lapran pakanx

31
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangan usaha budidaya ikan dan udang secara intensif. Pakan dibutuhkan oleh ikan dan udang sejak mulai hidup dari ukuran larva (burayak), dewasa, sampai ukuran induk. Fungsi utama pakan adalah untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan, sehingga bila menghendaki pertumbuhan ikan dan udang yang baik, maka harus diberikan sejumlah pakan yang melebihi kebutuhan untuk pemeliharaan tubuhnya. Dalam dunia budidaya udang yang intensif, terutama di panti-panti pembenihan, masalah makanan ikan memegang peranan yang sangat penting. Untuk mengatasi masalah ini telah dikembangkan penggunaan makanan tambahan dan makanan buatan. 1

Upload: okha-nadanjhu

Post on 29-Dec-2014

66 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

laporan pakan

TRANSCRIPT

Page 1: Lapran Pakanx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pakan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

perkembangan usaha budidaya ikan dan udang secara intensif. Pakan dibutuhkan oleh

ikan dan udang sejak mulai hidup dari ukuran larva (burayak), dewasa, sampai

ukuran induk. Fungsi utama pakan adalah untuk kelangsungan hidup dan

pertumbuhan, sehingga bila menghendaki pertumbuhan ikan dan udang yang baik,

maka harus diberikan sejumlah pakan yang melebihi kebutuhan untuk pemeliharaan

tubuhnya.

Dalam dunia budidaya udang yang intensif, terutama di panti-panti

pembenihan, masalah makanan ikan memegang peranan yang sangat penting. Untuk

mengatasi masalah ini telah dikembangkan penggunaan makanan tambahan dan

makanan buatan.

Beberapa jenis plankton nabati, tumbuh-tumbuhan (phytoplankton) dan

plankton hewani (zooplankton) telah digunakan sebagai makanan hidup bagi ikan.

Kenyataan menunjukkan bahwa budidaya plankton, baik phytoplankton maupun

zooplankton tidak mudah pelaksanaannya.

Untuk menjaga ketersediaan makanan alami untuk larva udang, maka perlu

dilakukan kultur makanan alami yang berkualitas dan kuantitas yang optimal.

Beberapa jenis plankton yang sering digunakan untuk makanan udang adalah

1

Page 2: Lapran Pakanx

Artemia sp. Khususnya untuk Artemia, ternyata mempunyai keunggulan apabila

dibandingkan dengan jenis plankton lainnya.

Kedudukan Artemia sebagai pakan alami hidup bagi pasca larva udang

merupakan persyaratan yang mutlak disediakan, karena sampai saat ini kedudukan

Artemia belum dapat digantikan dengan yang lain.

1.2 Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum Teknologi Pakan Alami ini

adalah untuk mengetahui jenis-jenis pakan alami yang baik serta cara

membudidayakannya..

Sedangkan kegunaan dari pelaksanaan praktikum tersebut yaitu agar dapat

melihat secara langsung bentuk dari pakan alami tersebut serta dapat mengetahui

bagaimana cara-cara pengkulturan pakan alami tersebut.

2

Page 3: Lapran Pakanx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Udang renik air asin (berine shrimp) atau Artemia pertama kali di selidiki

oleh Schlosser dalam tahun 1755. Dalam tahun tersebut menurut Mudjiman (1989),

bahwa Schlosser telah berhasil membuat gambar artemia dewasa secara lengkap.

Antara yang jantan dan betina terdapat perbedaan tanda-tanda kelamin yang nyata,

sedangkan jumlah kakinya sebayak 11 pasang.

Seale dari Amerika Serikat dalam tahun 1933 dan Rollefsen dari Norwegia

dalam tahun 1939 menurut Mudjiman (1989), bahwa mereka telah menemukan anak

artemia yang baru menetas (ukuran 0,4 mm), merupakan makanan yang sangat baik

bagi burayak udang. Selain itu telah diketahui pula bahwa telurnya yang kering dapat

disimpan sampai bertahun-tahun, asalkan tetap dalam keadaan kering.

Menurut Mudjiman (1989), bahwa Taksonomi Artemia adalah sebagai

berikut :

Kelas : Crustacea

Sub-kelas : Branchiopoda

Ordo : Anostraca

Famili : Artemidae

Filum : Arthropoda

Genus : Artemia

Spesies : Artemia sp

3

Page 4: Lapran Pakanx

Makanan alami menurut Sumeru (1991), merupakan kebutuhan yang mutlak

dan perlu pengadaannya untuk pakan larva udang. Walaupun banyak jenis plankton

yang dapat digunakan sebagai makanan larva udang, namun makanan alami yang

baik harus memenuhi persyaratan yaitu mempunyai bentuk dan ukuran yang sesuai

dengan bukaan mulut larva udang, mempunyai kandungan gizi yang tinggi, cepat

berkembang biak dan memiliki toleransi yang cukup tinggi terhadap perubahan faktor

lingkungan, tidak mengeluarkan senyawa yang beracun dan pergerakannya tidak

terlalu aktif sehingga mudah ditangkap oleh larva udang.

Artemia berkembang biak secara biseksual, yaitu bisa dengan melahirkan

anak (nauplius) maupun mengeluarkan telur (kista), tergantung dari kondisi

lingkungan setempat. Kalau lingkungan baik artemia akan mengeluarkan anak,

sementara kalau lingkungan buruk, artemia akan mengeluarkan telur yang

bercangkang atau berkulit kuat (Hadie, 1993).

Pakan alami yang baik untuk larva udang adalah nauplii artemia. Namun,

menurut Sutaman (2001), yang menjadi kendala adalah artemia ini merupakan barang

impor yang relatif mahal harganya. Bahan yang diimpor berupa telur (cyst) yang

dikemas dalam kaleng. Cara penggunaan cyst tersebut harus ditetaskan terlebih

dahulu supaya menjadi nauplii yang kemudian dapat diberikan pada larva.

Pakan alami berupa bubuk artemia ini terbuat dari udang renik jenis

zooplankton yang sangat baik untuk burayak usia kurang dari satu bulan. Sebelum

diberikan pada larva udang, bubuk yang berupa telur artemia ini harus diberi

perlakuan terlebih dahulu. Sebanyak satu sendok teh bubuk artemia di masukkan

4

Page 5: Lapran Pakanx

dalam wadah berukuran 10 cm yang sudah berisi air bersih dan diberi aerasi selama

24 jam. Dengan perlakuan tersebut selanjutnya akan tampak gerombolan atau

gumpalan berwarna kuning di permukaan air yang merupakan artemia (Hadie, 1993).

Budidaya artemia secara intensif di dalam bak juga memberikan harapan

baik, terutama untuk membesarkan anak artemia menjadi artemia dewasa.

Penggunaan artemia dewasa ternyata sangat menguntungkan dalam usaha peredaran

benih dan pembuntungan induk-induknya. Selain itu, dapat juga digunakan untuk

makanan ikan dan udang yang dibesarkan di kolam pembesaran (Mudjiman, 1989).

Artemia adalah udang-udangan tingkat rendah yang hidup sebagai

zooplankton yang menghuni perairan-perairan berkadar garam tinggi (salina). Baik

keadaan tubuh maupun tingkah lakunya, menunjukkan bahwa artemia tidak

mempunyai alat atau cara untuk mempertahankan diri terhadap serangan musuh-

musuhnya. Penyesuaian hidupnya di perairan berkadar garam tinggi merupakan suatu

perlindungan alam sehingga mereka bebas dari pemangsanya, karena di perairan

yang demikian para pemangsanya (ikan, udang, dan serangga) sudah tidak dapat

hidup lagi (Mudjiman, 1989).

Menurut Mudjiman (1989), apabila telur-telur artemia yang kering

direndam dalam air laut yang bersuhu 250 C, akan menetas dalam waktu 24-36 jam.

Dari dalam cangkangnya keluarlah burayak (larva) yang juga dikenal dengan istilah

nauplius. Dalam perkembangan selanjutnya, burayak akan mengalami 15 kali

perubahan bentuk (metamorfosis).

5

Page 6: Lapran Pakanx

BAB III

METODE PRAKTEK

3.1 Waktu dan Tempat

Adapun waktu pelaksanaan praktek lapangan Teknologi Pakan Alami, yaitu

dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 5 Mei 2007 pada pukul 08.00 Wita. Bertempat

di Panti Pembenihan atau Hatchery Dinas Perikanan Tingkat I Kelurahan Mamboro,

Kecamatan Palu Timur Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.

Sedangkan untuk pelaksanaan praktikum di Laboratorium yaitu pada hari

Jumat tanggal 11 Mei 2007 pukul 14.00 Wita dan pada hari Jumat tanggal 11 Mei

2007 pada pukul 09.00 Wita sampai dengan selesai, bertempat di Laboratorium

Perikanan Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas

Tadulako, Palu.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum tersebut

yaitu Aquacheck, Sebuah bak fiber, mikroskop elektron, refraktometer, galon, ember,

selang spiral, aerator, lampu meja dan stoples.

Sedangkan bahan yang dipergunakan adalah 7 liter air laut, bubuk artemia

merek Red Top Cyste buatan Amerika Serikat, dan Phytoplankton jenis Skeletonema

sp, silikat, air tawar serta pupuk (Urea, TSp, KCl, NPK, dan ZA).

6

Page 7: Lapran Pakanx

3.3 Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja yang dilaksanakan dalam praktek kali ini adalah :

Kultur Artemia di Hatchery :

- Langkah awal yaitu mensterilkan peralatan dan wadah budidaya yang

akan digunakan dengan mencuci bersih semua perlengkapan tersebut.

- Cyste artemia direndam air tawar dan dicampur kaporit seberat ½ kg

kemudin di aduk selama beberapa menit dan tidak melebihi suhu 400C,

kemudian Cyste dibilas bersih dengan air tawar. Begitu selanjutnya sebanyak

dua kali hanya saja pada pengadukan yang kedua suhunya tidak lebih boleh

lebih dari 350C.

- Kemudian Cyste tadi Kembali diaduk dengan menggunakan Natrio

Sulfat (Na2O2SO3). Gunanya yaitu untuk menghilangkan bau kaporit.

- Selanjutnya menebarkan atau memasukkan cyste artemia 12- 24 jam

dalam wadah galon yang telah diberikan Scott emulsion sebanyak 1,4 ml,

Gunanya yaitu untuk memperkaya nutrisi pada artemia (Bioenkapsulasi).

sambil diaerasi secara terus-menerus.

- Selanjutnya, membuka penutup stoples kemudian memasukkan

selang spiral untuk menyipon nauplius artemia dan memindahkannya dalam

wadah ember plastik.

- setelah itu pakan tersebut dapat langsung diberikan pada larva udang.

Kultur Artemia di Laboratorium :

7

Page 8: Lapran Pakanx

- Langkah awal menyiapkan peralatan berupa 2 buah toples

yang akan menjadi wadah kultur artemia, kemudian memasukkan air Laut

sebanyak 2 liter ke dalam masing-masing stoples tersebut dan menebarkan

10gr cyste artemia yang telah mengalami proses dekapsulasi kedalam toples

pertama, dan pada toples yang kedua dimasukkan Cyste artemia yang tidak

didekapsulasi. sambil memberikan aerasi dan membiarkannya selama 21 jam.

Setelah itu artemia diamati dibawah mikroskop elektron.

Kultur Phytoplankton di Hatchery :

- Pertama-tama, mencuci bak budidaya dengan larutan kaporit sebanyak

60% dan membiarkannya selama + 1 minggu.

- Setelah dikeringkan kemudian mencucinya kembali bak dengan sabun

lalu membilasnya hingga bersih.

- Selanjutnya memasukkan air laut dalam bak tersebut dengan salinitas

30 ppt sambil menambahkan aerasi di dalamnya kemudian memasukkan

pupuk yang sudah ditambahkan dengan silikat sebanyak + 1,2 gr ke dalam

bak.

- Setelah itu memasukkan bibit plankton jenis Skeletonema sp

secukupnya dalam bak dan membiarkannya selama 24 jam sambil terus

diaerasi. Setelah itu dapat langsung memanen dengan menggunakan saringan

kain.

- Skeletonema yang telah siap panen sebagian dibawa ke laboratorium

untuk diamati.

8

Page 9: Lapran Pakanx

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Adapun hasil yang diperoleh dari pelaksanaan praktikum kali ini adalah

sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil data pengukuran parameter air media budidaya Artemia sp pada Panti

Pembenihan Udang Dinas Perikanan Tkt I, kelurahan Mamboro.

Parameter air / padat tebar Nilai

Salinitas

Suhu

Padat penebaran

Lama waktu pengkulturan

30 ppt

30o C

10 gr/ 15 ltr

12-14 jam

Tabel 2. Hasil data pengukuran parameter air media budidaya Diatom jenis

Skeletonema sp pada Panti Pembenihan Udang Dinas Perikanan Tkt I,

kelurahan Mamboro.

Parameter air / padat tebar Nilai

Salinitas

Suhu

Padat penebaran

Lama waktu Pengkulturan

30 ppt

30o C

Secukupnya

24 jam

9

Page 10: Lapran Pakanx

Tabel 3. Hasil data pengukuran parameter air media budidaya Artemia sp pada

Laboratorium Perikanan Fakultas Pertanian, Untad.

Parameter air / padat tebar Nilai

Salinitas

Suhu

pH

Oksigen terlarut ( O2 )

Padat penebaran

Lama waktu pengkulturan

30 ppt

24,1o C

7,45

9,6 ppm

2 gr/ ltr

18 jam

10

Page 11: Lapran Pakanx

Gambar 1. Nauplius artemia dibawah mikroskop elektron.

Gambar 2. Phytoplankton jenis Skeletonema Sp dibawah mikroskop elektron

11

Page 12: Lapran Pakanx

4.2 Pembahasan

Daerah penyebaran artemia di dunia cukup luas, namun kenyataannya

ternyata tidak semua perairan asin dihuni oleh artemia, hal ini dikarenakan artemia

tidak dapat bermigrasi dari perairan yang satu ke perairan lainnya melalui laut. Hal

ini disebabkan karena mereka tidak mempunyai alat atau cara untuk mempertahankan

diri terhadap musuh-musuhnya yang banyak terdapat di laut (macam-macam ikan,

udang, kepiting, dll).

Yang biasa dinamakan telur artemia sebenarnya bukanlah telur melainkan

adalah cyste, yaitu telur yang telah berkembang lebih lanjut menjadi embrio dan

kemudian diselubungi oleh cangkang yang tebal dan kuat. Cangkang ini berguna

untuk melindungi embrio terhadap pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultra

violet dan mempermudah pengapungan. Oleh karena itu, ia sangat tahan menghadapi

keadaan lingkungan yang buruk.

Artemia tidak dapat bertahan hidup pada suhu kurang dari 6oC atau + 35oC.

Akan tetapi, hal ini jelas sangat tergantung pada ras dan kebiasaan tempat hidup

mereka. Dengan demikian, kita dapat mengambil patokan bahwa untuk pertumbuhan

artemia yang baik seyogianya suhu berkisar antara 25 – 30oC.

Suhu pada saat penetasan telur di panti pembenihan adalah 30oC, suhu yang

semakin tinggi lebih baik karena dapat mengakibatkan telur-telur cepat menetas

sedangkan suhu pada waktu penetasan di laboratorium adalah 24,1oC. Hal ini berbeda

dari kisaran suhu optimum untuk penetasan yaitu 25 – 30oC.

12

Page 13: Lapran Pakanx

Sedangkan untuk salinitasnya, pada panti pembenihan berkisar 30 ppt dan

di laboratorium adalah 30 ppt. Suatu hal yang penting yang perlu diketahui tentang

hubungan antara kadar garam dan kehidupan artemia adalah pengaruhnya terhadap

proses pertumbuhan telurnya (cyste). Untuk pertumbuhan telur, ternyata dibutuhkan

air yang kadar garamnya lebih rendah dari pada suatu batas tertentu. Sebabnya ialah

tekanan osmosis di luar telur lebih tinggi sehingga telurnya tidak dapat menyerap air

yang cukup untuk proses metabolismenya.

Parameter O2 terlarut yang didapatkan di panti pembenihan pengkulturan

Artemia sp tidak ditentukan karena air yang digunakan bersumber dari lautan yang

masih mempunyai O2 terlarut yang cukup. Oksigen tidak terlalu dipikirkan pada panti

pembenihan dikarenakan air yang digunakan bersumber langsung dari laut, yang kita

ketahui sendiri pada waktu siang hari (karena adanya proses fotosintesis) kadar O2

terlarut dapat naik tinggi sekali. Sedangkan pada laboratorium, O2 terlarut adalah 9,6

ppm. Terhadap perubahan-perubahan kadar O2 ini, sebenarnya artemia sangat pandai

menyesuaikan diri. Sifat hewan yang demikian dinamakan euroksibion. Pada kadar

garam yang hanya 1 ppm artemia juga dapat bertahan.

Untuk parameter pH air media di panti pembenihan tidak dilakukan

pengukuran tetapi untuk di laboratorium adalah 7,45. menurut Mudjiman (1989),

bahwa apabila pH air untuk penetasan kurang dari 8, maka efisiensi penetasannya

akan menurun dan telur banyak yang tidak menetas atau waktu penetasannya menjadi

lebih panjang. Hal inilah yang terjadi di laboratorium, ada yang penetasannya

maksimum dan ada yang minimum, akan tetapi tidak sepenuhnya pengaruh tersebut

13

Page 14: Lapran Pakanx

diakibatkan oleh pH, melainkan dari kulitas telur itu sendiri ada yang sudah

mengalami penurunan kualitas karena disebabkan oleh berbagai hal, seperti proses

penyimpanan ataupun pengangkutan.

Pada proses pengkulturan Artemia sp yang dilakukan di laboratorium,

artemia yang digunakan artemia berasal dari artemia Red top Cyst buatan Amerika

Serikat yang juga digunakan pada panti pembenihan. Dari kedua toples ini, dapat

dilihat dari frekuensi penetasannya yaitu ada yang menetas secara cepat dan ada yang

menetas secara perlahan dan membutuhkan waktu penetasan lama (efisiensi

penetasannya rendah). Artemia sp yang frekwensi penetasannya lambat, adalah

artemia pada toples yang kedua karena tidak mengalami proses dekapsulasi.

Sedangkan kegunaan dari proses dekapsulasi yaitu untuk memisahkan Cyste artemia

dari cangkangnya sehingga mudah menetas.

Jumlah kepadatan telur yang ditetaskan sebaiknya berkisar antara 5 – 10

gr /liter. Suhu air selama penetasan hendaknya tetap berkisar antara 25 – 30oC

sedangkan O2 terlarut lebih dari 2 mg/lir. Untuk lebih merangsang penetasan telur

yang sedang ditetaskan memerlukan aerasi seperti yang dilakukan di laboratorium.

Aerasi yng dilakukan secara terus-menerus selama proses penetasan berguna sebagai

penyuplai oksigen terlarut bagi artemia dan juga mencegah pengendapan Cyste

artemia di dasar wadah. Proses penetasannya akan berlangsung selama 24 – 36 jam.

Panen nauplius artemia harus dilakukan sesegera mungkin selagi mereka masih

dalam tingkat instar I sebab pada tingkat ini kandungan gizi yang terdapat dalam

14

Page 15: Lapran Pakanx

tubuh artemia masih cukup tinggi dan sangat baik apabila langsung diberikan pada

larva udang.

Sebelum panen dilakukan sebaiknya aerasi dihentikan dan didiamkan

selama + 5 menit. Hal ini bertujuan supaya cangkang-cangkang akan mengapung ke

permukaan air, sedangkan nauplius akan berkumpul di bagian bawah beserta kotoran-

kotoran yang berat mengendap di bagian dasar wadah. Artemia itu sendiri bersifat

fototaksis positif yang artinya senang dengan cahaya, sebaiknya pada waktu

melakukan pemanenan ditutup dengan penutup yang berwarna gelap sehingga akan

terpisah dengan cangkang telurnya karena dia akan merapat pada bagian wadah yang

masih terkena cahaya.

Jangka waktu penetasan merupakan suatu ukuran yang penting dalam

menilai suatu hasil penetasan. Nilai tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh asal

geografis telurnya melainkan juga oleh cara penanganan, pengolahan dan

penyimpanan telurnya Sahwan (2001).

Dalam pengkulturan diatom jenis Skeletonema sp, suhu adalah 30oC

dengan salinitas 30 ppt. Untuk padat penebaran tidak ditentukan karena mereka

biasanya hanya mengkulturkan secukupnya untuk digunakan pada hari itu juga

sebagai pakan tambahan untuk larva udang disamping Artemia sp. Sedangkan untuk

lama waktu pengkulturan sampai pemanenan adalah sekitar 24 jam baru setelah itu

disaring dengan menggunakan kain dan dapat langsung ditebarkan ke bak

pembenihan udang sebagai pakan alami larva udang sehingga dapat menunjang

keperluan gizi bagi pertumbuhan larva udang.

15

Page 16: Lapran Pakanx

Diatom jenis Skeletonema sp ini tidak mereka budi dayakan secara massal,

mereka hanya membeli bibit secukupnya dari tempat pembudidayaan terdekat untuk

proses kultur lebih lanjut sehingga dapat digunakan sebagai pakan larva udang.

16

Page 17: Lapran Pakanx

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan

sebagai berikut :

1. Daerah penyebaran artemia di dunia cukup luas, tetapi tidak semua perairan

asin dihuninya karena hewan ini tidak dapat bermigrasi.

2. Artemia merupakan jenis zooplankton yang masuk dalam golongan crustacea.

3. Telur artemia sebenarnya adalah cyste yang telah berkembang lebih lanjut

menjadi embrio yang diselubungi cangkang tebal dan kuat.

4. Kisaran suhu yang baik bagi pertumbuhan artemia yaitu antara 27 – 32oC,

karena dapat mempercepat proses penetasan.

5. Untuk dapat merangsang proses penetasan menjaadi cepat sebaiknya

diberikan pencahayaan dengan kekuatan 1000 – 2000 luks.

6. Artemia yang baru menetas mempunyai nilai gizi yang tinggi sehingga sangat

baik bila langsung diberikan pada larva udang.

17

Page 18: Lapran Pakanx

5.2 Saran

Mengingat betapa besarnya peranan usaha pembenihan udang, sebagai

salah satu penunjang ketersediaan sumber daya hayati maka perlu adanya

pengelolaan secara bijaksana guna mempertahankan keadaan dan keseimbangan yang

dinamis sehingga stabilitas serta hasil yang didapat mengalami peningkatan. Dalam

hal ini penggunaan pakan alami sangat diperlukan sehingga harus lebih diperhatikan

dengan baik cara pengulturannya.

18

Page 19: Lapran Pakanx

DAFTAR PUSTAKA

Hadie W., 1993. Pembenihan Udang Galah. Kanisius : Yogyakarta.

Mudjiman A., 1989. Udang Renik Air Asin (Artemia salina). Bhratara : Jakarta.

Sahwan F., 2001. Pakan Ikan dan Udang. Penebar Swadaya ; Jakarta

Sumeru U., 1991. Pakan Udang Windu (Penaeus monodon). Kanisius : Yogyakarta.

Sutaman., 2001. Petunjuk Praktis Pembenihan Udang Windu. Kanisius : Yogyakarta

19

Page 20: Lapran Pakanx

LAPORAN LENGKAP

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PAKAN ALAMI

DISUSUN OLEH :

MAHREZAL. MARHUME 271 04 023

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

JURUSAN PETERNAKAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2007

20