96832483 prak 3 bioadhesif fixxx

14
BIOADHESIF Tujuan 1. Untuk menguji kemampuan mukoadhesif suatu granul yang mengandung polimer tertentu. 2. Untuk mengetahui perbedaan bioadhesif dari suatu granul yang berpolimer dengan granul tanpa polimer. Dasar Teori 1. Sistem Penghantaran Mukoadhesif Bioadhesif adalah keadaan dimana dua bahan, salah satunya bersifat biologis yang saling melekat untuk waktu yang lebih lama karena forsa interfasial. Bioadhesif juga dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu bahan (hasil sintesis atau produk biologi) teradhesi pada suatu jaringan biologi untuk periode waktu yang lebih lama. Di dalam sistem biologi, bioadhesif dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: adhesi dari suatu sel normal terhadap sel patologi dan adhesi dari suatu bahan adhesi terhadap suatu substrat biologis. Untuk tujuan penghantaran obat, terminologi bioadhesif bermakna terikatnya sistem pembawa obat pada lokasi spesifik biologi. Permukaan biologi tersebut dapat berupa jaringan epitel atau dapat berupa lapisan penutup mukus yang terdapat pada permukaan jaringan. Jika keterikatan tersebut pada permukaan mukus, fenomena ini dikenal dengan mukoadhesif. Mukoadhesif dapat pula berupa interaksi antara suatu permukaan musin dengan suatu polimer sintetik atau polimer alam. Sediaan mukoadhesif ini memanfaatkan sifat bioadhesif dari berbagai

Upload: pepeonet

Post on 05-Dec-2014

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 96832483 Prak 3 Bioadhesif Fixxx

BIOADHESIF

Tujuan

1. Untuk menguji kemampuan mukoadhesif suatu granul yang mengandung polimer

tertentu.

2. Untuk mengetahui perbedaan bioadhesif dari suatu granul yang berpolimer dengan

granul tanpa polimer.

Dasar Teori

1. Sistem Penghantaran Mukoadhesif

Bioadhesif adalah keadaan dimana dua bahan, salah satunya bersifat biologis yang

saling melekat untuk waktu yang lebih lama karena forsa interfasial. Bioadhesif juga dapat

didefinisikan sebagai kemampuan suatu bahan (hasil sintesis atau produk biologi) teradhesi

pada suatu jaringan biologi untuk periode waktu yang lebih lama. Di dalam sistem biologi,

bioadhesif dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: adhesi dari suatu sel normal terhadap sel

patologi dan adhesi dari suatu bahan adhesi terhadap suatu substrat biologis.

Untuk tujuan penghantaran obat, terminologi bioadhesif bermakna terikatnya sistem

pembawa obat pada lokasi spesifik biologi. Permukaan biologi tersebut dapat berupa jaringan

epitel atau dapat berupa lapisan penutup mukus yang terdapat pada permukaan jaringan. Jika

keterikatan tersebut pada permukaan mukus, fenomena ini dikenal dengan mukoadhesif.

Mukoadhesif dapat pula berupa interaksi antara suatu permukaan musin dengan suatu

polimer sintetik atau polimer alam. Sediaan mukoadhesif ini memanfaatkan sifat bioadhesif

dari berbagai polimer larut air, yang akan menunjukkan sifat adhesif pada waktu terjadi

hidrasi, kemudian akan menghantarkan obat mencapai sasaran tertentu untuk waktu yang

lebih lama dibandingkan sediaan konvensional.

Sistem penghantaran obat mukoadhesif ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan

sediaan bukal, sublingual, vaginal, rektal, nasal, okular, serta gastrointestinal. Prinsip

penghantaran obat dengan sistem mukoadesif adalah memperpanjang waktu tinggal obat pada

organ tubuh yang mempunyai lapisan mukosa. Sistem mukoadhesif akan dapat meningkatkan

kontak yang lebih baik anatara sediaan dengan jaringan tempat terjadinya absorpsi sehingga

konsentrasi obat terabsopsi lebih banyak dan diharapkan akan terjadi aliran obat yang tinggi

melalui jaringan tersebut.

Page 2: 96832483 Prak 3 Bioadhesif Fixxx

Penggunaan formulasi mukoadhesif oral dapat dicapai dengan meningkatkan lamanya

waktu tinggal obat dalam saluran cerna. Akan tetapi, beberapa faktor fisiologi dapat

membatasi penggunaan sistem pemberian ini, diantaranya adalah:

a. Absorpsi obat di saluran cerna dipengaruhi oleh motilitas lambung dan usus. Motilitas

lambung yang kuat akan menjadi satu gaya yang dapat melepaskan adhesif.

b. Kecepatan penggantian musin baik pada keadaan lambung kosong maupun penuh dapat

membatasi waktu tinggal sediaan mukoadhesif karena jika mukus lepas dari membran,

polimer bioadhesif tidak dapat menempel lebih lama.

c. Adanya penyakit yang dapat merubah sifat-sifat fisikokimia dari mukus.

Meskipun demikian semua permasalahan dapat dihindari dengan menggunakan polimer

yang sesuai atau dengan menggabungkan bahan-bahan tertentu pada bentuk sediaan.

Mukus mengandung musin yang berupa rantai oligosakarida dengan pKa 2,6. Bio

(muko) adhesif polimer adalah natural atau sintetik polimer yang menghasilkan interaksi

dengan membran biologi.

2. Biopolimer Pada Sediaan Lepas Lambat

Produk konvensional controlled-release untuk sediaan oral menargetkan pada tempat

spesifik pada saluran pencernaan. Waktu pelepasan obat dari pembawa dapat mencapai 6-8

jam pada usus. Laju disolusi pada formulasi dapat dikontrol dan waktu paruh untuk mencapai

konsentrasi terapi dapat diperpanjang sehingga sediaan dalam bentuk ini cukup diberikan

sekali atau dua kali sehari. Formulasi yang dilengkapi dengan biopolimer dapat mengontrol

pelepasan obat dalam saluran pencernaan. Produk obat dengan salut enterik juga dapat

meminimalkan pelepasan obat pada lambung dan usus halus. Mekanisme pelepasan obat dari

pembawa yang berupa sistem polimer meliputi:

1. Difusi

2. Erosi polimer

3. Degradasi mikroba dan

4. Degradasi enzim

Tujuan utama dari suatu produk obat pelepasan terkendali adalah untuk mencapai suatu

efek terapeutik yang diperpanjang di samping memperkecil efek samping yang tidak

diinginkan yang disebabkan oleh fluktuasi kadar obat dalam plasma. Secara ideal, produk

Page 3: 96832483 Prak 3 Bioadhesif Fixxx

obat pelepasan terkendali hendaknya melepaskan obat pada suatu laju yang konstan, atau laju

orde nol. Setelah lepas dari produk obat, obat secara cepat diabsorpsi dan laju absorpsi akan

mengikuti kinetika orde nol yang sama dengan suatu infusi obat secara intravena.

Walaupun rancangan suatu produk obet pelepasan terkendali yang berperilaku ideal

adalah rumit, bentuk sediaan ini menawarkan beberapa keuntungan yang penting atas

pelepasan bentuk sediaan yang segera dari obat yang sama, yaitu:

1.      Memungkinkan untuk mempertahankan kadar obat terapeutik dalam darah, yang akan

memberikan respon klinik yang diperpanjang dan konsisten pada penderita.

2.     Untuk kemudahan penderita, dan mengarahkan pada kepatuhan penderita yang lebih baik.

Sebagai contoh, jika penderita hanya perlu minum obat sekali sehari, maka ia tidak harus

mengingat-ingat dosis tambahan pada waktu-waktu tertentu selama hari itu.

3.      Karena jarak pemberian dosis lebih panjang, maka kebutuhan tidur penderita tidak

terganggu.

4.      Untuk penderita dalam perawatan, biaya dari waktu perawatan yang diperlukan untuk

menggunakan obat menurun jika kepada penderita hanya diberikan satu dosis obat setiap

hari.

Pada penggunaan obat pelepasan terkendali juga ada sejumlah kerugian, yaitu:

1.      Jika penderita mendapat suatu reaksi samping obat atau secara tiba-tiba mengalami

keracunan, maka menghilangkan obat dari sistem menjadi lebih sulit daripada dengan suatu

produk obat pelepasan cepat.

2.      Karena produk obat pelepasan terkendali dapat mengandung tiga kali atau lebih dari dosis

yang diberikan dalam jarak waktu yang lebih sering, maka ukuran produk obat pelepasan

terkendali akan menjadi besar, dan terlalu besar untuk ditelan secara mudah oleh penderita.

Lambung

Lambung merupakan suatu organ ”pencampur dan pensekresi” dimana makanan

dicampur dengan cairan cerna dan secara periodik dikosongkan ke dalam usus halus. Akan

tetapi gerakan makanan dan produk obat dalam lambung dan usus halus sangat berbeda

tergantung pada keadaan fisiologik. Dengan adanya makanan lambung melakukan fase

”digestive”, dan tanpa adanya makanan lambung melakukan fase ”interdigestive”. Selama

fase ”digestive” partikel-partikel makanan atau partikel-partikel padat yang lebih besar dari 2

mm ditahan dalam lambung, sedangkan partikel-partikel yang lebih kecil dikosongkan

Page 4: 96832483 Prak 3 Bioadhesif Fixxx

melalui ”sphincter” pilorik pada suatu laju order kesatu yang tergantung pada isi dan ukuran

dari makanan. Selama fase ”interdigestive” lambung istirahat selama 30-40 menit sesuai

dengan waktu istirahat yang sama dalam usus halus. Kemudian terjadi kontraksi peristaltik,

yang diakhiri dengan ”housekeeper contraction” yang kuat yang memindahkan segala sesuatu

yang ada dalam lambung ke usus halus. Dengan cara yang sama, partikel-partikel besar

dalam usus halus akan berpindah hanya selama waktu ”housekeeper contraction”.

Bahan-bahan berlemak, makanan dan osmolalitas dapat memperpanjang waktu tinggal

dalam lambung. Pelarutan obat dalam lambung juga dapat dipengaruhi oleh ada atau tidak

adanya makanan. Waktu tinggal dalam lambung yang lebih panjang, obat dapat terkena

pengadukan yang lebih kuat dalam lingkungan asam.

Gelatin

Gelatin adalah protein yang diperoleh dari bahan kolagen. Sedangkan menurut

excipients, gelatin adalah campuran protein alami yang didapatkan dari bagian asam

hidrolisis (gelatin tipe A) atau bagian basa hidrolisis (gelatin tipe B) dan kolagen. Gelatin tipe

A memiliki pH 3,8-6 sedang gelatin tipe B memiliki pH 5,0-7,4. Gelatin memiliki berat

molekul 15.000 – 250.000. Dengan pemerian berupa serbuk, lembaran, kepingan, atau

butiran yang tidak berwarna atau berwarna kuning pucat serta bau dan rasa yang lemah. Jika

gelatin direndam dalam air akan mengembang dan menjadi lunak, secara berangsur-angsur

juga dapat menyerap air 5-10 kali bobotnya. Gelatin mudah larut dalam air panas dan jika

didinginkan terbentuk gudir, praktis tidak larut dalam etanol, kloroform, dan eter namun

dapat larut dalam campuran gliserol dan air terutama jika dipanaskan.

Dalam farmasetik dapat digunakan sebagai zat tambahan seperti, coating agent, gelling

agent, suspending agent, pengikat tablet, dan zat peningkat viskositas. Secara luas gelatin

digunakan dalam berbagai sediaan farmasi meskipun lebih sering digunakan dalam bentuk

kapsul gelatin lunak maupun keras. Kapsul gelatin adalah bentuk unit dosis yang diisi dengan

zat aktif dan umumnya didesain untuk sediaan oral. Gelatin sangat sukar larut dalam air

dingin, kapsul dari gelatin dapat membuat suatu sediaan terlepas secara perlahan dari

pembawanya. Atau dengan kata lain gelatin dapat menghambat laju disolusi dari sediaan

tablet maupun kapsul. Selain itu gelatin juga digunakan pada sediaan pasta, supositoria,

pembawa pada sediaan injeksi, dan pada produk makanan seperti es krim.

Gelatin dapat bereaksi dengan aldehid, anion, polimer anionik dan kationik, ion logam,

pengawet,dan surfaktan, sedangkan dengan alkohol, kloroform, eter, garam merkuri, dan

asam tanat dapat membentuk endapan.

Page 5: 96832483 Prak 3 Bioadhesif Fixxx

Alat dan bahan

Alat bedah

Alat uji bioadhesif

Alat disintegrasi

Glass object

Lem

Lambung dan usus tikus

Granul polimer dan non polimer

Cara kerja:

1. Tikus yang akan dimasukkan ke dalam toples dengan kloroform sampai mengalami

keadaan paralis.

2. Bedah tikus yang digunakan, ambil bagian usus dan lambungnya.

3. Buka bagian usus dan lambung, dan siapkan object glass serta perekat.

4. Bagian usus dan lambung yang memiliki mucin ditempelkan dengan granul

polimer/non polimer sebanyak 30 granul, lalu usus dan lambung tersebut direkatkan

di glass object.

5. Setelah itu, lakukan uji wash off dan uji bio adhesive pada suhu 37°C (suhu tubuh)

6. Amati granul yang tersisa pada uji wash off setelah 15 menit, dan pada uji bioadhesif

setiap 5 menit untuk 10 menit pengujian.

Data Hasil Pengamatan

Uji Bioadhesif in vitro

Kelompok MediaJumlah

granul

Total Granul Non Polimer

5 menit 10 menit 5 menit 10 menit

Kelompok 2 Lambung 50 46 46 37 37

Kelompok 4 Usus 30 30 30 30 30

Kelompok 6 Usus 30 27 26 30 30

Page 6: 96832483 Prak 3 Bioadhesif Fixxx

Uji Wash Off

Kelompok Media Jumlah granul Polimer (15 menit) Non polimer (15 menit)

Kelompok 1 Lambung 30 12 5

Kelompok 3 Usus 30 10 22

Kelompok 5 Usus 30 8 10

Perhitungan data

Jumlah % granul = Jumlah sisagranulJumlah total granul

x 100%

Kelompok % polimer % non polimer

Kelompok 11230x100=40 %

530x100=16,67 %

Kelompok 2

4630x100=92 % (5 menit)

4630x100=92 % (10 menit)

3730x 100=74 % (5 menit)

3250x100=64 % (10 menit)

Kelompok 31030x100=33,3 %

2230x100=73,3 %

Kelompok 4

3030x100=100 % (5 menit)

3030x100=100 % (10 menit)

3030x100=100 % (5 menit)

3030x100=100 % (10 menit)

Kelompok 5830x100=26,67 %

1030x100=33,3%

Kelompok 6

2730x 100=90 % (5 menit)

2630x 100=86,67 % (10 menit)

3030x100=100 % (5 menit)

3030x100=100 % (10 menit)

Catatan : pada kelompok 1,2,3 menggunakan granul gelatin ikan (polimer) & avicel (non

polimer)

Pada kelompok 4,5,6 menggunakan granul gelatin sapi + avicel (polimer) &

avicel (non polimer)

Pembahasan

Pada praktikum kali ini, kami melakukan percobaan mengenai uji bioadhesif in vitro

dan uji wash off. Uji wash off bertujuan untuk melihat kemampuan granul melekat pada

mukosa lambung dan usus selama waktu 30 menit sedangkan uji bioadesif bertujuan untuk

Page 7: 96832483 Prak 3 Bioadhesif Fixxx

melihat seberapa cepat granul dapat melekat pada mukosa lambung dan usus dalam waktu 5

menit. Dalam percobaan kami membandingkan kekuatan ikatan tersebut, yakni antara granul

yang berpolimer dengan granul yang non polimer. Perbandingan dilakukan dengan

menghitung jumlah granul yang masih tersisa pada lambung dan usus baik dilakukan secara

in vitro maupun bioadhesif.

Lambung dan usus yang digunakan berasal dari tikus. Penyiapan membran mukosa

lambung dan usus halus dilakukan melalui tahapan pemilihan tikus yang sehat. Pada saat

akan dilakukan pengujian, tikus dimatikan dangan eter atau kloroform, pembedahan

dilakukan pada bagian abdominal, kemudian organ lambung dan usus yang akan digunakan

diambil, jaringan lambung dan usus dicuci dengan larutan NaCl fisiologis kemudian masing-

masing direndam dalam cairan lambung buatan dan cairan usus buatan.

Kemudian lambung dan mukosa tersebut dilakukan uji bioadhesif in vitro dan wash

off menggunakan alat tertentu. Untuk uji bioadhesif in vitro, jaringan lambung dibuka dan

dipotong kira-kira 1x1 cm dan jaringan usus dibelah dan dipotong kira-kira 4x1 cm,

dilekatkan pada penyokong aluminium kemudian ditempatkan dalam sel silindris dengan

kemiringan 45oC. Granul yang melekat pada jaringan lambung dielusi dengan cairan lambung

buatan pada suhu 37+0,5oC selama 10 menit dengan kecepatan aliran 22 ml/menit. Prinsip

kerja alat ini adalah mengaliri lambung dan usus yang ditempeli granul dengan cairan yang

dibuat sesuai pH tubuh yang mana lambung atau usus diletakkan pada suatu tabung yang

memiliki suhu sesuai dengan suhu tubuh. Pengamatan dilakukan dengan menghitung granul

yang melekat setiap 5 menit selama 10 menit. Dibandingkan antara granul yang berpolimer

dengan non polimer.

Sedangkan uji wash off yang kami lakukan menggunakan suatu alat yang bernama

disintegration tester yang diset pada suhu 370C. Alat ini bekerja dengan gerakan naik turun ke

dalam suatu media cairan lambung buatan. Kami melakukan pengamatannya selama 30

menit. Pada saat pengamatan, kami menghitung jumlah granul berpolimer dan granul non

polimer yang tersisa pada mukus lambung dan usus, serta membandingkannya.

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah kami lakukan, jumlah granul polimer yang

tersisa pada uji biadhesif in vitro dan uji wash off untuk lambung lebih banyak granul yang

tersisa pada granul yang diberi polimer dibanding dengan yang non polimer. Hasil ini sesuai

dengan teori, pada granul yang berpolimer dapat menempel lebih lama pada mukus lambung

karena adanya ikatan antara musin dengan polimer yang digunakan. Musin lambung

mengandung glikoprotein sedangkan polimer gelatin yang digunakan pada granul merupakan

protein, gelatin ini disintesis dari tulang ikan tuna yang kemudian dibuat granul. Karena

Page 8: 96832483 Prak 3 Bioadhesif Fixxx

keduanya sama-sama memiliki gugus –NH2 (amina), maka dapat berikatan hidrogen, ikatan

inilah yang menyebabkan musin lambung dan polimer dapat berikatan sangat kuat dan tidak

mudah lepas. Uji wash off ini dapat digunakan sebagai parameter untuk pengujian sediaan

lepas terkendali khusus untuk obat yang memang ditujukan pelepasan optimalnya di dalam

lambung atau sediaan yang lebih dikenal dengan sediaan mukoadesif.

Sedangkan pada usus lebih banyak jumlah granul yang tersisa pada granul yang non

polimer dibanding dengan yang berpolimer. Hal ini tidak sesuai dengan teori. Mungkin

dikarenakan jenis gelatin yang digunakan kurang bagus dalam berikatan dengan mukosa

usus. Atau dapat pula terjadi karena beberapa kesalahan yang dilakukan selama praktikum,

misalnya mukosa ususnya terkikis, kurang baik dalam penempelan granul pada usus, dan lain

sebagainya.

Setelah diuji pada lambung dan usus ternyata persen pelekatan granul yang lebih baik

adalah di dalam Usus. ini disebabkan melekatnya granul di dalam mukosa lambung dan

mukosa usus itu lebih banyak granul yang tersisa di usus, dilihat dari teorinya dengan

praktiknya ternyata hasilnya sesuai dengan teorinya, itu dikarenakan pada pH diatas 28

protein mukus bersifat polielektronik anion atau bermuatan negatif sehingga kemampuan

untuk beikatan dengan polimer kation lebih baik.

Kesimpulan

1. jumlah granul polimer yang tersisa pada uji biadhesif in vitro dan uji wash off untuk

lambung lebih banyak granul yang tersisa pada granul yang diberi polimer dibanding

dengan yang non polimer.

2. Hal ini dikarnakan adanya ikatan antara musin dengan polimer yang digunakan sehingga

pada granul yang berpolimer dapat menempel lebih lama pada mukus lambung.

3. Namun pada usus yang tersisa banyak itu sebaliknya yakni granul non polimer. ini sama

sekali tidak sesuai dengan apa yang tertera di teori. Dan juga ini dikarenakan ketidak

telitian pada saat praktikum, dan mukosanya terbawa saat dicuci dengan air.

4. Uji wash off ini dapat digunakan sebagai parameter untuk pengujian sediaan lepas

terkendali khusus untuk obat yang memang ditujukan pelepasan optimalnya di dalam

lambung atau sediaan yang lebih dikenal dengan sediaan mukoadesif.

Page 9: 96832483 Prak 3 Bioadhesif Fixxx

Daftar pustaka

Santus G, Lazzarini C, Bottoni G, Sendefer E, Richard C, Doll W, Ryo Y, Digenis G. An in

vitroin vivo investigation of oral bioadhesive controlled release furosemide formulations.

Elsevier. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics. 44 (1997) 41.