84321970 imunopatogenesis tb

Upload: long-ayu

Post on 18-Jul-2015

77 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

Tuber ulosis sampai saat ini masih merupa an masalah esehatan yang penting di seluruh dunia. Menurut laporan World Health Organization (WHO), insidensi TB dis eluruh dunia pada tahun 2008 adalah 9,4 juta jiwa. Hal ini sebanding dengan 134 orang/1 00.000 pendudu . Ang a ini mengalami pening atan dibanding an per iraan asus TB pada t ahun 2007 yaitu 9,3 juta jiwa. Menurut sumber yang sama sebagian besar asus TB terdapat d i benua asia (55%) dan Afri a (30%). (1) Mes ipun insidensi TB di Indonesia dilapor an menuru n dari 130 orang/100.000 pendudu pada tahun 1995, menjadi 101/100.000 pendudu pada tahun 2008, (2) namun bila dilihat dari jumlah penderita TB ma a Indonesia menempati urutan e 5 diantara negara-negara dengan penderita TB terbanya di seluruh dunia. (1) Pada era sebelum tahun 1985, di negara-negara Eropa dan Ameri a seri at, pening atan di se tor esehatan masyara at membantu penurunan masalah tuberculosis dengan ba i sebelum ditemu annya obat-obat spesifi . A tifitas program TB, diper uat dengan emotera pi yang berhasil, menyebab an penurunan yang nyata laju infe si dan ematian. Penya it i ni menjadi sangat ter ontrol walaupun tida menghilang sepenuhnya. Kasus- asus TB mengalami pening atan embali se itar tahun tahun 1985 pada berbagai negara industry. Peni ng atan embali asus TB didorong oleh mening atnya populasi narapidana, gelandangan, pe ngguna obat sunti , perumahan umuh dan imigrasi dari negara-negara endemic TB. Di samp ing semua itu, penurunan a tivitas ontrol TB dan epidemic HIV/AIDS merupa an 2 fa tor uta ma yang memicu pening atan embali asus TB. (3) Sebagian besar pendudu dunia, yaitu 1/3 bagian selama hidupnya pernah terinfe s i dengan uman TB. Namun demi ian hanya 5-15 % yang emudian ber embang menjadi tuberculosis. Kenyataan ini menimbul an dugaan bahwa terdapat fa tor-fa tor host yang berperan dalam menentu an ting at erentanan seseorang terhadap infe si uman TB . Oleh arena itulah penulis berminat untu menulis suatu referat yang berjudul Immunop atogenesis dan fa tor geneti yang berhubungan dengan erentanan terhadap tuber ulosis. Ada pun batasan

masalah pada referat ini adalah membahas virulensi uman TB, Me anisme Imun pada infe si TB dan fa tor-fa tor yang terlibat dalam menyebab an erentanan terhadap TB.

BAB II TUBERKULOSIS

2.1 Definisi

Tuber ulosis adalah penya it menular yang ber embang dari infe si sistemi yang dia ibat an oleh ba teri dari elompo Micobacterium tuberculosis. Penya it ini pada umumnya menyerang paru-paru namun pada 1/3 asus dapat mengenai organ lain. (4) 2.2 Etiologi

Mi oba terium termasu e dalam family Mycobacteriaceae dan ordo Actinomycetales . Diantara semua elompo M. tuberculosis. Kelompo ini meliputi M.Tuberculosis, M . bovis, M. africanum, M. caprae, M. microti, M. pinnipedii, dan M. canetii. Basil yang p aling sering dan paling penting sebagai penyebab penya it pada manusia adalah M. tuberculosis . (5) Sampai saat ini sudah berhasil diidentifi asi se itar 50 spesies mi oba terium. Mycobacterium avium-intracellulare (M avium omple s, atau MAC) dan mi oba teriu m atipi al lainnya yang sering ali menginfe si pasien dengan AIDS, merupa an pato gen oportunisti pada individu immunocompromised dan secara ebetulan saja menyebab an penya it pada orang dengan system imun normal. (6) M. tuberculosis merupa an suatu ba teri aerobi yang tipis, berbentu batang, ti da membentu spora dan beru uran ira- ira 0,5-3 m. Mi oba terium, termasu M. tuberculosis, sering ali netral pada pewarnaan gram. Mes ipun demi ian, se ali terwarnai, basil ini tida bisa di embali an lagi e warna semula dengan al ohol asam, Hal ini emudian dijadi an dasar dalam menggolong an ba teri ini e dalam elompo basil tahan asam (BTA). Sifat tahan asam ba teri ini terutama disebab an oleh tingginya and ungan asam mi olat, dan lipid dinding sel yang lain. (5) Gambaran mi ros opi dari M. tuberculosis dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Gambaran mi ros opis M. tuberculosis yang diwarnai dengan pewarnaan Ziehl-Nieelsen (pembesaran 1000X). (3) Ba teri ini pada bagian luarnya terdapat selubung (envelope) yang terdiri atas m embran plasma, dinding sel dan apsul luar yang menyerupai membran. Membran mi oba teri um tida berbeda dengan ba teri lainnya ecuali adanya beberapa lipopolisa arida ya ng juga banya ditemu an pada semua family actinomycetales. Membran pembatas ini memberi an perlindungan terhadap te anan osmotic, mengatur lalulintas zat terlarut tertentu antara sitoplasma dengan ling ungan dan mela u an fungsi sel. Membran mengandung protei n dengan berbagai fungsi misalnya sebagai sensor adar mole ul-mole ul di ling ung an; juga menyampai an isyarat e perang at geneti dan metaboli di dalam sitolasma; seba gai enzim yang terlibat dalam proses metaboli dan pembentu an energi; mole ul pemba wa yang memperantarai transport sele tif nutrien-nutrien dan ion. Enzim-enzim yang juga memperantarai sintesis membran dan dinding sel, pembentu an septum pada pembelah an sel, pembentu an dan se resi protein e strasitoplasmi dan repli asi DNA. (3) Sebagaimana pada hampir semua ba teri, membran diling upi oleh dinding sel yang melindungi andungan sel, memberi an du ungan me ani dan berperan memberi an bentu yang has terhadap ba teri. Dinding sel bagian dalam tersusun dari suatu lapisan peptidogli an. Perbedaan antara dinding sel basil mi oba terium dengan pro ariot a lain, selain adanya residu imia tertentu adalah banya nya i atan silang (cross-lin in g) pada peptidogli annya. Sebagai perbandingan i atan silang pada mi oba terium 70-80% sementara itu pada E. coli 20-30%. Senyawa lain yang beri atan secara ovalen de ngan

peptidogli an dinding sel adalah arabinogala tan yang ujung bagian luarnya beri atan dengan asam mi olat. (3) Selain asam mi olat omponen lipid lainnya adalah lilin dan fosfatida. Lipid beri atan dengan protein dan polisa arida. Muramil dipeptida (d ari peptidogli an) bergabung dengan asam mi olat dapat menyebab an pembentu an granuloma, sementara itu fosfolipid dapat mengindu si ne rosis per ijuan. Analis a lipid dengan romatografi gas mengung ap an pola-pola yang membantu dalam peng lasifi asian ba teri ini e dalam beragam spesies. (6) 2.3 Virulensi uman TB

Menentu an virulensi uman TB merupa an pe erjaan yang tida mudah, hal ini disebab an uman TB tida menghasil an fa tor virulensi lasi seperti yang dapa t ditemu an pada berbagai ba teri patogen yang lain seperti to sin yang dihasil an oleh Corinebacterium diphterie, Eschericia coli, Shigella disentriae dan Vibrio coler a. Oleh sebab itu untu menentu an virulensi uman TB ma a banya penelitian lebih meniti berat an dalam mencari fa tor-fa tor yang menentu an progresifitas penya it TB. (7) Sampai saat ini sudah banya diteliti fa tor-fa tor yang menentu an virulensi u man TB. Salah satu strain M.Tuberculosis yang virulen adalah M.tuberculosis CDC 1551, me rupa an strain lini yang dianggap sangat virulen. Ba teri ini dapat mengindu si onsen trasi sito in, meliputi TNF-a yang lebih tinggi dibanding an dengan oleh strain lain. Pada hewa n coba yang terinfe si uman dengan strain ini didapat an apoptosis yang menurun diband ing an strain lain. Mes ipun demi ian, ting at virulensi strain CDC 1551 ini tida mele bihi virulensi strain lain ji a ditinjau dari bacterial load dan mortalitas. (7) Pada penelitian lain ditemu an bahwa strain M. tuberculosis WhiB3 dapat mempenga ruhi regulasi system redo s dari ma rofag dengan cara menghambat asimilasi asam propi onate dengan fa tor virulensi uman TB sehingga lebih bertahan hidup dalam ling ungan yang aya a an propionat. (8) Gen lain yang berperan dalam virulensi uman TB adalah gen nuoG. E presi gen ini pada uman M. tuberculosis dapat menghambat apoptosis dari ba teri ini sehingga mening at an virulensinya. Dalam penelitian ini juga dibu ti an bahwa delesi gen nuoG

menghilang an emampuan untu menghambat apoptosis yang dia ibat an sel imun dar i pejamu sehingga menurun an virulensinya pada binatang percobaan. (9)

BAB III IMMUNOPATOGENESIS TUBERCULOSIS

3.1 Perjalanan Kronologis Penya it Tuber ulosis M. tuberculosis merupa an ba teri obligat aerobi , patogen intrasel yang memili i predile si pada jaringan yang aya dengan suplai o sigen. Basil tuber el memasu i tubuh melalui rute pernafasan. Tuber el menyebar dari tempat infe si pertama e dalam paru-paru melalui system limfati atau darah e bagian-bagian lain dari tubuh. Bagian ape s paru dan elenjar limfe regional merupa an tempat yang disu ai oleh uman ini. TB e strap ulmoner dari pleura, limfati . Tulang dan system gentiourinarius, selaput ota , peritoneum at au ulit dapat terjadi pada se itar 15 persen asus. (10)

Perjalanan penya it tuberculosis dibagi atas empat tahap. Tahap pertama dimulai dengan inhalasi basil tuberculosis. Ma rofag alveolar menelan basil dan seiring ali men ghancur annya. Pada tahap ini destru si mi oba terium tergantung epada apasitas mi robisidal fagosit pejamu dan fa tor virulensi dari mi oba terium. Mi oba terium yang bisa terlepas dari d estru si intraseluler inisial a an mengganda an diri dan hal ini menyebab an penghancuran ma rofag. Keti a hal ini terjadi ma a monosit di dalam darah serta sel radang lain a an te rtari e paruparu (tahap dua). Monosit a an berdifrensiasi menjadi ma rofag yang emudian em bali siap untu mengingesti namun tida membunuh mi oba terium. (11) Dua sampai tiga minggu setelah infe si, imunitas sel T terbentu , melalui antig enspesifi sel T yang masu , sel T berproliferasi di dalam lesi awal atau tuber el dan emudian menga tif an ma rofag untu membunuh mi oba terium intraseluler. Setelah fase in i pertumbuhan logaritmi awal umam TB terhenti (stadium 3). Ne rosis padat sentra l pada lesi primer ini menghambat pertumbuhan mi roba terium e straseluler. Sebagai a ibatny a, infe si menjadi terhenti atau disebut dormant . Penya it dapat ber embang dan penularan dap at terjadi dalam wa tu berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah tuberculosis prim er pada eadaan imunitas menurun. Focus per ijuan yang mencair merupa an ondisi yang se mpurna

untu pertumbuhan e straseluler bagi M. tuberculosis. Pembentu an avitas dapat menyebab an ruptur de at bron us, menyebab an menyebar melalui saluran nafas e bagianbagian lain dan e ling ungan se itar. (11) 3.2 Respon Imun Bawaan 3.2.1 Fagositosis M. tuberculosis Ma rofag yang berada di alveolar merupa an jenis sel utama dalam upta e awal M. tuberculosis. Setelah pertemuan awal ini, sel-sel dendriti dan monosit yang ber asal dari ma rofag juga terlibat dalam proses fagositosis. Endositosis M. tuberculosis mel ibat an beragam reseptor pada sel fagosit yang dapat beri atan, bai dengan uman TB yan g telah diopsonifi asi maupun yang belum diopsonifi asi pada permu aannya (gambar 2).

Gambar 2. Fagositosis dan pengenalan uman M.TB. berbagai reseptor telah berhasi l diidentifi asi dalam hal fagositosis M. TB oleh ma rofag dan sel dendriti : reseptor omplemen merupa an yang terutama berperan dalam upta e uman TB yang teropsonifi asi; MRs dan reseptor pengi at untu upta e um an TB yang ta teropsonifi asi. TLR berperan penting pada pengenalan imun MTB. Dalam aitan den gan CD14, TLR2 beri atan dengan lipoarabinomannan (LAM), yaitu suatu heterodimer dari TLR2 dan TLR6 yang beri atan dengan lipoprotein MTB seberat 19 Da, TLR4 beri atan dengan fa tor teri at sel yang tida tahan pa nas, dan emung inan TLR9 beri atan dengan DNA MTB. Setelah beri atan dengan TLR, jalur sinyal utama a an menyebab an a tivasi sel dan produ si sito in. TLR-TLR dihasil an tida hanya pada permu aan sel namun juga d i dalam fagosom; sehingga, a tivasi imun dapat terjadi dengan atau tanpa fagositosis. Di sisi lain, fagosit osis sendiri mung in tida menyebab an a tivasi imun tanpa melibat an TLR-TLR.

Sebagai suatu contoh dari me anisme tera hir, mi oba terium dapat menginvasi ma rofag pejamu setelah opsonifi asi dengan fa tor omplemen C3, yang dii uti dengan peng i atan dan upta e melaui reseptor omplemen 1 (CR1), CR3 dan CR4. (11) (12) Pentingnya Rese ptor diantara berbagai reseptor untu fa tor omplemen C3 telah terbu ti melalui pene litian invitro yang mana tida adanya CR3, fagositosis MTB oleh ma rofag dan monosit ber urang 70-80% (11)

dengan cara a tivasi system omplemen. M. tuberculosis juga mengguna an sebagian dari jalur lasi a tivasi omplemen dengan cara beri atan langsung dengan C2a, mes ipun ti da ada C4b; dengan cara ini telah terbentu i atan C3b dengan CR1. Me anisme ini memfas ilitasi upta e mi oba terium pada ling ungan yang urang opsonin, seperti di paru. Bagai manapun MTB yang nonoopsonifi asi MTB dapat beri atan secara langsung dengan CR3 dan CR4 . Walaupun demi ian reseptor yang sudah sangat di enal untu fagositosis MTB tanpa opsonifi asi adalah reseptor manosa ma rofag (MR), yang dapat mengenali ujung re sidu manosa pada ba teri. Apabila upta e oleh CR dan MR dihambat ma rofag masih bisa mengint ernalisasi MTB melalui reseptor scavenger. (11) Sema in uatnya i atan antara MTB dengan sel-sel epitel dan ma rofag dapat mencermin an fa tor risi o untu terjadinya tuber ulosis linis. Colectin, merup a an penamaan untu se elompo protein yang meliputi surfa tan, le tin teri at manosa (MBL) da n C1q merupa an protein-protein yang penting dalam masalah ini. Protein surfa tan A (S p-A) membantu upta e MTB, melalui pengi atan bai dengan ma rofag, pneumosite tipe II atau netrofil. Hal yang menari adalah bahwa pada pasien HIV terjadi pening atan ada r Sp-A pada paru dan hal ini menyebab an pening atan sampai 3 ali lipat i atan MTB dengan m a rofag. Berbeda dengan protein surfa tan yang lain yaitu Sp-D, yang di etahui dapat meng hambat upta e strain patogen MTB dengan ma rofag. Dengan ejadian tersebut diduga bahwa on sentrasi relative protein surfa tan ber orelasi dengan risi o infe si. (11) MBL fa tor plasma, merupa an jenis lain dari protein collectin, juga dapat berp eran dalam upta e MTB oleh sel fagositi . MBL mengenali onfigurasi arbohidrat berma cammacam patogen dan mengindu si fagositosis secara langsung melalui system omplem en.

Untu opsonifi asi oleh C3 ma a produ

pecahan dari C3b mesti dibuat lebih dulu

Pening atan adar MBL telah dibu ti an oleh suatu studi dan hal ini merupa an su at hal yang tida menguntung an dalam infe si MTB. (12) Mes ipun MTB memili i emampuan menari sel-sel fagositi , namun ia juga dapat beri atan dengan sel-sel fagositi non-profesional, yaitu sel epitel alveolar. I atan ini melibat an fibrone tin, yaitu suatu gli oprotein yang ditemu an di dalam plasma dan pada p ermu aan berbagai jenis sel. Mirip dengan Mycobacterium leprae, MTB dapat beri atan degna n sel epithelial arena uman ini memprodu si dan mense resi an elompo protein pengi at fibrone tin. Sel lain itu juga terdapat heparin binding adhesion, yang juga diha sil an oleh MTB dan beri atan dengan gli o onjugat tersulfatasi yang ada pada sel host. (11)

Berdasar an uraian sebelumnya bahwa terdapat berbagai me anisme untu upta e MT B, melibat an berbagai reseptor sel host. Sebagian besar dari intera si ini telah d iterang an di dalam berbagai penelitian in vitro, dan epentingannya secara invivo masih terli hat. Perbedaan rute masu nya MTB menyebab an perbedaan transdu si sinyal, a tivasi imun dan sur vival intraseluler MTB. Sebagai contoh, fagositos yang diperantarai oleh reseptor FC. berhubungan secara langsung berhubungan dengan respon inflamasi, tida demi ian dengan CR. S urvival MTB setelah beri atan dengan CR1 lebih bai dibanding an setelah beri atan denga n CR3 dan CR4. Fagositosis terhadap MTB yang diopsonifi asi oleh SpA oleh ma rofag alveola r mene an pembentu an intermediet nitrogen rea tif, yang merupa an salah satu me anisme un tu memati an MTB. Hal yang sama juga terjadi bila MTB difagositosis dengan perantar a MR. (12)

3.2.2 Pengenalan MTB: Peranan Toll-Li e Receptor (TLR) Disamping fagositosis, pengenalan MTB atau produ MTB merupa an lang ah yang penting dalam pembentu an respon imun yang efe tif. Pengenalan imun dari ompone n dinding sel mi oba terial utama, yaitu lipoarabinomanan (LAM), tampa menyerupai ba teri gram negatif lipopolisa arida (LPS). Beberapa fa tor dalam sir ulasi dan reseptor-res eptor terlibat dalam pengenalan ini. Protein pengi at LPS plasma mening at an respon terhadap L PS dan LAM dengan cara memindah an produ mi roba in e reseptor permu aan sel CD14. Ha l yang sama dapat terjadi, CD14 merubah ting at responsif bai LAM maupun LPS pada sel yang tida memili i CD14. Bersamaan dengan itu, adar CD14 dan protein pengi at LPS serum m ening at

pada pasien dengan TB a tif. (11)

TLR secara filogeneti mempertahan an mediator-mediator imunitas bawaan yang esensial untu pengenalan mi roba terhadap ma rofag dan sel dendriti . Bagian da ri elompo TLR merupa an protein transmembran yang yang mengandung motif leucin-rich pada d omain e straselular, mirip dengan protein pengenal pola lainnya pada system imunitas b awaan. Domain sitoplasma dari TLR merupa an homolog terhadap domain sinyal reseptor IL-1 (IL1R ) dan berhubungan dengan IRAK (IL-1R-associated inase), suatu inase serin yang menga tivasi fa tor trans ripsi yang menyerupai NF-.b untu memberi an sinyal terhadap produ si sito in. Sampai saat ini, se urang- urangnya terdapat 10 TLR yang telah diidentifi asi: d iantaranya TLR2, TLR4 dan TLR9 tampa nya berperan untu respon seluler terhadap peptidogli an dan lipopeptida ba teri, endoto sin dari ba teri gram negative dan DNA ba teri. (10) (13)

TLR juga berperan dalam pengenalan seluler mi oba terium. Melalui TLR, lisat mi oba terium atau lipoprotein yang teri at dinding sel MTB merangsang pembentu an IL12 yang merupa an suatu sito in proinflamasi uat. Mutasi TLR2 dapat menghambat sec ara spesifi produ si TNF-a yang diindu si MTB. Hambatan in tida leng ap arena itu diduga terdapat eterlibatan TLR lain. (11)

3.2.3 Produ si Sito in A ibat Kuman TB 3.2.3.1 Sito in Proinflamatory

TNF-a. Stimulasi monosit, ma rofag dan sel dendriti oleh MTB atau produ MTB mengindu si produ si TNF- a, yang merupa an prototype sito in proinflamasi. TNFa memeran an peran penting pada pembentu an granuloma, mengindu si a tifasi ma rof ag dan memili i sifat pengaturan imunitas. Pada penderita TB, produ si TNF-a terjadi di tempat pusat sa it. Peredaran sistemi dari TNF-a dapat menyebab an efe inflamasi yang tida diingin an seperti demam dan penurunan berat badan. Pada penya it tuber ulosis yang terjadi pada manusia, mutasi gen TNF-a dapat ditemu an dan namun demi ian polimorfisme pada g en penyandi TNF-a tida ber orelasi positif dengan erentanan terhadap penya it TB.

Pengenalan MTB oleh sel fagositi menyebab an a tivasi sel dan produ si sito , yang mana dengan sendirinya mengindu si a tivasi dan produ si sito in lebih lanjut ngan proses yang rumit terhadap regulasi dan regulasi silangnya. Jaringan Sito in-sito in i memili i peranan yang penting dalam respon inflamasi dan outcome infe si MTB. Beberapa to in inflamasi a an dibahas pada bagian beri ut. (12)

in de in si

(7) (11)

IL-1. Merupa an sito in proinflamasi edua yang terlibat dalam respon host terhad ap MTB. Sebagaimana TNF-a, IL-1 utamanya diprodu si oleh monosit, ma rofag dan selsel dendriti . Pada pasien dengan tuber ulosis, IL-1 diprodu si dalam jumlah yang be rlebihan pada tempat sa it. Pada penelitian pada mencit dengan defisiensi IL1R (reseptor IL-1) dan noc out (KO) IL1a dan didapat an pertumbuhan MTB yang berlebihan dan gangguan pembentu an granuloma. Penelitian lain pada populasi hindu yang memili i haploti pe IL1- dan a antagonis, pada pasien-pasien ini ditemu an pening atan asus pleuritis TB. (1 0)

Gambar 2. Respon inflamasi sel-sel fagositi atas penga tifan oleh uman TB. Pen genalan imun oleh ma rofag dan sel-sel dendriti dii uti oleh respon inflamasi yang berperan penting dalam pemb entu an sito in.

IL-6, memili i 2 peran yaitu sebagai pro dan antiinflamasi. Sito in ini diprodu si di awal infe si uman TB. Sito in ini dapat membahaya an arena ia dapat menghambat prod u si TNFa dan IL-1B dan mening at an pertumbuhan M. avium invitro. Penelitian lain menem u an peran prote tif dari IL-6. Pada mencit yang mengalami defisiensi IL-6 terjadi pening a tan erentanan terhadap uman ini. Hal ini ter ait dengan defisiensi IFN-. pada awal infe si. ( 7) (10)

IL-12. IL-12 memili i posisi unci dalam pertahan host terhadap MTB. Sito in in i terutama dihasil an oleh sel-sel fagositi dan tampa nya bahwa fagositosis MTB m erupa an hal yang penting dalam pembentu annya. IL-12 memili i peran penting dalam pembentu a n IFN-.. Pada tuber ulosis, IL-12 dapat didete si di infiltrate paru, Pleuritis TB, granu loma dan limfadenitis. IL-12 memili i efe prote tif dimana pada ti us dengan KO gen IL12 mengalami pening atan erentanan terhadap infe si MTB. (12) IL-18 dan 15. Selain IL-12, ada dua sito in lain yang penting pada jalur pemben tu an INF-. yaitu IL-18 dan 15. IL-18 merupa an suatu sito in proinflamasi yang baru d an memili i sifat yang mirip dengan IL-1, pertama ali ditemu an sebagai fa tor pengindu si IFN-., dalam hal ini bersinergi dengan IL-12. Sementara itu IL-15 memili i emiripan dengan I L-2 dari segi a tivitas. (10) IFN-.. Peran prote tif sito in ini sudah lama di etahui, terutama pada imunitas antigen spesifi sel T. IFN-. dapat diguna an sebagai mar er alternatif untu infe si MT B. Dasarnya adalah pada individu TB naif (tuberculin test negative) tida memperlihat an pro du si IFN-. invitro yang distimulasi oleh PPD. Mes ipun demi ian, pada penderita tuber ulosi s bai PPD positif maupun negative monosit pasien yang terinfe si MTB a an menstimulasi lim fosit untu menghasil an IFN-.. (11)

3.2.3.2 sito in-sito in anti-inflamasi Sito in-sito in ini berlawanan terhadap sito in proinflamasi. Reseptor sito in t erlarut (misalnya reseptor I dan II TNF-a) mencegah i atan antara sito in dengan resepto r seluler, sehingga menghambat proses transdu si sinyal lebih lanjut. IL-1 dilawan oleh anta gonis spesifi yaitu IL-1Ra. Selanjutnya terdapat 3 jenis sito in antiinflamasi yang m enghambat produ si atau efe dari sito in proinflamasi yaitu IL-4, IL-10 dan transforming growth factor beta (TGF-). (11) IL-10. Sito in ini diprodu si oleh ma rofag setelah fagositosis oleh MTB dan se telah i atan dengan LAM. Limfosit T, termasu limfosit T rea tif-MTB dapat memprodu si IL-10. IL10 menghambat erja sito in proinflamasi dengan cara mene an produ si IFN-., T NF-a dan IL-12. (11) TGF-. Sito in ini juga melawan sifat imunitas prote tif terhadap MTB. MTB

mengindu si produ si TGF oleh sel-sel dendriti dan monosit. Hal yang menari alah LAM

ad

yang berasal dari MTB virulen secara sele tif mengindu si produ si TGF-. TGF meng hambat imunitas yang diperantarai sel: pada sel T, sito in ini menghambat produ si IFN.; pada ma rofag ia melawan presentasi antigen, pembentu an sito in proinflamasi dan dep osisi olagenase ma rofag dan matri olagen. (10) IL-4. Efe buru IL-4 adalah supresi produ si IFN-., dan a tivasi ma rofag. Pada hewan coba produ si IL-4 berhubungan dengan progresif penya it dan rea tivasi infe si laten. Walaupun demi ian hubungan IL-4 dengan erentanan terhadap infe si TB masih belu m jelas.

3.2.3.3 Kemo in Kemota ti sito in ( emo in) secara luas bertanggung jawab dalam pengumpulan se l-sel inflamasi pada tempat sa it. Se itar 40 emo in dan 16 reseptor emo in telah be rhasil diidentifi asi sampai saat se arang ini. Sejumlah emo in telah diteliti dalam i nfe si TB diantaranya adalah peranan IL-8. IL-8 di etahui berperan dalam penari an netrofi l, limfosit T dan emung inan juga monosit. Pada saat fagositosis MTB, atau stimulai oleh LAM, ma rofag menghasil an IL-8. (12) Kemo in terpenting edua adalah monosit chemoattractant protein 1 (MCP1), yang diprodu si dan be erja pada monosit dan ma rofag. Pada binatang pengerat yang me ngalami defisiensi MCP-1 terjadi penghambatan formasi granuloma dan mene an produ si sit o in tipeTh-1 dan binatang-binatang ini mati segera setelah infe si MTB. Kemo in yang et iga adalah RANTES, yang mana diprodu si oleh beragam sel dan dapat beri atan dengan beragam reseptor. Pada manusis RANTES berperan dalam lalu lintas sel. (12)

BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KERENTANAN TERHADAP MTB

Dasar hipotesis adanya fa tor-fa tor geneti yang berhubungan dengan erentanan terhadap TB adalah fa ta bahwa dari data epidemilogi 1/3 pendudu dun ia pernah terinfe si MTB sepanjang hidup seseorang namun hanya 5-15% yang ber embang menja di tuber ulosis. (13) Kerentanan terhadap TB dapat disebab an oleh bermacam-macam f a tor. Fa tor-fa tor bai Human Leu osit antigen (HLA) maupun non HLA dapat berperan se bagai genetic untu predisposisi dan penentu infe si TB. (14)

Dari suatu penelitian yang dila u an di Maro o pada tahun 2006 terhadap 96 oran g penderita eluarga termasu 227 embar, dari 5 lo us gen didapat an 1 lo us (lo asi) tertentu pada romosom berperan sebagai fa tor erentanan terhadap TB yaitu 8q12-q13. (15 ) pada penelitian lain juga ditemu an 2 lo us yang berperan dalam erentanan terhadap T B yaitu romosom 6p21-q23 dan romosom 20 q13. Dari penelitian ini emudian di etahui ad anya peranan melacortin 3 receptor (MC3R) dan Chatepsin Z dalam pathogenesis TB. (16)

4. 2 peranan HLA dalam pathogenesis TB Beberapa penelitian telah dila u an untu meneliti peranan HLA terhadap pathoge nesis infe si TB. Sampai saat ini didapat an beberapa HLA tertentu berperan yaitu HLA B13, DR3, DR7 dan DR8. HLA B13 memili i efe prote si terhadap infe si TB dengan OR 0,64. HLA DR3 juga memili i memili i efe prote si. HLA DR2 dari beberapa penelitian membe ri an hasil yang tida berma na. HLA DQ2 dan DQ8 terbu ti lebih resisten terhadap TB namun r entan terhadap diabetes tipe I. (3)

4.3 peranan gen TLR2 Suatu penelitian yang dila u an di Tur ey pada tahun 2004 terhadap 151 pasien,

4.1 Pemetaan gen-gen yang berhubungan dengan

erentanan terhadap TB

menemu an adanya polimorfisme pada gen TLR2. Dari penelitian tersebut didapat an bahwa

alel AA berhubungan dengan infe si TB. (13) Penelitian lain menemu an bahwa perb edaan atau mutasi pada TLR berpengaruh terhadap berhubungan dengan sel NK dan erentanan te rhadap TB paru. (17)

4.4 NRAMP-1 Suatu penelitian yang dila u an di Shanghai pada tahun 2002 terhadap 127 pasien menemu an bahwa polimorfisme gen NRAMP-1 tida berhubungan dengan erentanan ter hadap TB namun berhubungan dengan ejadian infe si TB berat pada pasien. (18)

4.5 MCP-1

gen ini ternyata memili i hubungan dengan erentanan terhadap TB. Pada suatu pen elitian yang dila u an di Gana didapat an bahwa Alel G pada polimorfisme di posisi 2581 berhu bungan dengan mening atnya resistensi terhadap uman TB. Bertola bela ang dengan ATG s tart odon yang diteliti pada populasi orea dan me si o berhubungan dengan erentana n terhadap TB. (19)

MCP-1 adalah suatu gen penyandi

emoatra tan untu monosit. Varian polimorfisme

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan 1. TB paru merupa an penya it yang masih menjadi masalah esehatan sampai saat se arang ini 2. Terdapat beberapa fa tor dalam immunopatogenesis TB, yaitu: fa tor virulensi uman, fa tor host dan fa tor ling ungan 3. Pada sisi pejamu terdapat beberapa fa tor genetic yang terlibat dalam respon imun terhadap TB

5.2 Saran 1. Perlu pemahaman lebih lanjut mengenai aspe imunologi pada penya it tuber ulo sis 2. Perlu pemahaman lebih lanjut mengenai fa tor-fa tor genetic yang berperan dal am erentanan terhadap TB

Daftar Pusta a

1. WHO. Global Tuberculosis Control: A Short Update to the 2009 Report . Geneva : World Health Organization; 2009. 2. Dep es RI. Profil esehatan Indonesia. Ja arta; 2008 3. Palomino JC, Leao SC, Ritacco C. Tuber ulosis 2007: from basic science to pat ient care. Brazil: Bourcillier Camp; 2007 4. Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, et al. Fishman's pulmonary disease and diso rders 4th ed. New Yor : MGraw Hill; 2008 5. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, et al. Harrisson's Principle of internal medic ine 17th ed. New Yor : MGraw Hill companies; 2008 6. Broo s GF, Butel JS,Morse SA. Jawetz, Melnic , & Adelberg's Medical Microbiol ogy, 23rd Edition. Lange; 2006. 7. Issar S. Mycobacterium tuberculosis Pathogenesis and Molecular determinant of virulence. Clin Microbiol Rev 2003; 16: 463-96 8. Sing A, Crossman DK, Mai D, et al. Mycobacterium tuberculosis WhiB3 Maintains Redox homeostasis by regulating virulence lipid anabolism to modulate macrophage respons 2009; 5(8 ): 1-16 9. Velmurugan K, Chen B, Miller JL, et al. Mycobacterium tuberculosis nuoG is a virulence gene that inhibit apoptosis of infected host cell 2007; 3(7): 972-80 10. Alamelu R. Immunology of tuberculosis. Indian J Med Res 2004; 120; 213-32 11. Crevel RA, Ottenhoff THM, van der Meer JWM. Innate Immunity to Mycobacterium tuberculosis. Clin Microbiol Rev 2002; 15(2); 294-309 12. Wolf J, Ernst D. Phagocytosis of Bacteria and Bacterial Pathogenicity. Cambr idge: Cambridge University Press; 2006. 13. Ogus AC, Yoldas B, Ozdemir T, et al. The Arg753Gln polymorphism of the human Toll-li e receptor 2 gene. Eur Respir J 2003; 23: 219-23 14. Selvaraj, P. Host genetics and tuberculosis susceptibility. Curr Sci 2004; 8 6(1): 115-21

15. Baghdadi J, Orlova M, Alter A, et al. An autosomal dominant major gene confe rs. maro o predisposition to pulmonary tuberculosis in adult. JEM 2006; 203(7): 1679-84 16. Coo e GS, Campbell SJ, Bennett S, et al. Mapping of a Novel Susceptibility L ocus Suggests a Role for MC3R and CTSZ in Human Tuberculosis. Am J Respir Crit Care Med 2008; 178: 203 07. 17. Chen YC, Hsiao CC, Chen CJ, et al. Toll-li e receptor 2 gene polymorphisms p ulmonary tuberculosis, and natural iller cell count. BMC Medical Genetics 2010; 11(7): 1-10. 18. Zhang W, Linyun S, Xinhua W, et al. Variants of the Natural Resistance Associa ted Macrophage. Protein 1 Gene (NRAMP1) Are Associated with Severe Forms of pulmonary tuberculos is. Clin Infect Dis 2005; 40(9): 1232 36. 19. Thye T, Nejentsev S,Intemann CD, et al. MCP-1 promoter variant 2362C associa ted with protection from pulmonary tuberculosis in Ghana, West Africa. Human Molecular Genetics 2009 ;18(2): 381-88