preskas jtg kel2
DESCRIPTION
.,TRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
CONGESTIVE HEART FAILURE
Pembimbing:
Dr. Ismugi , Sp JP, FIHA
Disusun Oleh:
Fitria Nurulfath 110 2010 105
Sarah Kemalasari 110 2010 264
Nely Halidiyah 110 2011 192
Rahma Arsella 110 2011 218
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
BIDANG KEPANITRAAN KLINIK ILMU PEYAKIT JANTUNG
PERIODE 12 OKTOBER 2015 – 20 DESEMBER 2015
1
STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama : Ny. A.K
Jenis Kelamin : Wanita
Usia : 51 tahun
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Status : Menikah – 3 Anak
Pendidikan : SMA
Alamat
Pekerjaan
: Cibubur VIII no.33, RT 01/013, Jakarta Timur
: Ibu rumah tangga
Tanggal masuk RS : 1 Desember 2015
Tanggal Pemeriksaan : 1 Desember – 3 Desember 2015
ANAMNESIS (Autoanamnesa, 1 Desember 2015 )
Keluhan utama : Sesak sejak 5 hari SMRS
Keluhan tambahan : Nyeri dada, batuk dan berdebar-debar.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Rumah Sakit Raden Said Sukanto dengan keluhan sesak
nafas sejak 5 hari SMRS. Keluhan disertai dengan nyeri dada, berdebar-debar, dan
batuk. Sesak dirasakan hilang timbul awalnya pada saat beraktivitas, namun semakin
lama sesak dirasakan semakin parah. Sesak juga seringkali dirasakan ketika pasien
sedang tidur. Agar sesak berkurang, pasien mengaku tidur dengan dua bantal.
Selain sesak, pasien juga mengeluh nyeri dada kiri atas, nyeri dada dirasakan
kurang dari 15 menit, dan disertai keringat dingin. Pasien juga merasa berdebar-debar,
dan batuk.
2
Pasien mengaku memiliki hipertensi dan masalah katup jantung yang disadari
sejak tahun 1988, tetapi pasien kurang mengetahui katup mana yang terkena.
Pasien tidak pernah merasa sesak sebelumnya, tetapi sejak lima hari SMRS
pasien sesak dan semakin memberat walaupun hanya melakukan aktivitas fisik ringan
seperti ke toilet. Karena merasa khawatir, keluarga pasien membawa pasien ke IGD
Rumah sakit Raden Said Sukanto
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit katup jantung diakui oleh pasien (tahun 1988)
Riwayat diabetes mellitus disangkal
Riwayat hipertensi diakui oleh pasien
Riwayat alergi disangkal
Riwayat kolesterol tinggi diakui
Riwayat Kebiasaan
Riwayat Keluarga
Pasien dan keluarga pasien menyangkal adanya riwayat penyakit diabetes dan
hipertensi di keluarganya
Pemeriksaan Fisik
3
Merokok
Alkohol
Narkoba
Pola makan
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: makan teratur 3-4x/hari dengan nasi dan lauk lengkap;
suka mengkonsumsi daging kambing dan gorengan; rutin
mengkonsumsi kopi
Status Generalisata
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda Vital
a. Tekanan Darah : 160 / 90 mmHg
b. Nadi : 142x/ menit, reguler, isi cukup
c. Laju Pernapasan : 22x / menit
d. Suhu : 36,60C
Tinggi Badan : 157 cm
Berat Badan : 60 kg
IMT : 24,3 ( normal )
Pemeriksaan Fisik Umum
Kepala
Wajah
Rambut
Leher
: bentuk kepala normal, tidak didapati adanya
deformitas ataupun benjolan.
: simetris; edema (-); sianosis (-)
: rambut hitam dan sebagian putih
: terdapat pembesaran JVP, tidak ada pembesaran
limfoid dan kelenjar parotid
Kulit : warna kulit sawo matang, terlihat kering, turgor
baik
Mata : konjungtiva pucat -/-; sklera ikterik -/-; pupil bulat
isokor 3mm/3mm; Refleks cahaya langsung +/+;
refleks cahaya tidak langsung +/+
Thorax
Pulmo Inspeksi : bentuk dada normal, simetris,
massa(-), retraksi otot bantu pernafasan (-),
pengembangan dada simetris
Palpasi : nyeri (-), fremitus taktil kanan dan kiri
sama, pengembangan paru simetris(-)
Perkusi : Paru kanan: sonor di seluruh lapang
paru
4
Cor
Paru kiri : redup di SIC V
Auskultasi :suara dasar vesicular (+ normal/
menghilang) ronki (-/-), wheezing (-/-)
Inspeksi : Denyut ictus kordis terlihat
Palpasi : Ictus kordis (+), thrill (+)
Perkusi :
- batas jantung kanan di linea sternalis dekstra,
- batas jantung kiri tidak dapat dinilai
- batas jantung atas di linea sternalis sinistra
- batas pinggang jantung di linea parasternalis
sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, irregular, gallop (-)
murmur (-)
Abdomen Inspeksi : Distensi (-)
Tidak terlihat adanya masa
Tidak ada jaringan parut
Auskultasi : Peristaltik 12x / menit di 4 kuadran
Tidak adanya bunyi bruit di
abdomen
Palpasi : Tidak teraba adanya massa
Nyeri tekan epigastrium (-)
Tidak ada rigiditas
Hati tidak teraba
Limpa tidak teraba
Perkusi : timpani di 4 kuadran
Extremitas Oedema di kedua tungkai (-)
Akral hangat
5
Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium
01/12/2015
HEMATOLOGI
Hemoglobin 14 g/dl 12-14 g/dl
Leukosit 7.600 u/l 5,000-10,000 u/l
Hematokrit 42% 37-43%
Trombosit 136.000/
ul
150,000-400,000 /ul
ELEKTROLIT
Natrium 142 mmol/l 135-145 mmol/l
Kalium 4,5 mmol/l 3,8-5,0 mmol/l
Chlorida 111 mmol/l 98-106 mmol/l
KIMIA KLINIK
Ureum 23 mg/dl 10-50 mg/dl
Creatinine 1,2 mg/dl 0,5-1,3 mg/dl
KIMIA KLINIK
Glukosa Glukometer 118 <200mg/dl
03/12/2015
HEMATOLOGI
Hemoglobin 15.3 g/dl 12-14 g/dl
Leukosit 9.600 u/l 5,000-10,000 u/l
Hematokrit 45% 37-43%
Trombosit 147.000/
ul
150,000-400,000 /ul
ELEKTROLIT
Natrium 138 mmol/l 135-145 mmol/l
6
Kalium 3.8 mmol/l 3,8-5,0 mmol/l
Chlorida 98 mmol/l 98-106 mmol/l
Radiologi
Kesan: kardiomegali, CTR 68%
Elektrokardiografi
01/12/2015
Irama : Tidak teratur
Heart Rate : 155x/menit irreguler
Gelombang P : Terlihat
PR Interval : 47ms
Kompleks QRS : tidak teratur, frekuensi 100-155x/menit
Kesan : Artrial fibrilasi Rapid ventricular Respon
7
02/12/2015
Irama : Tidak teratur
Heart Rate : 62 x/menit
Gelombang P : tidak terlihat
PR Interval : 333ms
Kompleks QRS : 107ms
Kesan : AF normal ventricular Respon
8
03/12/2015
Irama : Tidak teratur
Heart Rate : 80 x/menit
Gelombang P : tidak dapat di identifikasi
PR Interval : 217 ms
Kompleks QRS : 118 ms
Kesan : Artrial fibrilasi
Diagnosis
Congestive Heart Failure
Artrial Fibrasi
Terapi
Infus RL 5 tpm
Drip Lasix 2,5 mg/jam
Inj Fargoxin 1 amp IV
Sprinolakton 1 x 25 mg
Bisoprolol 1 x 2,5 mg
Captopril 3 x 12,5 mg
9
Follow up
Tanggal Perjalanan Penyakit Diagnosis Pengobatan
01/12/2015 Sesak napas (+)
Berdebar (+)
Nyeri dada (-)
Ks: Compos Mentis
TV: N: 142x/menit
S: 36,6OC
TD: 160/90mmHg
R: 22x/menit
Auskultasi: S1 S2 irreguler,
murmur (-), gallop (-)
Thorax: Cardiomegali
- CHF
- AF
O2 3 lpm
Infus RL 5 tpm
Drip Lasix 2,5
mg/jam
Inj Fargoxin 1 amp
IV
Sprinolakton 1 x
25 mg
Bisoprolol 1 x 2,5
mg
Captopril 3 x 12,5
mg
02/12/2015 Sesak napas
Ks: Compos Mentis
TV: N:64 x/menit
S: 36OC
TD: 120/50mmHg
R: 22x/menit
Auskultasi: S1 S2 irreguler,
murmur(-), gallop (-)
Thorax: Cardiomegali, CTR
68%
- CHF
- AF
O2 3 lpm
Infus RL 7 tpm
Drip Lasix 1
cc/jam
Sprinolakton 1 x
25 mg
Bisoprolol 1 x 2,5
mg
Captopril 3 x 12,5
mg
3/12/2015 Sesak berkurang
Ks: Compos Mentis
TV: N: 92x/menit
- CHF
- AF
O2 3 lpm
Infus RL 7 tpm
Drip Lasix 1
10
S: 36OC
TD: 120/80 mmHg
R: 12x/menit
Auskultasi: S1 S2 irreguler,
murmur (-), gallop (-)
Thorax: Cardiomegali, CTR
68%
Saran: evaluasi chateterisasi
cc/jam
Sprinolakton 1 x
25 mg
Bisoprolol 1 x 2,5
mg
Captopril 3 x 12,5
mg
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gagal jantung kongestif (congestive heart failure) adalah sindrom klinis
akibat penyakit jantung, ditandai dengan kesulitan bernapas serta retensi natrium
dan air yang abnormal, yang sering menyebabkan edema. Kongesti ini dapat
terjadi dalam paru atau sirkulasi perifer atau keduanya, bergantung pada apakah
gagal jantungnya pada sisi kanan atau menyeluruh.1
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai
pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.
Ciri-ciri yang penting dari definisi ini adalah pertama, definisi gagal adalah relatif
terhadap kebutuhan metabolik tubuh. Kedua, penekanan arti gagal ditujukan pada
fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan
spesifik pada fungsi miokardium; gagal miokardium umumnya mengakibatkan
gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik sirkulasi dapat menunda atau
bahkan mencegah perkembangan penyakit menjadi gagal jantung. 1
Beberapa istilah dalam gagal jantung : 3
1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik :
Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari
pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan
echocardiography.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung
memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan,
kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan
pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung
dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik ;
Gangguan relaksasi, pseudo-normal, tipe restriktif.
2. Low Output dan High Output Heart Failure
Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi,
kelainan katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada penurunan
resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A
12
– V, beri-beri, dan Penyakit Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat
dibedakan.
3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena
pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal
jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada
hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi
kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan
distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi
pada miokard ke-2 ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah
berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.
4. Gagal Jantung Akut dan Kronik
Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat
endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun
secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema
perifer.
Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan
multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat
menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.
Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure, hampir
selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena (backward
failure), karena ventrikel yang lemah tidak mampu memompa darah dalam
jumlah normal, hal ini menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel pada
waktu diastol, peningkatan tekanan diastolik akhir di dalam jantung dan akhirnya
peningkatan tekanan vena . Gagal jantung kongestif mungkin mengenai sisi kiri
dan kanan jantung atau seluruh rongga jantung. 4
B. Epidemiologi
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan
merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Di
Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia yang
lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika
Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya. Di
Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS
Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan
13
sekitar 65% adalah pasien gagal jantung. Meskipun terapi gagal jantung
mengalami perkembangan yang pesat, angka kematian dalam 5-10 tahun tetap
tinggi, sekitar 30-40% dari pasien penyakit gagal jantung lanjut dan 5-10% dari
pasien dengan gejala gagal jantung yang ringan.3
Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin
meningkat. Oleh karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang
utama. Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya
harapan hidup 5 tahun. Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun
sebesar 62% pada pria dan 42% wanita.3
C. Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit
jantung kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan
gagal jantung meliputi keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal,
meningkatkan beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium.
Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal (preload) meliputi regurgitasi
aorta, dan cacat septum ventrikel; beban akhir (afterload) meningkat pada
keadaan-keadaan seperti stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas
miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. 3
Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung,
terdapat faktor-faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung gagal
bekerja sebagai pompa. Faktor-faktor yang mengganggu pengisian ventrikel
(misal, stenosis katup atrioventrikularis) dapat menyebabkan gagal jantung.
Keadaan-keadaan seperti perikarditis konstriktif dan tamponade jantung
mengakibatkan gagal jantung melalui kombinasi beberapa efek seperti gangguan
pada pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel. Dengan demikian jelas sekali
bahwa tidak ada satupun mekanisme fisiologik atau kombinasi berbagai
mekanisme yang bertanggungjawab atas terjadinya gagal jantung; efektivitas
jantung sebagai pompa dapat dipengaruhi oleh berbagai gangguan patofisiologis.
Penelitian terbaru menekankan pada peranan TNF dalam perkembangan gagal
jantung. Jantung normal tidak menghasilkan TNF, namun jantung mengalami
kegagalan menghasilkan TNF dalam jumlah banyak. 3
Demikian juga, tidak satupun penjelasan biokimiawi yang diketahui
berperan dalam mekanisme dasar terjadinya gagal jantung. Kelainan yang
mengakibatkan gangguan kontraktilitas miokardium juga tidak diketahui.
14
Diperkirakan penyebabnya adalah kelainan hantaran kalsium dalam sarkomer,
atau dalam sintesis atau fungsi protein kontraktil. 4
Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya gagal jantung melalui
penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa disritmia, infeksi sistemik dan
infeksi paru-paru, serta emboli paru. Disritmia akan mengganggu fungsi mekanis
jantung dengan mengubah rangsangan listrik yang memulai respons mekanis,
respons mekanis yang sinkron dan efektif tidak akan dihasilkan tanpa adanya
ritme jantung yang stabil. Respons tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang meningkat. Emboli paru
secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan,
memicu terjadinya gagal jantung kanan. Penanganan gagal jantung yang efektif
membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme
fisiologis penyakit yang mendasari, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang
memicu terjadinya gagal jantung.
D. Klasifikasi
Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa faktor. The New
York Heart Association (NYHA) membagi gagal jantung menjadi 4 kelas,
berdasarkan hubungannya dengan gejala dan jumlah atau usaha yang dibutuhkan
untuk menimbulkan gejala, sebagai berikut:
1. Kelas I : Penderita dengan gagal jantung tanpa adanya pembatasan aktivitas
fisik, dimana aktivitas biasa tidak menimbulkan rasa lelah dan sesak napas.
2. Kelas II: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya
pembatasan aktivitas fisik yang ringan, merasa lega jika beristirahat.
3. Kelas III: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya
pembatasan aktivitas fisik yang ringan, kegiatan fisik yang lebih ringan dari
kegiatan biasa sudah memberi gejala lelah, sesak napas.
4. Kelas IV: Penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup melakukan
kegiatan apapun tanpa keluhan, gejala sesak napas tetap ada walaupun saat
beristirahat. 5
American College of Cardiology/American Heart Association
(ACC/AHA) heart failure guidelines melengkapi klasifikasi NYHA untuk
menggambarkan perkembangan penyakit dan dibagi menjadi 4 stage, yaitu:
1. Stage A pasien beresiko tinggi untuk gagal jantung tetapi tidak memiliki
penyakit jantung struktural atau gejala-gejala dari gagal jantung
15
2. Stage B pasien memiliki penyakit jantung struktural tetapi tidak memiliki
gejala-gejala dari gagal jantung
3. Stage C pasien memiliki penyakit jantung structural dan memiliki gejala-
gejala dari gagal jantung
4. Stage D pasien memiliki gagal jantung berat yang menuntut intervensi khusus. 6
E. Patofisiologi
Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi gangguan
pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta
perubahan neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi
gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac
output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal,
sistem Renin–Angiotensin–Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin dan
natriuretik peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung
sehingga aktivitas jantung dapat terjaga.7
Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga
cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas
serta vasokonstriksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul
berkelanjutan dapat menyebabkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi
simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit,
hipertofi dan nekrosis miokard fokal.7
Stimulasi sistem RAA menyebabkan peningkatan konsentrasi renin,
angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor
renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang
pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan
merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akanmenyebabkan retensi natrium
dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek
pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.6,7
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama
yeng memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat.
Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap
peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain
Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel,
kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriureticpeptide terbatas pada endotel
16
pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan
vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai
respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis
terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi ladosteron dan reabsorbsi
natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal
jantung, maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker
diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita
gagal jantung.2,6
Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya
pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan pada
pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia.2 Endotelin
disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide
vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh
darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-
1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung. Selain itu
juga berhubungan dengan tekanan pulmonary arterycapillary wedge pressure,
perlu perawatan dan kematian. Telah dikembangkan endotelin-1 antagonis
sebagai obat kardioprotektor yang bekerja menghambat terjadinya remodelling
vaskular dan miokardial akibat endotelin.2,6
Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard,
dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri
menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab
tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel
kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada
penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 – 40 %
penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada
penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolik yang
timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.
17
Gambar 1. Patofisiologi dan Simptomatologi CHF.
F. Penegakan Diagnosis
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan
penilaian klinis, didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto toraks,
biomarker, dan ekokardiografi Doppler.
1. Pasien segera diklasifikasikan apakah disfungsi sistolik atau disfungsi
diastolik dan karakteristik forward orbackward, left or right heart failure.
Kriteria diagnosis gagal jantung menurut Framingham Heart Study :
a. Kriteria mayor :
1) Paroksismal nokturnal dispneu
2) Ronki paru
3) Edema akut paru
4) Kardiomegali
5) Gallop S3
18
6) Distensi vena leher
7) Refluks hepatojugular
8) Peningkatan tekanan vena jugularis
b. Kriteria minor :
1) Edema ekstremitas
2) Batuk malam hari
3) Hepatomegali
4) Dispnea d’effort
5) Efusi pleura
6) Takikardi (120x/menit)
7) Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal
Kriteria mayor dan minor : Penurunan berat badan ≥ 4,5 kg dalam 5 hari
pengobatan. Diagnosis gagal jantung ditegakkan dengan dua kriteria mayor
atau satu kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium Darah
- Pemeriksaan darah lengkap
- Kimia klinik (SGPT, SGOT, ureum, kreatinin, natrium, kalium,
klorida, kolesterol total, LDL, HDL)
b. Elektrokardiogram
Dalam kasus kardiogenik, elektrokardiogram (EKG) dapat
menunjukkan bukti MI ( Miocardium Infark ) atau iskemia, namun
dalam kasus noncardiogenic, EKG biasanya normal.
c. Radiologi
1) Foto thoraks
Fungsi utama pemeriksaan foto thoraks adalah mengetahui ukuran
dan bentuk siluet jantung, serta edema di dasar paru-paru. 9 Pada
gagal jantung hampir selalu ada dilatasi dari satu atau lebih pada
ruang-ruang di jantung, menghasilkan pembesaran pada jantung.
Pemeriksaan radiologi memberikan informasi berguna mengenai
ukuran jantung dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi
aorta, dan kadang-kadang efusi pleura, begitu pula keadaan vaskuler
pulmoner dan dapat mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada
gejala pasien.
19
2) Computed Tomography
CT scan jantung biasanya tidak diperlukan dalam diagnosis rutin
dan manajemen gagal jantung kongestif. 9 Multichannel CT scan
berguna dalam menggambarkan kelainan bawaan dan katup, namun,
ekokardiografi dan pencitraan resonansi magnetik (MRI) dapat
memberikan informasi yang sama tanpa mengekspos pasien untuk
radiasi pengion.9
3) Echocardiografi
Ekokardiografi dua dimensi dianjurkan sebagai bagian awal dari
evaluasi pasien dengan gagal jantung kongestif yang diketahui atau
diduga. Fungsi ventrikel dapat dievaluasi, dan kelainan katup primer
dan sekunder dapat dinilai secara akurat. Ekokardiografi Doppler
mungkin memainkan peran berharga dalam menentukan fungsi
diastolik dan dalam menegakkan diagnosis HF diastolik. 9 Dua
dimensi dan Ekokardiografi Doppler dapat digunakan untuk
menentukan kinerja sistolik dan diastolik LV(ventrikel kiri), cardiac
output (fraksi ejeksi), dan tekanan arteri pulmonalis dan pengisian
ventrikel. Echocardiography juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi penyakit katup penting secara klinis.Tingkat
kepercayaan di echocardiography adalah tinggi, dan tingkat temuan
positif palsu dan negatif palsu yang rendah. 9
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan
secara non farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung
baik akut maupun kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki
prognosis, meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi
serta beratnya kondisi.
1. Non Farmakalogi :
a. Anjuran umum :
1) Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
2) Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan
seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang
masih bisa dilakukan.
3) Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.
20
b. Tindakan Umum :
1) Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung
ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada
gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
2) Hentikan rokok
3) Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang
lainnya.
4) Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30
menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan
beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan
dan sedang).
5) Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.
2. Farmakologi
Terapi farmakologik terdiri atas panghambat ACE, Antagonis Angiotensin II,
diuretik, Antagonis aldosteron, β-blocker, vasodilator lain, digoksin, obat
inotropik lain, anti-trombotik, dan anti-aritmia.14,15
a. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling
sedikit diuretik reguler dosis rendah. Permulaan dapat digunakan loop
diuretik atau tiazid. Bila respon tidak cukup baik, dosis diuretik dapat
dinaikkan, berikan diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik
dengan tiazid. Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan dosis 25-50
mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung
sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung
sistolik.
b. Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivitas neurohormonal,
dan pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri.
Pemberian dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa
minggu sampai dosis yang efektif.
c. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian
dimulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan
kontrol ketat sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan
sudah stabil. Pada gagal jantung klas fungsional II dan III. Penyekat
Beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau metaprolol. Biasa
digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan diuretik.
21
d. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada intoleransi
terhadap ACE ihibitor.
e. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung
disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial,
digunakan bersama-sama diuretik, ACE inhibitor, beta blocker.
f. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan
emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi
ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial
kronis maupun dengan riwayat emboli, trombosis dan Trancient
Ischemic Attacks, trombus intrakardiak dan aneurisma ventrikel.
g. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik
atau aritmia ventrikel yang menetap. Antiaritmia klas I harus dihindari
kecuali pada aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III
terutama amiodaron dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak
digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak dapat digunakan untuk
mencegah kematian mendadak.
h. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis
untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.
Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 – 2
l/hari) dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring
jangka pendek dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi
metabolisme serta meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin subkutan
perlu diberikan pada penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan
diberikan pada penderita dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik
berat dengan dilatasi ventrikel. 13
Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis
dispneu, takikardia serta cemas,pada kasus yang lebih berat penderita tampak
pucat dan hipotensi. Adanya trias hipotensi (tekanan darah sistolik < 90
mmHg), oliguria serta cardiac output yang rendah menunjukkan bahwa
penderita dalam kondisi syok kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta
syok kardiogenik biasanya timbul pada infark miokard luas, aritmia yang
menetap (fibrilasi atrium maupun ventrikel) atau adanya problem mekanis
seperti ruptur otot papilari akut maupun defek septum ventrikel pasca infark. 13
Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi dimana
memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab,
22
perbaikan hemodinamik, menghilangan kongesti paru, dan perbaikan
oksigenasi jaringan. Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan
pemberian oksigen konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan
pertama yang dapat dilakukan. Monitoring gejala serta produksi kencing yang
akurat dengan kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan
khusus. Base excess menunjukkan perfusi jaringan, semakin rendah
menunjukkan adanya asidosis laktat akibat metabolisme anerob dan
merupakan prognosa yang buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki
asidosis,pemberian bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang refrakter. 13
Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan
menyebabkan venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun belum
ada diuresis. Loop diuretik juga meningkatkan produksi prostaglandin
vasdilator renal. Efek ini dihambat oleh prostaglandin inhibitor seperti obat
antiflamasi nonsteroid, sehingga harus dihindari bila memungkinkan. 13
Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam
penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan
kecemasan, nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga
menurunkan preload dan tekanan pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis
pemberian 2 – 3 mg intravena dan dapat diulang sesuai kebutuhan. 13
Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi
preload serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan
angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator
vena dan pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri
termasuk arteri koroner. Sehingga dosis pemberian harus adekuat sehingga
terjadi.keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi
jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama pada pemberian intravena
dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 – 24 jam. 13
Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang
diberikan pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung
yang disertai krisis hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal
ginjal berat dan gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 – 0,5 μg/kg/menit. 13
Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator.
Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan
ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan neurohormonal,
dapat menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar
23
epinefrin, aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena
menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung,
meningkatkan stroke volume karena berkurangnya afterload. Dosis
pemberiannya adalah bolus 2 μg/kg dalam 1 menit dilanjutkan dengan infus
0,01 μg/kg/menit. 13
Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung
akut yang disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau
vasodilator digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah
85 – 100 mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau
vasopressor merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan
akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi
perfusi jaringan bila tekanan arteri rata - rata > 65 mmHg. 13
Pemberian dopamin 2 μg/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 – 5 μg/kg/mnt akan
merangsang reseptor adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan
curah jantung. Pada pemberian 5 – 15 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor
adrenergik alfa dan beta yang akan meningkatkan laju jantung serta
vasokonstriksi. Pemberian dopamin akan merangsang reseptor adrenergik 1
dan 2, menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi)
dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 – 3 μg/kg/mnt, untuk
meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 – 15 μg/kg/mnt. Pada pasien
yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih tinggi
yaitu 15 – 20 μg/kg/mnt. 13
Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP
menjadi AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung.
Yang sering digunakan dalam klinik adalah milrinone dan enoximone.
Biasanya digunakan untuk terapi penderia gagal jantung akut dengan hipotensi
yang telah mendapat terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik positif.
Dosis milrinone intravena 25 μg/kg bolus 10 – 20 menit kemudian infus 0,375
– 075 μg/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25– 0,75 μg/kg bolus kemudian 1,25 –
7,5 μg/kg/mnt. 13
Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut
yang disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita
dengan syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau
terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit.Obat yang
24
biasa digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus
kontinyu dengan dosis 0,05 – 0,5 μg/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan
dosis 0,2 – 1 μg/kg/mnt. 13
Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang
menyebabkan terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang
tersering adalah penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut. Bila
penderita datang dengan hipertensi emergensi pengobatan bertujuan untuk
menurunkan preload dan afterload. Tekanan darah diturunkan dengan
menggunakan obat seperti lood diuretik intravena, nitrat atau nitroprusside
intravena maupun natagonis kalsium intravena(nicardipine). Loop diuretik
diberkan pada penderita dengan tanda kelebihan cairan. Terapi nitrat untuk
menurunkan preload dan afterload, meningkatkan aliran darah koroner.
Nicardipine diberikan pada penderita dengan disfungsi diastolik dengan
afterload tinggi. Penderita dengan gagal ginjal,diterapi sesuai penyakit dasar.
Aritmia jantungharus diterapi. 13
Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra
aorta, pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrilator,
ventricular assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita
gagal jantung berat atau syok kardiogenik yang tidak memberikan respon
terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral atau ruptur septum
interventrikel. Pemasangan pacu jantung bertujuan untuk mempertahankan
laju jantung dan mempertahankan sinkronisasi atrium dan ventrikel,
diindikasikan pada penderita dengan bradikardia yang simtomatik dan blok
atrioventrikular derajat tinggi. Implantable cardioverterdevice bertujuan untuk
mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel. Vascular Assist Device
merupakan pompa mekanis yang mengantikan sebgaian fungsi ventrikel,
indikasi pada penderita dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap
terapi terutama inotropik. 13
25
H. Prognosis
Prognosis gagal jantung yang tidak mendapat terapi tidak diketahui. Sedangkan
prognosis pada penderita gagal jantung yang mendapat terapi yaitu: (2)
1. Kelas NYHA I : mortalitas 5 tahun 10-20%
2. Kelas NYHA II : mortalitas 5 tahun 10-20%
3. Kelas NYHA III : mortalitas 5 tahun 50-70%
4. Kelas NYHA IV : mortalitas 5 tahun 70-90%
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Nurdjanah S. Buku ajar ilmu penyakit dalam FK UI. 2006; ed IV
2. Hauser K, Longo B, Jameson F. Harrison’s principle of internal medicine.2005;
ed XVI
3. Sugeng, Barita Sitompul dan J. Irawan.Buku ajar kardiologi. jakarta : balai
penerbit fakultas kedokteran universitas indonesia, 2004.hal 7 – 17,115 – 126.
4. Wilson, Sylvia A. Price dan Lorraine M.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2006.hal.633-640.
5. Oemar, Hamed.Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : balai penerbit fakultas
kedokteran universitas indonesia. 2004. hal. 7-12.
6. Kumar, Cotran, Robbins.Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta : EGC, 2007. Vol.
Volume 2.
7. Greenberg, Barry H. Congestuve Heart Failure, Philadephia, USA: Lipincott
Williams & Wilkins 2007 ; hal.167-168.
8. Goroll, Allan H., Primary medicine, office evaluation and management of the
adult patient sixth edition, Philadephia, USA: Lipincott Williams & Wilkins
2009;.hal.275-287
9. Davis, Russell C. ABC of heart failure second edition, Australia: Blackwell
publishing 2006;hal. 10-11.
10. Lee TH. Practice guidelines for heart failure management. In: Dec GW, editors.
Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment. New York:
Marcel Dekker; 2005.p.449-65.
11. Gillespie ND. The diagnosis and management of chronic heart failure in the
older patient. British Medical Bulletin 2005;75 and 76: 49- 62.
12. Rodeheffer R. Cardiomyopathies in the adult (dilated, hypertrophic, and
restrictive). In: Dec GW, editor. Heart failure a comprehensive guide to
diagnosis and treatment. New York: Marcel Dekker; 2005.p.137-56.
13. Grady KL, Dracus K, Kennedy G, at al. Team management of patients with
heart failure. A statement for healthcare professionals from The Cardiovascular
Nursing Councils of The American Heart Assiciation Circulation 2000
27