bab i - ii yoestina
Post on 30-Jun-2015
728 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberhasilan pembangunan Indonesia sangat ditentukan oleh
ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas, dimana pembangunan
sektor kesehatan merupakan salah satu unsur penentu. Untuk mendapatkan
sumber daya manusia yang berkualitas, masyarakat harus bebas dari berbagai
penyakit, termasuk penyakit malaria. Malaria merupakan salah satu penyakit
menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk
Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi tingginya angka kematian bayi, balita
dan ibu hamil. Setiap tahun lebih dari 500 juta penduduk dunia terinfeksi
malaria dan lebih dari 1.000.000 orang meninggal dunia. Kasus terbanyak
terdapat di Afrika dan beberapa negara Asia, Amerika Latin, Timur Tengah
dan beberapa bagian negara Eropa (SK Menkes. RI NOMOR
293/MENKES/SK/IV/2009).
Indonesia merupakan salah satu negara yang masih berisiko terhadap
malaria. Sekitar 50% dari populasi Indonesia rawan terkena malaria, terutama
di daerah pedesaan dan antara masyarakat miskin. Daerah yang paling rawan
malaria terletak di luar Jawa, terutama daerah timur Indonesia, dari Nusa
Tenggara Timur ke Maluku dan Papua. Daerah-daerah di Sumatra,
Kalimantan dan Sulawesi mempunyai tingkat transmisi malaria yang sedang
(UNICEF, 2009). Pada tahun 2007 di Indonesia terdapat 396 Kabupaten
1
endemis dari 495 Kabupaten yang ada, dengan perkiraan sekitar 45%
penduduk berdomisili di daerah yang berisiko tertular malaria. Jumlah kasus
pada tahun 2006 sebanyak 2.000.000 dan pada tahun 2007. menurun menjadi
1.774.845. Menurut perhitungan para ahli berdasarkan teori ekonomi
kesehatan, dengan jumlah kasus malaria sebesar tersebut diatas dapat
menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar mencapai sekitar 3 triliun
rupiah lebih. Kerugian tersebut sangat berpengaruh terhadap pendapatan
daerah (Depkes. RI, 2009).
Untuk mengatasi masalah malaria, dalam pertemuan WHA 60 tanggal
18 Mei 2007 telah dihasilkan komitmen global tentang eliminasi malaria bagi
setiap negara. Petunjuk pelaksanaan eliminasi malaria tersebut telah di
rumuskan oleh WHO dalam Global Malaria Programme. Eliminasi malaria
adalah suatu upaya untuk menghentikan penularan malaria setempat dalam
satu wilayah geografis tertentu, dan bukan berarti tidak ada kasus malaria
impor serta sudah tidak ada vektor malaria di wilayah tersebut, sehingga tetap
dibutuhkan kegiatan kewaspadaan untuk mencegah penularan kembali.
Sejalan dengan rencana eliminasi malaria, Presiden RI pada peringatan Hari
Malaria Sedunia Pertama pada tanggal 25 April 2008 menginstruksikan untuk
terus meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap malaria (Depkes.
RI, 2009).
Program pemberantasan penyakit malaria selain dengan cara
pengobatan terhadap penderita, dilakukan pula dengan cara memberantas
vektornya. Ada banyak metoda pemberantasan vektor malaria dengan tujuan
2
menekan populasi vektor sehingga tidak berperan lagi dalam penularan
malaria. Dari banyak metoda pemberantasan vektor tersebut, yang paling
disarankan adalah dengan pengelolaan ligkungan melalui pengendalian secara
biologi (biological control) karena tidak berpengaruh terhadap keseimbangan
ekologi dan bisa dilanjutkan oleh masyarakat melalui program jangka panjang
yang berkesinambungan. Tapi metode ini akan efektif di daerah endemis
malaria yang sudah diketahui karakteristik tempat perindukannya dengan
intensitas penularan rendah. Sedangkan untuk daerah endemis dengan
intensitas penularan tinggi, perlu diikuti dengan metoda pemberantasan lain
misalnya menggunakan insektisida, terutama pada saat populasi vektor sedang
tinggi dan penularan sedang berlangsung. Salah satu cara yang digunakan
adalah menggunakan kelambu berinsektisida atau insecticide treated net (ITN)
yang cukup efektif sebagai proteksi diri terhadap gigitan nyamuk dan serangga
lainnya serta mampu mencegah penularan malaria. Adapun manfaat
menggunakan kelambu berinsektisida diantaranya melindungi ibu hamil dari
gigitan nyamuk sehingga mengurangi anemia dan kematian ibu, mengurangi
BBLR, menurunkan kematian bayi baru lahir, meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan selama kehamilan (Masse. dkk, 2009).
Penggunaan kelambu tempat tidur yang sudah dicelupkan ke dalam
insektisida di daerah-daerah yang penyebaran malarianya tinggi dapat
mengurangi kematian anak dari semua sebab hingga 30 persen dan dari
malaria hingga 50 persen. Pada akhir 2008, kurang dari 10 persen dari anak-
anak Indonesia di daerah endemik malaria tidur di bawah kelambu (UNICEF,
3
2009). Di Papua New Guinea, ITN terbukti dapat menurunkan jumlah
nyamuk yang penuh darah di perutnya pada suatu ruangan. Di Sukabumi Jawa
Barat, ITN dapat menurunkan angka kesakitan malaria di Desa Langkapjaya
dari 87 kesakitan per 1.000 penduduk pada tahun 2004 menjadi 13 kesakitan
pada tahun 2005 diri terhadap gigitan nyamuk dan serangga lainnya serta
mampu mencegah penularan malaria. Insektisida yang dipakai mencelup
kelambu di Indonesia, termasuk golongan synthetic pyrethroid, salah satunya
adalah permethrin yang mempunyai rumus molekul C21H20Cl2O3.
Permethrin mulai dipasarkan pada tahun 1997, merupakan racun kontak yang
mempengaruhi sistem pencernaan, efektif terhadap Hemiptera, Diptera dan
Coleoptera (Lukman. dkk, 2006). Perbedaan yang spesifik dengan kelambu
biasa adalah dapat membunuh nyamuk dan serangga, mengurangi populasi
nyamuk serta sudah dipoles sejak pembuatan dan bertahan selama lima tahun.
Kabupaten Kapuas merupakan salah satu kabupaten di Kalimantan
Tengah yang memiliki angka kejadian malaria tinggi. Angka rata-rata
kesakitan malaria klinis sebesar 3.300 kasus pertahun. Selama tahun 2009
jumlah kesakitan malaria klinis sebanyak 3.564 kasus. Salah satu puskesmas
di wilayah Kabupaten Kapuas yang mempunyai jumlah kasus malaria tertinggi
adalah Puskesmas Pujon Kecamatan Kapuas Tengah. Jumlah penduduk di
wilayah kerja Puskesmas Pujon Kecamatan Kapuas Tengah yang berisiko
terhadap kejadian malaria adalah 10.122 jiwa. Pada tahun 2007, ditemukan
kasus malaria klinis sebanyak 911 kasus, tahun 2008 sebanyak 744 kasus dan
pada tahun 2009 sebanyak 697 kasus. Selama tahun 2009, Dinas Kesehatan
4
Kabupaten Kapuas membagikan kelambu berinsektisida kepada penduduk
sebanyak 5.000 buah, setiap rumah tangga mendapatkan satu buah kelambu.
Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa tidak semua
keluarga menggunakan kelambu berinsektisida dalam mencegah kejadian
malaria. Hal ini menyebabkan masih tingginya kejadian malaria di wilayah
kerja Puskesmas Pujon Kecamatan Kapuas Tengah.
Berdasarkan fenomena yang terjadi seperti yang diuraikan diatas maka
peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan
penggunaan kelambu insektisida dengan kejadian malaria di wilayah kerja
Puskesmas Pujon Kecamatan Kapuas Tengah Kabupaten Kapuas Kalimantan
Tengah Tahun 2011.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut “ Apakah ada hubungan penggunaan kelambu
insektisida dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Pujon
Kecamatan Kapuas Tengah Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah Tahun
2011? “.
5
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan penggunaan kelambu insektisida dengan
kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Pujon Kecamatan Kapuas
Tengah Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah Tahun 2011.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Pujon
Kecamatan Kapuas Tengah Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah
Tahun 2011.
b. Mengidentifikasi penggunaan kelambu insektisida di wilayah kerja
Puskesmas Pujon Kecamatan Kapuas Tengah Kabupaten Kapuas
Kalimantan Tengah Tahun 2011.
c. Menganalisis hubungan penggunaan kelambu insektisida dengan
kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Pujon Kecamatan Kapuas
Tengah Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah Tahun 2011.
D. Manfaat Penelitian
a. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan
perilaku tentang penggunaan kelambu insektisida dalam pencegahan
malaria.
6
b. Bagi Ilmu dan profesi keperawatan
Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi terhadap
pengembangan ilmu keperawatan komunitas serta merupakan masukan
informasi yang berharga bagi profesi perawat dalam menyusun program
pendidikan dan promosi kesehatan tentang pencegahan penyakit malaria.
c. Bagi Puskesmas
Penelitian ini dapat digunakan sebagai evaluasi terhadap pelayanan
yang telah diberikan puskesmas dalam upaya pencegahan penyakit
menular yang bersumber dari binatang khususnya malaria.
d. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan serta dapat
dijadikan referensi bagi mahasiswa lain yang ingin melakukan penelitian
lanjutan.
e. Bagi Peneliti
Sebagai sarana dalam mengembangkan ilmu yang didapat selama
pendidikan dengan mengaplikasikannya pada kenyataan yang ada di
lapangan serta untuk menambah wawasan dalam pembuatan skripsi.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai pengaruh penggunaan kelambu insektisida dengan
kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Pujon Kecamatan Kapuas
Tengah Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah belum pernah dilakukan,
7
tetapi ada penelitian-penelitian sebelumnya yang mendukung dan berkaitan
dengan penelitian ini yaitu yang berjudul :
1. Efektifitas residu insektisida k-otab (dheltamethrin) pada bahan kelambu
polyester katun dan plastik di Kabupaten Banyumas (Rijatno, 2005). Jenis
penelitian ini adalah eksplanatif dengan metode eksperimen yaitu
bertujuan mencari perbedaan efektifitas residu insektisida K-Otab pada
bahan kelambu poliester, katun dan plastik. Hasil penelitian menunjukkan
adanya perbedaan secara nyata rata-rata jumlah kematian nyamuk An
Aconitus pada variasi jenis bahan kelambu (poliester, katun dan plastik).
Secara deskriptif kematian nyamuk pada bahan poliester dan katun di atas
75% sehingga kedua bahan tersebut masih efektif pada umur residu 21
hari, sedangkan bahan plastik hanya mencapai 53,9% (kematian nyamuk
<75%)sehingga tidak efektif pada umur residu 21 hari.
2. Perilaku masyarakat dalam menggunakan kelambu celup di daerah
endemik Malaria, Mimika Timur, Irian Jaya (Suharjo, 2003). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Perilaku masyarakat dalam menggunakan
kelambu setelah penyuluhan kedua hasilnya lebih baik dari penyuluhan
pertama. Keluarga yang memakai kelambu terus menerus setelah
penyuluhan kedua telah meningkat mencapai rata-rata 62,9%. Penyuluhan
tentang malaria dan penggunaan kelambu kepada masyarakat cenderung
meningkatkan perilaku penggunaan kelambu. Rata-rata jumlah hari
pemakaian kelambu meningkat dari 21 hari menjadi 24 hari dalam satu
bulan.
8
3. Efikasi kelambu celup insektisida yang dicampur Acrylic dan Arthatrin
terhadap nyamuk Anopheles Sundaicus (Lukman Hakim, dkk, 2006).
Jenis penelitian ini adalah eksplanatif dengan metode eksperimen. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa secara ringkas dapat dinyatakan bahwa
kelambu celup insektisida baik yang dicampur atau tidak dengan bahan
perekat, efektif terhadap nyamuk uji skala laboratorium. Kelambu celup
insektisida permethrin tanpa dicampur bahan perekat, sudah tidak efektif
lagi terhadap nyamuk uji setelah dicuci lima kali; kelambu yang dicelup
insektisida permethrin yang dicampur bahan perekat acrylic dan
arthathrin, sudah tidak efektif lagi setelah dicuci dua puluh lima kali;
kelambu yang dicelup insektisida deltamethrin yang dicampur bahan
perekat acrylic dan arthathrin, sudah tidak efektif lagi setelah dicuci tiga
puluh kali; dan kelambu yang dicelup.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritis
1. Malaria
a. Definisi Malaria
Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit
dari genus Plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui
perantaraan tusukan (gigitan) nyamuk Anopheles. Indonesia merupakan
salah satu negara yang memiliki endemisitas tinggi. Malaria maupun
penyakit yang menyerupai malaria telah diketahui ada selama lebih dari
4.000 tahun yang lalu. Malaria dikenal secara luas di daerah Yunani
pada abad ke-4 SM dan dipercaya sebagai penyebab utama
berkurangnya penduduk kota. Penyakit malaria sudah dikenal sejak
tahun 1753, tetapi baru ditemukan parasit dalam darah oleh Alphonse
Laxeran tahun 1880. Untuk mewarnai parasit, pada tahun 1883
Marchiafava menggunakan metilen biru sehingga morfologi parasit ini
lebih mudah dipelajari. Siklus hidup plasmodium di dalam tubuh
nyamuk dipelajari oleh Ross dan Binagmi pada tahun 1898 dan
kemudian pada tahun 1900 oleh Patrick Manson dapat dibuktikan
bahwa nyamuk adalah vektor penular malaria. Pada tahun 1890
Giovanni Batista Grassi dan Raimondo Feletti adalah dua peneliti Italia
yang pertama kali memberi nama dua parasit penyebab malaria pada
10
manusia, yaitu Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae. Pada
tahun 1897 seorang Amerika bernama William H. Welch memberi
nama parasit penyebab malaria tertiana sebagai Plasmodium falciparum
dan pada 1922 John William Watson Stephens menguraikan nama
parasit malaria keempat, yaitu Plasmodium ovale.
Penyakit malaria hingga kini masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat dunia yang utama. Malaria menyebar di berbagai
negara, terutama di kawasan Asia, Afrika,dan Amerika Latin. Di
berbagai negara, malaria bukan hanya permasalahan kesehatan semata.
Malaria telah menjadi masalah sosial-ekonomi, seperti kerugian
ekonomi, kemiskinan dan keterbelakangan.
b. Agent Penyakit Malaria
Agent penyakit malaria adalah genus plasmodia, family
plasmodiidae, dan order Coccidiidae. Ada empat jenis parasit malaria,
yaitu:
1. Plasmodium falciparum
Menyebabkan malaria falciparum atau malaria tertiana yang
maligna (ganas) atau dikenal dengan nama lain sebagai malaria
tropika yang menyebabkan demam setiap hari.
2. Plasmodium vivax
Menyebabkan malaria vivax atau disebut juga malaria tertiana
benigna (jinak).
11
3. Plasmodium malariae
Menyebabkan malaria kuartana atau malaria malariae.
4. Plasmodium ovale
Jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika
dan Pasifik Barat, menyebabkan malaria ovale.
Seorang penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis
plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed
infection). Biasanya paling banyak dua jenis parasit, yakni campuran
antara Plasmodium falciparum dengan Plasmodium vivax atau
Plasmodium malariae. Kadang-kadang dijumpai tiga jenis parasit
sekaligus, meskipun hal ini jarang sekali terjadi. Infeksi campuran
biasanya terdapat di daerah yang tinggi angka penularannya.
Masa inkubasi malaria atau waktu antara gigitan nyamuk dan
munculnya gejala klinis sekitar 7 - 14 hari untuk Plasmodium
falciparum, 8 -14 hari untuk Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale,
dan 7 - 30 hari untuk Plasmodium malariae. Masa inkubasi ini dapat
memanjang antara 8 - 10 bulan terutama pada beberapa strain
Plasmodium vivax di daerah tropis. Pada infeksi melalui transfusi
darah, masa inkubasi tergantung pada jumlah parasit yang masuk dan
biasanya singkat tetapi mungkin sampai 2 bulan. Dosis pengobatan
yang tidak adekuat seperti pemberian profilaksis yang tidak tepat dapat
menyebabkan memanjangnya masa inkubasi.
12
Plasmodium falciparum, salah satu organisme penyebab
malaria, merupakan jenis yang paling berbahaya dibandingkan dengan
jenis plasmodium lain yang menginfeksi manusia, yaitu Plasmodium
vivax, Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale. Saat ini,
Plasmodium falciparum merupakan salah satu spesies penyebab malaria
yang paling banyak diteliti. Hal tersebut karena spesies ini banyak
menyebabkan angka kesakitan dan kematian pada manusia.
c. Patogenesis Malaria
Malaria sangat kompleks, dan seperti patogenesis penyakit
infeksi pada umumnya melibatkan faktor parasit, faktor penjamu, dan
lingkungan. Ketiga faktor tersebut saling terkait satu sama lain, dan
menentukan manifestasi klinis malaria yang bervariasi mulai dari yang
paling berat ,yaitu malaria dengan komplikasi gagal organ (malaria
berat), malaria ringan tanpa komplikasi, atau yang paling ringan, yaitu
infeksi asimtomatik.
Tanda dan gejala klinis malaria yang timbul bervariasi
tergantung pada berbagai hal antara lain usia penderita, cara transmisi,
status kekebalan, jenis plasmodium, infeksi tunggal atau campuran.
Selain itu yang tidak kalah penting adalah kebiasaan menggunakan obat
anti malaria yang kurang rasional yang dapat mendorong timbulnya
resistensi. Berbagai faktor tersebut dapat mengacaukan diagnosis
malaria sehingga dapat disangka demam tifoid atau hepatitis, terlebih
13
untuk daerah yang dinyatakan bebas malaria atau yang Annual Parasite
Incidencenya rendah.
d. Gejala Malaria
Secara klinis, gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa
serangan demam dengan interval tertentu yang diselingi oleh suatu
periode dimana penderita bebas sama sekali dari demam. Gejala klinis
malaria antara lain sebagai berikut.
1) Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan
berkeringat.
2) Nafsu makan menurun.
3) Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah.
4) Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi
dengan plasmodium Falciparum.
5) Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai
pembesaran limpa.
6) Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan
penurunan.
7) Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya
tetapi yang menonjol adalah mencret (diare) dan pusat karena
kekurangan darah (anemia) serta adanya riwayat kunjungan ke atau
berasal dari daerah malaria.
14
Malaria menunjukkan gejala-gejala yang khas, yaitu:
1) Demam berulang yang terdiri dari tiga stadium: stadium
kedinginan, stadium panas, dan stadium berkeringat
2) Splenomegali (pembengkakan limpa)
3) Anemi yang disertai malaise
Serangan malaria biasanya berlangsung selama 6-10 jam dan
terdiri dari tiga tingkatan, yaitu:
1) Stadium dingin
Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat
dingin. Gigi gemeretak dan penderita biasanya menutup tubuhnya
dengan segala macam pakaian dan selimut yang tersedia nadi cepat
tetapi lemah. Bibir dan jari jemarinya pucat kebiru-biruan, kulit
kering dan pucat. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak
sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit
sampai 1 jam.
2) Stadium Demam
Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa
kepanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti
terbakar, sakit kepala dan muntah sering terjadi, nadi menjadi kuat
lagi. Biasanya penderita merasa sangat haus dan suhu badan dapat
meningkat sampai 41°C atau lebih. Stadium ini berlangsung antara
2 sampai 4 jam. Demam disebabkan oleh pecahnya skizon darah
yang telah matang dan masuknya merozoit darah ke dalam aliran
15
darah. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale skizon-
skizon dari setiap generasi menjadi matang setiap 48 jam sekali
sehingga demam timbul setiap tiga hari terhitung dari serangan
demam sebelumnya.
Pada Plasmodium malaria, fenomena tersebut 72 jam
sehingga disebut malaria Plasmodium vivax/ Plasmodium ovale,
hanya interval demamnya tidak jelas. Serangan demam diikuti oleh
periode laten yang lamanya tergantung pada proses pertumbuhan
parasit dan tingkat kekebalan yang kemudian timbul pada penderita.
3) Stadium Berkeringat
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-
sampai tempat tidurnya basah. Suhu badan meningkat dengan cepat,
kadang-kadang sampai dibawah suhu normal. Penderita biasanya
dapat tidur nyenyak. Pada saat bangun dari tidur merasa lemah
tetapi tidak ada gejala lain, stadium ini berlangsung antara 2 sampai
4 jam.
Gejala-gejala yang disebutkan diatas tidak selalu sama pada setiap
penderita, tergantung pada spesies parasit dan umur dari penderita,
gejala klinis yang berat biasanya terjadi pada malaria tropika yang
disebabkan oleh plasmodium falciparum. Hal ini disebabkan oleh
adanya kecenderungan parasit (bentuk trofozoit dan skizon) untuk
berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh seperti otak, hati dan
16
ginjal sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah pada
organ-organ tubuh tersebut.
Gejala berupa koma/pingsan, kejang-kejang sampai tidak
berfungsinya ginjal. Kematian paling banyak disebabkan oleh jenis
malaria ini. Kadang–kadang gejalanya mirip kolera atau disentri. Black
water fever yang merupakan gejala berat adalah munculnya hemoglobin
pada air seni yang menyebabkan warna air seni menjadi merah tua atau
hitam. Gejala lain dari black water fever adalah ikterus dan muntah-
muntah yang warnanya sama dengan warna empedu, black water fever
biasanya dijumpai pada mereka yang menderita infeksi Plasmodium
falcifarum yang berulang -ulang dan infeksi yang cukup berat.
Secara klasik demam terjadi setiap dua hari untuk parasit tertiana
(Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, dan Plasmodium ovale)
dan setiap tiga hari untuk parasit quartan (Plasmodium malariae). CDC
(2004) dalam Sembel (2009) mengemukakan bahwa karakteristik
parasit malaria dapat mempengaruhi adanya malaria dan dampaknya
terhadap populasi manusia. Plasmodium falciparum lebih menonjol di
Afrika bagian selatan Sahara dengan jumlah penderita yang lebih
banyak, demikian juga yang meninggal dibandingkan dengan daerah-
daerah tempat parasit yang lain lebih menonjol. Plasmodium vivax
dan Plasmodium ovale memiliki tingkatan hynozoites yang dapat tetap
dorman dalam sel hati untuk jangka waktu tertentu (bulan atau tahun)
sebelum direaktivasi dan menginvasi darah. Plasmodium falciparum
17
dan Plasmodium vivax kemungkinan mampu mengembangkan
ketahanannya terhadap obat antimalaria.
e. Penularan Malaria
Malaria ditularkan ke penderita dengan masuknya sporozoit
plasmodium melalui gigitan nyamuk betina Anopheles yang spesiesnya
dapat berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Terdapat lebih
dari 15 spesies nyamuk Anopheles yang dilaporkan merupakan vektor
malaria di Indonesia. Penularan malaria dapat juga terjadi dengan
masuknya parasit bentuk aseksual (tropozoit) melalui transfusi darah,
suntikan atau melalui plasenta (malaria congenital). Dikenal adanya
berbagai cara penularan malaria:
1) Secara alamiah (natural infection)
Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles
betina yang infektif. Nyamuk menggigit orang sakit malaria maka
parasit akan ikut terhisap bersama darah penderita malaria. Di
dalam tubuh nyamuk parasit akan berkembang dan bertambah
banyak, kemudian nyamuk menggigit orang sehat, maka melalui
gigitan tersebut parasit ditularkan ke orang lain.
2) Penularan yang tidak alamiah ( malaria congenital)
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya
menderita malaria. Disebabkan adanya kelainan pada sawar
plasenta sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada
bayi yang dikandungnya.
18
3) Secara mekanik
Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum
suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para
pecandu obat bius yang menggunakan jarum suntik yang tidak
steril.
4) Secara oral (melalui mulut)
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam
(P.gallinasium) burung dara (P.Relection) dan monyet
(P.Knowlesi). Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada
manusia adalah manusia lain yang sakit malaria baik dengan gejala
maupun tanpa gejala klinis. Kecuali bagi simpanse di Afrika yang
dapat terinfeksi oleh penyakit malaria, belum diketahui ada hewan
lain yang dapat menjadi sumber bagi plasmodium yang biasanya
menyerang manusia.
Malaria, baik yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum,
Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale
semuanya ditularkan oleh nyamuk anopheles. Nyamuk yang menjadi
vektor penular malaria adalah Anopheles sundaicus, Anopheles
aconitus, Anopheles barbirostris, Anopheles subpictus, dan sebagainya.
19
Vektor malaria yang dominan terhadap penularan malaria di
Indonesia adalah sebagai berikut:
1) Wilayah Indonesia Timur, yaitu Papua, Maluku, dan Maluku Utara,
di wilayah pantai adalah An. subpictus, An. farauti, An. koliensis
dan An. punctulatus sedangkan di wilayah pegunungan adalah
An. farauti.
2) Wilayah Indonesia Tengah, yaitu Pulau Sulawesi, Pulau
Kalimantan, NTT dan NTB, vektor yang berperan di daerah
pantainya adalah An. subpictus, An. barbirostris. Khusus di NTB
adalah An. subpictus dan An. sundaicus. Sedangkan di wilayah
pegunungan adalah An. barbirostris, An. flavirostris, An letifer.
Khusus wilayah Kalimantan, selain Anopheles tersebut di atas juga
An. balabacencis.
3) Untuk daerah pantai di wilayah Sumatera, An. sundaicus; daerah
pegunungan An. leucosphyrus, An. balabacencis, An. sinensis, dan
An. maculatus.
4) Wilayah Pulau Jawa. Vektor yang berperan di daerah pantai adalah
An. sundaicus dan An. subpictus dan di pegunungan adalah
An.maculatus, An. balabacencis dan An. aconitus.
20
f. Epidemiologi Penyakit Malaria
Penyebaran penyokit malaria ditentukan oteh faktor yang
disebut Host, Agent dan Environment. Penyebaran malaria terjadi
apabila ketiga komponen tersebut di atas saling mendukung.
1. Manusia (host intermediate). Pada dasamya setiap orang bisa
terinfeksi oleh agent atau penyebab penyalqit dan merupahan
tempat berkembang biaknya agent (parasit Plasmodium). Bagi
pejamu ada beberapa faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi
kerentanan pejamu terhadap agent. Faktor–faktor tersebut
mencakup usia, jenis kelamin, ras, sosial ekonami, status
perkawinan, riwayat penyabit sebelumnya, cara hidup, hereditas
(keturunan), status gizi dan tingkat imunitas.
Faktor-faktor tersebut di atas penting untuk diketahui
karena akan mempengaruhi resiko untuk terpapar oleh sumber
penyakit malaria. Secara rinci dijelaskan sebagai berikut:
a) Usia: anak-anak lebih rentan terhadap infeksi parasit malaria.
Pada daerah malaria dengan endemisitas stabil, malaria berat
terutama terdapat pada anak kecil, di doerah dengan
endemisitas rendah malaria berat terjadi tanpa memandang
usia).
b) Jenis kelamin: Infeksi malaria tidak membedakan jenis
kelamin akan tetapi apabila menginfeksi ibu yang sedang
hamil akan menyebabkan anemia yang lebih berat.
21
c) Ras: Beberapa ras manusia atau kelompok penduduk
mempunyai kekebalan alamiah terhadap malaria, misalnya
penderita "sikcle cell anemid don ovalositosis”.
d) Riwayat malaria sebelumnya: Orang yang pemah terinfeksi
malaria sebelumnya biasanya akan terbentuh imunitas
sehingga akan lebih tahan terhadap infeksi malaria. Contohnya
penduduk asli daerah endemik akin lebih tahan dibandingkan
dengan transmigran yang datang dari daerah non endemis.
e) Cara hidup: Cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan
malaria. Misalnya: tidur tidaii memakai kelambu dan senang
berada di luar rumah pada malam hari.
f) Sosial ekonomi: Keadaan sosial ekonomi masyarakat yang
bertempat tinggal di daerah endemis malaria erat hubungannya
dengan infeksi malaria.
g) Status gizi: Masyarahat yang gizinya kurang baik dan tinggal
di daerah endemis malaria lebih rentan terhadap infeksi
malaria.
h) lmmunitas: Masyarakat yang tinggal di daerah endemis
malaria biasanya mempunyai immunitas alami sehingga
mempunyai pertahanan alam dari infeksi malaria. Untuk
penduduk yang tinggal didaerah non endemis dengan
penularan rendah, jarang atau musiman, umumnya akan
22
timbul gejala klinis yang berat jika terinfeksi, banyak kasus
malaria serebral pada semua umur.
Didaerah endemis stabil imunitas terhadap malaria
timbuinya lambat sehingga baru didapat setelah dewasa don
setelah terinfeiqsi parasit berulangulang. Pada penduduk di
daerah endemis stabil dimana, penularan berlangsung terus
menerus dan berat sepanjang tahun umumnya asimtomatik
(tanpa gejala) walaupun didapati parasit di dalam darahnya.
Didaerah ini jarang didapati infeksi pada bayi beberapa bulan
setelah lahir karena adanya transfer antibodi transplansental
dari ibunya.
Imunitas spesifik terhadap malaria pada orang dewasa
dapat terbentuk sekitar 2 tahun setelah tiba di daerah endemis.
Imunitas pada malaria hanya memberikan perlindungan pada
jangka pendek saja (3 - 6 bulan).
2. Nyamuk Anopheles (host definitive)
Hanya nyamuk anopheles betina yang menghisap darah,
darah ini diperlukan untuk pertumbuhan telurnya.
a) Perilaku nyamuk sangat menentukan dalam proses penularan
malaria. Secara singkat dihemukokon di sini beberapa perilaku
nyamuk yang penting:
23
1) Tempat hinggap atau istirahat
- Eksofilik: nyamuk lebih suka hinggap atau istirahat di
luar rumah.
- Endofilik: nyamuk lebih suka hinggap atau istirahat di
dalam rumah.
2) Tempat menggigit
- Eksofagih: lebih suka menggigit di luar rumah.
- Endofagih: lebih suka menggigit di dalam rumah.
3) Obyek yang dig.-'gl,`
- Antrofofilik lebih suka menggigit manusia.
- Zoofilik: lebih suka menggigit hewan.
b) Faktor lain yang penting adalah:
1) Umur nyamuk (longevity), semahin panjang umur nyamuh
semahin besar hemungkinannya untuh menjadi penular atau
vektor manusia.
2) Kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosit.
3) Frekuensimenggigit manusia.
4) Siklus gonotrofik yaitu wahtu yang diperluhan untuk
matangnya telur. Waktu ini merupakan juga interval
menggigit nyamuk.
Jenis anopheles di Indonesia lebih dari 80 macam. Dari
sekian jenis, hanya beberapa yang mcmpunyal potensi untuk
menularhan malaria (vektor atau tersangha vektor). Sejauh ini
24
telah diketahui sebagai vektor utama di Indonesia, antara lain
An. Aconitus, An. pundulatus, An. far-auti, An. balabancencis,
An. barblrostiis, An. sundaicus dan An. maculatus. Semua
vektor utama tersebut perlu dipelajari sifat hidupnya agar dapat
dilahsanakan tindakan baik terhadap bentuk dewasa maupun
bentuk larvanya.
2. Agent (Parasit/Plasmodiam) hidup di dalam tubuh manusia dan
dalam tubuh nyamuk. Manusia disebut host intermediate (pejamu
sementara) dan nyamuk disebut host definitive (pejamu tetap).
Parasit/Plasmodium hidup dalam tubuh nyamuk dalam tahap daur
seksual (pembiakan melalui kawin) dan hidup dalam tubuh manusia
pada daur aseksual (pembuahan tidah kawin, melalui pembuahan
diri).
Agent atau penyebab penyahit adalah semua unsur atau
elemen hidup ataupun tidah hidup dimana dalam kehadirannya, bila
diikuti dengan kontak yang efektif dengan manusia yang rentan akan
menjadi stimulasi untuh memudahhan terjadinya suatu proses
penyakit. Agent penyebab penyakit malaria termasuk agent biologis
yaitu Protozoa.
3. Environment (lingkungan) adalah lingkungan dimana manusia dan
nyamuk berada. Nyamuk berkembang biak dengan baik bila
lingkungannya sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan oleh nyamuk
untuh berkembang biak.
25
Faktor lingkungan dapat dikelompokkam ke dalam 3 (tiga)
kelompok yaitu:
a. Linghungan fisik
1. Suhu adara
Suhu udara sangat mempengaruhi panjang
pendehnya siklus sporogoni atau masa inkubasi ekstrinsik
Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin
pendek masa inhubasi ekstrinsik dan sebaliknya makin
rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik
Pengaruh suhu ini berbeda bagi tiap species. Pada
suhu 26,79C, masa inkubasi ekstrinsik untuk tiap species
adalah sebagai berikut:
- P. folciparum : 10 —12 hari.
- P. vivax : 8 –11 hari.
- P. malariae : 14 hari.
- P. ovale : 15 hari.
2. Kelembaban udara (relative hamidify).
Kelembaban yang rendah memperpendek umur
nyamuk. Tingkat kelembaban 63 % misalnya, merupakan
angka paling rendah untuk memungkinkan adanya
penularan di Punjab, India. Kelembaban mempengaruhi
kecepatan berkembang biak, kebiasaan menggigit, istirahat
dan lain-lain dari nyamuk.
26
3. Hujan.
Terdapat hubungan langsung antara hujan dan
perkembangan larva nyamuk menjadi bentuk dewasa. Besar
kecilnva pengaruh tergantung pada jenis hujan, derasnya
hujan, jumlah hari hujan, jenis vektor dan jenis tempat
perlindungan (breeding places). Hujan yang diselingi oleh
panas akon memperbesar kemunghinan berkembang
biaknya Anopheles sp.
4) Angin.
Kecepatan angin pada saat matahari terbit don
terbenam yang merupakan saat terbangnya nyamuk ke
dalam atau ke luar rumah, adalah salah satu faktor yang ikut
menentuhan jumlah kontak antara manusia dan nyamuk.
Jarak terbang nyamuk (flight range) dapat lebih pendek atau
lebih panjang tergantung kepada arah angin.
5) Sinar matahari.
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva
nyamuh berbeda-beda. An. sundaicus lebih suka tempat
teduh, sebaliknya An. Hyrcanus lebih menyukai tempat yang
terbuka. An. Barbirostis dapat hidup balk di tempat yang
teduh maupun di tempat yang terang.
6) Arus air.
27
An. barblrostris menyuhai tempat perinduhan yang
aimya statis atau mengalir sedikiL An. mlnimus menyuhal
tempat perindukan yang aliran almyo cuhup deras dan An.
letifer di tempat yang aimya tergenang.
b. Lingkungan kimiawi
Dari lingkungan ini yang baru diketahui pengaruhnya
adalah kadar garam dari tempat perindukan. Sebagai contoh An.
sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya
berkisor antara 12 - 18 perseribu dan telah dapat berkembang
biak pada kadar garam 40 perseribu ke atas, meskipun di
beberapa tempat di Sumatera Utara An. sundaicus ditemukan
pula dalam air tawar. An. letifer dapat hidup di tempat yang
asam/pH rendah.
c. Lingkungan (flora dan fauna)
Tumbuhan bakau, ganggang dan berbagai jenis tumbuh-
tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk
karena ia dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau
melindungi dari serangan mahluk hidup lain. Adanya berbagai
jenis ikan pemakan larva seperti ikan kelapa timah, gambusia,
nila, mujair dan lain-lain aban mempengaruhi populasi nyamuk
di suatu daerah. Selain itu adanya ternak besar seperti sapi dan
kerbou dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia,
apabila kandang hewan tersebut diletakkan di luar rumah, dan
28
terletak antara rumah dan breeding places tetapi tidak jauh
jarahnya dari rumah (Cottle Barrier).
d. Lingkungan sosial budaya
Faktor ini kadang-kadang besar sekali pengaruhnya
dibandingkan dengan faktor lingkungan yang lain. Kebiasaan
untuk berada di luar rumah sampai larut malam di mana
vektornya lebih bersifat eksofilik dan elaofagik akan
memperbesar jumlah gigitan nyamuk. Penggunaan kelambu,
kawat kasa pada rumah dan penggunaan zat penolak
nyamuk/repellent yang intensitasnya berbeda sesuai dengan
perbedaan status sosial masyarakat, akan mempengaruhi angka
kesakitan malaria. Faktor yang cukup panting pula adalah
pandangan/persepsi masyarahat di suatu daerah terhadap
penyakit malaria. Apablia malaria dianggap sebagai suatu
kebutuhan (demand) untuk diatasi, upaya untuk menyehatkan
lingkungan akan dilaksanakan oleh masyarahat secara spontan.
Akibat dari derap pembangunan yang kian cepat adalah
kemungkinan timbulnya tempeat perindukan buatan manusia
sendiri. Pembangunan bendungan, penambangan timah dan
pembangunan tempeat pemukiman baru adalah beberapa contoh
kegiatan pembangunan yang sering menimbulhan perubahan
linghungan yang menguntunghan bagi nyamuk malaria.
29
Dengan mengenal hubungan faktor yang berperan dalam
penyebaran malaria, maka usaha pemutusan mata rantai
penularannya dapat direncanahan dan ditentukan dengan lebih
terarah. Pemutusan mata rantai penularan malaria diantaranya
adalah:
1. Menyembuhkan orang yang sakit malaria: dengan tidak adanya
orang yang sakit malaria, maka tidak mungkin terjadi penularan,
walaupun terdapat vektor (nyamuk) penular malaria.
2. Menghilangkan (membunuh) vektor (nyamuk): dengan tidak
adanya vektor, maka tidak mungkin terdapat penularan,
walaupun terdapat orang yang sakit malaria.
3. Menghilangkan tempat-tempat perindukan: dengan tidak ada
perindukan nyamuk malaria tidah bisa berkembang blak
sehingga akan hilang atau setidak-tidaknya berkurang
kepadatannya.
g. Pencegahan Malaria
1) Pencegahan Primer
a) Tindakan terhadap manusia
1. Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang
harus diberikan kepada setiap pelancong atau petugas yang
akan bekerja di daerah endemis. Materi utama edukasi
30
adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko
terkena malaria, dan yang terpenting pengenalan tentang
gejala dan tanda malaria, pengobatan malaria, pengetahuan
tentang upaya menghilangkan tempat perindukan.
2. Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini, dengan
memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang cara
pencegahan malaria.
3. Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari
gigtan nyamuk dengan menggunakan pakaian lengkap, tidur
menggunakan kelambu, memakai obat penolak nyamuk,
dan menghindari untuk mengunjungi lokasi yang rawan
malaria.
4. Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar
rumah mulai senja sampai subuh di saat nyamuk anopheles
umumnya mengigit.
b) Kemoprofilaksis (Tindakan terhadap Plasmodium sp)
Walaupun upaya pencegahan gigitan nyamuk cukup
efektif mengurangi paparan dengan nyamuk, namun tidak
dapat menghilangkan sepenuhnya risiko terkena infeksi.
Diperlukan upaya tambahan, yaitu kemoprofilaksis untuk
mengurangi risiko jatuh sakit jika telah digigit nyamuk
31
infeksius. Beberapa obat-obat antimalaria yang saat ini
digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah klorokuin,
meflokuin (belum tersedia di Indonesia), doksisiklin,
primakuin dan sebagainya. Dosis kumulatif maksimal untk
pengobatan pencegahan dengan klorokuin pada orang dewasa
adalah 100 gram basa.
Untuk mencegah terjadinya infeksi malaria terhadap
pendatang yang berkunjung ke daerah malaria pemberian obat
dilakukan setiap minggu; mulai minum obat 1- 2 minggu
sebelum mengadakan perjalanan ke endemis malaria dan
dilanjutkan setiap minggu selama dalam perjalanan atau
tinggal di daerah endemis malaria dan selama 4 minggu setelah
kembali dari daerah tersebut.
Pengobatan pencegahan tidak diberikan dalam waktu
lebih dari 12 - 20 minggu dengan obat yang sama. Bagi
penduduk yang tinggal di daerah risiko tinggi malaria dimana
terjadi penularan malaria yang bersifat musiman maka upaya
pencegahan terhadap gigitan nyamuk perlu ditingkatkan
sebagai pertimbangan alternatif terhadap pemberian
pengobatan profilaksis jangka panjang dimana kemungkinan
terjadi efek samping sangat besar.
c) Tindakan terhadap vektor
1. Pengendalian secara mekanis
32
Dengan cara ini, sarang atau tempat berkembang biak
serangga dimusnahkan, misalnya dengan mengeringkan
genangan air yang menjadi sarang nyamuk. Termasuk
dalam pengendalian ini adalah mengurangi kontak nyamuk
dengan manusia, misalnya memberi kawat nyamuk pada
jendela dan jalan angin lainnya.
2. Pengendalian secara biologis
Pengendalian secara biologis dilakukan dengan
menggunakan makhluk hidup yang bersifat parasitik
terhadap nyamuk atau penggunaan hewan predator atau
pemangsa serangga. Dengan pengendalian secara biologis
ini, penurunan populasi nyamuk terjadi secara alami tanpa
menimbulkan gangguan keseimbangan ekologi. Memelihara
ikan pemangsa jentik nyamuk, melakukan radiasi terhadap
nyamuk jantan sehingga steril dan tidak mampu membuahi
nyamuk betina. Pada saat ini sudah dapat dibiakkan dan
diproduksi secara komersial berbagai mikroorganisme yang
merupakan parasit nyamuk. Bacillus thuringiensis
merupakan salah satu bakteri yang banyak digunakan,
sedangkan Heterorhabditis termasuk golongan cacing
nematode yang mampu memeberantas serangga.
Pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan oleh
masyarakat yang memiliki temak lembu, kerbau, babi.
33
Karena nyamuk An. aconitus adalah nyamuk yang
senang /menyukai darah binatang (ternak) sebagai sumber
mendapatkan darah, untuk itu ternak dapat digunakan
sebagai tameng untuk melindungi orang dari serangan An.
aconitus yaitu dengan menempatkan kandang ternak diluar
rumah (bukan dibawah kolong dekat dengan rumah).
3. Pengendalian secara kimiawi
Pengendalaian secara kimiawi adalah pengendalian
serangga mengunakan insektisida. Dengan ditemukannya
berbagai jenis bahan kimia yang bersifat sebagai pembunuh
serangga yang dapat diproduksi secara besar-besaran, maka
pengendalian serangga secara kimiawi berkembang pesat.
2) Pencegahan Sekunder
a) Pencarian penderita malaria
Pencarian secara aktif melalui skrining yaitu dengan
penemuan dini penderita malaria dengan dilakukan
pengambilan slide darah dan konfirmasi diagnosis
(mikroskopis dan /atau RDT (Rapid Diagnosis Test) dan secara
pasif dengan cara melakukan pencatatan dan pelaporan
kunjungan kasus malaria.
b) Diagnosa dini
Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang
tepat dari penderita tentang keluhan utama (demam, menggigil,
34
berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah,
diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal), riwayat berkunjung dan
bermalam 1- 4 minggu yang lalu ke daerah endemis malaria,
riwayat tinggal di daerah endemis malaria, riwayat sakit
malaria, riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir,
riwayat mendapat transfusi darah. Selain itu juga dapat
dilakukan pemeriksaan fisik berupa : Demam (pengukuran
dengan thermometer =37.5 °C), Anemia, Pembesaran limpa
(splenomegali) atau hati (hepatomegali), Pemeriksaan
Laboratorium, Pemeriksaan mikroskopis dan Tes Diagnostik
Cepat (RDT, Rapid Diagnostic Test)
c) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi
umum penderita, meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit dan trombosit. Bisa juga
dilakukan pemeriksaan kimia darah, pemeriksaan foto toraks,
EKG (Electrokardiograff), dan pemeriksaan lainnya.
d) Pengobatan yang tepat dan adekuat
Berbeda dengan penyakit-penyakit yang lain, malaria
tidak dapat disembuhkan meskipun dapat diobati untuk
menghilangkan gejala-gejala penyakit. Malaria menjadi
penyakit yang sangat berbahaya karena parasit dapat tinggal
dalam tubuh manusia seumur hidup. Sejak 1638, malaria
35
diobati dengan ekstrak kulit tanaman cinchona. bahan ini
sangat beracun tetapi dapat menekan pertumbuhan protozoa
dalam darah. Saat ini ada tiga jenis obat anti malaria, yaitu
Chloroquine, Doxycyline, dan Melfoquine. Tanpa pengobatan
yang tepat akan dapat mengakibatkan kematian penderita.
Pengobatan harus dilakukan 24 jam sesudah terlihat adanya
gejala.
Pengobatan spesifik untuk semua tipe malaria:
- Pengobatan untuk mereka yang terinfeksi malaria adalah
dengan menggunakan chloroquine terhadap P. falciparum,
P. vivax, P. malariae dan P. ovale yang masih sensitif
terhadap obat tersebut.
- Untuk pengobatan darurat bagi orang dewasa yang
terinfeksi malaria dengan komplikasi berat atau untuk orang
yang tidak memungkinkan diberikan obat peroral dapat
diberikan obat Quinine dihydrochloride.
- Untuk infeksi malaria P. falciparum yang didapat di daerah
dimana ditemukan strain yang resisten terhadap
chloroquine, pengobatan dilakukan dengan memberikan
quinine.
- Untuk pengobatan infeksi malaria P. vivax yang terjadi di
Papua New Guinea atau Irian Jaya (Indonesia) digunakan
mefloquine.
36
- Untuk mencegah adanya infeksi ulang karena digigit
nyamuk yang mengandung malaria P. vivax dan P. ovale
berikan pengobatan dengan primaquine.
Primaquine tidak dianjurkan pemberiannya bagi orang yang
terkena infeksi malaria bukan oleh gigitan nyamuk (sebagai
contoh karena transfusi darah) oleh karena dengan cara
penularan infeksi malaria seperti ini tidak ada fase hati.
3) Pencegahan Tertier
a) Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria
Kematian pada malaria pada umumnya disebabkan oleh
malaria berat karena infeksi P. falciparum. Manifestasi malaria
berat dapat bervariasi dari kelainan kesadaran sampai
gangguan fungsi organ tertentu dan gangguan metabolisme.
Prinsip penanganan malaria berat:
- Pemberian obat malaria yang efektif sedini mungkin
- Penanganan kegagalan organ seperti tindakan dialisis
terhadap gangguan fungsi ginjal, pemasangan ventilator
pada gagal napas.
- Tindakan suportif berupa pemberian cairan serta
pemantauan tanda vital untuk mencegah memburuknya
fungsi organ vital.
b) Rehabilitasi mental/ psikologis
37
Pemulihan kondisi penderita malaria,memberikan dukungan
moril kepada penderita dan keluarga di dalam pemulihan dari
penyakit malaria, melaksanakan rujukan pada penderita yang
memerlukan pelayanan tingkat lanjut (DepKes. RI, 2009).
2. Kelambu Insektisida
a. Manfaat
1. Efektifitas Penggunaan Kelambu Berinsektisida
Menurut WHO (2007) penggunaan kelambu berinsektisida
di beberapa negara di Afrika telah berhasil menurunkan angka
kesakitan malaria rata-rata 50%, menurunkan kelahiran bayi
dengan berat badan kurang rata-rata 23%, menurunkan angka
keguguran pada kehamilan pertama sampai keempat sebesar 33%,
menurunkan angka parasitemia pada plasenta dari seluruh
kehamilan sebesar 23%.
Penggunaan kelambu berinsektisida mencegah penularan
malaria bila didukung kondisi sebagai berikut :
a) Cakupan penggunaan kelambu diatas 80% penduduk di lokasi
sasaran
b) Penduduk menggunakan kelambu secara benar.
c) Kebiasaan penduduk tidak berada di luar rumah pada malam
hari.
38
d) Perilaku vektor setempat menggigit (mencari darah) di dalam
rumah dan aktivitas menggigitnya sudah mulai tinggi tidak
pada awal malam
e) Menggunakan kelambu berinsektisida berkualitas yaitu
efektifitasnya lama minimal 3 tahun dan kelambu terbuat dari
bahan yang tidak cepat rusak.
f) Bila menggunakan kelambu berinsektisida celup ulang maka
siklus pencelupan ulang harus tepat waktu (setiap 6 bulan atau
lebih tergantung lamanya efektivitas efektifitas insektisida
yang digunakan.
g) Penduduk mau merawat kelambu dengan baik, seperti menjahit
bila robek, mencuci dan mengeringkan dengan cara yang
benar.
2. Keuntungan Pemakaian Kelambu Berinsektisida
a) Penggunaan kelambu lebih murah dibandingkan penyemprotan
rumah dengan menggunakan insektisida yang sama, misalnya
golongan piretroid sintetik
b) Pelaksanaan di lapangan lebih mudah karena tidak
menggunakan peralatan khusus, sehingga dapat diintegrasikan
dengan program/sektor lain.
c) Dapat memberdayakan masyarakat dalam pendistribusian,
pencelupan ulang, dan penyediaan kelambu secara mandiri.
39
d) Penggunaan kelambu juga dapat mencegah penularan penyakit
lain yang ditularkan oleh nyamuk.
e) Mengurangi gigitan nyamuk, mematikan kepinding, kecoa dan
serangga pengganggu lain yang kontak dengan kelainbu
berinsektisida.
f) Sebagai alternatif kegiatan penyemprotan rumah, bila > 20%
masyarakat di suatu lokasi menolak rumahnya diseinprot
insektisida Indoor Residual Spraying (IRS) atau bila perilaku
vektornya tidak istirahat di dinding rumah penduduk
3. Jenis dan Standarisasi
a) Jenis Kelambu
Menurut WHO (2007), saat ini ada dua jenis kelambu
berinsektida, yaitu (DepKes. RI, 2009):
(1) Kelambu Berinsektisida Tahan Lama (KBTL) atau Long
lasting Insectisidal Nets (LLINs) adalah kelambu
berinsektisida proses insektisida pada bahan kelambu
dilakukan di pabrik, melalui pencampuran pada serat
benang (fiber) atau pelapisan pada semi benang, atau pada
kelambu yang sudah jadi dicelup dengan bahan pencelupan
insektisida tahan lama.
(2) Ketiga macam kelambu-berinsektisida tersebut melalui uji
standar WHO secara laboratorium masih efektif setelah
dicuci minimal 20 kali, dan uji lapangan efektifitasnya
40
minimal 3 tahun tanpa pencelupan ulang dengan
insektisida. Bahan pencelupan insektisida tahan lama (long
lasting insecticidal treatment kits) adalah satu paket bahan
rang terdiri dari insektisida dan bahan (perekat) yang dapat
digunakan untuk mencelup kelambu biasa menjadi kelambu
berinsektisida tahan lama (KBTL) atau LLINs.
(3) Kelambu Berinsektisida Celup Ulang (KBCU) atau
Impregnated Bed Nets (IBN) atau Insecticide Treated Nets
(ITN) adalah kelambu biasa (tidak berinsektisida) yang
dicelup dengan insektisida sehingga efektif selama
6 - 12 bulan dengan pencucian kelambu setiap 6 bulan.
Agar tetap efektif terhadap vektor, kelambu tersebut setelah
dicuci harus dicelup ulang dengan insektisida setiap 6 - 12
bulan (tergantung jenis insektisidanya).
b) Standarisasi Kelambu Berinsektisida
(1) Kelambu Berinsektisida Tahan Lama (KBTL)
Agar kelambu berinsektisida yang digunakan berkualitas
dan aman bagi penduduk yang memakai, maka perlu
ditetapkan persyaratan teknis sebagai berikut:
(a) Kelambu Berinsektisida Tahan Lama (KBTL) produksi
dalam negeri terdaftar di Komisi Pestisida (KOMPES)
Departemen Pertanian RI
41
(b) KBTL produksi luar negeri harus terdaftar Komisi
Pestisida (KOMPES) Departemen Pertanian RI dan
rekomendasi WHO
(c) KBTL produksi dalam maupun luar negeri sudah diuji
dengan standar WHO skala laboratorium dan lapangan
oleh WHO atau institusi yang berwenang di Indonesia.
Dengan hasil uji laboratorium masih efektif setelah
dicuci minimal 20 kali dan uji lapangan efektifitasnya
minimal 3 tahun tanpa pencelupan ulang.
(d) Ukuran kelambu
Kelambu untuk keluarga (suami, isteri, dan 1 anak umur
kurang 2 tahun)
Panjang : 180 – 200 cm
Lebar : 160 – 180 cm
Tinggi : 150 – 180 cm
Kelambu untuk individu (misalnya TNI/Polri)
Panjang: 180 – 200 cm
Lebar : 79 – 80 cm
Tinggi : 150 – 180 cm
(e) Jenis bahan kelambu yang ada adalah katun, nilon,
polyester dan polyethylene. Untuk KBTL, WHO
menganjurkan menggunakan bahan kelambu yang tahan
lama dan lebih kuat ( minimal 3 tahun)
42
(f) Jumlah lubang (mesh) dihitung, dengan 2 cara :
- Dihitung jumlah lubang per inchi persegi (square
inch), minimal terdapat 156 lubang dengan ukuran
luas 1,2 - 2,0 min per lubang.
- Dihitting, jumiah lubang secara diagonal pada
kelambu seluas 1 inchi persegi, terdapat 25 — 26
lubang pada garis diagonal dan salah satu garis
datar, dengan menghitung dua kali terhadap lubang
pada titik sudutnya.
(g) Denier (adalah tilairan berat dalam gram dari serat
benang kelambu sepanjang 9000 m). Untuk kelambu
polyester minimal 75 denier dan kelambu polyethylene
minimal 100 denier.
(h) Menggunakan insektisida yang sudah direkomendasi
oleh WHO
1. KBTL yang diproses di pabrik
Menurut WHO (2007), saat ini KBTL yang diproses
di pabrik melalui pencampuran insektisida pada
serat benang atau pelapisan insektisida pada serat
benang yang sudah mendapatkan rekomendasi
WHO adalah
(1) KBTL yang dibuat dengan mencampur
Permethrin dalam serat benang polyethylene
43
dengan dosis 1000 mg/m2. Proporsi insektisida
pada permukaan serat beriang hanya kecil,
sekitar 2 - 5%. Insektisida yang hilang/lepas
karena pemakaian atau pencucian akan
digantikan sccara bertahap melalui difusi
Permethrin dari dalam serat benang, sehingga
kelambu tetap efektif. KBTL ini dibuat dengan
lubang (mesh) yang lebar : 4 mm x 4 mm.
(2) KBTL yang dibuat dengan melapiskan
Deltamethrin (yang dicampur resin) pada serat
benang polyester dengan dosis 55 mg/m2.
Insektisida dilepaskan secara bertahap dari
permukaan serat benang, sehingga tetap efektif
setelah dicuci berulang-ulang.
(3) KBTL yang dibuat dengan melapiskan
Alphacypermethrin pada serat benang polyster
dengan dosis 200 mg/ m2
(i) Warna putih atau warna lain yang ditentukan oleh unit
pengguna (user). Sebagai bahan pertimbangan warna
pastel harganya sekitar 10% lebih mahal dari warna
putih, sedang warna yang lebih gelap harganva sekitar
20% lebih mahal.
(j) Pengepakan (Kemasan)
44
(1) Setiap kelambu dikemas dalam kantong plastik
vang berlubang – lubang (untuk ventilasi) langsung
dari pabrik, dan tcrdapat label dengan
mencantumkan tulisan: nama dagang, ukuran
kelambu dan kekuatan benang kelambu.
(2) Setiap 40 – 100 kelambu di kemas ke dalam
karung plastlik (bal) diberi stiker label yang kuat
tidak mudah lepas dan robek. Pada label tercantum
tulisan : nama dagang, nomor pendaftaran, no
batch, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa (tan-
gal kadaluarsa bahan aktif minimal 3 tahun) jumlah
kelambu per-bal, berat kotor, dan penie-ang
pendaftaran.
(3) Dalam kemasan dilengkapi brosur cara pemakaian
dan pemeliharaan yang mudah, dipahami.
Misalnva cara pemakaian, pencucian, pengeringan
yang dianjurkan maupun hal-hal yang harus
dihindarkan agar kelambu berinsektisida efektif.
(k) Kelengkapan
Mempunyai tali untuk menggantung pada ke empat
sudut
(2) Kelambu Berinsektisida Celup Ulang (KBCU)
45
Agar kelambu berinsektisida celup ulang yang digunakan
berkualitas dan aman bagi penduduk yang memakai, maka
disarankan memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
1) Ukuran Kelanibu
Kelambu untuk keluarga (suami, isteri, dan 1 anak umur
kurang 2 tahun)
Panjang : 180 – 200 cm
Lebar : 160 – 180 cm
Tinggi : 150 – 180 cm
Kelambu untuk individu (misalnya TNI/Polri)
Panjang : 180 – 200 cm
Lebar : 79 – 80 cm
Tinggi : 150 – 180 cm
2) Jenis bahan kelambu yang ada adalah katun, nilon,
polyester dan polyethylene.
3) Jumlah lubang (mesh) dihitung, dengan 2 cara :
a) Dihitung jumlah lubang per inchi persegi (square
inch), minimal terdapat 156 lubang dengan ukuran
luas 1,2 - 2,0 min per lubang.
b) Dihitting, jumiah lubang secara diagonal pada
kelambu seluas 1 inchi persegi, terdapat 25 — 26
lubang pada garis diagonal dan salah satu garis
46
datar, dengan menghitung dua kali terhadap lubang
pada titik sudutnya.
4) Untuk kelambu biasa yang di jual di pasaran, ukuran,
denier, jumlah lubang, seperti pada KBTL
5) Untuk mencelup kelambu biasa yang dilakukan secara
mandiri (individu) menggunakan insektisida yang sudah
direkomendasikan oleh WHO dari golongan Sintetik
Pyrethroid dan terdaftar di KOMPES, antara lain:
Insektisida Dosis (per m2)Alpha-cypermethrine 10% SC 20 - 40 mgCyfluthrin 5 % EW 50 mgDeltamethrin 1 % SC/WT 25 % 15 - 25 mgEtofenprox 10% EW 200 mgLamda-cyhalothrin 2,5 % CS 10 - 20Permethrin 10% EC 200 - 500 mg
Sumber: WHO (2002)
Atau menggunakan insektisida dalam kemasan
siap pakai yang direkomendasi WHO dan terdaftar di
KOMPES, sebagai berikut:
Insektisida Dosis per kelambuAlpha-cypermethrine 10% SC 6 mlCyfluthrin 5 % EW 15 mlDeltamethrin 1 % SC 40 mlDeltamethrin WT 1 tabletEtofenprox 10% EW 30 mlLamda-cyhalothrin 2,5 % CS 10 mlPermethrin 10% EC 75 ml
Sumber : WHO (2002)
6) Warna putih atau warna lain yang ditentukan oleh unit
pengguna (user). Sebagai bahan pertimbangan warna
pastel harganya sekitar 10% lebih mahal dari warna
47
putih, sedang warna yang lebih gelap harganva sekitar
20% lebih mahal.
7) Kelengkapan, Mempunyai tali untuk menggantung pada
ke empat sudut (DepKes. RI, 2009).
b. Cara Pemakaian
Agar kelambu berinsektisida dapat efektif mencegah gigitan
nayamuk, maka dalam pemakaian kelambu harus memperhatikan hal-
hal sebagai berikut :
1. Kelambu berinsektisida yang baru saja dikeluarkan dari bungkus
plastiknya, sebelum dipakai, sebaiknya diangin-anginkan dahulu
ditempat yang teduh dengan cara menggantungkan kelambu
tersebut pada tali sampai baunya hilang (selama sehari semalam)
2. Kelambu dipasang dengan mengikatkan ke empat tali kelambu
pada tiang tempat tidur atau pada paku di dinding. Pada saat tidur
dalam kelambu, seluruh ujung bawah kelambu dimasukkan
(dilipat) dibawah kasur atau tikar/matras sehingga tidak ada
kemungkinan nyamuk masuk ke dalam kelambu.
3. Kelambu digunakan waktu tidur setiap malam sepanjang tahun,
tidak hanya pada saat nyamuk mengganggu atau dianggap tidak
ada nyamuk
4. Kelambu dirawat dengan baik agar tidak cepat robek, maka pada
siang hari kelambu diikat/digulung.
48
5. Jika kelambu berinsektisida sudah tidak efektif lagi, baik KBTL
( setelah 3 tahun) atau KBCU (setelah 6 – 12 bulan) hubungi
petugas puskesmas atau kader setempat yang sudah terlatih, untuk
dilakukan pencelupan ulang
6. Jangan merokok atau menyalakan api di dalam atau dekat dengan
kelambu, karena kelambu mudah terbakar (DepKes. RI, 2009).
B. Kerangka Konsep Penelitian
Menurut (Notoatmodjo, 2010), kerangka konsep penelitian adalah
kerangka hubungan antar konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur
melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan. Pada penelitian ini dapat
dilihat kerangka konsep sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.1.
Kerangka Konsep Penelitian
C. Hipotesis Penelitian
KEJADIAN MALARIA PENGGUNAAN KELAMBU
INSEKTISIDA
49
Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya, maka disusun suatu hipotesis yang merupakan jawaban
sementara dari pertanyaan penelitian yaitu sebagai berikut :
“Ada hubungan penggunaan kelambu insektisida dengan kejadian
malaria di wilayah kerja Puskesmas Pujon Kecamatan Kapuas Tengah
Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah Tahun 2011”.
50
top related