“studi evaluasi standar pelayanan minimal bidang...
Post on 04-May-2019
249 Views
Preview:
TRANSCRIPT
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 1
BAB VIII
STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN
DI PROPINSI KALIMANTAN TENGAH
A. Angkutan Jalan
1. Jaringan Pelayanan Angkutan Jalan
Jaringan lalu lintas dan angkutan jalan adalah serangkaian simpul dan/atau ruang kegiatan
yang saling terhubungkan untuk penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain
dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan. 1 Jaringan trayek dan
kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum disusun berdasarkan: a. tata ruang wilayah;
b.tingkat permintaan jasa angkutan; c. kemampuan penyediaan jasa angkutan;
d.ketersediaan jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; e.kesesuaian dengan kelas jalan;
f.keterpaduan intramoda angkutan; dan g. keterpaduan antarmoda angkutan. Jaringan
trayek dan kebutuhan kendaraan bermotor umum disusun dalam bentuk rencana umum
jaringan trayek 2
Penyusunan rencana umum jaringan trayek dilakukan secara terkoordinasi dengan instansi
terkait. Rencana umum jaringan trayek terdiri atas: a. jaringan trayek lintas batas Negara, b.
jaringan trayek antarkota antarprovinsi, c. jaringan trayek antarkota dalam provinsi; d.
jaringan trayek perkotaan; dan e. jaringan trayek perdesaan. Rencana umum jaringan
trayek dikaji ulang secara berkala paling lama 5 (lima) tahun 3
Angkutan jalan adalah perpindahan orang dari satu tempat ke tempat lain dengan
menggunakan kendaraan umum di ruang lalu lintas. Sementara jaringan jalan dalah
serangkaian simpul dan/atau ruang kegiatan yang saling terhubungkan untuk
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan4. Aspek lain yang perlu diperhatikan
sebagai prasyarat konektivitas adalah terminal. Terminal adalah adalah adanya terminal
Terminal adalah pangkalan Kendaraan Bermotor Umum yang digunakan untuk mengatur
kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang, serta
perpindahan moda angkutan 5. Fungsi terminal bagi seorang penumpang adalah : a. Tempat
penumpang turun dan mengakhiri perjalanan dengan bis, b. Tempat penumpang dapat
berganti lintasan rute (transfer), c. Tempat penumpang menunggu bis yang akan
dinaikinya, d. Tempat penumpang naik bis, e. Tempat penumpang berganti dengan moda
lainnya (becak, mobil atau berjalan kaki) menuju tujuan akhir perjalanannya 6. Karena itu,
untuk menunjang kelancaran perpindahan orang dan/atau barang serta keterpaduan
intramoda dan antarmoda di tempat tertentu, dapat dibangun dan diselenggarakan
1 Undang – Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pada Pasal 1 2 Ibid, Pasal 144 3 Ibid, Pasal 145 4 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Tekniks Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota pada hal 4 5 Undang – Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Pasal 1 ayat (13 ) 6 Kamiharibasuki.blogspot.com/2009/08/terminal.html
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 2
Terminal. Terminal penumpang menurut pelayanannya dikelompokkan dalam tipe A, tipe
B, dan tipe C 7.
Melihat peranan jaringan dan konektivitas di Propinsi Kalimantan Tengah dalam
memobilisasi penumpang dan barang antar kota/kabupaten dalam propinsi Kalimantan
Tengah telah dibangun beberapa terminal di beberapa titik daerah Kabupaten lebih jelasnya
lihat tabel berikut.
Tabel 8.1 Jumlah Jaringan Jalan Propinsi di Propinsi Kalimantan Tengah Dalam Tahun 2013
No Jaringan Jalan Propinsi Km
1 Kubu – Kumei 20,324
2 Sp Bangkal – Bangkal 25,008
3 Tumbang Sanga – Palantaran 79,261
4 Kr. Bengkirai – Sp. Kr. Bengkirai 7,263
5 Berengbengkel – D. Kelampangan 10,699
6 Bahaur Hilir – Pulang Pisau 64,379
7 Bukitliti – Kurun 139,820
8 Tumbang Samba – Pundu 109,480
Jumlah 456,234
Sumber : -Dinas Perhubungan dan Informatika cq. Bidang Program Propinsi Kalimantan Tengah,
2013
-Ditjen Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Bilamana dilihat dari segi asal tujuan pelayanan Angkutan Kota Dalam Propinsi (AKDP)
dan konektivitas wilayah, maka terlihat adanya beberapa konektivitas wilayah yang
dilayani. Lebih jelasnya jaringanjalan propinsi, asal dan konektivitas dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 8.2 Jaringan Jalan Provinsi Antar Kota/Kabupaten dan Asal Tujuan Pelayanan di Propinsi
Kalimantan Tengah Pada Tahun 2013
No Asal - Tujuan Jaringan Jalan Propinsi
Jarak
Trayek
( Km )
Konektivitas
Lokasi
1 Kubu – Kumei Kubu – Batu Belaman – Kumei 20,324 3
2 Sp Bangkal – Bangkal Sp Bangkal – Bangkal 25,008 2
3 Tumbang Sanga –
Palantaran
Tumbang Sanga – Parrenggean –
Pelantaran
79,261 3
4 Kr. Bengkirai – Sp. Kr.
Bengkirai
Kr. Bengkirai – Sp. Kr. Bengkirai 7,263 2
5 Berengbengkel – D.
Kelampangan
Berengbengkel – D. Kelampangan 10,699 2
6 Bahaur Hilir – Pulang
Pisau
Bahaur Hilir – Pangkah – Pulang
Pisau
64,379 3
7 Bukitliti – Kurun Bukitliti – Bukit Bamba – Bawan –
Kurun
139,820 4
8 Tumbang Samba –
Pundu
Tumbang Samba – Pundu 109,480 2
Total 456,234 21
Sumber : -Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Pogram. Prop Kalimantan Tengah, 2013
-Ditjen Bina Marga- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
7 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Pasal 33 ayat (1) dan
Pasal 34 ayat (1)
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 3
Dari delapan (8) jaringan jalan propinsi dan/ atau jaringan pelayanan angkutan
kota/kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah yang sudah tersedia, ternyata sudah
semuanya dilayani angkutan kota dalam propinsi.Lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 8.3 Jumlah Armada dan Kebutuhan Per Jaringan Jalan Provinsi Antar Kota Dalam
Propinsi Kalimantan Tengah Tahun 2013
No Asal - Tujuan Kabupaten kota yang
dilewati
Jarak
(Km)
Kebutuhan
Armada
( Unit )
Jumlah
Armada
Yang Ada
Tam-
bahan
(Unit)
1 Kubu – Kumei Kubu – Batu Belaman –
Kumei 20,324 20 10 10
2 Sp Bangkal –
Bangkal Sp Bangkal – Bangkal 25,008 15 5 10
3
Tumbang
Sanga –
Palantaran
Tumbang Sanga –
Parrenggean – Pelantaran 79,261 37 17 20
4
Kr. Bengkirai
– Sp. Kr.
Bengkirai
Kr. Bengkirai – Sp. Kr.
Bengkirai 7,263 19 12 7
5
Berengbengke
l – D.
Kelampangan
Berengbengkel – D.
Kelampangan 10,699 18 10 8
6 Bahaur Hilir –
Pulang Pisau
Bahaur Hilir – Pangkah –
Pulang Pisau 64,379 30 21 9
7 Bukitliti –
Kurun
Bukitliti – Bukit Bamba –
Bawan – Kurun 139,820 35 15 20
8
Tumbang
Samba –
Pundu
Tumbang Samba – Pundu 109,480 30 17 13
Total 456,234 204 107 97
Sumber : -Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Pogram. Prop Kalimantan Tengah,
2013
-Ditjen Bina Marga- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Berdasarkan jaringan angkutan antar kota/kab dalam Propinsi dan jumlah jaringan jalan
propinsi, selanjutnya dapat dihitung kinerja jaringan pelayanan angkutan jalan dengan
rumus berikut8 ;
∑ Jaringan Jalan Propinsi Terlayani Angkutan Umum
= x 100 %
∑ Total Jaringan Jalan Propinsi
8 Jaringan terlayani
= x100 %
8 Jaringan propinsi
= 100 %
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, jaringan jalan propinsi
sudah terlayani hingga tahun 2014 dengan nilai 100 %. Namun kenyataannya, hingga
8 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunuj Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Hal 4
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 4
tahun 2012 nilai capaian sudah mencapai nilai capaian sebesar 100 %. Artinya,
mobilisasi pergerakan barang dan penunpang antar kota dalam propinsi akan semakin
lancar dan di lain pihak, kinerja Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah dalam capaian
layanan AKDP melalui jalan propinsi sangat menggembirakan. Untuk lebih jelasnya
jaringan jalan yang ada di provinsi Kalimantan Tengah terlihat pada gambar dibawah
ini.
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 5
Gambar 8.1 Peta Jaringan Jalan Nasional dan Jalan Provinsi di Kalimantan Tengah
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 6
Gambar 8.2 Peta Jaringan Trayek AKDP di Kalimantan Tengah
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 7
2. Jaringan Prasarana Angkutan Jalan
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, jaringan prasarana angkutan jalan adalah
tersedianya terminal Tipe A pada setiap Propinsi untuk melayani angkutan umum dalam
trayek. Terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat dan
menurunkan orang dan atau barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan
kendaraan umum, yang merupakan salah satu wujud simpul jaringan transportasi 9. Di lain
pihak, terminal adalah pangkalan kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk
mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau
barang, serta perpindahan moda angkutan.
Menjadi focus kajian adalah terminal penumpang tipe A, artinya adalah terminal yang
berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antarkota antarprovinsi dan/atau
angkutan lintas batas Negara, angkutan antarkota dalam propinsi, angkutan perkotaan dan
angkutan perdesaan 10. Namun dalam hal ini, kajian akan diarahkan pada ratio perbandingan
ketersediaan terminal tipe A terhadap jaringan jalan nasional. Berdasarkan data dan
informasi dari Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Program, jumlah terminal tipe
A di Propinsi Kalimantan Tengah terdapat satu (4) unit dengan Terminal Mahir Mahar (Kota
Palangkaraya), Pasar Panas (Kab. Barito Timur), Muara Teweh (Kab. Barito Utara), Kuala
Kapuas (Kab. Kapuas). Untuk lebih jelasnya lihat tabel berikut nama-nama terminal yang
ada di Provinsi Kalimantan Tengah.
Terminal penumpang tipe A berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota
antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara, angkutan antar kota dalam propinsi,
angkutan kota dan angkutan pedesaan. Fasilitas utama terminal terdiri dari: a. jalur
pemberangkatan kendaraan umum; b. jalur kedatangan kendaraan umum; c. tempat parkir
kendaraan umum selama menunggu keberangkatan, termasuk di dalamnya tempat tunggu
dan tempat istirahat kendaraan umum; d. bangunan kantor terminal; dan e. tempat tunggu
penumpang dan/atau pengantar; f.menara pengawas; g. loket penjualan karcis; h. rambu-
rambu dan papan informasi, yang sekurang-kurangnya memuat petunjuk jurusan, tarif dan
jadual perjalanan; i. pelataran parkir kendaraan pengantar dan/atau taksi. Sementara fasilitas
penunjang adalah meliputi; a. kamar kecil/toilet; b. musholla; c. kios/kantin; d. ruang
pengobatan; e. ruang informasi dan pengaduan; f. telepon umum; g. tempat penitipan
barang; h. taman 11
Lokasi tampak terminal penumpang tipe A harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a.
terletak dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas
negara;b terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas III A; c.
mempunyai akses jalan masuk dan/atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak
sekurang-kurangnya 100 m di Pulau Jawa dan 50 m di pulau lainnya, dihitung dari jalan ke
pintu keluar atau masuk terminal 12
9 Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan pada Pasal 1 ayat (1) 10 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota pada Halaman 6 11 Keputusan Menteri Perhubungan N0. 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi pada Pasal 2 ayat ( 2), Pasal
4 dan Pasal 5 12 Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK.1361/AJ. 106/DRJD/2003 tentang Penetapan Simpul
Jaringan Transportasi Jalan Untuk Terminal Penumpang Tipe A di Seluruh Indonesia pada Pasal 5
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 8
Lokasi tampak terminal penumpang tipe A harus memenuhi persyaratan sebagai berikut; a.
terletak dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas
Negara, b. terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas III A, c. jarak
antara 2 (dua) terminal penumpang tipe A, sekurang-kurangnya 20 km di Pulau Jawa, dan 30
Km di Pulau Sumatera dan 50 Km di Pulau Lainnya, d. luas lahan yang tersedia sekurang-
kurangnya 5 ha untuk terminal di Pulau Jawa dan Sumatera, dan 3 Ha di Pulau lainnya, e.
mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak
sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa dan 50 meter dan 50 meter di pulau
lainnya, dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal 13. Persyaratan yang telah
digaris di atas, dibandingkan dengan terminal tipe A di Propinsi Kalimantan Tengah, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Jalan akses masuk dan/atau keluar terminal di terminal tipe A yang ada di propinsi
Kalimantan Tengah terdapat 53 meter, sementara menurut standar yang telah ditetapkan
lebih dari 50 meter. Artinya jalan akses masuk dan/atau keluar telah memenuhi standar
yaitu mencapai 53 meter
b. Luas terminal tipe A yang ada di Propinsi Kalimantan Tengah mencapai 5 ha, artinya
telah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Di samping terminal Tipe A, terminal Tipe B juga banyak dikembangkan di Kalimantan
Tengah dan untul lebih jelasnya lihat tabel berikut;
Tabel 8.4 Nama-Nama Terminal Yang Ada di Kalimantan Tengah Dalam Tahun 2013
No
Nama Terminal
Kota/Kab Tipe
1
2
3
4
5.
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Buntok
Pasir Panas
Muara Teweh
-
Kuala Kapuas
-
Pangkalan Bun
Patih Rumbih
-
-
Pulang Pisau
-
-
Mahir Mahar (WA Gara)
Jl. Tjilik Riwut KM 7,8
Datah Manuah
Kabupaten Barito Selatan
Kabupaten Barito Timur
Kabupaten Barito Utara
Kabupaten Gunung Mas
Kabupaten Kapuas
Kabupaten Katingan
Kabupaten Kotawaringin Barat
Kabupaten Kotawaringin Timur
Kabupaten Lamandau
Kabupaten Murung Raya
Kabupaten Pulang Pisau
Kabupaten Sukamara
Kabupaten Seruyan
Kota Palangka Raya
Kota Palangka Raya
Kota Palangka Raya
AKAP/ TipeB
AKAP/ TipeA
AKAP/ TipeA
-
AKAP/ TipeA
-
AKAP/ TipeB
AKAP/ TipeB
-
-
AKAP/ TipeB
-
-
AKAP/ TipeA
AKAP/ TipeB
AKAP/ TipeB
Sumber : -Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Pogram. Prop Kalimantan Tengah, 2013
Sementara sebaran terminal yang ada di Propinsi Kalimantan Tengah dapat dilihat pada
gambar berikut.
13 Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK.76/AJ/102DRJD/2000 tentang Penetapan Simpul Jaringan
Transportasi Jalan Untuk Terminal Penumpang Tipe A di Seluruha Indonesia pada Pasal 5
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 9
Gambar 8.3 Peta lokasi terminal yang ada di Kalimantan Tengah
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 10
Dalam kondisi sekarang, berdasarkan data dan informasi dari Dinas Perhubungan &
Informatika c.q. Bidang Program, jumlah jaringan jalan nasional yang yang ada di Propinsi
Kalimantan Tengah dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8.5 Jaringan Jalan Nasional yang dilewati AKAP di Propinsi Kalimantan Tengah Dalam Tahun
2013
No Jaringan Panjang
( Km )
1 Sp. Runtu – Batas Kalimantan Barat 161,263
2 Rahambang – Batas Kalimantan Barat 192,491
3 Muara Teweh – Batas Kalimantan Timur 56,081
4 Ampah – Batas Kalimantan Selatan 44,765
5 Pulang Pisau – Batas Kalimanatan Selatan 26,426
Total 481,026
Sumber: Dinas Perhubungan dan Informatika cq. Bidang Program, Propinsi Kalimantan Tengah,
2013
Berdasarkan data seperti telah dijelaskan sebelumnya, maka nilai capaian tersedianya
terminal angkutan penumpang tipe A pada setiap propinsi untuk melayani angkutan umum
dalam trayek antarkota antarpropinsi (AKAP) atau angkutan lintas batas Negara (ALBN)
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut 14;
% Prasarana Angkutan jalan
∑ Terminal Penumpang Tipe A
= x 100 %
∑ Jumlah Jaringan Pelayanan AKAP
4
= x 100 %
5
= 80 %
Mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, pada tahun 2014 jaringan jalan
propinsi sudah terlayani dengan nilai 100 %. Namun kenyataannya, hingga tahun 2012 nilai
capaian sudah mencapai nilai capaian sebesar 80 %. Artinya, nilaian capaian yang harus
dicapai tinggal 20 % ( 100 % - 80 % = 20 % ). Nilaia capaian pembangunan terminal Tipe A
belum tercapai adalah karena salah satu salah satu permasalahan yang dihadapi dalam
pembangunan Terminal Tipe A adalah sulitnya mencari tanah yang ideal sebagai lokasi
terminal, apalagi dalam era otonomi daerah sekarang ini semakin banyak permasalahan
pertanahan. Di lain pihak, kendatipun ada terminal Tipe A di daerah seperti halnya Terminal
WA Gara Tipe A , tampaknya belum diberdayakan secara optimal. Hal ini disebabkan
karena masih banyak angkutan tidak masuk terminal, dan ngetem di pinggir jalan.
Terjadinya hal tersebut, karena aparat Dinas Perhubungan & Informatika kurang tegas
terhadap angkutan. Sebaiknya, diharuskan masuk terminal.
14 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunuj Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Hal 6
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 11
Bilamana disimak dari segi standar pelayanan terminal tipe A yang telah ditetapkan, dengan
standar terminal tipe A yang ada di Propinsi Kalimantan Tengah terlihat belum semuanya
dapat dipenuhi. Salah satu alasan yang dikemukanan, luas dan ukuran umumnya dibuat
sesuai dengan kebutuhan. Lebih jelasnya standar pelayanan terminal tipe A tersaji dalam
tabel dibawah ini :
Tabel 8.6 Perbandingan Standar Terminal Tipe A Berdasarkan Aturan ( Dephub ) Dengan Standar Terminal Tipe
A di Kalimantan Tengah No Standar Terminal Berdasarkan DEPHUB Standar Terminal Tipe
A di Propinsi Kalimantan
Tengah
Jenis Fasilitas Standar Minimal Standar
I
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
II
1
2
3
4
5
6
7
III
1
2
3
4
5
6
7
8
IV
V
1
2
KENDARAAN
Parkir AKAP
Parkir AKDP
Parkir Angkutan Kota
Parkir Pribadi
Jumlah kendaraan
Pribadi
Sirkulasi Kendaraan
Ruang Service
Pompa Bensin
Ruang Istirahat
Operator
Gudang
Ruang Parkir
Cadangan
PENUMPANG
Ruang Tunggu
Ruang Sirkulasi
Kios
Kamar Mandi/Toilet
Muhola
Tempat Penitipan Brg
OPERASIONAL
Ruang Administrasi
Ruang Pengawas
Loket
Peron
Retribusi
Ruang Informasi
Ruang P3K
Ruang Perkantoran
RUANG
CADANGAN LUAR
(TIDAK EFEKTIF)
CADANGAN
PENGEMBANGAN
Parkir
Terminal
42 (M2/Kendaraan
27 (--------s.d.-------)
20 (--------s.d.a------)
20 (-------s.d.a ------)
30 Unit
100 % Luas Parkir M2
150 M2
1 Unit
50 M2
25 M2
50% Ruang Parkir
1,25 M2/Orang
40 % Ruang Tunggu
60 % Ruang Tunggu
72 M2
72 M2
8 M2
20 M2
6 M2
3 M2
4 M2
6 M2
12 M2
45 M2
150 M2
40 % Luas Total
50 % Luas Parkir
100 % Luas Termina
42 (M2/Kendaraan
27 (--------s.d.-------)
20 (--------s.d.a------)
20 (-------s.d.a ------)
30 Unit
100 % Luas Parkir M2
150 M2
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
20 % Ruang Parkir
1,25 M2/Orang
40 % Ruang Tunggu
30 % Ruang Tunggu
72 M2
72 M2
Tidak ada
15 M2
6 M2
3 M2
4 M2
6 M2
10 M2
45 M2
150 M2
24 % Luas Total
30 % Luas Parkir
20 Luas Terminal
Sumber : - Standar oleh DEPHUB
- Standar Terminal Tipe A Kalimantan Tengah, Dinas Perhubungan c.q. Bidang Program,2013
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 12
Gedung utama terminal Papan nama terminal
TV Lcd di terminal KIR yang berada dikawasan terminal
Gambar 8.4Trerminal WA Gara di Kota Palangkaraya Kalimantan Tengah
3. Fasilitas Perlengkapan Jalan
Perlengkapan Jalan yang meliputi marka, rambu, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, alat
pengendali dan pengaman Pengguna Jalan, alat pengawasan dan pengamanan Jalan, serta
fasilitas pendukung. Fungsi Perlengkapan jalan pada hakekatnya untuk menjamin
keselamatan, memberi arah perjalanan para pengendara, member tanda suatu objek dan lain-
lain. Perlengkapan jalan adalah meliputi;
a. Rambu
Pemasangan rambu di sepanjang jalan propinsi, jalan nasional dan jalan kabupaten/kota
di Propinsi Kalimantan Tengah terus dilakukan, mengingat rambu tersebut memiliki
peran yang cukup besar untuk menjamin keselamatan kendaraan. Jenis rambu yang
dipsang di Propinsi Kalimantan Tengah terdiri dari ; a. rambu perintah, b.rambu larangan,
c. rambu petunjuk. Pemasangan rambu tentunya, berdasarkan kewenangan jalan. Jalan
nasional dipasang oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini dilaksanakan Kementerian
Perhubungan, jalan propinsi diusahakan oleh pemerintah daerah propinsi, yang dalam hal
ini Dinas Perhubungan dan Informatika, dan sementara untuk jalan kabupaten/kota
diusahakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota yang dalam hal ini oleh Dinas Perhubungan
dan Informatika. Secara singkat perkembangan pemasangan rambu di wilayah Propinsi
Kalimantan Tengah hingga tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut.
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 13
Tabel 8.7 Kebutuhan dan Realisasi Rambu di Ruas Jalan Provinsi Di Kalimantan Tengah Tahun
2012
No No
Ruas Ruas Jalan
Panjang
Jalan
(KM)
Kebutuhan
(unit)
Realisasi
(unit)
Sisa
(unit)
1
005 Ampah – Buntok 46,556 310 25 285
005 Jl. Pahlawan (Buntok) 2,019 15 0 15
005 Jl. Merdeka Raya (Buntok) 0,732 12 0 12
005 Jl. Tugu (Buntok) 0,389 10 0 10
005 Jl. Jelapat (Buntok) 1,960 16 0 16
005 Jl. Pahlawan (Buntok) 2,019 15 0 15
2 008 Jl. Ring Road (Muara Teweh) 0,769 10 3 7
3 012 Sampit Samuda 35,617 223 0 223
012 Jl. HM Arsyad (Sampit) 3,454 34 0 34
4 013 Br. Bengkel – Dermaga
Kalampangan
4,875 49 0 49
5 015 Jl Patih Rumbih – Jl Jepang 7,328 67 0 67
6
018 Pangkalanbun – Kumei 12,119 54 0 54
018 Jl Diponegoro
(Pangkalanbun)
1,556 24 0 24
018 Jl Iskandar (Pangkalanbun) 3,624 33 0 33
7 019 Kumei – Kubu 15,204 60 0 60
8 025 Pulang Pisau – Pangkoh 30,558 210 0 210
025 Pangkoh – Bahaur Hilir 21,500 100 0 100
9 026 Pelantaran – Parenggean 34,630 276 0 276
10 027 Parenggean – Tb. Sangai 50,657 380 0 380
11 028 Pundu – Tumbang Samba 51,512 400 0 400
12
032 Palangkaraya – Bukit Rawi 16,000 42 40 2
032 Jl Pier Tendean
(Palangkaraya)
0,600 16 16 0
032 Jl Diponogoro (Palangkaraya) 1,938 20 15 5
032 Jl Dr. Murjani (Palangkaraya) 1,377 18 10 8
032 Jl Arut (Palangkaraya) 0,240 12 5 7
032 Jl S Parman (Palangkaraya) 1,317 17 7 10
032 Jl A. Yani (Palangkaraya) 1,858 13 6 7
032 Bukir Rawi – Bukit Liti -
Lahei
49,000 238 0 238
032 Lahei – Timpah 64,500 340 0 340
032 Timpah – Buntok 16,700 80 0 80
13 033 Bukit Liti – Bawan 60,000 316 0 316
033 Bawan – Kuala Kurun 70,000 314 0 314
14 035 Samuda – Ujung Pandaran 49,638 210 0 210
15 041 Simpang Bangkal – Bangkal 11,499 200 0 200
16 042 Kuala Kapuas – Paling kau 21,017 200 0 200
17 043 Paling Kau – Dadakuk 24,422 180 0 180
18 049 Simpang Penopa – Riam
Durian
52,700 300 0 300
19 050 Riam Durian – Kotawaringin
Lama
15,500 150 0 150
20 051 Riam Durian – Sukamara 59,400 340 0 340
21 052 Patung – Hayaping 17,908 100 0 100
22 053 Hayaping – Bentot 5,556 50 0 50
23 054 Bentot – Pasar Panas 21,026 110 0 110
24 055 Bentot – Kambitin / Bts
Kalsel
16,162 80 0 80
25 056 Lingkar Kota Muara Teweh 18,000 76 0 76
26
057 Jl Jend Ahmad Yani (Kuala
Kapuas)
1,450 20 0 20
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 14
Sumber : Dinas Perhubungan dan Informatika cq. Bidang Program, Propinsi Kalimantan Tengah,
2013
Jalan provinsi sepanjang 951,709 Km membutuhkan rambu sebanyak 5.995 unit dan baru
hanya terpenuhi 176 unit yang hampir semua terpasang rata-rata di kota palangkaraya
ibukota provinsi Kalimantan Tengah. Dengan demikian, yang masih dibutuhkan sebanayak
5.819 unit rambu. Berkenaan dengan itu, nilai capaian tersedianya fasilitas perlengkapan
jalan khususnya rabu yang berada di Provinsi Kalimantan Tengah dapat dihitung dengan
rumus 15
% Fasilitas Perlengkapan Jalan
∑ Fasilitas Perlengkapan jalan Terpasang Pada Jalan Propinsi
= X 100 %
Total Kebutuhan Fasilitas Perlengkapan Jalan Pada Jalan Propinsi
176 unit
= x 100 %
5.995 unit
= 2,9 %
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi , bawah tersedianya fasilitas perlengkapan jalan
termasuk rambu ditetapkan pada tahun 2014 mencapai nilai 60 %. Sementara nilai capaian tahun
2012 hanya 2,94 %. Berkenaan dengan itu, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014
terdapat 57,06 % ( 60 % - 2,94 % = 57,06 % ). Untuk mencapai nilai sebesar 57,06 %, Pemerintah
Daerah Propinsi sebaiknya mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai
ketertigalan tersebut.Di lain pihak, arus lalu lalintas dan kecelakan juga akan dapat dihindarkan.
Sekilas gambar rambu dapat dilihat gambar berikut
15 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunuj Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Hal 6
No No
Ruas Ruas Jalan
Panjang
Jalan
(KM)
Kebutuhan
(unit)
Realisasi
(unit)
Sisa
(unit)
27 058 Jl Tambun Bungai (Kuala
Kapuas)
2,050 32 0 32
28 059 Jl Patih Rumbih (Kuala
Kapuas)
1,400 18 0 18
29 060 Jl Pemuda (Kuala Kapuas) 2,400 28 0 28
30 064 Jl Yosudarso (Palangkaraya) 7,000 59 20 39
31 065 Jl G Obos (Palangkaraya) 7,000 50 15 35
32 066 Jl Seth Aji (Palangkaraya) 3,200 38 10 28
33 067 Natei Arahan – Malijo
(Pangkalanbun)
6,500 30 4 26
Total 951,709 5.995 176 5.819
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 15
Gambar 8.5 Rambu yang ada di Kalimantan Tengah
b. Marka
Marka jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan jalan atau di atas permukaan
jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis
melintang, garis serong serta lambang lainnya yang berfungsi untuk mengarahkan arus
lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas 16. Marka jalan berfungsi untuk
mengatur lalu lintas atau memperingatkan atau menuntun pemakai jalan dalam berlalu
lintas di jalan. Marka jalan terdiri dari 17: 1) marka membujur; 2) marka melintang; 3)
marka serong; 4) marka lambang; 5). marka lainnya.
Marka membujur berupa : 1) garis utuh; 2) garis putus-putus; 3) garis ganda yang terdiri
dari garis utuh dan garis putus-putus; 4) garis ganda yang terdiri dari dua garis utuh.
Marka membujur adalah tanda yang sejajar dengan sumbu jalan . Marka melintang
adalah tanda yang tegak lurus terhadap sumbu jalan. Marka serong adalah tanda yang
membentuk garis utuh yang tidak termasuk dalam pengertian marka membujur atau
marka melintang, untuk menyetakan suatu daerah permukaan jalan yang bukan
merupakan jalur lalu lintas kendaraan. Marka lambing adalah tanda yang mengandung
arti tertentu untuk menyatakan peringatan, perintah dan larangan untuk melengkapi atau
menegaskan maksud yang telah disampaikan oleh rambu atau tanda lalu lintas lainnya.
Jalur adalah bagian jalan yang dipergunakn untuk lalu lintas kendaraan. Lajur adalah
bagian jalur yang memanjang dengan atau tampa marka jalan, yang memiliki lebar
cukup untuk satu kendaraan bermotor sedang berjalan, sejalan dengan sepeda motor 18
Marka membujur berupa garis utuh berfungsi sebagai larangan bagi kendaraan melintasi
garis tersebut. Marka membujur apabila berada ditepi jalan hanya berfungsi sebagai
peringatan tanda tepi jalur lalu lintas. Marka membujur berupa garis putus-putu,
merupakan pembatas lajur yang berfungsi mengarahkan lalu lintas dan atau
memperingatkan akan ada Marka Membujur yang berupa garis utuh didepan. Marka
membujur berupa garis ganda yang terdiri dari garis utuh dan garis putus-putus
menyatakan bahwa kendaraan yang berada pada sisi garis utuh dilarang melintasi garis
16 Undang – Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Pasal 1 Ayat (18) 17 Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas pada Pasal 19 18 Keputusan Menteri Perhubungan No. 60 Tahun 1993 tentang Marka Jalan pada Pasal 1 Ayat (1 s.d 7)
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 16
ganda tersebut, sedangkan kendaraan yang berada pada sisi garis putus-putus dapat
melintasi garis ganda tersebut.
Marka membujur berupa garis ganda yang terdiri dari dua garis utuh menyatakan bahwa
kendaraan dilarang melintasi garis ganda tersebut. Marka melintang berupa : a. garis
utuh; b. garis putus-putus. Marka melintang berupa garis utuh , menyatakan batas
berhenti bagi kendaraan yang diwajibkan berhenti oleh alat pemberi isyarat lalu lintas
atau rambu stop. Marka melintang berupa garis putus-putus , menyatakan batas yang
tidak dapat dilampaui kendaraan sewaktu memberi kesempatan kepada kendaraan yang
mendapat hak utama pada persimpangan.
Marka serong berupa garis utuh. Marka serong yang dibatasi dengan rangka garis utuh
digunakan untuk menyatakan : a. daerah yang tidak boleh dimasuki kendaraan; b.
pemberitahuan awal sudah mendekati pulau lalu lintas. Marka serong dilarang dilintasi
kendaraan. Marka serong yang dibatasi dengan rangka garis putus-putus digunakan
untuk menyatakan kendaraan tidak boleh memasuki daerah tersebut sampai mendapat
kepastian selamat. arka lambang, dapat berupa panah, segitiga atau tulisan,
dipergunakan untuk mengulangi maksud rambu-rambu atau untuk memberitahu
pemakai jalan yang tidak dapat dinyatakan dengan rambu-rambu.
Marka lambang dapat ditempatkan secara sendiri atau dengan rambu lalu lintas tertentu.
Marka lainnya adalah marka jalan selain marka membujur, marka melintang, marka
serong dan marka lambang. Marka lainnya yang berbentuk : a. garis utuh baik
membujur, melintang maupun serong untuk menyatakan batas tempat parkir; b. garis-
garis utuh yang membujur tersusun melintang jalan untuk menyatakan tempat
penyeberangan; c. garis utuh yang saling berhubungan merupakan kombinasi dari garis
melintang dan garis serong yang membentuk garis berbiku-biku untuk menyatakan
larangan parkir.Marka jalan yang dinyatakan dengan garis-garis pada permukaan jalan
dapat digantikan dengan paku jalan atau kerucut lalu lintas.
Pembangunan marka tersebar di beberapa ruas jalan Propinsi Kalimantan Tengah, dan
untuk lebih jelasnya kebutuhan dan realisai pembangunan marka pada setiap ruas jalan
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8.8 Kebutuhan dan Realisasi/Pengadaan Marka di Provinsi Kalimantan Tenggah Hingga
Tahun 2012
No No
Ruas Ruas Jalan
Panjang
Jalan
(KM)
Kebutuhan
(meter)
Realisasi
Tahun 2012
Kiri Kanan
1
005 Ampah – Buntok 46,556 148.000 - -
005 Jl. Pahlawan (Buntok) 2,019 1.200 - -
005 Jl. Merdeka Raya (Buntok) 0,732 780 - -
005 Jl. Tugu (Buntok) 0,389 410 - -
005 Jl. Jelapat (Buntok) 1,960 1.000 - -
005 Jl. Pahlawan (Buntok) 2,019 1.320 - -
2 008 Jl. Ring Road (Muara Teweh) 0,769 680 - -
3 012 Sampit Samuda 35,617 120.300 - -
012 Jl. HM Arsyad (Sampit) 3,454 1.900 - -
4 013 Br. Bengkel – Dermaga
Kalampangan
4,875 2.800 - -
5 015 Jl Patih Rumbih – Jl Jepang 7,328 4.600 - -
6 018 Pangkalanbun – Kumei 12,119 8.860 - -
018 Jl Diponegoro (Pangkalanbun) 1,556 950 - -
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 17
Sumber : Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Program Propinsi Kalimantan
Tengah,2013
Dengan memperhatikan data perkembangan pembangunan marka disepanjang jalan
propinsi, maka nilai capaian persentase perlengkapan marka di jalan propinsi dapat
dihitung dengan rumus 19 ;
19 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunuj Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Hal 6
No No
Ruas Ruas Jalan
Panjang
Jalan
(KM)
Kebutuhan
(meter)
Realisasi
Tahun 2012
Kiri Kanan
018 Jl Iskandar (Pangkalanbun) 3,624 1.760 - -
7 019 Kumei – Kubu 15,204 9.870 - -
8 025 Pulang Pisau – Pangkoh 30,558 100.240 - -
025 Pangkoh – Bahaur Hilir 21,500 87.600 - -
9 026 Pelantaran – Parenggean 34,630 136.480 - -
10 027 Parenggean – Tb. Sangai 50,657 148.000 - -
11 028 Pundu – Tumbang Samba 51,512 150.600 - -
12
032 Palangkaraya – Bukit Rawi 16,000 10.800 - -
032 Jl Pier Tendean (Palangkaraya) 0,600 560 200 200
032 Jl Diponogoro (Palangkaraya) 1,938 1.100 400 400
032 Jl Dr. Murjani (Palangkaraya) 1,377 1.000 350 350
032 Jl Arut (Palangkaraya) 0,240 450 200 200
032 Jl S Parman (Palangkaraya) 1,317 750 300 300
032 Jl A. Yani (Palangkaraya) 1,858 860 250 250
032 Bukir Rawi – Bukit Liti - Lahei 49,000 160.600 - -
032 Lahei – Timpah 64,500 200.000 - -
032 Timpah – Buntok 16,700 10.900 - -
13 033 Bukit Liti – Bawan 60,000 190.500 - -
033 Bawan – Kuala Kurun 70,000 230.400 - -
14 035 Samuda – Ujung Pandaran 49,638 145.000 - -
15 041 Simpang Bangkal – Bangkal 11,499 6.760 - -
16 042 Kuala Kapuas – Paling kau 21,017 16.400 - -
17 043 Paling Kau – Dadakuk 24,422 18.000 - -
18 049 Simpang Penopa – Riam Durian 52,700 168.000 - -
19 050 Riam Durian – Kotawaringin
Lama
15,500 11.600 - -
20 051 Riam Durian – Sukamara 59,400 178.400 - -
21 052 Patung – Hayaping 17,908 12.400 - -
22 053 Hayaping – Bentot 5,556 2.360 - -
23 054 Bentot – Pasar Panas 21,026 17.420 - -
24 055 Bentot – Kambitin / Bts Kalsel 16,162 13.800 - -
25 056 Lingkar Kota Muara Teweh 18,000 14.120 - -
26 057 Jl Jend Ahmad Yani (Kuala
Kapuas)
1,450 660 - -
27 058 Jl Tambun Bungai (Kuala
Kapuas)
2,050 1.200 - -
28 059 Jl Patih Rumbih (Kuala Kapuas) 1,400 570 - -
29 060 Jl Pemuda (Kuala Kapuas) 2,400 980 - -
30 064 Jl Yosudarso (Palangkaraya) 7,000 3.460 1.100 1.100
31 065 Jl G Obos (Palangkaraya) 7,000 3.400 900 900
32 066 Jl Seth Aji (Palangkaraya) 3,200 1.560 500 500
33 067 Natei Arahan – Malijo
(Pangkalanbun)
6,500 2.880 - -
Total 951,709 2.354.240 4.200 4.200
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 18
∑ Fasilitas Perlengkapan jalan Terpasang Pada Ruas Jalan Propinsi
= x 100 %
Total Kebutuhan Fasilitas Perlengkapan Jalan Pada Ruas Jalan Propinsi
8.400 meter
= x 100 %
2.354.240 meter
= 0,35 %
Mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi , bawah tersedianya fasilitas perlengkapan jalan
termasuk marka ditetapkan pada tahun 2014 mencapai nilai 60 %. Sementara nilai capaian tahun
2012 hanya 0,35 %. Berkenaan dengan itu, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014
terdapat 59,65 % ( 60 % - 0,35 % = 59,35 % ). Untuk mencapai nilai sebesar 58,49 %,
Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat
mencapai ketertigalan tersebut. Di lain pihak, arus lalu lalintas dan kecelakan juga akan dapat
dihindarkan. Sekilas gambar marka jalan di lokasi studi dapat dilihat pada gambar berikut
Gambar 8.6 Marka yang ada di Kalimantan Tengah
c. Pagar Pengaman
Pagar pengaman adalah kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi sebagai
pencegah pertama bagi kendaraan bermotor yang tidak dapat dikendalikan lagi agar
tidak keluar dari jalur lalu lintas. Kelengkapan tambahan dapat berupa suatu unit
kokonstruksi yang terdiri dari lempengan dan/atau batang besi, tiang penyangga dan
penginkatnya yang dipasang pada tepi jalan. Pagar pengaman dipasang pada lokasi-
lokasi yang mempunyai karakteristik sebagai berikut; a. sisi jalan yang kondisi
geologinya sangat membahayakan, b. sisi jalan yang berdampingan dengan bagian jalan
lainnya, c. sisi jalan yang membahayakan karena kondisi geometrinya, d. sisi jalan yang
berdekatan dengan bagunan-bangunan lainnya, e. Pembuatan pagar pengaman dapat
menggunakan pipa dan/atau lempengan besi 20
Pipa dan lempengan masing-masing berdiameter 10 cm dan lebar 31 cm. Sifat mekanis
dari bahan mempunyai tegangan tidak kurang dari 35 kg/mm2 . Tegangan tarik tidak
20 Keputusan Menteri Perhubungan No. 3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai
Jalan pada Pasal 14 s/d Pasal 16
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 19
kurang dari 49 kg/mm2 , dan pemanjangan kurang dari 1,2 % panjang total. Tinggi
bagian atas pagar pengaman dari permukaan jalan adalah 55 cm. Panjang pagar
pengaman disesuaikan dengan hasil manajemen dan rekayasa lalu lalulintas 21 . Melihat
peran pagar pengaman dalam angkutan jalan, di Propinsi Kalimantan Tengah telah
diupayakan pembangunan/pemasangan dan lebih jelasnya pagar pengaman di beberapa
ruas jalan Propinsi Kalimantan Tengah dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8.9 Daftar Kebutuhan dan Realisasi Pagar pengaman di Ruas Jalan Propinsi Dalam Tahun
2012
21 Ibid, Pasal 17
No No
Ruas Ruas Jalan
Panjang
Jalan
(KM)
Kebutuhan
(meter)
Realisasi
Tahun 2012
Kiri Kanan
1
005 Ampah – Buntok 46,556 2.200 50 50
005 Jl. Pahlawan (Buntok) 2,019 - - -
005 Jl. Merdeka Raya (Buntok) 0,732 - - -
005 Jl. Tugu (Buntok) 0,389 - - -
005 Jl. Jelapat (Buntok) 1,960 - - -
005 Jl. Pahlawan (Buntok) 2,019 - - -
2 008 Jl. Ring Road (Muara Teweh) 0,769 - - -
3 012 Sampit Samuda 35,617 1.500 - -
012 Jl. HM Arsyad (Sampit) 3,454 - - -
4 013 Br. Bengkel – Dermaga
Kalampangan
4,875 - - -
5 015 Jl Patih Rumbih – Jl Jepang 7,328 300 - -
6
018 Pangkalanbun – Kumei 12.119 400 - -
018 Jl Diponegoro (Pangkalanbun) 1,556 - -
018 Jl Iskandar (Pangkalanbun) 3,624 - -
7 019 Kumei – Kubu 15,204 500 - -
8 025 Pulang Pisau – Pangkoh 30,558 1.200 - -
025 Pangkoh – Bahaur Hilir 21,500 980 - -
9 026 Pelantaran – Parenggean 34,630 1.600 - -
10 027 Parenggean – Tb. Sangai 50,657 2.400 - -
11 028 Pundu – Tumbang Samba 51,512 2.500 - -
12
032 Palangkaraya – Bukit Rawi 16,000 480 - -
032 Jl Pier Tendean (Palangkaraya) 0,600 - - -
032 Jl Diponogoro (Palangkaraya) 1,938 - - -
032 Jl Dr. Murjani (Palangkaraya) 1,377 - - -
032 Jl Arut (Palangkaraya) 0,240 - - -
032 Jl S Parman (Palangkaraya) 1,317 - - -
032 Jl A. Yani (Palangkaraya) 1,858 - - -
032 Bukir Rawi – Bukit Liti - Lahei 49,000 2.340 - -
032 Lahei – Timpah 64,500 3.000 45 45
032 Timpah – Buntok 16,700 500 - -
13 033 Bukit Liti – Bawan 60,000 2.800 - -
033 Bawan – Kuala Kurun 70,000 3.460 - -
14 035 Samuda – Ujung Pandaran 49,638 2.100 - -
15 041 Simpang Bangkal – Bangkal 11,499 400 - -
16 042 Kuala Kapuas – Paling kau 21,017 900 - -
17 043 Paling Kau – Dadakuk 24,422 1.000 - -
18 049 Simpang Penopa – Riam Durian 52,700 2.300 - -
19 050 Riam Durian – Kotawaringin
Lama
15,500 460 - -
20 051 Riam Durian – Sukamara 59,400 2.480 - -
21 052 Patung – Hayaping 17,908 660 - -
22 053 Hayaping – Bentot 5,556 240 - -
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 20
Sumber : Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Program Propinsi Kalimantan
Tengah, 2013
Berdasarkan data yang telah dipaparkan dalam tabel sebelumnya, nilai capaian
persentase perlengkapan pagar pengaman di ruas jalan propinsi dapat dihitung dengan
rumus 22;
∑ Fasilitas Perlengkapan jalan Terpasang Pagar Pengaman Pada Ruas Jalan Propinsi
= x 100 %
Total Kebutuhan Fasilitas Perlengkapan Jalan Pagar Pengaman Pada Ruas Jalan Propinsi
170 meter
= x 100 %
38.720 meter
= 0,43 %
Mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah tersedianya fasilitas
perlengkapan jalan termasuk Pagar Pengaman di jalan propinsi pada tahun 2014 ditetapkan
mencapai nilai 60 %. Sementara nilaian capaian pada tahun 2012 hanya 0,43 %. Berkenaan
dengan itu, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 59,57 % ( 60 % - 0,43 %
= 59,57 % ). Untuk mencapai nilai sebesar 59,57 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya
mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan dan di lain pihak,
keamanan dan kelancaran lalu lintas angkutan jalan dapat direalisir. Sekelas gambar pagar
pengaman di lokasi studi dapat dilihat pada gambar berikut.
22 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunuj Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Hal 6
No No
Ruas Ruas Jalan
Panjang
Jalan
(KM)
Kebutuhan
(meter)
Realisasi
Tahun 2012
Kiri Kanan
23 054 Bentot – Pasar Panas 21,026 860 - -
24 055 Bentot – Kambitin / Bts Kalsel 16,162 560 - -
25 056 Lingkar Kota Muara Teweh 18,000 600 - -
26 057 Jl Jend Ahmad Yani (Kuala
Kapuas)
1,450 - - -
27 058 Jl Tambun Bungai (Kuala
Kapuas)
2,050 - - -
28 059 Jl Patih Rumbih (Kuala Kapuas) 1,400 - - -
29 060 Jl Pemuda (Kuala Kapuas) 2,400 - - -
30 064 Jl Yosudarso (Palangkaraya) 7,000 - - -
31 065 Jl G Obos (Palangkaraya) 7,000 - - -
32 066 Jl Seth Aji (Palangkaraya) 3,200 - - -
33 067 Natei Arahan – Malijo
(Pangkalanbun)
6,500 - - -
Total 951,709 38.720 95 95
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 21
Gambar 8.7 Pagar Pengaman di Provinsi Kalimantan Tengah
d. Deliniator
Pembangunan Deliniator di jalan nasional, propinsi dan jalan kabupaten/kota terus
dikembangkan. Deliniator dan/atau patok tanda tikungan adalah suatu unit kosntruksi
yang diberi tanda yang dapat memantulkan cahaya ( refleksi) berfungsi sebagai
pengarah dan sebagai peringatan bagi pengemudi pada waktu malam hari, bahwa di sisi
kiri atau kanan deliantor adalah daerah berbahaya. Unit konstruksi dapat berupa pipa
besi atau pipa plastic yang diberi tanda yang dapat memantulkan cahaya ( refleksi ) 23
Pembuatan deliantor dapat menggunakan bahan dari pipa besi atau pipa plastic yang
dilengkapi dengan bahan bersifat reflektif. Pipa besi berdiameter 10 cm, ketebalan 2
millimeter dengan panjang 110 cm. Pipa dilengkapi dengan 2 macam reflector berwarna
putih dan merah. Pipa harus dicat dengan warna hitam dan kuning bergantian, dan ujung
paling atas berwarna hitam. Pipa plastic mempunyai panjang 125 cm dan penampang
menyerupai segitiga sama sisi dengan panjang sisi 15 cm. Pipa plastic dilengkapi
dengan 2 macam refketor berwarna putih dan merah. Pipa plastic harus dicat dengan
warna hitam dan putuh bergantian, dan ujung paling atas berwarna hitam 24
Delianiator dipasang pada bagian sisi kiri dan kanan jalur jalan pada daerah-daerah yang
berbahaya. Penempatan delineator dilakukan sedemikian rupa sehingga reflktor
berwarna merah akan kelihatan pada sebelah kiri dari arah lalu lintas dan yang berwarna
putih akan terlihat pada sebelah kanan arah lalu lalulintas. Delineator ditempatkan
sekurang-kurangnya 60 cm dari tepi jalan. Lokasi serta jarak pengulangan penempatan
delineator disesuaikan dengan hasil manajemen dan rekayasa lalu lalulintas 25.
Demikian halnya pembangunan/pengadaan deliantor di jalan nasional, jalan propinsi
dan jalan kabupaten/kota serta pada ruas jalan terus dikembangkanm, dan untuk lebih
jelasnya profil perkembangan delineator di propinsi Kalimantan Tengah dapat dilihat
pada tabel berikut.
23 Keputusan Menteri Perhubungan No. 3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai
Jalan pada Pasal 22 24 Keputusan Menteri Perhubungan No. 3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai
Jalan pada Pasal 25 25 Ibid, pada Pasal 26
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 22
Pembangunan delineator di beberapa ruas jalan propinsi juga dilakukan. Total ruas jalan
propinsi. Sementara kebutuhan dan realisasi kelengkapan jalan khususnya Deliantor di
ruas jalan Propinsi Kalimantan Tengah dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8.10 Daftar Kebutuhan dan Realisasi Deliniator di Ruas Jalan Propinsi Dalam Tahun 2012
No No
Ruas Ruas Jalan
Panjang
Jalan
(KM)
Kebutuhan
(meter)
Realisasi
Tahun 2012
Kiri Kanan
1
005 Ampah – Buntok 46,556 1.700 - -
005 Jl. Pahlawan (Buntok) 2,019 - - -
005 Jl. Merdeka Raya (Buntok) 0,732 - - -
005 Jl. Tugu (Buntok) 0,389 - - -
005 Jl. Jelapat (Buntok) 1,960 - - -
005 Jl. Pahlawan (Buntok) 2,019 - - -
2 008 Jl. Ring Road (Muara Teweh) 0,769 - - -
3 012 Sampit Samuda 35,617 550 225 225
012 Jl. HM Arsyad (Sampit) 3,454 - - -
4 013 Br. Bengkel – Dermaga
Kalampangan
4,875 - - -
5 015 Jl Patih Rumbih – Jl Jepang 7,328 - - -
6
018 Pangkalanbun – Kumei 12.119 - - -
018 Jl Diponegoro (Pangkalanbun) 1,556 - - -
018 Jl Iskandar (Pangkalanbun) 3,624 - - -
7 019 Kumei – Kubu 15,204 - - -
8 025 Pulang Pisau – Pangkoh 30,558 400 - -
025 Pangkoh – Bahaur Hilir 21,500 - - -
9 026 Pelantaran – Parenggean 34,630 600 - -
10 027 Parenggean – Tb. Sangai 50,657 1.800 350 350
11 028 Pundu – Tumbang Samba 51,512 1.600 - -
12
032 Palangkaraya – Bukit Rawi 16,000 - - -
032 Jl Pier Tendean (Palangkaraya) 0,600 - - -
032 Jl Diponogoro (Palangkaraya) 1,938 - - -
032 Jl Dr. Murjani (Palangkaraya) 1,377 - - -
032 Jl Arut (Palangkaraya) 0,240 - - -
032 Jl S Parman (Palangkaraya) 1,317 - - -
032 Jl A. Yani (Palangkaraya) 1,858 - - -
032 Bukir Rawi – Bukit Liti - Lahei 49,000 1.200 600 600
032 Lahei – Timpah 64,500 1.400 - -
032 Timpah – Buntok 16,700 - - -
13 033 Bukit Liti – Bawan 60,000 1.620 - -
033 Bawan – Kuala Kurun 70,000 1.680 250 250
14 035 Samuda – Ujung Pandaran 49,638 1.100 - -
15 041 Simpang Bangkal – Bangkal 11,499 - - -
16 042 Kuala Kapuas – Paling kau 21,017 - - -
17 043 Paling Kau – Dadakuk 24,422 - - -
18 049 Simpang Penopa – Riam Durian 52,700 1.400 - -
19 050 Riam Durian – Kotawaringin
Lama
15,500 - - -
20 051 Riam Durian – Sukamara 59,400 1.560 - -
21 052 Patung – Hayaping 17,908 - - -
22 053 Hayaping – Bentot 5,556 - - -
23 054 Bentot – Pasar Panas 21,026 - - -
24 055 Bentot – Kambitin / Bts Kalsel 16,162 - - -
25 056 Lingkar Kota Muara Teweh 18,000 - - -
26 057 Jl Jend Ahmad Yani (Kuala
Kapuas)
1,450 - - -
27 058 Jl Tambun Bungai (Kuala
Kapuas)
2,050 - - -
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 23
Sumber : Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Program Propinsi Kalimantan
Tengah,2013
Berdasarkan data tersebut, total kebutuhan Deliniator di ruas jalan Propinsi Kalimantan
Tengah terdapat 16.610 meter, sementara yang terpasang 2.850 meter. Karena itu, nilai
capaian persentase kelengkapan delineator pada jalan propinsi dapat dihitung dengan
rumus ;
∑ Fasilitas Perlengkapan jalan Terpasang Deliniator pada Jalan Propinsi
= x 100 %
Total Kebutuhan Fasilitas Perlengkapan Deliniator Jalan Propinsi
2.850 meter
= x 100 %
16.610 meter
= 17,16 %
Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah tersedianya fasilitas
perlengkapan jalan termasuk Pagar Pengaman di jalan propinsi ditetapkan pada tahun 2014
mencapai nilai 60 %. Sementara nilai capaian perlengkapan delineator pada tahun 2012 hanya
17,16 %. Hal ini berarti, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 42,84 % (
60 % - 17,16 % = 42,84 % ). Untuk mencapai nilai sebesar 42,84 %, Pemerintah Daerah Propinsi
sebaiknya mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan. Sekilas
gambar delineator dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 8.8 Delainerator di Provinsi Kalimantan Tengah
No No
Ruas Ruas Jalan
Panjang
Jalan
(KM)
Kebutuhan
(meter)
Realisasi
Tahun 2012
Kiri Kanan
28 059 Jl Patih Rumbih (Kuala Kapuas) 1,400 - - -
29 060 Jl Pemuda (Kuala Kapuas) 2,400 - - -
30 064 Jl Yosudarso (Palangkaraya) 7,000 - - -
31 065 Jl G Obos (Palangkaraya) 7,000 - - -
32 066 Jl Seth Aji (Palangkaraya) 3,200 - - -
33 067 Natei Arahan – Malijo
(Pangkalanbun)
6,500 - - -
Total 951,709 16.610 1.425 1.425
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 24
e. Cermin Tikungan
Cermin tikungan adalah kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi sebagai alat
untuk menambah jarak pandang pengemudi kendaraan bermotor. Kelengkapan
tambahan dapat berupa suatu unit konstruksi yang terdiri dari cermin, bingkai cermin,
tiang penyangga dan pengikatnya 26. Cermin tikungan dopasang pada tepi jalan pada
lokasi-lokasi domana pendangan pengemudi kendaraan bermotor sangat terbatas atau
terhalang khususnya pada tikungan tajam dan persimpangan jalan. Pembuatan cermin
tikuangan dapat menggunakan cermin cembung dari bahan acryile. Tebal dan diameter
cermin adalah masing-masing 3 millimeter dan tidak kurang dari 60 cm. Cermin
dilengkapi dengan tiang penyangga dari besi dengan diameter 10 cm, bingkai dan topi
cermin. Tinggi cermin disesuaikan dengan hasil manajemen dan rekayasa lalu lintas.
Bentuk dan ukuran cermin tikungan 27 . Di Propinsi Kalimantan Tengah telah dilakukan
pembangunan cermin tikungan dalam rangka menjamin keselamatan dan keamanan
bagi pengendara bermotor, dan lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8.11 Kebutuhan dan Realisasi/ Pengadaan Cermin Tikungan di Provinsi Kalimantan
Tengah Hingga Tahun 2012
No Status Jalan Panjang Jalan
(Km)
Kebutuhan
(Unit)
Realisasi
(Unit) Sisa (Unit)
1 Provinsi 951,709 19 - 19
Total 951,709 19 - 19
Sumber : Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Program Propinsi Kalimantan Tengah,
2013
Berdasarkan data yang telah telah disajikan sebelumnya, dapat dihitung nilai capaian
persetase kelengkapan Cermin Tikungan di jalan Propinsi Kalimantan Tengah dapat
dihitung dengan rumus 28;
∑ Fasilitas Perlengkapan jalan Cermin Tikungan Terpasang pada Jalan Propinsi
= x 100
%
Total Kebutuhan Fasilitas Perlengkapan Cermin Tikungan Pada Jalan Propinsi
0 unit
= x 100 %
19 unit
= 0 %
26 Keputusan Menteri Perhubungan No. 3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai
Jalan pada Pasal 18 27 Keputusan Menteri Perhubungan No. 3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai
Jalan Pada Pasal 19 s/d 21 28 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunuj Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Hal 6
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 25
f. Paku Jalan
Paku jalan sebagai tanda pada permukaan jalan tidak boleh menonjol lebih dari 15
milimeter di atas permukaan jalan, dan apabila paku jalan tersebut dilengkapi dengan
reflektor tidak boleh menonjol lebih dari 40 milimeter di atas permukaan jalan. Paku
jalan harus memenuhi ketentuan : a.dibuat dari bahan plastik, baja tahan karat atau
alumunium campur; b. apabila paku jalandilengkapi pemantul cahaya, maka pemantul
cahaya harus dapat berfungsi dalam kondisi permukaan jalan kering ataupun basah; c.
warna pemantul cahaya adalah putih, kuning atau merah 29
Bentuk dan ukuran paku jalan adalah; a. paku jalan berbetuk bujur sangkar harus
memmpunyai sisi yang panjang 0,10 meter untuk jalan dengan kecepatan rencana
kurang dari 60 km per jalam dan 0,15 meter untuk jalan dengan kecepatan rencana 60
km perjam atau lebih, b. paku jalan berbentuk 4 ( empat ) persegi panjang mempunyai
ukuran sekurang-kurangnya lebar 0,10 meter dan panjang 0,20 meter, c. paku jalan
berbentuk bundar harus mempunyai diameter sekurang-kurangnya 0,1 meter 30
Bahan paku jalan terdiri dari; a. dibuat dari bahan plastic, baja tahan karat atau
alumunium campur, b. apabila paku jalan dilengkapi pemantul cahaya, maka pemantul
cahaya harus dapat berfungsi dalam kondisi permukaan jalan kering ataupun basah, c.
warna pamantul cahaya adalah putih, kuning atau merah 31.Paku jalan dapat
ditempatkan pada; a. batas tepi jalur lintas, b. paku jalan dengan pemantul cahaya
berwarna kuning digunakan untuk pemisah jalur atau lalu lintas, c. paku jalan dengan
pemantul berwarna ditempatkan pada garis batas sisi kiri jalan, d. paku jalan dengan
pemantul bercahaya putih ditempatkan pada garis batas sisi kanan jalan, e. paku jalan
dengan dua (2) buah pemantul cahaya yang arahnya berlawanan penempatannya. Jarak
pemasangan paku jalan dilakukan sebagai berikut; a. pada tanda permukaan jalan
peringatan ditempatkan ditengah-tengah celah dua garis, b. pada tanda permukaan jalan
yang ditempatkan pada as jalan atau yang digunakan untuk mengarahkan arus lalau
lintas ditempatkan pada sisi di tengah tiga buah celah tanda permukaan jalan,c. pada
batas tepi sisi jalur lalu lintas ditempatkan pada setiap jarak 9 meter, d. pada tanda
permukaan jalan yang digunakan untuk membagi jalur lalu lintas bus adalah pada setiap
jarak 8 meter, e. pada tanda permukaan jalan mendekati suatu hambatan ditempatkan
pada setiap jarak 4 meter atau kurang, f. pulau lalu lintas ditempatkan pada jarak 4
meter atau kurang 32
Melihat peran paku jalan untuk keselamatan berkendaraan bermotor, di Propinsi
Kalimantan Tengah terus mengupayakan pembangunan/pengadaan paku jalan pada
jalan kering atau basah. Hal ini dimaksudkan agar perjalanan kendaraan dapat lebih
normal dan stabil. Untuk lebih jelasnya perkembangan pembangunan/pengadaan paku
jalan di Propinsi Kalimantan Tengah dapat dilihat pada tabel berikut.
29 Keputusan Menteri Perhubungan No. 60 Tahun 1993 tentang Marka Jalam pada Pasal 19 30 Keputusan Direktur Jenderal perhubungan Darat No. SK.116/a.j.404/drjd/97 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Perlengkapan Jalan ( Spesifikasi Teknis Paku Jalan ) 31 Ibid ( Bahan baku paku jalan ) 32 Ibid ( Penempatan paku jalan dan Pemasangan paku jalan )
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 26
Tabel 8.12 Daftar Kebutuhan dan Realisasi Pemasangan Paku di Ruas Jalan Propinsi Dalam
Tahun 2012
No No
Ruas Ruas Jalan
Panjang
Jalan
(KM)
Kebutuhan
(Unit)
Realisasi
Tahun 2012
Kiri Kanan
1
005 Ampah – Buntok 46,556 20.300 - -
005 Jl. Pahlawan (Buntok) 2,019 1.100 - -
005 Jl. Merdeka Raya (Buntok) 0,732 450 - -
005 Jl. Tugu (Buntok) 0,389 320 - -
005 Jl. Jelapat (Buntok) 1,960 960 - -
005 Jl. Pahlawan (Buntok) 2,019 1.000 - -
2 008 Jl. Ring Road (Muara Teweh) 0,769 520 - -
3 012 Sampit Samuda 35,617 16.700 - -
012 Jl. HM Arsyad (Sampit) 3,454 1.250 - -
4 013 Br. Bengkel – Dermaga
Kalampangan
4,875 2.100 - -
5 015 Jl Patih Rumbih – Jl Jepang 7,328 3.440 - -
6
018 Pangkalanbun – Kumei 12.119 4.100 - -
018 Jl Diponegoro (Pangkalanbun) 1,556 440 - -
018 Jl Iskandar (Pangkalanbun) 3,624 720 - -
7 019 Kumei – Kubu 15,204 5.100 - -
8 025 Pulang Pisau – Pangkoh 30,558 14.200 - -
025 Pangkoh – Bahaur Hilir 21,500 7.100 - -
9 026 Pelantaran – Parenggean 34,630 15.200 - -
10 027 Parenggean – Tb. Sangai 50,657 22.000 - -
11 028 Pundu – Tumbang Samba 51,512 22.200 - -
12
032 Palangkaraya – Bukit Rawi 16,000 5.400 - -
032 Jl Pier Tendean (Palangkaraya) 0,600 260 - -
032 Jl Diponogoro (Palangkaraya) 1,938 840 - -
032 Jl Dr. Murjani (Palangkaraya) 1,377 800 - -
032 Jl Arut (Palangkaraya) 0,240 260 - -
032 Jl S Parman (Palangkaraya) 1,317 760 - -
032 Jl A. Yani (Palangkaraya) 1,858 810 - -
032 Bukir Rawi – Bukit Liti - Lahei 49,000 19.200 - -
032 Lahei – Timpah 64,500 23.000 - -
032 Timpah – Buntok 16,700 5.100 - -
13 033 Bukit Liti – Bawan 60,000 20.000 - -
033 Bawan – Kuala Kurun 70,000 24.200 - -
14 035 Samuda – Ujung Pandaran 49,638 18.200 - -
15 041 Simpang Bangkal – Bangkal 11,499 5.200 - -
16 042 Kuala Kapuas – Paling kau 21,017 8.200 - -
17 043 Paling Kau – Dadakuk 24,422 8.000 - -
18 049 Simpang Penopa – Riam Durian 52,700 21.000 - -
19 050 Riam Durian – Kotawaringin
Lama
15,500 6.100 - -
20 051 Riam Durian – Sukamara 59,400 20.020 - -
21 052 Patung – Hayaping 17,908 520 - -
22 053 Hayaping – Bentot 5,556 310 - -
23 054 Bentot – Pasar Panas 21,026 7.400 - -
24 055 Bentot – Kambitin / Bts Kalsel 16,162 4.420 - -
25 056 Lingkar Kota Muara Teweh 18,000 6.300 - -
26 057 Jl Jend Ahmad Yani (Kuala
Kapuas)
1,450 700 - -
27 058 Jl Tambun Bungai (Kuala Kapuas) 2,050 810 - -
28 059 Jl Patih Rumbih (Kuala Kapuas) 1,400 700 - -
29 060 Jl Pemuda (Kuala Kapuas) 2,400 720 - -
30 064 Jl Yosudarso (Palangkaraya) 7,000 3.200 - -
31 065 Jl G Obos (Palangkaraya) 7,000 3.300 - -
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 27
Sumber : Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Program Propinsi Kalimantan
Tengah, 2013
Berdasarkan data di atas, kebutuhan Paku Jalan pada jalan Propinsi Kalimantan Tengah
mencapai 358.530 unit. Tetapi realisasi pengadaan hingga tahun 2012 ternyata belum
ada. Artinya, nilai capaian persentase kelengkapan paku jalan di jalan Propinsi
Kalimantan Tengah dapat dihitung dengan rumus 33 .
% nilai capaian paku jalan
∑ Fasilitas Perlengkapan Paku Jalan Terpasang di jalan Propinsi
= x 100 %
Total Kebutuhan Fasilitas Perlengkapan Paku di Jalan Propinsi
0 unit
= x 100 %
358.530 unit
= 0 %
Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Paku
jalan di jalan propinsi pada tahun 2014 ditetapkan mencapai nilai 60 %. Sementara nilai capaian
pada tahun 2012 belum ada atau hanya 0 %. Artinya, nilai capaian yang harus dicapai hingga
tahun 2014 masih 60 % . Untuk mencapai nilai sebesar 60 %, Pemerintah Daerah Propinsi
sebaiknya memiliki perhatian dan mengalokasikan dana, agar dapat mencapai ketertigalan.Karena
paku jalan tidak kalah pentinya dalam konteks pembangunan.
g. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Alat pemberi isyarat lalu lintas adalah perangkat peralatan teknis yang menggunakan
isyarat lampu untuk mengatur lalu lintas orang dan/atau kendaraan di persimpangan atau
pada ruas jalan 34. Alat pemberi isyarat lalu lintas terdiri dari; a. lampu 3 (tiga) warna
untuk mengatur kendaraan, b. lampu 2 (dua) warna untuk mengatur kendaraan dan/atau
pejalan kaki, c. lampu 1 (satu) warna untuk memberikan peringatan bahaya kepada
pemakai jalan. Lampu tiga (3) warna terdiri dari warna merah, kuning dan hijau. Lampu
tiga (3) warna dipasang dalam posisi vertical atau horizontal. Apabila dipasang secara
vertical, susunan lampu dari atas ke bawah dengan urutan merah, kuning, hijau. Apabila
33 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunuj Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Hal 6
34 Keputusan Menteri perhubungan No. 62 Tahun 1993 tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas pada
Pasal 1 ayat (1)
No No
Ruas Ruas Jalan
Panjang
Jalan
(KM)
Kebutuhan
(Unit)
Realisasi
Tahun 2012
Kiri Kanan
32 066 Jl Seth Aji (Palangkaraya) 3,200 1.000 - -
33 067 Natei Arahan – Malijo
(Pangkalanbun)
6,500 2.600 - -
Total 951,709 358.530 0 0
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 28
dipasang secara horizontal maka susunan lampu dari kiri ke kanan menurut arah lalau
lintas dengan urutan merah, kuning, dan hijau . Lampu tiga warna dapat dilengkapi
dengan lampu warna merah dan/atau hijau yang memancarkan cahaya berupa tanda
panah35
Lampu dua (2) warna terdiri dari warna merah dan hijau. Lampu dua warna dipasang
dalam posisi vertical atau horizontal. Apabila dipasang secara vertical, susunan lampu
dari atas ke bawah dengan urutan merah, hijau. Apabila dipasang secara horizontal,
susunan lampu dari kiri ke kanan menurut arah lalau lintas dengan urutan merah, hijau.
Sementara lampu satu (1) warna, berwarna kuning atau merah dan lampu satu (1) warna
dipasang dalam posisi vertical atau horizontal 36
Fungsi Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas seperti halnya lampu tiga (3) warna adalah
sebagai berikut: a. lampu warna hijau menyala setelah lampu warna merah padam,
mengisyaratkan kendaraan harus berjalan, b.lampu warna kuning menyala setelah lampu
warna hijau padam, mengisyaratkan kendaraan yang belum sampai pada batas berhenti
atau sebelum alat pemberi isyarat lalu lintas, bersiap untuk berhenti dan bagi kendaraan
yang sudah sedemikian dekat dengan batas berhenti sehingga tidak dapat berhenti lagi
dengan aman dapat berjalan, c. lampu warna merah menyala setelah lampu kuning
padam, mengisyaratkan kendaraan harus berhenti sebelum batas berhenti dan apabila
jalur lalu lintas tidak dilengkapi dengan batas berhenti, kendaraan harus berhenti sebelum
alat pemberimisyarat lalu litas 37
Lampu dua ( 2 ) warna secara bergantian berfungsi; a. mentaur lalu lintas pada tempat
penyeberangan pejalan kaki, b. mengatur lalau lalintas kendaraan pada jalan tol atau
tempat tertentu lainnya. Sementara lampu dua (2) warna berfungsi; a. mengatur lalu lintas
pada tempat penyeberangan, b. dapat dilengkapi dengan isyarat suara. Begitu juga halnya
lampu satu (1) warna terdiri dari satu lampu yang menyala berkedip atau dua lampu yang
menyala bergantian. Lampu satu warna yang berwarna kuning dipasang pada jalur lalau
lalintas, mengisyaratkan pengemudi harus berhati-hati.
Lampu satu warna yang berwarna merah dipasang pada persilangan sebidang dengan
jalan kereta api dan apabila menyala mengisyaratkan pengemudi harus berhenti. Lampu
satu warna dapat dilengkapi dengan isyarat suara atau tanda panah pada lampu yang
menunjukkan arah datangnya kereta api . Alat pemberi isyarat lalu lintas berbentuk bulat
dengan garis tengah antara 20 sentimeter sampai dengan 30 sentimeter 38. Demikian
halnya, di Propinsi Kalimantan Tengah, mengingat peran alat pemberi isyarat lalau
lalintas cukup besar dalam mengatur lalu lalintas dan menjamin keselamatan berkendara,
maka pembangunan alat pemberi isyarat lalu lalintas di dibangun di propinsi Kalimantan
Tengah , dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
35 Keputusan Menteri perhubungan No. 62 Tahun 1993 tentang Alat Pemberi isyarat Lalu Lintas pada
Pasal 3 s/d Pasal 5 36 Keputusan Menteri perhubungan No. 62 Tahun 1993 tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas pada
Pasal 6 s/d Pasal 7 37 Ibid, Pasal 8 38 Ibid, Pasal 11 s/d Pasal 12
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 29
Tabel 8.13 Kebutuhan dan Realisasi/ Pengadaan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas/ Warning Light
Di Ruas Jalan Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2012
No Jalan
Panjang
Ruas Jalan
(Km)
Jumlah
Simpang
Kebutuhan
(Unit)
Realisasi
(Unit)
Sisa
(Unit)
1 Ruas Jalan Provinsi 951,709 134 WL = 120
APILL = 14
WL = 0
APILL = 1
WL = 120
APILL = 13
Total 951,709 134 WL = 120
APILL = 14
WL = 0
APILL = 1
WL = 120
APILL = 13
Sumber : Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Program Propinsi Kalimantan Tengah,
2013
Panjang jalan propinsi terdapat 951,709 km, sementara kebutuhan Alat Pemberi Isyarat
Lalu Lintas terdapat 14 unit. Dan yang terealisasi hanya 1 unit yang berada di simpang
Pulang Pisau 1 unit. Berdasarkan data tersebut di atas, nilai capaian persentase
perlengkapan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas pada ruas jalan propinsi dapat dihitung
dengan rumus 39.
∑ Fasilitas Perlengkapan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas di jalan Propinsi
= x100 % Total Kebutuhan Fasilitas Perlengkapan Alat Pemberi Iisyarat Lalu Lintas Pada Jalan di Propinsi
1 unit
= x 100 %
14 unit
= 7,14 %
Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah tersedianya
fasilitas perlengkapan jalan termasuk Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas di jalan propinsi
pada tahun 2014 ditetapkan mencapai nilai 60 %. Sementara nilai capaian yang dicapai
pada tahun 2012 hanya sebesar 7,14 %, artinya nilai capaian yang harus dicapai hingga
tahun 2014 masih 52,86 ( 60 % - 7,14 % = 52,86 %) . Untuk mencapai nilai sebesar 51,86
%, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya memiliki perhatian dan mengalokasikan dana
yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan.
h. Lampu penerangan
Lampu penerangan jalan adalah bagian dari bangunan perlengkapan jalan yang dapat
diletakkan atau dipasang di kiri/kanan jalan dan atau di tengah (di bagian mediun jalan)
yang digunakan untuk menerangi jalan mapun lingkungan di sekitar jalan yang
diperlukan termasuk persimpangan jalan, jalan laying, jembatan dan jalan di bawah tanah.
Atau juga dapat disebut lampu penerangan adalah suatu unit lengkap yang terdiri dari
sumber cahaya, elemen optok, elemen elektronik dan struktur penopang serta tiang lampu 40.
39 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunuj Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Hal 6
40 Badan standar Nasional, SNI ( Standar Nasional Indonesia ), ICS 93.080.40, SNI 7391 pada hal 2: 2008
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 30
Penerangan jalan di kawasan perkotaan mempunyai fungsi antara lain ; a. menghasilkan
kekontrasan antara objek dan permukaan jalan, b. sebagai alat bantu navigasi pengguna
jalan, c. menghilangkan keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan, khususnya pada
malam hari, d. mendukung keamanan lingkungan dan e. memberikan keindahan
lingkungan jalan 41. Berdasarkan informasi dari Dinas Perhubungan dan Informatika c.q.
Bidang Program Propinsi Kalimantan Tengah , standar jenis lampu yang digunakan di
jalan pada propinsi adalah mengacu pada SNI (Standar Nasional Indonesia) dan lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut 42
Tabel 8.14 Jenis Lampu Penerangan Jalan Secara Umum Menurut Karakteristik dan
Penggunaannya
Jenis
Lampu
Efisiensi
Rata-
rata
(lumen/
watt)
Umur
Rencana
Rata-
Rata
(Jam)
Daya
(watt)
Pengaruh
Terhadap
Warna
Objek
Keterangan
Lampu
tabung
fluorescent
Tekanan
Rendah
60 - 70
8.000-
10.000
18 – 20
36 - 40
Sedang
- Untuk jalan kolektor dan lokasl
- Efisiensi cukup tinggi tetapi
berumur pendek
- Jenis lampu ini masih dapat
digunakan untuk hal-hal yang
terbatas
Lampu gas
merkuri
tekanan
tinggi
(MBF/U)
50 - 55
16.000 –
24.000
125:250;
400; 700
Sedang
- Untuk jalan kolektor, local dan
persimpangan
- Efisiensi rendah, umur panjang dan
ukuran lampu kecil
- Jenis lampu ini masih dapat
digunakan secara terbatas
Lampu gas
sodium
bertekanan
rendah
(SOX )
100- 200 8.000 –
10.000
90 : 180 Sangat
Buruk
- Untuk jalan kolektor, local,
persimpangan, penyeberangan,
terowongan, tempat peristirahatan (
rest area)
- Efisiensi sangat tinggi, umur cukup
panjang, ukuran lampu besar
sehingga sulit untuk mengontrol
cahayanya dan cahaya lampu
sangat buruk karena kuning
- Jenis lampu ini dianjurkan
digunakan karena faktor
efisiensinya yang sangat tinggi
Lampu gas
sodium
tekanan
tinggi
((SON)
110
12.000 –
20.000
150;250;4
00
Buruk
- untuk jalan tol, arteri,
kolektor,,persimpangan besar/luas
dan interchange
- efisiensi tinggi, umur sangat
panjang, ukuran lampu kecil,
sehingga mudah pengontrolan
cahayanya
- jenis lampu ini sangat baik dan
sangat dianjurkan untuk digunakan
Sumber : Dirjen Darat DEPHUB
Di Propinsi Kalimantan Tengah pembangunan/pengadaan lampu penerangan di jalan
propinsi terus ditingkatkan. Tetapi karena keterbatasan anggaran, hingga sekarang
41 Badan Standar Nasional, SNI ( Standar Nasional Indonesia ), ICS 93.080.40, SNI 7391 pada hal 4, 2008 42 Ibid, hal 5
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 31
belum sepenuhnya terbangun sesuai dengan kebutuhan. Lebih jelasnya jumlah lampu
penerangan jalan di Propinsi Kalimantan Tengah dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8.15 Kebutuhan dan Realisasi/ Pengadaan Lampu Penerangan Di Provinsi Kalimantan
Tengah Tahun 2012
No Jalan Kebutuhan (Unit) Realisasi (Unit) Sisa (Unit)
1 Provinsi 1.500 110 1.390
Total 1.500 110 1.390
Sumber : Dinas Perhubungan dan Informatikan c.q Bidanng Program Provinsi Kalimantan
Tengah, 2013.
Berdasarkan data tersebut di atas, nilaia capaian persentase kelengkapan lampu
penerangan di jalan propinsi dapat dihitung dengan rumus 43;
∑ Fasilitas Perlengkapan Lampu Penerangan jalan propinsi
= x100 %
Total Kebutuhan Fasilitas Perlengkapan Lampu Penerangan jalan propinsi
110 unit
= x 100 %
1.500 unit
= 7,33 %
Mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi tersedianya fasilitas
perlengkapan jalan termasuk Lampu Penerangan di jalan propinsi ditetapkan pada tahun
2014 mencapai nilai 60 %. Namun dalam kenyataannya pada tahun 2012 nilai capaian
hanya 7,33 %. Artinya, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 masih
terdapat 52,33 % ( 60 % - 7,33 % = 51,33 % ). Untuk mencapai nilai sebesar 52,33 %,
Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya memiliki perhatian dan mengalokasikan dana
yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan dan di lain pihak lalu lintas
angkutan jalan serta kecelakaan dapat terhindar.
4. Keselamatan
Keselamatan dalam hal ini, dimaksudkan terpenuhinya standar keselamatan bagi
angkutan umum yang melayani trayek Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP).
Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap
orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia,
Kendaraan, Jalan, dan/atau lingkungan 44. Perusahaan Angkutan Umum wajib
memenuhi standar pelayanan minimal yang meliputi: a. keamanan; b. keselamatan; c.
kenyamanan; d. keterjangkauan; e. kesetaraan; dan f. keteraturan.45. Angkutan adalah
perpindahan orang/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan
kendaraan umum di ruang lalu lintas jalan. Angkutan umum adalah angkutan orang/atau
barang yang menggunakan kendaraan umum dengan dipungut bayaran. Keselamatan
43 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunuj Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Hal 6
44 Undang – Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pada Pasal 1 ayat (31) 45 Ibid
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 32
lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari resiko
kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan,
dan/atau lingkungan46 .
Pelayanan angkutan kota antar dalam propinsi dilaksanakan dengan cirri-ciri sebagai
berikut; a. mempunyai jadwal tetap, tercantum dalam jam perjalanan pada kartu
pengawasan mobil bus yang dioperasikan. b. pelayanan angkutan dilakukan bersifat
cepat atau lambat, c. dilayani dengan mobil bus besar atau sedang, baik untuk pelayanan
ekonomi mapun pelayanan non ekonomi, d. tersedia terminal penumang sekurang-
kurangnya tipe B, pada awal pemberangkatan, persilangan, dan terminal tujuan, e.
prasarana jalan yang dilalui dalam pelayanan angkutan antar kota dalam propinsi
tercantum dalam izin trayek yang telah ditetapkan 47.
Di daerah yang sarana transportasinya belum memadai, pengankutan orang dapat
dilakukan dengan mobil barang. Pengangkutan orang dengan menggunakan mobil
barang, wajib memenuhi persyaratan; a. ruangan muatan dilengkapi dengan dinding
yang tingginya sekurang-kurangnya 0,6 m, b. tersedia luas lantai ruang muatan
sekurang-kurangnya 0,4 m2 per penumpang, c. memiliki dan membawa surat
keterangan mobil barang mengangkut penumpang 48
Kendaraan yang digunakan untuk antar kota dalam propinsi harus dilengkapi; a. nama
perusahaan dan nomor urut kendaraan yang dicantumkan, dan belakang kendaraan. b.
papan trayek yang memuat asal dan tujuan serta kota yang dilalui dengan dasar putih
tulisan hitam yang ditempatkan di bagian depan dan belakang kendaraan. c. jenis trayek
yang dilayani ditulis secara jelas dengan huruf balok, melekat pada badan kendaraan
sebelah kiri dan kanan dengan tulisan” Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi, e. jati diri
pengemudi yang ditempatkan pada dashboard yang dikeluarkan oleh masing-masing
perusahaan angkutan, f. fasilitas bagasi sesuai kebutuhan, tulisan standar pelayanan,
daftar tarif yang berlaku, g. dilengkapi dengan adanya kotak obat dengan isinya, h. alat
pemantau untuk kerja pengemudi, yang sekurang-kurangnya dapat merekam kecepatan
kendaraan dan perilaku pengemudi dalam mengoperasikan kendaraan.49.
Dalam hal pengoperasian angkutan, pengusaha angkutan yang telah memperoleh izin
trayek diwajibkan mengutamakan keselamatan dalam pengoperasikan kendaraan
sehingga tidak terjadi kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa 50. Untuk
memperoleh izin operasi, pemohon wajib memenuhi persyaratan administratif dan
persyaratan teknis. Dalam persyaratan teknis tel;ah ditegaskan pemohon diwajibkan
memiliki atau menguasai kendaraan bermotor yang laik jalan yang dibuktikan dengan
fotokopi Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sesuai domisili perusahaan dan
fotokopi Buku Uji 51
46 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan
Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota pada Halaman 10
47 Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum pada Pasal 19
48 Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan pada Pasal 3 49 Ibid Pasal 19 50 Ibid Pasal 62 point j 51 Ibid Pasal 67 point c
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 33
Untuk menjamin keselamatan, kelaikan kendaraan untuk operasional harus dipastikan
siap pakai. Artinya, semua komponen yang diharuskan diuji secara berkala harus
dipastikan sudah terpenuhi. Pelaksanaan uji berkala kendaraan dimaksudkan untuk 52; a.
memberikan jaminan keselamatan secara teknis terhadap penggunaan kendaraan
bermotor di jalan, b. melestarikan lingkungan dari kemungkinan pencemaran yang
diakibatkan oleh pengguna kendaraan bermotor di jalan. Beberapa komponen yang
diharuskan diuji secara berkala adalah sebagai berikut 53; a. uji suspense roda (Pit wheel
Suspension Tester) dan kondisi teknis bagian bawah kendaraan, b. uji rem, c. lampu
utama, d. speedometer, e. uji emisi gas buang meliputi; uji karbon monoksida (CO),
hidro karbon (HC), dan ketebalan asap gas buang, f. berat kendaraan, g. kincup roda
depan (side slip tester), h. suara (sound level meter), i. dimensi kendaraan (lebar,
panjang, tinggi dan sumbu roda), j. tekanan udara (kompressor rem, tekanan udara ban),
k. kaca film.
Untuk menjamin keselamatan para penumpang, setiap kendaraan dilengkapi dengan
fasiliats tanggap darurat. Fasilitas tanggap darurat dalam hal ini adalah berupa; a. alat
pemukul/pemecah kaca (martil), b. alat pemadam kebakaran, c. alat kendali darurat
pembuka pintu utama yang dirancang dan ditempatkan sedemikian rupa sekurang-
kurangnya dua buah pada setiap kanan kiri sisi dalam kendaraan bermotor sehingga
mudah dioperasikan dari dalam baik oleh awak kendaraan mapun penumpang yang
bekerja secara otomatis 54. Kelengkapan fasilitas tanggap darurat standar kendaraan
bermotor angkutan penumpang, wajib dipenuhi dengan persyaratan teknis:
a. Jumlah tempat keluar darurat sekurang-kurangnya 55:
1) Satu tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan kiri, jika muatannya tidak
lebih dari 26 penumpang
2) Dua tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan kiri, jika muatannya antara
27 dan 50 penumpang
3) Tiga tempat keluar darurat pada setiap sisi jika muatannya antara 51 dan 80
penumpang
4) Empat tempat keluar darurat pada setiap sisi jika muatannya lebih dari 80
penumpang
b. Khusus untuk mobil penumpang yang jumlah muatannya lebih dari 27
penumpang, diwajibkan memiliki pintu darurat minimal 2 buah pada sisi kiri-
kanan
c. Pada sisi kiri, jumlah tempat keluar dapat dikurangi dengan satu, jika pada
dinding belakang tempat pintu yang lebarnya paling sedikit 430 millimeter
d. Tempat keluar darurat berupa jendela harus memenuhi persyaratan:
1) Memiliki ukuran minimum 600 millimeter x 430 milimeter dan apabila
memiliki ukuran sekurang-kurangnya 1.200 millimeter x 430 millimeter
disamakan dengan memiliki dua tempat keluar darurat
2) Mudah dan cepat dapat dibuka atau dirusak atau dilepas
3) Sudut-sudut jendela yang berfungsi sebagai tempat keluar darurat tidak
runcing
52 Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.71 Tahun 1993 tentang Pengujian Berkala Kendaraan
Bermotor Pada Pasal 2 ayat (1) 53 Ibid, Pasal 12 ayat (1) 54 Keputusan DSirektur Perhubungan Darat No. SK.1763/AJ.501/DRJD/1003 tentang Petunjuk teknis
Tanggap Darurat Kecelakaan Kendaraan Bermotor Angkutan Penumpang pada Pasal 5 55 Ibid, Pasal 6
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 34
4) Tidak dirintangi oleh tongkat-tongkat atau jeruji pelindung
e. Tempat keluar darurat berupa pintu yang dipasang pada dinding samping kanan,
harus memenuhi persyaratan:
1) Memiliki lebar sekurang – kurangnya 430 millimeter
2) Mudah dibuka setiap waktu dari dalam
f. Tempat keluar darurat diberi tanda atau petunjuk dengan tulisan yang
menjelaskan tempat keluar darurat dan tata cara membukanya
g. Tempat duduk di dekat tempat keluar darurat harus mudah dilepas atau dilipat
dan diberi warna tempat duduk yang berbeda dari warna tempat duduk lainnya
h. Kaca mobil bud wajib menggunakan kaca keselamatan (Safety Glass), dengan
ketentuan sebagai berikut;
1) Kaca bagian depan harus memakai jenis Laminated
2) Kaca bagian samping kiri-kanan dan belakang memakai jenis tempered
Standar keselamatan seperti telah disebutkan sebelumnya adalah bersifat umum.
Artinya, setiap angkutan harus memenuhi standar tersebut termasuk AKDP (Angkutan
Kota Dalam Propinsi). Berkenaan dengan itu, standar tersebut dapat juga diberlakukan
pada AKDP yang ada di Propinsi Kalimantan Tengah. Untuk dapat mengetahui tingkat
keselamatan AKDP telah dilakukan wawancara dengan Balai Pengujian Kendaraan
Bermotor, Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Lalu Lintas & Angkutan Jalan
Propinsi Kalimantan Tengah tentang bagaimana kondisi keselamatan Angkutan Kota
Dalam Propinsi (AKDP). Dalam hal ini, kelaikan tentunya dilihat dari segi ketaatan
para pemilik AKDP untuk melakukan Uji KIR secara berkala. Berdasarkan data dan
informasi yang diperoleh, semua angkutan yang berflat kuning diwajibkan melakukan
KIR secara berkala dan pemilik AKDP juga mentaatinya. Di lain pihak, LLAJ dari
Dinas Perhubungan juga melakukan razia secara rutin untuk mengecek apakah AKDP
rutin melakukan Uji KIR sesuai dengan ketentuan. Ternyata dari hasil razia yang
dilakukan semua kendaraan AKDP secara rutin melakukan Uji KIR secara berkala.
Kantor Pengujian Kendaraan Bermotor Pembangunan Kantor Baru Kendaraan Bermotor
Gambar 8.9 Kantor Pengujian Kendaraan Bermotor di Kalteng
Surveyor juga melakukan wawancara terhadap sepuluh (10) Pengemudi AKDP yang
kebetulan sedang menunggu di terminal. Dari hasil wawancara dengan para Pengemudi,
ternyata kendaraan yang dibawa rutin melakukan uji KIR secara berkala dan
menunjukkan Buku Uji KIR. Sebagai bukti melakukan uji KIR, juga terlihat pada badan
kendaraan AKDP yang diletakkan di samping kanan dan kiri badan kendaraan. Di
samping kelaikan kendaraan AKDP, juga melakukan pengamatan dan wawancara
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 35
terhadap keselamatan dalam keadaan darurat. Hasilnya sebagian besar kurang mentaati.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8.16 Standar AKDP (Angkutan Kota Dalam Propinsi)
No
Standar AKDP Standar di
Lokasi
Studi
Propinsi
Kalimantan
Tengah
Uraian Standar
1 Di daerah dimana sarana transportasinya belum
memadai, pengangkutan orang dapat
menggunakan mobil barang, namun waji
memenuhi persyaratan;
a.ruang muatan dilengkapi dengan dinding yang
tingginya sekurang-kurangnya
b.tersedia luas lantai ruang muatan sekurang –
kurangnya
c.memiliki dan membawa surat keterangan mobil
mengangkut penumpang
0,6 m
0,4 m2 per penumpang
0,6 m
0,4 m2 per
penumpang
2 Kendaraan yang digunakan untuk antar kota
dalam propinsi harus dilengkapi:
a.nama perusahaan
ditempelkan di
badan kendara-
an
b.nomor kendaan
ditempelkan di
depan & belakang
kendaraan
c.jenis trayek yg
dilayani,ditulis
huruf balok di
ditempelkan pada
badan kendaraan
sebelah kiri dan
kan kendaran
dengan tulisan
AKDP
Ada
Ada
Ada
3 Memiliki Jati diri pengemudi ditempatkan yang
dikeluarkan oleh perusahaan
ditempatkan di Dashboard Tidak ada
3 Fasilitas a.Bagasi
b.Kota obat &
isinya
c.Alat pemantau
kecepatan ken-
daraan
Ada
Tidak ada
Ada
4 Keselamatan AKDP yang dibuktikan dengan
adanya Buku Uji Kendaraan secara berkala
meliputi;
a.uji suspense roda
& kondisi teknis
Bagian bawah
kendaraan
b.uji rem
c.uji lampu utama
d.speedometer
e.uji emisi gas
buang (uji kar-
bon monoksida &
hidro karbon serta
ketebalan asap gas
buang
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 36
No
Standar AKDP Standar di
Lokasi
Studi
Propinsi
Kalimantan
Tengah
Uraian Standar
f.berat kendaraan
g.kincup roda depan
h.suara
i.dimensi kendaraan
(lebar, tinggi dan
Sumbu roda)
j.tekanan udara
(compressor rem,
tekanan udara ban)
k.kaca film
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
ada
5 Untuk menjamin keselamatan penumpang, setiap
kendaraan harus dilengkapi dengan fasilitas
tanggap darurat berupa;
a.alat pemukul/peme-
cah kaca ( martil )
b.alat pemadan keba-
karan
c.alat kendali darurat
pembuka pintu uta-
ma dua(2) buah yg
ditempatkan di sisi
kiri dan kanan seca-
ra otomatis
d.satu(1) tempat kelu-
ar darurat pada seti-
ap sisi kanan kiri,ji-
ka muatannya tidak
lebih dari 26 penum
-pang
e.dua (2) tempat kelu-
ar darurat pada seti-
ap sisi kiri kanan, ji-
ka muatannya antara
27 dan 50 penum-
Pang
f.tiga(3) tempat ke –
luar darurat pada se-
tiap sisi kiri kanan
antara 51 – 80 pe-
numpang
g.empat (tempat kelu-
ar darurat pada seti-
ap sisi kiri kanan
jika mauatnya lebih
dari 80 pemumpang
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
6 Mobil penumpang yang jumlah muatannya lebih
27 orang penumpang diwajibkan memiliki pintu
darurat minimal
2 ( dua) buah pada sisi kiri
kanan
Tidak ada
7 Pada sisi kiri, jumlah tempat keluar dapat
dikurangi dengan satu (1)
Jika pada dinding belakang
tempat pintu lebarnya
paling sedikit 430
millimeter
Tidak ada
8 Tempat keluar darurat berupa jendela harus
memenuhi persyaratan;
a.memiliki ukuran
minimum 600 milli
meter x 430 milli-
meter bilamana me-
miliki ukurang seku-
rang-kurangnya
Tidak ada
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 37
No
Standar AKDP Standar di
Lokasi
Studi
Propinsi
Kalimantan
Tengah
Uraian Standar
1.200 millimeter x
430 millimeter disa-
Makan dengan memi
Liki dua (2) tempat
Keluar darurat
b.mudah dan cepat di-
buka atau dirusak
atau dilepas
c.sudut-sudut jendela
yg berfungsi seba-
gai tempat keluar
darurat dan tidak
runcing
d.tidak dirintangi oleh
tongkat-tongkat atau
jeruji pelindung
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
9 Tempat keluar darurat berupa pintu yg
Dipasang pada dinding samping kiri dan kanan
harus memenuhi persyaratan.
a.memiliki lebar seku-
rang-kurangnya 430
millimeter
b.mudah dibuka setiap
waktu dari dalam
Tidak ada
Tidak ada
10 Tempat keluar darurat diberi tanda dan
Dan tata cara membukanya
Ada tanda dan cara
membukanya
Tidak ada
11 Tempat duduk di dekat tempat keluar darurat
harus;
Mudah dilepas dan dilipat
serta diberi warna
12 Kaca mobil, wajib menggunakan kaca
keselamatan ( Safe glass ) dengan ketentuan;
a.kaca bagian depan
harus memakai jenis
Laminated
b.kaca bagian samping kiri
– kanan dan bela-
kang memakai jenis
Tempered
Tidak ada
Tidak ada
Sumber; Hasil Olahan Konsultan, 2013
Jumlah AKDP di Propinsi Kalimantan Tengah terdapat 271 unit, yang dimiliki berbagai
perusahaan angkutan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8.17 Jumlah Armada AKDP di Propinsi Kalimantan Tengah Dalam tahun 2013
No Nama Perusahaan/ Perorangan Jumlah Armada
1 PT. Yessoe Travel 10
2 CV. Candi Agung 11
3 CV. Logos 6
4 Koperasi Lasang Kilat 87
5 Koperasi Wahana 34
6 CV. Alib Utama 45
7 Koperasi Angkutan Antar
Kabupaten
28
8 CV. Rezeki Bersaudara 2
9 CV. Berlian Jaya 5
10 CV. Wira Karya 10
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 38
No Nama Perusahaan/ Perorangan Jumlah Armada
11 CV. Patas Tour 4
12 Koperasi Sonya Karya 12
13 An. Ukiso Piji 1
14 An. Harjono 1
15 An. H. Allo B Sarang 1
16 An. Darsono 2
17 CV. Mitra Buana 2
18 Koperasi Organda Parenggean 3
19 CV Doa mama 4
20 Perum DAMRI 3
Total 271 Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Kalimantan Tengah, 2013
Berdasarkan data dan penjelasan tersebut di atas, maka nilai capaian persentase standar
keselamatan yang melayani trayek antarkota dalm propinsi (AKDP) terhadap total
angkutan umum antarkota dalam propinsi dapat dihitung dengan rumus;
∑ Angkutan Armada Antar Kota Dalam Propinsi Memenuhi Standar Keselamatan
= x100%
∑ Total Armada Antar Kota Dalam Propinsi
271 unit
= x 100 %
271 unit
= 100 %
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, terpenuhinya standar
keselamatan bagi angkutan yang melayani trayek AKDP dalam tahun 2014 ditetapkan
100 %. Sementara nilai capaian terpenuhinya standar keselamatan bagi angkutan umum
yang melayani trayek AKDP dalam tahun 2012 sudah mencapai 100 %. Berkenaan
dengan itu, Propinsi Kalimantan Tengha sudah memiliki kinerja yang baik dalam
mewujudkan keselamatan operasional bagin AKDP.
5. Sumber Daya Manusia ( SDM )
Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimaksudkan dalam hal ini adalah tersedianya
SDM yang memiliki kompetensi sebagai pengawas kelaikan kendaraan pada
perusahaan angkutan umum, pengelola terminal dan pengelola perlengkapan jalan 56
lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut:
a. Tersedianya SDM Yang Memiliki Kompetensi Sebagai Pengawas Kelaikan
Kendaraan Pada Perusahaan
56 Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Bidang perhubungan
Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota pada Lampiran hal 2
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 39
Dalam rangka menjamin kelaikan kendaraan setiap hari, diharuskan setiap
perusahaan angkutan memiliki SDM yang mempunyai kompetensi memperbaiki
kendaraan pada saat kendaraan sampai di pool usai melakukan operasional. Tugas
SDM tersebut, adalah memeriksa secera keseluruhan kendaraan secara rutin,
apakah laik operasional atau tidak. Apalagi, bilamana ada keluhan sopir,
diharapkan sesegera mungkin dapat melakukan pemeriksaan dan perbaikan.
Dengan demikian, diharapkan keselamatan para penumpang dapat lebih terjamin.
Hal ini adalah sesuai bahwa standar pelayanan angkutan orang, dimana setiap
perusahaan angkutan umum wajib memenuhi standar yang terdiri dari; a.
keamanan, keselamatan dan kenyamanan 57. Setiap perusahaan yang memiliki izin
trayek, diwajibkan memenuhi persyaratan admistratif dan teknis. Persyaratan
administratif adalah meliputi beberapa aspek, antara lain; a. menguasai fasilitas
penyimpanan/ pool kendaraan bermotor yang dibuktikan dengan gambar lokasi dan
bangunan serta surat keterangan mengenai pemilikan atau penguasaan, b. memiliki
atau bekerjasama dengan pihak lain yang mampu menyediakan pemeliharaan
kendaraan bermotor sehingga dapat merawat kendaraan untuk tetap dalam kondisi
laik jalan 58
Berdasarkan wawancara dengan Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi
Kalimantan Tengah c.q Bidang Program, jumlah pengusaha angkutan antar kota
dalam Propinsi Kalimantan Tengah dalam tahun 2013 terdapat sebanyak 20 (dua
puluh). Sesuai dengan aturan seperti telah dijelaskan sebelumnya, setiap
perusahaan angkutan diwajibkan memiliki SDM yang memiliki kompetensi
sebagai pengawas kelaikan kendaraan yang pada dasarnya berada dalam
lingkungan perusahaan angkutan tersebut atau bekerja sama dengan pihak lain
untuk menjamin kelaikan operasional kendaraan. Tetapi dalam kenyataannya, 18
(lima belas) perusahaan tersebut cenderung memilih kerjasama dengan pihak lain,
dan 2 ( dua ) perusahaan angkutan memiliki SDM yang memiliki pompetensi
dalam perbaikan kendaraan yang langsung berada dlingkungan perusahaan
angkutan. Berdasarkan informasi dari beberapa pengusaha angkutan, pilihan
bekerjasama dengan pihak lain sangat menguntungkan, karena tidak setiap hari
kendaraan mengalami kerusakan, kecuali bilamana kendaraan mengalami
kerusahaan SDM dari pihak kerjasama dipanggil untuk memperbaiki. Sementara
jika memiliki sendiri tenaga professional sebagai unit dalam perusahaan angkutan
biayanya relatif mahal, karena harus membeli peralatan dan menggaji setiap bulan.
Sementara dengan bekerjasama dengan pihak lain, pembayarannya hanya sebatas
waktu tenaga SDM tersebut digunakan dalam perbaikan kendaraan. Makna
memiliki SDM yang memiliki kompetensi dalam sebagai pengawasan kelaikan
kendaraan perusahaan adalah sama dengan bekerjasa sama dengan pihak lain
dalam pemeliharaan kendaraan. Artinya, yang penting kendaraan dapat laik
operasional pada saat digunakan. Karena itu, boleh dikatakan kinerja SDM yang
memiliki komptensi dalam pengawasan kelaikan kendaraan dapat dihitung dengan
rumus ;
% memiliki SDM yang memiliki kompotensi sebagai tenaga pengawas;
57 Undang – Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalam pada Pasal 141 point a,b
dan c. 58 Keputusan Menteri Perhubungan No. 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum pada Pasal 45 ayat (1) dan ayat (2) pada point c.d. dan e.
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 40
∑ Usaha Angkutan Yang Memiliki SDM Yang Berkompetensi dalam Kelaikan
= x100%
∑ Usaha Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi
20
= x 100 %
20
= 100 %
Bertitik tolak dari Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, terpenuhinya
standar keselamatan bagi angkutan yang melayani trayek AKDP dalam tahun 2014
ditetapkan 100 %. Sementara nilai capaian terpenuhinya standar SDM yang
profesional/memiliki kompotensi sebagai tenaga pengawas kelaikan kendaraan
bermotor bagi perusahaan AKDP dalam tahun 2012 sudah mencapai 100 %.
Berkenaan dengan itu, Propinsi Kalimantan Tengah sudah memiliki kinerja yang
baik dalam mewujudkan tenaga yang professional bagi pengawas kelaikan
kendaraan bermotor untuk perusahaan AKDP.
b. SDM Pengelola Terminal
SDM pengelola terminal sangat diperlukan, mengingat terminal adalah merupakan
pangkalan kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan
dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang, serta
perpindahan moda angkutan. SDM yang memiliki kompetensi dalam pengelola
terminal akan berdampak positif terutama dalam hal kelancaran keluar masuk
kendaraan, kenyamanan, keamanan dan mobilisasi penumpang naik- turun serta
pilihan kendaraan antar jaringan.
Berdasarkan data dan informasi dari lapangan, setiap terminal kegiatan
dikelompokkan pada tiga bagian, yaitu regu I, regu II dan Regu III. Regu I bertugas
untuk mengawasai dan mengatur kedatangan kendaraan ke dalam terminal. Regu II
bertugas untuk mengawasi dan mengatur kendaraan dalam terminal, dan Regu III
bertugas mengawasai dan mengatur keberangkatan kendaraan dari terminal. Dari
hasil pengamatan di lapangan khususnya pada terminal terminal tipe B, jumlah
SDM pada setiap regu rata-rata mencapai 6 (enam) orang. Padahal, berdasarkan
informasi dari Kepala Terminal Tipe B dengan jumlah SDM sebanyak 4 orang
pada setiap regu, sebenarnya sudah mampu melaksanakan tugas dengan baik.
c. SDM Pengelola Perlengkapan Jalan
Perlengkapan Jalan yang meliputi marka, rambu, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas,
alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan, alat pengawasan dan pengamanan
Jalan, serta fasilitas pendukung59 . Peranan perlengkapan jalan dalam mendukung
arus lalu lintas dan keselamatan kendaraan dalam operasional sangat diperlukan.
Karena itu harus didukung oleh tenaga baik dari segi jumlah maupun professional.
Berdasarkan data dan informasi dari Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi
59 Undang – Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Pasal 1 ayat (6 )
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 41
Kalimantan Tengah, tenaga pengelola perlengkapan jalan ditempatkan di seksi
keselamatan lalu lintas pada Bidang Perhubungan Darat. Jumlah tenaga yang ada
khusus mengelola perlengkapan jalan terdapat 12 orang, dan sudah pernah
mendapatkan pendidikan dan latihan yang diselenggaran oleh Pemerintah Propinsi
maupun Pemerintah Pusat yang dalam hal ini Ditjen Perhubungan Darat –
Kementerian Perhubungan. Karena iti, berdasarkan pengalaman selama ini, dengan
jumlah 12 orang sudah mampu mengelola perlengkapan jalan.
B. Angkutan Sungai Dan Danau
1. Jaringan Pelayanan Angkutan Sungai dan Danau
Angkutan sungai dan danau adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang
dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, banjir, kanal, dan terusan yang mengangkut
penumpang dan atau barang yang diselenggralan oleh perusahaan angkutan sungai dan
danau 60. Setiap kapal yang melayani angkutan sungai dan danau, wajib memenuhi
persyaratan sebagai berikut : a. memenuhi persyaratan teknis / kelaikan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku; b. memiliki fasilitas sesuai dengan spesifikasi teknis prasarana
pelabuhan pada trayek yang dilayani; c. memiliki awak kapal sesuai dengan ketentuan
persyaratan pengawakan untuk kapal sungai dan danau; d. memiliki fasilitas utama
dan/atau fasilitas pendukung baik bagi kebutuhan awak kapal maupun penumpang,
barang dan/atau hewan, sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku;e.mencantumkan
identitas perusahaan / pemilik dan nama kapal yang ditempatkan pada bagian kapal yang
mudah dibaca dari samping kiri dan kanan kapal; f. mencantumkan informasi/petunjuk
yang diperlukan dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Penetapan trayek dilakukan dengan memperhatikan pengembangan wilayah potensi
angkutan dan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang tersusun dalam satu
kesatuan tatanan transportasi nasional. Trayek berfungsi untuk menghubungkan simpul
pada pelabuhan sungai, danau, dan pelabuhan laut yang berada dalam satu alur61. Untuk
pelayanan angkutan sungai dan danau dalam trayek tetap dan teratur, dilakukan dalam
jaringan trayek. Jaringan trayek terdiri dari : a. trayek utama, yaitu menghubungkan antar
pelabuhan sungai dan danau yang berfungsi sebagai pusat penyebaran; b. trayek cabang,
yaitu menghubungkan antara pelabuhan sungai dan danau yang berfungsi sebagai pusat
penyebaran dengan yang bukan berfungsi sebagai pusat penyebaran atau antar pelabuhan
sungai dan danau yang bukan berfungsi sebagai pusat penyebaran 62
Penetapan jaringan trayek angkutan sungai dan danau dilakukan dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : a. tatanan kepelabuhanan nasional; b.
adanya demand (kebutuhan angkutan); c. rencana dan/atau ketersediaan pelabuhan sungai
dan danau; d. ketersediaan kapal sungai dan danau (supply) sesuai dengan spesifikasi
teknis kapal dan spesifikasi pelabuhan pada trayek yang akan dilayani; e. potensi
perekonomian daerah. Trayek tetap dan teratur untuk pelayanan angkutan dalam
kabupaten/kota, ditetapkan oleh Bupati/Walikota 63. Karena itu, jaringan trayek adalah
kumpulan dari trayek yang menjadi satu/atau kesatuan pelayanan angkutan
60 Keputusan Menteri Perhubungan No. 73 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai Dan
Danau Pada Pasal 1 Ayat (1) 61 Ibid , Pada Pasal 2 Ayat (1 dan 2 ) 62 Ibid, Pada Pasal 12 Ayat (1 dan 2 ) 63 Ibid, Pada Pasal 12 Ayat ( 3 dan 4)
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 42
penumpang/atau barang dari satu pelabuhan ke palabuhan lainnya 64. Defenisi
operasionalnya adalah tersedianya angkutan sungai dan danau untuk melayani jaringan
trayek antarkabupaten/kota dalam propinsi pada wilayah yang tersedia alur pelayaran
sungai dan danau yang dapat dilayari. Artinya, dalam hal ini ditekankan adalah
prosentase jumlah jaringan trayek yang telah dilayani oleh angkutan sungai dan dan
danau terhadap total jaringan trayek antarkabupaten/kota dalam propinsi 65
Tabel 8.18 Jaringan Trayek Angkutan Sungai Antar Kota/Kabupaten Dalam Propinsi Kalimantan
Tengah Dalam tahun 2013
No Jaringan Pelayanan
1 P.Raya – Bahaur (PP)
2 K.Bangkirai (P.Raya) – Bantanan – Sebangau – Pegatan
3 Tangkiling (P.Raya) – Tumbang Talaken (PP)
4 Tangkiling (P.Raya) – Tumbang Jutuh (PP)
5 Kapuas – Terusan Raya – Pangkoh (PP)
6 Kapuas – Mandomai – Mentangai – Timpah – Pujon (PP)
7 Kapuas - Palingkau – Jenamas (PP
8 Kapuas - Palingkau – Jenamas – Mengkatip – Bangkuang
– Buntok (PP)
9 Pulang Pisau – Pangkoh (PP)
10 Kasongan – Petak Bahandang – Bahaun Bangau –
Pegatan- Mendawai (PP)
11 Kasongan – Pendahara – Buntut Bali – Tumbang Samba
– T. Hiran – T. Senawang. (PP)
12 Kasongan – Pendahara – Buntut Bali – T.Samba –
Tumbang Kaman
13 Sampit – Bagedang – Samuda – Pegatan (PP)
14 Sampit – Samuda – Babinang Hilir – Tumbang Hantipan
– Perigi – Pegatan Mendawai (PP)
15 Sampit – Kotabesi – Cahaya Mulya - Pundu
16 Kota Besi – Parenggean (PP)
17 Kota Besi – Kuala Kuayan (PP)
18 Kota Besi - Kuala Pembuang – Telaga Pulang –
Penbuang Hulu – Rantau Pulut – Tumbang Manjul (PP)
19 P.Bun – Kotawaringin Lama – Nanga Bulik (PP
20 P.Bun – Tanjung Putri – Pantai Luci (PP)
21 Nanga Bulik – Papen Bini (PP)
22 Nanga Bulik – Bayat (PP)
23 Sukamara - Kuala Jelay
24 Sukamara – Balai Riam
25 Sukamara – Manis Mata - Kalbar
26 K.Pembuang – Telaga Pulang – Bangkal (PP)
27 Buntok – Bangkuang – Mengkati – Jenamas (PP)
28 Buntok – Pendang – Tumpung Laung - M.Teweh (PP
29 M.Teweh – Lahai – Muara Laut – P.Cahu (PP
30 Kuala Kurun – Tewah – Miri (PP
Sumber : Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Kalimantan Tengah, 2013
-UPT Sungai Khahayan Palangka Raya, 2013
64 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan
Pencapaian Standar pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Halaman 11
65 Ibid Pada Pada halamn 11
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 43
Di antara jaringan trayek angkutan kapal sungai seperti telah dijelaskan sebelumnya
memiliki kebuthan dan realisai yang sudah dilayani kapal angkutan sungai, dan lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8.19 Kebutuhan Dan Jumlah Kapal Yang Melayani Trayek Angkutan Sungai di Propinsi
Kalimantan Tengah Dalam Tahun 2013
No
Jaringan Pelayanan
Kebutuhan
Kapal Sungai
(unit)
Realsisasi
Kebutuhan
(unit)
1 P.Raya – Bahaur (PP) 4 4
2 K.Bangkirai (P.Raya) – Bantanan – Sebangau – Pegatan 5 5
3 Tangkiling (P.Raya) – Tumbang Talaken (PP) 3 3
4 Tangkiling (P.Raya) – Tumbang Jutuh (PP) 2 2
5 Kapuas – Terusan Raya – Pangkoh (PP) 4 4
6 Kapuas – Mandomai – Mentangai – Timpah – Pujon
(PP)
3 3
7 Kapuas - Palingkau – Jenamas (PP 3 3
8 Kapuas - Palingkau – Jenamas – Mengkatip –
Bangkuang – Buntok (PP)
4 4
9 Pulang Pisau – Pangkoh (PP) 2 2
10 Kasongan – Petak Bahandang – Bahaun Bangau –
Pegatan- Mendawai (PP)
4 4
11 Kasongan – Pendahara – Buntut Bali – Tumbang Samba
– T. Hiran – T. Senawang. (PP)
4 4
12 Kasongan – Pendahara – Buntut Bali – T.Samba –
Tumbang Kaman
4 4
13 Sampit – Bagedang – Samuda – Pegatan (PP) 4 4
14 Sampit – Samuda – Babinang Hilir – Tumbang
Hantipan – Perigi – Pegatan Mendawai (PP)
4 4
15 Sampit – Kotabesi – Cahaya Mulya - Pundu 5 5
16 Kota Besi – Parenggean (PP) 2 2
17 Kota Besi – Kuala Kuayan (PP) 3 3
18 Kota Besi - Kuala Pembuang – Telaga Pulang –
Penbuang Hulu – Rantau Pulut – Tumbang Manjul (PP)
3 3
19 P.Bun – Kotawaringin Lama – Nanga Bulik (PP 3 3
20 P.Bun – Tanjung Putri – Pantai Luci (PP) 4 3
21 Nanga Bulik – Papen Bini (PP) 2 2
22 Nanga Bulik – Bayat (PP) 4 4
23 Sukamara - Kuala Jelay 2 2
24 Sukamara – Balai Riam 2 2
25 Sukamara – Manis Mata - Kalbar 3 3
26 K.Pembuang – Telaga Pulang – Bangkal (PP) 4 4
27 Buntok – Bangkuang – Mengkati – Jenamas (PP) 4 4
28 Buntok – Pendang – Tumpung Laung - M.Teweh (PP 2 2
29 M.Teweh – Lahai – Muara Laut – P.Cahu (PP 3 3
30 Kuala Kurun – Tewah – Miri (PP 3 3
JUMLAH 96 96
Sumber; - Dinas Perhubungan & Informatikan Propinsi Kalimantan Tengah , 2013
-UPT
Berdasarkan data tersebut di atas, maka nilai tersedianya angkutan sungai untuk melayni
jaringan trayek antarkabupaten/kota dalam Propinsi Kalimantan Tengah dapat dihitung
dengan rumus ;
% Pelayanan Angkutan Sungai
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 44
∑ Jaringan trayek yang telah dilayani angkutan sungai
= -------------------------------------------------------------------------- x 100%
∑ Total jaringan trayek antarkabupaten/kota dalam propinsi
30 jaringan trayek yang terlayani
= ----------------------------------------------- x 100%
30 jaringan trayek yang ada
= 100%
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, tersedianya angkutan sungai
untuk melayani jaringan trayek antar kota/kabupeten dalam propinsi pada wilayah yang
tersedia alur pelayaran sungai pada tahun 2014 ditetapkan capaian 75 %. Sementara dalam
tahun 2012 capaian tersedianya angkutan untuk melayani jaringan trayek sudah mencapai
100 %. Dengan demikian, pelayanan angkutan sungai di Propinsi Kalimantan Tengah
memiliki perang yang sukup besar selama ini.
Menurut informasi awalnya angkutan sungai yang ada di Kalimantan Tengah merupakan
sarana transportasi yang sangat akrab dan urgen di masyarakat dan kini telah berubah
menjadi sepi. Hal ini disebabkan, karena sekarang ini sudah ada jalan raya berada di
samping sungai mengikuti alur sungai dari hilir ke hulu, sehingga banyak masyarakat
beralih menggunakan jalur jalan raya dalam melakukan aktivitas.
2. Jaringan Prasarana Angkutan Sungai
Berdasarkan Peraturam Menteri Perhubungan No.81 Tahun 2011 jaringan prasarana
angkutan sungai difkuskan pada tersedianya pelabuhan sungai untuk melayani kapal sungai
yang beroperasi pada jaringan trayek antakabupaten/kota dalam propinsi pada wilayah
yang tersedia alur pelayaran sungai. Pelabuhan Sungai dan Danau adalah pelabuhan yang
digunakan untuk melayani angkutan sungai dan danau yang terletak di sungai atau danau 66. Defenisi operasional adalah tersedianya pelabuhan sungai untuk melayani kapal sungai.
Berkenaan dengan itu, melihat angkutan sungai cukup berperan sebagai transportasi sungai
bagi masyarakat, maka pembangunan pelabuhan sungai telah diupayakan di Propinsi
Kalimantan tengah, lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8.20 Jumlah Dermaga/ Pelabuhan
No Demaga/ Pelabuhan Wilayah
1 Dermaga Rambang Kota Palangka Raya
2 Dermaga Tangkiling ;
3 Dermaga Marang (P.Kerja PM2L) ;
4 Dermaga B. Bengkel ;
5 Dermaga Kereng Bangkirai ;
6 Dermaga D. Mare Kabupaten Kapuas
7 Dermaga Patih Rumbih ;
8 Dermaga A. Serapat ;
9 Dermaga A. Tamban ;
10 Dermaga A. Basarang ;
11 Dermaga A. Tamban ;
12 Dermaga A. Basarang ;
66 Peraturan Menteri Perhubungan No. 52 Tahun 2012 tentang Alur Pelayaran Sungai dan Danau Pada
Pasal 1 ayat ( 2)
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 45
No Demaga/ Pelabuhan Wilayah
13 Dermaga M. Dadahup ;
14 Dermaga Lamunti ;
15 Dermaga Palingkau ;
16 Dermaga Pujon ;
17 Dermaga Mantangai Kabupaten Pulang Pisau
18 Dermaga Pulang Pisau ;
19 Dermaga Pasar Patanak ;
20 Dermaga Mintin ;
21 Dermaga Maliku ;
22 Dermaga Pasar Maliku ;
23 Dermaga Pangkoh ;
24 Dermaga Bahaur ;
25 Dermaga Bukit Rawi ;
26 Dermaga Bawan ;
27 Dermaga Paduran ;
28 Dermaga Gandang ;
29 Dermaga Jabiren ;
30 Dermaga Buntoi ;
31 Dermaga Badirih ;
32 Dermaga Anjir Kelampan ;
33 Dermaga Penyeb.Bahaur Kabupaten Gunung Mas
34 Dermaga K. Kurun ;
35 Dermaga K. Kurun ( Dishub) ;
36 Dermaga Tewah ;
37 Dermaga Sepang Simin ;
38 Dermaga Tb Jutuh ;
39 Dermaga Talaken ;
40 Dermaga Takaras Kabupaten Katingan
41 Dermaga Pegatan ;
42 Dermaga Selat Jeruju ;
43 Dermaga Mendawai ;
44 Dermaga Baon Bango ;
45 Dermaga Petak Bahandang ;
46 Dermaga Kasongan Lama ;
47 Dermaga Indrasari Beton Kabupaten Kotawaringin Barat
48 Dermaga Pasar Saik ;
49 Dermaga Kotawaringin Lama ;
50 Dermaga Kumai ;
51 Dermaga Ponton K.Lama ;
52 Dermaga Penyeb.Kumai ;
53 Dermaga K. Lama Kabupaten Lamandau
54 Dermaga N. Bulik ;
55 Dermaga B/M Lamandau ;
56 Dermaga Sukamara ;
57 Dermaga Kuala Jelai Kabupaten Sukamara
58 Dermga Pulau Nibung ;
59 Dermaga Jelapat ;
60 Dermaga Jenamas Kabupaten Barito Selatan
61 Dermaga Bengkuang ;
62 Dermaga Mangkatip ;
63 Dermaga Pasar Lama ;
64 Dermaga beton M. Teweh ;
65 Dermaga M.Teweh Kabupaten Barito Utara
66 Dermaga Montalat ;
67 Dermaga Bintang Ninggi ;
68 Dermaga P. Cahu Kabupaten Murung Raya;
69 Dermaga Laung
70 Dermaga Telang Baru Kabupaten Barito Timur
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 46
No Demaga/ Pelabuhan Wilayah
TOTAL 70
Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Kalimantan Tengah , 2013
-UPT Sungai Kahayan, 2013
Sementara jumlah dermaga/pelabuhan angkutan kapal sungai di wilayah Propinsi
Kalimantan Tengah dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8.21 Kebutuhan Dermaga/Pelabuhan Angkutan Kapal Sungai di Propinsi Kalimantan Tengah
Dalam Tahun 2013
No
Jaringan Pelayanan
Kebutuhan
Dermaga/Pelabuhan
(unit)
1 P.Raya – Bahaur (PP) 2
2 K.Bangkirai (P.Raya) – Bantanan – Sebangau – Pegatan 4
3 Tangkiling (P.Raya) – Tumbang Talaken (PP) 2
4 Tangkiling (P.Raya) – Tumbang Jutuh (PP) 1
5 Kapuas – Terusan Raya – Pangkoh (PP) 3
6 Kapuas – Mandomai – Mentangai – Timpah – Pujon (PP) 4
7 Kapuas - Palingkau – Jenamas (PP 2
8 Kapuas - Palingkau – Jenamas – Mengkatip – Bangkuang –
Buntok (PP)
3
9 Pulang Pisau – Pangkoh (PP) 2
10 Kasongan – Petak Bahandang – Bahaun Bangau – Pegatan-
Mendawai (PP)
6
11 Kasongan – Pendahara – Buntut Bali – Tumbang Samba – T.
Hiran – T. Senawang. (PP)
5
12 Kasongan – Pendahara – Buntut Bali – T.Samba – Tumbang
Kaman
4
13 Sampit – Bagedang – Samuda – Pegatan (PP) 4
14 Sampit – Samuda – Babinang Hilir – Tumbang Hantipan – Perigi
– Pegatan Mendawai (PP)
7
15 Sampit – Kotabesi – Cahaya Mulya -Pundu 3
16 Kota Besi – Parenggean (PP) 1
17 Kota Besi – Kuala Kuayan (PP) 1
18 Kota Besi - Kuala Pembuang – Telaga Pulang – Penbuang Hulu –
Rantau Pulut – Tumbang Manjul (PP)
6
19 P.Bun – Kotawaringin Lama – Nanga Bulik (PP 3
20 P.Bun – Tanjung Putri – Pantai Luci (PP) 2
21 Nanga Bulik – Papen Bini (PP) 2
22 Nanga Bulik – Bayat (PP) 1
23 Sukamara - Kuala Jelay 2
24 Sukamara – Balai Riam 2
25 Sukamara – Manis Mata - Kalbar 2
26 K.Pembuang – Telaga Pulang – Bangkal (PP) 3
27 Buntok – Bangkuang – Mengkati – Jenamas (PP) 4
28 Buntok – Pendang – Tumpung Laung - M.Teweh (PP 3
29 M.Teweh – Lahai – Muara Laut – P.Cahu (PP 3
30 Kuala Kurun – Tewah – Miri (PP 2
JUMLAH 95
Sumber; - Dinas Perhubungan & Informatikan Propinsi Kalimantan Tengah , 2013
-UPT
Berdasarkan data tersebut di atas, maka nilai tersedianya pelabuhan/dermaga untuk
melayani angkutan kapal sungai pada jaringan trayek antarkabupaten/kota dalam Propinsi
Kalimantan Tengah dapat dihitung dengan rumus ;
% Pelayanan Dermaga/pelabuhan Angkutan Kapal Sungai
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 47
∑ Dermaga yang melayani jaringan trayek angkutan sungai
= -------------------------------------------------------------------------- x 100% ∑ Total dermaga/pelabuhan yang melayani jaringan trayek antarkabupaten/kota dalam propinsi
70 Dermaga/pelabuhan
= ----------------------------------------------- x 100%
95 Kebutuhan Dermaga/ Pelabuhan
= 73,68%
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, tersedianya angkutan sungai
untuk melayani jaringan trayek antar kota/kabupeten dalam propinsi pada wilayah yang
tersedia alur pelayaran sungai pada tahun 2014 ditetapkan capaian 60 %. Sementara dalam
tahun 2012 capaian tersedianya angkutan untuk melayani jaringan trayek sudah mencapai
73 %. Dengan demikian, kinerja capaian pelayanan dermaga pada pelayanan angkutan
kapal sungai di Propinsi Kalimantan Tengah sangat menggembirakan. Hal ini mungkin
disebabkan, karena selama ini angkutan sungai di Propinsi Kalimantan Tengah adalah
merupakan satu-satunya yang digunakan masysrakat sebagai transportasi. Sekarang ini,
sudah terjadi perubahan, karena pembangunan jalan raya disepanjang sungai, akibatnya
masyarakat banyak beralih ke jalan raya. Sekilas gambaran dermaga sekarang beralih
fungsi menjadi tempat mainan anak-anak dan kapal di sungai Kahayan dapat dilihat pada
gambar berikut.
Salah satu kantor dermaga di Kalimantan Tengah Salah satu dermaga di Kalimantan Tengah
Salah satu dermaga yang beralih fungsi wisata Keadaan sungai Kahayan di Palangkaraya
Gambar 8.10 Keadaan sungai dan dermaga di Kalteng
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 48
3. Keselamatan
Keselamatan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi,
bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan, serta perlengkapan
termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan
sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian 67. Sementara Kapal adalah
kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakan dengan tenaga angin,
tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya
dukung dinamis, kendaraan dibawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan
terapung yang tidak berpindah-pindah. Terpenuhinya standar keselamatan kapal sungai dan
danau adalah prosentase terpenuhinya satandar keselamatan kapal sungai dan danau yang
beroperasi pada jaringan trayek antar kabupaten/ kota dalam provinsi terhadap total kapan
sungai dan danau yang beroperasi pada trayek antar kabupaten/ kota.68
Setiap kapal yang berlayar di daerah pelayaran wajib memenuhi persyaratan kelaiklautan
kapal sesuai dengan daerah pelayarannya. Kapal yang memenuhi persyaratan melayari
daerah pelayaran dengan peringkat yang lebih tinggi, memenuhi persyaratan juga untuk
daerah pelayaran dengan peringkat yang lebih rendah. Kapal yang hanya memenuhi
persyaratan melayari daerah pelayaran yang lebih rendah dapat diizinkan melayari daerah
pelayaran dengan peringkat yang lebih tinggi setelah memenuhi persyaratan kelaikan.
Daerah pelayaran yang diizinkan pada suatu kapal dicantumkan dalam sertifikat
keselamatan kapal 69. Demikian halnya, kapal angkutan sungai dan danau yang ada di
Propinsi Kalimantan Tengah juga diharuskan memenuhi persyaratan laik operasional.
Jumlah kapal sungai yang ada di Propinsi Kalimantan Tengah sekarang ini adalah
sebanyak 96 unit. Dalam rangka menjamin kselamatan pelayaran di sungai, sebaiknya
kapal tersebut memiliki persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan
perlistrikan, stabilitas, tata susunan, serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat
penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan
pemeriksaan dan pengujian. Khusus untuk kapal sungai dan danau telah dipersyaratkan
bahwa setiap kapal yang melayani angkutan sungai dan danau, wajib memenuhi
persyaratan sebagai berikut : a. memenuhi persyaratan teknis / kelaikan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku; b. memiliki fasilitas sesuai dengan spesifikasi teknis prasarana
pelabuhan pada trayek yang dilayani; c. memiliki awak kapal sesuai dengan ketentuan
persyaratan pengawakan untuk kapal sungai dan danau; d. memiliki fasilitas utama
dan/atau fasilitas pendukung baik bagi kebutuhan awak kapal maupun penumpang, barang
dan/atau hewan, sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku; e. mencantumkan identitas
perusahaan / pemilik dan nama kapal yang ditempatkan pada bagian kapal yang mudah
dibaca dari samping kiri dan kanan kapal; f. mencantumkan informasi/petunjuk yang
diperlukan dengan menggunakan bahasa Indonesia 70.
Dalam rangka mengetahui kelaikan dari persyaratan material kapal, maka setiap kapal yang
memiliki ukuran dibawah GT 7 ( < 7 GT ) yang akan dioperasikan untuk melayani
67 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan Dan
Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi Dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Halalaman 15
68 Ibid, Hal 15 69 Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan Pada Pasal 9 70 Keputusan Menteri Perhubungan No. 73 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan
Danau Pada Pasal 4
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 49
angkutan sungai dan danau dapat diukur, didaftarkan dan memenuhi persyaratan kelaikan
kapal dan pengawakan kapal. Sementara untuk kapal yang memiliki ukuran mulai dari GT
7 ke atas ( > 7 GT ) yang akan dioperasikan untuk melayani angkutan sungai dan danau
wajib diukur, didaftarkan, memenuhi persyaratan kelaikan kapal, persyaratan pengawakan
kapal, dan dapat diberikan tanda kebangsaan. Kapal yang telah diukur diberikan surat ukur.
Sementara kapal yang telah didaftarkan diberikan surat tanda pendaftaran dan tanda
pendaftaran. Untuk kapal dengan ukuran mulai dari GT 7 ke atas ( > 7 GT ) yang telah
diberi surat ukur dan surat tanda pendaftaran dapat diberikan surat tanda kebangsaan kapal
Indonesia. Kapal yang telah memenuhi persyaratan kelaikan kapal dan pengawakan kapal
diberikan sertifikat kelaikan kapal dan sertifikat pengawakan kapal. Pemberian surat ukur,
surat tanda pendaftaran dan tanda pendaftaran, sertifikat kelaikan kapal dan sertifikat
pengawakan kapal dibawah GT 7 ( < 7 GT ) diberikan oleh Bupati/Walikota sebagai tugas
desentralisasi 71
Berkenaan dengan itu, untuk mengetahui apakah kapal sungai aspek persyaratan material,
konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan, serta
perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang
dibuktikan dengan adanya sertfikat setelah dilakukan pemeriksaan, maka dilakukan
wawancara terhadap sepuluh (10) juru mudi kapal angkutan sungai. Dari hasil pengamatan
dan wawancara terhadap sepuluh (10) kapal angkutan sungai, ternyata semua aspek yang
dipersyaratkan memiliki sertfikat dan dapat dibuktikan melalui adanya sertifikat pada
aspek yang dipersyaratkan tersebut Berdasarkan informasi dari Kantor Kota Palangkaraya,
semua kapal sebelum beroperasi haris diukur terlebih dahulu, dan setelah memenuhi
persyaratan maka diberikan tanda surat ukur, dan yang melakukan pengukuran adalah
SDM yang ada di Dinas Perhubungan Kota Palangkaraya. Setelah sesuai dengan
persyaratan yang telah ditentukan, maka Walikota Palangkaraya memberikan surat ukur
bagi pemilik kapal di bawah 7 GT. Jika terjadi perubahan nama pemilik kapal, dan
perubahan mesin atau struktur konstruksi kapal di bawah 7 GT diharuskan diukur kembali.
Artinya, jumlah kapal di bawah 7 GT sebanyak 95 unit memiliki surat ukur. Lebih jelasnya
hasil wawancara dan pengamatan pada kapal dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8.22 Aspek Keselamatan Yang Dibuktikan Dengan Adanya Sertifikat
No Aspek Keselamatan Keberadaan Srtfikat
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Material
Konstruksi
Bangunan
Permesinan dan Perlistrikan
Stabilitas
Tata Susunan
Radio
Elektronik
Perlengkapan Alat Penolong
Ada sertifikast
Ada sertifikat
Ada sertifikat
Ada sertifikat
Ada sertifikat
Ada sertifikat
Ada sertifikat
Ada sertifikat
Ada sertifikat
Sumber: Hasil wawancara dan pengataman di lapangan, 2013
Definisi operasional adalah terpenuhinya standar keselamatan dan/atau terpenuhinya
standar keselamatan kapal dengan ukuran dibawah 7 GT yang beroperasi pada sungai
antarkabupaten/kota dalam propinsi terhadap jumlah kapal angkutan di bawah 7 GT pada
lintas angkutan sungai antarkabupaten/kota dalam propinsi.
71 Ibid, Pada Pasal 5 s/d Pasal 6
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 50
% Keselamatan Kapal
∑ Kapal dibawah 7 GT + Kapal penyeberangan memenuhi standar keselamatan
= -----------------------------------------------------------------------------------------x100 %
∑ Kapal Dibawah 7 GT + Kapa penyeberangan lintas antar kab/kota dlm Prop
95 + 0
= --------- x 100 %
95 + 0
= 100 %
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi untuk nilai capaian
tersedianya pelabuhan penyeberangan pada tahun 2014 ditetapkan 100 %.
Sementara hasil nilai capaian dalam tahun 2012 sudah mencapai 100 %. Artinya,
jaminan keselamatan angkutan sungai dengan pelayaran antar kota/kabupaten
dalam Propinsi Kalimantan Tengah sudah lebih terjamin, terkecuali jika Juru Mudi
lagi kurang sehat dan/atau mabuk.
Pengertian masing – masing aspek keselamatan adalah sebagai berikut;
a. Material
Persyaratan material adalah kapal yang berbedera Indonesia yang diwajibkan
melakukan klasifikasi kapal atau kapal yang wajib kelas dengan kententuan; a.
panjang > = 20 m dan atau, b. tonase > = 100 GT dan atau, c. mesin penggerak
> = 250 PK dan atau, d. yang melakukan pelayaran Internasional meskipun
telah memiliki sertifikat dari Biro Klasifikasi asing 72. Lingkup klasifikasi kapal
meliputi: a. lambung kapal, instalasi mesin, instalasi listrik, perlengkapan
jangkar, b. Instalasi pendingin yang terpasang permanen dan merupakan bagian
dari kapal, c. Semua perlengkapan dan permesinan yang dipakai dalam operasi
kapal, d. Sistem konstruksi dan perlengkapan yang menentukan tipe kapal 73.
Sebelum kapal dapat diregistrasi di BKI, kapal tersebut harus memenuhi
persyaratan dan peraturan teknik BKI. Pemenuhan tersebut melalui proses
persetujuan gambar teknik yang selanjutnya dilakukan survey di lapangan.
Untuk kapal yang dibangun sesuai dengan persyaratan peraturan klasifikasi
akan ditetapkan notasi klas kapal tersebut pada saat selesainya pemeriksaan
secara keseluruhan melalui survey klasifikasi dengan hasil yang memuaskan.
Untuk kapal yang sudah dioperasikan, BKI juga melaksanakan survey periodei
untuk menjamin bahwa kapal masih meemnuhi persyaratan klasifikasi kapal.
Seandainya terjadi kerusakan yang mungkin berpengaruh terhadap kondisi
klasifikasi diantara masa survey periodic, maka pemilik kapal dan/atau
operatornya diwajibkan menginformasikan kerusakan tersebut kepada BKI.
72 Peraturan Menteri Perhubungan No. 7 Tahun Tahun 2013 tentang Kewajiban Klasifikasi Bagi Kapal
Berbendera Indonesia Pada Badan Klasifikasi Pasal 2 73 http://www.klasifikasiindonesia.com/ajax/lain.php?menuku=mpat,2013
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 51
Dalam melaksanakan proses klasifikasi, BKI mengimplementasikan peraturan
teknik meliputi; a. evaluasi teknis terhadap rencana desain dan dokumen yang
berkaitan dengan kapal yang akan dibangun untuk memeriksa pemenuhan
terhadap peraturan yang berlaku; b. melaksanakan survey dan pemeriksaan
proses konstruksi kapal di galangan kapal oleh surveyor klasifikasi dan juga
pemeriksaan pada fasilitas produksi yang menghasilkan komponen utama kapal,
seperti pelat baja, permesinan, generator, propeller dll untuk menjamin bahwa
kapal dan komponennya dibangun sesuai dengan persyaratan klasifikasi; c. pada
saat selesainya pembangunan tersebut diatas dan berdasarkan laporan hasil
pemeriksaan selama pembangunan, bila seluruh persyaratan dipenuhi, maka
BKI akan menerbitkan sertifikat klasifikasi; d. Pada saat kapal tersebut
beroperasi/ berlayar, pemilik kapal harus mengikuti program survey periodik
dan diluar survey periodic untuk mempertahankan klasifikasinya.
Kapal yang sudah memiliki klasifikasi, diwajibkan untuk terus melaksanakan
survey yang dipersyaratkan untuk mempertahankan status klasifikasinya. Jenis-
jenis survey periodik ini, antara lain survey pembaruan kelas (class renewal),
survey tahunan, (annual survey), survey antara (intermediate survey) dan survey
dok (docking/bottom survey). Selain itu survey poros baling-baling, boiler,
permesinan dan survey khusus lainnya sesuai dengan persyaratan klasifikasi.
BKI akan menerbitkan survey status dan diinformasikan kepada pemilik.
Klasifikasi kapal dilaksanakan berdasarkan pengertian bahwa kapal dimuati,
dioperasikan dan dirawat dengan cara yang benar oleh awak kapal yang
kompeten dan kualifikasi. Pemilik kapal bertanggung jawab untuk menjamin
bahwa perawatan kapal dilakukan dengan cara yang benar hingga survey
periodik berikutnya sesuai dengan persyaratan. Juga menjadi kewajiban pemilik
kapal atau yang mewakilinya untuk menginformasikan kepada surveyor
klasifikasi saat survey diatas kapal, semua kejadian atau kondisi yang
berpengaruh terhadap status klasifikasi.
Bila kondisi mempertahankan klasifikasi ini tidak dipenuhi, maka BKI akan
menegguhkan (suspend) atau mencabut (withdrawn) status klasifikasinya
berdasarkan referensi persyaratan klasifikasi. Kapal mungkin akan kehilangan
status kualifikasinya untuk sementara atau atau secara permanen. Demikian
juga, kapal yang tidak melaksanakan survey periodik tepat waktu sesuai dengan
peraturan klasifikasi,maka BKI akan menangguhkan (suspend) status
klasifikasinya.
Surveyor klasifikasi dalam melaksanakan survey meliputi ; a. Keseluruhan
pemeriksaan item survey sesuai dengan daftar isian yang telah didesain sesuai
dengan persyaratan kualifikasi; b. Pemeriksaan yang lebih mendetail terhadap
bagian-bagian tertentu; c. menyaksikan (witness) proses pengujian (testing),
pengukuran (measurement) dan percobaan (trial) untuk meyakinkan pemenuhan
terhadap persyaratan klasifikasi.
Bila mana surveyor menemukan korosi, kerusakan struktur atau kerusakan
lambung kapal, permesinan dan peralatan terkait dimana menurut opini
surveyor akan mempengaruhi status klasifikasi kapal tersebut, maka surveyor
akan mengeluarkan rekomendasi untuk mengatasi ketidaksesuaian tersebut
diatas. Rekmendasi tersebut wajib dilaksanakan oleh pemilik kapal untuk
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 52
melakukan tindakan perbaikan dan repair pada periode waktu tertentu dalam
rangka mempertahankan klasifikasinya.
Semua status klasifikasi kapal, berupa sertifikat dan laporan survey yang
dikeluarkan oleh BKI dijadikan referensi dalam mengambil keputusan oleh
pihak-pihak yang terlibat dalam operasional kapal tersebut.Pihak asuransi
mempergunakannya untuk menetapkan premi asuransi dan klaim asuransi,
pihak pemilik muatan mempergunakannya untuk jaminan bahwa muatannya
diangkut oleh kapal yang laik, pihak pemilik kapal mempergunakannya untuk
mengetahui status kondisi kapal dan perawatannya serta untuk kepentingan
komersial memasarkan jasanya angkutannya dan pihak Pemerintah
mempergunakannya sebagai law enforcemen untuk memberikan clearance atau
surat ijin berlayar.
Pada sertifikat telah terlihat material dengan kode sebagai berikut ;
HTS ; Hight Tensile Steel
AL ; Alumuniun
FRP ; Fiber Reinforced
K ; Kayu
b. Konstruksi
Konstruksi kapal adalah kekuatan kapal untuk menahan terjangan air yang
mampu mengakibatkan tegangan-tegangan konstruksi kapal. Karena itu, haluan
sebuah kapal merupakan bagian yang paling besar mendapatkan tekanan dan
tegangan, sebagai akibat terjangan terhadap air dan pukulan-pukulan ombak.
Untuk mengatasi tegangan-tengangan tersebut, konstruksi haluan sebuah kapal
harus dibangun cukup kuat dengan cara sebagai berikut;
1) Di depan sekat pelanggaran bagian bawah, dipasang wrangwrang terbuka
yang cukup tinggi yang diperkuat dengan perkuatan-perkuatan melintang
dan balok-balok geladak
2) Wrangwrang dipasang membentang dari sisi yang satu ke sisi lainnya,
dimana bagian atasnya diperkuat lagi dengan sebuah flens. Pada bagian
tengah-tengah wrang secara membujur dipasang penguat tengah ( center
girder ) yang berhenti pada jarak beberapa gading linggi depan
3) Gading-gading pada haluan, biasanya jaraknya lebih rapat satu sama lain.
Pada jarak 15 % panjang kapal terhitung dari linggi depan, gading-gading
pada bagian bawah ( deep framing ) diperkuat, ( 20 % lebih kuat )
kelinganya lebih rapat, juga pelat lutut antara gadinggading dengan kulit
kapal, dan juga lajur-lajur di dekat lunas, pelatnya dipertebal
Untuk mengetahui, apakah kostruksi layak digunakan maka BKI selalu
melakukan pemeriksaan. Jika ternyata layak dan data tahannya baik, BKI
memberikan sertifikasi. Sertifikasi konstruksi kapal penyeberangan yang ada di
Bengkulu memperlihatkan adanya sertifikasi yang dikeluarkan BKI, artinya
persyaratan operasional masih terjamin.
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 53
c. Bangunan
Bangunan kapal adalah bentuk dan/atau ukuran sebuah kapal yang terdiri dari
ukuran membujur/memanjang ( longtidunial ) dan ukuran melintang/melebar (
transversal) sesuai dengan yang dipersyaratkan. Bangunan kapal harus mampu
mencerminkan kelaikan operasional kapal pada saat berlayar. Bangunan kapal
akan menggambarkan beberapa aspek:
1) Panjang;
a) LOA ( Length Over All ) artinya Panjang seluruhnya atau juga disebut
panjang maksimum kapal dari titik linggi haluan sampai pada titik paling
belakang pada linggi buritan
b) LBP ( Length Between Perpartikuler ), artinya jarak membujur titik
potong linggi haluan dengan garis air ( musim panas)
c) LOWL ( Length On Board Water Line ), artinya panjang membujur
sepanjang garis air ( musim panas )
d) Panjang kapal dapat dikelompokkan pada tiga bagian yaitu: a. panjang
seluruhnya disebut LOA,b. Panjang menurut kelas, c. panjang terdaftar
/RB, d. panjang sepanjang garis air ( LOWL )
2) Lebar :
a) Lebar terdaftar ( Registered Breadth ) ialah lebar seperti yang tertera di
dalam sertifikat kapal )
b) Lebar Tonase ( Tonnage Breadth ) ialah lebar sebuah kapal dari bagian
dalam wilayah keringat lambung yang satu sampai ke bagian dalam
wilayah keringat lambung lainnya, diukur pada lebar terbesar dan sejajar
lunas
3) Dalam :
a) Dalam ( Depth) ialah jarak tegak diukur dari titik terendah badan kapal
sampai ke geladak lambung bebas. Jarak ini merupakan dalam menurut
Biro klasifikasi dimana kapal tersebut dikelaskan
b) Dalam Tonase ialah dalam yang dihitung mulai dari alas dasar sampai
geladak lambung
4) Ukuran Tegak ( Vertikal ):
a) Sarat kapal ialah jarak tegak diukur dari titik terendah badan kapal sampai
garis air. Jarak ini sering di istilahkan dengan sarat moulded
b) Lambung bebas ( Free Board ) ialah jarak tegak dari garis air sampai
geladak lambung bebas atau garis deck ( Deck Line )
5) Tonase;
a) Kapal adalah sebuah benda terapung yang digunakan untuk sarana
pengangkutan di atas air. Besarnya kecilnya kapal dinyatakan dalam
ukuran memanjang, membujur, melintang, tegak dalam dan ukuran isi
maupun berat disebut tonase. Kegunaan ukuran – ukuran ini adalah untuk
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 54
mengetahui besar kecilnya sebuah kapal, besar kecilnya daya angkut
kapal dan besarnya bea yang akan dikeluarkan
b) Tonase sebuah kapal dapat dirinci sebagai ebrikut;
(1) Isi kotor ( Gross Tonnage ) GT
(2) Isi kotor besarnya tertera di sertifikasi kapal, isi kotor merupakan
jumlah
(3) Isi ruangan di bawah geladak ukur atau geladak tonase
(4) Isi ruangan/tempat-tempat antara geladak kedua dan geladak atas
(5) Isi ruangan-ruangan yang tertutup secara permanen pada geladak
atas atau geladak di atasnya
(6) Isi dari ambang palka ( ½ % dari BRT kapal )
(7) Isi atau volume ruangan ruangan di bawah geladak ukur
mengandung pengertian volume dari ruangan-ruangan yang dibatasi:
(a) di sebelah atas oleh geladak jalan terus paling atas
(b) Di sebelah bawah oleh bagian atas dari jalur dasar dalam
(c) Di sebelah samping oleh bagian sebelah dalam gading-gading
Bangunan kapal, telah diformulasikan dalam bentuk gambar. Jika ada yang
kurang tepat, maka harus diperbaiki, sehingga opearsional kepal tidak
mengalami kendala. Oleh kapten kapal penyeberangan sebagai sampel studi
telah memperlihatkan sertifikasi bangunan, sebagai bukti bahwa bangunan
kapal telah laik digunakan dan laik berlayar.
d. Permesinan dan Perlistrikan
Mesin listrik merupakan alat listrik yang berputar dan dapat mengubah energi
mekanis menjadi energy listrik ( menggunakan Generator AD/DC) serta dapat
mengubah energi listrik menjadi energy mekanis (menggunakan Motor
AC/DC). Di ain pihak juga dapat menditribusikan energy listrik dari satu
rangkaian ke rangkaian lain ( menggunakan Transformator) dengan tegangan
yang bias berubah-ubah dan dengan frekuensi yang tetap melalui suatu medium
berupa medan magnet atas dasar prinsip Elektro Magnetis.74. mesin dan listrik
adalah suatu yang hakiki dan sangat diperlukan dalam operasional kapal, karena
itu kelayakan mesin dan lsitrik harus disertifikasi. Dari ahsil wawancana dengan
Kapten Kapal angkutan penyeberangan telah memperlihatkan adanya sertifikasi
BKI dalam mesin dan lsirtik, artinya masin dan listrik yang digunakan masih
layak digunakan dalam operasional kapal.
e. Stabilitas
Stabilitas kapal adalah kemampuan kapal untuk menegak kembali sewaktu
kapal pada saat diapungkan, tidak miring ke kiri atau ke kanan, demikian pula
pada saat berlayar disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang bekerja padanya
pada saat kapal diolengkan oleh ombak atau angin, kapal dapat tegak kembali.
Stabilitas kapal dapat dogolongkan dalam dua (2) jenis yaitu 75:
74 www. national _ blogspot.com/2009/07/defenisi – mesin listrik.html, 2010 75 SOLAS, 1984
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 55
1) Stabilitas melintang kapal adalah kemampuan kapal untuk menegak
kembali sewaktu kapal menyenget dalam arah melintang yang disebabkan
oleh adanya pengaruh luar yang berdampak pada kapal.
2) Stabilitas membujur kapal adalah kemampuan kapal untuk menegak
kembali sewaktu kapal menyenget dalam arah membujur yang disebabkan
oleh adanya pengaruh luar yang berdampak pada kapal
Untuk menjaga stabilitas kapal dalam pelayaran diperlukan adanya beberapa
perangkat alat, yaitu 76:
1) Sirip lambung adalah sirip lunas atau disebut juga sebagai Bilge Keel yang
berfungsi untuk meningkatkan friksi melintang kapal sehingga lebih sulit
untuk terbalik dan menjaga stabilitas kapal. Bisanya digunakan pada kapal
dengan bentuk V
2) Tangki menyeimbang merupakan tangki yang berfungsi menstabilkan
posisi kapal dengan mengalirkan air ballast kapal dari kiri ke kanan kalau
kapal miring ke kiri dan sebaliknya kalau miring ke kanan tangki ini
berfungsi untuk menjaga stabilitas kapal
3) Sirip stabilisir merupakan sirip di lunas kapal yang dapat menyesuaikan
posisinya pada saat kapal oleng sehingga dapat menjaga stabilitas kapal
Mengingat stabilitas kapal sangat urgen bagi operasional, BKI selalu
mengingatkan perlu survey secara berkala, agar kapal dapat lebih nyaman,
aman serta selamat dalam pelayaran. Kapten kapal, telah memperlihatkan
adanya sertifikat stabilitas kapal penyeberangan, sebagai bukti bahwa secara
berkala telah dilakukan sertifikasi.
f. Tata Susunan
Tata susunan adalah penempatan alat-alat keselamatan sesuai dengan fungsinya
dan bilamana dibutuhkan secara cepat dapat didapatkan terutama dalam
keadaan darurat. Tentunya harus dibantu dengan koridor yang tersedia diserta
dengan adanya tanda penujuk. Alat-alat penolong tersebut adalah sebagai
berikut 77 ;
1) Alat penolong otomatis ( inflatable liferafts ), yaitu rakit penolong yang
ditiup secara otomatis. Alat peniupnya merupakan satu atau lebih botol
angina (asam arang) yang diletakkan diluar lantai rakit,
2) Alat-alat apung (Buoyant apparatus). Alat apung ini, dapat terapung, dan
dapat menahan orang-orang sehingga dapat tetap terapung. Alat apung
meliputi: Sekoci penolong Pelampung penolong, c.Rakit penolong yang
ditiup secara otomatis dan Baju penolong. Hal ini berguna untuk menolong
jiwa manusia pada waktu terjadi kecelakaan kapal yang sangat mendadak.
3) Line throwing apparatus ( alat untuk melempar tali ) . Alat ini gunanya
untuk melemparkan tali di atas kapal penumpang dan barang harus
dilengkapi dengan sebuah alat pelempar tali. Alat tersebut harus dapat
melemparkan tali paling sedikit sejauh 230 meter. Kegunaan alat pelempar
tali itu ialah untuk mengadakan hubungan tali antara kapal yang dalam
76 htp;//pelayaran.net/tag/pengertian-stabilitas kapal, 2011 77 SOLAS ‘1960 ( International Convention for The Safety 0f at Life At Sea, 1960 )
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 56
keadaan membutuhkan pertolongan dengan kapal lain, atau antara kapal
yang kandas dengan si penolong didaratan. Alat pelempar tali yang sering
atau umum dipergunakan oleh kapal kapal ialah jenis “Schermuly”.
4) Alat keselamatan pelayaran meliputi alat penolong yang terdiri dari; (1)
Alat-alat penolong (live saving appliance), (2) Sekoci (life boat) beserta
perlengkapannya, (3) Alat-alat peluncur dewi-dewi (davits), (4) Pelampung
penolong (life buoy), Baju penolong otomatis (life jacket or life belt), Rakit
penolong otomatis (inflatable life raft), Dan lainnya, (5) Alat-alat pemadam
kebakaran. (Fire Appliances) dan (6) Tanda-tanda bahaya dengan cahaya
atau suara (light and sound signals).
5) Pelampung Penolong ( Life Buoy ) meliputi dua (2) macam yaitu bantuk
lingkiran dan bentuk tapal kuda.
6) Dewi-Dewi ( davits ), adalah alat untuk meluncurkan sekoci dari kapal ke
air, yang terdiri dari; (1) Dewi-dewi dengan system berputar ( radial ), dan
(2) Dewi-dewi system menuang/brengsel ( luffing davist ). Dewi-dewi
dengan system berputar adalah digunakan untuk menurunkan sekoci-sekoci
kerja, dan melayani tali-tali . Sementara Dewi-Dewi dengan system
menuang ( brengsel/ luffing davits ) adalah digunakan sebagai sekoci
penolong kapal pelayaran samudra atau juga hal ini disebut system
gravitasi atau kombinasi antara dua system di atas.
7) Sekoci, adalah bagian dari perlengapak pelayaran yang harus dipenuhi
pada syarat-syarat pembuatan kapal termasuk konstruksi, mekanis
perlengkapannya untuk menurunkan dan mengankat sekoci. Sekoci ini
terdiri dari dua bagian yaitu sekoci penolong yang terbuka dengan lambung
dan tetap dan disisi dalamnya terdapat kotak-kotak udara, serta sekoci
biasa yang terbuka tanpa ada perubahan kotak-kotak udara sebagai alat
penambah daya apung. Ditinjau dari segi fungsinya, sekoci dikelompokkan
tiga (3 ) bagian yaitu; (a) Sekoci penolong, untuk menolong awak kapal
apabila terjadi kecelakaan. (b) Sekoci penyeberang, gunanya untuk
mengangkut awak kapal dari tengah laut ke pantai atau sebaliknya. Pada
kapal barang kadang-kadang sekoci ini juga dipergunakan untuk menarik
tongkang-tongkang muatan dari darat ke kapal dan sebaliknya dimana
kebetulan tidak ada motor boat yang tersedia. (c) Sekoci meja, untuk
memindahkan barang-barang yang berat dan untuk mengangkut
perlengakapan perbaikan kapal. Ukurannya lebih kecil dibandingkan
dengan sekoci penolong dan umumnya mempunyai dasar yang rata. Tata
susun peralatan tersebut ditempatkan sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan oleh BKI ( Biro klasifikasi Indonesia ), dan oleh Kapten Kapal
Penyeberangan sebagai sampel studi telah memperlihatkan penempatan
alat keselamatan yang ada sesuai dengan prosedur yang telah diisyaratkan.
Penempatan sekoci-sekoci penolong di atas kapal harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut 78;
1) Harus ditempatkan sedemikian rupa hingga dapat diluncurkan atau
diturunkan keair, dalam waktu sesingkat mungkin dan tidak boleh lebih
dari.
2) Dapat diturunkan dengan mudah, cepat dan aman walaupun miring 15o.
78 Solas, 1974
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 57
3) Para pelayar harus dapat cepat dan aman masuk dalam sekoci.
4) Tidak boleh dipasang pada sisi atau bagian belakang kapal,bilamana
diturunkan keair akan membahayakan karena dekat propeller.
5) Di atas kapal penumpang penempatan sekoci-sekoci itu diperbolehkan satu
diatas lainnya atau berjejer dengan catatan apabila penempatan yang satu
diatas yang lainnya harus terdapat alat yang baik untuk menumpu serta
menjaga kerusakan pada sekoci yang dibawanya.
6) Untuk kapal barang berukuran kecil, yang daerah pelayarannya terbatas,
yang praktis hanya dapat membawa satu sekoci penolong saja maka
penempatannya sedemikian rupa dapat diturunkan baik daris isi kiri atau
pun dari sisi kanan dengan mudah, umumnya ditempatkan pada Derek
dibelakang cerobongnya.
Dari hasil pengamatan di beberapa kapal menjadi yang menjadi sampel studi,
terlihat bahwa penempatan alat penolong telah ditempatkan sesuai dengan
aturan, dan kapten kapal telah menunjukkan sertfikasi tata susunan alat penlong.
Karena pentingnya tata susunan alat penolong tersebut, secara utin ada
verifikasi dari BKI , sehingga pada saat terjadi musibah, para awak kapal dapat
dipastikan dan para penumpang dapat menggunakan secara efektif. Semua alat
penolong tersebut , telah ditempatkan pada kapal penyeberangan yang
beropearsi di Propinsi NTT.
g. Radio
Radio adalah teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara
modulasi dan radiasi ekeltromagnetik (gelombang elektromagnetik).
Gelombang ini melintasi dan merambat lewat udara dan bias juga merambat
lewat ruang angkasa yang hampa udara, karena gelombang ini tidak
memerlukan medium pengangkut seperti molekul udara 79. Radio sebagai salah
satu media memiliki karakteristik cepat dalam menyampaikan pesan, luas
jangkauannya dalam arti tidak mengenal medan, tidak terikat waktu, ringan dan
dapat dibawa kemanapun, murah dan tidak memerlukan banyak konsentrasi
karena radio hanya untuk didengarkan 80 Radio sangat berfungsi untuk
operasional kapal, dan biasanya jenis radio yang digunakan adalah ;
1) GMDSS( Global Maritime Distress Safety System)
GMDSS adalah satu paket keselamatan yang disetujui secara internasional
yang terdiri dari prosedur keselamatan, jenis-jenis peralatan, protocol-
protokol komunikasi yang dipakai untuk meningkatkan keselamatan dan
mempermudah saat menyelamatkan kapal dan perahu. GMDS terdiri dari
beberapa system dan system ini berfungsi untuk ; a. bersiap siaga (
termasuk memantau posisi dari unit yang mengalami kecelakaan), b.
menggkoordinasikan Serach and Rescue, mencari lokasi ( mengevakuasi
korban untuk kembali kedaratan ), c. menyiarkan informasi maritime
mengenai keselamatan, komunikasi umum, dan komunikasi antar kapal.
Radio komunikasi yang spesifik diperlukan sesuai dengan daerah operasi
kapal, bukan berdasarkan tonase. Sistem tersebut juga terdiri dari peralatan
79 Http://id.wikipedia.org/wiki/radio , 2011 80 http://Smartconsultingbandung.blongspot.com/2010/pengertian-radio , 2012
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 58
pemancar sinar berulang sebagai tanda bahaya serta memiliki sumber
power darurat untuk menjalan fungsinya 81
2) EPIRB ( Emergency Position Indicating Radio Beacon)
EPIRB berfungsi untuk mendeteksi keberadaan/lokasi satu benda (kapal
laut) yang sedang mengalami distress atau musibah sehingga
mempermudah tim SAR atau tim penolong untuk mengetahui lokasi
dimana kapal laut mengalami distress atau musibah sehingga cepat untuk
mengadakan pertolongan atau bantuan. EPIRB adalah merupkan salah satu
alat keselamatan yang berada di atas kapal. Untuk kapal boat atau kapal
kecil biasanya ditempatkan di sisi luar main deck atau tempat untuk mudah
di realase 82
Dari hasil pengamatan di beberapa kapal sebagai sampel studi, kapal
penyeberangan yang ada di Propinsi NTT telah menggunakan EPIRB.
Berdasarkan informasi dari kapten kapal, teknologi ini sangat akurat digunakan
dan penggunaannya juga relative lebih mudah. Karena radio adalah merupakan
salah satu alat keselamatan yang harus ada peda setiap kapal, maka BKI ( Biro
Klasifikasi Indonesia ) melakukan survey atau memeriksa tentang kehandalan
radio yang digunakan. Setelah dilakukan survey, dan dinyatakan baik, maka
selanjutnya diberikan sertfikat radio. Di dalam kapal penyeberangan sebagai
sampel studi, kapten kapal telah menujukkan adanya sertifikasi radio, dan alat
ini diharuskan diperiksa agar dalam pelayaran terhindar dari permsalahan pada
waktu digunakan.
h. Navigasi
Kenavigasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan Sarana Bantu
Navigasi-Pelayaran, Telekomunikasi-Pelayaran, hidrografi dan meteorologi,
alur dan perlintasan, pengerukan dan reklamasi, pemanduan, penanganan
kerangka kapal, salvage, dan pekerjaan bawah air untuk kepentingan
keselamatan pelayaran kapal. Sementara Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran
adalah peralatan atau sistem yang berada di luar kapal yang didesain dan
dioperasikan untuk meningkatkan keselamatan dan efisiensi bernavigasi kapal
dan/atau lalu lintas kapal 83.
Pada setiap kapal diharuskan memiliki kenavigasian,dengan maksud untuk
menjamin keselamatan berlayar. Karena bernavigasi berfungsi melayarkan
kapal dari suatu tempat ketempat lain. Sistem navigasi di laut mencakup
beberapa aspek kegiatan pokok antara lain; a. menentukan tempat kedudukan (
posisi ) dimana kapal berada di permukaan bumi, b. mempelajari serta
menentukan rute/jalan yang harus ditempuh agar kapal dengan aman, cepat,
selamatn, dan efisien sampai ke tujuan, c. menentukan haluan antara tempat
tolak dan tempat tiba yang diketahui sehingga jauhnya/jaraknya dapat
ditentukan, d. menentukan tempat tiba bilamana titik tolak haluan dan jauh jauh
diketahui 84 Karena itu, navigasi adalah proses melayarkan kapal dari suatu
81 http://selatbangka.blogspot.com/2011/03/gmdss-global-maritime-distress 82 http://boeceng.blogspot.com/2012/05/epirb-apa-fungsi-dan-cara kerjanya 83 Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian Pada Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) 84 SOLAS, 1974
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 59
tempat ke tempat lain dengan lancer aman dan efisien. Alat navigasi dibagi
menjadi dua (2) macam yaitu alat navigasi konvensional dan elektronik. Di
dalam kapal, yang digunakan adalah navigasi elektronik yaitu radar. Radar
singkatan dari “Radio Detection AND Ranging “ yaitu peralatan navigasi
elektronik yang berfungsi mendeteksi dan mengukur jarak suatu objek dalam
pelayaran. Di samping itu, juga memberikan petunjuk adanya kapal,
pelampung, kedudukan pantai dan objek lain disekeliling kapal, alat ini juga
dapat memberikan baringan dan jarak antara kapal dan objek-objek lainnya.
Mengingat peranan navigasi dalam pelayaran, secara periodek diharus
melakukan survey atau uji kelayakan, sehingga keamanan dan keselamatan
berlayar dapat lebih terjamin. Kapal yang ditetapkan sebagai sampel studi telah
memperlihatkan sertfikasi navigasi yang dikeluarkan oleh BKI. Artinya,
navigasi yang ada di kapal penyeberangan tersebut laik digunakan, dan
berdasarkan informasi dari Kapten Kapal secara rutin harus diperikasa kelaikan
operasional penggunaan alat tersebut, sehingga tidak mengalami permasalahan
pada waktu kapal berlayar.
i. Alat pertolongan
Nama kapal penyeberangan yang menghubungkan Pulau Enggano – Bengkulu
adalah KMP Raja Enggano dengan GRT ± 400 dengan kapasitas penumpang
400 orang. Sesuai dengan ketentuan SOLAS dengan kapal GT 300 - hingga 500
dengan jarak lintasan yang dilayani 15 – 100 mil, harus memenuhi persyaratan
keselamatan/alat pertolongan sebagai berikut 85;
1) Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit
2) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
3) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
4) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
5) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
6) Means Of Rescue (alat penolong)
7) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
8) Helicopter Pick Up Area (area 59ystem59ter)
9) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
10) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
11) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
12) SART (2 Unit)
13) Distress Flare 12
14) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
15) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
16) Public Address System (59ystem informasi umum)
17) Life Buoys (pelampung) 8 unit
18) Muster list and Emergency instruction
19) (tanda berkumpul dan instruksi bahaya)
20) 1 Unit Survival Craft (perahu kerja)
21) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship
22) (sekoci penolong pada dua sisi kapal)
85 SOLAS, 1974
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 60
Bagi kapal di bawah 7 GT tidak memungkinkan alat pertolongan keselamatan
seperti dijelaskan sebelumnya diterapkan bagi kapal di bawah 7 GT,
dikarenakan ruang yang sangat terbatas. Karena itu, untuk menjamin
keselamatan bagi para penumpang maka yang hanya diperlukan adalah adanya
alat pertolongan seperti jaket dan pelampung diharuskan ada dalam kapal di
bawah GT 7. Setiap penumpang yang akan masuk kapal langsung dibagikan
dan dipakai . Dengan demikian pada waktu perlayaran jaket sudah dipakai
penumpang termasuk pelampung dipegang. Hal ini disebabkan, pada waktu
terjadi kecelakaan kapal, tidak ada lagi kesempatan Juru Mudi kapal membagi-
bagikan jaket dan pelampung, karena juru mudi juga sudah ikut langsung
terjungkal. Karena itu, untuk menjamin keselamatan kapal dibawah GT 7
sebaiknya mengikuti persyaratan yang disesuaikan dengan jumlah penumpang
yaitu sebagai berikut; Bagi kapal dengan GT hingga 300 dengan jarak lintasan
yang dilayani hingga 15 mil, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut 86;
1) Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit
2) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
3) Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
4) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
5) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
6) Means Of Rescue (alat penolong)
7) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
8) Helicopter Pick Up Area (area 60ystem60ter)
9) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
10) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
11) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 2 units)
12) SART (1 Unit)
13) Distress Flare 12
14) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
15) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
16) Public Address System (60ystem informasi umum)
17) Life Buoys (pelampung) 4 unit
Di antara persyaratan tersebut, bagi kapal di bawah GT 7 dikarenakan
keterbatasan ruang dan/atau sangat terbatas, sebaiknya yang diharuskan
memiliki alat penolong sebagai berikut;
1) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
2) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya
Di lain pihak, untuk menjamin keselamatan operasional kapal, maka beberapa
alat yang tersedia perlu siap siaga dalam kapal. Hal ini adalah sesuai dengan
Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non
Convensi Berbendera Indonesia ( Non Covention Vessel Standard ) dan
keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. UM.008/20/9/DJPL-2012
tentang Pemberlakuan Standard dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kapal Non
Konvensi Berbendera Indonesia alat keselamatan untuk kapal 7 GT dapat
dilihat pada tabel berikut.
86 SOLAS, 1974
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 61
Tabel 8.23 Alat Keselamatan Yang Dipenuhi Kapal Di Bawah 7 GT Dan Belum
dipenuhi Berdasarkan Pengamatan di Lapangan No Peralatan Keselamatan Keberadaan di Kapal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pedoman Magnet
Pelorus atau Alat Baring
Peta Laut
Publikasi Nautika
Alat Ukur Kecepatan
Perum Gema
Indikator Sudut daun Kemudi
Corong Pemberitahuan
Lampu Isyarat
Reflector
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Ada
Ada
Ada
Tidak ada
Sumber : Hasil pengamatan,2013
Setelah dilakukan wawancara terhadap Juru Mudi Kapal Sungai dan
pengamatan terhadap kapal sungai, ternyata semua peralatan yang disebutkan
dalam tabel sebelumnya sesuai sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan
No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non Convensi Berbendera Indonesia
(Non Covention Vessel Standard) dan keputusan Direktur Jenderal
Perhubungan Laut No. UM.008/20/9/DJPL-2012 tentang Pemberlakuan
Standard dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kapal Non Konvensi Berbendera
Indonesia belum seluruhnya tersedia di dalam kapal. Di antara sepuluh
persyaratan yang telah ditetapkan hanya ada empat (4) unit dan lebih jelasnya
lihat tabel sebelumnya.
Dalam hal ini defenisi operasionalnya adalah terpenuhinya alah keselamatan
dalam kapal dibawah 7 GT yang beroperasi antarkabupaten/kota dalam propinsi
atau daerah pelayaran perairan daratan. Karena itu, nilai capaian tersedianya
alat keselamatan yang terpenuhinya dalam kapal di bawah bawah 7 GT dapat
dihitung dengan rumus;
% Pemenuhan Alat Keselamatan
∑ Alat Keselamatan Yang Dipenuhi Kapal Dibawah 7 GT
= -------------------------------------------------------------------------- x 100%
∑ Alat Keselamatan Yang Wajib Dipenuhi
4
= -------- x 100 %
10
= 40 %
Penjelasan masing-masing alat keselamatan adah sebagai berikut;
1) Pedoman Magnet
Pedoman adalah sebuah navigasi yang digunakan untuk menetapkan arah
di laut, baik berupa haluan kapal maupun baringan. Kompas biasanya
disebut pedoman, yang digunakan untuk menentukan arah/haluan kapal
serta untuk mengetahui arah benda lain dari kapal ( baringan ) sehingga
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 62
posisi kapal dapat diketahui 87. Pedoman Magnet atau juga disebut Kompas
Magnetik terbagi atas kompas magnetic kemudi, kompas magnatik standar.
Persyaratan umum pedoman magnetic ( kompas magnetic ) : a)
ditempatkan sedemikian rupa sehingga pandangan ke depan dari posisi
kemudi, sedapat mungkin tidak terhalangi, berada pada bujur minimal 1150
dari kanan depan pada kedua sisi kapal, b) ditempatkan di depan
kemudi/control sedemikian rupa sehingga dapat mudah dibaca dari posisi
kemudi norma, c) dipasang dengan penerangan yang efisien bersama-sama
dengan alat untuk peredup pencahayaan, ditopang dengan alas datar
sehingga tetap pada posisi horizontal ketika rumah kompas dimiringkan
400 ke arah manapun, d) dipasang pada posisi sedemimian rupa sehingga
mudah dilakukan penyesesuaian ( penimbalan ), e) tepat guna dan dipasang
di bidang tegak melalui garis tengah membujur kapal ( center lines ).
Tempat pemasangan pedoman termasuk unsure magnit untuk keperluan
navigasi dan pengawasan dan pengawasan harus sedemikian sehingga alat
ini tidak mengalami gangguan yang berarti dari massa besi dan aliran
listrik yang ditempatkan didekatnya, f. penempatan pedoman magnet, tidak
boleh menghalangi pandangan bebas yang meliputi suatu busur cakrawala
sekurang-kurangnya 2300 dihitung dari arah lurus ke depan sampai 250 di
belakang garis melintang kapal pada setiap sisi 88
2) Pelorus atau Alat Baring
Poisi adalah tempat kapal berada pada suatu yang dinyatakan dalam lintang
dan bujur atau juga disebut baraingan dan jarak dari suatu titik referensi
dihitung berdasarkan metode-metode pengambilan posisi . Metode
penentuan posisi atau baring meliuti tiga (3) yaitu: a)Visual, b) Astronomi,
c) Elektronika. Kegunaan baring adalah :
(1) Menjamin keselamatan kapal
(2) Menentukan elemen-elemen hydrometeo ( angin dan arus )
(3) Menentukan perhitungan lintas laut
(4) Memberikan gambaran situasi taktis
3) Peta Laut
Peta laut adalah sebagai perangkat peta terdiri dari atas peta pelayaran,
jalur perairan dunia, peta ikhtisar, peta cuaca, petunjuk pelayaran/buku
kepanduan bahari, daftar suar, daftar pasang surut, daftar stasiun radio,
tabel navigasi, choronometer, clinometers, stpwath, jangka, penggaris
parallel/mister jajar, segitiga, pensil, karet penghapus, pemberat kertas,
tabel logaritma, berita pelaut Indoensia/NTM, tabel arus, daftar peta, dan
daftar koreksi peta 89. Persyaratan teknis neliuti: 90
87 SOLAS, 1974 88 Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Nonkonvensi ( Non Convention Vessel standard Berbendera Indonesia ) Chapter II hal 10 89 Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non Konvensi ( Non
Convention Vessel Standard Berbendera Indonesia ) Chapter II hal III - 8 90 Ibid, Chapter II hal 9
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 63
a) Peta-peta yang digunakan untuk navigasi biasanya berupa peta
meractorial/lintang bertumbuh, peta “proyeksi lingkaran
besar/genomonis
b) Kertas yang digunakan untuk peta harus memiliki susut minimal
sehingga jarak antar titik tidak melebar atau menyempit akibat suhu
c) Pensil yang digunakan yang tanda-tanda yang dibuat di atas peta
umumnya dapat dihapus tanpa merusak kertas ( pensil jenis 2 B atau
yang lembut )
d) Peta harus dimutahirkan dengan informasi resmi, misalnya informasi
dari radio, berita pelaut Indonesia ( edisi mengguan)/notice to
mariners
e) Peta-peta navigasi, jalur perairan dunia, peta cuaca, petunjuk
pelayaran, daftar lampu penerangan, daftar pasang surut, daftar sinyal
radio, tabel navigasi, berita pelaut Indonesia, dan daftar arus harus
diterbitkan secara berkala oleh organisasi pelayaran resmi untuk
tujuan navigasi
f) Chronometer harus diuji dan dikalibrasi oleh layanana merologi dan
harus disesuaikan atau dicatat oleh nahkoda kapal setiap hari
4) Publikasi Nautika
Publikasi navigasi ( Penertbitan Navigasi ) adalah publis buku-buku dan
bahan-bahan penting yang diterbitkan dan disiarkan untuk membantu
seorang navigator dalam melayarkan kapalnya dengan sebaik-baiknya.
Buku-buku dan bahan tersebut antara lain; a) peta laut yang erat
hubungannya dengan peta laut yaitu berupa catalog peta, b) almanak
nautika, c) buku-buku navigasi, d) daftar meliput: suar, daftar pasang surut,
daftar ilmu pelayaran, daftar pelampung-pelampung, daftar rambu, daftar
isiyarat radio, daftar jarak, dan e) peta khusus seperti peta pandu, peta
cuaca, peta arus, peta angin, f) berita pelaut ( BP ) atau Notice to Mariners,
g) berita peringatan navigasi ( navigational warning ) 91
5) Alat Ukur Kecepatan
Alat ukur kecepatan adalah menghitung jarak yang harus ditempuh oleh
kapal dalam suatu haluan tertentu dan/atau jarak/jauh yang ditempuh oleh
kapal dalam 1 jam.
6) Perum Gema
Perum gema adalah suatu alat yang dirancang untuk mengukur kedalaman
laut . Alay tersebut salah satunya adalah “Echosounder yaitu suatu alat
navigasi elektronik dengan menggunakan system gema yang dipasang pada
dasar kapal yang berfungsi untuk mengukur kedalaman perairan,
mengetahui bentuk dasar suatu perairan dan untuk mendeteksi gerombolan
ikan dibagian bawah kapal secara vertical 92
91 SOLAS, 1974 & Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non
Konvensi ( Non Convention Vessel Standar Berbendera Indonesia ) 92 SOLAS, 1974 & Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non
Konvensi ( Non Convention Vessel Standar Berbendera Indonesia )
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 64
7) Indikator Sudut Daun Kemudi
Indikator sudut daut kemudi adalah gay dan momen yang bekerja pada
kemudi serta gaya dan momen pada kapal ketika kapal berbelok akan
berbeda dari jenmis kemudi. Besarnya gaya yang dihasilkan oleh kemudi
tergantung pada modifikasi desain ( chamber ) dan sudut serang ( angle of
attack ). Bisanya untuk 30 sampai 40 derajat untuk luas 25 % bagian yang
tetap ( fixed portion ) dan 75 % bagian yang bergerak ( movable ) akan
menghasilkan lebih dari 90 % gaya gaya angkat daripada jenis kemudi
8) Corong Pemberitahuan
Corong pemberitahuan adalah suatu alat yang digunakan untuk
memberitahukan kepada para penumpang pengumuman tiba kapal dan/atau
sedang mengalami kerusakan dan juga digunakan untuk mengumkan
keberangkatan kepal.
9) Lampu Isyarat
Untuk kapal motor dengan panjang 20 meter atau lebih, lampu tiang harus
ditempatkan sebagai berikut; a) lampu tiang depan, atau jika hanya ada
satu lampu tiang, maka lampu tersebut dengan tinggi di atas lambung kapal
tidak kurang 6 meter, dan jika lebar kapal lebih dari 6 meter, maka tinggi
lampu tiang di atas lambung kapal tidak boleh kurang dari ukuran lebar
kapal, namun lampu tidak perlu dipasang dengan tinggi lebih dari 12 meter
di atas lambing kapal.b) bilamana kapal memiliki dua (2) lampu, maka
lampu yang dibelakang harus sekurang-kurangnya 4,5 meter tegak lurus
lebih tinggi dari pada yang di depan . Tetapi dalam hal ini perlu
diperhatikan sebagai berikut 93:
a) Pemisah secara tegak lampu – lampu tiang pada kapal motor harus
dibuat sedemikian rupa sehingga dalam kondisi tinggi normal, lampu
belakang akan tampak di atas dan terpisah dari lampu depan pada
jarak 1000 m dari tinggi muka ketika dilihat dari pemukaan laut
b) Lampu tiang kapal motor dengan panjang 12 meter atau lebih namun
kurang dari 20 meter harus ditempatkan tinggi di atas bordu kapal
namun tidak kurang dari 2,5 meter
c) Sebuah kapal motor dengan panjang kurang dari 12 meter boleh
memasang lampu yang paling atas dengan tinggi kurang dari 2,5
meter di atas bordu jika lampu tiang tersebut merupakan tambahan
dari lampu dari lampu lambung ( sesuai Auran 23 ( c ) (i) tentang
COLREG/KEPRES No.5 Tahun 1979 dan lampu buritan maka lampu
tiang demikian harus dipasang sekurang-kurangnya 1 meter lebuh
tinggi di atas lampu – lampu lambung
d) Salah satu dari dua (2) atau tiga lampu-lampu tiang yang ditentukan
untuk kapal motor ketika digunakan untuk menunda atau mendorong
kapal lain harus ditempatkan pada posisi yang sama dengan lampu
tiang belakang asalkan bahwa, jika dipasang sekurang-kurangnya
harus vertical 4,5 meter lebih tinggi dari lampu tiang depan ; (1)
93 SOLAS , 1974 & Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non Convensi ( Non
Convention Vessel Standard Berbendera Indonesia) Pasa hal Chapter III hal 38
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 65
lampu atau lampu-lampu tiang sebagaimana ditetapkan pada aturan 23
(a) ( COLREG/KEPRES No. 50 Tahun 1979 harus ditempatkan
sedemikian rupa sehingga berada di atas dan bebas dari semua lampu
dan bebas rintangan lainnya kecuali seperti diuraikan dalam klausul
aturan 23 (a) (ii) (COLREG/KEPRES No. 50 tahun 1979), (2) jika
tidak memungkinkan untuk menempatkan lampu keliling seperti
ditetapkan dalam aturan 27 (b) (i) atau aturan 28 CORLEG ialah di
bawah lampu – lampu tiang, maka lampu-lampu tersebut boleh
dipasang di atas lampu belakang atau secara vertical di antara lampu
tiang depan dan lampu tiang belakang
Pada waktu malam hari, satu sama lain di dalam alur pelayaran atau air
pelayarann yang sempit, dimana kapal bermaksud menyesul kapal lain,
maka harus menunjukkan a) isyarat – isyarat pada sulingnya; (1) dua ( 2 )
bunyi lanjut disusul oleh satu bunyi pendek yang berarti “ saya bermaksud
untuk menyusulmu pada sisi lambung kananmu ( I intend to overtake you
on your staboard side ), (2) dua (2) bunyi lanjut disusul dua bunyi pendek
yang berarti “ saya bermaksud menyusulmu. Kapal yang akan disusul,
harus menunjukkan persetujuannya dengan dengah isyarat berikut pada
serulingnya : satu (1 ) bunyi lanjut, satu bunyi pendek, satu lanjut dan satu
pendek dalam urutan itu 94
4. Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia ( SDM ) maksudnya adalah tersedianya SDM yang mempunyai
kompetensi sebagi awak kapal angkutan laut dengan ukuran di bawah 7 GT. Berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Perhubungan No. 70 Tahun Tahun 1998 telah ditegaskan, bahwa
jumlah Perwira Kapal Berdasarkan GT.500 s.d < 500 dan KW < 750 dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 8.24 Jumlah Awak Awak Kapal Menurut GT Kapal
No JABATAN GT < 500
JML DOC COP
1 MASTER 1 ANT - IV 9c1) ( b-h)
2 CHIEF OFFICER 1 ANT - IV 9c (2-7 )
3 2nd OFFICER - - -
4 3rd OFFICER - - -
5 RADIO OFFICER 1 ORU/REK -II -
6 BOATSWAIN - - -
7 QUARTER MASTER 1 - 9f
8 SAILOR - - -
9 COOC 1 - 9g
10 MESS BOY - - -
NO JABATAN KW < 750
JML COC COP
1 CHIEF ENGINEER 1 ATT-IV 10c(2-5)
2 2nd ENGINEER 1 ATT-IV 10c(2-5)
3 3rd OFFICER 1 ATT-IV 10c(2-5)
4 4th OFFICER - - -
5 ENG.FOREMAN 1 - 10d
6 OILER 3 - 10d
7 WIPER - - -
94 SOLAS, 1974
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 66
Sumber : Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No. 70 Tahun 1998 tentang Perwira Kapal
Niaga Pelayaran Kawasan indonesia
Mengingat kapal di bawah 7 GT relatif kecil dan daya tampungnyapun tidak terlalu
banyak, maka untuk kapal di bahwa 7 GT cukup memiliki dua ( 2) awak kapal. Kedua
awak kapal tersebut yaitu Ahli Nautika tingkat V (ANT – V) sebanyak satu (1) orang ,
sementara satu (1) orang sebagai Ahli Teknik Tingkat V (ATT V). AHLI Nautika Tingkat
V (ANT V adalah perwira kapal – kapal kecil yang digunakan antar pulau). Sementara Ahli
Teknik Tingkat V (ATT V) adalah sebagai ahli mesin kapal pelayaran terbatas (AMKPT)
atau masinis untuk kapal-kapal kecil antar pulau 95.
Berdasarkan wawancara dari pihak Dinas Perhubungan & Informatika c.q Bidang
Angkutan Laut maupun Bidang Angkutan darat Propinsi Kaliman Tengah serta wawancara
dengan Juru Mudi kapal dibawah 7 GT ternyata awak kapal yang ada belum memiliki
sertifikat seperti telah dipersyaratkan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut sebaiknya
perlu dibuatkan aturan yang jelas, baik dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Propinsi dan
Kabupaten/ Kota mengharuskan setiap awak kapal di bahwah 7 GT yang ada adi sungai
harus memiliki keahlian sebagai Mualim Pelayaran Terbatas dan keahlian bidang mesin
kapal pelayaran terbatas. Hal ini dimaksudkan, untuk menghindarkan kecelakaan kapal
yang membawa manusia sebagai penumpang. Dengan demikian, nilai capaian tersedianya
SDM sebagai awak kapal dikaitkan dengan jumlah kapal sungai di bawah 7 GT sebanyak
95 unit dapat dihitung dengan rumus :
% SDM sebagai awak kapal yang professional
∑ SDM sebagai awak kapal yang memiliki sertfikat
= --------------------------------------------------------------- x 100%
∑ Kapal sungai di bawah 7 GT yang memiliki awak kapal Memiliki sertfikast
0
= -------- x 100%
95
= 0 %
C. Angkutan Penyebrangan
Karena di provinsi Kalimantan Tengah tidak terdapat angkutan penyebrangan maka dalam
hal ini tidak dibahas angkutan penyebrangan di provinsi Kalimantan Tengah
D. Angkutan Laut
1. Jaringan Pelayanan Angkutan Laut
Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan penumpang
dan/atau barang dengan menggunakan kapal 96. Angkutan Laut adalah kegiatan angkutan
95 http://id.wikipedia.org/wiki/ Pelaut , 2011 96 Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pada Pasal 1 Ayat (3 )
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 67
yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut 97. Berdasarkan informasi dari
Dinas Perhubungan & Informatika c.q Bidang Program Propinsi Kalimantan Tengah
sekarang ini belum ada angkutan laut yang melayani antar kabupaten/kota dalam Propinsi
Papua Barat. Angkutan laut yang melayani antarkota/kabupaten dalam Propinsi
Kalimantan Tengah adalah angkutan laut perintis. Pelayaran-Perintis adalah pelayanan
angkutan di perairan pada trayek-trayek yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk melayani
daerah atau wilayah yang belum atau tidak terlayani oleh angkutan perairan karena belum
memberikan manfaat komersial 98.
Perairan kapal laut perintis sangat diperlukan pada daerah yang kondisi ekonomi daerah
dan masyarakat masih lemah. Karena itu, untuk memobilisasi pergerakan masyarakat dan
barang dari dan ke daerah tersebut diperlukan adanya kapal laut perintis. Sekarang ini,
jumlah kapal perintis di Propinsi Kalimantan Tengah terdapat sebanyak satu (1) unit kapal
utama dan satu (1) unit kapal pengganti, dan untuk lebih jelasnya nama kapal utama dan
kapal pengganti dapat lihat tabel berikut.
Tabel 8.25 Jumlah Kapal Laut Perintis di Propinsi Kalimantan tengah Dalam Tahun 2013
No Kode
Trayek Pangkalan Kapal Utama
Kapal
Pengganti
1 R - 10 Sukamara KM Bukit
Patung
KM. Bahtera Hermon
Sumber : - Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Kalimantan Tengah, 2013
-Direktorat LALA, Ditjen Perhubungan Laut – Kementerian Perhubungan, 2013
Sementara jaringan trayek yang telah dilayani oleh angkutan kapal laut perintis dalam
suatu Propinsi Kalimantan Tengah dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 8.26 Realisasi dan Rencana Jaringan Kapal Perintis Provinsi Kalimantan Tengah
No Provinsi/
Pangkalan
Kode
Trayek
Jaringan Trayek
dan Jaran (Mil)
Jumlah
Jarak
(Mil)
Ukuran
dan type
Kapal*)
Lama
Pelayaran
1 Round
Voyage
Target
Frekuensi
per
Tanggal
1 Sukamara R-9 Sukamara – 2- P.
Nibung – 21 –
Kuala Jelai – 211 –
Semarang – 270 –
Kuala Pembuang –
270 – Semarang –
Kuala Jelai – 21 –
Pulau Nibung – 20
- Sukamara
1.044 Km.
Bukit
Patung/
350
DWT
11 Hari 33 Voyage
Sumber : - Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Kalimantan Tengah, 2013
- Direktorat LALA, Ditjen Perhubungan Laut – Kementerian Perhubungan, 2013
Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis dengan Kode
R.10, langkah pertama yang harus diketahui adalah kapasitas kapal perintis. Berdasarkan
data dan informasi, kapasitas kapal perintis Kode R.10 dengan nama KM. Bukit Patung
memiliki 196 orang. Kapal tersebut memiliki 33 Voyage. Dengan demikian, kapasitas
KM. Bukit Patung dalam satu (1) tahun = 196 orang x 33 = 6.468 orang. Sementara
jumlah penumpang yang diangkut dalam tahun 2011 terdapat sebanyak 512 orang 99.
97 Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan Pada Pasal 1 Ayat (2 ) 98 Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pada Pasal 1 ayat (8) 99 Direktorat Jenderal Perhubungan Laut- Kementerian Perhubungan, Setelah diolah , 2012
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 68
Karena itu, nilai capaian tersedianya angkutan kapal perintis yang melayani trayek dengan
Kode R.55 dapat dihitung dengan rumus 100;
% Jaringan Trayek Linier
∑ Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun
= x 100 %
∑ Rata – rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun
512 Orang
= ------------------ x 100 %
6.468 Orang
= 7,91 %
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan tersedianya
kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam propinsi pada
wilayah yang memiliki alur dan tidak ada alternatif jalan ditetapkan 100% hingga tahun
2014. Sementara nilaian capain sekarang ini hanya mencapai 7,91%, artinya perkembangan
penduduk yang menggunakan kapal perintis belum begitu berkembang. Faktor lain
mungkin disebabkan karena ada transportasi alternatif yang digunakan. Aspek lain yang
perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 7,91 % dalam tahun 2011, artinya bahwa
kapal yang melayani trayek tersebut perlu meningkatkan konektivitas pelayanan ke
beberapa pulau/daerah lainnya lainnya, sehingga keberadaan apal dapat menjangkau
beberapa daereah yang belum terlayani transportasi selama ini. Konotasi lainnya, dengan
nilai capaian 7,91 % artinya pada trayek ini tidak perlu peningkatan dan atau penambahan
kapal, karena nilaian capaiannya masih relatif rendah yaitu hanya 7,91 %. Kecuali jika
nilaia capaiannya mencapai lebih besar dari 65 % (enam puluh lima perseratus) dapat
diizinkan penambahan 1 ( satu ) unit kapal dalam satu jaringan trayek tersebut. Sementara
jika lebih kecil dari 65 % tidak akan diizinkan penambahan kapal dalam satu jaringan
trayek tersebut 101 . Lebih jelasnya jaringan pelayanan
100 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota 101 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal 23
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 69
Gambar 8.11 Peta Jaringan Trayek R.10
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 70
2. Jaringan Prasarana Angkutan Laut Kapal Perintis
Di Propinsi Kalimantan Tengah, hingga sekarang belum ditemukan adanya pelabuhan
kapal angkutan laut antarkota/kabupaten dalam propinsi. Ditemukan adalah pelabuhan
kapal laut perintis antarkabupaten/kota dalam propinsi. Karena itulah, yang menjadi kajian
dalam hal ini adalah jaringan prasarana (pelabuhan) kapal laut perintis. Pelabuhan adalah
tempat yang terdiri dari atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai
tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai
tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa
terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan
keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan
intra dan antarmoda transportasi 102. Sementara angkutan laut adalah kegiatan angkutan
yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut kapal perintis. Dalam angkutan
laut, haruslah tersedia alur pelayaran di laut, artinya alur pelayaran dari segi kedalaman,
lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayani
kapal angkutan laut. Untuk menjamin kelancaran berlabuh, diperlukan adanya dermaga,
yaitu sebagai tempat kapal bersandar untuk naik turun penumpang dan/atau bongkar muat
barang.
Propinsi Kalimantan Tengah terdiri dari beberapa pulau, karena itu angkutan laut sangat
diperlukan, dimana sebelumnya harus tersedia adanya prasarana pelabuhan. Jumlah
pelabuhan kapal perintis tersebar di wilayah Propinsi Kalimantan Tengah. Lebih jelasnya
pelabuhan kapal angkutan laut kapal perintis dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8.27 Nama-Nama Pelabuhan Kapal Laut Perintis di Propinsi Papua Barat Dalam Tahun 2013
No Nama
Pelabuhan Fasilitas Eksisting Status
1 Sukamara
Dermaga (50x8)m2, Trestle (20x6)m2+
Pelebaran (10,4) m2
Reklamasi (35x70)m2, Fasilitas Darat
2 Kuala Jelay Areal darat, trestle, Dermaga ( 50x 8) 2 Pematangan reklamasi (62,4 x
36,5)m2
Sumber :- Kantor Syahbandar Propinsi Kalimantan Tengah , 2013
- Ditjen Perhubungan Laut c.q Direktorat LALA, 2013
Sementara rencana pembangunan pelabuhan kapal laut perintis di Propinsi Papua Barat
dalam tahun 2013 s/d 2014 per trayek dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 8.28 Kebutuhan Pelabuhan Kapal Laut Perintis di Propinsi Kalimantang Tengah
Pangkalan Kode Trayek Pelabuhan Jumlah
Pelabuhan
Sukamara
R- 9
a.Pelabuhan Sukamara
b.Pelabuhan P.Nibung
c.Pelabuhan Kuala Jelai
d.Pelabuhan Pembuang
1
1
1
1
102 Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan pada Pasal 1 ayat (1 )
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 71
Pangkalan Kode Trayek Pelabuhan Jumlah
Pelabuhan
Jumlah
4
Sumber : Kementerian Perhubungan – Ditjen perhubungan Laut, Direktorat Pelabuhan &
Pengerukan, 2013
Berdasarkan data tersebut , jumlah kebutuhan pelabuhan kapal laut perintis di propinsi
Kalimantan Tengah terdapat 4 unit, di antaranya yang sudah terbangun hingga sekarang
hanya 2 unit. Artinya, jumlah pelabuhan yang masih kurang terdapat dua (2) unit yaitu di
P.Nibung dan Kuala Pembuang. Berkenaan dengan itu, nilai capaian tersedianya
pelabuhan/dermaga kapal laut perintis dapat dihitung dengan rumus 103:
% Tingkat Pelayanan
∑ Dermaga dalam satu propinsi
= ----------------------------------------- x 100 % ∑ Kabupaten/Kota dalam propinsi yang memiliki alur pelayaran dan Tidak ada alternative jalan
2 unit.
= --------- x 100 %
4 unit
= 50 %
Berdasarkan peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan telah ditetapkan, bahwa tersedianya
pelabuhan/dermaga kapal laut perintis hingga tahun 2014 mencapai 100 %. Sementara nilai
capaian dermaga pada tahun 2012 hanya 50 %. Karena itu, nilai capaian yang harus dicapai
hingga tahun 2014 adalah sebesar 50 % ( 100 % - 50 % = 50 %). Untuk mewujudkan
pembangunan pelabuhan/dermaga tersebut perlu adanya kerjasama antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah terutama dalam pembiaan dan pengadaan tempat sebagai lokasi
pelabuhan/dermaga.
3. Keselamatan
Keselamatan kapal dalam hal ini adalah difokuskan kepada kapal di bawah 7 GT.
Keselamatan adalah terpenuhinya persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan
dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan, serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat
penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan
pemeriksaan dan pengujian 104
Setiap kapal berukuran tonase kotor kurang dari GT 7 ( < GT7 ) yang dioperasikan hanya
di perairan daratan ( sungai dan danau ) dilakukan: a. pengawasan keselamatan kapal, b.
pengukuran kapal, c. penertiban pas perairan daratan, d. pencatatan kapal dalam buku
103 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota 104 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 72
register pas perairan daratan, e. pemeriksaan konstruksi kapal, f. pemeriksaan permesinan
kapal,g. pemeriksaan perlengkapal kapal, h. penerbitan sertifikat keselamatan kapal, i.
penerbitan dokumen pengawakan kapal, j. pemberian Surat Izin Berlayar dilaksanakan
dilaksanakan oleh Dinas Kabupaten/Kota di tempat pemberangkatan kapal sebagai tugas
desentralisasi, k. pemberian izin berlayar berlaku hanya 1 ( satu ) kali perjalanan.
Pelaksanaan urusan ini dilaksanakan oleh petugas pemegang fungsi keselamatan pelayaran
angkutan sungai dan danau pada dinas Kabupaten/Kota 105 Hal yang sama juga dilakukan
pada kapal di bawah 7 GT, dimana persyaratan keselamatan harus dijamin yang berlayar di
perairan laut. Surat ukur diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/kota, sementara izin
berlayar diberikan oleh syahbandar. Artinya sertifikasi aspek keselamatan juga harus
disertifikasi.
Berdasarkan informasi dari dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Kalimantan Tengah
jumlah Kapal dibawah 7 GT yang berlayar di perairan diperkirakan kurang lebih 45 unit,
dengan berbagai ukuran di bawah GT 7 . Kapal tersebut, juga berlayar di sungai, tetapi
kadangkala juga berlayar di perairan laut namun tidak sampai kepedalaman. Batasnya
adalah sepanjang masih terlihat daratan, tetapi jika tidak terlihat daratan, rata-rata kapal di
bawah 7 GT tidak mau berlayar. Berdasarkan informasi, kapal di bawah 7 GT yang
berlayar di perairan harus memiliki surat ukur dan/atau persyaratan keselamatan.
Persyaratan keselamatan yang harus dipenuhi adalah meliputi; material, konstruksi,
bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan, serta perlengkapan
termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, belum dapat
menunjukkan dan/atau memperlihatkan sertifikat. Karena untuk mengetahui, apakah kapal
di bawah GT 7 memiliki persyaratan keselamatan yang dibuktikan dengan sertifikat, telah
dilakukan wawancana terhadap 10 Juru Mudi kapal dibawah GT 7 sebanyak 10 orang.
Pertanyaanya adalah sekitar kepemilikan sertifikat masing-masing persyaratan keselamatan
kapal di bawah GT 7 dan jawabannya dapat dilihat pada tabel berikut;
Tabel 8.29 Keberadaan Sertifikasi Pada Kapal di Bawah GT 7 Di Propinsi Papua Barat
No Aspek Keselamatan Keberadaan
Sertifikat
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Material
Konstruksi
Bangunan
Permesinan & Perlistrikan
Stabilitas
Tata Susunan
Alat Penolong
Radio
Elektronik Kapal
Alat penolong:
a. Jaket
b. Pelampung
Ada sertifikat
Ada sertifikat
Ada sertifikat
Ada sertifikat
Ada sertifikat
Tidak ada sertifikat
Tidak ada sertifikat
Tidak ada sertifikat
Tidak ada sertifikat
Tidak ada dalam kapal
Tidak ada dalam kapal
Sumber; -Hasil Wawancara Dengan Juru Mudi di Propinsi Papua Barat, 2013
-Solas, 1974
Mengingat kapal di bawah 7 GT tidak memiliki ruang yang sempit, maka tata susunan
yang telah ditetapkan tampaknya kurang memungkinkan. Karena itu, aturan SOLAS,
seperti telah disebutkan sebelumnya menyangkut tata susunan kurang relevan.
105 Peraturan Menteri Perhubungan No. 58 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri
Perhubungan No. Km 73 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau Pada Pasal 6 s/d Pasal 8
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 73
Defenisi operasional dalam konteks keselamatan bagi kapal di bawah 7 GT adalah
terpenuhinya standar keselamatan kapal dengan ukuran di bahwa 7 GT yang beroperasi
perairan antarkabupaten/kota dalam propinsi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut 106;
% Keselamatan Kapal
∑ Kapal di bawah 7 GT yang memenuhi standar keselamatan
= ------------------------------------------------------------------------- x 100 %
∑ Kapal di bawah 7 GT
0
= --------- x 100 %
95 unit
= 0 %
Sementara nilai capaian persentase pemenuhan alat keselamatan kapal dengan ukuran di
bawah 7 GT yang beroperasi pada perairan antarkabupaten/kota dalam propinsi dapat
dihitung dengan menggunakan rumus 107 :
% Pemenuhan Alat Keselamatan
∑ Alat Keselamatan Yang Dipenuhi Kapal Dibawah 7 GT
= -------------------------------------------------------------------------- x 100%
∑ Alat Keselamatan Yang Wajib Dipenuhi
5
= -------- x 100 %
10
= 50 %
Sebagai gambaran kapal di bawah 7 GT yang beroperasi di sungai dan di perairan dapat
dilihat pada gambar berikut.
106 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota 107 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 74
Gambar 8.12 Contoh Kapal dibawah 7 GT
Untuk menjamin keselamatan, alat pertolongan seperti jaket dan pelampung diharuskan ada
dalam kapal di bawah GT 7, tentunya disesuikan dengan jumlah penumpang. Mengingat
ukuran kapal sangat kecil, maka setiap penumpang yang akan masuk kapal langsung
dibagikan dan dipakai setiap penumpang termasuk pelampung dengan ukuran skala kecil.
Dengan demikian pada waktu perlayaran jaket sudah dipakai penumpang termasuk
pelampung dipegang. Hal ini disebabkan, pada waktu terjadi kecelakaan kapal, tidak ada
lagi kesempatan juru mudi kapal membagi-bagikan jaket dan pelampung, karena juru mudi
juga sudah ikut langsung terjungkal. Berkenaan dengan itu, untuk menjamin keselamatan
kapal dibawah GT 7 sebaiknya mengikuti persyaratan yang disesuaikan dengan jumlah
penumpang yaitu sebagai berikut; Bagi kapal dengan GT hingga 300 dengan jarak lintasan
yang dilayani hingga 15 mil, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan
ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut 108;
a) Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit
b) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
c) Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
d) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
e) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
f) Means Of Rescue (alat penolong)
g) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
h) Helicopter Pick Up Area (area 74ystem74ter)
i) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
j) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
k) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 2 units)
l) SART (1 Unit)
m) Distress Flare 12
n) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
o) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
p) Public Address System (74ystem informasi umum)
q) Life Buoys (pelampung) 4 unit
108 SOLAS, 1974
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 75
Di antara persyaratan tersebut, dikaitkan dengan keterbatasan ruang kapal di bawah 7 GT
sebaiknya mengharuskan memiliki alat penolong sebagai berikut; a. Life Jacket (baju
pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang, dan b. Life Jacket with light (baju
pelampung dengan cahaya
Bilamana mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang
Standar Kapal Non Convensi Berbendera Indonesia ( Non Covention Vessel Standard ) dan
keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. UM.008/20/9/DJPL-2012 tentang
Pemberlakuan Standard dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kapal Non Konvensi
Berbendera Indonesia alat keselamatan untuk kapal 7 GT dan dibandingkan dengan
keberadaanya di kapal dibawah 7 GT dapat dilihat pada tabel berikut ;
Tabel 8.30 Alat Keselamatan Yang Dipenuhi Kapal Di Bawah 7 GT Dan Belum dipenuhi
Berdasarkan Pengamatan di Lapangan No Peralatan Keselamatan Keberadaan di Kapal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pedoman Magnet
Pelorus atau Alat Baring
Peta Laut
Publikasi Nautika
Alat Ukur Kecepatan
Perum Gema
Indikator Sudut daun Kemudi
Corong Pemberitahuan
Lampu Isyarat
Reflector
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sumber; -Permmenhub No.65 Tahun 2009 tentang Kapal Non Konvevensi Berbendera Indonesia
(Non Convention Vessel Standard)
-Hasil wawancara dengan Juru Mudi Kapal di Bawah 7 GT
Untuk kapal termasuk di bawah 7 GT diharuskan memiliki alat keselamatan seperti
dijelaskan sebelumnya, karena alat tersebut berfungsi untuk menjamin keselamatan
berlayar. Dengan demikian, defenisi operasional adalah terpenuhinya standar keselamatan
kapal dengan ukuran di bahwa 7 GT dan kapal yang beroperasi antarkabupaten/kota dalam
propinsi atau daerah pelayaran perairan . Karena itu, nilai capaian tersedianya alat
keselamatan kapal dengan ukuran di bawah 7 GT yang beroperasi antarkabupaten/kota
dalam propinsi dan/atau daerah perairan yang memenuhi standar keselamatan kapal
dihitung dengan rumus sebagai berikut 109;
% Keselamatan Kapal
∑ Kapal di bawah 7 GT yang memenuhi standar keselamatan
= ------------------------------------------------------------------------- x 100 %
∑ Kapal di bawah 7 GT
1
= -------- x 100 %
45 unit
= 2,22 %
109 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 76
Sementara nilai capaian persentase pemenuhan alat keselamatan kapal dengan ukuran di
bawah 7 GT yang beroperasi antarkabupaten/kota dalam propinsi dan/atau daerah
pelayaran perairan daratan yang memenhi standar keselamatan dihitung dengan
menggunakan rumus 110:
% Pemenuhan Alat Keselamatan
∑ Alat Keselamatan Yang Dipenuhi Kapal Dibawah 7 GT
= -------------------------------------------------------------------------- x 100%
∑ Alat Keselamatan Yang Wajib Dipenuhi
1
= ------- x 100 %
10
= 10 %
Sementara untuk menghitung jumlah orang atau pejabat pemeriksa keselamatan kapal yang
memiliki keahlian ukur dan /atau keselamatan bagi kapal di bawah 7 GT yang melakukan
pelayaran di perairan dapat dihitung dengan rumus
∑ kappa di bawah 7 GT x 4 jam/har
Pejabat Pemeriksa = ----------------------------------------------- x 1 orang
Keselamatan Kapal 8 jam/hari
45 unit x 4 jam/hari
= ------------------------------- x 1 orang
8 jam/hari
180 jam /hari
= ------------------------------x 1 orang
8 jam/hari
= 22,5 jam/hari
= 22,5 jam/4 jam = 5,6 atau 7 orang
Penjelasan masing-masing alat keselamatan adah sebagai berikut;
1) Pedoman Magnet
Pedoman adalah sebuah navigasi yang digunakan untuk menetapkan arah di laut, baik
berupa haluan kapal maupun baringan. Kompas biasanya disebut pedoman, yang
digunakan untuk menentukan arah/haluan kapal serta untuk mengetahui arah benda
110 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 77
lain dari kapal ( baringan ) sehingga posisi kapal dapat diketahui 111. Pedoman Magnet
atau juga disebut Kompas Magnetik terbagi atas kompas magnetic kemudi, kompas
magnatik standar. Persyaratan umum pedoman magnetic ( kompas magnetic ) : a)
ditempatkan sedemikian rupa sehingga pandangan ke depan dari posisi kemudi,
sedapat mungkin tidak terhalangi, berada pada bujur minimal 1150 dari kanan depan
pada kedua sisi kapal, b) ditempatkan di depan kemudi/control sedemikian rupa
sehingga dapat mudah dibaca dari posisi kemudi norma, c) dipasang dengan
penerangan yang efisien bersama-sama dengan alat untuk peredup pencahayaan,
ditopang dengan alas datar sehingga tetap pada posisi horizontal ketika rumah kompas
dimiringkan 400 ke arah manapun, d) dipasang pada posisi sedemimian rupa sehingga
mudah dilakukan penyesesuaian ( penimbalan ), e) tepat guna dan dipasang di bidang
tegak melalui garis tengah membujur kapal ( center lines ). Tempat pemasangan
pedoman termasuk unsure magnit untuk keperluan navigasi dan pengawasan dan
pengawasan harus sedemikian sehingga alat ini tidak mengalami gangguan yang
berarti dari massa besi dan aliran listrik yang ditempatkan didekatnya, f. penempatan
pedoman magnet, tidak boleh menghalangi pandangan bebas yang meliputi suatu
busur cakrawala sekurang-kurangnya 2300 dihitung dari arah lurus ke depan sampai
250 di belakang garis melintang kapal pada setiap sisi 112
2) Pelorus atau Alat Baring
Poisi adalah tempat kapal berada pada suatu yang dinyatakan dalam lintang dan bujur
atau juga disebut baraingan dan jarak dari suatu titik referensi dihitung berdasarkan
metode-metode pengambilan posisi . Metode penentuan posisi atau baring meliuti tiga
(3) yaitu: a)Visual, b) Astronomi, c) Elektronika. Kegunaan baring adalah :
(a) Menjamin keselamatan kapal
(b) Menentukan elemen-elemen hydrometeo ( angin dan arus )
(c) Menentukan perhitungan lintas laut
(d) Memberikan gambaran situasi taktis
3) Peta Laut
Peta laut adalah sebagai perangkat peta terdiri dari atas peta pelayaran, jalur perairan
dunia, peta ikhtisar, peta cuaca, petunjuk pelayaran/buku kepanduan bahari, daftar
suar, daftar pasang surut, daftar stasiun radio, tabel navigasi, choronometer,
clinometers, stpwath, jangka, penggaris parallel/mister jajar, segitiga, pensil, karet
penghapus, pemberat kertas, tabel logaritma, berita pelaut Indoensia/NTM, tabel arus,
daftar peta, dan daftar koreksi peta 113. Persyaratan teknis neliuti: 114
(a) Peta-peta yang digunakan untuk navigasi biasanya berupa peta
meractorial/lintang bertumbuh, peta “proyeksi lingkaran besar/genomonis
(b) Kertas yang digunakan untuk peta harus memiliki susut minimal sehingga jarak
antar titik tidak melebar atau menyempit akibat suhu
111 SOLAS, 1974 112 Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Nonkonvensi ( Non Convention Vessel standard Berbendera Indonesia ) Chapter II hal 10 113 Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non Konvensi ( Non
Convention Vessel Standard Berbendera Indonesia ) Chapter II hal III - 8 114 Ibid, Chapter II hal 9
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 78
(c) Pensil yang digunakan yang tanda-tanda yang dibuat di atas peta umumnya
dapat dihapus tanpa merusak kertas ( pensil jenis 2 B atau yang lembut )
(d) Peta harus dimutahirkan dengan informasi resmi, misalnya informasi dari radio,
berita pelaut Indonesia ( edisi mengguan)/notice to mariners
(e) Peta-peta navigasi, jalur perairan dunia, peta cuaca, petunjuk pelayaran, daftar
lampu penerangan, daftar pasang surut, daftar sinyal radio, tabel navigasi, berita
pelaut Indonesia, dan daftar arus harus diterbitkan secara berkala oleh
organisasi pelayaran resmi untuk tujuan navigasi
(f) Chronometer harus diuji dan dikalibrasi oleh layanana merologi dan harus
disesuaikan atau dicatat oleh nahkoda kapal setiap hari
4) Publikasi Nautika
Publikasi navigasi ( Penertbitan Navigasi ) adalah publis buku-buku dan bahan-bahan
penting yang diterbitkan dan disiarkan untuk membantu seorang navigator dalam
melayarkan kapalnya dengan sebaik-baiknya. Buku-buku dan bahan tersebut antara
lain; (a) peta laut yang erat hubungannya dengan peta laut yaitu berupa catalog peta,
(b) almanak nautika, (c) buku-buku navigasi, (d) daftar meliput: suar, daftar pasang
surut, daftar ilmu pelayaran, daftar pelampung-pelampung, daftar rambu, daftar
isiyarat radio, daftar jarak, dan (e) peta khusus seperti peta pandu, peta cuaca, peta
arus, peta angin,( f) berita pelaut ( BP ) atau Notice to Mariners, (g) berita peringatan
navigasi ( navigational warning ) 115
5) Alat Ukur Kecepatan
Alat ukur kecepatan adalah menghitung jarak yang harus ditempuh oleh kapal dalam
suatu haluan tertentu dan/atau jarak/jauh yang ditempuh oleh kapal dalam 1 jam.
6) Perum Gema
Perum gema adalah suatu alat yang dirancang untuk mengukur kedalaman laut . Alay
tersebut salah satunya adalah “Echosounder yaitu suatu alat navigasi elektronik
dengan menggunakan system gema yang dipasang pada dasar kapal yang berfungsi
untuk mengukur kedalaman perairan, mengetahui bentuk dasar suatu perairan dan
untuk mendeteksi gerombolan ikan dibagian bawah kapal secara vertical 116
7) Indikator Sudut Daun Kemudi
Indikator sudut daut kemudi adalah gay dan momen yang bekerja pada kemudi serta
gaya dan momen pada kapal ketika kapal berbelok akan berbeda dari jenmis kemudi.
Besarnya gaya yang dihasilkan oleh kemudi tergantung pada modifikasi desain (
chamber ) dan sudut serang ( angle of attack ). Bisanya untuk 30 sampai 40 derajat
untuk luas 25 % bagian yang tetap ( fixed portion ) dan 75 % bagian yang bergerak (
movable ) akan menghasilkan lebih dari 90 % gaya gaya angkat daripada jenis kemudi
115 SOLAS, 1974 & Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non
Konvensi ( Non Convention Vessel Standar Berbendera Indonesia ) 116 SOLAS, 1974 & Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non
Konvensi ( Non Convention Vessel Standar Berbendera Indonesia )
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 79
8) Corong Pemberitahuan
Corong pemberitahuan adalah suatu alat yang digunakan untuk memberitahukan
kepada para penumpang pengumuman tiba kapal dan/atau sedang mengalami
kerusakan dan juga digunakan untuk mengumkan keberangkatan kepal.
9) Lampu Isyarat
Untuk kapal motor dengan panjang 20 meter atau lebih, lampu tiang harus
ditempatkan sebagai berikut; a) lampu tiang depan, atau jika hanya ada satu lampu
tiang, maka lampu tersebut dengan tinggi di atas lambung kapal tidak kurang 6 meter,
dan jika lebar kapal lebih dari 6 meter, maka tinggi lampu tiang di atas lambung kapal
tidak boleh kurang dari ukuran lebar kapal, namun lampu tidak perlu dipasang dengan
tinggi lebih dari 12 meter di atas lambing kapal.b) bilamana kapal memiliki dua (2)
lampu, maka lampu yang dibelakang harus sekurang-kurangnya 4,5 meter tegak lurus
lebih tinggi dari pada yang di depan . Tetapi dalam hal ini perlu diperhatikan sebagai
berikut 117:
a) Pemisah secara tegak lampu – lampu tiang pada kapal motor harus dibuat
sedemikian rupa sehingga dalam kondisi tinggi normal, lampu belakang akan
tampak di atas dan terpisah dari lampu depan pada jarak 1000 m dari tinggi muka
ketika dilihat dari pemukaan laut
b) Lampu tiang kapal motor dengan panjang 12 meter atau lebih namun kurang dari
20 meter harus ditempatkan tinggi di atas bordu kapal namun tidak kurang dari
2,5 meter
c) Sebuah kapal motor dengan panjang kurang dari 12 meter boleh memasang
lampu yang paling atas dengan tinggi kurang dari 2,5 meter di atas bordu jika
lampu tiang tersebut merupakan tambahan dari lampu dari lampu lambung (
sesuai Auran 23 ( c ) (i) tentang COLREG/KEPRES No.5 Tahun 1979 dan lampu
buritan maka lampu tiang demikian harus dipasang sekurang-kurangnya 1 meter
lebuh tinggi di atas lampu – lampu lambung
d) Salah satu dari dua (2) atau tiga lampu-lampu tiang yang ditentukan untuk kapal
motor ketika digunakan untuk menunda atau mendorong kapal lain harus
ditempatkan pada posisi yang sama dengan lampu tiang belakang asalkan bahwa,
jika dipasang sekurang-kurangnya harus vertical 4,5 meter lebih tinggi dari lampu
tiang depan ; (1) lampu atau lampu-lampu tiang sebagaimana ditetapkan pada
aturan 23 (a) ( COLREG/KEPRES No. 50 Tahun 1979 harus ditempatkan
sedemikian rupa sehingga berada di atas dan bebas dari semua lampu dan bebas
rintangan lainnya kecuali seperti diuraikan dalam klausul aturan 23 (a) (ii)
(COLREG/KEPRES No. 50 tahun 1979), (2) jika tidak memungkinkan untuk
menempatkan lampu keliling seperti ditetapkan dalam aturan 27 (b) (i) atau
aturan 28 CORLEG ialah di bawah lampu – lampu tiang, maka lampu-lampu
tersebut boleh dipasang di atas lampu belakang atau secara vertical di antara
lampu tiang depan dan lampu tiang belakang
Pada waktu malam hari, satu sama lain di dalam alur pelayaran atau air pelayarann
yang sempit, dimana kapal bermaksud menyesul kapal lain, maka harus menunjukkan
a) isyarat – isyarat pada sulingnya; (1) dua ( 2 ) bunyi lanjut disusul oleh satu bunyi
117 SOLAS , 1974 & Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non Convensi (
Non Convention Vessel Standard Berbendera Indonesia) Pasa hal Chapter III hal 38
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 80
pendek yang berarti “ saya bermaksud untuk menyusulmu pada sisi lambung kananmu
( I intend to overtake you on your staboard side ), (2) dua (2) bunyi lanjut disusul dua
bunyi pendek yang berarti “ saya bermaksud menyusulmu. Kapal yang akan disusul,
harus menunjukkan persetujuannya dengan dengah isyarat berikut pada serulingnya :
satu (1 ) bunyi lanjut, satu bunyi pendek, satu lanjut dan satu pendek dalam urutan itu 118
4. Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia ( SDM ) maksudnya dalam hal ini adalah tersedianya SDM yang
mempunyai kompetensi sebagi awak kapal angkutan laut dengan ukuran di bawah 7 GT.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perhubungan No. 70 Tahun Tahun 1998 telah
ditegaskan, bahwa jumlah Perwira Kapal Berdasarkan GT.500 s.d < 500 dan KW < 750
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8.31 Pengawakam Kapal Berdasarlan GT
No JABATAN GT < 500
JML DOC COP
1 MASTER 1 ANT - IV 9c1) ( b-h)
2 CHIEF OFFICER 1 ANT - IV 9c (2-7 )
3 2nd OFFICER - - -
4 3rd OFFICER - - -
5 RADIO OFFICER 1 ORU/REK -II -
6 BOATSWAIN - - -
7 QUARTER MASTER 1 - 9f
8 SAILOR - - -
9 COOC 1 - 9g
10 MESS BOY - - -
NO JABATAN KW < 750
JML COC COP
1 CHIEF ENGINEER 1 ATT-IV 10c(2-5)
2 2nd ENGINEER 1 ATT-IV 10c(2-5)
3 3rd OFFICER 1 ATT-IV 10c(2-5)
4 4th OFFICER - - -
5 ENG.FOREMAN 1 - 10d
6 OILER 3 - 10d
7 WIPER - - - Sumber : Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No. 70 Tahun 1998 tentang Perwira Kapal
Niaga Pelayaran Kawasan indonesia
Mengingat kapal di bawah 7 GT relatif kecil dan daya tampungnyapun juga tidak terlalu
banyak, maka untuk kapal di bahwa 7 GT cukup memiliki dua (2) awak kapal. Kedua awak
kapal tersebut yaitu Ahli Nautika tingkat V (ANT – V) sebanyak satu (1) orang , sementara
satu (1) orang sebagai Ahli Teknik Tingkat V (ATT V). AHLI Nautika Tingkat V (ANT V)
adalah perwira untuk kapal – kapal kecil yang digunakan antar pulau. Sementara Ahli
Teknik Tingkat V(ATT V) adalah sebagai ahli mesin untuk kapal pelayaran terbatas
(AMKPT) atau masinis untuk kapal-kapal kecil antar pulau 119.
118 SOLAS, 1974 119 http://id.wikipedia.org/wiki/ Pelaut , 2011
“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir VIII - 81
Berdasarkan wawancara dari pihak Dinas Perhubungan & Informatika c.q Bidang
Angkutan Laut maupun Bidang Angkutan darat Propinsi Kaliman Tengah serta wawancara
dengan Juru Mudi kapal dibawah 7 GT ke bawah melalui perairan ternyata awak kapal
tersebut tidak memiliki sertifikat sebagai awak kapal. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut sebaiknya perlu dibuatkan aturan yang jelas, baik dari Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Propinsi serta Kabupaten/ Kota mengharuskan setiap awak kapal di bahwah 7
GT yang melintasi perairan laut harus memiliki keahlian sebagai Mualim Pelayaran
Terbatas dan keahlian bidang mesin kapal pelayaran terbatas. Hal ini dimaksudkan, untuk
menghindarkan kecelakaan kapal yang membawa manusia sebagai penumpang.
top related