analisis masalah alia blok 10 2014

14
Nama : Alia Salvira M NIM : 04011381320070 Kelompok Tutorial 4 Tutorial Blok 10 2014 Analisis Masalah A. Apa penyebab dan mekanisme mual pada kasus? Mual pada kasus disebabkan karena peningkatan asam lambung di lambung. Mekanisme terjadinya mual adalah bakteri Salmonella sp. masuk ke saluran cerna. Saat masuk bakteri ini sebagian akan masuk ke usus halus dan lainnya masuk ke lambung. Di lambung bakteri ini akan dimusnahkan oleh asam lambung, pada saat ini terjadi peningkatan asam lambung. Akibat ada kenaikan asam lambung timbul rasa mual pada pasien. B. Mengapa pada hari sebelumnya Doni tidak muntah dan hari selanjutnya terjadi muntah? Salmonella typhi memerlukan waktu inkubasi sekitar 8-14 hari hingga akhirnya dia dapat berkembang biak di dalam sel tubuh manusia. Pada hari sebelumnya pasien tidak merasakan muntah karena bakteri belum menyebar sampai ke dalam darah dan juga bakteri belum berkembang biak sehingga tidak terjadi pembesaran organ yang dapat menimbulkan desakan dengan lambung.

Upload: alia-salvira

Post on 14-Dec-2015

222 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

analisis masalah untuk blok 10 ang 2013

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Masalah Alia Blok 10 2014

Nama : Alia Salvira M

NIM : 04011381320070

Kelompok Tutorial 4

Tutorial Blok 10 2014

Analisis Masalah

A. Apa penyebab dan mekanisme mual pada kasus?

Mual pada kasus disebabkan karena peningkatan asam lambung di lambung.

Mekanisme terjadinya mual adalah bakteri Salmonella sp. masuk ke saluran cerna.

Saat masuk bakteri ini sebagian akan masuk ke usus halus dan lainnya masuk ke

lambung. Di lambung bakteri ini akan dimusnahkan oleh asam lambung, pada saat ini

terjadi peningkatan asam lambung. Akibat ada kenaikan asam lambung timbul rasa

mual pada pasien.

B. Mengapa pada hari sebelumnya Doni tidak muntah dan hari selanjutnya terjadi

muntah?

Salmonella typhi memerlukan waktu inkubasi sekitar 8-14 hari hingga akhirnya dia

dapat berkembang biak di dalam sel tubuh manusia. Pada hari sebelumnya pasien

tidak merasakan muntah karena bakteri belum menyebar sampai ke dalam darah dan

juga bakteri belum berkembang biak sehingga tidak terjadi pembesaran organ yang

dapat menimbulkan desakan dengan lambung.

C. Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium?

- Tekanan darah : 110/80 mmHg = normal

- RR: 24x/menit = normal (16-24x/menit)

- Nadi: 92x/menit = kurang dari normal

Normalnya 60-80x/menit. Peningkatan nadi ini disebabkan karena adanya

peningkatan suhu.

- Suhu: 38,5oC = febris

Hal ini disebabkan karena adanya infeksi dari bakteri Salmonella tyhpi

Page 2: Analisis Masalah Alia Blok 10 2014

Data Doni Normal Interpretasi

Hemoglobin 12,5 gr% L: 13,5-18,0

P: 12-16

Defisiensi

Menunjukkan terdapat suatu

masalah pada pembentukan eritrosit

atau hemoglobin, dalam kasus ini

kemungkinan telah tejadi infeksi

limpa sehingga pembentukan

eritrosit terganggu.

Kerusakan langsung pada eritrosit

(hemolisis ringan)

Perdarahan pada usus halus

Leukosit 4800/mm3 4500-10.000/ mm3 Normal

Hematokrit 37% L: 40-52%

P: 38-48%

Kurang dari normal

Menunjukkan adanya penurunan Hb

sehingga Ht juga menurun

LED 8 mm/jam 1-10 mm/jam Normal

D. Apa saja pemeriksaan penunjang dan spesimen yang digunakan untuk menegakkan

diagnosis demam tifoid?

a. Uji Widal

pengujian ini dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S. thypi

b. Uji TUBEX®

merupakan uji semi-kuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa menit). Uji ini

mendeteksi antibody anti-S. thypi O9 pada serum pasien, dengan cara

menghambat ikatan antara IgM anti-O9 yang terkonjugasi pada partikel latex yang

berwarna dengan lipopolosakarida S. thypi yang terkonjugasi pada partikel

magnetik latex.

c. Uji IgM Dipstick

Uji ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S. thypi pada

specimen serum atau whole blood. Pengujian ini menggunakan strip yang

mengandung antigen lipopolisakarida (LPS) S. thypi dan anti IgM (sebagai

kontrol), reagen deteksi yang mengandung antibodi anti IgM yang dilekati dengan

lateks pewarna, cairan membasahi strip sebelum diinkubasi dengan reagen dan

serum pasien, tabung uji.

Page 3: Analisis Masalah Alia Blok 10 2014

d. Kultur darah

Merupakan pengujian dengan biakan darah yang akan memastikan seseorang

positif atau negatif terkena demam tifoid

E. Bagaimana penatalaksanaan demam tifoid?

Ada trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:

a. Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat

penyembuhan

b. Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif), dengan tujuan

mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal

c. Pemberian antimikroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran

kuman

d. Istirahat dan perawatan. Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan

mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat

seperti makan, minum, mandi, BAK, BAB akan membantu dan mempercepat

masa penyembuhan. Dalam perawatan sangat perlu dijaga kebersihan tempat

tidur, pakaian dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk

mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta higiene perorangan tetap

perlu diperhatikan dan dijaga

e. Diet dan terapi penunjang. Diet diperlukan dalam terapi penyembuhan karena

makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan

semakin turun sehingga proses penyembuhan akan memakan waktu lama

f. Pemberian antimikroba. Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk

mengobati demam tifoid sbb:

- Kloramfenikol, dengan dosis 4 x 500 mg per hari dan dapat diberikan secara

per oral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Dari

pengalaman penggunaan obat ini dapat menurunkan demam rata-rata 7,2 hari.

Penulis lain menyebutkan penurunan demam dapat terjadi rata-rata setelah

hari ke-5

- Tiamfenikol, dengan dosis sama seperti dosis Kloramfenikol dan demam rata-

rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6

- Kotrimoksazol. Dosis untuk dewasa adalah 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung

sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu

Page 4: Analisis Masalah Alia Blok 10 2014

- Ampisilin dan amoksilin, dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150

mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu

- Sefalosporin Generasi Ketiga, dosis yang dianjurkan antara 3-4 gram dalam

dekstrosa 100 cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari, diberikan

selama 3 hingga 5 hari

- Golongan Flourokuinolon

a. Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari

b. Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari

c. Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

d. Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

e. Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

- Azitromisin dosis 2 x 500 mg

- Kombinasi obat antimikroba

Pemberian kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada

keadaan tertentu saja antara lain toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta

syok septic. Sebagai contoh, pemberian Kortikosteroid dengan dosis 3 x 5 mg.

Learning Issue

A. Pemeriksaan Penunjang

Page 5: Analisis Masalah Alia Blok 10 2014

a. Uji Widal

Pengujian ini dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S. thypi. Uji Widal

adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang

spesifik terhadap salmonella terdapat dalam serum penderita tifoid, juga pada orang

yang pernah ketularan salmonella dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap

tifoid.

Antigen yang digunakan pada reaksi Widal adalah suspense salmonella yang sudah

dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud reaksi Widal adalah untuk menentukan

adanya aglutinin dalam serum penderita yang disangka menderita tifoid.

Akibat infeksi oleh S. thypi, penderita membuat antibody (aglutinin), yaitu:

- Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh

kuman)

- Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagella kuman)

- Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk

diagnosis. Makin tinggi titernya, makin besar kemungkinan penderita menderita

tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer reaksi Widal akan meningkat pada pemeriksaan

ulang yang dilakukan selang paling sedikit 5 hari.

Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian

meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke-4, dan tetap tinggi

selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian

diikuti dengan aglutinin H. pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap

dijumpai setelah 4-6 bulan,sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12

bulan. Oleh karena itu uji Widal bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal yaitu: 1). Pengobatan dini dengan

antibiotik, 2). Gangguan pembentukan antibodi, dan pemberian kortikosteroid, 3).

Waktu pengambilan darah, 4). Daerah endemik atau non-endemik, 5). Riwayat

vaksinasi, 6). Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan

demam tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi, 7). Faktor teknik

pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi sialng, dan starin Salmonella yang

digunakan untuk suspensi antigen.

b. Uji TUBEX®

Merupakan uji semi-kuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa menit). Uji ini

mendeteksi antibody anti-S. thypi O9 pada serum pasien, dengan cara menghambat

Page 6: Analisis Masalah Alia Blok 10 2014

ikatan antara IgM anti-O9 yang terkonjugasi pada partikel latex yang berwarna

dengan lipopolosakarida S. thypi yang terkonjugasi pada partikel magnetik latex.

Hasil positif uji Tubex ini menunjukkan terdapat infeksi Salmonella serogroup D

walau tidak secara spesifik menunjuk pada S. thypi. Imfeksi oleh S. parathypi akan

memberikan hasil negatif.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan 3 macam komponen meliputi:

1)tabung berbentuk V, yang juga berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas, 2)

Reagen A, yang mengandung partikel magnetik yang diselubungi dengan antigen S.

thypi O9, 3) Reagen B, yang mengandung partikel lateks berwarna biru yang

diselubungi dengan antibodi monoklomal spesifik untuk antigen O9. Untuk

melakukan prosedur pemeriksaan ini, satu tetes serum (25 μL) dicampurkan ke dalam

tabung dengan satu tetes (25 μL) reagen A. setelah itu dua tetes reagen B (50 μL)

ditambahkan kedalam tabung. Hal tersebut dilakukan pada kelima tabung lainnya.

Tabung-tabung tersebut kemudian diletakkan di rak tabung yang mengandung magnet

dan diputar sekama 2 menit dengan kecepatan 250 rpm. Interpretasi hasil dilakukan

berdasarkan warna larutan campuran yang dapat bervariasi dari kemerahan hingga

kebiruan. Berdasarkan warna inilah ditentukan skor, yang interpretasinya dapat dilihat

pada Tabel berikut.

Table 1. Interpretasi hasil uji Tubex

Skor Interpretasi

<2 Negatif Tidak menunjuk infeksi tifoid aktif

3 Borderline Pengukuran tidak dapat disimpulkan. Ulangi

pengujian, apabila masih meragukan lakukan

pengulangan beberapa hari kemudian.

4-5 Positif Menunjukan infeksi tifoid aktif

>6 Positif Indikasi kuat infeksi tifoid

c. Uji Typhidot

Uji ini dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein membran

luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah

Page 7: Analisis Masalah Alia Blok 10 2014

infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibody IgM dan IgG terhadap

antigen S. typhi seberat 50 kD, yanag terdapat pada strip nitroselulosa. Uji ini dikenal

dengan nama uji Typhidot-M, memungkinkan ikatan antara antigen dengan IgM

spesifik yang ada pada serum pasien. Studi evaluasi yang dilakukan oleh Khoo KE

dkk pada tahun 1997 terhadap uji Typhidot-M menunjukan bahwa uji ini bahkan

lebih sensitif (sensitivitas mencapai 100%) dan lebih cepat (3 jam) dilakukan bila

dibandingkan dengan kultur.

d. Uji IgM Dipstick

Uji ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S. thypi pada

specimen serum atau whole blood. Pengujian ini menggunakan strip yang

mengandung antigen lipopolisakarida (LPS) S. thypi dan anti IgM (sebagai kontrol),

reagen deteksi yang mengandung antibodi anti IgM yang dilekati dengan lateks

pewarna, cairan membasahi strip sebelum diinkubasi dengan reagen dan serum pasien,

tabung uji. Komponen perlengkapan ini stabil untuk disimpan selama 2 tahun pada

suhu 4-25 oC di tempat kering tanpa paparan sinar matahari. Pemeriksaan dimulai

dengan inkubasi strip pada larutan campuran reagen deteksi dan serum, selama 3 jam

pada suhu kamar. Setelah inkubasi, strip dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan.

Secara semi kuantitatif, diberikan penilaian terhadap garis uji dengan

membandingkannya dnegan reference strip. Garis kontorl harus terwarna dengan baik.

e. Kultur darah

Haisl biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi haisl negatif

tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal sebagai

berikut:

- Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelumnya dilakukan kultur

darah telah mendapat antibiotik, pertumbuhan kuman dalam media biakan

terhambat dan haisl mungkin negatif

- Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc darah). Bila darah

yang dibiakan terlalu sedikit hasil biakan bias negatif. Darah yang diambil

sebaiknya secara bedside langsung dimasukkan ke dalam media cair empedu

(oxgall) untuk pertumbuhan kuman

Page 8: Analisis Masalah Alia Blok 10 2014

- Riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa lampau menimbulkam antibodi dalam

darah pasien. Antibody (aglutinin) ini dapat menekan bakteremia hingga

biakan darah dapat negatif

- Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin

meningkat

B. Penatalaksanaan Demam Tifoid

Ada trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:

a. Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat

penyembuhan

b. Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif), dengan tujuan mengembalikan

rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal

c. Pemberian antimikroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran

kuman

d. Istirahat dan perawatan. Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan mencegah

komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan,

minum, mandi, BAK, BAB akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan.

Dalam perawatan sangat perlu dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian dan

perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitus

dan pneumonia ortostatik serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga

e. Diet dan terapi penunjang. Diet diperlukan dalam terapi penyembuhan karena

makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan

semakin turun sehingga proses penyembuhan akan memakan waktu lama

f. Pemberian antimikroba. Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk

mengobati demam tifoid sbb:

- Kloramfenikol, dengan dosis 4 x 500 mg per hari dan dapat diberikan secara

per oral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Dari

pengalaman penggunaan obat ini dapat menurunkan demam rata-rata 7,2 hari.

Penulis lain menyebutkan penurunan demam dapat terjadi rata-rata setelah

hari ke-5

- Tiamfenikol, dengan dosis sama seperti dosis Kloramfenikol dan demam rata-

rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6

- Kotrimoksazol. Dosis untuk dewasa adalah 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung

sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu

Page 9: Analisis Masalah Alia Blok 10 2014

- Ampisilin dan amoksilin, dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150

mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu

- Sefalosporin Generasi Ketiga, dosis yang dianjurkan antara 3-4 gram dalam

dekstrosa 100 cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari, diberikan

selama 3 hingga 5 hari

- Golongan Flourokuinolon

Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari

Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari

Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

Azitromisin dosis 2 x 500 mg

- Kombinasi obat antimikroba

Pemberian kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada

keadaan tertentu saja antara lain toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta

syok septik. Sebagai contoh, pemberian Kortikosteroid dengan dosis 3 x 5 mg.

Daftar Pustaka

Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Ed. 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Sudoyo, Aru W. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed. 5. Interna

Publishing

D.S, Kenneth. A.M, Stephen. 2011. Rangkuman Kasus Klinik Mikrobiologi dan Penyakit

Infeksi. Jakarta: Karisma Publishing Group

Demam Thypoid. Dalam http://cnennisa.files.wordpress.com/2007/08/demam-thypoid.pdf.

diakses pada tanggal 27 Agustus 2014 pukul 19.43 WIB