lapkas dyspnea e.c sopt
Post on 23-Dec-2015
127 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit infeksi global yang banyak
menimbulkan kematian di dunia ini.1,2. Laporan World Health Organization
(WHO) tahun 2010 menyatakan bahwa terdapat lebih dari 2 miliar penduduk
dunia yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis yang nilainya setara dengan
sepertiga penduduk dunia.1,2,3. Dilaporkan bahwa pada tahun 2009 terdapat
sebanyak 14 juta kasus TB di dunia dengan penemuan 9,4 juta kasus baru dan
jumlah kematian akibat TB sebanyak 1,7 juta kasus.3,4,5
Indonesia merupakan negara yang menempati urutan kelima di dunia,
yang memiliki jumlah terbesar kasus TB setelah India, China, Nigeria, dan
Bangladesh3,5. Dilaporkan bahwa pada tahun 2009 terdapat sebanyak 660 ribu
kasus TB di Indonesia dengan jumlah kematian akibat TB sebanyak 61 ribu
kasus.5. TB merupakan pembunuh nomor satu di Indonesia di antara penyakit
menular lainnya dan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit
kardiovaskular dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia .5,6.
Sebagian besar pasien TB adalah penduduk dengan golongan usia produktif.6,7
Gejala sisa akibat TB masih sering ditemukan pada pasien pasca TB dalam
praktik klinik8,9,10. Gejala sisa yang paling sering ditemukan yaitu gangguan faal
paru dengan kelainan obstruktif yang memiliki gambaran klinis mirip Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Inilah yang dikenal sebagai Sindrom Obstruksi
Pasca TB (SOPT).11-14
Patogenesis timbulnya SOPT sangat kompleks, dinyatakan pada penelitian
terdahulu bahwa kemungkinan penyebabnya adalah akibat infeksi TB yang
dipengaruhi oleh reaksi imunologis perorangan sehingga terjadi mekanisme
makrofag aktif yang menimbulkan reaksi peradangan nonspesifik yang luas.
Penyebaran dan penyembuhan TB masih belum tertangani secara tuntas
walaupun obat dan cara pengobatannya telah diketahui. SOPT masih sering
ditemukan dan dapat mengganggu kualitas hidup pasien, serta berperan sebagai
penyebab kematian sebesar 15% setelah durasi 10 tahun.8,15,16.
1
BAB II
STATUS PASIEN
I. ANAMNESIS
Identitas
Nama : Tn. B
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 43 tahun
Alamat : Jln. Demang Akub, Semelagi Kecil Singkawang Utara
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal Masuk RS : 12 Maret 2015
Anamnesis dilakukan pada tanggal 12 Maret 2015 pukul 11.30 WIB
Keluhan Utama : Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan sesak napas
memberat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak sudah dirasakan
kurang lebih 1 bulan. Sesak tidak dipengaruhi oleh aktivitas ataupun cuaca.
Sesak dirasakan terus-menerus dan memberat jika berbaring, pasien merasa
lebih nyaman jika duduk. Tidur malam dengan satu batal. Malam hari sering
terbangun karena sesak dan batuk. Batuk berdahak berwarna putih hilang
timbul. Tidak ada keluhan nyeri dada, demam, mual dan muntah. Buang air
besar dan buang air kecil dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien pernah berobat 6 bulan sekitar 2 tahun yang
lalu dan dinyatakan sembuh. Pasien juga pernah mengeluhkan nyeri dada seperti
tertimpa benda berat, tidak menjalar. Riwayat hipertensi disangkal, kolesterol
disangkal, diabetes disangkal, riwayat alergi dan asma juga disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :Tidak ada dari pihak keluarga yang mengalami
keluhan yang sama seperti yang dialami oleh pasien.
2
II. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 12 Maret 2015 pukul 11.30 WIB
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis, E4V5M6
Tanda vital
- Nadi : 80 x/menit, isi cukup , irama reguler
- Tekanan darah : 130/90 mmHg
- Napas : 24 x/menit, teratur
- Suhu : 36,8°C
Kulit : warna kulit sawo matang , sianosis (-), turgor kulit normal
Kepala : simetris, nyeri tekan (-), hematom (-), krepitasi (-) luka
terbuka (-)
Mata : Pupil bulat isokor (Ø3mm), Refleks cahaya langsung
(+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : sekret (-), perdarahan (-)
Hidung : sekret (-), deviasi septum (-), perdarahan (-)
Mulut : bibir sianosis (-), perdarahan (-)
Leher : kaku kuduk (-), deviasi trakea (-), JVP meningkat (-)
Paru
- Inspeksi : statis : simetris
dinamis : simetris saat bernafas (ka=ki), tidak ada yang tertinggal
- Palpasi : nyeri tekan (-)
- Perkusi : sonor dikedua lapang paru
- Auskultasi : suara napas dasar vesikuler , ronki (+/+) pada basal paru,
wheezing (-/-)
Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus cordis tidak teraba, nyeri tekan (-)
- Perkusi : pembesaran jantung (-)
- Auskultasi : BJ I-II regular tunggal, murmur (-), gallop (-)
3
Abdomen
- Inspeksi : bentuk normal
- Palpasi : supel (+), nyeri tekan (-)
- Perkusi : timpani pada ke empat kuadran, asites (-)
- Auskultasi : bising usus normal
Ekstremitas : akral hangat (+), edema (+/+) minimal pada kedua tungkai
bawah, sianosis (-), Capillary Refill Time < 2 detik.
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan laboratorium
- Foto toraks PA
- Pemeriksaan Elektrokardiogram
Hasil pemeriksaan laboratorium (12 Maret 2015):
Eritrosit : 5,26 (N: 3,50 – 5,50)
Hematokrit : 40,2% (N: 35,0-55,0%)
Trombosit : 243.000 (N:100.000 - 400.000)
Hb : 14,4 g/dL (N: 11,5 – 16,5 g/dL)
Leukosit : 12,4 (N: 3,5 – 10)
Hasil Foto Thoraks PA (13 Maret 2015):
Trachea : tak tampak deviasi
Aorta : tak tampak elongasi
Cor : CTR > 50%, apex melebar ke laterocaudal
Pulmo : corakan vaskular meningkat
tampak opasitas inhomogen pada apex kanan
Diafragma dan sudut kostofrenikus kiri baik
Kesan : Kardiomegali (LV), TB Paru dengan tanda-tanda atelektasis
Hasil interpretasi pembacaan elekrokardiogram (12 Maret 2015):
Irama : sinus
Ritme : reguler
4
Frekuensi : 75x/menit
Aksis : normal
Zona transisi : V3-V4
Morfologi gelombang:
- Terdapat P Pulmonale pada lead II, III, aVF
- Terdapat ST depresi pada lead V1, V2, V3, V4
- Gelombang positif pada V1, dan gelombang S pada lead V6
Kesan: Rigt Atrium Hipertrofi (RAH) dan Right Ventrikel Hipertrophy (RVH)
dengan Infark Miokard Akut Antero-septal
IV. RESUME
Pasien laki-laki 43 tahun, datang dengan keluhan sesak napas memberat sejak 2
hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan kurang lebih 1
bulan. Sesak tidak dipengaruhi oleh aktivitas ataupun cuaca. Batuk berdahak
warna putih. Malam hari sering terbangun karena sesak dan batuk, tidur dengan
satu bantal. Pasien mengaku pernah berobat 6 bulan sekitar 2 tahun yang lalu,
dan dinayatakan sembuh. Pasien juga mengaku pernah menderita nyeri dada
seperti tertimpa benda berat. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan kondisi pasien
tampak sakit sedang, tidak ada sianosis, auskultasi paru terdapat bunyi ronki
pada basal paru. Pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal. Hasil
pemeriksaan laboratorium leukosit meningkat, eritrosit, trombosit, hematokrit,
dan hemoglobin dalam rentang normal. Pemeriksaan foto thoraks tampak
kardiomegali (LV) dan TB paru dengan tanda-tanda atelektasis. Hasil EKG
menunjukkan terdapat pembesaran ruang jantung atrium dan ventrikel kanan,
disertai dengan kerusakan dinding otot jantung bagian antero-septal.
V. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja:
Dyspneu e.c Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis (SOPT) + NSTEMI
Diagnosis banding: Congestive heart failure (CHF)
5
VI. TATALAKSANA
Nonmedikamentosa
- O2 4 lpm via kanul nasal
- IVFD NaCl 0,9% 8 tpm
- Tirah baring
- Dukungan dan edukasi pasien
- Diet rendah garam, kolesterol dan gula.
Medikamentosa
- Inj. Dexametason 1 amp / 8 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg / 12 jam
- Inj. Ceftriaxone 1 gram / 12 jam
- ISDN 5 mg / 8 jam
- Aspilet 100 mg / 24 jam
- Clopidogrel 75 mg / 24 jam
- Glyceryl Guaiacolate 1 tab / 8 jam
Usulan pemeriksaan lanjutan:
- Pemeriksaan sputum ulang S-P-S
- Pemerikaan faal paru (spirometri)
- EKG Ulang
- Pemeriksaan profil lipid, fungsi hati, ginjal dan gula darah
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanactionam : dubia ad bonam
6
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien Tn. B datang ke Unit Gawat Darurat dengan keluhan sesak napas
yang dirasakan memberat 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak sudah
dirasakan sejak 1 bulan terakhir tidak dipengaruhi oleh aktivitas maupun cuaca.
Pasien menyatakan pernah berobat paru selama 6 bulan sekitar 2 tahun yang lalu.
Pasien juga pernah mengeluhkan nyeri dada seperti tertimpa benda berat. Dari
hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien di diagnosa sementara sebagai
dyspneu e.c sindrom obsruksi pasca tuberkulosis dan infark miokard akut non ST
evelasi (NSTEMI).
Dispnea secara definisi merupakan suatu istilah yang menggambarkan
suatu persepsi mengenai ketidaknyaman bernapas yang terdiri dari berbagai
sensasi yang berbeda intensitasnya. Dispnea merupakan hasil interaksi berbagai
faktor fisiologi, psikologi, sosial dan lingkungan dan dapat menginduksi respons
fisiologis dan perilaku sekunder.17 Istilah dispnea atau sesak napas sering
didefinisikan secara awam oleh pasien sebagai suatu kondisi tidak bisa menghirup
cukup udara, udara tidak masuk sempurna, rasa penuh di dada, dada terasa berat
atau sempit, rasa tercekik, napas pendek dan napas berat17.
Dispnea merupakan manifestasi penting pada penyakit kardiopulmoner,
meskipun dapat ditemukan pada keadaan-keadaan lain seperti penyakit
neurologik, metabolik, dan psikologik18. Dispnea dapat dibedakan menjadi
dispnea akut dan kronik berdasarkan perjalanan waktu. Dispnea akut didefinisikan
sebagai sesak nafas yang berlangsung kurang dari 1 bulan, sedangkan dispnea
kronik jika berlangsung lebih dari 1 bulan. Terjadinya sesak napas dapat
dicetuskan oleh beberapa kondisi seperti berikut:17
1. Oksigenasi jaringan berkurang. Penyakit yang menyebabkan kecepatan
pengiriman oksigen ke jaringan berkurang seperti perdarahan.
2. Kebutuhan oksigen meningkat . Peningkatan kebutuhan oksigen secara
tiba – tiba akan memerlukan oksigen yang lebih banyak untuk proses
metabolisme
7
3. Kerja pernafasan meningkat. Otot pernafasan dipaksa bekerja lebih kuat
karena adanya penyempitan saluran pernafasan
4. Rangsangan pada sistem syaraf pusat Penyakit – penyakit yang
menyerang sistem syaraf pusat.
5. Penyakit neuromuskuler. Penyakit yang menyerang diafragma
Sensasi dispnea berawal dari aktivasi sistem sensorik yang terlibat dalam
sistem respirasi. Informasi sensorik sampai pada pusat pernapasan di otak dan
memproses respiratory - related signals dan menghasilkan pengaruh kognitif,
kontekstual dan perilaku sehingga terjadi sensasi dispnea.17
Adapun diagnosis banding dispnea akut dan kronik dapa dilihat pada tabel berikut:16
Dispnea akut
Cardiac Congestive heart failure, coronary artery disease,
arrhytmia, percarditis, acute myocardial infarction,
anemia
Pulmonary Chronic onstructive pulmonary disease, asthma,
pneumonia, pneumothorax, pulmaonary embolism,
pleural effusion, metastatic disease, pulmonary edema,
gastroesophageal reflux disease with aspiration,
restrictive lung disease
Psychogenic Panic attacks, hypervenilation, pain,anxiety
8
Upper airway
obstruction
Epiglottitis, foreign body, cropu, Epstain-barr virus
endocrine Metabolis acidosis, medications
Central Neuromuscular disorders, pain, aspirin overdose
Pediatric Bronchiolitis, croup, epiglottitis, foreign body
aspiration, myocarditis.
Dispnea kronik
Cardiac Congestive heart failure, coronary artery disease,
cardica arrhytmias, percardial disease, valvular heart
disease
Pulmonary COPD, asthma, interstitial lung disease, pleural
effusion, malignancy, bronchiectasis
Non-cardiac pulmonary Thromboembolic disease, psychogenic causese,
deconditioning, pulmonary hyperension, obesity,
severe anemia, GERD, metabolic condition, liver
cirrhosis, thyroid disease, neuromuscular disorder,
amyotrophic lateral, chest wall deformities, upper
airway obstruction.
Dispnea yang dikeluhkan pada pasien ini diduga berasal dari sistem
pulmonary, yaitu berupa gejala obstruksi pernapasan. Dugaan kuat karena pasien
memiliki riwayat pengobatan paru 6 bulan sekitar 2 tahun yang lalu. Dugaan ini
diperkuat dengan hasil pemeriksaan foto rontgen thoraks dan didapatkan tanda-
tanda bekas TB paru dan atelektasis. TB paru sering kali memberikan gejala sisa
berupa gangguan faal paru dengan kelainan obstruktif yang memiliki gambaran
klinis mirip Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Kondisi ini dikenal sebagai
sindroma obstruksi pasca tuberkulosis.
Patogenesis timbulnya SOPT sangat kompleks, dinyatakan pada penelitian
terdahulu bahwa kemungkinan penyebabnya adalah akibat infeksi TB yang
dipengaruhi oleh reaksi imunologis perorangan sehingga terjadi mekanisme
makrofag aktif yang menimbulkan reaksi peradangan nonspesifik yang luas.
9
Peradangan yang berlangsung lama ini menyebabkan proses proteolisis dan beban
oksidasi sangat meningkat untuk jangka lama sehingga destruksi matriks alveoli
terjadi cukup luas dan akhirnya mengakibatkan gangguan faal paru yang dapat
dideteksi dengan uji faal paru.. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa puncak
terjadinya gangguan faal paru pada pasien pasca TB terjadi dalam waktu 6 bulan
setelah diagnosis.
SOPT masih sering ditemukan dan dapat mengganggu kualitas hidup
pasien, serta berperan sebagai penyebab kematian sebesar 15% setelah durasi 10
tahun. Terkait dengan patogenesis terjadinya SOPT maka deteksi dini dan
pengobatan dini TB paru memegang peranan penting dalam proses kesembuhan
pada pasien termasuk komplikasi pasca penyembuhan TB paru. Semakin cepat
pengobatan yang diberikan maka kerusakan yang ditimbulkan oleh kuman TB
diharapkan semakin minimal.
Dari hasil pemeriksaan EKG, pada pasien ini juga ditemukan adanya
tanda-tanda kelainan pada jantung berupa iskemia miokard akut. Namun pasien
tidak mengeluhkan adanya nyeri dada pada saat datang ke UGD. Keluhan nyeri
dada pernah dikeluhkan sebelumnya dan tidak pernah menimbulkan sesak seperti
saat ini. Dari hasil EKG, didapatkan kesan pembesaran ruang jantung kanan
(RAH, RVH). Pada pemeriksaan fisik juga didapatkan edema minimal pada kedua
tungkai bawah. Sehingga pada keluhan sesak napas pasien ini didiagnosis banding
dengan gagal jantung kongestif.
Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan sesak adalah dengan
pemberian oksigenasi 4 liter per menit via kanul nasal. Pemberian oksigen harus
dilakukan secepatnya karena oksigen dibutuhkan dalam metabolisme aerob untuk
menghasilkan energi. Oksigen yang terdapat dalam udara bebas sebesar 20% saja,
sehingga pada keadan kegawatan kardiopulmonal yang mengakibakan hipoksemia
dan hipoksia jaringan peru diperbaiki dengan peningkatan fraksi oksigen dalam
udara inspirasi (FiO2) dan peningkatan tekanan oksigen dalam udara inspirasi
(PO2).19
Terapi nonmedikamentosa pada pasien yang terpenting adalah dukungan
dan edukasi pasien mengenai kondisi penyakit yang diderita. Selain itu karena ada
10
dugaan kelainan jantung berupa infark miokard akut, maka pasien disarankan
untuk tirah baring hingga kondisinya stabil dengan pemeriksaan ulang EKG.
Terapi medikamentosa pada pasien berupa injeksi dexametason yang
diberikan dengan alasan terjadi proses inflamasi atau reaksi imunologis pada pada
tubuh, terutama pada jaringan paru sebagai akibat dari sindroma obstruksi pasca
TB. Pemberian ranitidine dengan alasan terjadi stress fisiologis pada tubuh
sehingga dapat memicu sekresi asam lambung yang berlebihan sehingga ranitidine
diberikan sebagai gastroprotektor. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan leukosit meningkat dan terdapat rhonki pada kedua basal paru,
sehingga diduga adanya proses infeksi yang terjadi, sehingga diberikan injeksi
ceftriaxone. Pemberian isosorbide dinitrat (ISDN) diberikan atas indikasi adanya
iskemia pada otot jantung, ISDN berfungsi sebagai vasodilator arteri koroner
sehingga memperbaiki perfusi jaringan otot jantung. Aspilet dan clopiodogrel
sebagai antiagregasi trombosit diberikan dengan tujuan mencegah penyumbatan
lebih lanjut pada arteri koroner jantung. Glyceryl Guaiacolate diberikan untuk
mengencerkan dahak pada saluran nafas sehingga mempermudah pengeluaran
dahak.
11
BAB IV
KESIMPULAN
Pasien Tn.B, 43 tahun datang ke UGD dengan keluhan sesak napas
memberat sejak 2 hari SMRS. Pasien memiliki riwayat pengobatan paru selama 6
bulan sekitar 2 tahun yang lalu dan dinyatakan sembuh. Pasien juga memiliki
riwayat nyeri dada seperti tertimpa benda berat. Berdasarkan anamesis dan
pemeriksaan fisik yang dilakukan pasien didiagnosa sementara sebagai dyspneu
e.c sindrom obstruksi pasca tuberkulosis dengan non-ST elevasi miokard
infarction. Penatalaksaan awal di UGD berupa pemberian oksigenasi 4 liter per
menit via kanul nasal untuk memperbaiki kebutuhan oksigen tubuh, dan terapi
medikamentosa lainya.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Dye, C. Global epidemiology of tuberculosis. Lancet. 2006; 367: 938- 940. Diakses tanggal 16 Maret 2015 dari http://www.plosone.org/ article/findArticle.action?author=Dye&title=Global%20epidemiology%20of%20tubercul sis
2. Inghammar, M., Ekbom, A., Engstrom, G., Ljungberg, B., Romanus, V., et al. COPD and the Risk of Tuberculosis - A Population-based Cohort Study. PLoS ONE e10138. 2010; 5(4): 1 - 7. Diakses tanggal 16 Maret 2015 dari http://www.plosone.org/article/info%3Adoi%2F10.1371%2Fjournal.pone.0010138
3. World Health Organization. Global Tuberculosis Control : WHO Report 2010. Geneva : WHO. 2010; 1 - 218. Diakses tanggal 15 Maret 2015 dari http://whqlibdoc.who.int/publications/2010/ 9789241564069_eng.pdf.
4. Stop TB Partnership. Tuberculosis Global Fact. Geneva : WHO. 2010; 1 - 2. Diakses tanggal 15 Maret 2015 dari http://www.who.int/entity/tb/ publications/ 2010/factsheet_tb_2010.pdf
5. World Health Organization. Indonesia Tuberculosis Profile. Geneva : WHO. 2010; 1. Diakses tanggal 16 Maret 2015 dari http://www.who.int/ tb/country/data/ profiles/en/index.html
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : PDPI. 2002; 1- 29
7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : DepKes RI. 2007; 1 - 127
8. Ramos, L.M.M., Sulmonett, N., Ferreira, C.S., Henriques, J.F., Spindola de Miranda, S. Functional Profile of Patients with Tuberculosis Sequelae in a University Hospital. J. bras. pneumol. 2006; 32(1): 43-47. Diakses tanggal 16 Maret 2015 dari http://www.scielo.br/scielo.php?pid=S1806-37132006000100010& script=sci_abstract
9. Shetty, A.J., Tyagi, A. Development of Post Tubercular, Bronchial Asthma - A Pilot Study. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2010; 4: 2360 -2362. Diakses tanggal 16 Maret 2015 dari http://www.jcdr.net/back_issues.asp?issn=0973709x&year=2010&month =April&volume=4&Issue=2&page=2360-2362&id=589
10. Van Zyl Smit, R.N., Pai, M., Yew, W.W., Leung, C.C., Zumla, A., Bateman, E.D., Dheda, K. Global Lung Health: the colliding epidemics of tuberculosis, tobacco smoking, HIV and COPD. Eur Respir J. 2010; 35: 27 -33. Diakses 16 Maret 2015 dari http://www.medicine.Mcgill.ca/epidemiology/pai/documents/publications/peerpub/vanZyl%20Smit%20et%20al.ERJ%202010.pdf
13
11. Patricio, J.P., et al. Chronic Airways Obstruction in Patients with Tuberculosis Sequelae: a comparison with EPOC. Rev. chil. enferm. respir. 2006; 22(2): 98 - 104. Diakses tanggal 16 Maret 2015 dari http://www.scielo.cl/scielo.php?pid=S0717-73482006000200004& script=sci_abstract& tlng=en
12. Jordan, T.S., Spencer, E.M., Davies, P. Tuberculosis, Bronchiectasis, and Chronic Airflow Obstruction. Respirology. 2010; 15: 623 - 628. Diakses tanggal 16 Maret 2015 dari http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.14401843.2010.01749.x/ pdf
13. Chakrabarti, B., Calverley, P.M.A., Davies, P.D.O. Tuberculosis and Its Incidence, Special Nature, and Relationship with Chronic Obstructive Pulmonary Disease. 2007; 2(3): 263 - 272. Diakses tanggal 16 Maret 2015 dari http://www.dovepress.com/tuberculosis -and-its-incidence-special-nature-and-relationship-with-ch-peer-reviewed -article-COPD-recommend ation1
14. Kawashiro, T. Evaluation of Respiratory Failure Due to Sequelae of Tuberculosis. PubMed, Kekkaku. 2005; 80(6): 491 - 7. Diakses tanggal 16 Maret 2015 dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 16130907?Dopt= Abstract Plus
15. Menezes, A.M.B, Hallal, P.C., Padilla, R.P., Jardim, J.R.B., Muino, A., Lopez, M.V., Valdivia, G., Montes de Oca, M., Talamo, C., Pertuze, J., Victoria, C.G. Tuberculosis and Airflow Obstruction: Evidence from the PLATINO Study in Latin America. ERJ. 2007; 30 (6) : 1180 - 1185. Diakses tanggal 16 Maret 2015 dari http://erj.ersjournals.com/content/30/6/ 1180.full
16. Rekha, V.V.B., Ramachandran, R., Rao, K.V.K., Rahman, F., Adhilakshmi, A.R., Kaliselvi, D., Murugesan, P., Sundaram, V., Narayanan, P.R. Assessment of Long Term Status of Sputum Positive Pulmonary TB Patients Successfully Treated with Short Course Chemotherapy. Indian J. Tuberc. 2009; 56: 132 - 140. Diakses tanggal 16 Maret 2015 dari http://medind. nic.in/ibr/t09/i3/ibrt09i3p132.pdf
17. Rasmin, Menaldi dan Wahju A, Pendekatan Khusus Sesak Napas, Departemen Pulmologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, FKUI-RS Persahabatan Jakarta, diakses tanggal 17 Maret 2015 dari http://staff.ui.ac.id/system/files/users/menaldi.rasmin/material/pendekatankhusussesaknapas05.pdf
18. Swartz, Mark H., Buku Ajar Diagnostik Fisik, Jakarta: EGC, 2012, p.16119. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut, ACLS Indonesia, Edisi
2012
14
top related