analisis dan li sandra skenario a blok 20
DESCRIPTION
tinea kapitisTRANSCRIPT
ANALISIS MASALAH
1c. Apa penyebab dan mekanisme kulit kepala bersisik pada kasus?
Gejala tersebut terutama disebabkan oleh genus Microsporum dan sering
ditemukan pada anak-anak. Penyakit mulai dengan papul merah yang kecil
disekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang menjadi pusat dan
bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu-abu dan
tidak berkilat lagi. Rambut mulai patah dan terlepas dari akarnya,sehingga mudah
dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri.
Sumber: Sandra Widaty, Unandar Budimulja. Mikosis: dalam Prof.Dr. dr. Adhi Djuanda,
dkk Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta : FKUI. 2015; p.112.
4a. Bagaimana cara penularan pada kasus ini?
1. Ada tiga cara penularan dermatofita yaitu :
Infeksi antropofilik yang menyebar dari satu anak ke anak yang lain dapat
hadir sebagai kasus sporadis. Terjadi penyebaran melalui kontak langsung
atau melalui penyebaran udara dari spora dan penyebaran tidak langsung
yaitu terkontaminasi dari benda-benda seperti sisir , sikat , topi dan lain
sebagainya.
Infeksi menyebar dari hewan ke anak ( infeksi zoofilik ) melalui kontak
langsung maupun dengan lingkungan disekitar hewan yang terinfeksi
seperti karpet, pakaian, furnitur dan lain sebagainya.
Infeksi menyebar dari tanah ke manusia ( infeksi geofilik ) namun jarang
terjadi. Sumber: Health Protection Agency. Tinea Capitis in The United Kingdom: A report on its
diagnosis, management and prevention. London : Health Protection Agency, March 2007
4b. Apa hubungan pasien mempunyai peliharaan anjing dengan keluhan
yang diderita?
Penularan lewat hewan peliharaan biasanya terjadi pada tinea kapitis yang
disebabkan oleh M.Canis.
Sumber: James W, Elston D, Berger T, Andrews G. Andrews' Diseases of the skin.
London: Saunders/ Elsevier; 2011.
Analisis Aspek Klinis
Apa DD kasus ini?
1. Diagnosis banding tinea kapitis berskuama dan keradangan minimal :
- Dermatitis seborhoik
Keradangan yang biasanya terjadi pada sebelum usia 1 tahun atau
sesudah pubertas yang berhubungan dengan rangsangan kelenjar
sebasia. Tampak eritema dengan skuama diatasnya sering berminyak,
rambut yang terkena biasanya difus, tidak setempat. Rambut tidak
patah. Distribusi umumnya di kepala, leher dan daerah-daerah
pelipatan. Alopesia sementara dapat terjadi dengan penipisan rambut
daerah kepala, alis mata, bulu mata atau belakang telinga. Sering
tampak pada pasien penyakit syaraf atau immunodefisiensi.
- Dermatitis atopic
Dermatitis atopik yang berat dan luas mungkin mengenai kepala
dengan skuama kering putih dan halus. Khas tidak berhubungan
dengan kerontokan rambut, bila ada biasanya karena trauma sekunder
karena garukan kepala yang gatal.
- Psoriasis
Disertai lesi dermatitis atopik di daerah lain. Psoriasis kepala khas
seperti lesi psoriasis dikulit, plak eritematos berbatas jelas dan
berskuama lebih jelas dan keperakan diatasnya, dan rambut tidak
patah. 10% psoriasis terjadi pada anak kurang 10 tahun dan 50%
mengenai kepala, dan sering lesi psoriasis anak terjadi pada kepala
saja, maka kelainan kuku dapat membantu diagnosis psoriasis
- Pitiriasis amiantas (Pitiriasis asbestos)
Adalah tumpukan skuama dalam masa yang kusut. Dermatitis kepala
lokalisata yang non infeksius yang tidak diketahui sebabnya. Skuama
yang putih tebal melekat sering dijumpai mengikat batang rambut
proksimal. Kepala dapat tampak beradang. Rontok rambut sementara
dapat terjadi dengan pelepasan manual skuama yang melekat. Kelainan
kulit dilain tempat yang menyertai biasanya tidak ada, namun dapat
mempunyai penyakit yang menyertai, yaitu Dermatitis atopik atau
keradangan kulit lainnya. Ada yang menganggap sebagai psoriasis
dini.
2. Diagnosis banding tinea kapitis yang alopesia jelas
- Alopesia areata
Alopesia areata mempunyai tepi yang eritematus pada stadium
permulaan, tetapi dapat berubah kembali ke kulit normal. Juga jarang
ada skuama dan rambut-rambut pada tepinya tidak patah tetapi mudah
dicabut.
- Trikotilomania
Khas adanya alopesia yang tidak sikatrik berbatas tidak jelas karena
pencabutan rambut oleh pasien sendiri. Umumnya panjang rambut
berukuran macam-macam pada daerah yang terkena. Tersering di
kepala atas, daerah oksipital dan parietal yang kontra lateral dengan
tangan dominannya. Kadang-kadang ada gambaran lain dari kelainan
obsesif kompulsif misalnya menggigit-gigit kuku, menghisap ibu jari
atau ada depresi atau kecemasan. Dapat disertai efek efluvium telogen
yaitu berupa tumbuhnya kembali rambut yang terlambat atau
rontoknya rambut meningkat sebelum tumbuh kembali.
- Pseudopelade
Dari kata Pelade yang artinya alopesia areata. Pseudopelade adalah
alopesia sikatrik progresif yang pelan-pelan, umumnya sebagai
sindroma klinis sebagai hasil akhir dari satu dari banyak proses
patologis yang berbeda (yang diketahui maupun yang tidak diketahui),
walaupun klinis spesifik jenis tidak beradang selalu dijumpai misalkan
karena likhen planus, lupus eritematus stadium lanjut.
3. Diagnosis banding tinea kapitis yang inflamasi
- Pioderma bakteri
Infeksi kulit karena bakteri Staphylococcus aerius atau Streptococcus
pyogenes, misalkan folikulitis, furunkel atau karbunkel.
- Folliculitis decalvans
Adalah sindroma yang klinis berupa folikulitis kronis sampai sikatrik
progresif. Folikulitis atrofik pada dermatitis seboroik.
4. Diagnosis banding alopesia sikatrik
- Diskoid Lupus eritematosus
Diskoid LE di kepala tampak alopesia dan biasanya permanent khas
ada foliculler plugging. Tampak pada 1/3 pasien DLE.
- Liken planopilaris
Lesi folikular disertai skuama yang kemudian menjadi alopesia
sikatrik.
- Pseudopelade
- Dermatitis radiasi
Sumber:
Rippon JW. Medical Mycology 3rd 14 ed. Philadelphia: WB Saunders Co, 1988
Nelson MM; Martin AG, Heffernan MP. Superficial Fungal infection: Dermatophytosis,
Onychomycosis, Tinea Nigra, Piedra. Dalam : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF,
Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s Dermatologyin General Medicine 6 th ed. New York Mc
Graw Hill, 2003 : p 1989-2005.
Schroeder TL, Levy ML. Treatment of hair loss disorders in children. Dermatol Ther 1997; 2 : 84-
92.
Dawber RPR, de Becker D, Wojnarowska F, Disorder of Hair. Dalam : Champion RH, Burton JZ,
Burno DA, Breatnach SDM, editors. Rook/Wilkinson/Ebling Textbook of Dermatology, 6th ed.
Oxford : Blackwell Science, 1998 : p 2869-973
Rowell NR, Goodfield MJD. The Connective Tissue diseases. Dalam : Champion RH, Burton JZ,
Burns DA, Breatnach SDM, editors. Rook/Wilkinson/Ebling Textbook of Dermatology, 6th ed.
Oxford : Blackwell Science, 1998 : p 2437-575.
Definisi dari WD?
Tinea kapitis adalah suatu infeksi pada kulit kepala dan rambut yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Dermatofita merupakan golongan jamur yang menyebabkan dermatifitosis yang mempunyai sifat mencerna keratin.
Sumber: Sandra Widaty, Unandar Budimulja. Mikosis: dalam Prof.Dr. dr. Adhi Djuanda, dkk
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta : FKUI. 2015
LEARNING ISSUE
Tinea Kapitis
Definisi
Tinea kapitis adalah suatu infeksi pada kulit kepala dan rambut yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Dermatofita merupakan golongan jamur yang menyebabkan dermatifitosis yang mempunyai sifat mencerna keratin.
Epidemiologi
Tinea kapitis merupakan penyakit yang sudah dianggap sebagai masalah
kesehatan yang serius pada beberapa dekade dan sering muncul pada anak- anak
usia antara 3 sampai 14 tahun. Namun pada orang dewasa jarang terjadi, hal ini
terjadi akibat perubahan pada pH kulit kepala dan peningkatan asam lemak yang
berguna sebagai proteksi atau sebagai jamurstatik.
Tinea kapitis sering terjadi di daerah pedesaan dan tranmisi meningkat dengan
higienitas yang buruk, kepadatan penduduk dan status sosial ekonomi yang
rendah. Kejadian pada orang dewasa biasanya lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan laki-laki, pada orang dengan imunitas yang rendah, dan pada orang
yang berkulit hitam dibandingkan kulit putih. Ada tiga cara penularan dermatofita
yaitu :
Infeksi antropofilik yang menyebar dari satu anak ke anak yang lain dapat
hadir sebagai kasus sporadis. Terjadi penyebaran melalui kontak langsung
atau melalui penyebaran udara dari spora dan penyebaran tidak langsung
yaitu terkontaminasi dari benda-benda seperti sisir , sikat , topi dan lain
sebagainya.
Infeksi menyebar dari hewan ke anak ( infeksi zoofilik ) melalui kontak
langsung maupun dengan lingkungan disekitar hewan yang terinfeksi
seperti karpet, pakaian, furnitur dan lain sebagainya.
Infeksi menyebar dari tanah ke manusia ( infeksi geofilik ) namun jarang
terjadi.
Etiologi
Tinea kapitis terjadi akibat dermatofita spesies Microsporum dan
Trichophyton. Setiap negara dan daerah memiliki perbedaan pada spesies
penyebab tinea kapitis misalnya di amerika serikat dan Eropa Barat 90 % kasus
tinea kapitis yang disebabkan oleh T. tonsurans dan jarang disebabkan M. Canis,
sedangkan di Eropa Timur dan Selatan serta Afrika Utara disebabkan oleh T.
violaceum. Di inggris kasus terbanyak disebabkan oleh infeksi M.canis yang di
dapatkan dari kucing. Spesies penyebab terjadinya tinea kapitis gray patch adalah
microsporum dan trikofiton. Pada tinea kapitis black dot terutama disebabkan oleh
Tricophyton tonsurans, T. violaceum dan T. mentagrophytes. Penyebab utama
tinea kapitis kerion adalah Microsporum canis, M. gypseum, T. tonsurans, dan T.
violaceum. Sedangkan pada tinea favus disebabkan oleh spesies T. schoenleinii,
T. violaceum, dan M. Gypseum.
Klasifikasi
- Infeksi Ektothrix
Invasi terjadi pada batang rambut luar. Hifa fragmen ke arthroconidia ,
menyebabkan kerusakan kutikula. Infeksi ini disebabkan oleh Microsporum
spp. (M. audouinii dan M. canis)
- Infeksi Endothrix
Infeksi terjadi di dalam batang rambut tanpa kerusakan kutikula.
Arthroconidia ditemukan dalam batang rambut. Infeksi ini disebabkan oleh
Trichophyton spp. (T. tonsurans di Amerika Utara , T. violaceum di Eropa ,
Asia , sebagian Afrika).
"Black Dot " Tinea capitis
Merupakan varian endothrix yang menyerupai dermatitis seboroik.
Kerion
Merupakan varian endothrix dengan plak inflamasi.
Favus
Merupakan varian endothrix dengan arthroconidia dalam batang rambut.
Sangat jarang di Eropa Barat dan Amerika Utara . Di beberapa bagian
dunia (Timur Tengah, Afrika Selatan) masih endemik .
Gambar 1. Gambaran Ektothrix dan Endothrix
Patogenesis
Infeksi dermatofita melibatkan 3 step utama yaitu :
1. Perlekatan pada keratinosit
Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa
melekat pada jaringan keratin diantaranya sinar ultraviolet, suhu,
kelembaban, kompetisi dengan flora normal dan sphingosin yang
diproduksi oleh keratinosit serta asam lemak yang diproduksi oleh
glandulasebasea juga bersifat fungistatik
2. Penetrasi melewati dan di antara sel
Setelah terjadi perlekatan, spora berkembang dan menembus
stratum korneum dengan kecepatan yang lebih cepat daripada proses
desquamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan
enzim mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma
dan maserasi juga membantu memfasilitasi penetrasi jamur kejaringan.
Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam
dari epidermis.
3. Pembentukan respon penjamu
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan
organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed
Type Hipersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam
melawan dermatofita. Pada pasien yang belum pernah terinfeksi
dermatofita sebelumnya, infeksi primer menyebabkan inflamasi minimal
dan trichopitin tes hasilnya negative.infeksi menghasilkan sedikit eritema
dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit.
Antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan
dipresentasikan dalam limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan
proliferasi dan bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk menyerang
jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi, dan barier epidermal
menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera
jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh.
Dermatofit ectothrix merupakan bentuk infeksi pada perifolikel stratum
korneum, kemudian menyebar ke sekitar dan ke dalam batang rambut dari
pertengahan hingga akhir anagen rambut sebelum masuk ke folikel untuk
menembus korteks rambut. Arthroconidia kemudian mencapai korteks rambut
sehingga pada pemeriksaan mikroskopis pada sediaan rambut yang diambil akan
ditemukan arthroconidia dan dapat juga ditemukan hifa intrapilari. Invasi rambut
oleh dermatofita , terutama M. audouinii ( anak ke anak , melalui tukang cukur ,
topi , kursi teater ) , M. canis ( muda hewan peliharaan ke anak dan kemudian
anak ke anak ) , atau T. tonsurans.
Patogenesis pada arthroconidia endothrix sama seperti ectothrix yaitu awalnya
menyerang stratum korneum dari kulit kepala, yang dapat diikuti oleh infeksi pada
batang rambut namun arthroconidia tetap didalam batang rambut, menggantikan
keratin intrapilari dan meninggalkan korteks yang intak. Hal ini yang
menyebabkan rambut menjadi sangat rapuh dan pada permukaan kulit kepala akan
ditemukan folikel yang hilang, meninggalkan titik hitam kecil “black dot” serta
inflamasi yang parah yang ditemukan pada semua kasus.
Manifestasi klinis
Tinea kapitis dapat hadir dengan beberapa gejala klinis, tergantung jenis organisme, jenis invasi pada rambut, tingkat resistensi dan respon inflamasi.
Manifestasi klinis tinea kapitis pada tiap negara bervariasi dari rambut kusam,
rambut patah dengan skala ringan sampai berat, nyeri, inflamasi. Kelainan pada
tinea kapitis dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia dan
kadang terjadi gambaran yang lebih berat yang disebut kerion, limfadenopati
servical dan oksipital.
Non-inflamasi atau gray patch
Gejala klinis terutama disebabkan oleh M. Audouinii dan M.
Ferrigineum yang sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit timbul akibat
invasi rambut ektothrix. Lesi bermula dari papul eritematosa yang kecil
disekitar rambut, kemudian papul akan melebar dan membentuk bercak yang
menjadi pucat dan bersisik mengelilingi batang rambut dan akhirnya
menyebar secara sentrifugal yang melibatkan folikel rambut disekitarnya.
Keluhan penderita adalah rasa gatal, warna rambut menjadi abu-abu dan tidak
berkilau. Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya sehingga mudah
dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri yang menyebabkan alopesia setempat.
Gambar 2. Tinea Kapitis “Gray Patch”
Sumber: Shannon Verma, Michael P. Hefferman. Superficial Fungal infection :Dermatophytosis,
Onychomycosis, Tinea Nigra, Piedra. Dalam : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen
KF, Goldsmith LA, Katz SI, dkk. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed.
Volume 1 & 2. New York Mc Graw Hill, 2008 : p 1807-1813
Robin Graham-Brown, Tony Burns. Dermatologi. Edisi 8. Jakarta : Erlangga. 2005 ; p. 35
Black dot
Gejala yang timbul disebabkan oleh T. tonsurans dan T. violaceum. Lokasi
arthrospores berada didalam batang rambut yang membuat rambut menjadi lebih
rapuh. Pada permulaan penyakit, gambaran klinis menyerupai kelainan yang
disebabkan oleh genus Microsporum. Rambut yang terinfeksi akan patah tepat
pada muara folikel dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh dengan
spora. Ujung rambut didalam folikel akan muncul gambaran “black dot” pada
pemeriksaan klinis. Pada skala yang luas dengan rambut rontok yang minimal dan
peradangan dapat menyerupai dermatitis seboroik atau psoriasis. Pada infeksi
black dot sering terjadi inflamasi dimana peradangan terjadi dari folikulitis ke
kerion. Pada beberapa kasus tinea kapitis black dot juga dapat ditemukan
gangguan pada kuku dan rambut yang hilang.
Gambar 3. Tinea Kapitis “Black Dot”
Sumber : Shannon Verma, Michael P. Hefferman. Superficial Fungal infection :Dermatophytosis,
Onychomycosis, Tinea Nigra, Piedra. Dalam : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF,
Goldsmith LA, Katz SI, dkk. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. Volume 1 &
2. New York Mc Graw Hill, 2008 : p 1807-1813 Robin Graham-Brown, Tony Burns. Dermatologi. Edisi 8. Jakarta : Erlangga. 2005 ; p. 35
Kerion
Kerion merupakan jenis tinea kapitis yang bersifat inflamasi dan
merupakan tinea kapitis dengan peradangan yang berat. Hal ini disebabkan oleh
organisme zoofilik seperti T. verrucosum dan T. mentogrophyte atau dermatofit
geophilik semeprti M. Gypseum. Reaksi peradangan berupa pembengkakan yang
menyerupai sarang lebah dengan serbukan sel radang yang padat disekitarnya
sehingga pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil yang berkelompok dan
kadang-kadang ditutupi sisik-sisik tebal. Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan
parut (sikatriks) dan berakibat alopesia yang menetap. Jaringan parut yang
menonjol kadang-kadang dapat terbentuk. Tinea kapitis anthropophilik dapat tiba-
tiba menjadi inflamasi dan berkembang menjadi kerion akibat hipersensitivitas
yang tinggi.
Gambar 4. Kerion pada Kulit Kepala Sumber: Robin Graham-Brown, Tony Burns. Dermatologi. Edisi 8. Jakarta : Erlangga. 2005 ; p.35
Favus
Favus merupakan gejala tinea yang jarang, gejala di sebabkan T.
schoenleinii. Organisme dapat mempengaruhi kulit dan kuku juga hal ini di tandai
dengan warna krusta kekuningan yang dikenal sebagai skutula disekitar rambut.
Skutula memiliki berbau yang khas yaitu berbau tikus “moussy odor” dan rambut
secara ekstensif akan hilang menjadi alopesia dan atrofi.
Gambar 5. Sumber: Robin Graham-Brown, Tony Burns. Dermatologi. Edisi 8. Jakarta : Erlangga. 2005 ; p.35Klaus Wolff, Richard Allen Johnson, dkk. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Cinival Dermatology 5th ed.New York Mc Graw Hill. 2007
Diagnosis Banding
Dermatitis Seboroik
Peradangan yang erat dengan keativan glandula sebasea yang aktif
pada bayi dan insiden puncak pada usia 18-40 tahun. Manifestasi pada
dermatitis seboroik didapatkan eritema, skuama yang berminyak dan
kekuningan dengan batas tidak tegas, rambut rontok mulai dari verteks dan
frontal. Krusta tebal dapat berbau tidak sedap dan meluas ke dahi, glabela,
telinga postaurikular,leher, daerah supraorbital, liang telinga luar, lipatan
nasolabial, sternal,payudara,interskapular, umbilikus, lipat paha dan
anogenital
Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik merupakan peradangan kulit kronis dan residif, yang
umumnya terjadi selama masa anak-anak yang berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan faktor genetik dimana dipengaruhi
oleh kromosom 5q31-33. Manifestasi klinis di dapatkan pruritus hilang timbul
sepanjang hari namun hebat pada malam hari, sehingga penderita akan
menggaruk dan timbul berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi,
eksudasi,krusta. Predileksi pada anak biasanya di muka dan pipi sedangkan
dewasa pada lipat siku, lipat lutut, samping leher dan sekitar mata.
Psoriasis
Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimunm bersifat
kronik dan residif, di tandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas
tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan trasparan disertai
fenomena tetesan lilin, auspitz dan kobner. Penyakit ini mengenai semua umur
namun umumnya pada dewasa dan pria lebih banyak dibandingkan wanita.
Predileksi psoriasis adalah skalp, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku
serta lutut serta lumbosacral.
11
Alopesia Areata
Etiologi alopesia areata sampai sekarang belum diketahui namun sering
dihubungkan dengan infeksi fokal, kelainan endokrin dan stres emosional. Gejala klinis
terdapat bercak berbentuk bulat atau lonjong dan terjadi kerontokan rambut pada kulit
kepala, alis, janggut, dan bulu mata. Pada tepi daerah yang botak ada rambut yang
terputus, bila dicabut terlihat bulbus yang atrofi. Pada pemeriksaan histopatologi
ditemukan rambut banyak dalam fase anagen, folikel rambut terdapat berbagai ukuran,
tetapi lebih kecil dan tidak matang, bulbus rambut didalam dermis dan dikelilingi oleh
infiltrasi limfosit.
Pseudopelade Brocq
Pseudepelade brocq memiliki manifestasi yaitu kebotakan yang disertai kerusakan
folikel rambut sehingga tampak sebagai bercak parut multipel yang bulat, lonjong atau
tidak teratur dengan ukuran numular dan berwarna merah muda dengan permukaan yang
berkilat. Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan reaksi inflamasi disekitar folikel dan
perivaskular, atrofi epidermis, dan fibrosis tampak pada dermis.
Diagnosis
Diagnosis tinea capitis ditegakkan berdasarkan pada hasil gejala klinis dan hasil tes
laboratorium. Tes laboratorium yang dapat digunakan yaitu :
Lampu Wood
Filter sinar ultraviolet (Wood) memunculkan fluoresensi hijau dari beberapa
jamur dermatofita , terutama spesies Microsporum. Lampu Wood adalah prosedur
screening yang berguna untuk mengambil spesimen dari Infeksi Microsporum. Pada grey
patch ringworm dapat dilihat fluoresensi hijau kekuning-kuningan pada rambut yang sakit
melampaui batas-batas grey patch.
Pemeriksaan KOHPemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop, mula-mula dengan
pembesaran 10x10, kemudian pembesaran 10x45. Sediaan diambil dari kulit kepala dengan
cara kerokan pada lesi yang diambil menggunakan blunt solid scalpel atau dengan
menggunakan sikat.
Pengambilan sampel terdiri rambut sampai akar rambut serta skuama. Setelah sampel
diambil kemudian sampel diletakkan di atas gelas alas, kemuadian ditambahkan 1-2 tetes
larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH untuk sediaan rambut adalah 10% dan untuk kulit
20%. Setelah sediaan dicampurkan dengan KOH, ditunggu 15-20 menit untuk melarutkan
jaringan. Untuk mempercepat pelarutan makan dapat dilakukan pemanasan sediaan basah di
atas api kecil. Pada saat mulai keluar uap dari sediaan tersebut, pemanasan sudah cukup.
Biala terjadi penguapan, maka akan terbentuk kristal KOH, sehingga tujuan yang diinginkan
tidak tercapai. Untuk melihat elemen jamur lebih nyata dapat ditambahkan zat warna pada
sediaan KOH misalnya tinta Parker super-chroom blue black.
KulturMedium kultur yang digunakan untuk jamur dermatofit adalah sabouraud dextrose
agar. Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung
sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamu. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
menanamkan bahan klinis pada media buatan yaitu sabouraud dextros agar. Antibiotik seperti
kloramfenikol dan cycloheximide ditambahkan ke media untuk mencegah pertumbuhan dari
bakteri atau jamur kontaminan. Kerokan yang diambil pada lesi di kulit kepala dengan
menggunakan sikat kemudian di ratakan di permukaan media kultur. Kebanyakan dermatofit
tumbuh pada suhu 26oC dan diperlukan waktu tumbuh setelah 2 minggu untuk dilakukan
pemeriksaan.
Tatalaksana
Prinsip managemen untuk tinea kapitis yaitu terdiri dari pengobaan sistemik, pengobatan
topikal dan tindakan preventif. Tujuan pengobatan adalah untuk mencapai klinis dan
kesembuhan secepat mungkin serta mencegah penyebaran.
Terapi Topikal
Pengobatan topikal antijamur tidak dianjurkan untuk terapi tunggal dalam pengobatan
tinea kapitis. Namun hal ini mungkin dapat mengurangi penularan kepada orang lain dengan
menurunkan pertumbuhan spora jamur. Selenium sulfida, shampo ketokonazol dan shampo
povidone iodine digunakan seminggu 2-3 kali, untuk mengurangi spora jamur dan
infeksivitas. Pada saat menggunakan shampo sebaiknya didiamkan selama 5 menit sebelum
dibilas. Penggunaan obat-obat topikal konvensional yang digunakan misalnya asam salisilat
2-4%, asam benzoat 6-12%, sulfur 4-6%, vioform 3%, asam undesilenat 2-5% dan zat warna
(hijau brilian 1% dalam cat Castellani) dikenal banyak ibat topikal baru. Obat-obat baru ini
diantaranya tolnaftat 2%, tolsiklat, haloprogin, derivat-derivat imidazol, siklopiroksolamin
dan naftifine masing-masing 1%.
Terapi Oral
Obat antimitotik digunakan untuk penetrasi folikel rambut. Gold standar terapi oral untuk tinea kapitis pada empat dekade adalah griseofulvin. Obat baru yang dapat digunakan untuk alternatif terapi tinea kapitis adalah flukonazole, ketokonazole,itrakonazole, dan terbinafine.
GriseofulvinMerupakan turunan dari spesies penicillium mold. Griseofulvin sebagai fungistatik
dengan efek inhibitor RNA jamu, DNA, menghambat sintesis asam nukleat, microtubular
assembly, dan merusak sintesis dinding sel. Dosis rekomendasi untuk tinea kapitis adalah
20mg/kg/hari untuk micronized form dan 15mg/kg/hari untuk ultramicronized form atau
0,5-1 g untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 g untuk anak-anak. Lama pengobatan umumnya
6-12 minggu. Terapi tergantung pada organisme ( misalnya infeksi T. tonsurans mungkin
memerlukan pengobatan jangka panjang ) tetapi bervariasi antara 8 dan 10 minggu . Efek
samping termasuk mual dan ruam pada 8 ± 15 % .
Obat ini kontra indikasi pada kehamilan. Griseofulvin tidak larut dalam air dan
absorbsinya buruk dari saluran pencernaan. Sehingga untuk mempertinggi absorpsi obat
dalam usus, sebaiknya obat dimakan bersama-sama makanan yang banyak mengandung
lemak seperti susu, kacang, mentega. Efek samping griseofulvin jarang dijumpai, namun
keluhan utama ialah sefalgia pada 15% penderita. Efek sampig lainnya dapat berupa
gangguan traktus digestinus ialah nausea, vomitus, dan diare. Griseovulvin juga bersifat
fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi hepar.
Antijamur Golongan Azole
Obat antijamur golongan azole termasuk ketokonazole,itrakonazole dan flukonazole.
Mereka bekerja dengan menghambatan pembentukan ergosterol dalam jamur dengan
inhibitor sitokrom p450-dependent enzymes di dalam membran sel.
Untuk tinea kapitis dosis itraconazole umumnya diberikan 3-5 mg / kg/ hari selama
empat sampai enam minggu atau 2 x 100-200 mg/hari. Itraconazole memiliki spektrum yang
sangat luas terhadap jamur , termasuk aspergillus dan dermatofit. Kontraindikasi pada pasien
dengan gagal jantung kongestif.
Ketokonazole merupakan obat jamur yang bersifat fungistatik dapat diberikan obat
sebanyak 200 mg/hari selama 10 hari- 2 minggu pada pagi hari setelah makan.
Kontraindikasi ketokonazol adalah pada penderita kelainan hepar.
Flukonazol memberikan efek yang efektif terhadap berbagai organisme yang berbeda
termasuk Trichophyton dan spesies Microsporum. Flukonazol , berbeda dengan antijamur
azol lainnya karena sangat larut dalam air dan memiliki bioavailabilitas yang sangat baik.
Dosis flukonazol berkisar 1,5-6 mg/kg/hari. Penggunaan flukonazol merupakan
kontraindikasi dalam kombinasi dengan astemizol dan terfenadine serta tidak dianjurkan
pada pasien dengan penyakit hati atau disfungsi ginjal atau dikombinasi dengan eritromisin.
TerbinafineTerbinafine adalah fungisidal terhadap kedua Trichophyton dan Microsporum spp.
Terbinafine adalah obat allylamine sebagai antijamur spektrum. Terbinafine bekerja dengan
memblok pembentukan ergosterol pada membran sel jamur dengan menghambat squalene
epoksidase yang mengarah ke akumulasi squalene . Obat ini dimetabolisme di hati dan
diekskresikan terutama dalam urin . Terbinafine tersedia sebagai krim atau dalam bentuk
tablet (250mg) . Di beberapa negara tablet pediatrik tersedia ( 125mg ) . Dosis 62,5 mg-250
mg sehari tergantung pada berat badan atau dosis dewasa adalah 250 mg sedangkan pada
anak-anak digunakan berdasarkan pada berat badan yaitu : < 20 kg (62,5 mg/hari) , 20 – 40
kg (125 mg/ hari) dan > 40 kg (250 mg/hari). Durasi pengobatan dilakukan selama 4 minggu,
namun jika penyebabnya adalah T. tonsurans membutuhkan pengobatan selama satu bulan.
Efek samping terinafine ditemukan pada 10% pada penderita yaitu gangguan gastrointestinal
seperti nausea, vomitus, nyeri lambung, diare, konstipasi, umumnya ringan. Sefalgia ringan
dan dilaporkan 3,3-7% gangguan fungsi hepar.
Daftar Pustaka
Brendan P. Kelly. Superficial Fungal Infections : Pediatrics in Review. American Academy
of Pediatrics. 2012;33;e22
Dawber RPR, de Becker D, Wojnarowska F, Disorder of Hair. Dalam : Champion RH,
Burton JZ, Burno DA, Breatnach SDM, editors. Rook/Wilkinson/Ebling Textbook of
Dermatology, 6th ed. Oxford : Blackwell Science, 1998 : p 2869-973
E.M Higgins, dkk. Guideline for The Management of Tinea Capitis.British Journal of
Dermatology. 2000; 143:53-58
Health Protection Agency. Tinea Capitis in The United Kingdom: A report on its diagnosis,
management and prevention. London : Health Protection Agency, March 2007
Health Protection Agency. Tinea Capitis in The United Kingdom: A report on its diagnosis, management and prevention. London : Health Protection Agency, March 2007
James W, Elston D, Berger T, Andrews G. Andrews' Diseases of the skin. London: Saunders/
Elsevier; 2011.
Klaus Wolff, Richard Allen Johnson, dkk. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Cinival
Dermatology 5th ed.New York Mc Graw Hill. 2007
Maha A, Dayel, Iqbal Bukhari. Tinea Capitis. The Gulf Journal of Dermatology and
Venereology.Vol.1. No.1. 2004
N rebollo, dkk. Tinea Capitis. Review Article. Actas Dermosifiliogr. 2008;99:91-100
Nelson MM; Martin AG, Heffernan MP. Superficial Fungal infection: Dermatophytosis,
Onychomycosis, Tinea Nigra, Piedra. Dalam : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K,
Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s Dermatologyin General Medicine
6th ed. New York Mc Graw Hill, 2003 : p 1989-2005.
Prof.Dr.R.S.Siregar. Penyakit Kulit Jamur. Edisi 2. Jakarta : EGC.2004; p.24
Rippon JW. Medical Mycology 3rd 14 ed. Philadelphia: WB Saunders Co, 1988
Robin Graham-Brown, Tony Burns. Dermatologi. Edisi 8. Jakarta : Erlangga. 2005 ; p. 35
Rowell NR, Goodfield MJD. The Connective Tissue diseases. Dalam : Champion RH, Burton
JZ, Burns DA, Breatnach SDM, editors. Rook/Wilkinson/Ebling Textbook of
Dermatology, 6th ed. Oxford : Blackwell Science, 1998 : p 2437-575.
Sandra Widaty, Unandar Budimulja. Mikosis: dalam Prof.Dr. dr. Adhi Djuanda, dkk Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta : FKUI. 2015; p.112.
Schroeder TL, Levy ML. Treatment of hair loss disorders in children. Dermatol Ther 1997;
2 : 84-92.
Shannon Verma, Michael P. Hefferman. Superficial Fungal infection :Dermatophytosis,
Onychomycosis, Tinea Nigra, Piedra. Dalam : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K,
Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, dkk. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine 7th ed. Volume 1 & 2. New York Mc Graw Hill, 2008 : p 1807-1813
Synopsis of Cinival Dermatology 5th ed.New York Mc Graw Hill. 2007