a b s t r a kpadk.kemkes.go.id/uploads/download/pb_rpjmn__20jan.pdf · pelaksanaan rpjp nasional...
TRANSCRIPT
A B S T R A K
Pembangunan nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh segenap komponen bangsa guna
mencapai tujuan bernegara. Dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional tersebut, diperlukan
adanya perencanaan pembangunan nasional yang ditujukan agar kegiatan pembangunan berjalan
efektif, efisien, dan tepat sasaran. Selanjutnya, agar dapat disusun perencanaan pembangunan
nasional yang dapat menjamin tercapainya tujuan Negara maka diperlukan adanya sistem
perencanaan pembangunan nasional, sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2004. Undang-undang tersebut mendefinisikan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
sebagai satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana
pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur
penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah.
Perencanaan pembangunan jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan sebagaimana yang
diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tersebut, masing-masing kemudian
dituangkan dalam dokumen RPJPN, RPJMN, dan RKP. Dokumen RPJPN ditetapkan dengan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2007. Sementara itu, dokumen RPJMN dan RKP masing-masing akan
ditetapkan dengan Peraturan Presiden sesuai dengan periode pemerintahan yang sedang berjalan.
RPJMN Tahap I (2004-2009), Tahap II (2010-2014), dan Tahap III (2015-2019) telah ditetapkan dan
dilaksanakan, selanjutnya RPJMN Tahap IV (2020-2024) akan disusun sesuai dengan visi-misi program
prioritas Presiden terpilih untuk periode pemerintahan 2020-2024.
Mengingat penting dan strategisnya Renstra yang mengacu pada RPJMN, maka telah dilakukan serial
pembahasan untuk menyusun dokumen Renstra. Melibatkan akademisi, peneliti serta unit-unit utama
dalam Kementerian Kesehatan yang selama ini menangani program-program kesehatan. Dalam
pembahasan dicapai beberapa kesepakatan antara lain, analisis situasi kesehatan yang menjadi
pijakan dalam penyusunan strategi pembanguna kesehatan untuk tahuin 2020-2024.
Latar Belakang
RPJP Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang
tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu
untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
Kertas Kebijakan
DUKUNGAN PENYUSUNAN
DOKUMEN RENSTRA KEMENTERIAN KESEHATAN
2020-2024
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial dalam bentuk rumusan visi, misi dan arah
Pembangunan Nasional. Dengan demikian, dokumen ini lebih bersifat visioner dan hanya memuat hal-
hal yang mendasar, sehingga memberi keleluasaan yang cukup bagi penyusunan rencana jangka
menengah dan tahunannya.
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–2025 merupakan kelanjutan dari pembangunan
sebelumnya untuk mencapai tujuan pembangunan sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk itu, dalam 20 tahun, sangat
penting dan mendesak bagi bangsa Indonesia untuk melakukan penataan kembali berbagai langkah-
langkah, antara lain di bidang pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, lingkungan hidup
dan kelembagaannya sehingga bangsa Indonesia dapat mengejar ketertinggalan dan mempunyai
posisi yang sejajar serta daya saing yang kuat di dalam pergaulan masyarakat Internasional.
Dengan ditiadakannya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman penyusunan
rencana pembangunan nasional dan diperkuatnya otonomi daerah dan desentralisasi pemerintahan
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka untuk menjaga pembangunan yang berkelanjutan,
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional sangat diperlukan. Sejalan dengan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang
memerintahkan penyusunan RPJP Nasional yang menganut paradigma perencanaan yang visioner,
maka RPJP Nasional hanya memuat arahan secara garis besar.
Kurun waktu RPJP Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun. Pelaksanaan RPJP Nasional 2005-2025
terbagi dalam tahap-tahap perencanaan pembangunan dalam periodisasi perencanaan pembangunan
jangka menengah nasional 5 (lima) tahunan, yang dituangkan dalam RPJM Nasional I Tahun 2005–
2009, RPJM Nasional II Tahun 2010–2014, RPJM Nasional III Tahun 2015–2019, dan RPJM Nasional IV
Tahun 2020–2024.
RPJP Nasional digunakan sebagai pedoman dalam menyusun RPJM Nasional. Pentahapan rencana
pembangunan nasional disusun dalam masing-masing periode RPJM Nasional sesuai dengan visi, misi,
dan program Presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat. RPJM Nasional memuat strategi
pembangunan nasional, kebijakan umum, program program kementerian/lembaga dan lintas
kementerian/lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang
mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana
kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
Penyusunan RPJM Nasional dilakukan melalui urutan kegiatan penyiapan rancangan awal rencana
pembangunan, penyiapan rancangan rencana kerja, musyawarah perencanaan pembangunan,
penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.
RPJPN selanjutnya dituangkan ke dalam 4 (empat) tahapan RPJMN dengan periode perencanaan pada
setiap tahapannya adalah selama 5 (lima) tahun. Dalam pentahapan RPJPN tersebut, RPJMN Tahun
2020-2024 merupakan tahap IV pencapaian Visi dan Misi pembangunan nasional. Tahap IV RPJMN ini
bertujuan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan
pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis pada sumberdaya alam yang
tersedia, sumberdaya manusia yang berkualitas serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selain pada tingkat Nasional, perencanaan jangka menengah juga dilaksanakan pada tingkat
Kementerian/Lembaga, yang dituangkan dalam dokumen RPJM Kementerian/Lembaga atau disebut
juga sebagai Renstra K/L. Renstra K/L memuat Visi, Misi, Tujuan, Strategi, Kebijakan, serta Program
dan Kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
Menurut amanah Undang-Undang No 25 tahun 2004, menteri menyiapkan rancangan awal RPJM
Nasional sebagai penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden ke dalam strategi pembangunan
nasional, kebijakan umum, program prioritas Presiden, serta kerangka ekonomi makro yang
mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal. Kemudian
Pimpinan Kementerian/Lembaga menyiapkan rancangan Renstra-KL sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya dengan berpedoman kepada rancangan awal RPJM Nasional sebagaimana dimaksud
sebelumnya. Kemudian menteri menyusun rancangan RPJM Nasional dengan menggunakan
rancangan Renstra-KL sebagaimana dimaksud dan berpedoman pada RPJP Nasional.
Selanjutnya, Peraturan Menteri PPN nomor 5 tahun 2019 menjadi acuan bagi seluruh kelompok
Kementerian/Lembaga di Indonesia antara lain Kelompok Lembaga Tinggi, Kelompok Kementerian,
Kelompok Kementerian Koordinator, dan Kelompok Lembaga Pemerintah Non Kementerian dan
Lembaga Non Struktural dalam penyusunan dokumen Renstra K/L. Hal ini dimaksudkan agar Renstra
K/L yang disusun oleh setiap pimpinan Kementerian/Lembaga sesuai dengan kedudukan serta tugas
dan kewenangan dari Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
Dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dokumen Renstra K/L memiliki posisi yang sangat
strategis. Renstra K/L berkedudukan sebagai penjabaran dari RPJMN, di mana dalam penyusunan
Renstra K/L harus berpedoman pada RPJMN. Selain itu, Renstra K/L juga digunakan sebagai pedoman
dalam penyusunan rancangan Renja K/L.
Keterkaitan antara Renstra K/L dengan Visi Misi Presiden yaitu bahwa dalam penyusunan Renstra K/L
harus memperhatikan kesesuaian dengan Visi dan Misi (platform) Presiden terpilih. Bagi
Kementerian/Lembaga yang memiliki kontrak kinerja dengan Presiden terkait pencapaian Visi dan
Misi Presiden maka kontrak kinerja tersebut harus pula tercermin dalam dokumen Renstra K/L.
Dalam penyusunan Renstra K/L, pimpinan Kementerian/ Lembaga harus berpedoman pada RPJMN
dan memperhatikan himpunan hasil evaluasi pelaksanaan pembangunan di sektor yang sesuai dengan
tugas dan kewenangan Kementerian/Lembaga yang bersangkutan, serta memperhatikan aspirasi
Masyarakat.
Dalam penyusunan Renstra K/L, mekanisme atau alur kegiatan yang dilalui yaitu meliputi 3 (tiga)
proses sebagai berikut:
1. Proses Teknokratik
Proses Teknokratik dalam penyusunan Renstra K/L merupakan proses perencanaan yang
dilakukan dengan menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah untuk menganalisis
kondisi obyektif dengan mempertimbangkan beberapa skenario pembangunan selama
periode rencana berikutnya. Proses teknokratik ini menghasilkan Rancangan Teknokratik
Renstra K/L.
Rancangan Teknokratik Renstra K/L dalam penyusunannya mengacu pada Rancangan
Teknokratik RPJMN, oleh karena itu penentuan Visi, Misi, Tujuan, Strategi, Kebijakan,
Program, dan Kegiatan Kementerian/Lembaga selama 5 (lima) tahun mendatang harus
berfokus pada pencapaian tujuan RPJMN. Selain itu, Rancangan Teknokratik Renstra K/L juga
harus memperhatikan hasil evaluasi pelaksanaan pembangunan di sektor yang sesuai dengan
tugas dan kewenangannya serta aspirasi Masyarakat.
2. Proses Politik
Proses politik dalam penyusunan Renstra K/L merupakan proses penyusunan Renstra K/L yang
diselaraskan dengan Visi, Misi, dan Program Prioritas (platform) Presiden. Proses politik ini
merupakan lanjutan dari proses teknokratik dan menghasilkan rancangan Renstra K/L.
Rancangan Renstra K/L dalam penyusunannya berpedoman pada rancangan awal RPJMN
yang telah memuat Visi, Misi, dan Program Prioritas (platform) Presiden terpilih. Selain itu,
rancangan Renstra K/L juga disusun berdasarkan Rancangan Teknokratik Renstra K/L dengan
mempertimbangkan koordinasi bersama Pemerintah Daerah untuk mengidentifikasikan
pembagian tugas dalam pencapaian sasaran nasional.
Rancangan Renstra K/L disesuaikan dengan rancangan awal RPJMN, hasil penelaahan
rancangan Renstra K/L, serta hasil Musrenbang Jangka Menengah Nasional. Berdasarkan
Peraturan Presiden tentang RPJMN yang telah ditetapkan, substansi rancangan Renstra K/L
kembali ditelaah dan disesuaikan dengan Peraturan Presiden dimaksud.
3. Penetapan Renstra K/L
Penetapan Renstra K/L dilakukan setelah rancangan Renstra K/L disesuaikan dengan
Peraturan Presiden tentang RPJMN. Setelah ditetapkan, dokumen Renstra K/L selanjutnya
disampaikan oleh setiap Kementerian/Lembaga yang bersangkutan kepada Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,
Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi.
Setelah RPJMN ditetapkan, dokumen RPJMN digunakan sebagai pedoman penyesuaian
rancangan Renstra K/L untuk kemudian ditetapkan menjadi Renstra K/L. Untuk memastikan
target capaian kinerja dalam RPJMN dijabarkan dalam Renstra K/L maka akan dilakukan forum
penyesuaian antara Kementerian/Lembaga, Kementerian Perencanaan, dan/atau pihak-pihak
terkait lainnya sebelum Renstra K/L ditetapkan. Penetapan Renstra K/L dilakukan melalui
Peraturan Pimpinan Kementerian/Lembaga. Renstra K/L yang sudah ditetapkan selanjutnya
disampaikan kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas,
Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi.
Penyusunan Renstra K/L dilakukan melalui beberapa tahapan, dimulai dengan tahap persiapan sampai
dengan penyusunan Kerangka Kelembagaan yang dibutuhkan. Tahapan penyusunan Renstra K/L
tersebut dirinci menjadi 8 (delapan) langkah,
Langkah I Persiapan Penyusunan Renstra K/L
Langkah II Identifikasi Kondisi Umum dan Melakukan Analisis Potensi dan Permasalahan
Kementerian/Lembaga
Langkah III Penyusunan Visi dan Misi Kementerian/Lembaga
Langkah IV Penyusunan Tujuan dan Sasaran Strategis Kementerian/Lembaga
Langkah V Penyusunan Arah Kebijakan, Strategi dan Kerangka Regulasi
Langkah VI Penyusunan Program, Kegiatan, Sasaran dan Indikator
Langkah VII Penyusunan Target dan Pendanaan
Langkah VIII Penyusunan Kerangka Kelembagaan
Analisis
Situasi kesehatan dalam hasil laporan hasil kajian dan analisis Beban Penyakit Nasional dan Sub
Nasional Indonesia Tahun 2017 yang dilakukan Badan Litbangkes menunjukkan analisis beban
penyakit tren umur harapan hidup (UHH) penduduk Indonesia telah mengalami peningkatan sejak
tahun 1990. Tren UHH menurut jenis kelamin, pada laki-laki di tahun 2017 adalah 69,22 dan
perempuan 73,87. Ini menunjukkan pada wanita ketahanan hidupnya lebih luar biasa karena ada
selisih 5 tahun antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan perbandingan antar propinsi umur
harapan hidup yang paling rendah adalah Provinsi Papua.
Telah terjadi juga pergeseran penyakit atau transisi epidemiologi dari tahun 1990, 2007, dan 2017.
Kenaikannya luar biasa pada penyakit tidak menular (PTM). Pada tahun 1990 mencakup sekitar 40
persen. Pada tahun 2017 naik menjadi sekitar 70 persen. Untuk itu upaya penanggulangan PTM harus
terstruktur, sistematis, dan harus dilakukan pengendalian faktor risiko dengan sangat kuat.
PTM meningkat signifikan dan menjadi faktor penyebab utama kematian di Indonesia. Dengan
struktur penduduk yang akan memasuki awal penuaan penduduk, risiko PTM masih besar. Ini
ditambah dengan pola hidup penduduk yang tidak sehat seperti diet yang tidak seimbang, kurangnya
aktifitas fisik serta merokok. Disisi lain, upaya signifikan masih diperlukan untuk mengatasi penyakit
menular seperti HIV/AIDS, tuberculosis, dan malaria. Dengan meningkatnya PTM dan belum
terselesaikannya penyakit menular menyebabkan Indonesia mengalami beban ganda penyakit.
Indonesia juga mengalami beban ganda gizi yaitu masih tingginya kekurangan gizi dan peningkatan
obesitas.
Analisis Beban Penyakit Tingkat Provinsi dilakukan oleh Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan
bekerjasama dengan Bappenas didukung Institute For Health Metrics and Evaluation (IHME). Analisis
beban penyakit tingkat provinsi menyediakan sumber data baru yang mampu merefleksikan kondisi
beban penyakit tingkat provinsi dan mengaitkannya dengan beban (ekonomi dan produktifitas) yang
hilang akibat kematian, premature, dan kecacatan. Analisis ini dapat digunakan sebagai dasar dalam
menentukan prioritas pembangunan kesehatan berbasis kewilayahan.
Sementara Presiden menyampaikan dalam pidato kenegaraannya, pembangunan kesehatan secara
umum, pemerataan akses pelayanan kesehatan, dan perlindungan finansial terus meningkat. Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) telah mencapai target tahun 2019 yang ditetapkan
pada RPJMN 2015-2019 yaitu AKI sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup (2015) dan AKB sebesar 24
per 1.000 kelahiran hidup (2017). Untuk menurunkan AKI dan AKB selama tahun 2018 telah dilakukan
berbagai upaya, antara lain : 1) meningkatkan kualitas pelayanan dan kegawatdaruratan maternal
neonatal serta mendorong persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes); 2) penyediaan
rumah tunggu kelahiran (mendekatkan ibu hamil ke fasyankes menjelang kelahirannya); 3)
meningkatkan pemberdayaan masyarakat melalui kelas ibu dan pemanfaatan buku kesehatan ibu dan
anak; 4) memberikan tablet tambah darah kepada ibu hamil dan remaja putri; 5) meningkatkan
kualitas pelayanan di fasyankes melalui akreditasi puskesmas dan rumah sakit; 6) perluasan dan
pemerataan cakupan imunisasi dasar lengkap; 7) peningkatan kapasitas petugas kesehatan di
berbagai tingkatan; 8) meningkatkan kerja sama lintas sektor; dan 9) meningkatkan dukungan Pemda
dalam pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM) bidang kesehatan.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar, perbaikan gizi telah menunjukkan hasil membaik yaitu
terjadi penurunan prevalensi stunting pada anak balita dari 37,21 persen pada 2013 menjadi 30,79
persen tahun 2018, demikian juga apabila dibandingkan dengan data prevalensi stunting pada balita
tahun 2016 (Sirkesnas), yaitu 33,60 persen. Selain itu perbaikan gizi juga tercermin dari penurunan
kekurangan gizi (underweight) pada anak balita dari 19,6 persen pada 2013 menjadi 17,68 persen
pada 2018, penurunan wasting atau anak balita kurus dari 12,12 persen pada 2013 menjadi 10,19
persen tahun 2018. Selain itu, terjadi juga penurunan kegemukan (obesitas) pada anak balita yaitu
menurun dari 11,90 persen pada 2013 menjadi 8,04 persen tahun 2018. Upaya perbaikan gizi
didukung dengan komitmen yang tinggi dari pimpinan di semua tingkatan dan kementerian/lembaga,
serta berbagai pemangku kepentingan non pemerintah seperti dunia usaha, kelompok masyarakat
sipil, perguruan tinggi, mitra pembangunan, organisasi profesi, dan masyarakat secara luas.
Perbaikan gizi yang memerlukan perhatian khusus adalah penurunan stunting pada anak balita,
karena berkaitan dengan kecerdasan dan berbagai penyakit terutama penyakit tidak menular.
Pendekatan penurunan stunting pada tahun 2018 adalah mengkombinasikan intervensi spesifik
(intervensi langsung ke sasaran) yang umumnya dilakukan sektor kesehatan dengan intervensi sensitif
(intervensi tidak langsung) yang umumnya dikerjakan oleh sektor di luar kesehatan. Selain itu, untuk
meningkatkan efektifitas kegiatan, intervensi terintegrasi tersebut difokuskan pada kabupaten/kota
yang memiliki prevalensi stunting tinggi, jumlah anak balita banyak, angka kemiskinan tinggi, dan
mewakili setiap provinsi. Pada tahun 2018 kegiatan fokus penurunan stunting terintegrasi dilakukan
pada 100 kabupaten/kota dan pada tahun 2019 diperluas menjadi 160 kabupaten/kota. Upaya untuk
mencegah dan menurunkan Tuberkulosis (TB) telah dilaksanakan secara terus menerus dengan
strategi berupa (a) peningkatan penjangkauan kasus yang belum terdeteksi melalui pelaksanaan
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK), (b) peningkatan kepatuhan
pengobatan TB melalui keterlibatan kader, peran keluarga, dan petugas puskesmas, (c)
penanggulangan TB melalui perluasan pembentukan kelompok peer group bagi pasien dan mantan
pasien, (d) peningkatan kemitraan, (e) peningkatan kemandirian masyarakat, dan (f) penguatan sistem
kesehatan baik SDM, logistik, pembiayaan, regulasi, dan litbang. Dengan upaya ini, prevalensi TB
berdasarkan metode berbasis mikroskopis diproyeksikan akan menurun dari 250 (2018) menjadi 245
per 100.000 penduduk (Juni 2019). Prevalensi HIV diestimasi kurang dari 0,5 persen sesuai target
RPJMN. Hasil tersebut menunjukkan bahwa intervensi yang dilakukan selama ini berhasil
mengendalikan laju epidemi HIV. Pada tahun 2019, prevalensi HIV diperkirakan turun menjadi 0,32
(Tabel 5.4). Upaya pengendalian prevalensi HIV dalam lima tahun terakhir terus dilakukan melalui
berbagai upaya antara lain perluasan layanan deteksi dini HIV dan layanan pengobatan anti-retroviral
(ARV).
Pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular makin diperkuat dengan penerapan Inpres
No.1/2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas). Gerakan ini memberikan kontribusi
untuk mencegah dan menurunkan darah tinggi dan obesitas. Selain itu, penerapan Germas ditujukan
untuk pengendalian rokok dan tembakau, mempromosikan upaya mengurangi makanan tinggi lemak,
gula dan garam serta meningkatkan aktifitas fisik dan melaksanakan deteksi dini penyakit.
Kegiatan Germas juga didukung oleh Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK).
Akses dan mutu pelayanan kesehatan juga terus meningkat. Pencapaian akses dan mutu pelayanan
kesehatan tercermin dari peningkatan jumlahkecamatan dengan minimal satu puskesmas
tersertifikasi akreditasi yang secara kumulatif jumlahnya meningkat dari 3.447 kecamatan (2017)
menjadi 5.405 kecamatan (Juni 2019). Selain itu, puskesmas dengan minimal memiliki lima jenis
tenaga kesehatan juga meningkat jumlahnya dari 2.641 puskesmas pada 2018 menjadi 4.339
puskesmas (Juni 2019). Sebagai upaya untuk meningkatkan peran pemerintah hadir di masyarakat
Indonesia yang hidup di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK), sampai dengan tahun
2018 telah dibangun sebanyak 249 Puskesmas Perbatasan dan Daerah Tertinggal yang berada di 49
Kabupaten, diantaranya 78 puskesmas pada 15 kabupaten di Provinsi Papua. Penguatan pelayanan
kesehatan dalam hal pemenuhan SDM Kesehatan dengan berbagai jenis tenaga kesehatan, telah
dilaksanakan Program Nusantara Sehat sejak tahun 2015 yang secara kumulatif telah menempatkan
sebanyak 7.377 tenaga kesehatan yaitu dokter, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kefarmasian,
tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi dan tenaga teknis
laboratorium di DTPK. Upaya untuk meningkatkan persentase kabupaten/kota yang mencapai 80
persen imunisasi dasar lengkap terus dilakukan baik melalui penyiapan logistik, tenaga, dan sosialisasi.
Ketersediaan obat dan vaksin di puskesmas mengalami peningkatan dari 92,47 persen pada 2018
menjadi 93,61 persen pada Juni 2019. Keamanan obat beredar dan memenuhi syarat semakin
membaik yaitu 98,16 pada tahun 2018 lebih tinggi dari target sebesar 93,50. Selain itu, keamanan
makanan juga semakin membaik yang ditandai dengan persentase makanan yang memenuhi syarat
sebesar 86,91 persen. Capaian ini didukung oleh pengembangan sistem pengawasan obat dan
makanan berbasis digital dengan Quick Response (QR) Code, penguatan sarana dan prasarana
laboratorium, dan penguatan penindakan terhadap pelanggaran di bidang obat dan makanan.
Berbagai permasalahan dan kendala, antara lain: (1) sistem rujukan maternal, tata laksana pelayanan
kesehatan ibu dan anak, serta pelayanan kesehatan reproduksi yang belum optimal; (2) prevalensi
stunting masih tinggi yang disebabkan pemahaman pola asuh, kesehatan lingkungan, serta
kemampuan menyediakan makanan bergizi masih rendah; (3) masih tingginya faktor risiko perilaku
dan lingkungan yang menyebabkan tingginya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit tidak
menular; (4) belum optimalnya pemerataan akses dan kualitas pelayanan kesehatan terutama di
daerah tertinggal, terpencil, perbatasan, dan pulau terluar; (5) sistem pengawasan obat dan makanan
terutama di tingkat kabupaten/kota yang belum optimal.
Arahan Presiden terpilih dalam pidato kenegaraan tahun 2019 diantaranya yaitu untuk mempercepat
pencapaian target pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat kebijakan pembangunan kesehatan
dan gizi masyarakat diarahkan untuk: (1) peningkatan kesehatan ibu, anak, keluarga berencana (KB)
dan kesehatan reproduksi utamanya melalui peningkatan pelayanan maternal dan neonatal
berkesinambungan, perluasan cakupan imunisasi dasar lengkap, serta perluasan akses dan pelayanan
KB dan kesehatan reproduksi; (2) percepatan perbaikan gizi masyarakat terutama melalui percepatan
penurunan stunting dengan peningkatan intervensi spesifik, penguatan advokasi, komunikasi sosial
dan perilaku hidup sehat yang mendorong pemenuhan gizi seimbang berbasis konsumsi pangan; (3)
peningkatan pengendalian penyakit terutama dengan pencegahan dan pengendalian faktor risiko
penyakit; (4) penguatan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) utamanya melalui pengembangan
kawasan sehat, mendorong aktivitas fisik dan lingkungan sehat, penerapan regulasi yang mendorong
pembangunan berwawasan kesehatan, serta penguatan kolaborasi multisektor untuk mendukung
promotif dan preventif; dan (5) penguatan sistem kesehatan dan pengawasan obat dan makanan
termasuk penguatan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, pemenuhan dan peningkatan
kompetensi tenaga kesehatan, serta peningkatan efektivitas pengawasan obat dan makanan.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dokumen Renstra K/L memiliki posisi yang sangat
strategis. Renstra K/L berkedudukan sebagai penjabaran dari RPJMN, di mana dalam penyusunan
Renstra K/L harus berpedoman pada RPJMN. Selain itu, Renstra K/L juga digunakan sebagai pedoman
dalam penyusunan rancangan Renja K/L.
Keterkaitan antara Renstra K/L dengan Visi Misi Presiden yaitu bahwa dalam penyusunan Renstra K/L
harus memperhatikan kesesuaian dengan Visi dan Misi (platform) Presiden terpilih. Arahan Presiden
terpilih 2020-2024 yaitu fokus pada pengelolaan JKN, pengendalian stunting, mengendalikan
mahalnya harga obat, serta kesediaan produk farmasi dan alat kesehatan dalam negeri.
Dalam penyusunan Renstra K/L, pimpinan Kementerian/ Lembaga harus berpedoman pada RPJMN
dan memperhatikan himpunan hasil evaluasi pelaksanaan pembangunan di sektor yang sesuai dengan
tugas dan kewenangan Kementerian/Lembaga yang bersangkutan, serta memperhatikan aspirasi
Masyarakat.
Sementara sasaran pembangunan jangka menengah 2020-2024 yaitu mewujudkan masyarakat
Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang
dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan
kompetitif di berbagai wilayah yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan
berdaya saing.
Referensi
___, 2004, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
___, 2007, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025
___, 2019, Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Penyusunan
Rencana Strategis Kementerian/Lembaga Tahun 2020-2024
___, 2019, Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Alam Rangka HUT Ke-74
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Di Depan Sidang Bersama Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia Dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Alfian Putra Abdi, 2019, Bappenas Selesaikan Draf Teknokratik RPJMN 2020-2024 Akhir April,
www.tirto.id/bappenas-selesaikan-draf-teknokratik-rpjmn-2020-2024-akhir-april-dk2L
Pungkas Bahjuri Ali, 2019, Paparan Draft Awal Rancangan RPJMN Teknokratik 2020-2024:
Pembangunan Kesehatan, Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat