analisis dan li ewis skenario e
DESCRIPTION
aTRANSCRIPT
1. Apa makna klinis dari KPD dan cairan ketuban yang berbau?(disertai
mekanisme)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya atau robeknya selaput ketuban
sebelum persalinan dan biasanya pada pembukaan kurang dari 3 cm
atau setelah satu jam pecah ketuban tidak diikuti tanda persalinan.
Penyebab ketuban pecah dini tidak diketahui, tetapi sebagian besar
distimulasi oleh infeksi.
Cairan amnion berbau busuk menunjukkan keadaan patologis, yaitu
menandakan adanya infeksi (chorioamnionitis) pada kejadian ketuban
pecah dini.
2. Cara penegakkan diagnosis dan pemeriksaan penunjang?
Anamnesis secara umum :
Keluhan utama bayi
Keluhan tambahan bayi: demam/tidak, menggigil/tidak
Kulit biru/tidak
Distensi perut/tidak
Riwayat kehamilan ibu:
› Ada/tidaknya penyakit sewaktu ibu mengandung (seperti riwayat
infeksi)
› Mengenai kunjungan antenatal
› Status obstetrik (hamil, melahirkan, abortus)
› Bagaimana asupan gizi ibu saat kehamilan
Riwayat kelahiran:
› Siapa yang menolong
› Cara kelahiran
› Keadaan segera setelah lahir
› Panjang bayi
› Bayi lahir sesuai atau kecil/besar untuk masa kelahirannya
› Trauma lahir/tidak
› Ketuban pecah dini/tidak (serta berapa lama telah pecah sebelum
persalinan)
› Warna air ketuban
› Bau air ketuban
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik sesuai Kasus :
Ibu:
› Ketuban pecah dini 2 hari sebelum persalinan, cairan ketuban
berbau busuk → resiko infeksi intrauterin karena ketuban pecah >
18 jam dan berbau busuk merupakan faktor risiko terjadinya
infeksi intrauterin.
Bayi:
› Full term
Bayi cukup bulan; minggu 37 - 42 kehamilan
› BB lahir : 3000 gram; normal = 2500 - 4000 g bayi
diklasifikasikan sebagai bayi baru lahir cukup bulan dan sesuai
dengan masa kehamilan.
› Hipoaktif
› Refleks mengisap (-)
› Retraksi interkostal, merintih, takipnea → dengan
menggunakan Downe’s score, dapat diketahui bayi ini mengalami
distress pernafasan.
Pemeriksaan Penunjang
a. Chest x-ray dilakukan untuk memastikan diagnosis
bronkopneumonia pada bayi sekaligus mengetahui derajat
keparahan penyakit tersebut sehingga dapat membantu dalam
penilaian prognosis.
Gambaran radiologi khas pada bronkopneumonia adalah honey
comb appearance.
tanda- tanda sepsis neonatorum.
b. Kultur darah dilakukan untuk memastikan jenis agen
penginfeksi penyebab korioamnionitis, bronkopneumonia, dan
sepsis. Spesimen diambil dari darah bayi dan darah ibu. Setelah
memastikan jenis agen penginfeksi, dokter dapat memberikan
antibiotik yang sesuai dalam menatalaksana pasien ini.
c. Pungsi lumbal dilakukan untuk mengetahui luasnya penyebaran
infeksi di tubuh bayi. Dengan melakukan pungsi lumbal, dapat
diketahui apakah infeksi telah menyebar hingga ke otak. Tes ini
juga dapat membantu dalam membuat prognosis.
d. Complete Blood Count dilakukan untuk memastikan tanda-
tanda infeksi. Beberapa komponen darah yang perlu diperhatikan
adalah Hb, WBC, hitung jenis.
e. CRP digunakan untuk menilai perkembangan infeksi dan fungsi
hati. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan ELISA (Enzyme-linked
immunosorbent assay). CRP (C-Reactive Protein/ protein fase
akut) merupakan protein yang disintesis di hati yang berperan
dalam keadaan inflamasi. Pada dasarnya, CRP akan berikatan
dengan phosphocholine yang merupakan produk bakteri maupun
sel-sel yang telah rusak. CRP akan mengikat sel yang
mengekspresikan phosphocholine (opsonin) untuk kemudian
menarik (chemotacting factor) sel-sel radang lainnya ke tempat
terjadinya inflamasi.
Konsentrasi normal dalam serum manusia normal adalah kurang
dari 10 mg/L dengan sedikit peningkatan pada proses penuaan.
Kadar yang lebih tinggi dapat ditemukan pada keadaan hamil,
inflamasi ringan, infeksi virus (10–40 mg/L), infeksi bakteri (40–
200 mg/L), infeksi bakteri parah dan luka bakar (>200 mg/L).
f. Gula darah dilakukan untuk memastikan bahwa lemahnya bayi
dalam kasus ini tidak disebabkan oleh hipoglikemia. Selain itu,
pemeriksaan gula darah juga dapat membantu penatalaksanaan
agar memberikan infus yang tepat untuk bayi.
3. Apa komplikasi?
a. Meningitis
Neonatus dengan meningitis dapat menyebabkan terjadinya hidrosefalus
dan/atau leukomalasia periventrikular
b. Pada sekitar 60 % keadaan syok septik akan menimbulkan komplikasi
acut respiratory distress syndrome (ARDS)
c. Komplikasi yang berhubungan dengan penggunaan aminoglikosida,
seperti ketulian dan/atau toksisitas pada ginjal.
d. Komplikasi akibat gejala sisa atau sekuele berupa defisit neurologis
mulai dari gangguan perkembangan sampai dengan retardasi mental
e. Kematian
BRONKOPNEUMONIA
Sinonim
Pneumonia, pneumonitis, lobular pneumonia, bronchopneumonitis,
bronchoalveolitis.
Definisi
Peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat, yang biasanya disebabkan oleh
infeksi dari bakteri, virus dan jamur.
Etiologi
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas.
Patofisiologi
Bronkopneumonia terjadi sebagai akibat inhalasi mikroba yang ada di udara,
aspirasi organisma dari nasofaring atau penyebaran hematogen dari focus infeksi yang
jauh. Bakteri yang masuk ke paru melalui saluran nafas masuk ke bronkioli dan
alveoli, menimbulkan reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang
kaya protein dalam alveoli dan jaringan interstitial. Setelah mencapai alveoli, maka
bakteri penyebab menimbulkan respon :
1. Kongesti (4-12 jam pertama)
Eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang
berdilatasi dan bocor.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Paru-paru tampak merah dan bergranula (hepatisasi : seperti hepar) karena sel-
sel darah merah, fibrin, dan leukosit polimorfonuklear mengisi alveoli.
3. Hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Paru-paru tampak kelabu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di
dalam bronkiolus yang terserang.
4. Resolusi (7-11 hari)
Eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi oleh makrofag, sel pembersih pada
reaksi peradangan.
Pada gambaran patologik : terlihat adanya penyebaran daerah infeksi yang berbercak
dengan diameter sekitar 3-4 cm yang mengelilingi dan juga melibatkan bronki
Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesis
Untuk mengetahui kemungkinan penyebab yang berhubungan dengan faktor
infeksi :
a. Evaluasi faktor pasien / predisposisi
- PPOK
- Penyakit kronik
- Kejang / tidak sadar
- Penurunan imunitas
- Jamur
- Kecanduan obat bius
b. Bedakan lokasi infeksi
- PK
- PN
c. Usia pasien
- Bayi
- Muda
- Dewasa
d. Awitan
- Cepat, akut dengan rusty coloured sputum
- Perlahan dengan batuk, dahak sedikit
2. Pemeriksaan fisik
Tergantung etiologi, usia dan keadaan klinis.
a. Awitan akut, biasanya oleh kuman pathogen seperti s.pneumoniae,
streptococcus spp, staphylococcus.
- pneumonia virus ditandai dengan mialgia, malaise, batuk
kering dan nonproduktif
- awitan lebih insidious dan ringan pada orangtua / imunitas ↓
b. Tanda-tanda fisis pada tipe pneumonia klasik (PK):
- demam
- sesak nafas
- tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi paru pekak, ronki
nyaring, suara pernafasan bronchial)
Bentuk klasik pada PK primer : bronkopneumonia, pneumonia lobaris.
Pada PK sekunder ataupun PN dijumpai gejala atau bentuk yang tidak
khas. Manifestasi lain infeksi paru seperti : efusi pleura,
pneumotoraks / hidropneumotoraks.
c. Perhatikan warna, konsistensi dan jumlah sputum.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologist
Gambaran awan putih inhomogen dilapangan bawah paru.
b. Pemeriksaan lab
- Leukositosis infeksi bakteri
- Leukosit normal /↓ infeksi virus / mikoplasma atau pada
infeksi yang berat
- Leukopenia depresi imunitas
c. Pemeriksaan bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal / transtrakeal,
aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi atau biopsy.
Untuk terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin,
Quellung test dan Ziehl Nielsen. Pemeriksaan utama pra terapi dan
untuk evaluasi terapi selanjutnya dengan kultur kuman.
d. Pemeriksaan khusus
Titer antibody terhadap virus, legionela dan mikoplasma. Nilai
diagnostik bila titer tinggi atau ada peningkatan titer 4x. Analisis gas
darah untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan O2.
Terapi
1. Kausal
Dengan pemberian antibiotic.
2. Suportif umum
a. Pemberian O2, agar PaO2 80-100 mmHg dan saturasi 95-96%.
b. Humidifikasi dengan nebulizer, untuk pengenceran dahak kental.
c. Fisioterapi dada, untuk pengeluaran dahak
d. Pengaturan cairan
e. Pemberian kortikosteroid pada sepsis berat
f. Obat inotropik : dobutamin / dopamine bila ada komplikasi
gangguan sirkulasi atau gagal ginjal pre renal.
g. Ventilasi mekanis
Indikasi pemasangan intubasi dan ventilasi :
- Hipoksemia persisten walau telah
diberi O2 100%
- Gagal nafas yang ditandai oleh
peningkatan respiratory distress dengan atau tanpa asidosis
respiratorik.
- Respiratory arrest
- Retensi sputum yang sulit diatasi
secara konservatif
h. Drainage empiema bila ada
i. Nutrisi yang cukup, bila terdapat gagal nafas
DIFFERENSIAL DIAGNOSIS
- Bronkiolitis
- Gagal jantung
- Aspirasi benda asing
- Atelektaksis
- Abses paru
- Tuberculosis
PROGNOSIS
a. Bronkopneumonia komunitas
Pada orang tua dan anak-anak kurang baik perlu perawatan di RS,
kecuali bila penyakit ringan.
Pada orang dewasa (< 60 tahun) dapat berobat jalan, kecuali :
1. Terdapat paru kronik
2. PN pada banyak lobus
3. Gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas tinggi :
Usia > 60 tahun
Saat masuk RS, frekuensi nafas >
30x/menit, tekanan diastolic < 60mmHg, bingung
Hasil pemeriksaan setelah
perawatan :
- Tensi < 60 mmHg
- Leukosit abnormal (< 4000 / >
30.000/mm3)
- Urea ↑↑
- pO2 ↓↓
- albumin serum rendah (< 3.5 g%)
b. Bronkopneumonia nosokomial
Penyebab kematian utama oleh infeksi pada pasien berusia tua, pasca operatif
dan yang menjalani ventilasi mekanis.