2013-1-14201-841409014-bab4-30072013120936
TRANSCRIPT
-
8/17/2019 2013-1-14201-841409014-bab4-30072013120936
1/19
47
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe
Merupakan Rumah Sakit Umum (RSU) terbesar yang ada di Wilayah Provinsi
Gorontalo dengan tipe B yang terletak di jalan Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe
Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo. Rumah Sakit ini
juga merupakan salah satu Rumah Sakit alternatif dan rujukan utama untuk
berobat bagi masyarakat di Provinsi Gorontalo serta sebagian masyarakat dari luar
Provinsi Gorontalo, seperti masyarakat dari Provinsi Sulawesi Tengah (Kab. Buol
dan Kab. Parigi Moutong) dan masyarakat Provinsi Sulawesi Utara (Kab. Bolaang
Mongondow Utara). Dimana daerah-daerah tersebut berbatasan langsung dengan
wilayah Provinsi Gorontalo.
Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 16 Mei sampai dengan 31 Mei di
Ruang Perawatan Bedah RSUD. Prof. Dr. Hi. Aloe Saboe Kota Gorontalo. Hasil
penelitian ini diperoleh dari pembagian kuisioner kepada responden.
4.2.
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pengumpulan data yang telah dilakukan oleh peneliti,
di dapatkan secara accidental jumlah responden yang di rencanakan untuk operasi
yakni sebanyak 51 responden. Namun, dari 51 responden ditentukan secara
purposive dengan melihat kriteria, terdapat 7 responden yang telah memenuhi
kriteria inklusi yaitu pasien telah direncanakan operasi dan bersedia menjadi
-
8/17/2019 2013-1-14201-841409014-bab4-30072013120936
2/19
48
responden tetapi dalam kondisi yang lemah ditempat tidur. Sehingga responden
yang memenuhi kriteria inklusi yang di berikan kuesioner yaitu sebanyak 44
responden. Hasilnya disajikan melalui analisa univariat dan bivariat dengan
menggunakan program SPSS.
4.2.1. Hasil Analisa Univariat
Analisis univariat atau analisis deskriptif dilakukan untuk
mendskripsikan dan melihat distribusi dari umur, jenis kelamin, pendidikan, ,
pendapatan (status ekonomi), diagnosa penyakit, dan pengalaman operasi
sebelumnya. Analis data univariat dilakukan dengan menggunakan bantuan
program SPSS dan disajikan dalam bentuk tabel.
4.2.1.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin,
Pendidikan, dan Pendapatan (Status Ekonomi)
Umur responden menurut Depkes RI (2009) dibagi menjadi kelompok
remaja yang terdiri 12-25 tahun, dewasa terdiri dari umur 26-45 tahun dan lansia
yaitu umur dari 46-65 tahun yang terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan
tingkat pendidikan responden yaitu SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi serta
dengan pendapatan responden baik pendapatan rendah maupun tinggi yang di
kategorikan berdasarkan standar UMR Provinsi Gorontalo Tahun 2013 yaitu
sebesar Rp. 1.175.000,00. Distribusi respondennya dapat dilihat pada tabel 4.1.
-
8/17/2019 2013-1-14201-841409014-bab4-30072013120936
3/19
49
Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin dan Pendidikan, JaminanKesehatan, dan Pendapatan (Status Ekonomi) di Ruang Perawatan Bedah RSUD
Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Tahun 2013
n = 44
Karakteristik Jumlah %
Umur
1) Remaja : 12-25 Tahun 19 43.2
2) Dewasa : 26-45 Tahun 10 22.2
3) Lansia : 46-65 Tahun 15 34.1
Jenis Kelamin
1) Laki-laki 17 38.6
2) Perempuan 27 61.4
Pendidikan
1)
SD 14 31.8
2) SMP 8 18.2
3) SMA 13 29.5
4) Perguruan Tinggi 9 20.5
Pendapatan1)
Penghasilan Rendah
< Rp. 1.175.000,0016 36.4
2) Penghasilan Tinggi
> atau = Rp. 1.175.000,0028 63.6
Sumber : data primer
Dari hasil analisis tentang distribusi responden berdasarkan umur
terdapat responden yang diteliti berusia 17 – 65 tahun yang terdiri dari remaja,
dewasa dan lansia, dan jumlah responden terbanyak terdapat pada kelumpok umur
remaja yaitu sebanyak 19 orang (43.2 %), sedangkan kelompok umur yang paling
sedikit terdapat pada kelompok umur dewasa yaitu sebanyak 10 orang (22.2 %).
Sementara responden perempuan lebih banyak yaitu 27 orang (61.4 %) daripada
laki-laki sebanyak 17 orang (38.6 %). Sedangkan dalam kategori pendidikan,
dengan jumlah pendidikan SD yang terbanyak yaitu 14 orang (31.8 %), kemudian
-
8/17/2019 2013-1-14201-841409014-bab4-30072013120936
4/19
50
SMA sebanyak 13 orang (29.5 %), Perguruan Tinggi sebanyak 9 orang (20.5 %)
dan yang berpendidikan SMP sebanyak 8 orang (18.2 %). Adapun responden
yang memiliki pendapatan tinggi lebih banyak yaitu 28 orang (63.6 %)
dibandingkan dengan yang memiliki pendapatan rendah yaitu 16 orang (36.4 %).
4.2.1.2. Distribusi Responden Berdasarkan Penyakit
Distribusi penyakit responden yang akan menjalani operasi dapat dilihat
pada tabel 4.2
Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Penyakit di Ruang Perawatan Bedah RSUD
Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Tahun 2013
Penyakit Jumlah %
App ( Appendisitis) 18 40.9
Hernia 5 11.4
DM ( Diabetes Melitus) 6 13.6
Tumor Payudara 4 9.1
Tumor Patella 1 2.3
Faringioma 1 2.3
Luka Tusuk 1 2.3
Benjolan bawah tulang Iga 1 2.3
Benjolan Leher Kanan 1 2.3
Combutio 1 2.3
Fraktur 2 4.5
Vesikolitiasis 1 2.3BPH 1 2.3
Hematuria 1 2.3
Total 44 100
Sumber : data primer
Dari hasil analisis di dapatkan bahwa responden yang paling banyak
direncanakan melakukan operasi dengan penyakit App ( Appendisitis) yaitu 18
orang (40.9 %), sedangkan responden yang paling sedikit direncanakan untuk
-
8/17/2019 2013-1-14201-841409014-bab4-30072013120936
5/19
51
melakukan operasi adalah Tumor Payudara, Tumor Patella, Faringioma, Luka
Tusuk, Benjolan bawah tulang iga, Benjolan Leher Kanan, Combutio,
Vesikolitiasis, BPH dan Hematuria yaitu masing-masing berjumlah 1 orang (2.3
%).
4.2.1.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pengalaman Operasi
Sebelumnya
Distribusi pengalaman responden baik yang pernah maupun belum
pernah melakukan operasi sebelumnya dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3
Distribusi Responden Berdasarkan Pengalaman Operasi Sebelumnya di Ruang
Perawatan Bedah RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Tahun 2013
Pengalaman Operasi Sebelumnya Jumlah %
Pernah 18 40.9
Belum Pernah 26 59.1Total 44 100
Sumber : data primer
Dari hasil analisis responden yang belum pernah melakukan operasi lebih
banyak yaitu 26 orang (59.1 %) daripada yang pernah mempunyai pengalaman
operasi sebanyak 18 orang (40.9 %).
4.2.1.4. Distribusi Responden Berdasarkan Mekanisme Koping
Distribusi responden berdasarkan mekanisme kopingnya dibagi menjadi
dua kategori yaitu koping adaptif dan koping maladaptif dapat dilihat pada tabel
4.4.
-
8/17/2019 2013-1-14201-841409014-bab4-30072013120936
6/19
52
Tabel 4.4
Distribusi Responden Berdasarkan Mekanisme Koping di Ruang PerawatanBedah RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Tahun 2013
Mekanisme Koping Jumlah %
Koping adaptif 27 61.4
Koping maladaptif 17 38.6
Total 44 100
Sumber : data primer
Dari hasil analisis didapatkan jumlah responden dengan koping yang
adaptif adalah 27 orang (61.4 %) dan koping maladaptif sebanyak 17 orang (38.6
%).
4.2.1.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kecemasan
Distribusi responden berdasarkan kecemasan dibagi menjadi lima
kategori yaitu tidak cemas, kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan
berat, dan panik (sangat berat). Namun, dari hasil yang didapatkan tidak terdapat
responden yang tidak cemas dan mengalami kepanikan. Distribusinya dapat
dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5
Distribusi Responden Berdasarkan Kecemasan di Ruang Perawatan Bedah RSUD
Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Tahun 2013
Kecemasan Jumlah %
Kecemasan Ringan 13 29.5
Kecemasan Sedang 13 29.5
Kecemasan Berat 18 40.9
Total 44 100
Sumber : data primer
-
8/17/2019 2013-1-14201-841409014-bab4-30072013120936
7/19
53
Dari hasil analisis didapatkan bahwa responden yang mengalami cemas
ringan sebanyak 13 orang (29.5 %), cemas sedang sebanyak 13 orang (29.5 %)
dan cemas berat sebanyak 18 orang (40.9 %).
4.2.1.6. Distribusi Karakteristik Responden Dengan Kecemasan
Distribusi Karakterisrik responden seperti umur, jenis kelamin,
pendidikan, pendapatan dan pengalaman operasi sebelumnya dengan kecemasan
dapat dilihat pada tabel 4.6 yaitu sebagai berikut.
-
8/17/2019 2013-1-14201-841409014-bab4-30072013120936
8/19
54
Tabel 4.6
Distribusi Karakteristik Responden dengan Kecemasan di Ruang PerawatanBedah RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Tahun 2013
n cemas ringan = 13 (29.5 %) n cemas sedang = 13 (29.5 %)
n cemas berat = 18 (40.9 %)
Karakteristik
Cemas
RinganCemas Sedang
Cemas Berat
n % n % n %Umur
1)
Remaja : 12-25 Tahun 4 21.1 4 21.1 11 57.92) Dewasa : 26-45 Tahun 4 40 2 20 4 40
3) Lansia : 46-65 Tahun 5 33.3 7 46.7 3 20
Jenis Kelamin
1)
Laki-laki 8 47.1 5 29.4 4 23.5
2) Perempuan 5 18.5 8 29.6 14 51.9
Pendidikan
1) SD 2 14.3 5 35.7 7 50
2)
SMP 3 37.5 1 12.5 4 50
3)
SMA 6 46.2 3 23.1 4 30.8
4) Perguruan Tinggi 2 22.2 4 44.4 3 33.3
Pendapatan
1) Penghasilan Rendah
2) < Rp. 1.175.000,003 18.8 8 50 5 31.2
3) Penghasilan Tinggi
4) > atau = Rp.
1.175.000,00
10 35.7 5 17.9 13 46.4
Pengalaman Operasi Sebelumnya
1)
Pernah 10 55.6 7 38.9 1 5.62) Belum Pernah 3 11.5 6 23.1 17 65.4
Sumber : data primer
Keterangan : n = jumlah
Dari hasil analisis didapatkan bahwa responden yang paling banyak
menunjukkan kecemasan terdapat pada kelompok remaja dengan tingkat
-
8/17/2019 2013-1-14201-841409014-bab4-30072013120936
9/19
55
kecemasan berat yaitu 11 orang (57.9 %), berdasarkan jenis kelamin perempuan
paling banyak mengalami kecemasan berat yaitu 14 orang (51.9 %), dengan
tingkat pendidikan SD yaitu sebanyak 7 orang (50 %) dan SMP sebanyak 4 orang
(50 %). Sementara berdasarkan pendapatan responden yang paling banyak cemas
berat terdapat pada responden yang memiliki pendapatan tinggi adalah 13 orang
(46.4 %), dengan belum pernah memiliki pengalaman operasi sebelumnya
sebanyak 17 orang (65.4 %).
4.2.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat ada tidaknya hubungan
mekanisme koping dengan kecemasan pada pasien pre operasi di ruang bedah
RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Analisis data secara statistik
yaitu melalui uji pearson chi-square dengan nilai p value = 0.05.
4.2.2.1. Hubungan Mekanisme Koping dengan Kecemasan pada Pasien Pre
Operasi
Hubungan mekanisme koping dengan kecemasan pada pasien pre operasi
di Ruang Perawatan Bedah RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe disajikan pada tabel
4.7.
-
8/17/2019 2013-1-14201-841409014-bab4-30072013120936
10/19
56
Tabel 4.7
Hubungan Mekanisme Koping dengan Kecemasan pada Pasien Pre Operasi diRuang Perawatan Bedah RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Tahun 2013
Mekanisme Koping
Kecemasan
Total p
value
Cemas
Ringan
Cemas
Sedang
Cemas
Berat
n % N % n % n %
Koping adaptif 13 48.1 10 37.0 4 14.8 27 61.4
0.000Koping maladaptive 0 0 3 17.6 14 82.4 17 38.6
Jumlah 13 29.5 13 29.5 28 40.9 44 100
Sumber : data primer
Dari hasil analisis hubungan mekanisme koping dengan kecemasan pada
pasien pre operasi diperoleh bahwa responden yang kopingnya adaptif, 13 orang
(48.1 %) yang mengalami kecemasan ringan, 10 orang (37.0 %) yang mengalami
kecemasan sedang, dan responden yang mengalami kecemasan berat sebanyak 4
orang (14.8 %) sementara responden yang koping maladaptif, tidak terdapat
responden yang mengalami kecemasan ringan tetapi yang mengalami kecemasan
sedang terdapat 3 orang (17.6 %) sementara yang mengalami kecemasan berat
terdapat 14 orang (82.4 %). Berdasarkan hasil uji statistik pearson chi-square
didapatkan nilai p value = 0.000 ( p < 0,05) maka dapat disimpulkan ada hubungan
antara mekanisme koping dengan kecemasan pada pasien pre operasi.
-
8/17/2019 2013-1-14201-841409014-bab4-30072013120936
11/19
57
4.3. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya hubungan antara
mekanisme koping dengan kecemasan pada pasien pre operasi di Ruang
Perawatan Bedah RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Sampel pada
penelitian ini berjumlah 44 sampel yang ditentukan dengan teknik purposive
sampling melalui pertimbangan peneliti berdasarkan kriteria inklusi yaitu pasien
yang telah direncanakan untuk operasi sesuai prosedur di Ruang Perawatan Bedah
RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe dan bersedia menjadi responden yang sudah
dipilih dari 51 sampel yang sebelumnya ditentukan secara accidental sampling .
Adapun 7 sampel yang tidak dijadikan responden adalah sampel yang telah
termasuk dalam kriteria inklusi namun kondisi pasien masih dalam keadaan lemah
untuk dijadikan responden dalam penelitian maka telah menjadi kriteria eksklusi..
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa responden dengan koping
maladaptif paling banyak menunjukkan adanya kecemasan berat yaitu sebanyak
14 orang (82.4 %), kecemasan sedang sebanyak 3 orang (17.6 %) dan kecemasan
ringan 0 %. Hal ini menunjukkan bahwa individu masih belum bisa mengatasi
perasaan kecemasan yang dirasakannya. Menurut asumsi peneliti, kecemasan
tersebut dikarenakan adanya ketidakmampuan dari responden untuk
menyesuaikan diri ataupun beradaptasi terhadap masalah operasi yang
dihadapinya saat ini. sehingga mekanisme koping menjadi maladaptif dan
kecemasan menjadi tidak teratasi. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi kecemasan
dimana sebagian responden yang akan melakukan operasi selalu mudah terkejut,
sering mengalami gangguan tidurnya, sering sulit untuk berkonsentrasi, bahkan
-
8/17/2019 2013-1-14201-841409014-bab4-30072013120936
12/19
58
responden sering murung dan merasa kurang bergairah dalam melakukan aktivitas
apapun karena sering memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan operasi serta
sering merasakan ketegangan (Dilihat pada lampiran jawaban kuesioner).
Sedangkan responden dengan koping adaptif, paling banyak menunjukkan
kecemasan ringan sebanyak 13 orang (48.1 %), kecemasan sedang sebanyak 10
orang (37.0 %) dan kecemasan berat sebanyak 4 orang (14.8 %). Sehingga
individu dengan koping yang adaptif lebih banyak merasakan kecemasan ringan
daripada kecemasan berat. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi kecemasan dimana
sebagian besar responden tidak pernah merasa takut untuk melakukan operasi
ataupun takut ditinggal sendirian, tidak pernah merasa gemetaran, dan tidak penah
mengalami gejala mual/muntah, nafas terasa cepat dan pendek, serta tidak pernah
mengalami gangguan pada pendengaran bahkan sangat jarang merasa tersinggung,
tegang, gelisah dan tidak tenang, mimpi buruk dan jarang mengalami gejala
seperti nyeri pada otot-otot, denyut nadi cepat, dada tertekan, sering BAK ataupun
mulut terasa kering, pusing atau sakit kepala. Meskipun dengan koping yang
adaptif individu masih merasakan cemas, maka kecemasan individu tersebut bisa
saja karena faktor lainnya seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, status ekonomi
dan pengalaman menjalani operasi sebelumnya (Dilihat pada lampiran jawaban
kuesioner).
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa mekanisme koping ada
hubungan yang bermakna dengan kecemasan pada pasien pre operasi di Ruang
Perawatan Bedah RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Dari hasil uji
-
8/17/2019 2013-1-14201-841409014-bab4-30072013120936
13/19
59
bivariat diperoleh nilai p value = 0.000 ( p < 0.05) sehingga ada hubungan yang
bermakna antara mekanisme koping dengan kecemasan pada pasien pre operasi.
Penggunaan koping yang maladaptif dapat menimbulkan respon negatif
dengan munculnya reaksi mekanisme pertahanan tubuh dan respon verbal yang
tidak efektif (Suryani dan Widyasih (2008) dalam P. Rini (2012). Sedangkan
menurut Miller (dalam P.Rini, 2012), koping merujuk kepada mengatasi suatu
situasi yang menimbulkan ancaman terhadap individu sehingga individu dapat
mengatasi perasaan tidak nyaman seperti ansietas (kecemasan), rasa takut,
berduka dan rasa bersalah.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian P. Rini (2012) tentang
Hubungan Mekanisme Koping Dengan Kecemasan Pasien Pre Operasi Di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Cilandak Jakarta Selatan. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa ada hubungan mekanisme koping dengan kecemasan pada
pasien pre operasi dengan nilai p value = 0.016 (< 0.05).
Adapun hasil penelitian yang didapatkan pada kelompok remaja paling
banyak mengalami kecemasan dimana dengan tingkat kecemasan berat yaitu 11
orang (57.9 %), berdasarkan jenis kelamin perempuan paling banyak mengalami
kecemasan berat yaitu 14 orang (51.9 %), dengan tingkat pendidikan SD yaitu
sebanyak 7 orang (50 %) dan SMP sebanyak 4 orang (50 %). Sementara
berdasarkan pendapatan responden yang paling banyak cemas berat terdapat pada
responden yang memiliki pendapatan tinggi adalah 13 orang (46.4 %), dengan
-
8/17/2019 2013-1-14201-841409014-bab4-30072013120936
14/19
60
belum pernah memiliki pengalaman operasi sebelumnya sebanyak 17 orang (65.4
%).
Dilihat dari karakteristik umur responden, hasil penelitian yang didapatkan
menunjukkan bahwa usia muda lebih banyak mengalami kecemasan dari pada
usia yang sudah lanjut. Menurut peneliti, umur lebih muda belum memiliki
banyak pengalaman dan berpikir secara matang dalam menghadapi setiap
masalah. Sehingga sulit bagi orang dengan usia yang masih sangat muda untuk
bisa beradaptasi dalam berbagai situasi. Sedangkan pada usia yang dewasa
memiliki tingkat adaptasi yang adekuat dan mulai mampu mengatasi segala
bentuk masalah, terutama masalah operasi yang dihadapi saat ini dan pada lanjut
usia, memiliki pemikiran yang matang dan pengalaman yang lebih sehingga
mampu untuk mengatasi masalah yang ada secara bijaksana sesuai dengan kondisi
yang dilaminya.
Hasil analisis ini sejalan dengan penelitian P. Rini (2012) tentang
Hubungan Mekanisme Koping Dengan Kecemasan Pasien Pre Operasi Di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Cilandak Jakarta Selatan, menyimpulkan bahwa usia <
30 tahun rata-rata dari 28 responden mengalami tigkat kecemasan paling tinggi
yaitu 38.79 dibandingkan dengan usia > atau = 30 tahun rata-rata dari 19
responden yaitu 34.29. Menurut Hawari (2006) bahwa faktor umur muda lebih
mudah mengalami stres atau kecemasan daripada yang berumur lebih tua, dimana
terlalu banyak masalah yang sering dialami oleh seseorang pada usia muda.
Walau umur sukar ditentukan karena sebagain besar pasien melaporkan bahwa
mereka mengalami kecemasan selama yang dapat mereka ingat. Sedangkan
-
8/17/2019 2013-1-14201-841409014-bab4-30072013120936
15/19
61
menurut Haryanto (2001) dalam Kurasein (2009) bahwa umur menunjukkan
ukuran waktu pertumbuhan dan perkembangan seorang individu. Umur
berkolerasi dengan pengalaman, pengalaman berkolerasi dengan pengetahuan,
pemahaman dan pandangan terhadap suatu penyakit atau kejadian sehingga akan
membentuk suatu persepsi dan sikap.
Kemudian kecemasan dilihat dari karakteristik jenis kelamin responden
dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak mengalami
kecemasan daripada laki-laki. Menurut peneliti, perempuan seringkali sensitif
terhadap hal-hal yang bisa mengancam dirinya, baik dari segi fisik maupun psikis.
Sedangkan laki-laki, mampu mengatasi berbagai masalah secara santai dan lebih
menginginkan masalah tersebut diselesaikan dengan cepat. Apabila terdapat laki-
laki yang mengalami kecemasan, apalagi pada tingkat kecemasan berat, hal
tersebut dikarenakan adanya faktor lain yang mempengaruhi pria tersebut
mengalami kecemasan. Misalnya, selama sakit pasien sering memikirkan hal-hal
tentang tanggung jawabnya waktu dirinya masih merasakan sehat seperti
pekerjaan, kehilangan peran, tidak dapat berbuat apa-apa untuk keluarga bahkan
terus memikirkan masalah pembiayaan selama di rawat dan melakukan tindakan
operasi.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian P. Rini (2012) tentang
Hubungan Mekanisme Koping Dengan Kecemasan Pasien Pre Operasi Di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Cilandak Jakarta Selatan, menjelaskan bahwa rata-rata
dari 20 rasponden laki-laki yang mengalami kecemasan adalah 31.4 sedangkan
dari 27 responden perempuan rata-rata mengalami kecemasan yaitu 39.9. sehingga
-
8/17/2019 2013-1-14201-841409014-bab4-30072013120936
16/19
62
dapat disimpulkan bahwa perempuan lebih banyak mengalami kecemasan
daripada laki-laki.
Myers (1983) dalam Kurasein (2009) mengatakan bahwa perempuan lebih
cemas akan ketidakmampuannya daripada laki-laki. Laki-laki lebih aktif dan
rileks sedangkan perempuan lebih sensitif. Sedangkan berdasarkan penjelasan
Kaplan dan Shaddock dalam P.Rini (2012) bahwa jumlah mereka yang menderita
kecemasan baik akut maupun kronik dengan perbandingan wanita dan laki-laki
yaitu 2:1, selain itu umumnya perempuan dalam merespon stimulus atau
rangsangan yang berasal dari luar lebih kuat dan lebih sensitif daripada laki-laki.
Apabila dipandang dari status pendidikan responden, hasil analisis
menunjukkan bahwa yang memiliki pendidikan SD dan SMP paling banyak
mengalami kecemasan. Menurut peneliti, hal ini dikarenakan bahwa individu
tidak mampu mengingat, memahami dan menyerap informasi tentang persiapan
operasi atau informasi kesehatan lainnya, baik yang disampaikan oleh dokter,
perawat ataupun petugas kesehatan lainnya. Individu lebih memfokuskan
pemikirannya pada hal-hal yang akan terjadi setelah operasi nanti. Seperti, adanya
rasa nyeri, takut mengalami kecacatan atau kematian dan takut dengan peralatan
yang digunakan pada saat melakukan pembedahan.
Hasil analisis yang didapatkan mendukung penelitian Bahiroh (2008)
tentang Hubungan Karakteristik Dengan Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi
Elektif di Ruang Boegenvil RSUD Dr. Raden Soedjati Kecamatan Purwodadi
Kabupaten Grobogan yang paling banyak mengalami kecemasan berada pada
-
8/17/2019 2013-1-14201-841409014-bab4-30072013120936
17/19
63
tingkat SD yaitu sebanyak 75.8 %. Notoatmodjo (2002) menjelaskan bahwa
tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan
memahami pengetahuan tentang pra operasi yang mereka peroleh. Dari
kepentingan keluarga pendidikan itu sendiri amat diperlukan seseorang agar lebih
tanggap dengan adanya masalah kesehatan dan bisa mengambil tindakan
secepatnya. Status pendidikan yang kurang pada seseorang akan menyebabkan
orang tersebut lebih mudah mengalami cemas atau stress dibanding dengan
mereka yang status pendidikannya lebih tinggi.
Sedangkan hasil analisis dari tingkat pendapatan (status ekonomi)
responden, menunjukkan bahwa yang memiliki pendapatan tinggi lebih banyak
mengalami kecemasan daripada yang memiliki pendapatan rendah. Hal ini terjadi
karena, adanya biaya yang sangat banyak dibutuhkan untuk memenuhi segala
bentuk pembayaran yang berkaitan dengan proses operasi, baik dari segi
pelayanan, kebutuhan nutrisi, cairan, obat-obatan, fasilitas yang digunakan dan
lain-lain. Kondisi status ekonomi seseorang yang meningkat belum tentu dapat
membuat kondisi kesehatannya menjadi baik. Bisa saja terdapat hal lain yang
selalu dipikirkan oleh pasien selama kondisi kesehatannya kurang baik, seperti
adanya kehilangan peran atau tidak dapat bekerja, memikirkan segala bentuk
aktifitas yang biasanya dilakukan setiap hari, bahkan mulai merasa selalu
bergantung kepada orang lain dengan kondisi setelah operasi nanti.
Dari hasil analisis yang didapatkan berbeda dengan hasil penelitian P.
Rini (2012) menunjukkan bahwa responden yang cemas dengan penghasilan yang
tidak mencukupi rata-rata mencapai 42.23 dari pada responden yang memiliki
-
8/17/2019 2013-1-14201-841409014-bab4-30072013120936
18/19
64
penghasilan mencukupi yaitu rata-rata 33.76. Jadi, disimpulkan bahwa yang
memiliki penghasilan tidak mencukupi, tingkat kecemasannya lebih tinggi
daripada yang penghasilannya mencukupi. Pendapatan merupakan faktor yang
paling menentukan kuantitas maupun kualitas kesehatan sehingga ada hubungan
yang erat antara pendapatan dengan keadaan kesehatan seseorang. Pendapatan
yang meningkat tidak merupakan kondisi yang menunjang bagi keadaan
kesehatan seseorang menjadi memadai (BPS (2005) dalam Bahiroh (2008)).
Sementara hasil analisis kecemasan berdasarkan pengalaman operasi
sebelumnya menunjukkan bahwa responden yang belum pernah memiliki
pengalaman operasi sebelumnya paling banyak mengalami kecemasan. Hal ini
berhubungan dengan kurangnya informasi tentang segala bentuk proses
pembedahan, baik tidak disampaikan oleh petugas pelayanan maupun adanya
ketidakpahaman terhadap informasi yang diberitahukan dan tidak menanyakan
kembali tentang informasi tersebut baik itu tentang penyakitnya, persiapan
sebelum operasi dan setelah operasi apa-apa yang harus dilakukan oleh responden.
Sedangkan yang pernah melakukan pembedahan sebelumnya, telah mengetahui
berbagai prosedur baik positif maupun negatif dalam pembedahan. Sehingga,
dengan pengalaman tersebut bisa saja seseorang mampu mengatasi kecemasan
karena sudah pernah merasakan pembedahan sebelumnya.
Hasil penelitian ini, sejalan dengan penelitian Kurasein (2009) tentang
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan Pasien yang akan
Menjalani Operasi Mayor elektif di ruang Rawat Bedah RSUP Fatmawati –
Jakarta Selatan, menunjukkan nilai OR=1.429 dimana pasien yang memiliki
-
8/17/2019 2013-1-14201-841409014-bab4-30072013120936
19/19
65
pengalaman operasi sebelumnya 1.429 kali memiliki kecemasan ringan daripada
yang tidak pernah melakukan operasi sebelumnya atau memiliki pengalaman
operasi sebelumnya. Hal ini sesuai dengan yang di ungkapkan oleh Robby (2009)
dalam Kurasein (2009) yaitu pengalaman masa lalu operasi baik yang positif
maupun negative dapat mempengaruhi perkembangan keterampilan menggunakan
koping yang baik, sebaliknya jika terjadi kegagalan pada operasi sebelumnya
menimbulkan reaksi emosional menyebabkan adanya koping yang maladaptif
terhadap ansietas atau stressor tertentu.