bedah metabolisme operatif dan nutrisi

49
Metabolisme Operatif dan Nutrisi METABOLISME OPERATIF DAN NUTRISI PENDAHULUAN Sejak diperkenalkan nutrisi i.v yang merupakan bentuk aman dari terapi restorasi dan pemeliharaan simpanan protein dan energi pada pasien-pasien bedah, relevansi dan kepentingan nutrisi kita ketahui sangat berhubungan erat. Bukti dari USA, Britania, Scandinavia dan Australia, megindikasikan bahwa ada insidensi malnutrisi yang besar pada pasien opeartif. Lebih dari 1/3 pasien yang menjalani operasi besar mengalami malnutrisi umumnya lebih kuat dan diperberat oleh komplikasi yaitu : sepsis. Suatu pemahaman tentang kebutuhan energi dan protein dari pasien bedah, respon metabolik terhadap trauma dan sepsis, dan perbedaan sindroma gizi yang diperlukan untuk terapi gizi yang aman dan lebih efektif. KEBUTUHAN DIET NORMAL Energi adalah kebutuhan dasar dari organisme yang hidup untuk memelihara fungsi seluler dan strukturnya. Energi disimpan sebagai energi kimia dalam struktur yang berikatan kovalensinya dalam komponen fosfat terminase didalam molekul ATP. ATP bebas berdifusi pada bagian mana energi diperlukan sel. Walau bebrapa ATP dibentuk dari 1

Upload: muhammad-reza

Post on 24-Nov-2015

47 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Bedah Metabolisme Operatif Dan Nutrisi

TRANSCRIPT

METABOLISME OPERATIF DAN NUTRISI

Metabolisme Operatif dan Nutrisi

METABOLISME OPERATIF DAN NUTRISI

PENDAHULUAN

Sejak diperkenalkan nutrisi i.v yang merupakan bentuk aman dari terapi restorasi dan pemeliharaan simpanan protein dan energi pada pasien-pasien bedah, relevansi dan kepentingan nutrisi kita ketahui sangat berhubungan erat. Bukti dari USA, Britania, Scandinavia dan Australia, megindikasikan bahwa ada insidensi malnutrisi yang besar pada pasien opeartif. Lebih dari 1/3 pasien yang menjalani operasi besar mengalami malnutrisi umumnya lebih kuat dan diperberat oleh komplikasi yaitu : sepsis.

Suatu pemahaman tentang kebutuhan energi dan protein dari pasien bedah, respon metabolik terhadap trauma dan sepsis, dan perbedaan sindroma gizi yang diperlukan untuk terapi gizi yang aman dan lebih efektif.

KEBUTUHAN DIET NORMAL

Energi adalah kebutuhan dasar dari organisme yang hidup untuk memelihara fungsi seluler dan strukturnya. Energi disimpan sebagai energi kimia dalam struktur yang berikatan kovalensinya dalam komponen fosfat terminase didalam molekul ATP. ATP bebas berdifusi pada bagian mana energi diperlukan sel. Walau bebrapa ATP dibentuk dari jalur glikolitik diluar mitokondria dalam siklus trikarbosiklik. Badan utama penyimpanan energi adalah lemak dengan jumlah yang terbebas dan karbohidrat disimpan sebagai glikogen.(tabel 6.1).

KEBUTUHAN ENERGI

Kebutuhan energi harian (total energy expenditur (TEE) ialah jumlah energy basal yang dipakai + energi aktifitas yang dipakai. Energi basal yang dipakai biasanya diukur dengan kalorimetri tidak langsung, bedakan hubungannya dengan ukuran tubuh dan memperlihatkan keperluan energi untuk menjalankan kerja jantung dan paru, bekerja mensintesa ikatan kimia baru, juga memelihara jumlah elektrokimia didalam sel. Diukur dengan keadaan setelah absorbsi dan untuk ketepatan hasilnya memerlukan keadaan yang benar-benar istirahat dan tenang. Keadaan ini jarang pada penderita yang sedang mendapat nutrisi perintravenous (i.v). pengukuran rata-rata metabolisme ditujukan pada energi yang dipakai saat istirahat (Resting Energy Expenditure), termasuk energi yang diperoleh dari asimilasi, nutrisi, baik dari mulut maupun dari vena.

Energi asimilasi nutrisi dikenal sebagai dietary induced thermogenesis (DIT) dan ini bervariasi dari jenis makanan yang dicerna dan keadaan metabolik pasien, contohnya : protein yang cukup untuk menghasilkan 100 kkal (420 kj) energi meningkatkan tingkat metabolisme basal sebesar 30 kkal (126 kj), 100 kkal glukosa meningkatkan sebesar 6 kkal (25 kj) dan 100 kkal lemak meningkatkan tingkat metabolisme sebesar 4 kkal (17 kj). Pada pasien bedah, glukosa yang tinggi bisa menginduksi peningkatan yang bermakna pada termogenesis akibat diet, yaitu satu efek yang tidak tampak serupa dengan asupan lemak.

Energi yang dipakai sebagai aktifitas (AEE + Activity Energy Expenditure) tergantung pada jumlah kegiatan fisik yang dilakukan dan bervariasi dari 500 kkal (2,1 Mj) per hari didalam diri individu yang santai, hingga 300 kkal (12,6 Mj) per hari untuk pekerja keras. Pasien yang dirawat banyak menghabiskan waktu ditempat tidur, AEE kurang dari 500 kkal/ hari, tapi akan meningkat pada pasien yang tidak beristirahat atau yang hipoksia. Pasien bedah bisa memerlukan kebutuhan energi tambahan oleh karena demam, sepsis, maupun karsinoma yang diseminasi. Umumnya, pasien bedah yang sedang mendapat makanan per intravenous memerlukan sekitar 40 kkal/ kg/hr (168 Mj/kg/hr) untuk mencapai keseimbangan energi. Pasien yang lemah memerlukan sedikit energi, tetapi pada yang sepsis atau yang menderita radang pencernaan yang kuat memerlukan REE yang tinggi walaupun AEE mungkin lebih rendah dan TEE tidak tinggi. Contoh : pada pasien peritonitis abses, intra abdomen atau nekrosis pancreas yang kuat, kebutuhan energi istirahat dapat 35 45 kkal/kg/hr (147 189 Kj/kg/hari).

Kebutuhan energi total tidak meningkat pada pasien yang AEE = 0.

Penting untuk mengingat bahwa cukup sukar untuk menyediakan energi yang tinggi yang diasup pada pasien yang sakit parah. Khusus, glukosa tidak dioksidasi pada energi asupan yang tinggi dan lemak diperlukan sebagai suatu pengganti bila keseimbangan energi tidak tercapai. Sebuah campuran 50 : 50 antara glukosa dan lemak telah dikemukan paling aman dan kemungkinan yang paling efektif, sumber energi bagi kebanyakan pasien bedah.

SUMBER ENERGI

Karbohidrat. Merupakan sumber energi yang penting bagi otak, eritrosit, jaringan saraf, medula renalis dan sel-sel yang terlibat dalam peradangan dan perbaikan. 60% glukosa dicerna difosforilasi dalam hati menjadi glukosa 6 fosfat yang kemudian diubah menjadi glikogen, asam lemak, atau glukosa darah. Karbohidrat disimpan sebagai glikogen dalam hati (300 kkal, 1,26 Mj) dan dalam otot (600 kkal, 2,25 Mj) tapi penyimpanan ini cepat berkurang pada puasa (18 jam) dan olah raga (menit). Sumber karbohidrat diperoleh secara komersil pada diet enteral termasuk sukrosa, sirup jagung, laktosa, maltodekstrim, dan pati. Untuk pemakaian i.v. glukosa yang paling aman dan paling luas dipakai dari semuanya, tapi sumber energi karbohidrat alternatif lain yaitu : fruktosa, maltosa dan poliol, sorbitol, silitol dan gliserol.

Lemak. Energi simpanan utama badan, yang lebih dari 100 Mkal (420 Mj) (tabel 6.1). fungsi utamanya adalah sebagai insulator dan berperan pelindung dan sebagai cadangan energi. Beberapa lemak disimpan dalam bentuk trigliserida dalam jaringan adipose dan di transportasi dalam berbagai jenis (kompleks lipoprotein) ke bagian yang memerlukan energi. Pada keadaan puasa, lemak dimetabolisme oleh hati menjadi bahan-bahan keton dan ini mengurangi kebutuhan glukosa jaringan saraf.

Sebuah kelompok lemak dalam ikatan tidak jenuh dalam rantai karbon adalah precursor prostaglandin dan dipertimbangkan menyediakan as. lemak esensial. Sekitar 4% total asupan energi harus terdiri dari lemak tidak tidak jenuh majemuk di sumber sayur mayur. Rasio asam lemak normal dalam darah dipelihara bila energi sebesar 1-2% disuplai sebagai as. linoleat. Untuk kepentingan klinis, lemak disuplai secara komersial pada sediaan enteral seperti susu berlemak, minyak sayuran, minyak kelapa ataupun minyak kedelai yang dihidrogenasi. Trigliserida rantai sedang tersedia dalam keadaan malabsorbsi tertentu dan bila asam lemak rantai panjang di kontra indikasikan. Bagi kepentingan i.v. lemak disupali sebagai minyak kacang kedelai dan emulsi putih telur fosfolipid yang serupa dengan khilomikron-khilomikron.

Protein. Tubuh terdiri dari 16% protein dari massa tubuh dan membentuk komponen struktur utama, yang ada didalam dinding sel, sitoplasma, nukleus dan matriks intraseluler. Setiap pemecahan protein untuk pemakaian sebagai sumber energi, yang lalu berefek terhadap struktur dan fungsi tubuh. Kolagen merupakan protein ekstra seluler utama tubuh sedang aktin dan myosin membentuk bagian besar protein intra seluler total tubuh. Protein plasma berperan penting dalam fungsi kekebalan dan transpor serta berefek dalam proses peradangan dan perbaikannya.

KEBUTUHAN PROTEIN

Karena protein tubuh secara tetap pecah dan di remodelisasi, sejak nitrogen dari asam amino diekskresikan sebagai urea dan memerlukan penggantian sekitar 50g (100 mg N/kg/hari) dan protein kualitas baik diperlukan untuk memelihara yang hilang tiap harinya. Kualitas protein penting dan pada diet berat bisa mengandung > 2x lipat jumlah protein yang dibutuhkan, nilai biologis proteinnya bisa hanya 50%.

Ada 8 as. amino esensial (isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan dan valin) yang tidak dapat disintesa oleh hati untuk transport protein dan mememlihara keseimbangan protein serta memelihara jaringan perifer. Proses glukogenesis terjadi saat kelaparan untuk mensuplai kebutuhan glukosa esensial. Juga terjadi dalam keadaan katabolik seperti trauma dan sepsis. Dengan protein yang lebih besar, hati dapat membuang as. amino, membentuk urea dan menutrisi rantai karbon yang ada kedalam siklus krebs untuk menghasilkan energi saat hati rusak, sintesa urea bisa terhambat dan ion ammonia bebas terbentuk.

Kebutuhan protein pasien bedah tergantung keadaan gizi dan metabolismenya. Pasien bedah umum yang mendapatkan sonde feeding perlu sekitar 300 mg/kg/hari nitrogen dengan kalori tepat untuk memelihara keseimbangan nitrogen. Hal ini berbeda lagi dengan pasien ICU, yang banyak trauma dan sepsis. Pasien trauma dan sepsis perlu ( 400 mg/kg/hari nitrogen.

SUMBER PROTEIN

Secara terapeutik, protein bisa diberi secara enteral maupun i.v. Tidak ada perbedaan keseimbangan nitrogen baik yang diberi secara enteral maupun i.i. Secara iv, misalnya : hidrolisat, larutan sintetis, kristalin, as.amind. walaupun hidrolisat memberi keseimbangan nitrogen yang (+), tapi lebih kurang efektif dari pada as. amino kristalin. Campuran peptida lebih mudah diserap. Campuran as.amino khusus bisa diberi pada yang gagal ginjal hari walaupun masih belum terbukti dengan jelas.

INTER-RELASI PROTEIN DAN ENERGI

Dalam batas energi tertentu dan asupan energi, ada sebuah bagian yang meningkat baik yang akan berakibat retensi protein. Secara normalnya, pasien yang diberi gizi tambahan perlu protein yang tinggi. Dalam hal ini, akan serupanya dengan pemberian protein pada anak yang sedang bertumbuh untuk mengubah massa tubuh maupun lemak tubuh dengan proporsi yang sesuai.

VITAMIN DAN ZAT LOGAM

Vitamin

Merupakan zat organik yang diperlukan untuk memelihara aktifitas seluler normal. Kekurangannya bisa hanya 1 jenis vitamin saja maupun banyak ataupun kombinasi dengan protein, energi maupun mineral lainnya. Tabel 6.2 menunjukkan vitamin utama dan rekomendasikan, serta efek defisiensi.

Elemen-elemen tambahan

Dapat ditemukan dalam jumlah yang sedikit dalam jaringan dan penting bagi fungsi seluler. Zat besi dalam Haem, kobalt dalam vit B-12, dan iodine dalam metabolisme tiroid yang telah lama dikenal. Defisiensi seng, tembaga, selenium dan krom juga telah diketahui dan ada ditabel 6.2.

Seng. Merupakan elemen penting yang sering dibutuhkan untuk pasien bedah. Sekitar 4 mg akan berkurang pada pasien bedah. Demikian juga pada pasien yang diare yang hilang ( 17 mg/l. biasanya diberi secara oral ( 2,5 x lipat dan kemudian 5 x lipat hingga tercapai 20% kebutuhan yang hilang.

Tembaga. Kebutuhan bagi pasien bedah biasanya tidak diatas 300 500 mg perharinya.

KEADAAN KATABOLIK PADA PASIEN BEDAH

Kelaparan

Kebanyakan prosedur operatif utama tidak berhubungan dengan peningkatan yang menyolok energi yang dikeluarkan totalnya. Tapi hanya separo yang berkurang pada minggu II pertama post operasi. Kini disadari bahwa kelaparan yang sederhana menurunkan BB setelah operasi mayor dan hanya sekitar selama minggu I post operasi. Hal ini serupa dengan halnya kelaparan biasa. Perlu mengetahui respon metaboliknya terhadap hal diatas sebelum jatuh ke keadaan hiperkatabolik seperti trauma mayor dan sepsis.

Menunjukkan rencana umum metabolismenya energi selama beberapa hari pertama kelaparan. Setelah > 24 jam, penderita trauma mayor atau sepsis dengan energi yang hilang ( 1800 kkal (7,6 Mj) akan mengkatabolisa 70 g protein (terutama dari otot) dan 160 g trigliserida (dari jaringan adipose). Hati membentuk 180 g glukosa, 144 g dimetabolisme menjadi karbohidrat dan air di otak. Yang lainnya mengalami glikolisis anaerobic dalam serum, sel darah merah dan putih serta medula renalis untuk membentuk laktat dan piruvat yang dilepas nantinya kedalam sirkulasi siklus cori. Energi untuk siklus Cori dibedakan dari oksidasi lemak dan efek bersih siklus untuk mencadangkan glukoneogenesis dari protein. Jaringan lainnya, jantung, koretks renalis, dan otot-otot skeletal, memakai as.lemak secara langsung maupun as. lemak yang telah sebagian dioksidasi dalam hati menjadi badan-badan keton.

Bila puasa diperpanjang protein dicadangkan dan ekskresi nitrogen urin berkurang sekali. Lebih dari 2-3 minggu, otak membentuk kemampuan mengambil separo energi di oksidasi keton dan membatasi kebutuhan glukoneogenesis di protein. Adaptasi ini oleh otak mensuplai energi pada bulan-bulan terakhir. Yang mana hal ini akan kemudian mengurangi simpanan lemak. Saat suplai trigliserida telah dikonsumsi/ dipakai (seperti pada marasmus), kebutuhan energi basa seluruh tubuh harus berasal dari protein tubuh. Massa otot mengalir dan fungsi mekanis vital seperti untuk batuk dan bernafas menjadi tidak mungkin pada fase akhir dari kelaparan yang kemudian akan berakhir.

TRAUMA DAN SEPSIS

Luka parah, operasi yang sangat besar, luka bukan parah, dan sepsis invasive berhubungan dengan perubahan metabolik : peningkatan katabolisme protein, penurunan anabolisme protein dan perubahan metabolisme glukosa. Penurunan jumlah nitrogen, potassium, seng, magnesium dan kalsium diekskresikan lewat urin, sedang natrium dan air tertinggal. Respon metabolik yang luas ini berhubungan dengan keparahan luka dan diperberat dengan gambaran yang tidak biasanya tampak pada operasi yang besar sekali.

Asal utama peningkatan hilangnya nitrogen dalam urin adalah otot, tapi beberapa nitrogen yang hilang berasal dari katabolisme protein plasma dan dari absorbsi jaringan yang rusak dan gumpalan darah pada bagian luka. Jumlah yang hilang berhubungan dengan keparahan trauma, tapi juga lebih banyak pada pasien yang bergizi baik dan mungkin tidak terkendali pada pasien yang kurang gizi. Sebagaimana katabolisme protein yang meningkat, studi yang terakhir telah menunjukkan ada juga suatu penurunan dalam sintesa protein.

Respons metabolik ini terhadap trauma diawali dengan ketakutan dan kecemasan, dan terutama dengan rangsangan aferen di bagian yang terluka. Perubahan yang cepat dalam volume darah yang bersirkulasi sebagaimana efek-efek metabolik yang terlepas dari jaringan yang rusak juga berperan penting.

RESPON ENDOKRIN PADA TRAUMA DAN SEPSIS

Sekresi dari koreteks adrenal meningkat sekitar ujung-ujung setelah luka yang besar. Kadar kortisol yang tinggi ditemukan dalam urin segera setelah operasi, mengindikasikan ketakutan dan kecemasan terhadap respon keseluruhan. Jika ada absens sempurna hormon adrenokortikal setelah luka, sirkulasi perifer gagal dan kematian bisa terjadi. sekresi aldosteron meningkat setelah trauma, mungkin akibat hipovolemia dan ME meningkat beberapa hari setelah luka, dirangsang oleh nyeri, takut, perdarahan dan kerusakan jaringan. Hipovolemia juga merupakan stimulus yang sangat poten dan penyimpanan/ restorasi volume darah menurunkan sekresi kotekolamin. Ada peningkatan mendadak pada kadar ACTH dalam darah setelah luka dan kembali menjadi normal. Korteks adrenal sangat responsive terhadap ACTH selama terapi. Growth hormon (hormon pertumbuhan yang dapat dirangsang oleh ketakutan, emosi dan jaringan yang rusak, meningkat secara cepat setelah luka yang bergantung pada keparahan). Peningkatan ini bisa sebagian mempengaruhi pemakaian glukosa.

Kadar hormon antidiuretika (HAD) meningkat dalam respon terhadap jaringan iskemik, perdarahan dan nyeri, tetapi miripnya aldosteron, kenaikan ini bisa dibatasi dengan penggantian yang teliti terhadap darah dan cairan secara keseluruhan waktu. Kadar insulin bervariasi setelah luka : pada fase pasca luka segera kadar insulin tidak berubah dalam respon terhadap pengisian glukosa, sebagaimana efek akut terhadap lewatnya luka yang berat, terjadilah ketahanan terhadap insulin. Ini diindikasikan dengan peningkatan kadar insulin dalam hubungannya masing-masing terhadap kadar glukosa normal. Perubahan dalam insulin ini masing-masingnya dimediasi melalui peningkatan kadar katekolamin, tapi antagonis insulin seperti as. lemak bebas dan hormon pertumbuhan mungkin juga berperan sebagian. Walaupun peningkatan glukoagon pankreatik tampak setelah luka, bukti menyatakan bahwa sebuah mediator dari respon stres ataupun hiperglikemia pasca luka.

Pengamatan kadar hormon dalam darah setelah luka berhubungan dengan ketakutan, kecemasan, jaringan yang rusak dan hipovolemia yang mengindikasikan kepentingan persiapan matang pasien yang utama terhadap operasi, penanganan jaringan yang lembut dan pemeliharaan volume darah yang bersirkulasi dengan tujuan utama dalam perawatan bedah.

RESPON-RESPON METABOLIK PADA TRAUMA DAN SEPSIS

Perubahan mayor (utama) dalam metabolisme energi tampak pada trauma dan sepsis yang merupakan meningkatnya glukoneogenesis terhadap penyediaan glukosa bagi perbaikan jaringan (gbr.6.2), lemak, bagaimanapun berlanjut sebagai sumber energi utama. Tampak bahwa lekosit PMN menggunakan glukosa terutama bila melakukan fagositosis dan bersamaan dengan fibroblas, yang menerima energi dari glikolisis. Pada jaringan yang sembuh dengan cepat, metabolisme glukosa menjadi laktat mungkin menyediakan sumber energi utama dalam hal ini, pasien yang terluka punya kebutuhan khusus akan glukosa dan ini disediakan dengan katabolisme protein otot.

Alanin, as.amino esensial utama dilepas dari otot selama metabolisme, merupakan precursor glukoneogenik utama. Didalam hati, alanin otot diubah menjadi glukosa dan menghasilkan sisa nitrogen yang diproses menjadi urea. Ini menjelaskan mengapa urea yang meningkat diketahui dalam urin setelah trauma atau sepsis : kadar ureagenesis berhubungan dekat dengan kadar glukoneogenesis.

Kejadian metabolik ini berubah sejalan dengan waktu mengikuti luka atau infeksi. Cuth Bertson menggambarkan depresi awal dan transisi dari respon-respon fisiologis sebagai fase surut. Setelah restorasi volume darah dan persediaan oksigen yang cukup ada merupakan suatu peningkatan dalam aktifitas metabolik, ini disebutkan sebagai fase mengalir Moore menunjukkan bahwa aliran ini atau fase katabolik ini meluas melampaui suatu periode dari beberapa hari sebelum klinik hingga pasien mampu duduk di ranjang, memanifestasi tanda pertama dari suatu perasaan yang nyaman dan sehat. Fase penyembuhan (konvalesensi) mengikuti adanya biosintesa otot dan protein dan komposisi tubuh yang normal diperoleh kembali/ dicapai kembali.

KANKER

Walaupun ada bukti jelas bahwa peningkatan BB dan katabolisme pada pasien kanker terjadi khususnya sebagai akibat anoreksia, mungkin juga adanya peningkatan dalam pemakaian metabolisme khususnya bila tumor membesar. Tumor memetabolis melalui jalur glukolitik tidak efisien melalui glukoneogenesis dari otot dan protein visceral. Sehingga peningkatan katabolisme protein terjadi sebagai peningkatan protein tumor.

PENAFSIRAN STATUS GIZI

Tafsiran gizi harus mampu mengenal pasien yang keadaan gizinya (kg)nya mempengaruhi secara buruk terhadap akibat penyakitnya. Secara klinis, malnutrisi yang mencolok belumlah signifikan secara sederhana dari pada multi pandang terhadap keadaan gizi yang diperbuat yang tersedia. Untuk hal inilah, secara luas gejala gizi yang mendasar dinyatakan dibawah peralatan tafsiran dan menyediakan penuntun dalam penatalaksanaan terhadap pasien dengana gangguan gizi.

SINDROMA-SINDROMA GIZI

Pasien bedah dapat dipengaruhi oleh 2 proses metabolik dan gizi :

1. Semi-kelaparan : pada pasien anoreksia, muntah ataupun obstruksi sebagian, berakibat penurunan massa otot dan simpanan lemak secara perlahan dengan tingkat metabolik yang merendah. Mekanisme kompensasi dibuat sedemikian rupa untuk menyediakan protein penting dan komponen energi terhadap penyembuhan dan perbaikan.

2. Sepsis dan trauma (stres bedah) akibat dari pemecahan yang cepat simpanan protein tubuh bagi glukoneogenesis.

Dari gabungan-gabungan proses ini, semi kelaparan dan stres, sebuah bagian sindroma gizi yang bisa dikenali.

KEADAAN NORMAL

Mayoritas pasien bedah tidak memiliki sebuah arti klinis yang berhubungan dengan masalah gizi, bahkan pasien yang sedang menunggu bedah besar, telah kehilangan beberapa protein tubuh. Pasien tertentu dapat dipelihara dengan diet oral yang sesuai kecuali patologis gangguannya memerlukan sebuah perhitungan terapeutik khusus.setelah bedah, ada BB yang hilang (( 6%) dan menurun sementara dalam kadar protein plasmanya. Pengendalian ini menjadi normal bilamana asupan per oral normal hingga minggu II post operasi.

NORMAL DISERTAI STRESS

Pasien-pasien ini biasanya dengan mudah diketahui. Pasien bedah, penyebab klasik dari gejala ini adalah serangan akuta penyakit pencernaan yang meradang dan abses pancreas. Pasien tertentu bisa punya simpanan protein yang normal pada otot dan lemak, secara klinis, tapi ada tanda yang jelas dari sepsis dan kadar albumin plasma yang rendah. Bila keadaan ini menetap, kehilangan otot akan berlanjut, walaupun simpanan lemak dipelihara baik. Terapi gizi akan diperlukan pada pasien ini. Bila stress berlama-lama dan tidak dapat dikurangi dengan mengeringkan abses, mengendalikan sepsis atau terapi permasalahan yang mendasarinya.

PENIPISAN GIZI DENGAN STRESS

Keadaan ini terjadi baik pada :

1. Pasien yang menipis energinya yang memiliki metabolik yang buruk seperti : sepsis atau yang mendapatkan operasi bedah, atau :

2. Pasien yang cukup gizinya secara normal dengan stress metabolik yang buruk yang secara cepat menjadi berkurang cadangan gizinya.

Pasien-pasien yang secara jelas tidak baik yang menderita takikardia, demam dan volume intravaskuler yang rendah. Derajat penipisan bisa tidak serupa dengan riwayat dan bisa tidak diketahui dengan pemeriksaan fisik dengan pemeliharaan simpanan lemak tubuh/ oedema. Tetapi, otot yang terbuang merupakan sebuah filter yang konotan dari kebanykan pasien, bersamaan albumin plasma yang rendah. Ketika terapi harus bertujuan mengidentifikasi sumber sepsis dan mengendalikan rangsangan hipermetabolik, pasien-pasien ini memerlukan dukungan gizi secara dini.

TRAUMA MAYOR DAN SEPSIS

Pasien ICU dengan trauma dan latar sepsis serius seringkali bergizi normal yang tampak dari luar. Perubahan metabolic seperti yang digambarkan diatas berakibat erosi cepat terhadap simpanan protein tubuh dengan adanya hiperalbuminemia dan otot perut yang terbuang serta adanya erosi protein visceral. Simpanan lemak secara relative dipelihara, tapi palpasi lipatan tidak membantu dalam penafsiran seperti pada pasien yang gemuk air.

KEPENTINGAN KLINIS GEJALA-GEJALA GIZI

Pengenalan gejala gizi ini ada dalam perencanaan terapi gizi. Gambar 6.3 mengilustrasikan bagaimana pasien yang gizinya menipis tanpa adanya bukti stress yang akan mendapatkan protein tubuh dengan pemberian gizi per IV sedangkan pasien ICU yang sepsis/trauma menunjukkan tidak adanya respons. Pasien-pasien ini mungkin kehilangan sejumlah protein dalam jangka pendek.

PENAFSIRAN PRIMER

Pengenalan gejala gizi menekankan pada riwayat yang baik dan pemeriksaan fisik yang baik yang didukung dengan beberapa peralatan mendasar.

RIWAYAT

Riwayat harus diketahui dengan detil mengenai keseimbangan energi mengenai energi asupan yang keluar untuk mengetahui gizi yang menipis. Perlu diketahui apa ada muntah, anoreksia, mual dan diare serta berat badan yang menurun akibat diare atau fistula. Perlu detil diet pola makannya, dan pemakaian suplementasi dan vitamin serta ada atau tidaknya komsumsi alcohol.

Aspek utama riwayat adalah pertanyaan kerusakan fungsional sekunder hingga protein tubuh yang hilang. Pasien ditanyai mengenai penyembuhan luka, mudah lelah atau perubahan toleransi olah raga. Turunnya berat badan tanpa bukti abnormalitas fungsional mungkin punya makna yang kecil terhadap kerentanan bedah.

TURUNNYA BERAT BADAN

Merupakan kepentingan utama dalam mengetahui gejala-gejala klinis. Kekurangan gizi bila berat badan turun 10% dari yang normal dalam waktuyang singkat, juga mempengaruhi keseimbangan air maupun menunjukkan adanya kehilangan jaringan tertentu. Hal ini juga berhubungan dengan hipermetabolisme dan sepsis. Sepsis berat memungkinkan hilangnya jaringan hingga 1 kg per harinya. Penafsiran turunnya berat badan menitik beratkan pada berat badan yang akurat, tapi ini sukar pada pasien yang sakit berat maupun yang tua. Yang lebih akurat harus dibanding dengan tinggi badan dengan berat badan secara standarnya.

PEMERIKSAAN FISIK

Harus dilakukan kapan gizi pasien tampak lewat pemeriksaan fisiknya dan bias ditafsirkan mengenai ada tidaknya hidrasi. Simpanan lemak diketahui dengan menekan lipatan pada tangan, punggung dan perut. Otot yang hilang ditinjau dengan tepat pada bagian scapula, fossa temporalis, interossei dan otot perut. Perlu juga mengetahui kekuatan otot.

Hidrasi dapat diketahui dengan melihat ada atau tidaknya edema ditungkai bawah dan daerah sacrum. Bila ada edema, penurunan berat badan lebih besar lagi dari pada yang diperkirakan dari riwayatnya. Mungkin dimasa kanak-kanaknya, menderita kwashioskor,edema jarang tampak pada pasien dewasa yang kurang gizi, kecuali ada faktor-faktor lain seperti disfungsi renalis, kardialis maupun hepatic. Kulit yang kasar dan perubahan rambut berhubungan dengan defisiensi vitamin dan mineral, tapi ini tidak biasa pada pasien bedah yang kurang gizi yang mempunyai manifestasi komplek. Parut yang tidak sembuh dan ataupun luka kecil yang sukar sembuh mengindikasikan respons penyembuhan yang terganggu.

PENGUKURAN YANG MENDASAR

Sebuah penafsiran gizi yang tidak lengkap tanpa adanya pengukuran dasarnya. Berat badan pasien harus dicatat serta diperhatikan hal-hal lainnya seperti hipermetabolik dan sindroma strss yang menunjukkan adannya penurunan plasma albumin sehingga ketidakseimbangan albumin dan air.

Dari tafsiran sindroma gejala gizi primer yang terkategori diatas diketahui tumpang tindih yang terimbangi akan diamati didalam arti klinis, sebagaimana gejala-gejala ini membentuk sebuah spectrum gangguan gizi dari pada kategori yang sedang didefinisikan.

TEKNIK PENAFSIRAN SEKUNDER

Keterangan yang lanjut bisa dari pada pengukuran antropometri, imunologi, komposisi tubuh dan biokimia. Ada permasalahn yang berkaitan dengan teknik-teknik ini, antropometri mempunyai tingkat kesalahan yang besar, uji imunologi dengan adanya hipersensitifitas tertunda hingga antigen menunjukkan kesukaran mengidentifikasi dan membingungkan dalam hal klinisnya; metode komposisi tubuh masih merupakan peralatan yang dipakai disedikit laboratorium.

Beberapa uji biokimia, terutama mengenai pengukuran protein plasma, bisa berguna. Empat protein plasma sintesa dalam hati baru-baru saja dipakai dalam penafsiran status gizi; albumin, transferin, pre-albumin dan ikatan retinol protein.

ALBUMIN

Dalam 24 jam protein dieliminasi dari diet, sintesa albumin terjadi, tapi menurun dramatis dalam sintesa tidak mencerminkan kadar protein plasma yang lama. Studi terhadap primate mengindikasikan bahwa kecuali kadar protein diet 6 bulan. Semuanya bergantung dengan proses penyerapan. Terutama untuk penyakit sindroma pencernaan singkat (short bowel syndrome), fistula gastrointestinal, penyakit radang pencernaan, penyakit pankreatitik, obstruksi usus kronik, divertikulitis dan berbagai diare. Ketika kebanyakn uji coba eksmental mengandung hasil yang memuaskan, tapi juga mahal dan cukup efektif.

TERAPI PARENTERAL

Pada awal decade abad ini, baru diperkenalkan terapi gizi secara tube i.v. pada tahun 1937, Elman menunjukkan bahwa suatu hidroksilat protein dan kasein dapat diberi secara i.v. kepada manusia. Larutan dextrose isotonic dipakai pada tahun 1920-an, tapi larutan lemak awalnya dipakai pada tahun 1930-an yang masih tak stabil.

Permasalahan utama didalam perkembangan terapi gizi efektif berhubungan dengan pemberian larutan gizi hipertonik. Perkembangan yang berhasil pada tahun 1960-an mengenai teknik kateterisasi vena memampukan larutan hipertonik di infus dengan amannya, menurun kepada penatalaksanaan pasien secara berhasil yang sebelumnya akan mati akibat konsekuensi gizi dari penyakitnya.

Indikasi

Indikasi pemakaian mutu parenteral untuk pemberian makan pasien berhubungan dengan ketidakmampuan usus menyerap gizi yang kurang bagi kebutuhan pasien sehingga, gizi per iv di indikasikan bila traktus pencernaan terhalang, terlalu pendek, ada fistula, meradang ataupun tidak dapat berperistaltik.

BILA ALAT PENCERNAAN TERHALANG

Walaupun obstruksi akut usus biasanya diobati sebagai kedaruratan bedah dengan mengabaikan keadaan gizi pasien, kondisi yang perlahan-lahan menyebabkan obstruksi faring, esofagus, perut maupun duodenum. Bisa pertama sekali memerlukan gizi i.v. untuk mengobati kejadian serta sering berlanjut menjadi malnutrisi protein energi yang telah terjadi. pemilihan pasien untuk nutrisi i.v. pre-operasi mengikuti proses yang digambarkan dalam gambar 6.4.

BILA ALAT PENCERNAAN TERLALU PENDEK

Pada pasien denga gejala usus pendek, terapi parenteral perlu untuk memelihara gizi, hingga adanya kemungkinan diberinya makanan enteral secara dini. Setelah enterektomi masif, gizi i.v. diperlukan selama 3 minggu, hingga 2 sampai 3 bulan sebelum volume tinja mencapai sebuah plato dan teramalnya elektrolit yang hilang. Gizi enteral perlu untuk adaptasi usus kecil dan pemberian makan lewat mulut. Yang dilakukan pertama kali segera setelah tinja kelaur dan plato hilangnya elektrolit terjadi pada pasiennya yang panjang ususnya kurang dari 1 meter, gizi i.v. rumah tangga akan mungkin diperlukan sewaktu-waktu.

BILA ALAT PENCERNAAN MERADANG

Penipisan gizi adalah cirri khas umum penyakit radang usus > 50% pasien yang memerlukan bedah segera untuk yang menderita colitis akut yang disertai adanya malnutrisi protein energi. Terbukti gizi parenteral post operasi bermanfaat pada pasien tersebut.

Walaupun beberapa pasien yang menderita enteritis crohn memerlukan remisi saat usus istirahat dan terapi gizi yang cepat diberikan, tidak tampak menjadi efek primer dari istirahat total usus dan gizi i.v. perlu pada colitis ulseratif akut.

Singkatny gizi i.v. di indikasikan pada pasien yang kurang gizi berta yang sedang menjalani operasi besar untuk mengobati radang usus. Bisa juga untuk pasien dengan penyakit crohn terutama yang terbukti ada penyempitan. Dengan tindakan demikian bisa mencapai penyembuhan spontan. Demikian juga bermanfaat bagi pasien yang menderita keracunan 5- fluorourasil.

METODE

Ada 2 bentuk yang dipakai gizi i.v. perifer dan gizi parenteral pusat total ke-2nya penting untuk mencapai keseimbangan energi dan protein (nitrogen) yang sesuai.

GIZI INTRAVENA PERIFER

Usaha dini untuk memberikan glukosa pada jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan dibatasi oleh ketidakmampuan vena tepi untuk menerima larutan hipertonik. Perkembangan larutan lemak isotonic memberi arti bahwa energi yang dibutuhkan bisa/ boleh mudahtercapai lewat rute tepi, dengan menggabungkan asam amino dan lemak dengan jumlah yang kecil dari glukosa isotonic penting bagi metabolik seluler, kebutuhan gizi pasien dapat dicukupi.

GIZI PARENTERAL PUSAT TOTAL

Perkembangan kateterisasi vena pusat memampukan pemberian gizi i.v. yang berhasil, teknik ditunjukkan pada gambar 6.5, 6.6, 6.7, dan 6.8. dalam prakteknya tidak semua rute bisa dipakai.

Kateter harus radio-opak dan lebih disukai polivinil A.20 cm (8 inci) panjang, kateter radio-opak ukuran 16 melewati yang panjang 5 cm (2 inci), jarum ukuran 14 dibawah keadaan yang aseptik.

Pasien dibaringkan 15 derajat kepala lebih tinggi dari badan. Kulit dibersihkan dengan larutan antiseptik. Bisa diberi anastesi lokal pada kulit, jaringan subkutan dan periosteum pada batas klavikula kebagian tengah klavikula perhatikan gbr.6.6 untuk cara melakukannya jarum harus sangat berdekatan dengan permukaan klavikula, penetrasi kedalam vena subklavikula ditandai dengan mengalirnya darah ke spuit pasien disuruh melakukan manuver valsava (lihat gbr.6.7) lalu kateter dihubungkan dengan set pemberian i.v. larutan garam fisiologis (gbr 6.8). barulah olesan povidone iodine pada kulit sekitar kateter.

Foto thorak segera dilakukan setelah kateter selesai dilakukan, periksalah kemungkinan bisa terjadinya pneumothorax.

Penyulit yang bersifat jangka panjang ialah sepsis karena organisme masuk lewat kulit yang dipunksi. Insidensinya 3-10%.

PEMBERIAN DAN PEMANTAUAN

Secara ideal, pemberian larutan gizi haruslah ditangani oleh tim dokter, staf perawat, farmasi dan teknisinya. Insidensi sepsis in situ pada kateterisasi adalah ancaman. Perlu pemamntauan yang ketat agar tidak terjadi sepsis serta memerlukan evaluasi tiap harinya. Perlu tambahan vitamin dan mineral dan logam kedalam infus. Perlu juga penambahan lemak. Keseluruhan campurannya dibuatkan kedalam kantung plastik besar sebanyak 3-4 liter. Hal ini bisa menjauhkan permasalahan hiperglikemia dan glikosuria.

Bila permulaan regimen gizi parenteral dengan dasar gula, sangatlah penting dengan pemberian separo dosis yang akan dimasukkan. Glukosa perlahan-lahan diturunkan pada 24 48 jam I untuk mencegah hiperglikemia dan glikosuria juga, saat menghentikannya 10% glukosa lakus ditambah untuk mencegah rebound hipoglikemia.

Perlu penafsiran dan pemantauan biokimia dan gizi oleh dokter setiap harinya. Timbang BB tiap harinya. Uji urin untuk glikosuria diperlukan sekali untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh. Serta perlunya pengukuran suhu tubuh per harinya yang merupakan pemantauan terhadap ada/ tidaknya sepsis kateterisasi.

Pemantauan biokimia harian meliputi elektrolit, urea, klorida, dan fosfat : 2 atau 3 x uji faal hati diperlukan dalam seminggu. Pemantauan ion lain juga diperlukan misal : seng, tembaga dan magnesium yang dipantau perminggunya.

PERESEPAN

Dasar pemberian resep terapi energi parenteral adalah BB pasien untuk menghitung kebutuhan energik dan pemeliharaan protein tubuh, serta zat-zat lain untuk mencegah ketidakseimbangan metabolik tubuh.

ENERGI

Sumber energi umum bagi tubuh adalah glukosa dan lemak. Kebanyakan pasien bedah perlu 40 kkal/hari (168 Kj/kg/hari) yang dicampurkan dengan lemak glukosa untuk memperkecil penyulit metabolik yang beresiko.

Sumber energi lain, misal : sorbitol, fruktosa, silitol dan etanol telah dipakai, tapi jarang digunakan.

PROTEIN

Kasein hidrolisata telah diganti oleh asam amino kristalin dalam larutan yang seimbang. Rasionya antara 1 : 100 gr dan 1 : 50 gr nitrogen (1 : 420 atau 1 : 630 g/kj).

Keseimbangan nitrogen yang diperlukan adalah 300 mg/kg/hari nitrogen. Pasien hipermetabolik mengalami kenaikan kebutuhan energi dan nitrogen.

CAIRAN DAN ELEKTROLIT

Pasien dengan infus bisa kekurangan natrium, fosfat dan kalium sehingga terjadi penurunan nitrogen dan terjadi penumpukan lemak. Sehingga perlu keseimbangan pemberian protein dan energi sekitar 2-3 liter. Pasien dengan retensi air didalam tubuh berarti ada restriksi natrium sehingga BB meningkat.

Pasien yang kurang gizi harus diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pemantauan larutan yang diberi harus dilakukan. Anion yang diperlukan adalah khlorida tapi bila ada asidosis metabolik hiperkloremik bisa menjadi permasalahan sehingga perlu diganti dengan larutan asetat yang akan dimetabolis menjadi bikarbonat dalam hati.

VITAMIN DAN ELEMEN-ELEMEN

Preparat vitamin dan elemen bisa diberi terutama lemak dan vitamin yang larut air. Bisa diberi vitamin B 12 dan K per i.v., biasanya 1x/ minggu dan bisa secara i.m. ini bisa ditingkatkan hingga 5 mg/hari, misal pada psien sepsis dan trauma sebagaimana pada anemia megaloblastik yang harus juga ditambahkan dosis kecil folat.

Elemen-elemen boleh diberi pada pasien anak-anak dan pasien yang labil. Peningkatan hilangnya seng terjadi pada pasien yang ada fistula dan peradangan. Kebutuhan hariannya 10 mg. Kebutuhan tembaga 1,5 mg/hari, magnesium 0,5 mg/hari, krom 20 (g/hari, iodium 100 (g/hari dan selenium 50 (g/hari.

KOMPLIKASI

Penyakit tergantung pada metabolik dan berhubungan dengan katetrisasi. Penyulit metabolik biasa terjadi dan bisa dikurangi dan dihindari dengan pemantauan ketat. Hipoglikemia terjadi bila infus diberhentikan penyulit metabolik lain terjadi bila ada defisiensi vitamin, logam dan elemen-elemen mineral.

KEADAAN KHUSUS

Gagal Hati

Penderita gagal hati fulminan, pemberian larutan as. amino kauversional bisa memperburuk ensefalopati yang mana berhubungan dengan as.amino aromatik (fenilalamin, tirosin dan triptofan) dalam plasma yang bertindak sebagai precursor dari asam-asam neurotransmitter pada di CNS dan sistem saraf tepi. Pemberian larutan as.amino akan menormalisasi aminogram plasma dan kemungkinan terjadinya kembali koma pada pasien yang ensefalopati hepatik kronis.

Glukosa sebagai sumber energi utama pada yang gagal hati tapi pemantauan perlu ketat. Kadar darah bisa berfluktuasi karena toleransi karbohidrat akibat resistensi insulin perifer. Lemak i.v. adalah kontraindikasi. Penggantian dengan triptofan bisa mengakibatkan koma.

Gagal Ginjal

Pasien gagal ginjal biasanya ada hiperkatabolik dan ada kebutuhan energi dan nitrogen yang meningkat. Karena volume cairan yang terbatas dan peningkatan urea darah dari pemecahan protein sehingga perlu regimen gizi yang sesuai. Perlu perhitungan dan pemantauan as. amino esensial agar terjadi keseimbangan energi dan nitrogen. Yang paling penting adalah evaluasi.

GIZI PARENTERAL RUMAH TANGGA

Hanya sedikit pasien bedah yang berlama-lama dengan infus gizi. Banyak pasien yang ada retriksi usus kecil yang masif mempunyai masalah dalam keseimbangan protein dan energi. Yang paling perlu adalah peningkatan derajat hidup/ gaya hidup. Dimana beberapa pasien bisa bertahan dengan terapi selama 10 tahun atau lebih. Larutan yang ada terjual tersebut dan diberi secara berkala (intermitten), biasanya tidak dalam semalaman, sehingga pasien bisa tidur dengan nyaman tanpa ada rasa tak nyaman karena ada infus ditangan.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini untuk melengkapi persyaratan Kepanitraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Bedah RSU. Dr.Pirngadi Medan dengan judul Metabolisme Operatif Dan Nutrisi

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pembimbing atas bimbingannya dalam penyusunan makalah ini.

Penulis sadar bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dari penulis, Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan penulisan makalah ini dilain kesempatan.

Harapan penulis makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua

Penulis

DAFTAR ISI

Kata pengantar

i

Daftar isi

ii

Pendahuluan

1

Kebutuhan diet normal

1

Kebutuhan energi

1

Sumber energi

3

Kebutuhan protein

4

Sumber protein

5

Inter-relasi protein dan energi

5

Vitamin dan zat logam

5

Keadaan katabolik pada pasien bedah

6

Trauma dan stress

7

Respon endokrin pada trauma dan sepsis

7

Respon-respon metabolik pada trauma dan sepsis

9

Kanker

9

Penafsiran status gizi

10

Sindroma-sindroma gizi

10

Keadaan normal

10

Normal disertai stress

11

Penipisan gizi dengan stress

11

Trauma mayor dan sepsis

11

Kepentingan klinis gejala-gejala gizi

12

Penafsiran primer

12

Riwayat

12

Turunnya berat badan

13

Pemeriksaan fisik

13

Pengukuran yang mendasar

13

Teknik penafsiran sekunder

14

Albumin

14

Transferin

15

Pre-albumin dan ikatan retinal protein

15

Penafsiran gizi dinamik

15

Penafsiran pre-operatif resiko bedah

16

Dukungan gizi

16

Pemberian makanan perenteral

17

Metode

17

Administrasi

18

Jenis diet parenteral

18

Diet-diet elemental

18

Terapi parenteral

19

Bila alat pencernaan terhalang

19

Bila alat pencernaan terlalu pendek

20

Bila alat pencernaan meradang

20

Metode

21

Gizi intravena perifer

21

Gizi parenteral pusat total

21

Pemberian dan pemantauan

22

Peresepan

22

Energi

23

Protein

23

Cairan dan elektrolit

23

Vitamin dan elemen-elemen

23

Komplikasi

24

Keadaan khusus

24

Gizi parenteral rumah tangga

25

PAGE 26