agro kel 2

26
Makalah Pengantar Agroekologi PENGARUH KONVERSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM Disusun oleh Kelompok 2 Varizan Irvindira C44100016 Adinda Geni S C44110026 Yaman Nur Absor C44110030 Santi Susanti C54110004 Nur Fadlillah E34100079 R Arya D E44100045 Ayu Juniati N E44120066 Candra P G44100036 Adani Fajrina L G44100078 Faisal Rahman G84110020 Dezika Geniya G84110065

Upload: arya-darmansyah

Post on 14-Dec-2015

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

halhflahfaga

TRANSCRIPT

Page 1: agro kel 2

Makalah Pengantar Agroekologi

PENGARUH KONVERSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM

Disusun oleh

Kelompok 2

Varizan Irvindira C44100016Adinda Geni S C44110026Yaman Nur Absor C44110030Santi Susanti C54110004Nur Fadlillah E34100079R Arya D E44100045Ayu Juniati N E44120066Candra P G44100036Adani Fajrina L G44100078Faisal Rahman G84110020Dezika Geniya G84110065

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMANFAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR

2013

Page 2: agro kel 2

DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR............................................................................................3

BAB I.....................................................................................................................4

PENDAHULUAN..................................................................................................4

1.1 Latar Belakang..............................................................................................4

1.2 Tujuan...........................................................................................................5

BAB II....................................................................................................................6

HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................6

2.1 Iklim dan Perubahannya................................................................................6

2.2 Konversi Lahan dan Perkembangannya........................................................6

2.3 Hubungan Konversi Lahan dan Perubahan Iklim..........................................8

2.4 Solusi Permasalahan Iklim yang Ditimbulkan akibat Konversi Lahan.......12

BAB III................................................................................................................ 16

PENUTUP............................................................................................................16

3.1 Simpulan.....................................................................................................16

3.2 Saran...........................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17

Page 3: agro kel 2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan

rahmat dan nikmatnya-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah

Pengantar Agroekologi dengan baik. Makalah yang berjudul ”Pengaruh Konversi

Lahan pertanian Pertanian terhadap Perubahan Iklim” ini dibuat sebagai salah satu

penyelesaian kompetensi mahasiswa terhadap mata kuliah Pengantar

Agroekologi.

Tim penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dadan Hindayana

selaku dosen mata kuliah Pengantar Agroekologi yang telah memberikan

penjelasan dan arahan sehingga laporan ini dapat diselesaikan dengan baik. Selain

itu penyusun juga mengucapkan terimakasih kepada orang tua kami yang telah

memberikan bantuan material dan non material, teman-teman yang telah

membantu menyelesaikan makalah, dan berbagai pihak yang tidak dapat kami

sebutkan satu-persatu.

Makalah yang kami susun ini belum sempurna karena adanya

keterbatasan pengetahuan, oleh karena itu kami selaku tim penyusun

mengharapkan kritik dan saran yang dapat membantu dalam penyempurnaan

makalah ini agar makalah ini menjadi lebih sempurna dan memberikan manfaat

bagi penyusun dan pembaca, amin.

Bogor, 1 Desember 2013

Tim Penyusun

Page 4: agro kel 2

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKonversi mengacu kepada pengertian pengelolaan penggunaan biosfer

oleh manusia sedemikian rupa sehingga memberikan manfaat lestari tertinggi bagi

generasi sekarang, sementara itu mempertahankan potensinya untuk memenuhi

kebutuhan aspirasi generasi mendatang.

Upaya konversi di dunia ini telah dimulai sejak ribuan tahun yang lalu. 

Naluri manusia untuk mempertahankan hidup dan berinteraksi dengan alam

dilakukan antara lain dengan cara berburu, yang merupakan suatu kegiatan untuk

memenuhi kebutuhan hidup, ataupun sebagai suatu hobi atau hiburan.  Sejak

jaman dahulu, konsep konversi telah ada dan diperkenalkan kepada manusia

meskipun konsep konversi tersebut masih bersifat konservatif dan eksklusif

(kerajaan). Konsep tersebut adalah konsep kuno konversi yang merupakan cikal

bakal dari konsep modern konversi dimana konsep modern konversi menekankan

pada upaya memelihara dan memanfaatkan sumberdaya alam secara bijaksana.

Konversi lahan pertanian yang sering terjadi di abad 20 ini didorong

karena keinginan yang besar dari manusia untuk memuaskan kebutuhan hidup

terhadap berbagai pembangunan seperti perumahan, pabrik, dan bangunan-

bangunan lain. Pembangunan yang terus dilakukan ini tentunya menyebabkan

semakin sedikitnya lahan pertanian, bahkan hutan sekalipun di konversi menjadi

bangunan atau kebutuhan lain yang tentunya berdampak besar bagi iklim.

Konversi lahan pertanian ini akan membuat kadar gas-gas rumah kaca di

udara akan terus meningkat dan bertambah banyak. Hal tersebut terjadi karena

lahan hijau seperti hutan atau persawahan yang berfungsi sebagai penyerap gas-

gas CO2 telah lenyap dan mati. Kematian lahan hijau ini juga akan mendorong

keluarnya gas-gas CO2 dari dalam tubuh pohon yang menyebabkan peningkatan

terus-menerus gas rumah kaca.  Aktifitas manusia yang tidak ramah lingkungan

itu menyebabkan munculnya emisi gas-gas rumah kaca yang berkonsekuensi pada

peningkatan efek rumah kaca sehingga menimbulkan terjadinya pemanasan global

dan perubahan iklim.

Perubahan iklim merupakan suatu keadaan dimana pola iklim dunia

berubah secara drastis dan tajam. Hal tersebut menyebabkan terciptanya berbagai

Page 5: agro kel 2

macam fenomena cuaca yang sangat kacau dan ekstrim. Seperti curah hujan yang

tinggi dan tak menentu, cuaca panas yang terus mengalami peningkatan, aliran

panas dan dingin yang ekstrim di siang dan malam hari, tiupan angin yang sangat

kencang, topan badai yang besar, temperatur musim dingin yang tinggi, dan lain

sebagainya.

1.2 TujuanMakalah ini dibuat adalah untuk mengetahui pengertian konversi lahan

pertanian dan pengertian perubahan iklim, mengetahui hubungan antara konversi

lahan pertanian dan perubahan iklim serta memberikan solusi terhadap perubahan

iklim yang disebabkan oleh konversi lahan pertanian tersebut.

Page 6: agro kel 2

BAB IIHASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Iklim dan PerubahannyaIklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun yang

penyelidikannnya dilakukan dalam waktu yang lama (minimal 10 tahun) dan

meliputi wilayah yang luas. Iklim dipengaruhi oleh suhu, tekanan udara, angin,

kelembaban udara, dan curah hujan. Oleh karena itu iklim dapat berubah.

Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi fisik atmosfir bumi antara lain suhu

dan distribusi curah hujan yang akan berdampak kepada sektor kehidupan

manusia. Perubahan fisik ini tidak hanya terjadi sesaat tetapi dalam kurun waktu

yang panjang (Gernowo & Yulianto 2010). Perubahan iklim dapat terjadi karena

proses alam secara internal ataupun secara eksternal yaitu ulah manusia yang terus

menerus mengubah komposisi atmosfir dan tata guna lahan (Mudiyarso 2003).

Iklim dibedakan menjadi iklim makro dan iklim mikro. Iklim makro

berkaitan dengan peristiwa meteorologis di atmosfer dan di permukaan bumi

dalam lingkup daerah yang luas seperti di atas benua dan samudra. Iklim makro

dapat dibedakan lagi menjadi tiga skala, yaitu skala global, skala regional dan

skala lokal. Skala globab berkenaan dengan daerah seluas ribuan kilometer

sedangkan skala regional membentang dalam ratusan kilometer. Adapun skala

lokal yang dikenal sebagai skala topo yang berkaitan dengan iklim daerah sejauh

10 kilometer. Iklim mikro merupakan iklim di lapisan udara dekat permukaan

bumi dalam lingkup terbatas, seperti ruang-ruang di dalam bangunan dan ruang

luar di sekitar bangunan yang tidak lebih dari beberapa ratus meter. Iklim mikro

juga terpengaruh oleh peristiwa alami di atas permukaan bumi seperti radiasi

pantulan dari permukaan bumi dan gerakan angin akibat terhalang benda-benda di

permukaan bumi (Frick et al 2011).

Sejak terbentuknya bumi telah terjadi beberapa kali perubahan iklim.

Penyebab fluktuasi iklim adalah perubahan radiasi matahari, arus samudra

maupun letusan gunung berapi (Borowski 2010).

2.2 Konversi Lahan dan PerkembangannyaSeiring dengan perkembangan perekonomian dan pertumbuhan penduduk,

juga terjadi peningkatan yang tajam dalam persaingan pemanfaatan sumber daya

Page 7: agro kel 2

alam. Hal tersebut mendorong terjadinya konversi lahan, pengembangan wilayah

di Indonesia yang merupakan penggabungan dari berbagai teori dan model yang

senantiasa yang telah diujiterapkan dan kemudian dirumuskan kembali menjadi

suatu pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pembangunan

di Indonesia.

Utomo et al (1992), mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya

disebut konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan

lahan dari fungsinya semula menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif

terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan dalam artian

perubahan atau penyesuaian peruntukan penggunaan, disebabkan oleh faktor-

faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan

penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutanakan

mutu kehidupan yang lebih baik.

Menurut Kustiawan (1997), konversi lahan berarti alih fungsi atau

mutasinya lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian

sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Konversi lahan

merupakan konsekuensi logis dari peningkatan aktivitas dan jumlah penduduk

serta proses pembangunan lainnya. Konversi lahan pada dasarnya merupakan hal

yang wajar terjadi, namun pada kenyataannya konversi lahan menjadi masalah

karena terjadi di atas lahan yang masih produktif.

Pola konversi lahan dapat ditinjau dari beberapa aspek. Menurut pelaku

konversi, konversi dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, alih fungsi secara

langsung oleh pemilik lahan yang bersangkutan. Lazimnya, motif tindakan ada 3:

(a) untuk pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal, (b) dalam rangka

meningkatan pendapatan melalui alih usaha dan (c) kombinasi seperti misalnya

untuk membangun tempat tinngal yang sekaligus dijadikan tempat usaha, pola

konversi ini terjadi sembarang tempat, kecil-kecil dan tersebar. Dalam kasus-

kasus tertentu, konversi lahan memang tak dapat dihindari. Meskipun demikian,

sesungguhnya dapat diperkecil apabila ada komitmen yang kuat dari pemerintah.

Untuk itu dibutuhkan seperangkat argumen yang kuat yang menunjukan bahwa

sesungguhnya konversi lahan produktif ke penggunaan lain mengakibatkan

terjadinya kerugian yang sangat besar.

Page 8: agro kel 2

2.3 Hubungan Konversi Lahan dan Perubahan IklimLahan sebagai salah satu faktor produksi merupakan pabrik hasil-hasil

pertanian yang menjadi tempat proses produksi dan hasil produksi diperoleh.

Dalam pertanian terutama di negara berkembang termasuk Indonesia faktor

produksi tanah mempunyai kedudukan yang sangat penting. Hal ini terbukti dari

besarnya balas jasa yang diterima dari tanah dibandingkan dengan faktor-faktor

produksi lainnya. Menurut Crowel (1995) transfer lahan dari lahan pertanian ke

lahan Industri atau lahan untuk peruntukan lainnya terjadi sebagai konsekuensi

pertumbuhan penduduk kota secara alamiah maupun karena urbanisasi. Dari

uraian-uraian sebelumnya dapat dikatakan bahwa dengan meningkatnya

kebutuhan lahan di luar sektor pertanian, menyebabkan terjadinya pergeseran

lahan pertanian Sebagai contoh adanya peningkatan penggunaan lahan perkotaan

seperti pemukiman, jasa, perdagangan, perkantora, industri, prasarana jalan dan

sebagainya, menyebabkan makin sempitnya areal pertanian di sekitar perkotaan.

Apabila transformasi lahan pertanian terus berlanjut maka lahan pertanian makin

sempit bahkan kemungkinan habis. Konversi lahan pertanian dekat pusat kota

(pusat perekonomian) berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan konversi

lahan yang lokasinya jauh dari pusat perekonomian, proses konversi lahan

pertanian tidak berdasarkan asas keadilan maka dampak negatif bagi petani

(peasant) sebagai penggarap tanah hampir bisa dipastikan akan semakin

mempersulit keberadaan petani. Perubahan tutupan atau tata guna lahan dibagi

menjadi dua, yaitu konversi dan modifikasi. Konversi adalah perubahan sistem

tutupan lahan dari satu jenis ke jenis lainnya, misalkan deforestasi dan ekspansi

area pertanian. Sedangkan, modifikasi tutupan lahan merupakan proses perubahan

lahan secara sederhana tanpa mengubah jenis tutupan lahan (Baulies dan

Szejwach 1997).

Perubahan iklim merupakan perubahan kondisi iklim yang dapat

diidentifikasi (misalnya dengan uji statistik) dari perubahan nilai rata-rata atau

variabilitas unsur-unsurnya terjadi dalam periode waktu yang cukup lama (Bates

et al 2008). Selain itu, perubahan iklim juga dapat dilihat dari perubahan kondisi

alam sekitar. Perubahan ini meliputi melelehnya salju musim semi dan puncak

debit yang lebih awal, melelehnya glasier gunung, penurunan gunung es di kutub

selama musim panas serta meningkatnya frekuensi iklim ekstrim (IPCC 2007).

Page 9: agro kel 2

Dalam United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC)

artikel perubahan iklim didefinisikan sebagai perubahan unsur iklim yang

berhubungan secara langung atau tidak langsung dengan aktivitas manusia yang

mempengaruhi komposisi atmosfer global dan menambah pengaruh pada

variabilitas iklim yang dipantau pada periode waktu tertentu. Perubahan iklim

terjadi akibat proses internal yang alami, gaya eksternal, atau pengaruh

antropogenik terhadap komposisi atmosfer atau penggunaan lahan.

Di Indonesia perubahan iklim dapat diidentifikasi dari perubahan tren

suhu. Berdasarkan data tahun 1980 sampai tahun 2002 di 33 stasiun, terjadi

peningkatan parameter suhu maksimum dan minimum yang cukup signifikian.

Peningkatan suhu di Indonesia perlu dicermati lebih dalam karena mayoritas

lokasi stasiun pemantau suhu udara berada di wilayah urban. Peningkatan

populasi, industri dan aktivitas transportasi mengakibatkan timbulnya urban heat

island yang juga berkontribusi dalam peningkatan suhu di wilayah tersebut (MoE

2007). Selain parameter suhu, perubahan iklim juga dapat diidentifikasi dari

perubahan curah hujan.

Perubahan iklim merupakan salah satu ancaman yang sangat serius

terhadap sektor pertanian dan potensial mendatangkan masalah baru bagi

keberlanjutan produksi pangan dan sistem produksi pertanian pada umumnya.

Perubahan iklim adalah kondisi beberapa unsur iklim yang magnitude dan/atau

intensitasnya cenderung berubah atau menyimpang dari dinamika dan kondisi

rata-rata, menuju ke arah (trend) tertentu (meningkat atau menurun). Penyebab

utama perubahan iklim adalah kegiatan manusia (antropogenik) yang berkaitan

dengan meningkatnya emisi gas rumah kaca (GRK) seperti CO2. Pengaruh

perubahan iklim terhadap sektor pertanian bersifat multidimensional, mulai dari

sumberdaya, infrastruktur pertanian, dan sistem produksi pertanian, hingga aspek

ketahanan dan kemandirian pangan, serta kesejahteraan petani dan masyarakat

pada umumnya. Pengaruh tersebut dibedakan atas dua indikator, yaitu kerentanan

dan dampak. Secara harfiah, kerentanan (vulnerable) terhadap perubahan iklim

adalah kondisi yang mengurangi kemampuan (manusia, tanaman, dan ternak)

beradaptasi dan menjalankan fungsi fisiologis/biologis, perkembangan/fenologi,

pertumbuhan dan produksi serta reproduksi secara optimal (wajar) akibat cekaman

Page 10: agro kel 2

perubahan iklim. Dampak perubahan iklim adalah gangguan atau kondisi kerugian

dan keuntungan, baik secara fisik maupun sosial dan ekonomi yang disebabkan

oleh cekaman perubahan iklim. Secara umum, perubahan iklim akan berdampak

terhadap penciutan dan degradasi (penurunan fungsi) sumberdaya lahan, air dan

infrastruktur terutama irigasi, yang menyebabkan terjadinya ancaman kekeringan

atau banjir. Di sisi lain, kebutuhan lahan untuk berbagai penggunaan seperti

pemukiman, industri, pariwisata, transportasi, dan pertanian terus meningkat,

sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kemajuan zaman.

Penggunaan lahan berkaitan erat dengan ketersediaan lahan dan air. Ketersediaan

lahan dan air akan menentukan produktivitas sumberdaya yang mampu

diproduksi, selain itu juga mampu memberikan data tentang potensi produksinya.

Konversi Lahan menurut Sihaloho (2004) adalah proses alih fungsi lahan

khususnya dari lahan pertanian ke non-pertanian atau dari lahan non-pertanian ke

lahan pertanian. Konversi lahan dari non-pertanian ke lahan pertanian merupakan

proses konversi dalam rangka program eksetensifikasi pertanian. Konversi lahan

pertanian ke non-pertanian mengalami laju yang tinggi untuk keperluan

pertumbuhan industri dan memenuhi kebutuhan pemukiman penduduk yang

masih relatif tinggi. Faktor perkembangan industri dan pemukiman merupakan

faktor penting yang mempengaruhi konversi lahan dari lahan pertanian ke non-

pertanian, yang kemudian diikuti dengan keberpihakan pemerintah terhadap

sektor swasta.

Menurut Sihaloho (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi konversi

lahan dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu:

1. Faktor pada aras makro: meliputi pertumbuhan industri, pertumbuhan

pemukiman, pertumbuhan penduduk, intervensi pemerintah dan marginalisasi

ekonomi.

2. Faktor pada aras mikro: meliputi pola nafkah rumah tangga (struktur ekonomi

rumah tangga), kesejahteraan rumah tangga (orientasi nilai ekonomi rumah

tangga), strategi bertahan hidup rumah tangga (tindakan ekonomi rumah tangga).

Dengan demikian konversi lahan telah menyebabkan perubahan pada

berbagai aspek kehidupan masyarakat. Perubahan ini berhubungan dengan

perubahan struktur agraria, proses marginalisasi kemiskinan dan pelaku konversi

Page 11: agro kel 2

(warga masyarakat) tersubordinasi oleh pihak pemanfaat konversi. Implikasi dari

perubahan struktur agraria adalah perubahan pola penguasaan agraria, pola

nafkah, pola hubungan produksi, dan perubahan orientasi nilai terhadap

sumberdaya agraria. Hal ini dapat memberikan kesimpulan bahwa konversi lahan

telah meningkatkan ketidakadila agraria. Berdasarkan hal-hal tersebut Sihaloho

(2004) membagi konversi lahan menjadi tujuh tipologi, yaitu; konversi gradual

berpola sporadis, konversi sistematik berpola ’enclave’ , konversi lahan sebagai

respon atas pertumbuhan penduduk (population growth driven land conversion),

konversi yang disebabkan oleh masalah sosial (social problem driven land

conversion), konversi tanpa beban, konversi adaptasi agraris, konversi multi

bentuk atau tanpa bentuk.

Keberpihakan pemerintah terhadap sektor swasta dapat mengakibatkan

konversi lahan, sehingga berlangsung paradigma yang meniru pola kolonial, yaiu

tanah untuk negara dan swasta (kapitalisme). Hal ini akhirnya akan menimbulkan

pemusatan kekuasaan di satu pihak, dan terjadi fragmentasi lahan di pihak lain.

Fragmentasi lahan yang dicapai menunjuk nilai keuntungan, dimana tanah terjadi

jual-beli tanah dengan tujuan untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi. Hal ini

seakan menunjukan bagaimana kebijakan pemerintah dibuat dan dilanggar oleh

pemerintah sendiri, yang akhirnya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang

sudah ditetapkan tidak sesuai dengan implementasi di lapangan. Sihaloho (2004)

menegaskan bahwa konversi lahan telah meningkatkan ketidakadilan agraria, atau

dapat dikatakan bahwa konversi lahan mempengaruhi atau memicu terjadinya

perubahan struktur agraria. Hal ini ditunjukkan melalui perubahan pola

penguasaan lahan dengan adanya pemusatan kekuasaan dan fragmentasi lahan,

penurunan pola produksi yang ditandai dengan penurunan produktivitas lahan,

penurunan pola nafkah yang ditandai dengan penurunan pendapatan dan

peningkatan kemiskinan, dan perubahan orientasi nilai atas lahan dari segi nilai

sosial dan nilai kepentingan umum.

Ekosistem adalah suatu kesatuan faktor biotik dan abiotik yang saling

berinteraksi. Sesuai dengan definisi diatas iklim yang merupakan faktor abiotik

akan mempengaruhi faktor biotik (mahluk hidup). Menurut Smith (2000), iklim

hampir mempengaruhi semua aspek ekosistem antara lain respon fisiologi dan

Page 12: agro kel 2

perilaku mahluk hidup, kelahiran, kematian dan pertumbuhan populasi,

kemampuan kompetisi spesies, struktur komunitas, produktivitas dan siklus

nutrisi.

2.4 Solusi Permasalahan Iklim yang Ditimbulkan akibat Konversi LahanIndonesia yang merupakan salah satu negara yang memiliki hutan

mangrove yang luas di dunia, beberapa tahun terakhir ini mengalami berbagai

tekanan. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat disekitar hutan

mangrove dan semaraknya pembangunan yang memanfaatkan areal hutan,

mengakibatkan terjadinya perubahan hutan mangrove bahkan ada kemungkinan

hilangnya ekosistem tersebut. Pemanfaatan hutan mangrove, baik itu dalam

bentuk eksplorasi hasil hutan maupun konversi lahan untuk keperluan lain,

sebetulnya sudah sejak ratusan tahun lalu, dan keadaan ini masih terus

berlangsung hingga saat ini (Budiman & Kartawinata,1986). Bahkan Pramudji

(1997) menyebutkan bahwa pemanfaatan hutan man- grove beberapa tahun

terakhir ini semakin meningkat, terutama subsektor perikanan yang memanfaatkan

hutan tersebut untuk kegiatan budidaya tambak, penambangan atau kegiatan

pembangunan lainnya yang kurang memperhitungkan akibat sampingannya.

Kegiatan penambangan mineral yang telah dilakukan, baik itu yang

dibangun di daerah hutan mangrove maupun didaerah sekitamya adalah

merupakan contoh salah satu pemanfaatan lahan mangrove. Pemanfaatan lahan

ini tentunya akan mengakibatkan kerusakan dan akan menimbulkan berbagai efek

yang merusak ekosistem mangrove dan ekosistem perairan sekitarnya. Efek yang

paling menyolok adalah pengendapan bahan-bahan atau material yang

mengandung logam berat dan terbawa arus air sungai ke areal hutan mangrove.

Pengendapan yang berlebihan akan merusak mangrove, karena terjadinya

penghambatan pertukaran air, hara dan udara dalam substrat dan air di atasnya.

Aktivitas penambangan sering pula dikaitkan dengan pengilangan minyak hasil

galian, yang mana dalam proses tersebut akan terjadi penahapan, misalnya adalah

pelumatan, pencucian, pemisahan kimiawi dan penapisan. Limbah dari proses ini

biasanya langsung dibuang ke daerah pantai yang kemudian tersebar ke areal

hutan mangrove dan sekitamya, kemudian mengendap.

Page 13: agro kel 2

Dampak dari semua kegiatan dengan cara memanfaatkan hutan mangrove

ini umumnya akan menimbulkan permasalahan yang cukup pelik, yakni akan

merusak dan pada akhirnya dapat menyebabkan hilangnya sumberdaya tersebut.

Kerusakan hutan mangrove di beberapa wilayah pesisir pantai Indonesia sudah

cukup serius, misalnya pantai utara Pulau Jawa, daerah Cilacap, pantai barat Pulau

Lombok, pesisir Lampung, daerah Riau dan daerah Aceh.

Permasalahan ekologis yang muncul dari pemanfaatan areal hutan

mangrove yang tidak memperhatikan aspek pelestarian, antara lain adalah

pencemaran. Perlu diketahui bahwa hutan mangrove mempunyai peranan sebagai

filter terhadap bahan-bahan polutan yang berupa limbah rumah tangga, limbah

industri maupun tumpahan minyak. Sumatra (1980) mengatakan bahwa kawasan

mangrove di delta Cimanuk telah tercemar oleh pestisida thiodan, diazinon. DDE,

o.p.-DDT dan p.p. DDT. Dari hasil penelitian yang dilakukan terlihat bahwa daun

dari jenis Avicennia alba dan Rhizophora apiculata di daerah delta Cimanuk telah

mengandung insektisida thiodan dan DDT seperti yang terdapat dalam sedimen.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa hutan mangrove memiliki

peranan terhadap ekosistem perairan disekitar hutan mangrove, karena mangrove

merupakan penghasil bahan organik yang diperlukan oleh berbagai larva ikan,

kepiting, udang dan berbagai biota laut lainnya. Dari kenyataan yang diungkapkan

oleh Martosubroto & Naamin (1977) terlihat bahwa konversi hutan mangrove

dalam skala besar akan menimbulkan masalah, yaitu menyebabkan menurunnya

produksi udang. Permasalahan ini muncul karena konversi hutan mangrove

menjadi tambak udang akan merusak sumberdaya tersebut, yang pada akhirnya

akan terjadi pemutusan rangkaian proses ekologis maupun biologis yang akan

menyebabkan menurunnya produktivitas perairan. Konversi areal hutan mangrove

merupakan penyebab utama terhadap rusak dan berkurangnya areal hutan

mangrove. Parry (1996) menyebutkan bahwa konversi hutan mangrove di

Indonesia untuk tambak pada tahun 1977 adalah sekitar 175.606 ha, kemudian

sampai dengan tahun 1993 diperkirakan meningkat menjadi 268.743 ha, atau

meningkat sebesar 47%. Meningkatnya pemanfaatan lahan mangrove ini, karena

dipacu tingginya harga udang dipasaran internasional. Dengan meningkatnya

penyakit udang tambak, sebagian besar lahan tambak terbengkelai dan ditinggal

Page 14: agro kel 2

oleh petani, sehingga dampaknya adalah rusaknya ekosistem mangrove dan

perairan sekitarnya. Disamping itu, pembukaan areal hutan mangrove ternyata

dapat menimbulkan masalah kesehatan, hal ini telah dibuktikan bahwa populasi

nyamuk meningkat sebagai akibat ditebangnya hutan mangrove, bahkan akan

menimbulkan kerawanan terhadap wabah malaria.

Seperti telah diuraikan di atas, bahwa kerusakan hutan mangrove di

Indonesia sangat berkaitan erat dengan meningkatnya jumlah penduduk,

khususnya yang menempati areal disekitar hutan mangrove yang mendorong

terjadinya perubahan penggunaan lahan dan pemanfaatan sumberdaya mangrove

secara berlebihan dan tanpa memperhatikan unsur pelestarian. Terkait dengan

pemanfaatan sumberdaya mangrove, seharusnya keseimbangan kepentingan perlu

dijaga untuk mencapai peningkatan pengembangan ekonomi dan usaha

perlindungan ekosistem hutan mangrove, serta konsekuensi kerusakan hutan

mangrove merupakan sesuatu kegiatan yang perlu dipertimbangkan dalam

pengelolaan sumberdaya mangrove secara terpadu untuk konservasi dan

pelestarian.

Mengingat adanya berbagai fungsi dan peranan hutan mangrove serta

banyaknya permasalahan yang timbul sebagai akibat pemanfatan lahan mangrove,

maka dalam pengelolaan mangrove perlu ada pemikiran sebagai berikut:

Demi mempertahankan fungsi dan peranan hutan mangrove terhadap

ekosistem perairan disekitarnya, maka konversi areal hutan mangrove

yang diperuntukkan sebagai usaha budidaya, hendaknya

dipertimbangkan atau dilakukan studi kelayakan secara seksama untuk

memperoleh kepastian bahwa areal hutan mangrove tersebut cocok untuk

budidaya.

Untuk menjaga kelangsungan dinamika kehidupan biota laut yang

bersasosiasi dengan hutan mangrove dan sebagai perwujudan strategi

konservasi ekosistem hutan mangrove, maka areal mangrove yang sudah

mengalami kerusakan seyogyanya dijadikan daerah suaka alam.

Dalam rangka menjaga berlangsungnya suksesi alami, tanah-tanah timbul

seperti delta didaerah muara sungai yang ditumbuhi tumbuhan mangrove,

hendakny a dibiarkan berkembang menjadi hutan mangrove.

Page 15: agro kel 2

Hutan mangrove hendaknya diberi status peruntukan berdasarkan urutan

prioritas, misalnya hutan lidung, hutan produksi atau hutan wisata sesuai

dengan potensi ekosistem setempat.

Seluruh kebijaksanaan yang menyangkut pemanfaatan areal hutan

mangrove untuk kegiatan budidaya yang telah disepakati, harus didukung

dan dengan perundang- undangan yang memadai dan sejalan dengan

sektor yang terkait.

Perlu dilakukan reboisasi terhadap kawasan hutan mangrove yang sudah

rusak, sekaligus memberikan lapangan kepada para nelayan.

Perlu meningkatkan pengetahuan dan kesadaran kepada masyarakat akan

nilai ekologis, ekonomis dan sosial serta manfaat dan fungsi dari hutan

mangrove.

Mengelola hutan mangrove secara ekologis dan berkelanjutan.

Dengan demikian sudah jelaslah bahwa untuk lebih meningkatkan

efektivitas dalam rangka upaya pengelolaan hutan mangrove agar tidak rusak atau

bahkan punah dari daerah pesisir Indonesia, maka langkah-langkah atau

pemikiran harus segera dirumuskan untuk mencakup berbagai aspek, antara lain

aspek hukum, sosial-ekonomi, institusi dan juga aspek ekologis.

BAB IIIPENUTUP

3.1 Simpulan

Page 16: agro kel 2

3.2 Saran

Page 17: agro kel 2

DAFTAR PUSTAKA

As-syakur AR. 2011. PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI PROVINSI BALI. Jurnal Ecotrophic, Vol 6, No 1: 2011. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Udayana

Bates BC, Kundzewicz ZW, Wu S, Palutikof JP. 2008. Climate Change and Water. Technical Paper of the Intergovernmental Panel on Climate Change, IPCC Secretariat, Geneva: 210.

Baulies X, Szejwach G. 1997. LUCC Data Requirements Workshop: survey of needs, gaps and priorities on data for land-use/land-cover change research. LUCC Report Series no.3.

Borowski B. 2010. Iklim dan Perubahan Iklim. Jakarta (ID): Mizan Media Utama.

Budiman, A. dan K. Kartawinata.1986. Pattern of setlement and uses in mangrove with special reference to Indonesia. Workshop in humana induced stresses on mangrove ecosystem. UNESCO-UNDP: 23-36.

Frick H, Ardiyanto A, Darmawan AMS. 2011. Ilmu Fisika Bangunan. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Gernowo R, Yulianto T. 2010. Fenomena perubahan iklim dan karakteristik curah hujan ekstrim di DKI Jakarta. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng & DIY; 2010 April 10. Semarang, Indonesia. Semarang (ID): FMIPA UNDIP: 13-18.

[Kementrian Pertanian]. 2011. Pedoman Umum “Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Pertanian”. Badan Penelitian dan Pembangunan Pertanian Kementrian Pertanian ISBN 978-603-9462-04-3

Martosubroto, P. dan N. Naamin 1977. Relationship between forest (mangrove) and comercial shrimp production in Indonesia. Mar. Res. Indonesia 18: 81-86.

MoE. 2007. Indonesia Country Report: Climate Variability and Climate Change, and their Implication. Jakarta: Ministry of Environment, Republic of Indonesia.

Mudiyarso D. 2003. Protokol Kyoto: Implikasinya bagi Negara Berkembang. Jakarta (ID): Kompas.

Pakpahan, A. et al . 1994. Analisis Kebijaksanaan Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian. Laporan Penelitian Tahun 1, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian –Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. (tidak dipublikasikan).

Parry DE. 1996. National strategy for mangrove project management in Indonesia. Lokakarya Strategi Nasional Pengelolaan Hutan Mangrove di Indonesia. Departemen Kehutanan, Direktorat Jenderal Reboisasi dan Reabilitasi Lahan. Jakarta, Juni 1996.

Pramudji. 1997. Mangrove forest in Maluku Province Eastern part of Indonesia and effort to conserve the area. Paper presented on the SIMCOAST

Page 18: agro kel 2

Managed Ecosystem Workshop in the Philippines. Phillipinnes, August 1997.

Simatupang P, B Irawan. 2003. Pengendalian Konversi Lahan Pertanian: Tinjauan Ulang Kebijakan Lahan Pertanian Abad. Prosiding Seminar Nasional Multifungsi dan Konversi Lahan Pertanian : 67-83.Badan Litbang Pertanian, Jakarta.

Sihaloho, Martua. 2004. Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria (Kasus di Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat). Tesis Pasca Sarjana. Bogor: IPB.

Smith RL, Smith TM. 2000. Element of Ecology, 4th Ed. Benjamin Cumming Science Publishing. Sanfransisco-California. USA

Sumatra. 1980. Insecticide residue monitoring in Sediments, water fishes and mangrove at the Cimanuk Delta. Paper for LIPI-UN University Seminar on coastal resources of Cimanuk Delta, West Java. Jakarta, August 1980: 20 pp.