skenario f blok19 2013

120
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO F BLOK 19 Disusun oleh: Kelompok L8 Imam zahid 04111001019 Clara adelia wijaya 04111001020 Lismya wahyu ningrum 04111001023 Vindy cesarina 04111001037 Obby saleh 04111001046 Maghfiroh rahayu nindatama 04111001050 M. hadley aulia 04111001052 Dipika awinda 04111001074 Desy aryani 04111001085 Meuthia alamsyah 04111001088 Fadhli aufar kasyfi 04111001091 Januar antoni 04111001126 Feddy febriyanto M 04111001128 Veranika santiani fani 04111001136 1

Upload: rebekamarpaung

Post on 27-Dec-2015

87 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

abc

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario f Blok19 2013

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO F BLOK 19

Disusun oleh: Kelompok L8

Imam zahid 04111001019

Clara adelia wijaya 04111001020

Lismya wahyu ningrum 04111001023

Vindy cesarina 04111001037

Obby saleh 04111001046

Maghfiroh rahayu nindatama 04111001050

M. hadley aulia 04111001052

Dipika awinda 04111001074

Desy aryani 04111001085

Meuthia alamsyah 04111001088

Fadhli aufar kasyfi 04111001091

Januar antoni 04111001126

Feddy febriyanto M 04111001128

Veranika santiani fani 04111001136

Tutor : dr. Elza Iskandar, Sp.M

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN AJARAN 2012-2013

1

Page 2: Skenario f Blok19 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan

Tutorial ini dapat terselesaikan dengan baik.

Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan

penyelesaian dari skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang

merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya.

Tim Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang

terlibat dalam pembuatan laporan ini.

Tak ada gading yang tak retak. Tim Penyusun menyadari bahwa dalam

pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan

kritik pembaca akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun

lakukan.

Tim Penyusun

2

Page 3: Skenario f Blok19 2013

DAFTAR ISI

Halaman Judul 1

Kata Pengantar.............................................................................................. 2

Daftar Isi....................................................................................................... 3

Pembahasan Skenario:

I. Skenario.............................................................................................. 4

II. Klarifikasi Istilah................................................................................ 5

III. Identifikasi Masalah........................................................................... 6

IV. Analisis Masalah................................................................................ 7

V. Hipotesis............................................................................................ 47

VI. Sintesis............................................................................................... 48

VII. Kerangka Konsep.............................................................................. 77

VIII. Kesimpulan......................................................................................... 78

Daftar Pustaka.............................................................................................. 79

3

Page 4: Skenario f Blok19 2013

SKENARIO F BLOK19 2013

Seorang laki-laki berumur 22 tahun datang ke klinik dengan keluhan mata

kanannya juling kedalam. Keluhan ini mucul sejak mengalami kecelakaan lalu lintas 6

bulan yang lalu. Pada kecelakaan tersebut kepalanya terbentur dan penderita sempat

kehilangan kesadaran selama lebih dari 30 menit.

Bersamaan dengsn itu penderita mengeluh mata kanan sulit digerakkan ke

arah temporal kanan dan penglihatan ganda semakin bertambah bila melihat ke

temporal kanan.

Pemeriksaan Oftalmologi :

AVOD : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 -> 6/6

AVOS : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 -> 6/6

Hischberg : ET15o

ACT (Alternating Cover Test ) : Shifting (+) OS mata dominan

Duction & Version :

OD OS

Terdapat hambatan gerakan abduksi ke temporal kanan pada mata kanan.

WFDT (Worth Four Dot Test): Uncrossed Diplopia semakin bertambah bila melihat

ke sisi mata nondominan.

FDT (Forced Duction Test): Tidak terdapat tahanan pada gerakan dengan bantuan

pinset.

4

Page 5: Skenario f Blok19 2013

KLARIFIKASI ISTILAH

1. Juling : kondisi dimana kedua mata tidak sejajar

2. Penglihatan ganda : prepsi adanya dua bayangan dalam satu objek

3. Hishberg : tes reflex kornea hisberg, merupakan tes screening

yang digunakan untuk mengetahui apakah seseorang

mempunyai strabismus atau tidak dengan

memperhatikan kedudukan reflex cahaya pada kornea

4. ACT : tes untuk menentukan tipe dari tropia dan atau poria

dengan cara menutup masing-masing mata dan

perhatikan gerak dari mata yang tidak ditutup

5. AVOD : tes untuk menentukan tajaman penglihatan mata

berdasarkan jarak penderita dengan objek atau snellen

cart (mata kanan)

6. AVOS : tes untuk menentukan tajaman penglihatan mata

berdasarkan jarak penderita dengan objek atau snellen

cart (mata kiri)

7. shifting + : perubahan atau penyimpangan

8. duction : rotasi mata oleh otot ekstra okuler kesekliling aksis

horizontal, vertical dan anteroposteriornya

9. version : perputaran mata pada arah yang sama

10. WFDT : tes keseimbangan cahaya adalah tes klinis untuk

melihat supresi kedua mata kanan dan kiri

11. FDT : tes yang dilakukan untuk menentukan apakah

kegagalan pergerakan bola mata disebabkan oleh

kelainan neurologi (parese) atau mekanik (fraktur)

12. crossed diplopia : diplopia dimana bayangan pada mata kanan pindah

kekiri yang merupakan bayangan mata kiri

5

Page 6: Skenario f Blok19 2013

IDENTIFIKASI MASALAH

1. Seorang laki-laki berumur 22 tahun datang ke klinik dengan keluhan mata

kanannya juling kedalam. Keluhan ini mucul sejak mengalami kecelakaan

lalu lintas 6 bulan yang lalu.

2. Pada kecelakaan tersebut kepalanya terbentur dan penderita sempat

kehilangan kesadaran selama lebih dari 30 menit.

3. Bersamaan dengsn itu penderita mengeluh mata kanan sulit digerakkan ke

arah temporal kanan dan penglihatan ganda semakin bertambah bila

melihat ke temporal kanan.

4. Pemeriksaan Oftalmologi :

AVOD : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 -> 6/6

AVOS : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 -> 6/6

Hischberg : ET15o

ACT (Alternating Cover Test ) : Shifting (+) OS mata dominan

Duction & Version :

OD OS

Terdapat hambatan gerakan abduksi ke temporal kanan pada mata kanan.

WFDT (Worth Four Dot Test): Uncrossed Diplopia semakin bertambah bila

melihat ke sisi mata nondominan.

FDT (Forced Duction Test): Tidak terdapat tahanan pada gerakan dengan

bantuan pinset.

6

Page 7: Skenario f Blok19 2013

ANALISIS MASALAH

I. Seorang laki-laki berumur 22 tahun datang ke klinik dengan keluhan

mata kanannya juling kedalam. Keluhan ini mucul sejak mengalami

kecelakaan lalu lintas 6 bulan yang lalu.

1. Bagaimana anatomi dan fisiologi mata? (terutama otot-ototnya,

fisiologinya pergerakan otot)

Organ luar

- Bulu mata berfungsi menyaring cahaya yang akan diterima.

- Alis mata berfungsi menahan keringat agar tidak masuk ke bola mata.

- Kelopak mata (Palpebra) berfungsi untuk menutupi dan melindungi mata.  

Organ dalam

Bagian-bagian pada organ mata bekerjasama mengantarkan cahaya dari

sumbernya menuju ke otak untuk dapat dicerna oleh sistem saraf manusia.

Bagian-bagian tersebut adalah:

Kornea

Merupakan bagian terluar dari bola mata yang menerima cahaya dari

sumber cahaya.

Sklera

Merupakan bagian dinding mata yang berwarna putih. Tebalnya rata- rata

1 milimeter tetapi pada irensi otot, menebal menjadi 3 milimeter.

Pupil dan iris

Dari kornea, cahaya akan diteruskan ke pupil. Pupil menentukan kuantitas

cahaya yang masuk ke bagian mata yang lebih dalam. Pupil mata akan

melebar jika kondisi ruangan yang gelap, dan akan menyempit jika kondisi

ruangan terang. Lebar pupil dipengaruhi oleh iris di sekelilingnya.Iris

berfungsi sebagai diafragma. Iris inilah terlihat sebagai bagian yang berwarna

pada mata.

Lensa mata

Lensa mata menerima cahaya dari pupil dan meneruskannya pada retina.

Fungsi lensa mata adalah mengatur fokus cahaya, sehingga cahaya jatuh tepat

7

Page 8: Skenario f Blok19 2013

pada bintik kuning retina. Untuk melihat objek yang jauh (cahaya datang dari

jauh), lensa mata akan menipis. Sedangkan untuk melihat objek yang dekat

(cahaya datang dari dekat), lensa mata akan menebal.

Retina atau Selaput Jala

Retina adalah bagian mata yang paling peka terhadap cahaya, khususnya

bagian retina yang disebut bintik kuning. Setelah retina, cahaya diteruskan ke

saraf optik.

Saraf optik

Saraf yang memasuki sel tali dan kerucut dalam retina, untuk menuju ke

otak.  

Palpebra

o Palpebra melindungi mata dari cedera dan cahaya yang berlebihan.

o Tdd : Palpebra superior dan inferior

o Permukaan suferficial ditutupi oleh kulit dan permukaan dalam diliputi

oleh membran mukosa à conjunctiva.

o Conjunctiva membentuk ruang potensial yaitu saccus conjunctivalis.

o sudut lateral fissura palpebra lebih tajam dari medial.

o Sudut medial dan bola mata dipisahkan oleh rongga sempit (lacus

lacrimalis) dan terdapat tonjolan kecil ( caruncula lacrimalis)

LAPISAN BOLA MATA

Mata tertanam pada adiposum orbitae, terdapat 3 lapisan :

Tunika fibrosa :  

8

Page 9: Skenario f Blok19 2013

- Bagian posterior yang opak

- Sclera

- Bagian anterior yang transparan

- Cornea

Tunika Vasculosa Pigmentosa :  

- Choroidea

- Corpus Cilliary

- Iris dan pupil

- Tunika Nervosa :  Retina

Otot-otot penggantung bola mata

Vaskularisasi bola mata

  Ada 2 sistem vaskularisasi bola mata :

1. Sistem arteri siliar, terdiri dari :

Arteri siliaris anterior (9)

Arteri siliaris posterior brevis (7)

Arteri siliaris longus (4)

2. Sistem arteri Sentralis

Retina (12) 

Persarafan

9

Page 10: Skenario f Blok19 2013

Saraf yang bertangung jawab terhadap mata manusia adalah saraf

optikus (Nervus II). Bagian mata yang mengandung saraf optikus adalah

retina. Saraf optikus adalah kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan

visual dari retina ke otak.

Sedangkan saraf yang menggerakkan otot bola mata adalah saraf

okulomotoris (Nervus III), saraf ini bertanggungjawab terhadap pergerakan

bola mata, membuka kelopak mata, dan mengatur konstraksi pupil mata.

10

Page 11: Skenario f Blok19 2013

Fungsi dan Persarafan Muskulus Ekstraokular

Saraf lainnya yang mempengaruhi fungsi mata adalah saraf lakrimalis

yang merangsang dalam pembentukan air mata oleh kelenjar air mata.

Kelenjar Lakrimalis terletak di puncak tepi luar dari mata kiri dan kanan dan

menghasilkan air mata yang encer.

Fisiologi penglihatan

Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada retina

dan menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika dilatasi

maksimal, pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak

dibandingkan ketika sedang konstriksi maksimal. Diameter pupil ini sendiri

diatur oleh dua elemen kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang

terdiri dari otot-otot sirkuler dan papillary dilator yang terdiri dari sel-sel

epitelial kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga

sebagai myoepithelial cells.

Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan

melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata.

Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi dimana intensitas cahaya

berubah dan ketika kita memindahkan arah pandangan kita ke benda atau

objek yang dekat atau jauh. Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya memasuki

mata, pembentukan bayangan pada retina bergantung pada kemampuan

refraksi mata.

11

Page 12: Skenario f Blok19 2013

Beberapa media refraksi mata yaitu kornea (n=1.38), aqueous humour

(n=1.33), dan lensa (n=1.40). Kornea merefraksi cahaya lebih banyak

dibandingkan lensa. Lensa hanya berfungsi untuk menajamkan bayangan yang

ditangkap saat mata terfokus pada benda yang dekat dan jauh. Setelah cahaya

mengalami refraksi, melewati pupil dan mencapai retina, tahap terakhir dalam

proses visual adalah perubahan energi cahaya menjadi aksi potensial yang

dapat diteruskan ke korteks serebri. Proses perubahan ini terjadi pada retina.

Retina memiliki dua komponen utama yakni pigmented retina dan

sensory retina. Pada pigmented retina, terdapat selapis sel-sel yang berisi

pigmen melanin yang bersama-sama dengan pigmen pada koroid membentuk

suatu matriks hitam yang mempertajam penglihatan dengan mengurangi

penyebaran cahaya dan mengisolasi fotoreseptor-fotoreseptor yang ada. Pada

sensory retina, terdapat tigalapis neuron yaitu lapisan fotoreseptor, bipolar dan

ganglionic. Badan sel dari setiap neuron ini dipisahkan oleh plexiform layer

dimana neuron dari berbagai lapisan bersatu. Lapisan pleksiform luar berada

diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic sedangkan lapisan pleksiformis

dalam terletak diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic.

Setelah aksi potensial dibentuk pada lapisan sensori retina, sinyal yang

terbentuk akan diteruskan ke nervus optikus, optic chiasm, optic tract, lateral

geniculate dari thalamus, superior colliculi, dan korteks serebri.Gambaran

jaras penglihatan yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dilihat pada gambar

berikut:

Jaras Penglihatan

2. Apa saja Jenis-jenis juling ?

12

Page 13: Skenario f Blok19 2013

a. Esotropia

Penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata dimana salah satu

sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan lainnya

menyimpang pada bidang horizontal ke arah medial. Bentuk-bentuknya:

- Esotropia konkomitan yaitu bila sudut penyimpangan sama besarnya pada

semua arah pandang

- Esotropia inkomitan yaitu bila sudut penyimpangan berbeda pada arah

yang berbeda pula

b. Eksotropia

Penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata dimana salah satu

sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan lainnya

menyimpang pada bidang horizontal ke arah lateral. Bentuk-bentuknya:

- Eksotropia konkomitan yaitu bila sudut penyimpangan sama besarnya

pada semua arah pandang

- Eksotropia inkomitan yaitu bila sudut penyimpangan berbeda pada arah

yang berbeda pula

c. Hipotropia

Penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata dimana salah satu

sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan lainnya

menyimpang pada bidang horizontal ke arah inferior (bawah).

d. Hipertropia

Penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata dimana salah satu

sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan lainnya

menyimpang pada bidang horizontal ke arah superior (atas)

Berdasarkan fiksasi:

Alternating : perubahan fiksasi spontan dari satu mata ke mata yang

lainnya

Monokular : fiksasi pasti pada satu mata

Berdasarkan onset :

Kongenital à sebelum usia 6 bulan

13

Page 14: Skenario f Blok19 2013

Acquired à setelah usia 6 bulan

Berdasarkan tipe deviasi:

Horizontal : Esodeviasi atau Eksodeviasi

Vertikal : Hiper-deviasi or hipo-deviasi

Torsional : Insiklodeviasi or Eksiklodeviasi

Campuran : Horizontal, vertical, and/ torsional

Berdasarkan pergerakan bola mata:

Komitan (Konkomitan): besar deviasi sama pada setiap gerakan /

posisi bola mata

Inkomitan: besar deviasi berbeda-beda pada setiap gerakan atau posisi

bola mata

Menurut arah deviasi / penyimpangan :

- Kedalam (kearah hidung) = Esotropia (Strabismus Convergen) – paling banyak (75%)

- Keluar (menjauhi hidung) = Exotropia (Strabismus Divergen)

- Keatas = Hypertropia

- Kebawah = Hypotropia

Menurut manifestasinya :

- Heterotropia = Juling terus menerus

- Heterophoria = Kadang terlihat juling, kadang tidak. Deviasi terjadi bila mekanisme fusi 

diputus.

Menurut sudut deviasi :

-Comitment Strabismus = Sudut deviasi konstan pada berbagai posisi.

-Comitant Strabismus = Sudut deviasi tidak sama

Menurut kemampuan fixasi mata :

-Unilateral Strabismus = Bila satu mata yang berdeviasi secara konstan

-Alternating Strabismus = Bila kedua mata berdeviasi secara bergantian

Menurut waktu berlangsungnya strabismus :

-Permanent = Mata tampak berdeviasi secara konstan

-Intermittent = Mata berdeviasi pada keadaan-keadaan tertentu (lelah, cemas, dll

3. Bagaiman Etiologi juling kedalam ?

Penyebab Esotropia adalah :

Faktor refleks dekat, akomodatif esotropia

Hipertoni rektus medius konginetal

Hipotoni rektus lateralis akuisita

14

Page 15: Skenario f Blok19 2013

Penurunan fungsi penglihatan satu mata pada bayi dan anak

Ketidakseimbangan tarikan otot yang mengendalikan pergerakan mata.

Kelumpuhan otot

Gangguan persyarafan

Kelainan refraksi yang tidak dikoreksi

4. Bagaimana mekanisme juling kedalam ? (langsung dikaitkan dengan

hubungan kecelakaan 6 bulan yang lalu dan jelaskan perjalanannya)

Trauma kepala sejak 6 bulan yang lalu à kemungkinan cedera di daerah pars

petrosa ossis temporal dextra dimana nervus abducens mengalami peregangan

atau avulsi à kelumpuhan kontraksi m. rektus lateralis tanpa disertai

kerusakan kontraksi otot lain (rektus medialis terlihat lebih dominan) à mata

tertarik ke arah nasal akibat kontraksi dari rektus medialis tanpa disertai

perlawanan à juling ke dalam (konvergen)

Karena fungsi otot rectus lateralis adalah untuk abduksi.

Mengapa mengenai nervus vi karena nervus ini terpanjang dan berjalan

melalui basis kranii yang berbenjol benjol sehingga rentan mengalami

gangguan.

II. Pada kecelakaan tersebut kepalanya terbentur dan penderita sempat kehilangan

kesadaran selama lebih dari 30 menit.

1. Mengapa penderita kehilangan kesadaran ? (dihubungkan dengan

skenario)

Mekanisme hilang kesadaran: Dibatang otak ada RAS (Reticular activating

system) sebagai pusat kesadaran yang mudah meregang jika ada benturan.

Benturan peregangan RAS blokade terhadap input aferen hilang

kesadaran.

Pada kasus ini tidak ada lusit interval , terdapatnya fraktur basis cranii

(robekan pada durameter) . itu yang menyebabkan penderita kehilangan

kesadaran.

15

Page 16: Skenario f Blok19 2013

2. Dibagaian mana pada trauma kepala yang menyebabkan juling?

Salah satu etiologi terjadinya palsy N VI adalah trauma berat, yang

menyebabkan fraktur pada tulang orbita atau base tengkorak.

Setelah keluar dari batang otak syaraf ini masuk ke dalam sistema

Pontis dan berjalan ke rostral antara Pan dan Clivus, menuju apex os Petrosus.

Ditempat ini N. Abducens masuk kedalam Canalis Dorello dan menembus

durameter untuk selanjutnya masuk ke dalam Sinu Cavemosus di laterocaudal

dari a. Carotis Intema dan medial dari N Opthalmicus. Dari Sinus Cavernosus

Syaraf ini masuk ke dalam Cavun orbita melalui Fissura Orbitalis Superior di

Anulus Tendineus Communis, di laterocaudel N. Opthalmicus. Selanjutnya

Syaraf ini menginervasi m.Rectus Lateralis dari arah medial.

III. Bersamaan dengsn itu penderita mengeluh mata kanan sulit digerakkan ke

arah temporal kanan dan penglihatan ganda semakin bertambah bila melihat

ke temporal kanan.

1. Apa etiologi penglihatan ganda?

A. Diplopia Monokuler

Miopia tinggi, astimatireguler, dislokasi lensa, udara atau benda

transparan dalam mata, spasme ireguler dari badan silier dan megalokornea,

makulopatia, ablasi retina, iridodialis, ireguler tear film, katarak, kerusakan

16

Page 17: Skenario f Blok19 2013

saraf otot bola mata karena stroke, diabetes, cedera kepala, tumor otak,

diplopia binokuler – masalah saraf, diplopia binokuler – masalah otot, diplopia

binokuler – penyakit persimpangan otot- saraf, diplopia binokuler – masalah

pertulangan dan infeksi otak

B. Diplopia Binokuler

Penyebab diplopia binokuler dapat terjadi karena miastenia gravis,

parese atau paralisis otot penggerak mata ekstraokuler, penderita

astigmatisma, gangguan lengkung kornea, penderita katarak, dislokasi lensa

mata, gangguan produksi air mata dan beberapa gangguan pada retina.

2. Bagaimanan mekanisme penglihatan ganda? (mengapa semakin

bertambah bila melihat ketemporal kanan)

Pada dasarnya, kita “melihat” dengan otak.Mata hanyalah sebuah

organyang menerima rangsang sensoris.Gambaran didapatkan dari

prosesmengartikan rangsangan yang diterima oleh retina.Saraf optikus dan

jalur visual mengantarkan informasi ini ke korteks visual.Sistem sensoris

menghasilkan gambaran retinal dan mengantarkan gambaran ini ke pusat

pengaturan yang lebih tinggi. Sistem motorik membantu proses ini dengan

mengarahkan kedua mata pada objek sehingga gambaran yang sama dibentuk

di tiap retina. Otak kemudian memroses informasi ini menjadi kesan

penglihatan binokuler.Hubungan antara sistem sensoris dan motoris ini tidak

dapat dirasakan atau disadari.

Terdapat 3 syarat yang menentukan kualitas penglihatan binokuler:

1. Penglihatan simultan. Retina kedua mata menerima kedua gambaran

secara simultan. Pada penglihatan binokuler yang normal, kedua mata

mempunyai titik fiksasi yang sama, yang akan berada di fovea sentralis

kedua mata. Bayangan kedua objek yang selalu sampai ke area identic di

retina, disebut sebagai titik korespondensi retina.Objek-objek yang terletak

pada lingkaran imajiner dikenal sebagai horopter geometric diproyeksikan

pada titik-titik di retina ini. Horopter yang berbeda akanberlaku untuk

jarak fiksasi berapapun. Oleh karena itu, gambar di kedua retina akan

identik pada penglihatan binokuler yang normal. Fenomena

17

Page 18: Skenario f Blok19 2013

ini dapat diperiksa dengan menampilkan gambar yang berbeda ke

masing-masing retina; normalnya kedua gambar akan diterima, menimbulkan

diplopia fisiologis. Diplopia fisiologis dapat didemonstrasikan dengan

menempatkan 2 pensil vertikal pada sebuah garis sesuai dengan axis visual

subjek, dengan pensil kedua jaraknya kira-kira 2 kali jauhnya dari pada subjek

pertama. Ketika subjek fokus pada 1 pensil, pensil yang lain akan tampak

ganda.

2. Fusi: hanya saat kedua retina membuat impresi visual yang sama, yakni

transmisi gambar-gambar identik ke otak, 2 gambaran retinal akan

bercampur menjadi persepsi tunggal. Impair fusi dapat menimbulkan

diplopia.

3. Penglihatan stereoskopis. Sifat ini adalah tingkat tertinggi kualitas

penglihatan binokuler dan hanya mungkin jika beberapa kondisi terpenuhi.

Agar objek-objek diproyeksikan pada titik korespondensi atau identik pada

retina, mereka harus terletak di horopter geometrik yang sama. Objek yang

berada di depan atau di belakang lingkaran ini tidak akan diproyeksikan ke

titik korespondensi tapi ke titik non-korespondensiatau disparate. Hasilnya,

objek-objek ini akan dianggap sebagai 2 benda (diplopia). Sedangkan

objek-objek yang berada dalam jangkauan sempit di depan dan di belakang

horopter difusikan sebagai gambaran tunggal. Area ini disebut sebagai area

Panum. Otak memroses gambaran nonkorespondensi retina dalam area

Panum sebagai persepsi visual tunggal 3-dimensi bukan sebagai gambaran

ganda. Sebaliknya, otak menggunakan gambaran ganda tersebut untuk

membedakan kedalaman.

18

Page 19: Skenario f Blok19 2013

Palsi saraf kranial III biasa dengan gejala diplopia vertikal dan

horizontalyang akan membaik bila mata yang terkena diabduksi karena

otot rektuslateral dan saraf kranial VI mengabduksi mata. Palsi saraf

kranial IVbiasa dengan diplopia vertikal yang memburuk atau hanya

muncul saat melihat dekat dan gazeke bawah dalam arah yang berlawanan

darimata yang terkena. Karena otot oblik superior mengintorsi mata,

pasiendengan palsi saraf IV juga melaporkan bahwa salah satu

gambarantampak miring. Pasien dengan palsi saraf VI mengalami

diplopiahorizontal yang memburuk saat mata yang terkena diabduksi

(misalpada pandangan ke lateral ke sisi mata yang terkena) atau saat

melihatobjek dari jauh karena mata akan berdivergensi

3. Mengapa mata kanan sulit digerakan bila melihat ke temporal kanan?

Diplopia terjadi apabila bayangan benda yang jatuh di di fovea

sentralis tidak sama. Pada pasien, gerakan bola mata untuk mengarah ke

temporal kanan mengalami hambatan, sehingga benda yang berada di arah

temporal kanan tidak dapat dilihat secara bersamaan oleh mata kanan dan

mata kiri, sehingga bayangan benda yang jatuh di fovea sentralis mata kiri

tidak sama dengan bayangan benda yang jatuh di fovea sentralis mata

kanan. Ketidaksamaan ini mengganggu proses penyesuaian bayangan

19

Page 20: Skenario f Blok19 2013

kedua mata di area visual primer di cerebrum. Hal ini akan bermanifestasi

sebagai diplopia.

IV. Pemeriksaan

1. Interpretasi dan mekanisme abnormal dari:

a. AVOD : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 -> 6/6

Periksa dengan meminta pasien membaca kartu snelen pada jarak 6 meter.

Normalnya: Hasil 6/6 menunjukkan pasien dapat membaca huruf dengan jelas

pada jarak 6 meter dimana pada mata normal juga dapat terbaca pada jarak 6

meter.

Namun pada kasus: Visus pasien menurun menjadi 6/12 menunjukkan pasien

dapat membaca huruf jelas pada pada barisyang menunjukkan angka 12 pada

kartu snellen.

Mekanisme abnormal:

Akibat terjadinya esotropia yang menyebabkan bola mata terus-menerus

mengalami konvergen juga mempengaruhi kelelahan mata dalam memandang

à refraksi mata normal juga ikut terganggu à penglihatan yang timbul

menyebabkan cahaya jatuh di area depan makula lutea retina à tidak

memberikan stimulus pada fotoreseptor yang berada di daerah tsb à

penurunan visus atau tajam penglihatan jarak jauh (myopia)

20

Page 21: Skenario f Blok19 2013

b. AVOS : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 -> 6/6

Os hanya bisa melihat benda pada jarak 6 m, sedangkan pada orang normal

bisa melihat pada jarak 12 m, miopia ringan 0,75 D.

Miopi berdasarkan berat ringan:

a. Miopi ringan

b. Sangat ringan, apabila dapat dikoreksi dengan kaca mata 0.25 s/d 1.0D

c. Ringan, apabila dapat dikoreksi dengan kaca mata  -1 s/d -3 D

d. Miopi sedang dapat dikoreksi dengan kaca mata -3 s/d -6 D

e. Miopi tinggi dapat dikoreksi dengan kaca mata -6 s/d -10 D

f.  Miopi berat dapat dapat dikoreksi dengan kacamata > -10 D

Menurut ilyas ada beberapa faktor penyebab miopi diantaranya:

a. Bola mata panjang pada posterior anterior axialis

b. Lensa membesar pada katarak stadium II

c. Cornea lebih cembung dari pada normal disebut miopia carvatur

d. Pada penderita DM dimana corpus vitreus mengandung kadar gula tinggi

21

Page 22: Skenario f Blok19 2013

Penyebab panjangnya bola mata dapat diakibatkan beberapa keadaan :

1. Tekanan dari otot ekstra okuler selama konvergensi yang berlebihan.

2. Radang, pelunakan lapisan bola mata bersama-sama dengan peningkatan

tekanan yang dihasilkan oleh pembuluh darah dari kepala sebagai akibat

dari posisi tubuh yang membungkuk.

3. Bentuk dari lingkaran wajah yang lebar yang menyebabkan konvergensi

yang berlebihan (Desvianita cit Perera, 1997).

Peningkatan kurvatura kornea dapat ditemukan pada keratokonus yaitu

kelainan pada bentuk kornea. Pada penderita katarak (kekeruhan lensa) terjadi

miopia karena lensa bertambah cembung atau akibat bertambah padatnya inti

lensa ( Desvianita cit Slone, 1997).

Miopia dapat ditimbulkan oleh karena indeks bias yang tidak normal,

misalnya akibat kadar gula yang tinggi dalam cairan mata (diabetes mellitus)

atau kadar protein yang meninggi pada peradangan mata. Miopia bias juga

terjadi akibat spasme berkepanjangan dari otot siliaris (spasme akomodatif),

misalnya akibat terlalu lama melihat objek yang dekat. Keadaan ini

menimbulkan kelainan yang disebut pseudo miopia (Sastradiwiria, 1989).

c. Hischberg : ET15o

Hal ini dilakukan dengan memberi sinar cahaya di mata pasien dan

mengamati refleks cahaya yang dicerminkan dari kornea. Pada orang dengan

keselarasan okular normal, refleks cahaya terletak sedikit ke arah hidung dari

pusat kornea (sekitar 11 dioptri prisma - atau 0.5mm dari sumbu pupil),

sebagai akibat dari kornea bertindak sebagai cermin cembung temporal-

berpaling kepada pengamat.

Ketika melakukan pengujian, refleks cahaya kedua mata dibandingkan,

dan akan menjadi simetris pada individu dengan fiksasi normal. Untuk hasil

abnormal, berdasarkan dimana letak cahaya pada kornea, pemeriksa dapat

mendeteksi jika ada exotropia (mata abnormal ke arah lateral), esotropia (mata

abnormal ke arah medial), hipertropia (mata abnormal lebih tinggi daripada

yang normal ) atau hipotropia (mata abnormal rendah daripada yang normal).

Pada esotropia, refleks cahaya kornea pada mata abnormal akan

terletak di bagian lateral dari kornea.

22

Page 23: Skenario f Blok19 2013

Mekanisme abnormal:

Pada kondisi normal dari keseimbangan otot-otot à ortoforia à

menghasilkan single binocular vision

Tropia: deviasi manifest yang melebihi kontrol fusi sehingga kedudukan bola

mata tidak sejajar

Strabismus adalah suatu penyimpangan posisi bola mata yang terjadi karena syarat-

syarat penglihatan binokuler yang normal tidak terpenuhi.

Penglihatan binokuler adalah melihat dengan menggunakan kedua bola mata.

Adapun syarat-syarat penglihatan binokuler yang normal adalah :

1. Fungsi masing-masing mata harus baik.

2. Otot-otot penggerak bola mata harus baik 

3. Sistem saraf (sentral maupun perifer) yang terdapat dalam mata juga harus baik

d. ACT (Alternating Cover Test ) : Shifting (+) OS mata dominan

Interpretasi

Bila tidak terdapat pergerakan mata berarti mata ortoforia atau

ortotropia yaitu mata normal

Pemeriksaan ini membantu pemeriksaan cover dan cover uncover

23

Page 24: Skenario f Blok19 2013

Bila terjadi pergerakan berarti ada tropia atau foria yaitu mata tersebut juling

atau terdapat juling laten.

Shifting (+)artinya terdapat pergerakan atau disosiasi pada mata kanan

OS mata dominan artinya mata kiri lebih banyak mengambil alih

penglihatan

e. Duction & Version :

OD OS

Kiri: Normal

Kanan: Abnormal

Pada mata kanan Ada hambatan terhadap M.Rectus lateralis disebabkan parese

N.VI

f. Terdapat hambatan gerakan abduksi ke temporal kanan pada mata

kanan.

Karena adanya parese dari N. VI (abdusen). Paralisis nervus VI adalah

kelumpuhan nervus VI yang mensarafi m. rektus lateralis, yang berfungsi

untuk mengerakan bola mata kearah lateral. Sehingga pada kasus ini mata

kanan sulit digerakkan ke arah temporal kanan.

Pada mata kiri (normal) bayangan jatuh di fovea sentralis. Namun pada

mata kanan, karena ada deviasi bola mata menyebabkan bayangan jatuh bukan

di fovea sentralis tapi di retina perifer. Jadi objek yang sama terlihat di dua

tempat -> diplopia

g. WFDT (Worth Four Dot Test): Uncrossed Diplopia semakin

bertambah bila melihat ke sisi mata nondominan.

Tujuan

Tes untuk melihat adanya supresi, deviasi, ambliopia, dan fusi

Dasar

24

Page 25: Skenario f Blok19 2013

Melihat melalui filter berwarna akan melihat warna benda yang berwarna

sesuai dengan filter yang dipakai. Warna putih akan dirubah oleh filter sesuai

dengan warna filter. Warna-warna lain melalui filter tidak akan terlihat.

Alat

Kaca mata filter merah (mata kanan), hijau (mata kiri)

Kotak hitam dnegan 4 lobang (lebar 2-3cm) susunan ketupat

2 lobang lateral berwarna hijau. 1 di atas warna merah, 1 di bawah

warna putih

Untuk tes dekat 30cm dipakai sentolop dengan modifikasi Worth four

dots.

Teknik

Pasien memakai kaca mata, koreksi diberikan sesuai kaca mata dan

diberi kaca filter merah pada mata kanan dan hijau pada mata kiri

Pasien diperiksa pada jarak 6 meter atau 30 cm

Pasien diminta menerangkan apa yang dilihat dengan kedua mata

sewaktu melihat Worth four dots

Interpretasi

Bila yang terlihat

4 sinar berarti ada fusi

2 sinar merah atau 3 hijau saja berarti ada supresi dan menunjukkan

mata mana yang dengan supresi

Bila 2 titik merah saja yang terlihat berarti supresi kiri

Bila 3 titik hijau saja yang terlihat berarti supresi mata kanan

Bila tampak sumber cahay putih kdang berwarna hijau kadang merah

berarti adanya supresi secara bergantian

Bila tampak 5 sinar berarti diplopia yang didapat bersilang ekso, atau

tidak bersilang- eso dapat dengan hiper atau hipo-deviasi

25

Page 26: Skenario f Blok19 2013

Diplopia yang terjadi jika bayangan yang terlihat oleh mata yang

terletak di bagian luar sisi yang sama dengan benda aslinya (tidak menyilang)

Trauma > lumpuh N.VI > juling ke dalam (konvergen) > cahaya dari

benda jatuh di sisi nasal retina> sisi nasal dari retina seharusnya menerima

cahaya dari sisi temporal lapang pandang> bayangan yg dibentuk di sisi nasal

akan diterjemahkan di sisi temporal > 2 benda akan terlihat di sisi temporal

dari setiap mata > mata kiri akan melihat benda di kiri dan mata kanan melihat

di kanan

h. FDT (Forced Duction Test): Tidak terdapat tahanan pada gerakan

dengan bantuan pinset.

Forced duction test digunakan untuk menentukan apakah pada trauma

terdapat isi orbita yang melalui dasar orbita. Forcep kecil digunakan untuk

memegang tendon rektus inferior melalui konjungtiva melalui forniks inferior,

dan bola mata dimanipulasi melalui seluruh arah gerakan. Ketidakmampuan

rotasi bola mata ke arah superior menunjukkan secara pasti terperangkapnya

muskulus pada dasar orbita.

Jika tidak terdapat tahanan pada gerakan, menunjukkan bahwa tidak

ada isi orbita atau tidak terperangkapnya muskulus pada dasar orbita à

normal.

26

Page 27: Skenario f Blok19 2013

13. Cara pemeriksaan?

a. AVOD : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 -> 6/6

b. AVOS : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 -> 6/6

AVOD (Acies Visus Oculus Dextra) : Tes untuk menentukan

ketajaman penglihatan mata kanan berdasarkan jarak penderita dengan objek

atau snellen chart.

AVOS (Acies Visus Oculus Sinistra) : Tes untuk menentukan

ketajaman penglihatan mata kiri berdasarkan jarak penderita dengan objek

atau snellen chart.

Cara pemeriksaan:

1. Pasien duduk di kamar yang terang

2. Mata kiri ditutup dengan penutup. Pastikan pasien benar-benar hanya

melihat dengan mata kanan

3. Pasien diminta untuk melihat dan membaca snellen chart dari huruf

besar hingga huruf terkecil yang masih bisa terbaca pada jarak 6 meter.

4. Normal terbaca hingga baris 6/6 menunjukkan pasien dapat membaca

huruf dengan jelas pada jarak 6 meter dimana pada mata normal juga

dapat terbaca pada jarak 6 meter.

5. Jika tajam penglihatan terganggu, gunakan koreksi lensa

27

Page 28: Skenario f Blok19 2013

c. Hischberg : ET15o

Tujuan pemeriksaan Hirschberg Test adalah:

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi adanya

penyimpangan posisi bola mata dengan memperhatikan kedudukan

reflek cahaya pada kornea.

Menentukan besaran Heterotropia secara kuantitatif, dengan

memperhatikan kedudukan reflek cahaya pada kornea.

Dasar Pemeriksaan Hirschberg Test adalah:

Orang Orthophoria itu reflek cahaya pada kornea ada pada tengah

pupil atau agak ke nasal sedikit.

Pada Exotropia, kedudukan reflek cahaya pada kornea terletak

dibagian nasal kornea, Exotropia dinyatakan dengan inisial = XT

Pada Esotropia, kedudukan reflek cahaya pada kornea terletak

dibagian temporal kornea, Esotropia dinyatakan dengan inisial =

ET

Pada Hypertropia, kedudukan reflek cahaya pada kornea terletak

dibagian bawah kornea. Dalam ini perlu dinyatakan mata mana

yang Hypertropia. Misal mata KANAN yang Hypertropia maka

kita beri inisial = RIGHT HYPERTROPIA, yang sering ditulis :

R/L

Pada Hypotropia, kedudukan reflek cahaya pada kornea terletak

dibagian atas kornea. Dalam ini perlu dinyatakan mata mana yang

Hypotropia. Misal mata KANAN yang Hypertropia maka kita beri

inisial = RIGHT HYPOTROPIA, yang sering ditulis : L/R

Pergeseran reflek cahaya dari pusat pupil sebesar 1 mm, setara

dengan dengan deviasi : 7 derajat.

Sarana/alat:

Titik/Lampu untuk fiksasi

Jarak pemeriksaan :

Jauh    : 20 Feet (6 meter)

Dekat  : 14 Inch (35 cm)

28

Page 29: Skenario f Blok19 2013

Tehnik/Prosedur Pemeriksaan :

Minta kepada pasien untuk selalu memperhatikan titik/lampu

fiksasi

Pemeriksa menempatkan dirinya didepan pasien sedemikian rupa,

sehingga dapat menilai dengan baik kedudukan reflek cahaya pada

kornea pasien.

Perhatian pemeriksa ditijukan pada mata yang mengalami

penyimpangan poisi bolamata.

Nilai posisi reflek cahaya pada kornea mata yang

berdeviasi/menyimpang.

1)      Bila letaknya ditengah berarti tidak ada deviasi

2)      Bila letaknya dipinggir pupil maka deviasinya 15 º

3)      Bila letaknya dipertengahan antara pupil dan limbus maka deviasinya 30 º

4)      Bila letaknya dilimbus maka deviasinya 45 º

d. ACT (Alternating Cover Test ) : Shifting (+) OS mata dominan

Tujuan

Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat apakah mata melihat dengan

binokuler, Uji ini memperlihatkan deviasi total (heterotropia dan heteroforia).

29

Page 30: Skenario f Blok19 2013

Dasar

Dengan menutup mata bergantian tidak dimungkinkan kedua mata

melihat bersama-sama. Dengan menutup satu mata akan terjadi disosiasi.

Teknik

Pasien melihat jauh 6 meter atau dekat 30 cm

Okuler dipindah dari satu mata ke mata lain bergantian

Pada setiap penutupan mata diberikan waktu cukup untuk mata lain

berfiksasi

Interpretasi

Bila tidak terdapat pergerakan mata berarti mata ortoforia atau

ortotropia yaitu mata normal

Pemeriksaan ini membantu pemeriksaan cover dan cover uncover

Bila terjadi pergerakan berarti ada tropia atau foria yaitu mata tersebut juling

atau terdapat juling laten.

Pemeriksaan yang lebih tepat memakai prisma presnel.

e. Duction & Version :

OD OS

Mata pasien diberi arahan untuk melihat ke 6 arah

f. Terdapat hambatan gerakan abduksi ke temporal kanan pada mata

kanan.

Pemeriksaan posisi otot ekstraokular

1. Dilihat kemampuan pergerakan otot pada posisi yang dibuat untuk

mendapatkan nilai kemampuan pergerakan otot, dengan menyuruh

pasien mengikuti gerakan jari

2. Bila ternyata otot tertentu tidak mampu mengikuti gerakan jari maka

mungkin terdapat parese otot tersebut.

30

Page 31: Skenario f Blok19 2013

3. Bila tidak terdapat keterlambatan pergerakan otot tersebut fungsi otot

normal

4. Abduksi merupakan gerakan horizontal ke arah lateral menurut sumbu

vertikal. Gerakan ini dilakukan dengan relaksasi rektus medius dan

kontraksi rektus lateral.

g. WFDT (Worth Four Dot Test): Uncrossed Diplopia semakin

bertambah bila melihat ke sisi mata nondominan.

WFDT ( Worth Four Dot Test )

Tujuan

Tes untuk melihat adanya supresi, deviasi, ambliopia, dan fusi

Dasar

Melihat melalui filter berwarna akan melihat warna benda yang

berwarna sesuai dengan filter yang dipakai. Warna putih akan dirubah oleh

filter sesuai dengan warna filter. Warna-warna lain melalui filter tidak akan

terlihat.

Alat

Kaca mata filter merah (mata kanan), hijau (mata kiri)

Kotak hitam dnegan 4 lobang (lebar 2-3cm) susunan ketupat

2 lobang lateral berwarna hijau. 1 di atas warna merah, 1 di bawah

warna putih

Untuk tes dekat 30cm dipakai sentolop dengan modifikasi Worth four

dots.

Teknik

Pasien memakai kaca mata, koreksi diberikan sesuai kaca mata dan

diberi kaca filter merah pada mata kanan dan hijau pada mata kiri

Pasien diperiksa pada jarak 6 meter atau 30 cm

Pasien diminta menerangkan apa yang dilihat dengan kedua mata

sewaktu melihat Worth four dots

31

Page 32: Skenario f Blok19 2013

Interpretasi

Bila yang terlihat

4 sinar berarti ada fusi

2 sinar merah atau 3 hijau saja berarti ada supresi dan menunjukkan

mata mana yang dengan supresi

Bila 2 titik merah saja yang terlihat berarti supresi kiri

Bila 3 titik hijau saja yang terlihat berarti supresi mata kanan

Bila tampak sumber cahaya putih kadang berwarna hijau kadang

merah berarti adanya supresi secara bergantian

Bila tampak 5 sinar berarti diplopia yang didapat bersilang ekso,

tidak bersilang- eso dapat dengan hiper atau hipo-deviasi

h. FDT (Forced Duction Test): Tidak terdapat tahanan pada gerakan

dengan bantuan pinset.

FDT dilakukan untuk menentukan tidak adanya gerakan mata

disebabkan oleh gangguan neurologis atau pembatasan mekanik.

Konjungtiva dibius kemudian dijepit dengan pinset dan dilakukan usaha

untuk memindahkan bola mata ke arah mana gerakan dibatasi. Jika pembatasan

mekanik hadir, tidak akan mungkin untuk mendorong gerakan pasif bola mata.

Diawali dengan membius konjungtiva dengan beberapa tetes 4 %

lidokain hidroklorida ( Xylocaine ).

Mata tersebut kemudian dipindahkan dengan pinset dua bergigi yang

diterapkan pada konjungtiva dekat limbus ke arah yang berlawanan di mana

pembatasan mekanik dicurigai . Misalnya , untuk membedakan antara rectus

32

Page 33: Skenario f Blok19 2013

kelumpuhan lateral dan pembatasan mekanik melibatkan aspek medial bola

mata.

Jika tidak ada hambatan yang dihadapi, cacat motilitas jelas disebabkan

oleh kelumpuhan otot rektus lateral.

Jika pembatasan mekanik hadir, tidak akan mungkin untuk mendorong

gerakan pasif bola mata.

Jika resistensi ditemui , pembatasan mekanik memang ada medial dan

contracture dari otot rektus medial , konjungtiva , atau kapsul Tenon atau

myositis dari otot rektus medial harus dipertimbangkan

14. Jenis-jenis diplopia?

1. Diplopia monokular : bayangan sekilas

2. Diplopia binokular :

a) inkomitan : deviasi satu jurusan mata saja

b) comitant : deviasi konstan pada arah pandang berbeda

3. Crossed : bayangan pada mata kanan pindah ke sebelah kiri bayangan

yang mata kiri

4. Direct : bayangan mata kanan muncul di kanan bayangan mata kiri

5. Horizontal : bayangan yang terletak pada horizontal yang sma menjadi

bersilang atau langsung.

6. Physiologikal : penglihatan normal

7. D. Torsional

8. D. Vetial : penglihatan ganda dengan satu bayangan tampak berda diatas

yang lain

15. Jenis-jenis miopia?

Jenis-Jenis Miopia

Miopia Axial

33

Page 34: Skenario f Blok19 2013

Dalam hal ini, terjadinya miopia akibat panjang sumbu bola mata

(diameter Antero-posterior), dengan kelengkungan kornea dan lensa normal,

refraktif power normal dan tipe mata ini lebih besar dari normal.

Miopia Kurvatura

Dalam hal ini terjadinya miopia diakibatkan oleh perubahan dari

kelengkungan kornea atau perubahan kelengkungan dari pada lensa seperti

yang terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung

sehingga pembiasan lebih kuat, dimana ukuran bola mata normal.

Perubahan Index Refraksi

Perubahan indeks refraksi atau miopia refraktif, bertambahnya indeks

bias media penglihatan seperti yang terjadi pada penderita Diabetes Melitus

sehingga pembiasan lebih kuat.

Perubahan Posisi Lensa

Pergerakan lensa yang lebih ke anterior setelah operasi glaukoma

berhubungan dengan terjadinya miopia.

Berdasarkan pengertian ini, maka dikenal dua jenis myopia, yaitu: (Nisna,

2008)

Myopia aksial, adalah myopia yang disebabkan oleh sumbu orbita yang

lebih panjang dibandingkan panjang fokus media refrakta. Dalam hal ini,

panjang fokus media refrakta adalah normal (± 22,6 mm) sedangkan

panjang sumbu orbita > 22,6 mm.

Myopia aksial disebabkan oleh beberapa faktor seperti;

1. Menurut Plempius (1632), memanjangnya sumbu bolamata tersebut

disebabkan oleh adanya kelainan anatomis.

2. Menurut Donders (1864), memanjangnya sumbu bolamata tersebut karena

bolamata sering mendapatkan tekanan otot pada saat konvergensi.

34

Page 35: Skenario f Blok19 2013

3. Menurut Levinsohn (1925), memanjangnya sumbu bolamata diakibatkan

oleh seringnya melihat ke bawah pada saat bekerja di ruang tertutup,

sehingga terjadi regangan pada bolamata.

Myopia refraktif, adalah myopia yang disebabkan oleh bertambahnya

indek bias media refrakta. (Sidarta, 2008)

Pada myopia refraktif, menurut Albert E. Sloane dapat terjadi karena

beberapa macam sebab, antara lain :

1. Kornea terlalu melengkung (< 7,7 mm).

2. Terjadi hydrasi / penyerapan cairan pada lensa kristalinaa sehingga bentuk

lensa kristalinaa menjadi lebih cembung dan daya biasnya meningkat. Hal

ini biasanya terjadi pada penderita katarak stadium awal (imatur).

3. Terjadi peningkatan indeks bias pada cairan bolamata (biasanya terjadi

pada penderita diabetes melitus).

E.1. Klasifikasi myopia secara klinis adalah: (American Optometric

Association, 1997).

1. Simpel myopia: adalah myopia yang disebabkan oleh dimensi bolamata

yang terlalu panjang, atau indeks bias kornea maupun lensa kristalinaa

yang terlalu tinggi.

2. Nokturnal myopia: adalah myopia yang hanya terjadi pada saat kondisi

sekeliling kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang

bervariasi terhadap level pencahayaan yang ada. Myopia ini dipercaya

penyebabnya adalah pupil yang membuka terlalu lebar untuk memasukkan

lebih banyak cahaya, sehingga menimbulkan aberasi dan menambah

kondisi myopia.

3. Pseudomyopia: diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap

mekanisme akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot – otot siliar

yang memegang lensa kristalinaa. Di Indonesia, disebut dengan myopia

palsu, karena memang sifat myopia ini hanya sementara sampai

kekejangan akomodasinya dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak

boleh buru – buru memberikan lensa koreksi.

35

Page 36: Skenario f Blok19 2013

4. Degenerative myopia: disebut juga malignant, pathological, atau

progressive myopia. Biasanya merupakan myopia derajat tinggi dan tajam

penglihatannya juga di bawah normal meskipun telah mendapat koreksi.

Myopia jenis ini bertambah buruk dari waktu ke waktu.

5. Induced (acquired) myopia: merupakan myopia yang diakibatkan oleh

pemakaian obat – obatan, naik turunnya kadar gula darah, terjadinya

sklerosis pada nukleus lensa, dan sebagainya.

E.2. Klasifikasi myopia yang umum diketahui adalah berdasarkan

ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk mengkoreksinya

1. Ringan : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri

2. Sedang: lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.

3. Berat: lensa koreksinya > 6,00 Dioptri. Penderita myopia kategori ini

rawan terhadap bahaya pengelupasan retina dan glaukoma sudut terbuka.

(Sidarta,2007)

E.3. Klasifikasi myopia berdasar umur

1. Congenital (sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak)

2. Youth-onset myopia (< 20 tahun)

3. Early adult-onset myopia (2-40 tahun)

4. Late adult-onset myopia (> 40 tahun). (Sidarta, 2007)

V. klinis

1. Cara penegakan diagnosis dan pemeriksaan penunjang pada kasus

ini?

Anamnesis

Pertanyaan yang lengkap dan cermat tentang riwayat sakit sangat

membantu dalam menentukan, diagnosis, prognosis dan pengobatan

strabismus. Dalam hal ini perlu ditanyakan :

a. Riwayat keluarga : biasanya strabismus diturunkan secara autosomal

dominan.

b. Umur pada saat timbulnya strabismus .

36

Page 37: Skenario f Blok19 2013

c. Timbulnya strabismus : mendadak, bertahap, atau berhubungan dengan

penyakit sistemik.

d. Jenis deviasi

Fiksasi : apakah selalu berdeviasi satu mata atau bergantian?

Inspeksi

Dengan inspeksi sudah dapat ditentukan apakah strabismusnya konstan

atau hilang timbul (intermitten), berganti-ganti (alternan) atau menetap

(nonalternan),dan berubah-ubah (variable) atau tetap (konstan). Harus

diperhatikan pula ptosis terkait dan posisi kepala yang abnormal. Derajat

fiksasi masing-masing secara terpisah atau bersama-sama. Adanya nistagmus

menunjukkan bahwa fiksasinya buruk dan tajam penglihatannya menurun.

Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan

Tajam penglihatannya harus diperiksa walaupun secara kasar untuk

membandingkan tajam penglihatan kedua mata. Kedua mata diperiksa sendiri-

sendiri, karena dengan uji binokular tidak akan bisa diketahui kekaburan pada

satu mata.

Pemeriksaan Kelainan Refraksi

Memeriksa kelainan refraksi dengan retinoskop memakai sikloplegik

adalah sangat penting. Obat baku yang digunakan agar sikloplegia sempurna

adalah atropine. Pada semua umur bisa digunakan homatropin 5 % atau

siklopentolat 1 atau 2 % dan hasilnya baik.

Menentukan Besar Sudut Deviasi

A. Uji Prisma dan Penutupan

- Uji penutupan (cover test)

- Uji membuka penutup (uncover test)

- Uji penutup berselang seling (alternate cover test)

Penutup ditaruh berselang seling didepan mata yang pertama

dan kemudian mata yang lain. Uji ini memperlihatkan deviasi total

(heterotropia dan heteroforia)

- Uji penutupan plus prisma

37

Page 38: Skenario f Blok19 2013

Untuk mengukur deviasi secara kuantitatif, diletakkan prisma

dengan kekuatan yang semakin tinggi dengan kekuatan satu atau kedua

mata sampai terjadi netralisasi gerakan mata pada uji penutup

berselang-seling.

B. Uji Objektif

Terdapat dua metode yang sering digunakan yang bergantung pada

pengamatan posisi reflek cahaya oleh kornea, yakni :

1. Metode Hirschberg

Pasien disuruh melihat sumber cahaya pada jarak 33 cm kemudian

lihat pantulan cahaya pada kedua kornea mata.

1) Bila letaknya ditengah berarti tidak ada deviasi

2) Bila letaknya dipinggir pupil maka deviasinya 15 º

3) Bila letaknya dipertengahan antara pupil dan limbus maka

deviasinya 30 º

4) Bila letaknya dilimbus maka deviasinya 45 º

2. Metode Refleksi Prisma (modifikasi uji krimsky)

Penderita memfiksasi pada cahaya dengan jarak sembarangan. Prisma

ditaruh didepan mata sedang deviasi. Kekuatan prisma yang diperlukan agar

refleksi kornea pada mata yang juling berada ditengah-tengah pupil

menunjukkan besarnya sudut deviasi.

Duksi (rotasi monokular)

Satu mata ditutup dan mata yang lain mengikuti cahaya yang

digerakkan kesegala arah pandangan, sehingga adanya kelemahan rotasi dapat

diketahui. Kelemahan seperti ini bisa karena paralisis otot atau karena

kelainan mekanik anatomik.

Versi (gerakan Konjugasi Okular)

Uji untuk Versi dikerjakan dengan mata mengikuti gerakan cahaya

pada jarak 33 cm dalam 9 posisi diagnosis primer – lurus kedepan; sekunder –

kekanan, kekiri keatas dan kebawah; dan tersier – keatas dan kekanan,

kebawah dan kekanan, keatas dan kekiri, dan kebawah dan kekiri. Rotasi satu

mata yang nyata dan relative terhadap mata yang lainnya dinyatakan sebagai

kerja-lebih (overreaction) dan kerja –kurang (underreaction). Konsensus :

pada posisi tersier otot-otot obliq dianggap bekerja-lebih atau bekerja-kurang

38

Page 39: Skenario f Blok19 2013

berkaitan dengan otot-otot rektus pasangannya. Fiksasi pada lapangan kerja

otot paretik menyebabkan kerja-lebih otot pasangannya, karena diperlukan

rangsangan yang lebih besar untuk berkontraksi. Sebaliknya, fiksasi oleh mata

yang normal akan menyebabkan kerja-kurang pada otot yang paretik.

Pemeriksaan Sensorik

1) Uji stereopsis

Digunakan kaca sasaran Polaroid untuk memilahkan rangsangan.

Sasaran yang dipantau secara monokular hampir-hampir tidak bisa

dilihat kedalamannya. Stereogram titik-titik acak (random stereogram)

tidak memiliki petunjuk kedalaman bila dilihat monocular. Lapangan

titik-titik secara acak (A field of random dots) terlihat oleh mata

masing-masing tetapi hubungan titik ke titik yang sesuai antara 2

sasaran adalah sedemikian rupa sehingga bila ada stereopsis akan

tampak suatu bentuk yang terlihat stereoskopis.

2) Uji supresi

Adanya supresi bisa ditunjukkan dengan uji 4 titik Worth. Gagang

pencoba dengan 4 lensa merah didepan satu mata dan lensa hijau

didepan mata yang lain. Ditunjukkan senter dengan bulatan-bulatan

merah, hijau dan putih. Bulatan-bulatan berwarna ini adalah tanda

untuk persepsi mata masing-masing dan bulatan putih yang bisa dilihat

kedua mata dapat menunjukkan adanya diplopia. Pemilahan bulatan-

bulatan dan jaraknya Dari mata, menentukan luasnya retina yang

diperiksa. Daerah fovea dan daerah perifer dapat diperiksa dengan

jarak dekat atau jauh.

3) Uji kelainan Korespondensi retina

Kelainan korespondensi retina dapat ditentukan dengan dua cara :

1. dengan menunjukkan bahwa salah satu fovea tidak

tegak lurus didepannya

2. dengan menunjukkan bahwa titik retina perifer pada

satu mata dan fovea mata lainnya mempunyai arah yang

bersamaan.

4) Uji kaca beralur Bagolini

39

Page 40: Skenario f Blok19 2013

Uji ini merupakan uji metode yang kedua. Kaca bening dengan alur-

alur halus yang arahnya berbeda tiap-tiap mata ditempatkan didepan

mata. Kondisi uji sedapat mungkin mendekati penglihatan normal.

Terlihat sebuah titik sumber cahaya dan seberkas sinar tegak lurus

pada arah alur. Jika unsur retina perifer mata yang berdeviasi

menunjuk berkas cahaya melalui titik sumber cahaya maka berarti ada

kelainan korespondensi retina.

2. Apa DD pada kasus ini ?

1. Esotropia e.c parese N.abdusen

2. Esotropia e.c cedera otot (mekanik)

3. Anisometropia tinggi

3. Apa WD pada kasus ini ?

Seorang laki-laki berumur 22 tahun mengalami esotropia dekstra ec parese

N.VI dengan miopia simpleks bilateral.

4. Bagaimana Etiologi pada kasus ini?

Kasus-kasus ini sering dijumpai pada orang dewasa yang mengidap

hipertensi sistemik atau diabetes,

Kelumpuhan saraf abducens dapat merupakan tanda awal suatu

tumor atau peradangan yang mengenai susunan saraf pusat. Karena

itu, tanda-tanda neurologik terkait sangat penting diperhatikan.

Trauma kepala adalah penyebab lain kelumpuhan abducens yang

terjadi .

Etiologi kasus : Paresis nervus VI pasca trauma kepala

5. Bagaimana Epidemiologi pada kasus ini?

Strabismus terjadi pada kira-kira 2% anak-anak usia di bawah 3

tahun dan sekitar 3% remaja dan dewasa muda. Kondisi ini mengenai pria

40

Page 41: Skenario f Blok19 2013

dan wanita dalam perbandingan yang sama. Strabismus mempunyai pola

keturunan, sebagai contoh, jika salah satu atau kedua orangtuanya

strabismus, sangat memungkinkan anaknya akan strabismus juga. Namun,

beberapa kasus terjadi tanpa adanya riwayat strabismus dalam keluarga.

Anak-anak disarankan untuk dilakukan pemeriksaan mata saat usia 3-4

tahun. Bila terdapat riwayat keluarga strabismus, pemeriksaan mata

disarankan dilakukan saat usia 12-18 bulan.

6. Bagaimana Faktor risiko pada kasus ini?

Trauma kepala,fraktur dinding medial orbita,penyakit

peradangan,penyakit mata tiroit dan peningkatan tekanan intra kranial dan

tumor intra kranial.

7. Bagaimana Patofisiologi pada kasus ini?

Trauma kepala Palsy nervus VI abdusen ⟶ Kelumpuhan atau

gangguan pergerakan otot rectus lateralis ⟶ Esoforia/Esotropia ⟶

Gangguan fusi motorik ⟶ Diplopia dan sulit menggerakan ke arah

temporal .

Esotropia inkomitan / paralitik terjadi akibat paralisis otot

pergerakan bola mata, dimana juling akan bertambah nyata bila mata

digerakan ke arah otot yang lumpuh. Dalam keadaan ini besar sudut

deviasi akan berubah-ubah tergantung kepada arah penglihatan penderita.

8. Bagaimana Patogenesis pada kasus ini?

Pada strabismus incomitant, selalu terdapat satu atau lebih otot

ekstraokular yang paretik.Pada kasus esotropia incomitant, paresis

biasanya mengenai satu atau kedua otot rectus lateralis, biasanya akibat

kelumpuhan saraf abducens.Kasus-kasus ini sering dijumpai pada orang

dewasa yang mengidap hipertensi sistemik atau diabetes, tetapi

kelumpuhan saraf abducens kadang-kadangdapat merupakan tanda awal

suatu tumor atau peradangan yang mengenai susunan saraf pusat.Karena

41

Page 42: Skenario f Blok19 2013

itu, tanda-tanda neurologik terkait sangat penting diperhatikan. Trauma

kepala adalah penyebab lain kelumpuhan abducens yang terjadi.

Esotropia incomitan juga dijumpai pada bayi dan anak, tetapi jauh

lebih jarang dibandingkan esotropia comitant. Kasus-kasus ini terjadi

akibat cedera persalinan yang mengenai otot secara langsung, akibat

cedera pada saraf, atau tang lebih jarang, akibat anomali konginetal otot

rektus lateralis atau perlekatan fasianya.

Apabila otot rektus lateralis mengalami paralisis total, mata tidak

dapat berabduksi melewati garis tengah. Gambaran khas esotropia lebih

besar pada jarak jauh daripada jarak dekat dan lebih besar pada sisi yang

terkena.Paresis otot rektus lateralis kanan menyebabkan esotropia

yang menjadi lebih besar sewaktu memandang ke kanan dan, apabila

paresisnya ringan sedikit atau tidak terjadi deviasi sewaktu

memandang ke kiri.

Apabila dalam 6-8 minggu setelah onset paresis tidak terdapat

tanda-tanda perbaikan, dapat diberikan suntikan toksin botulinum tipe A

ke dalam otot rektus medialis antagonis yang mungkin bermanfaat atau

bahkan menyembuhkan pada kasus-kasus ringan. Pada kasus yang lebih

parah, penyuntikan akan memperkecil kemungkinan kontraktur otot

antagonis. Apabila tidak timbul perbaikan setelah 6 bulan, perlu dilakukan

tindakan bedah.Apabila sedikit atau tidak terdapat kontraktur otot rektus

medialis, diindikasikan tindakan rersesi otot tersebut disertai reseksi besar

otot rektus lateralis yang paresis.Untuk paralisis abduksi total, insersi otot

rektus inferior dan superior dapat diubah ke insersi otot rektus lateralis,

dan otot rektus medialis dapat diresesi atau dilumpuhkan sementara

dengan toksin Bottulinum A. Penggunaan jahitan yang dapat disesuaikan

memungkinkan bedah resesi otot dilakukan secara halus sehingga

diperoleh daerah penglihatan binokular tunggal terluas. Abduksi otot yang

paretik akan selalu terbatas(2).

9. Bagaimana Manifestasi klinis pada kasus ini?

Manifestasi klinis esotropia

42

Page 43: Skenario f Blok19 2013

a. Gejala Subjektif : mata juling ke dalam, bisa satu mata, bisa dua mata

bergantian.

b. Gejala objektif : posisi bola mata menyimpang ke arah nasal, Kelainan

refraksi biasanya spheris positif, namun dapat spheris negatif bahkan

emetropia.

Pada kasus ini pasien mengalami: mata juling kedalam, diplopia,

didapati kelainan refraksi(myopia)

Strabismus: paralisis pada satu atau lebih otot bola mata akan

menyebabkan otot antagonisnya menjadi lebih dominan. Misalnya jika

terjadi abducent nerve palsy, yaitu lesi yang melibatkan N VI sehingga

menyebabkan paralisis otot rectus lateralis, sehingga mata tidak dapat

di abduksikan. Paralisis ini juga menyebabkan otot antagonis, yaitu

rectus medial, menjadi lebih dominan. Karena otot ini berperan dalam

adduction, maka mata yang terkena gangguan akan mengalami rotasi

ke arah medial.

Gaze Palsy: symetrical paralysis pada satu atau lebih otot bola

mata akan membatasi pergerakan bola mata pada beberapa arah.

Paralisis pada semua otot bola mata akan menyebabkan complete gaze

palsy. Gaze palsy menunjukkan lesi supranuklear.

Double vision. Hilangnya koordinasi binokular antara kedua

mata akibat ophthalmoplegia akan menyababkan penglihatan ganda.

Penyebab: penglihatan ganda terjadi ketika gambar dari objek yang

terfiksasi hanya jatuh pada satu fovea di satu mata, dimana yang

lainnya jatuh pada titik di bagian perifer retina pada mata ang satunya.

Sebagai hasilnya, objek akan dipersepsikan dalam dua arah yang

berbeda sehingga terlihat ganda.

10. Bagaimana Tatalaksana pada kasus ini ?

3 tahap pengobatan strabismus :

1. memperbaiki visus masing-masing mata :

o dengan menutup mata yang baik

o pemberian kacamata

43

Page 44: Skenario f Blok19 2013

o latihan ( otot orthoptist)

2. mamperbaiki kosmetik :

o mata diluruskan dengan jalan operasi

o pemberian kacamata

o kombinasi keduanya

3. penglihatan binokuler :

o latihan orthoptic

o operasi & orthoptic

o kacamata & orthoptic

Pengobatan pada parese yang permanen : operasi

Pada orang dewasa yang mengalami strabismus tiba-tiba karena

trauma dapat ditunggu sampai kurang lebih 6 bulan, karena kemungkinan

ada perbaikan sendiri. Selama periode ini, dapat dilakukan oklusi pada

mata yang paratik untuk menghindari diplopia.

Pengobatan Bedah

Memilih otot yang perlu dikoreksi : tergantung pengukuran deviasi

pada berbagai arah pandangan. Biasanya yang diukur adalah jauh dan

dekat pada posisi primer, arah pandangan sekunder untuk jauh, dan arah

pandangan tersier untuk dekat, serta pandangan lateral ke kedua sisi untuk

dekat.

Reseksi dan resesi – Cara yang paling sederhana adalah

memperkuat dan memperlemah. Memperkuat otot dilakukan dengan cara

yang disebut reseksi. Otot dilepaskan dari mata, ditarik sepanjang ukuran

tertentu dan kelebihan panjang otot dipotong dan ujungnya dijahit kembali

pada bola mata, biasanya pada insersi asal. Resesi adalah cara melemahkan

otot yang baku. Otot dilepaskan dari bola mata, dibebaskan dari

perlekatan-perlekatan fasial, dan dibiarkan menjadi retraksi. Kemudian

dijahit kembali pada bola mata dibelakang insersi asal pada jarak yang

telah ditentukan.

11. Bagaimana Pencegahan pada kasus ini?

44

Page 45: Skenario f Blok19 2013

Tindakan preventif

o Mencegah faktor resiko seperti DM,hipertensi

o Mencegah terjadi trauma

o Memeriksakan mata rutin ke ahli mata

o penyakit peradangan

o penyakit mata tiroit

o peningkatan tekanan intra cranial

12. Bagaimana Komplikasi pada kasus ini?

Komplikasi pada strabismus dapat berupa :

1. Supresi

Merupakan usaha yang tak disadari dari penderita untuk menghindari

diplopia yang timbul akibat adanya deviasinya. Mekanisme bagaimana

terjadinya masih belum diketahui.

2. Amblyopia

Yaitu menurunkan visus pada satu / dua mata dengan / tanpa koreksi

kacamata & tanpa adanya kelainan organiknya.

3. Anomalous retinal correspondence

Adalah suatu keadaan dimana fovea dari mata yang baik ( yang tidak

berdeviasi ) menjadi sefaal dengan daerah diluar fovea dari mata yang

berdeviasi.

4. Defect otot

Misal : kontraktur

Kontraktur otot mata biasanya timbul pada strabismus yang bersudut

besar & berlangsung lama.

Perubahan2 sekunder dari struktur conjungtiva & jaringan fascia yang

ada disekeliling otot menahan pergerakan normal mata

5. Adaptasi posisi kepala

antara lain : Head Tilting, Head Turn.

Keadaan ini dapat timbul untuk menghindari pemakaian otot yang

mengalami defect atau kelumpuhan untuk mencapai penglihatan

binokuler.

45

Page 46: Skenario f Blok19 2013

Adaptasi posisi kepala biasanya kearah aksi otot yang lumpuh.

Contoh : Paralyse Rectus Lateralis mata kanan akan terjadi Head Turn

kekanan.

13. Bagaimana Prognosis pada kasus ini?

Quo ad vitam : Bonam

Karena tidak mengancam nyawa

Quo ada fungsional : dubia ad bonam

Untuk kembali secara sempurna masih diragukan karena harus melakukan

terapi yang lebih lanjut lagi

14. Apa KDU pada kasus ini?

Tingkat kemampuan 2

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter misalnya

pemeriksaan lab atau x-ray. Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke

spesialis yang relevan dan mampu

menindaklanjuti setelahnya.

46

Page 47: Skenario f Blok19 2013

HIPOTESIS

Seorang laki-laki berumur 22 tahun mengalami esotropia dekstra ec parese N.VI

dengan miopia ringn bilateral.

47

Page 48: Skenario f Blok19 2013

SINTESIS

ANATOMI

Indera pengelihatan yang terletak pada mata (organ visus) terdiri dari organ

okuli assesoria (alat bantu mata) dan oculus (bola mata).

OKULI ASSESORIA

A. Kavum Orbita

Merupakan rongga mata yang bentuknya seperti kerucut dengan puncaknya

mengarah ke depan, dan ke dalam.

Dinding rongga mata dibentuk oleh tulang:

1. Os frontalis

2. Os zigomatikum

3. Os slenoidal

4. Os etmoidal

5. Os palatum

6. Os lakrimal

Rongga mata mempunyai beberapa celah yang menghubungkan rongga mata

dengan rongga otak, rongga hitung, rongga etmoidalis dan sebagainya.

Rongga bola mata ini berisi jaringan lemak, otot, fasia, saraf, pembuluh darah dan

aparatus lakrimalis.

B. Alis

48

Page 49: Skenario f Blok19 2013

Dua potong kulit tebal yang melengkung ditumbuhi oleh rambut pendek yang

berfungsi sebagai pelindung mata dari sinar matahari yang sangat terik dan sebagai

alat kecantikan.

C. Kelopak Mata (Palpebra)

Kelopak atau palpebra terdiri dari 2 bagian kelopak mata atas dan kelopak

mata bawah, mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi

kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat

menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma

sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak mata dapat membuka diri untuk memberi

jalan masuk sinar kedalam bola mata yang dibutuhkan untuk penglihatan.

Pembasahan dan pelicinan seluruh permukaan bola mata terjadi karena pemerataan air

mata dan sekresi berbagai kelenjar sebagai akibat gerakan buka tutup kelopak mata.

Kedipan kelopak mata sekaligus menyingkirkan debu yang masuk.

Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian

belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.

Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan mata

sehingga terjadi keratitis et lagoftalmos.

Pada kelopak terdapat bagian-bagian :

a. Kelenjar seperti : kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjar

Zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus.

b. Otot seperti : M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas

dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. Pada dekat tepi margo palpebra

terdapat otot orbikularis okuli yang disebut sebagai M. Rioland. M. orbikularis

berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi N. Facial. M. levator palpebra, yang

berorigo pada anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian

49

Page 50: Skenario f Blok19 2013

menembus M. orbikularis okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. Bagian kulit

tempat insersi M. levator palpebra terlihat sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Otot ini

dipersarafi oleh n. III, yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau membuka

mata.

c. Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar di

dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo palpebra.

d. Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita merupakan

pembatas isi orbita dengan kelopak depan.

e. Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada seluruh

lingkaran pembukaan rongga orbita. Tarsus (terdiri atas jaringan ikat yang merupakan

jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar Meibom (40 bush di kelopak atas dan 20

pada kelopak bawah).

f. Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah a. palpebra.

g. Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal N.V, sedang

kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V.

Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat dilihat dengan

melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup bulbus okuli.

Konjungtiva merupakan membran mukosa yang mempunyai sel Goblet yang

menghasilkan musin.

D. Otot Mata (Muskulus Okuli)

Gerakan mata dikontrol oleh enam otot okuler yang dipersarafi oleh saraf kranial III,

IV, dan VI.

50

Page 51: Skenario f Blok19 2013

Merupakan otot ekstrinsik mata terdiri dari 7 buah otot, 6 buah otot

diantaranya melekat dengan os kavum orbitalis, 1 buah mengangkat kelopak mata ke

atas.

1. Muskulus levator palpebralis superior inferior, fungsinya mengangkat kelopak

mata.

2. muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata, fungsinya untuk menutup mata

3. muskulus rektus okuli inferior ( otot sekitar mata ) fungsinya untuk menutup mata.

4. muskulus rektus okuli medial (otot sekitar mata) fungsinya menggerakkan mata

dalam ( bola mata)

5. muskulus obliques okuli inferior, fungsinya menggerakkan bola mata ke bawah dan

ke dalam.

6. muskulus obliques okuli superior, fungsinya memutar mata ke atas, ke bawah dan

keluar.

Muskulus rektus okuli berorigo pada anulus tendineus komunis, yang merupakan

sarung fibrosus yang menyelubungi nervus optikus. Strabismus (juling) disebabkan

tidak seimbangnya atau paralisa kelumpuhan fungsi dari salah satu otot mata.

E. Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian

belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini.

Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin

bersifat membasahi bola mata terutama kornea.

Selaput ini mencegah benda-benda asing di dalam mata seperti bulu mata atau

lensa kontak (contact lens), agar tidak tergelincir ke belakang mata. Bersama-sama

dengan kelenjar lacrimal yang memproduksi air mata, selaput ini turut menjaga agar

cornea tidak kering.

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :

1. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari

tarsus.

2. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya.

3. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan

konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di

bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.

51

Page 52: Skenario f Blok19 2013

OKULUS (MATA)

Meliputi bola mata (bulbus okuli). Nervus: optikus saraf otak II, merupakan

saraf otak yang menghubungkan bulbus okuli dengan otak dan merupakan bagian

penting dari pada organ visus.

Bola mata terdiri atas :

a. Dinding bola mata

b. Isi bola mata.

Dinding bola mata terdiri atas :

a. Sklera

b. Kornea.

Isi bola mata terdiri atas uvea, retina, badan kaca dan lensa.

1. Sklera

Pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar, jaringan ini pada dan

berwarna putihserta bersambung dengan kornea di sebelah anterior dan dura mater

nervus optikus di belakang. Beberapa lembar jaringan sclera berjalan melintang

bagian anterior nervus optikus disebut lamina cribrosa. Permukaan luar sclera anterior

dibungkus oleh sebuah lapisan tipis dari jaringan elastic halus apisklera yang

mengandung banyak pembuluh darah yang memasok sclera.

Sklera: bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan

pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera berjalan dari papil saraf optik sampai

kornea.Sklera sebagai dinding bola mata merupakan jaringan yang kuat, tidak bening,

tidak kenyal dan tebalnya kira-kira 1 mm.

Sklera anterior ditutupi oleh 3 lapis jaringan ikat vaskular. Sklera mempunyai

kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola mata. Dibagian

belakang saraf optik menembus sklera dan tempat tersebut disebut kribosa. Bagian

luar sklera berwarna putih dan halus dilapisi oleh kapsul Tenon dan dibagian depan

oleh konjungtiva. Diantara stroma sklera dan kapsul Tenon terdapat episklera. Bagian

dalamnya berwarna coklat dan kasar dan dihubungkan dengan koroid oleh filamen-

filamen jaringan ikat yang berpigmen, yang merupakan dinding luar ruangan

suprakoroid. Kekakuan sklera dapat meninggi pada pasien diabetes melitus, atau

52

Page 53: Skenario f Blok19 2013

merendah pada eksoftalmos goiter, miotika, dan meminum air banyak.

2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular.

Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki

darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.

Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris didapatkan pupil

yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata.

Otot dilatator dipersarafi oleh parasimpatis, sedang sfingter iris dan otot siliar di

persarafi oleh parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk

lensa untuk kebutuhan akomodasi.

IRIS adalah perpanjangan korpus siliare ke anterior. Iris terletak

bersambungan dengan permukaan anterior lensa yang memisahkan kamera anterior

dan kamera posterior yang berisi humor aquaes. Iris berwarna karena mengandung

pigmen. Pasok darah ke iris adalah dari circulus major iris. Persarafan iris adalah dari

serat-serat di dalam nervi siliares. Di bagian tengah iris terdapat bagian berlubang

yang disebut pupil. Iris berfungsi untuk mengendalikan banyaknya cahaya yang

masuk ke dalam mata. Ukuran pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan

antara kontriksi akibat aktivitas parasimpatis yang dihantarkan melalui nervus

kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatik.

KORPUS SILARIS secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang.

Membentang ke depan dari ujung anterior khoroid ke pangkal iris, terdiri dari suatu

zona anterior yang berombak-ombak, pars plikata, dan zona posterior yang datar, pars

plana. Musculus siliaris tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkuler, dan radial.

Fungsi serat – serat sirkuler adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat – serat

zonula yang beorigo di lembah – lembah diantara processus siliaris. Pembuluh –

pembuluh darah yang mendarahi korpus siliare berasal dari lingkaran utama iris. Saraf

sensorik iris adalah melalui saraf – saraf siliaris.

Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata

(akuos humor), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris

di batas kornea dan sklera.

3. Retina

53

Page 54: Skenario f Blok19 2013

Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan

mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran

neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan

diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan koroid sehingga

retina dapat terlepas dari koroid yang disebut ablasi retina.

Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin yang

hanya menempel pupil saraf optik, makula dan pars plans. Bila terdapat jaringan ikat

di dalam badan kaca disertai dengan tarikan pada retina, maka akan robek dan terjadi

ablasi retina.

Lensa terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah ekuatornya pada

badan siliar melalui Zonula Zinn. Lensa mata mempunyai peranan pada akomodasi

atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula lutea.

Terdapat 6 otot penggerak bola mata, dan terdapat kelenjar lakrimal yang terletak di

daerah temporal atas di dalam rongga orbita.

4. LENSA

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan hampir

transparan sempurna.di belakang iris lensa digantung oleh zonula yang

menghubungkan dengan korpus siliare. Di sebelah anterior terdapat humor aquaeus

dan di sebelah posterior terdapat vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membrane yang

semi permiabel yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk. Lensa ditahan di

temaptnya oleh ligamentum yang dikenal dengan zonula ( zonula Zinnii ) ke badan

siliare. Lensa mata berfungsi untuk membiaskan cahaya.

5. HUMOR AQUAEUS

Humor aquaeus diproduksi oleh korpus siliare, setelah memasuki kamera

posterior humor aquaeus melalui pupil dan masuk ke kamera anterior. Humor aquaeus

adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan posterior mata. Tekanan

intraocular ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor aquaeus.

6.VITREUS

Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskuler yang membentuk

duapertiga dari volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan yang yang dibatasi

oleh lensa, retina, dan diskus optikus.

54

Page 55: Skenario f Blok19 2013

Fisiologi Penglihatan

Normalnya mata mempunyai penglihatan binokuler yaitu setiap saat terbentuk

bayangan tunggal dari kedua bayangan yang diterima oleh kedua mata sehingga

terjadi fusi dipusat penglihatan

Syarat terjadi penglihatan binokuler normal:

1. Tajam penglihatan pada kedua mata sesudah dikoreksi refraksi anomalinya

tidak terlalu berbeda dan tidak terdapat aniseikonia.

2. Otot-otot penggerak kedua bola mata seluruhnya dapat bekerja sama dengan

baik, yakni dapat menggulirkan kedua bola mata sehingga kedua sumbu

penglihatan menuju pada benda yang menjadi pusat perhatiannya.

3. Susunan saraf pusatnya baik, yakni sanggup menfusi dua bayangan yang datang

dari kedua retina menjadi satu bayangan tunggal.

Gangguan gerakan bola mata terjadi bila terdapat satu atau lebih otot mata yang

tidak dapat mengimbangi gerakan otot mata lainnya maka akan terjadi gangguan

keseimbangan gerakan mata sumbu penglihatan akan menyilang mata menjadi

strabismus.

Fisiologi Otot-otot Penggerak Bola Mata

Otot ini menggerakkan mata dengan fungsi ganda dan untuk pergerakkan mata

tergantung pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu aksi otot. Otot penggerak mata

terdiri atas 6 otot yaitu :

55

Page 56: Skenario f Blok19 2013

1. Oblik inferior, aksi primer - ekstorsi dalam abduksi

sekunder - elevasi dalam aduksi

- abduksi dalam elevasi

2. Oblik superior, aksi primer- intorsi pada abduksi

sekunder - depresi dalam aduksi - abduksi dalam depresi

1. Rektus inferior, aksi primer- depresi pada abduksi

sekunder - ekstorsi pada abduksi

- aduksi pada depresi

2. Rektus lateral, aksi - abduksi

3. Rektus medius, aksi - aduksi

4. Rektus superior, aksi primer - elevasi dalam abduksi

sekunder - intorsi dalam aduksi - aduksi dalam elevasi

1. Otot Oblik Inferior

Oblik inferior mempunyai origo pada foss lakrimal tulang lakrimal, berinsersi

pada sklera posterior 2 mm dari kedudukan makula, dipersarafi saraf okulomotor,

bekerja untuk menggerakkan mata keatas, abduksi dan eksiklotorsi.

2. Otot Oblik Superior

Oblik superior berorigo pada anulus Zinn dan ala parva tulang sfenodi di atas

foramen optik, berjalan menuju troklea dan dikatrol batik dan kemudian berjalan di

atas otot rektus superior, yang kemudian berinsersi pada sklera dibagian temporal

belakang bola mata. Oblik superior dipersarafi saraf ke IV atau saraf troklear yang

keluar dari bagian dorsal susunan saraf pusat.

Mempunyai aksi pergerakan miring dari troklea pada bola mata dengan kerja

utama terjadi bila sumbu aksi dan sumbu penglihatan search atau mata melihat ke

arch nasal. Berfungsi menggerakkan bola mata untuk depresi (primer) terutama bila

mata melihat ke nasal, abduksi dan insiklotorsi.

Oblik superior merupakan otot penggerak mata yang terpanjang dan tertipis.

3. Otot Rektus Inferior

Rektus inferior mempunyai origo pada anulus Zinn, berjalan antara oblik

inferior dan bola mata atau sklera dan insersi 6 mm di belakang limbus yang pada

persilangan dengan oblik inferior diikat kuat oleh ligamen Lockwood.

Rektus inferior dipersarafi oleh n. III

Fungsi menggerakkan mata - depresi (gerak primer)

56

Page 57: Skenario f Blok19 2013

- eksoklotorsi (gerak sekunder)

- aduksi (gerak sekunder)

Rektus inferior membentuk sudut 23 derajat dengan sumbu penglihatan.

4. Otot Rektus Lateral

Rektus lateral mempunyai origo pada anulus Zinn di atas dan di bawah

foramen optik. Rektus lateral dipersarafi oleh N. VI. Dengan pekerjaan menggerakkan

mata terutama abduksi.

5. Otot Rektus Medius

Rektus medius mempunyai origo pada anulus Zinn dan pembungkus dura

saraf optik yang sering memberikan dan rasa sakit pada pergerakkan mata bila

terdapat neuritis retrobulbar, dan berinsersi 5 mm di belakang limbus. Rektus medius

merupakan otot mata yang paling tebal dengan tendon terpendek.

Menggerakkan mata untuk aduksi (gerak primer).

6. Otot Rektus Superior

Rektus superior mempunyai origo pada anulus Zinn dekat fisura orbita

superior beserta lapis dura saraf optik yang akan memberikan rasa sakit pada

pergerakkan bola mata bila terdapat neuritis retrobulbar. Otot ini berinsersi 7 mm

di belakang limbus dan dipersarafi cabang superior N.III.

Fungsinya menggerakkan mata-elevasi, terutama bila mata melihat ke lateral.

- aduksi, terutama bila tidak melihat ke lateral

- insiklotorsi

STRABISMUS

Definisi

Strabismus (Mata juling) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan

penyimpangan abnormal dari letak satu mata terhadap mata yang lainnya, sehingga

garis penglihatan tidak paralel dan pada waktu yang sama, kedua mata tidak tertuju

pada benda yang sama.

Epidemiologi

Insiden strabismus terjadi sekitar 5-7% . esotropia (convergent strabismus)

terjadi lebih sering dari pada exotropia (divergent strabismus) di eropa dan America

57

Page 58: Skenario f Blok19 2013

Utara. Concomittan strabismus biasanya terjadi pada anak-anak, sedangkan paralytic

strabismus bisanya mengenai orang dewasa. Hal ini terjadi karena concomittan

strabismus biasanya merupakan keadaan kongenital atau yang di dapat pada tahun

pertama kehidupan, sedangkan paralitic strabismus biasanya didapat, misalnya akibat

kondisi post-traumatic.

Opthalmoplegia dan Paralytic strabismus

Opthalmoplegia dapat mempengaruhi satu atau lebih otot bola mata pada waktu yang

sama. Kondisi yang mungkin terjadi adalah paresis (partial) atau paralisis (complete).

Hasilnya adalah gaze palsy atau stabismus (paralytic strabismus). Tergantung dari

penyebab dan keparahannya.

- Gaze palsy : impairment atau kegagalan koordinasi pergerakan bola mata.

Misalnya terjadi cyclovertical muscular palsy, sehingga pergerakan keatas dan

kebawah akan terganngu atau absen.

Paralytic strabismus: sudut deviasi tidak konstan pada setiap arah pandangan, tetapi

meningkat pada arah otot yang mengalami paralisis. Sehingga disebut incomittan

sudut deviasi.

Etiologi

Strabismus disebabkan oleh kurangnya koordinasi antara otot-otot mata. Hal

ini dapat terjadi berkaitan dengan:1

• Masalah, ketidakseimbangan, atau trauma pada otot-otot penggerak mata

• Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi

• Kelainan saraf

Klasifikasi deviasi mata

1. Menurut manifestasi

Berdasarkan manifestasinya, deviasi mata terbagi menjadi deviasi mata

bermanifestasi (heterotropia) dan laten (heteroforia). Heterotropia adalah suatu

keadaan penyimpangan sumbu bola mata yang nyata di mana kedua penglihatan

tidak berpotong pada titik fiksasi. Sedangkan heteroforia adalah penyimpangan

sumbu penglihatan yang tersembunyi yang masih dapat diatasi dengan reflek fusi.

Berikut ini akan dibahas satu persatu.

1) Heterotropia

2) Esotropia

58

Page 59: Skenario f Blok19 2013

Esotropia adalah keadaan dimana satu mata berfiksasi pada objek yang

menjadi pusat perhatian sedangkan mata yang lain menuju arah yang

lain, yaitu hidung.4 Strabismus jenis ini dibagi menjadi dua bagian,

yaitu paretik (akibat paresis satu atau lebih otot ekstraokular) dan non

paretik.5

Gambar 1. Esotropia

Nonparetik

a. Nonakomodatif

- Infantilis

Pada sebagian besar kasus, penyebabnya tidak jelas. Deviasi

konvergen telah bermanifestasi pada usia 6 bulan. Deviasinya bersifat

comitant yaitu sudut deviasi kira-kira sama dalam semua arah pandangan dan

biasanya tidak dipengaruhi oleh akomodasi. Dengan demikian, penyebab tidak

berkaitan dengan kesalahan refraksi atau bergantung pada parese otot

ekstraokular. 5

b. Didapat jenis esotropia ini timbul pada anak, biasanya setelah usia 2 tahun.

c. Akomodatif

Esotropia ekomodatif terjadi apabila terjadi mekanisme akomodasi

fisiologis normal disertai respon konvergensi berlebihan tetapi divergensi fusional

yang relatif insufisien untuk menahan mata tetap lurus.5

d. Akomodatif parsial

Dapat terjadi mekanisme campuran yakni sebagian ketidakseimbangan

otot dan sebagian ketidakseimbangan akomodasi. 5

Paretik ( incomitant )

Pada strabismus incomitant selalu terdapat satu atau lebih otot ekstraokular

yang paretik. Paresis biasanya mengenai satu atau kedua otot rektus lateralis, biasanya

akibat kelumpuhan saraf abdusen.

59

Page 60: Skenario f Blok19 2013

Gejala dan tanda esotropia

- Juling ke dalam

- kelainan refraksi biasanya sphere positif, namun dapat sphere negatif bahkan

emetropia.

3) Eksotropia

Eksotropia adalah keadaan dimana satu mata berfiksasi pada objek

yang menjadi pusat perhatian sedangkan mata yang lain menuju ke arah

lain yaitu ke arah luar (eksodeviasi). Anak-anak tertentu mempunyai

resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya eksotropia. Adapun yang

mempunyai resiko tersebut diantaranya anak yang mengalami gangguan

perkembangan saraf, prematur atau berat lahir rendah dan anak dengan

riwayat keluarga juling serta adanya anomaly ocular atau sistemik.4

Gejala dan tanda

Pada kebanyakan kasus awalnya bersifat intermiten dengan onset

umumnya pada usia di bawah 3 tahun

Deviasi menjadi manifest, terutama saat lelah, melamun, atau sakit

Pasien dapat menutup satu mata bila terpapar cahaya terang sekali

Bila bersifat intermiten jarang ditemukan ambliopia

Kelainan refraksi biasanya sphere negatif

Penglihatan ganda kadang-kadang dikeluhkan penderita yang juling

intermiten.

4) Hipertropia

Deviasi vertikal lazimnya diberi nama sesuai mata yang tinggi,

tanpa memandang mata mana yang memiliki penglihatan lebih baik dan

yang diugunakan untuk fiksasi. Hipertropia lebih jarang dijumpai daripada

deviasi horizontal dan biasanya didapat setelah lewat masa anak-anak.5

60

Page 61: Skenario f Blok19 2013

5) Heteroforia

Heteroforia merupakan kelainan deviasi yang laten, mata

mempunyai kecenderungan untuk berdeviasi ke salah satu arah, yang dapat

diatasi oleh usaha otot untuk mempertahankan penglihatan binokular.

Contoh: eksoforia dan esoforia.2,5 Penyebab heteroforia dibagi menjadi

penyebab refraktif dan nonrefraktif. Penyebab refraktif, misalnya pada

hipermetropia dan miopia. Sedangkan penyebab non refraktif, foria

tampak pada keadaan neurastenia, anemia, penderita debil, infeksi lokal.2

Temuan klinis

Gejala klinis dapat berupa diplopia atau astenopia (kelelahan mata). Gejala

yang timbul pada astenopia memiliki bermacam bentuk. Dapat timbul rasa berat, lelah

atau tidak enak pada mata. Mudah lelah, penglihatan kabur, dan diplopia, terutama

setelah pemakaian mata berkepanjangan, dapat juga terjadi.

Pemeriksaan:

1. Cover and uncover test untuk membedakan foria dari tropia.

2. Kekuatan duksi untuk mengetahui letak kelainan otot.

3. Pemeriksaan refraksi.

Menurut sudut deviasi

- Inkomitan (Paralitik)

Sudut deviasi tidak sama, pada kebanyakan kasus disebabkan oleh

kelumpuhan otot penggerak bola mata. Kelumpuhan otot dapat mengenai satu otot

atau beberapa otot.

Tanda-tanda:

Gerak mata terbatas pada daerah di mana otot yang lumpuh bekerja.

Deviasi.

Jika mata digerakkan ke arah otot yang lumpuh bekerja, mata yang

sehat akan menjurus ke arah ini dengan baik, sedangkan mata yang

sakit tertinggal.

61

Page 62: Skenario f Blok19 2013

Diplopia terjadi pada otot yang lumpuh.

Vertigo, mual-mual.

Diagnosa berdasarkan:

- Keterbatasan gerak

- Deviasi

- Diplopia

6) Abdusen palcy

Sering terdapat pada orang dewasa yang mendapat trauma

kepala, tumor, atau peradangan dari susunan saraf serebral.

Tanda-tanda:

7) Gangguan pergerakkan bola mata ke arah luar

8) Diplopia homonim, yang menjadi lebih hebat bila mata digerakkan ke

arah luar.

9) Kelumpuhan N. III

10) Ptosis

11) Bola mata hampir tidak dapat bergerak atau terdapat keterbatasan

bergerak ke atas, nasal, dan sedikit ke arah bawah.

12) Mata berdeviasi ke temporal, sedikit ke bawah

13) Sedikit eksoftalmus

14) Crossed diplopia.

Penyebab:

Kelainan dapat terjadi pada setiap tempat dari korteks serebri ke otot. Kelainan

dapat berupa eksudat, perdarahan, periostitis, tumor, trauma, perubahan pembuluh

darah. Pada umunya disebabkan oleh lues yang dapat menyebabkan tabes, ensafelitis,

infeksi akut, diabetes melitus, penyakit sinus. Terjadinya dapat secara tiba-tiba, tetapi

perjalanan penyakitnya selalu menahun.2

Nonkomitan (Non paralitik)

Sudut deviasi tetap konstan pada berbagai posisi, mengikuti gerak mata

yang sebelahnya pada semua arah dan selalu berdeviasi dengan kekuatan yang sama.

Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi sekunder (deviasi

pada mata yang sehat).

62

Page 63: Skenario f Blok19 2013

Pemeriksaan

a. Anamnesa

Dalam mendiagnosis strabismus diperlukan anamnesis yang cermat, perlu

ditanyakan usia pasien saat ini dan usia pada saat onset strabismus, jenis onsetnya,

jenis deviasi, fiksasi dan yang tidak kalah penting yakni adanya riwayat

strabismus dalam keluarga.

b. Ketajaman penglihatan

Pemeriksaan tajam penglihatan dengan menggunakan kartu Snellen.

c. Penentuan kelainan refraksi

Perlu dilakukan penentuan kesalahan refraksi sikloplegik dengan retinoslopi.

Obat standar untuk menghasilkan sikloplegia total pada anak berusia kurang dari

dua tahun adalah atropin yang dapat diberikan sebagai tetes atau salep mata 0,5%

atau 1% dua kali sehari selama 3 hari.

d. Inspeksi

Dapat memperlihatkan apakah strabismus yang terjadi konstan atau

intermitan, bervariasi atau konstan. Adanya ptosis dan posisi kepala yang

abnormal juga dapat diketahui.

e. Uji strabismus

- Uji Hirschberg

Pasien melakukan fiksasi terhadap suatu cahaya dengan jarak sekitar

33 cm, maka akan terlihat refleks sinar pada permukaan kornea. Pada mata

yang normal, refleks sinar terletak pada kedua mata sama-sama di tengah

pupil. Bila refleks cahaya terletak di pinggir pupil, maka deviasinya 15°.

Bila di antara pinggir pupil dan limbus, deviasinya 30°. Bila letaknya di

limbus, deviasinya 45°.

63

Page 64: Skenario f Blok19 2013

- Uji Krimsky

Pasien melakukan fiksasi terhadap suatu cahaya. Sebuah prisma yang

ditempatkan didepan mata yang berdeviasi dan kekuatan prisma yang

diperlukan untuk membuat refleks cahaya terletak di tengah merupakan

ukuran sudut deviasi.

- Uji tutup mata

Uji ini dilakukan untuk pemeriksaan jauh dan dekat, dan dilakukan

dengan menyuruh mata berfiksasi pada satu objek. Bila telah terjadi

fiksasi, mata kiri ditutup dengan lempeng penutup. Dalam keadaan ini

mungkin terjadi:

Mata kanan bergerak berarti mata tersebut mempunyai juling

yang manifest. Bila mata kanan bergulir ke nasal berarti terjadi

eksotropia. Dan sebaliknya, bila bergulir ke temporal berarti

terjadi esotropia.

Mata kanan bergoyang, mungkin terjadi ambliopia.

Mata kanan tidak bergerak, mata dalam kondisi terfiksasi.

- Uji tutup mata berganti

Bila satu mata ditutup dan kemudian mata yang lain maka bila kedua

mata berfiksai normal maka matayang dibuka tidak bergerak. Bila terjadi

pergerakan pada mata yang baru dibuka berarti terdapat foria atau tropia.3

- Uji tutup buka mata

Uji ini sama dengan uji tutup mata, dimana yang dilihat adalah mata

yang ditutup. Mata yang ditutup dan diganggu fusinya sehingga mata yang

berbakat juling akan menggulir.

Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan terapi adalah pemulihan efek sensori yang merugikan

(misal: ambliopia), memperbaiki kedudukan bola mata, dan mendapatkan penglihatan

binokuler yang dapat dicapai dengan terapi medis atau bedah.

- Terapi medis

- Terapi oklusi : Merupakan terapi ambliopia yang utama. Mata yang baik ditutup

untuk merangsang mata yang mengalami ambliopia.

64

Page 65: Skenario f Blok19 2013

- Alat optik : Kacamata yang diresepkan secara akurat merupakan alat optil

terpenting dalam pengobatan strabismus. Klarifikasi citra retina yang dihasilkan

oleh kacamata memungkinkan mata menggunakan fusi alamiah sebesar-besarnya.

- Ortoptik

- Terapi bedah

Prinsip operasi adalah melakukan reseksi pada otot yang terlalu lemah

atau melakukan resesi otot yang terlalu kuat.

Kesimpulan

Strabismus diperlukan anamnesis yang cermat, perlu ditanyakan usia pasien

saat ini dan usia pada saat onset strabismus, jenis onsetnya, jenis deviasi, fiksasi dan

yang tidak kalah penting yakni adanya riwayat strabismus dalam keluarga. Uji – uji

klinis pada strabismus juga sangat diperlukan dalam menentukan terapi

penatalaksanaannya, seperti Uji Hirschberg, uji krimsky, uji tutup mata, uji tutup mata

berganti dan uji tutup buka mata. Tujuan penatalaksanaan terapi adalah pemulihan

efek sensori yang merugikan (misal: ambliopia), memperbaiki kedudukan bola mata,

dan mendapatkan penglihatan binokuler yang dapat dicapai dengan terapi medis atau

bedah.

DIPLOPIA

DEFINISI

Diplopia adalah persepsi dari 2 gambar dari sebuah objek tungga. Diplopia

dibagimenjadi dua yakni diplopia monokular atau binokular. Diplopia monokular

yaitudiplopia yang hanya terjadi pada satu mata. Penglihatan ganda muncul saat

salahsatu mata ditutup. Diplopia binokular yaitu penglihatan

ganda terjadi apabilasubjek melihat dengan kedua mata dan menghilang bila salah

satu mata ditutup.

KLASIFIKASI

Diplopia secara umum dibagi menjadi dua:

1. Diplopia Bonikular: penderita melihat objek dengan kedua mata dan kemudian

objek menghilang apabila salah satu mata ditutup. Pada diplopia jenis ini,

pergerakan otot bola mata juga terganggu sehingga sudut kedua mata tidak

sinkron (bisa juga merupakan tahap awal mata juling). Penyebabnya yaitu

65

Page 66: Skenario f Blok19 2013

kerusakan saraf otot bola mata karena stroke, diabetes, cedera kepala, tumor

otak dan infeksi otak. 

2. Diplopia Monokular: penglihatan ganda muncul saat salah satu mata ditutup

atau terjadi pada satu mata. Biasa terjadi pada penderita astigmatisma,

gangguan lengkung kornea, penderita katarak, dislokasi lensa mata, gangguan

produksi air mata dan beberapa gangguan pada retina.

ETIOLOGI

Diplopia binokular disebabkan oleh ketidakserasian olkuler, persambungan

mioneural (misalnya miastenia gravis), atau otot-otot ekstra okuler itu sendiri.

Miastenia gravis biasanya dapat didiagnosa dengan tes edroponium atau prostigmin.

Pembatasan fungsi otot ekstraokuler dapat akibat inflamasi (miositisorbital), infiltrasi

(oftalmologi tiroid atau penyakit metastatik) atau terperangkap (fraktus lantai orbita).

Setelah penyakit-penyakit restriktif dan miastenia gravis dapat disingkirkan maka

penyebab utama diplopia binokular adalah lesi saraf kranialis.

Saraf troklearis (saraf kranialis keempat). Neuron dari nukleus saraf keempat

terletak dibagian dorsal medula oblongata rostral pada tingkat kolikuli inferior,

berdampingan dengan ujung kaudal kompleks okulomotor. Akson berjalan secara

dorsal dan bersilanagan dengan velum medula anterior (atap ventrikel keempat),

dimana akson ini rentan terhadap trauma kepala. Saraf keluar dari medula oblongata

dorsal, menyilang arteri serebralius superior, berjalan ke depan pada sinus kacernosus

dan memasuki orbita melalui fisura orbitalis superrior untuk menginervasi otot oblik

superior. Kelumpuhan oblik superior menyebabkan diplopia vertikal dengan

hipertripia dan eksiklotorsi mata.

Beberapa pasien mengkompensasi ini dengan mengadaptasi dorongan kepala

ke arah sisi yang terkena. Trauma kepala, terutama cedera tumpul frontal adalah

penyebab paling sering dari kelumpuhan saraf troklearis unilateral dan bilateral.

Penyebab kedua yang paling sering dari kelumpuhan saraf troklearis adalah neuropati

iskemik, sering disertai dengan penyakit pembuluh darah yang kecil seperti diabetes

(mononeuritis multipleks).

Saraf abdusen (saraf kranialis keenam). Nukleus abdusen terletak di bawah

lantai ventrikel keempat dan lateral dari garis tengah pons pada persambungan pons

dan medula. Nukleus abdiusen mengandung neuron motorik yang menginvervasi otot

rektus lateral ipsilateral dan kelompok interneuron dimana akson-aksonnya melalui

66

Page 67: Skenario f Blok19 2013

garis tengah dan naik di dalam fasikulus longitudianal medialis mencapai subnukleus

okulomotor kontralateral menginervasi otot rektus mediali dari mata sebelahnya.

Nukleus abdusen rentan terhadap abnormalitas timbulnya cedera pada usia dini.

Diagnosis riwayat perjalanan penyakit menentukan apakah diplopia ini melibatkan

satu atau kedua mata, apakah diplopia adalah intermitten atau konstan, dan apakah

gambar dipisahkan secara vertikal, horizontal, atau keduanya. Setiap rasa sakit yang

terkait dicatat, serta apakah itu terjadi dengan atau tanpa gerakan mata.

Dalam anamnesis juga harus dilihat apakah ada riwayat hipertensi, diabetes atau

keduanya; arterosklerosis, khususnya termasuk penyakit serebrovaskular, dan

penyalahgunaan alkohol.

Pemeriksaan dimulai dengan melihat keadaan umum dan pemeriksaan tanda-

tanda vital. Pemeriksaan mata dimulai dengan mengukir ketajaman visual (dengan

koreksi) disetiap mata dan keduanya bersama-sama, yang juga membantu menentukan

apakah diplopia adalah monokular atau binokular, pemeriksaan mata harus melihat

apakah ada penonjolan dari salah satu mata atau kedua mata, kelopak mata terasa

berat, kelainan pupil dan gerakan mata disconjugate dan nystagmus selama pengujian

motolitas okular. Oftalamoskopi harus dilakukan, khususnya mencata segala kelainan

dari lensa (misalnya, katarak, perpindahan) dan retina (misalnya, detasemen). Temuan

berikut perhatian khusus:

a. Defisit lebih dari satu saraf kranial

b. Adanya keterlibatan pupil

c. Setiap gejala neurologis atau tanda-tanda selain diplopia

d. Pain Sakit

e. ProptosisTemuan yang dapat mengindikasikan terjadinya defisit dari saraf kranial:

Saraf III : kelopak mata terasa berat, mata melenceng ke arah bawah,

pelebaran pupil kadang-kadang

Saraf IV : vertikal diplopia buruk pada pandangan ke bawah; pasien

memiringkan kepala untuk memperbaiki penglihatan

Saraf VI : mata menyimpang medial, diplopia buruk pada pandangan lateral;

pasien memiringkan kepala untuk memperbaiki penglihatan

Nyeri menyatakan adanya lesi tekan atau gangguan inflamasi. Untuk, diplopia

binokular, pasien dengan kelumpuhan saraf tunggal, respon cahaya normal pupil, dan

67

Page 68: Skenario f Blok19 2013

tidak ada gejala lain atau tanda-tanda biasanya dapat diamati tanpa pengujian selama

beberapa minggu. Banyak kasus menghilang secara spontan.

TATALAKSANA

Perawatan yang tepat untuk diplopia binokuler akan tergantung pada penyebab

dengan gejala yang ditimbulkan. Upaya pertama harus dilakukan untuk

mengidentifikasi dan mengobati penyebab masalah.

Pilihan pengobatan terbasuk latihan mata, memakai penutup mata, koreksi

prisma, dan dalam situasi yang lebih parah, dilakukan operasi atau botulinum toxin.

MIOPIA

Definisi

Miopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di

depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan

pada kondisi refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang masuk pada

mata akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi. Miopia berasal dari bahasa Yunani

“muopia” yang memiliki arti menutup mata. Miopia merupakan manifestasi kabur

bila melihat jauh, istilah populernya adalah “nearsightedness” (American Optometric

Association, 2006). Miopia adalah keadaan pada mata dimana cahaya atau benda

yang jauh letaknya jatuh atau difokuskan didepan retina. Supaya objek atau benda

jauh tersebut dapat terlihat jelas atau jatuh tepat di retina diperlukan kaca mata minus

(Rini, 2004). Miopia atau sering disebut sebagai rabun jauh merupakan jenis

kerusakan mata yang disebabkan pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang atau

kelengkungan kornea yang terlalu cekung (Sidarta, 2007). Miopia adalah suatu

keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang berlebihan sehingga

sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina (bintik kuning). Pada miopia, titik

fokus sistem optik media penglihatan terletak di depan makula lutea. Hal ini dapat

disebabkan sistem optik (pembiasan) terlalu kuat, miopia refraktif atau bola mata

terlalu panjang (Sidarta, 2003). Miopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana

sinar-sinar sejajar yang datang dari jarak tidak terhingga oleh mata dalam keadaan

tidak berakomodasi dibiaskan pada satu titik di depan retina (Sativa, 2003).

Klasifikasi

68

Page 69: Skenario f Blok19 2013

Secara klinis dan berdasarkan kelainan patologi yang terjadi pada mata, miopia dapat

dibagi kepada dua yaitu :

1. Miopia Simpleks : Terjadinya kelainan fundus ringan. Kelainan fundus

yang ringan ini berupa kresen miopia yang ringan dan berkembang sangat

lambat. Biasanya tidak terjadi kelainan organik dan dengan koreksi yang

sesuai bisa mencapai tajam penglihatan yang normal. Berat kelainan refraksi

yang terjadi biasanya kurang dari -6D. Keadaan ini disebut juga dengan

miopia fisiologi.

2. Miopia Patologis : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna

atau miopia progresif. Keadaan ini dapat ditemukan pada semua umur dan

terjadi sejak lahir. Tanda-tanda miopia maligna adalah adanya progresifitas

kelainan fundus yang khas pada pemeriksaan oftalmoskopik. Pada anak-anak

diagnosis ini sudah dapat dibuat jika terdapat peningkatan tingkat keparahan

miopia dengan waktu yang relatif pendek. Kelainan refrasi yang terdapat pada

miopia patologik biasanya melebihi -6 D (Sidarta, 2007).

Menurut American Optometric Association (2006), miopia secara klinis

dapat terbagi lima yaitu:

1. Miopia Simpleks : Miopia yang disebabkan oleh dimensi bola mata yang

terlalu panjang atau indeks bias kornea maupun lensa kristalina yang terlalu

tinggi.

2. Miopia Nokturnal : Miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi di

sekeliling kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang

bervariasi terhadap tahap pencahayaan yang ada. Miopia ini dipercaya

penyebabnya adalah pupil yang membuka terlalu lebar untuk memasukkan

lebih banyak cahaya, sehingga menimbulkan aberasi dan menambah kondisi

miopia.

3. Pseudomiopia : Diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap

mekanisme akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot – otot siliar yang

memegang lensa kristalina. Di Indonesia, disebut dengan miopia palsu, karena

memang sifat miopia ini hanya sementara sampai kekejangan akomodasinya

dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh buru – buru memberikan

lensa koreksi.

4. Miopia Degeneretif : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia

maligna

69

Page 70: Skenario f Blok19 2013

atau miopia progresif. Biasanya merupakan miopia derajat tinggi dan tajam

penglihatannya juga di bawah normal meskipun telah mendapat koreksi.

Miopia jenis ini bertambah buruk dari waktu ke waktu.

5. Miopia Induksi : Miopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat – obatan,

naik

turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa dan

sebagainya.

Klasifikasi miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk

mengkoreksikannya (Sidarta, 2007):

1. Ringan : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri

2. Sedang : lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.

3. Berat :lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.

Klasifikasi miopia berdasarkan umur adalah (Sidarta, 2007):

1. Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak.

2. Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun.

3. Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 tahun.

4. Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun).

Etiologi

Terjadi karena bola mata tumbuh terlalu panjang saat bayi. Dikatakan pula,

semakin dini mata seseorang terkena sinar terang secara langsung, maka semakin

besar kemungkinan mengalami myopia. Ini karena organ mata sedang berkembang

dengan cepat pada tahun-tahun awal kehidupan. Akibatnya para penderita myopia

umumnya merasa bayangan benda yang dilihatnya jatuh tidak tepat pada retina

matanya, melainkan di depannya (Curtin, 2002).

Patofisiologi Myopia

Myopia dapat terjadi karena ukuran sumbu bola mata yang relatif panjang dan

disebut sebagai myopia aksial. Dapat juga karena indeks bias media refraktif yang

tinggi, atau akibat indeks refraksi kornea dan lensa yang terlalu kuat. Dalam hal ini

disebut sebagai myopia refraktif. (Curtin, 2002)

70

Page 71: Skenario f Blok19 2013

Myopia degenertif atau myopia maligna biasanya bila myopia lebih dari 6

dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai

terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan

atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan

kadang-kadang terjadi ruptur membrane Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan

untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada myopia dapat terjadi bercak Fuch

berupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atropi lapis sensoris retina luar, dan

dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik. (Sidarta, 2005).

Insidensi Myopia pada Anak

Dari survey yang dilakukan terhadap 2268 anak berusia 7-13 tahun yang

diperiksa dari 23 Sekolah Dasar di Yogyakarta, sebanyak 12 sekolah dasar berasal

dari daerah perkotaan dan 11 dari pedesaan yang tersebar di 5 Kabupaten di DIY.

Kejadian myopia (rabun jauh) pada anak usia sekolah dasar di DIY adalah 8,29%

dengan prevalensi di kota dan di desa masing-masing 9,49% dan 6,87%. (Supartoto,

2007)

Sekitar 62,8% penderita myopia adalah anak-anak dari daerah perkotaan,

sedangkan dari keseluruhan subyek myopia ini, 5% diantaranya tergolong penderita

myopia tinggi yang dicirikan dengan ukuran kacamata lebih dari minus 5 dioptri.

(Supartoto, 2007)

Anak perempuan lebih banyak menderita myopia dari pada anak laki-laki,

dengan perbandingan perempuan terhadap laki-laki 1,4 : 1. Perbandingan serupa pada

myopia tinggi adalah 3,5 : 1. Sebanyak 30% penderita myopia berasal dari keluarga

dengan golongan ekonomi menengah ke atas. (Supartoto, 2007)

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Imam Tiharyo terdapat 127 anak

sekolah dasar yang ikut dalam peneltian ini. 63 orang dari kelompok sekolah dasar

perkotaan dan 64 orang anak dari kelompok sekolah daerah pedesaan. Setelah 6 bulan

24 anak (38,1%) dari kelompok perkotaan, dan 8 anak (12,5%) dari kelompok

pedesaan mengalami pertambahan myopia. Hal tersebut bermakna secara statistik

p=0,02 dan RR 3,04 (95% CI : 1,48-6,27). Rerata pertambahanmyopia pada

kelompok perkotaan sebesar -0,83D (± 0,24D) dan –0,61 (±0,18D) pada kelompok

71

Page 72: Skenario f Blok19 2013

pedesaan. Ada perbedaan yang signifikan antara aktivitas melihat dekat pada anak

daerah perkotaan dan pedesaan dengan p=< 0,001. Untuk faktor risiko jenis kelamin,

riwayat myopia pada orang tua tidak terdapat hubungan yang bermakna sklera

statistik terhadap pertambahan myopia, sedangkan untuk faktor risiko usia, dan sosial

ekonomi bermakna secara statistik terhadap pertambahan myopia. (Tanjung, 2007)

Diagnosis Myopia

Untuk mendiagnosis myopia dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan

pada mata, pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut:

- Refraksi Subyektif

Diagnosis myopia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan Refraksi Subyektif,

metode yang digunakan adalah dengan Metoda ‘trial and error’ Jarak pemeriksaan 6

meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata

penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu 

Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata Bila visus tidak 6/6

dikoreksi dengan lensa sferis negatif, bila dengan lensa sferis negatif tajam

penglihatan membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan

menderita myopia, apabila dengan pemberian lensa sferis negatif menambah kabur

penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis positif memberikan tajam

penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita hipermetropia. (Maria, 2008)

- Refraksi Obyektif

Yaitu menggunakan retinoskopi, dengan lensa kerja ∫+2.00D pemeriksa

mengamati refleks fundus yang bergerak berlawanan arah dengan arah gerakan

retinoskop (against movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negatif sampai

tercapai netralisasi (Maria, 2008)

- Autorefraktometer (komputer)

Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan

komputer. (Maria, 2008)

72

Page 73: Skenario f Blok19 2013

Penatalaksanaan Myopia pada Anak

Penatalaksanaan myopia pada anak sampai sekarang penyembuhan kelainan

mata pada anak masih merupakan kontra diantara dokter mata. Sejauh ini yang

dilakukan adalah mencoba mencari bagaimana mencegah kelainan refraksi pada anak

atau mencegah jangan sampai menjadi parah. (Setiowati, 2008)

- Dengan memberikan koreksi lensa

Koreksi myopia dengan menggunakan lensa konkaf atau lensa negatif, perlu

diingat bahwa cahaya yang melalui lensa konkaf akan disebarkan. Karena itu, bila

permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu besar, seperti pada myopia,

kelebihan daya bias ini dapat dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis konkaf di

depan mata.  (Guyton, 1997)

Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengkoreksi mata myopia

ditentukan dengan cara trial and error, yaitu dengan mula-mula meletakan sebuah

lensa kuat dan kemudian diganti dengan lensa yang lebih kuat atau lebih lemah

sampai memberikan tajam penglihatan yang terbaik. (Guyton, 1997)

Pasien myopia yang dikoreksi dengan kacamata sferis negatif terkecil yang

memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi

dengan -3.00 dioptri memberikan tajam penglihatan 6/6, demikian juga bila diberi

sferis -3.25 dioptri, maka sebaiknya diberikan koreksi -3.00 dioptri agar untuk

memberikan istirahat mata dengan baik setelah dikoreksi. ( Sidarta, 2007)

- Dengan obat-obatan

73

Page 74: Skenario f Blok19 2013

Penggunaan sikloplegik untuk menurunkan respon akomodasi untuk terapi pasien

dengan pseoudomyopia. Beberapa penilitian melaporkan penggunaan atropine dan

siklopentolat setiap hari secara topikal dapat menurunkan progresifitas dari myopia

pada anak-anak usia kurang 20 tahun. Meskipun tidak menunjukan kegelisahan yang

berlebih dan memiliki resiko yang sama dengan penggunaan sikloplegik dalam jangka

panjang dan memiliki sensivitas yang sama dalam  respon terhadap cahaya untuk

medilatasikan pupil (midriasis). Karena inaktivasi muskulus siliaris, pemberian lensa

positif tinggi (ex; 2.50D) dapat digunakan untuk penglihatan dekat. Pemberian

atropine memiliki efek samping yaitu reaksi alergi, dan keracunan sistemik.

Pemakaian atropine dalam jangka panjang dapat memberikan efek samping pada

retina. (American Optometric Association, 1997).

- Terapi visus (vision therapy)

Tajam penglihatan yang tidak dikoreksi pada myopia dapat diperbaiki pada pasien

dengan menggunakan terapi penglihatan, tetapi tidak menunjukan penurunan myopia.

hal ini adalah cara yang diusulkan untuk menurunkan progresifitas myopia. Selama

ini belum ada penelitian yang melakukan pengujian dari usulan tersebut terhadap

keberhasilan dalam menurunkan progresifitas myopia. Terapi penglihatan (vision

therapy) yang digunakan untuk menurunkan respon akomodasi sering digunakan pada

pasien pseudomyopia. (American Optometric Association, 1997).

- Orthokeratology

Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih

dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan menurunkan

myopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan standar. Tergantung

dari respon individu dalam orthokeratology yang sesekali beruba-ubah, penurunan

myopia sampai dengan 3.00 dioptri pada beberapa pasien, dan rata-rata penurunan

yang dilaporkan dalam penelitian adalah 0.75-1.00 dioptri. Beberapa dari penurunan

ini  terjadi antara 4-6 bulan pertama dari program orthokeratology, kornea dengan

kelengkungan terbesar memiliki beberapa pemikiran dalam keberhasilan dalam

membuat  pemerataan kornea secara menyeluruh. Dengan followup yang cermat,

orthokeratology akan aman dengan prosedur yang efektif. Meskipun myopia tidak

selalu kembali pada level dasar, pemakaian lensa tambahan pada beberapa orang

74

Page 75: Skenario f Blok19 2013

dalam beberapa jam sehari adalah umum, untuk keseimbangan dalam memperbaiki

refraksi. (American Optometric Association, 1997).

Beberapa lensa kontak yang didesain secara khusus untuk mengubah secara

maksimal sesuai standarnya. Kekakuan lensa pada kelengkungan kornea lebih tinggi

dari pada permukaan kornea. Hasil yang didapatkan dapat menurunkan myopia

hingga 2.00 dioptri. Orthokeratology dengan beberapa lensa seragam, dapat

mengurangi permukaan kornea yang tidak rata. Orthokeratology adalah penampilan

yang umum pada anak muda walaupun menggunakan  lensa yang kaku tetapi dapat

mengontrol myopia, lensa kontak yang permeable pada anak-anak menjadi pilihan

yang disukai. (Nisna, 2008)

Mengurangi kelengkungan (artinya, membuat kondisinya menjadi lebih flat/rata)

permukaan depan kornea, yang tujuannya adalah mengurangi daya bias sistem optis

bolamata sehingga titik fokusnya bergeser mendekat ke retina. Metode non operatif

untuk ini adalah orthokeratology, yaitu dengan menggunakan lensa kontak kaku untuk

(selama beberapa waktu) memaksa kontur kornea mengikuti kontur lensa kontak

tersebut. (Nisna, 2008)

- Bedah Refraksi

Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:

Radial keratotomy (RK), dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah

diinsisi di parasentral. Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat

rata. Jumlah hasil perubahan tergantung pada ukuran zona optik, angka dan

kedalaman dari insisi.  Meskipun pengalaman beberapa orang menjalani radial

keratotomy menunjukan penurunan myopia, sebagian besar pasien sepertinya

menyukai dengan hasilnya. Dimana dapat menurunkan pengguanaan lensa kontak. 

Komplikasi yang dilaporkan pada bedah radial keratotomy seperti variasi diurnal dari

refraksi dan ketajaman penglihatan, silau, penglihatan ganda pada satu mata, kadang-

kadang penurunan permanen dalam koreksi tajam penglihatan dari yang terbaik,

meningkatnya astigmatisma, astigmatisma irregular, anisometropia, dan perubahan

secara pelan-pelan menjadi hiperopia yang berlanjut pada beberapa bulan atau tahun,

setelah tindakan pembedahan. Perubahan menjadi hiperopia dapat muncul lebih awal

75

Page 76: Skenario f Blok19 2013

dari pada gejala presbiopia. Radial keratotomy mungkin juga menekan struktur dari

bola mata. (American Optometric Association, 1997).

Laser photorefractive keratectomy adalah prosedur dimana kekuatan kornea

ditekan dengan ablasi laser pada pusat kornea. Dari kumpulan hasil penelitian

menunjukan 48-92% pasien mencapai visus 6/6 (20/20) setelah dilakukan

photorefractive keratectomy. 1-1.5 dari koreksi tajam penglihatan yang terbaik

didapatkan hasil kurang dari 0.4-2.9 % dari pasien. (American Optometric

Association, 1997).

Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive

keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan

koreksi kadang-kadang menyatakan penglihatannya lebih baik pada waktu sebelum

operasi. Photorefractive keratectomy refraksi menunjukan hasil yang lebih dapat

diprediksi dari pada radial keratotomy. (American Optometric Association, 1997).

76

Page 77: Skenario f Blok19 2013

KERANGKA KONSEP

77

Laki-laki, 22 tahun mengalami trauma

kapitis

esotropia

Paralisis m.rectus lateralis ocully dextra

Parese N.abducens

Uncrossed diplopia

Page 78: Skenario f Blok19 2013

KESIMPULAN

Seorang laki-laki berumur 22 tahun mengalami esotropia inkomitan dekstra ec parese

N.VI dengan miopia simpleks bilateral.

78

Page 79: Skenario f Blok19 2013

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta :FKUI, 2008.

2. Vaughan D, Asbury T. 1992. Oftalmologi Umum. Jilid 2. Edisi II. Yogyakarta:

Widya Medika.

3. Ilyas S, Mailangkay, Hilaman T dkk. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta :

Sangung Seto, 2009.

4. Hamidah, Djiwatmo, Indriaswati L. Pedoman Diagnosis dan Terapi.Surabaya: SMF

Ilmu Penyakit Mata RSUD Dr Soetomo, 2006.

5. Prasad, Sashank ; Volpe, Nicholas J. Paralytic Strabismus: Third, Fourth, and Sixth

Nerve Palsy. Neurol Clin 28 (2010) 803–833

6. Lang, Gehard K. 2000. Ophthalmology The Short Textbook.pdf

7. Japardi, Iskandar. 2003. Nervus Abducens.pdf

8. Vaughan, D. G., Asbury, T., Riordan-Eva, P. Oftalmologi Umum. Edisi ke-17,

cetakan ke-1. Jakarta: Widya Medika. 2010. Hal. 230-250.

9. Wijana, N. Ilmu Penyakit Mata. Edisi revisi, cetakan ke-6. Jakarta: Abadi Tegal.

1993. Hal. 277-299.

10. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3, cetakan ke-4. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI. 2007. Hal. 12-13.

11. Mardjono, M., Sidharta, P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. 2006.

Hal. 131-134.

12. Radjiman T, dkk. Ilmu Penyakit Mata, Penerbit Airlangga, Surabaya, 1984. h:1-8.

13. Mason H. Anatomy and Physiology of the Eye, in Mason, H. & McCall, S. Visual

Impairment: Access to Education for Children and Young People, David Fulton

Publishers, London, 1999. p:30-38.

79