a3 memfasilitasi pengembangan - tatang at & betro

29

Click here to load reader

Upload: tatang-taufik

Post on 06-Jun-2015

490 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Bahasan fasilitasi pengembangan ekonomi prodyktif masyarakat dalam buku “Menumbuhkembangkan Pemanfaatan Sumber Daya Lokal dan Perlindungan Aset Intelektual Bangsa”

TRANSCRIPT

Page 1: A3 Memfasilitasi Pengembangan - Tatang AT & Betro

MEMFASILITASI PENGEMBANGANAKTIVITAS EKONOMI PRODUKTIF

MASYARAKAT PESISIR:STUDI KASUS KABUPATEN BEKASI

Betro Welfi dan Tatang A Taufik*)

1. PENDAHULUAN

Di antara persoalan mendasar, krusial dan barangkali sebenarnya “klasik,” yang tengah dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah bagaimana mengatasi kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat.

Di Indonesia, masyarakat pesisir umumnya merupakan kelompok masyarakat termiskin yang tinggal di wilayah pesisir pantai. Mereka biasanya memiliki mata pencaharian dan menafkahi keluarganya dengan hanya mengandalkan hasil tangkapan ikan di tambak atau di laut. Ketergantungan pada alam, dan kemampuan turun temurun yang relatif lambat berkembang sangat menonjol. Latar belakang pendidikan formal yang rendah, kesempatan interaksi yang lemah (bahkan nyaris tidak ada) dengan perkembangan aktivitas ekonomi modern, dan pola pembangunan di masa lalu yang tidak/kurang mencerdaskan kelompok masyarakat relatif tertinggal, turut mewarnai hambatan bagi meningkatnya kapasitas lokal.

Tak terlalu mengejutkan jika di balik pertumbuhan ekonomi daerah (yang sering diindikasikan dengan pertumbuhan PDRB), sebenarnya tersembunyi persoalan yang belum terpecahkan: lambatnya peningkatan kapasitas masyarakat. Masyarakat tidak makin cerdas untuk dapat menciptakan dan memanfaatkan peluang pembangunan.

Di Kabupaten Bekasi, kelompok masyarakat pesisir ini adalah mereka yang tinggal di wilayah Utara Kabupaten yaitu di Kecamatan Tarumajaya dan Muaragembong. Di dua kecamatan ini terdapat tambak seluas 8.957 hektar dengan 2.500 kepala keluarga yang hidup sebagai petani nelayan. Lahan tambak yang begitu luas masih banyak dibiarkan menganggur dengan berbagai alasan, seperti ketiadaan modal, harga pakan yang tinggi, kualitas bibit yang buruk, pemasaran yang sulit

* ) Drs. Betro Welfi dan Dr. Tatang A Taufik, MSc., bekerja di Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Unggulan Daerah dan Peningkatan Kapasitas Masyarakat (P2KT PUDPKM) – BPPT.

49

Page 2: A3 Memfasilitasi Pengembangan - Tatang AT & Betro

PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL

dan lain sebagainya. Akibatnya, banyak dari mereka yang terpaksa beralih menjadi pekerja kuli dengan penghasilan yang rendah dan sudah barang tentu beban hidup mereka pun menjadi semakin berat.

Keadaan demikian tentunya tidak bisa dibiarkan terus berlanjut. Namun tentu upaya mengatasi hal ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Di tengah beragam perubahan dan tuntutan reformasi di segala bidang di satu pihak, dan kekurangan/kelemahan pelaksanaan pembangunan di masa lalu serta kesadaran akan keterbatasan kemampuan pemerintah di pihak lainnya, maka perubahan paradigma pembangunan merupakan hal mutlak yang tak cukup hanya menjadi sekedar retorika semata. Upaya sinergis antara pemerintah, lembaga litbangyasa, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat itu sendiri perlu terus ditingkatkan. Otonomi daerah perlu menjadi salah satu instrumen kunci dalam menumbuhkembangkan prakarsa pengembangan ekonomi di tingkat lokal.

Problematika generik menyangkut kegagalan dalam meningkatkan pendapatan para petani selama ini umumnya disebabkan oleh kesulitan mereka dalam mengakses sumber daya produktif seperti faktor produksi, informasi, pembiayaan dan pemasaran, serta inovasi dan teknologi tepat guna dan tepat usaha. Akibatnya antara lain sumber daya yang mereka miliki tidak dapat dimanfaatkan secara optimal untuk memelihara atau mengembangkan aktivitas ekonominya. Kemampuan untuk menciptakan atau memanfaatkan peluang pun menjadi relatif terbatas.

Upaya untuk memberikan akses luas dan setara kepada semua lapisan masyarakat perlu diimbangi dengan penumbuhan aktivitas ekonomi riil yang sesuai dengan karakteristik lokal. Gagasan tentu bisa datang dari berbagai sumber. Namun posisi masyarakat pelaku harus menjadi sentral. Melalui proses partisipatif yang produktif, diharapkan aktivitas ekonomi produktif yang disepakati oleh para stakeholder dapat berkembang dan berlanjut (sustainable).

Dalam situasi dimana masyarakat memiliki kehendak kuat untuk menggali dan memanfaatkan berbagai potensi aktivitas ekonomi produktif namun merasa kesulitan mengeksplor apa dan bagaimana memulainya, maka pemerintah dan/atau stakeholder lain diharapkan dapat memprakarsainya dan/atau memfasilitasinya. Namun pengembangan ekonomi lokal yang diprakarsai oleh pemerintah (khususnya pemerintah daerah) perlu didiskusikan bersama dengan stakeholder lain. Ini penting terutama untuk memperoleh perspektif masyarakat itu sendiri sebagai pelaku tentang kesesuaian gagasannya dan komitmen dalam pelaksanaan. Intervensi spesifik yang selektif, misalnya percontohan atau demonstration project, bisa efektif dan berdampak positif bila dirancang dan diimplementasikan secara tepat sesuai dengan kondisi lokal.

Makalah ini membahas kegiatan memfasilitasi pengembangan aktivitas ekonomi produktif sebagai upaya mengatasi persoalan rendahnya pendapatan masyarakat pesisir. Pengenalan paket tekno-bisnis dilakukan sebagai entry point kegiatan.

MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DANPERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA

50

Page 3: A3 Memfasilitasi Pengembangan - Tatang AT & Betro

P2KT PUDPKMDB PKT

MEMFASILITASI PENGEMBANGAN AKTIVITAS EKONOMI PRODUKTIF MASYARAKAT PESISIR:STUDI KASUS KABUPATEN BEKASI

Betro Welfi dan Tatang A Taufik

Dalam kegiatan perluasan wawasan ini, partisipasi petani tambak (sebagai kelompok beneficiaries langsung kegiatan) pada awalnya masih sebatas partisipan pasif. Partisipasi ini kemudian ditingkatkan sejalan dengan proses aktivitas-aktivitas selanjutnya melalui pengembangan percontohan. Percontohan diharapkan berguna bukan saja menunjukkan contoh praktek yang baik (good practice) mengimplementasikan paket tekno-bisnis yang dikenalkan, tetapi juga bagian dari proses peningkatan kapasitas masyarakat (capacity building) dan rekayasa sosial (social engineering) secara gradual.

Studi kasus dilakukan di 2 (dua) kecamatan, yaitu Tarumajaya dan Muaragembong, Kabupaten Bekasi. Budidaya rumput laut dijadikan sebagai alternatif solusi pengembangan aktivitas ekonomi produktif masyarakat pesisir. Prakarsa ini muncul setelah didahului kajian singkat dan melihat potensi bibit yang berkualitas baik, dan potensi lahan tambak yang cukup luas dan kurang/belum produktif, waktu dan tenaga petani tambak/nelayan yang relatif masih tersedia cukup, serta terutama respons minat yang baik dari masyarakat untuk berpartisipasi. Apabila kegiatan ekonomi ini dapat dikembangkan secara tepat, hal ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi pengembangan ekonomi setempat/lokal. Aktivitas tersebut dapat dilakukan oleh masyarakat petani tambak/nelayan tanpa harus mengganggu mata pencaharian yang sudah ada. Rumput laut dari jenis gracilaria dipilih antara lain karena mempunyai keistimewaan dapat dibudidayakan di tambak dan dapat dikombinasikan dengan pemeliharaan udang dan ikan bandeng.

2. GAMBARAN SINGKAT EKONOMI LOKAL: KECAMATAN TARUMAJAYA DAN MUARAGEMBONG KABUPATEN BEKASI

A. Gambaran Umum

Secara geografis, Kabupaten Bekasi berada pada posisi 106° 48' 78" - 107° 27' 29" Bujur Timur dan 6° 10’ - 6° 30’ Lintang Selatan. Batas-batas administrasi wilayah Kabupaten Bekasi adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Selatan : Kabupaten Bogor

Sebelah Barat : DKI Jakarta dan Kota Bekasi

Sebelah Timur : Kabupaten Karawang

51

Page 4: A3 Memfasilitasi Pengembangan - Tatang AT & Betro

PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL

Kondisi topografi Kabupaten Bekasi terbagi atas dua bagian, yaitu dataran rendah yang meliputi sebagian wilayah bagian Utara (Kecamatan Tarumajaya, Babelan dan Muaragembong) dan dataran bergelombang di wilayah bagian Selatan. Berdasarkan kemiringannya, wilayah Kabupaten Bekasi merupakan wilayah yang relatif landai, yaitu seluas 120.585 ha (94,66%) dengan kemiringan 0-3%. Sedangkan secara klimatologis, Kabupaten Bekasi termasuk ke dalam iklim tropis yang memiliki hari hujan rata-rata 100 hari per tahun, dengan curah hujan rata-rata pertahun 1.635 mm.

Pada tahun 2000, jumlah penduduk rata-rata per km2 adalah 1.290 jiwa. Kabupaten Bekasi terdiri atas 15 kecamatan dan 187 desa dengan kepadatan penduduk yang tidak merata. Wilayah yang paling padat adalah Kecamatan Tambun yaitu 4.195 jiwa per km2, sedangkan yang paling rendah kepadatannya adalah Kecamatan Muaragembong sebesar 217 jiwa per km2.

Ketenagakerjaan merupakan bagian dari sumber daya manusia yang memiliki peran penting dalam pelaksanaan pembangunan daerah, karena itu sektor ketenagakerjaan merupakan sektor yang penting dan membutuhkan perhatian dalam pengembangannya. Berdasarkan kualitasnya tenaga kerja dapat dibagi atas tenaga kerja terdidik, terlatih dan terampil, menurut kuantitasnya tenaga kerja dapat dilihat dari segi jumlah dan ketersediaan tenaga kerja. Data yang tersedia menunjukkan bahwa penduduk usia kerja yang berumur 10 tahun ke atas pada tahun 2000 berjumlah 1.245.882 orang (75,8% dari jumlah seluruh penduduk). Dari jumlah tersebut terbagi menjadi angkatan kerja 583.655 orang (46,85%) dan bukan angkatan kerja 662.227 orang (53,15%) (Tabel 1).

Tabel 1 Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan.

KEGIATAN PENDUDUK PERSENTASE (%)

1. Angkatan Kerja 583.655 46,85

a. Bekerja 524.869 42,13

b. Mencari Kerja 58.786 4,72

2. Bukan Angkatan Kerja 662.227 53,15

Jumlah Penduduk Usia Kerja 1.245.882 100,00

Sumber: Kabupaten Bekasi dalam Angka Tahun 2000.

Berdasarkan mata pencaharian, penduduk Kabupaten Bekasi sebagian besar bekerja di sektor perdagangan, hotel dan restoran (28,5%), jasa-jasa (20,2%), industri pengolahan (19,5%), dan pertanian (11,5%), sisanya bekerja di sektor lainnya.

MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DANPERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA

52

Page 5: A3 Memfasilitasi Pengembangan - Tatang AT & Betro

P2KT PUDPKMDB PKT

MEMFASILITASI PENGEMBANGAN AKTIVITAS EKONOMI PRODUKTIF MASYARAKAT PESISIR:STUDI KASUS KABUPATEN BEKASI

Betro Welfi dan Tatang A Taufik

B. Struktur Ekonomi

Berdasarkan kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten, industri pengolahan sangat dominan dalam perekonomian Kabupaten Bekasi (65,13% di tahun 2000). Sementara itu, sektor pertanian “hanya” menyumbang sekitar 3,75%. Perikanan sendiri berkontribusi sebesar 0,24% terhadap PDRB Kabupaten Bekasi.

Struktur ekonomi Kabupaten Bekasi didominasi oleh sektor industri dan sektor non pertanian lainnya. Semakin jelas bahwa sektor industri dan sektor non pertanian lainnya makin menggeser sektor pertanian. Walaupun begitu, sektor ini masih memegang peranan strategis karena tetap dapat menyediakan lapangan kerja yang cukup besar terutama untuk wilayah perdesaan.

Tabel 2 Distribusi Persentase PDRB Kabupaten BekasiTahun 1996-2000 (dalam persen) Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993.

LAPANGAN USAHA 1996 1997 1998 1999* 2000**

1. Pertanian 4,38 3,39 3,95 3,82 3,75

2. Pertambangan dan Penggalian

0,22 0,22 0,09 0,09 0,08

3. Industri Pengolahan 66,51 67,34 64,73 64,68 65,13

4. Listrik,Gas dan Air Minum 1,58 1,85 2,21 2,38 2,53

5. Bangunan/Konstruksi 3,27 3,15 2,65 2,52 2,44

6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran

14,88 14,63 16,92 17,15 16,76

7. Pengangkutan dan Komunikasi

2,08 2,02 2,40 2,38 2,46

8. Bank dan Lembaga Keuangan

3,51 3,96 2,63 2,58 2,54

9. Jasa-jasa 3,58 3,45 4,42 4,41 4,32

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

Sumber: Bekasi Dalam Angka Tahun 2000. *) Angka Perbaikan**) Angka Sementara

53

Page 6: A3 Memfasilitasi Pengembangan - Tatang AT & Betro

PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL

Dalam struktur perekonomian wilayah, ada 3 kecamatan yang berperan sangat dominan dalam perekonomian Kabupaten Bekasi (80,02%), yaitu Kecamatan Cibitung (38,35%), Lemah Abang (21,37%), dan Tambun (20,30%). Sementara itu, proporsi jumlah penduduk di ketiga kecamatan ini adalah sebesar 44% dari keseluruhan penduduk Kabupaten Bekasi pada tahun 2000. Ini mengindikasikan salah satu ketimpangan ekonomi yang terjadi. Beberapa studi yang dilakukan sebelumnya mengindikasikan beragam kesenjangan ekonomi di Kabupaten Bekasi (lihat misalnya Bapekab Bekasi, 1997a, dan 1997b).

Kecamatan Tarumajaya dan Muaragembong berturut-turut berperan sekitar 0,91% dan 0,84% dalam perekonomian Kabupaten Bekasi, dengan proporsi jumlah penduduk berturut-turut sebesar 3% dan 1%.

Sementara itu, PDRB per kapita di tiga kecamatan yang menjadi pusat kegiatan industri, yaitu Cibitung, Lemah Abang, dan Tambun, adalah yang tertinggi dan besarnya berturut-turut adalah Rp. 8,636 juta, Rp. 7,412 juta, dan Rp. 3,344 juta. Sedangkan PDRB per kapita di Kecamatan Tarumajaya dan Muaragembong berturut-turut adalah Rp. 0,859 juta dan Rp. 1,707 juta.

Tabel 3 Perekonomian Kecamatan Tarumajaya dan MuaragembongTahun 2000.

KECAMATANLUAS

WILAYAH(%)

JUMLAH PENDUDUK

(%)

KONTRIBUSI PDRB

(%)

PDRB PER KAPITA

(RP. 1000)

Tarumajaya 4 3 0,91 859

Muaragembong 9 1 0,84 1,707

Sumber: Bekasi Dalam Angka Tahun 2000.

Dengan karakteristik fisik dan kondisi geografis serta perkembangan sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan, maka Kabupaten Bekasi dapat dibagi menjadi tiga bagian wilayah yaitu wilayah Utara (Kecamatan Tarumajaya, Babelan dan Muaragembong) sangat potensial terutama bagi pengembangan pertanian lahan basah, industri dan sektor non pertanian; dan wilayah tengah untuk pemukiman; serta wilayah Selatan untuk pertanian lahan kering, tanaman tahunan dan kawasan lindung.

C. Pertumbuhan Ekonomi

Laju pertumbuhan ekonomi (PDRB) merupakan salah satu indikator perkembangan ekonomi suatu daerah, yang menunjukkan naik-turunnya output yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan ekonomi (secara agregat) daerah tersebut

MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DANPERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA

54

Page 7: A3 Memfasilitasi Pengembangan - Tatang AT & Betro

P2KT PUDPKMDB PKT

MEMFASILITASI PENGEMBANGAN AKTIVITAS EKONOMI PRODUKTIF MASYARAKAT PESISIR:STUDI KASUS KABUPATEN BEKASI

Betro Welfi dan Tatang A Taufik

(Tabel 4). Untuk Kabupaten Bekasi, tampak ada indikasi perubahan dari masa krisis yang berdampak pada penurunan perekonomian yang mulai bergerak positif terutama di tahun 2000.

Tabel 4 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bekasi Tahun 1995-1999 (dalam persen) Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993.

LAPANGAN USAHA 1996 1997 1998 1999* 2000**

1. Pertanian-1,45

-17,22

-8,44 -1,04 3,59

2. Pertambangan dan Penggalian

16,80 6,46-

66,78-2,42 -6,41

3. Industri Pengolahan11,94 8,27

-24,41

2,27 6,32

4. Listrik,Gas dan Air Minum 15,43 25,18 -6,06 10,55 12,14

5. Bangunan/Konstruksi15,11 3,07

-33,91

-2,64 2,24

6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran

14,55 5,15 -9,03 3,70 3,18

7. Pengangkutan dan Komunikasi

25,08 3,95 -6,54 1,24 9,07

8. Bank dan Lembaga Keuangan

20,64 20,63-

47,700,13 4,01

9. Jasa-jasa 4,28 2,29 0,84 2,23 3,33

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

12,05 6,93-

21,362,34 5,58

Sumber: Bekasi Dalam Angka Tahun 2000. *) Angka Perbaikan**) Angka Sementara

3. INISIATIF PENUMBUHAN AKTIVITAS PRODUKTIF

A. Metodologi

55

Page 8: A3 Memfasilitasi Pengembangan - Tatang AT & Betro

PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL

Dalam perancangan program pembangunan, berkembang pendekatan yang memiliki kecenderungan untuk meletakkan masyarakat sebagai pelaku kunci dan karenanya harus terlibat melalui proses partisipatif sejak dini. Salah satu di antara pendekatan yang diyakini dapat membantu proses pembuatan kebijakan dan dalam dekade terakhir makin luas digunakan adalah PRA (Participatory Rural Appraisal).1

PRA pada dasarnya merupakan sehimpunan pendekatan, metode dan perilaku yang memungkinkan masyarakat mengungkapkan dan menganalisis kenyataan hidup dan kondisi mereka, untuk merencanakan tindakan apa yang perlu diambil dan untuk memantau serta mengevaluasi hasilnya (lihat Chambers dan Blackburn, 1996). Landasan metodologis PRA berpusat pada “penyusunan suatu dialog terstruktur dengan beragam metode untuk berbagi pengetahuan dan analisis untuk mengembangkan tindakan-tindakan praktis yang penting.”

Meyer-Stamer (lihat misalnya 2002, 2001b) mengembangkan konsep dan mengimplementasikan PACA (Participatory Appraisal of Competitive Advantage) dalam beberapa project. Ia juga mengembangkan RALIS (Rapid Appraisal of Local Innovation Systems. Lihat Meyer-Stamer, 2001a). RALIS diterapkan dalam Proyek PERISKOP.2

Dalam prakarsa ini, pendekatan tersebut tidak diadopsi sepenuhnya, melainkan beberapa hal yang dinilai urgen saja untuk dimulai diperkenalkan. Salah satu pertimbangannya adalah kemendesakan pelaksanaan aktivitas dan ekspektasi masyarakat di lokasi studi yang ingin melihat “contoh keberhasilan.” Walaupun begitu, beberapa elemen kunci dari pendekatan partisipatif tersebut menjadi pertimbangan penting dalam perencanaan kegiatan/aktivitas. Beberapa elemen penting tersebut terutama adalah:

peningkatan wawasan, dalam bentuk introduksi paket tekno-bisnis yang dapat dijadikan alternatif aktivitas ekonomi produktif petani tambak (khususnya yang berpendapatan rendah dan/atau memiliki tambak yang tidak/kurang produktif);

proses partisipasi, dalam bentuk keterlibatan sejumlah kecil petani tambak, pelaku bisnis pemasok dan pembeli, dan pemerintah setempat; dan

proses pembelajaran (learning process) secara bertahap yang merupakan elemen dalam menyusun kegiatan awal percontohan sebagai entry point. Percontohan dikembangkan sebagai model teaching techno-business activity. Jadi ini merupakan demonstration project untuk proses pembelajaran dengan 3 (tiga) elemen yang dinilai penting, yaitu:

1 PRA sebenarnya merupakan pengembangan dari RRA (Rapid Rural Appraisal). Lihat http://www.ids.ac.uk/ sebagai salah satu sumber rujukan on-line.

2 Kantor Riset dan Teknologi, dilaksanakan oleh Fraunhofer dan didanai oleh Kementerian Pendidikan dan Riset Jerman.

MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DANPERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA

56

Page 9: A3 Memfasilitasi Pengembangan - Tatang AT & Betro

P2KT PUDPKMDB PKT

MEMFASILITASI PENGEMBANGAN AKTIVITAS EKONOMI PRODUKTIF MASYARAKAT PESISIR:STUDI KASUS KABUPATEN BEKASI

Betro Welfi dan Tatang A Taufik

- Memberikan contoh praktek tekno-bisnis yang baik (good techno-business practice);

- Learning by doing bagi para petani dengan melakukannya sendiri sebagai kegiatan usaha sendiri; dan

- Sebagai proses rekayasa sosial (social engineering).

Konteks rekayasa sosial (social engineering) diharapkan dapat dilakukan dengan elemen:

pemberdayaan, terutama dengan membuka wawasan kepada petani tambak sebagai “kelompok beneficiaries langsung” tentang alternatif aktivitas ekonomi produktif yang menguntungkan dan dapat dilaksanakan dalam jangkauan kemampuan mereka (enabling);

perbaikan bertahap yang menerus (continuous improvement) berdasarkan proses pengalaman yang dengan cara (a) memberikan kesempatan kepada partisipan untuk langsung melakukan learning by doing, dan (b) memberikan pendampingan;

menstimulasi berkembangnya kemampuan mengorganisasi diri di antara petani yang terlibat, terutama kesepakatan tentang gagasan pengembangan kelompok usaha;

memperbanyak contoh keberhasilan (success story) dan proses difusi tekno-bisnis dari kegiatan ekonomi produktif yang dikembangkan oleh anggota masyarakat sendiri. Pemerintah memposisikan diri sebagai fasilitator proses ini.

B. Pengembangan Percontohan (Demonstration Project)

Dalam rangka penumbuhan aktivitas produktif bagi masyarakat pesisir, khususnya yang bertempat tinggal di Kecamatan Tarumajaya dan Kecamatan Muaragembong, BPPT bekerjasama dengan Subdinas Perikanan Kabupaten Bekasi mengembangkan percontohan untuk budidaya rumput laut jenis gracilaria dengan mengambil lokasi di tambak milik Subdinas Perikanan Kabupaten Bekasi di Kecamatan Tarumajaya, dan di tambak milik salah seorang penduduk di Kampung Muara Pecah, Pantai Bahagia, Kecamatan Muaragembong.

Beberapa pertimbangan pemilihan budidaya rumput laut sebagai aktivitas ekonomi produktif masyarakat antara lain adalah:

1. Memberikan prospek keuntungan finansial yang cukup baik (estimasi perhitungan bisnis dapat dilihat di bagian lampiran);

57

Page 10: A3 Memfasilitasi Pengembangan - Tatang AT & Betro

PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL

2. Secara umum budidaya rumput laut juga mempunyai resiko bisnis yang rendah;

3. Tingkat turn over bisnis yang relatif cepat (setelah usia produktif, yaitu 2 bulan tanam, panen biasanya dapat dilakukan setiap 2 minggu sekali);

4. Teknologi budidaya rumput laut jenis yang dipilih dalam aktivitas percontohan ini relatif mudah untuk dapat dikuasai petani sekalipun mereka sama sekali belum pernah mengenalnya.

Pertimbangan pemilihan rumput laut jenis gracilaria, utamanya adalah:

1. Berbeda dengan jenis rumput laut lainnya, jenis gracilaria ini bisa dibudidayakan di tambak;

2. Rumput laut jenis ini yang memang dibutuhkan oleh perusahaan pengolahan yang menjadi mitra dalam kegiatan ini;

3. Ketersediaan bibit lokal yang relatif melimpah. Jenis rumput laut ini memang sudah ada tumbuh di sekitar lokasi, tetapi selama ini belum pernah dimanfaatkan sehingga tidak memiliki nilai ekonomi. Rumput laut inilah yang dijadikan bibit dan dibudidayakan dengan membelinya dari penduduk setempat yang tumbuh secara liar di tambak milik mereka.

Bibit rumput laut jenis gracilaria yang ada di tambak milik penduduk di Kecamatan Tarumajaya ini tidak hanya ditanam di percontohan tapi juga dicoba dikembangkan di laut dengan metode lepas dasar. Beberapa orang penduduk setempat yang tidak memiliki lahan tambak dan tertarik ditawari untuk berpartisipasi.

C. Learning by Doing

Dengan memperkenalkan budidaya rumput laut yang ditanam di lahan tambak ataupun di laut di Kecamatan Tarumajaya dan Kecamatan Muaragembong, diharapkan akan banyak petani nelayan yang tertarik sehingga bisa menjadi alternatif berusaha dalam mendapatkan tambahan penghasilan.

Melalui proses pembelajaran dengan pola learning by doing, diharapkan petani bisa belajar, mencontoh dan mempraktekkan bagaimana cara pengadaan dan penyaluran sarana produksi, teknik budidaya dan penyebaran bibit yang benar, pengolahan pasca panen, pemasaran hasil produksi, dan quality control atas produk yang dihasilkan.

Selain untuk mengoptimalkan pemanfaatan tambak yang sudah hampir pasti dapat memberikan tambahan pendapatan bagi petani nelayan, budidaya rumput laut juga dapat menciptakan suatu lapangan kerja baru, mengembangkan sumber daya

MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DANPERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA

58

Page 11: A3 Memfasilitasi Pengembangan - Tatang AT & Betro

P2KT PUDPKMDB PKT

MEMFASILITASI PENGEMBANGAN AKTIVITAS EKONOMI PRODUKTIF MASYARAKAT PESISIR:STUDI KASUS KABUPATEN BEKASI

Betro Welfi dan Tatang A Taufik

manusia, mendorong berputarnya roda perekonomian khususnya bagi masyarakat pesisir, sekaligus sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas petani nelayan.

D. Model Bisnis

Seperti halnya usaha pertanian lainnya, maka usaha budidaya rumput laut juga memerlukan manajemen terpadu. Semua elemen-elemen yang terlibat dan terkait diupayakan dijaga agar tidak merasa ada yang dirugikan. Demikian halnya kontinyuitas berproduksi dan berusaha. Untuk itu, perlu dibuat suatu model atau konsep bisnis yang saling menguntungkan. Dalam kaitan ini, aspek kelembagaan menjadi sangat penting.

Produksi rumput laut petani merupakan bahan baku bagi industri pengolahan dan ekspor. Karenanya industri pengolahan dan ekspor akan sangat tergantung kepada kualitas rumput laut yang dihasilkan petani. Sehubungan dengan itu perlu dikembangkan suatu model kerjasama bisnis agar pengembangan sistem agribisnis rumput laut ini, mulai dari pengadaan sarana produksi sampai kepada pemasarannya, tidak terganggu dan dapat berjalan lancar.

Gambar 1. Skematik Percontohan

59

Page 12: A3 Memfasilitasi Pengembangan - Tatang AT & Betro

PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL

4. TEMUAN AWAL

A. Hasil Percontohan di Tambak

Di Bulan September 2001 di desa Segara Jaya, Kecamatan Tarumajaya telah dikembangkan percontohan penerapan teknologi budidaya rumput laut jenis gracilaria sp dengan ikan bandeng sistem polikultur di tambak. Sedangkan untuk Kecamatan Muaragembong percontohan penerapan teknologi budidaya rumput laut jenis gracilaria sp ini dilakukan di tambak milik salah seorang penduduk di Desa Muara Pecah, Pantai Bahagia, di Bulan Oktober 2001.

Di Kecamatan Tarumajaya, di percontohan seluas 1 ha yang terdiri dari 3 petak tambak milik subdinas perikanan telah ditebarkan bibit rumput laut sebanyak 2 ton dari jenis gracilaria sp. Bibit itu sendiri berasal dari tambak petani setempat yang awalnya tumbuh secara liar dan berkembang menjadi banyak (tapi tidak pernah dijual karena memang tidak ada yang membeli). Bersamaan dengan penanaman rumput laut di tambak tersebut juga ditanam ikan bandeng dengan ukuran 3 – 5 cm.

Percontohan yang sama juga dibuat di Kampung Muara Pecah Desa Pantai Bahagia Kecamatan Muaragembong, yang ditanami rumput laut dari jenis gracilaria yang berasal dari Desa Segara Jaya, Kecamatan Tarumajaya. Luas tambak 2 ha milik salah seorang penduduk setempat ditanami rumput laut sebanyak 2 ton dan ikan bandeng, dengan sistem polikultur.

Dari pengamatan di lokasi kegiatan, perkembangan rumput laut yang ditanam di percontohan, baik yang di Kecamatan Tarumajaya maupun di Kecamatan Muaragembong ternyata cukup baik, dengan rata-rata pertumbuhan 4 - 6%. Begitu juga dengan perkembangan ikan bandeng. Kualitas hasil budidaya rumput laut yang diperoleh pun sejauh ini sangat baik, karena termasuk grade A.

Dampak percontohan rumput laut di Kecamatan Tarumajaya dan Kecamatan Muaragembong seajuh ini cukup baik. Mulai banyak petani yang bertanya dan menunjukkan minatnya untuk berpartisipasi dalam usaha budidaya rumput laut ini. Bahkan beberapa di antaranya sudah mulai mencoba melakukan sendiri budidaya rumput laut di tambak miliknya masing-masing. Bagi petani yang tidak memiliki lahan tambak, diarahkan untuk menanam rumput laut jenis gracilaria sp ini di laut, dengan bibit diberikan secara cuma-cuma dengan metode tanam yang diajarkan

B. Bantuan Bibit

MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DANPERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA

60

Page 13: A3 Memfasilitasi Pengembangan - Tatang AT & Betro

P2KT PUDPKMDB PKT

MEMFASILITASI PENGEMBANGAN AKTIVITAS EKONOMI PRODUKTIF MASYARAKAT PESISIR:STUDI KASUS KABUPATEN BEKASI

Betro Welfi dan Tatang A Taufik

Untuk merangsang minat petani melakukan budidaya rumput laut jenis gracilaria sp, BPPT bekerjasama dengan mitra usaha akan membantu petani dengan memberikan bibit awal, dengan perjanjian setelah panen si petani tersebut harus mengembalikan bibit tadi sebesar 1,5 kali bibit awal yang diterima. Bibit yang diterima dari petani tersebut akan diberikan lagi ke petani lain. Dengan cara demikian diharapkan petani juga punya rasa tanggung jawab dalam melakukan budidaya dan pengelolaan bisnis serta secara tidak langsung ikut merasa memiliki upaya pengembangan budidaya rumput laut di wilayahnya.

C. Kelembagaan dan Pola Kemitraan

Sejalan dengan pengembangan budidaya rumput laut dan antisipasi ke depan, maka aspek kelembagaan dan kemitraan menjadi hal yang sangat penting dalam menjaga jalur distribusi, sebagai mata rantai industri agribisnis rumput laut. Keterkaitan antara stakeholder kunci ini sangat diperlukan dan perlu ditata sedemikian rupa agar sistem distribusi dari mulai bahan baku sampai ke konsumen akhir dapat selalu terjaga. Kesepakatan perlu dicapai oleh stakeholder kunci dalam semangat saling menguntungkan. Dalam hal tertentu, kesepakatan formal nampaknya diperlukan untuk menjaga terpeliharanya kesepakatan dan rasa saling percaya yang mulai tumbuh.

Beberapa anggota stakeholder kunci dalam hal ini adalah petani atau kelompok tani, koperasi, pelaku usaha/mitra usaha, perusahaan pengolahan, pemerintah daerah, lembaga litbang pemerintah/perguruan tinggi, dan lembaga keuangan.

Dari aspek sosial dan ekonomi pengembangan budidaya rumput laut ini cukup baik, karena kalau saja dari tambak yang ada di Kabupaten Bekasi dapat ditanami dengan rumput laut, hal ini berpotensi untuk menyerap cukup banyak tenaga kerja dan akan memberikan tambahan penghasilan yang cukup signifikan bagi pertumbuhan ekonomi wilayah pesisir Kabupaten Bekasi.

5. PENUTUP

Usaha budidaya rumput laut jenis gracilaria sp sudah mulai diperkenalkan kepada masyarakat pesisir pantai Kabupaten Bekasi, khususnya di Kecamatan Tarumajaya dan Kecamatan Muaragembong, melalui pengembangan percontohan. Beberapa anggota masyarakat dan kalangan swasta pun sudah ada yang menyatakan minatnya untuk terjun dalam usaha budidaya rumput laut ini.

Karena itu perlu dikembangkan suatu bentuk model bisnis yang dapat memberikan keuntungan kepada semua pihak, baik petani, pelaku usaha dan industri pengolahan, dan menjaga sistem keseluruhan mulai dari pengadaan bibit,

61

Page 14: A3 Memfasilitasi Pengembangan - Tatang AT & Betro

PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL

pengendalian mutu sampai kepada penanganan pasca panen, agar kontinyuitas usaha rumput laut ini dapat terjamin.

Peluang pasar rumput laut guna memenuhi kebutuhan industri seperti industri makanan, minuman, kosmetika, farmasi, pet food, tekstil, bahan baku cat dan industri lainnya masih sangat besar. Sementara ini untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri saja, Indonesia terpaksa masih harus mengimpor dari negara lain, karena belum dapat dipenuhi oleh produksi lokal.

Di Kecamatan Tarumajaya ternyata sudah ada potensi rumput laut yang tumbuh secara liar di laut ataupun di beberapa tambak penduduk. Tapi sayangnya rumput laut yang cukup banyak itu tidak termanfaatkan secara baik sehingga tidak memiliki nilai ekonomis sama sekali karena tidak bisa dijual.

Budidaya rumput laut bisa dijadikan sebagai alternatif solusi untuk menstimulasi aktivitas produktif masyarakat pesisir, tanpa harus mengganggu aktivitas yang sudah ada. Ini terutama karena rumput laut dari jenis gracilaria punya keistimewaan dapat dibudidayakan di tambak dan dapat dikombinasikan dengan pemeliharaan udang dan ikan bandeng. Potensi lahan tambak yang mencapai hampir 9.000 hektar di Kabupaten Bekasi sangat potensial untuk pengembangan rumput laut.

Peluang usaha yang cukup baik ini tentunya harus dimanfaatkan dengan tepat. Karena itu untuk menjaga kesinambungan usaha atas asas saling menguntungkan, perlu adanya penataan dan kebijakan yang mengatur tentang tata ruang dan pemanfaatan wilayah pesisir pantai. Pemerintah Kabupaten Bekasi perlu terus mendorong masyarakat dan mendukung program budidaya rumput laut dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan pengembangan ekonomi masyarakat pesisir pantai Kabupaten Bekasi, serta menciptakan iklim berusaha yang kondusif.

Anggapan bahwa rumput laut asal Bekasi adalah milik asli Bekasi sehingga tidak boleh dibawa keluar Bekasi untuk dibudidayakan di luar Kabupaten Bekasi adalah suatu hal yang keliru. Ego kedaerahan yang sebenarnya kontra produktif semacam ini perlu dibuang jauh-jauh. Rumput laut Bekasi justru bisa dijadikan komoditas unggulan daerah. Pengembangan di luar Bekasi selain berguna dalam menjaga kepunahan jenis tersebut, juga menjadi cara efektif promosi di luar daerah. Perlindungan atas keragaman daerah sebaiknya dilakukan dalam kerangka aturan hukum yang berlaku, yaitu rejim Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

Dengan semakin meningkatnya kebutuhan bahan baku rumput laut, baik untuk memenuhi pasar dalam negeri maupun kebutuhan pasar internasional, dan sejalan dengan pertumbuhan penduduk dunia yang meningkat pula, maka usaha budidaya rumput laut untuk menstimulasi aktivitas produktif masyarakat pesisir kiranya bisa dijadikan pilihan untuk menggerakkan perekonomian daerah. Hal ini sekaligus merupakan salah satu upaya dalam mengatasi persoalan kemiskinan yang belakangan ini cenderung meningkat dan menyediakan lapangan kerja baru bagi

MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DANPERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA

62

Page 15: A3 Memfasilitasi Pengembangan - Tatang AT & Betro

P2KT PUDPKMDB PKT

MEMFASILITASI PENGEMBANGAN AKTIVITAS EKONOMI PRODUKTIF MASYARAKAT PESISIR:STUDI KASUS KABUPATEN BEKASI

Betro Welfi dan Tatang A Taufik

mereka yang terpaksa kehilangan pekerjaannya akibat badai krisis yang melanda Indonesia.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Anggadiredja, Jana T. 1996. Panduan Teknik Budidaya Gracilaria sp di Dalam Tambak, BPPT.

2. Bapekab Bekasi. 2001. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bekasi Per Kecamatan Tahun 1996 – 2000. Bapekab Bekasi dan BPS Kabupaten Bekasi.

3. Bapekab Bekasi. 1997a. Lanjutan Penyusunan Pengkajian Pelaksanaan Repelita VI Kabupaten Bekasi. Bapekab Bekasi.

4. Bapekab Bekasi. 1997b. Profil Pembangunan Bidang Sosial Budaya di Kabupaten Bekasi. Bapekab Bekasi.

5. Chambers, Robert dan James Blackburn. 1996. The Power of Participation: PRA and Policy. IDS Policy Briefing. Issue Number 6. Institute of Development Studies (IDS). August 1996. Dari htpp://www.ids.ac.uk/ids/particip/.

6. Holmes, Tim. 2001. A Participatory Approach in Practice: Understanding Filedworkers’ Use of Participatory Rural Appraisal in Actionaid the Gambia. IDS Working Paper 123. Institute of Development Studies (IDS).

7. Meyer-Stamer, Jörg. 2001a. RALIS: Rapid Appraisal of Local Innovation Systems. Version 0.3. 31 March 2001. Dari http://www.meyer-stamer.de.

8. Meyer-Stamer, Jörg. 2001b. PACA: Participatory Appraisal of Competitive Advantage. Methodology to Support Local Economic Development Initiatives. Dari http://www.meyer-stamer.de.

9. Meyer-Stamer, Jörg. 2002. PACA: Participatory Appraisal of Competitive Advantage. Version 3.1. January 2002. Dari http://www.meyer-stamer.de

10. Tim LPM-IPB. 2001. Laporan Pendahuluan Proyek Perencanaan Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri. Bogor. Juni 2001.

11. Tim Rumput Laut, BPPT. 2001. Laporan Akhir Diversifikasi pemanfaatan tambak “Penerapan Teknologi Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir Pantai di Kabupaten Bekasi” kerjasama antara Subdinas Perikanan-Dinas Pertanian kabupaten Bekasi dengan BPPT. Jakarta. Oktober 2001.

12. Wardana Ismail dan Hasan Mubarak. 1985. Budidaya dan Produksi Rumput Laut, Permasalahan dan Prospeknya, makalah yang disampaikan pada diskusi panel, Pengembangan Industri Pengolahan Rumput Laut di Indonesia. Jakarta. 1985.

63

Page 16: A3 Memfasilitasi Pengembangan - Tatang AT & Betro

PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL

13. Wisman Indra A. 2000. Teknologi Budidaya dan Pasca Panen Rumput Laut. Makalah disampaikan pada Fasilitasi Teknologi untuk Pengembangan Potensi dan Daya Saing Daerah tanggal 21-21 Oktober 2000 di Jakarta.

14. Wisman Indra A. dan Jana Anggadiredja. Teknologi Budidaya Rumput Laut Penghasil Agar, Teknologi Untuk Negeri I, BPPT, Jakarta, 1998.

LAMPIRAN

ESTIMASI BIAYA INVESTASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT GRACILARIA(per Ha tambak)

No Uraian UkuranBiaya(Rp)

I Tambak 1 Ha

Biaya sewa lahan tambak per tahun 1.000.000

II Biaya bahan penunjang dan biaya pembuatan para bambu sekeliling tambak atau sistem waring untuk penjemuran rumput laut:

1 Ha 1.000.000

Bambu panjang 8 m

Terpal

Plastik

Tali plastik 50 m

Kantung plastik 50 kg

Keranjang

Timbangan 1 buah

Rakit bambu 1 buah

Jaring waring ukuran panjang 50 meter 2 roll

III Pembuatan gudang penyimpanan dan peralatan panen dan pasca panen

4 x 2 meter

500.000

Total Biaya Investasi 2.500.000

ESTIMASI BIAYA OPERASIONAL

MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DANPERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA

64

Page 17: A3 Memfasilitasi Pengembangan - Tatang AT & Betro

P2KT PUDPKMDB PKT

MEMFASILITASI PENGEMBANGAN AKTIVITAS EKONOMI PRODUKTIF MASYARAKAT PESISIR:STUDI KASUS KABUPATEN BEKASI

Betro Welfi dan Tatang A Taufik

BUDIDAYA RUMPUT LAUT GRACILARIA SP(tiap panen per Ha tambak)

No

Uraian SatuanNilai

Satuan(Rp)

Jumlah Satuan

Jumlah Nilai(Rp)

1. Biaya Variabel

a. Transportasi kali 25.000 2 50.000

b. Konsumsi hari 50.000 2 100.000

c. Miscellaneous paket 50.000 1 50.000

d. Tenaga lepas harian orang 25.000 4 100.000

e. Logistik (gula,kopi,teh) kilo 10.000 3 30.000

Subtotal biaya variabel 330.000

2. Biaya Tetap

a. Biaya umum & administrasi 50.000 50.000

b. Penyusutan 350.000 350.000

Subtotal biaya tetap 400.000

Total Biaya Operasional 730.000

Catatan:

Bibit sebanyak 2 ton diterima dari mitra usaha dengan catatan agar dikembalikan lagi sebanyak 1,5 kalinya saat panen perdana.

Modal Kerja = Total Biaya Operasional - Penyusutan

ESTIMASI PENDAPATAN OPERASIONAL

65

Page 18: A3 Memfasilitasi Pengembangan - Tatang AT & Betro

PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL

BUDIDAYA RUMPUT LAUT GRACILARIA(per Ha tambak)

1 panen = 2 bulan. 1 tahun = 5 panen

Uraian SatuanNilai Satuan

(Rp)Jumlah Satuan

Jumlah Nilai(Rp)

Tahun 1Produksi panen perdana Kg 1.500 900 1.350.000Produksi panen 2 Kg 1.500 1.200 1.800.000Produksi panen 3 Kg 1.500 1.200 1.800.000Produksi panen 4 Kg 1.500 1.200 1.800.000Produksi panen 5 Kg 1.500 1.200 1.800.000Tahun 2

Jumlah 5.700 8.550.000

Catatan:

Harga Rp. 1.500,-/kg adalah harga rata-rata untuk rumput laut kering.

Perbandingan rumput laut basah dan kering adalah 1 : 10.

Panen ke 1 s/d 5 diasumsikan tetap yaitu 7 kali bibit awal (2 ton), kemudian sebanyak 2 ton ditebar kembali sebagai bibit untuk panen berikutnya.

Pengembalian bibit panen perdana sebanyak 3.000 kg kepada mitra usaha.

PERHITUNGAN BIAYA BUDIDAYA RUMPUT LAUTDAN RENCANA PEMBIAYAANNYA

(per Ha tambak)

UraianJumlah

(Rp)

Biaya investasi 2.500.000Biaya modal kerja 380.000Jumlah biaya budidaya 2.880.000

Pinjaman kredit investasi 1.500.000Pinjaman modal kerja 0Modal sendiri 1.380.000Jumlah dana 2.880.000

PROYEKSI LABA RUGI BUDIDAYA RUMPUT LAUT GRACILARIA

MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DANPERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA

66

Page 19: A3 Memfasilitasi Pengembangan - Tatang AT & Betro

P2KT PUDPKMDB PKT

MEMFASILITASI PENGEMBANGAN AKTIVITAS EKONOMI PRODUKTIF MASYARAKAT PESISIR:STUDI KASUS KABUPATEN BEKASI

Betro Welfi dan Tatang A Taufik

(per Ha tambak)

UraianTahun 1

(Rp)Tahun 2

(Rp)Tahun 3

(Rp)Tahun 4

(Rp)

Jumlah panen dalam Kg kering

5.700 6.000 6.000 6.000

Pendapatan penjualan rumput laut kering

8.550.000 9.000.000 9.000.000 9.000.000

Pengeluaran:Biaya Variabela. Transport 250.000 250.000 250.000 250.000b. Konsumsi 500.000 500.000 500.000 500.000c. Entertainment 250.000 250.000 250.000 250.000d. Tenaga lepas harian 500.000 500.000 500.000 500.000e. Logistik (gula, kopi,

teh)150.000 150.000 150.000 150.000

Jumlah Biaya Variabel 1.650.000 1.650.000 1.650.000 1.650.000Laba bagi hasil dengan petani (kalau ada)

0 0 0 0

Laba Kotor 6.900.000 7.350.000 7.350.000 7.350.000

Biaya Tetapa. Biaya umum dan

administrasi250.000 250.000 250.000 250.000

b. Penyusutan 1.750.000 1.750.000 1.750.000 1.750.000c. Bunga pinjaman Kredit

Investasi225.000 225.000 225.000 225.000

d. Bunga pinjaman KMK 0 0 0 0

Jumlah Biaya Tetap 2.225.000 2.225.000 2.225.000 2.225.000

Laba sebelum Pajak (EBIT)

4.675.000 5.125.000 5.125.000 5.125.000

Pajak 0 0 0 0

Laba setelah Pajak (EAT) 4.675.000 5.125.000 5.125.000 5.125.000

Catatan:

Asumsi harga rumput laut kering di tingkat petani Rp. 1.500,-/kg.

Pinjaman Kredit Investasi Rp. 1.500.000,- dari Bank/Lembaga Keuangan lain dengan tingkat bunga 15% per tahun.

67

Page 20: A3 Memfasilitasi Pengembangan - Tatang AT & Betro

PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL

PROYEKSI ALIRAN KAS BUDIDAYA RUMPUT LAUT GRACILARIA(per Ha tambak)

UraianTahun 1

(Rp)Tahun 2

(Rp)Tahun 3

(Rp)Tahun 4

(Rp)

Penerimaan Kas

Kas awal 1.380.000

Pinjaman Bank 1.500.000

Pendapatan operasional 8.550.000 9.000.000 9.000.000 9.000.000

Jumlah Kas Masuk 11.430.000 9.000.000 9.000.000 9.000.000

Pengeluaran Kas

Biaya Investasi 2.500.000

Biaya Variabel 1.650.000 1.650.000 1.650.000 1.650.000

Pengeluaran untuk petani 0 0 0 0

Biaya tetap:

a. Biaya umum & adm. 250.000 250.000 250.000 250.000

b. Pajak 0 0 0 0

Jumlah Pengeluaran 4.400.000 1.900.000 1.900.000 1.900.000

Sisa kas sebelum bunga dan angsuran pokok

7.030.000 7.100.000 7.100.000 7.100.000

Bunga pinjaman kredit investasi

225.000 225.000 0 0

Bunga pinjaman kredit Modal Kerja

0 0 0 0

Angsuran pokok KI 750.000 750.000 0 0

Sisa Kas Akhir Tahun 6.055.000 6.125.000 7.100.000 7.100.000

MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DANPERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA

68