bab i - ii yoestina

77
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pembangunan Indonesia sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas, dimana pembangunan sektor kesehatan merupakan salah satu unsur penentu. Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas, masyarakat harus bebas dari berbagai penyakit, termasuk penyakit malaria. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi tingginya angka kematian bayi, balita dan ibu hamil. Setiap tahun lebih dari 500 juta penduduk dunia terinfeksi malaria dan lebih dari 1.000.000 orang meninggal dunia. Kasus terbanyak terdapat di Afrika dan beberapa negara Asia, Amerika Latin, Timur Tengah dan beberapa 1

Upload: hipni

Post on 30-Jun-2015

725 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I - II YOESTINA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberhasilan pembangunan Indonesia sangat ditentukan oleh

ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas, dimana pembangunan

sektor kesehatan merupakan salah satu unsur penentu. Untuk mendapatkan

sumber daya manusia yang berkualitas, masyarakat harus bebas dari berbagai

penyakit, termasuk penyakit malaria. Malaria merupakan salah satu penyakit

menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk

Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi tingginya angka kematian bayi, balita

dan ibu hamil. Setiap tahun lebih dari 500 juta penduduk dunia terinfeksi

malaria dan lebih dari 1.000.000 orang meninggal dunia. Kasus terbanyak

terdapat di Afrika dan beberapa negara Asia, Amerika Latin, Timur Tengah

dan beberapa bagian negara Eropa (SK Menkes. RI NOMOR

293/MENKES/SK/IV/2009).

Indonesia merupakan salah satu negara yang masih berisiko terhadap

malaria. Sekitar 50% dari populasi Indonesia rawan terkena malaria, terutama

di daerah pedesaan dan antara masyarakat miskin. Daerah yang paling rawan

malaria terletak di luar Jawa, terutama daerah timur Indonesia, dari Nusa

Tenggara Timur ke Maluku dan Papua. Daerah-daerah di Sumatra,

Kalimantan dan Sulawesi mempunyai tingkat transmisi malaria yang sedang

(UNICEF, 2009). Pada tahun 2007 di Indonesia terdapat 396 Kabupaten

1

Page 2: BAB I - II YOESTINA

endemis dari 495 Kabupaten yang ada, dengan perkiraan sekitar 45%

penduduk berdomisili di daerah yang berisiko tertular malaria. Jumlah kasus

pada tahun 2006 sebanyak 2.000.000 dan pada tahun 2007. menurun menjadi

1.774.845. Menurut perhitungan para ahli berdasarkan teori ekonomi

kesehatan, dengan jumlah kasus malaria sebesar tersebut diatas dapat

menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar mencapai sekitar 3 triliun

rupiah lebih. Kerugian tersebut sangat berpengaruh terhadap pendapatan

daerah (Depkes. RI, 2009).

Untuk mengatasi masalah malaria, dalam pertemuan WHA 60 tanggal

18 Mei 2007 telah dihasilkan komitmen global tentang eliminasi malaria bagi

setiap negara. Petunjuk pelaksanaan eliminasi malaria tersebut telah di

rumuskan oleh WHO dalam Global Malaria Programme. Eliminasi malaria

adalah suatu upaya untuk menghentikan penularan malaria setempat dalam

satu wilayah geografis tertentu, dan bukan berarti tidak ada kasus malaria

impor serta sudah tidak ada vektor malaria di wilayah tersebut, sehingga tetap

dibutuhkan kegiatan kewaspadaan untuk mencegah penularan kembali.

Sejalan dengan rencana eliminasi malaria, Presiden RI pada peringatan Hari

Malaria Sedunia Pertama pada tanggal 25 April 2008 menginstruksikan untuk

terus meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap malaria (Depkes.

RI, 2009).

Program pemberantasan penyakit malaria selain dengan cara

pengobatan terhadap penderita, dilakukan pula dengan cara memberantas

vektornya. Ada banyak metoda pemberantasan vektor malaria dengan tujuan

2

Page 3: BAB I - II YOESTINA

menekan populasi vektor sehingga tidak berperan lagi dalam penularan

malaria. Dari banyak metoda pemberantasan vektor tersebut, yang paling

disarankan adalah dengan pengelolaan ligkungan melalui pengendalian secara

biologi (biological control) karena tidak berpengaruh terhadap keseimbangan

ekologi dan bisa dilanjutkan oleh masyarakat melalui program jangka panjang

yang berkesinambungan. Tapi metode ini akan efektif di daerah endemis

malaria yang sudah diketahui karakteristik tempat perindukannya dengan

intensitas penularan rendah. Sedangkan untuk daerah endemis dengan

intensitas penularan tinggi, perlu diikuti dengan metoda pemberantasan lain

misalnya menggunakan insektisida, terutama pada saat populasi vektor sedang

tinggi dan penularan sedang berlangsung. Salah satu cara yang digunakan

adalah menggunakan kelambu berinsektisida atau insecticide treated net (ITN)

yang cukup efektif sebagai proteksi diri terhadap gigitan nyamuk dan serangga

lainnya serta mampu mencegah penularan malaria. Adapun manfaat

menggunakan kelambu berinsektisida diantaranya melindungi ibu hamil dari

gigitan nyamuk sehingga mengurangi anemia dan kematian ibu, mengurangi

BBLR, menurunkan kematian bayi baru lahir, meningkatkan pertumbuhan dan

perkembangan selama kehamilan (Masse. dkk, 2009).

Penggunaan kelambu tempat tidur yang sudah dicelupkan ke dalam

insektisida di daerah-daerah yang penyebaran malarianya tinggi dapat

mengurangi kematian anak dari semua sebab hingga 30 persen dan dari

malaria hingga 50 persen. Pada akhir 2008, kurang dari 10 persen dari anak-

anak Indonesia di daerah endemik malaria tidur di bawah kelambu (UNICEF,

3

Page 4: BAB I - II YOESTINA

2009). Di Papua New Guinea, ITN terbukti dapat menurunkan jumlah

nyamuk yang penuh darah di perutnya pada suatu ruangan. Di Sukabumi Jawa

Barat, ITN dapat menurunkan angka kesakitan malaria di Desa Langkapjaya

dari 87 kesakitan per 1.000 penduduk pada tahun 2004 menjadi 13 kesakitan

pada tahun 2005 diri terhadap gigitan nyamuk dan serangga lainnya serta

mampu mencegah penularan malaria. Insektisida yang dipakai mencelup

kelambu di Indonesia, termasuk golongan synthetic pyrethroid, salah satunya

adalah permethrin yang mempunyai rumus molekul C21H20Cl2O3.

Permethrin mulai dipasarkan pada tahun 1997, merupakan racun kontak yang

mempengaruhi sistem pencernaan, efektif terhadap Hemiptera, Diptera dan

Coleoptera (Lukman. dkk, 2006). Perbedaan yang spesifik dengan kelambu

biasa adalah dapat membunuh nyamuk dan serangga, mengurangi populasi

nyamuk serta sudah dipoles sejak pembuatan dan bertahan selama lima tahun.

Kabupaten Kapuas merupakan salah satu kabupaten di Kalimantan

Tengah yang memiliki angka kejadian malaria tinggi. Angka rata-rata

kesakitan malaria klinis sebesar 3.300 kasus pertahun. Selama tahun 2009

jumlah kesakitan malaria klinis sebanyak 3.564 kasus. Salah satu puskesmas

di wilayah Kabupaten Kapuas yang mempunyai jumlah kasus malaria tertinggi

adalah Puskesmas Pujon Kecamatan Kapuas Tengah. Jumlah penduduk di

wilayah kerja Puskesmas Pujon Kecamatan Kapuas Tengah yang berisiko

terhadap kejadian malaria adalah 10.122 jiwa. Pada tahun 2007, ditemukan

kasus malaria klinis sebanyak 911 kasus, tahun 2008 sebanyak 744 kasus dan

pada tahun 2009 sebanyak 697 kasus. Selama tahun 2009, Dinas Kesehatan

4

Page 5: BAB I - II YOESTINA

Kabupaten Kapuas membagikan kelambu berinsektisida kepada penduduk

sebanyak 5.000 buah, setiap rumah tangga mendapatkan satu buah kelambu.

Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa tidak semua

keluarga menggunakan kelambu berinsektisida dalam mencegah kejadian

malaria. Hal ini menyebabkan masih tingginya kejadian malaria di wilayah

kerja Puskesmas Pujon Kecamatan Kapuas Tengah.

Berdasarkan fenomena yang terjadi seperti yang diuraikan diatas maka

peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan

penggunaan kelambu insektisida dengan kejadian malaria di wilayah kerja

Puskesmas Pujon Kecamatan Kapuas Tengah Kabupaten Kapuas Kalimantan

Tengah Tahun 2011.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut “ Apakah ada hubungan penggunaan kelambu

insektisida dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Pujon

Kecamatan Kapuas Tengah Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah Tahun

2011? “.

5

Page 6: BAB I - II YOESTINA

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan penggunaan kelambu insektisida dengan

kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Pujon Kecamatan Kapuas

Tengah Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah Tahun 2011.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Pujon

Kecamatan Kapuas Tengah Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah

Tahun 2011.

b. Mengidentifikasi penggunaan kelambu insektisida di wilayah kerja

Puskesmas Pujon Kecamatan Kapuas Tengah Kabupaten Kapuas

Kalimantan Tengah Tahun 2011.

c. Menganalisis hubungan penggunaan kelambu insektisida dengan

kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Pujon Kecamatan Kapuas

Tengah Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah Tahun 2011.

D. Manfaat Penelitian

a. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan

perilaku tentang penggunaan kelambu insektisida dalam pencegahan

malaria.

6

Page 7: BAB I - II YOESTINA

b. Bagi Ilmu dan profesi keperawatan

Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi terhadap

pengembangan ilmu keperawatan komunitas serta merupakan masukan

informasi yang berharga bagi profesi perawat dalam menyusun program

pendidikan dan promosi kesehatan tentang pencegahan penyakit malaria.

c. Bagi Puskesmas

Penelitian ini dapat digunakan sebagai evaluasi terhadap pelayanan

yang telah diberikan puskesmas dalam upaya pencegahan penyakit

menular yang bersumber dari binatang khususnya malaria.

d. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan serta dapat

dijadikan referensi bagi mahasiswa lain yang ingin melakukan penelitian

lanjutan.

e. Bagi Peneliti

Sebagai sarana dalam mengembangkan ilmu yang didapat selama

pendidikan dengan mengaplikasikannya pada kenyataan yang ada di

lapangan serta untuk menambah wawasan dalam pembuatan skripsi.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai pengaruh penggunaan kelambu insektisida dengan

kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Pujon Kecamatan Kapuas

Tengah Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah belum pernah dilakukan,

7

Page 8: BAB I - II YOESTINA

tetapi ada penelitian-penelitian sebelumnya yang mendukung dan berkaitan

dengan penelitian ini yaitu yang berjudul :

1. Efektifitas residu insektisida k-otab (dheltamethrin) pada bahan kelambu

polyester katun dan plastik di Kabupaten Banyumas (Rijatno, 2005). Jenis

penelitian ini adalah eksplanatif dengan metode eksperimen yaitu

bertujuan mencari perbedaan efektifitas residu insektisida K-Otab pada

bahan kelambu poliester, katun dan plastik. Hasil penelitian menunjukkan

adanya perbedaan secara nyata rata-rata jumlah kematian nyamuk An

Aconitus pada variasi jenis bahan kelambu (poliester, katun dan plastik).

Secara deskriptif kematian nyamuk pada bahan poliester dan katun di atas

75% sehingga kedua bahan tersebut masih efektif pada umur residu 21

hari, sedangkan bahan plastik hanya mencapai 53,9% (kematian nyamuk

<75%)sehingga tidak efektif pada umur residu 21 hari.

2. Perilaku masyarakat dalam menggunakan kelambu celup di daerah

endemik Malaria, Mimika Timur, Irian Jaya (Suharjo, 2003). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa Perilaku masyarakat dalam menggunakan

kelambu setelah penyuluhan kedua hasilnya lebih baik dari penyuluhan

pertama. Keluarga yang memakai kelambu terus menerus setelah

penyuluhan kedua telah meningkat mencapai rata-rata 62,9%. Penyuluhan

tentang malaria dan penggunaan kelambu kepada masyarakat cenderung

meningkatkan perilaku penggunaan kelambu. Rata-rata jumlah hari

pemakaian kelambu meningkat dari 21 hari menjadi 24 hari dalam satu

bulan.

8

Page 9: BAB I - II YOESTINA

3. Efikasi kelambu celup insektisida yang dicampur Acrylic dan Arthatrin

terhadap nyamuk Anopheles Sundaicus (Lukman Hakim, dkk, 2006).

Jenis penelitian ini adalah eksplanatif dengan metode eksperimen. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa secara ringkas dapat dinyatakan bahwa

kelambu celup insektisida baik yang dicampur atau tidak dengan bahan

perekat, efektif terhadap nyamuk uji skala laboratorium. Kelambu celup

insektisida permethrin tanpa dicampur bahan perekat, sudah tidak efektif

lagi terhadap nyamuk uji setelah dicuci lima kali; kelambu yang dicelup

insektisida permethrin yang dicampur bahan perekat acrylic dan

arthathrin, sudah tidak efektif lagi setelah dicuci dua puluh lima kali;

kelambu yang dicelup insektisida deltamethrin yang dicampur bahan

perekat acrylic dan arthathrin, sudah tidak efektif lagi setelah dicuci tiga

puluh kali; dan kelambu yang dicelup.

9

Page 10: BAB I - II YOESTINA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritis

1. Malaria

a. Definisi Malaria

Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit

dari genus Plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui

perantaraan tusukan (gigitan) nyamuk Anopheles. Indonesia merupakan

salah satu negara yang memiliki endemisitas tinggi. Malaria maupun

penyakit yang menyerupai malaria telah diketahui ada selama lebih dari

4.000 tahun yang lalu. Malaria dikenal secara luas di daerah Yunani

pada abad ke-4 SM dan dipercaya sebagai penyebab utama

berkurangnya penduduk kota. Penyakit malaria sudah dikenal sejak

tahun 1753, tetapi baru ditemukan parasit dalam darah oleh Alphonse

Laxeran tahun 1880. Untuk mewarnai parasit, pada tahun 1883

Marchiafava menggunakan metilen biru sehingga morfologi parasit ini

lebih mudah dipelajari. Siklus hidup plasmodium di dalam tubuh

nyamuk dipelajari oleh Ross dan Binagmi pada tahun 1898 dan

kemudian pada tahun 1900 oleh Patrick Manson dapat dibuktikan

bahwa nyamuk adalah vektor penular malaria. Pada tahun 1890

Giovanni Batista Grassi dan Raimondo Feletti adalah dua peneliti Italia

yang pertama kali memberi nama dua parasit penyebab malaria pada

10

Page 11: BAB I - II YOESTINA

manusia, yaitu Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae. Pada

tahun 1897 seorang Amerika bernama William H. Welch memberi

nama parasit penyebab malaria tertiana sebagai Plasmodium falciparum

dan pada 1922 John William Watson Stephens menguraikan nama

parasit malaria keempat, yaitu Plasmodium ovale.

Penyakit malaria hingga kini masih merupakan salah satu masalah

kesehatan masyarakat dunia yang utama. Malaria menyebar di berbagai

negara, terutama di kawasan Asia, Afrika,dan Amerika Latin. Di

berbagai negara, malaria bukan hanya permasalahan kesehatan semata.

Malaria telah menjadi masalah sosial-ekonomi, seperti kerugian

ekonomi, kemiskinan dan keterbelakangan.

b. Agent Penyakit Malaria

Agent penyakit malaria adalah genus plasmodia, family

plasmodiidae, dan order Coccidiidae. Ada empat jenis parasit malaria,

yaitu:

1. Plasmodium falciparum

Menyebabkan malaria falciparum atau malaria tertiana yang

maligna (ganas) atau dikenal dengan nama lain sebagai malaria

tropika yang menyebabkan demam setiap hari.

2. Plasmodium vivax

Menyebabkan malaria vivax atau disebut juga malaria tertiana

benigna (jinak).

11

Page 12: BAB I - II YOESTINA

3. Plasmodium malariae

Menyebabkan malaria kuartana atau malaria malariae.

4. Plasmodium ovale

Jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika

dan Pasifik Barat, menyebabkan malaria ovale.

Seorang penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis

plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed

infection). Biasanya paling banyak dua jenis parasit, yakni campuran

antara Plasmodium falciparum dengan Plasmodium vivax atau

Plasmodium malariae. Kadang-kadang dijumpai tiga jenis parasit

sekaligus, meskipun hal ini jarang sekali terjadi. Infeksi campuran

biasanya terdapat di daerah yang tinggi angka penularannya.

Masa inkubasi malaria atau waktu antara gigitan nyamuk dan

munculnya gejala klinis sekitar 7 - 14 hari untuk Plasmodium

falciparum, 8 -14 hari untuk Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale,

dan 7 - 30 hari untuk Plasmodium malariae. Masa inkubasi ini dapat

memanjang antara 8 - 10 bulan terutama pada beberapa strain

Plasmodium vivax di daerah tropis. Pada infeksi melalui transfusi

darah, masa inkubasi tergantung pada jumlah parasit yang masuk dan

biasanya singkat tetapi mungkin sampai 2 bulan. Dosis pengobatan

yang tidak adekuat seperti pemberian profilaksis yang tidak tepat dapat

menyebabkan memanjangnya masa inkubasi.

12

Page 13: BAB I - II YOESTINA

Plasmodium falciparum, salah satu organisme penyebab

malaria, merupakan jenis yang paling berbahaya dibandingkan dengan

jenis plasmodium lain yang menginfeksi manusia, yaitu Plasmodium

vivax, Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale. Saat ini,

Plasmodium falciparum merupakan salah satu spesies penyebab malaria

yang paling banyak diteliti. Hal tersebut karena spesies ini banyak

menyebabkan angka kesakitan dan kematian pada manusia.

c. Patogenesis Malaria

Malaria sangat kompleks, dan seperti patogenesis penyakit

infeksi pada umumnya melibatkan faktor parasit, faktor penjamu, dan

lingkungan. Ketiga faktor tersebut saling terkait satu sama lain, dan

menentukan manifestasi klinis malaria yang bervariasi mulai dari yang

paling berat ,yaitu malaria dengan komplikasi gagal organ (malaria

berat), malaria ringan tanpa komplikasi, atau yang paling ringan, yaitu

infeksi asimtomatik.

Tanda dan gejala klinis malaria yang timbul bervariasi

tergantung pada berbagai hal antara lain usia penderita, cara transmisi,

status kekebalan, jenis plasmodium, infeksi tunggal atau campuran.

Selain itu yang tidak kalah penting adalah kebiasaan menggunakan obat

anti malaria yang kurang rasional yang dapat mendorong timbulnya

resistensi. Berbagai faktor tersebut dapat mengacaukan diagnosis

malaria sehingga dapat disangka demam tifoid atau hepatitis, terlebih

13

Page 14: BAB I - II YOESTINA

untuk daerah yang dinyatakan bebas malaria atau yang Annual Parasite

Incidencenya rendah.

d. Gejala Malaria

Secara klinis, gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa

serangan demam dengan interval tertentu yang diselingi oleh suatu

periode dimana penderita bebas sama sekali dari demam. Gejala klinis

malaria antara lain sebagai berikut.

1) Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan

berkeringat.

2) Nafsu makan menurun.

3) Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah.

4) Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi

dengan plasmodium Falciparum.

5) Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai

pembesaran limpa.

6) Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan

penurunan.

7) Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya

tetapi yang menonjol adalah mencret (diare) dan pusat karena

kekurangan darah (anemia) serta adanya riwayat kunjungan ke atau

berasal dari daerah malaria.

14

Page 15: BAB I - II YOESTINA

Malaria menunjukkan gejala-gejala yang khas, yaitu:

1) Demam berulang yang terdiri dari tiga stadium: stadium

kedinginan, stadium panas, dan stadium berkeringat

2) Splenomegali (pembengkakan limpa)

3) Anemi yang disertai malaise

Serangan malaria biasanya berlangsung selama 6-10 jam dan

terdiri dari tiga tingkatan, yaitu:

1) Stadium dingin

Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat

dingin. Gigi gemeretak dan penderita biasanya menutup tubuhnya

dengan segala macam pakaian dan selimut yang tersedia nadi cepat

tetapi lemah. Bibir dan jari jemarinya pucat kebiru-biruan, kulit

kering dan pucat. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak

sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit

sampai 1 jam.

2) Stadium Demam

Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa

kepanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti

terbakar, sakit kepala dan muntah sering terjadi, nadi menjadi kuat

lagi. Biasanya penderita merasa sangat haus dan suhu badan dapat

meningkat sampai 41°C atau lebih. Stadium ini berlangsung antara

2 sampai 4 jam. Demam disebabkan oleh pecahnya skizon darah

yang telah matang dan masuknya merozoit darah ke dalam aliran

15

Page 16: BAB I - II YOESTINA

darah. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale skizon-

skizon dari setiap generasi menjadi matang setiap 48 jam sekali

sehingga demam timbul setiap tiga hari terhitung dari serangan

demam sebelumnya.

Pada Plasmodium malaria, fenomena tersebut 72 jam

sehingga disebut malaria Plasmodium vivax/ Plasmodium ovale,

hanya interval demamnya tidak jelas. Serangan demam diikuti oleh

periode laten yang lamanya tergantung pada proses pertumbuhan

parasit dan tingkat kekebalan yang kemudian timbul pada penderita.

3) Stadium Berkeringat

Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-

sampai tempat tidurnya basah. Suhu badan meningkat dengan cepat,

kadang-kadang sampai dibawah suhu normal. Penderita biasanya

dapat tidur nyenyak. Pada saat bangun dari tidur merasa lemah

tetapi tidak ada gejala lain, stadium ini berlangsung antara 2 sampai

4 jam.

Gejala-gejala yang disebutkan diatas tidak selalu sama pada setiap

penderita, tergantung pada spesies parasit dan umur dari penderita,

gejala klinis yang berat biasanya terjadi pada malaria tropika yang

disebabkan oleh plasmodium falciparum. Hal ini disebabkan oleh

adanya kecenderungan parasit (bentuk trofozoit dan skizon) untuk

berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh seperti otak, hati dan

16

Page 17: BAB I - II YOESTINA

ginjal sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah pada

organ-organ tubuh tersebut.

Gejala berupa koma/pingsan, kejang-kejang sampai tidak

berfungsinya ginjal. Kematian paling banyak disebabkan oleh jenis

malaria ini. Kadang–kadang gejalanya mirip kolera atau disentri. Black

water fever yang merupakan gejala berat adalah munculnya hemoglobin

pada air seni yang menyebabkan warna air seni menjadi merah tua atau

hitam. Gejala lain dari black water fever adalah ikterus dan muntah-

muntah yang warnanya sama dengan warna empedu, black water fever

biasanya dijumpai pada mereka yang menderita infeksi Plasmodium

falcifarum yang berulang -ulang dan infeksi yang cukup berat.

Secara klasik demam terjadi setiap dua hari untuk parasit tertiana

(Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, dan Plasmodium ovale)

dan setiap tiga hari untuk parasit quartan (Plasmodium malariae). CDC

(2004) dalam Sembel (2009) mengemukakan bahwa karakteristik

parasit malaria dapat mempengaruhi adanya malaria dan dampaknya

terhadap populasi manusia. Plasmodium falciparum lebih menonjol di

Afrika bagian selatan Sahara dengan jumlah penderita yang lebih

banyak, demikian juga yang meninggal dibandingkan dengan daerah-

daerah tempat parasit yang lain lebih menonjol. Plasmodium vivax

dan Plasmodium ovale memiliki tingkatan hynozoites yang dapat tetap

dorman dalam sel hati untuk jangka waktu tertentu (bulan atau tahun)

sebelum direaktivasi dan menginvasi darah. Plasmodium falciparum

17

Page 18: BAB I - II YOESTINA

dan Plasmodium vivax kemungkinan mampu mengembangkan

ketahanannya terhadap obat antimalaria.

e. Penularan Malaria

Malaria ditularkan ke penderita dengan masuknya sporozoit

plasmodium melalui gigitan nyamuk betina Anopheles yang spesiesnya

dapat berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Terdapat lebih

dari 15 spesies nyamuk Anopheles yang dilaporkan merupakan vektor

malaria di Indonesia. Penularan malaria dapat juga terjadi dengan

masuknya parasit bentuk aseksual (tropozoit) melalui transfusi darah,

suntikan atau melalui plasenta (malaria congenital). Dikenal adanya

berbagai cara penularan malaria:

1) Secara alamiah (natural infection)

Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles

betina yang infektif. Nyamuk menggigit orang sakit malaria maka

parasit akan ikut terhisap bersama darah penderita malaria. Di

dalam tubuh nyamuk parasit akan berkembang dan bertambah

banyak, kemudian nyamuk menggigit orang sehat, maka melalui

gigitan tersebut parasit ditularkan ke orang lain.

2) Penularan yang tidak alamiah ( malaria congenital)

Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya

menderita malaria. Disebabkan adanya kelainan pada sawar

plasenta sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada

bayi yang dikandungnya.

18

Page 19: BAB I - II YOESTINA

3) Secara mekanik

Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum

suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para

pecandu obat bius yang menggunakan jarum suntik yang tidak

steril.

4) Secara oral (melalui mulut)

Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam

(P.gallinasium) burung dara (P.Relection) dan monyet

(P.Knowlesi). Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada

manusia adalah manusia lain yang sakit malaria baik dengan gejala

maupun tanpa gejala klinis. Kecuali bagi simpanse di Afrika yang

dapat terinfeksi oleh penyakit malaria, belum diketahui ada hewan

lain yang dapat menjadi sumber bagi plasmodium yang biasanya

menyerang manusia.

Malaria, baik yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum,

Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale

semuanya ditularkan oleh nyamuk anopheles. Nyamuk yang menjadi

vektor penular malaria adalah Anopheles sundaicus, Anopheles

aconitus, Anopheles barbirostris, Anopheles subpictus, dan sebagainya.

19

Page 20: BAB I - II YOESTINA

Vektor malaria yang dominan terhadap penularan malaria di

Indonesia adalah sebagai berikut:

1) Wilayah Indonesia Timur, yaitu Papua, Maluku, dan Maluku Utara,

di wilayah pantai adalah An. subpictus, An. farauti, An. koliensis

dan An. punctulatus sedangkan di wilayah pegunungan adalah

An. farauti.

2) Wilayah Indonesia Tengah, yaitu Pulau Sulawesi, Pulau

Kalimantan, NTT dan NTB, vektor yang berperan di daerah

pantainya adalah An. subpictus, An. barbirostris. Khusus di NTB

adalah An. subpictus dan An. sundaicus. Sedangkan di wilayah

pegunungan adalah An. barbirostris, An. flavirostris, An letifer.

Khusus wilayah Kalimantan, selain Anopheles tersebut di atas juga

An. balabacencis.

3) Untuk daerah pantai di wilayah Sumatera, An. sundaicus; daerah

pegunungan An. leucosphyrus, An. balabacencis, An. sinensis, dan

An. maculatus.

4) Wilayah Pulau Jawa. Vektor yang berperan di daerah pantai adalah

An. sundaicus dan An. subpictus dan di pegunungan adalah

An.maculatus, An. balabacencis dan An. aconitus.

20

Page 21: BAB I - II YOESTINA

f. Epidemiologi Penyakit Malaria

Penyebaran penyokit malaria ditentukan oteh faktor yang

disebut Host, Agent dan Environment. Penyebaran malaria terjadi

apabila ketiga komponen tersebut di atas saling mendukung.

1. Manusia (host intermediate). Pada dasamya setiap orang bisa

terinfeksi oleh agent atau penyebab penyalqit dan merupahan

tempat berkembang biaknya agent (parasit Plasmodium). Bagi

pejamu ada beberapa faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi

kerentanan pejamu terhadap agent. Faktor–faktor tersebut

mencakup usia, jenis kelamin, ras, sosial ekonami, status

perkawinan, riwayat penyabit sebelumnya, cara hidup, hereditas

(keturunan), status gizi dan tingkat imunitas.

Faktor-faktor tersebut di atas penting untuk diketahui

karena akan mempengaruhi resiko untuk terpapar oleh sumber

penyakit malaria. Secara rinci dijelaskan sebagai berikut:

a) Usia: anak-anak lebih rentan terhadap infeksi parasit malaria.

Pada daerah malaria dengan endemisitas stabil, malaria berat

terutama terdapat pada anak kecil, di doerah dengan

endemisitas rendah malaria berat terjadi tanpa memandang

usia).

b) Jenis kelamin: Infeksi malaria tidak membedakan jenis

kelamin akan tetapi apabila menginfeksi ibu yang sedang

hamil akan menyebabkan anemia yang lebih berat.

21

Page 22: BAB I - II YOESTINA

c) Ras: Beberapa ras manusia atau kelompok penduduk

mempunyai kekebalan alamiah terhadap malaria, misalnya

penderita "sikcle cell anemid don ovalositosis”.

d) Riwayat malaria sebelumnya: Orang yang pemah terinfeksi

malaria sebelumnya biasanya akan terbentuh imunitas

sehingga akan lebih tahan terhadap infeksi malaria. Contohnya

penduduk asli daerah endemik akin lebih tahan dibandingkan

dengan transmigran yang datang dari daerah non endemis.

e) Cara hidup: Cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan

malaria. Misalnya: tidur tidaii memakai kelambu dan senang

berada di luar rumah pada malam hari.

f) Sosial ekonomi: Keadaan sosial ekonomi masyarakat yang

bertempat tinggal di daerah endemis malaria erat hubungannya

dengan infeksi malaria.

g) Status gizi: Masyarahat yang gizinya kurang baik dan tinggal

di daerah endemis malaria lebih rentan terhadap infeksi

malaria.

h) lmmunitas: Masyarakat yang tinggal di daerah endemis

malaria biasanya mempunyai immunitas alami sehingga

mempunyai pertahanan alam dari infeksi malaria. Untuk

penduduk yang tinggal didaerah non endemis dengan

penularan rendah, jarang atau musiman, umumnya akan

22

Page 23: BAB I - II YOESTINA

timbul gejala klinis yang berat jika terinfeksi, banyak kasus

malaria serebral pada semua umur.

Didaerah endemis stabil imunitas terhadap malaria

timbuinya lambat sehingga baru didapat setelah dewasa don

setelah terinfeiqsi parasit berulangulang. Pada penduduk di

daerah endemis stabil dimana, penularan berlangsung terus

menerus dan berat sepanjang tahun umumnya asimtomatik

(tanpa gejala) walaupun didapati parasit di dalam darahnya.

Didaerah ini jarang didapati infeksi pada bayi beberapa bulan

setelah lahir karena adanya transfer antibodi transplansental

dari ibunya.

Imunitas spesifik terhadap malaria pada orang dewasa

dapat terbentuk sekitar 2 tahun setelah tiba di daerah endemis.

Imunitas pada malaria hanya memberikan perlindungan pada

jangka pendek saja (3 - 6 bulan).

2. Nyamuk Anopheles (host definitive)

Hanya nyamuk anopheles betina yang menghisap darah,

darah ini diperlukan untuk pertumbuhan telurnya.

a) Perilaku nyamuk sangat menentukan dalam proses penularan

malaria. Secara singkat dihemukokon di sini beberapa perilaku

nyamuk yang penting:

23

Page 24: BAB I - II YOESTINA

1) Tempat hinggap atau istirahat

- Eksofilik: nyamuk lebih suka hinggap atau istirahat di

luar rumah.

- Endofilik: nyamuk lebih suka hinggap atau istirahat di

dalam rumah.

2) Tempat menggigit

- Eksofagih: lebih suka menggigit di luar rumah.

- Endofagih: lebih suka menggigit di dalam rumah.

3) Obyek yang dig.-'gl,`

- Antrofofilik lebih suka menggigit manusia.

- Zoofilik: lebih suka menggigit hewan.

b) Faktor lain yang penting adalah:

1) Umur nyamuk (longevity), semahin panjang umur nyamuh

semahin besar hemungkinannya untuh menjadi penular atau

vektor manusia.

2) Kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosit.

3) Frekuensimenggigit manusia.

4) Siklus gonotrofik yaitu wahtu yang diperluhan untuk

matangnya telur. Waktu ini merupakan juga interval

menggigit nyamuk.

Jenis anopheles di Indonesia lebih dari 80 macam. Dari

sekian jenis, hanya beberapa yang mcmpunyal potensi untuk

menularhan malaria (vektor atau tersangha vektor). Sejauh ini

24

Page 25: BAB I - II YOESTINA

telah diketahui sebagai vektor utama di Indonesia, antara lain

An. Aconitus, An. pundulatus, An. far-auti, An. balabancencis,

An. barblrostiis, An. sundaicus dan An. maculatus. Semua

vektor utama tersebut perlu dipelajari sifat hidupnya agar dapat

dilahsanakan tindakan baik terhadap bentuk dewasa maupun

bentuk larvanya.

2. Agent (Parasit/Plasmodiam) hidup di dalam tubuh manusia dan

dalam tubuh nyamuk. Manusia disebut host intermediate (pejamu

sementara) dan nyamuk disebut host definitive (pejamu tetap).

Parasit/Plasmodium hidup dalam tubuh nyamuk dalam tahap daur

seksual (pembiakan melalui kawin) dan hidup dalam tubuh manusia

pada daur aseksual (pembuahan tidah kawin, melalui pembuahan

diri).

Agent atau penyebab penyahit adalah semua unsur atau

elemen hidup ataupun tidah hidup dimana dalam kehadirannya, bila

diikuti dengan kontak yang efektif dengan manusia yang rentan akan

menjadi stimulasi untuh memudahhan terjadinya suatu proses

penyakit. Agent penyebab penyakit malaria termasuk agent biologis

yaitu Protozoa.

3. Environment (lingkungan) adalah lingkungan dimana manusia dan

nyamuk berada. Nyamuk berkembang biak dengan baik bila

lingkungannya sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan oleh nyamuk

untuh berkembang biak.

25

Page 26: BAB I - II YOESTINA

Faktor lingkungan dapat dikelompokkam ke dalam 3 (tiga)

kelompok yaitu:

a. Linghungan fisik

1. Suhu adara

Suhu udara sangat mempengaruhi panjang

pendehnya siklus sporogoni atau masa inkubasi ekstrinsik

Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin

pendek masa inhubasi ekstrinsik dan sebaliknya makin

rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik

Pengaruh suhu ini berbeda bagi tiap species. Pada

suhu 26,79C, masa inkubasi ekstrinsik untuk tiap species

adalah sebagai berikut:

- P. folciparum : 10 —12 hari.

- P. vivax : 8 –11 hari.

- P. malariae : 14 hari.

- P. ovale : 15 hari.

2. Kelembaban udara (relative hamidify).

Kelembaban yang rendah memperpendek umur

nyamuk. Tingkat kelembaban 63 % misalnya, merupakan

angka paling rendah untuk memungkinkan adanya

penularan di Punjab, India. Kelembaban mempengaruhi

kecepatan berkembang biak, kebiasaan menggigit, istirahat

dan lain-lain dari nyamuk.

26

Page 27: BAB I - II YOESTINA

3. Hujan.

Terdapat hubungan langsung antara hujan dan

perkembangan larva nyamuk menjadi bentuk dewasa. Besar

kecilnva pengaruh tergantung pada jenis hujan, derasnya

hujan, jumlah hari hujan, jenis vektor dan jenis tempat

perlindungan (breeding places). Hujan yang diselingi oleh

panas akon memperbesar kemunghinan berkembang

biaknya Anopheles sp.

4) Angin.

Kecepatan angin pada saat matahari terbit don

terbenam yang merupakan saat terbangnya nyamuk ke

dalam atau ke luar rumah, adalah salah satu faktor yang ikut

menentuhan jumlah kontak antara manusia dan nyamuk.

Jarak terbang nyamuk (flight range) dapat lebih pendek atau

lebih panjang tergantung kepada arah angin.

5) Sinar matahari.

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva

nyamuh berbeda-beda. An. sundaicus lebih suka tempat

teduh, sebaliknya An. Hyrcanus lebih menyukai tempat yang

terbuka. An. Barbirostis dapat hidup balk di tempat yang

teduh maupun di tempat yang terang.

6) Arus air.

27

Page 28: BAB I - II YOESTINA

An. barblrostris menyuhai tempat perinduhan yang

aimya statis atau mengalir sedikiL An. mlnimus menyuhal

tempat perindukan yang aliran almyo cuhup deras dan An.

letifer di tempat yang aimya tergenang.

b. Lingkungan kimiawi

Dari lingkungan ini yang baru diketahui pengaruhnya

adalah kadar garam dari tempat perindukan. Sebagai contoh An.

sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya

berkisor antara 12 - 18 perseribu dan telah dapat berkembang

biak pada kadar garam 40 perseribu ke atas, meskipun di

beberapa tempat di Sumatera Utara An. sundaicus ditemukan

pula dalam air tawar. An. letifer dapat hidup di tempat yang

asam/pH rendah.

c. Lingkungan (flora dan fauna)

Tumbuhan bakau, ganggang dan berbagai jenis tumbuh-

tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk

karena ia dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau

melindungi dari serangan mahluk hidup lain. Adanya berbagai

jenis ikan pemakan larva seperti ikan kelapa timah, gambusia,

nila, mujair dan lain-lain aban mempengaruhi populasi nyamuk

di suatu daerah. Selain itu adanya ternak besar seperti sapi dan

kerbou dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia,

apabila kandang hewan tersebut diletakkan di luar rumah, dan

28

Page 29: BAB I - II YOESTINA

terletak antara rumah dan breeding places tetapi tidak jauh

jarahnya dari rumah (Cottle Barrier).

d. Lingkungan sosial budaya

Faktor ini kadang-kadang besar sekali pengaruhnya

dibandingkan dengan faktor lingkungan yang lain. Kebiasaan

untuk berada di luar rumah sampai larut malam di mana

vektornya lebih bersifat eksofilik dan elaofagik akan

memperbesar jumlah gigitan nyamuk. Penggunaan kelambu,

kawat kasa pada rumah dan penggunaan zat penolak

nyamuk/repellent yang intensitasnya berbeda sesuai dengan

perbedaan status sosial masyarakat, akan mempengaruhi angka

kesakitan malaria. Faktor yang cukup panting pula adalah

pandangan/persepsi masyarahat di suatu daerah terhadap

penyakit malaria. Apablia malaria dianggap sebagai suatu

kebutuhan (demand) untuk diatasi, upaya untuk menyehatkan

lingkungan akan dilaksanakan oleh masyarahat secara spontan.

Akibat dari derap pembangunan yang kian cepat adalah

kemungkinan timbulnya tempeat perindukan buatan manusia

sendiri. Pembangunan bendungan, penambangan timah dan

pembangunan tempeat pemukiman baru adalah beberapa contoh

kegiatan pembangunan yang sering menimbulhan perubahan

linghungan yang menguntunghan bagi nyamuk malaria.

29

Page 30: BAB I - II YOESTINA

Dengan mengenal hubungan faktor yang berperan dalam

penyebaran malaria, maka usaha pemutusan mata rantai

penularannya dapat direncanahan dan ditentukan dengan lebih

terarah. Pemutusan mata rantai penularan malaria diantaranya

adalah:

1. Menyembuhkan orang yang sakit malaria: dengan tidak adanya

orang yang sakit malaria, maka tidak mungkin terjadi penularan,

walaupun terdapat vektor (nyamuk) penular malaria.

2. Menghilangkan (membunuh) vektor (nyamuk): dengan tidak

adanya vektor, maka tidak mungkin terdapat penularan,

walaupun terdapat orang yang sakit malaria.

3. Menghilangkan tempat-tempat perindukan: dengan tidak ada

perindukan nyamuk malaria tidah bisa berkembang blak

sehingga akan hilang atau setidak-tidaknya berkurang

kepadatannya.

g. Pencegahan Malaria

1) Pencegahan Primer

a) Tindakan terhadap manusia

1. Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang

harus diberikan kepada setiap pelancong atau petugas yang

akan bekerja di daerah endemis. Materi utama edukasi

30

Page 31: BAB I - II YOESTINA

adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko

terkena malaria, dan yang terpenting pengenalan tentang

gejala dan tanda malaria, pengobatan malaria, pengetahuan

tentang upaya menghilangkan tempat perindukan.

2. Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini, dengan

memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang cara

pencegahan malaria.

3. Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari

gigtan nyamuk dengan menggunakan pakaian lengkap, tidur

menggunakan kelambu, memakai obat penolak nyamuk,

dan menghindari untuk mengunjungi lokasi yang rawan

malaria.

4. Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar

rumah mulai senja sampai subuh di saat nyamuk anopheles

umumnya mengigit.

b) Kemoprofilaksis (Tindakan terhadap Plasmodium sp)

Walaupun upaya pencegahan gigitan nyamuk cukup

efektif mengurangi paparan dengan nyamuk, namun tidak

dapat menghilangkan sepenuhnya risiko terkena infeksi.

Diperlukan upaya tambahan, yaitu kemoprofilaksis untuk

mengurangi risiko jatuh sakit jika telah digigit nyamuk

31

Page 32: BAB I - II YOESTINA

infeksius. Beberapa obat-obat antimalaria yang saat ini

digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah klorokuin,

meflokuin (belum tersedia di Indonesia), doksisiklin,

primakuin dan sebagainya. Dosis kumulatif maksimal untk

pengobatan pencegahan dengan klorokuin pada orang dewasa

adalah 100 gram basa.

Untuk mencegah terjadinya infeksi malaria terhadap

pendatang yang berkunjung ke daerah malaria pemberian obat

dilakukan setiap minggu; mulai minum obat 1- 2 minggu

sebelum mengadakan perjalanan ke endemis malaria dan

dilanjutkan setiap minggu selama dalam perjalanan atau

tinggal di daerah endemis malaria dan selama 4 minggu setelah

kembali dari daerah tersebut.

Pengobatan pencegahan tidak diberikan dalam waktu

lebih dari 12 - 20 minggu dengan obat yang sama. Bagi

penduduk yang tinggal di daerah risiko tinggi malaria dimana

terjadi penularan malaria yang bersifat musiman maka upaya

pencegahan terhadap gigitan nyamuk perlu ditingkatkan

sebagai pertimbangan alternatif terhadap pemberian

pengobatan profilaksis jangka panjang dimana kemungkinan

terjadi efek samping sangat besar.

c) Tindakan terhadap vektor

1. Pengendalian secara mekanis

32

Page 33: BAB I - II YOESTINA

Dengan cara ini, sarang atau tempat berkembang biak

serangga dimusnahkan, misalnya dengan mengeringkan

genangan air yang menjadi sarang nyamuk. Termasuk

dalam pengendalian ini adalah mengurangi kontak nyamuk

dengan manusia, misalnya memberi kawat nyamuk pada

jendela dan jalan angin lainnya.

2. Pengendalian secara biologis

Pengendalian secara biologis dilakukan dengan

menggunakan makhluk hidup yang bersifat parasitik

terhadap nyamuk atau penggunaan hewan predator atau

pemangsa serangga. Dengan pengendalian secara biologis

ini, penurunan populasi nyamuk terjadi secara alami tanpa

menimbulkan gangguan keseimbangan ekologi. Memelihara

ikan pemangsa jentik nyamuk, melakukan radiasi terhadap

nyamuk jantan sehingga steril dan tidak mampu membuahi

nyamuk betina. Pada saat ini sudah dapat dibiakkan dan

diproduksi secara komersial berbagai mikroorganisme yang

merupakan parasit nyamuk. Bacillus thuringiensis

merupakan salah satu bakteri yang banyak digunakan,

sedangkan Heterorhabditis termasuk golongan cacing

nematode yang mampu memeberantas serangga.

Pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan oleh

masyarakat yang memiliki temak lembu, kerbau, babi.

33

Page 34: BAB I - II YOESTINA

Karena nyamuk An. aconitus adalah nyamuk yang

senang /menyukai darah binatang (ternak) sebagai sumber

mendapatkan darah, untuk itu ternak dapat digunakan

sebagai tameng untuk melindungi orang dari serangan An.

aconitus yaitu dengan menempatkan kandang ternak diluar

rumah (bukan dibawah kolong dekat dengan rumah).

3. Pengendalian secara kimiawi

Pengendalaian secara kimiawi adalah pengendalian

serangga mengunakan insektisida. Dengan ditemukannya

berbagai jenis bahan kimia yang bersifat sebagai pembunuh

serangga yang dapat diproduksi secara besar-besaran, maka

pengendalian serangga secara kimiawi berkembang pesat.

2) Pencegahan Sekunder

a) Pencarian penderita malaria

Pencarian secara aktif melalui skrining yaitu dengan

penemuan dini penderita malaria dengan dilakukan

pengambilan slide darah dan konfirmasi diagnosis

(mikroskopis dan /atau RDT (Rapid Diagnosis Test) dan secara

pasif dengan cara melakukan pencatatan dan pelaporan

kunjungan kasus malaria.

b) Diagnosa dini

Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang

tepat dari penderita tentang keluhan utama (demam, menggigil,

34

Page 35: BAB I - II YOESTINA

berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah,

diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal), riwayat berkunjung dan

bermalam 1- 4 minggu yang lalu ke daerah endemis malaria,

riwayat tinggal di daerah endemis malaria, riwayat sakit

malaria, riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir,

riwayat mendapat transfusi darah. Selain itu juga dapat

dilakukan pemeriksaan fisik berupa : Demam (pengukuran

dengan thermometer =37.5 °C), Anemia, Pembesaran limpa

(splenomegali) atau hati (hepatomegali), Pemeriksaan

Laboratorium, Pemeriksaan mikroskopis dan Tes Diagnostik

Cepat (RDT, Rapid Diagnostic Test)

c) Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi

umum penderita, meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin,

hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit dan trombosit. Bisa juga

dilakukan pemeriksaan kimia darah, pemeriksaan foto toraks,

EKG (Electrokardiograff), dan pemeriksaan lainnya.

d) Pengobatan yang tepat dan adekuat

Berbeda dengan penyakit-penyakit yang lain, malaria

tidak dapat disembuhkan meskipun dapat diobati untuk

menghilangkan gejala-gejala penyakit. Malaria menjadi

penyakit yang sangat berbahaya karena parasit dapat tinggal

dalam tubuh manusia seumur hidup. Sejak 1638, malaria

35

Page 36: BAB I - II YOESTINA

diobati dengan ekstrak kulit tanaman cinchona. bahan ini

sangat beracun tetapi dapat menekan pertumbuhan protozoa

dalam darah. Saat ini ada tiga jenis obat anti malaria, yaitu

Chloroquine, Doxycyline, dan Melfoquine. Tanpa pengobatan

yang tepat akan dapat mengakibatkan kematian penderita.

Pengobatan harus dilakukan 24 jam sesudah terlihat adanya

gejala.

Pengobatan spesifik untuk semua tipe malaria:

- Pengobatan untuk mereka yang terinfeksi malaria adalah

dengan menggunakan chloroquine terhadap P. falciparum,

P. vivax, P. malariae dan P. ovale yang masih sensitif

terhadap obat tersebut.

- Untuk pengobatan darurat bagi orang dewasa yang

terinfeksi malaria dengan komplikasi berat atau untuk orang

yang tidak memungkinkan diberikan obat peroral dapat

diberikan obat Quinine dihydrochloride.

- Untuk infeksi malaria P. falciparum yang didapat di daerah

dimana ditemukan strain yang resisten terhadap

chloroquine, pengobatan dilakukan dengan memberikan

quinine.

- Untuk pengobatan infeksi malaria P. vivax yang terjadi di

Papua New Guinea atau Irian Jaya (Indonesia) digunakan

mefloquine.

36

Page 37: BAB I - II YOESTINA

- Untuk mencegah adanya infeksi ulang karena digigit

nyamuk yang mengandung malaria P. vivax dan P. ovale

berikan pengobatan dengan primaquine.

Primaquine tidak dianjurkan pemberiannya bagi orang yang

terkena infeksi malaria bukan oleh gigitan nyamuk (sebagai

contoh karena transfusi darah) oleh karena dengan cara

penularan infeksi malaria seperti ini tidak ada fase hati.

3) Pencegahan Tertier

a) Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria

Kematian pada malaria pada umumnya disebabkan oleh

malaria berat karena infeksi P. falciparum. Manifestasi malaria

berat dapat bervariasi dari kelainan kesadaran sampai

gangguan fungsi organ tertentu dan gangguan metabolisme.

Prinsip penanganan malaria berat:

- Pemberian obat malaria yang efektif sedini mungkin

- Penanganan kegagalan organ seperti tindakan dialisis

terhadap gangguan fungsi ginjal, pemasangan ventilator

pada gagal napas.

- Tindakan suportif berupa pemberian cairan serta

pemantauan tanda vital untuk mencegah memburuknya

fungsi organ vital.

b) Rehabilitasi mental/ psikologis

37

Page 38: BAB I - II YOESTINA

Pemulihan kondisi penderita malaria,memberikan dukungan

moril kepada penderita dan keluarga di dalam pemulihan dari

penyakit malaria, melaksanakan rujukan pada penderita yang

memerlukan pelayanan tingkat lanjut (DepKes. RI, 2009).

2. Kelambu Insektisida

a. Manfaat

1. Efektifitas Penggunaan Kelambu Berinsektisida

Menurut WHO (2007) penggunaan kelambu berinsektisida

di beberapa negara di Afrika telah berhasil menurunkan angka

kesakitan malaria rata-rata 50%, menurunkan kelahiran bayi

dengan berat badan kurang rata-rata 23%, menurunkan angka

keguguran pada kehamilan pertama sampai keempat sebesar 33%,

menurunkan angka parasitemia pada plasenta dari seluruh

kehamilan sebesar 23%.

Penggunaan kelambu berinsektisida mencegah penularan

malaria bila didukung kondisi sebagai berikut :

a) Cakupan penggunaan kelambu diatas 80% penduduk di lokasi

sasaran

b) Penduduk menggunakan kelambu secara benar.

c) Kebiasaan penduduk tidak berada di luar rumah pada malam

hari.

38

Page 39: BAB I - II YOESTINA

d) Perilaku vektor setempat menggigit (mencari darah) di dalam

rumah dan aktivitas menggigitnya sudah mulai tinggi tidak

pada awal malam

e) Menggunakan kelambu berinsektisida berkualitas yaitu

efektifitasnya lama minimal 3 tahun dan kelambu terbuat dari

bahan yang tidak cepat rusak.

f) Bila menggunakan kelambu berinsektisida celup ulang maka

siklus pencelupan ulang harus tepat waktu (setiap 6 bulan atau

lebih tergantung lamanya efektivitas efektifitas insektisida

yang digunakan.

g) Penduduk mau merawat kelambu dengan baik, seperti menjahit

bila robek, mencuci dan mengeringkan dengan cara yang

benar.

2. Keuntungan Pemakaian Kelambu Berinsektisida

a) Penggunaan kelambu lebih murah dibandingkan penyemprotan

rumah dengan menggunakan insektisida yang sama, misalnya

golongan piretroid sintetik

b) Pelaksanaan di lapangan lebih mudah karena tidak

menggunakan peralatan khusus, sehingga dapat diintegrasikan

dengan program/sektor lain.

c) Dapat memberdayakan masyarakat dalam pendistribusian,

pencelupan ulang, dan penyediaan kelambu secara mandiri.

39

Page 40: BAB I - II YOESTINA

d) Penggunaan kelambu juga dapat mencegah penularan penyakit

lain yang ditularkan oleh nyamuk.

e) Mengurangi gigitan nyamuk, mematikan kepinding, kecoa dan

serangga pengganggu lain yang kontak dengan kelainbu

berinsektisida.

f) Sebagai alternatif kegiatan penyemprotan rumah, bila > 20%

masyarakat di suatu lokasi menolak rumahnya diseinprot

insektisida Indoor Residual Spraying (IRS) atau bila perilaku

vektornya tidak istirahat di dinding rumah penduduk

3. Jenis dan Standarisasi

a) Jenis Kelambu

Menurut WHO (2007), saat ini ada dua jenis kelambu

berinsektida, yaitu (DepKes. RI, 2009):

(1) Kelambu Berinsektisida Tahan Lama (KBTL) atau Long

lasting Insectisidal Nets (LLINs) adalah kelambu

berinsektisida proses insektisida pada bahan kelambu

dilakukan di pabrik, melalui pencampuran pada serat

benang (fiber) atau pelapisan pada semi benang, atau pada

kelambu yang sudah jadi dicelup dengan bahan pencelupan

insektisida tahan lama.

(2) Ketiga macam kelambu-berinsektisida tersebut melalui uji

standar WHO secara laboratorium masih efektif setelah

dicuci minimal 20 kali, dan uji lapangan efektifitasnya

40

Page 41: BAB I - II YOESTINA

minimal 3 tahun tanpa pencelupan ulang dengan

insektisida. Bahan pencelupan insektisida tahan lama (long

lasting insecticidal treatment kits) adalah satu paket bahan

rang terdiri dari insektisida dan bahan (perekat) yang dapat

digunakan untuk mencelup kelambu biasa menjadi kelambu

berinsektisida tahan lama (KBTL) atau LLINs.

(3) Kelambu Berinsektisida Celup Ulang (KBCU) atau

Impregnated Bed Nets (IBN) atau Insecticide Treated Nets

(ITN) adalah kelambu biasa (tidak berinsektisida) yang

dicelup dengan insektisida sehingga efektif selama

6 - 12 bulan dengan pencucian kelambu setiap 6 bulan.

Agar tetap efektif terhadap vektor, kelambu tersebut setelah

dicuci harus dicelup ulang dengan insektisida setiap 6 - 12

bulan (tergantung jenis insektisidanya).

b) Standarisasi Kelambu Berinsektisida

(1) Kelambu Berinsektisida Tahan Lama (KBTL)

Agar kelambu berinsektisida yang digunakan berkualitas

dan aman bagi penduduk yang memakai, maka perlu

ditetapkan persyaratan teknis sebagai berikut:

(a) Kelambu Berinsektisida Tahan Lama (KBTL) produksi

dalam negeri terdaftar di Komisi Pestisida (KOMPES)

Departemen Pertanian RI

41

Page 42: BAB I - II YOESTINA

(b) KBTL produksi luar negeri harus terdaftar Komisi

Pestisida (KOMPES) Departemen Pertanian RI dan

rekomendasi WHO

(c) KBTL produksi dalam maupun luar negeri sudah diuji

dengan standar WHO skala laboratorium dan lapangan

oleh WHO atau institusi yang berwenang di Indonesia.

Dengan hasil uji laboratorium masih efektif setelah

dicuci minimal 20 kali dan uji lapangan efektifitasnya

minimal 3 tahun tanpa pencelupan ulang.

(d) Ukuran kelambu

Kelambu untuk keluarga (suami, isteri, dan 1 anak umur

kurang 2 tahun)

Panjang : 180 – 200 cm

Lebar : 160 – 180 cm

Tinggi : 150 – 180 cm

Kelambu untuk individu (misalnya TNI/Polri)

Panjang: 180 – 200 cm

Lebar : 79 – 80 cm

Tinggi : 150 – 180 cm

(e) Jenis bahan kelambu yang ada adalah katun, nilon,

polyester dan polyethylene. Untuk KBTL, WHO

menganjurkan menggunakan bahan kelambu yang tahan

lama dan lebih kuat ( minimal 3 tahun)

42

Page 43: BAB I - II YOESTINA

(f) Jumlah lubang (mesh) dihitung, dengan 2 cara :

- Dihitung jumlah lubang per inchi persegi (square

inch), minimal terdapat 156 lubang dengan ukuran

luas 1,2 - 2,0 min per lubang.

- Dihitting, jumiah lubang secara diagonal pada

kelambu seluas 1 inchi persegi, terdapat 25 — 26

lubang pada garis diagonal dan salah satu garis

datar, dengan menghitung dua kali terhadap lubang

pada titik sudutnya.

(g) Denier (adalah tilairan berat dalam gram dari serat

benang kelambu sepanjang 9000 m). Untuk kelambu

polyester minimal 75 denier dan kelambu polyethylene

minimal 100 denier.

(h) Menggunakan insektisida yang sudah direkomendasi

oleh WHO

1. KBTL yang diproses di pabrik

Menurut WHO (2007), saat ini KBTL yang diproses

di pabrik melalui pencampuran insektisida pada

serat benang atau pelapisan insektisida pada serat

benang yang sudah mendapatkan rekomendasi

WHO adalah

(1) KBTL yang dibuat dengan mencampur

Permethrin dalam serat benang polyethylene

43

Page 44: BAB I - II YOESTINA

dengan dosis 1000 mg/m2. Proporsi insektisida

pada permukaan serat beriang hanya kecil,

sekitar 2 - 5%. Insektisida yang hilang/lepas

karena pemakaian atau pencucian akan

digantikan sccara bertahap melalui difusi

Permethrin dari dalam serat benang, sehingga

kelambu tetap efektif. KBTL ini dibuat dengan

lubang (mesh) yang lebar : 4 mm x 4 mm.

(2) KBTL yang dibuat dengan melapiskan

Deltamethrin (yang dicampur resin) pada serat

benang polyester dengan dosis 55 mg/m2.

Insektisida dilepaskan secara bertahap dari

permukaan serat benang, sehingga tetap efektif

setelah dicuci berulang-ulang.

(3) KBTL yang dibuat dengan melapiskan

Alphacypermethrin pada serat benang polyster

dengan dosis 200 mg/ m2

(i) Warna putih atau warna lain yang ditentukan oleh unit

pengguna (user). Sebagai bahan pertimbangan warna

pastel harganya sekitar 10% lebih mahal dari warna

putih, sedang warna yang lebih gelap harganva sekitar

20% lebih mahal.

(j) Pengepakan (Kemasan)

44

Page 45: BAB I - II YOESTINA

(1) Setiap kelambu dikemas dalam kantong plastik

vang berlubang – lubang (untuk ventilasi) langsung

dari pabrik, dan tcrdapat label dengan

mencantumkan tulisan: nama dagang, ukuran

kelambu dan kekuatan benang kelambu.

(2) Setiap 40 – 100 kelambu di kemas ke dalam

karung plastlik (bal) diberi stiker label yang kuat

tidak mudah lepas dan robek. Pada label tercantum

tulisan : nama dagang, nomor pendaftaran, no

batch, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa (tan-

gal kadaluarsa bahan aktif minimal 3 tahun) jumlah

kelambu per-bal, berat kotor, dan penie-ang

pendaftaran.

(3) Dalam kemasan dilengkapi brosur cara pemakaian

dan pemeliharaan yang mudah, dipahami.

Misalnva cara pemakaian, pencucian, pengeringan

yang dianjurkan maupun hal-hal yang harus

dihindarkan agar kelambu berinsektisida efektif.

(k) Kelengkapan

Mempunyai tali untuk menggantung pada ke empat

sudut

(2) Kelambu Berinsektisida Celup Ulang (KBCU)

45

Page 46: BAB I - II YOESTINA

Agar kelambu berinsektisida celup ulang yang digunakan

berkualitas dan aman bagi penduduk yang memakai, maka

disarankan memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:

1) Ukuran Kelanibu

Kelambu untuk keluarga (suami, isteri, dan 1 anak umur

kurang 2 tahun)

Panjang : 180 – 200 cm

Lebar : 160 – 180 cm

Tinggi : 150 – 180 cm

Kelambu untuk individu (misalnya TNI/Polri)

Panjang : 180 – 200 cm

Lebar : 79 – 80 cm

Tinggi : 150 – 180 cm

2) Jenis bahan kelambu yang ada adalah katun, nilon,

polyester dan polyethylene.

3) Jumlah lubang (mesh) dihitung, dengan 2 cara :

a) Dihitung jumlah lubang per inchi persegi (square

inch), minimal terdapat 156 lubang dengan ukuran

luas 1,2 - 2,0 min per lubang.

b) Dihitting, jumiah lubang secara diagonal pada

kelambu seluas 1 inchi persegi, terdapat 25 — 26

lubang pada garis diagonal dan salah satu garis

46

Page 47: BAB I - II YOESTINA

datar, dengan menghitung dua kali terhadap lubang

pada titik sudutnya.

4) Untuk kelambu biasa yang di jual di pasaran, ukuran,

denier, jumlah lubang, seperti pada KBTL

5) Untuk mencelup kelambu biasa yang dilakukan secara

mandiri (individu) menggunakan insektisida yang sudah

direkomendasikan oleh WHO dari golongan Sintetik

Pyrethroid dan terdaftar di KOMPES, antara lain:

Insektisida Dosis (per m2)Alpha-cypermethrine 10% SC 20 - 40 mgCyfluthrin 5 % EW 50 mgDeltamethrin 1 % SC/WT 25 % 15 - 25 mgEtofenprox 10% EW 200 mgLamda-cyhalothrin 2,5 % CS 10 - 20Permethrin 10% EC 200 - 500 mg

Sumber: WHO (2002)

Atau menggunakan insektisida dalam kemasan

siap pakai yang direkomendasi WHO dan terdaftar di

KOMPES, sebagai berikut:

Insektisida Dosis per kelambuAlpha-cypermethrine 10% SC 6 mlCyfluthrin 5 % EW 15 mlDeltamethrin 1 % SC 40 mlDeltamethrin WT 1 tabletEtofenprox 10% EW 30 mlLamda-cyhalothrin 2,5 % CS 10 mlPermethrin 10% EC 75 ml

Sumber : WHO (2002)

6) Warna putih atau warna lain yang ditentukan oleh unit

pengguna (user). Sebagai bahan pertimbangan warna

pastel harganya sekitar 10% lebih mahal dari warna

47

Page 48: BAB I - II YOESTINA

putih, sedang warna yang lebih gelap harganva sekitar

20% lebih mahal.

7) Kelengkapan, Mempunyai tali untuk menggantung pada

ke empat sudut (DepKes. RI, 2009).

b. Cara Pemakaian

Agar kelambu berinsektisida dapat efektif mencegah gigitan

nayamuk, maka dalam pemakaian kelambu harus memperhatikan hal-

hal sebagai berikut :

1. Kelambu berinsektisida yang baru saja dikeluarkan dari bungkus

plastiknya, sebelum dipakai, sebaiknya diangin-anginkan dahulu

ditempat yang teduh dengan cara menggantungkan kelambu

tersebut pada tali sampai baunya hilang (selama sehari semalam)

2. Kelambu dipasang dengan mengikatkan ke empat tali kelambu

pada tiang tempat tidur atau pada paku di dinding. Pada saat tidur

dalam kelambu, seluruh ujung bawah kelambu dimasukkan

(dilipat) dibawah kasur atau tikar/matras sehingga tidak ada

kemungkinan nyamuk masuk ke dalam kelambu.

3. Kelambu digunakan waktu tidur setiap malam sepanjang tahun,

tidak hanya pada saat nyamuk mengganggu atau dianggap tidak

ada nyamuk

4. Kelambu dirawat dengan baik agar tidak cepat robek, maka pada

siang hari kelambu diikat/digulung.

48

Page 49: BAB I - II YOESTINA

5. Jika kelambu berinsektisida sudah tidak efektif lagi, baik KBTL

( setelah 3 tahun) atau KBCU (setelah 6 – 12 bulan) hubungi

petugas puskesmas atau kader setempat yang sudah terlatih, untuk

dilakukan pencelupan ulang

6. Jangan merokok atau menyalakan api di dalam atau dekat dengan

kelambu, karena kelambu mudah terbakar (DepKes. RI, 2009).

B. Kerangka Konsep Penelitian

Menurut (Notoatmodjo, 2010), kerangka konsep penelitian adalah

kerangka hubungan antar konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur

melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan. Pada penelitian ini dapat

dilihat kerangka konsep sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1.

Kerangka Konsep Penelitian

C. Hipotesis Penelitian

KEJADIAN MALARIA PENGGUNAAN KELAMBU

INSEKTISIDA

49

Page 50: BAB I - II YOESTINA

Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan pada bab

sebelumnya, maka disusun suatu hipotesis yang merupakan jawaban

sementara dari pertanyaan penelitian yaitu sebagai berikut :

“Ada hubungan penggunaan kelambu insektisida dengan kejadian

malaria di wilayah kerja Puskesmas Pujon Kecamatan Kapuas Tengah

Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah Tahun 2011”.

50