skenario e blok19 kel2 fix

Upload: birgitta-fajarai

Post on 14-Apr-2018

392 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    1/64

    LAPORAN TUTORIAL

    SKENARIO E

    BLOK 19

    Disusun oleh : L2 Reguler

    Rizky Permata Sari 04111001013

    Tiara Eka Mayasari 04111001035

    Obby Saleh 04111001046

    Dwi Novia Putri 04111001053

    Dwi Jaya Sari 04111001056

    Azizha Ros Lutfia 04111001063

    Yasinta Putri Astria 04111001073

    Fajar Ahmad Prasetya 04111001084

    Birgitta Fajarai 04111001090

    Tri Nisdian Wardiah 04111001109

    Januar Antoni 04111001126

    Hendy Wijaya 04111001127

    Anggun Nurul Fitria 04111001143Fakultas Kedokteran

    Universitas Sriwijaya

    2013

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    2/64

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas ridho dan karunia-Nya laporan

    tugas tutorial skenario E Blok 19 ini dapat terselesaikan dengan baik.

    Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem

    pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

    Tim penyusun laporan ini tak lupa mengucapkan terima kasih kepada tutor yang telah

    membimbing kami semua dalam pelaksanaan tutorial kali ini. Serta semua pihak yang telah

    membantu dalam penyusunan laporan tugas tutorial ini.

    Laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan

    sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan tim penyusun lakukan.

    Tim

    Penyusun

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    3/64

    DAFTAR ISI

    Halaman Judul........................................................................................ 1

    Kata Pengantar ...................................................................................... 2

    Daftar Isi ................................................................................................ 3

    SKENARIO............................................................................................ 4

    I. Klalifikasi istilah........................................................................ 4II. Identifikasi masalah.................................................................... 5III. Analisis Permasalahan................................................................. 5IV. Kesimpulan.................................................................. 14V. Kerangka Konsep......................................................................... 15VI. Sintesis......................................................................................... 17DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 38

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    4/64

    I. Skenario E Blok 19 tahun 2013Seorang anak laki-laki, usia 3 tahun, berat badan 13kg, dibawa ker RS dengan keluhan

    kejang. Dari catatan dari rekam medis didapatkan penderita masih sering mengalami serangan

    kejang saat datang ke RS. Setelah diberikan diazepam per rektal dua kali dan intravena satu kali

    kejang juga belum teratasi. Kejang berhenti setelah diberikan drip ferotin. Kejang tidak didahului

    atau disertai demam. Pasca kejang anak tidak sadar.

    Setelah delapan jam perawatan di rumah sakit, kesadaran penderita mulai membaik,

    namun masih malas bicara tatapan seringkali kosong.

    Dari anamnesis dengan ibu penderita, sekitar dua puluh menit sebelum masuk RS

    penderita mengalami bangkita seluruh tubuh penderita tegang, mata mendelik ke atas, kemudian

    dilanjutkan kelojotan seluruh tubuh. Bangkitan ini berlangsung kurang lebih lima menit.

    Setelahnya penderita tidak sadar. Penderita kemudian dibawah ke RS. Seitar 10 menit setelah

    bangkitan pertama saat masih dalam perjalanan ke rumah sakit, bangkitan serup berulang sampai

    penderita tiba dirumah sakit. Jarak antara rumah dengan rumah sakit lebih kuang 10 kilometer.

    Setelah mendapat obat kejang seperti yang telah disebutkan di atas, kejang berhenti. Pasca

    kejang penderita masih tidak sadar. Sekitar tiga jam di RS, penderita mulai sadar. Orang tua

    memperhatikan lengan dan tungkai sebelah kanan nampak lemah dan penderita sering tersedak.

    Riwayat Penyakit Sebelumnya:

    Saat berusia sembilan bulan, penderita mengalami kejang dengan demam tinggi.

    Dilakukan pemeriksaan cairan serbrospinal dan penderita di diagnosis menderita meningitis.

    Pederita dirawat di RS selama 15 hari.

    Pada usia satu tahun penderita mengalami kejang yang tidak disertai demam sebanyakdua kali. Pada usia 18 bulan penderita kembali mengalami kejang yang disertai demam tidak

    tinggi. Penderita berobat ke dokter dan diberi obat asam valproat. Setelah enam bulan berobat,

    orang tua menghasilkan pengobatan karena penderita tidak pernah kejang. Penderita sudah bisa

    berbicara lancar, sudah bisa memakai baju sendiri dan mengendarai sepeda roda tiga.

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    5/64

    Pemeriksaan Fisik:

    Anak nampak sadar, suhu 37C, TD: 90/45 mmHg (normal untuk usia), nadi 100x/menit. Laju

    nafas 30x/menit.

    Pemeriksaan Neurologis:

    Mulut penderita mengot sebelah kiri. Lipatan dahi masih nampak dan kedua kelopak mata dapat

    menutup penuh saat dipejamkan. Saat penderita diminta mengeluarkan lidah yerjadi deviasi ke

    kanan dan di sertai tremor lidah. Pergerakan legan dan tungkai kanan nampak terbatas dan

    kekuatannya lebih lemah dibanding sebelah kiri. Lengan dan tungkai kiri dapat melawan tahanan

    kuat sewajar usianya. Tonus otot dan refleks fisiologis lengan dan tungkai kanan meningkat,

    serta ditemukan refleks Babinski di kaki sebelah kanan.

    I. Klarifikasi Istilah:1. Kejang: perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas

    neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan.(betz &

    Sowden,2002)

    2. Diazepam: Obat golongan benzodiazepine menekan susunan saraf pusat digunakan

    3. Drip fenitoin: Obat antikonvulsan obat yang digunakan untuk mengobati kejang gangguan

    termasuk epilepsi.

    4. Meningitis: radang pada meninges (membran yang membungkus otak dan medula spinalis

    : dura mater, pia mater, dan araknoid)

    5. Asam valproat: Asam valproat adalah obat antikonvulsi yang umum digunakan pada terapi

    epilepsi untuk untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi (epileptic seizure).

    6. Tremor: Getaran atau gigitan yang invoulunter.

    7. Tonus: Kontraksi otot yang ringan dan terus menerus yang pada otot rangka membantu

    dalam mempertahankan postur dan pengembalian darah ke jantung.

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    6/64

    8. Deviasi: Penyimpangan, tidak lurus

    9. Refleks babinsky: Reflex patologis yang ditimbulkan dengan stimulus goresan pada

    telapak kaki lateral dimulai dari tumit sampai ke jari-jari kaki paling medial, yang

    menghasilkan dorsofleksi jari besar dan pengembangan (fanning) jari-jari yang lebih kecil.

    10. Refleks fisiologis: Refleks yang normal ditemukan pada orang sehat.

    11. Liquid Cerebro Spinal: Cairan yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP) dan juga

    mengisi rongga dalam dari otak

    12. Clonus: Serangkaian kontraksi dan relaksasi otot involunter yang bergantian secara cepat.

    13. Tonik: kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20

    detik

    14. Klonik: Bersifat klonus, menghasilkan klonus, suatu gerakan ritmik involunter dari kontraksi

    dan relaksasi otot.

    15. Hemiparesis: Kekakun otot yang berkurang pada seluruh tubuh.

    16. Status epileptikus: Keadaan kedaruratan neurologik medik utama dalam kaitannya

    dengan morbiditas dan mortalitas. Istilah SE (status epileptikus) digunakan sebagai gambaran

    bangkitan yang berlangsung terus menerus atau SE didefinisi sebagai suatu kondisi dimana

    terjadinya aktivitas epileptik yang menetap selama 30 menit atau lebih.

    17. Syncope: Kehilangan kesadaran sementara yang diikuti oleh kembalinya kesiagaan

    penuh. Kehilangan kesadaran ini disertai dengan kehilangan kekuatan otot yang dapat

    berakibat pada jatuh atau terpelanting

    18. Absant: salah satu epilepsi umum, yang onsetnya dimulai pada usia 3-8 tahun dengan

    karakteristik klinik yang menggambarkan pasien seperti bengong dan tidak ingat kejadian

    tersebut saat kembali normal.

    II. Identifikasi Masalah:

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    7/64

    1. Seorang anak laki-laki, usia 3 tahun, berat badan 13kg, dibawa ker RS dengankeluhan kejang.

    2. Bangkitan I: 20 menit sebelum masuk RS, tubuh tegang mata mendelik ke ataskelojotan seluruh tubuh kurang lebih 5 menit, kejang tidak di dahului demam

    setelahnya tidak sadar. Bangkitan II: 10 menit setelah bangkitan I.

    3. Kejang tidak dapat diatasi dengan diazepam namun kejang berhenti setelah diberidrip ferotin.

    4. 3 jam di RS penderita mulai sadar, lengan dan tungkai lemah dan sering tersedak.8 jam setelah dirawat, keadaan membaik, namun masih bicara dan tatapan

    kosong.

    5. Riwayat penyakit sebelumnya;a. 9bulan; meningitis 13 hari di RS kejang dan demam.b. 12 bulan; kejam tanpa demam 2 kali.c. 18 bulan; kejang dengan demam tidak tinggi diberi Asam valproat oleh

    dokter.

    d. 24 bulan; pengoatan dihentikan karenat tidak kejang lagi.6. Pemeriksaan Fisik7. Pemeriksaan Neurologis

    III. Analisis Masalah:1. Seorang anak laki-laki, usia 3 tahun, berat badan 13kg, dibawa ker RS

    dengan keluhan kejang.

    a. Bagaimana hubungan jenis kelamin, usia dengan keluhan?Jawab: Sekitar 10% anak-anak mengalami kejang dan sepertiga dari jumlah tersebut

    disebabkan oleh epilepsi. Kejang terjadi pada 2-5% anak berusia 6 bulan sampai 3 tahun.

    Insiden tertinggi terjadi pada usia 18 bulan. Pada anak-anak lebih banyak terjadi kejanggeneralisata dan lebih banyak terjadi pada anak laki-laki. Selain itu dilaporkan bahwa

    adanya infeksi pada SSP meningkatkan resiko terjadinya kejang.

    b. Jelaskan jenis-jenis kejang!Jawab: Disintesis.

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    8/64

    c. Etiologi dsan mekanisme dari kejang? ( sesuai kasus)Jawab: Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi

    pada sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai kegiatan listrik yang

    disebabkan oleh adanya potensial membran sel. Potensial membran neuron bergantung pada

    permeabilitas selektif membran neuron, yakni membran sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang

    ekstraseluler ke intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel

    terdapat kosentrasi tinggi ion K dan kosentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl, sedangkan keadaan

    sebaliknya terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah yang

    menimbulkan potensial membran. Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat

    merubah atau mengganggu fungsi membaran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh

    ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan

    depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas

    muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu

    serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti

    akibat pengaruh proses inhibisi. Di duga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar

    sarang epileptik. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin

    agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang

    dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat

    habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.

    Ada dua jenis neurotransmiter, yakni neurotransmiter eksitasi yang memudahkan

    depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmiter inhibisi yang menimbulkan

    hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara

    neurotransmitter-neurotransmiter eksitasi dapat disebut glutamat, aspartat dan asetilkolin

    sedangkan neurotransmiter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan

    glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau

    rangsang. Hal ini misalnya terjadi dalam keadaan fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron.Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam

    keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh

    sel akan melepas muatan listrik.

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    9/64

    2. Bangkitan I: 20 menit sebelum masuk RS, tubuh tegang matamendelik ke atas kelojotan seluruh tubuh kurang lebih 5 menit, kejang

    tidak di dahului demam setelahnya tidak sadar. Bangkitan II: 10 menit

    setelah bangkitan I.

    a. Jelaskan makna klinis dari bangkitan 1&2!Jawab: Bangkitan 1 dan bangkitan 2 mengindikasikan ada status epileptikus karena

    selain kejang lebih dari 30 menit, status epileptikus juga ditentukan oleh frekuensi kejang 2 atau

    lebih disertai kehilangan kesadaran.

    b. Bagaimana mekanisme dari bangkitan 1&2?Jawab: Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi

    padasinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai kegiatan listrik

    yangdisebabkan oleh adanya potensial membrane sel. Potensial membrane neuron bergantung pada

    permeabilitas selektif membrane neuron, yakni membrane sel mudah dilalui oleh ion K dariruang

    ekstraseluler ke intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel

    terdapat kosentrasi tinggi ion K dan kosentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl, sedangkan

    keadaansebaliknya terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah

    yangmenimbulkan potensial membran.Ujung terminal neuron-neuron berhubungan dengan

    dendrite-dendrit dan badan-badanneuron yang lain, membentuk sinaps dan merubah polarisasi

    membran neuron berikutnya. Adadua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang

    memudahkan depolarisasi ataulepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi yang

    menimbulkan hiperpolarisasi sehingga selneuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik.

    Diantara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate,aspartat dan

    asetilkolin sedangkanneurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid

    (GABA) dan glisin. Jikahasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi

    transmisi impuls atau rangsang. Halini misalnya terjadi dalam keadaan fisiologik apabilapotensial aksi tiba di neuron. Dalamkeadaan istirahat, membrane neuron mempunyai potensial

    listrik tertentu dan berada dalamkeadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan

    depolarisasi membrane neuron dan seluruhsel akan melepas muatan listrik.Oleh berbagai factor,

    diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggufungsi membaran neuron

    sehingga membrane mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruanganekstra ke intra seluler.

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    10/64

    Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membrane dan lepasmuatan listrik berlebihan,

    tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian olehsejumlah besar neuron secara

    sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsy. Suatu sifat khasserangan epilepsy ialah bahwa

    beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi.Di duga inhibisi ini adalah

    pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu jugasystem-sistem inhibisi pra dan

    pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepasmuatan

    memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatuserangan epilepsy terhenti ialah

    kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang pentinguntuk fungsi otak

    c. Apakah pada pasien ini mengalamai status epileptikus?Jelaskan!

    Jawab: Ya, Karena memenuhi criteria kejang yang berlangsung selama 30 menit, atau

    kejang berulang-ulang selama 30 menit dengan kondisi tidak sadar. Kejang berlangsung dua kali,

    pertama lima menit namun diikuti periode tidak sadar 10 menit. Kemudian terjadi kejang lagi

    dan sesuai standar tatalaksana bangkitan kejang, untuk tiga kali mendapat diazepam (dua kali per

    rectal dan satu kali intravena) adalah setidaknya periode waktu dua kali lima menit (diazepam

    per rectal dua kali @1-5 menit= 10 menit), dan 5-10 menit untuk diazepam intravena dimana

    setelah periode waktu itu kejang belum bisa teratasi. Lalu dilanjutkan pemberian phenitoin drip

    (10-15 menit) dan setelahnya kejang baru bisa diatasi.

    Jadi, setelah penghitungan frekuensi kejang ditambah dengan periode waktu pemberian

    tatalaksana hingga pasien sadar, kasus ini merupakan status epileptikus.

    3. Kejang tidak dapat diatasi dengan diazepam namun kejang berhentisetelah diberi drip ferotin.

    a. Mengapa kejang tidak dapat di atasi dengan diazepam?i. Per rektal

    Jawab: Diazepam dapat digunakan pada SE, dapat digunakan untuk mengendalikan 80-

    90% pasien bangkitan rekuren. Ada 10-20% kemungkinan tidak efektif. Pemberian per rektal

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    11/64

    dengan dosis 0,5-1mg/kgBB untuk anak bayi-11 tahun. (13 kg>> 6,5-13mg).Dosis itu

    menghasilkan kadar 500mikrogram/mL dalam waktu 2-6 menit.

    ii. Per intravenaJawab: Cara kerja diazepam dengan meningkatakan konsentrasi GABA (Gama asam

    amino butirat) sehingga menginhibisi neurotransmiter. Pada kasus diduga jumlah GABA yang

    diinduksi belum dapat mengatasi kejang tersebut.

    b. Jelaskan mekanisme darii. Diazepam (per rektal, per iv )

    Jawab: Bekerja pada sistem GABA(gamma-aminobutyric acid), yaitu dengan

    memperkuat fungsi hambatan neuron oleh GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem

    saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan

    oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin akan bekerja

    sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai benzodiazepin

    dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya interaksi benzodiazepin, afinitas GABA

    terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan

    aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih

    banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan

    hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang

    berkurang.

    ii. Drip phenitoinJawab: Fenitoin adalah obat utama untuk hampir semua jenis epilepsi, kecuali bangkitan

    lena. Adanya gugus fenil atau aromatik lainnya pada atom C5 penting untuk efek pengendalianbangkitan tonik-klonik; sedangkan gugus alkil bertalian dengan efek sedasi, sifat yang terdapat

    pada mefenition dan barbiturat, tetapi tidak pada fenitoin. Adanya gugus metil pada atom

    N3 akan mengubah spektrum aktivitas misalnya mefenitoin, dan hasil N demetilasi oleh enzim

    mikrosom hati menghasilkan metabolit tidak aktif.

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    12/64

    Fenitoin berefek antikonvulsan tanpa menyebabkan depresi umum susunan saraf pusat. Dosis

    toksik menyebabkan eksitasi dan dosis letal menimbulkan rigiditas deserebrasi. Sifat

    antikonvulsan fenitoin didasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari fokus ke bagian

    lain di otak. Efek stabilisasi membran sel oleh fenitoin juga terlihat pada saraf tepi dan membran

    sel lainnya yang juga mudah terpacu misalnya sel sistem konduksi di jantung. Fenitoin juga

    mempengaruhi perpindahan ion melintasi membran sel; dalam hal ini, khususnya dengan

    menggiatkan pompa Na+

    neuron.

    Bangkitan tonik-klonik dan beberapa bangkitan parsial dapat pulih secara sempurna.

    Gejala aura sensorik dan gejala prodromal lainnya tidak dapat dihilangkan secara

    sempurna oleh fenitoin.(1,2,3,4)

    FARMAKOKINETIK

    Absorpsi fenitoin yang diberikan per oral berlangsung lambat, sesekali tidak lengkap;

    10% dari dosis oral diekskresikan bersama tinja dalam bentuk utuh. Kadar puncak dalam

    plasma dicapai dalam 3 12 jam. Bila dosis muatan (loading dose) perlu diberikan, 600

    800 mg, dalam dosis terbagi 812 jam, kadar efektif plasma akan tercapai dalam waktu 24

    jam. Pemberian fenitoin secara IM, menyebabkan fenitoin mengendap di tempat suntikan

    kira-kira 5 hari, dan absorpsi berlangsung lambat. Fenitoin didistribusi ke berbagai jaringan

    tubuh dalam kadar yang berbeda-beda. Setelah suntikan IV, kadar yang terdapat dalam otak,

    otot skelet dan jaringan lemak lebih rendah daripada kadar di dalam hati, ginjal dan kelenjar

    ludah.

    Pengikatan fenitoin oleh protein, terutama oleh albumin plasma kira-kira 90%. Pada

    orang sehat, termasuk wanita hamil dan wanita pemakai obat kontrasepsi oral, fraksi bebas

    kira-kira 10% sedangkan pada pasien dengan penyakit ginjal, penyakit hati atau penyakit

    hepatorenal dan neonatus fraksi bebas rata-rata di atas 5,8 12,6 %. Fenitoin terikat kuat

    pada jaringan saraf sehingga kerjanya bertahan lebih lama; tetapi mula kerja lebih lambat

    daripada fenobarbital. Biotramsformasi terutama berlangsung dengan cara hidroksilasi oleh

    enzim mikrosom hati. Metabolit utamanaya ialah derivat parahidroksifenil. Biotransformasi

    oleh enzim mikrosom hati sudah mengalami kejenuhan pada kadar terapi, sehingga

    peninggian dosis akan sangat meningkatkan kadar fenitoin dalam serum secara tidak

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    13/64

    proporsional. Oksidasi pada satu gugus fenil sudah menghilangkan efek antikonvulsinya.

    Sebagian besar metabolit fenitoin diekskresikan bersama empedu, kemudian mengalami

    reabsorpsi dan biotransformasi lanjutan dan diekskresi melalui ginjal. Di ginjal, metabolit

    utamanya mengalami sekresi oleh tubuli, sedangkan bentuk utuhnya mengalami reabsorpsi

    c. Bagaimana saja penggunaan (waktu paruh, dosis, efeksamping)

    i. DiazepamJawab: Diazepam dapat diberikan secara oral, intravena (harus diencerkan, karena

    menyakitkan dan merusak pembuluh darah), intramuskular (lihat di bawah), atau sebagai

    supositoria . Ketika diazepam yang diberikan secara oral, itu diserap dengan cepat dan memiliki

    onset cepat tindakan. Onset tindakan adalah 1-5 menit untuk administrasi IV dan 15-30 menit

    untuk administrasi IM. Durasi puncak efek farmakologis's diazepam adalah 15 menit sampai 1

    jam untuk kedua rute administrasi. Ketersediaan hayati setelah admministration oral adalah 100

    persen, dan 90 persen setelah pemberian dubur. kadar plasma puncak terjadi antara 30 menit dan

    90 menit setelah pemberian oral dan antara 30 menit dan 60 menit setelah pemberian

    intramuskular; setelah kadar puncak plasma administrasi dubur terjadi setelah 10 menit untuk 45

    menit. Diazepam sangat terikat dengan protein 96-99 persen diserap obat yang terikat protein.

    Separuh distribusi kehidupan diazepam adalah 2 menit sampai 13 menit.

    Efek samping:

    1-10%

    Ataxia

    Euphoria (3%, rectal gel)

    Incoordination (3%, rectal gel)

    Somnolence

    Rash (3%, rectal gel)

    Diarrhea (4%, rectal gel)

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    14/64

    Frequency Not Defined

    Common

    Hypotension Fatigue Muscle weakness Respiratory depression

    Serious

    Neutropenia Local effects: Pain, swelling, thrombophlebitis, carpal tunnel syndrome, tissue necrosis Phlebitis if too rapid IV push

    Dosis:

    Usia IV Per rectal

    < 1 tahun 1-2 mg 2,55 mg

    1-5 tahun 3 mg 7,5 mg

    5-10 Ahun 5 mg 10 mg>10 tahun 5-10 mg 1015 mg

    ii. Drip phemitoinJawab: Bekerja dengan inhibisi kanal Na+ pada akson. Menurunkan aktifitas listrik

    saraf. DA : 5mg/kgBB/hari. Kadar terapi di serum : 10-20 mikrogram/mL. fenitoin berinteraksi

    dengan fenobarbital dan karbamazepin. Karena keuda obat itu menurunkan enzim mikrozom

    hepar kadar di plama fenitoin meningkat, namun efek kerjanya mnurun. Terapi kombinasi harus

    hati hati.waktu paruh 20-30 jam. ESO >> sedasi (ngantuk), hiperkenesis dan iritabilitas paradoks

    jika digunakan bersama barbiturat dan klonazepam.

    d. Mengapa di berikan diazepam dahulu sebelum di berikan dripphenitoin

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    15/64

    Jawab: Karena diazepam merupakan GABA reseptor agonis yang memiliki onset terapi

    15-20 menit dan dapat diulang dengan jarak 5 menit. Hal itu cukup efektif untuk mengobati

    kejang pada penderita.

    Sedangkan drip fenitoin yang merupakan pemblok pintu kanal Natrium memiliki onset 10-30

    menit dan bersifat basa sehingga dapat menyebabkan iritasi vena

    4. 3 jam di RS penderita mulai sadar, lengan dan tungkai lemah dansering tersedak.

    a. Mengapa penderita baru sadar 3 jam sejak masuk rumah sakit?Jelaskan mekanismenya!

    Jawab: Itu berhubungan dengangn waktu paru obat sehinggapenderita sadar setelah 3

    jam masuk rumah sakit.

    b. Mekanisme dari lengan dan tungkai lemah dan sering tersedak?Jawab: Status epileptikus menyebabkan kerusakan pada neuron. Kejang menyebabkan

    kontraksi otot terus menerus sehingga terjadi hipoksemia akibat oksigen banyak digunakan.

    Kejang lama juga (lebih dari 15 menit) disertai apnea, asidosis laktat , hipotensi arterial, denyut

    jantung yang tidak teratur dan suhu meningkat akibat metabolisme yang meningkat.

    Rangkaian kejadian di atas menyebabkan kerusakan neuron. Faktor terpenting adalah

    gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas

    kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan keruskan sel neuron otak.

    Kerusakan pada korteks motorik menyebabkan kelemahan mada lengan dan tungkai. Lesi

    pada N. XII (hipoglosus) juga menyebabkan sering tersedak akibat hilangnya refleks menelan.

    5. 8 jam setelah dirawat, keadaan membaik, namun masih bicara dantatapan kosong.

    a. Apa kaitan riwayat pemyakit sebelumnya dengan penyakitsekarang?

    i. 9 bulanJawab: Meningitis dan epilepsi merupakan hal yang berbeda. Meningitis merupakan

    radang sepaut otak akibat infeksi bakteri atau virus, sementara epilepsi kumpulan gejala dan

    tanda-tanda klinis yang muncul disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    16/64

    akibat lepas muatan listrik abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron secara paroksismal

    dengan berbagai macam etiologi. Ada kecenderungan timbul serangan tanpa provokasi

    (epilepsi), rerata 5 tahun setelah kejadian meningitis terutama di negara negara berkembang

    terutama terkait S. pneumoniae. ( Bacterial meningits and epilepsy, Murthy JM, Prabhakar S,

    2008). Namun hingga kini, tidak ada kaitan pasti antara meningitis dan epilepsi.

    ii. 12 bulanJawab: Merupakan gejala sisa dari meningitis yang dialaminya pada usia 9 bulan

    disinyalir meninggalkan lesi pada otak. Lesi tersebut terjadi lepas muat yang berlebihan

    sehingga daerah tersebut (fokus kejang) sangat sensitif terhadap ransangan. Ketika ada pencetus

    lemah saja (seperti emosi, marah) akan terjadinya berbagai fenomena biokimia pada fokus

    kejang (seperti yang sudah diuraikan di atas) dan akan terjadi kejang (tanpa demam) yang

    cenderung berulang yang bisa disebut epilepsi seperti pada kasus ini.

    iii. 24 bulanJawab: Ketika berusia 2 tahun (6 bulan setelah pemakaian obat) obat yang dikonsumsi

    anak dihentikan karena penderita tidak pernah kejang lagi dan perkembangan normal. Sedangkan

    menurut Ilmu Kesehatan Anak Nelson jika pengendalian kejang total dicapai dengan

    antikonvulsan, minimum dua tahun bebas kejang merupakan masa pengobatan yang cukup dan

    aman pada penderita tanpa faktor risiko.

    Pada kelompok idiopatik (kejang berkembang pada tidak adanya lesi atau seragan SSS yang

    mendasari) termasuk penderita epilepsi yang mengalami penghentian konvulsan mendadak

    (terutama benzodiazepin dan barbiturat) yang disertai dengan status epileptikus. Anak epilepsi

    yang diberi antikonvulsan tidak teratur atau tidak taat adalah lebih mungkin berkembang status

    epileptikus.

    6. Pemeriksaan Fisik dan pemeriksaan neurologisa. Interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan

    fisik!

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    17/64

    Jawab: Untuk vital sign normal. Mekanisme abnormal mulut mengot dll di jawab di

    mekanisme abnormal neurologis.

    b. Interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaanneurologis!

    Jawab: Mulut penderita mengot sebelah kiri : deviasi lidah menuju arah yang sehat,

    paresis nervus 12 (hipoglosus), karena kontraksi otot genioglosus kontraksinya berbeda

    kekuatan.

    Lipatan dahi tidak ttampak dan mata masih dapat memejam : paresis nervus 7 tidak ditemukan.

    Tremor lidah : tanda paresis nervus 12. Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh

    kelainan di batang otak, kelainan pembuluh darah, tumor dan syringobulbia.

    Gerakan dan kekuatan tungkai dan lengan kanan melemah/menurun :

    Lesi UMN (upper motor neuron) ditandai oleh: kelemahan, kekakuan spasticity), hiper refleks,

    refleks primitif (meliputi grasp, suck,snout reflex). Lesi LMN (lower motor neuron ditandai oleh

    kelemahan, hipotonus, hiporefleksi, atrofi dan fasikulasi.

    Paralisis atau kelemahan/ kelumpuhan tampak pada posisi tubuh abnormal. Lesi di sentral

    biasanya menyebabkan kelemahan/ kelumpuhan yang lebih besar pada otot ekstensor daripada

    otot fleksor di ekstremitas superior, sebaliknya pada ektremitas inferior kelemahan/ kelumpuhan

    lebih besar pada otot fleksor.

    Babinski refleks : gangguan memingeal

    Mekanisme abnormal:

    Kondisi terjadi setelah kejang demam ( fokus epilepsi ) :

    menambah berlebihan neurotransmitter eksitatorik (gultamat) atau deplesi

    neurotransmitter inhibitorik (GABA)

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    18/64

    Aktivitas glutamat pada reseptornya (AMPA) dan (NMDA) dapat memicu

    pembukaan kanal Na+. Pembukaan kanal Na ini diikuti oleh pembukaan kanal

    Ca2+

    , sehingga ion-ion Na+

    dan Ca2+

    banyak masuk ke intrasel.

    terjadi pengurangan perbedaan polaritas pada membran sel atau yang disebut

    juga dengan depolarisasi

    Depolarisasi berkepanjangan akibat peningkatan glutamat pada pasien epilepsi

    menyebabkan terjadinya potensial aksi yang terus menerus dan memicu aktivitas

    sel-sel syaraf dan glutamat yang berlebihan akan menyebabkan masuknya

    kalsium dalam sel neuron dan akhirnya menyebabkan apoptosis (eksitotoksik).

    Gangguan sel saraf kranial

    7. Cara penegakan diagnosisJawab:

    1. Anamnesis

    Anamnesis lebih lanjut sangat penting untuk mencari penyebab kejang yang sebenarnya.

    Tipe kejang, lama, frekuensi, kesadaran selama dan setelah kejang salah satunya. Jika kejang

    disertai penurunan kesadaran kemungkinan trauma kepala, ensefalitis, ensefalopati, tumor. Jika

    kejang disertai defisit neurologis (paresis, ataksia, bicara pelo/sengau, wajah asimetri), sakit

    kepala, muntah hebat kemungkinan ada perdarahan intrakranial dan SOL. Jika kejang terjadi

    berulang tanpa provokasi kemungkinan epilepsi. Riwayat trauma kepala, riwayat perkembangan

    anak dan riwayat penyakit seperti DM, penyakit hati/ginjal, HIV juga penting untuk ditanyakan.

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    19/64

    2. Pemeriksaan fisik dan neurologis

    Pemeriksaan antara lain kesadaran dan tanda vital. Pasien yang tidak sadar dapat dilihat

    dari pupil, refleks cahaya, gerak bola mata, refleks muntah/batuk. Hal tersebut juga berguna

    untuk menentukan letak lesi. Lingkar Kepala dan bentuk kepala juga penting dinilai, apabila ada

    peningkatan tekanan intrakranial UUB akan menonjol. Pemeriksaan lainnya ialah tanda rangsang

    meningeal, tonus, refleks fisiologis dan refleks patologis, fungsi saraf sensorik, motorik, dan

    saraf kranialis Lesi kulit yang dinilai hemangioma, hipo/hiperpigmentasi.

    3. Pemeriksaan penunjang

    Pemeriksaan penunjang dilakukan atas indikasi. Pada kasus infeksi perlu diperiksa DPL,

    urin, pungsi lumbal atau kultur. Pada kasus metabolik yang diperiksa glukosa, Ca, Na, K, Mg,

    AGD, asam organik, NH4, laktat, asam amino. Pada kasus perdarahan/SOL/Malformasi otak

    perlu pemeriksaan CT-Scan/MRI kepala. Pada kecurigaan epilepsi perlu diperiksa EEG.

    PEMERIKSAAN ELEKTROENSEFALOGRAFI.

    Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan elektroensefalografi

    (EEG). Pemeriksaan EEG rutin sebaiknya dilakukan perekaman pada wktu sadar dalam keadaan

    istirahat, pada waktu tidur, dengan stimulasi fotik dan hiperventilasi. Pemeriksaam EEG ini

    adalah pemeriksaan laboratorium yang penting untuk membantu diagnosis epilepsi dengan

    beberapa alasan sebagai berikut (Duncan, Kirkpatrick, Harsono 2001, Oguni 2004)

    1. Pemeriksaan ini merupakan alat diagnostik utama untuk mengevaluasi pasien denganserangan kejang yang jelas atau yang meragukan. Hasil pemeriksaan EEG akan

    membantu dalam membuat diagnosis, mebgklarifikasikan jenis serangan kejang yang

    benar dan mengenali sindrom epilepsi.

    2. Dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan fisik dan neurologi, pola epileptiform padaEEG (spikes and sharp waves) sangat mendukung diagnosis epilepsi. Adanya gambaran

    EEG yang spesifik seperti 3-Hz spike-wave complexes adalah karakteristik kearah

    sindrom epilepsi yang spesifik.

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    20/64

    3. Lokalisasi dan lateralisasi fokus epileptogenik pada rekaman EEG dapat menjelaskanmanifestasi klinis daripadaaura maupun jenis serangan kejang. Pada pasien yang akan

    dilakukan operasi, pemeriksaan EEG ini selalu dilakukan dengan cermat.

    Sebaliknya harus diketahui pula bahwa terdapat beberapa alasan keterbatasan dalam

    menilai hasil pemeriksaan EEG ini yaitu :

    1. Pada pemeriksaan EEG tunggal pada pertama kali pasien dengan kemungkinan epilepsididapat sekitar 29-50 % adanya gelombang epileptiform, apabila dilakukan pemeriksaan

    ulang maka persentasinya meningkat menjadi 59-92 %. Sejumlah kecil pasien epilepsi

    tetap memperlihatkan hasil EEG yang normal, sehingga dalam hal ini hasil wawancara

    dan pemeriksaan klinis adalah penting sekali.

    2. Gambaran EEG yang abnormal interiktal bisa saja tidak menunjukkan adanya epilepsisebab hal demikian dapat terjadi pada sebagian kecil orang-orang normal oleh karena itu

    hasil pemeriksaan EEG saja tidak dapat digunakan untuk menetapkan atau meniadakan

    diagnosis epilepsi.

    3. Suatu fokus epileptogenik yang terlokalisasi pada pemeriksaan EEG mungkin saja dapatberubah menjadi multifokus atau menyebar secara difus pada pasien epilepsi anak.

    4. Pada EEG ada dua jenis kelainan utama yaitu aktivitas yang lambat dan epileptiform, bilapada pemeriksaan EEG dijumpai baik gambaran epileptiform difus maupun yang fokuskadang-kadang dapat membingungkan untuk menentukan klasisfikasi serangan kejang

    kedalam serangan kejang parsial atau serangan kejang umum.

    PEMERIKSAAN VIDEO-EEG

    Pemeriksaan ini dilakukan bila ada keraguan untuk memastikan diagnosis epilepsi atau serangan

    kejang yang bukan oleh karena epilepsi atau bila pada pemeriksaan rutin EEG hasilnya negatif

    tetapi serangan kejang masih saja terjadi, atau juga perlu dikerjakan bila pasien epilepsi

    dipertimbangkan akan dilakukan terapi pembedahan. Biasanya pemeriksaan video-EEG ini

    berhasil membedakan apakah serangan kejang oleh karena epilepsi atau bukan dan biasanya

    selama perekaman dilakukan secara terus-menerus dalam waktu 72 jam, sekitar 50-70% dari

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    21/64

    hasil rekaman dapat menunjukkan gambaran serangan kejang epilepsi (Kirpatrick, Sisodiya,

    Duncan 2000, Stefan, 2003).

    PEMERIKSAAN RADIOLOGI

    Ct Scan (Computed Tomography Scan) kepala dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala

    adalah untuk melihat apakah ada atau tidaknya kelainan struktural diotak (Harsono 2003, Oguni

    2004)

    Indikasi CT Scan kepala adalah: (Kustiowati dkk 2003)

    - Semua kasus serangan kejang yang pertama kali dengan dugaan ada kelainanstruktural di otak.

    - Perubahan serangan kejang.- Ada defisit neurologis fokal.- Serangan kejang parsial.- Serangan kejang yang pertama diatas usia 25 tahun.- Untuk persiapan operasi epilepsi.

    CT Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada kontra indikasi namun demikian pemeriksaan

    MRI kepala ini merupakan prosedur pencitraan otak pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas

    tinggi dan lebih spesifik dibanding dengan CT Scan. Oleh karena dapat mendeteksi lesi kecil

    diotak, sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa, maupun

    epilepsi refrakter yang sangat mungkin dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan MRI kepala

    ini biasanya meliputi:T1 dan T2 weighted dengan minimal dua irisan yaitu irisan axial, irisan

    coronal dan irisan saggital (Duncan, Kirkpatrick, Kustiowati dkk 2003).

    PEMERIKSAAN NEUROPSIKOLOGI

    Pemeriksaan ini mungkin dilakukan terhadap pasien epilepsi dengan pertimbangan akan

    dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan ini khususnya memperhatikan apakah ada tidaknya

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    22/64

    penurunan fungsi kognitif, demikian juga dengan pertimbangan bila ternyata diagnosisnya ada

    dugaan serangan kejang yang bukan epilepsi (Oguni 2004, Sisodiya 2000).

    8. WD danJawab: Diagnosis epilepsi dengan status epilektikus.

    Diagnosis banding ,dihubungkan dengan SE yang tanpa demam. Ensefalopati, Hipoglikemi

    berat, Tumor (SOL), Tekanan Intra Kranial yang meningkat tajam, pendarahan pada otak.

    9. EpidemiologiJawab: Angka prevalensi epilepsi dari berbagai penelitian berkisar 1,531/1000

    penduduk. Estimasi prevalensi seumur hidup dari epilepsi (pasien yang pernah mengalami

    epilepsi dalam suatu saat sepanjang hidupnya) berbeda di berbagai negara. Adapun rata-rata

    prevalensi epilepsi aktif (serangan dalam 2 tahun sebelumnya) yang dilaporkan oleh banyak studi

    di seluruh dunia berkisar 4-6/1000. Berapa banyak pasien epilepsi di Indonesia, sampai sekarang

    belum tersedia data hasil studi berbasis populasi. Bila dibandingkan dengan negara berkembang

    lain dengan tingkat ekonomi sejajar, probabilitas penyandang epilepsi di Indonesia sekitar 0,7-

    1,0%, yang berarti berjumlah 1,5-2 juta orang.

    10.Faktor resikoJawab:

    - Serangan pertama terjadi pada umur yang lebih tua dari 12 tahun.- Disfungsi neurologis (cacat motorik atau retardasi mental)- Riwayat kejang neonatuss sebelumnya.- Lebih dari 21 kejang sebelum mulai terapi antikonvulsan.- Penghentian mendadak obat antikonvulsan.

    11.Etiologi

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    23/64

    Jawab: Bangkitan merupakan konsekuensi dari suatu penyakit kritis. Penyebab

    terbanyak bangkitan yang dirawat ICU adalah sepsis dan penyakit kardiovaskuler.

    Penyebab bangkitan lainnya dengan angka kejadian yang tinggi adalah akibat gangguan

    metabolik dan intoksikasi akut akibat obat-obatan ( antibiotik, gagal ginjal, hepar, CHF,

    obat-obat anestesi, atau akibat penghentian obat psikotropik, alkohol).

    Penyebab gangguan neurologik primer adalah akibat stroke iskemik, intraserebral

    hemoragik, AVM, infeksi SSP, trauma dan tumor otak dan metastasis dengan angka

    kejadian bangkitan relatif tinggi. Insiden bangkitan sebagai komplikasi trauma kapitis

    sangat bervariasi, dengan perkiraan 2%-12% pada orang biasa dan 53% pada populasi

    militer. Presentasi dapat meningkat sampai lebih 22% dengan menggunakan monitor

    EEG secara terus menerus.

    12.PatofisiologiJawab: Meningitis yang terjadi pada umur 9 bulan pada anak ini meninggalkan lesi di

    otak. Lesi di otak ini menyebabkan ransangan kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal

    yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu

    keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan

    tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar bersifat

    apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.

    Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi,

    termasuk yang berikut :

    1. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalamipengaktifan.

    2. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatanmenurun dan apabila terpicu akan melepaskan nuatan menurun secara

    berlebihan.

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    24/64

    3. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktudalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi

    asam gama-aminobutirat (GABA).

    4. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atauelektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi

    kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan

    peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi

    neurotransmitter inhibitorik.

    Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian

    disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang,

    kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat

    meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan

    glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang.

    Asam glutamat mungkin mengalami deplesi selama aktivitas kejang.

    Pada anak ini, meningitis yang dialaminya pada usia 9 bulan disinyalir meninggalkan lesi pada

    otak. Lesi tersebut terjadi lepas muat yang berlebihan sehingga daerah tersebut (fokus kejang)

    sangat sensitif terhadap ransangan. Ketika ada pencetus lemah saja (seperti emosi, marah) akan

    terjadinya berbagai fenomena biokimia pada fokus kejang (seperti yang sudah diuraikan di atas)

    dan akan terjadi kejang (tanpa demam) yang cenderung berulang yang bisa disebut epilepsi

    seperti pada kasus ini.

    Pada anak ini kejang yang berulang serta lama, yaitu lebih dari 30 menit (status epileptikus)

    menyebabkan lambatnya fase pemulihan atau post-iktal (delirium post-iktal) pada anak ini.

    Selain itu, kejang yang lama juga meningkatkan resiko terjadinya kerusakan pada otak, seperti

    pada skenario ini, terjadi kerusakan gyrus precentralis (pusat motorik) yaitu hemiparese dextra

    (tonus menurun, gerakan terbatas), parese N. VII dan N XII dextra tipe sentral (mulut mengot,lidah deviasi dan tremor).

    13.Manifestasi klinik

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    25/64

    Jawab: Disintesis.

    14.Tatalaksana dan edukasiJawab: Penatalaksanaan penderita dengan status epileptikus adalah sebagai berikut:

    1. Tindakan suportif.Merupakan tindakan awal yang bertujuan menstabilisasi penderita (harus tercapai

    dalam 10 menit pertama), yaitu ABC:

    Airway: Bebaskan jalan nafas

    Breathing: Pemberian pernafasan buatan/bantuan nafas

    Circulation: Pertahankan/ perbaiki sirkulasi, bila perlu pemberian infus atau

    transfusi jika terjadi renjatan

    2. Hentikan kejang secepatnya.Dengan memberikan obat anti kejang, dengan urutan pilihan sebagai berikut (harus

    tercapai dalam 30 menit pertama):

    1. Pilihan I: Golongan Benzodiazepin(Lorazepam, D iazepam)

    2. Pilihan II: Phenytoin

    3. Pilihan III: Phenobarbital

    3. Pemberian obat anti kejang lanjutan4. Cari penyebab status epileptikus5. Penatalaksanaan penyakit dasar6. Mengatasi penyulit7. Bila terjadi refrakter status epileptikus atasi dengan: Midazolam, atau

    Barbiturat (thiopental, phenobarbital, pentobarbital) atau

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    26/64

    Inhalasi dengan bahan isoflurane

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    27/64

    15.PencegahanJawab: Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus

    ditingkatkan untuk pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari

    ibu yang menggunakan obat antikonvulsi yang digunakan sepanjang

    kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang

    dapat dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi dan

    tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman,

    tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-

    ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang

    sukar melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    28/64

    identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cedera

    akhirnya menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan

    dan persalinan.

    1. Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini,dan program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti

    konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari

    rencana pencegahan ini.

    2. Hal yang tak boleh dilakukan selama anak mendapat serangan :-Meletakkan benda di mulutnya. Jika anak mungkin menggigit lidahnya selama

    serangan mendadak, menyisipkan benda di mulutnya kemungkinan tak banyak

    membantu. Anda malah mungkin tergigit, atau parahnya, tangan Anda malah

    mematahkan gigi si anak.

    -Mencoba membaringkan anak. Orang, bahkan anak-anak, secara ajaib memiliki

    kekuatan otot yang luar biasa selama mendapat serangan mendadak. Mencoba

    membaringkan si anak ke lantai bukan hal mudah dan tidak baik juga.

    -Berupaya menyadarkan si anak dengan bantuan pernapasan mulut ke mulut

    selama dia mendapat serangan mendadak, kecuali serangan itu berakhir. Jika

    serangan berakhir, segera berikan alat bantu pernapasan dari mulut ke mulut jika

    si anak tak bernapas.

    16.KomplikasiJawab:

    a. Status epileptikus. Kondisi ini terjadi bila kejang terus-menerusselama lebih dari 5 menit atau kejang rekuren yang sering tanpa

    memperoleh kesadaran di antara kejang. Orang-orang dengan status

    epileptikus memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kerusakan

    otak permanen atau kematian

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    29/64

    b. Sudden unexplained death in epilepsy (SUDEP). Orang-orangdengan epilepsi tidak terkontrol juga memiliki risiko mengalami

    kematian tiba-tiba. Kurang dari 1 di antara 1000 orang dengan epilepsi

    mengalami SUDEP, tapi hal ini lebih sering di antara orang-orang

    yang kejangnya tidak terkontrol oleh pengobatan. Risiko SUDEP

    meningkat saat kejang tonik-klonik lebih sering.

    Efek epilepsi pada anak-anak

    c. Efek jangka panjang. Pada umumnya efek jangka panjang darikejang bergantung pada penyebab kejangnya. Anak-anak dengan

    epilepsi yang disebabkan kondisi tertentu (seperti trauma kepala dan

    kelainan neurologik) memiliki mortalitas lebih tinggi daripada

    populasi pada umumnya. Tetapi survival rate mereka yang rendah

    kebanyakan dipengaruhi kondisi lain, tidak hanya epilepsi.

    d. Efek pada memori dan kemampuan belajar. penelitian mengenaiefek kejang pada memori dan kemampuan belajar sangat beragam dan

    bergantung pada banyak faktor. Tapi pada umumnya, semakin cepat

    anak mengalami kejang dan semakin ekstensif wilayah otak yang

    dipengaruhi, semakin buruk hasilnya. Anak-anak dengan kejang yang

    tidak terkontrol memiliki risiko tinggi mengalami penurunan

    intelektualitas.

    Konsekuensi pada sosial dan perilaku. Masalah belajar dan bahasa serta kelainan

    emosi dan perilaku dapat terjadi pada beberapa anak.

    17.PrognosisJawab: Disintesis.

    18.KDU

    Jawab: 3B. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan

    pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter misalnya pemeriksaan lab atau x-

    ray. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialisyang

    relevan (kasus gawat darurat)

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    30/64

    IV. Kesimpulan:Seorang anak laki-laki 3 tahun mengalami epilepsi dengan status epileptikus disertai

    deficit neurologis berupa hemiparese dextra, parese N VII dan N XII sentral.

    V. Kerangka Konsep

    VI. Sintesisa. Epilepsi (pada anak)

    Epilepsi adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kejang yang berulang akibat

    lepasnya muatan listrik neuron kortikal secara berlebihan. Orang awam biasa menyebutnya

    penyakit ayan.

    Epilepsy terbagi atas dua kelompok besar:

    Meningitis Lesi/ jar. Parut di otak

    Terbentuk focus

    Kejang berulang

    Status

    Lesi Upper motor neuron

    hemiparesis Paresis N VII

    Paresis N XII

    Setral

    http://www.artikelkedokteran.com/387/sigap-terhadap-tetanus.htmlhttp://www.artikelkedokteran.com/879/epilepsi-tipe-bangkitan-mioklonik.htmlhttp://www.artikelkedokteran.com/879/epilepsi-tipe-bangkitan-mioklonik.htmlhttp://www.artikelkedokteran.com/387/sigap-terhadap-tetanus.html
  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    31/64

    1. Epilepsi primer adalah epilepsi yang disebabkan bukan karena gangguan otaktapi hanya karenaketidak seimbangan zat kimiawi jaringan otak. Biasanya juga epilepsy primer disebut sebagai

    penyakit yang tidak diketahui penyebabnya.

    2. Epilepsi sekunder adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan jaringan otak, biasanyapenyebabnya diketahui. Biasanya juga terdapat beberapa riwayat kelahiran yang abnormal entah

    itu terjadi asfiksia dan lainnya. Ataupun terdapat riwayat trauma.

    Terdapat beberapa penyebab spesifik epilepsi:

    a) kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan obat-

    obat tertentu yang dapat merusak otakjanin, menglami infeksi, minum alcohol, atau mengalami

    cidera.

    b) kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke otak

    (hipoksia), kerusakan karena tindakan.

    c) cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak

    d) tumor otakmerupakan penyebab epilepsy yang tidak umum terutama pada anak-anak.

    e) penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak

    f) radang atau infeksi pada otak dan selaput otak

    g) penyakit keturunan seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose dan neurofibromatosis

    dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.

    h) kecerendungan timbulnya epilepsy yang diturunkan. Hal ini disebabkan karena ambang

    rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada anak.

    PATOFISIOLOGI

    Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada

    sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai kegiatan listrik yang

    disebabkan oleh adanya potensial membran sel. Potensial membran neuron bergantung pada

    permeabilitas selektif membran neuron, yakni membran sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang

    ekstraseluler ke intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel

    terdapat kosentrasi tinggi ion K dan kosentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl, sedangkan keadaan

    sebaliknya terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah yang

    menimbulkan potensial membran. Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat

    http://www.artikelkedokteran.com/1443/sindrom-ekstrapiramidal-eps.htmlhttp://www.artikelkedokteran.com/120/gawat-janin-fetal-distress.htmlhttp://www.artikelkedokteran.com/505/ibu-hamil-tak-wajib-minum-susu.htmlhttp://www.artikelkedokteran.com/296/nikotin-obat-berbahaya.htmlhttp://www.artikelkedokteran.com/120/gawat-janin-fetal-distress.htmlhttp://www.artikelkedokteran.com/103/granuloma-inguinale.htmlhttp://www.artikelkedokteran.com/248/tumor-otak.htmlhttp://www.artikelkedokteran.com/527/stroke-non-hemoragik.htmlhttp://www.artikelkedokteran.com/879/epilepsi-tipe-bangkitan-mioklonik.htmlhttp://www.artikelkedokteran.com/881/salpingitis.htmlhttp://www.artikelkedokteran.com/881/salpingitis.htmlhttp://www.artikelkedokteran.com/879/epilepsi-tipe-bangkitan-mioklonik.htmlhttp://www.artikelkedokteran.com/527/stroke-non-hemoragik.htmlhttp://www.artikelkedokteran.com/248/tumor-otak.htmlhttp://www.artikelkedokteran.com/103/granuloma-inguinale.htmlhttp://www.artikelkedokteran.com/120/gawat-janin-fetal-distress.htmlhttp://www.artikelkedokteran.com/296/nikotin-obat-berbahaya.htmlhttp://www.artikelkedokteran.com/505/ibu-hamil-tak-wajib-minum-susu.htmlhttp://www.artikelkedokteran.com/120/gawat-janin-fetal-distress.htmlhttp://www.artikelkedokteran.com/1443/sindrom-ekstrapiramidal-eps.html
  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    32/64

    merubah atau mengganggu fungsi membaran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh

    ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan

    depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas

    muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu

    serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti

    akibat pengaruh proses inhibisi. Di duga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar

    sarang epileptik. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin

    agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang

    dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat

    habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.

    Ada dua jenis neurotransmiter, yakni neurotransmiter eksitasi yang memudahkan

    depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmiter inhibisi yang menimbulkan

    hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Diantara

    neurotransmitter-neurotransmiter eksitasi dapat disebut glutamat, aspartat dan asetilkolin

    sedangkan neurotransmiter inhibisi yang terkenal ialahgamma amino butyric acid(GABA) dan

    glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau

    rangsang. Hal ini misalnya terjadi dalam keadaan fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron.

    Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam

    keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh

    sel akan melepas muatan listrik.

    GEJALA

    Kejang Parsial Simplek

    Adalah kejang yang disebabkan gangguan otak di salah satu sisi otak yang hanya terbatas

    dibagian itu saja. Kejang yang terjadi tergantung bagian mana dari otak yang terkena. Jika bagian

    tangan, maka hanya tangan yang akan mengalami sensasi gerakan abnormal.

    Kejang Parsial Kompleks

    hilangnya kontak penderita dengan lingkungan sekitarnya selama 1-2 menit. Penderita menjadi

    goyah, menggerakkan lengan dan tungkainya dengan cara yang aneh dan tanpa tujuan,

    mengeluarkan suara-suara yang tak berarti, tidak mampu memahami apa yang orang lain katakan

    dan menolak bantuan.

    Kebingungan berlangsung selama beberapa menit, dan diikuti dengan penyembuhan total.

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    33/64

    Kejang Konvulsif

    Awalnya gangguan muatan listrik mengenai satu bagian otak kemudian menyebar ke seluruh

    bagian otak yang lain.

    Kejang Petit mal

    Pasien hanya menatap, kelopak matanya bergetar, otot wajahnya berkedut-kedut selama 10-30

    detik. Penderita tidak berespon terhadap lingkungannya. Biasanya kejang jenis ini dialami pada

    masa kanak-kanak sebelum usia 5 tahun.

    Status Epileptikus

    Pasien mengalami kejang terus-menerus tanpa diselingi oleh pemulihan kesadaran atau fase

    kelelahan oleh pasien. Pasien mengalami kejang terus menerus, kontraksi otot yang kuat

    termasuk otot pernapasan sehingga biasanya menimbulkan gangguan pernapasan.

    Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati kejang

    Obat Jenis epilepsi Efek samping yg mungkin terjadi

    Karbamazepin Generalisata, parsialJumlah sel darah putih & sel darah merah

    berkurang

    Etoksimid Petit malJumlah sel darah putih & sel darah merah

    berkurang

    Gabapentin

    Parsial Tenang

    Lamotrigin Generalisata, parsial Ruam kulit

    Fenobarbital Generalisata, parsial Tenang

    Fenitoin Generalisata, parsial Pembengkakan gusi

    Primidon Generalisata, parsial Tenang

    ValproatKejang infantil, petit

    malPenambahan berat badan, rambut rontok

    b. MeningitisA. Pengertian

    http://www.artikelkedokteran.com/403/hubungan-dokter-pasien.htmlhttp://www.artikelkedokteran.com/269/efek-pengobatan-gangguan-afektif-dengan-litium.htmlhttp://www.medicastore.com/med/caridatapilih.php?pilih=1&UID=20080516075805125.208.146.2&cari=Karbamazepinhttp://www.medicastore.com/med/caridatapilih.php?pilih=1&UID=20080516075805125.208.146.2&cari=Karbamazepinhttp://www.medicastore.com/med/caridatapilih.php?pilih=1&UID=20080516075805125.208.146.2&cari=Gabapentinhttp://www.medicastore.com/med/caridatapilih.php?pilih=1&UID=20080516075805125.208.146.2&cari=Gabapentinhttp://www.medicastore.com/med/caridatapilih.php?pilih=1&UID=20080516075805125.208.146.2&cari=Lamotriginhttp://www.medicastore.com/med/caridatapilih.php?pilih=1&UID=20080516075805125.208.146.2&cari=Lamotriginhttp://www.medicastore.com/med/caridatapilih.php?pilih=1&UID=20080516075805125.208.146.2&cari=phenobarbitalhttp://www.medicastore.com/med/caridatapilih.php?pilih=1&UID=20080516075805125.208.146.2&cari=phenobarbitalhttp://www.medicastore.com/med/caridatapilih.php?pilih=1&UID=20080516075805125.208.146.2&cari=Fenitoinhttp://www.medicastore.com/med/caridatapilih.php?pilih=1&UID=20080516075805125.208.146.2&cari=Fenitoinhttp://www.medicastore.com/med/caridatapilih.php?pilih=1&UID=20080516075805125.208.146.2&cari=Primidonhttp://www.medicastore.com/med/caridatapilih.php?pilih=1&UID=20080516075805125.208.146.2&cari=Valproathttp://www.medicastore.com/med/caridatapilih.php?pilih=1&UID=20080516075805125.208.146.2&cari=Valproathttp://www.medicastore.com/med/caridatapilih.php?pilih=1&UID=20080516075805125.208.146.2&cari=Valproathttp://www.medicastore.com/med/caridatapilih.php?pilih=1&UID=20080516075805125.208.146.2&cari=Primidonhttp://www.medicastore.com/med/caridatapilih.php?pilih=1&UID=20080516075805125.208.146.2&cari=Fenitoinhttp://www.medicastore.com/med/caridatapilih.php?pilih=1&UID=20080516075805125.208.146.2&cari=phenobarbitalhttp://www.medicastore.com/med/caridatapilih.php?pilih=1&UID=20080516075805125.208.146.2&cari=Lamotriginhttp://www.medicastore.com/med/caridatapilih.php?pilih=1&UID=20080516075805125.208.146.2&cari=Gabapentinhttp://www.medicastore.com/med/caridatapilih.php?pilih=1&UID=20080516075805125.208.146.2&cari=Karbamazepinhttp://www.artikelkedokteran.com/269/efek-pengobatan-gangguan-afektif-dengan-litium.htmlhttp://www.artikelkedokteran.com/403/hubungan-dokter-pasien.html
  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    34/64

    Meningitis adalah infeksi cairan otak dan disertai proses peradangan yang mengenai piameter,

    araknoid dan dapat meluas ke permukaan jaringan otak dan medula spinalis yang menimbulkan

    eksudasi berupa pus (nanah) yang terdapat secara akut dan kronis.

    Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal colum

    yang menyebabkan proses infeksi pada system syaraf pusat.

    (Suriadi, 2001).

    Meningitis adalah inflamasi akut pada meningens disebabkan oleh infeksi neisseria meningitis

    atau infeksi stafilokokus. (A.Showden, Linda.2002).

    B. Penyebab

    1. Bakteria. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus).

    Bakteri ini yang paling umum menyebabkan meningitis pada anak-anak. Jenis bakteri ini juga

    yang bisa menyebabkan infeksi pneumonia, telinga dan rongga hidung (sinus).

    b. Neisseria meningitidis (meningococcus).

    Bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah Streptococcus Pneumoniae, meningitis

    terjadi akibat adanya infeksi pada saluran nafas bagian atas yang kemudian bakterinya masuk

    kedalam peredaran darah.

    c. Haemophilus influenzae (haemophilus).

    Haemophilus influenzae type B (Hib) adalah jenis bakteri yang juga dapat menyebabkan

    meningitis. Jenis virus ini sebagai penyebabnya infeksi pernafasan bagian atas, telinga bagian

    dalam dan sinusitis. Pemberian vaksin (Hib vaccine) telah membuktikan terjadinya angka

    penurunan pada kasus meningitis yang disebabkan bakteri jenis ini.

    d. Listeria monocytogenes (listeria).

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    35/64

    Ini merupakan salah satu jenis bakteri yang juga bisa menyebabkan meningitis. Bakteri ini dapat

    ditemukan dibanyak tempat, dalam debu dan dalam makanan yang terkontaminasi. Makanan ini

    biasanya yang berjenis keju, hot dog dan daging sandwich yang mana bakteri ini berasal dari

    hewan lokal (peliharaan).

    e. Bakteri lainnya yang juga dapat menyebabkan meningitis adalah Staphylococcus aureus

    (bakteri yang biasanya terdapat pada saluran pernafasan atas dan kulit/kondisi patologi,

    diantaranya bisul, jerawat, pneumonia, meningitis, dan arthritits) dan Mycobacterium

    tuberculosis (TBC)

    2. Penyebab lainnya : Virus Toxoplasma gondii dan ricketsia

    3.Faktor predisposisi ( pendukung) : jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan wanita

    4.Faktor maternal : ruptur (robeknya) membran fetal, infeksi pada minggu terakhir kehamilan

    5.Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin (faktor ketrununan

    dan karena infeksi).

    6.Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengansystem

    persarafan

    C. Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinik)

    1. Sakit kepala2. Demam3. Mual / muntah4. Penurunan kesadaran/letargi disertai kaku kuduk (kaku di leher)5. Ketidakmampuan untuk mentolerir cahaya (fotofobia)6. Tidak mampu untuk bangun dari tidur hingga tak sadarkan diri.

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    36/64

    7. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri meningococus biasanya disertai dengan ruamyang khas disekujur tubuh.

    8. Gelisah / rewel9. Biasanya ubun-ubun tegang dan menonjol10.Tidak nafsu makan11.Denyut nadi lambat (brakikardi)12.Kernig dan Brundzinski (+)

    D. Klasifikasi

    Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak yaitu

    :

    1. Meningitis Serosa adalah radang selaput otak pada araknoid dan piameter yang disertai cairan

    otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa danlainnya (lues

    Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia)

    2. Meningitis Purulenta adalah radang bernanah pada arakhnoid dan piameter meliputi otak dan

    medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae, Neisseria meningitis,

    Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli,

    Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa. (Suriadi,dkk.2006).

    E. Komplikasi

    a. Hidrosefalus obstruktif

    b. Meningococcal septicemia (mengingocemia) : kondisi di mana dalam darah terdapat bakteri

    c. Sindrom Water Friderichsen (septic syok, perdarahan adrenal bilateral)

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    37/64

    d. SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic Hormone) : gangguan pada hipofisis posterior

    akibat peningkatan pengeluaran ADH (Hormon antidiuretik) sebagai respon terhadap

    peningkatan osmolaritas darah dalam tingkat yang lebih ringan.

    e. Efusi subdural

    f. Kejang

    g. Edema dan herniasi serebral (pembengkakan pada otak)

    h. Cerebral Palsy : merupakan gangguan pada otak yang bersifat non progresif karena suatu

    kerusakan atau gangguan pada sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh

    atau belum selesai pertumbuhannya.

    i. Gangguan mental

    j. Gangguan belajar, gangguan hiperaktifitas

    k. Attention deficit disorder (kurang perhatian)

    l. Gangguan yang menetap pada penglihatan dan pendengaran

    F. Pemeriksaan Diagnostik

    1. Punksi Lumbal : Pemeriksaan cairan selaput otak ditandai tekanan cairan meningkat, jumlah

    sel darah putih meningkat, glukosa menurun, protein meningkat.

    Indikasi Punksi Lumbal:

    a. Setiap pasien dengan kejang yang diketahui dari anamnesis atau yang dilihat sendiri.

    b. Koma.

    c. Ubun-ubun besar menonjol.

    d. Kaku kuduk dan Kesadaran menurun.

    e. Tuberkulosis miliaris dan spondilitis tuberculosis

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    38/64

    f. Leukemia/kanker darah

    2. CSS: Merupakan kontra indikasi jika dicurigai tanda neurologis fokal atau TIK (Tekanan

    Intra Kranial) meningkat.

    3. Pemeriksaan Darah: leukosit meningkat, glukosa, pemeriksaan faktor pembekuan,

    golongan.

    4. Mikroskopik, biakan dan sensitivitas: darah, tinja, urin, rapid antigen screen.

    5. CT scan: jika curiga TIK (Tekanan Intra Kranial) meningkat .

    6. Kultur urin, untuk menetapkan organisme penyebab

    7. Kultur nasofaring, untuk menetapkan organisme penyebab

    G. Pencegahan

    Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik faktor predisposisi

    (pendukung) seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC) dimana dapat

    menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah pengobatan tuntas

    (antibiotik) walaupun gejala-gejala infeksi tersebut telah hilang.

    Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk

    mengidentifikasi faktor atau jenis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan terapi

    sesuai dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang serius. (Riyadi

    Sujono.2010).

    Beberapa upaya preventif pada anak yang dapat dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut :

    a. Melaksanakan imunisasi tepat waktu.

    b. Pada usia bayi 0-1tahun usahakan membatasi diri untuk keluar rumah atau jalan-jalan

    ketempat-tempat ramai seperti mall, pasar, dan rumah sakit.

    c. Menjauhkan anak dari orang yang sakit.

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    39/64

    d. Usahakan anak tetap berada pada lingkungan dengan temperatur yang nyaman.

    H. Penatalaksanaan medik

    1. Isolasi :

    Anak ditempatkan dalam ruang isolasi sedikitnya selama 24-48 jam setelah mendapatkan

    antibiotik IV yang sensitif terhadap organisme penyebab.

    2. Terapi antimikroba

    Terapi anti mikroba pada meningitis bakteri terdiri dari ampisilin dan sefotaksim atau ampisilin

    dan gentamisin. antibiotik yang diberikan didasarkan pada hasil kultur dan diberikan dengan

    dosis tinggi.

    3. Mempertahankan hidrasi optimum

    mengatasi kekurangan cairan dan mencegah kelebihan cairan yang dapat menyebabkan edema

    serebral (pembengkakan otak). Pemberian plasma perinfus mungkin diperlukan untuk rejatan

    dan untuk memperbaiki hidrasinya (short,J Rendle,1994)

    4. Mencegah dan mengobati komplikasi.

    aspirasi efusi subdural dan terapi heparin

    5. Mengontrol kejang

    pemberian anti epilepsy atau anti konvulsan untuk anak yang kejang-kejang.

    Diazepam = 0,5 mg/kg BB/ iv

    Fenobarbital = 5-6 mg/kg BB/hari secara oral

    Difenilhidantoin = 5-9 mg/kgBB/hari secara oral

    6. Pemberian antibiotik secara Infus (intravenous) adalah langkah yang baik untuk menjamin

    kesembuhan serta mengurangi atau menghindari resiko komplikasi.

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    40/64

    Pada bakteri Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis antara lain Cephalosporin

    (ceftriaxone atau cefotaxime) Sefalosporin (iv) : 2 gr tiap 4 jam dan bakteri Listeria

    monocytogenes akan diberikan Ampisilin (iv) : 8-12 gr/ hari dibagi dalam 4 kali pemberian,

    Vancomycin dan Carbapenem (meropenem), Chloramphenicol (iv) : 4-8 gr/ hari

    7. Bila gelisah diberi sedativ seperti fenobarbital (penenang)

    8. Nyeri kepala diatasi dengan analgetik dan Fisioterapi diberikan untuk mencegah dan

    mengurangi cacat.

    9. Panas diturunkan dengan: Kompres, parasetamol, asam salisilat, pada anak dosisnya 10 mg/kg

    BB tiap 4 jam secara oral

    10. Kenaikan tekanan intra kranial diatasi dengan:

    Manitol = Dosisnya 1-1,5 mg/kgBB/iv. Kortikosteroid Biasanya dipakai dexametason secara iv

    dengan dosis 10 mg.

    11.Bila ada hidrosefalus obstruktif dilakukan operasi pemasangan pirau (shunting)

    12. Efusi subdural pada anak dikeluarkan 25-30 cc setiap hari selama 2-3 minggu, bila gagal

    dilakukan operasi.

    Penanganan / Perawatan pada saat anak demam (rumah)

    1. Beri kompres hangat2. Berikan banyak minum air putih3. Gunakan pakaian tipis4. Jangan di kerumuni banyak orang5. Buka jendela untuk memudahkan udara masuk ke ruangan6. Berikan obat penurun panas sesuai program terapi dokter.

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    41/64

    Penanganan / Perawatan pada saat anak kejang (rumah)

    1. Baringkan anak pada tempat yang rata, kepala di miringkan dan pasangkan gagangsendok yang dibungkus kain atau sapu tangan bersih dalam mulutnya. Dengan tujuan

    untuk mencegah lidah tergigit.

    2. Buka baju anak, longarkan pakaian yang mengganggu pernapasan.3. Singkirkan benda-benda di sekitar anak.4. Jangan memberi minuman atau makanan apapun pada anak saat kejang.5. Bila badan panas berikan kompres hangat.6. Bila dengan tindakan ini kejang belum berhenti atau kondisi nya semakin parah, segera

    bawa anak ke dokter atau rumah sakit.

    c. Status epileptikusStatus epileptikus didefinisikan sebagai keadaan aktivitas kejang yang kontinu

    atau intermiten yang berlangsung selama 20 menit atau lebih saat pasien kehilangan

    kesadarannya. Status epileptikus harus dianggap sebagai kedaruratan neurologik.

    Dapat terjadi kerusakan saraf yang bermakna akibat aktifitas listrik abnormal yang

    berkelanjutan. Angka kematian untuk status epileptikus tetap tinggi, sekitar 22%

    sampai 25%, walaupun dengan terapi obat secara agresif. Aktifitas kejang yang

    berlangsung selama lebih dari 60 menit dan usia lanjut adalah faktor yang berperan

    memperburuk prognosis. Kematian pada status epileptikus disebabkan oleh

    hiperpireksia dan obstruksi ventilasi, aspirasi muntahan, dan kegagalan mekanisme

    kompensasi dan regulatorik.

    VII. Terdapat dua jenis status epileptikus: status epileptikus konvulsif dan statusepileptikus nonkonvulsif. Kejang tonik-klonik pada status epileptikus konvulsif

    menandakan keberlanjutan aktifitas kejang. Hal ini tidak terjadi pada status

    epileptikus nonkonvulsif. Para pasien ini mungkin membentuk sampai 10% dari

    semua pasien status epileptikus yang dirawat di unit perawatan intensif. Tidak ada

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    42/64

    tanda klinis kejang yang menandai status epileptikus tipe ini, tetapi pasien tetap

    tumpul atau tidak sadar selama lebih dari 30 menit setelah kejang tonik-klonik yang

    nyata telah berhenti. Keadaan komatosa ini sering disangka disebabkan oleh efek

    sedatif obat-obat yang diberikan selama keadaan kejang. Satu-satunya alat untuk

    mendiagnosis status epileptikus nonkonvulsif adalah elektroensefalogram. Karena

    sering salah didiagnosis, maka angka kematian sangat tinggi. Kematian disebabkan

    oleh dekompensasi dan kolapsnya fungsi kardiovaskular sehingga terjadi disritmia

    letal dan memburuknya fungsi otonom. Pada status epileptikus, baik konvulsif

    maupun nonkonvulsif, tujuan pengobatan adalah menghentikan secepatnya aktivitas

    kejang. Diperlukan penatalaksanaan yang agresif. Obat yang sering digunakan adalah

    golongan benzodiazepin, fosfenitoin (yang dapat diberikan tanpa mempertimbangkan

    kadar fenitoin serum), dan fenobarbital. The American Academy of Neurology

    merekomendasikan bahwa semua pasien status epileptikus juga mendapat tiamin

    (Vitamin B1) dan dekstrosa 50%. Semua pasien dengan kejang yang rekalsitran

    memerlukan intubasi dan bantuan pernapasan. Apabila semua tindakan gagal, maka

    dokter dapat mempertimbangkan sedasi dalam dengan infus midazolam (Versed) atau

    koma barbiturat.

    d.Hemiparesis

    Kelumpuhan UMN (Upper Motor Neuron) umumnya melanda sebelah tubuh sehingga

    dinamakan hemiparesis, hemiplegia atau hemiparalisis. Istilah paralisis atau plegia merujuk pada

    kehilangan total kontraktilitas otot. Sedangkan kehilangan kontraktilitas yang tidak total disebut

    paresis

    Hemiparesis

    Jika terdapat kelumpuhan pada lengan dan kaki pada sisi yang sama, dan jika tanda UMN

    merujuk pada lesi sentral, maka lesi kemungkinan berada di korda spinalis servikal atau otak.

    Nyeri leher atau pada daerah dermatom servikal dapat menjadi bukti tempat lesi.

    Penyebab tersering hemiparesis pada orang dewasa yaitu infark serebral atau pendarahan.

    Awitan secara mendadak, serangan iskemik transien sebelumnya, dan progresi menjadi derajat

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    43/64

    maksimum dalam 24 jam pada orang dengan hipertensi atau usia lanjut merupakan indikasi telah

    terjadi stroke. Jika tidak terdapat gejala-gejala serebral, dapat diduga terjadi myelitis transversus

    dari korda spinalis servikal, tetapi kondisi ini berprogresi secara lambat (beberapa hari) dan lebih

    sering menyerang keempat tungkai. Begitu pula dengan sklerosis multipel yang biasanya

    bermanifestasi menjadi tanda kortikospinal bilateral daripada hemiplegia murni.

    Jika hemiparesis yang berasal dari serebral berprogresi dalam hari atau minggu, dapat

    dicurigai lesi massa serebral, baik pada pasien anak-anak atau dewasa. Selain tumor otak,

    kemungkinan lain termasuk malformasi arteriovenosus, abses otak, atau infeksi lainnya.

    Kelainan otak metabolik biasanya mengakibatkan tanda bilateral dengan gangguan mental, tetapi

    merupakan penyebab hemiparesis yang jarang. Secara umum, hemiparesis biasanya merujuk

    pada lesi serebral daripada lesi di leher, dan penyebabnya dapat ditemukan dengan melihat gejala

    klinis dan dengan CT atau MRI.

    Tabel 1. Kemungkinan tempat lesi penyebab hemiparesis

    Pemeriksaan

    Jenis awitan. Awitan yang mendadak merujuk pada gangguan vaskular, seperti stroke, atau

    akibat racun tertentu atau gangguan metabolik. Awitan subakut, dalam beberapa hari sampai

    minggu, biasanya berhubungan dengan proses neoplastik, infektif, atau inflamasi. Kelumpuhan

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    44/64

    yang timbul secara perlahan dalam beberapa bulan atau tahun biasa memiliki dasar herediter,

    degeneratif, endokrinologik, atau neoplastik.

    Perjalanan. Peningkatan progresif defisit neuron motorik dari awitannya merujuk pada aktivitas

    yang berlanjut dari proses yang menyebabkan kelumpuhan. Progresi episodik merujuk pada

    penyebab vaskular atau inflamasi. Progresi secara stabil lebih merujuk pada kelainan neoplastik

    atau kondisi degeneratif. Fluktuasi cepat dari gejala dalam periode yang cepat merupakan

    karakteristik myasthenia gravis.

    Gejala yang berhubungan. Distribusi kelumpuhan dan keberadaan gejala yang berhubungan

    dapat mengindikasikan tempat terjadinya lesi. Contohnya, kelumpuhan pada tangan dan kaki

    kanan dapat disebabkan oleh lesi dari korteks motorik kontralateral atau traktus kortikospinal di

    atas segmen servikal 5 korda spinalis. Kelumpuhan muka bagian kanan mengindikasikan lesi

    berada di atas tingkat nukleus nervus fasialis (N. VII) pada batang otak, dan adanya aphasia atau

    gangguan lapang pandang mengindikasikan lesi pada hemisfer serebral.

    Rekam medis. Kepentingan rekam medis tergantung dari keluhan pasien sekarang dan penyakit

    sebelumnya. Misalnya, pada pasien dengan karsinoma paru, kelumpuhan tungkai dapat

    merupakan metastasis atau komplikasi nonmetastatik dari kanker. Kelumpuhan kaki pada pasien

    diabetes dapat merupakan komplikasi yang mempengaruhi saraf atau pleksus perifer.

    Pemeriksaan sistem motorik

    Keadaan otot. Wasting, atau atrofi, menunjukkan bahwa kelumpuhan diakibatkan oleh lesi pada

    lower motor neuron (LMN) atau pada otot itu sendiri. Distribusi dari otot yang atrofi juga dapat

    menunjukkan tempat terjadinya lesi. Lesi UMN biasanya tidak disertai dengan atrofi otot, tetapi

    dapat terjadi pada disuse yang berkepanjangan. Adanya fasikulasi mengindikasikan bahwa

    kelumpuhan disebabkan oleh lesi LMN.

    Tonus otot. Tonus dapat diartikan sebagai hambatan otot terhadap gerak pasif dari sendi. Tonus

    otot dinilai dengan menginspeksi posisi ekstremitas pada posisi istirahat, palpasi otot perut, dan

    dengan menentukan hambatan otot terhadap pergerakan pasif. Tonus otot dapat dikategorikan

    sebagai hipertonus, hipotonus, atau paratonus.

    Kekuatan otot. Untuk menilai kekuatan otot, pasien diminta menahan tekanan yang diberikan

    oleh pemeriksa. Beberapa kekuatan otot individual dinilai secara bergantian dan kekuatan otot

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    45/64

    kedua sisi dibandingkan agar kelemahan ringan pada salah satu sisi dapat dideteksi. Kekuatan

    otot dinilai dalam derajat 0-5.

    Tabel 2. Derajat kekuatan otot

    Derajat Kekuatan Otot

    5 Kekuatan normal

    4 Pergerakan aktif terhadap gravitasi dan tekanan

    3 Pergerakan aktif terhadap gravitasi tetapi tidak terhadap

    tekanan

    2 Pergerakan aktif tetapi tidak dapat melawan gravitasi

    1 Hanya terdapat kedutan (flicker)

    0 Tidak ada kontraksi

    Refleks tendon. Perubahan pada refleks tendon dapat menyertai gangguan fungsi motorik atau

    sensorik. Ketika refleks diuji, kedua tungkai pada kedua sisi harus berada di posisi yang sama

    dan refleks ditimbulkan dengan cara yang sama. Refleks dinilai dari 0 (tidak ada), 1 (response

    trace), 2 (lower halfdari jangkauan normal), 3 (upper halfdari jangkauan normal), 4 (lebih kuat,

    dengan atau tanpa klonus).

    Lokalisasi Lesi UMN

    1. Lesi intrakranial parasagittal menghasilkan defisit UMN yang secara khas mempengaruhikedua kaki dan dapat meluas ke tangan.

    2. Lesi terisolir pada korteks serebral dapat menghasilkan defisit neuron motorik fokal,misalnya tangan kontralateral. Kelumpuhan dapat terbatas di kaki kontralateral pada pasien

    dengan oklusi a. serebri anterior atau di wajah dan lengan kontralateral jika a. serebri media

    juga terlibat. Lesi kortikal atau subkortikal yang lebih ekstensif akan menghasilkan

    kelemahan atau kelumpuhan di wajah, lengan, dan kaki kontralateral disertai dengan aphasia,

    defek lapang pandang, atau gangguan sensorik.

    3. Lesi pada tingkat kapsula interna , dimana serat desendens dari korteks serebral banyakmengumpul, biasa berakibat pada hemiparesis parah dengan melibatkan tungkai dan wajah

    kontralateral.

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    46/64

    4. Lesi batang otak biasanya berakibat pada defisit motorik bilateral, dengan disertai gangguansensorik dan nervus kranial, dan disekuilibrium.

    e. KejangKejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari

    aktifitas neuronal yang abnormal dan sebagai pelepasan listrik serebral yang berlebihan.

    Aktivitas ini bersifat dapat parsial atau vokal, berasal dari daerah spesifik korteks serebri,

    atau umum, melibatkan kedua hemisfer otak. Manifestasi jenis ini bervariasi, tergantung

    bagian otak yang terkena.

    Penyebab kejang mencakup factor-faktor perinatal, malformasi otak congenital,

    factor genetic, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguanmetabilisme, trauma, neoplasma, toksin, gangguan sirkulasi, dan penyakit degeneratif

    susunan saraf. Kejang disebut idiopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya.

    Insidens

    Sedikitnya kejang terjadi sebanyak 3% sampai 5% dari semua anak-anak sampai usia 5

    tahun,

    kebanyakan terjadi karena demam.

    Gejala Kejang

    Gejala Kejang berdasarkan sisi otak yang terkena Sisi otak yang terkena gejala Lobus

    Frontalis Kedutan pada otot tertentu Lobus oksipitalis Halusinasi kilauan cahaya Lobus

    parietalis Matirasa atau kesemutan di bagian tubuh tertentu Lobus temporalis Halusinasi

    gambaran danperilaku repetitif yang komplek, mis jalan berputar-putar Lobus temperolis

    anterior Gerakan mengunyah Lobus temperolis anterior sebelah dalam Halusinasi bau,

    baik yg menyenangkan atau tdk

    Jenis Kejang

    A. Kejang Parsial

    a. Kejang Parsial Sederhana

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    47/64

    Kesadaran tidak terganggu; dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini:

    Tanda-tanda motoriskedutaan pada wajah. Tangan, atau salah satu sisi tubuh :

    umumnya gerakan

    kejang yang sama.

    Tanda atau gejala otonomikmuntah berkeringan, muka merah, dilatasi pupil.

    Gejala somatosensoris atau sensoris khusus-mendengar musik, merasa seakan jatuh dari udara,

    parestesia.

    Gejala psikikdejavu, rasa takut, sisi panoramic.

    b. Kejang parsial komplesk

    1. Terdapat gangguan kesadaran. Walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial

    simpleks.

    2. Dapat mencakup otomatisme atau gerakan aromaticmengecapkan bibir,

    mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan

    lainnya.

    3. Dapat tanpa otomatismetatapan terpaku B. Kejang Umum (Konvulsif atau

    Non-Konvulsif)

    a. Kejang Absens

    1. Gangguan kewaspadaan dan responsivitas.

    2. Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15detik.

    3. Awitan dan khiran cepat, setelah itu kembali waspada dan berkonsentrasi penuh.

    4. Umumnya dimulai pada usia antara 4 dan 14 tahun dan sering sembuh dengan

    sendirinya pada usia 18 tahun.

    b. Kejang Mioklonik

    Kedutaan-kedutaan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi mendadak

    c. Kejang MioklonikLanjutan

    1.Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi bila patologik, berupa kedutaan-

    kedutaan sinkron dari leher, bahu, lengan atas dan kaki.

    2.Umumnya berlangusung kurang dari 15 detik dan terjadi didalam kelompok.

    3. Kehilangan kesadaran hanya sesaat

    d. Kejang Tonik-Klonik

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    48/64

    1. Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ektremitas,

    batang tubuh, dan wajah, yang langsung kurang dari 1 menit.

    2. Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kebih dan usus.

    3. Tidak adan respirasi dan sianosis

    4. Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas dan bawah.letargi,

    konfusi, dan tidur dalam fase postical

    e. Kejang Atonik

    1. Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun,

    kepala menunduk atau jatuh ketanah.

    2. Singkat, dan terjadi tanpa peringatan.

    f. Status Epileptikus

    1. Biasanya. Kejang tonik-klonik umum yang terjadi berulang.

    2. Anak tidak sadar kembali diantara kejang.

    3. Potensial untuk depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia

    4. Memerlukan pengobatan medis darurat dengan segera

    Penatalaksanaan Medis

    Terapi obat antiepileptik adalah dasar penatalaksanaan medis. Terapi obat tunggal adalah

    terapi yang paling disukai, dengan tujuan menyeimbang kontrol kejang dan efek samping

    yang merugikan. Obat dasar didasarkan pada jenis kejang, sindromepileptik, dan variable

    pasien. Mungkin diperlukan kombinasi obat agar kejang dapat dikendalikan.

    Pengendalian penuh hanya didapat pada 50 % sampai 75 % anak epilepsy.

    Mekanisme kerja obat-obat antiepileptik bersifat kompleks dan jelas sepenuhnya. Obat

    antikonvulsan dapat mengurangi letupan neural, membantu aktifitas asam amino

    penghambat, atau mengurangi letupan lambat dari neuron thalamus. Berikut ini terdapat

    antikonvulsan yang umum dipakai

    a. Fenobarbitalindikasi kejang mioklonik. Kejang tonik-klonik, status epileptikus;kadar terapeutik: 15-40 mcg/ml.

    b. Fenitoin (Dilantin) indikasi: kejang parsial, kejang tonik-klonik, statusepileptikus; kadar terapeutik 10-20mcg/ml.

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    49/64

    c. Karbamazepin (Tegretol) indikasi: kejang parsial, kejang tonik-klonik; kadartapeuretik: 4-12 mcg/ml.

    d. Asam valproat (Depakane)indikasi: kejang absens atipik, kejang mioklonik,kejang tonik-klonik, kejang atonik, dan terutama bermanfaat untuk gangguan

    kejang campuran; kadar terapeutik 40-100 mcg/ml.

    e. Primodon (Mysoline)indikasi: kadang-kadang dipakai untuk mengobati kejangtonik-klonik kadar terapeutik 4-12 mcg/ml.

    f. Etosuksimid (Zarontin)indikasi: kejang absens.g. Klonazepam (Klonopin)indikasi: kejang absens, kejang tonik-klonik, spasme

    infantile.

    f. Pemeriksaan fisik neurologis

    CARA PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

    A. Fungsi Cerebral

    Keadaan umum, tingkat kesadaran yang umumnya dikembangkan dengan Glasgow Coma

    Scala (GCS).GCS digunakan untuk menentukan tingkat perkembangan kesadaranuntuk

    memperhatikan respon penderita terhadap rangsangan dan memberikan nilai pada respon

    tersebut. Cara menghitung GCS adalah :

    Refleks membuka mata (E)

    4 : Membuka secara spontan

    3 : Membuka dengan rangsangan suara

    2 : Membuka dengan rangsangan nyeri

    1 : Tidak ada respon

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    50/64

    Refleks verbal (V)

    5 : Orientasi baik

    4 : Kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan.

    3 : Kata-kata baik tapi kalimat tidak baik

    2 : Kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang

    1 : Tidak keluar suara

    Refleks motorik (M)

    6 : Melakukan perintah dengan benar

    5 : Mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukaan perintah dengan benar

    4 : Dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi

    3 : Hanya dapat melakukan fleksi

    2 : Hanya dapat melakukan ekstensi

    1 : Tidak ada gerakan

    Cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang sadar =

    Compos mentis pasti GCS-nya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCS-nya 3 (1-1-1).

    Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M normal,

    penulisannya X56. Bila ada trakheastomi sedang E dan M normal, penulisannya 4 X

    6. Atau bila tetra parese sedang E an V normal, penulisannya 4 5 X. GCS tidak bisa

    dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun.

    Derajat kesadaran adalah :

    Sadar : Dapat berorientasi dan berkomunikasi

  • 7/27/2019 Skenario E Blok19 Kel2 FIX

    51/64

    Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal

    kemudian terlenan lagi. Gelisah atau tenang.

    Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran

    dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu