laporan kpd fix
Post on 27-Oct-2015
114 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
DEFINISI KETUBAN PECAH DINI
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan pada
primi gravida (wanita yang baru pertama kali hamil) kurang dari 3cm dan pada multipara (wanita yang
sudah pernah melahirkan beberapa kali) kurang dari 5cm.
Ketuban pecah dini (premature rupture of the membrane) ada bermacam-macam batasan
teori atau definisi, yaitu:
• Ada teori yang menghitung beberapa jam sebelum inpartu yaitu pecahnya ketuban sebelum tanda-
tanda persalinan dan ditunggu 1 jam sebelum dimulainya tanda persalinan (Ilmu Kebidanan,
Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, Manuaba)
• Ada yang mengatakan dalam ukuran pembukaan serviks pada kala I, misalnya pecahnya ketuban
sebelum inpartu, yaitu apabila selaput ketuban pecah saat pembukaan pada primi kurang dari 3 cm
daripada multi kurang dari 5 cm (Sinopsis Obsetri & Patologi)
• Ada yang mengatakan dari usia kehamilan, midalnya keluar cairan berupa air-air dari vagina setelah
usia kehamilan berusia 22 minggu dan sebelum proses persalinan berlangsung (Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal)
• Kejadian ketidaknormalan yang terjadi dimana robeknya selaput janin di dalam kandungan sebelum
fase aktif (salah satu tandanya yaitu pembukaan belum melewati 4 cm) persalinan. KPD ini terjadi
jika membran atau selaput janin robek sebelum tanda persalinan muncul (High Risk Pregnancy and
Delivery, Fernando Aries).
Air ketuban berfungsi untuk memberi ruang kepada janin untuk bergerak sehingga tidak terjadi
flaksiditas otot ekstrimitas dan berkembangnya paru. Air ketuban penting untuk menghilangkan friksi
kinetik yang terjadi pada persalinan akibat tidak bullet shape-nya janin. Pada kehamilan preterm
pecahnya ketuban akan merangsang persalinan dan kelahiran (50% persalinan preterm dengan KPD
akan berakhir dengan kelahiran).
KLASIFIKASI KETUBAN PECA DINI
Klasifikasi Ketuban pecah dini (Premature Rupture of Membranes/PROM)
Mengacukepada pasien yang melampaui usia kehamilan 37 minggu dan ditampilkandengan
adanya pecah ketuban (Rupture of Membranes/ROM) sebelum awal persalinan. Ketuban pecah dini
preterm (Preterm Premature Rupture of Membranes/PPROM) adalah pecahnya ketuban (ROM) sebelum
kehamilan 37minggu. Dan pecah ketuban berkepanjangan adalah setiap pecahnya ketuban
yang berlangsung selama lebih dari 24 jam dan lebih dahulu pecah pada awal persalinan (Hamilton C,
2010).
a. PROM ( Premature Rupture of Membrane)
Ketuban pecah pada saat usia kehamilan ≥ 37 minggu. Pada PROM penyebabnya mungkin
karena melemahnya membran amnion secarafisiologis. Kondisi klinis seperti inkompetensi
serviks dan polihidramniontelah diidentifikasi sebagai faktor risiko yang jelas dalam beberapa
kasusketuban pecah dini. Untuk penangananya melalui Seksio Sesarea(Syaifuddin, 2002).
b. PPROM ( Preterm Premature Rupture of membrane)Ketuban pecah dini premature (PPROM)
mendefinisikan ruptur spontan membran janin sebelum mencapai umur kehamilan 37
minggudan sebelum onset persalinan (American College of Obstetricians danGynecologists,
2007). Pecah tersebut kemungkinan memiliki berbagai penyebab, namun banyak yang percaya
infeksi intrauterin menjadi salahsatu predisposisi utama (Gomez dan rekan, 1997; Mercer,
2003).
Klasifikasi Menurut usia kehamilan :
1. KPD pada kehamilan > 35 minggu
2. KPD pada kehamilan 32-35 minggu
3. KPD pada kehamilan < 32 minggu
ETIOLOGI KETUBAN PECAH DINI
a. Golongan darah
Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan
termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban
b. Usia ibu < 20 tahun
Termasuk usia yang terlalu muda dengan keadaan uterus yang kurang matur untuk melahirkan
sehingga rentan mengalami ketuban pecah dini
Penyebab KPD belum diketahui secara pasti. Selaput yang menyelubungi janin terdiri dari
lapisan amnion dan korion. Amnion adalah lapisan yang lebih dalam, walaupun lebih tipis. Lapisan ini
lebih kuat daripada korion. Korion menempel ke permukaan luar pada desisua. Keseimbangan terdapat
pada faktor intriksik yang mengatur sintesis jaringan penghubung dan degradasi dari amnion dan korion,
dan suatu enzim yang bernama metallo proteinase yang mengkatabolisme komponen matriks
ekstraselular, juga inhibitor dari enzim tersebut. Mendekati cukup bulan, metabolisme proteolisis dari
membran menurun, membuat membran menjadi lemah dan robek. Tetapi, membran yang pecah
sebelum kehamilan cukup bulan sepertinya lebih karena mekanisme fokal bukan karena melemah
ataupun menipisnya membran (Parson & Willian, 1999).
Penyebab ketuban pecah dini secara langsung belum diketahui secara pasti dan tidak dapat
ditentukan secara pasti. Menurut Cherney AH beberapa keadaan yang berhubungan dengan ketuban
pecah dini, antara lain hidroamnion, infeksi maternal, serviks inkompeten, kekurangan nutrisi, kelainan
selaput ketuban dan riwayat keluarga dengan ketuban pecah dini (Prawirohardjo, 2008).
Penyebab ketuban pecah dini adalah serviks inkompeten, ketegangan rahim berlebihan
yang disebabkan oleh kehamilan ganda, kelainan letak janin (letak lintang, letak sungsang), panggul yang
sempit, kelainan bawaan dari selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban
pecah. Pecahnya selaput ketuban disebabkan karena selaput ketuban tidak kuat akibat kurangnya
jaringan ikat dan vaskularisasi. Akibatnya selaput ketuban pecah dan mengeluarkan air ketuban
menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan ruangan di dalam rahim yang memudahkan
terjadinya infeksi asenden. Semakin lama periode laten maka semakin besar kemungkinan infeksi dalam
rahim, persalinan prematur dan selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan bayi
atau janin dalam rahim (Manuaba, 1998).
Etiologi ketuban pecah dini disebabkan oleh berbagai jenis faktor, yaitu infeksi vagina dan
serviks, fisiologi selaput ketuban yang abnormal, inkompetensi serviks, dan defisiensi zat gizi (asam
askorbat dan tembaga). Pecahnya selaput ketuban berkaitan erat dengan perubahan proses biokimia
yang terjadi dalam kolagen matriks ekstraseluler amnion, khorion, dan apoptosis membran janin. Hal ini
disebabkan karena membran janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan peregangan
selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon
yang merangsang aktifitas ”matrix degrading enzyme” (Samuel Parry, 2000).
Selaput ketuban terdiri dari amnion dan khorion. Amnion tersusun atas 5 lapisan. Amnion
tidak memiliki jaringan vaskular dan invasi serabut saraf, sehingga amnion mendapatkan nutrisi dari
cairan amnion. Lima lapisan amnion adalah lapisan epitelial, lapisan basal, jaringan ikat, lapisan
fibroblas, dan lapisan intermedia (dari lapisan paling dekat sampai menjauhi fetus) (Samuel Parry, 2000).
Lapisan epitelial yang melapisi permukaaan bagian dalam dan dibasahi oleh cairan amnion
adalah berupa sel epitel kuboid. Lapisan ini mensekresikan kolagen tipe I, III dan IV yang penting dalam
kekuatan regang selaput ketuban dan glikoprotein non kolagen (laminin, nidogen, dan fibronektin) yang
menghubungkan lapisan epitelial dengan lapisan basal. Selain itu pada lapisan epitelial juga diproduksi
inhibitor metaloproteinase-1 (TIMP-1). Lapisan basal merupakan lapisan kedua (Samuel Parry, 2000).
Lapisan yang ketiga, yaitu jaringan ikat padat bersama dengan lapisan basal membentuk
kerangka amnion. Kolagen tipe I dan tipe III yang terdapat pada jaringgan ikat padat, yang diproduksi
oleh sel mesenkim lapisan fibroblas berfungsi menjaga integritas dari amnion. Kolagen tipe V dan tipe VI
membentuk suatu jaringan filamen yang menghubungkan kolagen pada jaringan ikat padat dan lapisan
basal (Samuel Parry, 2000).
Gambar 4. Lapisan amnion dan khorion(Samuel Parry, 2000)
Lapisan keempat yaitu lapisan fibroblas, yang merupakan lapisan yang paling tebal terdiri dari
sel mesenkim dan makrofag dalam matriks ekstraseluler. Lapisan terakhir amnion dan yang langsung
berbatasan dengan khorion laeve adalah lapisan intermedia, yang strukturnya seperti spons karena
mengandung proteoglikan dan glikoprotein. Lapisan intermedia berperan menyerap stres fisik.
Walaupun khorion laeve lebih tebal dari amnion, namun daya regang amnion lebih besar.
Khorion memiliki hubungan langsung dengan desidua ibu. Khorion terdiri dari 3 lapisan, yaitu lapisan
sitotrofoblas yang merupakan lapisan dimana terdapat vili trofoblas serta lapisan basal dan jaringan ikat
yang kaya akan serat-serat kolagen (Samuel Parry, 2000).
Degradasi kolagen dimediasi oleh aktifitas matriks metaloproteinase yang secara normal
dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Matriks metaloproteinase, merupakan
enzim yang menghidrolisis paling tidak satu dari komponen matriks ekstraseluler. Matriks
metalopreoteinase-1 (MMP-1) dan MMP-8, membelah triple heliks pada struktur serabut kolagen tipe I
dan tipe II, yang dimana selanjutnya akan didegradasi lagi oleh gelatinase, MMP- 2 dan MMP-9.
Gelatinase ini juga membelah triple heliks kolagen tipe IV, fibronektin, dan proteoglikan. Pada membran
fetal, MMP-1 dan MMP-9 diproduksi di epitelial amnion dan khorion (Samuel Parry, 2000).
Pada saat kehamilan terjadi keseimbangan antara MMP-1 dan MMP-3, dan MMP-9 dengan
TIMP-1. Perbandingan TIMP-1 dengan MMP-1,MMP-8,MMP-9 adalah 1:1. Namun pada saat persalinan
terjadi ketidakseimbangan, yaitu MMP-9 meningkat sedangkan TIMP- 1 menurun, sehingga terjadi
degradasi proteolitik dari matriksekstraseluler dan membran janin (RCOG, 2001). Pecahnya selaput
ketuban pada saat persalinan aterm, juga berhubungan dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim,
dan gerakan janin (Samuel Parry, 2000).
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia
yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.
Terdapat keseimbangan antar sintesis dan degradasi ekstraseluler matrix. Perubahan struktur, jumlah
sel dan katabolisme kolagen menyebabkan aktifitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban
pecah. Degradasi kolagen dimediasi oleh matrix metalloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor
jaringan spesifik dan inhibitor protease. Aktivitas degradasi preteolitik ini meningkat menjelang
persalinan.
Selaput ketuban sangat kuat di kehamilan muda. Padatrimester ketiga selaput ketuban
mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus,
kontraksi Rahim, dan gerakan janin. Pada trimester akhir terjadi perubahanbiokimia pada selaput
ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah dini pada
kehamilan premature disebabkan oleh factor eksternal seperti infeksi yang menjalar dari vagina.
Ketuban paecah dini premature sering terjadi pada polihidramnion, inkompeten secviks.
FAKTOR RESIKO KETUBAN PECAH DINI
Nutritional deficiencies that predispose women to abnormal collagen structure have also
been associated with an increased risk of preterm premature rupture of the membranes. Collagen cross-
links, which are formed in a series of reactions initiated by lysyl oxidase, increase the tensile strength of
fibrillar collagens. Lysyl oxidase is produced by amniotic mesenchymal cells, which lay down the
collagenous compact layer of the amnion.14 Lysyl oxidase is a copper-dependent enzyme, and women
with premature rupture of the membranes have lower copper concentrations in maternal and umbilical-
cord serum than women whose fetal membranes are artificially ruptured during labor.15 Similarly,
women with low serum concentrations of ascorbic acid, which is required for the formation of the triple
helical structure of collagen, have a higher rate of premature rupture of the membranes than those with
normal serum concentrations.16 Tobacco smoking, which independently increases the risk of preterm
premature rupture of the membranes, has been associated with decreased serum concentrations of
ascorbic acid.17 In addition, the cadmium in tobacco has been found to increase the metal-binding
protein metallothionein in trophoblasts, which may result in sequestration of copper. These data
suggest that the decreased availability of copper and ascorbic acid may contribute to an abnormal
structure of fetal-membrane collagen in smokers. Collectively, reduced collagen cross-linking (possibly
due to dietary deficiencies or behavioral activities) may predispose women to premature membrane
rupture.
1) Faktor Infeksi
Ahli obstetri mengatakan bahwa infeksi intrauterine (khorioamnionitis) akibat infeksi
asenden dari traktus urogenital bawah, sebagai penyebab dan atau akibat KPD. Respon inflamasi dari
wanita hamil terhadap infeksi akan merekrut neutrofil polimorfonuklear dan makrofag pada tempat
infeksi dan memproduksi matriks metaloproteinase (MMP) yang mendegradasi kolagen dan
prostaglandin yang menginduksi kontraksi pada persalinan. Sitokin-sitokin inflamasi, termasuk IL-1
Dan TNF-a, diproduksi oleh monosit. Sitokin-sitokin tersebut meningkatkan MMP-1 dan MMP-3 pada
khorion (Samuel Parry, 2000).
Beberapa strain bakteri vagina juga memproduksi fosfolipase A2, yang melepas asam
arakidonat dari lapisan fosfolipid amnion, yang dengan bantuan enzim siklooksigenase dari sitokin-
sitokin yang diproduksi oleh monosit yang diinduksi proses inflamasi secara langsung juga
membentuk prostaglandin E2. Prostaglandin akan meningkatkan iritabilitas uterus dan degradasi
kolagen. Respon inflamasi juga menginduksi sintesis glukokortikoid, yang meningkatkan produksi
prostaglandin juga menurunkan sintesis fibronektin dan kolagen tipe III pada sel epitelial amnion.
2) Faktor Sosial : Rokok dan Sosioekonomi rendah
Kandungan tembakau pada rokok akan menurunkan konsentrasi asam askorbat. Asam
askorbat penting dalam struktur triple heliks pada kolagen. Selain itu, kandungan kadmium pada
tembakau akan menyebabkan penempelan protein metallothienein pada trofoblas sehingga
menyebabkan degradasi dari tembaga yang penting dalam kekuatan regang amnion (Samuel Parry,
2000).
Sosioekonomi yang rendah, juga berperan pada status gizi yang kurang terutama akibat
terjadinya defisiensi tembaga. Tembaga penting sebagai bahan dasar Lysil Oksidase yang penting
dalam menjaga sifat kekuatan regang dari serabut kolagen.
3) Faktor Keturunan
Ehlers-Danlos syndrome, merupakan penyakit herediter dimana terjadi gangguan pada
jaringan ikat dimana adanya gangguan pada struktur dan sintesis kolagen (Samuel Parry, 2000).
4) Factor social : rokok dan social ekonomi rendah
Kandungan tembakau pada rokok akan menurunkan konsentrasi asam askorbat, asam
askorbat penting dalam struktur triple heliks pada kolagen. Selain itu, kandungan cadmium pada
tembakau akan menyebabkan penempelan protein metallobhienin pada trofoblas sehingga
menyebabkan degradasi dari tembaga yang penting dalam kekuatan regang amnion. Social ekonomi
rendah juga berperan dalam status gizi yang kurang terutama akibat terjadinya defisiensi tembaga.
Tembaga penting sebagai dasar lyslioksidase yang penting dalam menjaga sifat kekuatan regang dari
selaput kolagen (Samuel parry. 2000)
EPIDEMIOLOGI KETUBAN PECAH DINI
Berdasarkan survey pada provinsi sulawesi utara pada tahun 2008 sebanyak 248 kasus,
tahun 2009 sebanyak 312 kasus, tahun 2010 sebanyak 384 kasus, dan pada tahun 2011 sebanyak 457
kasus.
Ketuban Pecah Dini (KPD) yang mempengaruhi terjadinya persalinan prematur. Ruptur
membran sebelum kehamilan 37 minggu merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting,
baik bagi maternal maupun perinatal. Sebanyak 65% adalah karena ketuban pecah dini yang banyak
menimbulkan infeksi pada ibu dan bayi . Komplikasi ini merupakan faktor yang signifikan terhadap
kemungkinan persalinan preterm. Masalah dari penelitian ini adalah angka kejadian persalinan preterm
yang tidak banyak berubah dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 (10,15%), tahun 2009 (9,67%), dan
tahun 2010 (9,77%) (Dinkes Jatim, 2010), Banyak penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
infeksi (65%) sebagai penyebabnya (Yudin, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Juwita (2007)
menunjukkan hasil bahwa coitus saat hamil dengan frekuensi lebih dari 3 kali seminggu, posisi coitus
yaitu suami di atas dan penetrasi penis yang sangat dalam sebesar 37,50%, infeksi genetalia sebesar
37,50%, paritas (multipara) sebesar 37,59%, riwayat KPD sebesar 18,75% dan usia ibu yang lebih dari 35
tahun merupakan faktor yang mempengaruhi KPD. Penelitian oleh Ratnawati (2010) menunjukkan hasil
bahwa aktivitas berat sebesar 43,75% menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian oleh Fitri AS (2011)
didapatkan hasil bahwa infeksi genetalia (70,2%) dan paritas (6oitus dan ti3,8%) dapat mempengaruhi
KPD.
Penelitian yang dilakukan oleh Ike Kurnia di Surabaya tahun 2011 terdapat 23,1 % kejadian
ketuban pecah dini (KPD) di RSUD DR M SOEWANDHI Surabaya yang bersalin secara preterm.
MANIFESTASI KLINIS KETUBAN PECAH DINI
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air
ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau
menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena
terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak
di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara.
Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan
tanda-tanda infeksi yang terjadi.
(manuaba.2007).
Tanda dan gejala yang selalu ada ketika terjadi ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan
ketuban merembes melalui vagina, cairan vagina berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin
cairan tersebut masih merembes atau menetes, disertai dengan demam/menggigil, juga nyeri pada
perut, keadaan seperti ini dicurigai mengalami amnionitis (Saifudin, 2002). Cairan ini tidak akan berhenti
atau kering karena karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila ibu duduk atau berdiri, kepala
janin yang sudah terletak di bawah biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara
(Ayurai,2010).
Ada pula tanda dan gejala yang tidak selalu ada (kadang-kadang) timbul pada ketuban
pecah dini seperti ketuban pecah secara tiba-tiba, kemudian cairan diintroitus dan tidak ada His dalam
satu jam. Keadaan lain seperti nyeri uterus, denyut jantung janin yang semakin cepat serta perdarahan
pervaginam sedikit tidak selallu dialami ibu dengan kasus ketuban pecah dini. Namun, harus tetap
diwaspadai untuk mengurangi terjadinya komplikasi pada ibu maupun janin (Saifudin, 2002).
PATOFISIOLOGI KETUBAN PECAH DINI
(terlampir)
PEMERIKSAAN DIAKNOSIS KETUBAN PECAH DINI
Beberapa pemeriksaan yang bisa dilakukan adalah:
a) Uji nitrazine dan uji ferning
Metode diagnostik dengan menggunakan kertas nitrazine dan uji ferning memiliki sensitifitas
sampai 90%. pH normal vagina berkisar antara 4,5-6,0 dimana cairan amnion bersifat lebih alkali
dengan pH berkisar antara 7,1-7,3.. kertas nitrazine akan berubah menjadi biru bila pH diatas
6,0, tetapi adanya substansi yang memngontaminasi (misalnya darah, semen atau sabun
antiseptik yang bersifat lebih alkali) dapat juga menyebabkan kertas nitrazine berubah menjadi
biru, memberikan hasil positif palsu. Bakterial vaginalis dapat juga menyebabkan hasil serupa.
Usap yang terpisah seharusnya digunakan untuk mendapatkan cairan dari forniks posterior dan
dinding samping vagina. Jika cairan telaha mengering pada satu sisi. Dapat diperiksa ferning
(arborization) dengan mikroskop berkekuatan rendah. Adanya ferning mengindikasikan KPD.
Penting diingat bahwa darah vagina mungkin mengacaukan adanya ferns, dan bahwa mukus
serviks dapat menyebabkan hasil positif palsu (Medina, 2006; Park, 2007).
b) Pemeriksaan USG
Pada beberapa kasus yang tidak biasa, misalnya dari anamnesis dicurigai adanya KPD tetapi
pemeriksaan fisik gagal untuk mengkonfirmasi diagnosis, maka pemeriksaan ultrasonografi
(USG) dapat membantu pasien dengan hasil tes yanng berlawanan (Medina, 2006).
c) Pemeriksaan lainnya
Termasuk uji diamine oksidase, pemeriksaan alfa feta protein, amnioskopi dan injeksi
fluorescent intra amnion. Bila tidak ada pemeriksaan USG atau situasi klinis menuntut diagnosis
yang tepat (misal pada keadaan dimana perlu ditentukan haruskah pasien dikonsul ke pusat
perawatan dengan tingkatan lebih tinggi), amniosintesis dapat membantu menentukan apakah
selaput ketuban telah pecah (Medina, 2006; Park, 2007).
d) Pemeriksaan obstetri
Pemeriksaan palpasi untuk menentukan umur kehamilan dan mengetahui ada tidaknya
kontraksi uterus. Menentukan umur kehamilan dan mengetahui jumlah, letak, presentasi dan
taksiran berat badan janin. Melakukan auskultasi denyut jantung janin untuk menilai apakah ada
gawat janin atau tidak dan apakah janin hidup atau mati.
e) Kardiotokografi
Kardiotokografi (KTG) merupakan salah satu alat elektronik yang digunakan untuk mendeteksi
gangguan yang berkaitan dengan hipoksia janin yang secara tidak langsung dapat menilai
kesejahteraan janin, melalui penilaian pola denyut jantung janin dalam hubungannya dengan
adanya kontraksi ataupun aktivitas janin (Gary Cunningham, 206).
Hasil rekaman kardiotokografi yang menunjukkan gawat janin sebagai berikut:
a) Frekuensi dasar denyut jantung janin <100 dpm atau >170 dpm.
b) Variabilitas <6 dpm atau >25 dpm.
c) Tidak ada akselerasi dalam waktu lebih dari 40 menit.
d) Adanya deselerasi variabel atau lambat.
e) Adanya gambaran sinusoid (frekuensi 6 kali/menit, amplitudo >10 dpm, durasi >20 menit).
Gambar 7. Gambaran denyut jantung yang menunjukkan hipoksiagawat janin(National Institute for
Cinical Excellence, 2003)
Pemeriksaan diagnostik
1. Leukosit darah
Bila leukosit > 15.000 kemungkinan adanya infeksi
2. Amniosintesis
Evaluasi kematangan paru-paru janin
3. Protein C-Reaktif
Peningkatan protein C-Reaktif serum menunjukkan peringatan korioamnionitis (Maria, 2007).
PENATALAKSANAAN KETUBAN PECAH DINI
Berdasarkan usia kehamilan :
1. Usia kehamilan > 36 minggu
USG
Cari tanda-tanda korioamnionitis (ibu demam, DJJ meningkat, leukositosis, air ketuban berbau),
jika ada beri antibiotik
2. Usia kehamilan < 33 minggu
Segera dibawa ke RS
Lakukan pemeriksaan untuk mencari tahu tanda-tanda infeksi
3. Usia kehamilan 28-33 minggu
Tegakkan diagnosa KPD
Cari tanda-tanda infeksi
Istirahat penuh
Periksa jumlah leukosit setiap hari
Periksa TTV ibu 4x/hari
Pematangan paru dilakukan dengan pemberian kortikosteroid yaitu deksametasom 2 X 6 mg selama 2
hari, atau betametason 1 X 12 mg selama 2 hari.
Penatalaksanaan ketuban pecah dini premature
Ketuban pecah dini prematur
Pemeriksaan kepastian ketuban pecah dini
Pemeriksaan inspekulo
Tes : lakmus, fern Kultur fibronektin
Pemeriksaan USG
Kelainan kongenital janin normalamniosintesis
Kultur ketuban untuk menilai tanda infeksi
Biologis paru
Perkembangan paru sudah maturPerkembangan paru belum matur
sikap konservatif aktif
Tirah baring Tokolitik antibiotic kortikosteroid
Persiapan induksi persalinan interval waktu 6,12, atau 24 jam
sikap agresif seksio sesarea
Prolaps tali pusat Gawat janin Tanda infeksi sepsis Solusio plasenta
Perawatan post partum
Unit perawatan intensif neonates Perawatan maternal
- Hindari infeksi- Perawatan pasca operasi
Penatalaksanaan ketuban pecah dini aterm
Pemeriksaan kepastian ketuban pecah dini
Pemeriksaan inspekulo
Tes : lakmus, fern Kultur fibronektin
Pemeriksaan USG
Kelainan kongenital Hasil USGKelainan letakBayi besarLetak plasenta
sikap agresif seksio sesarea
Factor social, riwayat obstetric yang buruk
Kelainan letak/ bayi besar
Prolaps tali pusat Infeksi intrauterine Kehamilan ganda Solusio plasenta
induksi persalinan interval waktu 6,12, atau 24 jam disertai observasi ketat
Pemeriksaan dalam
- Evaluasi bishop- Prolaps tali pusat
Sikap terminasi kehamilan
Perawatan pasca lahir/pasca operasi
KOMPLIKASI KETUBAN PECAH DINI
1. Komplikasi pada ibu
Komplikasi yang terbanyak pada ibu adalah terjadinya korioamnionitis (peradangan pada
ketuban akibat pecah ketuban / prses kelahiran yang lama) yang berlanjut menjadi sepsis.
Insiden korioamnionitis berhubungan dengan periode latenyaitu waktu antara terjadinya
pecahnya kulit ketuban dengan terjadinya persalinan. Kematian ibu jarang disebabkan oleh
korioamnionitis secara langsung tetapi disebabkan oleh, syok septik, koagulopati, intra vascular
dan kegagalan ginjal. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah endometritis pasca persalinan,
infeksi panggul, infertilitas dan gangguan haid.
2. Komplikasi pada janin
Terjadinya KPD akan meningkatkan kematian yang terjadi akibat infeksi, prolapses tali pusar,
presentasi abnormal dll. Kematian neonatal akibat KPD juga berkaitan dengan umur kehamilan
pada saat persalinan terjadi dan KPD menjadi factor predisposisi dengan presentasi yang besar
terhadap terjadinya persalinan preterm dan neonates dengan berat badan < 1500gr. Infeksi
intrauterine dan oligohidramnion tetap tidak boleh diabaikan.
Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu adaalah sindrom stress
pernapasan, yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Hipoplasia paru merupakan kmplikasi fatal yang
terjadi pada KPD preterm . kejadiannya hamper 100% apabila KPD preterm ini terjadi pda usia
kehamilan kurang dari 23 minggu.
PENCEGAHAN KETUBAN PECAH DINI
1. Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan dan dukung usaha untuk mengurangi
atau berhenti
2. Motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil
3. Anjurkan pasangan untuk menghentikan koitus pada trimester akhir bila ada factor
prediposisi
(morgan, gery.2009)
ASUHAN KEPERAWATAN KETUBAN PECAH DINI
Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : Ny. P
Usia : 25 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Pernikahan : Sudah menikah
B. Status Kesehatan Saat Ini
Keluhan Utama : pasien mengeluh keluar cairan berwarna keruh merembes dari
jalan lahir sejak kemarin pagi
Kualitas keluhan : tidak terkaji
Lama keluhan : tidak terkaji
Upaya yang telah dilakukan : membawa ke rumah sakit
Diagnosa medis : KPD
Riwayat kesehatan saat ini:
Ny. P G1 P0000 Ab000 usia kehamilan 37 minggu mengeluh keluar cairan berwarna
keruh merembes dari jalan lahir sejak kemarin pagi. Pasien mengatakan sejak keluar
cairan Ny. P tidak berani beraktivitas berat, pasien hanya tiduran sepanjang hari.
Riwayat kesehatan terdahulu: (tidak terkaji)
Riwayat keperawatan prenatal:
A. GPA : G1 P0000 Ab000
B. Riwayat penggunaan kontrasepsi
Jenis : tidak terkaji
Mulai menggunakan : tidak terkaji
Terakhir menggunakan : tidak terkaji
Keluhan : tidak terkaji
C. Riwayat menstruasi
Menarche : tidak terkaji
Siklus : tidak terkaji
Keluhan : tidak terkaji
Banyak darah : tidak terkaji
HPHT : tidak terkaji
D. Riwayat perkawinan
Status perkawinan : kawin
Berapa kali menikah : tidak terkaji
Usia pernikahan : tidak terkaji
Lama pernikahan : tidak terkaji
E. Riwayat kehamilan sekarang
Usia kehamilan : 37 minggu
Test kehamilan : tidak terkaji
Keluhan atau masalah : Ny. P mengatakan keluar cairan keruh dari jalan lahir
sejak kemarin pagi
Mulai pergerakan anak : tidak ada His
Pemakaian obat-obatan: tidak terkaji
Kebiasaan merokok: tidak terkaji
Pemeriksaan kehamilan (ANC): paien mengatakan jarang kontrol
Keikutsertaan penyuluhan : tidak terkaji
Imunisasi : tidak terkaji
F. Riwayat kehamilan/persalinan dahulu : tidak terkaji
C. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran : compos mentis
TTV : TD: 120/80 mmHg N: 98x/mnt RR: 18x/mnt T: 37 C
Abdomen : DJJ: 120x/mnt
D. Hasil peemriksaan penunjang
Pemeriksaan cairan amnion: pH netral dan warna keruh
Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. Ds : mengeluh keluar cairan,
tidak beraktifitas berat, tidak
Ketuban pecah dini Resiko gangguan
2
3.
merasakan his.
Do : DJJ : 120x/menit,
pemeriksaan amnion, suhu 37
C, G1 Poooo Abooo
Ds: klien mengeluh keluar
cairan, klien mengatakan tidak
berani beraktifitas berat, klien
mengatakan tidak merasakan
his, klien mengatakan jarang
control ke puskesmas
Do: klien tampak, tegang,
penurunan konsentrasi, pucat
dan gelisah. G1 Poooo Abooo
Ds :
Mengeluh keluar cairan
berwarna keruh sejak
kemarin
Mengeluh badan
demam
Mengatakan jarang
control
Do :
Suhu : 37 c
Cairan amnion keluar
Demam
His tidak ada
DJJ , G1 Poooo Abooo
Resiko gangguan hubungan ibu/
janin
KPD Kluar cairan merembes
Tidak berani beraktifitas Jarang
control Kurang tahu tentang
tanda dan gejala KPD Tegang,
gelisah, penurunan konsentrasi
Khawatir dengan kehamilan
pertama Anxiety
Faktor pencetus
↓
Pasien jarang control
↓
Pasien tidak mengetahui keadaan
janin
↓
hubungan ibu / janin
Anxiety
Resiko infeksi
Pem. Amnion : pH
netral, warna keruh.
Terdapat masalah pada cairan
amnion pasien
↓
Cairan amnion pasien pecah
↓
Mengeluarkan cairan
↓
Pasien mengeluh demam
↓
Pem.amnion : pH netral, warna
keruh
↓
PROM
↓
Tidak ada pelindung Rahim
↓
Mikroorganisme mudah masuk
↓
Resiko infeksi
Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan 1
Resiko gangguan hubungan ibu / janin berhubungan dengan penyulit kehamilan (ketuban pecah dini).
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam janin dalam keadaan normal dan stabil
dengan kriteria hasil sbb.
Planning (NOC) Fetal satus intrapartum
No Indikator 1 2 3 4 5
1. Fetal heart rate (120-160 bpm) v
2. Deceleration patterns in electronic fetal monitor finding v
3. Amniotic fluid color v
4. Amniotic amount v
Ket :
1 : Severe deviation from normal range
2 : Substantial deviation from normal range
3 : Moderate deviation from normal range
4 : Mild deviation from normal range
5 : No deviation from normal range
Intervention
- Determine medical and/or obstetrical indication for induction.
- Review obstetrical history for pertinent information that may influence induction, such as
gestationalage and length of prior labor and such contraindications as complete placenta previa,
obsical uterine incision and pelvic structural deformitas
- Monitor maternal and fetal signs before induction
- Monitor for side effect of procedures used toready cervix
- Determine fetal heart rate by auscultation or electronic fetal monitoring post amniotomy and
per protocol.
- Initiate IV medication (e.g. oxytocin) to stimulate uterine activity, as needed, after physician
cnsultatin.
Diagnosa Keperawatan 2
Anxiety b/d tegang d/d tegang, penurunan konsentrasi, pucat dan gelisah.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam kecemasan klien berkurang.
KH : NOC: Anxiety Level
NIC: Anxiety Reduction
1. Provide factual information concerning diagnosis, treatment and prognosis
2. Stay with patient to promote and reduce fear
3. Encourage family to stay with patient
4. Help patient ti identify situation that precipitate anxiety
5. Instruct patient on the use of relaxation techniques
6. Jelaskan semua prosedur, sensasi yang akan dirasakan dan bagaimana pengalaman pasien.
Sebelum dilakuakan prosedur
7. Gambarkan bentuk kondisi pasien yang dapat meningkatkan rasa aman
8. Identifikasi perubahan level kecemasan pasien
Diagnosa Keperawatn 3
Resiko infeksi ditandai dengan ketuban pecah dini.
Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 1 X 24 jam, pasien diharapkan mampu untuk
mengontrol resiko terjadinya proses infeksi.
Kriteria hasil :
Indicator severe substantional moderate mild not
Facial Tension
Difficulty consentration
Panic attac
Risk Control : Infectious Control 1 2 3 4 5
Acknowledges personal risk for infection
Acknowledges personal consequences associated with infection
Identifies personal sign and symptoms that indicates potential risk
Nb :
1. Never demonstrated
2. Rarely demonstrated
3. Sometimes demonstrated
4. Often demonstrated
5. Consistently demonstrated
Intervensi : Infection Control.
1. Ajarkan pasien beserta keluarganya untuk menghindari hal-hal yang menyebabkan infeksi
2. Beritahukan pada pasien tentang konsekuensi jika pasien terkena infeksi
3. Ajarkan pasien untuk menghindari tanda dan gejala jika terkena infeksi, dan kapan harus
melapor ke RS.
4. Kolaborasikan dalam pemberian antibiotic.
5. Kurangi atau hindari pemeriksaan VT ( vagina touch)
6. Ajari pasien menjaga kebersihan perineal selama kehamilan
DAFTAR PUSTAKA
manuaba.2007. pengantar kuliah obstetric : Jakarta EGC
geri, morgan.2009. obstetry dan ginekologi : panduan praktik
verney,hellen. 2008. Buku ajar asuhan kebidanan, volume 2 jakarta : EGC
Medina MN, Hill DA. Preterm premature rupture of membranes. Diagnosis and management. Am Fam physic 2006: 73: 659-64
Park JS, Lee SE, Norwits ER. Non Invasive testing for rupture of the fetal membranes. Touch Briefing US Obsgyn 2007: 13-6
Saifudin, AB. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonates. Ed 1. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: 2002
Ayurai. 2010. Ketuban Pecah dini.
Parson MT, William NS. Premature Rupture of Membranes. Dalam Scott JR dkk. Penyunting Obstetrics and Gynecology. Edisi ke 8. New York: Lippicontt williams and williams 1999:269-76
Prwirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: FKUI
Sujiyatini, SSt M.Keb. 2008. Asuhan Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Indarso, Fatimah dr. Hj. Sp.A(K). 2004. Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir Dari Ibu yang Bermasalah. Surabaya: FK Unair/RSU Dr. Soetomo Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak.
Moeloek, Farid Anfasa Prof. Dr. dr, SpOG, KFER. 2006. Standar Pelayanan Medic Obstetric dan Ginekologi. Jakarta: Perkumpulan Obstetric dan Ginekologi Indonesia.
top related