agista mahrini lapran
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Berbagai kasus pencemaran lingkungan dan memburuknya kesehatan
masyarakat yang banyak terjadi dewasa ini diakibatkan oleh limbah cair dari
berbagai kegiatan industri, rumah sakit, pasar, restoran hingga rumah tangga. Hal
ini disebabkan karena penanganan dan pengolahan limbah tersebut kurang serius.
berbagai teknik pengolahan limbah baik cair maupun padat untuk menyisihkan
bahan polutannya yang telah dicoba dan dikembangkan selama ini belum
memberikan hasil yang optimal. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka
diperlukan suatu metode penanganan limbah yang tepat, terarah, dan
berkelanjutan (Fadholi, 2010).
Dalam kegiatan produksi diperlukan berbagai bahan, air dan energi untuk
menghasilkan suatu produk tertentu. Namun demikian, dalam proses produksi
tidak ada efisiensi yang sempurna, sehingga masih dihasilkan limbah baik padat,
cair ataupun gas (Anonim1, 2010).
Berdasarkan definisinya, limbah adalah sisa hasil proses produksi yang
sudah tidak dimanfaatkan lagi dan harus dikelola agar tidak menimbulkan
pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan. Sedangkan air limbah
didefinisikan sebagai sisa hasil proses produksi yang bebentuk cair yang sudah
tidak dimanfaatkan lagi dan harus dikelola agar tidak menimbulkan pencemaran
dan penurunan kualitas lingkungan (Anonim1, 2010).
Dengan demikian, setiap limbah yang dihasilkan perlu dikelola secara baik
berdasarkan karakteristiknya agar dapat menurunkan kualitas bahan pencemar
yang terkandung didalamnya dan aman di buang ke lingkungan (Anonim1, 2010).
1
Kegiatan agroindustri atau pengolahan hasil pertanian juga menghasilkan
limbah padat, cair dan gas dengan karakteristik yang khas. Secara umum
karakteristik limbah cairnya adalah mengandung bahan organik yang tinggi,
bahan tersuspensi, lemak, dan volume limbah yang besar. Dengan karakteristik
seperti itu maka pengelolaan dan pengolahan limbah yang dilakukan juga perlu
dirancang secara khusus meliputi upaya minimasi limbah dan pengolahan air
limbah di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) (Anonim1, 2010).
2
TINJAUAN PUSTAKA
Pengetahuan akan karakteristik limbah agroindustri atau industri
pengolahan hasil pertanian sangat penting untuk mengembangkan sistem
pengelolaan limbah yang sesuai. Metode penanganan dan pengolahan limbah
yang telah berhasil dilakukan untuk limbah industri lain belum tentu dapat
diterapkan langsung pada industri pengolahan hasil, namun perlu ada beberapa
penyesuaian yang dilakukan karena setiap industri memiliki karakteristik
limbahnya masing-masing (Anonim1, 2009).
Kacang kedelai merupakan salah satu bahan pangan sumber protein dan
lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino
yang terkandung dalam proteinnya tidak selengkap protein hewani. Kacang-
kacangan dan umbi-umbian termasuk kedelai cepat sekali terkena jamur
(aflatoksin) sehingga mudah menjadi layu dan busuk. Untuk mengatasi masalah
ini, bahan tersebut perlu diawetkan. Hasil olahannya dapat berupa makanan
seperti keripik, tahu dan tempe, serta minuman seperti bubuk dan susu kedelai
(Sediadi, 2000).
Industri pengolahan tahu merupakan suatu kegiatan yang termasuk dalam
kelompok Usaha Kecil Menengah (UKM) di daerah Banjarbaru, Kalimantan
Selatan. Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Banjarbaru,
terdapat 19 industri tahu formal dan 12 industri tahu informal. Selama proses
produksi tentunya terdapat waste atau bagian dari hasil produksi yang tidak
dimanfaatkan secara maksimal. Waste yang dihasilkan dari produksi tahu adalah
berupa ampas kedelai, arang/abu hasil pembakaran kayu sebagai bahan bakar, dan
limbah cair (Nurhasan & Pramudianto, 1991).
3
Sejauh ini, dari segi limbah cair yang dihasilkan selama produksi
berlangsung tidak diolah atau dimanfaatkan dan hanya dibuang ke aliran anak
sungai, yang secara tidak langsung dapat mencemari lingkungan dan merusak
ekosistem sungai. Setiap kuintal kedelai akan menghasilkan limbah 1,5 – 2 m3 air
limbah (Nurhasan & Pramudianto, 1991).
4
PEMBAHASAN
Agroindustri atau industri pengolahan hasil pertanian merupakan salah
industri yang menghasilkan air limbah yang dapat mencemari lingkungan. Bagi
industri-industri besar, seperti industri pengolahan kelapa sawit, teknologi
pengolahan limbah cair yang digunakan mungkin sudah memadai, namun tidak
demikian bagi industri kecil atau sedang. Namun demikian, mengingat tingginya
potensi pencemaran yang ditimbulkan oleh air limbah yang tidak dikelola dengan
baik maka diperlukan pemahaman dan informasi mengenai pengelolaan air limbah
secara benar (Sugiharto, 1987).
Pengelolaan limbah adalah kegiatan terpadu yang meliputi kegiatan
pengurangan (minimization), segregasi (segregation), penanganan (handling),
pemanfaatan dan pengolahan limbah. Dengan demikian untuk mencapai hasil
yang optimal, kegiatan-kegiatan yang melingkupi pengelolaan limbah perlu
dilakukan dan bukan hanya mengandalkan kegiatan pengolahan limbah saja
(Sugiharto, 1987).
Bila pengelolaan limbah hanya diarahkan pada kegiatan pengolahan
limbah maka beban kegiatan di Instalasi Pengolahan Air Limbah akan sangat
berat, membutuhkan lahan yang lebih luas, peralatan lebih banyak, teknologi dan
biaya yang tinggi. Kegiatan pendahuluan pada pengelolaan limbah (pengurangan,
segregasi dan penanganan limbah) akan sangat membantu mengurangi beban
pengolahan limbah di IPAL.
Saat inipun, tren pengelolaan limbah di industri adalah menjalankan secara
terintergrasi
5
kegiatan pengurangan, segregasi dan handling llimbah sehingga menekan biaya
dan menghasilkan output limbah yang lebih sedikit serta minim tingkat
pencemarnya. Integrasi dalam pengelolaan limbah tersebut kemudian dibuat
menjadi berbagai konsep seperti: produksi bersih (cleaner production), atau
minimasi limbah (waste minimization).
Industri pengolahan berbahan dasar kedelai dapat menghasilkan produk
tahu, tempe, kecap, tauco, dll. Dari jenis industri tersebut, pengolahan tahu dan
kecap menghasilkan air limbah yang relatif banyak dan memiliki kandungan
pencemar yang tinggi (Sugiharto, 1987).
Tahu adalah salah satu makanan tradisional yang biasa dikonsumsi setiap
hari oleh orang Indonesia. Proses produksi tahu menhasilkan 2 jenis limbah,
limbah padat dan limbah cairan. Pada umumnya, limbah padat dimanfaatkan
sebagai pakan ternak, sedangkan limbah cair dibuang langsung ke lingkungan.
Limbah cair pabrik tahu ini memiliki kandungan senyawa organik yang tinggi.
Tanpa proses penanganan dengan baik, limbah tahu menyebabkan dampak negatif
seperti polusi air, sumber penyakit, bau tidak sedap, meningkatkan pertumbuhan
nyamuk, dan menurunkan estetika lingkungan sekitar (Macklin, 2009).
Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu
adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut air dadih.
Cairan ini mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai
(Anonim2,2010).
Limbah cair ini sering dibuang secara langsung tanpa pengolahan terlebih
dahulu sehingga menghasilkan bau busuk dan mencemari sungai. Sumber limbah
cair lainnya berasal dari pencucian kedelai, pencucian peralatan proses, pencucian
6
lantai dan pemasakan serta larutan bekas rendaman kedelai. Jumlah limbah cair
yang dihasilkan oleh industri pembuat tahu kira-kira 15-20 l/kg bahan baku
kedelai, sedangkan bahan pencemarnya kira-kira untuk TSS sebesar 30 kg/kg
bahan baku kedelai, BOD 65 g/kg bahan baku kedelai dan COD 130 g/kg bahan
baku kedelai (EMDI & BAPEDAL, 1994 dalam Macklin, 2009).
Industri tahu merupakan salah satu industri penyumbang emisi yang
signifikan. Banyak pabrik tahu skala rumah tangga di Indonesia tidak memiliki
proses pengolahan limbah cair. Ketidakinginan pemilik pabrik tahu untuk
mengolah limbah cairnya disebabkan karena kompleks dan tidak efisiennya proses
pengolahan limbah, ditambah lagi menghasilkan nilai tambah (Macklin, 2009).
Jumlah industri tahu di Indonesia mencapai 84.000 unit usaha. Dengan
kapasitas produksi lebih dari 2,56 juta ton per tahun, industri tahu ini
memproduksi limbah cair sebanyak 20 juta meter kubik per tahun dan
menghasilkan emisi sekitar 1 juta ton CO2 ekivalen (Perdana, 2010).
Padahal, limbah cair pabrik tahu memiliki kandungan senyawa organik
tinggi yang memiliki potensi untuk menghasilkan biogas melalui proses an-
aerobik. Pada umumnya, biogas mengandung 50-80% metana, CO2, H2S dan
sedikit air, yang bisa dijadikan sebagai pengganti minyak tanah atau LPG. Dengan
mengkonversi limbah cair pabrik tahu menjadi biogas, pemilik pabrik tahu tidak
hanya berkontribusi dalam menjaga lingkungan tetapi juga meningkatkan
pendapatannya dengan mengurangi konsumsi bahan bakar pada proses pembuatan
tahu (Macklin, 2009).
Unit pengolahan limbah cair tahu yang akan dikembangkan ini
menggunakan model Fixed Bed Reactor dan dibangun dengan sistem anerobik.
7
Pertimbangannya, sistem ini tidak memerlukan lahan yang besar dan tidak
membutuhkan energi untuk aerasi (Perdana, 2010).
Keuntungan lain dari sistem ini adalah dalam prosesnya menghasilkan
energy dalam bentuk biogas dan ampas dan air untuk makanan ikan dan ternak
lain. Selain itu, prosesnya lebih stabil dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit
(Perdana, 2010).
Limbah cair tahu masih mengandung bahan-bahan organik yang
mengandung nutrisi yang cukup baik untuk pertumbuhan bakteri metanogenik.
Adanya bakteri metanogenik di dalam reaktor dapat menyebabkan terjadinya
proses metanogenesis yang dapat menghasilkan gas metana. Gas metana yang
dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif sehingga dapat
mengurangi dampak pemanasan global (Perdana, 2010).
Limbah cair bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan
air dalam sistem prosesnya. Di samping itu ada pula bahan baku mengandung air
sehingga dalam proses pengolahannya air harus dibuang. Air terikut dalam proses
pengolahan kemudian dibuang misalnya ketika dipergunakan untuk pencuci suatu
suatu bahan sebelum diproses lanjut (Rahayu, 2009).
Limbah cair yang dihasilkan oleh industri tahu merupakan limbah organic
yang degradable atau mudah diuraikan oleh mikroorganisme secara alamiah.
Namun karena sebagian besar pemrakarsa yang bergerak dalam industri tahu
adalah orangorang yang hanya mempunyai modal terbatas, maka perhatian
terhadap pengolahan limbah industri tersebut sangat kecil, dan bahkan ada
beberapa industri tahu yang tidak mengolah limbahnya sama sekali dan langsung
8
dibuang ke lingkungan. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan dan harus
mendapat perhatian yang serius (Darsono, 2007).
Pengolahan limbah cair industri tahu sampai saat sekarang kebanyakan
hanya menampung limbah cair kemudian didiamkan beberapa saat lalu dibuang
ke sungai. Cara ini memerlukan kapasitas penampungan limbah cair yang sangat
besar. Terlebih lagi apabila kapasitas industri tahu cukup besar, maka dihasilkan
limbah cair industry tahu yang sangat banyak (Darsono, 2007).
Penguaraian polutan limbah cair tahu tersebut dilakukan oleh
mikroorganisme yang tidak memerlukan oksigen bebas atau secara anaerob.
Memang hal tersebut dapat berjalan walaupun memerlukan waktu yang cukup
lama. Supaya proses pengolahan dapat berjalan lebih efektif, maka perlu dicari
kondisi yang paling baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme
dapat hidup dengan baik pada kondisi pH limbah cair sekitar 7 atau pada keadaan
normal. Limbah cair industri tahu bersifat asam sehingga sebelum diolah perlu
dinetralkan terlebih dahulu dengan kapur agar kerja mikroorganisme berlangsung
dengan baik (Darsono, 2007).
Mengingat waktu yang cukup panjang dalam proses pengolahan limbah
cair tahu secara anaerob, maka perlu dicari jalan ke luar untuk mendapatkan
proses yang singkat namun biayanya tetap murah (Darsono, 2007).
Usaha pembuatan tahu di Propinsi Kalimantan Selatan cukup berkembang,
tapi pemanfaatan limbah cair pengolahan tahu selama ini belum optimal, pada hal
limbah cair pengolahan tahu dapat dijadikan sebagai bahan baku untuk
menghasilkan energi terbarukan (renewable) dalam bentuk biogas (Anonim2,
2010).
9
Permasalahan yang terjadi sekarang ini adalah belum mampunya
masyarakat dalam memanfaatkan limbah cair pengolahan tahu sebagai penghasil
energi alternatif pengganti kayu dan BBM, dimana kegiatan sehari-hari mereka
sangat tergantung pada BBM dan kayu baik untuk memasak maupun penerangan.
Hal ini sangat berdampak terhadap pendapatan dari masyarakat (pengolah tahu)
itu sendiri (Anonim2, 2010).
10
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Limbah cair yang dihasilkan oleh industri tahu merupakan limbah organic
yang degradable atau mudah diuraikan oleh mikroorganisme secara
alamiah. Namun karena sebagian besar pemrakarsa yang bergerak dalam
industri tahu adalah orang orang yang hanya mempunyai modal terbatas,
maka perhatian terhadap pengolahan limbah industri tersebut sangat kecil,
dan bahkan ada beberapa industri tahu yang tidak mengolah limbahnya
sama sekali dan langsung dibuang ke lingkungan.
2. Mengingat waktu yang cukup panjang dalam proses pengolahan limbah
cair tahu secara anaerob, maka perlu dicari jalan ke luar untuk
mendapatkan proses yang singkat namun biayanya tetap murah.
3. Permasalahan yang terjadi sekarang ini adalah belum mampunya
masyarakat dalam memanfaatkan limbah cair pengolahan tahu sebagai
penghasil energi alternatif pengganti kayu dan BBM, dimana kegiatan
sehari-hari mereka sangat tergantung pada BBM dan kayu baik untuk
memasak maupun penerangan. Hal ini sangat berdampak terhadap
pendapatan dari masyarakat (pengolah tahu) itu sendiri.
11
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1, 2010. Limbah Cair Organik : http://202.43.189.41 /layanan_informasi/ pengolahan_hasil_pertanian/draft_pedomandesainteknik_ipal_agroindustri.pdf.
Anonim2, 2010. Karakteristik Limbah Cair Tahu, http://ptp2007. wordpress.com /2008/01/08/ karakteristik limbah- cair-tahu / diakses tanggal 1 Februari 2009
Darsono, V. 2007. Pengolahan Limbah Cair Tahu Secara Anaerob Dan Aerob. Jurnal Teknologi Industri Vol. XI No.1 Januari 2007: 9-20. Universitas Atma Jaya. Yogyakarta.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota banjarbaru. 2006. Data Industri Kecil dan Menengah Jenis Komoditi Tahu dan Tempe. Banjarbaru.
Macklin, B. 2009. Limbah Tahu Cair Menjadi Biogas.http://onlinebuku.com /2009/01/1 /limbah –tahu -cair- menjadi-biogas/.
Nurhasan dan Bb. Pramudiyanto. 1991. Penanganan Air Limbah Pabrik Tahu Yayasan Bina Karya Lestari (Bintari). http://menlh.go.id/usaha-kecil/indexviev. php?sub=7
Perdana, H. 2010. Biogas dari Limbah Tahu.http://hendrik-perdana. web.id/index.php/artikel/38-umum/242-biogas-darilimbah-tahu.
Rahayu, SS. 2009. Limbah Cair. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia industri/ limbah industri/ limbah-cair/ .
Sediadi A, Esti. 2000. Tentang Tahu. Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.Jakarta .http:/ /www .ristek.go.id.
Sugiharto, 1987, Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah, Penerbit Universitas Indonesia (UIPress), Jakarta.
12