#7 warta diamma

1

Click here to load reader

Upload: lpm-diamma

Post on 23-Mar-2016

219 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

#7 Warta Diamma

TRANSCRIPT

Page 1: #7 Warta Diamma

Masihkah Kampus Merah Putih “Beragama”?

EditorialBerita Utama

WARTA Diamma Edisi #7 | November/2012

Dilarang Mencabut/ Merusak, Dibuat dengan

Uang MahasiswaProgresif Mengukir Perubahan

Hanafi Murtani, Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi menerangkan, pemberian kata ‘Beragama’ oleh Alm. Pak Moestopo

memiliki makna pengejawentahan dari sila pertama, yakni ‘ketuhanan yang maha esa’ yang secara garis besar bermakna agama. Selain itu juga tidak menginginkan komunisme masuk di lingkungan UPDM (B). Ia melanjutkan, dengan memberikan kata ‘Beragama’ berarti adanya kebebasan beragama. Seperti halnya zaman dahulu di beberapa kampus tidak menerima mahasiswa yang mengenakan berjilbab, namun di kampus

UPDM(B) sudah menerima hal yang demikian. “Alm. Pak moes mempersilahkan bagi para mahasiswa yang ingin menimba ilmu, untuk menjalankan syariat agama masing-masing seperti membolehkan memakai jilbab,” lanjutnya. Tidak hanya itu, masih banyaknya mahasiswa yang belum mengetahui makna ‘Beragama’ menjadi suatu keanehan. Meskipun setiap tahun ajaran baru, mahasiswa diberikan materi, serta buku panduan yang salah satu isinya menerangkan tentang sejarah Moestopo. Hanafi juga menegaskan, bahwa sampai saat ini makna ‘Beragama’ tidak luntur.

“Kita masih memiliki organisasi keagamaan, seperti Pusat Studi Mahasiswa Islam, Keluarga Mahasiswa Katolik, dan Persekutuan Mahasiswa Kristen. Selain itu, mata kuliah keagamaan, menjadi mata kuliah dasar yang dipertahankan sampai sekarang. Meskipun mata kuliah untuk agama Budha dan Hindu tidak ada, hal itu dikarenakan mahasiswa yang beragama Budha atau Hindu sedikit. “Letak makna ‘Beragama’ juga ditemukan dalam tata pergaulan mahasiswa yang masih saling menghormati, saling mendukung. Juga tidak adanya isu-isu yang mengarah pada ras dan agama,” jelasnya. Indra Gunawan, Mahasiswa Fakultas Ekonomi 2011 mengungkapkan bahwa keberadaan kata ‘Beragama’ dalam nama kampus merupakan satu-satunya di dunia. “Kata ‘Beragama’ itu suatu hal yang harus diperjuangkan. Ia mengungkapkan dari sisi pencitraan, kampus memakai kata beragama. Namun ketika promosi makna beragama tidak dipakai lagi. “Dimanakah esensi ‘Beragama’ nya. Buktinya dari fakta sejarah Moestopo menambahkan kata beragama, karena dari dulu beliau tidak menginginkan citra kampus yang komunis, jadi sekarang kita harus memperjuangkan citra tersebut.” Diakuinya saat ini, kita (sivitas akademika-Red) tipikal aktivitasnya yang minim dari acara keagamaan. Ia berharap rektorat dapat bekerjasama dengan Unit Kegiatan Mahasiswa atau organisasi dibidang keagamaan. Hal ini agar kampus moestopo dipandang sebagai kampus yang beragama. Menurutnya, makna beragama saat ini hanya sekedar mitos belaka, banyak mahasiswa yang tidak mengetahui maknanya. Jadi mahasiswa seakan kehilangan arti dari ‘beragama’, jika ini bisa dikaji secara serius pastinya bisa menjadi suatu kebanggaan, karena nama beragama diberikan oleh pak Moestopo dengan penuh perjuangan. Frieska Maulidiyah

Pemimpin Redaksi: Tri Susanto Setiawan, Redaktur Pelaksana: Frieska Maulidiyah, Kord Desain : Kevin Erens Giri Layouter: Tri Susanto Setiawan, Aslan La Ode, Ilustrasi: Kevin Erens Giri, Pemimpin Perusahaan: Novita Uli Utami, Percetakan: Karlina Nur Hayati, Pemasaran: Kharis Karim, Reporter: Tri Susanto Setiawan, Frieska Maulidiyah, Fitri Hidemi. Alamat Redaksi: Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Pusgiwa 04, Jln. Hanglekir I/8 Kebayoran Lama Jakarta Pusat. Web: www.diamma.com Email: [email protected] Twitter: @diammamoestopo.

Nama adalah identitas yang menjadi pembeda antara sesuatu dengan sesuatu laiannya. UPDM(B) adalah

identitas dari institusi perguruan tinggi, dalam identitas tersebut memakai kata “Beragama” yang menjadi pembeda dengan perguruan tinggi lainnya. Saat ini kata “Beragama” dalam identitas seperti hanya rangkaian kata tanpa makna. Lunturnya makna kata Beragama tersebut terlihat dari ketidakpahaman mahasiswa akan arti keberadaaan kata “Beragama” yang sejatinya adalah pengalaman dari Pancasila, Pak Moestopo, pendiri UPDM(B) memang menginginkan setiap mahasiswa memiliki jiwa Pancasila dan keimanan yang kuat di dirinya agar dapat menjadi generasi penerus yang berkualitas dari masa ke masa. Meski saat ini UPDM(B) memiliki Unit Kegiatan Mahasiswa yang bergerak pada bidang keagamaan. Namun tetap saja animo mahasiswa masih kurang antusias dan lebih memilih hal- hal yang becorak kehedonisme, ini menjadi evaluasi bersama agar mahasiswa UPDM(B) tidak kehilangan jati dirinya. Pihak kampus pun setidaknya harus memberikan materi wawasan almamater secara berkelanjutan, jangan sampai nilai dan makna “Beragama” semakin hilang, sebab itu merupakan ajaran luhur seorang pengawal Pancasila. Jika hal itu terjadi, maka UPDM(B) akan kehilangan jati dirinya. Ini menjadi berbahaya karena itu akan berefek pada kemajuan bangsa, produk UPDM(B) akan tidak mengenal Indonesia dan akan membangun negeri bukan berdasar pada Pancasila namun berdasar pada keinginan individu semata.

Diamma Online

Portal Berita Mahasiswa UPDM(B) Jakar ta d i a mm a . c om

@diammamoestopo LPM Diamma

Menalar Esensi Kata “Beragama”

“Letak makna ‘Beragama’ juga ditemukan dalam tata pergaulan mahasiswa yang masih saling menghormati, saling mendukung. Juga tidak adanya isu-isu yang mengarah pada ras dan agama,”

Laporan Khusus

Gerakan aksi atau demo kelembagaan mahasiswa Fakultas Ekonomi yang menuntut dibagikannya

almamater disesalkan oleh Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Agung Setyo Hadhi. Menurutnya, aksi yang dilakukan mahasiswa tersebut kurang tepat. Karena sebelumnya Agung telah berkomitmen, walau sosialisasinya tidak secara tertulis, tapi pembagian almamater itu akan dibagikan pada tanggal 20 November 2012. Namun, nyatanya mahasiswa ekonomi melakukan aksinya sebelum tanggal tersebut dan Wadek III FE menyayangkannya. Sebelumnya pada (14/11), kelembagaan FE beserta mahasiswa umum melakukan aksi yang ditunjukkan kepada pihak Fakultas Ekonomi yang menuntut untuk segera dibagikannya almamater ke mahasiswa FE 2012. Menurut pengakuan Yogi Rahman, Sekertaris Umum Senat FE sekaligus Koordinator Aksi mengatakan, bahwa aksi itu terjadi karena adanya tuntutan dari mahasiswa 2012 FE yang menuntut kepada kelembagaan mahasiswan FE agar almamater segera dibagikan. Karena selama ini para mahasiswa FE 2012 sudah

Rektorat Sangkal Kucurkan Subsidi Almamater

cukup sabar untuk tidak mengenakan almamater pada saat Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ziarah ke makam pendiri kampus UPDM(B). Sementara Agung mengungkapkan, almamater sudah selesai dan siap untuk didistribusikan. Menurutnya telah ada 102 almamater bermodel Jas dari 124 total mahasiswa, sementara sisanya 22 mahasiswa belum dibuat karena belum melakukan pengukuran almamater, jadi belum masuk hitungan. Selain itu, untuk masalah dana pihak FE mengambil anggaran Rp.100.000/mahasiswa, namun itu masih kurang dari biaya produksi yang mencapai Rp.200.000. Agung membeberkan, bahwa sisa dana yang kurang telah mendapat subsidi dari pihak rektorat. Tapi saat reporter diamma temui Wakil Rektor II bidang keuangan, Basuki, dirinya menyangkal pihaknya tidak pernah menganggarkan dana subsidi itu kepada fakultas. Basuki menuturkan bahwa tingkat rektorat itu hanya membuat kebijakan saja. “Subsidi tidak ada, biaya semuanya ditanggung fakultas. Kita tidak mensubsidi, uang dari mana jika kita mensubsidi,” ucap Basuki. Tri Susanto Setiawan

Tempat Wudhu Tak Beratap

Bangunan Universitas Prof. Dr. Moestopo di kawasan Hang Lekir terdapat berbagai fasilitas yang

dibangun demi melayani kebutuhan mahasiswanya. Salah satu yang paling penting manfaatnya adalah mushola Al-Bani Moestopo ini masih terlihat ada kekurangan. Bagian tempat wudhu yang terletak diatas area parkir ini tidak memiliki atap sebagai pelindung. Annisa Septiana Dewi Mahasiswi FE 2011 mengeluhkan kekurangan tersebut, “Harus diperbaiki, karena saat hujan, tempat wudhunya jadi susah,” ujarnya. Terkait hal itu, Adil Sutiono pihak Management Building memberikan klarifikasi seputar kekurangan tersebut. ”Kami tidak berani membuat kanopi karena proyek tersebut akan melanggar Garis Sepadan Bangunan, tentunya hal itu dilarang oleh pihak Pemda,” ujarnya.

Kanopi tersebut bisa saja dibangun jika ada kesabaran dan ketekunan karena tentunya proses ini pasti akan memakan waktu lama. Pihak kampus sebenarnya telah menyediakan tempat wudhu lain di area ruang organisasi. “Sebenarnya dibawah juga ada tempat wudhu, tapi kan tidak semua orang tahu, lagi pula keran di tempat wudhu bawah ada yang airnya tidak keluar,” ujar Muhammad Fajari mahasiswa Fikom 2011. Adanya tempat wudhu di lantai bawah itupun tidak mampu menjawab kekurangan yang ada. Sebelum proyek pembuatan kanopi bisa dilaksanakan, mahasiswa hanya bisa memberikan harapannya. “Semoga dibuat atap untuk menahan hujan dan panas sebagai penunjang keefektifan beribadah,” ujar Verdi Yoana mahasiswi Fikom 2011. Senada dengan Verdi, Niki Putri Riyanto mahasiswi FE 2011 berharap agar tempat wudhu segera diperbaiki, seperti dengan adanya atap dan dipisah antara laki-laki dan perempuannya, karena kalau masih digabung tidak enak dilihat.

Fitri Hidemi

Foto

graf

er:

Fitr

i Hid

emi

Ilust

rato

r :

Kevi

n Er

ens

Giri

Ilust

rato

r :

Kevi

n Er

ens

Giri

Laporan Khusus

D

DD

D