abstrak-tindakan operatif pada tumor orofaring dgn transpalatal
TRANSCRIPT
Laporan Kasus
PENATALAKSANAAN TUMOR OROFARING
DENGAN PENDEKATAN TRANSPALATAL
Sekti Joko S . I , Willy Yusmawan, Dwi Antono
Departemen IKTHT-KL FK UNDIP / SMF KTHT-KL RSUP Dr. Kariadi Semarang
ABSTRAK
Tumor orofaring adalah suatu pertumbuhan jaringan abnormal yang terjadi pada
daerah orofaring. Jaringan tersebut dapat tumbuh pada daerah bibir, 2/3 lidah anterior,
mukosa bukal, dasar mulut, ginggiva atas dan bawah, trigonum retromolar, palatum durum,
dan palatum molle. Pertumbuhannya dapat digolongkan sebagai ganas (maligna) atau jinak
(benigna). Tindakan eksterpasi tumor dibutuhkan untuk mengangkat tumor, agar tidak tumbuh
lebih besar maupun bermetastase ke tempat lain yang dapat mengganggu kesehatan, fungsi
organ dan estetika.
Eksterpasi tumor pada daerah orofaring merupakan suatu tantangan bagi ahli THT-
KL, karena akses daerah tersebut yang sempit serta banyaknya struktur organ yang penting
disekitarnya. Ada beberapa metode tehnik operasi eksterpasi tumor orofaring yaitu dengan
pendekatan transoral, transfaringeal, dan transmandibular.
Dilaporkan penanganan dari 2 kasus tumor orofaring yang dilakukan tindakan operatif
eksterpasi tumor metode transoral dengan pendekatan transpalatal. Hasil pemeriksaan
histopatologi pasca operasi pada pasien pertama adalah karsinoma mukoepidermoid palatum
mole, sedangkan pasien kedua adalah fibromiksoma palatum mole. Evaluasi pasca operasi
selama 2 bulan tampak perbaikan, tidak didapatkan infeksi maupun tanda-tanda kekambuhan,
dan secara anatomi fungsi kembali seperti semula.
Kata kunci : Tumor orofaring, ekstirpasi tumor, pendekatan transpalatal
1
Case Report
THE MANAGEMENT OF OROPHARYNX TUMORS
TROUGHT TRANSPALATAL APPROACH
Sekti Joko S . I , Willy Yusmawan, Dwi Antono
Departement of ENT-HNS Medical Faculty of Diponegoro University / Dr. Kariadi Hospital Semarang
ABSTRACT
Oropharynx tumors is an abnormal tissue proliferation in the oropharynx. It could be
found in the lips, 2/3 anterior part of the tongue, buccal mucose, floor of the mouth, upper
and lower ginggival, retromolar trigone, hard palate and soft palate, and classified into
malignant or benign. Mass extirpation needed to remove the tumor, and prevent from
continued enlargement and metastasic process that could cause organ disfunction, health
and aesthetical problem.
Mass extirpation in the oropharynx is a challenge for ENT-HNS practicioner as
access to a narrow area and the many important structures surrounding organs. There
are several methods of operating techniques extirpation oropharynx tumors, namely the
transoral approach, transpharingeal, and transmandibular.
We reported 2 cases of oropharynx tumor that managed through surgery using
transpalatal approach. The results of postoperative histopathologic examination in the first
patient was mucoepidermoid carcinoma palate, while the second patient is fibromyxoma
palate, and we were managed to remove it completely. After 2 months postoperative
evaluation, we couldn’t found the signs of recurrence or infection, and the anatomical function
is restored to normal.
Key words: Oropharynx tumor, mass extirpation, transpalatal approach
2
PENDAHULUAN
Tumor orofaring adalah suatu pertumbuhan jaringan abnormal yang terjadi pada
daerah orofaring. Jaringan tersebut dapat tumbuh pada daerah bibir, 2/3 lidah anterior,
mukosa bukal, dasar mulut, ginggiva atas dan bawah, trigonum retromolar, palatum durum,
dan palatum molle. Pertumbuhannya dapat digolongkan sebagai ganas (maligna) atau jinak
(benigna). 1,2
Insidensi tumor orofaring di dunia belum diketahui dengan pasti. Diperkirakan
30.000 kejadian kanker oral pertahun di Amerika Serikat dengan sekitar 4800
kematian per tahun. Pria yang terkena 2-4 kali lebih sering daripada perempuan untuk
semua kelompok ras dan etnis. Insiden kanker mulut meningkat dengan meningkatnya umur.
Di Indonesia angka kejadian relatif rongga mulut sebesar 3,75% dan 90% terjadi jenis
squamous cell carcinoma (SCC). 1,2,3,
Manifestasi klinis tumor orofaring tergantung dari jenisnya. Biasanya berupa tumor
atau massa yang tumbuh lambat, tidak nyeri, terfiksir, dan berbatas tegas. Kadang bila tumor
sudah melewati fase pertumbuhan lambat, tumor dapat membesar dengan cepat. Gambaran
klinis pada mulanya sering kali asimtomatis, dan dianggap sebagai penyakit yang lain.
Gambaran klinis muncul apabila benjolan dalam orofaring sudah mulai membesar. Biasanya
pasien mengeluh terdapat benjolan dalam rongga mulut yang terasa mengganjal, suara
menjadi sengau, sulit menelan, sering tersedak, tidur mengorok, bahkan bisa juga dengan
sesak nafas, tergantung dari besarnya ukuran tumor tersebut. 5
Ekstirpasi tumor pada daerah orofaring merupakan suatu tantangan bagi ahli THT-KL,
karena akses daerah tersebut yang sempit serta banyaknya struktur organ yang penting
disekitarnya. Ada beberapa metode tehnik operasi eksterpasi tumor orofaring yaitu dengan
pendekatan transoral, transfaringeal, dan transmandibular. 5.6.8
Dilaporkan penanganan dari 2 kasus tumor orofaring yang dilakukan tindakan operatif
ekstirpasi tumor metode transoral dengan pendekatan transpalatal. Hasil pemeriksaan
histopatologi pasca operasi pada pasien pertama adalah karsinoma mukoepidermoid palatum
mole, sedangkan pasien kedua adalah fibromiksoma palatum mole. Pada kedua pasien ini
tumor berhasil di ekstirpasi secara utuh. Evaluasi pasca operasi selama 2 bulan tampak
perbaikan, tidak didapatkan infeksi maupun tanda-tanda kekambuhan, dan secara anatomi
fungsi kembali seperti semula.
3
LAPORAN KASUS
Pasien 1
Seorang perempuan berumur 53 tahun datang dengan keluhan utama timbul
benjolan di langit-langit mulut. Sejak 6 tahun lalu timbul benjolan di langit-langit mulut,
mula-mula kecil makin lama makin membesar. Sekarang benjolan sebesar bola ping
pong. Benjolan tidak nyeri dan tidak mudah berdarah, terasa mengganjal di langit-
langit mulutnya bila makan. sulit menelan terutama makanan padat, sering tersedak,
suara menjadi sengau, sering terbangun saat tidur karena sesak nafas. Tidak ada
keluhan di mata, telinga, hidung, ataupun nyeri telan. Tidak ada benjolan di leher,
ketiak, atau lipat paha.. Karena dirasakan semakin mengganggu, pasien periksa ke
klinik THT-KL RSUP Dr. Kariadi.
Terdapat riwayat operasi papiloma di dada pada tahun 2001. Riwayat
hipertensi, DM, sakit jantung, dan sakit berat lainnya disangkal. Riwayat sakit tumor
di keluarga disangkal. Terdapat faktor risiko kanker pada pasien berupa riwayat
menginang, makan makanan berpengawet dan pemakaian penyedap masakan MSG.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, status generalis dalam batas
normal. Pemeriksaan rutin telinga, hidung dalam batas normal. Pada pemeriksaan
tenggorok tampak massa pada palatum mole kanan yang mendesak uvula, diameter
5 cm, kenyal, terfiksir, batas tegas, permukaan rata dan halus, warna sama dengan
sekitarnya, tidak rapuh, dan tidak mudah berdarah.
Gambar 1. Pemeriksaan fisik didapatkan massa palatum
Pemeriksaan penunjang dilakukan nasofaringoskopi dan biopsi dari massa palatum,
Tidak didapatkan massa di kavum nasi atau nasofaring, tampak massa di palatum,
4
diameter 5 cm, kenyal, terfiksir, batas tegas, permukaan rata dan halus, warna sama
dengan sekitarnya, tidak rapuh, dan tidak mudah berdarah, kemudian dilakukan
biopsi, hasil PA kesan suatu papiloma palatum mole. Pemeriksaan laboratorium
darah kesan dalam batas normal
Gambar 2. Pemeriksaan endoskopi tidak didapatkan massa di kavum nasi atau di nasofaring, didapatkan massa di palatum.
Dilakukan pemeriksaan foto CT scan nasofaring dengan kontras potongan
axial dan sagital. Kesan tampak massa padat pada palatum molle, aspek posterior
palatum durum, orofaring kanan kiri, yang mendesak pada parafaringeal mucosa
space, retrofaring sampai epiglottis, ukuran 6x5x4cm.
Gambar 3. Pemeriksaan CT Scan tampak massa padat pada palatum molle yang
mendesak parafaringeal mucosa space, ukuran 6x5x4cm
5
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosis sementara dengan papilloma palatum mole. Diagnosis banding pasien ini
adalah neoplasma jinak (adenoma, myoepitelioma), dan neoplasma ganas
(adenokarsinoma, karsinoma adenoid kistik, karsinoma sel skuamus, karsinoma
mukoepidermoid). Pasien dirawat dan direncanakan untuk ekstirpasi massa dan
dilakukan pemeriksaan histopatologi pada massa.
Tanggal 16 Maret 2012 dilakukan operasi ekstirpasi massa palatum dengan
anestesi umum. Pendekatan operasi menggunakan metode transoral dengan
pendekatan transpalatal, dengan pemakaian mouthgag Davis-Boyle. Saat operasi
dilakukan insisi vertical pada pertengahan palatum, dilakukan undermining sampai
massa terlepas dari mukosa palatum. Massa dapat diekstirpasi secara utuh ( in toto).
Didapatkan massa padat, kenyal, berwarna merah kecoklatan, ukuran diameter
6x6x4 cm, tidak rapuh, permukaan sedikit berbenjol. Luka ditutup dengan menjahit
otot bagian dalam dengan benang chromic 3-0, dilanjutkan dengan jahitan luar pada
mukosa palatum dengan benang vicryl 2-0.
Gambar 4. Dari kiri atas sesuai jarum jam: pemakaian mouthgag Davis-Boyle dan infiltrasi pehacain, dilakukan insisi dan ekstirpasi massa secara intoto
6
Terapi pasca operasi diberikan: injeksi seftriakson 1x2 gr, deksametason 3x1
amp, ketorolak 3x30 mg, asam traneksamat 3x500mg, dan antiseptik kumur. Sehari
pasca operasi keadaan umum pasien baik, tidak terdapat perdarahan, pasien tidak
mengeluh nyeri. Pasien dipulangkan 2 hari pasca operasi dengan terapi pulang:
sefadroksil 2x500 mg, ketoprofen 2x100 mg, metylprednisolon 2x4mg, roboransia
dan antiseptik kumur. Pasien diedukasi untuk menjaga kebersihan mulutnya,
menghindari makan makanan yang keras dan mengiritasi sampai lukanya sembuh,
dan kontrol sesuai tanggal yang disarankan untuk mengetahui hasil pemeriksaan
histopatologi.
Saat kontrol tampak perbaikan, nyeri pasca operasi tidak ada, suara sengau
sudah tidak ada, makan dan minum baik, tidak tersedak, pasien merasa sudah
nyaman. Dari pemeriksaan fisik jahitan operasi tampak baik, tidak terlepas, luka
operasi membaik dan menutup, tidak terdapat perdarahan, tidak terdapat tanda-
tanda infeksi. Hasil pemeriksaan histopatologi pasca operasi kesan karsinoma
mukoepidermoid palatum molle. Untuk penatalaksanan selanjutnya pada pasien akan
dilakukan program radioterapi.
Gambar 5. Pasca operasi 1 bulan, jahitan operasi baik, tidak terlepas, luka
operasi menutup, tidak terdapat perdarahan, tidak terdapat
tanda-tanda infeksi
7
Pasien 2
Seorang laki-laki berumur 31 tahun datang dengan keluhan utama benjolan
dalam mulut . Sejak ± 6 tahun yang lalu pasien mengeluh terdapat benjolan dalam
mulut, bertambah besar, tidak nyeri dan tidak sulit telan, pasien merasa tidak
terganggu sehingga tidak berobat. Sekitar ± 2 th timbul suara sengau, masih bisa
makan padat, tidak tersedak. Keluhan hidung tersumbat, telinga gembrebeg dan
benjolan leher sulit menelan disangkal. Pasien khawatir karena benjolan semakin
membesar, sehingga pasien berobat ke RSUD Slawi, kemudian dirujuk ke RSUP
Dr.Kariadi.
Riwayat hipertensi, DM, sakit jantung, dan sakit berat lainnya disangkal.
Riwayat sakit tumor di keluarga disangkal. Terdapat faktor risiko pasien seorang
perokok aktif 1 bungkus/hari selama 14 tahun, sering terpapar insektisida dan asap.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, status generalis dalam batas
normal. Pemeriksaan rutin telinga, hidung dalam batas normal. Pada pemeriksaan
tenggorok tampak massa pada dinding orofaring lateroposterior dextra, mendesak
arcus faring dan uvula, diameter 3x4 cm, kenyal, terfiksir, batas tegas, permukaan
rata dan halus, warna sama dengan sekitarnya, tidak rapuh, dan tidak mudah
berdarah.
Gambar 1. Pemeriksaan fisik didapatkan massa orofaring
8
Pemeriksaan penunjang dilakukan nasofaringoskopi, tidak didapatkan massa
di nasofaring dan hipofaring, massa terletak pada dinding orofaring lateroposterior
dextra, mendesak arcus faring dan uvula, diameter 3x4 cm, kenyal, terfiksir, batas
tegas, permukaan rata dan halus, warna sama dengan sekitarnya, tidak rapuh, dan
tidak mudah berdarah. Pemeriksaan laboratorium darah kesan dalam batas normal
Gambar 2. Pemeriksaan endoskopi tidak didapatkan massa di kavum nasi atau di nasofaring, didapatkan massa di palatum.
Dilakukan pemeriksaan foto CT scan nasofaring dengan kontras potongan
axial. Kesan tampak massa padat pada dinding orofaring lateroposterior dextra, yang
mendesak arcus faring dan uvula.
9
Gambar 3. CT Scan nasofaring dengan kontras, kesan tumor solid berbatas tegas
di regio orofaring dextra
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosis sementara dengan massa orofaring curiga jinak. Diagnosis banding
pasien ini adalah neoplasma jinak (fibroma, adenoma, myoepitelioma), dan
neoplasma ganas (adenokarsinoma, karsinoma adenoid kistik, karsinoma sel
skuamus, karsinoma mukoepidermoid). Pasien dirawat dan direncanakan untuk
ekstirpasi massa dan dilakukan pemeriksaan histopatologi pada massa.
• Tanggal 19 Maret 2012 dilakukan operasi ekstirpasi massa palatum dengan anestesi
umum. Pendekatan operasi menggunakan metode transoral dengan pendekatan
transpalatal, dengan pemakaian mouthgag Davis-Boyle. Saat operasi dilakukan insisi
vertical sekitar 2cm pada pertengahan palatum mole, dilakukan undermining massa
dan mukosa ditelusuri sampai dinding orofaring posterior pisahkan massa sampai
massa terlepas dari mukosa palatum. Massa dapat diekstirpasi secara utuh ( in toto).
Didapatkan massa padat, kenyal, berkapsul, berwarna putih kecoklatan, ukuran
diameter 5x6x6 cm, tidak rapuh, permukaan halus dan rata, tidak mudah berdarah.
Luka ditutup dengan menjahit otot bagian dalam dengan benang chromic 3-0,
dilanjutkan dengan jahitan luar pada mukosa palatum dengan benang vicryl 2-0.
10
Gambar 4. Dari kiri atas sesuai jarum jam: pemakaian mouthgag Davis-Boyle dan infiltrasi pehacain, dilakukan insisi dan ekstirpasi massa secara intoto, , luka dijahit dengan benang terserap
Terapi pasca operasi diberikan: injeksi seftriakson 1x2 gr, deksametason 3x1
amp, ketorolak 3x30 mg, asam traneksamat 3x500mg, dan antiseptik kumur. Sehari
pasca operasi keadaan umum pasien membaik, nyeri pasca operasi berkurang, tidak
terdapat perdarahan, pasien tidak mengeluh nyeri telan, diet lunak. Pasien
dipulangkan 2 hari pasca operasi dengan terapi pulang: sefadroksil 2x500 mg,
ketoprofen 2x100 mg, metylprednisolon 2x4mg, roboransia dan antiseptic kumur.
Pasien diedukasi untuk menjaga kebersihan mulutnya, menghindari makan makanan
yang keras dan mengiritasi sampai lukanya sembuh, dan kontrol sesuai tanggal yang
disarankan dan mengambil hasil pemeriksaan histopatologi.
Saat kontrol tampak perbaikan, nyeri pasca operasi tidak ada, suara sengau
sudah tidak ada, makan dan minum baik, tidak tersedak, tidak ada nyeri telan
maupun sulit telan, pasien merasa sudah nyaman. Dari pemeriksaan fisik jahitan
operasi tampak baik, tidak terlepas, luka operasi membaik dan menutup, tidak
terdapat perdarahan, tidak terdapat tanda-tanda infeksi. Hasil pemeriksaan
histopatologi pasca operasi kesan tidak tampak tanda ganas, sesuai dengan
fibromiksoma palatum. Untuk selajutnya pasien disarankan untuk kontrol dan
diberikan terapi antiseptic kumur dan roboransia
11
Setelah pasien kontrol 1 bulan pasca operasi, keluhan nyeri pasca operasi
sudah tidak ada, suara sengau sudah tidak ada, suara seperti normal lagi, makan
dan minum baik, tidak tersedak, tidak ada nyeri telan maupun sulit telan, pasien
merasa jauh lebih nyaman. Dari pemeriksaan fisik jahitan operasi baik, tidak terlepas,
luka operasi menutup, tidak terdapat perdarahan, tidak terdapat tanda-tanda infeksi.
Selanjutnya pasien diedukasi untuk menjaga kebersihan mulutnya, menghindari
makan makanan dan minuman yang mengiritasi, makanan sehat, tidak merokok,
hindari asap, dan memakai masker saat bekerja. Saat ini sudah tidak ada
pananganan lagi di THT, dan disarankan kontrol bila timbul gejala gejala berulang.
Gambar 5. Pasca operasi 1 bulan, jahitan operasi baik, tidak terlepas, luka
operasi menutup, tidak terdapat perdarahan, tidak terdapat
tanda-tanda infeksi
12
PEMBAHASAN
Tumor orofaring adalah suatu pertumbuhan jaringan abnormal yang terjadi pada
daerah orofaring. Jaringan tersebut dapat tumbuh pada daerah bibir, 2/3 lidah anterior,
mukosa bukal, dasar mulut, ginggiva atas dan bawah, trigonum retromolar, palatum durum,
dan palatum molle. Pertumbuhannya dapat digolongkan sebagai ganas (maligna) atau jinak
(benigna). 1,2
Insidensi tumor orofaring di dunia belum diketahui dengan pasti. Pada pria yang
tertinggi terdapat di Perancis yaitu sebesar 13.0 per 100.000, dan yang rendah di Jepang
yaitu 0.5 per 100.000, sedangkan pada wanita yang tertinggi di India yaitu 5.8 per 100.000
dan yang rendah di Yugoslavia yaitu 0.2 per 100.000. Di India sebesar 20-25 per 100.000
atau 40% dari seluruh kanker, sedangkan di Amerika dan Eropa sebesar 3-5 per 100.000
atau 3-5% dari seluruh tumor. Pria yang terkena 2-4 kali lebih sering daripada perempuan
untuk semua kelompok ras dan etnis. Insiden kanker mulut meningkat dengan meningkatnya
umur. Di Indonesia angka kejadian relatif rongga mulut sebesar 3,75% dan 90% terjadi jenis
squamous cell carcinoma (SCC). Dari penelitian yang dilakukan oleh Hastin ditemukan
sebesar 227 kasus tumor ganas orofaring, 209 kasus tumor ganas epitel. Tumor orofaring
merupakan pertumbuhan dari berbagai jaringan di dalam dan sekitar mulut termasuk tulang,
otot dan syaraf. 1,2,3,
Menurut penelitian Sundaram dkk tahun 2005 urutan lokasi terbanyak dari tumor
orofaring terdapat di tonsil 50%, dasar lidah 20%, palatum mole 10%, vallecula dan epiglottis
10%, dinding posterior 5 %, dinding leteral 5%. 4
Manifestasi klinis tumor orofaring tergantung dari jenisnya. Biasanya berupa tumor
atau massa yang tumbuh lambat, tidak nyeri, terfiksir, dan berbatas tegas. Kadang bila tumor
sudah melewati fase pertumbuhan lambat, tumor dapat membesar dengan cepat. Gambaran
klinis pada mulanya sering kali asimtomatis, dan dianggap sebagai penyakit yang lain.
Gambaran klinis muncul apabila benjolan dalam orofaring sudah mulai membesar. Biasanya
pasien mengeluh terdapat benjolan dalam rongga mulut yang terasa mengganjal, suara
menjadi sengau, sulit menelan, sering tersedak, tidur mengorok, bahkan bisa juga dengan
sesak nafas, tergantung dari besarnya ukuran tumor tersebut.5 Pada kedua pasien ini,
awalnya tidak mengalami gejala apapun. Gejala timbul setelah benjolan menjadi besar,
dimana timbul suara sengau, terasa terdapat benjolan mengganjal ditenggorok, terkadang
tersedak saat makan.
Pemeriksaan penunjang CT Scan dapat digunakan untuk membantu visualisasi
bentuk dari tumor, menentukan ukuran, ketebalan, kedalaman tumor,mengetahui invasi
perluasan daerah sekitar, struktur tulang, dan menilai metastasis kelenjar getah bening.
Selain itu juga digunakan sebagai panduan perencanaan tindakan selanjutnya, serta evaluasi
setelah tindakan pengobatan.5,6 Pada pasien pertama kesan tampak massa padat pada
palatum molle, aspek posterior palatum durum, orofaring kanan kiri, yang mendesak
13
pada parafaringeal mucosa space, retrofaring sampai epiglottis, ukuran 6x5x4cm.
pada pasien kedua kesan massa padat pada dinding orofaring lateroposterior dextra,
yang mendesak arcus faring dan uvula.
Histopatologi tumor orofaring dibagi menjadi 2 jenis, yaitu ganas dan jinak.
Tumor ganas orofaring yang terbanyak ada karsinoma squamosa, limfoma non
hodkins, dan tumor kelenjar saliva. Tumor jinak diklasifikasikan berdasarkan asal sel,
epitel atau sel jaringan ikat. Tumor dari sel epitel adalah papiloma, adenoma, dan
adenoma plemorfik, sedangkan yang berasal dari, sel jaringan ikat adalah fibroma,
osteoma,hemangioma, dan lipoma. Pada pasien pertama, hasil PA pasca operasi
adalah suatu tumor ganas carsinoma mukuepidermoid palatum mole, sedangkan
pasien yang kedua kesan suatu tumor jinak tidak tampak tanda ganas, sesuai
dengan fibromiksoma palatum. 7,8
Stadium pada tumor orofaring berdasarkan klasifikasi TNM dari American Joint
Committee on Cancer (AJCC) , sebagai berikut : 7,8
Tx Tumor primer tidak dapat ditentukan.
T0 Tidak ada bukti adanya tumor primer.
Tis Karsinoma in situ.
T1 Tumor berukuran 2 cm atau kurang dalam ukuran terbesar.
T2 Tumor berukuran lebih dari 2 cm namun tidak lebih besar dari 4 cm.
T3 Tumor berukuran lebih dari 4 cm dalam ukuran terbesar.
T4a Tumor menginvasi struktur sekitar (korteks tulang, otot-otot ekstrinsik lidah, sinus
maksilaris, kulit wajah)
N0 Tidak terdapat metastase regional
N1 KGB Ipsilateral singel, < 3 cm
N2a KGB Ipsilateral singel, >3 - 6 cm
N2b KGB Ipsilateral multipel, < 6 cm
N2c KGB Bilateral /kontralateral, < 6 cm
M0 Tidak ditemukan metastase jauh
M1 Metastase jauh
Pada pasien yang pertama dengan Ca mucoepidermoid palatum molle T4N0M0,
stadium IV, ECOG 1, sedangkan pada pasien yang kedua dengan tumor jinak fobromiksoma
palatum mole.
14
B
B
B
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan tumor orofaring ialah
eradikasi dari tumor, pengembalian fungsi dari rongga mulut, serta aspek kosmetik. Untuk lesi
yang kecil (T1 dan T2), tindakan operasi atau radioterapi saja dapat memberikan angka
kesembuhan yang tinggi, dengan catatan bahwa radioterapi saja pada T2 memberikan angka
kekambuhan yang lebih tinggi daripada tindakan operasi. Untuk T3 dan T4, terapi kombinasi
15
ST T.N.M. OPERASI RADIOTERAPI KEMOTERAPI
I T1.N0.M0 Eksisi radikal atau Kuratif, 50-70 GyTidak dianjurkan
II T2.N0.M0 Eksisi radikal atau Kuratif, 50-70 GyTidak dianjurkan
IIIT3.N0.M0T1,2,3.N1.M0
Eksisi radikal dan Post op. 30-40 Gy (dan) CT
IVAT4N0,1.M0Tiap T.N2.M0
Eksisi radikal dan Post.op 30-40 Gy
IVBTiap T.N3.M0-operabel-inoperabel
Eksisi radikal danPost.op 30-40GyPaliatif, 50-70 Gy
(dan) CT
IVC TiapT.tiapN.M1 Paliatif Paliatif Paliatif
Residif lokalOperasi untuk residif post RT
RT untuk residif post op
(dan) CT
Metastase Tidak dianjurkan Tidak dianjurkan CT
operasi dan radioterapi memberikan hasil yang paling baik. Pemberian neo-adjuvant
radioterapi dan atau kemoterapi sebelum tindakan operasi dapat diberikan pada kanker
rongga locally advanced (T3,T4). Radioterapi dapat diberikan secara interstisial atau eksternal,
tumor yang eksofitik dengan ukuran kecil akan lebih banyak berhasil daripada tumor yang
endofitik dengan ukuran besar. Peran kemoterapi pada penanganan tumor orofaring masih
belum banyak, dalam tahap penelitian kemoterapi hanya digunakan sebagai neo-adjuvant pre-
operatif atau adjuvan post-operatif untuk sterilisasi kemungkinan adanya mikro metastasis.7,8
Tindakan operasi ekstirpasi massa pada tumor orofaring dapat dilakukan dengan
beberapa tehnik operasi tergantung dari letak dan besarnya tumor. Antara lain dengan metode
eksisi transoral, transhyoid pharyngotomy, lateral pharyingotomy dan transmandibular. Metode
transoral untuk pengangkatan massa yang terletak pada daerah tonsil, lengkung faucial, dan
palatum mole.5,6,8 Pada kedua pasien ini dilakukan ektirpasi massa dengan metode transoral
dengan pendekatan transpalatal, karena massa tumor terletak pada daerah palatum molle dan
meluas kedaerah sekitar.
Tehnik operasi transoral dengan pemakaian mouthgag dingman retractor, kemudian
insisi pertengahan palatum dengan irisan vertikan atau horizontal (tergantung letak dan
besarnya massa), dilakukan undermining untuk memisahkan massa dengan mukosa,
pisahkan massa sampai terlepas dari mukosa palatum diusahakan ekstirpasi secara in toto.
Setlah itu dilakukan penutupan luka operasi lapis demi lapis. Pada lapisan yang dalam
jaringan otot dengan tehnik jahitan dalam menggunakan benang yang dapat terserap,
dilanjutkan jahitan luar pada mukosa palatum dengan benang yang dapat terserap. 9
Komplikasi operasi transpalatal pada saat durante operasi yang terbanyak
menyebabkan perdarahan. Sedangkan komplikasi pasca operasi dapat
menyebabkan trauma dentis, oedem pada lidah, obstruksi saluran pernafasan
sekunder karena oedem pasca operasi, sakit menelan serta sulit menelan,
dislokasi temporomadibularjoint, fistul palatum, nekrosis, hematom retrofaring,
disfungsi palatal dan nasolalia.9
Ahmet Ural (2011) melaporkan sebanyak 28 kasus tumor jinak palatum yang
dilakukan metode transoral, evaluasi selama 2 tahun, hasil dari semua pasien baik, tidak
menunjukan gangguan fungsi anatomi pasca operasi. Jarrard Goodwin dkk (2009)
melaporkan 6 pasien dengan tumor orofaring selama lebih dari 16 tahun yang kemudian
dilakukan ektirpasi massa dengan pendekatan transpalatal. Semuanya dengan tumor jinak
kelenjar saliva ( 1 monomorfik dan 5 pleomorfik adenoma) 3 dari 6 pasien gejala asimtomatis.
Tidak ada komplikasi pembedahan dan maupun perdarahan yang hebat selama operasi pada
semua kasus. Satu tumor terulang sebagai adenoma pleomorfik ganas setelah 3 tahun
kemudian. Sutji P (2008) melaporkan 1 kasus dengan tumor yang besar mengisi rongga
nasofaring, orofaring dan hipofaring. Operasi dengan pendekatan transpalal dan transhioid
lateral faringotomi oleh karena sulitnya mengekstirpasi sempurna tumor yang sangat besar.
16
Keluhan pasca opersi adalah disfagia motorik, karena komplikasi pembedahan yang diduga
dari trauma n.laringeus superior. Pasien harus menjalani fisioterapi untuk memulihkan kembali
fungsi menelan. 10,11,12
Pada kedua pasien ini tumor berhasil di ekstirpasi secara keseluruhan. Evaluasi
pasca operasi selama 2 bulan tampak perbaikan, komplikasi pembedahan tidak ada, nyeri
pasca operasi tidak ada, tidak didapatkan infeksi maupun tanda-tanda kekambuhan, dan
secara anatomi fungsi kembali seperti semula.
RINGKASAN
Dilaporkan penanganan dari 2 kasus tumor orofaring yang dilakukan tindakan operatif
ekstirpasi tumor metode transoral dengan pendekatan transpalatal. Hasil pemeriksaan
histopatologi pasca operasi pada pasien pertama adalah karsinoma mukoepidermoid palatum
mole, sedangkan pasien kedua adalah fibromiksoma palatum mole. Pada kedua pasien ini
tumor berhasil di ekstirpasi secara utuh. Evaluasi pasca operasi selama 2 bulan tampak
perbaikan, tidak didapatkan infeksi maupun tanda-tanda kekambuhan, dan secara anatomi
fungsi kembali seperti semula.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sumarto IS, Indra BS. Rekonstruksi free flap setelah bedah ablative maksilofasial.
Medan, Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. 2011. h 13 .
2. Carew JF, Shah JP. Cancer of the head and neck. In: Blaad KI, Daly JM, Karakousis CP.
Surgical Oncology-Contemporary Principles & Practice. Mc.Graw-Hill Co, New York,
2001, p.519-525
3. Sofyana H. Prevalensi tumor ganas rongga mulut di RSUD Dr. Soetomo periode 1995 -
2000. Kumpulan Skripsi. Perpustakaan Universitas Airlangga. Surabaya. 2002.
4. Sundaram MD, Schwartz J. Carcinoma of the oropharynx : factors affecting outcome. In :
The Laryngoscope. Department of Otolaryngology, State University of New York
Downstate Medical Center, New York, 2009, p 1536-1542.
5. Christopher H.R. Oropharyngeal Cancer. In : Bailey, Byron J. Head and Neck Surgery. 4 th
ed : Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2006, vol 118
6. Holger G.G, Alain N, Kerry D.O. Oropharyngeal malignancy, In : Cummings :
Otolaryngology: Head & Neck Surgery, 4th ed, Mosby, Inc. Philadelphia, 2005. Chapter:76
17
7. Eveson J.W, Slootweg P. Tumours of the oral cavity and oropharynx. In: World Health
Organization Classification of Tumours : Pathology and Genetics of Head and Neck
Tumours. IARC Press, Franch. 2005. p 163-208
8. Raghav C.D, Peter H.R. Tumors of the Oropharynx. In : Principles and Practice of Head
and Neck Surgery and Oncology. 2nd ed : Informa Healthcare, London, 2009, p 192
9. Eugene N, Myers MD. Transnasal and transoral approaches. In : Operative
Otolaryngology: Head and Neck Surgery. 2nd ed: Sanders Elsevier , Philadelphia, 2008.
10. Ahmet U, Murat L, Devrim B. Approach to benign tumors of the palate : Analysis of 28
cases. Department of Otorhinolaryngology, Karadeniz Technical University School of
Medicine, Turkey, 2011
11. Jarrard G, Ryan C. Transoral excision of lateral parapharyngeal space tumors presenting
intraorally. In : The Laryngoscope. Department of Otolaryngology, State University of New
York Downstate Medical Center, New York, 2009, p 266–269
12. Sutji P.R, Eryadi D. Reseksi tumor pada dinding posterior faring dengan tehnik
pendekatan transpalatal dan transhioid - lateral faringotomi. Medicinus, Dexa Medica,
Jakarta, 2008, Vol 21 no 3
18