lapsus ipd dhf
Post on 30-Nov-2015
67 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diastesis hemoragik. Pada
DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom
renjatan dengue (dengue shock syndrom) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok.
Saat ini terjadi peningkatan jumlah penderita DHF yang cukup signifikan
di Indonesia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh
wilayah tanah air. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk
genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap
tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat
perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jenih (bak mandi,
kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Jawa Timur tahun 2000 dari
bulan Januari s/d Desember jumlah penderita DHF sebanyak 3.634 jiwa. Dari
jumlah tersebut terbanyak pada usia 1-14 tahun dengan jumlah 2079 jiwa. Angka
kematian yang diperoleh dari seluruh penderita yaitu 33 jiwa. Data yang diperoleh
dari unit perawatan anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode Januari sampai
dengan Juni 2000 kasus DHF sebanyak 292 anak. Dari jumlah kasus tersebut
terbanyak pada usia lebih dari 5 tahun sebanyak 202 anak. Semua kasus yang
dirawat tersebut tidak ada yang meninggal di Rumah Sakit.
Berbagai faktor kependudukan berpengaruh pada peningkatan dan
penyebaran kasus DBD, antara lain pertumbuhan penduduk yang tinggi,
urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, tidak efektifnya kontrol
vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, peningkatan sarana transportasi
1
Manifestasi simptomatik infeksi virus dengue adalah demam tidak
terdiferensiasi, demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut
selama 2-7 hari, ditandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala,
nyeri retroorbital, mialgia/ atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan [petekie
atau uji bendung positif], leukopenia) dan pemeriksaan serologi dengue positif
atau ditemukan pasien yang sudah dikonfirmasi menderita demam dengue/ DBD
pada lokasi dan waktu yang sama, DBD (dengan atau tanpa renjatan).
Berikut akan dilaporkan sebuah kasus mengenai DHF pada seorang pasien di
RSD Mardi Waluyo.
2
BAB II
STATUS PENDERITA
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Sdr. I
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Pikatan Rt 04/05, Blitar
Status Perkawinan : BM
Suku : Jawa
Tanggal MRS : 15 Maret 2013
B. ANAMNESIS
√ : sendiri √ : orang lain
1. Keluhan Utama : Demam
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSD dengan keluhan demam tinggi sejak ± 3 hari
lalu, demam dirasakan naik turun, dan pasien sempat minum obat
penurun panas namun tidak sembuh. Pasien mengeluh BAB berwarna
hitam sudah 1 hari ini. Pasien juga mengeluh nyeri perut menjalar ke
bagian belakang, badan juga terasa pegal-pegal, lemas dan nafsu
makan menurun. Pasien juga mengatakan mimisan sejak tadi pagi.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Sering perih perutnya bila telat makan
- Riwayat hipertensi (-) disangkal
- Riwayat sakit gula (-) disangkal
- Riwayat asma (-) disangkal
- Riwayat alergi obat/makanan (-) disangkal
- Riwayat penyakit jantung (-) disangkal
3
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Penyakit paru (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Hipertensi (-)
- Asma (-)
- Penyakit jantung (-)
- Penyakit paru (-)
- DM (-)
- Alergi obat/makanan (-)
5. Riwayat Kebiasaan
- Riwayat merokok (-)
- Minum kopi (+) jarang-jarang
- Minum alkohol (-)
- Olah raga (+) Sepak bola seminggu dua kali
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Tampak sakit, kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi kesan
cukup.
2. Tanda Vital
Tensi : 110/80 mmHg
Nadi : 80 x / menit, reguler, isi cukup
Pernafasan : 20 x /menit
Suhu : 39,7 oC
3. Kulit
Turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), venektasi (-), petechie (-), spider
nevi (-).
4. Kepala
Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-),
atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan
mimik wajah / bells palsy (-).
4
5. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
6. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (+).
7. Mulut
Bibir pucat (-), bibir sianosis (-), gusi berdarah (-).
8. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-).
9. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).
10. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)
11. Thoraks
Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-),
spider nevi (-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (-).
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : Pekak
Auskultasi: Bunyi jantung I–II intensitas normal, regular, bising (-)
Pulmo :
Statis (depan dan belakang)
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan (ronchi -/-)
Dinamis (depan dan belakang)
Inspeksi : pergerakan dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
5
Perkusi :
Auskultasi : suara dasar vesikuler
Ronki Wheezing
- -
- -
- -
12. Abdomen
Inspeksi : perut tampak mendatar, tidak ada pembesaran
hepar dan lien
Palpasi : Supel (+), Nyeri tekan (+), tes undulasi (-), edeme
pitting (-)
Perkusi : Tympani
Auskultasi : bising usus (+) normal
13. Ektremitas
palmar eritema (-/-)
akral dingin Oedem
- -
- -
- -
- -
14. Sistem genetalia: dalam batas normal.
6
Sonor Sonor
Pekak Pekak
Pekak Pekak
- -
- -
- -
D. DIFFERENTIAL DIAGNOSA
1. Tifoid
2. Chikungunya
3. Morbili
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Nilai Normal
Darah Lengkap 16-3-2013
Hemoglobin 11,5 g/dl 13-17 g/dl
LED 34-60 mm/jam 0-15 mm/jam
Hitung leukosit 7.690 /cmm 4000-11.000 /cmm
Hitung trombosit 78.500/cmm 150.000-450.000 /cmm
Hitung eritrosit 3.6 juta /cmm 4.5-6.5 juta /cmm
Hematokrit 34,6 % 40– 54 %
Hitung jenis 1 / 1 / 3 / 64/26 /5 1-2 / 0-1 /3-5/ 54-62 / 25-33 /
3-7
MCV/MCH/MCHC 94,6/31,5/33,2 80-97/27-31/32-36
Hasil Nilai Normal
Darah Lengkap 17-3-2013
Hemoglobin 11,5 g/dl 13-17 g/dl
LED 41-70 mm/jam 0-15 mm/jam
Hitung leukosit 9.400 /cmm 4000-11.000 /cmm
Hitung trombosit 118.400/cmm 150.000-450.000 /cmm
Hitung eritrosit 4.2 juta /cmm 4.5-6.5 juta /cmm
Hematokrit 37,3 % 40– 54 %
Hitung jenis -/ 1 / 2 / 77/15 /5 1-2 / 0-1 /3-5/ 54-62 / 25-33 /
7
3-7
MCV/MCH/MCHC 89,3/31,1/34,6 80-97/27-31/32-36
Hasil Nilai Normal
Darah Lengkap 18-3-2013
Hemoglobin 13,0 g/dl 13-17 g/dl
LED 69-102 mm/jam 0-15 mm/jam
Hitung leukosit 4.000 /cmm 4000-11.000 /cmm
Hitung trombosit 140.000/cmm 150.000-450.000 /cmm
Hitung eritrosit 3.6 juta /cmm 4.5-6.5 juta /cmm
Hematokrit 35,6 % 40– 54 %
Hitung jenis 1 / 1 / 3 / 64/26 /5 1-2 / 0-1 /3-5/ 54-62 / 25-33 /
3-7
MCV/MCH/MCHC 90,6/31,4/34,8 80-97/27-31/32-36
Hasil Nilai Normal
Darah Lengkap 19-3-2013
Hemoglobin 13 g/dl 13-17 g/dl
LED 34-60 mm/jam 0-15 mm/jam
Hitung leukosit 7.690 /cmm 4000-11.000 /cmm
Hitung trombosit 158.700/cmm 150.000-450.000 /cmm
Hitung eritrosit 3.6 juta /cmm 4.5-6.5 juta /cmm
Hematokrit 34,6 % 40– 54 %
Hitung jenis 1 / 1 / 3 / 64/26 /5 1-2 / 0-1 /3-5/ 54-62 / 25-33 /
3-7
MCV/MCH/MCHC 94,6/31,5/33,2 80-97/27-31/32-36
8
Resume
Pasien datang ke RSD dengan keluhan demam tinggi sejak ± 3 hari lalu,
demam dirasakan naik turun, dan pasien sempat minum obat penurun panas
namun tidak sembuh. Pasien mengeluh BAB berwarna hitam sudah 1 hari ini.
Pasien juga mengeluh nyeri perut yang menjalar ke bagian belakang, badan
juga terasa pegal-pegal, lemas dan nafsu makan menurun. Pasien juga
mengatakan mimisan sejak tadi pagi.
Pada anamnesis sistem didapatkan demam naik turun (+), mimisan (+),
BAB cair dan berdarah (+).
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, kesadaran compos
mentis (GCS 4-5-6), status gizi kesan cukup. Tanda vital tensi 100/80 mmHg,
nadi 80 x/menit, pernafasan 24 x/menit, dan suhu 39oC. BMI pasien 32,4.
Pemeriksaan review of system tidak didapatkan kelaianan.
Hasil pemeriksaan penunjang pada tanggal 1 Februari 2013, didapatkan
penurunan trombosit: 56.700/cmm. Pada tanggal 2 Februai 2013, didapatkan
penurunan trombosit: 88.200/cmm dan peningkatan GDA: 249 mg/dl. Tanggal
3 Februari 2013 didapatkan trombosit yang sudah mencapai: 118.000/cmm.
Tanggal 4 Februari 2013 sudah didapatkan peningkatan trombosit
193.000/cmm.
2.7 Working Diagnosis
- Thyphoid fever
- Malaria
- ITP
- Leptospirosis
2.8 Penatalaksanaan
1. Non Medika mentosa
a. Edukasi kepada pasien supaya patuh dalam minum obat, dan keluarga dalam
mengawasi pasien minum obat
b. Diet TKTP (tinggi kalori tinggi protein)
9
c. Tirah baring
2. Medikamentosa
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 2x1 g (iv)
- Inj. Ranitidin 2x1 amp (iv)
- Inj. Novaldo 2x1 (iv)
2.8 Flow Sheet
Nama : Sdr. I
Diagnosis : DHF
No Tanggal S O A P
1. 15-3-13 Demam (+),
pusing (+),
mual (+),
muntah (-),
mimisan (+),
BAB hitam,
nafsu makan
turun
TD : 100/80 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 24 x/menit
S : 39,7oC
KU : Lemah
DHF a. IVFD RL 20
tpm
b. Inj.Ceftriaxon
e 2x1 g (iv)
c. Inj. Ranitidin
2x1 amp (iv)
d. Inj. Novaldo
2x1 (iv)
e. Diet TKTP
f. Observasi
trombosit dan
febris
2. 16-3-13 Demam (+),
pusing (+),
mual (-),
muntah (-),
mimisan (-),
TD : 100/70 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 21 x/menit
S : 36,7oC
KU : Lemah
DHF a. IVFD RL 20 tpm
b.Inj.Ceftriaxone 2x1
g (iv)
c.Inj. Ranitidin 2x1
amp (iv)
10
BAB hitam,
nafsu makan
turun .
GDA: 249 mg/dl d.Inj. Novaldo 2x1
(iv)
e. Diet TKTP
f. Observasi
trombosit dan febris
3. 17-3-13 Demam (-),
pusing (+),
mual (-),
muntah (-),
mimisan (-),
BAB normal,
nafsu makan
turun .
TD : 130/80 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36 oC
KU : Lemah
DHF a. IVFD RL 20 tpm
b.Inj.Ceftriaxone 2x1
g (iv)
c.Inj. Ranitidin 2x1
amp (iv)
d.Inj. Novaldo 2x1
(iv)
e. Diet TKTP
f. Observasi
trombosit dan febris
4. 18-3-13 Tidak ada
keluhan
TD : 120/70 mmHg
N : 84 x/menit
S : 36,8oC
KU : Cukup
DHF a. IVFD RL 20 tpm
b.Inj.Ceftriaxone 2x1
g (iv)
c.Inj. Ranitidin 2x1
amp (iv)
d.Inj. Novaldo 2x1
(iv)
e. Diet TKTP
f. Observasi
trombosit dan febris
5. 19-3-13 Tidak ada
keluhan
TD : 120/70 mmHg
N : 84 x/menit
S : 36,8oC
KU : Cukup
DHF a. IVFD RL 20 tpm
b.Inj.Ceftriaxone 2x1
g (iv)
c.Inj. Ranitidin 2x1
amp (iv)
11
d.Inj. Novaldo 2x1
(iv)
e. Diet TKTP
f. Observasi
trombosit dan febris
G. DIAGNOSIS
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)
H. PENATALAKSANAAN
3. Non Medika mentosa
– Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakitnya yang diderita
– Edukasi mengenai komplikasi Efusi pleura dan syok dengue
– Istirahat/Bed rest
Diharapkan agar penderita tidak mudah lelah karena dapat mengurangi
daya tahan tubuh penderita.
– Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP)
Diharapkan agar penderita makan makanan yang bergizi tinggi dengan
bentuk makanan lunak, juga minum susu dan banyak minum air putih
untuk meningkatkan asupan gizi dan daya tahan tubuh sehingga
mempercepat kesembuhan.
4. Medikamentosa
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ranitidin 2x1
- Inj.Ceftriaxon 2x1
- Antasid syr. 3x1
- Ekstra kaltofren sup.
12
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A. DEFINISI
DHF (Dengue Hemoragik Fever) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri
sendi yang yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.
B. ETIOLOGI
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30 nm terdirii dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4x106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype
paling banyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan Flavivirus
lain seperti Yellow fever, Japanese encehphalitis dan West Nile virus.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia
seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan primate. Survei epidemiologi pada
hewan ternak didapatkan antibody terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi
dan babi. Penelitian pada antropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi
pada nyamuk genus Aedes (stegomyia) dan Toxorhynchites.
C. PATOGENESIS
13
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup.
Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia
sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein.
Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu,bila daya tahan
baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan
rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat
menimbulkan kematian.
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah
yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis
immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa
pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue
yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita
DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus
lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi
yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama
makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh
tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag.
Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu
proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue didalam sel
mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi
mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous
infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977.
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada
seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu
beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus
dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat
terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya
14
virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan
mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat
aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.
Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari
30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan
adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya
cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi
secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir
fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain
dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan
replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi
fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai
potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai
kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut
didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.
15
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-
antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi
trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel
pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan
pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks
antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP
(adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan
menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system)
sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan
pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif
(KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP
(fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.
16
D. DIAGNOSIS
• Kriteria Diagnostik menurut WHO
– Kriteria Klinis :
• Demam tinggi mendadak, 2 – 5 hari
• Manifestasi perdarahan : RL +, ptekie,
hematemesis, melena
• Hepatosplenomegali
• Syok
– Kriteria Laboratoris :
• Trombositopenia ( < 100.000 gr/dl )
• Hemokonsentrasi ( Peningkatan Ht > 20 % )
E. PENGOBATAN
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan
cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dansebagai akibat
perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di
ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan
perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD dengan baik, diperlukan
dokter danperawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai, cairan
kristaloid dankoloid, serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan.
Diagnosis dini danmemberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat
tanda syok, merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di
pihak lain, perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu
masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk
dantidak tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak pada
ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam
ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.
1. Demam dengue
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien
Dianjurkan:
• Tirah baring, selama masih demam.
17
• Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
• Untuk menurunkan suhu menjadi < 39°C, dianjurkan pemberian parasetamol.
Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat
meyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis.
• Dianjurkan pemberian cairan danelektrolit per oral, jus buah, sirop, nsusu,
disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
• Monitor suhu, jumlah trombosit danhematokrit sampai fase konvalesen. Pada
pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan.
Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang
dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena
kemungkinan kita sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase demam.
Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi
penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi
(syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok.
Oleh karena itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat,
buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti
mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut
merupakan tanda kegawatan, sehingga harus segera dibawa segera ke rumah
sakit. Penerangan untuk orang tua tertera pada Lampiran 1. Pada pasien yang
tidak mengalami komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi
diobservasi. Tatalaksana DD tertera pada Bagan 2 (Tatalaksana tersangka DBD).
2. Demam Berdarah Dengue
Ketentuan Umum
Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD danpenyakit lain adalah
adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma
dangangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam
tinggi mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi.
Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini
fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan Ease
awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai
pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD
18
terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat
diketahui dari peningkatan kadar hematokrit.
Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan
jumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/ Ipb (rata-
rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dansebelum
terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencermikan
perembesan plasma danmerupakan indikasi untuk pemberian caiaran. Larutan
garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume plasma
dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada asus
dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah
trombosit < 50.000/41. Secara umum pasien DBD derajat I danII dapat dirawat di
Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pads ruang rawat sehari di rumah sakit
kelas B danA.
Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat
simtomatik dansuportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.
Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah
atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan.
Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik
tidak dapat mengurangi lama ~demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan
untuk pemberian atau dapat disederhanakan seperti tertera pada Tabel 1.
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi,
anoreksia danmuntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh
manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB
dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan
cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih
minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan oiarit. Bila terjadi kejang
demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam.
Penggantian Volume Plasma
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase
penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya
19
adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian
cairan harus diberikan dengan bijaksana danberhati-hati. Kebutuhan cairan awal
dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering
(setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu
disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, danjumlah volume urin.
Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi
kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan
rumatan ditambah 5-8%.
Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang (defisit cairan 5 – 8 %)
Berat Badan waktu masuk RS ( kg ) Jumlah cairanMl/kg berat badan per hari
<7 220
7 – 11 165
12 – 18 132
>18 88
Jenis Cairan (rekomendasi WHO)
1. Kristaloid.
Larutan ringer laktat (RL)
Larutan ringer asetat (RA)
Larutan garam faali (GF)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA, tidak
boleh larutan yang mengandung dekstran)
2. Koloid
Dkstran 40
Plasma
Albumin
3. Sindrom Syok Dengue
20
Syok merupakan Keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan yang
utama yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak
akan cepat mengalami syok dansembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam.
Pada penderita SSD dengan tensi tak terukur dantekanan nadi <20 mm Hg segera
berikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB/jam seiama 30 menit, bila syok
teratasi turunkan menjadi 10 ml/kgBB.
21
22
F. PENCEGAHAN
• Fogging: Malathion
• Kerja-sama dengan masyrakat untuk eliminasi tempat-tempat seperti
kaleng & ban bekas dimana larvae (jentik) berkembang,
• Abate/temephos di bak-bak untuk mematikan larvae.
• Bak mandi, tempayan & tempat penampunan air dikuras seminggu sekali
perkembangan telur menjadi nyamuk 7-10 hari.)
• Tidur dilindungi “mosquito net” yang diobati
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi yaitu:
èEnsepalopati.
• Demam tinggi.
• Gangguan kesadaran disertai atau tanpa kejang.
• Disorientasi è Prognosanya buruk.
è Renjatan / Syok Hipovolemik
23
BAB IV
PENUTUP
Telah dilaporkan seorang penderita laki laki (25 tahun) dengan diagnosis
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), telah dirawat di ruang Penyakit Dalam kelas
III RSD “MARDI WALUYO” BLITAR dari tanggal 15 Maret - 19 Maret 2013 .
Pasien datang dengan keluhan demam dan nyeri perut yang menjalar ke pinggang
bagian belakang. Hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang menunjukkan
adanya gejala DHF.
DHF (Dengue Hemoragik Fever) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri
sendi yang yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.
Diagnosis dari DHF dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik,
serta pemeriksaan penunjang.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhendro, dkk. 2005. IPD FK UI, Demam Berdarah Dengue. Hal
1731-1735.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2005.
Standar Pelayanan Medik.
3. Nelwan, R. 2005. IPD FK UI, Demam: Tipe dan pendekatan. Hal
1719.
4. Setiawan, Gunawan. 2009. FK Universitas Indonesia. Dengue
Haemorrhagic Fever, http://www.emedicine.com/ped/topic559.htm.
25
top related