referat dyspnea

31
BAB I PENDAHULUAN Dispnea atau sesak nafas merupakan keadaan yang sering ditemukan pada penyakit paru maupun jantung. Bila nyeri dada merupakan keluhan yang paling dominan pada penyakit paru. Akan tetapi kedua gejala ini jelas dapat dilihat pada emboli paru,bahkan sesak napas merupakan gejala utama pada payah jantung. Secara umum yang dimaksud dispnea adalah kesulitan bernapas,kesulitan bernapas ini terlihat dengan adanya kontraksi dari otot-otot pernapasan tambahan. Perubahan ini biasanya terjadi dengan lambat, akan tetapi dapat pula terjadi dengan cepat. Berat ringannya dispnea tidak dapat diukur dan kadang-kadang sulit untuk dinilai, sehingga dokter yang memeriksa akan timbul pertanyaan sebagai berikut: Dispnea merupakan suatu perasaan yang subyektif dari pasien atau berhubungan dengan suatu penyakit. Apakah yang dinilai ini bukannya suatu takipnea atau hiperpnea atau suatu tipe pernapasan yang lain, misalnya pernapasan cheyne stoke. Apakah yang terjadi bukannya hanya suatu rasa nyeri saja, sehingga penderita takut untuk bernapas dalam. Sulit untuk menilai apakah suatu dispnea bersifat fisiologi atau patologi. Akan tetapi terdapat beberapa 1

Upload: agungjumais

Post on 16-Jan-2016

42 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Dyspnea

BAB I

PENDAHULUAN

Dispnea atau sesak nafas merupakan keadaan yang sering ditemukan pada

penyakit paru maupun jantung. Bila nyeri dada merupakan keluhan yang paling

dominan pada penyakit paru. Akan tetapi kedua gejala ini jelas dapat dilihat pada

emboli paru,bahkan sesak napas merupakan gejala utama pada payah jantung.

Secara umum yang dimaksud dispnea adalah kesulitan bernapas,kesulitan

bernapas ini terlihat dengan adanya kontraksi dari otot-otot pernapasan tambahan.

Perubahan ini biasanya terjadi dengan lambat, akan tetapi dapat pula terjadi dengan

cepat.

Berat ringannya dispnea tidak dapat diukur dan kadang-kadang sulit untuk

dinilai, sehingga dokter yang memeriksa akan timbul pertanyaan sebagai berikut:

Dispnea merupakan suatu perasaan yang subyektif dari pasien atau berhubungan

dengan suatu penyakit.

Apakah yang dinilai ini bukannya suatu takipnea atau hiperpnea atau suatu tipe

pernapasan yang lain, misalnya pernapasan cheyne stoke.

Apakah yang terjadi bukannya hanya suatu rasa nyeri saja, sehingga penderita

takut untuk bernapas dalam.

Sulit untuk menilai apakah suatu dispnea bersifat fisiologi atau patologi. Akan

tetapi terdapat beberapa pegangan untuk menilai dispnea yang patologi, yakni sebagai

berikut:

Berdasarkan riwayat penyakit apakah dispnea tersebut terjadi secara mendadak.

Apakah dispnea tersebut terjadi secara berulang (recurrent).

Waktu terjadinya dispnea menentukan pula apakah setelah bekerja berat atau

terjadi tiba-tiba pada tengah malam.

Sedangkan berdasarkan riwayat penyakit yang mendukung terjadimya dispnea

yang bersifat subyektif, yakni bila terjadinya dispnea berhubungan banyak dengan

umur, seperti misalnya dalam menjalankan pekerjaan yang tidak sebanding

dengan usia.

BAB II

1

Page 2: Referat Dyspnea

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi sistem pernapasan

A. Saluran Nafas Atas

Hidung

Terdiri atas bagian eksternal dan internal

Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan

kartilago

Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi

rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut

septum

Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak

mengandung vaskular yang disebut mukosa hidungPermukaan mukosa hidung

dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi lendir secara terus menerus dan

bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia

Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru

Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta

menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru

Hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena reseptor

olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang sejalan dengan

pertambahan usia

Faring

Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan

hidung dan rongga mulut ke laring

Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral

(orofaring), dan laring (laringofaring)

Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus

respiratorius dan digestif

2

Page 3: Referat Dyspnea

Laring

Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang

menghubungkan faring dan trakea

Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :

Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama

menelan

Glotis : ostium antara pita suara dalam laring

Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini

membentuk jakun (Adam’s apple)

Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring

(terletak di bawah kartilago tiroid)

Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago

tiroid

Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi

suara (pita suara melekat pada lumen laring)

Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi

Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing

dan memudahkan batu

Trakea

Disebut juga batang tenggorok

Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina

B. Saluran Nafas Bawah

Bronkus

Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri

Disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus)

Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus

lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental

3

Page 4: Referat Dyspnea

Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental

yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan saraf

Bronkiolus

Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus

Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang

membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas

Bronkiolus Terminalis

Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak

mempunyai kelenjar lendir dan silia)

Bronkiolus respiratori

Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori

Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas

konduksi dan jalan udara pertukaran gas

Duktus alveolar dan Sakus alveolar

Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus

alveolar dan kemudian menjadi alveoli

Alveoli

Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2

Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas

70 m2

Terdiri atas 3 tipe :

Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli

Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi

surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah

alveolar agar tidak kolaps)

4

Page 5: Referat Dyspnea

Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis

dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan

Paru-paru

Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut

Terletak dalam rongga dada atau toraks

Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan

beberapa pembuluh darah besar

Setiap paru mempunyai apeks dan basis

Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris

Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus

Lobus-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan

segmen bronkusnya

Pleura

Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis

Terbagi mejadi 2 :

o Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada

o Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru

Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang

berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama

pernapasan, juga untuk mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru

Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk

mencegah kolaps paru-paru

5

Page 6: Referat Dyspnea

Gambar Anatomi saluran pernapasan

Fisiologi sistem pernapasan

Proses bernafas terdiri dari 3 bagian, yaitu :

1. Ventilasi yaitu masuk dan keluarnya udara atmosfir dari alveolus ke paru-paru

atau sebaliknya.

Proses keluar masuknya udara paru-paru tergantung pada perbedaan tekanan

antara udara atmosfir dengan alveoli. Pada inspirasi, dada ,mengembang,

diafragma turun dan volume paru bertambah. Sedangkan ekspirasi merupakan

gerakan pasif.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi :

Tekanan udara atmosfir

Jalan nafas yang bersih

Pengembangan paru yang adekuat

2. Difusi yaitu pertukaran gas-gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveolus

dan kapiler paru-paru.

Proses keluar masuknya udara yaitu dari darah yang bertekanan/konsentrasi

lebih besar ke darah dengan tekanan/konsentrasi yang lebih rendah. Karena

dinding alveoli sangat tipis dan dikelilingi oleh jaringan pembuluh darah kapiler

yang sangat rapat, membran ini kadang disebut membran respirasi.

6

Page 7: Referat Dyspnea

Perbedaan tekanan pada gas-gas yang terdapat pada masing-masing sisi

membran respirasi sangat mempengaruhi proses difusi. Secara normal gradien

tekanan oksigen antara alveoli dan darah yang memasuki kapiler pulmonal

sekitar 40 mmHg.

Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi :

Luas permukaan paru

Tebal membran respirasi

Jumlah darah

Keadaan/jumlah kapiler darah

Afinitas

Waktu adanya udara di alveoli

3. Transpor yaitu pengangkutan oksigen melalui darah ke sel-sel jaringan tubuh

dan sebaliknya karbondioksida dari jaringan tubuh ke kapiler.

Oksigen perlu ditransportasikan dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida

harus ditransportasikan dari jaringan kembali ke paru-paru. Secara normal 97 %

oksigen akan berikatan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah dan

dibawa ke jaringan sebagai oksihemoglobin. Sisanya 3 % ditransportasikan ke

dalam cairan plasma dan sel-sel.

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transportasi :

Curah jantung (cardiac Output / CO)

Jumlah sel darah merah

Hematokrit darah

Latihan (exercise)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pernapasan

Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi adalah :

I. Tahap Perkembangan

Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang

sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada yang kecil

dan jalan nafas yang pendek. Bentuk dada bulat pada waktu bayi dan masa

kanak-kanak, diameter dari depan ke belakang berkurang dengan proporsi

7

Page 8: Referat Dyspnea

terhadap diameter transversal. Pada orang dewasa thorak diasumsikan berbentuk

oval. Pada lanjut usia juga terjadi perubahan pada bentuk thorak dan pola napas.

II. Lingkungan

Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi. Makin tinggi

daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup

individu. Sebagai akibatnya individu pada daerah ketinggian memiliki laju

pernapasan dan jantung yang meningkat, juga kedalaman pernapasan yang

meningkat.

Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan berdilatasi,

sehingga darah akan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah panas yang hilang

dari permukaan tubuh akan mengakibatkan curah jantung meningkat sehingga

kebutuhan oksigen juga akan meningkat. Pada lingkungan yang dingin

sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh darah perifer, akibatnya meningkatkan

tekanan darah yang akan menurunkan kegiatan-kegiatan jantung sehingga

mengurangi kebutuhan akan oksigen.

III. Gaya Hidup

Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan dan

denyut jantung, demikian juga suplay oksigen dalam tubuh. Merokok dan

pekerjaan tertentu pada tempat yang berdebu dapat menjadi predisposisi

penyakit paru.

IV. Status Kesehatan

Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat

menyediakan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan

tetapi penyakit pada sistem kardiovaskuler kadang berakibat pada terganggunya

pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh. Selain itu penyakit-penyakit pada sistem

pernapasan dapat mempunyai efek sebaliknya terhadap oksigen darah. Salah

satu contoh kondisi kardiovaskuler yang mempengaruhi oksigen adalah anemia,

8

Page 9: Referat Dyspnea

karena hemoglobin berfungsi membawa oksigen dan karbondioksida maka

anemia dapat mempengaruhi transportasi gas-gas tersebut ke dan dari sel.

V. Narkotika

Narkotika seperti morfin dan dapat menurunkan laju dan kedalam pernapasan

ketika depresi pusat pernapasan dimedula. Oleh karena itu bila memberikan

obat-obat narkotik analgetik, perawat harus memantau laju dan kedalaman

pernapasan.

VI. Perubahan/gangguan pada fungsi pernapasan

Fungsi pernapasan dapat terganggu oleh kondisi-kondisi yang dapat

mempengarhi pernapasan yaitu :

Pergerakan udara ke dalam atau keluar paru

Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru

Transpor oksigen dan transpor dioksida melalui darah ke dan dari sel

jaringan.

Gangguan pada respirasi yaitu hipoksia, perubahan pola napas dan obstruksi

sebagian jalan napas.

Hipoksia yaitu suatu kondisi ketika ketidakcukupan oksigen di dalam tubuh

yang diinspirasi sampai jaringan. Hal ini dapat berhubungan dengan

ventilasi, difusi gas atau transpor gas oleh darah yang dapat disebabkan oleh

kondisi yang dapat merubah satu atau lebih bagian-bagian dari proses

respirasi. Penyebab lain hipoksia adalah hipoventilasi alveolar yang tidak

adekuat sehubungan dengan menurunnya tidal volume, sehingga

karbondioksida kadang berakumulasi didalam darah.

Sianosis dapat ditandai dengan warna kebiruan pada kulit, dasar kuku dan

membran mukosa yang disebabkan oleh kekurangan kadar oksigen dalam

hemoglobin. Oksigenasi yang adekuat sangat penting untuk fungsi serebral.

Korteks serebral dapat mentoleransi hipoksia hanya selama 3 – 5 menit

sebelum terjadi kerusakan permanen. Wajah orang hipoksia akut biasanya

terlihat cemas, lelah dan pucat.

9

Page 10: Referat Dyspnea

VII. Perubahan pola nafas

Pernapasan yang normal dilakukan tanpa usaha dan pernapasan ini sama

jaraknya dan sedikit perbedaan kedalamannya. Bernapas yang sulit disebut

dyspnoe (sesak). Kadang-kadang terdapat napas cuping hidung karena usaha

inspirasi yang meningkat, denyut jantung meningkat. Orthopneo yaitu

ketidakmampuan untuk bernapas kecuali pada posisi duduk dan berdiri seperti

pada penderita asma.

VIII. Obstruksi jalan napas

Obstruksi jalan napas lengkap atau sebagaian dapat terjadi di sepanjang

saluran pernapasan di sebelah atas atau bawah. Obstruksi jalan napas bagian

atas meliputi : hidung, pharing, laring atau trakhea, dapat terjadi karena

adanya benda asing seperti makanan, karena lidah yang jatuh kebelakang

(otrhopharing) bila individu tidak sadar atau bila sekresi menumpuk

disaluran napas.

Obstruksi jalan napas di bagian bawah melibatkan oklusi sebagian atau

lengkap dari saluran napas ke bronkhus dan paru-paru. Mempertahankan

jalan napas yang terbuka merupakan intervensi keperawatan yang kadang-

kadang membutuhkan tindakan yang tepat. Onbstruksi sebagian jalan napas

ditandai dengan adanya suara mengorok selama inhalasi (inspirasi).

10

Page 11: Referat Dyspnea

Gambar. Fisiologi Pernafasan

Gangguan Pola Pernapasan

a. Bradipnea :Frekwensi pernapasan lambat yang abnormal, irama teratur

b. Takipnea  :Frekwensi pernapasan cepat yang abnormal

c. Hiperpnea :Pernafasan cepat dan dalam

d. Apnea :Berhenti bernapas

11

Page 12: Referat Dyspnea

e. Hiperventilasi :Sesak nafas yang diakibatkan dari kegagalan vertikel

kiri

f. Hipoventilasi  :Pernafasan tampak sulit dan tertahan terutama saat

ekspirasi

g. Pernapasan kussmaul :Nafas dalam yang abnormalbisa cepat, normal atau

lambat pada umumnya pada asidosis metabolik

h. Pernapasan biok :Tidak terlihat pada kerusakan otak bagian bawah dan

depresi pernapasan

i. Pernapasan Cheyne–stokes  :Periode pernapasan cepat dalam yang bergantian

dengan periode apnea, umumnya pada bayi dan anak

selama tidur terasa nyenyak, depresi dan kerusakan

otak.

Dispnea / sesak nafas

Definisi

Suatu istilah yang menggambarkan suatu persepsi subjektif mengenai

ketidaknyamanan bernapas yang terdiri dari berbagai sensasi yang berbeda

intensitasnya.

Merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor fisiologi, psikologi, sosial dan

lingkungan dan dapat menginduksi respons fisiologis dan perilaku sekunder.

Mekanisme Dispnea

sensasi dispnea berawal dari aktivasi sistem sensorik yang terlibat dalam

sistem respirasi

informasi sensorik sampai pada pusat pernapasan di otak dan meproses

respiratory –related signals dan menghasilkan pengaruh kognitif,

kontekstual, dan perilaku sehingga terjadi sensasi dispnea.

12

Page 13: Referat Dyspnea

Gambar mekanisme Dispnea

Pembagian Dispnea

Dispnea akut : sesak napas yang berlangsung < 1 bulan

Dispnea kronik : sesak napas yang berlangsung > 1 bulan

Etiologi

Sistem Kardiovaskular, yaitu dispneu yang disebabkan oleh adanya kelainan pada

jantung, misalnya :

infark jantung akut (IMA), dimana dispneu serangannya terjadi bersama-sama

dengan nyeri dada yang hebat.

Fibrilasi atrium, dispneu timbul secara tiba-tiba, dimana sudah terdapat

penyakit katup jantung sebelumnya.

Kegagalan jantung kiri (Infark miokard akut dengan komplikasi, example :

edema paru kardiogenik) dimana dispneu terjadi dengan mendadak pada malam

hari pada waktu penderita sedang tidur; disebutParoxysmal nocturnal dyspnoe.

Pada keadaan ini biasanya disertai otopneu dimana dispneu akan berkurang bila

si pasien mengambil posisi duduk.

13

Page 14: Referat Dyspnea

Sistem respirasi;

Pneumotoraks, penderita menjadi sesak dengan tiba-tiba, sesak nafas tidak akan

berkurang dengan perubahan posisi.

Asma bronchiale, yang khas disini adalah terdapatnya pemanjangan dari

ekspirasi dan wheezing (mengi).

COPD, sesak bersifat kronik dimana dispneu mempunyai hubungan dengan

exertional (latihan).

Edema paru yang akut, sebab dan tipe dari dispneu disini adalah sama dengan

dispneu yang terjadi pada penyakit jantung.

Hematogenous dispneu

Disebabkan oleh karena adanya asidosis, anemia atau anoksia, biasanya

berhubungan dengan exertional (latihan).

Neurogenik dispneu;

Psikogenik dispneu yang terjadi misalnya oleh karena emosi dan organik dispneu

yang terjadi akibat kerusakan jaringan otak atau karena paralisis dari otot-otot

pernafasan.

Sistem metabolic/ ginjal;

Pada CKD dan sindrom nefrotik.

Sistem Endokrin

Pada hipertiroid.

Intoksikasi

Pada overdosis aspirin, shock anafilaktik.

Obesitas

Pada obesitas masif.

14

Page 15: Referat Dyspnea

Psikogenik;

Pada gangguan somatisasi, ansietas dan depresi.

Kondisi dispneu pada berbagai sistem

Klasifikasi

Dispnea dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Inspiratori dispnea, yakni kesukaran bernapas pada waktu inspirasi yang

disebabkan oleh karena sulitnya udara untuk memasuki paru-paru.

Ekspiratori dispnea, yakni kesukaran bernapas pada waktu ekspirasi yang

disebabkan oleh karena sulitnya udara yang keluar dari paru-paru.

Kardiak dispnea, yakni dispnea yang disebabkan primer penyakit jantung.

Exertional dispnea, yakni dispnea yang disebabkan oleh karena olahraga.

Exspansional dispnea, dispnea yang disebabkan oleh karena kesulitan

exspansi dari rongga toraks.

Paroksismal dispnea, yakni dispnea yang terjadi sewaktu-waktu, baik

pada malam maupun siang hari.

Ortostatik dispnea, yakni dispnea yang berkurang pada waktu posisi

duduk.

Patofisiologi

15

Page 16: Referat Dyspnea

1. Kekurangan oksigen (O2)

Gangguan konduksi  maupun difusi gas keparu-paru

Obstruksi dari jalan nafas, misalnya pada bronchospasme & adanya benda asing

Berkurangnya alveoli ventilasi, misalnya pada edema paru, radang paru,

emfisema.

Fungsi restriksi yang berkurang, misalnya pada. pneumotoraks, efusi

pleura dan barrel chest.

Penekanan pada pusat respirasi

2. Gangguan pertukaran gas dan hipoventilasi

Gangguan neuro muscular

Gangguan pusat respirasi, misal karena pengaruh sedatif

Gangguan medulla spinalis misalnya sindrom guillain-barre

Gangguan saraf prenikus, misalnya pada poliomielitis

Gangguan diafragma, misalnya tetanus

Gangguan rongga dada, misalnya kifiskoliosis

Gangguan obstruksi jalan nafas: Obstruksi jalan nafas atas, misal laringitis/udem

laring; Obstruksi jalan nafas bawah, misal asma brochiale dalam hal ini status

asmatikus sebagai kasus emergency

Gangguan pada parenkim paru, misalnya emfisema dan pneumonia

Gangguan yang sirkulasi oksigen dalam darah, misalnya pada keadaan ARDS

dan keadaan kurang darah.

3. Pertukaran gas di paru-paru normal tapi kadar oksigen di dalam paru-paru

berkurang. Hal ini oleh karena 3 hal, yaitu :

Kadar Hb yang berkurang

Kadar Hb yang tinggi, tapi mengikat gas yang afinitasnya lebih tinggi misalnya

CO ( pada kasus keracunan ketika inhalasi gas)

Perubahan pada inti Hb, misalnya terbentuknya met-Hb yang mempunyai inti

Fe 3+.

16

Page 17: Referat Dyspnea

4. Stagnasi dari aliran darah, dapat dibagi atas :

Sentral, yang disebabkan oleh karena kelemahan jantung.

Gangguan aliran darah perifer yang disebabkan oleh renjatan (shock), contoh

syok hipovolemik akibat hemototaks.

Lokal, disebabkan oleh karena terdapat vasokontriksi lokal

Dapat pula disebabkan oleh karena jaringan tidak dapat mengikat O2  , terdapat

contohnya pada intoksikasi sianida.

5. Kelebihan carbon dioksida ( CO2 )

Karena terdapatnya shunting pada COPD sehingga menyebabkan terjadinya aliran

dari kanan ke kiri.

6. Hiperaktivasi refleks pernafasan

     Pada beberapa keadaan refleks Hearing-Breuer dapat menjadi aktif. Hal ini

disebabkan olek karena refleks pulmonary stretch.

7. Emosi

8. Asidosis

   Banyak hubungannya dengan kadar CO2 dalam darah dan juga karena kompensasi

metabolik.

9. Penambahan kecepatan metabolisme

    Pada umumnya tidak menyebabkan dispneu kecuali bila terdapat penyakit penyerta

seperti COPD dan payah jantung (dekomensasi kordis).     

  Pemeriksaan penunjang.

1) Pemeriksaan fungsi paru dapat membantu menentukan apakah dispnea berasal dari penyakit jantung, penyakit paru, abnormalitas dinding dada, atau kecemasan.

2) Ekokardiografi atau ventrikulografi dengan radionuklida juga dapat membantu. Fraksi ejeksi ventrikel kiri berkurang pada kegagalan ventrikel kiri, yang kanan dapat menurun pada saat istirahat atau meningkat selama aktivitas pada penderita penyakit paru berat, dan fraksi ejeksi ventrikel kiri dan kanan normal pada saat

17

Page 18: Referat Dyspnea

istirahat dan selama aktivitas pada dispnea yang berhubungan dengan kecemasan atau malingering.

3) Observasi yang cermat selama tes treadmill sering dapat mengidentifikasi dispnea akibat malingering atau kecemasan.

4) Tes latihan kardiopulmoner (cardiopulmonary exercise testing) juga sangat bermanfaat, di mana dilakukan penilaian kapasitas maksimal dalam melakukan aktivitas fungsional, sekaligus pemeriksaan EKG, tekanan darah, konsumsi oksigen, oksimetri, dan ventilasi.

Pola–pola Abnormal dalam Cardiopulmonary Exercise TestingKeterbatasan pada fungsi kardiovaskular.       Denyut jantung > 85% dari prediksi maksimal       Ambang anaerobik yang rendah       Penurunan konsumsi oksigen maksimal       Tekanan darah drop dengan aktivitas fisik       Aritmia atau iskemia pada EKG       Tidak mampu mencapai prediksi ventilasi maksimal        Tidak memiliki desaturasi yang signifikan

Keterbatasan pada fungsi respirasi.       Mampu mencapai atau melampaui prediksi ventilasi maksimal        Desaturasi signifikan (<90%)       Dead space yang stabil atau meningkat terhadap rasio volume tidal       Adanya perkembangan ke arah atau telah terjadi bronkospasme dengan nilai FEV1 yang jatuh       Tidak mampu mencapai 85% dari prediksi denyut jantung maksimal       Tidak terdapat tanda iskemia pada EKG

Diagnosis Banding

Dispnea akut Dispnea kronik

b. Jantung:CHF, CAD, aritmia, perikarditis, AMI, anemia.

c. Pulmoner:COPD, asma, pneumonia, pneumotoraks, efusi pleura, edema pulmonal, GERD dengan asfiksia.

d. Psikogenik:

a. Jantung:CHF, CAD, aritmia, pericardiac disease, valvular heart disease

b. Pulmoner:COPD, asma, efusi pleura, bronkiektasis, keganasan.

c. Noncardiac – nonpulmonary Tromboemboli

18

Page 19: Referat Dyspnea

Panic attack, hiperventilasi, sensasi nyeri, ansietas.

e. Obstruksi saluran napas atas:Epiglotitis, croup, Epstain-Barr virus

f. EndokrinAsidosis metabolic

g. Sentral:Neuromuscular disorder, nyeri, overdosis aspirin, hipoksia

Hipertensi pulmonal Obesitas massif Anemia berat Sirosis Hepatis Uremia Penyakit tiroid Neuromuscular (myasthenia

gravis) Laryngeal disease Tracheal

Pemeriksaan Fisik

Dari pemeriksaan fisik terlihat menggunakan otot-otot pernapasan tambahan. Ekspirasi

maupun inspirasi tergantung kepada tipe dari dispnea. Pemeriksaan yang dilakukan adalah

sangat luas, akan tetapi dapat digolongkan menjadi 7 bagian, yakni:

Tanda-tanda yang menyokong pada paru-paru

- Wheezing

- Ronchi

Tanda-tanda yang menyokong adanya dispnea

- Cuping hidung yang bergerak

- Sianosis

Pemeriksaan laboratorium

EKG

Pemeriksaan fungsi paru dan analisis gas.

Pemeriksaan skantigrafi.

Pemeriksaan pemeriksaan infasif jantung.

Penatalaksanaana. Manajemen dispnea yang paling penting adalah mengobati penyakit

dasar serta komplikasinya.

b. Penatalaksaan simptomatis antara lain:

19

Page 20: Referat Dyspnea

Pemberian oksigen 3 lt/menit untuk nasal, atau 5 lt/menit dengan

sungkup

Mengurangi aktifitas yang dapat menyebabkan sesak dengan tirah

baring.

Posisi

Bronkodilator (theophylline)

Pada keaadan psikogenik dapat diberikan sedative

Edukasi

Psikoterapi

Algoritma

1. Dispnea Akut

2. Dispnea Kronik

20

Page 21: Referat Dyspnea

DAFTAR PUSTAKA

21

Page 22: Referat Dyspnea

Altose M, Cherniack N. Respiratory sensations and dyspnea Vol 8. American: Thoman &

Stoker. 2009. h: 360-370.

Campbell MT, Templin. A Respiratory Distress Observation Scale for patients unable to

self-report dyspnea Vol 13. 2010. h: 285-290.

Nelwan R.H.H. Demam: Tipe dan pendekatan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilild II.

Edisi VI. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Jakarta: Pusat

Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2014. h:1583-1590.

Decramer M, Lacquet LM, Fagard R., Rogiers P. Respiratory and Critical Care Medicine Vol. 159. American: Mahler, D. A. 2007. hal: 321-340.

Higgins, M. Evaluation of dyspnea Vol. 111. New York: Silvestri. 2006. h: 393–404

Manning HL, Schwartzstein RM. Pathophisiology of dispnea Vol 6. New York: Epstein. 2011. h: 1547-1553.

22