isi makalah 3.docx
Post on 17-Feb-2015
199 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Populasi adalah suatu kelompok individu yang spesiesnya sama dan menempati dalam
suatu habitat yang cukup kecil sehingga memungkinkan terjadinya interbreding diantara anggota
semua kelompoknya.
Perbedaan kondisi lingkungan, sumber daya, dan gangguan cuaca, hanyalah beberapa
faktor yang mempengaruhi dinamika populasi dan pola tanaman. Sesuatu yang berbeda dari
kondisi lingkungan tidak hanya merubah distribusi dan kelimpahan individu tetapi mungkin
untuk mengubah tingkat pertumbuhan, produksi benih, pola, luas daun, daerah akar, dan jumlah
individu, kelangsungan hidup,. dan pola pertumbuhan dan reproduksi mencerminkan adaptasi
tanaman untuk lingkungan tertentu.
Tidak seperti kebanyakan hewan, banyak tanaman menghasilkan secara aseksual
individu baru dan bisa menambah organ baru (bunga, daun, akar, dan cabang) dalam
menanggapi perubahan di lingkungan eksternal. Ekologi disini membahas tentang populasi
tumbuhan. Oleh karena itu, dinamika dalam suatu populasi tidak berkurang dan akan terus
menghasilkan tanaman baru.
Tujuan dalam pembahasan ini adalah kita akan membahas tentang populasi pada
umumnya dan pertumbuhan serta penyusutan populasi pada khusunya. Selanjutnya kita akan
mengembangkan populasi tanaman dengan membahas mengenai faktor-faktor yamg
mempenguruhinya.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalahnya yaitu:
1. Mengidentifikasikan tentang populasi tanaman!
2. Menjelaskan ukuran- ukuran untuk menggambarkan keadaan populasi!
3. Menjelaskan pertumbuhan populasi serta faktor-faktor yang mempengaruhinya!
4. Menjelaskan penyusutan populasi serta faktor-faktor yang mempengaruhinya!
2
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Dapat mengidentifikasikan tentang populasi tanaman.
2. Dapat menjelaskan ukuran- ukuran untuk menggambarkan keadaan populasi.
3. Dapat menjelaskan pertumbuhan populasi serta faktor-faktor yang mempengaruhi
mempengaruhinya.
4. Dapat menjelaskan penyusutan populasi serta faktor-faktor yang
mempemgaruhinya.
3
BAB II
POPULASI,
PERTUMBUHAN DAN PENYUSUTAN
2.1 POPULASI TUMBUHAN
2.1.1 Pengertian populasi tumbuhan
Dalam ekologi tumbuhan secara umum yang dimaksud dengan populasi adalah
sekelompok individu tumbuh-tumbuhan sejenis, seperti pohon karet yang ditanam
diperkebunan, tanaman padi di sawah, dan lain lain. Dalam ekosistem, populasi tumbuhan
tidaklah statis karena dipengaruhi oleh pertambahan atau pengurangan anggota populasi
sepanjang waktu. Perubahan populasi dapat diketahui dari berbagai sifat populasi yang
menjadi ciri-ciri populasi, seperti kerapatan populasi, natalitas, mortalitas, pertumbuhan atau
persebaran populasi. Salah satu sifat populasi yang bersifat numeric dan struktural adalah
kerapatan jenis, yaitu jumlah individu tumbuhan per satuan luas. Dengan kerapatan dapat
ditentukan perkembangan populasi dan sifat persebarannya.
Faktor-faktor yang merubah populasi .Tingkat populasi dari spesies bisa banyak
berubah sepanjang waktu. Kadangkala perubahan ini disebabkan oleh peristiwa-peristiwa
alam. Misalnya perubahan curah hujan bisa menyebabkan beberapa populasi meningkat
sementara populasi lainnya terjadi penurunan. Atau munculnya penyakit-penyakit baru
secara tajam dapat menurunkan populasi suatu spesies tanaman atau hewan.
Populasi tumbuhan dengan dinamikanya dapat diamati dengan melihat penyebarannya
permukaan bumi, jarak yang tidak sama antara tumbuhan satu dan tumbuhan lainnya
disebabkan karena perbedaan lingkungan, sumber daya, tetangga dan gangguan. Ukuran
populasi (N) berubah menurut waktu disebut dinamika populasi.
Perbedaan lingkungan tidak hanya mempengaruhi dan memodifikasi distribusi dan
kelimpahan individu, tetapi sekaligus merubah laju pertumbuhan, produksi biji, pola
percabangan, area daun, area akar, dan ukuran individu. Penyebaran tumbuhan,
kelulushidupan, pola pertumbuhan serta kecepatan reproduksi semuanya mencerminkan
adaptasi tumbuhan tersebut dengan lingkungannya.
4
2.1.2 Persoalan khusus ekologi populasi
Distribusi dan kelimpahan tumbuhan dalam ruang dan waktu merupakan problema bagi
ekologi populasi tumbuhan, karena tumbuhan mampu menghasilkan individu baru dengan
melalui :
a. aseksual
Kaitan reproduksi tumbuhan yang dapat dilakukan dengan aseksual (Ramet) maka
batasan populasi tidak hanya sekedar pada indvidu baru namun juga percabangan,
ataupun perangkat organ baru yang mampu merespon lingkungan tempat hidupnya,
sehingga populasi tumbuhan tidak hanya dilihat dari distribusi dan dinamika
individu tumbuhan, tetapi juga termasuk pertumbuhan dinamika individu tumbuhan
sendiri, seperti cabang, ranting, ataupun propagul.
b. Seksual
Keterkaitan reproduksi tumbuhan yang dilihat dari cara reproduksi seksual
(genet) maka dinamika dan distribusi tumbuhan diamati dari pertambahan individu.
Berdasarkan batasan diatas apakah dapat reproduksi seksual dan aseksual dibedakan
jelas dalam suatu vegetasi. Parameter populasi yang dapat digunakan untuk
mengukur aspek dalam populasi serta model pertumbuhan diantaranya dapat ditinjau
dari:
keluasan penyebaran distribusi.
kecepatan pertumbuhan.
frekuen gen.
densitas.
perbandingan antara sex ratio.
pola penyebaran.
Struktur umur.
5
2.1.3 Pola Penyebaran Populasi di Alam
Yang menyebabkan terjadinya pola sebaran acak, teratur/merata,
atau pun mengelompok yaitu :
1. Mengelompok
- Respon organisme terhadap perbedaan habitat secara
lokal.
- Respon organime terhadap perubahan cuaca musiman
- Akibat cara atau proses reproduksi/regenerasinya
- Sifat-sifat organisme dengan organ vegetatifnya yang
menunjang untuk terbentuknya kelompok/koloni
2. Merata/teratur
- Persaingan yang kuat antar individu dalam populasi.
3. Acak
- Bila faktor lingkungan sangat seragam.
- Tidak ada sifat-sifat mengelompok.
2.2 Pertumbuhan populasi
Pertumbuhan populasi merupakan proses sentral di dalam Ekologi. Karena tidak ada
populasi yang tumbuh secara terus menerus maka kita mengetahui adanya pengaturan
populasi. Interaksi spesies seperti predator, kompetisi, herbivory dan penyakit berdampak
terhadap pertumbuhan populasi dan pertumbuhan populasi menghasilkan perubahan dalam
struktur komunitas oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui bagaimana suatu
populasi tumbuh.Suatu populasi yang dilepaskan pada suatu lingkungan yang sesuai, akan
terus bertambah jumlahnya. Contohnya populasi tanaman tebu,tanaman tebu yang selalu
kita banggakan akan berhasil jika sejak awal kita memahami tentang Pola pertumbuhan dan
faktor yang berpengaruh terhadap tanaman tebu.Produktivitas tebu merupakan hasil
interaksi antara faktor internal tanaman dan lingkungan. Setelah diperoleh tanaman tebu
dengan kualitas potensi produksi yang tinggi, maka produktivitas tebu sepenuhnya menjadi
tanggungan lingkungan yang menentukan. Faktor lingkungan yang berperan penting dalam
menetukan produktivitas tidak hanya melulu pada sumberdaya lahan semata, tetapi juga
termasuk usaha pengelolaan sumberdaya lahan tersebut khususnya menyangkut cara
memanipulasi lingkungan sumberdaya lahan yang tersedia untuk mencapai tingkat potensi
6
lingkungan tumbuh yang paling sesuai untuk pertumbuhan tanaman tebu. Secara internal,
sumberdaya lahan penentu keberhasilan pencapaian tebu untuk mendekati potensinya
adalah kesuburan tanah baik secara fisik maupun kimia. Sedangkan faktor eksternal
sebagai penentu adalah budidaya tebu. Namun dari faktor tersebut yang sangat dominan
sebagai penentu adalah pengolahan tanah, pemupukan, pengendalian organisme
penggangu (hama, penyakit dan gulma), pengendalian air (drainase dan irigasi) serta tebang
angkut.
2.2.1 Faktor Internal
Tanaman tebu memiliki sifat inhern yang sangat menentukan perolehan produk-
tivitasnya, yaitu varietas dan bibit. Pengalaman menunjukkan bahwa varietas sangat sig-
nifikan dalam mempengaruhi produktivitas tebu. Rekayasa varietas pada saat sekarang
ini diarahkan pada penciptaan varietas yang bersifat ekolokasi, artinya sifat unggul suatu
varietas terhadap kondisi lingkungan tertentu. Kualitas bibit akan sangat menentukan
pola pertumbuhan tebu. Bibit yang baik biasanya akan menghasilkan pertumbuhan yang
baik pula. Sebaliknya, bibit yang jelek akan menyebabkan pertumbuhan jelek.
Varietas
Varietas berdasarkan sifat inhernnya dapat direkayasa untuk menghasilkan vari-
etas yang dikondisikan unggul terhadap tujuan tertentu, sebagai contoh varietas dikon-
disikan dengan karakteristik ; kadar rendemen tinggi, diameter batang besar, pertum-
buhan awal anakan cepat, tahan keprasan, tahan kekeringan, tahan terhadap hama
penyakit tertentu, dan lain sebagainya. Kondisi dengan sifat inhern yang unggul
demikian tentu sangat bermanfaat terhadap perolehan produktivitas sebelum varietas
tersebut berinteraksi dengan lingkungannya. Bagian yang terpenting lainnya adalah
rekayasa varietas untuk mendukung perolehan produksi gula yang tinggi dan mempermu-
dah pengelolaan tebu yang ditanam dan pengaturan jadwal giling tebu di pabrik. Selain
itu, dihasilkan pula varietas dengan perbedaan kemasakan yang dikenal kategori varietas
masak awal, tengah dan akhir. Penggunaan varietas tebu bersifat sangat dinamis. Setiap
periode waktu, varietas yang telah lama digunakan secara terus menerus tidak selalu
menguntungkan, sebagai akibat akan terjadinya penurunan kualitas genetik, kepekaan ter-
hadap hama dan penyakit yang dapat meyebabkan merosotnya perolehan hasil gula.
Oleh karena itu, untuk menghindari kondisi demikian diupayakan selalu terjadi regen-
7
erasi varietas di lapangan untuk mempersiapkan perolehan varietas pengganti. Varietas
tebu sebaiknya tidak ditaman lebih dari 8 tahun. Rekayasa varietas selama sepuluh tahun
terakhir telah berlangsung secara intensif, sehingga begitu banyak varietas unggul yang
dirilis dan saat ini sudah beredar di lapangan. Keuntungan dengan kondisi varietas yang
beraneka ragam adalah pengelola tebu di lapangan akan memperoleh kemudahan dalam
pilihan varietas yang dikehendaki sesuai dengan kondisi lingkungannya.
Bibit
Faktor tanaman lain yang sangat menentukan pertumbuhan tanaman adalah kuali-
tas dan jumlah bibit. Faktor ini dapat dikatakan sebagai faktor inhern mengingat kondisi
bibit dalam pertumbuhannya di tahap awal sangat tergantung pada kualitas bibit. Se-
belum bersentuhan dengan faktor lingkungan, fase pertumbuhan tanaman dalam proses
perkecambahan sangat tergantung kepada ketersedian air dan makanan yang terdapat
dalam bibit. Bibit dengan kualitas yang jelek, misalnya diperoleh dari umur bibit yang
sudah tua yang kondisi distribusi air dan hara dalam jaringan lembaga tunas sudah berku-
rang akan menyulitkan terjadinya inisiasi tumbuh tunas. Selain itu misalnya kondisi bibit
yang terinfeksi hama penyakit akan menyebabkan hambatan dalam proses inisiasi pertu-
nasan dan fase pertumbuhan tanaman lainnya. Kemudian jumlah bibit yang ditanam san-
gat mempengaruhi jumlah tunas dan populasi pertumbuhan tanaman. Meskipun pada
awal perkecambahan, jumlah tunas berkorelasi dengan jumlah mata yang berinisiasi men-
jadi tunas, namun sesungguhnya pola pertumbuhan populasi tebu akan mengalami kese-
imbangan mencapai populasi optimal disebabkan antara masing-masing tunas akan ter-
jadi persaingan terhadap faktor lingkungan tumbuh. Artinya pola pertumbuhan populasi
tanaman pada peride pertunasan maksimal, akan diikuti penurunan populasi tanaman
sampai mencapai pertumbuhan populasi batang optimal.
Faktor Eksternal
8
Faktor eksternal atau lingkungan ideal yang sangat berpengaruh terhadap perole-
han produktivitas tebu adalah iklim, kesuburan tanah, kesehatan tanaman dan budidaya.
Secara khusus iklim yang menentukan pertumbuhan tanaman dikaitkan dengan sifat-sifat
kelembaban (berkaitan dengan ketersediaan air, curah hujan), penyinaran matahari dan
temperatur udara.
Kesuburan Tanah
Tanah adalah sebagai mediator sekaligus tempat tanaman memperoleh materi
yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Selain sebagai tempat tersediaanya air dan oksi-
gen, tanah juga tempat menyediakan makanan (hara) yang dibutuhkan tanaman. Tanah
yang subur dengan kondisi ketersediaan air, oksigen dan makanan yang memadai, maka
tanaman tebu yang tumbuh di atasnya akan menunjukkan penampilan pertumbuhan dan
hasil produksi tebu yang baik. Sebaliknya, pada kondisi tanah yang kurang subur sebagai
akibat terdapatnya faktor pembatas yang dapat disebabkan oleh keterbatasan sifat fisik
dan atau sifat kimia, akan menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan hasil gula
yang diperoleh tidak akan maksimal. Pada kondisi kesuburan tanah tidak mengun-
tungkan, maka untuk memaksimalkan hasil pertumbuhan tanaman sering dilakukan ma-
nipulasi oleh manusia melalui budidaya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui
manipulasi fisik untuk mencapai kondisi status fisik tanah yang menguntungkan bagi per-
tumbuhan perakaran dan manipulasi kimia untuk meningkatkan ketersediaan hara yang
biasanya dilakukan melalui penambahan hara dari luar tanah melalui pemupukan.
Pemupukan
Pemupukan dilakukan seyogyanya harus berdasarkan kebutuhan tanaman.
Pemupukan untuk memacu pertumbuhan vegetatif dilakukan dengan pemberian pupuk N
yang memadai. Pemupukan untuk memacu pertumbuhan generatif dilakukan dengan
pemberiaan pupuk P dan K. Memperhatikan setiap hara memiliki spesifikasi dalam me-
nunjang pertumbuhan tebu, maka seharusnya dilakukan penyesuaian aplikasi pemupukan
dengan kebutuhannya. Pada fase pertumbuhan tebu yang cepat, yaitu pada masa pertu-
nasan (1-3 bulan) dan pemanjangan batang (3-9 bulan), selayaknya tanaman mendap-
atkan pasok hara N yang cukup. Hara N yang berperan dalam pembelahan sel akan men-
dukung pertunasan secara horizontal (terbentuknya anakan) dan pertumbuhan vertikal
(pemanjangan batang). Namun yang perlu diperhatikan bahwa sepanjang fase pertum-
9
buhan dengan periode yang cukup lama yaitu selama 9 bulan (1-9 bulan), bukan berarti
setiap periode waktu bisa dilakukan penambahan pupuk N, akan tetapi terdapat per-
syaratan pemberian pupuk N dari sisi waktu aplikasi untuk menghasilkan gula secara
maksimal. Pemberian pupuk N diusahakan tidak melebihi umur tanaman tebu lebih dari
4 bulan. Pemberian pupuk N yang melebihi batas waktu pemberian optimal sangat tidak
menguntungkan karena akan menyebabkan terganggunya proses fase pertumbuhan gener-
atif. Pemberian pupuk N yang terlambat (>4 bulan) akan mengakibatkan tebu lambat
masak dan secara visual daun tanaman terus tetap berwarna hijau.
Kemudian hara P dibutuhkan tanaman meskipun secara harfiah dikaitkan per-
anannya dengan fase kemasakan atau fase terjadinya penimbunan karbohidrat di batang,
yang sering diistilahkan dengan pertumbuhan generatif, namun sesungguhnya secara fisi-
ologi tanaman peranan hara P menonjol dalam transfer energi. Proses perpindahan energi
dari satu bagian sel dan jaringan tanaman tentu terjadi sepanjang fase pertumbuhan secara
keseluruhan. Dengan kata lain hara P sangat dibutuhkan sejak fase inisiasi perkecamba-
han sampai fase kemasakan. Hanya saja pada saat tumbuh inisiasi tunas dari matnya ke-
butuhan hara P disuplai dari asal bibit. Sedangkan setelah periode tersebut sepenuhnya
kebutuhan P tergantung dari ketersediaan hara dalam tanah. Pemberian P dikaitkan se-
lalu direkomendasikan pada saat tanam tidak lain alasannya adalah hara P diperlukan sep-
anjang fase pertumbuhan dan pada umumnya jenis pupuk P dalam bentuk relative sukar
larut, sehingga membutuhkan waktu yang cukup untuk proses pelarutan pupuk kedalam
bentuk yang tersedia tanah.
Permasalahan hara K ditinjau dari tindakan pemupukan adalah disamping ke-
pentingan K dominan pada saat terjadi traslokasi dan penimbunan karbohidrat dibatang,
juga K sangat diperlukan untuk membantu proses fotosintesis. Pemupukan K pada tebu
dapat dilakukan dalam dua periode waktu, yaitu pada saat tanam atau pada saat tanaman
telah berumur 1-2 bulan. Selain itu K di dalam tanah memiliki kemampuan ketersediaan
hara yang relatif mudah diambil tanaman melalui pertukaran antar ion dan K terikat
dalam koloid tanah sehingga tidak mudah hilang tercucikan.
Kesehatan Tanam
10
Kesehatan tanaman menetukan pertumbuhan tanaman. Tanaman tebu yang terin-
feksi organisme pengganggu dapat berupa hama, penyakit dan gulma dapat dipastikan
tidak akan tumbuh notmal. Kesehatan penyakit diperhatikan sejak awal, dimulai dari
penyediaan bahan tanaman sampai akhir menjelang panen. Bahan tanaman merupakan
sarana awal sering terjadinya infeksi organisme terutama penyakit dan larva hama. Ba-
han tanaman yang terserang penyakit kalau tanaman tidak mengalami kematian lebih
awal, penyakit tersebut akan terbawa selama fase pertumbuhannya yang dapat menye-
babkan pertumbuhan tanaman tidak normal. Oleh karena itu, dalam pemilihan bibit ser-
ing dilakukan tahap sortasi, seleksi dan inspeksi kesehatan tanaman.
Tindakan penyehatan tanaman sering dilakuan melalui sanitasi kebun sebagai
misal dengan melakukan pemeliharaan tanaman pada petak kebun dengan baik dan be-
nar. Salah satu faktor penghambat produksi gula adalah adanya serangan hama. Penyakit
dan gulma. Upaya yang tepat pada perlindungan atau proteksi tanaman dapat menyela-
matkan produksi gula kurang lebih 20 persen.
Beberapa macam hama yang sering dijumpai pada tanaman tebu adalah peng-
gerek pucuk, penggerek batang, kutu bulu putih, tikus, uret dan babi hutan. Uret dan kutu
bulu putih merupakan hama utama bagi tanaman tebu di lahan kering.
Penggerek pucuk. Hama ini berupa ulat yang menyerang pucuk tanaman sehingga
mematikan titik tumbuh. Usaha pemberantasannya menggunakan insektisida car-
bofuran yang dapat diberikan dengan cara suntikan atau taburan.
Penggerek batang. Hama berupa ulat ini merusak ruas-ruas batang tebu sehingga
pada serangan yang parah dapat merobohkan tanaman. Usaha pengendaliannya
dapat dilakukan secara hayati dengan menggunakan parasit karawai Trichograma
spp., dan parasit lalat Diatraeophaga striatalis.
Kutu bulu putih. Pada daun-daun yang mulai nampak ada kutu bulu putih segera
dipangkas, dimasukkan ke dalam kantong plastic untuk dimusnahkan atau
dibakar. Pada serangan yang sudah luas, pemberantasannya dapat menggunakan
parasit Encarsia flavosculetan atau menggunakan insektisida sistemik misalnya
formation 825 gr/ha atau dimetoat 1000 gr/ha.
Uret. Hama ini menyerang akar dan pangkal tanaman tebu. Tanaman yang
terserang menampakkan gejala kelayuan daun. Pemberantasan uret dengan insek-
11
tisida disarankan menggunakan carbofuran 3 persen sebanyak 50 kg/ha. Penggu-
naan insektisida yang mengandung senyawa BHC hanya diperbolehkan pada la-
han yang tidak ditanami tanaman pangan. Disamping cara kimiawi, pengendalian
hama uret dapat dilakukan secara mekanis dengan cara mengumpulkan uret dan
imagonya. Penangkapan imago harus dilakukan sebelum imago sempat kawin.
Berdasarkan siklus kehidupan uret, penangkapan imago dapat dilaksanakan pada
bulan Oktober hingga Desember.Di daerah dengan serangan hama uret kuat, dian-
jurkan penggunaan insektida yang berformulasi ”slow release”, antara lain durs-
ban 14 S sebanyak 28 kg/ ha yang diberikan di dasar juringan sebelum tebu di-
tanam. Insektisida ini mampu mengendalikan uret selama tiga tahun tanpa
merusak perakaran tebunya.
Tikus. Serangan tikus di daerah-daerah tertentu terjadi hampir setiap tahun, se-
hingga kemungkinan kerugian sangat besar. Pada daerah-daerah yang berbatasan
dengan sawah perlu adanya kerjasama dengan petani padi untuk mengamati
adanya serangan tikus pada tanaman padi. Segera setelah panen, dilakukan gropy-
okan dan pengasapan pada lubang-lubang persembunyian maupun pemasangan
umpan beracun.Beberapa penyakit yang biasa menyerang tanaman tebu antara
lain penyakit mosaik, penyakit pembuluh, luka api (smut), blendok dan pokah-
bung.
Penyakit mosaik. Penyebab penyakit ini adalah virus mosaic. Tanda-tanda
penyakit ini yaitu pada daun terdapat gambaran mosaik berupa garis-garis dan
noda-noda berwarna hijau muda sampai kuning. Cara pencegahan yang telah di-
lakukan selama ini adalah dengan menggunakan bibit terseleksi yang berasal dari
tanaman sehat dan dari varietas tebu yang tahan terhadap penyakit mosaik seperti
Ps 56, F 154, F 156 atau M 442-51.
Penyakit pembuluh. Penyebab penyakit ini adalah bakteri Clavibacter xylisubsp
xyli. Tanaman yang terserang menampakkan gejala pertumbuhan yang kurang
sempurna terutama tanaman keprasan tampak kerdil. Gejala yang khas yaitu terli-
hat warna jingga kemerah-merahan pada berkas-berkas pembuluh batang tebu
menjelang masaknya tebu. Cara pencegahan penyakit ini antara lain dengan
melakukan deinfeksi alat pemotong tebu dengan lisol 20%, penanaman dengan
12
menggunakan bibit sehat yang diperoleh dengan perawatan air panas terhadap
bibit tebu pada suhu 50°C selama 2-3 jam.
Penyakit luka api (smut). Penyebabnya adalah Ustilago scitaminea Syd. Gejala
penyakit ini timbulnya cambuk hitam pada pucuk tebu. Pencegahannya dengan
menanam bibit yang sehat dan varietas yang resisten, bibit didesinfeksi dengan
0,5 gr b.a./triadimefon.
Penyakit blendok. Tanda-tanda serangan penyakit yang disebabkan oleh sejenis
bakteri ini yaitu apabila batang dibelah tanpak pembuluh-pembuluh berwarna
kuning tua sampai merah tua. Usaha pencegahannya dengan deinfeksi pisau pe-
motong menggunakan lisol.
Penyakit pokahbung. Penyakit ini disebabkan oleh sejenis jamur dan terutama
timbul di musim hujan. Tanda-tanda penyakit ini adalah pada daun muda terlihat
memutih (chlorosis). Pada serangan yang parah, pusuk tanaman menjadi busuk,
pembuluh tanaman menjadi tidak normal bentuknya (bengkok dan luka). Pember-
antasan untuk tanaman yang telah terserang dengan cara disemprot bubur Bordo 1
% seminggu sekali.
Gangguan gulma dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar karena bisa menye-
babkan penurunan bobot tebu. Pengendalian gulam disamping dengan cara manual
ataupun kimiawi menggunakan herbisida, dapat pula dilakukan secara kultur teknis den-
gan menciptakan kondisi lingkungan yang dapat menekan pertumbuhan gulma atau den-
gan cara mekanis dengan pembajakan dan penggaruan. Keempat cara tersebut dalam
pelaksanaannya dapat dilakukan secara terpadu. Usaha pengendalian gulma akan dapat
memberikan hasil yang baik apabila pelaksanaannya tepat waktu, cara, alat maupun dosis
dan jenis herbisida yang digunakan.
Budidaya
13
Budidaya dapat diartikan sebagai upaya manusia untuk memanipulasi kondisi
lingkungan dan kondisi pertumbuhan tanaman mendekati terhadap kondisi ideal yang di-
harapkan oleh tanaman sehingga tanaman yang diupayakan menghasilkan produktivitas
yang maksimal. Beberapa kegiatan budidaya tanaman yang sangat signifikan membantu
proses pertumbuhan tanaman adalah pemberian air, turun tanah dan kadang dilakukan
penjarangan tanaman untuk menghasilkan kondisi keleluasaan pertumbuhan tanaman se-
cara maksimal. Pemberian air yang utama dilakukan adalah menyiapkan kelembaban
tanah yang terjamin pada periode perkecambahan dan pertunasan. Ketersediaan air yang
mencukupi akan merangsang inisiasi tunas dari mata tunas sehingga tercipta perkecamba-
han yang optimal. Selain itu, pemberian air untuk menjaga kelembaban pada proses per-
tunasan sangat diperlukan hingga mencapai pertunasan anakan maksimal.
Turun tanah atau pemberian tanah disekitar perakaran sangat membantu proses
pertumbuhan tebu terutama dalam peride pertunasan dan pertumbuhan pemanjangan
batang. Pola penyiapan lahan untuk peletakan bibit dalam juringan pada akhirnya diba-
gian dasar juringan akan membutuhkan tambahan tanah segar yang diturunkan dari
bagian permukaan juringan ke bagian dalam juringan yang tujuannya untuk
meningkatkan volume tanah. Bagian tanah yang diturukan memiliki sifat fisik yang
cukup baik seperti misalnya tanah berstruktur remah dan gembur, beruang pori makro be-
sar dan menyediakan tambahan hara untuk menunjang pertumbuhan bakal tunas akar
baru sehingga pertumbuhan perakaran yang memadai pada akhirnya akan mendukung
pertumbuhan bagian atas tanaman yang lebih baik.
Tebang Angkut
Setelah tanaman tebu selama 12 bulan dipelihara untuk mencapai kondisi perole-
han hasil optimal, maka di periode akhir pertumbuhan yang menentukan perolehan pro-
duktivitas gula adalah tebang angkut. Para pengamat agronomis tebu di lapangan menge-
mukakan perhatian tebang angkut sesungguhnya adalah tahap pengamanan dalam mene-
tukan perolehan produktivitas tebu. Namun kenyataannya kontribusi tebang angkut yang
dilakukan secara tidak hati-hati dapat menyebabkan kehilangan hasil gula hingga menca-
pai 30%. Apabila itu terjadi, sungguh sangat merugikan dalam kehilangan momen keun-
tungan, waktu dan usaha pemeliharaan yang sia-sia.
2.3 Penyusutan populasi
14
Penyusutan jumlah populasi makhluk hidup disebabkan oleh faktor cuaca, iklim,
ruang, dan waktu. Populasi makhluk hidup sekarang semakin menyusut dan cenderung
mempunyai sifat endemis. Makhluk hidup endemis merupakan makhluk hidup yang ter-
dapat di suatu tempat dalam jumlah terbatas, sedangkan di tempat lain tidak ditemukan.
Penyusutan jumlah populasi juga disebabkan oleh jarangnya perkembangan biakan dan
tingginya persaingan hidup antarindividu. Kelompok makhluk hidup yang menyusut
harus dilestarikan dan di jaga. Makhluk hidup yang populasinya rendah disebut makhluk
hidup langka.
Penyusutan jumlah populasi juga dapat terjadi karena ulah manusia. Manusia
terkadang memanfaatkan suatu jenis populasi berlebihan sehingga tidak seimbang dengan
laju pemulihannya. Manusia juga sering mengubah suatu habitat makhluk hidup menjadi
perumahan atau lahan produksi. Kegiatan-kegiatan seperti ini dapat menjadi
menyusutkan jumlah populasi makhluk hidup. Jika penyusutan ini terus berlanjut, kemu-
ngkinan kelompok makhluk hidup tersebut akan punah. Untuk menghindari kepunahan
makhluk-makhluk hidup tersebut. Perlu dilakukan beberapa usaha, antara lain memberi
perlindungan terhadap hewan ataupun tumbuhan yang populasinya rendah.
contoh salah satu tumbuhan yang populasinya menyusut adalah Hoya spp. (Asclepi-
adaceae) yang dikenal dengan nama umum Hoya,merupakan tumbuhan epifit merambat
yang terdapat di daerah tropis. Tumbuhan ini mulai populer sebagai tanaman hias eksotis
di Eropa, Amerika Serikat dan Australia, karena bentuk bunganya yang unik dan indah.
Selain dapat dikembangkan sebagai tanaman hias, Hoya dimanfaatkan oleh penduduk
setempatsebagai bahan obat tradisional (Zachos 1998). Penelitian eksploratif jugamenun-
jukkan potensi Hoya sebagai bahan insektisida hayati untuk pemberantasanpradewasa
nyamuk Aedes aegypti dan Culex quinquefacsiatus yang merupakan vektor bagi virus
penyebab demam berdarah (Cahyadi 2005; Kusumawati 2005;Mukharam 2005; Rustandi
2005).
Perdagangan internasional jenis-jenis Hoya semakin meningkat, sehingga berimp-
likasi pada peningkatan eksploitasi di alam. Namun demikian, perhatian terhadap potensi
maupun keberadaannya belum memadai, terutama di daerah aslinya. Secara alami Hoya
tersebar di daerah Asia Tenggara dan sekitarnya dengan keragaman jenis terbesar
diperkirakan terdapat di kawasan Malaysia,terutama di wilayah Indonesia (Kleijn & van
15
Don Kelaar 2001, Wanntorp et al.2006; Goyder 2008). Indonesia diperkirakan memiliki
sekitar 30 % kekayaan jenis Hoya dunia. Dari 150-200 jenis Hoya yang terdapat di dunia
(Burton 1992),Indonesia diperkirakan memiliki sekitar 50-60 jenis (Rahayu 1999).
Seiring dengan peningkatan perdagangan internasional yang diimbangi dengan
peningkatan eksploitasi tumbuhan pada habitat aslinya, keberadaan Hoyadi alam menjadi
semakin terancam. Setiap tumbuhan yang bernilai ekonomi dandigunakan dalam perda-
gangan internasional sebaiknya diketahui statuskelangkaannya. Saat ini belum ada status
konservasi yang resmi atau belum adadata bagi jenis-jenis Hoya menurut IUCN karena
belum dilakukan studi populasi,meskipun tumbuhan ini telah menjadi komoditi perdagan-
gan internasional. Selain itu, kepentingan konservasi suatu jenis sebaiknya tidak hanya
didasarkan pada tingkat kelangkaan jumlah individu, melainkan perlu juga memper-
hatikan tingkatkelangkaan gen dan keunikan habitatnya. Berdasarkan kriteria yang dike-
mukakanIUCN (2001), suatu tumbuhan disebut dalam keadaan terancam, antara lain jika
terjadi penyusutan populasi. Penyusutan populasi Hoya di alam menjadi tidak terhin-
darkan manakala terjadi kerusakan dan atau alih fungsi kawasan hutan dalam skala luas
dan terus menerus. Hoya adalah tumbuhan epifit yangkeberadaannya di alam sangat
bergantung kepada keberadaan pepohonan hutan sebagai forofit (pohon tumpangan).
Menurut BAPLAN-DEPHUT (2008), laju deforestasi di Indonesia mencapai 1,17 juta
hektar per tahun, yang tentunya akan berpengaruh besar bagi penyusutan populasi Hoya
di alam. Tindakan konservasi yang menyeluruh sangat diperlukan untuk menghindari
punahnya jenis-jenis potensial meskipun belum dibuktikan manfaatnya secara langsung
bagi kehidupan masyarakat. Menurut konsep CBD (2000), setiap komponen sumberdaya
hayati yang membentuk ekosistem dengan lingkungannya memiliki peranan yang sama
pentingnya seberapapun kecil peran tersebut.
Convention on Biological Diversity (CBD) merupakan kesepakatan negara-ne-
gara anggota mengenai pentingnya konservasi keanekaragaman hayati.Tiga tujuan utama
pembentukan CBD yaitu konservasi keanekaragaman hayati,pemanfaatan berkelanjutan
dari setiap komponen sumberdaya hayati, dan pembagian keuntungan yang adil dari pe-
manfaatan sumberdaya genetik (CBD2000).
16
Khusus untuk konservasi tumbuhan tertuang dalam Global Strategy for Plant
Conservation (GSPC) (CBD 2002). GSPC memiliki empat tujuan utama yaitu:
(1) Menghentikan laju proses kehilangan keanekaragaman tumbuhan.
(2) Mengharmoniskan organisasi-organisasi yang bergerak dalam konservasitum-
buhan.
(3) Meningkatkan pendekatan ekosistem dengan fokus pada peran utama tum-
buhan dalam ekosistem dan
(4) Menyediakan pilot studi bagi CBD dalam membuat target.
Terdapat 16 butir target (Lampiran 1) dalam strategi konservasi keanekaragaman
tumbuhan. Salah satu target (no 2) adalah pendugaan awal status konservasi bagi semua
jenis tumbuhan yang diketahui pada tingkat nasional, regional maupun internasional. Tar-
get-target GSPC tersebut dapat dicapai melalui beberapa langkah pengamanan, penelitian
dan pemanfaatan secara lestari sebagaimana dikemukakan oleh Alikodra dan Syaukani
(2004) yaitu mengamankan (save it), mempelajari (study it) dan memanfaatkan (use it).
Pemerintah Indonesia yang ikut meratifikasi dan menjadi anggota CBD juga telah men-
geluarkan peraturan perundang-undangan dalam bidang konservasi 3 sumberdaya hayati
melalui UU no 5 th 1990 tentang KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI
DAN EKOSISTEMNYA. Undang-undang tersebut dilengkapi dengan penetapan peratu-
ran pemerintah yang terkait, yaitu PP no 7 th 1999 tentang PENGAWETAN JENIS
TUMBUHAN DAN SATWA serta PP no 8 TH 1999 tentang PEMANFAATAN JENIS
TUMBUHAN DAN SATWA LIAR (DEPHUT 2004). Pada Pasal 5 UU no 5 th 1990
Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui tiga kegiatan
(tiga pilar konservasi) yaitu, perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dan pemanfaatan secara
lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Pengawetan jenis dapat dilakukan melalui dua kegiatan, yaitu pengawetan jenis
dan ekosistemnya serta pengawetan jenis. Pengawetan jenis dilakukan terhadap jenis
yang dilindungi maupun jenis yang tidak dilindungi. Jenis yang dilindungi ditetapkan
berdasarkan peraturan pemerintah atas dasar tingkat bahaya kepunahan dan populasi yang
jarang. Jenis-jenis yang dilindungi tidak diperkenankan untuk dipelihara dan diperda-
gangkan. Penetapan jenis-jenis yang dilindungi dapat berubah-ubah sesuai dengan tingkat
17
bahaya kepunahan dan perkembangan kondisi populasi jenis yang bersangkutan. Pen-
gawetan jenis yang dilindingi dan jenis yang tidak dilindungi dapat dilakukan di dalam
kawasan konservasi (in situ) maupun di luar kawasan (ex-situ). Pengelolaan jenis diluar
habitatnya (ex-situ) juga memiliki keuntungan tersendiri, misalnya di Kebun
Raya(Frankel & Soul 1991). Pengawetan jenis terkait dengan pemanfaatan lestari di-
lakukan dengan cara melakukan penangkaran dan perbanyakan, hasil penangkaran dan
perbanyakan dapat dipelihara dan diperdagangkan. Mengingat besarnya laju kerusakan
habitat di Indonesia, konservasi secara ex-situ, terutama di Kebun Raya menjadi tindakan
yang penting. Konservasi ex-situ yang baik perlu dukungan pertimbangan pengetahuan
keragaman genetik atau genetika populasi, terutama agar koleksinya memenuhi seluruh
genotipe yang mewakili anggota populasi. Hal ini diperlukan untuk menjamin terpeliha-
ranyakeragaman genetik yang juga akan diperlukan jika dibutuhkan dalam program rein-
troduksi ke habitat alaminya (Young et al. 2000). Studi genetika populasi juga dapat di-
gunakan untuk meramalkan bagaimana kondisi suatu populasi atau 4 spesies dapat berta-
han ataukah menuju ke arah kepunahan (Frankel & Soul 1991).
Studi keragaman genetika populasi dapat pula berperan sebagai landasan dalam
usaha domestikasi dan pemuliaan suatu jenis tumbuhan hutan (Brown & Hardner 2000;
Finkeldey 2005). Hal ini sesuai dengan strategi konservasi Hoya melalui pemanfaatan se-
cara lestari dengan pengembangan sebagai tanaman hortikultura. Keragaman populasi bi-
asanya ditentukan pada tingkat jenis atau pada tingkat di bawah jenis. Mengingat
banyaknya jumlah jenis Hoya seperti telah dikemukakan sebelumnya dan belum ada yang
memiliki data keragaman genetiknya, maka kajian genetika populasi dapat dikerjakan
dengan memilih satu jenis terlebih dahulu. Sebagai langkah awal, dipilih jenis yang dapat
mewakili persebaran geografis luas, yaitu Hoya multiflora Blume, yang memiliki penye-
baran dari India hingga Papua.H. multiflora Blume adalah salah satu jenis Hoya yang
berpotensi ekonomi tinggi. Jenis ini memiliki nama daerah kimandjel (Priangan) atau
areuycukankan (Sunda), kompiong (Bali), intalun (Sulut), malacui (Bugis), “theshooting
stars” (Inggris) dan ”hoya avatar” (perdagangan Internasional).
18
Tumbuhan ini dimanfaatkan sebagai tanaman hias di berbagai negara, baik dine-
gara-negara Eropa,Amerika Serikat, Australia maupun Asia (Hodgkiss 2007). Sebagai
tanaman hias, jenis ini cenderung lebih disukai bila dibandingkan dengan jenis Hoya lain-
nya di Indonesia karena memiliki batang pendek dan tidak merambat, mudah dalam per-
awatan dan termasuk rajin berbunga. Manfaat lain H.multiflora adalah sebagai bahan
obat tradisional yaitu untuk sakit perut di India (Ambasta, 1986) dan digunakan sebagai
obat rematik atau artritis di Malaysia (Burkill 2002). Kandungan senyawa aktif belum
pernah diteliti, namun diharapkan memiliki senyawa sejenis indomethacine, yaitu obat
anti nyeri pada penyakit rematik yang belakangan diketahui memiliki efek anti HIV
(Bourinbaiar& Lee-Huang 1995). Tumbuhan berupa semak epifit dengan susunan daun
bersilang berhadapan, bunga majemuk memayung, perhiasan 5 bagian (Goyder 2008).
Persebaran alam Hoya meliputi India, Burma, Thailand, Laos, Vietnam, Malaysia, In-
donesia, Brunei, Filipina dan Papua Nugini (Wanntorp et al. 2006). Persebaran 5 altitudi-
nal di Pulau Jawa dari 200 hingga 1200 m di atas permukaan laut (Backer & van der
Brink 1965).Sebagai epifit yang memiliki potensi ekonomi, H. multiflora belum dikenal
oleh masyarakat umum Indonesia.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Populasi tumbuhan adalah sekelompok individu tumbuh-tumbuhan sejenis, seperti
pohon karet yang ditanam diperkebunan, tanaman padi di sawah, dan lain lain. Dalam
ekosistem, populasi tumbuhan tidaklah statis karena dipengaruhi oleh pertambahan atau
pengurangan anggota populasi sepanjang waktu.
Perubahan populasi dapat diketahui dari berbagai sifat populasi yang menjadi ciri-ciri
populasi, seperti kerapatan populasi, natalitas, mortalitas, pertumbuhan atau persebaran
populasi. Salah satu sifat populasi yang bersifat numeric dan struktural adalah kerapatan
jenis, yaitu jumlah individu tumbuhan per satuan luas. Dengan kerapatan dapat ditentukan
perkembangan populasi dan sifat persebarannya..
Faktor-faktor yang merubah populasi .Tingkat populasi dari spesies bisa banyak
berubah sepanjang waktu. Kadangkala perubahan ini disebabkan oleh peristiwa-peristiwa
alam. Misalnya perubahan curah hujan bisa menyebabkan beberapa populasi meningkat
sementara populasi lainnya terjadi penurunan. Atau munculnya penyakit-penyakit baru
secara tajam dapat menurunkan populasi suatu spesies tanaman atau hewan.
3.2 SARAN
Dengan membaca makalah ini, pembaca disarankan agar bisa mengambil manfaat
tentang pentingnya mempelajari serta memahami konsep struktur populasi,serta
perkembangan dan penyusutannya. Sehingga dengan ini kita bisa memiliki pengetahuan
yang luas tentang ilmu ekologi tumbuhan dan dapat mengalikasikannya denga mudah.
top related