acara 3

11
RETENSI ENERGI PADA IKAN Oleh : Nama : Galang Sila Persada NIM : B1J008115 Rombongan: IV Kelompok : 1 Asisten : Prasetyo Ardiansyah LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

Upload: galangsilape4337

Post on 03-Jul-2015

153 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: acara 3

RETENSI ENERGI PADA IKAN

Oleh :

Nama : Galang Sila PersadaNIM : B1J008115Rombongan : IVKelompok : 1Asisten : Prasetyo Ardiansyah

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

2009

Page 2: acara 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Diket : Bobot ikan awal : 15,6 gr

Bobot kering ikan awal : 3,9 gr

Bobot basah ikan akhir : 26 gr

Bobot kering ikan akhir : 7,6 gr

Energi ikan awal : 4923,9581 kal/gr

Energi ikan akhir : 5963,5482 kal/gr

Energi pakan ikan : 4059, 7925 kal/gr

KCR : 1

Ditanyakan : Retensi energi ?

Jawab :

a) Σ E ikan awal,

Bobot kering ikan awal x Energi ikan awal = 3,9 gr x 4923,9581 kal/gr

= 19203,4366 kal

b) Σ E ikan akhir,

Bobot kering ikan ahir x Energi ikan ahir = 7,6 gr x 5963,5482 kal/gr

= 45322,9663 kal/gr

c) Nilai jumlah energi pakan,

Σ E pakan yang dikonsumsi x nilai energi pakan = 10,4 gr x 4059,7925 kal/gr

= 42221,842 kal

d) Retensi energi,

= Jumlah energi ahir – jumlah energi awal x 100 % Jumlah energi pakan

= 45322,9663 kal/g – 19203,4366 kal/gr x 100 %42221,842 kal

= 61,86 %

Page 3: acara 3

B. Pembahasan

Retensi energi adalah besarnya energi pakan yang dikonsumsi ikan yang

dapat disimpan dalam tubuh. Retensi energi menunjukkan besarnya kontribusi

energi pakan yang dikonsumsi terhadap pertambahan energi tubuh ikan. Bom

kalorimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur retensi energi. Komponen

bom kalorimeter yaitu tabung oksigen, kondensor, mesin pendingin, mesin utama

dan printer. Ikan yang telah dikeringkan dengan oven selama 7 hari dihancurkan

dengan blender kemudian dibentuk menjadi pil kotak dengan menggunakan

pencetak pil. Pil yang dihasilkan kemudian ditimbang dahulu dengan timbangan

analitik sebelum di bom. Berat pil yang akan di bom tidak boleh melebihi 0,9 gram.

Pil yang telah ditimbang dimasukkan dalam tabung bom dan diletakkan kawat

wolfram di atasnya yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menyentuh pakan

yang akan di bom, kemudian dimasukkan ke dalam bom kalorimeter. Hasil yang

didapat berupa output angka dari printer. Perhitungan yang diperoleh berdasarkan

hasil dari percobaan diperoleh retensi energi ikan Nilem adalah 61,86 %. Retensi

energi ikan pada umumnya berkisar antara 24-36 %. proporsi energi yang

dialokasikan pada berbagai komponen anggaran energi berubah dengan

meningtkatnya ukuran tubuh ikan. Ikan yang diberi pakan dengan komposisi

berbeda menunjukkan retensi energi yang berbeda pula. Pakan merupakan salah

satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangan budidaya ikan air tawar, air

payau atau air laut (Elliot dan Elliot, 1997).

Menurut Kumar dan Tembre (1997), menyatakan Retensi energi

berhubungan dengan kadar protein pakan karena pakan selain mengandung

karbohidrat dan lemak juga mengandung protein yang berguna sebagai sumber

energi dan pertumbuhan. Ikan tidak dapat mensintesis protein yang banyak

mengandung asam amino, karena struktur protein tidak dapat disintesis ketika salah

satu atau lebih asam amino yang mengandung rantai protein spesifik telah hilang.

Kekurangan asam amino dapat menyebabkan perkembangan vertebrata yang

abnormal seperti lordosis skoliosis dan rata-rata pertumbuhannya sangat menurun.

Ikan dewasa memerlukan protein rata-rata sebanyak 30% pada suhu 15o C.

Nilai kalori pakan sering dipakai untuk mengukur ketersediaan energi

pakan. Karbohidrat, lemak, dan protein merupakan sumber energi. Energi yang

diperoleh dari pakan, sebagian digunakan untuk aktivitas metabolisme dan

sebagian lagi hilang dalam bentuk feses dan sampah metabolik yang disekresi

(Sudibyo, 1999).

Page 4: acara 3

Menurut Moyle and Cech (2000), Protein merupakan sumber energi

yang penting dalam proses metabolisme ikan. Makanan sebagai sumber protein

dikatakan baik tergantung pada kualitas protein yang dikandungnya dan gambaran

komposisi dari keseimbangan asam-asam amino protein tersebut. Kualitas suatu

protein secara kuantitatif dapat ditentukan dengan berbagai cara, misalnya dengan

mengukur pertambahan berat badan atau pertumbuhan (Growth Assay) dimana

bahan atau pakan yang digunakan dibandingkan dengan ransum kontrol dengan

kadar protein yang sama (Parakkasi, 1983).

Menurut Yuwono (2001), kebutuhan protein ikan Nilem untuk

pertumbuhan optimalnya adalah 25 – 35%. Berdasarkan pustaka tersebut maka

pakan yang mengandung 30% protein sudah dapat memenuhi kebutuhan ikan

Nilem dalam pertumbuhan optimalnya. Tingginya kadar protein pakan

mengakibatkan energi yang diperoleh dari pakan dan sumber lainnya tidak mampu

menunjang kebutuhan, karena energi ikan banyak dipakai untuk deaminasi protein

sehingga pertumbuhan ikan terhambat dan apabila kadar protein terlalu rendah

maka energi yang diperoleh dari protein mungkin hanya cukup untuk aktivitas.

Menurut Catdown (1981), Konversi pakan merupakan salah satu cara

untuk mengetahui kualitas pakan. Kualitas pakan akan semakin baik jika konversi

pakannya semakin rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi pakan

buatan antara lain banyaknya pakan yang dimakan, kandungan protein, ukuran

ikan, partikel pakan dan frekuensi pemberian pakan. Fungsi utama pakan adalah

untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Pakan yang dimakan oleh ikan

pertama-tama digunakan untuk kelangsungan hidupnya dan apabila ada kelebihan,

akan dimanfaatkan untuk pertumbuhan (Djajasewaka, 1990). Jumlah pakan yang

diberikan pada ikan hendaknya 5-10% dari berat total dan frekuensi pemberian

pakan sebanyak 2-3 kali sehari. Namun jumlah tersebut, dapat berubah-ubah

tergantung pada suhu lingkungan, semakin rendah suhu maka jumlah makanan

yang dikonsumsi semakin sedikit (Mujiman, 1985). Menurut Al Hafedh (1999), ikan

yang besar menunjukkan pertumbuhan yang tidak berbeda nyata jika diberi pakan

yang mengandung 30-35%, 40-45%, tetapi ikan tersebut akan tumbuh lambat jika

kandungan protein pakannya hanya 25%. Jumlah makanan dalam jumlah frekuensi

pemberian pakan pada ikan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuan

dan kelangsungan hidup (Djajasewaka, 1985).

Menurut Yuwono (2001), selain kualitas pakan, pertumbuhan ikan juga

dipengaruhi oleh frekuensi pemberian pakan. Tingginya tingkat kematian saat

pemeliharaan disebabkan pakan yang tidak tepat jenis, jumlah dan waktu

pemberiannya. Biasanya ikan mempunyai waktu-waktu tertentu yang menujukkan

Page 5: acara 3

aktivitas makannya tinggi. Pemberian pakan yang terus-menerus tanpa

memperhatikan waktu kurang efektif, karena semakin lama berada di air kualitas

pakan akan semakin menurun dan menyebabkan kualitas air juga menurun (air

menjadi keruh).

Rasio besarnya pertambahan energi tubuh terhadap jumlah energi

pakan yang dikonsumsi akan mencerminkan tingkat efisiensi energi pakan atau

retensi energi. Menurut Mujiman (1985), retensi energi dipengaruhi beberapa faktor

antara lain :

a) Kualitas pakan

Ikan yang diberi pakan yang berbeda-beda menunjukkan pertumbuhan yang

berbeda pula. Ikan pada umumnya memerlukan protein sekitar 20 – 60% dari

pakan yang diberikan dan kadar optimumnya adalah 30 – 36%. Kadar protein

dalam makanan kurang dari 6% berat basah, ikan tidak dapat tumbuh dengan

baik.

b) Umur ikan

Ikan muda relatif membutuhkan protein yang lebih banyak daripada ikan

dewasa, sebab ikan muda membutuhkan banyak nutrisi untuk bergerak dan

tumbuh.

c) Ukuran tubuh

Proporsi energi yang didistribusikan pada berbagai komponen retensi energi

berubah dengan meningkatnya ukuran tubuh.

Menurut Halver (1989), selain faktor internal, faktor eksternal seperti suhu juga

berpengaruh terhadap retensi energi. Temperatur 30 – 400 C akan menyebabkan

terjadinya peningkatan metabolisme yang sangat cepat dan menghasilkan

peningkatan retensi energi.

Menurut Arrie (1999), bahwa kebutuhan protein pakan pada ikan Nila

minimumnya 25% dan juga menyatakan bahwa energi pakan digunakan untuk

metabolisme dan aktivitas, baru kelebihan energi yang digunakan untuk

pertumbuhan. Hal ini diperkuat dengan pendapat Lagler et. al, (1997), yang

menyatakan bahwa ikan membutuhkan protein 20-60% sebagai komponen penting

pemeliharaan dalam tubuh, pengganti alat tubuh yang rusak, serta proses anabolik,

sedangkan karbohidrat dan lemak digunakan sebagai sumber energi. Kandungan

protein yang dibutuhkan oleh ikan adalah 40% (Maynard, 1981). Kandungan protein

sebesar 40-50% merupakan formula pakan yang cocok untuk ikan. Pendapat lain

tentang kandungan protein yang dibutuhkan ikan yaitu sekitar 12-16% (Moyle and

Cech, 2000).

Page 6: acara 3

Ikan yang digunakan dalam praktikum kali ini merupakan ikan herbivor.

Yaitu jenis ikan yang makan makanan berupa tumbuh-tumbuhan. Ummnya ikan

jenis ini memiliki usus menggulung dan panjang.selain mengkonsumsi tumbuhan,

mereka juga makan alga. Sedangkan pada ikan karnivora yaitu ikan yang makan

daging, cirinya yaitu memiliki usus yang pendek dan tidak menggulung serta gigi

tarng. Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan merupakan antara feed convertion

ratio yang sebanding dengan pertambahan bobot ikan. Jadi, FCR merupakan

jumlah perbandingan terbalik dari pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan

bobot tubuh (Mazurkiewicz, et al. 2008)

Page 7: acara 3

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:

1. Besarnya retensi energi ikan Nilem yang diberi pakan adalah 43,53 %

2. Ikan yang diberi pakan yang berbeda-beda menunjukkan pertumbuhan yang

berbeda pula.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi retensi energi antara lain kualitas pakan,

umur ikan, ukuran tubuh, frekuensi pemberian pakan, dan temperatur.

4. Kandungan pakan yang dibutuhkan oleh ikan agar dapat tumbuh dengan

baik adalah protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral.

Page 8: acara 3

DAFTAR REFERENSI

Arrie, U. 1999. Pembenihan dan Pembesaran Nila Gift. Penebar Swadaya, Jakarta.

Al. Hafedh, Y. S. A. 1999. Effects of Dietary Protein. Mc Hill Book Company, London.

Catdown, I. G. 1981. Eartwoon a New Source of Protein. W. B. Sounders Co., London.

Elliot, W. H and Elliot, D. C. 1997 Biochemistry and Molecular Biology. Oxford University Press, New York.

Djajasewaka, H. 1985. Pakan Ikan. CV Yasaguna, Jakarta.

Halver, J. A. 1989. Fish Nutrition. Academic Press, New York.

Kumar, S dan M. Tembhre.1997. Anatomy and Physiology of Fishes. Vikas Publishing House PVT Ltd., New Delhi.

Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller and D.R.M. Passinc. 1997. Ichthyology. John Wiley and Sons, Inc., New York.

Moyle, B. P. dan Cech J. J. 2001. Fish and Introduction to Ichtiology. Prentice Hall. Inc., New York.

Mazurkiewicz, J, Antoni Przybyl and Janusz Golski.2008. Evaluation of selected Feeds Differing in Dietary Lipids Levels in Feeding Juvenils Of Wels Catfish, Silurus Glanis L. Acta Ichthyologica et Piscatoria, 38(2):91-96.

Mujiman, A. 1985. Makanan Ikan. PT. Penebar Swadaya, Bogor.

Okon, I.B. and A.A. Ayuk. 2007. Nutrient and Mineral of Broilers Fed Periwinkle Flesh.Department of Animal Science, Faculty of Agriculture, University of Calabar. Nigeria.Vol 2(6) Hal : 646-650

Parakkasi, A. 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. Angkasa, Bandung.

Sudibyo, P. H. T. 1999. Variasi Fisiologi Ikan Gurami Dalam Menghadapi Ketersediaan Sumber Pakan. ITB, Bandung.

Yuwono, E. 2001. Fisiologi Hewan I. Fakultas Biologi Unsoed, Purwokerto.