tab kel.2 binawan

36
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulasi bagi perkembangan anak secara optimal. Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain ini tetap dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengan kondisi anak. Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan permainan anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan. Tujuan bermain di rumah sakit pada prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan fase pertumbuhan dan perkembangan secara optimal, mengembangkan kreatifitas anak, dan dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan kesejahteraan anak seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada saat anak sakit atau anak di rumah sakit (Wong, 2009). Dinamika secara psikologis menggambarkan bahwa selama anak bermain dengan sesuatu yang menggunakan alat mewarnai

Upload: muhammad-hasnul-fahmy

Post on 05-Jan-2016

30 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tab

TRANSCRIPT

Page 1: Tab Kel.2 Binawan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulasi bagi perkembangan anak secara

optimal. Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain ini

tetap dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengan kondisi anak. Pada saat dirawat di

rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan,

seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari

hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada

dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas

dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan permainan anak

akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi

melalui kesenangannya melakukan permainan. Tujuan bermain di rumah sakit pada

prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan fase pertumbuhan dan perkembangan secara

optimal, mengembangkan kreatifitas anak, dan dapat beradaptasi lebih efektif terhadap

stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan kesejahteraan anak seperti

kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada saat anak

sakit atau anak di rumah sakit (Wong, 2009).

Dinamika secara psikologis menggambarkan bahwa selama anak bermain dengan

sesuatu yang menggunakan alat mewarnai seperti crayon atau pensil warna akan

membantu anak untuk menggunakan tangannya secara aktif sehingga merangsang

motorik halusnya. Oleh karena sangat pentingnya kegiatan bermain terhadap tumbuh

kembang anak dan untuk mengurangi kecemasan akibat hospitalisai, maka akan

dilaksanakan terapi bermain pada anak usia toddler dengan cara mewarnai gambar.

Bermain adalah kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk memperoleh

kepuasan. Aktivitas bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan bagi anak,

meskipun hal tersebut tidak meghasilkan komoditas tertentu.

Bermain merupakan salah satu stimulus bagi perkembangan anak secara optimal.

Anak bebas mengekspresikan perasaan takut, cemas, gembira atau perasaan lainnya

sehingga hal tersebut memberikan kebebasan bermain untuk anak sehingga orang tua

dapat mengetahui suasana hati si anak. Oleh karena itu dalam memilih alat bermain

hendaknya disesuaikan dengan jenis kelamin dan usia anak. Sehingga dapat

merangsang perkembangan anak secara optimal. Dalam kondisi sakit atau anak dirawat

Page 2: Tab Kel.2 Binawan

di rumah sakit, aktifitas bermain ini tetap perlu dilaksanakan disesuaikan dengan

kondisi anak.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

a. Meminimalkan dampak hospitalisasi pada anak

b. Merangsang perkembangan motorik, sensorik, intelektual, sosial, kreatifitas,

kesadaran diri, moral, dan bermain dengan terapi.

2. Tujuan Khusus

a. Anak dapat mengenali warna

b. Mengembangkan imajinasi pada anak

c. Meningkatkan kemampuan dan kreatifitas.

d. Meningkatkan keterampilan anak.

e. Mengidentifikasi anak terhadap keterampilan tertentu.

f. Memberikan kesenangan dan kepuasan.

Page 3: Tab Kel.2 Binawan

BAB II

TINJAUAN TEORI

I. KONSEP BERMAIN

A. Pengertian Bermain

Aktivitas bermain yang dilakukan anak-anak merupakan cerminan kemampuan

fisik, intelektual, emosional dan sosial. Bermain juga merupakan media yang baik

untuk belajar karena dengan bermain anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi),

belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dilakukannya,

dan mengenal waktu, jarak serta suara (Wong, et al 2008).

Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau

mempraktekkan ketrampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi

kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa (Aziz A, 2005).

Jadi kesimpulannya bermain adalah cara untuk memperoleh kesenangan  agar anak

dapat kreatif dan mengekspresikan pikiran, tanpa mempertimbangkan hasil akhir.

Bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Ada orang tua yang

berpendapat bahwa anak yang terlalu banyak bermain akan membuat anak menjadi

malas bekerja dan bodoh. Anggapan ini kurang bijaksana, karena beberapa ahli

psikolog mengatakan bahwa permainan sangat besar pengaruhnya terhadap

perkembangan jiwa anak.

B. Fungsi Bermain

Fungsi bermain adalah merangsang perkembangan sensorik-motorik,

perkembangan intelektual, sosial, kreatifitas, kesadaran diri, moral dan bermain

sebagai terapi.

Membantu Perkembangan Sensorik dan Motorik

Fungsi bermain pada anak ini adalah dapat dilakukan dengan melakukan

rangsangan pada sensorik dan motorik melalui rangsangan ini aktifitas anak dapat

mengeksplorasikan alam sekitarnya sebagai contoh bayi dapat dilakukan

rangsangan  taktil,audio dan visual melalui rangsangan ini perkembangan sensorik

dan motorik akan meningkat. Hal tersebut dapat dicontohkan sejak lahir anak yang

telah dikenalkan atau dirangsang visualnya maka anak di kemudian hari

kemampuan visualnya akan lebih menonjol seperti lebih cepat mengenal sesuatu

Page 4: Tab Kel.2 Binawan

yang baru dilihatnya. Demikian juga pendengaran, apabila sejak bayi dikenalkan

atau dirangsang melalui suara-suara maka daya pendengaran di kemudian hari anak

lebih cepat berkembang di bandingkan tidak ada stimulasi sejak dini.

1. Membantu Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif dapat dirangsang melalui permainan. Hal ini dapat

terlihat pada saat anak bermain, maka anak akan mencoba melakukan

komunikasi dengan bahasa anak, mampu memahami obyek permainan seperti

dunia tempat tinggal, mampu membedakan khayalan dan kenyataan, mampu

belajar warna, memahami bentuk ukuran dan berbagai manfaat benda yang

digunakan dalam permainan,sehingga fungsi bermain pada model demikian

akan meningkatkan perkembangan kognitif selanjutnya.

2. Meningkatkan Sosialisasi Anak

Proses sosialisasi dapat terjadi melalui permainan, sebagai contoh dimana pada

usia bayi anak akan merasakan kesenangan terhadap kehadiran orang lain dan

merasakan ada teman yang dunianya sama, pada usia toddler anak sudah

mencoba bermain dengan sesamanya dan ini sudah mulai proses sosialisasi

satu dengan yang lain, kemudian bermain peran seperti bermain-main berpura-

pura menjadi seorang guru, jadi seorang anak, menjadi seorang bapak, menjadi

seorang ibu dan lain-lain, kemudian pada usia prasekolah sudah mulai

menyadari akan keberadaan teman sebaya sehingga harapan anak mampu

melakukan sosialisasi dengan teman dan orang

3. Meningkatkan Kreatifitas

Bermain juga dapat berfungsi dalam peningkatan kreatifitas, dimana anak

mulai belajar menciptakan sesuatu dari permainan yang ada dan mampu

memodifikasi objek yang akan digunakan dalam permainan sehingga anak

akan lebih kreatif melalui model permainan ini, seperti bermain bongkar

pasang mobil-mobilan.

4. Meningkatkan Kesadaran Diri

Bermain pada anak akan memberikan kemampuan pada anak untuk ekplorasi

tubuh dan merasakan dirinya sadar dengan orang lain yang merupakan bagian

dari individu yang saling berhubungan, anak mau belajar mengatur perilaku,

membandingkan dengan perilaku orang lain.

Page 5: Tab Kel.2 Binawan

5. Mempunyai Nilai Terapeutik

Bermain dapat menjadikan diri anak lebih senang dan nyaman sehingga

adanya stres dan ketegangan dapat dihindarkan, mengingat bermain dapat

menghibur diri anak terhadap dunianya.

6. Mempunyai Nilai Moral Pada Anak

Bermain juga dapat memberikan nilai moral tersendiri kepada anak, hal ini

dapat dijumpai anak sudah mampu belajar benar atau salah dari budaya di

rumah, di sekolah dan ketika berinteraksi dengan temannya, dan juga ada

beberapa permainan yang memiliki aturan-aturan yang harus dilakukan tidak

boleh dilanggar.

C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Aktifitas Bermain

Menurut Supartini (2004), ada beberapa faktor yang mempengaruhi terapi bermain

pada anak, antara lain:

1. Tahap perkembangan

Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak, yaitu sesuai dengan tahapan

pertumbuhan dan perkembangan. Tentunya permainan anak usia bayi tidak

lagi efektif untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah.

Demikian juga sebaliknya karena pada dasarnya permainan adalah alat

stimulasi pertumbuhan dan

perkembangan anak.

2. Jenis kelamin anak

Ada beberapa pandangan tentang konsep gender dalam kaitannya dengan

permainan anak. Dalam melakukan aktivitas bermain tidak membedakan jenis

kelamin laki-laki dan perempuan. Semua alat permainan dapat digunakan oleh

anak laki-laki atau perempuan untuk mengembangkan daya pikir, imajinasi,

kreativitas, dan kemampuan sosial anak. Akan tetapi, ada pendapat yang

meyakini bahwa permainan adalah salah satu alat untuk membantu anak

mengenal identitas diri sehingga sebagian alat permainan anak perempuan

tidak dianjurkan untuk digunakan oleh anak laki-laki. Hal ini dilatarbelakangi

oleh alasan adanya tuntutan perilaku yang berbeda antara laki-laki dan

perempuan dan hal ini dipelajari melalui media permainan (Supartini, 2004).

Page 6: Tab Kel.2 Binawan

3. Status kesehatan anak

Status kesehatan anak juga mempengaruhi aktivitas bermain, karena untuk

melakukan aktivitas bermain diperlukan energi (Wong, et al, 2008).

Walaupun demikian, bukan berarti anak tidak perlu bermain pada saat sedang

sakit. Kebutuhan bermain pada anak sama halnya dengan kebutuhan bekerja

pada orang dewasa. Yang penting pada saat kondisi anak sedang menurun atau

anak terkena sakit, bahkan dirawat di rumah sakit, orang tua dan perawat harus

jeli memilihkan permainan yang dapat dilakukan anak sesuai dengan prinsip

bermain pada anak yang sedang dirawat di rumah sakit (Supartini, 2004).

4. Lingkungan yang tidak mendukung

Selain iu, lingkungan tempat bermain juga mempunyai pengaruh besar dalam

mencapai perkembangan anak yang optimal. Lingkungan yang penuh kasih

sayang dan fasilitas yang cukup dalam membentuk rangsangan, membuat

dampak yang besar dalam meningkatkan taraf kecerdasan anak. Stimulasi

lingkungan yang baik akan menyebabkan penambahan ketebalan korteks otak,

jumlah sinaps dan penambahan pembuluh kapiler di otak (Hardjadinata, 2009).

5. Alat dan jenis permainan yang cocok atau sesuai dengan anak

Alat dan jenis permainan juga perlu diperhatikan dalam aktivitas bermain

anak. Alat yang dipilih harus sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak.

Label yang tertera pada mainan harus dibaca terlebih dahulu sebelum

membelinya, apakah mainan tersebut aman dan sesuai dengan usia anak. Alat

permaian yang harus didorong, ditarik dan dimanipulasi akan mengajarkan

anak untuk dapat mengembangkan kemampuan koordinasi alat gerak

(Supartini, 2004).

D. Klasifikasi Bermain

Menurut Wong, et al (2008), bermain dapat dikategorikan berdasarkan isi dan

karakteristik sosial.

1. Berdasarkan Isi Permainan

Berdasarkan isi permainan, bermain diklasifikasikan dan dijabarkan sebagai

berikut:

a. Bermain afektif sosial (social affective play)

Merupakan permainan yang menunjukan adanya hubungan interpersonal

yang menyenangkan antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan

Page 7: Tab Kel.2 Binawan

mendapatkan kesenangan dan kepuasan dari hubungan yang

menyenangkan dengan orang tuanya atau dengan orang lain.

Permainan yang biasa dilakukan adalah “ci luk ba”, berbicara dan

memberi tangan untuk digenggam oleh bayi sambil tersenyum/tertawa

(Wong, et al, 2008).

b. Bermain untuk senang-senang (sense of pleasure play)

Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang

pada anak yang diperoleh dari lingkungan, seperti lampu, warna, rasa,

bau, dan tekstur. Kesenangan timbul karena seringnya memegang alat

permainan (air, pasir, makanan).

Ciri khas permainan ini adalah anak akan semakin lama semakin asyik

bermain sehingga sukar dihentikan.

c. Permainan keterampilan (skill play)

Dapat meningkatkan keterampilan anak, khususnya motorik kasar dan

halus, seperti memegang, memanipulasi, dan melatih untuk mengulangi

kegiatan permainan tersebut berkali-kali (Wong, et al, 2008).

d. Permainan (games)

Permainan (games) adalah jenis permaianan yang menggunakan alat

tertentu yang menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini biasa

dilakukan oleh anak sendiri atau dengan temannya. Banyak sekali jenis

permainan ini mulai dari yang tradisional maupun yang modern.

Misalnya, ular tangga, congklak, puzle, dan lain-lain (Supartini, 2004).

e. Permainan yang hanya memperhatikan saja (unoccupted behaviour)

Dimana anak pada saat tertentu sering terlihat mondar-mandir, tersenyum,

tertawa, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja atau apa saja yang ada

di sekelilingnya yang digunakannya sebagai alat permainan (Supartini,

2004).

f. Permainan simbolik atau pura-pura (dramatic play)

Pada permainan ini anak memainkan peran sebagai orang lain melalui

permainannya. Anak berceloteh sambil berpakaian meniru orang dewasa,

misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya atau kakaknya. Apabila anak bermain

dengan temannya, akan terjadi percakapan di antara mereka tentang orang

yang mereka tiru. Permainan ini penting untuk proses identifikasi terhadap

peran orang tertentu (Wong, et al, 2008).

Page 8: Tab Kel.2 Binawan

2. Berdasarkan Karakteristik Sosial

Berdasarkan karakteristik sosial, bermain diklasifikasikan dan dijabarkan

sebagai berikut, Supartini (2004)

a. Onlooker play

Onlooker play merupakan permainan dimana anak hanya mengamati

temannya yang sedang bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi

dalam permainan. Jadi, anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses

pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan temannya.

b. Solitary play

Anak tampak berada dalam kelompok permainannya, tetapi anak bermain

sendiri dengan alat permainan yang digunakan temannya, tidak ada kerja sama

ataupun komunikasi dengan teman sepermainannya.

E. Prinsip-Prinsip Dalam Aktifitas Bermain

1. Perlu energi ekstra

2. Waktu yang cukup

3. Alat permainan

4. Ruang untuk bermain

5. Pengetahuan cara bermain

6. Teman bermain

F. Bentuk-bentuk Permainan

1. Usia 0 – 12 bulan

Tujuannya adalah :

a. Melatih reflek-reflek (untuk anak bermur 1 bulan), misalnya mengisap,

menggenggam.

b. Melatih kerjasama mata dan tangan.

c. Melatih kerjasama mata dan telinga.

d. Melatih mencari obyek yang ada tetapi tidak kelihatan.

e. Melatih mengenal sumber asal suara.

f. Melatih kepekaan perabaan.

g. Melatih keterampilan dengan gerakan yang berulang-ulang.

Alat permainan yang dianjurkan :

a. Benda-benda yang aman untuk dimasukkan mulut atau dipegang.

b. Alat permainan yang berupa gambar atau bentuk muka.

Page 9: Tab Kel.2 Binawan

c. Alat permainan lunak berupa boneka orang atau binatang.

d. Alat permainan yang dapat digoyangkan dan keluar suara.

e. Alat permainan berupa selimut dan boneka.

2. Usia 13 – 24 bulan

Tujuannya adalah :

a. Mencari sumber suara/mengikuti sumber suara.

b. Memperkenalkan sumber suara.

c. Melatih anak melakukan gerakan mendorong dan menarik.

d. Melatih imajinasinya.

e. Melatih anak melakukan kegiatan sehari-hari semuanya dalam bentuk

kegiatan yang menarik

Alat permainan yang dianjurkan:

a. Genderang, bola dengan giring-giring didalamnya.

b. Alat permainan yang dapat didorong dan ditarik.

c. Alat permainan yang terdiri dari: alat rumah tangga(misal: cangkir yang

tidak mudah pecah, sendok botol plastik, ember, waskom, air), balok-

balok besar, kardus-kardus besar, buku bergambar, kertas untuk dicoret-

coret, krayon/pensil berwarna.

3. Usia 25 – 36  bulan

Tujuannya adalah ;

a. Menyalurkan emosi atau perasaan anak.

b. Mengembangkan keterampilan berbahasa.

c. Melatih motorik halus dan kasar.

d. Mengembangkan kecerdasan (memasangkan, menghitung, mengenal dan

membedakan warna).

e. Melatih kerjasama mata dan tangan.

f. Melatih daya imajinansi.

g. Kemampuan membedakan permukaan dan warna benda.

4. Alat permainan yang dianjurkan :

a. Alat-alat untuk menggambar.

b. Lilin yang dapat dibentuk

c. Pasel (puzzel) sederhana.

d. Manik-manik ukuran besar.

e. Berbagai benda yang mempunyai permukaan dan warna yang berbeda.

Page 10: Tab Kel.2 Binawan

f. Bola.

5. Usia 32 – 72 bulan

Tujuannya adalah  :

a. Mengembangkan kemampuan menyamakan dan membedakan.

b. Mengembangkan kemampuan berbahasa.

c. Mengembangkan pengertian tentang berhitung, menambah, mengurangi.

d. Merangsang daya imajinansi dsengan berbagai cara bermain pura-pura

(sandiwara).

e. Membedakan benda dengan permukaan.

f. Menumbuhkan sportivitas.

g. Mengembangkan kepercayaan diri.

h. Mengembangkan kreativitas.

i. Mengembangkan koordinasi motorik (melompat, memanjat, lari, dll).

j. Mengembangkan kemampuan mengontrol emosi, motorik halus dan kasar.

k. Mengembangkan sosialisasi atau bergaul dengan anak dan orang diluar

rumahnya.

l. Memperkenalkan pengertian yang bersifat ilmu pengetahuan, misal :

pengertian mengenai terapung dan tenggelam.

m. Memperkenalkan suasana kompetisi dan gotong royong.

Alat permainan yang dianjurkan :

a. Berbagai benda dari sekitar rumah, buku bergambar, majalah anak-anak,

alat gambar & tulis, kertas untuk belajar melipat, gunting, air, dll.

b. Teman-teman bermain : anak sebaya, orang tua, orang lain diluar rumah.

II. Terapi Bermain pada Anak yang Dirawat di Rumah Sakit

A. Pengertian

Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan salah satu alat

paling efektif untuk mengatasi stres anak. Karena hospitalisasi menimbulkan krisis

dalam kehidupan anak, dan sering disertai stres berlebihan, maka anak-anak perlu

bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan cemas yang mereka alami sebagai alat

koping dalam menghadapi stres (Wong, et al, 2008).

B. Fungsi Bermain di Rumah Sakit

Perawatan anak di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan stres,

baik bagi anak maupun orang tua. Untuk itu anak memerlukan media yang dapat

Page 11: Tab Kel.2 Binawan

mengekspresikan perasaan tersebut dan mampu bekerja sama dengan petugas

kesehatan selama dalam perawatan. Media yang paling efektif adalah melalui

kegiatan permainan.

Wong, et al (2008) menyebutkan, bermain sangat penting bagi mental, emosional,

dan kesejahteraan sosial anak. Seperti kebutuhan perkembangan mereka,

kebutuhan bermain tidak berhenti pada saat anak-anak sakit atau di rumah sakit.

Sebaliknya, bermain di rumah sakit memberikan manfaat utama yaitu

meminimalkan munculnya masalah perkembangan anak.

Beberapa manfaat bermain di rumah sakit adalah memberikan pengalihan dan

menyebabkan relaksasi. Hampir semua bentuk bermain dapat digunakan untuk

pengalihan dan relaksasi, tetapi aktivitas tersebut harus dipilih berdasarkan usia,

minat, dan keterbatasan anak. Anak-anak tidak memerlukan petunjuk khusus,

tetapi bahan mentah untuk digunakan, dan persetujuan serta pengawasan. Anak

kecil menyukai berbagai mainan yang kecil dan berwarna-warni yang dapat

mereka mainkan di tempat tidur dan menjadi bagian dari ruang bermain di rumah

sakit (Wong, et al, 2008).

Hospitalisasi dapat memberikan kesempatan khusus pada anak untuk penerimaan

sosial. Terkadang anak yang kesepian, asosial, dan jahat menemukan lingkungan

yang simpatik di rumah sakit. Anak-anak yang mengalami deformitas fisik atau

“berbeda” dari teman seusianya dapat menemukan kelompok sebaya yang bisa

menerimanya (Wong, et al, 2008).

C. Prinsip Bermain di Rumah Sakit

Menurut Supartini (2004), terapi bermain yang dilaksanakan di rumah sakit tetap

harus memperhatikan kondisi kesehatan anak. Ada beberapa prinsip permainan

pada anak di rumah sakit.

1. Pertama, permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang

dijalankan anak. Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih permainan yang

dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh diajak bermain dengan

kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di ruang rawat.

2. Kedua, permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan

sederhana. Pilih jenis permainan yang tidak melelahkan anak, menggunakan

alat permainan yang ada pada anak atau yang tersedia di ruangan (Supartini,

2004).

Page 12: Tab Kel.2 Binawan

3. Ketiga, permainan harus memperhatikan keamanan dan kenyamanan. Anak

kecil perlu rasa nyaman dan yakin terhadap benda-benda yang dikenalnya,

seperti boneka yang dipeluk anak untuk memberi rasa nyaman dan dibawa ke

tempat tidur di malam hari (Wong, et al, 2008).

4. Keempat, melibatkan orang tua. Satu hal yang harus diingat bahwa orang tua

mempunyai kewajiban untuk tetap melangsungkan upaya stimulasi tumbuh-

kembang pada anak walaupun sedang dirawat si rumah sakit termasuk dalam

aktivitas bermain anak. Perawat hanya bertindak sebagai fasilitator sehingga

apabila permainan diiniasi oleh perawat, orang tua harus terlibat secara aktif

dan mendampingi anak mulai dari awal permainan sampai menevaluasi hasil

permainan bersama dengan perawat dan orang tua anak lainnya (Wong,et al,

2008).

D. Alat Mainan yang Sesuai dengan Usia dan Kondisi Anak

Alat mainan dapat diberikan pada anak dalam keadaan kondisi sakit ringan,

dimana anak dalam keadaan yang membutuhkan perawatan dan pengobatan yang

minimal. Pengamatan dekat dan tanda vital serta status dalam keadaan normal dan

kondisi sakit sedang, dimana anak dalam keadaan yang membutuhkan perawatan

dan pengobatan yang sedang, pengamatan dekat dan status psikologis dalam

keadaan normal. Sedangkan anak dalam keadaan sakit berat tidak diberikan

aktivitas bermain karena anak berada dalam status psikologis dan tanda vital yang

belum normal, anak gelisah, mengamuk serta membutuhkan perawatan yang ketat

(Whaley & Wong, 2004).

1. Pada usia bayi, saat anak mengalami sakit ringan, alat mainan yang sesuai

seperti balok dengan warna yang bervariasi, buku bergambar, cangkir atau

sendok, kotak musik, giring-giring yang dipegang, boneka yang berbunyi.

Sedangkan saat anak sakit sedang, mainan yang dapat diberikan berupa kotak

musik, giring-giring yang dipegang, boneka yang berbunyi (Wong, et al,

2008).Alat mainan yang dapat didorong dan ditarik, balok-balok, mainan

bermusik, alat rumah tangga, telephonemainan, buku gambar, kertas, crayon,

dan manik-manik besar dapat diberikan

2. pada anak usia toodler saat mengalami sakit yang ringan. Sedangkan pada

saat anak sakit dalam tingkat yang sedang, mainan yang diberikan dapat

berupa mainan bermusik, alat rumah tangga, telephone mainan, buku

bergambar, dan manik-manik besar (Wong, et al, 2008).

Page 13: Tab Kel.2 Binawan

3. Pada usia pra sekolah, saat mereka mengalami sakit ringan, alat mainan yang

dapat diberikan berupa boneka-bonekaan, mobil-mobilan, buku gambar, teka-

teki, menyusun potongan gambar, kertas untuk melipat-lipat, crayon, alat

mainan bermusik dan majalah anak-anak. Dan saat anak pra sekolah

mengalami sakit sedang, mainan yang diberikan dapat berupa boneka-

bonekaan, mobil-mobilan, buku bergambar, dan alat mainan musik (Wong, et

al, 2008).

4. Pada usia sekolah, anak sudah mulai melakukan imaginasi. Maka alat mainan

yang dapat diberikan berupa permainan teka-teki, buku bacaan, alat untuk

menggambar, alat musik seperti harmonika. Sedangkan pada saat remaja, anak

mulai mencurahkan kreativitas yang dimilikinya, maka alat mainan yang

diberikan dapat berupa permainan catur, alat untuk mengggambar seperti cat

air, kanvas, kertas, majalah anak-anak atau remaja, dan buku cerita

(Hardjadinata, 2009).

D. Memilih Alat Mainan

Orang tua dari anak-anak yang dihospitalisasi sering menanyakan pada perawat

tentang jenis-jenis mainan yang boleh dibawa untuk anak mereka. Meyakinkan

orang tua bahwa ingin memberikan mainan yang baru untuk anak mereka

merupakan sifat alami adalah tindakan yang bijaksana, tetapi akan lebih baik bila

menunggu sementara untuk membawakan mainan tersebut, terutama jika anak

tersebut masih kecil. Anak-anak kecil perlu rasa nyaman dan keyakinan terhadap

benda-benda yang dikenalnya (Wong, et al, 2008).

Whaley & Wong (2004) menyebutkan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

memilih mainan bagi anak yang dirawat di rumah sakit adalah, pilihlah alat mainan

yang aman (alat mainan ini aman untuk anak yang satu belum tentu untuk anak

yang lain).Hindari alat mainan yang tajam, mengeluarkan suara keras dan yang

terlalu kecil, terutama anak umur di bawah 3 tahun. Ajarkan anak cara

menggunakan alat yang bisa membuat injuryseperti gunting, pisau dan jarum.

Sediakan tempat untuk menyimpan alat mainan anak-anakdan pilihlah alat mainan

yang membuat anak tidak jatuh.

6. Faktor-Fakto yang Mempengaruhi Pelaksanaan Terapi Bermain di RS

Menurut Green LW (2010), terdapat tiga kategori faktor-faktor yang berkontribusi

terhadap pelaksanaan terapi di rumah sakit yaitu :

Page 14: Tab Kel.2 Binawan

1. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi adalah hal-hal yang menjadi rasional atau motivasi

berperliaku yang menjadi pengetahuan, kepercayaan, nilai, sikap dan

keyakinan.

Pengetahuan (Cognitif)

Terlaksananya aktifitas bermain yang dilakukan oleh perawat di ruangan

dalam meminimalkan dampak hospitalisasi dimulai dari domain kognitif

ini, dalam arti perawat tersebut tahu atau mengetahui tentang arti, fungsi,

klasifikasi, tipe, karakteristik bermain pada anak, faktor-faktor yang

mempengaruhi bermain, prinsip dan fungsi bermain di rumah sakit dan

alat mainan yang diperbolehkan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan

perawat tentang aktifitas bermain pada anak maka akan semakin optimal

pula perawat dalam melaksanakan tindakan yang di berikannya tersebut

(Whaley & Wong, 2004).

a. Sikap (Attitude)

Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.sikap seseorang

terhadap suatu obyek adalah perasaan yang mendukung atau memihak

(favorable) maupun perasaan tak mendukung atau memihak (unfavorable)

pada objek tersebut. Sedangkan menurut Secord dan Backman (dalam

Azwar, 2000) mendefenisikan sikap adalah suatu keteraturan tertentu

dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan

(konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Sikap

dikatakan sebagai suatu respon evaluatif. Respon hanya akan timbul

apabila individu di hadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki

adanya reaksi individual. Dari defenisi yang ada dapat di simpulkan

bahwa manifestasi sikap tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat di

tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup (Azwar, 2000).

Di antara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap perawat

adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang di anggap

penting, media massa, institusi serta faktor emosi dalam diri individu.

Suatu sikap yang positif belum terwujud dalam suatu tindakan (Whaley &

Wong, 2004).

Page 15: Tab Kel.2 Binawan

2. Faktor Pendukung

Faktor pendukung adalah sesuatu yang memfasilitasi seseorang atau kelompok

untuk mencapai tujuan yang diinginkan seperti kondisi lingkungan,ada atau

tidaknya sarana atau fasilitas kesehatan dan kemampuan sumber-sumber

masyarakat serta program-program yang mendukung untuk terbentuknya suatu

tindakan (Supartini, 2004).Untuk terwujudnya sikap perawat agar menjadi

tindakan di perlukan faktor pendukung di rumah sakit, seperti tersedianya

sarana atau fasilitas antara lain, ruangan bermain yang diatur sedemikian rupa,

sehingga memungkinkan untuk dilaksanakan aktifitas bermain pada anak, alat-

alat bermain yang sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak.

Adanya protap yaitu prosedur kegiatan yang telah di tetapkan sebagai acuan

perawat dalam melaksanakan kegiatan bermain. Dan perlunya kebijakan yaitu

ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan dalam pelaksanaan aktifitas

bermain (Wong et al, 2008).

3. Faktor Pendorong

Faktor pendorong adalah akibat dari tindakan yang dilakukan seseorang atau

kelompok untuk memerima umpan balik yang positif atau negatif yang

meliputi supportsosial, pengaruh teman, nasehat dan umpan balik oleh

pemberi pelayanan kesehatan atau pembuat keputusan, adanya keuntungan

sosial seperti penghargaan, keuntungan fisik seperti kenyamanan, hadiah yang

nyata, mengagumi seseorang yang mendemonstrasikan tindakannya.

Perubahan tingkah laku bisa didorong juga oleh pemberian insentif dan

hukuman. Sumber pendorong tergantung pada objek, tipe program dan tempat.

Di rumah sakit faktor pendorong bisa berasal dari perawat, dokter dan

keluarga (Green LW, 2010). Perawat memerlukan faktor pendorong untuk

melaksanakan tindakannya tersebut yang berasal dari sikap atasannya, apakah

atasannya memberikan dorongan terhadap tindakan yang telah di lakukannya,

misalnya memberikan reward, insentif atau nilai angka kredit; pengaruh

teman, adanya dorongan atau ajakan dari perawat lain akan memberikan

dorongan kepada perawat untuk melakukan terapi bermain secara bersama-

sama atau bergantian. Kondisi klien, dengan adanya klian dengan berbagai

kelemahan dan tingkat stressnya karena lingkungan yang asing akan

mendorong perawat untuk memberikan aktifitas yang bisa menghibur, yaitu

Page 16: Tab Kel.2 Binawan

dengan memberikan aktifitas bermain pada anak yang sesuai dengan keadaan

atau kondisi anak tersebut (Supartini, 2004).

Page 17: Tab Kel.2 Binawan

III. Pelaksanaan Terapi Bermain

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)TERAPI AKTIVITAS BERMAIN PADA ANAK

DI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO

A. Pendahuluan

Masuk rumah sakit merupakan peristiwa yang sering menimbulkan pengalaman

traumatik, khususnya pada pasien anak yaitu ketakutan dan ketegangan atau stress

hospitalisasi. Stress ini disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya perpisahan dengan

orang tua, kehilangan control, dan akibat dari tindakan invasif yang menimbulkan rasa

nyeri. Akibatnya akan menimbulkan berbagai aksi seperti menolak makan, menangis,

teriak, memukul, menyepak, tidak kooperatif atau menolak tindakan keperawatan yang

diberikan.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan pengaruh hospitalisasi

pada anak yaitu dengan melakukan kegiatan bermain. Bermain merupakan suatu

tindakan yang dilakukan secara sukarela untuk memperoleh kesenangan dan kepuasan.

Bermain merupakan aktivitas yang dapat menstimulasi pertumbuhan dan

perkembangan anak dan merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional

dan sosial sehingga bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan

bermain anak-anak akan belajar berkomunikasi, menyesuaikan diri dengan lingkungan

yang baru, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan dapat mengenal waktu, jarak

serta suara.

Untuk itu dengan melakukan permainan maka ketegangan dan stress yang dialami akan

terlepas karena dengan melakukan permainan rasa sakit akan dapat dialihkan (distraksi)

pada permainannya dan terjadi proses relaksasi melalui kesenangannya melakukan

permainan.

Bermain merupakan suatu aktivitas bagi anak yang menyenangkan dan merupakan

suatu metode bagaimana mereka mengenal dunia. Bagi anak bermain tidak sekedar

mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya makanan, perawatan,

cinta kasih dan lain-lain. Anak-anak memerlukan berbagai variasi permainan untuk

kesehatan fisik, mental dan perkembangan emosinya.

Dengan bermain anak dapat menstimulasi pertumbuhan otot-ototnya, kognitifnya dan

juga emosinya karena mereka bermain dengan seluruh emosinya, perasaannya dan

Page 18: Tab Kel.2 Binawan

pikirannya. Elemen pokok dalam bermain adalah kesenangan dimana dengan

kesenangan ini mereka mengenal segala sesuatu yang ada disekitarnya sehingga anak

yang mendapat kesempatan cukup untuk bermain juga akan mendapatkan kesempatan

yang cukup untuk mengenal sekitarnya sehingga ia akan menjadi orang dewasa yang

lebih mudah berteman, kreatif dan cerdas, bila dibandingkan dengan mereka yang masa

kecilnya   kurang mendapat kesempatan bermain

B. Tujuan

1. Tujuan Instruksional Umum

Setelah dilakukan terapi bermain pada anak 3-5 tahun selama 60 menit, anak

diharapkan bisa mengekspresikan perasaaannya dan menurunkan kecemasannya,

merasa tenang selama perawatan dirumah sakit dan tidak takut lagi terhadap

perawat sehingga anak bisa merasa nyaman selama dirawat dirumah sakit, serta

dapat melanjutkan tumbuh kembang anak yang normal atau sehat.

2. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mendapatkan terapi bermain satu (1) kali diharapkan anak mampu :

1) Bisa merasa tenang selama dirawat.

2) Anak bisa merasa senang dan tidak takut lagi dengan dokter dan perawat

3) Mau melaksanakan anjuran dokter dan perawat

4) Gerakan motorik halus pada anak lebih terarah

5) Kognitifnya berkembang dengan mengetahui cara mencuci tangan dengan

teknik yang benar, dan melatih menwarnai serta mengenal warna-warna dan

jenis buah-buahan.

6) Dapat bersosialisasi dan berkomunikasi dengan teman sebaya yang dirawat

diruang yang sama

7) Ketakutan dan kejenuhan selama dirawat di rumah sakit menjadi berkurang.

8) Mengembangkan nilai dan moral anak dengan berdoa sebelum dan sesudah

kegiatan

9) Mengembangkan bahasa, anak mengenal kata-kata baru.

C. Manfaat Terapi Bermain

1. Memfasilitasi situasi yang tidak familiar

2. Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan kontrol

3. Membantu untuk mengurangi stres terhadap perpisahan

Page 19: Tab Kel.2 Binawan

4. Memberi peralihan dan relaksasi.

5. Membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan yang asing.

6. Memberikan cara untuk mengurangi tekanan dan untuk mengekspresikan perasaan.

7. Menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap yang positif

terhadap orang lain.

8. Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat

D. Rencana Kegiatan Terapi

1. Jenis Program Bermain

a. Menonton video cara mencuci tangan dengan 6 langkah

b. Mendemonstrasikan cara mencuci tangan dengan 6 langkah

c. Mewarnai gambar

2. Karakteristik Bermain

a. Melatih motorik kasar

b. Melatih motorik halus

c. Melatih kedisiplinan terhadap perawatan diri

3. Karaketristik Peserta

a. Usia 6-12 tahun

b. Jumlah peserta + 4 anak

c. Keadaan umum mulai membaik

d. Klien dapat duduk

e. Peserta kooperatif

4. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Hari/Tanggal : Jum’at, 9 Oktober 2015

Waktu : 11.00 WIB sampai selesai

Tempat : Ruang Perawatan Anak IKA 2 RSPAD Gatot Soebroto

5. Metode

Menonton video, demonstrasi, dan praktik mewarnai gambar

6. Alat-alat yang digunakan (Media)

a. Demonstrasi Cara Cuci Tangan

Laptop

Handrub

Tissue

b. Mewarnai

Page 20: Tab Kel.2 Binawan

Kertas mewarnai

Crayon

7. Orientasi dan Uraian Tugas

a. Struktur organisasi

1) Leader : Devi Tias M, S.Kep

2) Co. Leader : Arlina Afriani, S.Kep

3) Fasilitator : Fitri Siti Nurazizah, S.Kep

Dyah Fajarina Putri, S.Kep

4) Observer : Idah Royani, S.Kep

b. Uraian Tugas

1) Leader

Menjelaskan tujuan bermain

Mengarahkan proses kegiatan pada anggota kelompok

Menjelaskan aturan bermain pada anak

Mengevaluasi perasaan setelah pelaksanaan

2) Co.Leader

Membantu leader dalam mengorganisasi anggota

3) Fasilitator

Menyiapkan alat-alat permainan

Memberi motivasi kepada anak untuk mendengarkan apa yang sedang

dijelaskan

Mempertahankan kehadiran anak

Mencegah gangguan/hambatan terhadap anak baik luar maupun

dalam

4) Observer

Mencatat dan mengamati respon klien secara verbal dan non verbal.

Mencatat seluruh proses yang dikaji dan semua perubahan prilaku,

Mencatat dan mengamati peserta aktif dari program bermain

E. Strategi Pelaksanaan

No Terapis Waktu Subjek Terapi1 Persiapan (Pra interaksi)

a. Menyiapkan ruanganb. Menyiapkan alat-alat

5 menit Ruangan, alat-alat, anak sudah siap

Page 21: Tab Kel.2 Binawan

c. Menyiapkan anak2 Pembukaan (Orientasi)

a. Mengucapkan salamb. Memperkenalkan diric. Anak yang akan bermain saling

berkenaland. Menjelaskan kepada anak maksud dan

tujuan terapi bermain

5 menit Anak menjawab salam, anak saling berkenalan, anak memperhatikan terapis

3 Kegiatan (Kerja)a. Menjelaskan kepada anak tujuan,

manfaat bermain selama perawatan, dan cara permainan yang akan dilakukan

b. Mengajak anak untuk mengikuti kegiatan bermain

Demonstrasi Cuci Tangana. Ditampilkan video animasi tentang

cuci tangan dengan 6 langkah, kapan saja harus cuci tangan dan dampak jika tidak cuci tangan.

b. Mengajak anak untuk mempraktikkan gerakan mencuci tangan bersama.

c. Memotivasi anak untuk melakukan cuci tangan mengaplikasikan cuci tangan selama di Rumah Sakit maupun setelah pulang ke rumah.

Melatih motorik halus (Mewarnai)a. Memberikan buku gambar dan crayonb. Mengajak anak mewarnai gambar

yang telah diberikan

20 menit Anak memperhatikan penjelasan terapis, anak melakukan kegiatan yang diberikan oleh terapis, anak memberikan respon yang baik

4 Penutup (Terminasi)a. Memberikan reward pada anak atas

kemamuan mengikuti kegiatan bermain sampai selesai, serta memberikan reward pada anak turut aktif dalam lomba cuci tangan.

b. Mengucapkan terimakasihc. Mengucapkan salam

5 menit Anak tampak senang, menjawab salam

Page 22: Tab Kel.2 Binawan

F. Evaluasi Yang Diharapkan

1. Evaluasi Struktur

a. Kondisi lingkungan tenang, dilakukan ditempat tertutup dan memungkinkan

klien untuk berkonsentrasi terhadap kegiatan

b. Posisi tempat di lantai menggunakan alas

c. Adik-adik sepakat untuk mengikuti kegiatan

d. Alat yang digunakan dalam kondisi baik

e. Leader, Co-leader, Fasilitator, observer berperan sebagaimana mestinya

2. Evaluasi Proses

a. Leader dapat mengkoordinasi seluruh kegiatan dari awal hingga akhir.

b. Leader mampu memimpin acara.

c. Co-leader membantu mengkoordinasi seluruh kegiatan.

d. Fasilitator mampu memotivasi adik-adik dalam kegiatan.

e. Fasilitator membantu leader melaksanakan kegiatan dan bertanggung jawab

dalam antisipasi masalah.

f. Observer sebagai pengamat melaporkan hasil pengamatan kepada kelompok

yang berfungsi sebagai evaluator kelompok

g. Peserta mengikuti kegiatan yang dilakukan dari awal hingga akhir

3. Evaluasi Hasil

a. Diharapkan anak dan mampu  menjelaskan , mempraktikkan apa yang sudah

diajarkan.

b. Menyampaikan perasaan setelah melakukan kegiatan

c. Anak menyatakan rasa senangnya

BAB III

PENUTUP

Page 23: Tab Kel.2 Binawan

A. Kesimpulan

Bermain tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak, karena bagi anak bermain

sama saja bekerja bagi orang dewasa. Bermain pada anak mempunyai fungsi yaitu

untuk perkembangan sensorik, motorik, intelektual, sosial, kreatifitas, kesadaran diri,

moral sekaligus terapi anak saat sakit.

Tujuan bermain adalah melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal,

mengekspresikan dan mengalihkan keinginan fantasi. Dan idenya mengembangkan

kreatifitas dan kemampuan memecahkan masalah dan membantu anak untuk

beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan di rawat di Rumah Sakit.

B. Saran

Terapi bermain dapat menjadi obat bagi anak-anak yang sakit. Jadi sebaiknya di

RSPAD Gatot Soebroto juga disediakan fasilitas bermain bagi anak-anak yang di rawat

di rumah sakit. Mensosialisasikan terapi bermain pada orang tua sehingga orang tua

dapat menerapkan terapi bermain di rumah dan di rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Alimul A hidayat, 2005. Pengantar konsep dasar keperawatan. Jakarta: salemba medika

Page 24: Tab Kel.2 Binawan

Supartini Yupi, 2004. Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta : EGC

Wong, Donna L. 2009. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC

Wong, Donna L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Vol 1. Jakarta : EGC