Individu dengan diabetes melitus, tekanan darah tinggi, gangguan kardiovaskuler,
riwayat keluarga dengan GGK, dan usia lebih dari 65 tahun memiliki risiko
mengalami GGK (NKF, 2010). Dengan kata lain bahwa gagal ginjal kronis
merupakan komplikasi dari masalah-masalah kesehatan tersebut. Jika diabetes dan
hipertensi tidak terkonrol, maka kedua faktor risiko tersebut akan menjadi
penyebab terjadinya GGK.
2.4.3 Penyebab Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis merupakan penyakit yang memiliki banyak penyebab.
Penyebab utama gagal ginjal kronis antara lain adalah diabetes melitus, hipertensi,
penyakit kardiovaskuler, dan riwayat gagal ginjal pada keluarga (NKDEP, 2012).
The Australian and New Zealand Dialysis and Transplant Registry (ANZDATA)
melaporkan dari 1708 pasien baru dengan GGK pada tahun 1999, empat penyebab
tertinggi adalah glumerulonefritis, nefropati diabetik, hipertensi, dan penyakit
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
15
Universitas Indonesia
ginjal polikistik (Terrill, 2002). Selain penyebab-penyebab tersebut, banyak
penyebab lain yang dapat mengakibatkan GGK yang dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 2.1 Klasifikasi Penyebab Gagal Ginjal Kronis
Klasifikasi Penyakit Penyakit
Penyakit infeksi
tubulointerstisial
Pielonefritis kronik atau refluks nefropati
Penyakit peradangan Glomerulonefritis
Penyakit vaskular
hipertensif
Nefrosklerosis benigna; Nefrosklerosis maligna;
Stenosis arteria renalis
Gangguan jaringan ikat Lupus erimatosus sistemik; Poliarteritis nudosa;
Sklerosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan
herediter
Panyakit ginjal polikistik; Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolik Diabetes melitus; Gout; Hiperparatiroidisme;
Amiloidosis
Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik; Nefropati timah
Nefropati obstruktif Traktus urinarius bagian atas:
Batu, neoplasma, fibrosis retroperitonial
Traktus urinarius bagian bawah:
Hipertrofi prostat, striktur uretra, anomali
kongenital leher vesika urinaria dan uretra
(Price & Wilson, 2005)
2.4.4 Tanda dan Gejala Gagal Ginjal Kronis
Kerusakan nefron pada ginjal mengakibatkan ginjal mengalami penurunan fungsi
baik fungsi ekskretori maupun nonekskretori. Pada fungsi ekskretori, ginjal
mengalami penurunan fungsi dalam membuang zat sisa produk metabolisme yang
akhirnya terakumulasi dalam darah dan mengakibatkan gangguan di berbagai
sistem tubuh. Kondisi tersebut disebut sindrom uremia dimana kadar ureum
meningkat di dalam darah. Selain fungsi ekskretori, fungsi noneksretori ginjal pun
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
16
Universitas Indonesia
mengalami gangguan. Penurunan produksi eritropoetin mengakibatkan penderita
mengalami anemia (Black & Hawks, 2005).
Tabel 2.2 Tanda dan Gejala Sindrom Uremia
Sistem Tubuh Tanda dan Gejala
Kardiovaskuler Hipertensi; pitting edema (kaki, tangan, sakrum);
edema periorbital; friction rub perikardial;
pembesaran vena leher
Integumen Warna kulit abu-abu mengkilat; kulit kering, bersisik;
pruritus; ekimosis; kuku tipis dan rapuh; rambut tipis
dan kasar
Pernapasan Krekels; sputum kental dan liat; napas dangkal;
pernapasan kussmaul
Gastrointestinal Napas berbau amonia; ulserasi dan perdarahan pada
mulut; anoreksia, mual, muntah; konstipasi dan diare;
perdarahan dari saluran GI
Neurologi Kelemahan dan keletihan; konfusi; disorientasi;
kejang; kelemahan pada tungkai; rasa panas pada
telapak kaki; perubahan perilaku
Muskuluskeletal Kram otot; kekuatan otot hilang; fraktur tulang; foot
drop
Reproduktif Amenore, atrofi testikuler
(Smeltzer & Bare, 2001)
2.4.5 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis
Sesuai dengan karakternya yang progresif, gagal ginjal diklasifikasikan dalam
berbagai tahap dilihat dari laju filtrasi glomerulus atau glomerulus filtration rate
(GFR).
- Nilai GFR 60 atau lebih berada pada rentang normal.
- Nilai GFR kurang dari 60 berarti penyakit ginjal.
- Nilai GFR kurang dari 15 berarti gagal ginjal. (NKDEP, 2013)
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
17
Universitas Indonesia
National Kidney Foundation (NKF) (2010) mengklasifikasikan gagal ginjal ke
dalam lima tahap sebagai berikut:
Tabel 2.3 Tahapan Gagal Ginjal
Tahap Deskripsi GFR
1 Kerusakan ginjal (proteinuria)
dengan nilai GFR normal
>90
2 Kerusakan ginjal dengan penurunan
GFR ringan
60-89
3 Penurunan GFR sedang 30-59
4 Penurunan GFR berat 15-29
5 Gagal ginjal <15
Sumber: NKF, 2010.
2.4.6 Manajemen Gagal ginjal kronik
a. Pembatasan cairan
Asupan cairan yang terlalu bebas pada pasien dengan gagal ginjal dapat
menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edema, dan intoksitasi cairan.
- Biasanya cairan yang diperbolehkan pada pasien dengan gagal ginjal kronik
adalah 500-600 mL dalam 24 jam (Smeltzer & Bare, 2001).
- Aturan umum untuk asupan cairan adalah keluaran urin dalam 24 jam
ditambah 500 mL mencerminkan kehilangan cairan yang tidak disadari
(Price & Wilson, 2005).
- Kebutuhan yang diperbolehkan pada pasien yang mendapat transfusi
(anefrik) adalah 800 mL/hari (Price & Wilson, 2005).
b. Pembatasan diet: konsumsi garam, protein, fosfat, dan kalium.
(1) Konsumsi garam 1-2 gr / hari setara dengan 2/3 sendok teh
- membaca setiap label makanan untuk mengetahui kandungan natrium
- menghindari makanan siap saji, makanan kaleng, dan makanan yang
dibekukan
- memasak makanan tanpa garam
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
18
Universitas Indonesia
(2) Diit rendah protein
Diit rendah protein pada pasien GGK bertujuan untuk mencegah
penumpukan sisa metabolisme protein dalam darah. Konsumsi protein 0,6
gr/kgBB/hari untuk pasien gagal ginjal berat pradialisis. Konsumsi protein
1 gr/kgBB/hari untuk pasien yang melakukan dialisis secara teratur.
Protein yang dikonsumsi harus memiliki nilai biologis tinggi (mengandung
asam amino esensial lengkap) seperti daging, susu, telur, ayam, ikan.
Pasien dianjurkan pemasukan kalori tinggi dari karbohidrat (jika tidak ada
Diabetes Melitus) (Price & Wilson, 2005; Smeltzer & Bare, 2001).
(3) Pembatasan konsumsi fosfat
Tujuannya untuk mencegah penyakit tulang akibat kelebihan fosfat dalam
darah. Makanan yang mengandung tinggi fosfat antara lain kacang-
kacangan dan produk susu. Diet rendah protein biasanya secara sekaligus
meliputi diet rendah fosfat.
(4) Pembatasan konsumsi kalium
Tujuannya mencegah hiperkalemia yang dapat mengakibatkan aritmia
jantung. Makanan tinggi kalium antara lain alpukat, pisang, kiwi, dan
melon.
c. Pencegahan cidera/perdarahan
Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan peningkatan risiko perdarahan, karena
itu pasien perlu melakukan pencegahan perdarahan dengan: menggunakan sikat
gigi halus; menghindari konstipasi; menghindari menghembus hidung dengan
keras; menghindari latihan keras/olahraga kontak (Doengoes, Moorhouse,
Geissler, 1999).
d. Aktivitas
Aktivitas rutin sesuai kemampuan dapat dilakukan oleh penderita gagal ginjal.
Aktivitas membantu mempertahankan tonus otot dan rentang gerak sendi,
menurunkan risiko sehubungan dengan imobilisasi (termasuk demineralisasi
tulang) dan mencegah kelemahan (Doengoes, Moorhouse, Geissler, 1999).
e. Penanganan anemia
Anemia terjadi karena penurunan produksi hormon eritropoetin untuk
pembentukan sel darah merah. Terapi epogen (eritropoetin manusia
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
19
Universitas Indonesia
rekombinan) diberikan secara intravena atau subkutan 2-3 kali seminggu.
Pasien dengan GGK mendapat suplemen besi dan asam folat. Transfusi darah
untuk pasien yang membutuhkan koreksi segera.
f. Medikasi
Pasien dengan GGK dianjurkan membaca semua label produk (obat, makanan,
suplemen) yang dikonsumsi. Pasien juga dilarang mengkonsumsi suplemen
atau obat tanpa konsultasi pada petugas medis.
g. Hemodialisa
Hemodialisis membersihkan dan menyaring darah menggunakan mesin untuk
sementara membersihkan tubuh dari limbah berbahaya, kelebihan garam, dan
kelebihan cairan. Hemodialisis membantu mengontrol tekanan darah dan
membantu tubuh menjaga keseimbangan bahan kimia penting seperti kalium,
natrium, kalsium, dan bikarbonat.
2.4.7 Komplikasi Gagal Ginjal Kronis
Komplikasi dari GGK menurut Smeltzer & Bare (2001) adalah hiperkalemia;
perikarditis, efusi perikardial, dan tamponade jantung; hipertensi; anemia; dan
penyakit tulang. Hiperkalemia terjadi akibat penurunan ekskresi, asidosis
metabolik, katabolisme, dan masukan diet berlebih. Perikarditis, efusi perikardial,
dan tamponade jantung terjadi akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis
yang tidak adekuat. Hipertensi terjadi akibat retensi cairan dan natrium serta
malfungsi sistem renin-angiotensin-aldosteron. Anemia terjadi akibat penurunan
eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan gastrointestinal
akibat iritasi oleh toksin, dan kehilangan darah selama hemodialisis. Penyakit
tulang serta kalsifikasi metastatik terjadi akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal, dan peningkatan kadar
alumunium (Smeltzer & Bare, 2001).
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
20
Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KASUS KELOLAAN UTAMA
Gambaran Kasus:
Tn. B (34 tahun) di rawat di lantai 5 selatan di kamar 524 pada tanggal 23 Mei
2014. Pasien masuk dari IGD sejak tanggal 23 mei 2014. Datang dengan keluhan
tidak dapat BAK sejak 2 minggu, perut membesar, sejak kurang lebih 4-5 bulan
klien mengatakan BAK sedikit-sedikit, warna seperti teh, kemudian bertahap
seluruh badan membengkak mulai wajah, lengan, perut sampai dengan kekaki
terutama kaki sebelah kiri. Klien mengeluh mual, muntah, kulit kering terasa
gatal-gatal dan bibir pecah-pecah. Klien mengatakan dibawa ke rumah sakit
karena sulit bernapas dan tidak mau makan. Sebelumnya klien memiliki riwayat
penyakit tumor di anus kurang lebih 1 tahun sudah di bawa kerumah sakit, tetapi
klien menolak untuk dilakukan operasi pengangkatan tumor karena takut di buat
anus buatan. Pada akhirnya klien memutuskan untuk melakukan pengobatan
tradisional dengan menkonsumsi obat-obat tradisonal seperti jamu-jamuan dan
racikan obat tradisonal kurang lebih 1 tahun, klien memiliki kebiasaan sejak kecil
sering mengkonsumsi mie instan sampai dengan dewasa.
3.1. PENGKAJIAN
Pengkajian secara lengkap diperolah praktikan selama dua hari, pada tanggal 26
Mei 2014. Adapun hasil pengkajian tersebut adalah sebagai berikut:
a. Aktivitas/istirahat
Tn. B sebelum sakit bekerja sebagai buruh pembuat jok sofa. Sudah kurang lebih
1 tahun klien mengatakan hanya dirumah saja karena tidak bisa beraktivitas
karena badannya tidak kuat untuk bekerja di karenakan lemas, pusing dan tidak
kuat untuk berjalan karena sesak bila berjalan terlalu jauh. Klien mengatakan
lebih suka beraktivitas daripada hanya diam tidak melakukan apa-apa.klien
mengatakan sulit lebih suka beraktivitas daripada hanya diam tidak melakukan
apa-apa. Untuk beristirahat, sering terbangun pada saat tidur karena sesak. Tn B
biasa beristirahat hanya pada malam hari dari pukul 21.00 atau 22.00 hingga
03.00 WIB. Ia mengatakan tidak biasa tidur siang. Saat pengkajian, Tn. B
20
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
21
Universitas Indonesia
mengeluh tidak bisa tidur karena merasa lemas, pusing, dan berat ditengkuk. Tn B
1 tahun sudah tidak bekerja hanya dirumah saja. Ia mengetahui bahwa ia tidak
dapat beraktivitas berat, jika merasa lemas ia akan beristirahat sebentar. Ia
mengatakan bahwa lebih suka beraktivitas daripada hanya diam tidak melakukan
apa-apa. Sesak (+) pada posisi supine, sesak berkurang pada posisi semi fowler.
Kesadaran compos mentis. Massa/tonus otot: sebanding, postur: tegap, rentang
gerak: sempurna, tremor (-), deformitas (-), kekuatan otot sama pada keempat
ekstremitas.
b. Sirkulasi
Tn. B mengatakan tidak memiliki riwayat hipertensi, riwayat penyakit jantung (-)
ada edema pada keempat ekstremitas, batuk (+), perubahan jumlah urin (+). TD:
160/90 mmHg, N: 95x/menit, RR: 26x/menit, S: 36,5oC. BJ I dan II normal,
teratur, kuat; murmur (-), gallop (-), DVJ (-), CRT < 3 detik, konjugtiva pucat,
sklera tidak ikterik, membran mukosa kering, akral teraba dingin, warna pink
normal.
c. Integritas ego
Tn. B mengatakan bahwa ia adalah orang yang aktif. Sehari-hari ia bekerja
sebagai pembuat jok sofa. Ia orang mudah bergaul dan senang berkumpul dan
mengikuti kegiatan yang ada di lingkungan tempat tinggalnya. Klien mengatakan
tidak senang berdiam diri dirumah, klien senang berolah raga sepak bola, sebelum
sakit klien sering mengikuti latihan sepak bola yang ada didekat tempat
tinggalnya. Tetapi sejak kurang lebih 1 tahun , sejak di vonis terkena tumor anus
klien hanya bisa beraktivitas di sekitar rumahnya karena badannya lemas dan
pusing . klien sebelumnya tidak mengetahui bahwa ginjalnya bermasalah dan
harus cuci darah. Tn B beragama Islam dan terlihat berdoa selama di rawat. Tn. B
mengatakan semenjak di vonis tumor anus dan menolak operasi klien mengatakan
mengkonsumsi obat-obat tradisional yang disarankan oleh orang-orang agar
tumornya mengecil kurang lebih satu tahun mengkonsumsi obat tradisional yang
berganti-ganti yang pada akhirnya kurang lebih 4-5 bulan kencingnya berkurang
dan 2 minggu sebelum masuk rumah sakit kencingnya benar-baner sedikit dan
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
22
Universitas Indonesia
badan mulai dari wajah sampai kaki bengkak, dan akhirnya terdiagnosa gagal
ginjal Stage V dan harus cuci darah. Selama di rawat seluruh biaya pengobatan di
tanggung oleh jamkesda. Tn. B mengatakan belum mendapat informasi terkait
pembatasan cairan, garam, dan diit pada gagal ginjal kronis. Tn. B mengatakan
ingin segera pulang dan kangen kedua anaknya yang dititip di adiknya, klien juga
mengatakan sudah bercerai dengan istrinya semenjak klien sakit-sakit. Klien
pasrah bahwa penyakitnya adalah ujian dari Tuhan. Tn B tenang dan kooperatif
saat berkomunikasi. Sesekali ia terlihat tidak nyaman karena sulit tidur, mual, dan
pusing.
d. Eliminasi
Pola BAB diare, tidak terasa di pampers, karakter feses cair berhampas, riwayat
perdarahan (+), hemeroid (-), pola BAK 3-4x/hari (sebelum masuk rumah sakit),
saat ini terpasang kateter urin, produksi (+) tanggal 26-05-2014 urine 200
cc/24jam setelah HD, karakteristik: kuning. Abdomen: nyeri tekan (-), massa (-),
bising usus (+), kandung kemih teraba lunak.
e. Makanan/cairan
Tn.B makan 3 kali sehari dan menghabiskan porsinya, namun saat ini klien
mengeluh mual, dan muntah; tidak mau menghabiskan makanannya; hanya makan
2-3 sendok; nafsu makan berkurang; mulut terasa pahit dan klien mengatakan
minum dibatasi hanya se botol minuman mineral 600 cc. Diet ginjal 1700
kkal/hari, protein 48 gr, tampak mual, edema wajah lengan, perut, dan ekstremitas
bawah grade 3+ terutama kaki kiri, kaki kanan grade 1+, TB: 165 cm, BB: 58 kg;
turgor kulit elastis; membran mukosa kering; ada asites; bising usus (+);.
Biokimia: Hb : 6,4 g/dl, leukosit : 6,8 ribu/ul, ureum 432, creatinin : 364. Fisik
klinik : Keadaan umum tampak sakit sedang, klien lebih sering berbaring ditempat
tidur, TD 160/90 mmHg, Nadi : 95 x/menit S: 37,5 oC, mukosa bibir kering, bibir
pecah-pecah.
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
23
Universitas Indonesia
f. Higiene
Aktivitas sehari-hari saat ini dibantu perawat dan keluarga untuk mandi, toileting,
berpakaian, makan. Waktu mandi yang diinginkan adalah pagi dan sore. Klien
mengatakan kulit gatal-gatal dan kering, klien mengatakan bila kekamar mandi
pusing. Penampilan umum bersih; cara berpakaian sesuai; bau badan (-); kondisi
kulit kepala berminyak; kutu (-), kulit dampak kering, klien tampak mengaruk-
garuk.
g. Neurosensori
Pusing (+), sakit kepala (+) di bagian tengkuk, kesemutan (+), riwayat stroke (-),
gangguan penglihatan (-), gangguan pendengaran (-). Orientasi waktu, tempat,
dan orang baik; kesadaran compos mentis; kooperatif; memori saat ini dan yang
lalu jelas.
h. Nyeri/ketidaknyamanan
Lokasi di kaki kiri daerah pedis yang bengkak, intensitas 4, frekuensi terus
menerus, tidak menjalar. Tn. B mengerutkan muka bila alih posisi kaki
i. Pernapasan
Sesak (+); terpasang O2 4 lt/menit nasal kanul. Batuk (+) tidak produktif; RR:
26x/menit; penggunaan otot (-); ronchi -/-; sianosis (-).
j. Keamanan
Alergi(-), riwayat transfusi (-). Rencana tranfusi PRC 500 cc on HD ke-2,
integritas kulit: kulit kering, edema, pruritus (+), tampak mengaruk-garuk, hasil
fosfor : 10.20 ( 2.40-5.10 ) hiperfosfotemia
k. Seksualitas
Gejala (subjektif)
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
24
Universitas Indonesia
l. Interaksi sosial
Status perkawinan cerai hidup dengan ibu dan kedua anaknya dan adik kandung,
peran sebagai ayah dari kedua anaknya. Tn B mengatakan bahwa ibu dan adiknya
sudah menganjurkan untuk berobat kerumah sakit klien selalu menolak dan takut.
Keputusan diambil oleh dirinya sendiri; tidak ada hambatan dalam
berkomunikasi. Bicara jelas, pola bicara normal dapat dimengerti; komunikasi
dengan petugas kesehatan dan keluarga bersifat dua arah, kooperatif; interaksi
dengan keluarga harmonis.
m. Penyuluhan/pembelajaran
Bahasa dominan bahasa Indonesia; dapat membaca; pendidikan SLTP;
keyakinan/kesehatan dilakukan: Tn. B mengatakan merasa terpukul saat
didiagnosa gagal ginjal. Ia pasrah terhadap semua tindakan yang akan
dilakukabaik untuk kesembuhan Tn B mengatakan bahwa saat ini ia hanya
memasrahkan kondisinya kepada Tuhan. Tn. B mengatakan ia tidak mau terlihat
lemah dan sakit di hadapan keluarganya, sebisa mungkin ia akan melakukan
aktivitas dan gaya hidup seperti orang sehat kecuali jika tubuhnya sudah tidak
sanggup. Tn. B belum mengetahui tentang penyakitnya, dan pengobatannya.
Obat-obatan :
B12 3x50 (oral) CaCo3 3x500 (oral)
Asam Folat 1x15 gr (oral) Ambroxol 3x15 ml
Bicnat 3x 500 (oral) paracetamol 3x500 mg
Lasix injeksi 2x2 Ampul
Diagnosa masuk HCU perdokter: syok CKD st.V on HD, suspec Ca. Recti.
Harapan pasien terhadap perawatan: Tn. B mengatakan ingin merasa sehat
kembali seperti sebelumnya dirawat, pusing dan mual bisa hilang. Riwayat
keluhan terakhir: pusing dan mual muntah.
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
25
Universitas Indonesia
n. Hasil pemeriksaan penunjang (26-05-2013)
Tabel 3.1 Hasil Laboratorium
Hematologi Analisa Gas Darah
Hemoglobin 6,4 gr/dl ↓ pH 7.386 N↓
Hematokrit 20% ↓ PCO2 29.6 mmHg ↓
Lekosit 6,8 ribu/ul N PO2 155.5 mmHg ↑
Trombosit 467 ribu/ul N BP 752.0 mmHg -
Eritrosit 2.93 juta/ul ↓ HCO3 17.4 mmol/L ↓
Kimia Klinik O2
Saturasi
99.0% N
Fungsi Hati:
SGOT
SGPT
11 U/l
6 U/l
↑
↑
Base
Excess
Total
CO2
- 6.2 mmol/L
18.3 mmol/L
↓
↓
Elektrolit Darah
Fungsi Ginjal:
Ureum darah
Kreatinin darah
424 mg/dl
34.9 mg/dl
↑
↑
Natrium (darah)
Kalium (darah)
Klorida (darah)
135 mmol/l
4.58 mmol/l
85 mmol/l
N
N
↓
Diabetes
GDS 102 mg/dl ↓
Pemeriksaan penunjang :
USG Abdomen tanggal 28-05-2014
Hepar : ukuran dan bentuk normal. Permukaan reguler, tepi tajam echostruktur
parenhim homogen normal. Sistem bilier tak melebar, V porta dan V
hepatika baik. Tak tampak massa ( SOL ) atau multple nodul
K.E : ukuran danbentuk normal. Dinding tak menebal. Tak tampak lesi
hyperechoik dengan PAS ( + ), sludge ( - ).
Pankreas : besar dan bentuk dalam batas normal. Tak tampak kelainan
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
26
Universitas Indonesia
Lien : besar dan berbentuk normal, homogen tak tampak massa ( SOL )atau
multiple nodul
Aortae : kaliber normal, tak tampak pembesaran Kgb paraaortae
Kedua ginjal :
Ginjal kanan ukuran +/- 14,3 x 7,2 cm, ginjal kiri +/- 11,8 x 6,5 cm, dinding rata,
sistem pelviccalyces kedua ginjal dankedua ureter yang dapattervisualisasi
melebar. Tebal cortex ginjal kanan +/-1,6 cm, kiri +/-1,2 cm, echostruktur cortex
meningkat. Tak tampak lesi hyperecholik dengan PAS ( + ).
Buli-buli : belum terisi , tak dinilai.
Rectum : curiga pembesaran dinding rectum
Kesan : - hydronephrosis bilateral den hydroureter bilateral
- Buli belum terisi ( tak dinilai )
- Hepar dan lien dalam batas normal, tak tampak massa atau
multiple nodul
- KE, pankreas dan lien dalam batas normal.
-
3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan analisis data, maka ada 4 diagnosa keperawatan yang ditegakkan
dengan prioritas diagnosa keperawatan sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan : lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan haluaran urine, retensi cairan dan natrium
2. Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake kurang/pembatasan diet.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatique, anemia,
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi toksin
dalam kulit
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
27
Universitas Indonesia
3.3. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Evaluasi Rencana Tindakan Rasional
Kelebihan volume cairan
lebih dari kebutuhan b.d
penurunan haluaran
urine,retensi cairan dan
natrium
Data Subjektif
Klien mengatakan 3-4
bulan buang air kecil
sedikit-sedikit, dan 2
minggu sebelum masuk
Rs sampai sekarang
BAK tidak bisa.
Klien mengatakan
seluruh tubuhmya
bengkak, terutama kaki
kirinya.
Data Objektif
Tanggal 25-05-2014
urine 200 cc mulai jam
02.00 sampai 14.00
Tanggal 26-05-2014
Anuria
Edema ekstremitas kaki
kiri derajat 3+,kaki
Kelebihan volume cairan
teratasi setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 6 x 24 jam
Kriteria Hasil:
Menunjukkan haluaran
urin yang baik
BJ urin mendekati
normal (1,015)
Volume urin normal
BB stabil
Tanda-tanda vital
dalam batas normal:
TD tidak lebih dari
150/100 mmHg
RR 16-20 x/menit
Nadi 60-80 x/menit
Tidak ada edema
Hasil laboratorium
mendekati normal
Awasi denyut jantung,TD,dan
CVP.
Catat pemasukan dan
pengeluaran akurat. Ukur
kehilangan GI dan perkirakan
kehilangan tak kasat mata,
contoh berkeringat.
Awasi berat jenis urin.
Takikardia dan hipertensi terjadi karena
(1) kegagalan ginjal untuk
mengeluarkan urine, (2) pembatasan
cairan berlebihan selama mengobati
hipovolemia/hipotensi atau perubahan
fase oliguria gagal ginjal, dan/atau (3)
perubahan pada sistem renin-
angiotensin. Catatan : Pengawasan
invasif diperlukan untuk mengkaji
volume intravaskular, khususnya pada
pasien dengan fungsi jantung buruk.
Perlu untuk menentukan fungsi ginjal,
kebutuhan penggantian cairan, dan
penurunan risiko kelebihan cairan.
Mengukur kemampuan ginjal untuk
mengkonsentrasikan urine. Berat jenis
biasanya sama/kurang dari 1,010
menunjukan kehilangan kemampuan
untuk memekatkan urine.
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
28
Universitas Indonesia
kanan derajat 1+.
Gagal ginjal stage 5,
dengan GFR 2.44
Hasil lab : Hb: 6.4 g/dl,
Ht : 20, ureum : 432,
kreatinin : 36.4
Tanda-tanda vital
TD : 160/90 mmHg,
Nadi : 95 x/menit
Rencanakan penggantian cairan
pada pasien, dalam pembatasan
multipel. Berikan minuman
yang disukai sepanjang 24 jam.
Berikan bervariasi contoh
panas, dingin, beku.
Timbang berat badan tiap hari
dengan alat dan pakaian yang
sama.
Kaji kulit, wajah, area
tergantung untuk edema.
Evaluasi derajat edema (pada
skala +1 sampai +4)
Auskultasi paru dan bunyi
jantung
Kaji tingkat kesadaran : selidiki
perubahan mental dan adanya
gelisah.
Membantu menghindari periode tanpa
cairan, minimalkan kebosanan pilihan
yang terbatas dan menurunkan rasa
kekurangan dan haus.
Penimbangan berat badan harian adalah
pengawasan status cairan terbaik.
Peningkatanberat badan lebih dari 0,5
kg/hari diduga ada retensi cairan.
Edema terjadi terutama pada jaringan
yang tergantung pada tubuh, contohnya
tangan, kaki, areal lumbo sakral. BB
pasien dapat meningkat sampai 4,5 kg
cairan sebelum edema pitting terdeteksi.
Edema periorbital dapat menunjukan
tanda perpindahan cairan ini, karena
jaringan rapuh ini mudah terdistensi oleh
akumulasi cairan walaupun minimal.
Kelebihan cairan dapat menimbulkan
edema paru dan gagal jantung kongestif
dibuktikan oleh terjadinya bunyi napas
tambahan, bunyi jantung ekstra.
Dapat menujukan perpindahan cairan,
akumulasi toksin, asidosis,
ketidakseimbangan elektrolit, atau
terjadinya hipoksia.
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
29
Universitas Indonesia
Kolaborasi untuk pemeriksaan
laboratorium: BUN, Kreatinin,
natrium dan kreatinin urine
Natrium serum
Kalium serum
Hb/Ht.
Kolaborasi untuk pembatasan
cairan
Kreatinin adalah indikator yang
menunjukkan fungsi ginjal
Hiponatremia dapat diakibatkan dari
kelebihan cairan atau ketidakmampuan
ginjal untuk menyimpan natrium.
Hipernatremia menunjukkan defisit
cairan tubuh total
Kekurangan ekskresi ginjal dan/atau
retensi selektif kalium untuk
mengekskresikan kelebihan ion hidrogen
(memperbaiki asidosis) menimbulkan
hiperkalemia.
Penurunan nilai dapat menunjukkan
hipervolemia, namun selama gagal lama
anemia sering terjadi sebagai akibat
kehilangan atau penurunan produksi
SDM.
Pembatasan cairan akan menentukan
berat tubuh ideal, haluaran urin, dan
respon terhadap terapi.
Risiko ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh b.d
intake kurang/pembatasan
diet
Perubahan nutrisi teratasi
setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 5 x
24 jam
Kaji/ catat pemasukan diet.
Membantu dalam mengidentivikasi
defisiensi dan kebutuhan diet.Kondisi
fisik umum, gejala uremik (contoh mual,
anoreksia, gangguan rasa) dan
pembatsan diet mempengaruhi
pemasukan makanan.
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
30
Universitas Indonesia
Data Subjektif
Klien mengeluhkan
mual, muntah
Klien mengeluh tidak
nafsu makan:
menghabiskan 2-3
sendok sekali makan
Klien mengeluh mulut
terasa pahit, bibir pecah-
pecah
Klien mengatakan badan
terasa lemas
Data Objektif
GDS: 95 mg/dl
(25/05/2013), 102 mg/dl
(26/05/2013)
Hb: 6,4 gr/dl
(26/05/2013),
BB/TB: 58kg/165cm,
IMT = 18,35 (normal)
Konjungtiva pucat
Mukosa kering, bibir
pecah-pecah
Abdomen tampak
tegang, asites
Kriteria Hasil:
Klien melaporkan
peningkatan nafsu
makan
Menunjukkan adanya
BB yang stabil
Klien menjalani diet
yang sesuai
Beri makanan sedikit tapi
sering.
Berikan pasien dftar makanan
atau cairan yang dibolehkan dan
libatkan pasien dalam pemilihan
menu
Timbang berat badan tiap hari.
Jelaskan pembatasan diet dan
hubungannya dengan penyakit
ginjal.
Ciptakan lingkungan yang
menyenangkan pada waktu
makan.
Kolaborasi dengan ahli gizi
dalam pemberian diet.
Anjurkan camilan tinggi kalori,
rendah protein, rendah natrium
diantara waktu makan.
Tingkatkan masukan protein
yang mengandung nilai biologis
tinggi: telur, susu, daging.
Meminimalkan anoreksia dan mual
sehubungan dengan status uremik.
Memberi kesempatan pada pasien untuk
mengontrol pembatasan diet. Pemilihan
menu mekenen dapat meningkatkan
napsu makan.
Untuk memantau status cairan dan
nutrisi.
Meningkatkan pemahaman pasien
tentang hubungan antara diet dengan
penykit ginjal.
Menghilangkan anoreksia.
Menentukan kalori individu dan
kebutuhan nutrisi.
Mengurangi makanan dan protein yang
dibatasi dan menyediakan kalori untuk
energi.
Protein lengkap diberikan untuk
mencapai keseimbangan nitrogen yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan
penyembuhan.
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
31
Universitas Indonesia
Intoleransi aktivitas b.d
fatique, anemia.
Data Subjektif
Klien mengatakan badan
lemas, kepala pusing
Keluarga mengatakan
kebutuhan seperti
mandi, buang air besar
dibantu
Klien mengatakan tidak
kuat untuk berjalan,
berdiri hanya sebentar
Data Objektif
Klien tampak lemas
Klien tampak bedrest,
aktivitas di tempat tidur
Terpasang O2 nasal 4
L/menit
Konjuctiva Anemis Hb.
6.4 g/dl
Edema (+) ekstremitas
bawah kaki kiri derajat
3+
Intoleransi aktivitas
teratasi setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam
Kriteria Hasil:
Berpartisipasi pada
aktifitas yang
diinginkan, memenuhi
kebutuhan perawatan
diri sendiri
Mencapai peningkatan
toleransi aktivitas yang
dapat diukur,
dibuktikan oleh
menurunnya
kelemahan, dan
kelelahan.
Tanda vital dalam batas
normal selama aktivitas
Kaji faktor yang menimbulkan
keletihan seperti anemia,
ketidak seimbangan cairan dan
elektrolit, retensi produk
sampah, depresi.
Kaji kemampuan untuk
berpartisipasi pada aktifitas
yang diinginkan/dibutuhkan.
Tingkatkan kemandirian dalam
aktivitas perawatan diri yang
dapat ditoleransi, bantu jika
keletihan terjadi.
Anjurkan aktivitas alternatif
sambil istirahat.
Lakukan latihan PMR (
progressive muscle relaxation )
Awasi kadar elektrolit termasuk
kalsium, magnesium, dan
kalium.
Menyediakan informasi tentang indikasi
tingkat keletihan.
Mengidentifikasi kebutuhan individu
dan membantu pemilihan interfensi.
Meningkatkan aktivitas ringan/ sedang
dan memperbaiki harga diri.
Mendorong latihan dan aktivitas dalam
batas-batas yang dapat ditoleransi.
Memanipulasi hipotalamus melalui
pemusatan pikiran untuk memperkuat
sikap positif sehingga rangsangan stress
terhadap hipotalamus berkurang
Ketidak seimbangan dapat mengganggu
fungsi neuromuskuler yang memerlukan
peningkatan penggunaan energi untuk
menyelesaikan tugas.
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
32
Universitas Indonesia
Resiko kerusakan
integritas kulit b.d
akumulasi toksin dalam
kulit
Data Subjektif
Klien mengatakan badan
gatal-gatal
Klien mengatakan kulit
kering dan bengkak-
bengkak
Data Objektif
Kulit tampak kering
Klien tampak mengaruk-
garuk kulitnya
Edema (+)
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam
integritas kulit membaik
Kriteria Hasil:
Klien dapat
memperttahankan kulit
utuh
Klien/keluarga
menunjukkan perilaku
untuk mencegah
kerusakan/cedera kulit
Inspeksi kulit terhadap
perubahan warna, turgor,
vaskularisasi.
Pantau masukan cairan dan
hidrasi kulit dan membrane
mukosa.
Inspeksi area yang tergantung
terhadap edema.
Berikan perawatan kulit, batasi
penggunaan sabun salep atau
krim.
Pertahankan linen kering, bebas
kerutan, selidiki keluhan gatal.
Anjurkan menggunakan pakaian
katun longgar.
Menandakan area sirkulasi
buruk/kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan
decubitus/infeksi
Mendeteksi adanya dehidrasi atau
hidrasi berlebihan yang mempengaruhi
sirkulasi dan integritas jaringan pada
tingkat sel
Jaringan edema lebih cenderung
rusak/robek
Soda kue, mandi dengan tepung
menurunkan gatal-gatal dan mengurangi
pengeringan dari pada sabun
Menurunkaniritasi dermal dan resiko
kerusakan kulit meskipun dialisi
mengalami masalah kulit yang
berkenaan dengan uremik, gatal dapat
terjadi karena kulit adalah rute ekskresi
untuk produk sisa.
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
33
33 Universitas Indonesia
Tabel 3.4 Catatan Perkembangan
Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi (SOAP)
27-05-14 Kelebihan volume cairan
lebih dari kebutuhan b.d
penurunan haluaran
urine,retensi cairan dan
natrium
- Mengukur dan mengobservasi
tand-tanda vital
- Mencatat pemasukan dan
pengeluaran cairan urine
- Menimbang berat badan
- Mengevaluasi derajat edema
- Memberikan therapi lasix
40mg 2 ampul diberikan
intravena
S: klien mengatakan badan masih bengkak
terutama daerah kaki
Klien mengatakan air kencing tidak keluar
O: - edema daerah wajah,lengan
-edema derajat 3+ kaki kiri dan derajat 1+ kaki
kanan.
- BAK anuria
- intake 500 cc, out put urine (-)
A: masalah belum teratasi
P:
- Observasi tanda-tanda vital
- Ukur intake output
- Evaluasi derajat edema
- Beri therapi sesuai program.
- Monitor hasil laboratorium
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
34
Universitas Indonesia
Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi (SOAP)
Risiko ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh b.d intake
kurang/pembatasan diet
- menghitung kebutuhan kalori
pasien
- mencatat pemasukan diit
- memberikan makan sedikit tapi
sering
- membantu pasien melakukan
oral higiene: menggosok gigi
- Kolaborasi tim gizi: diit 1700 kal
- kolaborasi pemberian
ondansentron 8 mg (iv), CaCO3,
vitamin B12 (oral)
S: klien mengeluh mual, dan muntah 1 kali.
O: Kebutuhan kalori pasien:
BBI =90 % (TB – 100) x 1kg
=90 % (165-100) x 1 kg
= 90% x 65 x 1 kg = 58,5 kg
Kebutuhan basal:
L = 30 x BBI
= 30 x 58,5 = 1755 kalori
GDS: 102 mg/dl
A: masalah belum teratasi
P: mencatat pemasukan diit, periksa
Intoleransi aktivitas b.d
fatique, anemia
- mengkaji faktor yang
menimbulkan keletihan, anemia
- mengkaji kemampuan untuk
berpartisipasi pada aktivitas yang
di butuhkan
- bantu klien memenuhi kebutuhan
sehari-hari
- mengambil sample darah untuk
persiapan transfusi PRC 500cc
S: klien mengatakan kepala pusing, bila bangun
dari temapt tidur, dan lemas bila berdiri
O: - klien tampak bedrest,aktifitas hanya di tempat
tidur
-konjuctiva anemis
- Hb : 6.4 gl/dl
- transfusi PRC on HD 500cc
A: Masalah belum teratasi
P: - bantu klien memenuhi kebutuhannya
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
35
Universitas Indonesia
Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi (SOAP)
- evaluasi aktivitas sesuai toleransi
- evaluasi laboratorium Hb post transfusi
28-05-14 Kelebihan volume cairan
lebih dari kebutuhan b.d
penurunan haluaran
urine,retensi cairan dan
natrium
- mengukur tanda-tanda vital
- mengukur intake output
- menimbang berat badan
- mengevaluasi derajat edema
- menghitung kebuthan cairan
- mengevaluasi hasil laboratorium
S: klien mengatakan badan masih bengkak dan
urine tidak keluar
O: - edema derajat 3+ kaki kiri, kaki kanan derajat
1+, wajah tampak bengkak, abdomen tampak
tegang
- BAK Anuria
- Tanda-tanda vital TD: 150/90 mmHg, N : 92
x/menit
- Hasil lab post haemodialisa ureum 231, kreatinin
20.8
A: masalah belum teratasi
P:
- Observasi tanda-tanda vital
- Ukur intake out put
- Timbang berat badan
- Evaluasi derajat oedema
- Beri therapi sesuai program diuretik Lasix 40
mg 2 x2 ampul
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
36
Universitas Indonesia
Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi (SOAP)
Risiko ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh b.d intake
kurang/pembatasan diet
- menghitung kebutuhan kalori
pasien
- mencatat pemasukan diit
- memberikan makan sedikit tapi
sering
- membantu pasien melakukan
oral higiene: menggosok gigi
- menganjurkan pasien minum teh
manis
- kolaborasi pemberian
ondansentron 8 mg (iv), CaCO3,
vitamin B12 (oral)
S: klien mengeluh mual, dan muntah 1 kali, makan
hanya 8 sendok setiap kali makan.
O: jumlah asupan: makanan + 500 kal,
- mukosa mulut kering, bibir pecah-pecah
- tampak mual
- abdomen tampak tegang
- bising usus 9 x/menit
A: masalah belum teratasi
P: mencatat pemasukan diit
Resiko kerusakan integritas
kulit b.d akumulasi toksin
dalam kulit, edema
- menginfeksi kulit terhadap
perubahan warna, turgor,
vaskular, perhatiakan kemerahan,
ekskoriasi, dan derajat edema
- menganjurkan klien untuk ubah
posisi
- mengajarkan klien dan keluarga
S: klien mengatakan kulit gatal dan kering
O: - kulit tampak kering
- klien tampak mengaruk
- edema derajat 3+
- lecet/luka (-)
A: Masalah belum teratasi
P: - infeksi perubahan warna kulit
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
37
Universitas Indonesia
Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi (SOAP)
untuk memberikan lotion dan
melarang untuk mengaruk kulit
yang gatal
- inspeksi area tergantung terhadap edema
- ubah posisi
- ajarkan perawatan kulit
- ajarkan pasien kompres lembab dan dingin
29-05-14 Intoleransi aktivitas b.d
fatique, anemia
- mengukur tanda-tanda vital
persiapan transfusi
- mengantar klien untuk
haemodialisa
- memberikan posisi fowler
- mengevaluasi hasil Lab Hb, dan
ureum, kreatinin Post transfusi
on HD
S: klien mengatakan badan lemas, masih pusing
bila bangun
O: - tanda-tanda vital TD : 150/90 mmHg, N: 92
x/menit
- konjuctiva Anemis
- Hb : 5.4 g/dl
- Aktivitas di tempat tidur
- O2 nasal 4 l/menit
A: masalah teratasi sebagian
P:
- pantau RR, dispnea, suara napas
- evaluasi terapi oksigen
- melanjutkan terapi
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
38
Universitas Indonesia
Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi (SOAP)
Risiko ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh b.d intake
kurang/pembatsan diet
- menghitung kebutuhan kalori
pasien
- mencatat pemasukan diit
- memberikan makan sedikit tapi
sering
- membantu pasien melakukan
oral higiene: menggosok gigi
- Berikan lingkungan yang
nyaman dan relaks untuk makan
- Susun rencana perawatan untuk
mengurangi atau menghilangkan
bau atau prosedur yang membuat
mual sebelum waktu makan
- kolaborasi pemberian
ondansentron 8 mg (iv), CaCO3,
vitamin B12 (oral)
- Kolaborasi pemberian dextrose
5%/12 jam
S: klien mengeluh mual, sudah tidak muntah,
makan hanya 5-6 sendok setiap kali makan,
mengeluh lemas.
O: jumlah asupan: makanan + 1000 kal.
- GDS: 104 mg/dl. Kalium 4,22mmol/l, natrium
143 mmol/l, klorida 96
- mukosa mulut tampak kering, bibir pecah-pecah
- Konjuctiva anemis
- bising usus 10 x/menit
A: masalah belum teratasi
P: - catat intake makanan
- Anjurkan makan sedikit tapi sering
- Timbang berat badan
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
39
Universitas Indonesia
Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi (SOAP)
Kelebihan volume cairan
lebih dari kebutuhan b.d
penurunan haluaran urine
- Mengukur tanda-tanda vital.
- Mengukur intake out put
- Menimbang berat badan
- Mengevaluasi derajat edema
- Mengauskultasi bunyi jantung
paru
S: klien mengatakan tidak keluar air kencing, badan
masih bengkak terutama kaki sebelah kiri
O: - tanda-tanda vital TD : 140/90 mmHg, N :
84x/menit
- BAK anuria
- Edema (+)
- BB : 65 kg
- BJ I – BJ II reguler,murmur (-),
Gallop (-).
- Bunyi paru vesikuler
A: Masalah belum teratasi
P: - ukur intake out put
- Evaluasi derajat edema
- Berikan therapi diuretik sesuai program
30-05-14 Intolerasi aktivitas b.d
anemia
- Membantu klien memenuhi
kebutuhannya, membersikan
BAB
- Mengajarkan teknik PMR (
progressive muscle relaxation )
S: klien mengatakan kepala masih pusing, tidak
kuat berdiri dan jalan, badan terasa lemah
O: - ADL dibantu
- klien tampak mengikuti latihan yang diberikan,
klien tampak rileks
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
40
Universitas Indonesia
Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi (SOAP)
- memberikan posisi fowler
- membatasi kegiatan selama
pusing
- Hb : 5.8 g/dl
A: masalah teratasi
P:
- Evaluasi dan ajarkan teknik PMR
- Evaluasi hasil Lab Hb.
Risiko ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh b.d intake
kurang/pembatasan diet
- menghitung kebutuhan kalori
pasien
- mencatat pemasukan diit
- memberikan makan sedikit tapi
sering
- membantu pasien melakukan
oral higiene: menggosok gigi
- kolaborasi pemberian
ondansentron 8 mg (iv), CaCO3,
vitamin B12 (oral)
S: klien mengeluh mual, sudah tidak muntah,
makan masih sedikit ½ porsi setiap makan
O: jumlah asupan: makanan asupan = 1340 kal.
- Mukosa bibir masih kering, bibir pecah-pecah
- Mual berkurang
A: masalah belum teratasi
P: mencatat pemasukan diit melanjutkan terapi.
Kelebihan volume cairan
lebih dari kebutuhan b.d
penurunan haluaran urine
- Mengukur tanda-tanda vital.
- Mengukur intake out put
- Menimbang berat badan
- Mengevaluasi derajat edema
S: klien mengatakan tidak keluar air kencing,
badan masih bengkak terutama kaki sebelah kiri
O: - tanda-tanda vital TD : 140/90 mmHg, N :
84x/menit
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
41
Universitas Indonesia
Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi (SOAP)
- Mengauskultasi bunyi jantung
paru
- BAK anuria
- Edema (+)
- BB : 65 kg
- BJ I – BJ II reguler,murmur (-),
Gallop (-).
- Bunyi paru vesikuler
A: Masalah belum teratasi
P: - ukur intake out put
- Evaluasi derajat edema
- Berikan therapi diuretik sesuai program
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
42
42 Universitas Indonesia
BAB 4
ANALISIS SITUASI
Bab empat berisi pembahasan yang terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama, yaitu
analisa keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan (KKMP) dengan kasus
kelolaan. Bagian kedua analisa kasus kelolaan. Sedangkan bagian ketiga, yaitu
analisa salah satu intervensi yang diberikan pada kasus kelolaan yaitu discharge
planning progressive muscle relaxation ( PMR ).
4.1. Analisis Masalah Keperawatan Dengan Konsep Terkait KKMP dan
Konsep Kasus Terkait
Masyarakat perkotaan merupakan komunitas yang tinggal di perkotaan. KKMP
yang merupakan suatu metode yang digunakan oleh perawat untuk mencapai
tujuan asuhan keperawatan dan pelayanan pada pasien komunitas. Namun konsep
keperawatan komunitas ini bisa diterapkan di lahan klinik dengan memberikan
asuhan keperawatan sesuai dengan prosedur yang ada dan penyakit yang ada di
masyarakat. Proses keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan bertujuan untuk
mencegah masalah keperawatan masyarakat di daerah perkotaan
Gagal ginjal kronis merupakan salah satu penyakit kronis yang erat kaitannya
dengan perilaku sehat dan gaya hidup penderitanya. Hal tersebut terlihat dari dua
penyebab utama GGK yaitu hipertensi dan diabetes melitus yang merupakan
penyakit degeneratif yang diakibatkan oleh tidak sehatnya pola makan dan
aktivitas. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan WHO (2002) bahwa gaya
hidup yang berkaitan dengan timbulnya penyakit kronis adalah asupan nutrisi dan
aktivitas fisik. WHO juga mengungkapkan bahwa asupan nutrisi dan aktifitas fisik
yang tidak sehat meningkatkan risiko penyakit kronis yang berhubungan dengan
obesitas, diabetes, penyakit kardiovaskuler, kanker, osteporosis, dan penyakit gigi.
Munculnya masalah kesehatan akibat asupan nutrisi dan aktifitas yang tidak sehat
cenderung meningkat pada masyarakat perkotaan. WHO (2010) memaparkan
bahwa kehidupan perkotaan juga cenderung memberikan pengaruh gaya hidup
yang tidak sehat seperti diit yang praktis yang bergantung pada makanan dan
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
43
Universitas Indonesia
minuman olahan, kurang aktivitas, merokok, konsumsi alkohol, dan obat-obatan
lainnya. Gaya hidup tersebut terdapat dalam 10 perilaku yang diidentifikasi
sebagai faktor penentu yang penting dalam kesehatan seseorang yaitu merokok;
nutrisi; penggunaan alkohol; kebiasaan penggunaan obat-obatan; mengendarai
kendaraan bermotor; olahraga; seksualitas dan penggunaan alat kontrasepsi;
hubungan keluarga; modifikasi faktor risiko; koping dan adaptasi (Edelman &
Mandle, 1994, dalam Potter & Perry, 2005).
Keterkaitan gaya hidup atau perilaku sehat seseorang dengan terjadinya masalah
GGK dapat terlihat pada faktor risiko dan penyebab GGK klien yang dikelola oleh
praktikan. Tn. B (34 tahun) menderita GGK kurang lebih 1 tahun terakhir ini
pasien mengkonsumsi obat-obat tradisional yang berganti-ganti yang menurut
pasien dapat menyembuhkan tumor anus yang di deritanya. Makanan cepat saji
dan obat-obat tradisional yang tidak jelas merupakan faktor risiko, dan
memberikan konstribusi terhadap berkembangnya penyakit gagal ginjal kronik.
Asupan nutrisi sebagai gaya hidup yang juga dapat mempengaruhi kesehatan
ginjal adalah konsumsi obat tradisional. Kemenkes RI (2012) menyebutkan bahwa
terdapat 60 item obat tradisional dan suplemen yang mengandung bahan-bahan
kimia yang penggunaannya dalam waktu lama akan mengakibatkan kerusakan
pada ginjal. Penggunaan obat tradisional yang tidak sesuai dan tanpa kejelasan
cara penggunaannya dapat merusak ginjal serta pengunaan obat herbal tanpa
pengawasan ahli herbalis sangat beresiko terhadap angka kejadian gagal ginjal
(Vivekanand Jha, 2010).
Konsumsi makanan dan minuman olahan menjadi isu yang harus diperhatikan
oleh pasien dengan GGK. Makanan dan minuman olahan atau kemasan
mengandung bahan pengawet dengan berbagai jenis garam. Ekowati Rahajeng,
Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, (2013) mengatakan
bahwa konsumsi garam orang Indonesia umumnya sudah jauh dari batasan (2
gr/hari) yaitu mencapai 6-12 gr/hari (Hemawati, 2013). Pada pasien gagal ginjal,
konsumsi garam dibatasi 1-2 gr/ hari (Price & Wilson, 2005). Oleh karena itu,
pasien dianjurkan untuk membaca setiap label makanan untuk mengetahui
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
44
Universitas Indonesia
kandungan natrium dan menghindari makanan siap saji, dan makanan atau
minuman kaleng.
Faktor risiko dan penyebab gagal ginjal kronis yang ditemukan pada klien
kelolaan diakibatkan oleh gaya hidup yang tidak sehat serta pengaruh
perkembangan informasi yang cepat yang membuat masyarakat dengan mudah
memilih alternatif dalam kesehatan tampak berpikir dampak yang ditimbulkan
bila salah memilih alternatif kesehatan tersebut. Perilaku yang tidak sehat
dipengaruhi oleh keyakinan seseorang terhadap kesehatan. Karena keyakinan
terhadap kesehatan biasanya mempengaruhi perilaku sehat, maka keyakinan
tersebut dapat berpengaruh secara positif maupun negatif terhadap tingkat
kesehatan klien (Potter & Perry, 2005). Untuk memahami dan memperkirakan
bagaimana klien akan berperilaku sehubungan dengan kesehatan mereka dan
bagaimana mereka mematuhi terapi kesehatan yang diberikan dapat diterapkan
model keyakinan-kesehatan.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa RSUP Fatmawati Umum Pusat
merupakan rumah sakit yang menjadi rujukan di daerah perkotaan. Maka, pasien
yang di rawat dapat diidentifikasi sesuai dengan konsep at risk dan vulnerable.
Identifikasi ini diperlukan agar perawat dapat menentukan intervensi yang tepat
sesuai dengan latar belakang biopsikososiospiritual pasien. Identidikasi praktikan
terhadap kelima pasien yang dikelola berdasarkan konsep at risk dan vulnerable
terhadap masalah kesehatan GGK adalah sebagai berikut. Pada klien kelolaan Tn.
B memiliki at risk makanan instan dan mengkonsumsi obat-obatan tradisional
yang tidak jelas komposisinya. Klien memiliki risiko masalah kesehatan GGK
dan juga termasuk pada individu yang rentan mengalami masalah kesehatan.
WHO (2010) merekomendasikan tindakan untuk meningkatkan kesehatan dan
lingkungan yang aman bagi masyarakat urban, yaitu perencanaan promosi
kesehatan tentang perilaku sehat dan aman; meningkatkan kesehatan lingkungan
masyarakat urban; melibatkan kebijakan dan pemerintah kota; membangun sarana
yang mudah diakses dan sesuai dengan usia; membangun area perkotaan yang
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
45
Universitas Indonesia
tanggap situasi emergensi dan bencana. Kelima tindakan tersebut dikenal dengan
nama “five calls to action”.
Berdasarkan 5 tindakan untuk meningkatkan masyarakat perkotaan, maka peran
perawat di tatanan rumah sakit adalah melaksanakan tindakan pertama yaitu
perencanaan promosi kesehatan tentang perilaku sehat dan aman. Promosi
kesehatan merupakan proses pemberdayaan masyarakat untuk memelihara,
meningkatkan, dan melindungi kesehatannya, lebih luas dari pendidikan
kesehatan yang juga merupakan bagian di dalamnya. Promosi kesehatan
merupakan upaya perubahan perilaku dan mempengaruhi lingkungan.
(Notoatmodjo, 2007). Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa promosi
kesehatan di fasilitas layanan kesehatan dalam hal ini perawat di ruang rawat
lantai V selatan RSUP Fatmawati mempunyai prinsip-prinsip dasar yaitu:
a. Ditujukan untuk individu yang memerlukan pengobatan dan atau perawatan,
pengunjung, dan keluarga pasien
b. Memberikan pemahaman kepada pasien dan keluarga atas masalah kesehatan
yang diderita pasien
c. Memberdayakan pasien dan keluarga dalam kesehatan
d. Menerapkan “proses belajar” di fasilitas pelayanan kesehatan.
Prinsip –prinsip dasar promosi kesehatan di fasilitas kesehatan tersebut sesuai
dengan model terkini keperawatan komunitas sebagai mitradimana semua
intervensi keperawatan dianggap bersifat preventif dengan memberdayakan pasien
dan keluarga secara maksimal (Anderson & McFarlane, 2006).
Promosi kesehatan pada pasien dengan masalah gagal ginjal kronis merupakan
salah satu bentuk intervensi perawat sebagai pemberian asuhan keperawatan yang
holistik. Rancangan Undang-Undang Keperawatan pada pasal 38 bagian c yang
berbunyi “ tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi:
intervensi/tritmen keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling
kesehatan.” Pendidikan kesehatan pada pasien GGK tahap V termasuk pada
tingkatan preventif sekunder untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dan
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
46
Universitas Indonesia
preventif tersier untuk membatasi kecacatan dan merehabilitasi atau
meningkatkan kemampuan masyarakat semaksimal mungkin.
Pendidikan kesehatan yang diberikan oleh praktikan meliputi dua sub pokok
yaitu: pengetahuan gagal ginjal kronik dan manajemen gagal ginjal kronik (Satuan
Acara Pembelajaran terlampir). Dari sekian manajemen gagal ginjal kronik,
manajemen yang terkait dengan karakteristik kelima pasien yang merupakan
masyarakat perkotaan yaitu; pengontrolan tekanan darah dengan pembatasan
konsumsi garam; dan aktivitas. Hal tersebut terkait dengan karakteristik
masyarakat perkotaan yang cenderung gemar mengonsumsi makanan olahan dan
kurang aktifitas (WHO, 2010).
Gaya hidup masyarakat perkotaan berisiko yang lain adalah kurangnya aktivitas.
Pasien dengan gagal ginjal memiliki keterbatasan dalam melakukan aktifitas
seiring dengan penurunan fungsi ginjalnya. Toleransi terhadap aktifitas pasien
berkurang dipengaruhi oleh peningkatan tekanan darah dan kelebihan volume
cairan yang memperberat kerja jantung, anemia akibat penurunan produksi
eritropoetin, dan kelemahan serta rasa panas pada kaki karena neuropati akibat
kondisi uremik (Doengoes, Moorhouse & Geissler, 1999; Black & Hawks, 2005).
Aktivitas rutin sesuai kemampuan dapat dilakukan oleh penderita gagal ginjal.
Aktivitas membantu mempertahankan tonus otot dan rentang gerak sendi,
menurunkan risiko sehubungan dengan imobilisasi (termasuk demineralisasi
tulang) dan mencegah kelemahan (Doengoes, Moorhouse & Geissler, 1999).
4.2. Analisis Salah Satu Intervensi Dengan Konsep Dan Penelitian Terkait
Sebagai penurunan fungsi ginjal , sistem tubuh di pengaruhi oleh akumulasi
racundalam darah (uremia), (Horigan et al, 2012). Gejala ini biasanya mulai
munculdi tahap 3 penyakit dan semakin memburuk sebagai penurunan ke GGK.
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengeluarkan elektrolit, menyebabkan
ketidak seimbangan elektrolit serum. Seiring dengan peningkatan serum fosfat,
fosfat tambahan mengikat dengan kalsium dan hasilnya penurunan level tubuh.
Kalsium serum merespon dengan menarik kalsium dari tulang untuk
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
47
Universitas Indonesia
mempertahankan kalsium serum yang sesuai (McCarley & Arjomand, 2008).
Demineralisasi tulang, nyeri, dan spontan patah tulang sehingga dapat terjadi
sebagai komplikasi penyakit ginjal.
Kalium serum terus meningkat, bahkan ke tingkat kritis, karena CKD terus.
Hiperkalemia dapat menyebabkan kelemahan otot, peningkatan iritabilitas
neuromuskular dimanifestasikan sebagai kesemutan di jari-jari dan bibir, gelisah,
kram perut, dan diare. Pada tingkat kritis yang tinggi , kalium dapat menyebabkan
perubahan dalam komplek EKG, seringkali dalam bentuk brady arythmias.
Konduksi diperlambat melalui otot jantung, sehingga interval PR yang
berkepanjangan dan pelebaran kompleks QRS, sering mengakibatkan fibrilasi
ventrikel atau kardiac arrest (Putcha & Allon, 2007).
Penurunan fungsi ginjal pada pasien dengan GGK mengakibatkan terjadinya
gangguan ekskretori ginjal. Salah satunya adalah penurunan kemampuan ginjal
membuang zat-zat sisa metabolisme seperti ureum dan kreatinin sehingga
terakumulasi di dalam darah. Akumulasi ureum di dalam darah akan
mempengaruhi berbagai sistem di dalam tubuh termasuk pembentukan darah
merah yang mengakibatkan anemia. Sekresi Erythopoietin dikendalikan oleh
ginjal dan disimpulkan sebagai perkembangan gagal ginjal. Produksi sel darah
merah di sumsum tulang kemudian menurun, mengakibatkan anemia. Selain itu,
sel-sel darah merah yang dihasilkan memiliki kehidupan yang singkat rentang
karena membangun racun dalam darah (Smeltzer & Bare, 2002). Pasien dengan
anemia akan mulai merasakan fatigue/kelelahan jika kadar hemoglobinnya berada
pada 10 gram/L. Hal ini yang mengakibatkan masalah keperawatan intoleransi
aktivitas berhubungan dengan anemia.
Faktor fisiologis yang dapat menimbulkan kelelahan/fatigue pada pasien dengan
CKD diantaranya adalah anemia, malnutrisi, hiperparathyroidsm, inflamasi yang
di munculkan dari proses penyakit gagal ginjal. Faktor fisiologis yang lain dari
dari fatigue yaitu malnutrisi, dapat terjadi pada pasien yang menjalani
haemodialisa akibat dari proses inflamasi (Loccatelli, 2002;Bassola, 2001) yang
dapat mempengaruhi intake makanan karena hilangnya nafsu makan, tidak
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
48
Universitas Indonesia
adekuatnya dialysis dan kondisi uremia yang mempengaruhi endokrin dan
metabolisme insulin sehingga mengurangi anabolisme dan katabolisme protein
(Loccatelli, 2002). Komplikasi lainnya adalah tergangguanya bersihan kreatinin
dan urea (Broscious & Castagnola, 2006). Kreatinin dilepaskan terus menerus dari
otot. GFR menurun, kreatinin serum meningkat nilainya. Kreatinin serum yang
tinggi merupakan indikator disfungsi ginjal. Urea, produksi akhir dari
metabolisme protein, juga meningkat sebagai gagal ginjal.
Dampak yang di timbulkan dari masalah keperawatan yang disebabkan anemia
pada pasien gagal ginjal kronis ada beberapa yaitu cemas, insomnia, gangguan
istirahat tidur dan stress. Untuk mengatasi dampak yang di timbulkan dari
masalah tersebut salah satunya dengan progressive muscle relaxation.
Menurut Gordon, Doyle, & Johansen (2011); Kosmadakis et al (2010) latihan
fisik, penggunaan epoitin, dan L-karnitin infus semuannya telah berhasil
digunakan unuk mengurangi dampak kelelahan/fatigue pada pasien gagal ginjal
kronis yang menerima hemodialisa, yang semuanya dapat berkontribusi untuk
dialisis yang terkait dengan kelelahan/intoleransi aktivitas.
Epoetin digunakan secara teratur untuk memerangi anemia, penyebab umum
dialisis terkait kelelahan/fatigue. Beberapa pasien tidak berespon dengan baik
untuk terapi epoetin. seperti yang ditunjukkan oleh tidak adanya peningkatan nilai
hemoglobin dan hematokrit. Akan tetapi, meningkatkan dosis epoetin untuk
membantu mengurangi anemia, pada pasien ini telah terbukti merugikan , karena
akan meningkatkan resiko mereka untuk kejadian kardiovaskular dan
serebrovaskular (Drueke et al, 2006; Sigh et al. 2006). Oleh karena itu,
penggunaan epoetin mungkin tidak berhasil dalam mengurangi fatigue Pada
semua pasien yang menerima hemodialisis (Horigan, Rocchiccioli, Trimm, 2012).
Intervensi lain untuk mengurangi efek dari fatigue adalah penggunaan L-carnitine
yang penting untuk fungsi otot yang tepat. Pasien yang menerima hemodialisis
terjadi penurunan kadar L-karnitin, dan suplemen L-carnitine telah terbukti efektif
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
49
Universitas Indonesia
dalam mengatasi kelelahan pada pasien dialisis, khususnya pada pasien yang tidak
responsif terhadap terapi epoetin (Lynch et al., 2008). Pada tahun 2006, Neill,
Belan, dan Reid melakukan peninjauan intervensi non farmakologi untuk fatigue,
penulis mengidentifikasi empat kategori utama: olah raga, strategi perilaku,
suplemen gizi, dan pendekatan fisiologis. Para pengulas menyimpulkan bahwa
kinerja olahraga merupakan cara yang efektif mengelola kelelahan. Salah satu
intervensi yang termasuk pada intervensi yang kemungkinan besar efektif adalah
progressive muscle relaxation (PMR) atau relaksasi otot progresif.
Relaksasi otot progresif adalah metode yang dapat merangsang relaksasi dengan
menegangkan dan merilekskan berbagai kelompok otot (DeLaune & Ladner,
2002). Relaksasi otot progresif merupakan teknik relaksasi dengan memusatkan
perhatian pada aktifitas otot. Teknik relaksasi otot progresif bertujuan untuk
menurunkan ketegangan otot dan menenangkan pikiran (DeLaune & Ladner,
2002). Teknik relaksasi otot progresif dapat digunakan untuk mengurangi stres,
memudahkan tidur, mengurangi nyeri, dan mengatasi kecemasan (Roach, 2006;
Miller, 2009).
Progressive muscle relaxation untuk mengatasi kelelahan/fatigue pada pasien
gagal ginjal kronis dikaitkan dengan faktor psikologis yaitu depresi dan cemas
yang pemicunya adalah stress. Respon stress masuk kedalam sistem saraf pusat,
lalu di hipotalamus dilepaskan corticotrophin releasing factor yang akan
menstimulasi sistem saraf simpatis untuk mengeluarkan norepinefrin yang
merupakan vasokontriktor dan berakibat pada kontraksi otot polos (Guyton &
Hall, 2007). Pemberian latihan PMR menghambat jalur diatas dengan
mengaktivasi kerja sistem saraf parasimpatis dan memanipulasi hipothalamus
melalui pemusatan pikiran untuk memperkuat sikap positif sehingga rangsangan
stress terhadap hipothalamus berkurang. (Copstead & Banasik,2000). Selain itu
PMR memberikan efek relaksasi otot sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh
darah yang memberikan rasa tenang dan nyaman.
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
50
Universitas Indonesia
Manfaat dari relaksasi otot progresif ini sendiri adalah untuk mengatasi berbagai
macam permasalahan dalam mengatasi stres, kecemasan, insomnia, dan juga
dapat membangun emosi positif dari emosi negatif. Keempat permasalahan
tersebut dapat menjadi suatu rangkaian bentuk gangguan psikologis bila tidak
diatasi. Stress terhadap tugas maupun permasalahan lainnya, yang tidak segera di
atasi dapat memunculkan suatu bentuk kecemasan dalam diri seseorang.
Kecemasan itu sendiri bila tidak juga di atasi dapat berakibat pada munculnya
emosi negatif baik terhadap permasalahan yang timbul akibat stress juga perilaku
sehari-hari seseorang dalam relaksasi bisa digunakan agar seseorang kembali pada
taraf keadaan normal.
Kontra indikasi dari progressive muscle relaxation harus kita perhatikan, latihan
ini tidak boleh dilakukan pada kondisi cidera akut atau ketidak nyamanan
muskuloskeletal, dan pada pasien CKD yang memiliki komplikasi penyakit
jantung berat/akut (Fritz, 2005). Latihan PMR dapat meningkatkan kondisi rileks
yang dapat menyebabkan hipotensi, sehingga perlu memeriksa tekanan darah
untuk mengidentifikasi kecenderungan hipotensi (Snyder & Lindquist, 2002).
Selama praktikan melakukan praktik, praktikan tidak menerapkan teknik tersebut
sehingga tidak dapat menggambarkan keefektifan dari teknik tersebut. Keefektifan
dari teknik akupresur ini digambarkan melalui hasil beberapa penelitian terkait.
Pada penelitian yang dilakukan Vancamport et al (2011) PMR efektif untuk
menurunkan kecemasan, stress psikologis dan fatigue pada pasien schizophremia,
begitu pula penelitian Yilidirm & Fadiloghi (2006) menyebutkan PMR
menurunkan kecemasan dengan nilai p < 0,001 dan meningkatkan kualitas hidup
pasien yang menjalani dialisa dengan p <0,01. Maka PMR merupakan terapi yang
dapat diterapkan sebagai intervensi pendamping terapi farmakologi. Fatigue
merupakan keluhan utama pasien yang menjalani hemodialisa pada pasien gagal
ginjal kronis jangka panjang. Prevalensi dari keletihan berkisar 60 % samapai
97% (Murtaugh, Addington & Higginson 2007 ; Weisbord et al., 2005). Fatigue
yang terjadi pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa
dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah psikologis yang terdiri dari
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
51
Universitas Indonesia
stress, depresi, ansietas dan gangguan pola tidur (Welch, 2006 & Jhamb,
Weisbord, Stell, Unruh, 2008). Pada penelitian McCann dan Boore (2002)
ditemukan hubungan yang signifikan antara fatigue dengan gangguan pola tidur,
depresi, cemas dan kemampuan fisik yang menurun/intoleransi aktifitas pada
pasien gagal ginjal kronis. Selain itu terdapat beberapa faktor lain yaitu faktor
fisiologi yang terdiri dari anemia, malnutrisi, uremia, hiperparatiroid dan
inflamasi, dan faktor sosiodemografi terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan,
status pekerjaan, dan dukungan sosial.
Progressive muscle relaxation merupakan salah satu bagian dari Nursing
Intervention Classification (NIC) yang berada pada level 1 domain basic :
physiological dengan kelas physical comfort promotion (Bulecheck, Butcher,
Dochterman, 2008) memiliki peran dalam penurunan fatigue pada pasien gagal
ginjal kronis yang menjalani hemodialisa dikaitkan dengan faktor psikologis yaitu
depresi dan cemas yang pemicunya adalah stress. Pasien yang menjalani dialisa
menjadi stress akibat selam hidupnya harus tergantung terhadapa terapi ini,
penatalaksanaan regimen yang sangat ketat mulai dari makanan, pembatasan
cairan dan pengobatan, bahkan dapat terancam hidupnya sewaktu-waktu terhadap
penyakit yang dialaminya.
PMR untuk mengatasi fatigue pada pasien gagal ginjal kronis dikaitkan dengan
faktor psikologis yaitu depresi dan cemas yang pemicunya adalah stress. Respon
stress masuk kedalam sistem saraf pusat, lalu dihipotalamus dilepaskan
corticotrophin releasing faktor yang akan menstimulasi sistem saraf simpatis
untuk mengeluarkan norepinefrin yang merupakan vasokontriktor dan berakibat
pada kontraksi otot polos (Guyton & Hall, 2007). Pemberian PMR memberikan
efek relaksasi otot sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah yang memberikan
efek tenang dan nyaman. Pemberian PMR pada klien yang mengalami gangguan
pola tidur dapat menurunkan ketegangan fisiologis , meningkatkan relaksasi otot,
menurunkan kecemasan sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan
akhirnya mengurangi gejala fatigue pada pasien gagal ginjal kronis.
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
52
Universitas Indonesia
4.3. Alternatif Pemecahan Yang Dapat Dilakukan
Relaksasi otot progresif merupakan terapi komplementer yang dapat
diimplementasikan oleh perawat untuk mengurangi kelelahan /fatigue yang
mengakibatan pasien mengalami masalah intolerasi aktivitas salah satunya pada
pasien gagal ginjal kronik akibat anemia. Terapi komplementer ini dapat menjadi
intervensi yang diberikan mendampingi terapi farmakologi yang diberikan pada
pasien. Berdasarkan penelitian-penelitian, maka PMR merupakan terapi
komplementer dapat dipilih untuk membantu mengatasi gejala kelelahan/fatigue
pada pasien.
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
53
Universitas Indonesia
BAB 5
PENUTUP
Bab lima penutup berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan berisi rangkuman
hasil analisa kelolaan dengan keperawatan kesehatan KKMP dan Saran yang
ditujukan untuk pemerintah, rumah sakit dan institusi pendidikan.
5.1 Kesimpulan
Dalam penulisan karya ilmiah akhir mengenai analisis praktik klinik keperawatan
kesehatan masyarakat perkotaan pada klien dengan gagal ginjal kronis di RSUP
Fatmawati, dapat disimpulkan bahwa:
Tingginya jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan mengakibatkan terjadinya
perubahan perkotaan baik lingkungan fisik maupun sosial. Pesatnya pertambahan
penduduk dalam satu wilayah, jika tidak diiringi dengan kesiapan infrastruktur
dan pelayanan akan mengakibatkan timbulnya beberapa masalah salah satunya di
bidang kesehatan. Dampak dari gaya hidup masyarakat perkotaan yang super
sibuk dan berkembangnya perkembangan teknologi sehingga berpengaruh aspek
negatif, maraknya makanan fast food, makanan instant, banyaknya faktor
lingkungan yang terpengaruh negatif seperti merokok dan minuman alkohol.
Salah satu masalah kesehatan yang memiliki kaitan erat dengan permasalahan
gaya hidup dan meningkat di daerah perkotaan adalah Gagal Ginjal Kronis.
Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) merupakan asuhan
keperawatan yang diberikan yang berfokus pada masalah kesehatan masyarakat
perkotaan tersebut dalam seluruh rentang kehidupan dan seluruh tingkatan
pelayanan kesehatan. Asuhan keperawatan dengan pendekatan KKMP pada
pasien dengan gagal ginjal kronis di rumah sakit yaitu menjalankan fungsi
preventif tersier. Perawat memberikan asuhan keperawatan untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut dengan meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien
terhadap rencana perawatan baik di rumah sakit dan di rumah. Gambaran kasus
yang dikelola oleh praktikan menggambarkan bahwa pasien dengan Gagal Ginjal
54
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
54
Universitas Indonesia
Kronis memiliki riwayat gaya hidup yang tidak sehat dan sulit untuk diubah
meskipun telah mengalami GGK.
Gaya hidup tidak sehat yang dimaksud adalah asupan nutrisi yang tidak sehat,
kurangnya aktivitas, dan perilaku merokok seperti yang ditemukan pada pasien
keloaan. Melalui pendekatan KKMP, model terkini yang digunakan adalah
komunitas sebagai mitra. Penerapannya dalam perawatan individu adalah
memberdayakan pasien dan keluarga untuk berpartisipasi aktif dalam perawatan
selama di rumah sakit dan terutama di rumah. Pasien dengan GGK perlu
mengubah beberapa gaya hidup untuk mencegah komplikasi seperti pembatasan
konsumsi garam dan aktivitas. Perubahan perilaku pasien tersebut, dipengaruhi
oleh keyakinan-kesehatan pasien dan faktor risiko dan kerentanan terhadap
penyakit yang dimiliki oleh pasien Dengan memberikan asuhan keperawatan yang
tepat sesuai dengan keyakinan-kesehatan pasien dan mengidentifikasi faktor risiko
dan kerentanan kesehatan pasien diharapkan perubahan perilaku dapat tercapai.
Salah satu hal yang mempengaruhi keyakinan-kesehatan pasien adalah
keuntungan yang dirasakan pasien dari tindakan preventif. Analisis terhadap satu
intervensi untuk mengatasi masalah keperawatan yang dirasakan pasien
merupakan salah satu upaya untuk memastikan keefektifan pemberian intervensi
agar pasien dapat merasakan keuntungannya. Salah satu masalah keperawatan
yang menjadi keluhan pasien dengan GGK adalah intoleransi aktivitas dimana
klien merasa lelah baik secara fisik maupun spikologis dikarena prognosis
penyakit dan intervensi yang dijalani. Praktikan menganalisis salah satu
intervensi mandiri yang efektif sebagai pendamping dari terapi farmakologi yang
diberikan. Intervensi yang memiliki kemungkinan besar efektif berdasarkan
evidence based adalah relaksasi otot progresif atau progressive muscle relaxation
(PMR) . Penelitian-penelitian terhadap keefektifan intervensi ini menyajikan hasil
bahwa PMR dapat mengurangi kelelahan yang mengakibatkan intoleransi aktifitas
dengan merelaksasi otot-otot tubuh. Relaksasi otot progresif merupakan intervensi
yang mudah diterapkan dan dapat dilakukan secara mandiri oleh pasien dan
keluarga di rumah.
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
55
Universitas Indonesia
5.2 Saran
Bedasarkan analisis Praktik KKMP peminatan KMB dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronis, penulis memberikan saran
bagi pemberi pelayanan kesehatan dalam hal ini perawat untuk: mengidentifikasi
faktor risiko dan kerentanan pasien terhadap masalah kesehatan GGK dalam
proses pengkajian sebagai data untuk menentukan intervensi yang tepat,
menerapkan model keyakinan-kesehatan pasien dalam menentukan masalah
keperawatan pasien sebagai bentuk asuhan keperawatan dengan pendekatan
KKMP. Dan memberdayakan pasien dan keluarga terutama terhadap perencanaan
perawatan pasien di rumah sebagai bentuk model keperawatan komunitas sebagai
mitra contoh: mengidentifikasi masalah, menetapkan tujuan, menentukan sumber-
sumber perawatan, dan memodifikasi perawatan sesuai kemampuan pasien dan
keluarga.
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
Kepustakaan
Anderson, E. T. & McFarlane, J. (2006). Buku Ajar Keperawatan Komunitas:
teori dan praktik. (Ed. ke-3). (Agus Sutarna, Suharyati Samba, Novayantie,
penerjemah). Jakarta: EGC.
Allender, J. A., Rector, C., & Warner, K.D. (2010). Community & public health
nursing: promoting the public’s health. 8th
ed. United States: Wolters
Kluwer, Lippincott Williams & Wilkins.
Bassola, M., Tazza, L., Pannocchia, N., Cicciarelli, A., Liberatari, M., & Luciani,
G. (2001). Malnutrition in Hemodialysis patients.
Black, J.M. & Hawks, J.H. (2005). Medical surgical nursing: clinical
management for positive outcomes. St. Louis: Elsevier Saunders.
Bulecheck, G., Butcher, H., & Dochterman. (2008). Nursing Interventions
Classification (NIC). Fifth Edition Philadelphia : Mosby Elsevier
Copstead, L.,C., & Banasik, J.L. (2000). Pathophysiology, (2th
ed) Philadelphia
W.B. Saunders Company.
Doengoes, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (1999). Rencana asuhan
keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien. (Ed. ke-3). Jakarta: EGC.
Drueke, T.B., Locatelli,F.,Clyne,N.,Eckardt,K.U.,Macdougall,I.C.,Tsakiris,D.
(2006). Normalization of haemoglobin level in patients whith CKD and
anemia. New England jounal of medicine, 355.2084-2006.
Ferraro, P. M., Taylor, E. N., Gambaro, G., & Curhan, G.C. (2013). Soda and
other beverages and the risk of kidney stones. The American Society of
nephrology, CJASN epress, May 15, 2013 as doi: 10.2215/CJN.11661112.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23676355. (diakses pada tanggal 27
Juni 2014; pukul 16.00 wib).
Fritz, Z. (2005). Sport and Exercise massage: Comprehensive and athletics,
fitness, and rehabilitation, St.Louis, Missouri Mosby.Inc.
Gordon, P.L., doyle, J.W., & Johansen, K.L. (2011). Postdialysis fatigue is
associated with sedentary behavior. Clinical nephrology, 75(5), 426-433.
Guyton, A. & Hall, J. (2007). Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta : EGC
Hemawati, R. (2013). Pentingnya membaca label produk makanan.
Metronews.com: Life and Style. http:// www. metrotvnews. com/ lifestyle/
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
read/ 2013/ 06/ 19/ 913 /162388/ Pentingnya – Membaca – Label – Produk -
Makanan. (diakses pada tanggal 27 Juni 2014; pukul 16.00 wib).
Herlina, Santi. (2013). Pengaruh progressive muscle relaxation (PMR) terhadap
tingkat fatigue pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa
di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta. (tesis).
Perpustakaan UI.
Horigan, A.,Rocchiccioli,J., Trimm, D. (2012). Dialysis and Fatigue : Implication
for Nurses-A Case study Analysis. Medical Surgical Nursing, 21, 158-175.
Kemenkes RI. (2012). 60 merek obat tradisional dan suplemen makanan
dimusnahkan. http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/258-
60-merek-obat-tradisional-dan-suplemen-makanan-dimusnahkan.html.
(diakses pada tanggal 25 Juni 2014; pukul 15.00 wib).
Kosmadakis, G.C., Bevington, A., Smith,A.C.,Clapp.,Viana,J.L.,Bishop,N.C.,
(2010). Physical exercise in patients with severe kidney diasese. Nepron
Clinical Practice, 76 (5), 358-356.
Loccatelli, F., Fauque, D., Heimburger, O., Drueke, T.B., Cannata-Andia, J.B.,
W.H., Ritz., E. (2002). Nutritional Status in dialysis patient : European
consensus. Nephrology Dialysis transplantation, 17, 563-572.
McCann, K., & Boore, J.R. (2000). Fatigue in person with renal failure who
require maintenance haemodilaysis. Jaurnal of advances
Nursing,32(5).1132-1142
Murtaugh, F., Addington-Hall, J., & Higginson, I. (2007). The Prevelance of
symptoms in end stage renal disease : A systematic review. Advances in
Chronic Kidney Disease, 14(1), 82-99
National Kidney Disease Education Program/ NKDEP. (2012). At risk for kidney
disease?. http://nkdep.nih.gov/learn/are-you-at-risk.shtml. (diakses pada
tanggal 01 Juli 2013; pukul 10.30 wib).
NKDEP. (2012). Explaining your kidney test results.
http://nkdep.nih.gov/resources/explaining-kidney-test-
results.shtml#providers. (diakses pada tanggal 27 Juni 2014; pukul 16.00
wib).
Notoadmodjo, S. ( 2007). Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta.
Potter, P.A. dan Perry A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep,
prinsip, dan praktik. (Ed. ke-4). Jakarta: EGC.
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
Price, S. A. & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses
penyakit. (Ed. ke-6). Jakarta: EGC.
Putcha, N., & Allon, M. (2007). Management of Hyperkalemia in dialysis patient.
Seminar in Dialysis, 20(5), 431-439.
Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
brunner & suddart. (Ed. ke-8). Jakarta: EGC.
Snyder, M. & Lindquist, R. (2002). Complementary/ alternative therapies in
nursing, (4th
ed). New York : Springer Publishing Company.
Stanhope, M. & Lancaster, J. (1992). Community health nursing: process and
practice for promoting health. 3rd
edition. st. Louis: Mosby-year Book.inc.
Sulistini, Rumentalia. (2010). Gambaran faktor yang berhubungan dengan
fatigue pada pasien yang menjalani hemodialisa di RSUP dr. Moh Husein
Palembang. (tesis). Perpustakaan UI
Tanjoyo,H. & Gunawan, A. (2012). Profil penggunaan minuman berenergi pada
pasien gagal ginjal kronis di ruang hemodialisa RSSA Malang.
http://fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/kedokteran/Hartadi%20Tanjoyo.pd
f (diakses pada tanggal 25 Juni 2014; pukul 15.00 wib).
Terril, B. (2002). Renal nursing: a practical approch. Melbourne: Ausmed
Publications.
Vivekanand, Jha. (2010). Herbal Medicines and Chronic Kidney Disease.
Department of Nephrology, Postgraduate Institute of Medical Education and
Research, Chandigarh. India,
Weisboard, S., Fried, L., Arnold, R., Fine, M., Levenson, D., Peterson, R., &
Switze, G. (2005). Prevelence, severity, and importance of physical and
emotional symptoms in chronic hemodialysis patients. Journal of the
American Society of Nephrology, 16 (8), 2487-2494
Welch JL. (2006). Symptom management. In Contemporary Nephrology Nursing:
Principle and Practice (Molazhn AE & Butera E eds). American Nephrology
Nurse’s Association, New Jersey, pp. 275-292
World Health Organitation (WHO). (2010). Why urban health matter.
http://www.who.int/world-health-day/2010/media/whd2010background.pdf.
(diakses pada tanggal 25 Juni 2014; pukul 15.00).
Yildirim, Y.K., & Fadiloglu, T. (2006). The effect progressive muscle relaxation
training on anxiety level and quality of life in dyalisis patient. EDNA/ERCA
jaurnal
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
Lampiran 1
Prosedur Progressive Muscle Relaxation
a. Membuat posisi yang nyaman.
b. Menyediakan lingkungan yang tenang.
c. Meminta klien menutup mata dan jaga mata tetap tertutup sampai aktivitas
selesai untuk mencegah distraksi.
d. Hirup dan tahan nafas masing-masing sampai 4 hitung, kemudian buang
nafas sampai 4 hitungan
e. Lanjutkan bernafas perlahan dan dalam.
f. Instruksikan klien untuk mengikuti petunjuk-petunjuk yang akan diberikan
untuk relaksasi. Gerakan pertama untuk melatih otot tangan. Klien diminta
untuk mengepalkan tangan kiri. Buat kepalan semakin kuat dan rasakan
sensasi ketegangan yang terjadi. Lepaskan kepalan dan rasakan sensasi rileks
selama 10 detik. Lakukan gerakan ini sebanyak dua kali dan lakukan juga
pada tangan kanan.
g. Gerakan kedua untuk melatih otot tangan bagian belakang. Tekuk kedua
telapak tangan ke belakang sehingga otot-otot di tangan bagian belakang dan
bawah menegang.
h. Gerakan ketiga untuk melatih otot biseps. Genggam kedua tangan
membentuk kepalan lalu bawa kedua tangan ke pundak sehingga oto-otot
biseps tegang.
i. Gerakan keempat untuk melatih otot bahu. Angkat kedua bahu setinggi-
tingginya seakan menyentuh kedua telinga. Fokus dari gerakan ini adalah
kontras ketegangan yang terjadi di bahu, punggung atas, dan leher.
j. Gerakan kelima sampai kedelapan adalah gerakan untuk melemaskan otot
wajah. Otot wajah yang dilatih adalah otot dahi, mata, rahang, dan mulut.
Untuk dahi dapat dilakukan dengan mengerutkan dahi dan alis sampai otot-
ototnya terasa dan kulitnya keriput. Gerakan mata dilakukan dengan menutup
mata keras-keras sehingga ketegangan dapat dirasakan di sekitar otot mata.
Untuk rahang, gerakan yang dapat dilakukan dengan cara mengatupkan
rahang diikuti dengan menggigit gigi sehingga terjadi ketegangan di sekitar
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014
Lampiran 1
otot-otot rahang. Untuk mulut, moncongkan bibit sekuat-kuatnya sehingga
merasakan ketegangan di sekitar mulut.
k. Gerakan kesembilan dan kesepuluh bertujuan untuk merilekskan otot leher
bagian depan maupun belakang. Klien diminta meletakkan kepala kemudian
minta untuk menekankan kepala pada permukaan bantalan kursi sehinga
dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan punggung bagian
atas. Gerakan kesepuluh untuk melatih otot leher bagian depan, dengan
membenamkan dagu ke dadanya.
l. Gerakan kesebelas dilakukan untuk melatih otot punggung. Caranya dengan
mengangkat tubuh dari sandaran kursi kemudian punggung dilengkungkan
lalu busungkan dada. Pertahankan kondisi tegang selama 10 detik lalu
rilekskan.
m. Gerakan ke-12 dilakukan untuk melemaskan otot dada. Caranya klien diminta
untuk menarik nafas dalam seolah-olah seperti mengisi udara sebanyak-
banyaknya. Tahan posisi ini selama 10 detik lalu lepaskan.
n. Gerakan ke-13 dilakukan dengan menarik kuat-kuat perut ke dalam,
kemudian menahannya sampai perut kencang dan keras. Tahan 10 detik lalu
lepaskan. Gerakan ini bertujuan untuk melatih otot-otot perut.
o. Gerakan ke-14 bertujuan untuk melatih otot paha. Lakukan dengan cara
meluruskan kedua belah telapak kaki sehinga otot paha merasa tegang.
Lanjutkan dengan mengunci lutut sehingga ketegangan pindah ke otot-otot
betis. Tahan selama 10 detik lalu lepaskan
Analisis praktik ..., Sukron, FIK UI, 2014