40323047-lp-sle
TRANSCRIPT
LAPORAN PEDAHULUAN
SYSTEMIC LUPUS ERITEMATOSUS (SLE)
A. Definisi
Sistemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit auto imun
yang kronik dan menyerang berbagai system dalam tubuh. Tanda dan gejala
penyakit ini dapat bermacam-macam, dapat bersifat sementara, dan sulit
untuk didiagnosis. Karena itu angka yang pasti tentang jumlah orang yang
terserang oleh penyakit ini sulit untuk diperoleh. (Price A. Sylvia, 2006)
Lupus Eritematos Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang
melibatkan berbagai organ dengan manifestasi klinis bervariasi dari yang
ringan sampai berat. Pada keadaan awal, sering sekali sukar dikenal sebagai
LES, karena manifestasinya sering tidak terjadi bersamaan. (Mansjoer Arif,
2001)
Sistemik lupus erythematosus adalah suatu penyakit kulit menahun yang
ditandai dengan peradangan dan pembetukan jaringan parut yang terjadi
pada wajah, telinga, kulit kepala dan kandung pada bagian tubuh lainnya.
(www.medicastrore.com)
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Systemic Lupus
Eritematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun yang menyerang berbagai
system tubuh dengan manifestasi klinis yang bervarisi.
B. Etiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi
antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya
terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal).
Sampai saat ini penyebab SLE belum diketahui. Diduga faktor genetik, infeksi dan
lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE. Sistem imun tubuh kehilangan
kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan reaksi
imunologi ini akan menghasilkan antibodi secara terus menerus. Antibody ini juga berperan
dalam pembentukan kompleks imun sehingga mencetuskan penyakit inflamasi imun sistemik
dengan kerusakkan multiorgan.
Dalam keadaan normal, sistem kekebalan berfungsi mengendalikan pertahanan tubuh
dalam melawan infeksi. Pada lupus dan penyakit autoimun lainnya, sistem pertahanan tubuh ini
berbalik melawan tubuh, dimana antibodi yang dihasilkan menyerang sel tubuhnya sendiri.
Antibodi ini menyerang sel darah, organ dan jaringan tubuh, sehingga terjadi penyakit menahun.
Mekanisme maupun penyebab dari penyakit autoimun ini belum sepenuhnya dimengerti
tetapi diduga melibatkan faktor lingkungan dan keturunan. Beberapa faktor lingkungan yang
dapat memicu timbulnya lupus:
• Infeksi
• Antibiotik (terutama golongan sulfa dan penisilin)
• Sinar ultraviolet
• Stres yang berlebihan
• Obat-obatan tertentu
• Hormon.
Lupus seringkali disebut sebagai penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh pria.
Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita, meskipun 10-15 kali lebih
sering ditemukan pada wanita.
Faktor hormonal mungkin bisa menjelaskan mengapa lupus lebih sering menyerang
wanita. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi dan/atau selama
kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon (terutama estrogen) mungkin berperan dalam
timbulnya penyakit ini. Meskipun demikian, penyebab yang pasti dari lebih tingginya angka
kejadian pada wanita dan pada masa pra-menstruasi, masih belum diketahui.
Faktor Resiko terjadinya SLE
1. Faktor Genetik
Jenis kelamin, frekuensi pada wanita dewasa 8 kali lebih sering daripada pria dewasa
Umur, biasanya lebih sering terjadi pada usia 20-40 tahun
Etnik, Faktor keturunan, dengan Frekuensi 20 kali lebih sering dalam keluarga yang terdapat
anggota dengan penyakit tersebut
2. Faktor Resiko Hormon
Hormon estrogen menambah resiko SLE, sedangkan androgen mengurangi resiko ini.
3. Sinar UV
Sinar Ultra violet mengurangi supresi imun sehingga terapi menjadi kurang efektif, sehingga
SLE kambuh atau bertambah berat. Ini disebabkan sel kulit mengeluarkan sitokin dan
prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di tempat tersebut maupun secara sistemik melalui
peredaran pebuluh darah
4. Imunitas
Pada pasien SLE, terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi terhadap sel T
5. Obat
Obat tertentu dalam presentase kecil sekali pada pasien tertentu dan diminum dalam jangka
waktu tertentu dapat mencetuskan lupus obat (Drug Induced Lupus Erythematosus atau DILE).
Jenis obat yang dapat menyebabkan Lupus Obat adalah :
a) Obat yang pasti menyebabkan Lupus obat : Kloropromazin, metildopa, hidralasin,
prokainamid, dan isoniazid
b) Obat yang mungkin menyebabkan Lupus obat : dilantin, penisilamin, dan kuinidin
c) Hubungannya belum jelas : garam emas, beberapa jenis antibiotic dan griseofurvin
6. Infeksi
Pasien SLE cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-kadang penyakit ini kambuh
setelah infeksi
7. Stres
Stres berat dapat mencetuskan SLE pada pasien yang sudah memiliki kecendrungan akan
penyakit ini.
A. Patosisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,
hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi
selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar
termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid,
klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan
seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa
kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat
fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks
imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang
selanjutnya merangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang
kembali. (Smeltzer and Suzane, 2001)
B. Manifestasi Klinis
• Otot dan kerangka tubuh
Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan menderita artritis.
Persendian yang sering terkena adalah persendian pada jari tangan, tangan, pergelangan tangan
dan lutut. Kematian jaringan pada tulang panggul dan bahu sering merupakan penyebab dari
nyeri di daerah tersebut.
• Kulit
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan pangkal hidung. Ruam
ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena sinar matahari. Ruam yang lebih tersebar
bisa timbul di bagian tubuh lain yang terpapar oleh sinar matahari.
• Ginjal
Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di dalam sel-sel ginjal,
tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus (peradangan ginjal yang menetap). Pada
akhirnya bisa terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu menjalani dialisa atau
pencangkokkan ginjal.
• Sistem saraf
Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering ditemukan adalah
disfungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan bisa terjadi pada bagian manapun dari
otak, korda spinalis maupun sistem saraf. Kejang, psikosa, sindroma otak organik dan sakit
kepala merupakan beberapa kelainan sistem saraf yang bisa terjadi.
• Darah
Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa terbentuk bekuan darah di
dalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke dan emboli paru. Jumlah trombosit
berkurang dan tubuh membentuk antibodi yang melawan faktor pembekuan darah, yang bisa
menyebabkan perdarahan yang berarti. Seringkali terjadi anemia akibat penyakit menahun.
• Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis, endokarditis maupun
miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat dari keadaan tersebut.
• Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura (penimbunan cairan
antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari keadaan tersebut sering timbul nyeri dada dan
sesak nafas.
A. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dapat memberikan (1) penegakkan atau menyingkirkan suatu
diagnosis; (2) untuk mengikuti perkembangan penyakit, terutama untuk menandai terjadinya suatu
serangan atau sedang berkembang pada suatu organ; (3) untuk mengidentifikasi efek samping dari
suatu pengobatan.
1. Pemeriksaan Autoantibodi
AntibodyPreval
ensi %
Antigen
yang
Dikenali
Clinical Utility
Antinuclear
antibodies
(ANA)
98 Multiple
nuclear
Pemeriksaan skrining terbaik; hasil
negative berulang menyingkirkan SLE
Anti-dsDNA 70 DNA (double-
stranded)
Jumlah yang tinggi spesifik untuk SLE
dan pada beberapa pasien berhubungan
dengan aktivitas penyakit, nephritis, dan
vasculitis.
Anti-Sm 25 Kompleks
protein pada 6
jenis U1 RNA
Spesifik untuk SLE; tidak ada korelasi
klinis; kebanyakan pasien juga memiliki
RNP; umum pada African American dan
Asia dibanding Kaukasia.
Anti-RNP 40 Kompleks
protein pada
U1 RNAγ
Tidak spesifik untuk SLE; jumlah besar
berkaitan dengan gejala yang overlap
dengan gejala rematik termasuk SLE.
Anti-Ro (SS-
A)
30 Kompleks
Protein pada
hY RNA,
terutama 60
kDa dan 52
kDa
Tidak spesifik SLE; berkaitan dengan
sindrom Sicca, subcutaneous lupus
subakut, dan lupus neonatus disertai
blok jantung congenital; berkaitan
dengan penurunan resiko nephritis.
Anti-La (SS-
B)
10 47-kDa
protein pada
hY RNA
Biasanya terkait dengan anti-Ro;
berkaitan dengan menurunnya resiko
nephritis
Antihistone 70 Histones
terkait dengan
DNA (pada
nucleosome,
Lebih sering pada lupus akibat obat
daripada SLE.
chromatin)
Antiphosphol
ipid
50 Phospholipids,
β2
glycoprotein 1
cofactor,
prothrombin
Tiga tes tersedia –ELISA untuk cardiolipin
dan β2G1, sensitive prothrombin time
(DRVVT); merupakan predisposisi
pembekuan, kematian janin, dan
trombositopenia.
Antierythroc
yte
60 Membran
eritrosit
Diukur sebagai tes Coombs’ langsung;
terbentuk pada hemolysis.
Antiplatelet 30 Permukaan
dan
perubahan
antigen
sitoplasmik
pada platelet.
Terkait dengan trombositopenia namun
sensitivitas dan spesifitas kurang baik;
secara klinis tidak terlalu berarti untuk
SLE
Antineuronal
(termasuk
anti-
glutamate
receptor)
60 Neuronal dan
permukaan
antigen
limfosit
Pada beberapa hasil positif terkait
dengan lupus CNS aktif.
Antiribosoma
l P
20 Protein pada
ribosome
Pada beberapa hasil positif terkait
dengan depresi atau psikosis akibat
lupus CNS
Catatan: CNS = central nervous system, CSF= cerebrospinal fluid, DRVVT = dilute Russell viper venom time, ELISA= enzyme-linked immunosorbent assay.
Secara diagnostic, antibody yang paling penting untuk dideteksi adalah ANA karena
pemeriksaan ini positif pada 95% pasien, biasanya pada onset gejala. Pada beberapa pasien ANA
berkembang dalam 1 tahun setelah onset gejala; sehingga pemeriksaan berulang sangat berguna.
Lupus dengan ANA negative dapat terjadi namun keadaan ini sangat jarang pada orang dewasa
dan biasanya terkait dengan kemunculan dari autoantibody lainnya (anti-Ro atau anti-DNA).
Tidak ada pemeriksaan berstandar internasional untuk ANA; variabilitas antara pemeriksaan
yang berbeda antara laboratorium sangat tinggi.
Jumlah IgG yang besar pada dsDNA (bukan single-strand DNA) spesifik untuk SLE.
ELISA dan reaksi immunofluorosensi pada sel dengan dsDNA pada flagel Crithidia luciliae
memiliki sekitar 60% sensitivitas untuk SLE; identifikasi dari aviditas tinggi untuk anti-dsDNA
pada emeriksaan Farr tidak sensitive namun terhubung lebih baik dengan nephritis
2. Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan adanya penyakit SLE
a) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat pada
hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga juga bisa ditemukan pada penyakit
lain. Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan
untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua antibodi ini hampir
spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita lupus memiliki antibodi ini.
Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan dalam sistem
kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk
memperkirakan aktivitas dan lamanya penyakit.
b) Ruam kulit atau lesi yang khas
c) Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis
d) Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya gesekan pleura atau
jantung
e) Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein
f) Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah
g) Biopsi ginjal
h) Pemeriksaan saraf.
A. Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan, Pasien SLE dibagi menjadi:
1. Kelompok Ringan
Gejala : Panas, artritis, perikarditis ringan, efusi pleura/perikard ringan, kelelahan, dan sakit
kepala
Penatalaksanaan untuk SLE derajat Ringan;
a) Penyakit yang ringan (ruam, sakit kepala, demam, artritis, pleuritis, perikarditis) hanya
memerlukan sedikit pengobatan.
b) Untuk mengatasi artritis dan pleurisi diberikan obat anti peradangan non-steroid
c) Untuk mengatasi ruam kulit digunakan krim kortikosteroid.
d) Untuk gejala kulit dan artritis kadang digunakan obat anti malaria (hydroxycloroquine)
e) Bila gagal, dapat ditambah prednison 2,5-5 mg/hari.
f) Dosis dapat diberikan secara bertahap tiap 1-2 minggu sesuai kebutuhan
g) Jika penderita sangat sensitif terhadap sinar matahari, sebaiknya pada saat bepergian
menggunakan tabir surya, pakaian panjang ataupun kacamata
2. Kelompok Berat
Gejala : efusi pleura perikard masif, penyakit ginjal, anemia hemolitik, trombositopenia, lupus
serebral, vaskulitis akut, miokarditis, pneumonitis lupus, dan perdarahan paru.
Penatalaksanaan untuk SLE derajat berat;
a) Penyakit yang berat atau membahayakan jiwa penderitanya (anemia hemolitik, penyakit
jantung atau paru yang meluas, penyakit ginjal, penyakit sistem saraf pusat) perlu
ditangani oleh ahlinya
b) Pemberian steroid sistemik merupakan pilihan pertama dengan dosis sesuai kelainan
organ sasaran yang terkena.
c) Untuk mengendalikan berbagai manifestasi dari penyakit yang berat bisa diberikan obat
penekan sistem kekebalan
d) Beberapa ahli memberikan obat sitotoksik (obat yang menghambat pertumbuhan sel)
pada penderita yang tidak memberikan respon yang baik terhadap kortikosteroid atau
yang tergantung kepada kortikosteroid dosis tinggi.
3. Penatalaksanaan Umum :
a) Kelelahan bisa karena sakitnya atau penyakit lain, seperti anemi, demam infeksi,
gangguan hormonal, komplikasi pengobatan, atau stres emosional. Upaya mengurangi
kelelahan disamping obat ialah cukup istirahat, pembatasan aktivitas yang berlebih, dan
mampu mengubah gaya hidup
b) Hindari Merokok
c) Hindari perubahan cuaca karena mempengaruhi proses inflamasi
d) Hindari stres dan trauma fisik
e) Diet sesuai kelainan, misalnya hyperkolestrolemia
f) Hindari pajanan sinar matahari, khususnya UV pada pukul 10.00 sampai 15.00
g) Hindari pemakaian kontrasespsi atau obat lain yang mengandung hormon estrogen
4. Pengobatan Pada Keadaan Khusus
a) Anemia Hemolitik
Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari), dapat ditingkatkan sampai 100-200
mg/hari bila dalam beberapa hari sampai 1 minggu belum ada perbaikan
b) Trombositopenia autoimun
Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari). Bila tidak ada respon dalam 4 minggu,
ditambahkan imunoglobulin intravena (IVIg) dengan dosis 0,4 mg/kg BB/hari selama 5
hari berturut-turut
c) Perikarditis Ringan
Obat antiinflamasi non steroid atau anti malaria. Bila tidak efektif dapat diberikan
prednison 20-40 mg/hari
d) Perkarditis Berat
Diberikan prednison 1 mg/kg BB/hari
e) Miokarditis
Prednison 1 mg/kg BB/hari dan bila tidak efektif dapat dapat dikombinasikan dengan
siklofosfamid
f) Efusi Pleura
Prednison 15-40 mg/hari. Bila efusi masif, dilakukan pungsi pleura/drainase
g) Lupus Pneunomitis
Prednison 1-1,5 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu
h) Lupus serebral
Metilprednison 2 mg/kg BB/hari untuk 3-5 hari, bila berhasil dilanjutkan dengan
pemberian oral 5-7 hari lalu diturunkan perlahan. Dapat diberikan metilprednison pulse
dosis selama 3 hari berturut-turut
A. Nursing Care Plan
DIAGNOSA
KEPERAWATA
N
TUJUAN INTERVENSI
Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi dan kerusakan jaringan
1. Melaporkan adanya penurunan tingkat nyeri
2. Melakukan aktivitas sehari-hari tanpa merasa
1. Kaji lokasi dan tingkat nyeri klien untuk menentukan rencana tindakan yang tepat
2. Berikan analgesic sesuai indikasi dan pantau efek obat
3. Gunakan intervensi untuk menurunkan nyeri non parmakologi seperti tekhnik relaksasi napas dalam
nyeri
Kelemahan berhubungan dengan proses penyakit
1. Mampu melaksanakan aktivitas utama
2. Mengungkapkan adanya peningkatan energi
1. Kaji tingkat energy klien untuk merencanakan kegiatan harian klien
2. Bantu klien dalam melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari
3. Jelaskan tentang pentingnya pengalihan energy yang digunakan untuk meminimalkan jumlah energy yang dikelauarkan saat beraktivitas
4. Libatkan keluarga dalam menyusun rencana kegiatan untuk meningkatkan kesadaran pasien terhadap dukungan dan pengertian keluarga terhadap penyakit pasien
5. Ajarkan pasien teknik meditasi seperti yoga untuk menurunkan tingkat stress
6. Dorong pasien untuk istirahat teratur dan sesuai kebutuhan.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan fisik
1. Meningkatkan perhatian dan partisipasi dalam perawatan diri
2. Mengungkapkan pernyataan positif tentang diri
1. Diskusikan dengan pasien harapan yang realistis tentang perubahan fisik untuk membantu pasien membuat rencana dalam memaksimalkan potensi fisik dan meminimalkan masalah yang mungkin muncul
2. Dorong pasien untuk meningkatkan minat terhadap kebersihan dan ajarka cara penggunaan kosmetik secara kreatif karena aktivitas ini dapat memperbaiki citra tubuh dan rasa percaya diri pasien
3. Dorong pasien untuk mendiskusikan perasaan dan hal positif pada diri pasien untuk menurunkan rasa isolasi dan gangguan citra tubuh
Kerusakan 1. Membatasi 1. Kaji dan monitor lokasi dan
integritas kulit berhubungan sensitivitas cahaya, ruam kulit, dan alopecia
paparan langsung sinar matahari
2. Tidak membuka luka kulit
3. Strategi untuk melindungi dari alopecia
kemajuan dari ruam untuk merencakan tindakan yang sesuai
2. Berikan terapi medikasi sesuai indikasi untuk mengontrol maifestasi kulit
3. Pertahankan kulit bersih dan kering untuk mencegah infeksi sekunder
4. Diskusikan kebutuhan untuk membatasi paparan sinar matahari langsung dan gunakan krim atau pakaian pelindung dari cahaya matahari langsung saat berada di luar ruangan
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan kelelahan
1. Mengungkapkan kepuasan akan pola aktivitas
2. Mengukur tingkat toleransi terhadap aktivitas
1. Monitor tanda-tanda vital saat ambulasi karena peningkatan nadi dan pernafasan mengindikasikan kebutuhan pasien untuk istirahat
2. Ukur tingkat aktivitas dan berikan waktu istirahat diantara aktivitas
3. Dorong pasien untuk mengkaji jadwal kegiatan untuk meningkatkan rasa control dan kerjasama dalam menentukan rencana kegiatan
4. Berikan istirahat bedrest menjelang eksaserbasi untuk mengumpulkan energy pada saat aktivitas
5. Berikan latihan ROM setiap 4 jam untuk mencegah kontraktur otot
6. Dorong pasien untuk mengguakan alat bantu untuk menghemat energy.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anorexia,
1. Mempertahankan berat badan normal
2. Mempertahankan jumlah dan
1. Kaji makanan yang disukai pasien da masukan kedalam rencana makan pasien apabila memungkinkan untuk mempertahan intake yang adekuat
2. Tawarkan makan sedikit tapi
kelemahan, dan efek medikasi
kualitas asupan makanan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
sering 3. Berikan perawatan oral hygiene
sebelum dan setelah makan untuk meningkatkan kenyamanan dan mencegah terjadinya perlukaan pada oral
4. Pantau hasil laboratorium seperti Hb, elektrolit, dan kadar protein karena nilai yang rendah dapat mengindikasikan intake yang tidak adekuat
5. Anjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit pasien untuk meningkatkan asupan makanan dan sebagai wujud perhatian dan kasih sayang terhadap pasien
REFERENSI
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa Agung Waluyo. Jakarta : EGC
Price, Anderson, Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Alih bahasa brahm. Jakarta : EGC
Lewis, Sharon Mantik. 2000. Medical Surgical Nursing 5th Edition 2nd Volume. United States of America : Mosby, Inc.
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
www.medicastore.com