tugas mps teori2
Post on 29-Jun-2015
287 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Teori dalam ilmu-ilmu sosial menurut Jonathan Turner adalah suatu penjelasan sistematis
tentang hukum-hukum dan kenyataan-kenyataan yang dapat diamati yang berkaitan dengan
aspek khusus dari kehidupan manusia. Sedangkan Neumann mendefinisikan teori dalam
ilmu-ilmu sosial sebagai suatu sistem gagasan dan abstraksi yang memadatkan dan
mengorganisir berbagai pengetahuan manusia tentang dunia sosial sehingga mempermudah
pemahaman manusia tentang dunia sosial.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat terlihat bahwa teori mengandung beberapa unsur
pengertian, yakni:
Teori adalah suatu alat untuk menjelaskan gejala.
Teori selalu berusaha menemukan hukum-hukum umum atau pola-pola umum dari
gejala sebagai suatu bentuk cara penjelasannya.
Bertolak dari unsur- unsur pengertian ini, kita dapat mengetahui beberapa fungsi utama dari
teori, yaitu:
Menyederhanakan gejala sosial yang cenderung rumit.
Membuat prediksi. Meskipun kejadian yang diamati berlaku pada masa lalu, namun
berdasarkan data dan hasil pengamatan ini harus dibuat suatu perkiraan tentang
keadaan yang bakal terjadi apabila hal-hal yang digambarkan oleh teori juga
tercermin dalam kehidupan di masa sekarang.
Sebuah teori tersusun dari beberapa konsep. Menurut babbie, konsep adalah suatu citra atau
apa yang ada di benak kita tentang suatu obyek yang ada di pikiran kita yang diperoleh
melalui suatu abstraksi terhadap obyek tersebut. Selain konsep, teori dibangun dari hubungan
hubungan antara konsep konsep tersebut. Konsep konsep yang memiliki hubungan di satukan
dan disusun sehingga merujuk pada satu penjelasan tentang suatu obyek atau fenomena.
Teori adalah sebuah sistem penjelasan yang dibangun diatas begitu banyak konsep yang
saling bertalian erat satu sama lain. Pertalian itu bisa merupakan pertalian yang bersifat
menjelaskan,membandingkan,maupun membagi.
Komponen terakhir yaitu ruang lingkup teori. Teori memiliki tingkat abstraksi yang berbeda
beda dan kemungkinan untuk sama sangat kecil. Konsep yang memiliki tingkat abstraksi
yang rendah berarti konsep tersebut dekat dengan tingkat kenyataan yang lebih konkrit.
Sedangkan konsep yang tingkat abstraksinya tinggi cenderung jauh dari gambaran dari dunia
nyata. Tapi saat dijelaskan orang tentu akan mengerti Karena terdapat konsep dan hubungan
hubungan yang jelas.
1
Teori mempunyai jenis-jenis yang beragam. Neumann menyusun keragaman ini ke dalam
beberapa klasifikasi, seperti berdasar:
Arah penalaran
Tingkat kenyataan sosial
Isi penjelasan
Bentuk-bentuk penjelasan
Kerangka menyeluruh dari asumsi dan konsep yang digunakan.
Berikut ini akan dibahas beberapa teori yang masuk dalam klasifikasi teori berdasar isi
penjelasannya, yaitu teori formal, substantif dan middle range.
2
TEORI FORMAL
Teori formal merupakan teori yang dikembangkan dari teori substantif. Teori formal adalah
kelompok teori yang dikembangkan untuk menjelaskan suatu bidang gejala sosial yang lebih
mendasar dan umum. Teori-teori ini umumnya menggunakan konsep-konsep yang dapat
berlaku luas dan memiliki tingkat abstraksi yang lebih tinggi.
Berikut ini adalah beberapa teori yang masuk dalam kategori teori formal.
Teori Sistem
Teori sistem memiliki akar pada filsafat dialektika yang dikembangkan oleh George
Hegel pada abad 19. Hegel memahami bahwa proses-proses yang ada atau terjadi di
dunia diatur oleh hukum dialektika bahwa keberadaan sesuatu ( sebagai tesa )
kemudian segera disusul oleh suatu keberadaan lain sebagai lawan atau oposisi
( antitesa ). Setelah keduanya terjadi pergumulan atau tarik-menarik yang berujung
pada kemunculan suatu keberadaan yang lain lagi ( sintesa ) yang sekaligus menjadi
teas baru, dan demikian seterusnya. Esensi dari filsafat dialektika sebagaimana terlihat
dalam penggambaran tadi, adalah self-regulation dan kontrol serta kemenyatuan dan
saling ketergantungan merupakan pokok dari pijakan teori sistem. Terdapat 4 unsur
pokok dari teori sistem, yaitu :
1. Objek – bagian / unsur-unsur dari sistem.
2. Attributes – kualitas atau properti dari sistem.
3. Hubungan internal antar objek.
4. Lingkungan yang melingkupi objek.
Teori sistem masuk dalam kategori teori yang bersifat formal karena teori ini merupakan
teori yang mendasar dan bersifat umum. Atau memiliki pengertian bahwa hampir semua
elemen dalam kehidupan kita sehari-hari pasti memiliki sistem, baik yang secara sengaja kita
buat ataupun terbentuk dengan sendirinya secara natural.
Teori Globalisasi
Globalisasi, mengacu pada keseberagaman hubungan dan saling keterkaitan antara
negara dan masyarakat yang membentuk sistem dunia modern. Globalisasi juga dapat
dikatakan sebagai proses dimana berbagai peristiwa, keputusan dan kegiatan di
belahan dunia yang satu dapat membawa kosekuensi penting bagi berbagai individu
dan masyarakat di belahan dunia yang lain ( A.G.McGrew (1992) ). Cochrane dan
3
Pain menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi, terdapat tiga posisi
teroritis yang dapat dilihat, yaitu:
Para globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan yang
memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh
dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal
akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. meskipun
demikian, para globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi
terhadap proses tersebut. >>Para globalis positif dan optimistis menanggapi
dengan baik perkembangan semacam itu dan menyatakan bahwa globalisasi
akan menghasilkan masyarakat dunia yang toleran dan bertanggung jawab.
>>Para globalis pesimis berpendapat bahwa
globalisasi adalah sebuah fenomena negatif karena hal tersebut sebenarnya
adalah bentuk penjajahan barat (terutama Amerika Serikat ) yang memaksa
sejumlah bentuk budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai
sesuatu yang benar dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian membentuk
kelompok untuk menentang globalisasi (antiglobalisasi).
Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka
berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos sematau atau, jika
memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme
telah menjadi sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang
tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi,
dari produksi dan perdagangan kapital.
Para transformasionalis berada di antara para globalis dan tradisionalis.
Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh
para globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita
menyangkal keberadaan konsep ini.
Teori ini masuk dalam kategori formal karena tidak ada satu orang pun di dunia yang dapat
luput dari pengaruh globalisasi, walaupun mungkin saja ada orang yang sudah melakukan
upaya menghindar. Mengapa? Sebab walaupun orang itu menghindar sedemikian rupa, ia
tetap saja dapat berinteraksi dengan orang lain yang sudah terglobalisasi dan secara tidak
sadar ia mungkin dapat terbawa dalam arus pengglobalan tersebut. Tingkat abstraksi yang
4
tinggi juga merupakan salah satu sebab mengapa saya mengelompokkan teori globalisasi ke
dalam kategori formal.
Teori Sosialisasi
Peter Berger mendefinisikan sosialisasi sebagai proses melalui mana seorang anak
belajar menjadi anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat. Sosialisasi merupakan
sebuah proses penting, sebab apabila dalam proses sosialisasi seorang anak berjalan
tidak sempurna dan tidak sesuai aturan, dikhawatirkan sang anak tidak akan tumbuh
menjadi sosok yang diinginkan masyarakat. Dalam teori sosialisasi yang
dikemukakan George Herbert Mead, ia menguraikan tahap pengembangan diri
manusia yang terdiri dari 3 tahap, yaitu play stage, game stage & generalized other.
Teori sosialisasi dikelompokkan menjadi teori formal atau grand theory sebab sifatnya
yang berlaku universal bagi seluruh umat manusia. Tidak ada satu orang pun di dunia yang
dapat hidup normal sebagaimana manusia pada umumnya tanpa melewati proses sosialisasi
pada masa kecilnya.
Teori Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial merupakan pembedaan anggota masyarakat berdasarkan status yang
dimilikinya, baik berdasar status yang diperoleh maupun status yang diraih. Status
yang diperoleh biasanya berdasarkan darah / keturunan, seperti keturunan bangsawan,
raja, dsb. Sedangkan status yang diraih pada umumnya diklasifikasikan berdasar
pendidikan dan harta kekayaan. Perbedaan status ini yang seringkali menimbulkan
ketidaksamaan, misalnya sebagian anggota masyarakat mempunya kekuasaan,
sedangkan sisanya dikuasai.
Teori stratifikasi dikategorikan menjadi teori formal sebab sifatnya yang berlaku universal,
yaitu berada pada seluruh lapisan masyarakat ( dari kalangan elite hingga rakyat miskin, di
dalam kelompok-kelompoknya pasti terdapat stratifikasi ) serta berlaku sejak zaman dahulu
hingga kini.
Teori Penyimpangan
Penyimpangan merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai
hal yang tercela dan di luar batas toleransi ( James Vander Zanden ). Menurut para
5
ahli sosiologi, penyimpangan bukan sesuatu yang melekat pada perilaku tertentu
melainkan diberi ciri penyimpangan melalui definisi sosial.
Penyimpangan merupakan sutu hal yang lumrah terjadi di dalam kehidupan sehari-hari.
Pada umumnya, penyimpangan yang terjadi di masyarakat memiliki berbagai macam jenis,
misalnya penyimpangan dalam hal beragama, penyimpangan gender, dsb. Oleh karena itulah
teori penyimpangan ini dikategorikan ke dalam teori formal, sebab sifatnya yang umum dan
mendasar.
Teori Konflik
Menurut teori ini, konflik berasal dari pertentangan kelas antara kelompok tertindas
dengan kelompok penguasa sehingga akan mengarah kepada perubahan sosial. Teori
ini berpedoman pada pemikiran Karl Marx yang menyebutkan bahwa konflik kelas
sosial merupakan sumber yang paling penting dan berpengaruh dalam semua
perubahan sosial. Serupa dengan Marx, Ralf Dahrendorf berpendapat bahwa semua
perubahan sosial merupakan hasil dari konflik kelas di masyarakat. Ia yakin bahwa
konflik dan pertentangan selalu ada dalam setiap bagian masyarakat. asumsi dasar
dari teori konflik ini, diantaranya:
Teori konflik merupakan antitesis dari teori struktural fungsional, dimana teori
struktural fungsional sangat mengedepankan keteraturan dalam masyarakat.
Teori konflik melihat pertikaian dan konflik dalam sistem sosial. Teori konflik
melihat bahwa di dalam masyarakat tidak akan selamanya berada pada
keteraturan. Buktinya dalam masyarakat manapun pasti pernah mengalami
konflik-konflik atau ketegangan-ketegangan.
Teori konflik mengatakan bahwa konflik itu perlu agar terciptanya perubahan
sosial.
Setiap kelompok, individu ataupun dalam hubungan apapun yang terjadi pasti berpotensi
akan mengalami konflik. Oleh karena sifat teori ini yang masih sangat umum dan berlaku
secara universal, teori ini masuk dalam kategori teori formal. Selain itu, teori ini masih dapat
dikembangkan menjadi teori yang lebih spesifik, misalnya adalah teori konflik antar budaya,
dsb.
6
TEORI SUBSTANTIF
Teori substantif adalah jenis teori yang dikembangkan untuk menjelaskan bidang khusus dari
gejala sosial. Jenis teori ini juga biasanya terkait secara khusus dengan suatu kelompok atau
kategori sosial tertentu.
Teori substantif muncul dari kajian terhadap kondisi sosial yang nyata seperti manajemen
hubungan konsumen, praktek profesional, hubungan gender atau komunikasi internet. Karena
jenis teori ini menyajikan hubungan yang mendekati realitas empirisnya, maka teori ini
sangat berguna bagi para peneliti di area bisnis atau profesional. Teori substantif memiliki
kekhususan : berlaku pada latar dan situasi yang dikaji, karena itu bersifat terbatas.
Berikut ini adalah beberapa teori yang masuk dalam kategori teori substantif.
Cultivation Analysis Theory
Menurut teori ini, setiap tindakan yang manusia lakukan pada dasarnya tidak pernah
murni berasal dari pemikiran manusia itu sendiri. Semua ide dan keyakinan yang ada
pada diri seseorang merupakan hasil dari konsumsi pesan-pesan yang disampaikan
media terutama televisi. Mengapa televisi? Karena televisi merupakan salah satu
media yang memiliki posisi sangat penting dalam kehidupan manusia. Televisi
merupakan benda yang dapat digunakan siapa saja tanpa mengenal batasan umur,
pekerjaan ataupun tingkat pendidikan. Cultivation analysis memiliki beberapa asumsi,
yaitu:
Televisi berbeda dengan bentuk-bentuk media massa lainnya secara esensial
dan fundamental.
Televisi merupakan kombinasi dari gambar dan suara, sehingga tidak memerlukan
kemampuan membaca seperti layaknya media cetak. Alhasil seluruh kalangan dapat
menikmati siaran-siaran yang ada di televisi secara utuh, sama seperti kita melihat
kejadian tersebut secara langsung.
Televisi membentuk cara berpikir masyarakat dan menghubungkannya.
Televisi tidak berusaha memengaruhi kita akan suatu peristiwa melainkan hanya
menyajikan peristiwa tersebut secara meyakinkan dan sama persis dengan yang ada
dalam dunia nyata. Walaupun begitu, hal ini tetap dapat memengaruhi pola pikir dari
masyarakat karena penyajian pesan dan gambar yang dilakukan secara berulang-
ulang.
7
Pengaruh dari televisi terbatas
Gerbner menggunakan analisis zaman es untuk menjelaskan asumsi ini. Analogi
zaman es menjelaskan bahwa televisi tidak memiliki suatu dampak besar, melainkan
memengaruhi penonton melalui dampak-dampak yang berkelanjutan dan terbatas.
Sebagai contoh bila seseorang menonton acara yang menayangkan peristiwa
penculikan, bukan berarti orang yang menonton itu akan ikut melakukan tindak
penculikan, tetapi dampak yang akan dirasakan akan terakumulasi dan menyebar luas
terhadap pandangan orang tersebut mengenai dunia.
Teori ini masuk dalam kategori substantif karena rentang cakupan teori ini hanya sebatas
pada orang-orang yang aktif menonton televisi secara periodik. Selain itu, waktu yang
dikeluarkan untuk melakukan penelitian ini pun terbatas, dalam arti penelitian tidak
dilakukan dalam jangka waktu yang lama.
Uses and Gratification Theory
Para peneliti Uses & Gratification Theory menekankan penelitiannya kepada
penonton ( tidak hanya televisi tapi juga media-media lainnya ) yang menurut mereka
bersifat aktif. Manusia pasti akan membuat suatu pilihan-pilihan saat akan
menggunakan media. Kegiatan memilih yang biasanya berlangsung relatif singkat ini
dilakukan guna menyesuaikan isi / muatan dari media tersebut dengan kepuasan yang
ingin dicapai. Hal ini dilakukan karena setiap individu, pasti memiliki kebutuhan yang
berbeda-beda saat menggunakan media seperti contohnya terdapat individu yang
menggunakan media dengan tujuan untuk memperoleh informasi namun ada juga
yang menggunakan media dengan alasan sebagai pelarian dari rasa tegang dan takut.
Uses & Gratification Theory memiliki beberapa asumsi, yaitu:
Khalayak bersifat aktif dan menggunakan media berorientasi pada tujuan.
Khalayak bersifat aktif dalam menentukan media mana yang akan mereka gunakan
dalam rangka memenuhi kebutuhan dan mencapai kepuasan ( tujuan ). Terdapat 4
klasifikasi dari kebutuhan dan kepuasan, yaitu diversion ( keluar dari rutinitas
kegiatan sehari-hari ) ; personal relationships ( penggunaan media sebagai ganti
temannya ) ; personal identity ( penggunaan media sebagai cara untuuk menekankan
nilai-nilai individu ) & surveillance ( melibatkan pengumpulan informasi mengenai
bagaimana media akan membantu untuk mencapai sesuatu ).
8
Inisiatif dalam menghubungkan kepuasan kebutuhan pada pilihan media
tertentu terdapat pada anggota khalayak.
Media berkompetisi dengan sumber lainnya untuk kepuasan kebutuhan.
Media dan khalayak tidak berada dalam suatu ruang vakum, namun berada ditengah-
tengah masyarakat yang luas yang memiliki banyak media di dalamnya seperti koran,
majalah, televisi, radio, bioskop, dsb. Media-media inilah yang berkompetisi dalam
rangka memenuhi kebutuhan khalayak yang heterogen.
Orang memiliki kesadaran yang cukup akan penggunaan media, minat dan
motifnya sehingga dapat memberi gambaran yang akurat mengenai
penggunaan tersebut kepada peneliti.
Peneliti dapat memperoleh informasi yang akurat dari konsumen media karena
mereka bersifat aktif dalam melakukan pemilihan media mana yang tepat untuk
memenuhi kebutuhannya.
Penilaian mengenai isi media hanya dapat dilakukan oleh khalayak.
Sama hal-nya seperti teori cultivation analysis, teori uses & gratification juga masuk
dalam kategori teori substantif karena cakupannya terbatas pada khalayak yang rajin
mengonsumsi media massa. Artinya adalah bahwa teori ini tidak berlaku bagi khalayak
secara keseluruhan, karena terdapat kalangan yang aktif mengkonsumsi konten-konten di
media massa serta kalangan yang berlaku pasif terhadap konten-konten media massa.
Spiral of Silence Theory
Teori ini memiliki beberapa poin sebagai titik berat, yaitu opini publik dan media.
Menurut teori ini, media massa seperti televisi dan radio bekerja secara terus-terusan
dan berkesinambungan dengan menyuarakan opini-opini mayoritas yang ada di
masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan mengapa kita cenderung berani untuk
mengemukakan pendapat saat pendapat kita berada di posisi mayoritas ( memiliki
pendapat yang sama dengan orang lain di sekitar kita terhadap suatu isu yang
dikemukakan media ). Sedangkan sebaliknya, kita cenderung untuk diam atau pura-
pura menyetujui opini mayoritas walaupun sebenarnya kita tidak setuju akan opini
mayoritas yang ada. Dengan kata lain, kita yang berada di posisi minoritas berusaha
untuk mempelajari dan menyesuaikan pendapat dengan keyakinan lain yang
mayoritas. Hal ini dilakukan karena kita tidak ingin terisolasi akibat menyuarakan
pendapat yang berbeda dengan orang lain di sekitar kita.
9
Teori ini memiliki 3 asumsi pokok, yaitu:
Masyarakat mengancam individu-individu yang menyimpang dengan adanya
isolasi ; rasa takut terhadap isolasi sangat berkuasa.
Saat orang sepakat mengenai seperangkat nilai bersama, maka ketakutan akan isolasi
berkurang atau bahkan tidak ada. Sedangkan saat terdapat perbedaan pendapat akan
suatu nilai, maka ketakutan akan isolasi muncul. Hal inilah yang menyebabkan
mengapa struktur masyarakat kita bergantung sepenuhnya pada orang yang memiliki
pendapat bersama atau mendukung seperangkat nilai, yaitu karena takut akan adanya
isolasi.
Rasa takut akan isolasi menyebabkan individu-individu untuk setiap saat
mencoba menilai iklim opini.
Perilaku publik dipengaruhi oleh penilaian akan opini publik. Perilaku publik dapat
berupa mengungkapkan suatu topik atau tetap diam. Saat individu merasakan adanya
dukungan mengenai suatu topik, maka mereka akan cenderung mengkomunikasikan
hal itu, sedangkan saat tidak ada dukungan maka orang akan cenderung diam.
Teori ini masuk dalam kategori substantif karena beberapa hal, diantaranya adalah peran
media dalam mengkampanyekan suara-suara minoritas, hingga ancaman yang berlaku bagi
para suara minoritas agar tidak menentang kaum mayoritas. Keberadaan kaum mayoritas dan
minoritas menjadi poin penting dalam pengklasifikasian teori ini karena teori ini hanya terkait
pada dua kelompok tersebut ( bersifat spesifik ).
Agenda Setting Theory
Teori agenda setting diperkenalkan oleh McCombs dan DL Shaw ( 1972 ). Asumsi
teori ini adalah bahwa jika media member tekanan pada suatu peristiwa, maka media
itu akan memengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Jadi, apa yang
dianggap penting media, maka penting juga bagi masyarakat. Dalam hal ini media
diasumsikan memiliki efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan
dengan proses belajar bukan dengan perubahan sikap dan pendapat.
Teori ini masuk kategori substantif karena lagi-lagi hanya mencakup khalayak yang aktif
menonton atau mengonsumsi tayangan-tayangan dari berbagai media massa. Oleh karena
itulah teori ini tidak dapat dikategorikan dalam teori formal yang bersifat mendasar ataupun
middle range yang berfokus pada teori-teori meso.
10
Social Penetration Theory
Teori ini mengilustrasikan tentang perkembangan pola hubungan. Social Penetration
sendiri artinya adalah suatu proses dimana sebuah hubungan superficial
communication berkembang menjadi intimate communication. Intimacy atau
kedekatan itu sendiri tidak hanya kedekatan fisik tetapi kedekatan yang bersifat
intelektual dan emosional. Asumsi-asumsi yang mendasari social penetration theory
antara lain adalah:
Relationship progress from nonintimate to intimate.
Komunikasi yang terjadi antara satu orang dengan yang lainnya mengalami
pertumbuhan, dari komunikasi yang biasa-biasa saja menjadi komunikasi yang lebih
dekat dan melibatkan keterlibatan emosional.
Relational development is generally systematic and predictable.
Kemajuan dari suatu hubungan pada umumnya dapat diprediksi. Hal ini dikarenakan
walaupun komunikasi merupakan sutu proses yang dinamis, namun pada dasarnya
individu cenderung melakukan komunikasi mengikuti pola dan sistem yang sudah
terbentuk atau ada.
Relational development includes depenetration and dissolution.
Suatu hubungan, tidak hanya dapat menjadi semakin dekat atau intim, namun juga
dapat hancur. Hal ini dipengaruhi oleh proses komunikasi yang terjadi selama tahap
pengembangan hubungan. Apabila masing-masing individu dapat saling menerima
informasi yang ditukarkan dan memberikan reaksi positif, maka hubungan akan
semakin intim. Namun sebaliknya, apabila ada individu yang merasa tidak nyaman
dan tidak dapat saling menerima, maka hancurlah hubungan tersebut.
Self-disclosure is at the core of relationship development.
Semakin banyak seseorang membagi keterangan tentang siapa dirinya kepada rekan
interaksinya, maka terbuka kemungkinan bahwa hubungan yang mereka jalin akan
mengalami kemajuan.
Teori ini masuk dalam kategori substantif karena membahas hal yang spesifik, yaitu
perjalanan hubungan interpersonal yang semakin lama menjadi semakin intim. Hal lain yang
membuat teori ini masuk dalam kategori substantif adalah bahwa cakupan teori ini yang
terbatas pada orang-orang yang menjalin hubungan persahabatan ataupun pernikahan.
11
MIDDLE RANGE THEORY
Middle range theory merupakan teori yang berada pada tingkat menengah. Teori ini
menjelaskan gejala-gejala sosial yang berada di antara tingkatan mikro dan makro ( antara
formal dengan substantif ). Teori jenis ini pun umumnya menjelaskan gejala-gejala yang
terjadi di tingkat komunitas atau kelompok dan di tingkat organisasi. Middle range theory ini
berdasar pada teori-teori yang bersifat behavioral yang seiring sejalan dengan
perkembangannya kembali berpijak pada hukum-hukum alam.
Berikut ini adalah beberapa contoh teori yang masuk dalam kategori middle range theory :
Uncertainty Reduction Theory
Teori ini menjelaskan tentang sebuah ketidakpastian yang dialami dua orang yang
baru mengenal atau yang masih asing antar satu dan yang lainnya. Uncertain
reduction theory memiliki 7 asumsi, yaitu:
People experience uncertainty in interpersonal settings.
Orang biasanya akan merasa gamang( tidak pasti ) atau bahkan gugup saat
berinteraksi dengan orang lain untuk pertama kali. Biasanya dia akan merasa resah
bila tidak mampu menyeimbangkan antara perasaan dengan lingkungan sekitar.
Uncertainty is an aversive state, generating cognitive stress.
Untuk mengurangi ketidakpastian, maka diperlukan kombinasi yang tepat antara
“emotional and psychological energy”.
When strangers meet, their primary concern is to reduce their uncertainty or
to increase predictability.
Keduanya dilakukan dengan cara berkomunikasi, lewat pertanyaan-pertanyaan
misalnya sehingga diperoleh informasi yang lebih banyak tentang lawan bicaranya.
Interpersonal communication is a developmental processs that occurs through
stages.
Terdiri dari entry phase seperti kata “Hai”, lalu personal phase yang mulai masuk ke
wilayah personal kita dan terakhir exit phase yang merupakan fase pengambilan
keputusan tentang bagaiman hubungan yang akan dibangun.
Interpersonal communication is the primary means of uncertainty reduction.
Komunikasi interpersonal penting dalam rangka mereduksi ketidakpastian sebab
melalui komunikasi interpersonal lah kita dapat mendapat informasi mengenai lawan
bicara sehingga kita dapat memprediksi hubungan seperti apa yang akan dibentuk.
12
The quantity and nature information that people share change through time.
Banyaknya persamaan yang ada antara kita dengan lawan bicara, membuat kita
merasa nyaman saat berhubungan dengannya dan kita akan yakin bahwa
kemungkinan terjadi konflik sangat kecil.
It is possible to predict people’s behaviour in a lawlike fashion.
Kita dapat memprediksi perilaku orang lain berdasarkan lawlike atau aturan (tata cara)
berperilaku yang ia anut dan taati sehari-hari.
Teori ini dikategorikan sebagai teori middle range karena sifatnya narrow theory atau
sifatnya tidak universal seperti teori formal, namun juga tidak substantif karena terjadi dalam
hubungan antara dua individu.
Face Negotiation Theory
Face Negotiation Theory dikemukakan pertama kali oleh Stella Ting-Toomey pada
tahun 1985. Teori ini membantu mengelola konflik budaya berbeda yang terjadi
dalam komunikasi, selain itu teori ini dikembangkan sebagai cara untuk memprediksi
bagaimana seseorang akan menyempurnakan identitas mereka (facework) dalam
kebudayaan yang berbeda. Face negotiation theory memiliki 3 asumsi yang pada
intinya terdiri dari konsep kunci teori ini, yaitu wajah, konflik dan budaya:
Self identity is important in interpersonal interactions, with individuals
negotiating their identities differently across culture.
Identitas diri merupakan sesuatu hal yang penting penting di dalam interaksi
interpersonal. Namun dalam interakksinya, individu – individu menegosiasikan
identitas mereka secara berbeda sesuai dengan budaya asal mereka.
The management of conflict is mediated by face and culture.
Konflik merupakan peristiwa yang dapat merusak dan menyebabkan kerenggangan
antar orang yang semula berhubungan sangat dekat. Dalam konteks ini, konflik yang
terjadi memiliki hubungan yang sangat erat dengan wajah dan budaya. Hal ini
dikarenakan ( sama seperti yang telah disebutkan di atas ) cara seseorang menghadapi
dan meyelesaikan konflik sangat berhubungan erat dengan cara bagaimana ia
dibesarkan. Atau dengan kata lain, orang yang dibesarkan dalam kebudayaan barat
memiliki cara mengatasi konflik yang berbeda dengan orang yang dibesarkan dalam
kebudayaan timur.
Certain acts threaten one’s projected self-image ( face ).
13
Setiap orang memiliki kemampuan untuk menampilkan beraneka macam ekspresi.
Menurut asumsi ini, terdapat dua pola dalam face threatening process yaitu face
saving & face restoration. Face saving merupakan usaha untuk mencegah terjadinya
sesuatu yang memalukan sedangkan face restoration merupakan strategi yang
dilakukan untuk melindungi otonomi atas diri sendiri dan mencegah jatuhnya harga
diri karena malu.
Teori ini dikategorikan sebagai teori middle range karena isinya yang difokuskan dalam
membahas hubungan antara latar belakang budaya dengan cara seseorang menyelesaikan
konflik. Hal ini sesuai dengan definisi teori middle range yang merupakan teori yang berakar
pada perilaku ( behavioral ) dan berlaku dalam komunitas atau kelompok tertentu ( dalam hal
ini kelompok-kelompok budaya ).
Groupthink
Groupthink didefinisikan sebagai suatu cara diskusi dimana para anggotanya memiliki
tingkat kohesivitas dan tingkat kebulatan suara yang tinggi dengan mengesampingkan
motivasi mereka untuk mendapatkan penyelesaian masuk akal. , terdapat 3 asumsi yang
menuntun teori ini, yaitu:
Conditionds in groups promote high cohesiveness.
Anggota kelompok seringkali memiliki rasa sentimen bersama ( perasaan yang sama )
akan suatu hal. Pemikiran bersama ini biasanya menyebabkan kelompok memiliki
kecocokan dan kohesivitas yang tinggi. Kohesivitas sendiri didefinisikan sebagai
batasan dimana para anggota kelompok bersedia untuk saling bekerja sama.
Groups problem solving is primarily a unified process.
Para anggota kelompok akan cenderung untuk tidak mengacaukan proses
pengambilan keputusan di dalam kelompoknya. Hal ini dikarenakan proses
pemecahan masalah atau pengambilan keputusan di dalam suatu kelompok biasanya
merupakan perilaku yang mengarah kepada kesatuan. Kelompok juga rentan terhadap
batasan afiliatif ( affiliative constraints ), yang menunjukkan bahwa anggota
kelompok lebih memilih untuk menahan masukan mereka daripada mendapat resiko
penolakan.
Groups and group decision making are frequently complex.
Kompleksitas dalam kelompok pengambilan keputusan dan kelompok yang
berorientasi pada tugas merupakan suatu hal yang natural / wajar. Usia, sifat 14
kompetitif, ukuran kecerdasan, komposisi gender, gaya kepemimpinan, dan latar
belakang budaya mempengaruhi proses proses yang terjadi dalam kelompok.
Teori ini masuk dalam kategori middle range karena cakupannya yang berada pada
wilayah kelompok, sesuai dengan ciri dari teori middle range. Teori ini pun tidak berlaku
universal, sebab di masyarakat pasti terdapat kelompok-kelompok yang tidak memiliki
kohesivitas yang tinggi sehingga tidak memungkinkan terjadinya groupthink disana.
Functional Theory
Pada intinya, teori ini menekankan kepada anggota kelompok dan komunikasi yang
terjadi di dalamnya. Semakin efektif dan baik komunikasi yang terjadi antar anggota
kelompok, maka dapat dipastikan pula bahwa keputusan yang dihasilkan akan
memiliki kualitas tinggi. Selain itu rasa memiliki yang tinggi terhadap kelompok juga
menjadi poin penting, karena semakin kohesif suatu kelompok maka para anggotanya
pun akan semakin hati-hati dan cermat dalam mengambil keputusan suatu masalah.
Oleh karena itu pada umumnya kelompok melakukan langkah-langkah berikut dalam
upaya membuat keputusan yang baik:
Problem analysis : setiap anggota harus mengerti permasalahan untuk
mengatasi masalah tersebut.
Establishment of evaluation criteria : kelompok harus mampu mencapai
pemahaman yang tepat akan masalah sebagai syarat pengambilan keputusan.
Generation of alternative solutions : kelompok harus menghasilkan keputusan
alternatif yang sama relevan dan realistisnya dengan keputusan sebelumnya.
Evaluation of positive consequence of solutions : kelompok harus
memerhatikan mutu dari semua keputusan alternatif yang ada.
Evaluation of negative consequence of solutions : kelompok juga harus
memerhatikan kekurangan dari keputusan alternatif tersebut.
Teori ini masuk dalam kategori middle range karena lagi-lagi menekankan asumsinya pada
cakupan kelompok.
Adaptive Structuration Theory
Setiap kelompok pasti memiliki suatu sistem dan struktur masing-masing yang
digunakan para anggotanya untuk saling berinteraksi guna mencapai tujuan bersama.
Sistem merujuk pada kelompok dan perilaku yang dilaksanakan kelompok untuk
15
mencapai tujuannya, sedangkan struktur merujuk pada aturan-aturan dan sumber daya
yang digunakan para anggotanya untuk mempertahankan suatu sistem, serta
mengarahkan perilaku mereka. Interaksi antar anggota kelompok merupakan asal
muasal terbentuknya suatu struktur di dalam kelompok. Adaptive structuration theory
pada dasarnya dikembangkan guna melihat antara stabilitas dengan perubahan
kelompok dan antara kebebasan memilih pada individu dengan ketidakbebasan dalam
struktur sosial. Terdapat 3 asumsi mengenai Adaptive structuration theory, yaitu:
Groups and organizations are produced and reproduced through the use of
rules and resources.
Setiap tindakan atau perilaku berakibat pada produksi dari sesuatu yang baru_ fresh
act. Tindakan-tindakan ini dipengaruhi dan diakibatkan oleh masa lalu, yang
berfungsi sebagai referensi untuk memahami aturan dan sumber daya apa yang
dibutuhkan untuk beroperasi dalam sebuah sistem.
Communication rules serve as both the medium for, and an outcome of
interactions.
Aturan secara berkesinambungan menyediakan tata cara dan batasan bagi perilaku
kelompok dengan menjalankan peraturan berdasarkan harapan sebelumnya. Menurut
teori ini, penting bagi anggota kelompok untuk mengetahui secara keseluruhan
sejarah dari suatu aturan untuk dapat benar-benar memahami aturan tersebut.
Power structures are present in organizations and guide the decision making
process by providing us with information on how best to accomplish our
goals.
Teori ini memandang bahwa kekuasaan merupakan sebuah kemampuan untuk
mencapai hasil-hasil yang mampu membuat kita mencapai tujuan. Setiap orang
memiliki kekuasaan, tidak saja atasan namun bawahan juga memilikinya dan
terimplementasi melalui kemampuan mengubah sumber daya yang mereka miliki
menjadi kekuasaan dalam tingkatan tertentu.
Adaptive structuration theory masuk dalam kategori middle range sifatnya yang tidak
berlaku universal serta berpijak pada konsep-konsep perilaku. Selain itu, teori ini juga
membahas hal-hal yang berada pada tatanan meso, yaitu meliputi kelompok, komunitas
ataupun organisasi.
16
REFERENSI
Griffin, Emory A. 2003. A First Look at Communication Theory, 5th edition. New York: McGraw-Hill.
Turner, Pengantar Teori Komunikasi 1, Jakarta : Penerbit Salemba.
Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta : PT LkiS Pelangi
Aksara.
Daymon, Christine & Holloway, Immy. Metode Riset Kualitatif. Jakarta : PT. Mizan
Republika.
17
top related