referat dyspnea
DESCRIPTION
referatTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Dispnea atau sesak nafas merupakan keadaan yang sering ditemukan pada
penyakit paru maupun jantung. Bila nyeri dada merupakan keluhan yang paling
dominan pada penyakit paru. Akan tetapi kedua gejala ini jelas dapat dilihat pada
emboli paru,bahkan sesak napas merupakan gejala utama pada payah jantung.
Secara umum yang dimaksud dispnea adalah kesulitan bernapas,kesulitan
bernapas ini terlihat dengan adanya kontraksi dari otot-otot pernapasan tambahan.
Perubahan ini biasanya terjadi dengan lambat, akan tetapi dapat pula terjadi dengan
cepat.
Berat ringannya dispnea tidak dapat diukur dan kadang-kadang sulit untuk
dinilai, sehingga dokter yang memeriksa akan timbul pertanyaan sebagai berikut:
Dispnea merupakan suatu perasaan yang subyektif dari pasien atau berhubungan
dengan suatu penyakit.
Apakah yang dinilai ini bukannya suatu takipnea atau hiperpnea atau suatu tipe
pernapasan yang lain, misalnya pernapasan cheyne stoke.
Apakah yang terjadi bukannya hanya suatu rasa nyeri saja, sehingga penderita
takut untuk bernapas dalam.
Sulit untuk menilai apakah suatu dispnea bersifat fisiologi atau patologi. Akan
tetapi terdapat beberapa pegangan untuk menilai dispnea yang patologi, yakni sebagai
berikut:
Berdasarkan riwayat penyakit apakah dispnea tersebut terjadi secara mendadak.
Apakah dispnea tersebut terjadi secara berulang (recurrent).
Waktu terjadinya dispnea menentukan pula apakah setelah bekerja berat atau
terjadi tiba-tiba pada tengah malam.
Sedangkan berdasarkan riwayat penyakit yang mendukung terjadimya dispnea
yang bersifat subyektif, yakni bila terjadinya dispnea berhubungan banyak dengan
umur, seperti misalnya dalam menjalankan pekerjaan yang tidak sebanding
dengan usia.
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi sistem pernapasan
A. Saluran Nafas Atas
Hidung
Terdiri atas bagian eksternal dan internal
Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan
kartilago
Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi
rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut
septum
Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak
mengandung vaskular yang disebut mukosa hidungPermukaan mukosa hidung
dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi lendir secara terus menerus dan
bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia
Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru
Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta
menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru
Hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena reseptor
olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang sejalan dengan
pertambahan usia
Faring
Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan
hidung dan rongga mulut ke laring
Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral
(orofaring), dan laring (laringofaring)
Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus
respiratorius dan digestif
2
Laring
Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang
menghubungkan faring dan trakea
Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :
Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama
menelan
Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini
membentuk jakun (Adam’s apple)
Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring
(terletak di bawah kartilago tiroid)
Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago
tiroid
Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi
suara (pita suara melekat pada lumen laring)
Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi
Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing
dan memudahkan batu
Trakea
Disebut juga batang tenggorok
Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina
B. Saluran Nafas Bawah
Bronkus
Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri
Disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus)
Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus
lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental
3
Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental
yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan saraf
Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus
Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang
membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas
Bronkiolus Terminalis
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak
mempunyai kelenjar lendir dan silia)
Bronkiolus respiratori
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori
Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas
konduksi dan jalan udara pertukaran gas
Duktus alveolar dan Sakus alveolar
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus
alveolar dan kemudian menjadi alveoli
Alveoli
Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2
Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas
70 m2
Terdiri atas 3 tipe :
Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli
Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi
surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah
alveolar agar tidak kolaps)
4
Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis
dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan
Paru-paru
Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut
Terletak dalam rongga dada atau toraks
Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan
beberapa pembuluh darah besar
Setiap paru mempunyai apeks dan basis
Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris
Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus
Lobus-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan
segmen bronkusnya
Pleura
Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis
Terbagi mejadi 2 :
o Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada
o Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru
Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang
berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama
pernapasan, juga untuk mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru
Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk
mencegah kolaps paru-paru
5
Gambar Anatomi saluran pernapasan
Fisiologi sistem pernapasan
Proses bernafas terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. Ventilasi yaitu masuk dan keluarnya udara atmosfir dari alveolus ke paru-paru
atau sebaliknya.
Proses keluar masuknya udara paru-paru tergantung pada perbedaan tekanan
antara udara atmosfir dengan alveoli. Pada inspirasi, dada ,mengembang,
diafragma turun dan volume paru bertambah. Sedangkan ekspirasi merupakan
gerakan pasif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi :
Tekanan udara atmosfir
Jalan nafas yang bersih
Pengembangan paru yang adekuat
2. Difusi yaitu pertukaran gas-gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveolus
dan kapiler paru-paru.
Proses keluar masuknya udara yaitu dari darah yang bertekanan/konsentrasi
lebih besar ke darah dengan tekanan/konsentrasi yang lebih rendah. Karena
dinding alveoli sangat tipis dan dikelilingi oleh jaringan pembuluh darah kapiler
yang sangat rapat, membran ini kadang disebut membran respirasi.
6
Perbedaan tekanan pada gas-gas yang terdapat pada masing-masing sisi
membran respirasi sangat mempengaruhi proses difusi. Secara normal gradien
tekanan oksigen antara alveoli dan darah yang memasuki kapiler pulmonal
sekitar 40 mmHg.
Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi :
Luas permukaan paru
Tebal membran respirasi
Jumlah darah
Keadaan/jumlah kapiler darah
Afinitas
Waktu adanya udara di alveoli
3. Transpor yaitu pengangkutan oksigen melalui darah ke sel-sel jaringan tubuh
dan sebaliknya karbondioksida dari jaringan tubuh ke kapiler.
Oksigen perlu ditransportasikan dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida
harus ditransportasikan dari jaringan kembali ke paru-paru. Secara normal 97 %
oksigen akan berikatan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah dan
dibawa ke jaringan sebagai oksihemoglobin. Sisanya 3 % ditransportasikan ke
dalam cairan plasma dan sel-sel.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transportasi :
Curah jantung (cardiac Output / CO)
Jumlah sel darah merah
Hematokrit darah
Latihan (exercise)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pernapasan
Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi adalah :
I. Tahap Perkembangan
Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang
sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada yang kecil
dan jalan nafas yang pendek. Bentuk dada bulat pada waktu bayi dan masa
kanak-kanak, diameter dari depan ke belakang berkurang dengan proporsi
7
terhadap diameter transversal. Pada orang dewasa thorak diasumsikan berbentuk
oval. Pada lanjut usia juga terjadi perubahan pada bentuk thorak dan pola napas.
II. Lingkungan
Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi. Makin tinggi
daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup
individu. Sebagai akibatnya individu pada daerah ketinggian memiliki laju
pernapasan dan jantung yang meningkat, juga kedalaman pernapasan yang
meningkat.
Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan berdilatasi,
sehingga darah akan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah panas yang hilang
dari permukaan tubuh akan mengakibatkan curah jantung meningkat sehingga
kebutuhan oksigen juga akan meningkat. Pada lingkungan yang dingin
sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh darah perifer, akibatnya meningkatkan
tekanan darah yang akan menurunkan kegiatan-kegiatan jantung sehingga
mengurangi kebutuhan akan oksigen.
III. Gaya Hidup
Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan dan
denyut jantung, demikian juga suplay oksigen dalam tubuh. Merokok dan
pekerjaan tertentu pada tempat yang berdebu dapat menjadi predisposisi
penyakit paru.
IV. Status Kesehatan
Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat
menyediakan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan
tetapi penyakit pada sistem kardiovaskuler kadang berakibat pada terganggunya
pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh. Selain itu penyakit-penyakit pada sistem
pernapasan dapat mempunyai efek sebaliknya terhadap oksigen darah. Salah
satu contoh kondisi kardiovaskuler yang mempengaruhi oksigen adalah anemia,
8
karena hemoglobin berfungsi membawa oksigen dan karbondioksida maka
anemia dapat mempengaruhi transportasi gas-gas tersebut ke dan dari sel.
V. Narkotika
Narkotika seperti morfin dan dapat menurunkan laju dan kedalam pernapasan
ketika depresi pusat pernapasan dimedula. Oleh karena itu bila memberikan
obat-obat narkotik analgetik, perawat harus memantau laju dan kedalaman
pernapasan.
VI. Perubahan/gangguan pada fungsi pernapasan
Fungsi pernapasan dapat terganggu oleh kondisi-kondisi yang dapat
mempengarhi pernapasan yaitu :
Pergerakan udara ke dalam atau keluar paru
Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru
Transpor oksigen dan transpor dioksida melalui darah ke dan dari sel
jaringan.
Gangguan pada respirasi yaitu hipoksia, perubahan pola napas dan obstruksi
sebagian jalan napas.
Hipoksia yaitu suatu kondisi ketika ketidakcukupan oksigen di dalam tubuh
yang diinspirasi sampai jaringan. Hal ini dapat berhubungan dengan
ventilasi, difusi gas atau transpor gas oleh darah yang dapat disebabkan oleh
kondisi yang dapat merubah satu atau lebih bagian-bagian dari proses
respirasi. Penyebab lain hipoksia adalah hipoventilasi alveolar yang tidak
adekuat sehubungan dengan menurunnya tidal volume, sehingga
karbondioksida kadang berakumulasi didalam darah.
Sianosis dapat ditandai dengan warna kebiruan pada kulit, dasar kuku dan
membran mukosa yang disebabkan oleh kekurangan kadar oksigen dalam
hemoglobin. Oksigenasi yang adekuat sangat penting untuk fungsi serebral.
Korteks serebral dapat mentoleransi hipoksia hanya selama 3 – 5 menit
sebelum terjadi kerusakan permanen. Wajah orang hipoksia akut biasanya
terlihat cemas, lelah dan pucat.
9
VII. Perubahan pola nafas
Pernapasan yang normal dilakukan tanpa usaha dan pernapasan ini sama
jaraknya dan sedikit perbedaan kedalamannya. Bernapas yang sulit disebut
dyspnoe (sesak). Kadang-kadang terdapat napas cuping hidung karena usaha
inspirasi yang meningkat, denyut jantung meningkat. Orthopneo yaitu
ketidakmampuan untuk bernapas kecuali pada posisi duduk dan berdiri seperti
pada penderita asma.
VIII. Obstruksi jalan napas
Obstruksi jalan napas lengkap atau sebagaian dapat terjadi di sepanjang
saluran pernapasan di sebelah atas atau bawah. Obstruksi jalan napas bagian
atas meliputi : hidung, pharing, laring atau trakhea, dapat terjadi karena
adanya benda asing seperti makanan, karena lidah yang jatuh kebelakang
(otrhopharing) bila individu tidak sadar atau bila sekresi menumpuk
disaluran napas.
Obstruksi jalan napas di bagian bawah melibatkan oklusi sebagian atau
lengkap dari saluran napas ke bronkhus dan paru-paru. Mempertahankan
jalan napas yang terbuka merupakan intervensi keperawatan yang kadang-
kadang membutuhkan tindakan yang tepat. Onbstruksi sebagian jalan napas
ditandai dengan adanya suara mengorok selama inhalasi (inspirasi).
10
Gambar. Fisiologi Pernafasan
Gangguan Pola Pernapasan
a. Bradipnea :Frekwensi pernapasan lambat yang abnormal, irama teratur
b. Takipnea :Frekwensi pernapasan cepat yang abnormal
c. Hiperpnea :Pernafasan cepat dan dalam
d. Apnea :Berhenti bernapas
11
e. Hiperventilasi :Sesak nafas yang diakibatkan dari kegagalan vertikel
kiri
f. Hipoventilasi :Pernafasan tampak sulit dan tertahan terutama saat
ekspirasi
g. Pernapasan kussmaul :Nafas dalam yang abnormalbisa cepat, normal atau
lambat pada umumnya pada asidosis metabolik
h. Pernapasan biok :Tidak terlihat pada kerusakan otak bagian bawah dan
depresi pernapasan
i. Pernapasan Cheyne–stokes :Periode pernapasan cepat dalam yang bergantian
dengan periode apnea, umumnya pada bayi dan anak
selama tidur terasa nyenyak, depresi dan kerusakan
otak.
Dispnea / sesak nafas
Definisi
Suatu istilah yang menggambarkan suatu persepsi subjektif mengenai
ketidaknyamanan bernapas yang terdiri dari berbagai sensasi yang berbeda
intensitasnya.
Merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor fisiologi, psikologi, sosial dan
lingkungan dan dapat menginduksi respons fisiologis dan perilaku sekunder.
Mekanisme Dispnea
sensasi dispnea berawal dari aktivasi sistem sensorik yang terlibat dalam
sistem respirasi
informasi sensorik sampai pada pusat pernapasan di otak dan meproses
respiratory –related signals dan menghasilkan pengaruh kognitif,
kontekstual, dan perilaku sehingga terjadi sensasi dispnea.
12
Gambar mekanisme Dispnea
Pembagian Dispnea
Dispnea akut : sesak napas yang berlangsung < 1 bulan
Dispnea kronik : sesak napas yang berlangsung > 1 bulan
Etiologi
Sistem Kardiovaskular, yaitu dispneu yang disebabkan oleh adanya kelainan pada
jantung, misalnya :
infark jantung akut (IMA), dimana dispneu serangannya terjadi bersama-sama
dengan nyeri dada yang hebat.
Fibrilasi atrium, dispneu timbul secara tiba-tiba, dimana sudah terdapat
penyakit katup jantung sebelumnya.
Kegagalan jantung kiri (Infark miokard akut dengan komplikasi, example :
edema paru kardiogenik) dimana dispneu terjadi dengan mendadak pada malam
hari pada waktu penderita sedang tidur; disebutParoxysmal nocturnal dyspnoe.
Pada keadaan ini biasanya disertai otopneu dimana dispneu akan berkurang bila
si pasien mengambil posisi duduk.
13
Sistem respirasi;
Pneumotoraks, penderita menjadi sesak dengan tiba-tiba, sesak nafas tidak akan
berkurang dengan perubahan posisi.
Asma bronchiale, yang khas disini adalah terdapatnya pemanjangan dari
ekspirasi dan wheezing (mengi).
COPD, sesak bersifat kronik dimana dispneu mempunyai hubungan dengan
exertional (latihan).
Edema paru yang akut, sebab dan tipe dari dispneu disini adalah sama dengan
dispneu yang terjadi pada penyakit jantung.
Hematogenous dispneu
Disebabkan oleh karena adanya asidosis, anemia atau anoksia, biasanya
berhubungan dengan exertional (latihan).
Neurogenik dispneu;
Psikogenik dispneu yang terjadi misalnya oleh karena emosi dan organik dispneu
yang terjadi akibat kerusakan jaringan otak atau karena paralisis dari otot-otot
pernafasan.
Sistem metabolic/ ginjal;
Pada CKD dan sindrom nefrotik.
Sistem Endokrin
Pada hipertiroid.
Intoksikasi
Pada overdosis aspirin, shock anafilaktik.
Obesitas
Pada obesitas masif.
14
Psikogenik;
Pada gangguan somatisasi, ansietas dan depresi.
Kondisi dispneu pada berbagai sistem
Klasifikasi
Dispnea dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Inspiratori dispnea, yakni kesukaran bernapas pada waktu inspirasi yang
disebabkan oleh karena sulitnya udara untuk memasuki paru-paru.
Ekspiratori dispnea, yakni kesukaran bernapas pada waktu ekspirasi yang
disebabkan oleh karena sulitnya udara yang keluar dari paru-paru.
Kardiak dispnea, yakni dispnea yang disebabkan primer penyakit jantung.
Exertional dispnea, yakni dispnea yang disebabkan oleh karena olahraga.
Exspansional dispnea, dispnea yang disebabkan oleh karena kesulitan
exspansi dari rongga toraks.
Paroksismal dispnea, yakni dispnea yang terjadi sewaktu-waktu, baik
pada malam maupun siang hari.
Ortostatik dispnea, yakni dispnea yang berkurang pada waktu posisi
duduk.
Patofisiologi
15
1. Kekurangan oksigen (O2)
Gangguan konduksi maupun difusi gas keparu-paru
Obstruksi dari jalan nafas, misalnya pada bronchospasme & adanya benda asing
Berkurangnya alveoli ventilasi, misalnya pada edema paru, radang paru,
emfisema.
Fungsi restriksi yang berkurang, misalnya pada. pneumotoraks, efusi
pleura dan barrel chest.
Penekanan pada pusat respirasi
2. Gangguan pertukaran gas dan hipoventilasi
Gangguan neuro muscular
Gangguan pusat respirasi, misal karena pengaruh sedatif
Gangguan medulla spinalis misalnya sindrom guillain-barre
Gangguan saraf prenikus, misalnya pada poliomielitis
Gangguan diafragma, misalnya tetanus
Gangguan rongga dada, misalnya kifiskoliosis
Gangguan obstruksi jalan nafas: Obstruksi jalan nafas atas, misal laringitis/udem
laring; Obstruksi jalan nafas bawah, misal asma brochiale dalam hal ini status
asmatikus sebagai kasus emergency
Gangguan pada parenkim paru, misalnya emfisema dan pneumonia
Gangguan yang sirkulasi oksigen dalam darah, misalnya pada keadaan ARDS
dan keadaan kurang darah.
3. Pertukaran gas di paru-paru normal tapi kadar oksigen di dalam paru-paru
berkurang. Hal ini oleh karena 3 hal, yaitu :
Kadar Hb yang berkurang
Kadar Hb yang tinggi, tapi mengikat gas yang afinitasnya lebih tinggi misalnya
CO ( pada kasus keracunan ketika inhalasi gas)
Perubahan pada inti Hb, misalnya terbentuknya met-Hb yang mempunyai inti
Fe 3+.
16
4. Stagnasi dari aliran darah, dapat dibagi atas :
Sentral, yang disebabkan oleh karena kelemahan jantung.
Gangguan aliran darah perifer yang disebabkan oleh renjatan (shock), contoh
syok hipovolemik akibat hemototaks.
Lokal, disebabkan oleh karena terdapat vasokontriksi lokal
Dapat pula disebabkan oleh karena jaringan tidak dapat mengikat O2 , terdapat
contohnya pada intoksikasi sianida.
5. Kelebihan carbon dioksida ( CO2 )
Karena terdapatnya shunting pada COPD sehingga menyebabkan terjadinya aliran
dari kanan ke kiri.
6. Hiperaktivasi refleks pernafasan
Pada beberapa keadaan refleks Hearing-Breuer dapat menjadi aktif. Hal ini
disebabkan olek karena refleks pulmonary stretch.
7. Emosi
8. Asidosis
Banyak hubungannya dengan kadar CO2 dalam darah dan juga karena kompensasi
metabolik.
9. Penambahan kecepatan metabolisme
Pada umumnya tidak menyebabkan dispneu kecuali bila terdapat penyakit penyerta
seperti COPD dan payah jantung (dekomensasi kordis).
Pemeriksaan penunjang.
1) Pemeriksaan fungsi paru dapat membantu menentukan apakah dispnea berasal dari penyakit jantung, penyakit paru, abnormalitas dinding dada, atau kecemasan.
2) Ekokardiografi atau ventrikulografi dengan radionuklida juga dapat membantu. Fraksi ejeksi ventrikel kiri berkurang pada kegagalan ventrikel kiri, yang kanan dapat menurun pada saat istirahat atau meningkat selama aktivitas pada penderita penyakit paru berat, dan fraksi ejeksi ventrikel kiri dan kanan normal pada saat
17
istirahat dan selama aktivitas pada dispnea yang berhubungan dengan kecemasan atau malingering.
3) Observasi yang cermat selama tes treadmill sering dapat mengidentifikasi dispnea akibat malingering atau kecemasan.
4) Tes latihan kardiopulmoner (cardiopulmonary exercise testing) juga sangat bermanfaat, di mana dilakukan penilaian kapasitas maksimal dalam melakukan aktivitas fungsional, sekaligus pemeriksaan EKG, tekanan darah, konsumsi oksigen, oksimetri, dan ventilasi.
Pola–pola Abnormal dalam Cardiopulmonary Exercise TestingKeterbatasan pada fungsi kardiovaskular. Denyut jantung > 85% dari prediksi maksimal Ambang anaerobik yang rendah Penurunan konsumsi oksigen maksimal Tekanan darah drop dengan aktivitas fisik Aritmia atau iskemia pada EKG Tidak mampu mencapai prediksi ventilasi maksimal Tidak memiliki desaturasi yang signifikan
Keterbatasan pada fungsi respirasi. Mampu mencapai atau melampaui prediksi ventilasi maksimal Desaturasi signifikan (<90%) Dead space yang stabil atau meningkat terhadap rasio volume tidal Adanya perkembangan ke arah atau telah terjadi bronkospasme dengan nilai FEV1 yang jatuh Tidak mampu mencapai 85% dari prediksi denyut jantung maksimal Tidak terdapat tanda iskemia pada EKG
Diagnosis Banding
Dispnea akut Dispnea kronik
b. Jantung:CHF, CAD, aritmia, perikarditis, AMI, anemia.
c. Pulmoner:COPD, asma, pneumonia, pneumotoraks, efusi pleura, edema pulmonal, GERD dengan asfiksia.
d. Psikogenik:
a. Jantung:CHF, CAD, aritmia, pericardiac disease, valvular heart disease
b. Pulmoner:COPD, asma, efusi pleura, bronkiektasis, keganasan.
c. Noncardiac – nonpulmonary Tromboemboli
18
Panic attack, hiperventilasi, sensasi nyeri, ansietas.
e. Obstruksi saluran napas atas:Epiglotitis, croup, Epstain-Barr virus
f. EndokrinAsidosis metabolic
g. Sentral:Neuromuscular disorder, nyeri, overdosis aspirin, hipoksia
Hipertensi pulmonal Obesitas massif Anemia berat Sirosis Hepatis Uremia Penyakit tiroid Neuromuscular (myasthenia
gravis) Laryngeal disease Tracheal
Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik terlihat menggunakan otot-otot pernapasan tambahan. Ekspirasi
maupun inspirasi tergantung kepada tipe dari dispnea. Pemeriksaan yang dilakukan adalah
sangat luas, akan tetapi dapat digolongkan menjadi 7 bagian, yakni:
Tanda-tanda yang menyokong pada paru-paru
- Wheezing
- Ronchi
Tanda-tanda yang menyokong adanya dispnea
- Cuping hidung yang bergerak
- Sianosis
Pemeriksaan laboratorium
EKG
Pemeriksaan fungsi paru dan analisis gas.
Pemeriksaan skantigrafi.
Pemeriksaan pemeriksaan infasif jantung.
Penatalaksanaana. Manajemen dispnea yang paling penting adalah mengobati penyakit
dasar serta komplikasinya.
b. Penatalaksaan simptomatis antara lain:
19
Pemberian oksigen 3 lt/menit untuk nasal, atau 5 lt/menit dengan
sungkup
Mengurangi aktifitas yang dapat menyebabkan sesak dengan tirah
baring.
Posisi
Bronkodilator (theophylline)
Pada keaadan psikogenik dapat diberikan sedative
Edukasi
Psikoterapi
Algoritma
1. Dispnea Akut
2. Dispnea Kronik
20
DAFTAR PUSTAKA
21
Altose M, Cherniack N. Respiratory sensations and dyspnea Vol 8. American: Thoman &
Stoker. 2009. h: 360-370.
Campbell MT, Templin. A Respiratory Distress Observation Scale for patients unable to
self-report dyspnea Vol 13. 2010. h: 285-290.
Nelwan R.H.H. Demam: Tipe dan pendekatan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilild II.
Edisi VI. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Jakarta: Pusat
Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2014. h:1583-1590.
Decramer M, Lacquet LM, Fagard R., Rogiers P. Respiratory and Critical Care Medicine Vol. 159. American: Mahler, D. A. 2007. hal: 321-340.
Higgins, M. Evaluation of dyspnea Vol. 111. New York: Silvestri. 2006. h: 393–404
Manning HL, Schwartzstein RM. Pathophisiology of dispnea Vol 6. New York: Epstein. 2011. h: 1547-1553.
22