a-005 paper pertemuan teknis pla

26
Pengembangan Usahatani Padi Ramah Lingungan Dengan Metode SRI (System of Rice Intensification) Budiharto PS 1. Latar Belakang Intensifikasi Padi di Indonesia Awal usaha intensifikasi di Indonesia dimulai tahun 1959 saat Pemerintah mencanangkan program Padi Sentra. Program ini mengorganisasi petani padi, pemberian kredit dalam rangka meningkatkan produksi beras. Intensifikasi padi dilasanakan untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk Indonesia yang selalu meningkat. Program Padi Sentra ini dievaluasi dan pada tahun 1965 muncul program BIMAS terutama berisi bimbingan massal dan mencakup hampir seluruh daerah beririgasi di Indonesia. Setelah berlangsung, program intensifikasi BIMAS dimodifikasi dan diperluas sehingga sejak 1986 mulailah berjalan program SUPRA-INSUS. Komponen program di dalamnya meliputi (i) penggunaan benih berlabel untuk varietas-varietas anjuran, (ii) pengelolaan hama terpadu (iii) penggunaan pupuk berimbang dan (iv) kredit usaha tani. Program ini dilaksanakan di hampir seluruh areal beririgasi di Indonesia. Semenjak tahun 1995 baru disadari bahwa program-program intensifikasi yang telah berjalan belum mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional. Teknologi produksi tidak mampu mengimbangi kenaikan kebutuhan pangan dan SUPRA-INSUS tidak mampu mencapai tingkat produksi yang diharapkan. Yang memperberat situasi adalah bahwa teknologi yang diterapkan; terutama penggunaan pupuk kimia; telah mengganggu keseimbangan sistem ekologi sawah. Produksi padi serta produktifitasnya cenderung berjalan di tempat, stagnan dan di beberapa tempat bahkan cenderung menurun. Dengan demikian, walaupun usaha intensifikasi padi di Indonesia sudah berjalan bertahun-tahun, namun sistem produsi padi di Indonesia nampaknya tidak berkelanjutan. Program intensifikasi padi yang pernah mengantar Indonesia sebagai negara produsen dan status ber-swasembada pangan pada 1984, rupanya perlu diperbaiki. Selain itu juga perlu reposisi strategi nasional dalam rangka meningkatkan dan menjamin produksi pangan untuk penduduknya. Disampaikan pada “Pertemuan Teknis Pengelolaan Lahan”, Ditjen PLA Tingkat Nasional di Legian, Bali tanggal 24 s/d 27 April 2007 Assistant Region-1 Team Leader. Decentralized Irrigation System Improvement Project (DISIMP), Nippon Koei and Associates, Denpasar Regional Office (e-mail : [email protected]) - 1 -

Upload: api-3733286

Post on 07-Jun-2015

611 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: A-005 Paper Pertemuan Teknis PLA

Pengembangan Usahatani Padi Ramah Lingungan Dengan Metode SRI

(System of Rice Intensification)①

Budiharto PS ②

1. Latar Belakang Intensifikasi Padi di Indonesia Awal usaha intensifikasi di Indonesia dimulai tahun 1959 saat Pemerintah

mencanangkan program Padi Sentra. Program ini mengorganisasi petani padi, pemberian kredit dalam rangka meningkatkan produksi beras. Intensifikasi padi dilasanakan untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk Indonesia yang selalu meningkat.

Program Padi Sentra ini dievaluasi dan pada tahun 1965 muncul program BIMAS terutama berisi bimbingan massal dan mencakup hampir seluruh daerah beririgasi di Indonesia.

Setelah berlangsung, program intensifikasi BIMAS dimodifikasi dan diperluas sehingga sejak 1986 mulailah berjalan program SUPRA-INSUS. Komponen program di dalamnya meliputi (i) penggunaan benih berlabel untuk varietas-varietas anjuran, (ii) pengelolaan hama terpadu (iii) penggunaan pupuk berimbang dan (iv) kredit usaha tani. Program ini dilaksanakan di hampir seluruh areal beririgasi di Indonesia.

Semenjak tahun 1995 baru disadari bahwa program-program intensifikasi yang telah berjalan belum mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional. Teknologi produksi tidak mampu mengimbangi kenaikan kebutuhan pangan dan SUPRA-INSUS tidak mampu mencapai tingkat produksi yang diharapkan.

Yang memperberat situasi adalah bahwa teknologi yang diterapkan; terutama penggunaan pupuk kimia; telah mengganggu keseimbangan sistem ekologi sawah. Produksi padi serta produktifitasnya cenderung berjalan di tempat, stagnan dan di beberapa tempat bahkan cenderung menurun.

Dengan demikian, walaupun usaha intensifikasi padi di Indonesia sudah berjalan bertahun-tahun, namun sistem produsi padi di Indonesia nampaknya tidak berkelanjutan. Program intensifikasi padi yang pernah mengantar Indonesia sebagai negara produsen dan status ber-swasembada pangan pada 1984, rupanya perlu diperbaiki. Selain itu juga perlu reposisi strategi nasional dalam rangka meningkatkan dan menjamin produksi pangan untuk penduduknya.

① Disampaikan pada “Pertemuan Teknis Pengelolaan Lahan”, Ditjen PLA Tingkat Nasional di Legian, Bali tanggal

24 s/d 27 April 2007 ② Assistant Region-1 Team Leader. Decentralized Irrigation System Improvement Project (DISIMP), Nippon Koei

and Associates, Denpasar Regional Office (e-mail : [email protected])

- 1 -

Page 2: A-005 Paper Pertemuan Teknis PLA

Terdorong oleh presentasi System of Rice Intensification (SRI) oleh Prof. Norman Uphoff pada Otober 1997 di Bogor; yang merupakan presentasinya yang pertama kali di luar Madagascar; sejak 1999 Balitan mulai mengevaluasi sistem ini di Sukamandi dalam rangka memperbaiki usaha intensifikasi padi. Mulai tahun 2000 Balitan mengembangakan strategi baru dengan cara menggabungkan teknik SRI dengan pengendalian hama terpadu (PHT) serta kearifan lokal. Paket teknologi ini dinamakan Pengelolaan Tanaman Terpadu=PTT (Integrated Crop and Resource Management = ICM) padi sawah dan diujicoba lapangan di 8 provinsi di Indonesia. ③

2. Mengenal SSIMP dan DISIMP

Seiring dengan kebijakan Pemerintah Indonesia di bidang pangan di atas maka Pemerintah perlu mendukung prasarana sumber saya air terutama di Indonesia bagian timur dimana sumberdaya airnya terbatas dan kondisi pereokonomian yang relatif tertinggal. Sejak tahun 1990 Proyek Small Scale Irrigation Management Project (SSIMP) dilaksanakan dengan memperolah bantuan dana dari Overseas Economic Cooperation Fund (OECF) yang pada tahun 2000 berubah menjadi Japan Bank for International Cooperation (JBIC).

Badan pelaksana untuk proyek ini adalah Direktorat Jenderal Pengairan (Dirjenair), Departemen Pekerjaan Umum (PU). SSIMP berlangsung dalam 3 (tiga) tahap, SSIMP-1 s/d 3. Tahap ke-4 proyek ini (SSIMP-IV) dimulai pada tahun 2003 dimana pada saat itu namanya diubah menjadi Decentralized Irrigation System Improvement Project (DISIMP) berlangsung di 8 (delapan) provinsi Wilayah Indonesia Timur. Rangkaian pengelolaan dari keempat proyek SSIMP dan DISIMP dilakukan secara berkesinambungan oleh konsultan yang sama (Nippon Koei Co., Ltd.) dalam jangka waktu lebih dari 15 tahun.

Ruang lingkup dan cakupan proyek yang dilaksanakan dalam rangka DISIMP dapat dilihat pada peta pada halaman berikut.

Tujuan utama Proyek SSIMP atau DISIMP adalah pembangunan sektor sumber daya air secara berkesinambungan untuk menunjang ekonomi local yang berbasis pertanian, sekaligus pengentasan kemiskinan secara quick yielding, menerapkan bottom-up approach, serta partisipasi penerima manfaat. SSIMP telah dilaksanakan dengan cara-cara pendekatan yang unik dengan tujuan untuk memberikan kontribusi bagi peningkatan proyek secara berkelanjutan, yakni (a) pengelolaan proyek secara menyeluruh yang mencakup semua siklus proyek, (b) formulasi proyek secara fleksibel sesuai kebutuhan di daerah, (c) pengawasan mutu sesuai standar yang ditetapkan, (d) capacity building bagi pelaksana proyek dan konsultan, (e) bimbingan secara intensif bagi pemanfaat dan pelaksana, dan (f) pembelajaran secara kontinyu dengan adanya proyek berkesinambungan.

Secara ringkas, ruang lingkup proyek SSIMP dan DISIMP sebagai berikut :

③ Anischan Gani, Triny S. Kadir, Arti Jatiharti, I.P. Wardhana and Irsal Las. The System of Rice Intensification in

Indonesia, Research Institute for Rice, Agency for Agricultural Research and Development, Cornell International Institute for Food, Agriculture and Development (CIIFAD), 2002

- 2 -

Page 3: A-005 Paper Pertemuan Teknis PLA

SSIMP-I (1990-1994) : 3 bagian proyek di 2 propinsi (NTB dan NTT); Total 3.100 ha berupa daerah irigasi baru dengan sumber air waduk (Bendungan Tiu Kulit – 1.800 ha) dan 248 sumur bor dangkal di Oesao-Pariti, Kupang, NTT.

SSIMP-II (1995-1998) : 11 bagian proyek di 3 propinsi (NTB, NTT dan SulSel); 15.600 ha daerah irigasi baru dan pengadaan air untuk 10,000 jiwa, diperoleh dari 3 bendungan/waduk (Gapit - Kab. Sumbawa NTB, Sumi - Kab. Bima NTB dan Salomekko - SulSel), 6 bendung baru, dan 192 sumur bor

SSIMP-III (1998-2003) : 40 bagian proyek di 6 propinsi; Cakupan total 60.342 ha berupa peningkatan daerah irigasi/baru dan pengadaan air untuk 240.000 jiwa, dari 3 bendungan/waduk (Batu Bulan - Kab. Sumbawa NTB, Pelaparado - Kab. Bima NTB dan Tilong Kupang, NTT), 12 bendung tetap, dan 310 sumur masing-masing dilengkapi jaringan irigasinya.

DISIMP (2003-2008) : 27 bagian proyek tersebar di 8 propinsi meliputi Bali, NTB, NTT, SulSel, SulTra, SulTeng, SulUt dan Gorontalo. Luas cakupan proyek 130,000 ha berupa peningkatan daerah irigasi/baru dan pengadaan air bersih untuk 50,000 jiwa, pembangunan 1 bendungan (Ponre-Ponre SulSel), 15 bendung tetap dan irigasi air tanah dari 250 sumur bor masing-masing dilengkapi jaringan irigasinya.

Hasil kuantitatif dari rangkaian pelaksanaan SSIMP dan DISIMP ini pada tahun 2004 adalah sejumlah daerah-daerah irigasi baru dan/atau peningkatan daerah irigasi sekitar 80.000 ha serta pengadaan air untuk 250.000 jiwa yang dilayani oleh 8 bendungan, 18 saluran pembagi, 750 sumber air tanah, dan 570 km jaringan saluran air. Jumlah pemanfaat langsung dari hasil pelaksanaan SSIMP telah mencapai 1.3 juta.

- 3 -

Page 4: A-005 Paper Pertemuan Teknis PLA

Gambar-1 : Peta Lokasi Wilayah Kerja DISIMP (Decentralized Irrigation System Improvement Project) di 8 Provinsi Indoensia Wilayah Timur

- 4 -

Page 5: A-005 Paper Pertemuan Teknis PLA

3. System of Rice Intensification (SRI) SRI, kependekan dari System of Rice Intensification adalah salah satu inovasi

metode budidaya padi yang dikembangkan sejak 1980-an oleh pastor sekaligus agrikulturis Perancis, Fr. Henri de Laulanié, yang ditugaskan di Madagaskar sejak 1961. Awalnya SRI adalah singkatan dari “systeme de riziculture intensive” dan pertama kali muncul di Jurnal Tropicultura tahun 1993. Saat itu, SRI hanya dikenal setempat dan penyebarannya terbatas. Sejak akhir 1990-an, SRI mulai mendunia sebagai hasil usaha tidak pantang menyerah Prof. Norman Uphoff, mantan direktur Cornell International Institute for Food, Agriculture and Development (CIIFAD). Tahun 1999, untuk pertama kalinya SRI diuji di luar Madagaskar yaitu di China dan Indonesia. Sampai dengan tahun 2007 SRI diuji coba di lebih dari 38 (tiga puluh delapan) negara dengan hasil panen berkisar 7-10 t/ha.

Tabel-1 : Penyebaran SRI Tahun 2007

Asia Tenggara dan Asia Timur

Asia Utara, Asia Tengah dan Timur

Tengah Afrika Amerika

1. China 9. Afghanistan 18. Benin 30. Barbados 2. Cambodia 10. Bangladesh 19. Burkina Faso 31. Brazil 3. Indonesia 11. Bhutan 20. Ethiopia 32. Colombia 4. Laos 12. India 21. Gambia 33. Cuba 5. Myanmar 13. Iran 22. Ghana 34. Rep. Dominica 6. Philippines 14. Iraq 23. Guinea 35. Guyana 7. Thailand 15. Nepal 24. Madagascar 36. Haiti 8. Vietnam 16. Pakistan 25. Mali 37. Peru

17. Sri Lanka 26. Mozambique 38. Amerika Serikat 27. Senegal 28. Sierra Leone 29. Zambia

Hasil panen dengan metode SRI dibandingkan dengan metode konvensional di beberapa negara dapat dilihat pada tabel berikut (Uphoff 2004).

Tabel-2 Hasil Panen Padi SRI Dibanding non-SRI di Beberapa Negara

Hasil Panen (ton/ha) Hasil Panen (ton/ha) Negara SRI non SRI Negara SRI non SRI

Bangladesh 6.3 4.9 Myanmar 5.4 2.0 Cuba 7.4 4.3 Sierra Leone 5.3 2.5 Madagascar 7.2 2.6 China 12.4 10.9 Philippines 6.0 3.0 Indonesia 7.4 5.0 Cambodia 4.8 2.7 Nepal 8.5 4.2 India 8.0 4.0 Sri Lanka 7.8 3.6

Konsep dasar SRI yang dikembangkan oleh Père de Laulanié terdiri dari beberapa elemen yang menjadi satu kesatuan paket metodologi adalah :

(a) Pindah tanam bibit berusia muda, umumnya 8-10 hari setelah semai ketika bibit masih berdaun 2 helai,

- 5 -

Page 6: A-005 Paper Pertemuan Teknis PLA

(b) Bibit ditanam dangkal (1-2 cm), satu bibit per lubang tanam secara hati-hati

(c) Jarak tanam lebar dengan pola bujur sangkar berukuran 30x30 cm pada musim hujan atau 25x25 cm pada musim kemarau

(d) Penyiangan dilakukan sejak awal, saat tanaman berumur 10 HST dan diulang sebanyak 3 sampai 4 kali,

(e) Pengairan minimum dengan menerapkan siklus basah-kering (intermittent irrigation) selama pertumbuhan vegetatif sampai dengan fase pembungaan.

Di dalam sejarahnya, konsep SRI berkembang secara bertahap mengikuti perubahan situasi. Untuk memperlancar diseminasi, hasil akhirnya sesuai harapan petani dan agar metode ini mudah diterima, maka sebaiknya SRI perlu diterapkan secara bertahap sebagai berikut.

SRI = Tahap awal penerapan SRI mengikuti konsep dasar SRI berupa pindah tanam satu bibit per lubang, memakai bibit usia muda, jarak tanam longgar, pengairan terputus-putus dan mengurangi penggunaan pupuk kimia.

SRI Organik = Penerapan SRI tahap lanjut, berupa penerapan SRI di atas namun sepenuhnya menggunakan pupuk organik dan hanya mengandalkan insektisida nabati.

”SRI Organik” bertumpu pada konsep dasar SRI dengan manfaat lain yang lebih luas memerlukan keahlian usaha tani yang lebih tinggi, mensyaratkan penggunaan pupuk dan pertisida nabati sebagai pengganti unsur-unsur kimiawi, memberikan kenaikan hasil panen serupa namun pada saat yang sama meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan, memperkaya dan memperbaiki ekosistem lahan sawah dan juga meningkatkan kesehatan manusia beserta lingkungannya.

4. Kelebihan System of Rice Intensification 4.1 Hasil lebih tinggi dan kualitas butir padi lebih baik

Hasil panen dan mutu butir padi dapat meningkat seiring dengan hasil-hasil pengamatan di lapangan sebagai berikut (Uphoff, 2004) :

● Jumlah anakan bertambah : Jumlah anakan bertambah, dengan rata-rata mencapai 30-50 anakan per rumpun, bahkan mungkin mencapai 80-100 anakan dalam satu rumpun

● Akar tumbuh lebih besar : Karena akar tumbuh lebih besar, maka diperlukan tenaga 5-6 kali lebih besar untuk mencabut padi yang ditanam dengan metode SRI dibanding dengan mencabut padi metode konvensional;

● Butir bernas lebih banyak : Malai SRI lebih besar demikian pula jumlahnya. Kenyataan ini bertentangan dengan pandangan di dalam literatur tentang adanya korelasi negatif antara jumlah malai dan ukuran malai. Pengalaman SRI bertentangan dengan keyakinan tentang berkurangnya hasil seiring dengan banyaknya anakan; dan

● Mutu butir lebih baik dan butir lebih berat : Penggilingan padi di India dan Sri Lanka rela membayar lebih untuk padi yang dihasilkan dengan metode SRI

- 6 -

Page 7: A-005 Paper Pertemuan Teknis PLA

karena butir hampa lebih sedikit dan prosentase butir pecah lebih kecil setelah digiling. Dengan SRI, umumnya butir padi lebih berat dan padat, tidak mudah hancur serta tidak mudah basi setelah ditanak. Untungnya, butir beras tidak membesar sehingga kehilangan nilai pasar.

4.2 Hemat Air Irigasi

Kebutuhan air dengan metode SRI umumnya berkurang sekitar separuhnya mengingat tanaman padi tidak digenangi selama masa pertumbuhannya. Kebutuhan air sangat berkurang selama fase pertumbuhan vegetatif, dan hanya diperlukan sejumlah air minimum di lapangan selama fase reproduktif. Perlunya menghemat pemakaian air di sektor pertanian akan semakin penting.

4.3 Manfaat Lain dengan SRI

Manfaat lain dengan metode SRI adalah sebagai berikut (Uphoff, 2004) :

● Tidak mudah rebah : Karena sosok anakan yang kuat dan sistem perakaran yang besar, tanaman di petak SRI lebih tahan terhadap serangan angin dan hujan.

● Serangan hama dan penyakit lebih sedikit dan mengurangi biaya untuk obat-obatan tanaman : Petani yang menerapkan metode SRI melaporkan berkurangnya serangan hama dan penyakit serta susutnya pengeluaran untuk biaya obat-obatan tanaman. Pada tahap lanjut petani bahkan dapat meniadakan atau mengurangi pengeluaran untuk aplikasi obat-obatan.

● Hemat benih : Karena jumlah rumpun per satuan luas lahan makin sedikit, maka kebutuhan benih hanya sekitar 5-10 kg/ha. Hal ini akan memberikan keuntungan terutama untuk penggunaan benih padi hibrida dimana biaya benih menjadi kendala di dalam penerapannya.

● Tidak perlu membeli benih baru : Petani dapat memanfaatkan varietas apapun yang pernah ditanam karena metode SRI meningkatkan hasil cultivar tradisional maupun yang unggul.

● Tidak memerlukan pupuk kimia : Sebagai pelengkap untuk meningkatkan hasil padi dengan metode SRI, maka penggunaan kompos atau biomassa lainnya akan memberikan pengaruh positif. Kompos memerlukan tenaga kerja lebih banyak namun menghemat uang dan menjauhi meminjam uang, sesuatu yang sangat penting untuk petani miskin.

● Biaya produksi padi rendah. Dengan berkurangnya kebutuhan input eksternal, maka petani dapat menekan pengeluaran dan pada saat yang sama meningkatkan hasil. Biaya per kg padi yang dihasilkan berkurang tergantung kepada cara dan hasil panen.

● Faktor produktifitas meningkat. Hasil dari lahan petani (hasil panen per hektar), tenaga kerja (pendapatan per jam), air (output dari setiap m3) dan modal (keuntungan) semuanya meningkat pada waktu yang bersamaan mengingat metode SRI memungkinkan tanaman memperoleh manfaat dari ketersediaan karbon, nitrogen dan oksigen yang berlimpah.

● Tingkat keuntungan. Analisis tingkat keuntungan yang paling detail untuk budidaya metode SRI berasal dari Sri Lanka. Petani dalam sample yang tidak

- 7 -

Page 8: A-005 Paper Pertemuan Teknis PLA

sepenuhnya menerapkan metode SRI memperoleh peningkatan hasil yang agak rendah (50%) dibandingkan dengan petani di negeri itu yang masih menerapkan metode konvensional. Meskipun demikian, dengan biaya produksi yang lebih rendah, penerimaan bersih petani SRI meningkat antara 83% sampai 206% terhadap hasil bersih petani di lokasi itu yang masih menerapkan cara tradisional.

● Tahan kekeringan. Selain lebih tahan terhadap kerusakan akibat badai, hama dan penyakit, sistem perakaran yang berkembang dengan metode SRI memungkinkan tanaman lebih tahan terhadap kekeringan, bahaya lain yang dihadapi petani padi.

5. Hambatan System of Rice Intensification Dari sekian banyak kelebihannya di atas, SRI masih memiliki beberapa hambatan

untuk dapat diterima secara penuh diantaranya karena :

1. SRI adalah paket metodologi yang kompleks, tidak hanya perbaikan di salah satu proses budidaya sehingga butuh waktu dan pendampingan sampai kepada adopsi SRI secara utuh,

2. Petani cenderung mencoba sekali sampai dua kali sebelum menerapkan seluruh paket,

3. Petani cenderung menerima metodologi yang tidak padat tenaga seperti jarak tanam atau teknik lain yang telah berlangsung di padi sawah seperti teknik penyiangan dengan gosrok atau landak,

4. Perlu disediakan informasi lengkap, pelatihan dan komunikasi dengan tenaga penyuluh setempat,

5. Belum adanya konsensus diantara para pengambil keputusan tentang adopsi SRI sebagai metode baru yang tepat guna dalam rangka meningkatkan produksi padi,

6. Implementasi irigasi intermittent tidak sekedar memerlukan prasarana jaringan yang baik namun juga kesadaran seluruh petani dan operator irigasi dalam satu hamparan bahwa sawah tidak perlu digenangi,

7. Komunikasi antara organisasi yang menyebarluaskan SRI dan lembaga peneliti SRI belum terjalin dengan baik. Jadi, penyuluh tidak memperoleh hasil mutakhir penelitian SRI sedangkan peneliti tidak memperoleh masukan dari lapangan,

8. Sampai saat ini pengetahuan lengkap tentang SRI belum tersedia, seperti misalnya interaksi dan kontribusi masing-masing metodologi baik secara sendiri maupun kolektif berpengaruh kepada hasil, dan

9. Sampai saat ini masih banyak ahli dan peneliti padi yang belum dapat meyakini metode SRI dapat meningkatkan hasil usahatani secara significant. Sinclair dalam tulisannya mengatakan SRI masih dalam kategori UFO (unconfirmed field observation) ④

④ Thomas R. Sinclair. Agronomic UFOs waste valuable scientific resources. Rice Today July-September

2004

- 8 -

Page 9: A-005 Paper Pertemuan Teknis PLA

6. Pengujian Awal SRI oleh DISIMP 6.1 Demplot SRI di Kabupaten Sumbawa

Pengujian metode SRI di lingkungan proyek SSIMP / DISIMP untuk pertama kalinya dilaksanakan di Sulawesi Selatan pada musim kemarau tahun 2002 di daerah irigasi Awo dan daerah Irigasi Salomekko, masing-masing 0.20 ha menggunakan benih varietas Ciliwung. Hasil demplot SRI di Awo = 7.15 t/ha sedangkan dengan metode konvensional memperoleh 4.35 t/ha. Di Salomekko diperoleh 7.92 t/ha dibanding 3.32 t/ha di petak kontrol.

Berdasarkan laporan dari Sulawesi Selatan ini, SRI mulai diuji di 5 (lima) lokasi di Kabupaten Sumbawa, NTB yaitu :

1. P3A Senap Semu Desa Maronge, Kecamatan Plampang periode Oktober 2002 – Februari 2003

Lokasi pengujian berikutnya dilaksanakan di 4 (empat) lokasi di 3 (tiga) desa dalam wilayah kecamatan Plampang dalam periode yang hampir bersamaan yaitu Januari 2003 s/d Mei 2003

2. Desa Maronge, dilaksanakan oleh anggota P3A Senap Semu DI. Tiu Kulit. 3. Desa Simu, dilaksanakan oleh anggota P3A Maris Gama DI. Tiu Kulit. 4. Desa Muer (Muer-I), dilaksanakan oleh P3A Sajintan, Embung Muer. 5. Desa Muer (Muer-II), dilaksanakan oleh P3A Sajintan, Embung Muer.

Hasil panen demplot-1 SRI menghasilkan 5.58 t/ha dengan kontrol konvensional sebesar 4.31 t/ha.

Empat demplot lainnya menghasilkan rata-rata 7.95 t/ha dengan petak kontrol sebesar 5.39 t/ha.

Pelaksanaan demplot SRI ini merupakan bagian dari kegiatan ”Rural Development Pioneer Project” yang merupakan addendum kegiatan SSIMP-3 dan berlangsung di 6 (enam) provinsi wilayah kerja SSIMP-3 ditambah Bali.

6.2 Pengamatan Pertumbuhan Padi

Untuk lebih meyakinkan pertumbuhan padi yang dibudidayakan dengan metode SRI, maka mulai Mei 2004 di Mataram, NTB dilakukan eksperimen sederhana di dalam 37 (tiga puluh tujuh) pot sebagai berikut :

Varietas padi : padi hitam lokal dari Jawa Tengah Perendaman : 13 Juni 2004 Kecambah : 15 Juni 2004 Tebar di pot benih : 17 Juni 2004 Pindah tanam ke pot : 27 Juni 2004 (10 HSS) sebanyak 37 pot

Uji coba ini bertujuan untuk melihat pertumbuhan padi dengan perlakuan SRI :

Benih usia muda 8 s/d 10 hari, berdaun 2 helai, Tanam 1 (satu) benih per lubang tanam, Jarak tanam longgar (hanya 1 benih dalam 1 pot), Tidak diberikan genangan. Air hanya diberikan 220 ml per hari/pot.

Foto-foto perteumbuhan padi dapat dilihat di dalam halaman berikut

- 9 -

Page 10: A-005 Paper Pertemuan Teknis PLA

Kondisi pot setelah pindah tanam tanggal 27 Juni 2004 :

[01] Sisa benih usia 10 HSS setalah pindah tanam

[02] Satu benih 10 HSS dalam 1 pot

[03]Jajaran pot dengan benih 10 HSS

Pertumbuhan padi 35 HST pada 1 Agustus 2004

[04] Pertumbuhan tanaman 35 HST

[05] Pot tidak tergenang [06] Sisa benih yang dibiarkan

Pertumbuhan padi 51 HST pada 17 Agustus 2004

[07] Tanaman pada 51 HST [08] Sosok tanaman tegak [09] Batang bawah kokoh

Pertumbuhan padi 71 HST pada 6 September 2004

[10] Deretan pot padi usia 71 HST [11] Sosok tanaman 71 HST [12] Batang bagian bawah kokoh,

- 10 -

Page 11: A-005 Paper Pertemuan Teknis PLA

dengan 86 anakan (tillers) tanah tidak pernah tergenang

Pertumbuhan padi 123 HST pada 28 Oktober 2004

[13] Deretan pot padi usia 123 HST

[14] Pot dengan jumlah anakan 92 pada 123 HST

[15] Pot dengan 106 anakan pada 123 HST

Sampai dengan akhir Oktober ibit 2004 dengan perlakuan standard SRI pertumbuhan padi sangat memuaskan terutama setelah mempertimbangkan bibit yang dipakai adalah bibit lokal berumur panjang dan tidak termasuk kelompok high yielding variety.

Dari total 37 pot tersebut jumlah anakan bervariasi mulai dari 41 sampai dengan 106 dan dikelompokkan seperti terlihat pada grafik berikut :

Gambar-2 : Jumlah Anakan Pengujian Pertumbuhan Padi dengan Methode SRI Pada 37 Pot Uji (2004)

6

8

6 6 6

23

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

40-49 50-59 60-69 70-79 80-89 90-99 over 100Kisaran Jumlah Anakan - Range Number of Tillers

Jum

lah

Pot

- N

umbe

r of

Pot

- 11 -

Page 12: A-005 Paper Pertemuan Teknis PLA

7. Perkembangan SRI di DISIMP Saat Ini Sejak 2002, SRI diperkenalkan di beberapa jaringan irigasi di Indonesia Timur, pertama kalinya di wilayah kerja Small-Scale Irrigation Management Project (SSIMP-I sampai SSIMP-III) dan kemudian dilanjutkan Decentralized Irrigation System Improvement Project (DISIMP), penerus SSIMP, semuanya dibiayai oleh Japan Bank for International Cooperation (JBIC). Institusi pelaksana SSIMP-DISIMP adalah Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Departemen Pekerjaan Umum. SRI diperkenalkan di wilayah kerja SSIMP-DISIMP karena metode ini menunjang tujuan proyek DISIMP yaitu : meningkatkan pendapatan petani guna mengurangi kemiskinan, memperkuat petani penerima manfaat dalam rangka O&P jaringan irigasi berkelanjutan dan pengelolaan air irigasi yang efisien.

Uji coba SRI tahap pertama berlangsung selama 2 tahun secara menerus sampai tahun 2004 (5 musim tanam). Sejak musim tanam ke-6 tahun 2004/2005; di bawah DISIMP; penerapan SRI di lapangan memasuki babak perluasan secara pesat. Pada tahun 2006, luas tanam total SRI mencapai 9,429 ha melibatkan 12,133 petani.

Secara keseluruhan, produksi padi rata-rata dengan metode SRI adalah 7.61 t/ha, yang artinya 78% lebih tinggi dari kultur padi konvensional (non SRI) sebesar 4.71 t/ha. Di Nusa Tenggara produktifitas SRI mencapai 8.02 t/ha dibanding non-SRI sebesart 4.19 t/ha, sementara di Sulawesi produksi rata-rata SRI mencapai 7.44 t/ha dibanding 4.32 t/ha untuk non-SRI. Secara keseluruhan, diperoleh penambahan produksi sebesar 31,500 ton padi (3.34 t/ha x 9,429 ha) dari usaha perluasan tanam SRI tanpa penambahan biaya produksi.

Di dalam DISIMP dan areal percobaan SRI lainnya di Indonesia, walaupun uji coba lapangan dan diseminasi telah berlangsung beberapa tahun; dengan kenaikan produksi yang dramatis; namun masih banyak petani yang masih berat hati meninggalkan metode tradisional dan menerapkan SRI. Kebanyakan areal tanam SRI masih tersebar dalam blok-blok kecil di dalam satu kesatuan areal irigasi yang luas.

Pengecualian di DISIMP adalah di Kelara Karalloe di Sulawesi Selatan (2,249 ha pada musim tanam musim hujan 2005/06) dan Karaopa di Sulawesi Tengah (1,306 ha pada musim kemarau 2006). Kedua daerah irigasi ini memiliki jaringan irigasi yang baik dan didukung banyaknya petani inovatif dan penuh bersemangat maju. Pada kedua daerah irigasi ini, inisiatif ekspansi SRI begitu pesat dan didorong oleh petani itu sendiri, hanya dengan dukungan dan saran dari DISIMP Consultant dan Pemerintah Daerah setempat.

Kesimpulan dari pengalaman DISIMP adalah bahwa metode SRI ternyata bukanlah perangkat sederhana untuk peningkatan produksi pangan berupa padi, namun merupakan sistem budidaya yang kompleks yang memadukan berbagai variabel seperti teknis, managerial, sosial dan budidaya pertanian :

(a) Pada dasarnya harus tersedia infrastruktur irigasi yang baik, operasi dan pemeliharaannya efisien selain diperlukan partisipasi petani sepenuh hati.

(b) Pengelolaan dan O&P jaringan irigasi yang dalam kondisi baik agar petani bersedia berpartisipasi dalam penjatahan air dan irigasi secara terputus-putus.

- 12 -

Page 13: A-005 Paper Pertemuan Teknis PLA

(c) Perlunya kelompok tani yang kuat dan bersemangat, dapat berperan secara dinamis dalam O&P jaringan utama agar teknik irigasi terputus-putus yang rumit dapat dijalankan.

(d) Perlu adanya petani berpikiran maju, memiliki kemampuan di bidang pertanian, mudah menerima inovasi guna meningkatkan produksi dan perluasan areal tanam. Jika tidak, maka konservatifisme pertanian akan menonjol dan sistem tradisional akan tetap berlanjut.

Dengan demikian, extensifikasi metode SRI perlu diupayakan dengan prioritas pada daerah-daerah irigasi yang memenuhi faktor-faktor di atas. Perluasan sebaiknya karena dorongan petani itu sendiri dan dibiarkan meningkat pada tingkatan yang mereka kehendaki. Petani perlu didorong untuk melakukan adaptasi sesuai dengan kondisi setempat.

Selain itu perlu ditekankan bahwa penyebar luasan SRI tidak hanya sebatas melanjutkan riset dan uji coba lapangan, publikasi melalui poster, pertemuan ilmiah di tingkat lapangan saja, melainkan harus menyentuh seluruh tingkatan pemerintah daerah dan pusat yang terkait dengan budidaya dan produksi padi.

Sampai dengan akhir tahun 2006 penyebarluasan, penerapan dan uji coba lapangan metode SRI di seluruh 8 (delapan) provinsi wilayah kerja DISIMP mencapai 9,399.90 ha yang melibatkan 12,102 petani binaan. Rincian luas tanan menurut provinsi adalah sebagai berikut :

1. BALI 105.66 ha 236 petani

2. Nusa Tenggara Barat 2,196.22 ha 4,267 petani

3. Nusa Tenggara Timur 147.97 ha 314 petani

4. Sulawesi Selatan 3,776.74 ha 4,774 petani

5. Sulawesi Tengah 2,743.25 ha 2,123 petani

6. Sulawesi Tenggara 110.20 ha 118 petani

7. Sulawesi Utara 44 ha 21 petani

8. Gorontalo 275.86 ha 249 petani

Total 9,399.90 ha 12,102 petani

Data selengkapnya menyangkut perkembangan luas tanam dari tahun ke tahun, varietas padi, hasil panen SRI serta perbandingannya dengan hasil tanam konvensional petak sawah di dekatnya dapat dilihat pada Tabel berikut.

- 13 -

Page 14: A-005 Paper Pertemuan Teknis PLA

Decentralized Irrigation System Improvement Project in Eastern Region of Indonesia (JBIC Loan IP-509)SRI Cultivation Methods and Paddy Yields in DISIMP by Scheme (2002 to 2006)

SRI Non SRI ( t / ha ) ( t / ha )

Bali1. DI. Tabanan Tabanan 2006 D 40.41 113 9.30 6.38 45.8%2. DI. Karangasem Karangasem 2006 D 23.30 99 10.93 8.61 26.9%3. DI. Gianyar Gianyar 2006 D 41.95 24 Long Ping hybrid 13.30 8.40 58.3%

105.66 236 11.25 7.67 46.6% West Nusa TenggaraA. Lombok Island

1. Jurang Sate Upper -1 Central Lombok 2004/05 W 4.37 11 Ciherang 8.48 6.65 27.5%Jurang Sate Upper -2 2005 D 41.12 124 Ciherang 6.18 3.70 67.3%Jurang Sate Upper -3 2005/06 W 39.50 95 Ciherang, Ciliwung 7.87 4.94 59.2%Jurang Sate Upper -4 2006 D 27.00 39 Ciherang, Cimelati, Ciugelis 6.48 3.67 76.9%

2. Jurang Sate Lower -1 Central Lombok 2005 D 33.83 92 Ciherang 6.76 4.24 59.5%Jurang Sate Lower -2 2005/06 W 68.80 114 Ciherang, Cimelati, Cilosari, etc. 8.07 5.04 60.1%Jurang Sate Lower -3 2006 D 90.00 94 Ciherang, Cimelati, Cilosari 6.01 3.57 68.3%

3. Jurang Batu -1 Central Lombok 2004/05 W 5.06 12 Ciherang 6.66 4.98 33.7%Jurang Batu -2 2005 D 103.42 241 Ciherang 5.59 2.61 113.9%Jurang Batu -3 2005/06 W 135.43 243 Ciherang, Ciliwung, Cibogo 8.64 5.16 67.5%Jurang Batu -4 2006 D 100.00 100 Ciherang 6.08 3.58 69.8%

4. Mujur -1 Central Lombok 2005 D 11.00 20 Ciherang 6.44 4.78 34.6%Mujur -2 2005/06 W 13.00 15 Ciherang, Fatmawati 8.20 5.29 55.2%Mujur -3 2006 D 7.00 10 Ciherang 6.51 3.85 69.0%

5. Renggung -1 Central Lombok 2005 D 1.22 3 Ciherang 6.35 3.73 70.0%Renggung -2 2005/06 W 9.00 9 Ciherang, Widas 8.14 5.10 59.6%Renggung -3 2006 D 7.50 9 Ciherang 7.26 3.90 86.2%

6. Batujai -1 Central Lombok 2005 D 14.63 46 Ciherang 4.29 3.06 40.1%Batujai -2 2005/06 W 10.50 24 Ciherang 8.21 5.04 62.9%

7. Gde Bongoh -1 West Lombok 2005 D 9.64 46 Cilosari 6.07 4.41 37.6%Gde Bongoh -2 2005/06 W 11.64 49 Cilosari 7.55 4.80 57.2%Gde Bongoh -3 2006 D 3.00 12 Cilosari 4.55 3.10 46.8%

8. Gebong-Pengga -1 West Lombok 2005 D 0.55 1 Ciherang 6.14 4.60 33.4%Gebong-Pengga -2 2005/06 W 1.55 3 Ciherang 7.40 5.08 45.8%

9. Benjor -1 Central Lombok 2005 D 0.65 3 Ciherang 5.92 4.41 34.4%Benjor -2 2005/06 W 4.00 6 Ciherang 7.85 5.15 52.4%

10. Gerintuk -1 Central Lombok 2005 D 2.75 3 Ciherang 6.70 4.45 50.6%Gerintuk -2 2005/06 W 10.50 12 Ciherang, Cimelati 8.68 5.40 60.6%Gerintuk -3 2006 D 9.00 30 Ciherang, Cimelati 6.40 3.85 66.2%

11. Embung Sepit -1 Central Lombok 2005 D 0.80 1 Cigeulis 4.69 1.08 334.4%Embung Sepit -2 2005/06 W 5.00 6 Ciherang 9.75 5.65 72.6%Embung Sepit -3 2006 D 4.50 5 Ciherang 5.50 3.90 41.0%

12. Katon -1 Central Lombok 2005/06 W 4.50 6 Ciherang 8.25 4.95 66.7%Katon -2 2006 D 2.00 3 Ciherang 6.40 3.85 66.2%

13. Pekatan -1 West Lombok 2006 D 3.00 4 Ciherang 6.25 3.10 101.6%14. Gegutu -1 West Lombok 2006 D 3.00 1 Ciherang 6.91 4.50 53.6%15. Parung -1 Central Lombok 2005/06 W 0.50 2 Ciherang 6.10 4.94 23.4%16. Bisuk Bokah -1 Central Lombok 2005/06 W 3.00 3 Ciherang 8.15 5.35 52.3%17. Penimbung -1 West Lombok 2005/06 W 2.50 2 Ciherang 10.72 5.85 83.2%18. East Lombok -1 East Lombok 2005/06 W 10.00 4 IR-64 8.42 5.23 61.0%

Ciherang, Intani II, Diah Suci, Cigeulis, Cibagendit, Cibogo

Total / Average

Paddy Yield *6

Yield Increase

SRI Harvested Area (

ha )

Nos of Farmers ( nos )

Variety of RiceName of Scheme by Province Name of District (Kabupaten)

Cropping Season *1

- 14 -

Page 15: A-005 Paper Pertemuan Teknis PLA

SRI Non SRI ( t / ha ) ( t / ha )

19. Sukadana -1 East Lombok 2006 D 3.00 5 Ciherang. IR-64 5.40 3.20 68.8%20. Senyong -1 Central Lombok 2006 D 11.00 13 Ciherang 4.85 3.41 42.2%21. Sugian (Groundwater) -1 East Lombok 2006 D 1.00 1 Cigeulis 6.52 2.77 135.4%

B. Sumbawa Island1. Tiu Kulit -1 Sumbawa 2002 D 0.10 1 IR-64 5.58 4.31 29.5%

Tiu Kulit -2 2002/03 W 1.50 2 IR-65 7.37 5.10 44.5%Tiu Kulit -3 2004/05 W 2.62 10 Ciherang 9.00 4.49 100.6%Tiu Kulit -4 2005 D 5.07 5 Ciherang 7.20 4.06 77.1%Tiu Kulit -5 2005/06 W 14.00 25 Ciherang 8.64 4.89 76.7%Tiu Kulit -6 2006 D 41.00 62 Ciherang 8.00 3.90 105.1%

2. Muer -1 Sumbawa 2002/03 W 1.50 6 IR-64 7.38 4.67 57.9%3. Batu Bulan Kanan -1 Sumbawa 2003 D 0.16 1 IR-64 8.39 4.67 79.7%

Batu Bulan Kanan -2 2003/04 W 0.32 1 IR-64 9.05 4.32 109.3%Batu Bulan Kanan -3 2004 D 0.16 1 IR-64 8.02 4.51 77.7%Batu Bulan Kanan -4 2004/05 W 11.38 42 Ciherang 8.45 4.73 78.7%Batu Bulan Kanan -5 2005 D 10.21 21 Ciherang 7.19 4.00 79.7%Batu Bulan Kanan -6 2005/06 W 28.00 59 Ciherang 9.04 4.67 93.6%Batu Bulan Kanan -7 2006 D 73.00 130 Ciherang 7.90 4.10 92.7%

4. Batu Bulan Kiri -1 Sumbawa 2005 D 9.34 28 Ciherang 7.99 3.41 134.6%Batu Bulan Kiri -2 2005/06 W 42.00 73 Ciherang 9.00 4.33 107.9%Batu Bulan Kiri -3 2006 D 63.00 106 Ciherang 8.50 4.00 112.5%

5. Moyo Kanan -1 Sumbawa 2005 D 41.75 78 Ciherang 8.63 4.06 112.9%Moyo Kanan -2 2005/06 W 160.00 223 Ciherang 8.20 4.11 99.5%Moyo Kanan -3 2006 D 645.00 1,613 Ciherang 9.00 3.90 130.8%

6. Moyo Kiri -1 Sumbawa 2005 D 0.25 1 Ciherang 8.86 4.06 118.5%Moyo Kiri -2 2005/06 W 4.00 5 Ciherang 8.97 4.56 96.7%Moyo Kiri -3 2006 D 4.00 15 Ciherang 8.40 3.70 127.0%

7. Mamak-Kakiang -1 Sumbawa 2004/05 W 7.40 14 Ciherang 8.29 3.34 148.0%Mamak-Kakiang -2 2005 D 5.00 6 Ciherang 8.23 4.34 89.4%Mamak-Kakiang -3 2005/06 W 28.00 31 Ciherang 9.50 5.22 82.0%Mamak-Kakiang -4 2006 D 48.00 48 Ciherang 8.50 4.40 93.2%

8. West Sumbawa (Newmont) -1 West Sumbawa 2005/06 W 96.00 96 Cigeulis 5.50 3.50 57.1%9. Gapit -1 Sumbawa 2006 D 3.00 7 Ciherang 8.00 4.30 86.0%

10. Non Technical Irrigation -1 Bima 2006 D 12.00 14 Ciherang 9.40 4.20 123.8%11. Pelaparado (Pelaria) -1 Bima 2006 D1 2.00 5 Ciherang 8.71 4.65 87.3%

Pelaparado (Pelaria) -2 2006 D2 1.00 2 Cigeulis 12.45 4.20 196.4%12. Pelaparado (Pelacempaka) -1 Bima 2006 D 5.00 10 Ciherang 9.88 4.90 101.6%13. Pelaparado (Parado) -1 Bima 2006 D 1.00 4 Ciherang 7.25 3.95 83.5%

2,196.22 4,267 7.90 4.07 94.3% East Nusa TenggaraA. Timor Island

1. Tilong -1 Kupang 2005 D 1.18 2 Ciherang 5.93 3.80 56.1%Tilong -2 2005/06 W 1.50 2 Ciherang 7.50 4.50 66.7%

2. Bena -1 TTS 2005 D 0.12 1 Ciherang 6.50 2.40 170.8%Bena -2 2005/06 D 1.00 1 Ciherang 5.50 3.00 83.3%Bena -3 2006 D 1.00 1 IR-64 5.50 3.00 83.3%

Name of Scheme by Province Name of District (Kabupaten)

Cropping Season *1

SRI Harvested Area (

ha )

Nos of Farmers ( nos )

Variety of Rice

Total / Average

Paddy Yield *6

Yield Increase

- 15 -

Page 16: A-005 Paper Pertemuan Teknis PLA

SRI Non SRI ( t / ha ) ( t / ha )

3. Malaka -1 Belu 2005 D 0.15 1 Membramo and IR 64 7.50 3.00 150.0%Malaka -2 2005/06 W 1.50 8 Ciherang 5.87 2.18 169.3%Malaka -3 2006 D 48.00 99 IR-64 6.60 3.00 120.0%

4. Tuatuka -1 Kupang 2006 D 5.50 15 Ciherang 4.90 2.50 96.0%5. Manikin -1 Kupang 2006 D 0.10 1 Memberamo 7.50 4.00 87.5%6. Oebobo -1 Kupang 2006 D 2.50 5 Ciherang 6.40 3.00 113.3%7. Ponu-Fatuoni GW -1 Timor Tengah Utara 2006 D 1.41 1 Ciherang 5.79 3.60 60.8%

B. Flores Island1. Wae Dingin -1 Manggarai 2005 D 1.59 16 Memberamo 7.65 4.43 72.7%

Wae Dingin -2 2005/06 W 7.65 39 Memberamo 7.65 4.43 72.7%2. Wae Mantar -1 Manggarai 2006 D 43.88 47 Ciherang and Ruslin 8.40 4.00 110.0%3. Wae Nawu -1 Manggarai 2006 D 1.00 4 Ciherang and Ruslin 7.80 3.50 122.9%4. Muni -1 Ende 2006 D 2.00 4 Mamberamo 7.80 3.50 122.9%5. Mautenda -1 Ende 2005 D 1.00 4 IR-64 6.14 3.95 55.4%

Mautenda -2 2005/06 W 9.20 31 IR-64 7.20 3.50 105.7%Mautenda -3 2006 D 0.50 1 IR-64 9.20 3.50 162.9%

C. Sumba Island1. Kambaniru -1 East Sumba 2005 D 0.19 2 IR 64 5.28 3.00 76.0%

Kambaniru -2 2005/06 W 2.00 3 IR 64 6.00 3.00 100.0%2. Kondamara -1 East Sumba 2006 D 5.00 7 IR-64 6.00 3.00 100.0%3. Kabaru -1 East Sumba 2006 D 10.00 19 IR-64 7.80 3.00 160.0%

147.97 314 7.23 3.22 124.5% South Sulawesi

1. Awo -1 Wajo 2002/03 D 0.20 3 Ciliwung 7.15 4.35 64.4%Awo -2 2004/05 D 5.00 18 Ciliwung 6.29 3.61 74.1%Awo -3 2006 W 5.00 4 Ciliwung 5.99 4.10 46.1%

2. Salomekko -1 Bone 2002/03 D 0.20 1 Ciliwung 7.92 3.32 138.6%Salomekko -2 2004 W 5.00 7 Ciherang 6.19 3.66 68.9%Salomekko -3 2004/05 D 5.00 10 Ciliwung 6.69 3.48 92.4%Salomekko -4 2006 W 25.00 44 Ciherang 5.93 3.42 73.4%

3. Kelara Karalloe -1 Jeneponto 2003/04 W 4.30 6 Membramo 7.45 4.41 69.1%Kelara Karalloe -2 2004 D 2.00 1 Membramo 8.18 4.17 96.2%Kelara Karalloe -3 2004/05 W 217.90 245 Membramo 7.65 3.83 99.6%Kelara Karalloe -4 2005/06 W 2,249.00 2,881 Membramo 8.02 4.85 65.4%Kelara Karalloe -5 2006 D 277.00 321 Membramo 6.04 3.29 83.6%

4. Kiru Kiru -1 Barru 2003/04 W 1.00 1 Ciliwung 8.76 3.19 174.6%Kiru Kiru -2 2004/05 W 1.00 1 Ciliwung 6.80 3.53 92.8%Kiru Kiru -3 2006 D 5.75 7 Cisantana 7.40 4.60 60.9%

5. Sadang -1 Pinrang 2004 D 5.00 12 Ciliwung 8.11 4.55 78.2%Sadang -2 2004/05 W 77.79 106 Ciliwung 8.99 4.80 87.2%Sadang -3 2005 D 164.89 183 Ciliwung 7.57 4.59 65.0%Sadang -4 2005/06 W 314.61 387 Way Apu Buru/Ciliwung 7.37 4.71 56.5%Sadang -5 2006 D 344.10 413 Way Apu Buru/Ciliwung 6.70 3.72 80.1%

6. Lanrae -1 Barru 2004/05 W 3.00 4 Diasuci 6.80 4.08 66.7%Lanrae -2 2005 D 10.00 10 Ciliwung 7.65 4.47 71.0%

7. Kalamisu -1 Sinjai 2006 W 5.00 21 Ciherang 7.06 5.19 36.0%

Name of Scheme by Province

Total / Average

Name of District (Kabupaten)

Cropping Season *1

SRI Harvested Area (

ha )

Nos of Farmers ( nos )

Variety of RicePaddy Yield *6

Yield Increase

- 16 -

Page 17: A-005 Paper Pertemuan Teknis PLA

SRI Non SRI ( t / ha ) ( t / ha )

8. Bantaeng GW -1 Bantaeng 2006 D 1.00 1 Membramo 7.54 4.99 51.1%9. Tabo Tabo -1 Pangkep 2005/06 D 25.00 35 Cigeulis 6.79 4.17 62.8%

Tabo Tabo -2 2006 D 23.00 52 Cisantana 7.20 4.14 73.9%3,776.74 4,774 7.64 4.52 68.9%

Central Sulawesi1. Karaopa -1 Morowali 2004/05 D 37.00 37 Ciliwung/Cisantana 8.10 4.00 102.5%

Karaopa -2 2005 W 500.00 350 Ciliwung/Cisantana 7.20 4.10 75.6%Karaopa -3 2005/06 D 800.00 650 Ciliwung&Cisantana 7.80 4.10 90.2%Karaopa -4 2006 D 1,306.00 980 Ciliwung,/Cisantana/Cimelati 7.20 4.40 63.6%

2. Sinorang -1 Luwuk Banggai 2004/05 D 8.00 8 Cisantana&Ciliwung 6.10 4.10 48.8%Sinorang -2 2005 W 15.00 15 Cisantana&Ciliwung 6.30 4.10 53.7%Sinorang -3 2005/06 D 20.00 20 Cisantana&Ciliwung 7.70 4.10 87.8%Sinorang -4 2006 W 39.00 39 Cisantana, Ciliwung & Cigeulis 5.40 3.70 45.9%

3. Sausu -1 Parigi Moutong 2006 W 1.25 3 Situ Bagendit 6.40 3.96 61.6%4. Bella Kumpi -1 Luwuk Banggai 2006 W 3.00 3 Ciliwung 5.80 2.80 107.1%5. Biromaru GW -1 Donggala 2005 W 4.00 6 IR 66 & Ciliwung 8.50 3.20 165.6%

Biromaru GW -2 2005/06 D 5.00 6 IR 66 & Ciliwung 8.50 3.20 165.6%Biromaru GW -3 2006 W 5.00 6 IR 66 & Ciliwung 7.20 2.80 157.1%

2,743.25 2,123 7.36 4.23 74.0% Southeast Sulawesi

1. Wawatobi -1 Konawe 2006 D 107.20 114 Cisantana, Cigeulis 6.00 3.57 68.1%2. Wundolako -1 Kolaka 2006 D 3.00 4 Cisantana 4.54 3.14 44.6%

110.20 118 5.96 3.56 67.5% North Sulawesi

1. Kosinggolan -1 Bolaang Mongondo 2006 D 37.00 12 Ciherang 6.78 4.26 59.2%Kosinggolan -2 2006 D 7.00 9 Ciherang 6.12 2.65 130.9%

44.00 21 6.68 4.00 66.7% Gorontalo

1. Bulia -1 Gorontalo 2005/06 W 41.60 35 6.20 2.48 150.0%Bulia -2 2006 D 67.00 60 6.60 2.93 125.3%

2. Hunggalua -1 Gorontalo 2005/06 W 52.18 44 - ditto - 5.20 2.48 109.7%Hunggalua -2 2006 D 74.00 72 6.80 2.93 132.1%

3. Tolinggula -1 Gorontalo 2005/06 W 8.50 7 - ditto - 6.20 2.48 150.0%Tolinggula -2 2006 D 8.50 7 6.80 2.93 132.1%

4. Didingga -1 Gorontalo 2005/06 W 3.50 3 - ditto - 4.20 2.48 69.4%Didingga -2 2006 D 4.00 7 6.00 2.93 104.8%

5. Paguyaman -1 Gorontalo 2005/06 W 1.80 1 - ditto - 8.32 4.50 84.9%Paguyaman -2 2006 D 14.20 12 5.80 3.60 61.1%

6. Taluduyunu -1 Pohuwato 2006 D 0.58 1 - ditto - 6.18 3.60 71.7%275.86 249 6.25 2.80 123.0%

9,399.90 12,102 7.59 4.28 77.3%

Cibogo, Ciherang, Cigeulis, IR 64, Mekongga

Total / AverageGrand Total / Average

Total / Average

Total / Average

Total / Average

Total / Average

Name of Scheme by Province Name of District (Kabupaten)

Cropping Season *1

SRI Harvested Area (

ha )

Nos of Farmers ( nos )

Variety of RicePaddy Yield *6

Yield Increase

- 17 -

Page 18: A-005 Paper Pertemuan Teknis PLA

8. Pembangunan SRI Research Station Walaupun metode SRI telah diyakini berhasil meningkatkan hasil per luas tanam,

namun masih banyak hal yang belum difahami berkaitan dengan aplikasi SRI dengan kenaikan produktifitasnya. Selama ini aplikasi SRI masih bertumpu pada paket metodologi empiris yang disusun dari pengalaman dan temuan lapangan di Madagascar dan negara-negara lain. Beberapa isu dari lapangan yang diajukan petani dan praktisi yang harus dikaji diantaranya adalah:

- Efek aplikasi SRI pada berbagai varietas padi baik varietas local, varietas unggul dan yang terakhir hibrida.

- Pengaruh jenis tanah terhadap pertumbuhan padi dengan aplikasi SRI,

- Hubungan antara jarak tanam, varietas dan kondisi tanah dengan hasil panen.

- Usia bibit saat pindah tanam. Pedoman umum SRI adalah kurang dari 15 hari setelah semai (15 HSS). Pada awal penerapannya usia bibit ditentukan 12 hari, namun berikutnya dicoba 10 hari, 8 hari dan bahkan ada yang menerapkan 5 hari.

- Periode basah dan kering pada pengelolaan irigasi secara intermittent. Hal ini sangat penting mengingat aplikasi SRI di Lombok Tengah tahun 2005 membuktikan bahwa padi dengan SRI mampu bertahan pada kondisi kering tanpa irigasi selama 25 hari. Hal ini telah mematahkan asumsi di dalam teori kebutuhan air padi bahwa titik layu (wilting point) padi tercapai pada 15 hari.

- Selama ini penghematan air irigasi di SRI hanya dinyatakan sekitar 40%. Saat ini hasil penelitian water saving effect belum banyak berkembang sehingga harus diuji dalam skala petak percobaan, petak lapang aktual, berikutnya di tingkatkan pada petak tersier dan lebih luas lagi sampai 1 jaringan irigasi.

- Efek penggenangan terhadap pertumbuhan akar padi.

- Frekuensi, interval dan waktu awal penyiangan serta pengaruhnya pada pertumbuhan akar dan batang padi.

Pada tahap lanjut ketika diterapkan SRI secara utuh dengan konsep organic farming, maka beberapa thesis di bawah perlu diuji kebenarannya

- Solusi organic amendment yang paling efisien dan tidak memberatkan petani pelakunya.

- Pengaruh jangka panjang pengembalian kompos jerami tiap selesai panen terhadap tekstur tanah dan pertumbuhan organisme mikro di dalam tanah,

- Pengaruh pemberian kompos jerami terhadap water holding capacity untuk beberapa jenis tanah. (Catatan : Penerapan organic farming pada SRI di Jawa Barat membuktikan bahwa periode kering di petak lahan dapat diperpanjang sampai 82 hari tanpa memberikan dampak negative pada pertumbuhan tanaman).

- Uji coba bahan-bahan alami yang berpotensi untuk diolah menjadi pestisida nabati serta aplikasinya.

Untuk keperluan uji coba dan penelitian yang berkaitan erat dengan pengembangan SRI maka mulai tahun 2006 DISIMP Regional-1 Office bekerja sama dengan PT.

- 18 -

Page 19: A-005 Paper Pertemuan Teknis PLA

Sadhana Arifnusa (PT. SAN) membangun fasilitas penelitian di Puyung. Perusahaan yang berafiliasi dengan PT. H.M. Sampoerna ini bergerak di bidang penelitian tembakau dan menyewa lahan di Puyung dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Lokasi bekas proyek perkebunan kapas ini terletak di bagian hilir daerah irigasi Jurang Sate Hulu. Selanjutnya lokasi penelitian ini dinamakan ”SRI Research Station”. Pada musim tanam ke-1 PT. SAN menanam padi dengan metode SRI di areal seluas 9.50 ha.

Fasilitas yang dibangun dan akan dibangun di Puyung adalah :

- Petak Uji (test plot) berukuran 5x5 m sebanyak 20 petak sehingga memungkinkan dilaksanakannya penelitian dengan 5 perlakuan (treatment) dan 4 ulangan (replication).

- Sumber air berasal dari sumur gali dan disimpan di tanki berkapasitas total 5 m3. Air dalam volume yang telah terukur dialirkan ke dalam petak-petak uji.

- Dalam waktu dekat petak-petak uji ini akan dilengkapi screen house sehingga tanaman di dalamnya dapat diisolasi dari hama dan gangguan burung.

- Petak percobaan skala lapangan sebanyak 14 petak dengan luas setiap petak 1,000 m2 (total 1.4 ha)

- Pada saat ini DISIMP sedang melaksanakan rehabilitasi sebagian bangunan gudang/ruang pertemuan untuk dijadikan kantor lapangan untuk memenuhi kebutuhan ruang selama berlangsungnya penelitian-penelitian mendatang.

- Berikutnya akan dibangun 3 buah kolam penampung air untuk menjamin pasokan air irigasi selama pelaksanaan penelitian. mengingat lokasi sekitar Puyung hanya memperoleh giliran air irigasi hanya selama 5 hari dalam sebulan. Air dari kolam akan dipompakan ke tanki air dan dialirkan ke petak-petak uji melalui jaringan pipa.

- 19 -

Page 20: A-005 Paper Pertemuan Teknis PLA

Kegiatan DISIMP di SRI Research Station

[16] Penanaman pertama di SRI Station Desa Puyung, + 23 km dari Mataram, Lombok Tengah berlangsung pada tanggal 24 Desember 2006

[17] Tangki berkapasitas total 5 m3 untuk mengukur jumlah air yang akan diberikan ke setiap petak uji (test plot). Uji coba dan observasi penggunaan air optimum akan dimulai pada Mei 2007.

[18] Dua puluh petak uji (test plot) di Puyung Station memungkinkan penelitian padi dengan 5 perlakuan (treatment) dan 4 ulangan (replication) dalam waktu bersamaan.

Di latar belakang, hamparan sawah blok „B“ dengan metode SRI.

- 20 -

Page 21: A-005 Paper Pertemuan Teknis PLA

[19] SRI test plot bersama hamparan Blok ”B” di latar belakang. Lahan ini adalah milik Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi NTB

[20] Pandangan ke arah hamparan petak uji coba skala besar SRI yang dilaksanakan oleh PT. Sadhana Arifnusa (SAN).

[21] Pandangan ke arah barat, hamparan uji coba SRI skala besar oleh PT. Sadhana Arifnusa.

Di latar depan adalah petak-petak persemaian/pembibitan tanaman Akar Wangi. Tanaman ini sangat bermanfaat untuk erosion control dan slope protection pada berbagai jenis tanah.

- 21 -

Page 22: A-005 Paper Pertemuan Teknis PLA

[22] & [23] SRI Station Puyung dibangun bertujuan untuk meyakinkan petani kelebihan kultur padi tanpa menggunakan genangan air irigasi. SRI menghasilkan lebih banyak anakan padi, batang padi lebih kokoh dan mampu bertahan terhadap kekeringan.

[24] Pada bulan Januari 2007, ketika curah hujan di Lombok jauh di bawah normal, tanaman masih tumbuh normal. Foto memperlihatkan kegiatan penyiangan dalam kondisi tanpa genangan.

[25] & [26] Walaupun tanpa genangan, di bulan Januari 2007, kegiatan pemupukan tetap berlanjut. Dalam kondisi ini, pupuk tidak ditebar, melainkan dimasukkan ke lubang-lubang tugal.

- 22 -

Page 23: A-005 Paper Pertemuan Teknis PLA

[27] Hamparan lahan di Blok „B“ dipersiapkan untuk pengukuran ‚Grid Block Survey’ tepat pada saat setelah panen untuk meneliti pengaruh undulasi lahan, kadar air tanah dan pengaruhnya terhadap produksi.

[28] Kunjungan Managerial Staffs PT. HM Sampoerna Jakarta di SRI Station Puyung pada tanggal 5 Maret 2007 didampingi beberapa expatriate.

[29] Diskusi lapangan dengan key person PT. HM Sampoerna di saat kunjungan lapangan ke SRI Station tanggal 5 Maret 2007.

- 23 -

Page 24: A-005 Paper Pertemuan Teknis PLA

[30] Kunjungan beberapa pejabat dari Direktorat Pengelolaan Lahan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, Departemen Pertanian selesai Pembukaan TOT SRI Deptan di Diklat Narmada.

[31] Rombongan pejabat setingkat Kasubdit dan Kasi Direktorat Pengelolaan Lahan, Ditjen PLA, Deptan meneliti pertumbuhan padi di petak-petak Blok-B.

[32] Hari Minggu, 11 Maret 2007 ; sebanyak 43 orang wakil dari 7 provinsi; peserta pelatihan TOT SRI dari Diklat Narmada mengunjungi SRI Station Puyung untuk menyaksikan sendiri pertumbuhan padi yang dibudidayakan dengan metode SRI.

- 24 -

Page 25: A-005 Paper Pertemuan Teknis PLA

[33] Peserta TOT SRI Ditjen PLA, Deptan mengamati monitoring sheet yang ada di setiap petak uji (test plot).

[34] & [35] Kondisi tanaman padi di Blok-B pada tanggal 19 Maret 2007 yang sudah masuk tahap pengisian penuh.

System of Rice Intensification

More rice with less water

- 25 -

Page 26: A-005 Paper Pertemuan Teknis PLA

Referensi :

1. Henri de Laulanié, Association Tefy Saina, Technical Presentation of the System of Rice Intensification, based on Katayama’s Tillering Model. January 1992

2. Guerra LC, Bhuiyan SI, Tuong TP, Barker R. 1998. Producing more rice with less water from irrigated systems. Manila (Philippines), International Rice Research Institute.

3. Justin Rabenandrasana. Revolution in rice intensification in Madagascar. Association Tefy Saina, ILEIA Newsletter December 1999

4. Anischan Gani, Triny S. Kadir, Arti Jatiharti, I.P. Wardhana and Irsal Las. The System of Rice Intensification in Indonesia, Research Institute for Rice, Agency for Agricultural Research and Development, Cornell International Institute for Food, Agriculture and Development (CIIFAD), 2002

5. Thomas R. Sinclair. Agronomic UFOs waste valuable scientific resources. Rice Today July-September 2004

6. Norman Uphoff. System of rice intensifi cation responds to 21st century needs. Rice Today July-September 2004

7. Norman Uphoff . SRI – The System of Rice Intensification : An Opportunity for Raising Productivity in the 21st Century. Paper for International Year of Rice Conference, FAO, Rome, February 12-13, 2004

8. W.A. Stoop - The System of Rice Intensification (SRI): Results from exploratory field research in Ivory Coast -- Research needs and prospects for adaptation to diverse production systems of resource-poor farmers - June 2005, West African Rice Development Association, WARDA, 01 BP 2551, Bouaké, Ivory Coast.

9. Takeshi Horie, Tatsuhiko Shiraiwa, Koki Homma, Keisuke Katsura, Shuhei Maeda and Hiroe Yoshida – Can Yields of Lowland Rice Resume the Increase that They Showed in the 1980s? – Plant Production Science Vol. 8 2005

10. Shuichi SATO – Water Saving for Paddy Cultivation by Intermittent Irrigation Under the System of Rice Intensification (SRI) in Eastern Indonesia –paper presented in ICID International Workshop on Water Saving Practices in Rice Paddy Cultivation, 14-15 September 2006

11. Shuichi SATO - 4 Years of Experience with SRI (System of Rice Intensification) Practices under DISIMP in Eastern Indonesia – February 2007

- 26 -