bab i - iv
Post on 02-Jan-2016
43 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1
BAB 1PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang upaya
pengendaliannya menjadi komitmen global dalam Millenium Development goals
(MDgs). Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan
berkembang biak dalam sel darah manusia ditularkan oleh nyamuk malaria
(Anopheles) betina (Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Dalam buku The world malaria report 2005, Badan kesehatan dunia
menggambarkan walaupun berbagai upaya telah dilakukan, hingga Tahun 2005
malaria masih menjadi masalah kesehatan utama di 107 negara di dunia,
diperkirakan masih sekitar 3,2 miliar orang hidup di daerah endemis malaria
(WHO, 2005).
Penyakit ini mempengaruhi tingginya angka kematian bayi, balita dan ibu
hamil. Setiap tahun lebih dari 500 juta penduduk dunia terinfeksi malaria dan
lebih dari 1.000.000 orang meninggal dunia, kasus terbanyak terdapat di Afrika
dan beberapa negara Asia, Amerika Latin, Timur Tengah dan beberapa bagian
negara Eropa. Indonesia merupakan salah satu negara yang masih berisiko
terhadap malaria. Pada Tahun 2007 di Indonesia terdapat 396 Kabupaten endemis
dari 495 Kabupaten yang ada, dengan perkiraan sekitar 45% penduduk
berdomisili di daerah yang berisiko tertular malaria. Jumlah kasus pada Tahun
2006 sebanyak 2.000.000 dan pada Tahun 2007 menurun menjadi 1.774.845
(Kepmenkes, 2009).
2
Secara nasional kasus malaria selama Tahun 2005–2010 juga cenderung
menurun yaitu pada Tahun 2005 sebesar 4,10 per 1000 penduduk menjadi 1,96
per 1000 penduduk pada Tahun 2010, walaupun menunjukkan penurunan,
penyakit malaria masih tetap menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di
Indonesia. Berdasarkan Data Ditjen Bina Pelayanan Medik Depkes RI Tahun
2009, penyakit malaria yang masuk ke dalam golongan penyakit infeksi dan
parasit tertentu merupakan penyebab kedua kematian pasien di Rumah Sakit di
seluruh Indonesia Tahun 2006 sampai Tahun 2009 (Kementerian Kesehatan RI,
2011).
Indonesia bertekad untuk melakukan eliminasi malaria pada Tahun 2030,
sesuai dengan keputusan Menkes N0.293/Menkes/SK/IV/2009. Ada tiga kunci
utama yang di lakukan oleh pemerintah dalam mengeliminasi malaria : ada obat
ACT (Artemisinin-base Combination Therapy), ada teknik diagnosa cepat dengan
RDT (Rapid Diagnostic Test), ada teknik pencegahan dengan menggunakan
kelambu LLIN (Long Lasting Insectized Net) (Dirjen PPM dan PL, 2011).
Berdasarkan data Riskesdas Tahun 2007 Provinsi Aceh mempunyai
prevalensi malaria diatas prevalensi nasional, yaitu 3,66%. Pada Tahun 2009
dijumpai 27.367 kasus malaria klinis dan yang positif 3.375 kasus. Kasus malaria
klinis tertinggi terjadi pada Kabupaten Aceh Timur (4.866 kasus), dan Kabupaten
Simeulue (3.228 kasus) (Riskesdas, 2007). Jumlah penderita malaria di Kabupaten
Aceh Utara Tahun 2010 sebanyak 313 orang. (Profil Kesehatan Aceh Utara,
2010).
3
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara Tahun
2011 menunjukkan masih tingginya angka kejadian malaria di beberapa
Puskesmas.
Tabel 1.1 Jumlah Penderita Malaria di KecamatanDalam Kabupaten Aceh Utara Tahun 2011
No Puskesmas Malaria klinis Positif malaria
1 Simpang Keramat 120 512 Geuredong Pase 148 473 Kuta Makmur 144 414 Sawang 236 355678910111213141516171819202122232425262728
Paya BakongLangkahanLhok SukonMeurah MuliaMatang KuliSyamtalira AronDewantaraNisamSamuderaCot GirekTanah Jambo AyeBuket HaguMuara BatuSyamtalira BayuBanda BaroSampoinietSeuneuddonTanah LuasBaktiyaNibongNisam AntaraTanah PasirLapangBlang Geulumpang
1339915537737412164140325476170171631056682497219886996
302720151111995554332221110000
Jumlah 2756 338Sumber : Dinas Kesehatan Aceh Utara tahun 2011
4
Menurut data dari Puskesmas Sawang, berdasarkan laporan pemeriksaan
laboratorium malaria Tahun 2010 terdapat 96 orang malaria klinis dan positif 23
orang, Tahun 2011 meningkat menjadi 236 orang malaria klinis dan positif 35
orang, dengan insidensi tertinggi terdapat pada 3 Desa.
Tabel 1.2 Jumlah Penderita Malaria di Puskesmas Sawang Tahun 2010No Desa Malaria
KlinisPositif
MalariaJenis KelaminL P
1 Riseh Tunong 35 10 7 32 Jurong 5 4 2 23 Gunci 9 2 1 1
Jumlah 49 17 10 7Sumber : Puskesmas Sawang tahun 2010
Tabel 1.3 Jumlah Penderita Malaria di Puskesmas Sawang Tahun 2011No Desa Malaria
KlinisPositif
MalariaJenis KelaminL P
1 Riseh Tunong 38 15 7 82 Jurong 15 0 0 03 Gunci 25 3 2 1
Jumlah 109 24 15 9Sumber : Puskesmas Sawang tahun 2011
Kecamatan Sawang merupakan salah satu Kecamatan yang berada di
Kabupaten Aceh Utara, dengan penduduknya berjumlah sekitar 33.476 jiwa dan
jumlah Desanya 39 desa. Umumnya mata pencaharian penduduk kebanyakan
petani dan pekerja hutan, yang sangat rentan untuk terserangnya penyakit menular
seperti malaria yang salah satu penyebabnya tidak menghindari gigitan nyamuk
anopheles yang merupakan bagian dari perilaku masyarakat sendiri. Masyarakat
sawang mempunyai beberapa perilaku lain yang sangat rentan untuk terserang
penyakit malaria, seperti tidur tidak memakai kelambu, keluar rumah tidak
5
memakai obat gosok, dan jarang melakukan kegiatan gotong royong untuk
membersihkan tempat-tempat nyamuk malaria berkembang biak.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
mengetahui Bagaimana gambaran perilaku masyarakat dalam upaya pencegahan
malaria di Kecamatan Sawang.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini
adalah “Bagaimana gambaran perilaku masyarakat terhadap upaya pencegahan
malaria di Kecamatan Sawang”.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum :
Mengetahui gambaran perilaku masyarakat terhadap upaya pencegahan
malaria di Kecamatan Sawang.
1.3.2 Tujuan khusus :
a. Mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat terhadap upaya
pencegahan malaria di Kecamatan Sawang.
b. Mengetahui gambaran sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan
malaria di Kecamatan Sawang.
c. Mengetahui gambaran tindakan masyarakat terhadap upaya pencegahan
malaria di Kecamatan Sawang.
6
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian :
a. Bagi Dinas Kesehatan Aceh Utara
Sebagai bahan masukan guna pengambilan kebijakan dalam
penanggulangan malaria di Kabupaten Aceh Utara.
b. Bagi Puskesmas
Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Sawang tentang gambaran
perilaku masyarakat terhadap upaya pencegahan malaria dalam pencapaian
eliminasi malaria.
c. Bagi Fakultas
Menambah pengetahuan mahasiswa kedokteran khususnya Program Studi
Pendidikan Dokter Universitas Malikussaleh dan menambah referensi
untuk perpustakaan Universitas Malikussaleh.
d. Bagi Masyarakat
Sebagai bahan informasi dan pengetahuan dalam pencegahan dan
penularan malaria di masyarakat.
e. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam mengkaji
permasalahan tentang malaria dan pencegahan malaria sehingga dapat
diterapkan di masyarakat.
7
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Malaria
2.1.1 Definisi malaria
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium
yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di
dalam darah (Harijanto, 2009).
2.1.2 Epidemiologi
Malaria ditemukan hampir diseluruh bagian dunia, terutama di negara-
negara yang beriklim tropis dan subtropis. Penduduk yang berisiko terkena
malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau 4,1% dari jumlah penduduk dunia.
Setiap tahun, kasusnya berjumlah sekitar 300–500 juta kasus dan mengakibatkan
1,5–2,7 juta kematian, terutama di negara-negara benua Afrika. Di Indonesia,
penyakit ini ditemukan tersebar diseluruh kepulauan. Biasanya, malaria
menyerang penduduk yang tinggal di daerah endemis atau orang-orang yang
bepergian ke daerah yang angka penularannya tinggi (Prabowo, 2008).
2.1.3 Etiologi
Penyebab infeksi malaria ialah Plasmodium, yang selain menginfeksi
manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptil dan mamalia,
termasuk genus Plasmodium dari famili Plasmodidae. Plasmodium ini pada
manusia menginfeksi eritrosit (sel darah merah) dan mengalami pembiakan
aseksual di jaringan hati dan eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh
nyamuk yaitu anopheles betina. Secara keseluruhan ada lebih dari 100
8
Plasmodium yang menginfeksi binatang (82 pada jenis burung dan reptil dan 22
pada binatang primata) (Harijanto, 2009).
Kemampuan bertahannya penyakit malaria di suatu daerah ditentukan oleh
berbagai faktor berikut ini :
1. Parasit malaria
Parasit malaria atau Plasmodium sp. merupakan protozoa yang termasuk
dalam kelas sporozoa, ordo Coccidiomorphida dan genus Plasmodium. Terdapat
empat spesies Plasmodium yang diketahui dapat menyebabkan penyakit malaria
pada manusia, yaitu :
a. Plasmodium falciparum : menyebabkan penyakit malaria
falciparum/tropica
b. Plasmodium vivax : menyebabkan penyakit malaria vivax/tertiana
c. Plasmodium malariae : menyebabkan penyakit malaria malariae/kuartana
d. Plasmodium ovale : menyebabkan penyakit malaria ovale
Infeksi lebih dari satu spesies Plasmodium disebut infeksi campuran
(mixed infection). Seseorang dapat terinfeksi parasit malaria lebih dari satu spesies
Plasmodium, bahkan dalam darah seorang anak Papua pernah ditemukan keempat
spesies Plasmodium secara bersamaan (Purnomo, 2011).
Ciri utama genus Plasmodium adalah adanya dua siklus hidup, yaitu siklus
hidup askesual serta siklus seksual.
a. Fase aseksual
Siklus dimulai ketika anopheles betina menggigit manusia dan memakan
sporozoit yang terdapat pada air liurnya ke dalam aliran darah manusia. Jasad
9
yang langsung dan lincah ini dalam waktu 30 menit sampai satu jam memasuki
sel parenkim hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung
ribuan merozoit. Proses ini disebut fase schizogoni eksoeritrosit karena parasit
belum masuk ke sel darah merah. Lama fase ini berbeda untuk tiap spesies
Plasmodium. Pada akhir fase, skizon hati pecah, merozoit keluar, lalu masuk
dalam aliran darah (disebut sporulasi). Pada P.vivax dan P.ovale, sebagian
sporozoit membentuk hipnozoit dalam hati (atau sporozoit yang “tidur” selama
periode tertentu) sehingga mengakibatkan relaps jangka panjang, yaitu
kembalinya penyakit setelah tampak mereda dan recurrence (Prabowo, 2008).
Fase eritrosit dimulai saat merozoit dalam darah menyerang sel darah
merah dan membentuk trofozoit. Proses berlanjut menjadi trofozoit–skizon–
merozoit. Setelah dua sampai tiga generasi, merozoit terbentuk, lalu sebagian
merozoit berubah menjadi bentuk seksual (Prabowo, 2008).
b. Fase seksual
Jika nyamuk anopheles betina mengisap darah manusia yang mengandung
parasit malaria, parasit bentuk seksual masuk ke dalam perut nyamuk. Bentuk ini
mengalami pematangan menjadi mikrogametosit dan makrogametosit dan
terjadilah pembuahan yang disebut zigot (ookinet). Selanjutnya, ookinet
menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi ookista. Jika ookista pecah,
ribuan sporozoit dilepaskan dan mencapai kelenjar air liur nyamuk dan siap
ditularkan jika nyamuk menggigit tubuh manusia (Prabowo, 2008).
10
2. Nyamuk anopheles
Nyamuk yang berperan sebagai satu-satunya vektor penyakit malaria,
yaitu dari golongan Anophelini. Nyamuk anophelini yang berperan sebagai vektor
malaria hanyalah dari genus anopheles. Di seluruh dunia, genus anopheles ini
diketahui jumlahnya kira-kira 80 spesies, dan 16 spesies telah dibuktikan berperan
sebagai vektor malaria, yang berbeda-beda dari satu daerah ke daerah lain
bergantung kepada bermacam-macam faktor, seperti penyebaran geografik, iklim,
dan tempat perindukan (Natadisastra, 2009).
2.1 Gambar Nyamuk Anopheles
2.1.4 Patogenesis
Patogenesis malaria sampai saat ini masih belum diketahui secara tuntas.
Ada beberapa perbedaan patogenesis malaria falciparum, vivax/ovale dan
malariae (Soewando, 2002).
Malaria berat sering terjadi pada malaria falciparum, antara lain
disebabkan karena P.falciparum dapat menyerang eritrosit semua umur, sedang
P.vivax/ovale hanya pada eritrosit umur muda (retikulosit), dan pada P.malariae
11
hanya pada eritrosit tua sehingga P.vivax/ovale hanya dapat menyerang eritrosit
tidak lebih dari 2%, P.malariae tidak lebih dari 1% dan P.falciparum bisa lebih
dari 5%. Selain perubahan bentuk eritrosit pada eritrosit yang terserang
P.falciparum berbentuk tonjolan-tonjolan (knobs) di permukaan, mengakibatkan
eritrosit normal membentuk ”rosette” dan epitel pembuluh darah (sitoadherensi),
mengakibatkan terjadinya proses sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi di
mikrosirkulasi organ-organ tubuh (antara lain otak, ginjal, dll). mengakibatkan
anoxia dari organ-organ tersebut. Selain itu timbul reaksi radang, timbul zat-zat
mediator (sitokin) yang menimbulkan reaksi sistemik gejala klinis malaria
(Soewando , 2002).
2.1.5 Gejala-gejala
Gejala-gejala penyakit malaria dipengaruhi oleh daya pertahanan tubuh
penderita, jenis Plasmodium malaria, serta jumlah parasit yang menginfeksinya.
Umumnya gejala yang disebabkan Plasmodium falciparum lebih berat dan lebih
akut dibandingkan dengan jenis Plasmodium lain, sedangkan gejala yang di
sebabkan oleh Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale paling ringan.
Gambaran khas dari penyakit malaria adalah adanya demam yang periodik,
pembesaran limpa (splenomegali) dan anemia (turunnya kadar hemoglobin dalam
darah) (Prabowo, 2008).
12
2.1.6 Diagnosis
Diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti dibuat dengan
ditemukannya parasit malaria dalam pemeriksaan mikroskopis laboratorium.
(Widoyono, 2011).
1. Gejala klinis
a. Anamnesis
Keluhan utama yang sering kali muncul adalah demam lebih dari dua hari,
menggigil, dan berkeringat (sering disebut trias malaria). Demam pada
keempat jenis malaria berbeda sesuai dengan proses schizogony. Demam
karena P.falciparum dapat terjadi setiap hari, beda P.vivax atau ovale
demamnya berselang satu hari, sedangkan demam pada malariae
menyerang berselang dua hari. Sumber penyakit harus ditelusuri, apakah
pernah bepergian dan bermalam di daerah endemik malaria dalam satu
bulan terakhir, apakah pernah tinggal di daerah endemik, apakah pernah
menderita penyakit ini sebelumnya, dan apakah pernah minum obat
malaria.
Kecurigaan adanya tersangka malaria berat dapat dilihat dari adanya satu
gejala atau lebih, yaitu gangguan kesadaran, kelemahan atau kelumpuhan
otot, kejang-kejang, kekuningan pada mata dan kulit, adanya perdarahan
hidung atau gusi, muntah darah atau berak darah. Selain itu adalah
keadaan panas yang sangat tinggi, muntah yang terjadi terus-menerus,
13
perubahan warna air kencing menjadi seperti teh, dan volume air kencing
yang berkurang sampai tidak keluar air kencing sama sekali.
b. Pemeriksaan fisik
Pasien mengalami demam 37,5°–40°C, serta anemia yang dibuktikan
dengan konjungtiva palpebra yang pucat. Penderita sering disertai adanya
pembesaran limpa (splenomegali) dan pembesaran hati (hepatomegali).
Bila terjadi serangan malaria berat , gejala dapat disertai dengan syok yang
ditandai dengan menurunnya tekanan darah, nadi berjalan cepat dan
lemah, serta frekuensi nafas meningkat.
Pada penderita malaria berat, sering terjadi penurunan kesadaran,
dehidrasi, manifestasi perdarahan, ikterik, gangguan fungsi ginjal,
pembesaran hati dan limpa, serta bisa diikuti dengan munculnya gejala
neurologis (refleks patologis dan kaku kuduk).
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan darah yang menurut teknis
pembuatannya dibagi menjadi preparat darah (Sdr, sediaan darah) tebal
dan preparat darah tipis, untuk menentukan ada tidaknya parasit malaria
dalam darah. Melalui pemeriksaan ini dapat dilihat jenis Plasmodium dan
stadiumnya (P. falciparum, P.vivax, P.malariae, P.ovale, trofozoit, skizon,
dan gametosit) serta kepadatan parasitnya.
14
Kepadatan parasit dapat dilihat melalui dua cara yaitu semi-kuantitatif dan
kuantitatif. Metode semi-kuantitatif adalah menghitung parasit dalam LPB
(lapangan pandang besar) dengan rincian sebagai berikut :
(-) : Sdr negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB)
(+) : Sdr positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB)
(++) : Sdr positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB)
(+++) : Sdr positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB)
(++++): Sdr positif 4 (ditemukan 11-100 parasit dalam 1 LPB)
Penghitungan kepadatan parasit secara kuantitatif pada Sdr tebal adalah
menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Pada Sdr tipis, penghitungan
jumlah parasit per 1000 eritrosit.
b. Tes diagnostik cepat (RDT, Rapid Diagnostic Test)
Seringkali pada KLB, diperlukan tes yang cepat untuk dapat
menanggulangi malaria di lapangan dengan cepat. Metode ini mendeteksi
adanya antigen malaria dalam darah dengan cara imunokromatografi.
Dibandingkan uji mikroskopis tes ini mempunyai kelebihan yaitu hasil
pengujian dengan cepat dapat diperoleh, tetapi lemah dalam hal spesifitas
dan sensitivitasnya.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita,
meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit,
eritrosit, dan trombosit. Bisa juga dilakukan pemeriksaan kimia darah
15
(gula darah, SGOT, SGPT, tes fungsi ginjal), serta pemeriksaan foto
toraks, EKG, dan pemeriksaan lainnya sesuai indikasi (Widoyono, 2011).
2.1.7 Pengobatan
Beberapa prinsip pengobatan malaria yang harus diterapkan.
1. Menemukan penderita malaria sedini mungkin
2. Melakukan pengobatan yang efektif untuk membasmi parasit malaria
dalam darah
3. Mencegah komplikasi dan kematian
4. Menemukan dan mengobati recrudescense dan recurrence
5. Mencegah penyakit malaria kambuh kembali
6. Mengurangi penularan penyakit malaria
Beberapa cara pengobatan malaria.
a. Pengobatan untuk mencegah
Pemberian obat antimalaria bertujuan untuk mencegah timbulnya infeksi
atau gejala-gejala lainnya.
b. Pengobatan terapeutik (kuratif)
Obat antimalaria digunakan untuk penyembuhan infeksi malaria yang
telah ada, penanggulangan serangan malaria akut, serta pengobatan
radikal.
c. Pengobatan untuk mencegah terjadinya penularan
Pengobatan bertujuan untuk mencegah infeksi nyamuk atau
mempengaruhi perkembangan sporogoni pada nyamuk.
16
d. Pengobatan massal
Pengobatan massal diberikan kepada suatu kelompok penduduk tertentu di
daerah yang endemis malaria. Sasaran pengobatan bisa seluruh penduduk
atau kelompok penduduk tidak kebal (seperti bayi, anak balita, ibu
hamil/menyusui, dan pendatang baru dari daerah yang nonendemis).
(Prabowo, 2008)
2.2. Pencegahan
2.2.1 Definisi pencegahan
Pengertian pencegahan secara umum adalah mengambil tindakan terlebih
dahulu sebelum kejadian. Dalam mengambil langkah-langkah untuk pencegahan,
haruslah didasarkan pada data/keterangan yang bersumber dari hasil analisis
epidemiologi atau hasil pengamatan/penelitian epidemiologis (Nasry Noor, 2007).
2.2.2 Tingkatan pencegahan
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yaitu:
1. Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi promosi
kesehatan dan pencegahan khusus.
2. Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi diagnosis
dini serta pengobatan yang tepat.
3. Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan
terhadap cacat dan rehabilitasi (Nasry Noor, 2007).
17
2.2.3 Pencegahan dan pengendalian malaria
Berbeda dengan penyakit-penyakit yang lain, malaria tidak dapat
disembuhkan meskipun dapat diobati untuk menghilangkan gejala-gejala
penyakit. Malaria menjadi penyakit yang sangat berbahaya karena parasit dapat
tinggal dalam tubuh manusia seumur hidup (Sembel, 2009). Meskipun demikian,
upaya pencegahan dengan berbagai cara harus tetap dilakukan, baik memberantas
nyamuk, melenyapkan habitat nyamuk maupun mencegah penularan berupa
gigitan nyamuk (Anies, 2005).
Tujuan pengendalian malaria di daerah-daerah yang endemik malaria
adalah menurunkan serendah-rendahnya dampak malaria terhadap kesehatan
masyarakat dengan menggunakan semua sumber daya yang tersedia. Tujuan
pengendalian malaria tidak untuk mengeliminasi malaria secara total karena kalau
demikian akan melakukan program eradikasi. Meskipun eradikasi merupakan
tujuan yang sangat masuk akal, program ini tidak realistik untuk kebanyakan
negara-negara tempat malaria endemik (Sembel, 2009).
Di Indonesia usaha pembasmian penyakit malaria belum mencapai hasil
yang optimal karena beberapa hambatan, yaitu tempat perindukan nyamuk
malaria yang tersebar luas, jumlah penderita yang sangat banyak, serta
keterbatasan sumber daya manusia, infrastuktur, dan biaya. Oleh karena itu usaha
yang paling mungkin dilakukan adalah usaha-usaha pencegahan dan
pemberantasan terhadap penularan parasit (Harijanto, 2010).
18
1. Menghindari gigitan nyamuk malaria
Upaya paling efektif mencegah malaria adalah menghindari gigitan
nyamuk anopheles. Upaya tersebut berupa proteksi pribadi, modifikasi perilaku
dan modifikasi lingkungan. Proteksi pribadi dengan menggunakan insektisida dan
repellent (minyak anti nyamuk), gunakan gaun lengan panjang dan celana
panjang. Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas diluar rumah mulai
senja sampai subuh disaat nyamuk anopheles umumnya menggigit atau usahakan
tinggal didalam rumah mulai sore. Jendela dan pintu rumah ditutupi mulai sore
hari dan sebaiknya diberi kassa nyamuk termasuk di kisi-kisi udara, dan tidur
dalam kelambu. Modifikasi lingkungan ditujukan mengurangi habitat pembiakan
nyamuk, berupa perbaikan sistem drainase sehingga mengurangi genangan air,
menghilangkan tempat pembiakan nyamuk seperti kaleng, bak mandi, ban bekas,
menghilangkan alang-alang atau semak belukar dan mangrove di pantai,
perbaikan tepian sungai untuk memperlancar aliran air, menutup atap dan genting
yang bocor (Harijanto, 2010).
Studi literatur dari keiser, dkk. Menunjukkan bahwa pengelolaan
lingkungan tersebut disertai modifikasi perilaku manusia efektif mengurangi
resiko terkena malaria 80–88%. Penggunaan insektisida sangat penting untuk
pencegahan malaria. Insektisida dapat digunakan dengan disemprotkan dalam
ruang keluarga atau tempat tidur, atau dilapiskan pada kelambu (permethin
impregnated bed nets), atau pakaian yang dilapisi insektisida permethin. Kelambu
yang dilapisi dengan insektisida permethin tersebut dapat dicuci dan digantung
untuk pengeringan, kelambu harus diberi permethin lagi setiap 6 bulan supaya
19
tetap efektif. Sekarang sudah ada kelambu dengan lapisan insektisida yang tahan
lama lebih dari 1 tahun yang disebut Long Lasting Insectizide Net (LLIN)
(Harijanto, 2010).
Studi literatur lengeler, dkk. Tahun 2004 menunjukkan kelambu berlapis
insektisida efektif mengurangi insiden malaria sampai 50% dibanding tanpa
kelambu, dan 43% dibanding dengan kelambu tanpa insektisida. Upaya penting
lain adalah gunakan repelen nyamuk mulai sore hari, terutama jika melakukan
aktivitas luar rumah. Repelent adalah bahan kimia yang dioleskan di kulit untuk
mengurangi ketertarikan nyamuk terhadap manusia (Harijanto, 2010).
2. Pemberian obat pencegahan malaria
Pemberian obat pencegahan (profilaksis) malaria bertujuan untuk
mencegah terjadinya infeksi, serta timbulnya gejala-gejala penyakit malaria.
Orang yang akan bepergian ke daerah-daerah endemis malaria harus minum obat
antimalaria sekurang-kurangnya seminggu sebelum keberangkatannya sampai
empat minggu setelah orang tersebut meninggalkan daerah endemis malaria
(Prabowo, 2008).
Tabel 2.1 Obat Kemoprofilaksis MalariaRegimen Indikasi Dosis dewasa Keterangan Klorokuin Digunakan di
daerah Plasmodium falciparum sensitif klorokuin
500 mg basa, per oral, sekali seminggu, dimulai 2 minggu sebelum berangkat dan dilanjutkan sampai 4 minggu setelah meninggalkan daerah endemis
Aman untuk kehamilan
20
Meflokuin Digunakan di daerah Plasmodium falciparum resisten klorokuin
250 mg per oral, sekali seminggu, dimulai 2 minggu sebelum berangkat sampai 4 minggu setelah pulang.
Aman untuk kehamilan. Tidak direkomendasikan untuk pasien dengan kejang, kelainan konduksi jantung, psikosis
Doksisiklin Alternatif terhadap meflokuin, digunakan di daerah resisten klorokuin
100 mg per oral sekali sehari, dimulai 2 hari sebelum berangkat dan dilanjutkan sampai 4 minggu setelah pulang.
Kontraindikasi pada kehamilan, wanita menyusui, anak kurang dari 8 tahun, diberikan bersama makanan
Atovakuon-proguanil
Alternatif terhadap meflokuin dan doksisiklin, untuk daerah dengan Plasmodium resisten klorokuin
1 tablet dewasa (250 mg atovakuon/100 mg) per oral, sekali sehari, dimulai 1 atau 2 hari sebelum berangkat dilanjutkan sampai 1 minggu setelah pulang.
Kontraindikasi pada kehamilan, gagal ginjal berat atau bersihan kreatinin kurang dari 30ml/menit. Diberikan bersama makanan.
Primakuin Profilaksis terminal untuk P.vivax dan P.ovale
30 mg basa (2 tablet), per oral, sekali sehari, diberikan sesegera mungkin sesudah terpapar nyamuk sampai total 14 hari, atau jika paparan tidak jelas dapat diberikan selama 14 hari setelah meninggalkan daerah endemis vivax.
Kontraindikasi pada kehamilan, defisiensi G6PD, harus diberikan bersama atau sesudah makan, dapat timbul methemoglobinemia.
(Harijanto, 2010).
21
3. Pemberian vaksin malaria
Pemberian vaksin malaria merupakan tindakan yang diharapkan dapat
membantu mencegah infeksi malaria sehingga dapat menurunkan angka kesakitan
dan angka kematian akibat infeksi malaria (Prabowo, 2008).
Vaksinasi terhadap malaria masih tetap dalam pengembangan. Hal yang
menyulitkan ialah banyaknya antigen yang terdapat pada Plasmodium selain pada
masing-masing bentuk stadium pada daur Plasmodium. Oleh karena yang
berbahaya adalah P.falciparum sekarang baru ditujukan pada pembuatan vaksin
untuk proteksi terhadap P.falciparum. Pada dasarnya ada 3 jenis vaksin yang
dikembangkan yaitu vaksin sporozoit (bentuk intra hepatik), vaksin terhadap
bentuk aseksual dan vaksin transmission blocking untuk melawan bentuk
gametosit. Vaksin bentuk aseksual yang pernah dicoba ialah SPF-66 atau yang
dikenal sebagai vaksin patarroyo, yang pada penelitian akhir-akhir ini tidak dapat
dibuktikan manfaatnya. Vaksin sporozoit bertujuan mencegah sporozoit
menginfeksi sel hati sehingga diharapkan infeksi tidak terjadi. Vaksin ini
dikembangkan melalui ditemukannya antigen circumsporozoit. Uji coba pada
manusia tampaknya memberikan perlindungan yang bermanfaat, walaupun
demikian uji lapangan sedang dalam persiapan (Harijanto, 2009).
2.3. Perilaku
2.3.1 Definisi perilaku
Perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan
tanggapan dan respons. Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai
ruang lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi
22
pendidikan membagi perilaku itu ke dalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun
kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas.
Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan. Bahwa
dalam tujuan suatu pendidikan adalah mengembangkan atau meningkatkan ketiga
domain perilaku tersebut, yang terdiri dari: ranah kognitif (cognitive domain),
ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotor (psychomotor domain)
(Notoatmodjo, 2007).
Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk
kepentingan pengukuran hasil pendidikan ketiga domain ini diukur dari :
1. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca
indra manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Karena dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian
Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru
(berperilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :
a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
23
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini
sikap subjek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik
lagi.
d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan
apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat,
yakni :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab
itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasi
materi tersebut secara benar.
24
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi rill (sebenarnya).
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu
struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2007).
Indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat
pengetahuan yaitu :
a. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi :
1. Penyebab penyakit
2. Gejala atau tanda-tanda penyakit
3. Bagaimana cara pengobatan, atau kemana mencari pengobatan
25
4. Bagaimana cara penularannya
5. Bagaimana cara pencegahannya termasuk imunisasi, dan
sebagainya.
b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat
meliputi :
1. Jenis-jenis makanan yang bergizi
2. Manfaat makan yang bergizi bagi kesehatannya
3. Pentingnya olahraga bagi kesehatan
4. Penyakit-penyakit atau bahaya-bahaya merokok, minum-minuman
keras, narkoba, dan sebagainya.
c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan meliputi :
1. Manfaat air bersih
2. Cara-cara pembuangan limbah yang sehat, termasuk pembuangan
kotoran yang sehat, dan sampah
3. Manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat
4. Akibat polusi (polusi air, udara, dan tanah) bagi kesehatan, dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
2. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu
mempunyai 3 komponen pokok, yakni :
26
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek
Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang
terhadap objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap objek
Artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang
tersebut terhadap objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).
Artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan
atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau
berperilaku terbuka (tindakan) (Notoatmodjo, 2007).
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai
tingkatan, yakni :
a. Menerima (receiving)
Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek).
b. Merespons (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan
suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang
diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang menerima
ide tersebut.
27
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan
orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat
tiga.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.
3. Praktik atau Tindakan (practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behaviour). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah
fasilitas.
Tingkat-tingkat practice
a. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan
yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama.
b. Respon terpimpin (guided respons)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai
dengan contoh adalah indikator praktik tingkat dua.
c. Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah
mencapai praktik tingkat tiga.
28
d. Adaptasi (adaption)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa
mengurangi kebenaran tindakannya tersebut (Notoatmodjo, 2007).
29
BAB 3KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Perilaku
Upaya Pencegahan Malaria
Pengetahuan
Sikap
Tindakan
Prevalensi Malaria
30
BAB 4METODE PENELITIAN
4.1. Jenis/Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian deskriptif dengan
rancangan cross sectional study, yakni menggambarkan pengetahuan, sikap, dan
tindakan masyarakat Kecamatan Sawang terhadap upaya pencegahan malaria.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sawang. Hal ini didasari oleh data
yang dikumpulkan dari puskesmas setempat bahwa daerah tersebut memiliki
prevalensi kejadian malaria yang cukup tinggi. Penelitian ini di lakukan pada
bulan Agustus s/d September 2012.
4.3. Populasi, Sampel dan Kriteria Penelitian
4.3.1 Populasi penelitian
Populasi atau disebut juga universe adalah sekelompok individu atau
obyek yang memiliki karakteristik sama (Chandra, 2010). Populasi pada
penelitian ini berjumlah 623 Kartu keluarga, dari Desa Riseh Tunong yang
merupakan masyarakat yang berada di wilayah Kecamatan Sawang dan di
desanya tersebut Prevalensi malaria tinggi.
4.3.2 Sampel penelitian
Sampel adalah sebagian kecil dari populasi atau obyek yang memiliki
karakteristik sama (Chandra, 2010). Cara menentukan ukuran sampel jika
populasi di bawah 10.000 dengan memakai rumus Slovin (Notoatmodjo, 2005).
31
n= N
1+N (d2)
Keterangan :
N = Besar populasi
d = Tingkat ketepatan/kepercayaan yang diinginkan
n = Besarnya sampel
Maka ditentukan besarnya sampel :
n = 623 / 1 + 623 (0,10)2
n = 623 / 1 + 623 (0,01)
n = 623 / 1 + 6,23
n = 623 / 7,23
n = 86,16
n = 87 Responden
Sampel diambil dengan teknik Simple Random Sampling atau
pengambilan sampel secara acak.
4.3.3 Kriteria penelitian
1. Kriteria inklusi
a. Masyarakat yang bersedia menjadi responden (Laki-Laki dan
Perempuan).
b. Umurnya 20-60 tahun.
c. Masyarakat dengan Identitas sesuai Desa penelitian yang dilakukan.
d. 1 Kartu Keluarga diambil 1 orang responden
2. Kriteria eksklusi
a. Masyarakat yang tidak bersedia menjadi responden.
32
b. Umurnya <20 tahun dan >60 tahun.
c. Orang sakit yang tidak bisa komunikasi.
d. Masyarakat yang tidak bisa membaca dan menulis.
4.4. Definisi Operasional
Tabel 4.1 Definisi OperasionalNo Variabel Definisi
OperasionalInstrumen Hasil Ukur Skala
Ukur1 Perilaku Pengetahuan,
Sikap dan Tindakan seseorang yang berhubungan dengan pencegahan penyakit malaria
Penjumlahan dari kuesioner pengetahuan, sikap dan tindakan
1.Baik (>50%)2.Buruk (≤50%)
Ordinal
2 Pengetahuan Segala sesuatu yang diketahui responden tentang malaria
Kuesioner Setiap jawaban benar diberi nilai 1, dan jawaban yang salah diberi nilai 0.1.Baik (>50%)2.Buruk (≤50%)
Ordinal
3 Sikap Tanggapan atau reaksi responden terhadap upaya pencegahan malaria
Kuesioner Untuk jawaban STS (1), TS (2), R (3), S (4), SS (5).1.Baik (>50%)2.Buruk (≤50%)
Ordinal
4 Tindakan Segala sesuatu yang telah dilakukan responden sehubungan dengan upaya pencegahan malaria
Kuesioner Setiap jawaban benar diberi nilai 1, dan jawaban yang salah diberi nilai 0.1.Baik (>50%)2.Buruk (≤50%)
Ordinal
33
4.5. Cara Pengumpulan Data
Menurut asal sumbernya, data dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
a. Data Primer
Data perilaku masyarakat dikumpulkan dengan pengisian kuesioner yang
berisi pertanyaan.
b. Data sekunder
Data malaria dikumpulkan dari Puskesmas Sawang dan data dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Aceh Utara.
4.6. Pengolahan dan Analisis Data
4.6.1 Pengolahan data
Pengolahan data hasil penelitian dilakukan secara manual, dengan tahapan
sebagai berikut :
a. Editing
Melakukan pemeriksaan daftar pertanyaan yang telah diisi oleh
masyarakat. Tujuannya untuk mengurangi kesalahan atau kekurangan
yang ada di dalam daftar pertanyaan yang sudah diselesaikan sampai
sejauh mungkin.
b. Coding
Mengklarifikasi jawaban-jawaban dari para responden ke dalam kategori-
kategori. Dilakukan dengan cara memberi tanda/kode berbentuk angka
pada masing-masing jawaban.
34
c. Tabulating
Pekerjaan tabulasi adalah tugas untuk membuat tabel. Jawaban-jawaban
yang sudah diberi kode kategori jawaban kemudian dimasukkan dalam
tabel dan dinilai, selanjutnya dimasukkan ke dalam skala pengukuran
dengan rentang nilai.
4.6.2 Analisis data
Untuk mendeskripsikan gambaran perilaku terhadap upaya pencegahan
Malaria pada masyarakat Kecamatan Sawang dilakukan perhitungan frekuensi
dan persentase. Hasil penelitian akan ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi.
4.7. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
4.7.1 Uji validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar
mengukur apa yang diukur. Untuk mengetahui apakah apakah kuesioner yang kita
susun tersebut mampu mengukur apa yang hendak kita ukur, maka perlu diuji
dengan uji korelasi antara skors (nilai) tiap-tiap item (pertanyaaan) dengan skors
total kuesioner tersebut. Bila semua pertanyaan itu mempunyai korelasi yang
bermakna (construct validity), maka kuesioner tersebut sudah memiliki validitas
konstruk yang berarti dapat mengukur konsep yang kita ukur (Notoatmodjo,
2005). Validitas diuji dengan menggunakan program SPSS (Statistic Product and
Service Solution).
Responden yang terlibat dalam uji validitas adalah 10 responden di desa
penelitian. Responden sebagai uji validitas tidak dijadikan sebagai sampel
35
penelitian. Terdapat 10 pertanyaan kuesioner mengenai pengetahuan masyarakat
setelah dilakukan uji validitas diperoleh 10 pertanyaan valid dengan kriteria
dikatakan valid apabila r hitung > r tabel. Nilai r tabel diperoleh dari n = 10 dan
tingkat ketepatan yang diinginkan 5% yaitu 0,632. Dengan demikian, terdapat 10
pertanyaan valid karena r hitung > r tabel (r hitung > 0,632). Nilai r hitung
terendah sebesar 0,732 dan nilai r hitung tertinggi sebesar 0,937.
Uji validitas pada kuesioner sikap masyarakat yaitu bahwa 10 pertanyaan
sikap masyarakat setelah dilakukan uji validitas diperoleh 10 pertanyaan valid
dengan kriteria dikatakan valid apabila r hitung > r tabel. Nilai r tabel diperoleh
dari n = 10 dan tingkat ketepatan yang diinginkan 5% yaitu 0,632. Dengan
demikian, terdapat 10 pertanyaan valid karena r hitung > r tabel (r hitung >
0,632). Nilai r hitung terendah sebesar 0,726 dan nilai r hitung tertinggi sebesar
0,920.
Uji validitas pada kuesioner tindakan masyarakat yaitu bahwa 10
pertanyaan tindakan masyarakat setelah dilakukan uji validitas diperoleh 10
pertanyaan valid dengan kriteria dikatakan valid apabila r hitung > r tabel. Nilai r
tabel diperoleh dari n = 10 dan tingkat ketepatan yang diinginkan 5% yaitu 0,632.
Dengan demikian terdapat 10 pertanyaan valid karena r hitung > r tabel (r hitung
> 0,632). Nilai r hitung terendah sebesar 0,732 dan nilai r hitung tertinggi sebesar
0,937.
4.7.2 Uji reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana suatu alat ukur
dapat dipercaya atau diandalkan. Ini menunjukkan sejauh mana hasil
36
pengumpulan itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih
terhadap masalah yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama
(Notoatmodjo, 2005). Dengan menggunakan program komputer SPSS akan dilihat
hasil nilai reliabilitas dapat langsung dihitung, yaitu dengan menggunakan
cronbach alpha. Bila nilai alpha lebih besar dari 0,6 maka kuesioner dinyatakan
reliabel.
Dari hasil perhitungan kuesioner pengetahuan masyarakat diperoleh nilai
alpha 0,964 sehingga alpha > 0,6. Dengan demikian kuesioner pengetahuan
masyarakat dikatakan reliabel. Untuk kuesioner sikap masyarakat diperoleh nilai
alpha 0,961 sehingga alpha > 0,6. Untuk kuesioner tindakan masyarakat
diperoleh nilai alpha 0,964 sehingga alpha > 0,6. Dengan demikian kuesioner
tindakan masyarakat dikatakan reliabel.
top related