warta yanmed xxi

62

Upload: mahindra-awwaludin-romdlon

Post on 30-Jun-2015

678 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Warta Yanmed XXI
Page 2: Warta Yanmed XXI

Visi & Misi Kementerian KesehatanVISI : Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan

MISI :Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat dengan Menjamin Tersedianya Upaya Kesehatan Paripurna •dan Merata.Melindungi Kesehatan Masyarakat dengan Menjamin Tersedianya Upaya Kesehatan Paripurna, Merata •dan Berkeadilan.Menjamin Ketersediaan dan Pemerataan Sumber Daya Kesehatan.•Menciptakan Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik. •

NILAI : Pro Rakyat, Inklusif, Responsif, Efektif dan Bersih

Sasaran Strategis Pembangunan Kesehatan :

1. Meningkatnya Status Kesehatan dan Gizi Masyarakat2. Menurunnya Angka Kesakitan Akibat Penyakit Menular3. Menurunnya Disparitas Status Kesehatan dan Gizi Antar Wilayah, Sosial, Ekonomi dan Gender4. Meningkatnya Anggaran Publik untuk Kesehatan5. Meningkatnya PHBS pada Rumah Tangga6. Terpenuhinya Kebutuhan Tenaga Strategis di Daerah Tertinggal, Perbatatasan dan Kepulauan7. Seluruh Provinsi Melaksanakan Program Pengendalian Penyakit Tidak Menular8. Seluruh Kabupaten/Kota Melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM)

7 Prioritas Reformasi Kesehatan Masyarakat :

Presiden Mengamatkan Reformasi Kesehatan sebagai prioritas nasional. Menteri Kesehatan menerbitkan Keputusan Menkes No. 267/MENKES/SK/II/2010 tentang Penetapan Roadmap Reformasi Kesehatan Masyarakat.

Tujuan Umum : Tercapainya Masyarakat Sehat Mandiri dan BerkeadilanTujuan Khusus :1. Tersedianya pembiayaan untuk jaminan pelayanan medik dasar untuk seluruh penduduk Indonesia 2. Tersedianya pembiayaan untuk pelayanan kesehatan dasar promotif dan preventif3. Tersedianya obat/alat kesehatan untuk program KIA/KB, program penanggulangan penyakit Malaria, TBC

dan HIV/AIDS4. Terbentuknya kelembagaan Kementerian Kesehatan yang tepat fungsi dan tepat ukuran serta tata kelola

kesehatan yang baik5. Tersedianya sumber daya kesehatan untuk daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan6. Tersedianya sumber daya kesehatan untuk daerah bermasalah kesehatan dengan kategori buruk/khusus 7. Tersedianya sumber daya kesehatan dan peraturan perundang-undangan untuk mendukung

pengembangan rumah sakit yang terakreditasi internasional

Page 3: Warta Yanmed XXI

sSalam jumpa Pembaca Setia Majalah Warta Yanmed Edisi XXI. Edisi kali ini, Redaksi akan menampilkan liputan dan artikel yang menarik di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.

Fenomena pelayanan kesehatan di masyarakat mengatakan bahwa pelayanan Rumah Sakit di luar negeri lebih baik, didukung dengan peralatan canggih, dokter bekerja lebih professional dan pasien bisa puas berkomunikasi dengan dokter, ini cukup memperhatinkan karena aksi ketidakpercayaan timbul pada dokter dalam negeri, sehingga tanpa ragu mereka berobat ke luar negeri.

Dengan melaksanakan prioritas World Class Health Care, pelayanan kesehatan bertaraf Internasional, point akhir ini tertuang dalam roadmap reformasi kesehatan masyarakat yang diterbitkan Kementerian Kesehatan dalam mendukung sasaran pembangunan kesehatan tahun 2010 – 2014.

Tujuannya agar masyarakat tidak perlu lagi berobat keluar negeri dan juga akan mengurangi mengalirnya devisa Indonesia yang cukup besar ke luar negeri. Sedangkan bagi Rumah Sakit Indonesia sebagai penyedia pelayanan kesehatan harus memiliki daya saing yang tinggi untuk lebih produktif dan inovatif, memperkuat kemandirian yang mengutamakan kepentingan masyarakat, khususnya masyarakat miskin, agar terwujud kesejahteraan rakyat. Dengan adanya kemandirian, daya saing, dan kepercayaan masyarakat yang tinggi, rumah sakit akan mampu menghadapi berbagai tantangan sehingga kelak rumah sakit akan menjadi penyedia jasa pelayanan kesehatan yang berkualitas sebagai pelayanan kesehatan bertaraf Internasional.

Sajian menarik kami rangkum dalam Berita Utama, antara lain RSCM Menuju Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia, Hari Kesehatan Sedunia, Pendirian 14 Rumah Sakit Bergerak, dan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba.

Redaksi berharap kepada Pembaca Setia untuk mengisi rubrik-rubrik yang akan berguna bagi pembaca lainnya. Naskah/artikel hendaknya ditulis dalam bahasa popular, padat maksimal 4 halaman. Redaksi berhak menyunting/memperbaiki naskah/artikel yang akan dimuat tanpa mengubah isi. Naskah yang telah dikirim sepenuhnya menjadi hak redaksi.

Semoga semua informasi ini dapat bermanfaat bagi Pembaca Setia. Redaksi berharap Pembaca Setia dapat memberikan saran dan informasi yang dapat membantu meningkatkan mutu materi majalah Warta Yanmed. Terima Kasih. Redaksi

KEMENTERIAN KESEHATAN RIDIREKTORAT JENDERAL BINA PELAYANAN MEDIK

salamredaksi

Alamat RedaksiBagian Hukormas Ditjen Bina Yanmedik Depkes RI

Jl. H.R. Rasuna Said Blok X5 No. 4-9 Lt. III/R. 316 Blok BKuningan - Jakarta Selatan 12920

Telp/Fax. 021-5277734, 021-5201590 (hunting) ext 1300 & 1302

Email. [email protected]

Susunan Redaksi

PembinaDirektur Jenderal Bina Pelayanan Medik

Penanggung JawabSekretaris Ditjen Bina Pelayanan MedikDr. dr. Sutoto, M.Kes

Pimpinan RedaksiKepala Bagian Hukum, Organisasi dan HumasV.A. Binus Manik, SH,MH

Sekretaris RedakturKepala Sub Bagian HumasImin Suryaman, S.Sos

Tim Redaktur 1. Kabag. Program dan Informasi2. Kabag. Keuangan3. Kabag. Umum & Kepegawaian4. Kasubag TU Dit Bina Yan Medik Dasar5. Kasubag TU Dit Bina Yan Medik Spesialistik6. Kasubag TU Dit Bina Yan Keperawatan7. Kasubag TU Dit Bina Yan Kesehatan Jiwa8. Kasubag TU Dit Bina Yan Penunjang Medik9. Kasubag Hukum Bagian Hukormas10. Kasubag Organisasi Bagian Hukormas11. Kasubag Perbendaharaan Bagian Keuangan12. Kasubag Data dan Informasi Bagian Program dan

Informasi13. Kasubag Rumah Tangga Bagian Umum dan

Kepegawaian

Penyunting/Editor1. Sufermi Sofyan 2. Eti Ekawati.SH.MH3. Ani Mindo Ch.SE4. Auliyana Zahrawani. SKM 5. Pelita Apriany, SKM 6. Desi Syetiani, S.Sos Sekretariat 1. Drs. Ahmad Haryanto2. Denny Sugarna3. Benny Bremer4. Rita Desmawati

1Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Page 4: Warta Yanmed XXI

14

daft

aris

iberitautama

04RSCM Menuju

Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia

06Hari Kesehatan Sedunia

Cermin Kota SehatSebagai Wujud Warga Sehat

09Pendirian 14 Rumah Sakit Bergerak

10Program Pengendalian Resistensi Antimikroba

liputan

04

20Sosialisasi Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik di Lingkungan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik

21Pertemuan Konsolidasi Persiapan Rumah Sakit Pengampu

22Clinical Pathway

24Training of TrainerPelayanan Kedokteran Gigi Keluarga

26Penyusunan Road Map Pelayanan Kedokteran Keluarga dan Revisi Pedoman Perizinan Praktik Pelayanan Kedokteran Keluarga

28Workshop Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) dan PPI -TB di Rumah Sakit

30Sosialisasi Software dan Penyusunan Target Pagu dan Realisasi Pendapatan Negara Bukan Pajak dan Rencana Kerja Anggaran Kementerian Lembaga Tahun Anggaran 2011

32Sosialisasi Petunjuk Teknis Tata Naskah Dinas

14Instalasi Pelayanan Anak dan Remaja

RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan

15Peresmian Ruang Rawat Intermediate

Bedah Dewasa di RS Jantung & Pembuluh Darah Harapan Kita

18RSUP Fatmawati Ulang Tahun Ke-49

19Peningkatan Program Pelayanan

Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK)

2 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Page 5: Warta Yanmed XXI

3634

Peningkatan Ketrampilan ICD 10 dan ICD 9 CM

35Peningkatan Potensi Pegawai

Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa

ragam

36Bersaing Sehat Citra Pelayanan Prima

38Model Baru Pelayanan Kedokteran

Keluarga Dikaitkan Dengan Jamkesmas

42Anakku Tak Bisa Hidup Tanpa Transfusi Darah

44Diagnostik Invasif dan Intervensi

Non-Bedah di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita

47Pemeriksaan Laboratorium Untuk Petanda Tumor

50RSUP Dr. Kariadi SemarangSebagai Pusat Rujukan Nasional Bedah Epilepsi

53Promosi dan Pengembangan Pusat RehabilitasiRumah Sakit DR.Tajuddin Chailk Makassar

55Penerapan Standar dan Pedoman Asuhan Kebidanan di RS Ponek di Prov. Kalimantan Timur dan Jawa TimurSelf Assessment, Peningkatan Kemampuan & Pembuatan Komitmen

resensibuku

58Pedoman Pelayanan Kesehatan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Dengan Perawatan Metode Kanguru di Rumah Sakit dan Jejaringnya

lensayanmed

59Rumah Sakit Bergerak Semakin Dibutuhkan59

3Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Page 6: Warta Yanmed XXI

4 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

beritautama

JAKARTA - Penyelenggaraan pelayanan kesehatan

Rumah Sakit di Indonesia menghadapi tantangan yang

semakin kompleks. Peningkatan mutu rumah sakit harus

ditingkatkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan

dan tuntutan masyarakat, disertai peningkatan efisiensi

dan produktifitas di bidang manajemen, sesuai dengan

standar pelayanan minimal rumah sakit, standar profesi

dan standar operasional prosedur.

Peningkatan pelayanan telah diberikan RSUP

Dr. Cipto Mangunkusumo dengan diresmikan wing

privat RSCM Kencana, pada tanggal 07 Mei 2010.

Pembangunan wing privat RSCM ini dapat memenuhi

kebutuhan masyarakat secara keseluruhan akan

pelayanan kesehatan yang bermutu prima, efektif dan

efisien.

RSCM Menuju Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia

Direktur Utama RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, Prof.

DR. dr. Akmal Taher, Sp.U (K) menyampaikan bahwa

pembangunan wing privat RSCM Kencana bukan hanya

ditujukan bagi pasien mampu tetapi pasien kurang

mampu tetap mendapat pelayanan yang sama. Bahkan

dilingkungan RSCM telah disediakan rumah singgah

untuk keluarga pasien yang kurang mampu.

Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih,

MPH, Dr. PH menyampaikan bahwa RSUP Dr. Cipto

Mangunkusumo sebagai Rumah Sakit Rujukan, agar

menjadi pelopor pembaruan di bidang pelayanan,

pendidikan dan penelitian ilmu kedokteran. Setiap

saat rumah sakit harus terus melakukan self assessment

dan meningkatkan etos kerja serta senantiasa

memperhatikan keselamatan pasien sebagaimana

Page 7: Warta Yanmed XXI

5Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

beritautama

diamanatkan Undang-Undang No.

44 Tahun 2009 tentang Rumah

Sakit.

Ditengah liberalisasi perdagang-

an serta pelayanan publik melalui

kesepakatan General Agreement

on Trade in Service (GATTS) dan

dimulainya pasar bebas ASEAN

pada tahun 2003 serta pasar

bebas Asia Pasifik pada tahun

2020, mempengaruhi berbagai

aspek penyelenggaraan pelayanan

kesehatan terutama pelayanan di

bidang perumahsakitan, seperti

pasien Indonesia banyak yang

berobat keluar negeri, Asuransi/

penyedia pelayanan

kesehatan belum

memberi pelayanan

yang kompetitif, dan

kualitas pelayanan

kesehatan di Indonesia

masih dianggap belum

berstandar International.

Menurut National

Health Care Group

Penandatanganan Prasasti Wing Privat “RSCM Kencana”

kesehatan, rumah sakit di Indonesia

harus mulai berbenah diri dengan

meningkatkan mutu pelayanan agar

sesuai dengan standar Internasional.

Saat ini telah dikeluarkan kebijakan

Rumah Sakit Indonesia Kelas

Dunia, dimana standar kelas

dunia yang telah disesuaikan

dengan kondisi perumahsakitan. Pelayanan kesehatan rumah sakit

yang berkelas dunia atau World

Class Hospital, bertujuan untuk

meningkatkan daya saing pelayanan

kesehatan Indonesia di kawasan

Asia Tenggara maupun dunia,

menurunkan angka consumption

abroad rakyat Indonesia dalam

mencari pelayanan kesehatan serta

meningkatkan profesionalisme

tenaga kesehatan di Indonesia.

Menkes mengharapkan agar

Rumah Sakit Umum Pusat Dr.

Cipto Mangunkusumo, dapat

menjadi Rumah Sakit Rujukan

sekaligus Rumah Sakit Pendidikan

di Indonesia yang mampu menjadi

Rumah Sakit Berkelas Dunia. Selain

itu, dengan adanya Wing Privat

RSCM Kencana dapat memberikan

kontribusi kepada masyarakat luas

dan dapat memberikan pelayanan

kesehatan yang maksimal bagi

masyarakat di Indonesia. HumAS

Peninjauan Peralatan Medis dan Pelayanan di Wing Privat “RSCM Kencana”

International Business Dev Unit

(NHG-IBDU) Singapura, tercatat

50% pasien Internasional yang

berobat di Singapura adalah warga

Indonesia. Tercatat juga rata-rata

jumlah pasien dari Indonesia

berobat ke Malaysia adalah 12.000

orang/tahun. Banyaknya kunjungan

berobat ke luar negeri tentu akan

mengurangi devisa negara yang

seharusnya dapat dihindari jika

pelayanan kesehatan mampu

memenuhi harapan masyarakat

Indonesia sendiri.

Sebagai antisipasi tantangan

dalam hal mutu pelayanan

Page 8: Warta Yanmed XXI

6 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

beritautama

Menteri Kesehatan memberikan arahan akan pentingnya mewujudkan Kota Sehat, Warga Sehat

Menkes menyerahkan 1000 bibit pohon kepada Gubernur Banten

JAKARTA - Indonesia adalah Negara dengan berbagai

keadaan perkotaan, dari kota besar hingga kota

berkembang dengan berbagai pola pengelolaan

dan administrasi. Urbanisasi berkembang pesat di

Indonesia. Dinamisnya kota sebenarnya dapat menjadi

motor ekonomi yang mengangkat masyarakat suatu

Negara dari kemiskinan. Namun, tanpa perencanaan

yang baik, perkembangan mungkin dapat menimbulkan

dampak merusak yang sulit diperbaiki. Karenanya, di

Hari Kesehatan Sedunia ini, mari kita merencanakan

pembangunan perkotaan yang menjunjung kesetaraan

sosial dan mengarusutamakan kesehatan.

Hari Kesehatan Sedunia yang ke 62 diperingati

Hari Kesehatan SeduniaCermin Kota Sehat

sebagai wujud Warga Sehat

pada 7 April 2010, dan WHO

mengangkat tema “Urbanisasi

dan Kesehatan”, sedangkan tema

nasional “Kota Sehat, Warga Sehat”

dengan slogan “1000 Kota, 1000

Kehidupan.” Penetapan tema

nasional ini untuk mengingatkan

semua pihak bahwa dampak

urbanisasi terhadap kesehatan

sangat bermakna apabila tidak

dikelola secara baik serta akan

mempengaruhi derajat kesehatan

masyarakat.

Laju urbanisasi dan pertumbuh-

an penduduk tinggal di wilayah

perkotaan. Diperkirakan, tahun

2025 lebih dari 60 % dan tahun

“Marilah kita berperan dalam gerakan global 1000 Kota 1000 Kehidupan. Upaya penting 1000 Kota Dunia di sektor Kesehatan, 1000 Kehidupan mengangkat

Profil 1000 pemrakarsa kesehatan yang berjuang untuk advokasi kesehatan danMengarusutamakan kesehatan dalam pengembangan kota”

Page 9: Warta Yanmed XXI

7Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

beritautama

2050, 70 % populasi akan tinggal

di pusat kota. Keadaan tersebut

berdampak buruk pada kesehatan

fisik, sosial dan mental penduduk

lingkungan urban. Penduduk kota

menghadapi masalah air dan

listrik, perumahan dan transportasi,

kriminalitas dan kekerasan,

kecelakaan dan luka-luka, konsumsi

tembakau, pola makan yang tidak

sehat, kurangnya aktifitas fisik dan

tekanan mental. Infrastruktur dan

pelayanan di kota dibebani oleh

tuntutan dan kebutuhan penduduk.

Akibatnya, pemerintah kota

menghadapi tantangan besar dalam

pelayanan kebutuhan masyarakat

yang tidak seimbang dengan

kemampuan pemerintah yang

berakibat tumbuhnya kemiskinan

di perkotaan secara cepat.

Kota SehatJakarta adalah salah satu

kota mahabesar atau mega city

dunia, yang sangat mencirikan

keadaan perkotaan dengan 17 juta

penduduk tinggal di dalam dan

sekelilingnya. Delapan kota lain di

Indonesia berpenduduk lebih dari

1 juta orang.

Urbanisasi merupakan bagian

dari perkembangan cepat

Indonesia. Agenda nasional

perlu mengakomodir kesehatan

perkotaan sebagai tolak ukur

pembangunan serta menetapkan

tujuan jangka pendek dan

panjangnya. Sektor publik

dan swasta dapat berbagai

tanggungjawab dan bekerjasama

demi kemaslahatan berkelanjutan

dan setara bagi seluruh penduduk.

Urbanisasi sedang terjadi dan

akan terus berlanjut. Negara-negara

bisa memiliki urbanisasi yang

terencana dengan pendekatan

menyeluruh dan multidisplin,

melibatkan berbagai sektor

dalam pemerintahan, industri dan

masyarakat.

Dengan urbanisasi ini akan

membawa masalah kesehatan yang

lebih komplek dan beragam, karena

adanya gabungan antara masalah

kesehatan konvensional dan modern

baik untuk masalah medis maupun

masalah kesehatan masyarakat.

Contoh dari masalah kesehatan

konvensional aspek medis antara

lain adalah penyakit menular,

kurang gizi, dan penyakit yang

terkait dengan lingkungan buruk.

Sedangkan masalah kesehatan

konvensional aspek kesehatan

masyarakat antara lain adalah

higiene dan sanitasi buruk. Masalah

kesehatan modern aspek medis kita

mengenal penyakit degeneratif,

kelebihan gizi, gangguan kejiwaan,

masalah kesehatan reproduksi,

penyalahgunaan obat dan penyakit

karena kekerasan. Sedangkan

untuk masalah kesehatan modern

aspek kesehatan masyarakat,

kita melihat adanya pemukiman

kumuh, pencemaran udara, air dan

tanah, hal inilah yang disampaikan

Menteri Kesehatan, dr. Endang

Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH

dalam pembukaan Hari Kesehatan

Sedunia pada tanggal 7 April 2010

di Balai Kartini Jakarta.

Dalam sambutan Direktur

Regional WHO untuk Asia Tenggara,

Dr. Samlee Plianbangchang

menyampaikan bahwa Urbanisasi

adalah ancaman utama kesehatan

abad 21. Tindakan yang harus

dilakukan sekarang adalah memper-

kecil kesenjangan masyarakat

perkotaan dan mempromosikan

kota sehat. Untuk dapat menuai

keuntungan urbanisasi diperlukan

upaya kolektif.

Peningkatan mutu transportasi,

infrastruktur dan penyediaan

teknologi ‘hijau’ meningkatkan

Partisipasi masyarakat dalam Hari Kesehatan Sedunia

Page 10: Warta Yanmed XXI

8 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

beritautama

mutu kehidupan perkotaan,

termasuk memperkecil jumlah

masalah pernapasan, kecelakaan

dan pada akhirnya membuat

seluruh masyarakat lebih sehat.

Mengarusutamakan kesehatan ke

dalam seluruh sistem, infrastruktur

dan pelayanan bagi perkembangan

perkotaan memperkecil risiko

kerusakan kesehatan serta

memperkecil kesenjangan.

Warga SehatMewujudkan kota sehat,

perlu didukung dengan warga

disekitarnya. Kesadaran warga yang

tinggi akan memperkecil penyakit

menular seperti diare dan demam

berdarah yang tidak pernah selesai

dalam menanggulanginya.

Untuk itu tepat di Hari Kesehatan

Sedunia, Kementerian Kesehatan

memberikan 10 Pesan Utama,

antara lain Beri Kesempatan kota

untuk Hari Bebas Berkendaraan

Bermotor; 1 orang menanam 1

pohon; 1 jam saja untuk Gerakan

Pasar Sehat ; Kelola Sampah dengan

baik; Perluas kawasan Tanpa Rokok

untuk Kesehatan Publik; Beri

ruang gerak untuk pejalan kaki;

Perbanyak taman untuk paru-paru

kota; Memasyarakatkan olahraga,

Mengolahragakan masyarakat;

Menjamin ketersediaan sayur dan

buah dengan harga terjangkau;

dan Tata pemukiman yang bersih

dan sehat.

Diharapkan dengan pesan ini,

dapat membangun kesadaran

masyarakat untuk meningkatkan

kesehatan dan dibutuhkan

kerjasama Pemerintah Pusat,

Pemerintah Provinsi dan Kab/

Kota, Organisasi Kemasyarakatan,

LSM, Organisasi Internasional, dan

masyarakat dalam menyatukan

langkah guna meningkatkan dan

memperkuat komitmen untuk

bersama mewujudkan kota sehat,

warga sehat.

Menkes menerangkan bahwa

dengan Kota Sehat Warga Sehat

dapat mendorong dan memacu

upaya pencapaian Indonesia

Sehat. Pentingnya meningkatkan

kemampuan masyarakat untuk

melaksanakan kewajibannya dalam

mencegah terjadinya penyakit,

kemudian memelihara lingkungan

serta meningkatkan status

kesehatannya melalui perilaku

hidup bersih dan sehat.

Menkes mengingatkan akan

pentingnya meningkatkan kesiap-

siagaan masyarakat baik

ditingkat rumah tangga maupun

di masyarakat. Sebenarnya

sejak beberapa tahun lalu telah

dikembangkan Desa Siaga atau

Kelurahan Siaga. Dan Marilah Kita

Sehatkan Kota dan Warganya,

menuju masyarakat sehat yang

mandiri dan berkeadilan.

Puncak peringatan HKS

diakhiri pada 11 April 2010 di

Kota Tangerang Banten. Berbagai

kegiatan yaitu peresmian gerakan

pasar sehat, senam bersama dan

sepeda sehat (fun bike) serta

penyerahan 1.000 bibit pohon.

Acara yang dihadiri Gubernur

Banten, Kepala Perwakilan WHO

Indonesia, dan ribuan masyarakat

dari berbagai instansi yaitu

Kementerian Kesehatan, karyawan

Pemda Kota Tangerang dan Pemda

Banten, berbagai instansi lainnya

serta warga masyarakat Bumi

Serpong Damai dan sekitarnya.

Rangkaian kegiatan yang

diselenggarakan dalam rangka Hari

Kesehatan Sedunia, akan menjadi

lebih berarti jika kita bersama-sama

merealisasikan pesan utama yang

terkandung dalam Hari Kesehatan

Sedunia, untuk mewujudkan Kota

Sehat, Warga Sehat.

(AuliAnA/peliTA/dSy)

Menkes meninjau Pasar Modern BSD City

Page 11: Warta Yanmed XXI

9Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

beritautama

BAli – Dalam upaya pemerataan

pelayanan kesehatan bagi

masyarakat khususnya di

daerah terpencil, perbatasan

dan kepulauan yang selama

ini belum terjangkau, maka

Direktorat Jenderal Bina Pelayanan

Medik Kementerian Kesehatan

telah mendirikan 14 Rumah

Sakit Bergerak, hal inilah yang

disampaikan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik,

Farid W. Husain dalam pertemuan dengan Direktur

Rumah Sakit Bergerak dan Petugas Pengelola Keuangan

14 Rumah Sakit Bergerak, pada 19 Maret 2010.

Sesditjen Bina Pelayanan Medik, Dr. dr. Sutoto, M.Kes,

menyampaikan pertemuan ini diselenggarakan dalam

rangka koordinasi, konsolidasi dan evaluasi kinerja RS

Bergerak, yang selanjutnya akan dituangkan kedalam

laporan kinerja operasional Rumah Sakit Bergerak.

Rumah Sakit bergerak dilengkapi dengan peralatan

yang memadai setara dengan rumah sakit umum

Tipe C yang mempunyai 2 sampai 4 jenis pelayanan

spesialistik. Pembangunan Rumah Sakit Bergerak

dilakukan sebanyak 2 tahap, tahap pertama sebanyak

4 Rumah Sakit yang dioperasionalkan tahun 2004-

2006, yaitu RS Bergerak Blangkejeren Kab. Gayo Lues,

RS Bergerak Mamasa Sulawesi Barat, RS Bergerak

Natuna Kab.Natuna, dan RS Bergerak Lingga Kab.

Lingga. Operasional RS Bergerak disediakan oleh

Kementerian Kesehatan sampai dengan berdirinya

rumah sakit permanen didaerah tersebut. Dan Tahun

2010, Kabupaten Blangkejeren yang telah mendirikan

rumah sakit permanen, sehingga biaya operasional

telah dialihkan kepada Pemda setempat. Sedangkan 3

RS Bergerak lainnya masih dibantu oleh Kementerian

Kesehatan sehubungan dengan keterbatasan anggaran

pemerintah daerah masing-masing.

Tahap kedua sebanyak 10 Rumah Sakit yang

dibangun pada tahun 2007-2008 dan mulai beroperasi

sejak 2009, yaitu RS Bergerak Kabupaten Alor

Pendirian 14 Rumah Sakit Bergerak

Propinsi NTT, RS Bergerak Kab. Bener Meriah Propinsi

NAD, RS Bergerak Tobelo Kab. Halmahera Utara, RS

Bergerak Mindiptana Kab. Boven Digoel, RS Bergerak

Marinda Kab. Raja Ampat, RS Bergerak Sitaro Kab.

Siau Tagulandang Biaro, RS Bergerak Gemeh Kab.

Kepulauan Talaud, Rumah Sakit Bergerak Enggano Kab.

Bengkulu Utara, Rumah Sakit Bergerak Malinau Kab.

Malinau-Kaltim, dan Rumah Sakit Bergerak Saumlaki

Kab. Maluku Tenggara Barat

Kendala terbesar dalam operasional Rumah

Sakit Bergerak adalah ketersediaan tenaga (sumber

daya manusia), permasalahan anggaran dan belanja

operasional obat-obatan.

Pendirian Rumah Sakit bergerak bekerjasama

dengan Pemerintah Daerah setempat, dimana

Kementerian Kesehatan (Pemerintah Pusat)

menyediakan infrastruktur Rumah Sakit Lapangan

(Kontainer) lengkap dengan peralatan medik, tenaga

kesehatan spesialis. Sedangkan Pemerintah daerah

menyediakan lahan untuk rumah sakit lapangan, dan

sarana prasarana pendukung.

Diharapkan dengan pertemuan ini, terjadi

kesepakatan dalam hal pelaporan pelayanan medik,

pelaporan administrasi dan keuangan, jumlah dan

alokasi ketenagaan dan alokasi anggaran biaya

operasional masing-masing rumah sakit Tahun

Anggaran 2010 dan 2011. Kepada Direktur Rumah

Sakit Bergerak diucapkan terima kasih atas kinerja dan

pelayanan ditengah keterpencilan wilayah. HumAS

Page 12: Warta Yanmed XXI

10 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

beritautama

BAndung - Lokakarya Nasional ke 3 Program

Pengengendalian Resistensi Antimikroba, diadakan di

Bandung Pada tanggal 19 s/d 21 April 2010. Kegiatan

pertemuan ini diselenggarakan dengan tujuan untuk

meningkatkan pengetahuan dan tersosialisasinya

berbagai kebijakan terkait Pelaksanaan Pencegahan

dan Pengendalian Infeksi (PPI) di RS, penggunaan

antibiotika secara bijaksana, pelayanan mikrobiologi

dan farmasi klinik secara profesional. Demikian laporan

Direktur Bina Pelayanan Medik Spesialistik, Dr. Andi

Wahyuningsih Attas, SpAn.

Pertemuan PPRA dilaksanakan selama tiga hari,

tanggal 19 s/d 21 April 2010. dengan peserta yang

terdiri dari unsur Kementerian Kesehatan, tim fasilitator

PPRA dan tim PPRA dari 20 Rumah Sakit Pendidikan.

Dalam sambutannya Sekretaris Direktorat Jenderal

Bina Pelayanan Medik, DR. dr. Sutoto, M.Kes menyatakan

bahwa Infeksi nosokomial atau yang sekarang dikenal

sebagai HAIs (Healthcare Associated Infections) adalah

infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan

di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lain

yang tidak ditemukan dan tidak dalam masa inkubasi

saat pasien masuk.

Dalam mencapai peningkatan mutu pelayanan

kesehatan, rumah sakit harus mampu memberikan

pelayanan yang bermutu, akuntabel dan transparan

kepada masyarakat, khususnya terhadap jaminan

keselamatan pasien (patient safety).

Untuk itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan dan

pengendalian infeksi meliputi Kewaspadaan Standar

yang diterapkan pada semua klien dan pasien/orang

yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan dan

kewaspadaan berdasarkan penularan/transmisi yang

hanya diterapkan pada pasien yang dirawat inap di

rumah sakit.

Sejalan dengan itu, pengelolaan kesehatan yang

terpadu perlu dikembangkan, termasuk penggunaan

obat (antibiotik) yang direncanakan dengan baik,

secara rasional dan bijaksana serta pencegahan dan

pengendalian infeksi secara optimal.

Kita menyadari pentingnya pencegahan dan

pengandalian infeksi baik bagi pasien, pengunjung,

pemberi pelayanan dan karyawan rumah sakit serta

dibutuhkannya upaya penanggulangan resistensi

antimikroba yang merupakan hal prioritas dalam

penanggulangan masalah kesehatan bukan hanya di

Indonesia, tetapi juga di dunia.

Badan Kesehatan Dunia (WHO), telah merumuskan

67 rekomendasi sebagai upaya koordinasi global guna

mengendalikan peningkatan resistensi antimikroba,

yang terhimpun dalam buku ”WHO Global Strategy

for Containment of Antimicrobial Resistence”. Selain

itu upaya penanggulangan masalah resistensi

antimikroba harus diselenggarakan melalui berbagai

upaya kesehatan secara menyeluruh, terpadu dan

berkesinambungan tidak hanya melalui tindakan

pengobatan (kuratif) tetapi juga pencegahan (preventif)

Program PengendalianResistensi Antimikroba

Penyampaian Kebijakan PPRA oleh Direktur Bina Pelayanan Medik Spesialistik.

Page 13: Warta Yanmed XXI

11Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

beritautama

dan pengendalian infeksi melalui

kewaspadaan standar sebagai

upaya pencegahan terhadap

penyakit dan infeksi.

Sehubungan dengan hal

tersebut, telah diselenggarakan

Lokakarya Nasional Pertama

‘Strategy to Combat the Emergence

and Spread of Antimicrobial

Resistant Bacteria in Indonesia’ di

Foto Bersama setelah Penyerahan Piagam Penghargaan kepada Rumah Sakit yang melaksanakan PPRA Terbaik

Foto Bersama : Peserta, Fasilitator, dan Panitia Dalam Kegiatan Loknas ke-3 PPRA

dievaluasi pada bulan Januari-

Februari 2010, oleh Tim Evaluasi

PPRA terdiri dari unsur Kementerian

Kesehatan dan organisasi

profesi yang mengevaluasi

Program Pengendalian Resistensi

Antimikroba terhadap 20 RS

Pendidikan. AuliyAnA

Bandung pada 29-31 Mei 2005.

Pada kesempatan tersebut, AMRIN

Study Group telah menyerahkan

buku “Antimicrobial resistance,

Antibiotic Usage and Infection

Control: A Self Assessment Program

for Indonesia Hospitals” kepada

Dirjen Bina Pelayanan Medik untuk

digunakan sebagai pedoman dalam

pelaksanaan Program Pengendalian

Resistensi Antimikroba (PPRA) di

rumah sakit di Indonesia.

Sebagai tindak lanjut dari

kegiatan tersebut diadakan

Lokakarya Nasional PPRA Pertama

serta mengadakan lomba jaga

mutu rumah sakit untuk mencegah

muncul dan menyebarnya bakteri

yang resisten melalui kegiatan

“Penilaian Infrastruktur Rumah Sakit

untuk Mendukung PPRA” dan pada

tahun 2006 juga telah dilaksanakan

Lokakarya Nasional ke-2 PPRA

di Jakarta sebagai tindak lanjut

rekomendasi Lokakarya Nasional

pertama.

Sekretaris Direktorat Jenderal

Bina Pelayanan Medik menyerahkan

piagam penghargaan kepada RS

yang telah melaksanakan PPRA

terbaik, yaitu : RSUD Dr. Sutomo

Surabaya, RSUP Dr. Kariyadi

Semarang, RSUP Persahabatan

Jakarta, RS Kanker Dharmais

Jakarta, RSUP Fatmawati Jakarta,

RSUP Cipto Mangunkusumo

Jakarta. Rumah Sakit tersebut

FotoBersamasetelahPenyerahanPiagamPenghargaankepadaRumahSakityangmelaksanakanPPRATerbaik

Page 14: Warta Yanmed XXI

12 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

beritautama

ReKOmendASi lOKnAS iii unTuK KemenTeRiAn KeSeHATAn

RegulASi eduKASi mAnAJeRiAl Menetapkan kebijakan 1nasional guna menghambat muncul dan penyebaran mikroba resisten di Indonesia.

2. Menetapkan kebijakan nasional penggunaan antibiotik

3. Memperluas jejaring program pengendalian muncul dan penyebaran mikroba resisten pada fasilitas pelayanan kesehatan

Memfasilitasi pertemuan ilmiah melibatkan stake holder terkait untuk menyusun pedoman nasional:

Penggunaan antibiotik •secara bijak Pengendalian penyebaran •mikroba resisten

Meningkatkan kemampuan teknis

pengendalian muncul •dan penyebaran mikroba resisten.pengelolaan dan •penggunaan antibiotik secara bijak penyusunan modul •pelatihan PPRApenyelenggaraan pelatihan •berjenjang (TOT, advance trainer, MOT)

Membentuk Komite Nasional 1.Pengendalian Resistensi Antimikroba (KOMNASPRA)

Memberi dukungan 2.koordinasi dan anggaran untuk pertemuan-pertemuan1 penyusunan pedoman nasional dari APBN

Memberikan dukungan 3.anggaran untuk :

Peningkatan kemampuan a.teknis perluasan jejaring PPRA Penyediaan sarana dan b.prasarana laboratorium mikrobiologi Penambahan SDM c.spesialis konsultan penyakit infeksi, , mikrobiologi klinik, Farmakologi klinik, patologi klinik konsultan penyakit infeksi, dan farmasi klinik.

RegulASi eduKASi mAnAJeRiAl

Memasukkan PPRA ke dalam 1.Program Akreditasi Rumah Sakit

Meningkatkan peran 2.mikrobiologi klinik di rs

Menetapkan standar nasional 3.pelayanan farmasi klinik untuk mendukung PPRA.

Pertemuan koordinasi dengan KARS dan pemangku kepentingan terkait

Standarisasi pelayanan 1.mikrobiologi klinik Pendidikan spesialis 2.mikrobiologi klinik (SpMK) menyesuaikan dengan point 3 kebijakan kemkes

Peningkatan kemampuan teknis kompetensi farmasi klinik untuk mendukung PPRA.

Memfasilitasi kegiatan PPRA dalam akreditasi RS, Pemenuhan fasilitas pelayanan mikrobiologi klinik Kerjasama dengan Kemendiknas dan organisasi profesi terkait Pemenuhan dr spesialis mikrobiologi klinik di RS kelas A dan B menyesuaikan dengan point 3 kebijakan KemenkesMemfasilitasi pendidikan dan penyediaan spesialis farmasi klinik

Page 15: Warta Yanmed XXI

13Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

beritautama

ReKOmendASi lOKnAS iii unTuK RumAH SAKiT

RegulASi eduKASi mAnAJeRiAl

1. Menetapkan kebijakan PPRA di RS

2. Menetapkan kebijakan penggunaan antibiotik di RS

3. Memperluas cakupan implementasi PPRA secara bertahap di RS

4. Peningkatan peran mikrobiologi klinik di rumah sakit

5. Memiliki standar pelayanan farmasi klinik untuk mendukung PPRA.

Menyelenggarakan pertemuan ilmiah bersama untuk menyusun pedoman: 1. penggunaan antibiotik

(hospital antibiotic policy) 2. pengendalian penyebaran

mikroba resisten

Meningkatkan kemampuan teknis

Pengendalian muncul •dan penyebaran mikroba resisten

Pengelolaan dan •penggunaan antibiotik secara bijak

Penatalaksanaan kasus •infeksi yang kompleks secara terpadu, melalui forum kajian

Melakukan Standarisasi:1. Pelayanan laboratorium 2. Konsultasi & visitasi pasien 3. Data base & pelaporan pola

kuman 4. Pelatihan mikrobiologi klinik

Peningkatan kemampuan teknis kompetensi farmasi klinik untuk mendukung PPRA.

Memberi dukungan fasilitas dan anggaran PPRA

Melibatkan organisasi profesi untuk menetapkan kebijakan

Dukungan anggaran untuk peningkatan kemampuan teknis, pelatihan internal dan eksternal

Pemenuhan sarana dan prasarana pelayanan mikrobiologi klinik

Pemenuhan SDM spesialis mikrobiologi klinik

Penambahan sumber daya manusia farmasi klinik sesuai standar

wan abud dan supir taksiPada suatu hari Wan Abud pergi ke Timur tengah untuk liburan. Karena kemalaman terpaksa ia naik taksi.Wan Abud : “Ke jalan Antah Berantah…”Supir taksi : “OK tuan”Setelah tiba di tujuan Wan Abud pun turun dari taxi .Wan Abud : “Berafa?”Supir taxi : “10 dollar tuan”Dengan santai ia pun membayar $5Supir taxi: “Kurang tuan!”Wan Abud : “Kurang? ente sudah ana kasih cukuf”Supir taxi : “$ 10 tuan”Wan Abud : “Kita kan naik berdua jadi ana bayar $5 ente bayar $5. bener kan?”

humor

Page 16: Warta Yanmed XXI

liputan

14 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Instalasi Pelayanan Anak dan Remaja RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan

JAKARTA – Rumah Sakit dr. Soeharto Heerdjan Jakarta merupakan Rumah Sakit Jiwa dengan unggulan urban mental health atau kesehatan jiwa perkotaan. Rumah Sakit ini telah meresmikan Instalasi Kesehatan Jiwa Anak & Remaja pada 01 April 2010, dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan Pelayanan Kesehatan Jiwa Anak & Remaja sebagai sumber daya yang berkualitas, tidak saja sehat fisik, tapi juga sehat mental dan sosial.

Pelayanan Instalasi Kesehatan Jiwa Anak & Remaja sangat mendukung ditengah banyaknya masalah anak dan remaja yang ditemui didaerah perkotaan, sehingga sangat tepat untuk mengadakan dan mengembangkan pelayanan ini. Diharapkan Instalasi ini akan menjadi pusat rujukan anak di wilayah Jakarta, dan dapat meningkatkan upaya pendidikan dan pelatihan kesehatan jiwa anak dan remaja yang mempunyai kebutuhan khusus. denny

Page 17: Warta Yanmed XXI

liputan

15Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Peresmian Ruang RawatIntermediate Bedah Dewasadi RS Jantung & Pembuluh Darah Harapan Kita

JAKARTA - Kegiatan peresmian ruang rawat

Intermediate bedah dewasa pada tanggal 5 Maret 2010

oleh Direktur Utama RS Jantung dan Pembuluh Darah

Harapan Kita, DR. dr. Anwar Santoso, Sp.JP, FIHA yaitu

unit perawatan peralihan dari ICU post operasi bedah

cardiovaskuler ke unit perawatan dan mempersiapkan

pasien pra bedah cardiovaskuler sehari sebelum masuk

Dr. Ma Izul, Sp.JP (Ahli Bedah Cardiovaskuler) dan Dirut RS Jantung & Pembuluh Darah Harapan Kita , Dr. dr. Anwar SantosoSp.JP. meninjau ruangan pasien.

ke kamar operasi.

Intermediate Bedah adalah unit perawatan yang

mempersingkat AVLOS (Average Long Of Stay) pasien

pasca bedah cardiovascular dan fungsinya merawat

pasien pre dan pasca bedah cardiovaskuler. Total Bed

sebanyak 31 tempat tidur dan baru dibuka sebanyak

20 tempat tidur. AuliyAnA & SufeRmi

Page 18: Warta Yanmed XXI

liputan

16 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan, drg. H. Naydial Roesdal, MSc.PH, FICD

JAKARTA – Pada hari Kamis, 15 April 2010 Rumah Sakit

Umum Pusat Fatmawati memperingati Hari Ulang Tahun

ke 49, pada perayaan ulang tahun ini diharapkan baik

Direksi dan Karyawan semakin bersemangat dalam

melaksanakan tugas pelayanan kepada masyarakat sesuai

Tema HUT yaitu : “ Dengan Kebersamaan Kita Wujudkan

Pelayanan Terdepan, Paripurna dan Terpercaya” yang

“dengan Kebersamaan Kita Wujudkan pelayanan Terdepan, paripurna dan Terpercaya”. Tema ini yang menjiwai setiap kegiatan di RSup fatmawati Jakarta dalam menjalankan fungsinya sebagai

penyelenggara pelayanan Kesehatan.

menjiwai setiap kegiatan di RSUP Fatmawati dalam

menjalankan fungsinya sebagai Penyelenggara

Pelayanan Kesehatan.Demikian sambutan Direktur

Utama RSUP Fatmawati, Dr. Chairul R. Nasution,SpPD,K-

GEH,FINASIM,M.Kes, menyatakan bahwa rasa tanggung

jawab untuk senantiasa meningkatkan mutu pelayanan

ini pula yang menuntut RSUP Fatmawati senantiasa

mencari inovasi-inovasi baru dalam pelayanannya .

RSUP Fatmawati sebagai Penyelenggara Pelayanan

Publik; juga semakin peka terhadap kebutuhan

masyarakat khususnya upaya untuk mengantisipasi

terjadinya stagnasi di Pelayanan Gawat Darurat akibat

peningkatan cakupan yang luar biasa di Instalasi Gawat

Darurat. Hal ini menunjukkan bahwa RSUP Fatmawati

semakin diminati oleh masyarakat, akan tetapi perlu

dilakukan upaya-upaya mempertahankan kepercayaan

masyarakat terhadap pelayanan RSUP Fatmawati.

Dengan dilakukannya berbagai terobosan sebagai

upaya peningkatan kinerja dengan tujuan menjadikan

RSUP Fatmawati sebagai Rumah Sakit Pemerintah yang

modern dan professional, yang memiliki fasilitas dan

layanan yang kompetitif dengan Rumah Sakit lainnya.

Untuk keperluan sosialiasi dan publikasi dibutuhkan

media yang diharapkan menjadi sarana untuk dapat

memberikan kontribusi positif khususnya untuk

meningkatkan citra / image RSup fatmawati; maka

diluncurkan majalah fatmawati Sehat yang disingkat menjadi “majalah fase”.

RSUP FatmawatiUlang Tahun Ke-49

Page 19: Warta Yanmed XXI

liputan

17Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Demikian pula, sejalan dengan

Pemberlakuan UU No. 44 tahun

2009 tentang Rumah Sakit, maka

Status sebagai RS Pendidikan dan

Pelaksanaan Program Kepedulian

terhadap masalah-masalah yang

timbul di masyarakat terkait dengan

Kesehatan Reproduksi, maka melalui

Tim Kesehatan Remaja mencetuskan

Jurnal Kesehatan Reproduksi yang

diharapkan mampu berperan aktif

dalam Peningkatan Kualitas Usia

Remaja yang sehat dan produktif di

masa depan. Begitu pula Tim Clinical

Pathway RSUP Fatmawati, telah diakui

dan telah melakukan komunikasi

dengan Europeun Clinical Pathway

Association, merupakan suatu upaya

agar pelayanan RSUP Fatmawati

dapat standar international.

Semua peningkatan/ pengem-

bangan fasilitas pelayanan, dan

mutu pelayanan tersebut diharapkan

akan memacu Peningkatan Kinerja

RSUP Fatmawati yang tentunya

akan berpengaruh positif pada

“Kesejahteraan Karyawan” sesuai

Misi RSUP Fatmawati.

Pada ulang tahun ke 49 RSUP

Fatmawati berbagi kebahagiaan

bersama Para Pelanggan / Pasien,

Para Purnabhakti dan seluruh

Karyawan RSUP Fatmawati dengan

memberikan ‘Tanda Kasih” berupa:

1. Pemberian Souvenir kepada

seuruh pasien Rawat Jalan

2. Penyerahan Piagam serta Tanda

kasih bagi 26 para Purnabhakti

RSUP Fatmawati diiringi ucapan

terima kasih atas segala karya

dan jasa yang telah diberikan

selama berkarya di RSUP

Fatmawati. Diharapkan tetap

adanya jalinan tali silahturahmi

dan adanya support walaupun

Para Purnabhakti berada diluar

lingkungan RSUP Fatmawati.

3. Penyerahan Kursi Roda untuk 6

orang pasien RSUP Fatmawati

4. Santunan pada 140 orang

Pasien Pasien Tindak Mampu

5. Pemberian Sembako kepada

seluruh Karyawan RSUP

Fatmawati.

Inspektur Jenderal Kementerian

Kesehatan, drg. H. Naydial Roesdal,

MSc.PH, FICD meresmikan

beberapa sarana prasarana di RSUP

Fatmawati sesuai ketentuan dalam

UU No. 25 tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik; yaitu :

1. Pengembangan Ruang Rawat

Cardiac Emergency Unit (CEU) :

dari 12 tempat tidur menjadi 17

tempat tidur.

2. Laboratory Autmation System

(LAS) yaitu Laboratorium

yang sistem pemeriksaannya

secara otomatis dengan

m e n g k o n s o l i d a s i k a n

pemeriksaan kimia klinik dan

immunologi dengan kapasita

pemeriksaan yang lebih

besar dan jenis pemeriksaan

yang lebih banyak yang

memungkinkan RSUP Fatmawati

merupakan salah satu Rumah

Sakit Pemerintah yang ditunjang

dengan Pelayanan Laboratorium

termodern di Indonesia.

3. Perluasan Instalasi Griya Husada

dilengkapi dengan Smart Card

berkonsep One Stop Services

4. Renovasi Gedung Instalasi

Pavilun Anggrek

5. Renovasi Ruang Tunggu Instalasi

Bedah Sentral (IBS)

Kepada Direktur Utama

RSUP Fatmawati, Inspektorat

Jenderal Kementerian Kesehatan,

menyerahkan Surat Keputusan

Menteri Kesehatan No.HK.03.05/

III/1952/2010 tentang Penetapan

RSUP Fatmawati Jakarta sebagai

RS Pendidikan Utama Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Syarif Hidayatullah

Jakarta dan SK Menkes, No. 472/

Menkes/SK/IV/2010 tentang

Page 20: Warta Yanmed XXI

liputan

18 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Peningkatan Kelas RSUP Fatmawati

Jakarta menjadi RSUP dengan

klasifikasi kelas A .

Memasuki usianya ke 49, RSUP

Fatmawati telah memantapkan diri

dengan Upaya Pemenuhan Standar

sesuai Persyaratan sebagai Rumah

Sakit Kelas A Pendidikan. Hal ini

dirasakan sangat membanggakan,

akan tetapi harus disertai rasa

tanggung jawab yang besar untuk

senantiasa memenuhi kewajiban yang

tak kalah penting, yakni menjaga

mutu bahkan meningkatkan terus

mutu pelayanan di RSUP Fatmawati.

AuliyAnA/Sf

Target pembangunan Kesehatan

no. indikator Target

2010 2014

1. Meningkatkan Umur Harapan Hidup (tahun) 70,7 72

2. Menurunnya Angka Kematian Ibu Melahirkan (per 100.000 KH) 228 118

3. Menurunnya Angka Kematian Bayi (per 1000 KH) 34 24

4. Menurunnya Prevalensi TB (per 100.000 penduduk) 235 224

5. Menurunnya Prevalensi Gizi Kurang Pada Balita (%) 18,4 <15

6. Menurunnya Kasus Malaria (per 1000 penduduk) 2 1

7. Terkendalinya Prevalensi HIV Pada Populasi Dewasa (%) 0,2 0,5

8. Meningkatnya Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap Pada Bayi (%) 80 90

9. Menurunnya Angka Kesakitan DBD ( per 100.000 penduduk) 55 51

10. Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Pada Rumah Tangga (%) 50 70

11. Meningkatnya Jumlah Penduduk (termasuk seluruh penduduk miskin) yang Memiliki Jaminan Kesehatan (%) 59 100

12. Meningkatnya Jumlah Penduduk yang Memiliki Akses Terhadap Air Minum Berkualitas (%) 62 67

13. Meningkatnya Ketersediaan Obat dan Vaksin (%) 80 100

14. Meningkatnya Jumlah Tenaga Kesehatan yang Didayagunakan

di DTPK (orang) 1200 1470

Page 21: Warta Yanmed XXI

liputan

19Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Peningkatan Program Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK)

SemARAng – Salah satu faktor yang berpengaruh

terhadap tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan

Angka Kematian Bayi (AKB) adalah keterampilan

teknis tenaga Medis, bidan dan perawat di RS Kab/Kota

yang masih kurang, proses rujukan yang masih belum

berjalan secara optimal antara lain karena rujukan

yang terlambat dan ketidaksiapan fasilitas kesehatan

terutama di tingkat rujukan primer (Puskesmas) dan di

tingkat rujukan sekunder (RS Kabupaten/Kota) untuk

melakukan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi

Komprehensif (PONEK). Guna untuk meminimalisir

faktor tersebut, dilaksanakan Pelatihan Peningkatan

Program Pelayanan Ponek, pada tanggal 24 Maret

2010.

Sekiranya Rumah Sakit Kabupaten/Kota yang telah

dilatih dapat melaksanakan manajemen PONEK 24 jam

dengan efektif dan efisien sehingga berdampak pada

penurunan AKI dan AKB sesuai target RPJMN II (2010

– 2014) dimana telah menetapkan target penurunan

tingkat kematian ibu saat melahirkan dari 307 per

100.000 kelahiran menjadi 118 per 100.000 dan tingkat

kematian bayi dari 34 per 1.000 menjadi 24 per 1.000

pada akhir tahun 2014. Dengan upaya yang sungguh-

sungguh dan terus menerus, kita akan dapat mencapai

tujuan yang telah ditetapkan bersama dengan Rencana

Strategis Kementerian Kesehatan. Setelah pelatihan ini

akan dilakukan evaluasi paska latihan berupa On the

Job Training (OJT) ke masing-masing Rumah Sakit

yang telah dilatih.

Diharapkan dengan pelatihan ini, Rumah Sakit

dan peserta dapat meningkatkan kemampuan sistem

layanan kesehatan maternal dan neonatal secara

paripurna melalui program PONEK, dalam rangka

upaya penurunan angka kesakitan dan kematian serta

mewujudkan perbaikan status kesehatan ibu, bayi dan

anak. AHmAd HARyAnTO

Page 22: Warta Yanmed XXI

liputan

20 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

KemenKeS – Kementerian Komunikasi dan

Informatika (Kominfo) membuat Undang-Undang

Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), Nomor : 14

Tahun 2008 yang berlaku pada tanggal 30 April 2010.

Sebagai implementasi UU KIP, Direktorat Jenderal

Bina Pelayanan Medik ikut mensosialisasikan pada

tanggal 28 April 2010, untuk menjamin semua orang

memperoleh informasi karena hak asasi manusia

sebagai wujud kehidupan berbangsa dan bernegara

yang demokratis.

Sekretaris Ditjen Bina Pelayanan Medik, Dr. dr. Sutoto,

M.Kes menyampaikan bahwa tujuan sosialisasi UU KIP

ini untuk membuka pengetahuan dan pemahaman

seluruf staf mengenai informasi publik yang tidak

dirahasiakan atau yang tidak dikecualikan dalam UU

yang menjadi tanggung jawab untuk disampaikan

kepada publik baik secara berkala, serta merta maupun

setiap saat.

Penerapan Undang-Undang KIP harus dipersiapkan

sejak dini dalam hal pengelolaan konten informasi,

pengembangan infrastruktur, peningkatan kualitas

Sosialisasi Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik di Lingkungan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik

layanan informasi serta

sistem dokumentasi

yang baik agar dapat

setiap saat memenuhi

permintaan publik seperti

yang diamanatkan

Menteri Kesehatan,

dengan membuka akses

informasi publik, badan

publik termotivasi untuk

bertanggung jawab

dan berorientasi pada

pelayanan rakyat yang

sebaik-baiknya. Hal itu dapat mempercepat perwujudan

pemerintahan yang terbuka sebagai upaya strategis

mencegah praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

(KKN) serta terciptanya pemerintahan yang baik (good

governance).

“Hal-hal yang harus dilakukan Badan Publik, antara

lain melakukan assesment cepat ke stakeholders

tentang kebutuhan informasi prioritas; menetapkan

Struktur Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi;

mendaftar informasi yang dikecualikan; menyusun

SOP pelayanan Informasi; menyiapkan Personal

(pengetahuan dan skill); memanfaatkan dan

mengembangkan infrastruktur yang telah ada”, ungkap

Ketua Komisi Informasi Pusat, Ahmad Alamsyah

Saragih.

Diharapkan dengan dilaksanakannya Sosialisasi UU

KIP akan tercipta pemahaman dan pengetahuan di

masing-masing Direktorat dan Bagian di lingkungan

Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, sehingga

mampu memberikan layanan informasi dokumen yang

aktual, benar dan utuh. HumAS

Sekretaris Ditjen Bina Pelayanan Medik, Dr. dr. Sutoto, M.Kes

Ketua Komisi Informasi Pusat, Ahmad Alamsyah Saragih menyampaikan materi Pelaksanaan UU KIP.

Page 23: Warta Yanmed XXI

liputan

21Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

medAn – Pertemuan Konsolidasi Persiapan Rumah

Sakit Pengampu yang dilaksanakan di Medan Sumatera

Utara dan dibuka oleh Direktur Utama Rumah Sakit

Adam Malik di Kota Medan mewakili Direktur Jenderal

Bina Pelayanan Medik, juga didampingi oleh Kepala

Bagian Program dan Informasi serta Ketua Case Mix.

Direktur Utama Rumah Sakit Adam Malik mewakili

Dirjen Bina Pelayanan Medik menyampaikan sejak

tanggal 29 Agustus 2008 yang lalu berdasarkan Surat

Edaran Menteri Kesehatan RI No. 807/Menkes/E/

VIII/2008 menyatakan bahwa klaim Pelayanan

Jamkesmas secara resmi ditagih berdasarkan

”Indonesian Diagnosis Related Groups” (INA-DRG)

sehingga dalam pelaksanaannya dapat mengendalikan

biaya pelayanan dan mutu pelayanan kesehatan di

Rumah Sakit.

Beliau menambahkan bahwa terhitung tanggal 1

Maret 2010 klaim Jamkesmas sudah menggunakan

sofware INA-DRG versi 1.6 dan

pada bulan Maret 2010 yang

lalu Pusat Pembiayaan Jaminan

Kesehatan dan Centre for case-

mix telah melatih 956 rumah sakit

sebagai pelaksanan Jamkesmas

dan juga telah melatih sekitar

1800 orang yang terdiri dari :

Coders, Petugas Administrasi

Klaim dan Verifikator. Setelah

pelatihan tersebut, dilanjutkan

dengan Sosialisasi yang dibagi

menjadi beberapa regional.

Harapan Direktur Utama

Rumah Sakit Adam Malik

mewakili Direktur Jenderal Bina

Pelayanan Medik menyampaikan

bahwa melalui kerjasama

dengan seluruh rumah sakit pengampu dapat lebih

meningkatkan peran serta khususnya dalam membantu

rumah sakit diwilayahnya masing-masing dalam rangka

menangani pelaksanaan klaim dan penyelesaian

permasalahan coding. peliTA

Direktur Utama Rumah Sakit Adam Malik di Kota Medan didampingi oleh Kepala Bagian Program dan Infor-masi serta Ketua Case Mix

Pertemuan Konsolidasi Persiapan Rumah Sakit Pengampu

Suasana tenang peserta ketika mendengar sambutan pembukaan

Page 24: Warta Yanmed XXI

liputan

22 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Clinical PathwaySebuah rencana yang menyediakan secara detail setiap tahap penting dari pelayanan kesehatan, bagi sebagian besar pasien dengan masalah klinis

(diagnosis atau prosedur) tertentu, berikut dengan hasil yang diharapkan.

pAlemBAng – Pertemuan

Konsolidasi Kelompok Kerja

Clinical Pathway diadakan di

Palembang, tanggal 5 s/d 7 April

2010. Dalam laporannya Direktur

Bina Pelayanan Penunjang

Medik, Drg. Armand P. Daulay,

M.Kes. menyatakan secara umum

pertemuan ini dilaksanakan dalam

rangka pelaksanaan implementasi

INA-DRG pada 15 Rumah Sakit

Pilot Project di Indonesia tahun

2010.

Pertemuan ini diadakan untuk

melakukan evaluasi Clinical

Pathway dalam pelaksanaan INA-

DRG pada 15 Rumah Sakit Pilot

Project, menyamakan persepsi tentang Clinical Pathway

dalam INA-DRG serta membahas lebih jauh tentang

peran Komite Medik dalam pelaksanaan INA-DRG di

Indonesia Tahun 2010. Peserta pada kegiatan ini terdiri

dari Perwakilan 15 Rumah Sakit Pilot Project INA-DRG,

Tim Centre for Case-Mix baik dari Depkes maupun

Rumah Sakit serta Kantor Pusat Ditjen Bina Pelayanan

Medik dan undangan terkait lainnya.

Bapak Farid W. Husain dalam sambutannya

menyatakan bahwa berdasarkan Surat Edaran Menteri

Kesehatan RI Nomor : 807/Menkes/E/VIII/2008 tanggal

29 Agustus 2008 menyatakan bahwa klaim Pelayanan

Jamkesmas secara resmi ditagih berdasarkan

“Indonesian Diagnosis Related Groups” (INA-DRG)

dengan tujuan terjadinya kendali biaya pelayanan dan

mutu pelayanan dalam pelaksanaan karena INA-DRG

adalah suatu sistem Pengklasifikasian setiap pelayanan

kesehatan sejenis kedalam kelompok yang mempunyai

arti relatif sama artinya setiap pasien yang dirawat di

sebuah RS diklasifikasikan ke dalam kelompok yang

sejenis dengan gejala klinis yang sama serta biaya

perawatan yang relatif sama.

Tujuan dari tarif INA-DRG Jamkesmas adalah untuk

meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan

kepada seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu

dalam rangka mewujudkan tercapainya pelayanan

kesehatan di rumah sakit yang optimal secara efektif

dan efisien.

Pilar pokok sistem Case-Mix adalah Coding, costing

dan Clinical Pathways. Clinical patways atau juga

dikenal dengan nama lain seperti: Critical care pathway,

Integrated care pathway, Coordinated care pathway,

caremaps®, atau Anticipated recovery pathway,

adalah sebuah rencana yang menyediakan secara

detail setiap tahap penting dari pelayanan kesehatan,

bagi sebagian besar pasien dengan masalah klinis

(diagnosis atau prosedur) tertentu, berikut dengan

hasil yang diharapkan.

Narasumber Pertemuan Konsolidasi Pokja Clinical Pathways

Page 25: Warta Yanmed XXI

liputan

23Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Clinical pathway secara

terstruktur memberikan cara

bagaimana mengembangkan dan

mengimplementasikan pedoman

klinik (clinical guideline/best

practice) yang ada kedalam protokol

lokal (yang dapat dilakukan).

Clinical pathway juga menyediakan

cara untuk mengidentifikasi alasan

sebuah variasi yang tidak dapat

diidentifikasi melalui audit klinik.

Hal tersebut dimungkinkan karena

clinical pathway juga merupakan

alat dokumentasi primer yang

menjadi bagian dari pelayanan dari

penerimaan hingga pemulangan

pasien. Dengan kata lain, clinical

pathway menyediakan standar

pelayanan minimal dan memastikan

bahwa pelayanan tersebut tidak

terlupakan dan dilaksanakan tepat

waktu.

Tujuan implementasi clinical

pathway terutama adalah untuk :

1. Memilih “best practice” pada

saat pola praktek diketahui

berbeda secara bermakna.

2. Menetapkan standar yang

diharapkan mengenai lama

perawatan dan penggunaan

pemeriksaan klinik serta

prosedur klinik lainnya.

3. Menilai hubungan antara

berbagai tahap dan kondisi

yang bebeda dalam suatu

proses serta menyusun strategi

untuk mengkoordinasikan agar

dapat menghasilkan pelayanan

yang lebih cepat dengan

tahapan yang lebih sedikit

4. Memberikan peran kepada

seluruh staf yang terlibat dalam

pelayanan serta peran mereka

dalam proses tersebut

5. Menyediakan kerangka kerja

untuk mengumpulkan dan

menganalisa data proses

pelayanan sehingga provider

dapat mengetahui seberapa

sering dan mengapa seorang

pasien tidak mendapatkan

pelayanan sesuai dengan

standar

6. Mengurangi beban dokumen-

tasi klinik

7. Meningkatkan kepuasan pasien

melalui peningkatan edukasi

kepada pasien (misal dengan

menyediakan informasi yang

lebih tepat tentang rencana

pelayanan)

Kebijakan Centre for Case-Mix

saat ini mengenai Clinical Pathway

diantaranya adalah :

Clinical Pathways• yang dibuat

hanyalah sebatas INA-DRG

yang menggunakan biaya

tinggi (High Cost), dengan

kasus terbayak (High Volume)

dan hasil yang dapat diprediksi

Dalam Implementasinya akan •dipantau dan dievaluasi oleh

POKJA Clinical Pathways di

Centre For Case-Mix

Clinical Pathways• digunakan

untuk penyempurnaan Cost

Weights dan tidak dibuat untuk

memperkirakan/menghitung

tarif.

Dalam pertemuan kali ini

ke 15 Rumah Sakit Pilot Project

akan mempresentasikan Clinical

Pathways nya berdasarkan jenis

spesialisasi Pilot Project INA-

DRG masing-masing rumah

sakit tersebut. Selain itu akan

disampaikan presentasi mengenai

“Peran Clinical Pathway dalam Case-

Mix” yang akan disampaikan oleh

Konsorsium Pelayanan Medik serta

presentasi-presentasi lain yang

berkaitan dengan Clinical Pathway.

AuliyAnA

Peserta Pertemuan Konsolidasi Pokja Clinical Pathways

Page 26: Warta Yanmed XXI

liputan

24 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Training of TrainerPelayanan Kedokteran Gigi Keluarga

BAndung – Training Of Trainer (TOT) Peningkatan

Teknis Pelayanan Kedokteran Gigi Keluarga di

Bandung, pada tanggal 30 April s/d 4 Mei 2010.

Kegiatan pelatihan ini diselenggarakan dengan tujuan

untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan

ketrampilan tenaga dokter gigi menjadi tenaga yang

mampu menangani keluarga dan memberikan wawasan

untuk menunjang pelaksanaan penyelenggaraan

pelayanan kedokteran gigi keluarga dan diharapkan

setelah mengikuti kegiatan ini mampu melakukan

penyelenggaraan pelayanan kedokteran gigi keluarga

di lingkungannya secara tepat sesuai standar, sehingga

menunjang peningkatan akses dan mutu pelayanan

kesehatan terhadap masyarakat. Demikian laporan

Kepala Sub Direktorat Bina Pelayanan Kedokteran Gigi

Keluarga, drg. Sudono, M.Kes.,dalam acara pembukaan.

Pelatihan ini diikuti oleh 36 peserta, yaitu 28 peserta

daerah, peserta Provinsi, Kabupaten/Kota, Organisasi

Profesi serta pemberi pelayanan kesehatan serta

trainer sebanyak 8 orang. TOT Peningkatan Teknis

Pelayanan Kedokteran Gigi Keluarga tahun 2010

merupakan kegiatan berkelanjutan dari pelatihan

untuk pelatih bagi pelaksana dokter gigi keluarga

dalam mendukung penyelenggaraan pelayanan

kedokteran gigi keluarga sesuai Keputusan Menteri

Kesehatan RI, No. 1415/MENKES/SK/X/2005, tentang

Kebijakan Pelayanan Kedokteran Gigi Keluarga.

Juga berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan

RI, No. 039/MENKES/SK/I/2007tentang Pedoman

Penyelenggaraan Kedokteran Gigi Keluarga.

Pengertian dokter gigi keluarga adalah dokter gigi

yang mampu menyelenggarakan pelayanan kesehatan

gigi yang berorientasi pada komunitas dengan keluarga

sebagai target utaama serta memandang individu

yang sakit maupun sehat sebagian dari unit keluarga

dan komunitasnya . Dokter gigi keluarga merupakan

tenaga kesehatan yang proaktif mendatangi keluarga

sesuai indikasi dan melakukan perawatan serta

asuhan pelayanan kedokteran gigi dasar. Layanan

dokter gigi keluarga yang diberikan harus terjaga

mutu dengan mengutamakan pendekatan promotif

dan preventif serta menerapkan ilmu pengetahuan

kedokteran gigi mutakhir secara rasional dan

memperhatikan sistem rujukan. Prinsip dari dokter gigi

keluarga adalah : sebagai kontak pertama, layanan

bersifat pribadi, pelayanan paripurna, paradigm

sehata, pelayanan berkesinambungan, koordinasi

dan kolaborasi serta family and community oriented.

Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar, drg. S.R. Mustikowati, M.Kes, dan Kasubdit Bina Pelayanan Kedokteran Gigi Keluarga, drg. Sudono, M.Kes pada Pembukaan TOT Peningkatan Teknis Pelayanan Kedokteran Gigi Keluarga

Page 27: Warta Yanmed XXI

liputan

25Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Dalam sambutannya Direktur

Bina Pelayanan Medik Dasar, drg.

SR Mustikowati, M.Kes menyatakan

rencana pembangunan jangka

panjang nasional yang tertuang

dalam Undang-Undang RI, No.

17 tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang

Nasional bahwa pembangunan

kesehatan diarahkan untuk

meningkatkan kesadaran, kemauan

dan kemampuan hidup sehat bagi

setiap orang agar penignkatan

derajat kesehatan masyarakata yang

setinggi-tingginya dapat

terwujud, pengutamaan

dan manfaat dengan

perhaitan khusus pada

penduduk rentan yaitu

ibu, bayi, anak, manula

dan keluarga miskin.

P e m b a n g u n a n

kesehatan dilaksanakan

melalui peningkatan

upaya kesehatan,

pembiayaan kesehatan,

sumber daya manusia

kesehatan, obat dan perbekalan

kesehatan yang disertai oleh

peningkatan pengawasan,

pemberdayaan masyarakat

dan manajemen kesehatan

serta peningkatan perilaku dan

kemandirian masyarakat serta

upaya promotif dan preventif.

Berdasarkan Undang-Undang RI,

No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan

dinyatakan upaya kesehatan

diselenggarakan dalam bentuk

kegiatan dengan pendekatan

promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif yang dilaksanakan

secara terpadu, menyeluruh dan

berkesinambungan, salah satunya

adalah pelayanan kesehatan gigi

dan mulut yang dilayani melalui

pelayanan dokter gigi keluarga.

Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun

2007 oleh Departemen Kesehatan

menunjukan prevalensi masalah

gigi dan mulut di Indonesia adalah

23,9 % dan 19 Provinsi mempunyai

prevalensi di atas rata-rata Nasional.

Prevalensi masalah kesehatan gigi

dan mulut pada kelompok umur 45

– 54 tahun sebesar 31,1 % rata-rata

presentasi penduduk menerima

perawatan untuk penambalan/

pencabutan bedah gigi rata-rata

sebesar 38,5 %, pemasangan gigi

lepasan/tiruana sebesar 4,6 %,

konseling perawatan / kebersihan

gigi rata-rata sebesar 13,3 %.

Program perioritas tahun 2010 –

2014 dan capaian program 100 hari

Kementerian Kesehatan tahun 2010

lebih diarahkan mendukung pada

Visi ” Masyarakat Sehat yang Mandiri

dan Berkeadilan” sedangkan

Misinya dilakukan dengan cara

melindungi kesehatan masyarakat

dengan menjamin tersedianya

kesehatan yang paripurna, merata,

bermutu dan berkeadilan serta

menjamin ketersediaan dan

pemerataan sumber daya kesehatan.

Program pembangunan

kesehatan tahun 2010

-2014 ditekankan pada

8 fokus perioritas yaitu :

1. Peningkatan kesehatan

ibu, bayi dan balita

2. Perbaikan status gizi masyarakat

3. Pengendalian penyakit menular

serta penyakit tidak menular

diikuti penyehatan lingkungan

4. Pemenuhan, pengembangan

dan pemberdayaan

SDM kesehatan

5. P e n i n g k a t a n

k e t e r s e d i a a n ,

k e t e r j a n g k a u a n ,

pemerataan, keamanan,

mutu dan penggunaan

obat serta pengawasan

obat dan makanan

6. Pe n g e m b a n g a n

sistem Jamkesmas

7. Pe m b e r d a y a a n

masyarakat dan

p e n a n g g u l a n g a n

bencana dan

krisis kesehatan

8. Peningkatan pelayanan

kesehatan primer,

sekunder dan tertier.

9. Pada program Jamkesmas

dinyatakan bahwa jaminan

kesehatan merupakan suatu

cara pemeliharaan kesehatan

terkendali yang mengandung

kendali biaya, mutu dan

pemerataan. Berdasarkan

Ropmap Jamkesmas 2010-2014

pada pelayanan kesehatan

sudah memasukkan pelayanan

dokter/ dokter gigi keluarga

merupakan bagian dari Pusat

Pelayanan Kesehatan. AuliyAnA

Ir.Bambang Hermanto membawakan materi Building Learning Comitment

Page 28: Warta Yanmed XXI

liputan

26 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Penyusunan Road Map Pelayanan Kedokteran Keluarga dan Revisi Pedoman Perizinan Praktik Pelayanan Kedokteran Keluarga

BeKASi – Pada tanggal 19 April 2010 telah dilaksanakan

Penyusunan Road Map Pelayanan Kedokteran

Keluarga dan Revisi Pedoman Perizinan Praktik

Pelayanan Kedokteran Keluarga. Tujuan pertemuan

ini untuk membahas dan mendiskusikan mengenai

perencanaan pelayanan kedokteran keluarga ke

depan di Indonesia dan menyamakan persepsi

mengenai konsep pelayanan kesehatan dengan

pendekatan kedokteran keluarga layanan primer, hal

inilah yang disampaikan Kepala Sub Dit Bina Pelayanan

Kedokteran Keluarga, drg. Bulan Rachmadi, M.Kes.

Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar, drg. S.R.

Mustikowati, M.Kes menyampaikan bahwa sarana

pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah maupun

pelayanan kesehatan swasta berbasis masyarakat

telah terdapat dihampir semua daerah perkotaan

sampai wilayah kecamatan, namun demikian

sampai saat ini upaya kesehatan termasuk upaya

kesehatan strata pertama belum terselenggara

secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

2010-2014, telah menggariskan arah kebijakan, salah

satu program upaya Kesehatan Perorangan yang

ditujukan untuk meningkatkan akses, keterjangkauan

dan kualitas pelayanan kesehatan melalui suatu sistim

pelayanan kesehatan yang terpadu dan berjenjang.

Salah satu kegiatan pokok dari program Upaya

Kesehatan Perorangan ini adalah pengembangan

dokter keluarga sebagai pelaku utama pelayanan

medik dan penata rujukan di strata pertama.

Pelayanan Kedokteran Keluarga sebagai upaya

Kesehatan Perorangan Strata pertama yang mengacu

pada kepentingan status kesehatan setinggi-tingginya

dari pengguna jasa kesehatan dengan konteks keluarga

perlu terus dikembangkan dengan mengupayakan

masuk ke dalam kurikulum fakultas kedokteran.

Pembukaan Pertemuan : Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar, drg. S.R. Mustikowati, M.Kes, didampingi Kepala Sub Dit Bina Pelayanan Kedokteran Keluarga, drg. Bulan Rachmadi, M.Kes

Page 29: Warta Yanmed XXI

liputan

27Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Info

Untuk itu perlu dilakukan

kerjasama dengan seluruh

stakeholders terkait agar program

pelayanan kedokteran keluarga

ini bisa terpadu dan komprehensif

dalam pelaksanaanya, sehingga

dapat dihasilkan produk

pelayanan yang optimal.

Pertemuan yang dihadiri para

professional dan praktisi kedokteran

keluarga serta stakeholders terkait,

untuk bersama-sama melihat apa

yang telah dikerjakan dan dihasilkan

terutama produk yang telah

dihasilkan oleh Fakultas Kedokteran

atau Kedokteran Gigi, Profesi,

Kolegium, Kementerian Kesehatan

dan Dinas Kesehatan, untuk

bersama-sama melihat kembali

dan distandarkan secara nasional

sehingga dapat digunakan oleh

pihak-pihak yang berkepentingan.

Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar

mengharapkan agar kita bersama-

sama merumuskan problematika

pelayanan kedokteran / kedokteran

gigi keluarga dan menyusun tindak

lanjut untuk lima tahun kedepan

terkait dengan akselerasi pelayanan

kedokteran keluarga. dSy

peRKemBAngAn ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa usia manusia yang semakin tua diikuti pula semakin sedikit hormon HGH yang dikeluarkan tubuh. Setelah mencapai usia 25 tahun, kadar HGH terus menurun sampai usia 70 tahun. Hal ini berpengaruh pada organ tubuh penting manusia yang menciut hingga 30 % seperti hati, otak dan jantung.

Apa itu HGH ?HGH adalah hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitari mulai dari masa kanak-kanak sampai sepanjang umur manusia. Hormon merangsang pertumbungan dan mengatur metabolisme dengan fungsi kerjasama dari semua organ tubuh.

HGH membantu pertumbuhan dari •masa kanak-kanakPertumbuhan tulang sampai usia •25 tahunMemelihara kesehatan dan organ •penting di dalam tubuh (hati, otak dan jantung)Peremajaan fungsi sel-sel jaringan •kulit, jaringan tulang dan perkembangan otot yang lebih kuat serta membantu memperbaiki ukuran dan fungsi otak.

Hormon Pertumbuhan Manusia (Human Growth Hormon/HGH)

Mengapa kita menjadi tua ?Penuaian disebabkan oleh penurunan fungsi endoktrin yang mengurangi kadar zat dalam tubuh manusia (khususnya hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitary)Berkurangnya produksi HGH dalam tubuh juga mempercepat proses penuaan secara fisik.

HGH berperan penting dalam memelihara kesehatan bagi orang yang telah termakan usia, gejala awal proses penuaan seperti stamina lemah, perasaan cepat berubah, kulit menjadi keriput, libido yang menurun, gelisah, aprosexia, frustasi, sikap negatif, dan tidak suka bergaul.

Apakah proses penuaan dapat dicegah ?Perkembangan teknologi yang semakin maju serta banyak ditemukannya pengobatan modern yang dapat memperlambat dan bahkan mencegah proses penuaan. Peningkatan kadar HGH dalam tubuh dapat mencegah penyakit, meregenerasikan fungsi organ tubuh dan mampu mengembalikan kerusakan hingga 10 – 20 tahun ke belakang, Namun obat terbaik menghadapi proses penuaan adalah gabungan dari gaya hidup sehat dan pengobatan atau

mengonsumsi suplemen yang mampu meremajakan fungsi organ tubuh. Dapat penuaan dihindari ?Kebanyakan orang takut pada proses penuaan, karena merasa tidak cantik lagi, tidak berguna dan akan ditinggalkan kekasih atau pasangannya. Dan yang lebih menghantui lagi adalah menjadi tua dan sakit. Ajal memanglah tidak dapat dihindari, melawan proses penuaan dapat saja dilakukan. Penyakit-penyakit yang kebanyakan diderita pada usia lanjut adalah kencing manis (diabetes), stroke, kanker, aizheimer. Rasa takut dan penyakit yang menghantui para usia lanjut ini dapat dihindari dengan pengetahuan yang benar dan pola hidup sehat serta pengobatan dini. Manusia dapat hidup hingga 100 tahun bila tidak menderita penyakit. (berbagai sumber)

Page 30: Warta Yanmed XXI

liputan

28 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

BAndung - Kegiatan Workshop Pencegahan dan

Pengendalian (PPI) dan PPI - Tuberkulosis di Rumah Sakit

ini diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan

pengetahuan dan tersosialisasinya berbagai kebijakan

terkait Pelaksanaan PPI dan PPI-TB di RS, Direktorat

Jenderal Bina Yanmed telah melatih 100 RS rujukan flu

burung dan 60 RSU non rujukan flu burung. Dan untuk

menunjang keberhasilan pelaksanaan pelayanan TB

di RS akan dilakukan pelatihan PPI dan PPI TB bagi

RS sesuai dengan target Rencana Strategis (Renstra)

Kemenkes 2010-2014. Demikian laporan Direktur Bina

Pelayanan Medik Spesialistik, Dr. Andi Wahyuningsih

Attas, SpAn.

Pertemuan Workshop PPI dan PPI-TB di RS akan

dilaksanakan selama lima hari, yaitu tanggal 19 s/d 23

April 2010 di Bandung dengan peserta 55 orang terdiri

dari dokter spesialis, dokter umum dan perawat yang

berasal dari 18 Rumah Sakit. Workshop PPI dan PPI-

TB ini akan menggunakan modul yang telah tersedia

dengan metode workshop berupa pemaparan, diskusi,

praktik penggunaan alat pelindung diri, dan kunjungan

lapangan ke RSUP Hasan Sadikin.

Workshop Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)dan PPI -TB di Rumah Sakit

Dalam sambutannya Sekretaris Direktorat Jenderal

Bina Pelayanan Medik, Dr. dr. Sutoto, M.Kes menyatakan

bahwa Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis

tahun 2008 menyebutkan bahwa Indonesia termasuk

Pembukaan Workshop PPI dan PPI-TB oleh Sesditjen dan didampingi oleh Direktur Bina Pelayanan Medik Spesialistik

Kasub Dit Bina Yanmed Spesialisasi di RS Khusus sebagai salah satu Narasum-ber Workshop PPI dan PPI-TB

Panita Workshop

Page 31: Warta Yanmed XXI

liputan

29Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Kebijakan Kementerian Kesehatan dalam ppi dan ppi-TB yaitu :1. Setiap RS harus melaksanakan PPI berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI, nomor : 270/MENKES/

SK/III/2007 tentang Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya.

2. Pelaksanaan PPI dimaksud sesuai dengan pedoman manajerial PPI di RS dan pedoman PPI-TB di RS yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan.

3. Direktur RS membentuk Komite PPI dan Tim PPI yang berada di bawah koordinasi Direktur.4. Komite PPI minimal terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota. Ketua sebaiknya dokter yang mempunyai

kepedulian, minat, pengetahuan dan pengalaman mendalami masalah infeksi, mikrobiologi klinik atau epidemiologi klinik sedangkan Tim PPI terdiri dari perawat PPI atau IPCN (Infection Prevention Control Nurse) dan satu dokter PPI setiap 5 perawat PPI.

5. Tugas Direktur adalah membentuk Tim PPI RS dengan SK, Menentukan kebijakan PPI Nosokomial, Mendukung penyelenggaraan upaya PPI Nosokomial berupa fasilitas sarana, prasara dan anggaran serta mengesahkan SOP, mengevaluasi kebijakan PPI Nosokomial, pemakaian antibiotika yang rasional dan disinfektan di RS, bila perlu menutup suatu perawatan/instalasi yang dianggap potensial menularkan penyakit untuk beberapa waktu sesuai kebutuhan atas saran PPI RS.

latar belakang kebijakan Kementerian Kesehatan untuk ppi dan ppi-TB, yaitu :1. Masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan pengunjung di RS dihadapkan

pada resiko terjadinya infeksi atau infeksi nosokomial (infeksi yang diperoleh di rumah sakit baik karena perawatan atau berkunjung di rumah sakit).

2. Adanya peningkatan kasus infeksi (new emerging, emerging dan re-emerging diseases), wabah dan Kejadian Luar Biasa yang memerlukan pencegahan dan pengendalian baik secara kualitas maupun kuantitas.

3. RS harus mampu memberikan pelayanan yang bermutu, akuntabel, transparan terhadap masyarakat khususnya terhadap jaminan keselamatan pasien (patient safety) sesuai standart yang telah ditentukan.

4. Untuk menekan kejadian infeksi RS perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian infeksi yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pembinaan, pedidikan dan pelatihan serta monitoring dan evaluasi.

5. Tuberkulosis merupakan target ke 4 dari Millenium Development Goals (MDGs), target Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014, termasuk 21 indikator Standart Penilaian Minimal RS dan diusulkan menjadi indikator penilaian akreditasi RS.

6. DOTS di RS telah diterapkan sejak tahun 1999 oleh Kementerian Kesehatan namum belum optimal dan Indonesia masih penyumbang TB terbanyak di dunia.

dalam negara-negara penyumbang tuberkulosis ke-3

terbanyak di dunia setelah India dan China.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun

2007 menyatakan pernyakit Tuberkulosis merupakan

penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit stroke.

Tuberkulosis juga menempati urutan pertama dalam

proporsi penyakit menular (27,8%).

Kondisi ini diperparah oleh kasus HIV/AIDS yang

semakin meningkat dan bertambahnya jumlah kasus

Multi Drugs Resistant-TB (MDR-TB). Keadaan ini akan

memicu epidemi TB yang semakin sulit dan akan terus

menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama.

Kemenkes RI telah mengadakan Pelatihan

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit

untuk 100 rumah sakit rujukan flu burung, 61 RSU

pemerintah non rujukan flu burung, 47 RSU swasta dan

13 RS khusus. Diharapkan rumah sakit yang telah dilatih

nantinya dapat menerapkan program pencegahan

dan pengendalian infeksi dengan baik sehingga

bermanfaat dan dapat meningkatkan mutu pelayanan

di rumah sakit. AuliyAnA

Page 32: Warta Yanmed XXI

liputan

30 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Sosialisasi Software dan Penyusunan Target Pagu dan Realisasi Pendapatan Negara Bukan Pajak dan Rencana Kerja Anggaran Kementerian Lembaga Tahun Anggaran 2011

BAndung – Perjalanan Rumah Sakit setelah ditetapkan

sebagai PPK-BLU, serta kontribusi Penerimaan Negara

Bukan Pajak (PNBP) dalam APBN semakin besar

peranannya didalam membiayai pembangunan.

Hal ini bukan hanya semata-mata dari angka-angka

statistik saja, tetapi telah terbukti dapat mendorong

pemberian pelayanan publik yang semakin berkualitas,

khususnya di bidang pelayanan kesehatan, hal inilah

yang disampaikan Direktur Jenderal Bina Pelayanan

Medik, Farid W. Husain, pada pembukaan Pertemuan

Sosialisasi Software TP RPNBP, Penyusunan TP RPNBP

dan RKAKL PNBP Tahun Anggaran 2011, tanggal 22 –

24 Maret 2010.

Pertemuan yang dihadiri Direktur PNBP Direktorat

Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Direktur

Sistem Penganggaran Direktorat Jenderal Anggaran

Kementerian Keuangan, dan Direktur PPK BLU

Kementerian Keuangan.

Dalam Laporan Kepala Bagian Keuangan, Mangapul

Bakara, MM, M.Kes, menjelaskan pentingnya pertemuan

ini mengingat dalam waktu dekat akan dilakukan

pembahasan RBA-RS BLU Tahun Anggaran 2011

dengan instansi terkait, yaitu Kementerian Keuangan

dan Kementerian Kesehatan. Penyusunan Rencana

Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga untuk anggaran

yang bersumber dari Penerimaan (PNBP/BLU), usulan

tersebut akan digunakan dalam rangka penyusunan

target, pagu dan realisasi PNBP Rumah Sakit Tahun

2011, yang akan dituangkan dalam Aplikasi Software

Target Pagu dan Realisasi (TPR) PNBP. Sehingga dalam

pertemuan ini juga akan dilakukan sosialisasi program

aplikasi TPR-PNBP versi terbaru yang akan dilakukan

oleh Direktorat Sistem Penganggaran, Direktorat

Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan.

Dualisme mengenai dampak kenaikan PNBP

terhadap menurunnya alokasi anggaran rutin (rupiah

murni) harus dihentikan, karena dalam berbagai forum

pembahasan anggaran, baik di DPR maupun di tingkat

Kementerian/Lembaga telah sama-sama disadari

perlunya pemisahan kedua jenis sumber pendapatan/

Peserta Pertemuan

Page 33: Warta Yanmed XXI

liputan

31Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

anggaran tersebut bagi Rumah

Sakit.

Disadari bahwa peningkatan

pendapatan Rumah Sakit juga

berdampak terhadap meningkatnya

biaya operasional. Dengan demikian

apabila pendapatan rumah sakit

meningkat, maka peningkatan

tersebut juga berdampak terhadap

meningkatnya biaya yang harus

ditanggung oleh rumah sakit.

Saat ini Unit-Unit Pelaksana

Teknis (UPT) Direktorat Jenderal

Bina Pelayanan Medik sedang

gencar-gencarnya untuk menjadi

Institusi yang menerapkan Pola

Pengelolaan Keuangan Badan

Layanan Umum (PPK-BLU) yang

mengutamakan kemandirian dan

fleksibilitas dalam pengelolaan

keuangan.

Dari hasil penerapan Pola

Pengelolaan Keuangan BLU di

Rumah Sakit saat ini, terlihat bahwa

hasil dari penerimaan rumah sakit

tersebut menempati proporsi

yang sangat tinggi dalam alokasi

anggaran Direktorat Jenderal Bina

Pelayanan Medik.

Kebutuhan yang diinginkan oleh

Rumah Sakit untuk menjalankan

operasional RS termasuk

pemeliharaan dan pengadaan

peralatan kesehatan yang sesuai

dengan perkembangan di bidang

teknologi kesehatan, masih jauh

dari yang diharapkan, sehingga

subsidi dari pemerintah masih tetap

diperlukan.

Direktur Jenderal berharap

agar dalam penggunaan anggaran

rumah sakit perlu kehati-hatian

Saudara, dan agar tetap mengacu

pada peraturan dan perundang-

undangan yang berlaku. Semua

kegiatan agar dilakukan dengan

perencanaan yang matang dan

sesuai dengan skala prioritas yang

sangat dibutuhkan oleh rumah

sakit, sehingga Saudara-saudara

dapat terhindar dari hal-hal yang

tidak kita inginkan. HumAS

Kini sayuran terong Belanda memang cukup akrab dijumpai dipasaran. Dibalik kesegaran buah terong Belanda yang mengandung banyak

air dan vitamin C ini tersimpan banyak manfaat, selain untuk masakan juga bisa dimanfaatkan sebagai juice.

Terong Belanda (cyphomandra betacea) atau terung kori, terong madras dikenal juga dengan nama salanun kabiu mulai dikembangkan di Bogor, Jawa Barat sejak tahun 1941. Mungkin pertama kali dibawa dan dikembangkan di Indonesia oleh orang Belanda pada saat itu sehingga dikenal dengan nama terong Belanda.

Manfaat dan Kandungan GiziBentuk buahnya bulat telur dengan warna ungu atau

kemerahan. Tekstur daging buahnya lunak dengan rasa asam manis. Buah terung Belanda tekstur dagingnya keras, kulitnya licin dan liat sehingga mudah dikelola. Selain bisa dikonsumsi dalam bentuk mentah, rasa terong Belanda yang segar juga enak diolah sebagai

campuran sayuran.Buah mentah dapat digunakan untuk masakan acar,

kari ataupun sambal sedangkan buah matang untuk sirup atau rujak. Cocok juga diolah menjadi sirup,

selai, minuman juice atau menjadi bahan campuran salad.

Terong Belanda selain kaya akan air juga mengandung provitamin A yang bagus untuk kesehatan mata dan vitamin C untuk mengobati sariawan dan meningkatkan daya tahan tubuh. Mineral penting seperti potasium, fosfor dan magnesium mampu menjaga dan memelihara kesehatan tubuh.

Serat yang tinggi didalam terong Belanda bermanfaat untuk mencegah kanker dan sembelit / konstipasi. Dalam

setiap 100 gram bagian terong Belanda yang dapat dimakan mengandung air 85 gram, protein 1,5 gram, lemak 0,006 - 1,28 gram, karbohidrat 10 gram, serat 1,4 - 4,2 gram, abu 0,7 gram, vitamin A 150 - 500 SI dan vitamin C25 mg.

(berbagai sumber)

Nilai Lebih Terong BelandaInfo

Page 34: Warta Yanmed XXI

liputan

32 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Sosialisasi Petunjuk Teknis Tata Naskah Dinas

SOlO – Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan

pemerintah yang baik (good government) adalah

dengan meningkatkan efektivitas dan produktifitas

kerja, serta tertib administrasi di lingkungan instansi

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Administrasi sebagai komponen penting dalam

ketatalaksanaan pemerintah, yang meliputi Naskah

Dinas, Penamaan Lembaga, Singkatan dan Akronim,

Kearsipan serta Tata Ruang Perkantoran. Tata Naskah

Dinas sebagai salah satu unsur administrasi merupakan

sarana komunikasi tertulis untuk menyampaikan pesan

Pembukaan Sosialisasi Petunjuk Teknis Tata Naskah Dinas oleh Sesditjen, Dr. dr. Sutoto, M.Kes dan Kasubbag TU dan Gaji, Dra. Akas Yekli Angembani.

dan informasi dari satu pihak kepada pihak lain.

Secara khusus fungsi naskah dinas adalah sebagai

duta atau wakil penulis untuk berhadapan dengan

lawan bicara, sebagai alat pengingat, karena naskah

dinas dapat diarsipkan dan dapat dilihat lagi bila

diperlukan, serta sebagai pedoman kerja seperti

surat keputusan atau surat instruksi dan sebagai

alat bukti tertulis hitam diatas putih, karena dalam

penyusunan naskah dinas hendaknya menggunakan

format yang menarik, yakni letak bagian-bagian surat

teratur, sesuai dengan ketentuan yang ada, tidak

Page 35: Warta Yanmed XXI

liputan

33Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

disusun menurut keinginan penulis.

Kemudian dalam pemakaian

bahasa harus jelas, padat dan

beradab. Maksudnya bahasanya

mudah dimengerti, dinyatakan

secara tegas dengan tanda baca

yang tepat dan padat, maksudnya

langsung mengungkap pokok

pikiran yang ingin disampaikan

tanpa basa basi dan berbunga-

bunga. Serta bahasa yang adab

adalah bahasa yang sopan, simple

dan tidak menyinggung perasaan

penerima naskah dinas tersebut.

“Selama ini penyelenggaraan

Naskah Dinas di lingkungan

Direktorat Jenderal Bina Pelayanan

Medik masih belum sepenuhnya

memperoleh kesamaan pengertian,

bahasa dan penafsiran serta

keterpaduan antara Pusat dan

UPT. Masih terkesan dianggap

sebagai suatu hal yang remeh

dan tidak menjadi suatu hal yang

prioritas. Sehingga pelaksanaan di

lapangan masih berjalan menurut

kondisi masing-masing unit kerja”,

hal inilah yang disampaikan

Sekretaris Direktorat Jenderal Bina

Pelayanan Medik, Dr. dr. Sutoto,

M.Kes pada pembukaan Sosialisasi

Petunjuk Teknis Tata Naskah

Dinas, tanggal 16 April 2010.

Untuk mempermudah penyera-

gaman dan pemahaman yang

sama dalam penyelenggaraan Tata

Naskah Dinas, maka Sekretariat

di lingkungan Direktorat Jenderal

Bina Pelayanan Medik berinisiatif

mengadakan Pertemuan Sosialisasi

Petunjuk Teknis Tata Naskah Dinas,

dengan mengundang Narasumber

dari Lembaga Sandi Negara, Pusat

Bahasa Kementerian Pendidikan

Nasional, Kementerian Negara

Pendayaguna Aparatur Negara dan

Biro Umum Kementerian Kesehatan.

Melalui pertemuan ini, diharapkan

terwujudnya keterpaduan

Pengelola Tata Naskah Dinas di

lingkungan Direktorat Jenderal

Bina Pelayanan Medik. Ani mindO

Page 36: Warta Yanmed XXI

liputan

34 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

yOgyAKARTA – Pertemuan Peningkatan Ketrampilan

ICD 10 dan ICD 9 CM, dilaksanakan di Yogyakarta

pada tanggal 16 s/d 18 April 2010, dengan tujuan

meningkatkan kualitas dan kuantitas pelaporansistem

informasi Rumah Sakit serta meningkatkan ketrampilan

petugas medical record di rumah sakit dalam

menentukan diagnosa penyakit berdasarkan ICD

10 dan prosedur berdasarkan ICD 9 CM. Peserta

kegiatan ini adalah Pelaksana Coding dari RS Vertikal

Kementerian Kesehatan RI, Rumah Sakit Umum Daerah

dan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bina Pelayanan

Medik demikian laporan Kepala Bagian Program

Informasi, dr. Achmad Subagiyo T., MARS.

Dalam sambutannya Sekretaris Direktorat Jenderal

Bina Pelayanan Medik, Dr. dr. Sutoto, M.Kes. menyatakan

sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI, No. : 1410/

MENKES/SK/X/2003, tentang Sistem Informasi

Rumah Sakit di Indonesia bahwa setiap rumah sakit di

seluruh Indonesia yang sudah teregistrasi hendaklah

mengirimkan laporannya sesuai dengan mekanisme,

format dan jenis laporan yang telah ditetapkan dalam

lampiran keputusan tersebut. Salah

satu laporan yang telah ditetapkan

adalah laporan Morbiditas dan

Mortalitas Rumah Sakit yang

dikirimkan setiap triwulan (3

bulanan), laporan tersebut

memuat data Morbiditas dan

Mortalitas pasien rawat jalan dan

rawat inap yang dikelompokkan

berdasarkan ICD 10 (International

Classification of Deseases – Tent

Revision) yang dikeluarkan oleh

WHO, selain penerapan ICD 10

untuk diagnosa dan ICD 9 CM

untuk prosedur sekarang ini sudah

menjadi keharusan pada rumah

sakit di Indonesia seiring dengan

pelaksanan INA-DRG Case Mix dalam pelayanan pasien

Jemkesmas terhitung 1 Januari 2009.

Berdasarkan laporan data dan monitoring

pelaporan sistem informasi rumah sakit pada tahun

2009, tercatat baru sekitar 60 % rumah sakit yang telah

mengirimkan laporan. Salah satu penyebabnya adalah

kurangnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia

dibidang koders selain itu perkembangan teknologi

sampai ini saat masih belum dimanfaatkan secara

maksimal ditambah dengan kurangnya perhatian pada

tingkat pimpinan di rumah sakit terhadap pentingnya

pelaporan ini.

Berbagai terobosan terus dikembangkan oleh

Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik untuk

meningkatkan kualitas dan kuantitas sistem informasi

rumah sakit yaitu meningkatkan ketrampilan petugas

rumah sakit maupun kantor pusat, bimbinga teknis

baik ke rumah sakit maupun Dinas Kesehatan Provinsi/

Kabupaten/kota serta pengadaan alat-alat pengelolah

data dan media penyebaran informasi lainnya.

AuliyAnA, Sf dAn peliTA

Sekretaris Ditjen Bina Pelayanan Medik, Dr. dr. Sutoto, M.Kes dan Kabag Program dan Informasi, dr. Achmad Subagiyo, T.MARS

Peningkatan Ketrampilan ICD 10 dan ICD 9 CM

Page 37: Warta Yanmed XXI

liputan

35Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Peningkatan Potensi PegawaiBina Pelayanan Kesehatan JiwadenpASAR,BAli - Pembukaan Peningkatan Potensi

Pegawai Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa Ditjen Bina

Pelayanan Medik tahun 2010 oleh Direktur Bina

Pelayanan Kesehatan Jiwa Dr. Irmansyah,Sp.KJ(K),

yang diikuti oleh seluruh pegawai dilaksanakan di Bali

tanggal 25 Maret 2010, dalam sambutannya beliau

menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan akan

melakukan restrukturisasi organisasi yang tentunya

diikuti oleh terjadinya perubahan-perubahan yang

signifikan terhadap Dit Bina Pelayanan Kesehatan

Jiwa rutama perubahan yang akan dialami baik secara

langsung maupun tidak langsung oleh para pegawai

. Dengan tema ”Melalui Kegiatan Peningkatan Potensi

Diri Pegawai Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa

siap menghadapi Perubahan Organisasi” membulatkan

tekad untuk lebih meningkatkan kerjasama satu sama lain

demi mewujudkan visi dan misi organisasi, menciptakan

komitmen yang tinggi, bekerja meningkatkan prestasi

agar mencapai penyelenggaraan pemerintah yang

good governance dengan selalu mengedepankan

nilai-nilai hak asasi manusia .

Kegiatan Peningkatan Potensi Pegawai Dit.Bina

Pelayanan Kesehatan Jiwa di lingkungan Ditjen

Bina Pelayanan Medik tahun 2010 bertujuan untuk

meningkatkan kinerja pegawai dengan memupuk

Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa Dr Irmansyah,Sp.KJ(K) memberi sambutan pada acara Peningkatan Potensi Pegawai Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa.

Antusias dari pegawai Dit.Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa pada acara Peningkatan Potensi Pegawai Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa

kebersamaan dan menjalin komunikasi yang intens.

Pertemuan ini diadakan dengan metode outbond,

ceramah, diskusi interaktif dan games. Narasumber

antara lain: Prof Agus Purwadianto, SH, Direktur Bina

Pelayanan Kesehatan Jiwa, dan Dr. Denny Thong,

Sp.KJ.

Diharapkan dengan kegiatan ini akan mendorong

pegawai Dit. Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa untuk

lebih memacu produktifitas kerja dalam menghadapi

restrukturisasi di Kementerian Kesehatan RI.

SufeRmi SOfyAn

Page 38: Warta Yanmed XXI

ragam

36 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Dalam rangka mendorong peningkatan

pelayanan publik dan sejalan dengan

pelaksanaan Undang-Undang nomor

25 tahun 2009 tentang pelayanan

publik yang mempunyai kinerja terbaik

dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, serta

Penyerahan Piala Citra dan Penghargaan Pelayanan

Prima 2010 yang akan diberikan oleh Presiden RI,

Susilo Bambang Yudhoyono pada Hari Pelayanan

Publik Sedunia tanggal 23 Juni 2010.

Berdasarkan hal tersebut Kementerian Kesehatan

membentuk Tim Penilai Unit Pelayanan Publik sesuai

dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI, Nomor :

HK.03.01/IV/SK/089/2010, tanggal 29 Januari 2010,

dengan tugas menilai Unit Pelayanan Publik yang

diunggulkan oleh Unit Utama.

Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik

mengusulkan 3 Unit Pelaksana Teknis terbaiknya yaitu

RS Kanker Dharmais Jakarta, RS Sanglah Denpasar dan

Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya. Bagian

Hukum, Organisasi dan Humas menjadi fasilitator

kegiatan tersebut.

Kegiatan mulai dinilai dari tanggal : 25 Februari s/d

10 Maret 2010, untuk menilai 16 Unit Pelayanan Publik,

penilainya dari Setjen dan Unit Utama di Kementerian

Kesehatan. Penilaian Berdasarkan Petunjuk Teknis

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur

Negara, Nomor : PER/25/M.PAN/05/2006 tentang

Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik.

Hal-hal yang dinilai adalah :

1. Visi, Misi, Motto Pelayanan Publik dan Janji

Pelayanan yang mampu memotivasi pegawai untuk

memberikan pelayanan terbaik

2. Visi, Misi, Motto dan Janji pelayanan terpampang

secara luas dan diketahui oleh pengguna

pelayanan

3. Standart Prosedur Tetap (SOP) atau Standart

Pelayanan yang sepenuhnya dipergunakan

sebagai acuan pelaksanaan pelayanan dibuat

Surat Keputusannya dan terpampang ditempat

pelayanan

4. Sistem Pengelolaan Dokumen/Berkas yang

mempunyai petugas yang ditunjuk, ada tempat

khusus dan terdapat SK atau Juklak pengelolaan

dokumen

5. Bila memungkinkan terdapat ISO 9001:2000 dalam

menyelenggarakan pelayanan publik.

6. Sistem atau Prosedur Pengelolaan Pengaduan

Pengguna Layanan yang sudah terdapat petugas,

SK prosedur pengaduan, pengelolaan yang sesuai

prosedur.

7. Sistem Pengelolaan Mutu Pelayanan yang sudah

dibuatkan dokumen (SK) tentang penunjukan

kelompok budaya kerja atau gugus kendali mutu,

dan terdapat arsip hasil kerjanya.

8. Terdapat Uraian Kerja yang jelas dan telah dibuat

SK, serta ada uraian tugas untuk setiap pegawai

secara jelas menggambarkan kegiatan yang harus

dilakukannya sesuai jabatan atau fungsi, ada ukuran

kinerja serta evaluasi kinerja secara berkala.

9. Terdapat Persyaratan Pelayanan, yang disyaratkan

Bersaing SehatCitra Pelayanan Prima

Foto bersama tim penilai Unit Pelayanan Prima 2010

Page 39: Warta Yanmed XXI

ragam

37Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

upT diTJen BinA pelAyAnAn mediK yAng TelAH meneRimA piAlA CiTRA pelAyAnAn pRimATahun 2004 : RSUP Fatmawati JakartaTahun 2006 : RS Jantung Harapan Kita Jakarta Balai Laboratorium Kesehatan JakartaTahun 2008 : RSUP Hasan Sadikin Bandung

secara resmi melalui SK, dan

diumumkan ditempat yang

mudah dilihat pengguna

pelayanan.

10. Terdapat Biaya/Tarif Pelayanan

ditetapkan secara resmi,

berdasarkan dasar hukum

yang jelas, diumumkan kepada

pengguna pelayanan.dan tidak

ada punggutan lain diluar

ketentuan biaya/tarif.

11. Terdapat Standart Waktu

untuk Penyelesaian Pelayanan

yang ditetapkan secara resmi,

diumumkan ditempat yang

mudah dilihat pengguna

pelayanan dan pelayanan

dilaksanakan sesuai standart

waktu yang ditetapkan.

12. Terdapat Akses Informasi yang

dapat dipergunakan oleh

pengguna pelayanan (misal ada

leaflet, poster, gambar, skema

pelayanan, informasi pelayanan,

papan pengumuman dll)

13. Terdapat Pedoman Resmi

tentang sikap dan perilaku

petugas pelayanan dan

pegawai yang diterapkan dan

dievaluasi secara berkala, serta

bila ada keluhan pengguna

pelayanan terhadap petugas

diterima dan ditindak lanjuti

14. Sikap dan Perilaku Pegawai

dalam memberikan

pelayanan kepada

pengguna pelayanan

yang diharapkan peduli,

ramah serta sopan

15. K e d i s i p l i n a n

Pegawai dalam

memberikan pelayanan

kepada pengguna

pelayanan yaitu sampai

30 menit dari jam

mulai pelayanan sudah 75 %

pegawai yang bekerja, hal ini

dapat dilihat dari absensi jam

kedatangan

16. Tingkat Kepekaan/Respon

Pegawai dalam memberikan

pelayanan kepada pengguna

layanan, yaitu terlihat dari sikap

petugas yang selalu memberi

perhatian kepada pengguna

pelayanan dan proaktif

17. Tingkat Ketrampilan Pegawai

dalam memberikan pelayanan

kepada pengguna pelayanan

yaitu terlihat cekatan, sigap

dan cakap menggunakan alat

bantu pelayanan dan tidak

ada kekeliruan yang bisa

menghambat pelayanan

18. Terdapat Kebijakan dan

Rencana Pengembangan

Pegawai dalam rangka

peningkatan profesionalisme

yang bertujuan meningkatkan

kualitas pelayanan.

19. Semua Sarana yang

dipergunakan secara optimal

terlihat dari daftar inventaris

dan 90 % sarana yang ada

didaftar didayagunakan

20. Sarana Pelayanan efektif,

bersih, terawat sehingga

membuat nyaman pengguna

pelayanan (sarana tidak

ada yang rusak, memakai

teknologi terbaru), penataan

ruangan mempertimbangkan

alur pelayanan sehingga

menciptakan kenyamanan,

terdapat sarana pelengkap

yaitu tempat parkir, ruang

tunggu, toilet, pengeras suara

dll

21. Terdapat Sarana Pengaduan

yaitu kotak pengaduan, loket

pengaduan, telepon, tol, email

yang berfungsi dengan baik

dan terdapat petugasnya

Berdasarkan penilaian di atas

maka Tim Penilai Kementerian

Kesehatan memilih 5 Unit Pelayanan

Publik terbaik, selanjutnya tim

penilaian Kementerian Negara

Pemberdayaan Aparatur Negara

dan Birokrasi menetapkan 3 unit

pelayanan publik antara lain Balai

Besar Laboratorium Kesehatan

Surabaya, Balai Besar Litbang

Tanaman Obat dan Obat Tradisional

Tawangmangu, RS Kanker Dharmais

Jakarta menjadi nominasi untuk

mendapatkan Penghargaan Citra

Pelayanan Prima 2010. AuliyAnA

Page 40: Warta Yanmed XXI

ragam

38 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Model Baru Pelayanan Kedokteran Keluarga Dikaitkan Dengan Jamkesmas

Oleh : Dr.Emil Ibrahim, MARS

Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS)

merupakan program unggulan Kementerian

Kesehatan. Namun berbagai kalangan sangat

menyesalkan masih terjadi pembiayaan di rumah sakit

menjadi besar bahkan menjadi beban pemerintah

karena anggaran Jamkesmas masih terbatas.

Hal ini mungkin dapat di kurangi dengan

meningkatkan cakupan pelayanan dasar melalui

penerapan konsep Kedokteran Keluarga (KK) dan

konsep Kedokteran Gigi Keluarga (KGK) serta konsep

kePerawatan Keluarga (KPK) secara terpadu.

WHO dan WONCA (World Organization of Family

Doctors), sejak 1994 menyatakan pentingnya peran

dokter keluarga untuk meningkatkan derajat kesehatan

penduduk dunia melalui pelayanan tingkat pertama

yang dilaksanakan secara bermutu, efektif, efisien, dan

berkesinambungan.

Berbagai alasan lain, dapat dirujuk untuk mulai

menggunakan Pelayanan Kedokteran Keluarga Terpadu

(PKKT) ini, antara lain:

(1.) Undang-undang Praktek Kedokteran No 29 thn

2004 : menuntut perbaikan kualitas pelayanan

dasar dan kualitas dokter praktek umum;

(2.) Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional

(SJSN) No 40 thn 2004 : Pelaksanaan bidang

kesehatan membutuhkan akses terhadap pelayanan

kesehatan yang terstruktur dan berjenjang;

(3.) Undang-undang Kesehatan No 36 thn 2009,

mengamanatkan:

Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam •memperoleh akses atas sumber daya di

bidang kesehatan dan berhak atas pelayanan

kesehatan yang aman, bermutu, terjangkau

(pasal 5)

Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, •mengatur, menyelenggarakan, membina, dan

mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan

yang merata dan terjangkau oleh masyarakat

(pasal 14 ayat 1)

Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan •untuk menyembuhkan penyakit dan

memulihkan kesehatan perseorangan dan

keluarga (pasal 53);

(4.) Kebijakan Pelayanan Kedokteran Gigi Keluarga

No. 1415/MENKES/SK/X/2005 dan Pedoman

Penyelenggaraan Kedokteran Gigi Keluarga No.

039/MENKES/SKI/I/2007;

(5.) Target MDG’s yang harus dicapai Indonesia

sebelum tahun 2015.

Tujuan pengembangan pelayanan Kedokteran Keluarga Terpadu (pKKT) di indonesia

Untuk Indonesia, manfaat PKKT tidak hanya untuk

mengendalikan biaya dan atau meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan, akan tetapi juga dalam rangka

turut mengatasi paling tidak 3 (tiga) masalah pokok

pelayanan kesehatan lain yakni:

1. Pendayagunaan tenaga kesehatan dalam PTT

2. Perluasan cakupan pelayanan dasar

3. Perluasan cakupan Jaminan Kesehatan Masyarakat

4. Menghadapi era globalisasi

Batasan dan Ruang lingkup pelayanan Kedokteran Keluarga Terpadu

PKKT adalah pelayanan kesehatan dasar/primer yang

menyelenggarakan pelayanan primer yang proaktif,

Page 41: Warta Yanmed XXI

ragam

39Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

komprehensif, kontinu, integratif,

holistik, koordinatif, dengan

mengutamakan pencegahan,

menimbang pendekatan individu

dan peran keluarga, serta

lingkungan dunianya. Pelayanan

diberikan kepada semua pasien

tanpa memandang jenis kelamin,

usia ataupun jenis penyakitnya.

Pelayanan Kedokteran Keluarga

Terpadu, melibatkan Dokter dan

Dokter Gigi sebagai penyaring di

tingkat primer dan di bantu oleh

Perawat dan Bidan. Perawatan

kesehatan dapat di lakukan di

fasilitas PKKT dan di rumah serta

rujukan kepada fasilitas (Puskesmas

– Rumah Sakit – Lab) atau tenaga

yang lebih mampu (dokter Spesialis

yang kesemuanya bekerja sama

di bawah naungan peraturan dan

perundangan.

Pembiayaan pelayanan

Kedokteran Keluarga dilakukan

dengan Jamkesmas melalui sistem

kapitasi.

PKKT harus mempunyai

kompetensi khusus yang lebih

dari pada seorang lulusan fakultas

kedokteran/kedokteran gigi pada

umumnya. Kompetensi yang harus

dimiliki oleh setiap tenaga pada

PKKT secara garis besarnya ialah :

1. Menguasai dan mampu

menerapkan konsep

operasional kedokteran/

kedokteran gigi/keperawatan

keluarga

2. Menguasai pengetahuan

dan mampu menerapkan

ketrampilan klinik dalam

pelayanan kedokteran keluarga

3. Menguasai pengetahuan

dan mampu menerapkan

ketrampilan klinik dalam

pelayanan keperawatan

keluarga

4. Secara efektif berkomunikasi

dengan pasien dan semua

anggota keluarga dengan

perhatian khusus terhadap

peran dan risiko kesehatan

keluarga

5. Secara efektif memanfaatkan

kemampuan keluarga untuk

berkerjasana menyelesaikan

masalah kesehatan,

peningkatan kesehatan,

pencegahan dan penyembuhan

penyakit, serta pengawasan dan

pemantauan risiko kesehatan

keluarga

6. Dapat bekerjasama secara

profesional secara harmonis

dalam satu tim pada

penyelenggaraan pelayanan

kedokteran/kesehatan.

Berbagai karakteristik pelayanan Kedokteran Keluarga Terpadu:1. Lynn P. Carmichael (1973)

a. Mencegah penyakit dan

memelihara kesehatan

b. Pasien sebagai bagian dari

keluarga dan masyarakat

c. Pelayanan menyeluruh,

mempertimbangkan pasien

dan keluarganya

d. Andal mendiagnosis,

tanggap epidemiologi

dan terampil menangani

penyakit

e. Tanggap saling-aruh faktor

biologik-emosi-sosial, dan

mewaspadai kemiripan

penyakit.

2. Debra P. Hymovic & Martha

Underwood Barnards (1973)

a. Pelayanan responsif dan

bertanggung jawab

b. Pelayanan primer dan lanjut

c. Diagnosis dini, capai taraf

kesehatan tinggi

d. Memandang pasien dan

keluarga

e. Melayani secara maksimal

3. IDI (1982)

a. Memandang pasien

sebagai individu, bagian

dari keluarga dan

masyarakat

b. Pelayanan menyeluruh dan

maksimal

c. M e n g u t a m a k a n

pencegahan, tingkatan

taraf kesehatan

d. Menyesuaikan dengan

kebutuhan pasien dan

memenuhinya

e. M e n y e l e n g g a r a k a n

pelayanan primer dan

bertanggung jawab atas

kelanjutannya

Adapun tugas dan wewenang pKKT, meliputi :A. Tugas PKKT:

1. Menyelenggarakan pelayanan

primer secara paripurna

menyuruh, dan bermutu guna

penapisan untuk pelayanan

spesialistik yang diperlukan,

2. Mendiagnosis secara cepat

dan memberikan terapi secara

cepat dan tepat,

3. Memberikan pelayanan

kedokteran secara aktif kepada

pasien dan keluarga pada saat

sehat dan sakit,

4. Membina keluarga pasien

dan keluarga berpartisipasi

dalam upaya peningkatan

Page 42: Warta Yanmed XXI

ragam

40 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

taraf kesehatan, pencegahan

penyakit, pengobatan dan

rehabilitasi,

5. Menangani penyakit akut dan

kronik,

6. Melakukan tindakan tahap awal

kasus berat agar siap dikirim ke

rumah sakit,

7. Tetap bertanggung-jawab

atas pasien yang dirujukan ke

Dokter Spesialis atau dirawat di

RS,

8. Memantau pasien dan keluarga

yang telah dirujuk atau di

konsultasikan,

9. Bertindak sebagai mitra,

penasihat dan konsultan bagi

pasien dan keluarga

10. Mengkordinasikan pelayanan

yang diperlukan untuk

kepentingan pasien dan

keluarga

11. Menyelenggarakan rekam

Medis yang memenuhi standar,

12. Melakukan penelitian untuk

mengembang ilmu kesehatan

secara umum dan ilmu

kedokteran/gigi keluarga

secara khusus.

13. Memberikan laporan kepada

Dinkes setempat secara bekala.

14. Menjalankan sistem kendali

mutu.

B. Wewenang Dokter/Dokter Gigi

dalam PKKT:

1. Menyelenggarakan Rekam

Medis yang memenuhi standar,

2. Melaksanakan pendidikan

kesehatan bagi masyarakat,

3. Melaksanakan tindak

pencegahan penyakit,

4. Mengobati penyakit akut dan

kronik di tingkat primer,

5. Mengatasi keadaan gawat

darurat pada tingkat awal,

6. Melakukan tindak prabedah,

bedah minor, rawat pascabedah

di unit pelayanan klinik

kedokteran keluarga terpadu,

7. Melakukan perawatan

sementara di rumah,

8. Menerbitkan surat keterangan

medis,

9. Memberikan masukan untuk

keperluan pasien dan keluarga

untuk rawat inap,

10. Memberikan perawatan di

rumah untuk keadaan khusus.

Untuk menunjang tugas dan

wewenang PKKT, tampaknya

diperlukan Fasiliatas Klinik

Kedokteran Keluarga Terpadu (

FKKKT ), dengan ciri:

1. Merupakan klinik yang

menyelenggarakan Pelayanan

Kedokteran Keluarga Terpadu

2. Sebaiknya mudah dicapai

dengan kendaraan umum.

(terletak di tempat strategis),

3. Mempunyai bangunan yang

memadai,

4. Dilengkapi dengan sarana

depo obat, air bersih, listrik

dan komunikasi,

5. Mempunyai sejumlah tenaga

kesehatan yang telah lulus

pelatihan KKT,

6. Mempunyai sejumlah tenaga

pembantu klinik dan paramedis

telah lulus perlatihan khusus

pembantu KKT

7. Berbentuk praktek

berkelompok.

8. Mempunyai izin yang

berorientasi kapitasi dan

wilayah

9. Menyelenggarakan pelayanan

dasar yang sifatnya paripurna,

holistik, terpadu, dan

berkesinambungan,

10. Melayani semua jenis penyakit

dan golongan umur dan jenis

kelamin,

11. Mempunyai sarana medis

yang memadai sesuai

dengan peringkat klinik yang

bersangkutan

12. Pembiayaan dilakukan

dengan Asuransi kesehatan

(Jamkesmas)

13. Seperangkat peraturan

penunjang.

a. Dalam sistem ini

kontak pertama pasien

dengan dokter/dokter

gigi akan terjadi di

PKKT yang selanjutnya

akan menentukan dan

m e n g k o o r d i n a s i k a n

keperluan pelayanan

sekunder jika dipandang

perlu sesuai dengan SOP

standar yang disepakati.

b. Pasca pelayanan sekunder,

pasien segera dirujuk

balik ke PKKT untuk

pemantauan lebih lanjut.

Tata penyelenggara

pelayanan seperti ini harus

diperkuat oleh ketentuan

yang diberlakukan dalam

skema Jamkesmas.

14. Jejaring rujukan yang dapat

berupa:

a. Dokter Spesialis yang

m e n y e l e n g g a r a k a n

pelayanan sekunder di

praktek Dokter Spesialis,

b. Puskesmas Rawat inap

c. Rumah sakit rujukan,

Page 43: Warta Yanmed XXI

ragam

41Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

peranan pKKT dalam JAmKeSmAS

PKKT mempunyai peran yang

strategis dalam penatalaksanaan

pelayanan kesehatan. Adapun

tujuan yang ingin dicapai adalah

suatu bentuk pelayanan kesehatan

individu dan keluarga serta

masyarakat yang bermutu namun

terkendali biayanya dimana hal

ini tercermin dari tata laksana

pelayanan kesehatan yang

diberikannya.

Keberhasilan penatalaksanaan

pelayanan kesehatan yang dikenal

sebagai Jamkesmas itu, pada

dasarnya dipengaruhi oleh sejauh

mana masalah pembangunan

kesehatan itu dapat diatasi dan

ditata. Masalah dalam sistem

kesehatan nasional pada dasarnya

terdiri dari masalah pada sub sitem

pelayanan kesehatan dan masalah

pada sub sistem pembiayaan

kesehatan. Termasuk dalam

masalah pada sub sistem pelayanan

kesehatan adalah; komersialisasi

pelayanan kesehatan, menurunnya

etos profesional serta pelanggaran

atas norma dan etika kedokteran.

Sedangkan hal-hal yang termasuk

dalam masalah pembiayaan

kesehatan adalah; tingginya tingkat

inflasi kesehatan, perubahan pola

penyakit mengarah ke degeneratif

dan kronis, pola pelayanan yang

fragmentatif, pola hubungan

dokter-pasien yang melonggar,

dan mekanisme pembiayaan yang

masih tunai, perseorangan dan “out

of pocket”

Dari konteks ini PKKT mempunyai

posisi yang strategis dalam

keberhasilan penatalaksanaan

pembangunan kesehatan karena

perannya dalam penatalaksanaan

sub sistem pelayanan kesehatan

dari orientasi kuratif ke

orientasi komprehensif dengan

mengedepankan aspek promotif-

preventif seimbang dengan

kuratif-rehabilitatif, pelayanan yang

fragmentatif ke pelayanan yang

integratif berjenjang, dengan tingkat

primer sebagai ujung tombak, serta

perannya dalam penatalaksanaan

sub sistem pembiayaan kesehatan

yakni kesediaannya untuk menerima

pembayaran secara prospektif yang

juga bermakna pengendalian biaya

pelayanan kesehatan. Konsep ini

meletakkan peran PKKT yang sangat

penting sebagai PPK Jamkesmas

yang sadar mutu dan sadar biaya

pelayanan kesehatan.

Rujukana. Bahan Rapat Penyusunan “Road

Map” Pelayanan Kedokteran

Keluarga & Kedokteran Gigi

Keluarga, Bekasi, 19 – 22 April

2010

b. h t t p : / / p r e m a t u r e d o c t o r.

b l o g s p o t . c o m / 2 0 0 9 / 1 1 /

konsep-dasar-dokter-keluarga.

html

c. http://www.aafpfoundation.

org/online/foundation/home/

programs/center-history.html

d. ICN (2002), Nurses Always

There For You : Caring For

Family, International Nurses day

: Geneva

e. Affara FA. (2003), ICN Framework

and core competencies for the

family nurse. ICN : Geneva

f. Modul-modul Asuhan

Keperawatan Keluarga di

rumah, Depkes, 2007

Page 44: Warta Yanmed XXI

ragam

42 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Thalasemia merupakan suatu kelainan darah

bersifat genetik dimana kerusakan DNA akan

menyebabkan tidak optimalnya produksi sel

darah merah penderitanya serta mudah rusak sehingga

kerap menyebabkan anemia. Penyakit ini merupakan

penyakit turunan. Jika suami atau istri membawa sifat

(carrier) thalasemia, maka 25% anak mereka memiliki

kemungkinan menderita thalasemia.

Hal inilah yang dialami pasangan suami istri,

Jamaludin (47thn) dan Imas (37thn) memiliki enam

keturunan yang menderita thalasemia. Kondisi ini

amat memprihatinkan, dimana empat anak mereka

meninggal dunia dalam usia muda. Sedangkan anak

kelima, Sri Adriarti (10thn) harus bertahan untuk

memperpanjang hidup dengan transfusi darah,

baginya darah ibarat nafas kehidupan, sama halnya

dengan Kamaludin (2,5thn), keduanya menjalani

perawatan di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.

Dalam kesehariaanya suami istri yang menetap di

Desa Tenjolaya, Kecamatan Cibadak Sukabumi hanya

bekerja sebagai buruh, tidak mampu mencukupi biaya

pengobatan untuk anak mereka.

Sekilas tentang ThalasemiaPenyakit thalasemia merupakan suatu kelainan

darah bersifat genetik dimana kerusakan DNA akan

menyebabkan tidak optimalnya produksi sel darah

merah penderitanya serta mudah rusak sehingga kerap

menyebabkan anemia.

Pusat dari mekanisme kelainan ini terletak pada salah

satu gen pembentuk hemoglobin pada sel darah merah

manusia, yang sekaligus juga berfungsi utama sebagai

pengangkut oksigen. Terkait dengan sifat genetik yang

diturunkan pendahulunya ini, dikenal istilah ‘thalasemia

trait’ (pembawa sifatnya). Sebagaimana orang-orang

normal, individu-individu pembawa gen ini sama

sekali tidak menunjukkan adanya suatu gejala. Masalah

Anak bungsu, Kamaludin dalam pangkuan ibunya

Anakku Tak Bisa HidupTanpa Transfusi Darah

yang lebih serius

akan terjadi bila

sang pasangan

juga merupakan

seorang pembawa

sehingga lebih

b e r p o t e n s i

m e l a h i r k a n

anak dengan

thalasemia mayor

yang nantinya

akan memerlukan

transfusi darah

secara rutin

selama hidupnya.

Tindakan transfusi ini pun bukan merupakan

suatu terapi penyembuh namun hanya bersifat

suportif dalam mengurangi gejala dan punya resiko

menyebabkan penumpukan zat besi dalam tubuh pula,

yang lebih lanjut bisa menyebabkan pembengkakan

hati dan limpa. Secara singkat, penjelasannya meliputi

keadaan hemoglobin yang mengandung zat besi (Fe).

Kerusakan sel darah merah pada penderita thalasemia

akan mengakibatkan zat besi tertinggal di dalam

tubuh dan bisa menumpuk dalam organ tubuh seperti

jantung dan hati dan lama kelamaan akan mengganggu

fungsi organ lainnya, selain juga bisa akibat suplai

darah merah dari transfusi, dan ini menjadi penyebab

kematian utama dari penderita thalasemia, terutama

akibat penumpukan pada jantung.

Selain berpotensi menghasilkan keturunan penderita

thalasemia mayor dan juga minor, pasangan pembawa

gen ini juga berpotensi lebih besar dalam menghasilkan

keturunan berupa thalasemia trait tadi, sehingga

dikhawatirkan dapat menambah jumlah penderita

secara cukup pesat. Gejala thalasemia sendiri cukup

bervariasi tergantung dari derajat kerusakan gen yang

Kamaludin dalam pangkuan ibunda

Page 45: Warta Yanmed XXI

ragam

43Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

terjadi seperti anemia dengan gejala tambahan pucat,

sulit tidur, lemas, kurang nafsu makan atau infeksi yang

kerap berulang, kemudian juga jantung yang dipaksa

bekerja lebih keras untuk memenuhi pembentukan

hemoglobin, serta penipisan atau perapuhan tulang

karena sumsum tulang juga berperan penting dalam

memproduksi hemoglobin tersebut.

Pada tampilan yang khas, penderita thalasemia sering

memiliki batang hidung melesak ke dalam yang dikenal

juga dengan istilah ‘facies cooley’ dan merupakan

salah satu tanda khas thalasemia mayor. Ada dua jenis

thalasemia yang dikenal berdasarkan gejala klinis

dan tingkatan keparahannya, yaitu thalasemia mayor

dimana kedua orang tuanya merupakan pembawa

sifat, serta thalasemia minor dimana gejalanya jauh

lebih ringan dan sering hanya sebagai pembawa sifat

saja. Pada thalasemia mayor gejala dapat muncul sejak

awal masa anak-anak dengan kemungkinan bertahan

hidup terbatas.

Respon Cepat Adanya laporan yang masuk ke Pusat Tanggap

Respon Cepat (PTRC) Kementerian Kesehatan, membuat

Menteri Kesehatan, dr. Endang R. Sedyaningsih, MPH,

Dr. PH untuk segera mengambil langkah cepat dengan

menerjunkan tim investigasi, terdiri dari pengelola

PTRC Kemenkes; Kasubbag Humas Ditjen Bina

Pelayanan Medik, serta Perwakilan Pusat Jaminan dan

Pembiayaan Kesehatan.

Pada 20 Mei 2010, tim segera menuju Puskesmas

Cibadak Sukabumi, untuk meninjau kabar akhir dari

keluarga Jamaludin. Disana tim menemui Kepala

Bidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat, Kabid

Promosi Kesehatan Dinkes Kab. Sukabumi, Pengelola

Jamkesmas/ Jamkesda Dinkes Kab. Sukabumi, Kepala

Puskesmas Cibadak dan ibu imas.

Seketika istri Jamaludin langsung menceritakan

anak kelima sedang menjalani perawatan, pada 07

Mei masuk ruang bedah RS Pelabuhan, 12 Mei pindah

ke Ruang ICU di RS Pelabuhan karena jantungnya

melemah, 15 Mei dirujuk ke Rumah Sakit Hasan

Sadikin Bandung, saat ini dalam kondisi jantung yang

masih lemah. Sama halnya dengan anak bungsu kami

membutuhkan transfusi darah. Selama ini biaya kami

ditanggung Jamkesmas sejak tahun 2008.

Kunjungan Tim untuk memberikan motivasi, semangat,

serta menyampaikan pesan bahwa Kementerian

Kesehatan siap membantu biaya perawatan selama di

Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, dan akan terus

memperhatikan masyarakat, demi meningkatkan derajat

kesehatan yang merata. imin/dSy

Tim investigasi Kementerian Kesehatan dalam kunjungannya ke Sukabumi

Meski Thalasemia termasuk penyakit keturunan dan tak bisa disembuhkan, tapi penyebarannya dapatdicegah. Apa saja yang bisa dilakukan?

Lakukan pemeriksaan darah ketika ibu sedang mengandung1.Sebelum menikah, lakukan pemeriksaan, tak hanya darah tapi juga pemeriksaan lain. Pasangan 2.Thalasemia Minor yang menikah sesama Thalasemia Minor dapat menghasilkan anak dengan Thalasemia Mayor.Periksa darah anak yang baru lahir untuk memastikan darahnya.3.Siapkan mental bagi orangtua. Dengan memeriksakan diri saat hamil dan mengetahui jika janin 4.mengalami Thalasemia Mayor, maka orangtua akan lebih siap menerima kondisi bayinya ketika lahir. Sebab Thalasemia Mayor tak bisa bertahan hidup lebih lama.Lakukan tranfusi darah rutin sekali sampai dua kali sebulan bagi 5. Thalasemia Minor.

Periksa Darah

Page 46: Warta Yanmed XXI

ragam

44 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Berdasarkan berbagai data survey kesehatan

di Indonesia, termasuk yang terakhir data dari

Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, penyakit

jantung masih merupakan penyakit utama yang

menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak di

Indonesia. Terdapat berbagai jenis penyakit jantung

yang dapat dikelompokkan atas dasar struktur/bagian

jantung yang terkena. Penyakit jantung koroner adalah

penyakit yang diakibatkan oleh penyempitan pada

pembuluh darah koroner, yaitu pembuluh darah yang

terletak di permukaan jantung dan berfungsi memberi

pasokan oksigen dan zat gizi untuk jantung. Penyakit

jantung katup mengenai katup-katup jantung dapat

berupa penyempitan bukaan katup jantung atau

penutupan katup yang tidak sempurna sehingga

menimbulkan kebocoran. Aritmia adalah penyakit

pada sistem listrik jantung. Penyakit jantung kongenital

adalah kelainan struktur anatomi jantung yang dibawa

sejak lahir. Terdapat juga penyakit jantung yang secara

primer mengenai otot-otot jantung yang disebut

kardiomiopati. Selain itu ada penyakit jantung yang

berkaitan dengan penyakit lain seperti infeksi, penyakit

tiroid, diabetes melitus .

Tatalaksana penyakit jantung berkembang dengan

pesat, baik yang bersifat medika-mentosa (obat-

obatan), intervensi maupun tindakan bedah. Intervensi

pada penyakit jantung adalah suatu tindakan non-

bedah yang dilakukan dengan cara pemakaian alat

medis tertentu yang dimasukkan ke dalam tubuh

(khususnya jantung dan pembuluh darah). Alat yang

dimasukkan ke dalam tubuh tersebut digunakan untuk

memperbaiki berbagai kelainan di jantung baik yang

bersifat anatomic maupun fungsional. Intervensi non-

bedah pada penyakit jantung akhir-akhir ini semakin

luas digunakan dan diterima oleh kalangan medis

maupun masyarakat luas, karena kepraktisan dan

Diagnostik Invasif dan Intervensi Non-Bedah di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita

efektivitasnya. Intervensi non-bedah menyebabkan

masa rawat yang lebih singkat, rasa nyaman yang lebih

baik dan biaya yang lebih rendah selain efektivitas

yang terbukti baik pada berbagai penelitian. Intervensi

pada jantung dilakukan di ruang khusus yaitu ruang

kateterisasi dengan bius local. Berikut ini akan

disampaikan berbagai jenis intervensi non-bedah yang

dapat dilakukan di Pusat Jantung Nasional Harapan

Kita (PJNHK).

Angiografi Koroner dan intervensi Koroner perkutan

Angiografi koroner (AK) adalah suatu tindakan

diagnostik untuk mengetahui keadaan pembuluh

koroner. AK atau sering disebut dengan kateterisasi

jantung merupakan pemeriksaan baku emas untuk

penyakit jantung koroner. AK dilakukan dengan cara

memasukkan selang halus (disebut kateter) melalui

pembuluh darah di pergelangan tangan (arteri radialis)

atau di lipat paha (arteri femoralis) ke dalam jantung

dan pembuluh darah koroner. Dengan AK dapat dilihat

secara pasti adanya penyempitan, sumbatan atau

berbagai kelainan lain pada pembuluh koroner.

Intervensi koroner perkutan (IKP) adalah tindakan

intervensi untuk memperbaiki penyempitan, sumbatan

atau kelainan lain pada pembuluh koroner. Perbaikan

penyempitan atau sumbatan pembuluh koroner dapat

dilakukan dengan cara balonisasi dan pemasangan

ring (stent). Kadang-kadang diperlukan alat-alat bantu

canggih untuk mendapatkan hasil perbaikan koroner

yang memuaskan, seperti pemakaian ultrasonografi

intra-vaskular, pressure wire, pengeboran (rotablator),

penyedotan gumpalan darah (angiojet), coiling dsb.

Semua teknologi canggih dalam tatalaksana IKP

tersebut telah tersedia di PJNHK.

Tim Unit Pelayanan Fungsional (UPF) Diagnostik Invasif dan Intervensi Non-Bedah

Page 47: Warta Yanmed XXI

ragam

45Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

gambar 1. A. Menunjukkan pembuluh koroner

kanan dan kiri yang terletak di permukaan luar

jantung. Kotak kecil dan panah menunjukkan lokasi

penyempitan yang diperlihatkan dengan angiogram

koroner pada panel B (tanda panah). Pada panel C

diperlihatkan teknik IKP dengan pemasangan stent

pada daerah yang menyempit tsb.

intervensi non-bedah pada penyakit Jantung Bawaan

Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit

dengan kelainan pada struktur atau fungsi sirkulasi

jantung yang didapatkan sejak lahir. Kelainan terjadi

akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan

struktur jantung pada awal fase pertumbuhan janin.

Secara umum PJB dapat dikelompokkan menjadi

dua golongan besar yaitu biru (sianotik) dan tidak

biru (non sianotik). Terdapat delapan jenis lesi yang

memiliki prevalensi tertinggi (80%) yaitu Ventricle

Septal Defect (VSD), Patent Ductus Arteriosus (PDA),

Atrial Septal Defect (ASD), Tetralogy of Fallot (TOF),

Stenosis Pulmonal, Koarktasio aorta, stenosis aorta dan

transposisi arteri besar (TGA).

Seiring dengan kemajuan yang dicapai dalam

intervensi bedah, intervensi non bedah dalam

tatalaksana PJB juga mengalami kemajuan yang sangat

pesat. Pusat jantung Nasional Harapan Kita (PJNHK)

sebagai pusat rujukan nasional merupakan pelopor

intervensi non bedah secara transkateter pada PJB

pertama di Indonesia dengan melakukan pemasangan

koil untuk menutup PDA pada tahun 1996, diikuti

dengan prosedur Balon Atrial Septostomi (BAS) dan

Balon Pulmonal Valvuloplasti (BPV) tahun1997. Pada

tahun 2002 dengan masuknya alat Amplatzer occluder

(AGA Medical Corp) di Indonesia dimulailah intervensi

penutupan defek bawaan seperti VSD, PDA dan ASD

yang kemudian mengalami peningkatan jumlah kasus

yang bermakna dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004

dilakukan intervensi dilatasi balon dan pemasangan

sten pada koarktasio aorta abdominal dengan hasil

yang sangat baik.

Penutupan VSD secara transkateter di PJNHK

dengan menggunakan amplatzer occluder (AVSO)

yang sudah dilakukan sejak tahun 2006 hingga saat ini

sebanyak 7 kasus. Beberapa laporan kasus di luar negeri

menyebutkan bahwa terdapat beberapa komplikasi

yang timbul dari pemasangan alat ini yaitu adanya

blok atrioventrikular, yang menyebabkan para pioneer

di bidang intervensi non bedah PJB memikirkan alat

alternatif lain untuk penutupan defek VSD transkateter.

Seiring dengan perkembangan teknologi yang

ada, PFM menciptakan suatu alat baru yang disebut

nit occluder VSD yang terutama digunakan untuk

penutupan VSD perimembran ataupun muskular,

dengan meminimalisasikan komplikasi terjadinya blok

atrioventrikular. Penutupan secara transkateter dengan

menggunakan nit occluder diindikasikan terutama

untuk VSD dengan ukuran defek kurang dari 8 mm

dan terutama pada anak dengan berat badan di atas

10 kg, jarak dari annulus (cincin) aorta lebih dari 3

mm dan indeks resistensi paru kurang dari 4 wood

unit. Sejak November 2009 Pusat Jantung Nasional

berkerjasama dengan PFM telah berhasil melakukan

intervensi penutupan VSD perimembran transkateter

dengan nit occluder VSD sebanyak 10 kasus dengan

hasil yang memuaskan tanpa timbulnya komplikasi blok

atrioventrikular, sedangkan 1 kasus lain tidak berhasil

dipasang karena defek tidak ideal untuk pemasangan.

gambar 2. A. Amplatzer Ventricular Septa

Occluder, B. Nit occluder VSD, C. Nit occluder yang

sudah terpasang untuk menutup VSD

A B C

A B C

Page 48: Warta Yanmed XXI

ragam

46 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Ablasi radiofrekuensi dan pemasangan alat pacu jantungJantung secara spontan menghasilkan impuls listrik.

Kemampuan jantung dalam menghasilkan impuls listrik

merupakan salah satu fungsi jantung yang terpenting.

Impuls listrik ini akan mengatur serangkaian kontraksi

otot pada setiap detakan jantung. Pola dan waktu

pembentukan impuls listrik menentukan irama jantung

yang terjadi. Keteraturan irama jantung dimungkinkan

dengan adanya suatu sistem listrik yang unik di dalam

jantung, yang terdiri dari generator dan jaringan

transmisi

Gangguan sistem listrik jantung yang normal

disebut aritmia kordis. Arirmia terdiri dari beberapa

tipe yaitu (1) bradiaritmia, irama jantung yang terlalu

lambat (< 60x/menit) , (2) takiaritmia , irama jantung

yang terlalu cepat (> 100x/menit), (3) adanya detak

jantung tambahan, (4) impuls listrik dari area yang

abnormal. Aritmia bisa terjadi dengan keluhan atau

tanpa keluhan . Beberapa keluhan yang dirasakan bila

terjadi aritmia adalah berdebar, pusing, rasa seperti

melayang, rasa lemah/lemas, sesak nafas, nyeri dada,

atau bahkan pingsan. Hal ini dapat terjadi beberapa

detik, menit, jam, atau bahkan berhari-hari. Aritmia

dapat terjadi pada jantung yang normal atau jantung

yang sudah mengalami penyakit.

Bradiaritmia dapat diatasi dengan pemasangan

alat pacu jantung, sedangkan takiaritmia dapat

disembuhkan dengan tindakan ablasi. Saat ini alat pacu

jantung semakin canggih sehingga tidak hanya dipakai

pada bradiaritmia tetapi juga sangat berguna pada

terrapin gagal jantung fase lanjut (dengan memasang

CRT= cardiac resynchronization therapy), atau untuk

mencegah kematian mendadak pada takiaritmia

yang mengancam jiwa (dengan memasang ICD =

implantable cardioverter defibrillator)

Ablasi aritmia merupakan prosedur yang cukup

aman, efektif dan mempunyai angka keberhasilan

yang cukup besar. Tindakan ablasi saat ini umumnya

menggunakan gelombang radiofrekuensi yang

dihantarkan melalui kateter untuk menetralisir sel-sel

jantung yang menyebabkan terjadinya takiaritmia.

Tindakan ablasi dapat dilakukan secara konvensional

atau memakai teknik pemetaan 3 dimensi (Carto) untuk

takiaritmia yang kompleks.

gambar 3. A. Pemasangan alat pacu jantung

permanen. B. Ablasi pada aritmia kompleks (AF)

memakai sistem pemetaan 3 dimensi (sistem Carto).

layanan baru di bidang intervensi non-bedahBelum lama berselang UPF Diagnostik Invasif

dan Intervensi Non-bedah PJNHK memperkenalkan

dua jenis layanan baru untuk memperluas layanan

kesehatan jantung bagi masyarakat Indonesia, yaitu

ablasi septal dan penanaman sel punca (stem cell).

Ablasi septal diindikasikan bagi penderita

hypertrophic cardiomyopathy (HCM), yaitu penyakit

jantung yang ditandai dengan penebalan berlebihan

bilik jantung kiri khususnya bagian septal/sekat.

Penebalan sekat menyebabkan hambatan pengeluaran

darah saat jantung memompa. Penyakit ini cukup sering

ditemukan yaitu 1/500 orang dan bersifat fatal karena

sering menimbulkan kematian jantung mendadak.

Dengan ablasi septal maka hambatan pengeluaran

darah dapat dikurangi bahkan dihilangkan sehingga

keluhan berkurang dan kualitas hidup lebih baik.

Penanaman sel punca di PJNHK saat ini baru

ditujukan bagi penderita gagal jantung akibat penyakit

jantung koroner yang tidak membaik dengan modalitas

terapi yang ada. Kegiatan ini masih bersifat penelitian.

Walaupun demikian hasil-hasil yang diperoleh sangat

optimis untuk dalam waktu dekat diterapkan secara

luas. Terjadi peningkatan kualitas hidup yang sangat

bermakna dan keluhan yang sangat berkurang pasca

penanaman sel punca. Di PJNHK digunakan teknik

penanaman secara retrograd ke dalam jantung

sehingga meningkatkan tingkat keberhasilanya.

Disusun oleh Tim UPF DI-INB PJNHK1.Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP(K)2.dr. Doni Firman, SpJP(K)3.dr. Dicky A Hanafy, SpJP4.dr. Lylyasari Octaviani, SpJP

A

A B

Page 49: Warta Yanmed XXI

ragam

47Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Petanda tumor adalah zat yang ditemukan dalam

darah, urin atau jaringan tubuh yang kadarnya

meningkat pada kanker. Terdapat banyak jenis

tumor marker, yang masing-masing menunjukkan

suatu proses penyakit tertentu, dan petanda tumor ini

digunakan dalam bidang onkologi untuk membantu

mendeteksi adanya kanker.

Idealnya petanda tumor hanya positif pada pasien

dengan keganasan, berkorelasi dengan stadium dan

respon terhadap pengobatan serta mudah diukur.

Sayangnya belum ada petanda tumor yang memenuhi

kriteria ideal ini.

Petanda tumor dapat merupakan produk dari sel

kanker yang mungkin adalah suatu unsur yang normal

tetapi diproduksi berlebihan oleh tumor, atau produk

dari tubuh sebagai respon terhadap adanya kanker.

Secara umum, petanda tumor dapat digolongkan

menjadi 2 kelompok, yaitu petanda tumor yang spesifik

untuk kanker dan petanda tumor yang spesifik untuk

jaringan. Petanda tumor yang spesifik untuk kanker

dikaitkan dengan keberadaan jenis jaringan kanker

tertentu, misalnya CEA yang diproduksi oleh kanker

saluran cerna, payudara dan paru. Petanda tumor jenis

ini tidak dapat digunakan untuk diagnosis, tetapi dapat

berguna untuk pemantauan. Contoh lainnya petanda

spesifik kanker adalah Ca 19-9 dan Ca-125.

Petanda tumor yang spesifik untuk jaringan dikaitkan

dengan jaringan tertentu yang terkena kanker. Jenis

petanda tumor ini mungkin meningkat pada keadaan

bukan kanker, tetapi jika meningkat menunjukkan

kelainan pada jaringan yang bermasalah, misalnya PSA

yang spesifik untuk prostat.

Petanda tumor dapat digunakan untuk: (1) skrining

populasi sehat atau populasi beresiko tinggi untuk

melihat adanya kanker; (2) mendiagnosis kanker

atau jenis kanker tertentu; (3) menentukan prognosis

Pemeriksaan Laboratorium Untuk Petanda Tumor

pada pasien; (4) memantau perjalanan penyakit pada

pasien dalam remisi atau selama mendapatkan terapi

pembedahan, radiasi atau kemoterapi.

Pemeriksaan skrining adalah cara untuk mendeteksi

kanker secara dini, sebelum timbul gejala. Syarat

untuk suatu pemeriksaan skrining yang baik adalah

mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.

Sensitivitas adalah kemampuan suatu pemeriksaan

untuk mengidentifikasi orang yang menderita suatu

penyakit tertentu, sedangkan spesifisitas adalah

kemampuan pemeriksaan untuk mengidentifikasi

orang yang tidak menderita penyakit tersebut. Saat

ini, belum ada petanda tumor yang memenuhi syarat

untuk digunakan sebagai alat skrining kanker, baik

pada populasi normal maupun resiko tinggi, karena

kurangnya sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan.

Fungsi lain dari petanda tumor adalah untuk

membantu dalam diagnosis kanker. Seringkali petanda

tumor secara tersendiri tidak dapat digunakan untuk

mendiagnosis kanker karena :

Dapat terjadi peningkatan palsu pada kondisi (1)bukan keganasan. Ini disebabkan karena banyak

petanda tumor merupakan protein, yang bukan

Oleh dr. Lyana Setiawan, Sp.PK

Page 50: Warta Yanmed XXI

ragam

48 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

hanya dihasilkan oleh sel kanker tetapi juga oleh

sel normal, misalnya CA-125 juga dapat meningkat

pada endometriosis dan asites.

Ada jenis petanda tumor yang meningkat pada (2)lebih dari satu jenis kanker, misalnya peningkatan

CEA ditemukan pada berbagai keganasan saluran

cerna.

Kadar petanda tumor tidak selalu meningkat pada (3)semua orang dengan kanker, khususnya pada

stadium awal.

Kegunaan petanda tumor yang lebih penting

khususnya adalah untuk menentukan prognosis,

karena kadar petanda tumor dapat memberikan

gambaran mengenai stadium penyakit pada saat

diagnosis dan adanya petanda tumor tertentu dapat

memperkirakan respon terhadap pengobatan. Jika

dilakukan pemeriksaan petanda tumor secara serial

selama pengobatan, kadar yang menurun atau

kembali ke kadar normal menunjukkan respon yang

baik terhadap pengobatan, sedangkan kadar yang

meningkat menunjukkan perburukan.

Berikut ini, akan dibahas beberapa jenis petanda

tumor yang paling sering digunakan di klinik.

A. prostate-specific Antigen (pSA)PSA merupakan pemeriksaan petanda tumor

yang paling sering diperiksa untuk skrining adanya

keganasan pada prostat. PSA secara normal terdapat

dalam kadar rendah pada semua pria dewasa (N: 0-4

ng/ml). Petanda ini spesifik untuk jaringan prostat,

tetapi tidak spesifik untuk kanker, dan kadarnya dapat

meningkat pada keadaan seperti peradangan prostat,

pembesaran prostat jinak dan kanker prostat. PSA juga

meningkat sejalan usia dan bervariasi menurut ras.

PSA sangat sensitif untuk kanker prostat. Peningkatan

PSA berkorelasi dengan stadium dan besarnya tumor.

PSA juga dapat memprediksi kekambuhan dan respon

terhadap pengobatan. Di samping itu, PSA juga

mempunyai nilai prognostic, dimana pasien dengan

kadar PSA yang sangat tinggi sebelum pembedahan

kemungkinan akan mengalami relaps. Kombinasi PSA

dengan pemeriksaan rectum merupakan metode yang

baik untuk mendeteksi kanker prostat.

B. Carcinoembryonic Antigen (CeA)CEA adalah suatu protein yang ditemukan pada

banyak jenis sel tetapi dikaitkan dengan tumor dan

janin yang sedang berkembang. CEA diperiksa dalam

darah, dan kadarnya pada orang dewasa adalah <5

ng/ml. CEA merupakan salah satu antigen onkofetal

pertama yang ditemukan dan dipergunakan secara

klinis. Antigen ini merupakan glikoprotein yang terdapat

pada membrane plasma sel tumor dan dilepaskan ke

dalam darah.

Walaupun CEA pertama kali ditemukan pada kanker

kolon, kadar CEA darah yang tinggi tidak spesifik untuk

kanker kolon atau keganasan secara umum. Kadar

CEA meningkat pada berbagai jenis kanker, termasuk

kanker pankreas, lambung, paru dan payudara.

Peningkatan kadar CEA juga ditemukan pada keadaan

lain seperti sirosis, penyakit radang usus (inflammatory

bowel disease), penyakit paru kronik dan pankreatitis,

bahkan pada perokok (19%) atau populasi normal (3%),

sehingga tidak dapat digunakan untuk diagnosis.

CEA juga tidak dapat digunakan untuk skrining

karena banyaknya positif palsu, tetapi CEA mempunyai

nilai prognostik untuk pasien dengan kanker kolon

karena kadar CEA pra-operasi berkorelasi positif

dengan stadium dan berkorelasi negatif dengan

ketahanan hidup bebas penyakit. Selain itu, CEA

digunakan untuk memantau kekambuhan. Pemeriksaan

CEA untuk pemantauan kekambuhan harus dilakukan

minimal tiap 3 bulan. Peningkatan CEA di atas nilai awal

harus dipastikan karena merupakan petunjuk untuk

melakukan operasi ulang.

CEA berguna untuk memantau keberhasilan

pengobatan. Biasanya kadarnya kembali normal

dalam 1-2 bulan setelah pembedahan, tetapi jika tetap

meningkat dapat menunjukkan masih adanya penyakit.

Selain pada kanker kolon, CEA juga dapat digunakan

untuk memantau perjalanan penyakit atau responn

terhadap terapi pada kanker payudara, paru, pankreas,

lambung dan ovarium.

C. Alpha fetoprotein (Afp)Alpha-fetoprotein adalah protein janin normal yang

disintesis oleh hati, kantung kuning telur dan saluran

cerna. AFP merupakan bagian utama dalam plasma

Page 51: Warta Yanmed XXI

ragam

49Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

darah janin, tetapi kadarnya turun dengan cepat setelah

lahir, dan pada orang dewasa kurang dari 10 ng/ml.

AFP berperan penting dalam diagnosis kanker

hati dan dapat berguna untuk skrining kanker hati,

khususnya pada populasi beresiko tinggi. Selain kanker

hati, AFP merupakan petanda untuk kanker sel benih

(germ cell carcinoma).

AFP meningkat juga pada kehamilan normal atau

penyakit hati jinak (hepatitis, sirosis). Peningkatan kadar

AFP pada keadaan bukan kanker umumnya kurang dari

500 ng/ml. Dengan demikian, AFP merupakan petanda

yang mempunyai nilai diagnostik dan berguna dalam

pemantauan terapi.

d. Ca 15-3Ca 15-3 adalah antigen yang digunakan untuk

memantau aktivitas penyakit pada kanker payudara.

Peningkatan kadar Ca 15-3 ditemukan pada 60-

80% kasus kanker payudara metastatik dan kadarnya

sebanding dengan perjalanan penyakit dan respon

terhadap terapi,

e. Ca-125Ca-125 adalah antigen yang ditemukan pada 80%

karsinoma ovarium non-musinosa. Petanda ini sering

meningkat pada pasien dengan kanker ovarium dan

kadarnya mengikuti perjalanan penyakit serta respon

terhadap terapi pembedahan atau kemoterapi.

Selain pada kanker ovarium, kadar Ca-125 juga

meningkat pada kanker endometrium, pankreas,

paru, payudara dan kolon, serta pada menstruasi,

kehamilan, endometriosis, kelainan ginekologik dan

non-ginekologik lain.

Karena prevalensi kanker ovarium rendah,

pemeriksaan ini tidak dapat digunakan secara tersendiri

untuk skrining.

f. Ca 19-9Ca19-9 adalah antibody monoklonal yang dihasilkan

terhadap suatu galur sel kanker kolon. Kadarnya

meningkat pada 21-42% kasus kanker lambung, 20-

40% kasus kanker kolon dan 71-93% kanker pankreas.

penutupWalaupun saat ini belum ditemukan petanda tumor

yang ideal, akan tetapi pencarian petanda tumor

terus berkembang. Dalam praktek saat ini, petanda

tumor digunakan untuk membantu diagnosis, menilai

prognosis serta memantau perjalanan penyakit dan

respon terhadap pengobatan. Jika digunakan dalam

kombinasi dengan berbagai pemeriksaan, baik

pemeriksaan fisik maupun pencitraan, maka petanda

tumor akan meningkatkan nilai diagnostik.

Kepustakaan1. Fleisher M, Dnistrian AM, Sturgeon CM, Lamerz R,

Wittliff JL. Practice Guidelines and recommendations

for use of tumor markers in the clinic. In: Diamandis

EP, Fritsche HA, Lilja H, Chan DW, Schwartz MK

(eds). Tumor Markers. Physiology, Pathobiology,

Technology and Clinical Applications. AACC Press,

Washington, 2002: 33-63

2. Tumor Markers; AFP, HCG, CA-125. Available from

: http://www.tc-cancer.com/tumormarkers.html

3. Manisha Bhutani, Amish Vora and Vinod Kochupillai.

Role of tumor markers and recent advances in

Cancer Diagnosis.

nilai rujukan spesifik usia untuk pSA serum [ng/ml]Kisaran usia (th) Kulit hitam Kaukasia Asia

40 - 49 0.0 - 2.0 0.0 - 2.5 0.0 - 2.050 - 59 0.0 - 4.0 0.0 - 3.5 0.0 - 3.060 - 69 0.0 - 4.5 0.0 - 4.5 0.0 - 4.070 - 79 0.0 - 5.5 0.0 - 6.5 0.0 - 5.0

Page 52: Warta Yanmed XXI

ragam

50 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

RSUP Dr. Kariadi SemarangSebagai Pusat Rujukan Nasional Bedah Epilepsi

“Andaikata Otak dianggap sebagai Pusat Komputer yangSecara elektronik mengendalikan seluruh aktivitas badan kita, serangan kejang pada epilepsi adalah wujud lepasnya muatan listrik secara bersamaan dan tidak

terprogram dari sekumpulan sel-sel otak atau dari seluruh otak”

Prof. Dr. dr. Zaenal Muttaqin, SPBS (Bagian Bedah Syaraf RSUP Dr. Kariadi Semarang)

Lepasnya muatan listrik secara tidak

terkontrol ini adalah kejang-kejang yang

bias dimulai dari lengan atau tungkai

kemudian menyebar ke seluruh tubuh.

Bila kejang juga mengenai otot-otot

pengunyah di sekitar mulut, kelenjar liur pun seperti

diperah sehingga isinya keluar berupa buih/busa di

mulut, yang kadang-kadang disertai darah akibat lidah

yang tergigit.

Anggapan bahwa epilepsi dapat ditularkan melalui

buih/busa di mulut, jauh dari kebenaran. Setelah

seluruh otak melepaskan muatan listriknya, untuk sesaat

sel-sel tersebut akan kehabisan energi dan mengalami

kelelahan yang wujudnya adalah penderita tak sadar,

lelah/lemas untuk sementara. Secara medis, keadaan

itu disebut paralise todd. Inilah proses terjadinya

epilepsi.

Seseorang baru boleh dinyatakan sebagai

orang yang hidup dengan epilepsi (ODE), segala

konsekuensinya bila telah dibuktikan bahwa pada

tubuh atau otak orang itu tidak ada penyebab kejang

lain yang bisa dihilangkan/disembuhkan.

Bentuk serangan epilepsi tidak selalu berupa gejala

kejang-kejang. Pada anak-anak misalnya, lebih banyak

terdiam atau bengong sesaat kemudian sadar lagi.

Mulut yang tiba-tiba komat-kamit di luar kehendak,

atau tangan/kaki yang bergerak-gerak sendiri pada

pasien yang tetap sadar atau seseorang yang tiba-tiba

terjatuh dan tak sadar sesaat, juga merupakan bentuk

epilepsi.

Angka prevalensi 0,5-0,6%, di Indonesia diperkirakan

ada 1,5 juta ODE. Diantara mereka, 440.000 orang akan

mengalami refrakter, dan sekitar setengahnya 220.000

ODE akan memperoleh penyembuhan melalui Bedah

Epilepsi.

Semenjak satu dasa warsa, RSUP Dr. Kariadi

Semarang telah melakukan bedah epilepsi. Kali

pertama pada bulan Juli 1999, dan jumlah ODE yang

dioperasi meningkat setiap tahunnya, mencapai

sekitar 35-47 orang per tahun. Hingga akhir Desember

2009, bedah epilepsi telah dilakukan pada 238 ODE

refrakter, dan terbanyak adalah kasus Epilepsi Lobus

Temporalis (ELT), sebanyak 212 kasus. Kemajuan dan

hasil yang telah dicapai dalam upaya menjadikan RSUP

Dr. Kariadi Semarang sebagai Pusat Rujukan Nasional

Bedah Epilepsi.

RSUP Dr. Kariadi Semarang sejak Februari 2000

memiliki alat Magnetic Resonance Imaging (MRI) yang

cukup baik dengan kemampuan mendeteksi kelainan

otak setara dengan alat MRI yang ada di Singapura dan

Australia. Sedangkan alat Elektroensefalogram (EEG)

yang bak dan memenuhi syarat untuk evaluasi lanjutan

pasien epilepsy

Sebagian dari ODE ada yang memerlukan

pemeriksaan lanjutan dengan peralatan yang lebih

canggih dan rumit, khususnya untuk memastikan lokasi

pusat kejang dan kedekatannya dengan fungsi bicara/

memori bahasa, yang diperlukan radioisotope/bahan

radiofarmaka yaitu pemeriksaan SPECT atau Single

Photon Emission CT.

Guna menilai hasil-hasil dari tindakan bedah,

dilakukan evaluasi angka bebas kejang pada 106 ODE

Page 53: Warta Yanmed XXI

ragam

51Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

yang telah melewati tenggang

waktu 24 bulan pasca operasi.

Secara keseluruhan 70,75% ODE

pasca operasi bisa mencapai

keadaan bebas kejang, dan sisanya

memperoleh kebaikan dalam

pelbagai tingkatan dari bedah

epilepsi ini. Tetapi bila dilihat dari

kelompok usia saat di operasi,

ternyata angka bebas kejang ini

jauh lebih tinggi pada ODE yang

dioperasi saat usianya kurang dari

25 tahun (75,4% vs 66,04%), dan

yang lama sakitnya kurang dari 10

tahun (78,72% vs 64,40%). Jadi

bedah epilepsi bukanlah sebagai

pilihan terakhir apabila semua

bentuk pengobatan lain telah

gagal, melainkan pilihan terbaik

untuk jenis-jenis epilepsi tertentu

Guna mencegah keadaan refrakter

yang bisa merusak masa depan. Hasil

terbaik bedah epilepsi ini diperoleh

pada kasus ELT yang foto MRI nya

memperlihatkan adanya kelainan

pada satu hippokampusnya,

Angka bebas kejang pada ODE ini

mencapai lebih dari 90%, sehingga

tindakan bedah epilepsi dianjurkan

dilakukan lebih awal sebelum

timbulnya kondisi refrakter.

Usaha untuk mengembangkan

bedah epilepsi di Semarang ini bisa

dibagi jadi 2 tahap. Selama 5 tahun

pertama (2000-2004), keputusan

untuk melakukan operasi (56 kasus

ODE refrakter) hanya didasarkan

atas hasil foto MRI, artinya operasi

hanya dilakukan pada ODE

refrakter sederhana, dengan fokus

epilepsi yang bisa diketahui dari

foto MRI. Pada 5 tahun berikutnya

(2005- 2009), hanya 58% (dari

156 kasus ODE refrakter) yang

keputusan untuk bedah epilepsi

dilakukan berdasarkan hasil MRI.

Jadi terdapat sekitar 42% ODE

refrakter sulit, yang letak fokus

epilepsinya tidak terlihat pada

MRI serta memerlukan beberapa

pemeriksaan lain yang cukup

rumit, antara lain rekaman EEG saat

ODE mengalami serangan kejang,

sampai rekaman EEG intrakranial

(langsung dari permukaan otak),

dan pemeriksaan Positron Emission

Tomography (PET) scan.

Dari 50 juta ODE di seluruh

dunia, 90% berada di negara-

negara berkembang dengan

kepadatan penduduk yang

tinggi. Ironisnya, hanya 26 dari

142 negara berkembang yang

sudah memiliki program bedah

epilepsi ini. Evaluasi yang sudah

dilakukan di India dan Thailand,

serta di Indonesia (Semarang)

membuktikan bahwa program

bedah epilepsi bisa mencapai

hasil yang amat baik meskipun

dilakukan di negara-negara dengan

sumber daya yang terbatas. Tidak

adanya fasilitas bedah epilepsi

menjadi alasan utama kurangnya

pemahaman di kalangan tenaga

medik, bahkan para dokter, tentang

manfaat bedah epilepsi. Kurangnya

pengertian serta tidak adanya

kesempatan untuk secara langsung

bertemu dengan ODE pasca-bedah

menimbulkan rasa khawatir dan

rasa takut yang berlebihan tentang

operasi epilepsi. Hal ini akan

berujung pada keengganan untuk

merujuk ODE refrakter. Data dari

238 ODE pasca bedah di Semarang

memperlihatkan tenggang waktu

rerata sekitar 15 tahun sebelum ODE

refrakter menjalani bedah epilepsi.

Meskipun harus menunggu selama

15 tahun, mereka cukup beruntung

bila dibandingkan dengan puluhan

ribu ODE lain yang bahkan tidak

pernah dengar tentang bedah

epilepsi. Di sisi lain, obat-obatan

anti-epilepsi baru yang amat mahal

telah dipasarkan dan dipublikasikan

secara besar-besaran melalui

banyak pertemuan kedokteran,

padahal hasil bebas kejang terbaik

yang dicapai OAE baru tersebut

cuma sekitar 16%, sedangkan

bedah epilepsi menghasilkan

bebas kejang sekitar 70-90%.

Mengingat banyaknya ODE

refrakter yang bisa memperoleh

kebaikan melalui Bedah Epilepsi,

diperlukan pusat-pusat pelayanan

kesehatan rujukan yang mampu

memberikan pelayanan ini. Untuk

pulau Jawa, setidak-tidaknya

dibutuhkan 5 (lima) pusat pelayanan,

dan satu pusat pelayanan untuk

setiap pulau besar lainnya.

Perangkat keras yang dibutuhkan

adalah rumah sakit dengan fasilitas

pelayanan Bedah Saraf Mikro

(Microneurosurgery), tentu saja

dibutuhkan tenaga spesialis bedah

saraf yang memang sudah terlatih

untuk melaksanakan operasi

epilepsi. Selain itu diperlukan

seorang Spesialis Saraf yang

mendalami epilepsy. Pusat-pusat

pelayanan bedah epilepsi primer ini

harus mampu melakukan tindakan

operasi pada jenis epilepsi refrakter

yang terbanyak yaitu Epilepsi Lobus

Temporalis (ELT).

Untuk kepentingan ini, semua

rumah sakit yang berencana

menjadi pusat bedah epilepsi

Page 54: Warta Yanmed XXI

ragam

52 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

primer tersebut harus menunjuk

dokter spesialis bedah sarafnya

untuk mengikuti semua kegiatan

bedah epilepsi di RS Dr. Kariadi

Semarang. Di sisi lain, RS Dr. Kariadi

dengan pengalaman bedah

epilepsi selama satu dasa warsa,

dan kemampuan menangani ODE

refrakter yang sulit dalam lima tahun

terakhir, sudah harus melengkapi

diri dengan pelbagai peralatan

diagnostik maupun tenaga spesialis

yang diperlukan untuk menjadi

Pusat Rujukan Nasional Bedah

Epilepsi. Kehadiran rumah sakit yang

mampu melakukan bedah epilepsi

yang tersebar banyak propinsi ini

diharapkan akan dapat menjangkau

sebagian besar dari 440 ribu ODE

refrakter yang ada di negeri ini, dan

ini akan membuat sekitar setengah

dari mereka menjadi bebas kejang

dan meningkat kualitas hidupnya.

Mengingat jumlah penyandang

epilepsi cukup banyak, diperlukan

kerjasama berlanjut antara para dokter

umum di daerah/pedesaan. Selain itu,

perlu sekali upaya pendidikan bagi

masyarakat agar memahami epilepsi

secara benar dan tidak boleh lagi

ada pandangan atau perlakuan yang

salah terhadap penyandang epilepsi.

Terpenting adalah pencegahan

epilepsi harus dimulai secara dini.

Untuk, RSUP Kariadi Semarang

teruslah mengembangkan Pusat

Layanan Epilepsi guna memberikan

pelayanan paripurna/komprehensif

bagi para ODE.

Hasil riset dan para psikologi banyak yang menyatakan bahwa peran ayah sangat penting dalam pertumbuhan seorang anak. Ikatan emosional antara ayah dan anak, ditentukan salah satunya oleh interaksi antara ayah dan anak itu sendiri. Interaksi yang baik antara anak dan ayah ini, dikatakan sangat mempengaruhi kecerdasan emosional seorang anak yang membuatnya tumbuh menjadi sosok dewasa yang berhasil. Bagaimana seorang ayah yang sibuk bekerja di luar tetap bisa mempererat dan menjalin ikatan emosional ini?

Di bawah ini adalah tips-tips bagi Seorang Ayah : 1. persiapkan diri Anda sedini mungkin sejak istri Anda hamil

Mengikuti persiapan persalinan berupa senam, membaca buku bersama mengenai kehamilan, cara merawat bayi atau berbelanja bersama untuk menyambut kelahiran sang bayi. Bila memungkinkan temanilah istri Anda dalam persalinan. Melihat langsung perjuangan istri Anda, dan detik-detik terdengarnya tangisan bayi yang lahir ke dunia ini, akan menambahkan rasa sayang dan kasih Anda baik kepada istri maupun anak Anda. 2. ikut aktif merawat bayi

Sedari awal menjelang kelahiran, cobalah ikut aktif merawat bayi Anda. Salah seorang peneliti menemukan bahwa para ayah yang mulai mengganti popok, memandikan, dan mengasuh bayi mereka sejak dini, akan besar

Tips Peran Ayah Dalam Pertumbuhan Anakkemungkinan melakukan kegiatan semacam itu pada bulan-bulan selanjutnya.

Bagi keluarga yang mendapatkan pertolongan dari nenek atau saudara lainnya, usahakan lah jangan sampai menganggu porsi sang ayah dalam ikut aktif merawat bayi. Give him the space. 3. Bermain bersama

Ketika bayi Anda makin beranjak usia, lewatkan waktu bersama untuk bermain, membaca buku atau melakukan aktivitas yang menyenangkan bagi bayi Anda yang mulai merangkak, mulai belajar berbicara atau berjalan. Ciptakanlah permainan-permainan yang menggairahkan, yang digemari seperti kuda-kudaan, pesawat terbang atau sembunyi sembunyian. 4. Terlibat dalam kehidupan sosial anak Anda

Ketika anak Anda mulai beranjak usia sekolah, dia akan memulai kehidupan sosial yang baru. Usahakan terlibat dalam kehidupan sosial anak Anda, dengan mengenali misalnya nama teman-temannya, dengan siapa dia bergaul, aktivitas yang dia lakukan bersama temannya atau nama guru TK/SD nya. 5. Jadilah pendengar yang baik

Kesibukan kerja terkadang membuat Anda mengabaikan cerita-cerita anak Anda. Berikan keseimbangan antar kerja dan keluarga, atau usahakan jangan membawa pekerjaan ke rumah.

Luangkan waktu 5 menit saja untuk mendengarkan celotehannya dan mengerti betul isi cerita itu. 6. Komunikasi yang

baik Bila Anda dinas luar atau

tinggal terpisah berjauhan dengan anak Anda, usahakan lah

tetap menjalin komunikasi dengan baik, melalui telepon atau chatting internet. Tunjukkan perhatian Anda, rasa sayang Anda melalui telepon, sms atau melalui surat. 7. percayai anak Anda dan berikan kebebasan

Jadilah seorang ayah yang memberikan kebebasan dan dapat mempercayai anak Anda. Kepercayaan Anda akan menjadikan dia tumbuh menjadi anak yang percaya diri dan mandiri. Janganlah mendikte dia untuk melakukan A. Tapi cobalah memberikan dia pilihan, misalnya Arif mau A atau mau B? Dan tetaplah membuka kemungkinan pilihan lain selama pilihan itu tidak bertentangan dengan hal prinsip. 8. penuhilah sesuai kebutuhannya

Bertambah dewasa seorang anak, akan semakin bertambah kebutuhannya, semakin beragam dan variatif. Jangan Anda paksakan dan menganggap dia masih kecil sehingga memperlakukan sebagai seorang bayi.

(berbagai sumber)

Page 55: Warta Yanmed XXI

ragam

53Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

AWAL : Rumah Sakit Kusta berdiri pada tahun 1984

s/d 1987 didirikan berdasarkan Instruksi Menteri

Kesehatan pelayanan medik dan direktorat Jenderal

pemberantasan penyakit menular sedangkan yang

sekarang sudah berkembang dengan adanya

pelayanan umum dan rehabilitasi medic sehingga

bertambahnya pelayanan medic yaitu dokter umum

dan spesialis lainnya antara lain :

Dalam kurun waktu yang terbilang panjang jumlah

separuh nya Rumah Sakit Kusta Makassar bersikap

lebih dewasa dalam menghadapi permasalahan yang

berkembang di masyarakat dan memiliki kemampuan

untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik

sesuai tuntunan organisasi masa kini maupun masa

mendatang.

Dimulai dengan prakarsa Menteri kesehatan tahun

1980 dan menginstruksikan kepada direktur Jenderal

pelayanan medic dan direktorat pemberantasan

penyakit menular berangkat ke Jepang untuk

memperoleh dana bantuan dari masyarakat memorial

Health Foundation pada waktu itu direncanakan Rumah

Sakit Kusta Makassar berkapasitas 100 tempat tidur

dengan rencana dana yang diperlukan Rp.1.000.000

yang ternyata baru dapat dilegalisir tahun 1987

Adapun alasan menteri kesehatan perlunya

membangun Rumah Sakit Kusta Makassar adalah :

a. Banyaknya penderita Kusta di provinsi lain 1

Kalimantan, NTT, NTB dan lain-lain

b. Provinsi penyakit Kusta cukup tinggi di Sulawesi

Selatan dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) pada

umumnya.

Pada rapat konsultasi direktorat Rumah Sakit. di

Rektorat pelayanan medic di Semarang di putuskan

bahwa di Indonesia dianggap perlu membagi daerah

binaan R umah Sakit Kusta di tiga Wilayah

Rumah Sakit Sungai Kundur Palembang, membina •daerah seluruh Sumatra dan Kalimantan Barat.

Rumah Sakit Kusta di Sitanala Tangerang, membina •daerah Jawa, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan

Timur, Kalimantan Tengah, NTB, NTT.

Rumah Sakit Makassar berkembang menjadi

beberapa daerah seperti sebagai berikut

1. Provinsi Sulawesi Selatan.

leprosarium Lerang Kab Bone•leprosarium Lauleng Kota Pare-Pare•leprosarium Batu Leleng Madya Kabupaten Tana •Toraja

leprosarium Toppoe Kabupaten Majenne•leprosarium Kalang-Kalang Kota Palopo•leprosarium Laringgi Kabupaten Soppeng•leprosarium Tinco Kabupaten Wajo•leprosarium Landipokki Kabupaten Polmas.•

2. Provinsi Sulawesi Tengah

Hanya usaha pengolahan di lapangan yang perlu

perhatian dan dines kesehatan, dan Pemda setempat.

3. Provinsi Sulawesi Tengah

Sejak Rumah Sakit Kusta Bau-bau ditutup, penderita

Promosi dan Pengembangan Pusat RehabilitasiRumah Sakit DR.Tajuddin Chailk Makassar

Page 56: Warta Yanmed XXI

ragam

54 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

dipindahkan ke leprosarium bahwa yang perlu

perhatian dan penanganan.

Pada tahun 2001 Rumah Sakit Kusta pembina Ujung

Pandang berubah nama menjadi Rumah Sakit Kusta

Regional Makassar, seiring dengan perubahan nama

kota madya Ujung Pandang menjadi Kota Makassar.

Pada awal Rumah Sakit Kusta Regional Makassar

didirikan, fasilitas tempat tidur Rumah Sakit sebanyak

100 tempat tidur dengan didukung oleh sumberdaya

manusia sebanyak 96 orang.

Spesialis syaraf : Jamkesda, Jamkesmas Umum.

Spesialis THT : Jamkesda, Jamkesmas Umum, spuling

telinga, tenggorokan, hidung

Spesialis internal : pasien umum, jamkesmas, jamkesda,

kusta, penyakit dalam, dan paru (PPOM).

Pembuatan kaki palsu (Orthotic Prostatic) pembuatan

sepatu, sandal, kaki palsu.

Mata ; Operasi Katarak, pasang lensa, operasi

petrigium

PROMOSI : Pelayanan Promosi Dilakukan Dengan

menggunakan brosur, Liflet, Bina suasana dengan

dilakukan sesama petugas, penderita dan keluarga

serta ma syarakat umum. Program kegiatan

penyuluhan dilakukan baik di dalam Rumah Sakit

maupun diluar Rumah Sakit merupakan suatu proses

yang kompleks untuk memberikan pelayanan yang

prima dan di perlukan berbagai disiplin ilmu teknologi

yang mutakhir.

Pelayanan Rehabilitasi Medik di RS. DR. Tajuddin

Chalik Makassar akan mengarah menjadi pusat

Rehabilitasi Medik di Kawasan Indonesia Bagian Timur.

Bentuk -bentuk pelayanan Rehabilitasi Medik dan

pelayanan cosmetic antara lain :

1. Pembuatan Kaki Palsu

2. Bedah Kosmetiok / Plastik

Rancangan pelaksanaan RS. DR. Tajuddin Chalik Pusat

Rehabilitasi Medik diperkirakan tahun 2001

KEGIATANNYA :

1. Protesa, Fisioterapi, Okupasi Kerja dan Kegiatan

Page 57: Warta Yanmed XXI

ragam

55Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Penerapan Standar dan Pedoman Asuhan Kebidanan di RS Ponek diProv. Kalimantan Timur dan Jawa TimurSelf Assessment, Peningkatan Kemampuan & Pembuatan Komitmen

Kondisi pelayanan kesehatan di Indonesia

saat ini sangat memprihatinkan, terbukti

dengan banyaknya keluhan masyarakat

yang terpampang hampir setiap hari di

media masa elektronik maupun cetak.

Kondisi ini mengindikasikan bahwa betapa parah dan

rendahnya kualitas pelayanan di fasilitas kesehatan di

Indonesia dimanapun tempatnya. Meskipun pemerintah

dalam hal ini Kementerian Kesehatan, organisasi

profesi dan beberapa pihak terkait telah berupaya

memperbaiki sistem pelayanan untuk meningkatkan

kualitas pelayanan dan memperbanyak program yang

sinergis yang bertujuan sama. Tetapi upaya ini tidak akan

berhasil bila tidak diikuti dengan komitmen yang tinggi

dari para pelaku pelayanan untuk menjalankan sistem

dan upaya-upaya/program tersebut. Akibat ketidak

berhasilan dari upaya/program yang dirasakan oleh

masyarakat, sehingga menimbulan ketidak puasan.

Dampak kualitas pelayanan kesehatan tercermin

pada indikator derajat kesehatan, yang salah satunya

adalah angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian

bayi (AKB). AKI yang menurut SKRT 1995 adalah 373

per 100. 000 kelahiran hidup, mengalami penurunan

yang sangat lambat, yaitu 307 per 100. 000 kelahiran

hidup (SDKI 2002/2003). Angka ini 3 – 6 kali lebih

besar dari negara di wilayah ASEAN dan lebih dari

50 kali dari angka di negara maju. Sedangkan AKB di

Indonesia, berdasarkan SDKI 1997 adalah 52 per 1000

kelahiran hidup, menjadi 35 per 1000 kelahiran hidup

(SDKI 2002/2003). Dibanding negara ASEAN lainnya,

AKB Indonesia masih 2 – 5 kali lebih tinggi.

Angka diatas menunjukkan bahwa kualitas kesehatan

dalam hal ini pelayanan kebidanan di Indonesia sangat

jauh ketinggalan dibandingkan dengan negara-

negara ASEAN yang lain. Pelayanan kebidanan yang

berkualitas ditentukan oleh beberapa faktor antara

lain, faktor input dan proses dari pelayanan itu sendiri.

Faktor input dari pelayanan di antaranya meliputi

kebijakan, tenaga yang melayani, sarana dan prasarana,

standar asuhan kebidanan, standar/pedoman lain

Page 58: Warta Yanmed XXI

ragam

56 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

yang tersedia serta metode

yang disepakati, serta UU otonomi

daerah yang merubah pola

system kebijakan yang otomatis

akan berpengaruh pada proses

pelayanan kesehatan.

Faktor proses adalah suatu

kinerja dalam mendayagunakan

input yang ada, dalam interaksi

antara bidan dan pasien, meliputi

penampilan kinerja sesuai

dengan standar, hubungan

inpuT1. SDM2. Fasilitas & Sarana

Prasarana3. Kebijakan4. Standar Asuhan

Kebidanan5. Standar yang

tersedia (SOP)6. Pedoman

Manajemen Asuhan Kebidanan

pROSeS1. Sosialisasi,

Pembuatan Komitmen, & Self Assessment

2. Standardisasi3. Bimtek4. Evaluasi

u m p A n - B A l i K

OuTpuTAsuhan kebidanan terstandar

Pencatatan asuhan kebidanan terstandar

dAmpAKIbu & bayi aman, •sehat, dengan trauma seminimal mungkinKepuasan•Angka kesakitan •menurun Angka kematian •menurun

interpersonal dan penerapan

etika dan kode etik kebidanan.

Dalam mempertahankan kualitas

pelayanan kebidanan yang

terstandar perlu adanya proses

bimbingan, monitoring, evaluasi

dan penghargaan bagi bidan

sebagai tenaga kesehatan dalam

pelayanan kebidanan, sehingga

dapat menghasilkan Output ibu

dan bayi yang aman, sehat, dengan

trauma seminimal mungkin.

Dampak dari output tersebut akan

menciptakan kepuasan pelanggan,

dan menurunkan angka kesakitan

dan angka kematian ibu dan bayi.

Bila digambarkan dalam bagan

penerapan standar dan pedoman

manajemen asuhan kebidanan

adalah sebagai berikut :

Dari sistem diatas ternyata masih

menunjukan adanya permasalahan

dari setiap tahap. Masalah pada

sistem tersebut bila dilihat dari

salah satu pelaku pelayanan

kebidanan adalah bidan. Maka

input terutama SDM, antara jumlah

dan distribusi secara nasional

belum mencukupi dan belum

merata, di RS, Puskesmas, Klinik,

Rumah Bersalin, dan Desa. Kualitas

pendidikannya hanya sebagian

kecil bidan yang sudah DIII, dan

kurang mendapat kesempatan

peningkatan kemampuan teknis

melalui pelatihan.

Hasil penelitian Pusdiknakes

dengan WHO (1999) menunjukan;

bahwa bidan tidak percaya

diri dalam melakukan asuhan

kebidanan karena tidak terampil,

hal ini merupakan dampak dari

kesempatan praktek yang kurang

selama pendidikan, 80 % bidan

tidak pernah mengikuti pelatihan

dalam 5 tahun terakhir.

Dari hasil penelitian Direktorat

Keperawatan dan Keteknisian Medik

dengan WHO (2000) menunjukan;

bahwa 70,9% tenaga bidan tidak

pernah mendapat training dalam 3

tahun terakhir. Hasil kunjungan dari

Subdit kebidanan dan perinatal

Direktorat keperawatan ke Rumah

Sakit dan Puskesmas di 5 Provinsi

(2004), ditemukan bahwa semua

rumah sakit dan puskesmas belum

menerapkan Standar dan Pedoman

Asuhan kebidanan, kondisi tersebut

Page 59: Warta Yanmed XXI

ragam

57Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

diatas sangat signifikan berdampak

pada kualitas pelayanan.

Tujuan Kegiatan Penerapan

standar dan pedoman asuhan

kebidanan adalah adanya komitmen

untuk meningkatkan kualitas

asuhan kebidanan dalam upaya

menurunkan angka kematian ibu

dan bayi. Serta Tujuan Khususnya

adalah adanya persamaan persepsi

terhadap Standar dan Pedoman

Asuhan Kebidanan; adanya

kesepakatan atau komitmen

untuk menerapkan Standar dan

Pedoman Asuhan Kebidanan; dan

adanya rencana tindak lanjut dalam

Penerapan Standar dan Pedoman

Asuhan Kebidanan. Kegiatan ini

telah dilaksanakan di Provinsi

Kalimantan Timur (RS A. Wahab

Syahrani Samarinda) pada tanggal,

08 - 13 Maret 2010 dan Provinsi

Jawa Timur (RS Syaiful Anwar

Malang) pada tanggal, 22 - 27

Maret 2010.

MASA pertumbuhan anak memang sangat menentukan bagi perkembangan kecerdasannya kelak saat remaja. Karena itu, sebaiknya, orangtua rajin membacakan buku cerita atau mengajarkan menggambar sejak dini.

Menurut ahli pendidikan tersohor asal AS, Glenn Doman dalam bukunya How to Teach Your Baby to Read mengatakan bahwa otak anak yang separuhnya sudah dilakukan pembedahan. Hemispherectomy (membuang separuh fisik otaknya) maka masih punya kemampuan berpikir dengan otaknya yang utuh.

“Ternyata anak yang cedera otak pun dapat membaca dengan baik pada usia tiga tahun atau lebih muda lagi,” ucap Glenn.

Selain itu, beberapa ahli mengatakan bahwa perkembangan kecerdasan anak balita 0 ? 4 tahun mencapai 50 persen, 4 ? 8 tahun mencapai 80 persen dan 8 ? 18 tahun mencapai 100 persen. Hal ini terlihat seorang anak mampu menghafal beberapa kata atau syair lagu.

“Dari hal tersebut, kita harus percaya bahwa anak-anak memiliki kemampuan belajar yang tak tertandingi, termasuk membaca,” tutur pengamat anak dan praktisi sistem pengajaran Glenn Doman, Irene F Mongkar.

Ditambahkan Irene bahwa membaca bukan sekadar bisa mengucapkan apa yang dibaca, tetapi juga perlu

Masa Pertumbuhan Anak, Ajarkan Membaca sejak Dini

diperhatikan apakah anak mengerti apa yang dibaca. Membaca merupakan salah satu fungsi tertinggi otak manusia. Selain itu, membaca merupakan salah satu fungsi paling penting dalam hidup dan dapat dikatakan bahwa semua proses belajar didasarkan pada k e m a m p u a n membaca.

“Semakin muda usia anak ketika dia belajar membaca, semakin mudah untuk lancar membaca,” ucap pemerhati anak yang mengikuti kursus How to Multiply Your Baby?s Intelligence di Institute for the Achievement of Human Potential, di Philadeldia, AS, yang didirikan Glenn Doman.

Irene menuturkan, anak-anak dapat menirukan kata di saat usia mereka 1 tahun, dapat membaca kalimat di usia 2 tahun dan dapat membaca buku di usia 3 tahun. Dan untuk orangtua dapat melihat bukti bahwa anak-anak dapat membaca terlihat dari si anak bisa mengenal besar kecil. Dan juga bisa membedakan papa dan oom, mama dan tante, sampai pada menghafal iklan. “Jadi tidak perlu ditanya ‘Dapatkah anak kecil membaca?’ tetapi yang perlu ditanya adalah ‘Bacaan apa yang

kita inginkan dibaca anak’,” tandasnya saat menjadi pembicara seminar Smart Parents Conference yang diadakan

Frisian Flag. Mengajar membaca mudah

dan sederhana, namun sayangnya orangtua sering mengabaikan. Mutlak bagi anak-anak untuk melakukan kegiatan belajar, bermain, atau bisa juga bermain sambil belajar. Jika diibaratkan, orangtua adalah pembuat

keramik sedangkan anak-anak adalah tanah liatnya.

Jadi yang tidak boleh dilakukan adalah membuat anak

belajar membaca maju terlalu cepat, terlalu lambat, atau terlalu sering memberi tes. “Lebih baik menunda, jika suasana tidak menunjang anak untuk belajar. Bergembiralah dan ciptakan cara baru,” tuturnya.

Dan yang juga patut menjadi perhatian dalam mengajarkan anak-anak membaca adalah dengan menggunakan kata-kata cukup besar, jelas, dan menarik, dibacakan dengan kuat dan jelas dan lakukan dengan suasana gembira. Namun,Irene mengingatkan, “Tunda mengajar huruf sampai anak siap belajar menulis,” ujarnya. Pada saat mengajarkan anak membaca, usahakan setiap kata dibaca maksimal antara 15 ? 25 kali.

(berbagai sumber)

Info

Page 60: Warta Yanmed XXI

resensibuku

58 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010

Berdasarkan SKRT tahun 2001, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) merupakan penyebab utama kematian neonatal yaitu sebesar 29 % sementara angka kejadian BBLR di Indonesia masih relatif tinggi sekitar 14

%. Perawatan BBLR/premature menjadi sulit karena terbatasnya alat, biaya yang tinggi dan tenaga terampil yang mampu mengoperasionalkan alat dan melakukan perawatan secara benar. Oleh karena itu diperlukan cara alternative dengan teknologi tepat guna yaitu Perawatan Metode Kanguru. Hal ini menjadi perhatian para klinisi dan Kementerian Kesehatan untuk menyusun pedoman pelayanan agar dapat dipakai sebagai acuan dalam mengembangkan dan meningkatkan Perawatan Metode Kanguru didalam dan diluar Rumah Sakit.

Buku ini terdiri dari 9 bab dengan daftar isi antara lain tentang Pendahuluan; Pengertian Pelayanan Perawatan Metode Kanguru; Pengorganisasian; Pelayanan Perawatan Metode Kanguru; Keselamatan Pasien (Patient Safety); Sarana, Obat-obatan dan Peralatan; Pembiayaan; Pengembangan Layanan; Pembinaan dan Pengawasan.

Pedoman Pelayanan Kesehatan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) DenganPerawatan Metode Kanguru di Rumah Sakit dan Jejaringnya

Pemrakarsa : Direktorat Bina Pelayanan Medik SpesialistikTebal : 42 HalamanTerbit Tahun : 2009

Page 61: Warta Yanmed XXI

59Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XX Tahun 2010

lensayanmed

Rumah Sakit Bergerak Semakin Dibutuhkan

Kompleksitas masalah akses pelayanan kesehatan semakin rumit, ketika masyarakat di Daerah Tertinggal,

Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK) dihadapkan pada sulitnya mendapatkan fasilitas kesehatan. Menjawab hal tersebut, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan telah mendirikan 14 Rumah Sakit Bergerak, tersebar diberbagai provinsi NAD, Kepulauan Riau, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Bengkulu Utara, Kalimantan Timur, NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.

Pendirian Rumah Sakit Bergerak sebagai fasilitas kesehatan yang siap guna, bersifat sementara, dalam jangka waktu tertentu dapat dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain, dan kegiatan upaya kesehatan perorangan yang dilaksanakan selama 24 jam melalui pelayanan rawat inap, rawat jalan, gawat darurat/pelayanan darurat.

Rumah Sakit Bergerak ini sebagai bentuk perhatian khusus bagi masyarakat dan sedikitnya dapat mengurangi masalah-masalah kesehatan di DTPK, sehingga tercipta masyarakat mandiri yang sehat dan berkeadilan, seperti yang diamanatkan dalam Visi Pembangunan Kesehatan di dalam perencanaan strategis tahun 2010 -2014.

Rumah Sakit Bergerak Lingga Kepulauan Riau

Beberapa fasilitas Rumah Sakit Bergerak

Page 62: Warta Yanmed XXI

60 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XX Tahun 2010

lensayanmed

Rumah Sakit Bergerak Langap Kabupaten Malinau Kalimantan Timur

Rumah Sakit Lapangan Enggano