bab iv hasil penelitian dan pembahasaneprints.ung.ac.id/5103/9/2013-1-14201-841409064-bab4... ·...
TRANSCRIPT
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.1 Hasil Penelitian
1.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Ruangan interna di RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango yang
terletak di Desa Permata Kec. Tilongkabila Kabupaten Bone Bolango dengan
batas sebelah Utara berbatasan dengan Ruangan Anak/NICU. Sebelah Timur
berbatasan dengan Ruangan Rekam Medik, Askes, Laboratorium RSUD Toto
Kabila. Sebelah Barat berbatasan dengan Ruangan Skin Center dan sebelah
Selatan berbatasan dengan Kantor RSUD Toto Kabila (Ruangan Direktur, bagian
staf kepegawaian). Di ruangan interna terdapat 30 bed yang terdiri dari masing-
masing ruangan yaitu kelas 3 perempuan (Dahlia 1) terdapat 8 bed, kelas 3 laki-
laki (Dahlia 2) terdapat 8 bed, kelas 2 perempuan (cendana 1) terdapat 4 bed,
kelas 2 laki-laki (cendana 2) terdapat 5 bed, kelas 1 terdapat 5 ruangan setiap
kamar masing-masing terdapat 1 bed.
1.1.2 Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden berdasarkan umur
Tabel 4.1 Distribusi sampel berdasarkan umur pasien Diare yang di Rawat di ruangan perawatan interna di RSUD Toto Kabila
Umur pasien (Tahun) Jumlah (n) % 29-32 1 3,3 33-36 4 13,3 37- 40 15 50 41- 44 2 6,7 45-48 8 26,7 Total 30 100
Sumber :Data Primer 2013
Berdasarkan pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa pasien diare umur
37-40 terdapat 15 dengan persentase 50.
2. Karakteristik responden berdasarkan alamat
Tabel 4.2 Distribusi sampel berdasarkan alamat pasien Diare yang di Rawat di ruangan perawatan interna di RSUD Toto Kabila
Alamat Responden Jumlah (n) % Desa Lonuo 3 10
Desa Bongopini 2 6,7 Desa Wonggaditi 2 6,7
Desa Dembe 3 10 Desa Oluhuta 1 3,3 Desa Biluango 1 3,3
Desa Modelomo 1 3,3 Desa Tunas Jaya 2 6,7 Desa Bilungala 2 6,7
Desa Toto Selatan 2 6,7 Desa Tamboo 2 6,7
Desa Huangobotu 1 3,3 Desa Bulotadaa 1 3,3 Desa Lekobalo 3 10 Desa Dungingi 1 3,3
Desa Dumbay Bulan 1 3,3 Desa Tanggikiki 1 3,3
Desa Tapa 1 3,3 Total 30 100
Sumber :Data Primer 2013
Berdasarkan pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa alamat
responden tidak berpengaruh terhadap terjadinya diare.
3. Faktor Makanan
Sumber : Data Primer,
Grafik 4.1 Distribusi Pasien Diare Berdasarkan Pasien di Ruangan Perawatan Interna di RSUD Toto Kabila
Berdasarkan pada grafik pie 4.1
terdapat 14 pasien dengan persentase 47
pasien diare yang tidak baik terdapat
3. Faktor lingkungan tempat tinggal
Sumber: Data primer
Grafik 4.2 Distribusi pasien Diare Berdasarkan Faktor lingkungan tempat tinggal Toto Kabila
n=1757%
n= 1653%
Faktor Makanan
: Data Primer, Mei 2013
Grafik 4.1 Distribusi Pasien Diare Berdasarkan Faktor Pasien di Ruangan Perawatan Interna di RSUD Toto Kabila
Berdasarkan pada grafik pie 4.1 faktor makanan pada pasien diare yang baik
terdapat 14 pasien dengan persentase 47%. Sedangkan faktor makanan pada
pasien diare yang tidak baik terdapat 16 dengan persentase 53%
Faktor lingkungan tempat tinggal
primer Mei 2013
4.2 Distribusi pasien Diare Berdasarkan Faktor lingkungan tempat tinggal Pada Pasien di Ruangan Perawatan Interna di RSUD Toto Kabila
n=1343%
n=1757% BAIK
TIDAK BAIK
n= 1447%n= 16
53% BAIK
TIDAK BAIK
Faktor makanan Pada Pasien di Ruangan Perawatan Interna di RSUD Toto Kabila
sien diare yang baik
%. Sedangkan faktor makanan pada
4.2 Distribusi pasien Diare Berdasarkan Faktor lingkungan tempat Pada Pasien di Ruangan Perawatan Interna di RSUD
BAIK
TIDAK BAIK
BAIK
TIDAK BAIK
Berdasarkan pada grafik pie 4.2
terdapat 13 pasien dengan persentase 43%.
tinggal yang tidak baik
4. Faktor perilaku
Sumber: Data primer
Grafik 4.3 Distribusi pasien berdasarkan faktor perilaku Ruangan Perawatan Interna di RSUD Toto Kabila
Berdasarkan grafik pie 4.3
dengan persentase 17%. Sedangkan faktor perilaku pada pasien diare, yang tidak
baik terdapat 25 pasien dengan persent
Berdasarkan pada grafik pie 4.2 faktor lingkungan tempat tinggal
terdapat 13 pasien dengan persentase 43%. Sedangkan faktor lingkungan tempat
yang tidak baik terdapat 17 pasien dengan persentase 57%.
Faktor perilaku
primer Mei 2013
Grafik 4.3 Distribusi pasien berdasarkan faktor perilaku Ruangan Perawatan Interna di RSUD Toto Kabila
Berdasarkan grafik pie 4.3 faktor perilaku yang baik terdapat 5 pasien diare
dengan persentase 17%. Sedangkan faktor perilaku pada pasien diare, yang tidak
baik terdapat 25 pasien dengan persentase 83%.
n=517%
n= 2583%
BAIK
TIDAK BAIK
faktor lingkungan tempat tinggal yang baik
Sedangkan faktor lingkungan tempat
dengan persentase 57%.
Grafik 4.3 Distribusi pasien berdasarkan faktor perilaku Pada Pasien di Ruangan Perawatan Interna di RSUD Toto Kabila
faktor perilaku yang baik terdapat 5 pasien diare
dengan persentase 17%. Sedangkan faktor perilaku pada pasien diare, yang tidak
BAIK
TIDAK BAIK
5. Faktor sosial ekonomi
Sumber: Data primer
Grafik 4.4 Distribusi pasien berdasarkan faktor sosial ekonomi Pada Pasien di Ruangan Perawatan Interna di RSUD Toto Kabila
Berdasarkan pada grafik pie 4.4 maka dapat
pasien diare berdasarkan faktor sosial ekon
mempunyai tingkat pendidikan rendah, terdapat 24
pekerjaannya (Petani, Nelayan, Tukang Bentor, Buruh)
(33%) yang mempunyai pendapatan rendah.
Tabel 4.3 Distribusi Pada Pasien Diare Di ruangan Perawatan Interna Kabila Kab. Bone Bolango
Faktor makanan
Faktor lingkungan tinggal
Faktor perilaku
Faktor sosial ekonomi
n= 2433%
Faktor sosial ekonomi
primer Mei 2013
Grafik 4.4 Distribusi pasien berdasarkan faktor sosial ekonomi Pada Pasien di Ruangan Perawatan Interna di RSUD Toto Kabila
Berdasarkan pada grafik pie 4.4 maka dapat diketahui bahwa distribusi
pasien diare berdasarkan faktor sosial ekonomi terdapat 25 pas
mempunyai tingkat pendidikan rendah, terdapat 24 pasien
(Petani, Nelayan, Tukang Bentor, Buruh) dan terdapat 24
g mempunyai pendapatan rendah.
Distribusi Responden Berdasarkan Gambaran Beberapa Faktor Pada Pasien Diare Di ruangan Perawatan Interna Kabila Kab. Bone Bolango
Penyakit diare
Faktor makanan n
16 Faktor lingkungan tempat
tinggal n
17
Faktor perilaku n
25
Faktor sosial ekonomi n
25
n= 2534%
n= 2433%
n= 2433%
Pendidikan Rendah
pekerjaan
pendapatan per bulan
Grafik 4.4 Distribusi pasien berdasarkan faktor sosial ekonomi Pada Pasien di Ruangan Perawatan Interna di RSUD Toto Kabila
diketahui bahwa distribusi
pasien (34%) yang
pasien (33%) yang
dan terdapat 24 pasien
ambaran Beberapa Faktor Pada Pasien Diare Di ruangan Perawatan Interna RSUD Toto
% 53 % 57 % 83 % 34
Pendidikan Rendah
pekerjaan
pendapatan per bulan
Berdasarkan pada tabel 4.3 gambaran beberapa faktor pada pasien diare
menunjukkan pada faktor perilaku terdapat 25 responden dengan persentase
83% perilaku yang tidak baik.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Faktor makanan
Berdasarkan data pada grafik Pie 4.1 menunjukkan responden yang
mengkonsumsi makanan yang tidak baik terdapat 16 responden (53%). Hal ini di
pengaruhi oleh faktor makanan itu sendiri, seperti mengkonsumsi makanan yang
tidak di simpan di lemari makanan, makanan yang sudah lebih dari sehari,
makanan yang selalu di beli, mengkonsumsi buah yang berlebihan, sehingga dapat
disimpulkan kondisi makanan yang tidak baik dapat mempengaruhi terjadinya
diare. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara faktor
makanan dengan terjadinya diare.
Menurut Depkes RI (2007) Makanan yang mengakibatkan diare adalah
kondisi makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah
(sayuran) dan kurang matang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah
mengakibatkan diare, seperti makanan yang dihinggapi lalat yang telah
terkontaminasi dengan tinja, tidak seharusnya dikonsumsi karena makanan
tersebut telah tercemar kuman diare sehingga orang yang mengkonsumsi makanan
tersebut akan menderita penyakit diare. Selain itu kandungan serat yang
berlebihan dalam susunan makanan secara mekanik dapat merusak fungsi mukosa
usus sehingga timbul diare.
Menurut Lestari (2008) penyebaran penyakit melalui makanan dapat
disebabkan jika kantin atau tempat memperoleh makanan kurang memperhatikan
beberapa hal seperti sanitasi sekitar kantin, sanitasi ruang tempat makan, peralatan
masak, tempat menyimpan makanan, tempat mencuci piring, pengelolaan
makanan dan pengelolaan sampah.
Berdasarkan hasil penelitian ini maka peneliti berasumsi bahwa makanan
yang menyebabkan diare, yang pertama adalah makanan yang tercemar seperti
makanan yang tidak di simpan di lemari makanan. Hal ini di karenakan, makanan
yang berada di luar lemari penyimpanan atau tidak di simpan di lemari makan
lebih berpotensi terkena debu dan dapat di hinggapi oleh lalat dan tidak
seharusnya di konsumsi lagi karena makanan tersebut sudah tercemar. Yang ke
dua makanan yang lebih dari sehari, hal ini di karenakan makanan yang lebih dari
sehari bisa saja sudah terkontaminasi oleh lingkungan yang tercemar atau pada
saat sebelum di olah bahan makanan tersebut sudah mengandung bakteri,
sehingga pada saat setelah diolah, makanan tersebut tidak tahan untuk di simpan
sampai besok. Dan juga makanan yang mengandung cairan atau basah lebih cepat
busuk dibandingkan dengan bahan makanan yang kering.
Begitu pula pada makanan yang di beli karena makanan yang di beli belum
bisa di jamin kebersihannya, seperti penggunaan peralatan masak yang tidak
bersih, lingkungan tempat penjualan yang tidak memenuhi syarat, menggunakan
kain lap kotor untuk membersihkan meja makan dan peralatan makanan, pada saat
mengolah makanan tidak mencuci tangan dengan baik dan makanan yang tidak
habis/tidak laku di jual kembali.
Mengkonsumsi buah terlalu banyak dapat juga terkena diare karena
konsumsi serat yang berlebihan dalam susunan makanan secara mekanik dapat
merusak fungsi mukosa usus sehingga timbul diare.
4.2.2 Faktor Lingkungan tempat tinggal
Berdasarkan data pada grafik Pie 4.2 menunjukkan faktor lingkungan tempat
tinggal yang tidak baik terdapat 17 responden (57%). Hal ini di pengaruhi oleh
faktor lingkungan itu sendiri seperti, tidak memiliki sarana air bersih (PAM),
tidak memiliki sarana buang air besar keluarga (Jamban), tidak membersihkan
jamban setiap seminggu sekali, tidak memiliki sarana tempat pembuangan sampah
seperti tempat sampah.
Menurut Depkes RI (2007) penyakit diare merupakan salah satu penyakit
yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan
pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia.
Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta
berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, seperti tidak mencuci tangan
sebelum dan sesudah makan, dan tidak mencuci tangan sesudah buangan air besar,
tidak mencuci tangan menggunakan sabun, dan air yang mengalir maka dapat
menimbulkan kejadian diare.
Menurut UU No.23 Tahun 1992 air minum yang dipergunakan untuk
keperluan sehari-hari selain memenuhi atau mencukupi dalam arti kuantitas juga
harus memenuhi kualitas yang telah ditetapkan. Pentingnya air berkualitas baik
perlu disediakan untuk memenuhi kebutuhan dasar terutama didasarkan atas
kenyataan akan adanya penyebaran penyakit menular serta mikrobiologis dan
biologis.
Menurut Notoatmodjo (2003) syarat pembuangan kotoran yang memenuhi
aturan kesehatan adalah tidak mengotori permukaan tanah di sekitranya, tidak
mengotori air permukaan di sekitarnya, tidak mengotori air dalam tanah di
sekitarnya, tidak menimbulkan bau, dan kotoran tidak boleh terbuka dapat
digunakan oleh lalat untuk bertelur dan berkembang biak. Lalat berperan dalam
penularan melalui tinja, lalat senang menempatkan telurnya pada kotoran manusia
yang terbuka, kemudian lalat tersebut hinggap di kotoran manusia dan hinggap
pada makanan manusia.
Menurut Juffie (2010), upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara
mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare. Kuman-kuman pathogen
penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal-oral. Adapun upaya pencegahan
diare yang terbukti efektif salah satunya penggunaan jamban yang bersih dan
hiegienis oleh seluruh anggota keluarga dengan cara jamban harus dijaga dengan
mencucinya secara teratur.
Menurut Mukono (2008) Keberadaan sampah sangat berpengaruh terhadap
terjadinya penyakit seperti diare. Oleh sebab itu sampah harus di buang pada
tempatnya atau mendapatkan penanganan yang baik.
Berdasarkan hasil penelitian ini maka peneliti berasumsi bahwa lingkungan
tempat tinggal yang mempengaruhi terjadinya diare adalah tidak memiliki sarana
air bersih (PAM). Hal ini di karenakan air yang di dapatkan oleh responden
mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat penyimpanan di rumah air
tersebut tidak tertutup, dan tangan yang terkontaminasi dengan bakteri menyentuh
air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan untuk digunakan keperluan
sehari-hari.
Tidak memiliki sarana buang air besar keluarga (Jamban) dapat
mempengaruhi terjadinya diare, hal ini di karenakan apabila seseorang membuang
kotoran (tinja) tanpa menggunakan jamban itu akan mengotori permukaan tanah
di sekitarnya, dan kotoran (tinja) tidak boleh terbuka karena akan dijadikan lalat
sebagai tempat bertelur atau perkembangbiakan vektor lainnya. Dan lalat tersebut
hinggap pada makanan manusia.
Begitupun yang tidak memiliki tempat pembuangan sampah. Hal ini
dikarenakan bahwa lingkungan yang kotor seperti membuang sampah rumah
tangga bukan pada tempah sampah bisa menyebabkan diare. Dampak yang akan
timbul apabila sampah tidak di buang pada tempatnya akan berdampak pada aspek
kesehatan. Pembuangan sampah bukan pada tempatnya bisa memberikan tempat
tinggal bagi vektor penyakit seperti serangga, tikus, cacing, jamur dan lain-lain.
Vektor-vektor tersebut dapat menimbulkan penyakit salah satunya penyakit diare.
Selain itu tidak membersihkan jamban setiap minggu bisa mempengaruhi
terjadinya diare, sebab upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara
mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare. Apabila jamban yang tidak
bersih menjadi sarang kuman untuk berkembang biak sehingga menyebabkan
diare.
4.2.3 Faktor perilaku
Berdasarkan grafik Pie 4.3 menunjukan faktor perilaku yang tidak baik pada
responden terdapat 25 responden (83%). Hal ini di pengaruhi oleh faktor perilaku
itu sendiri seperti tidak mencuci tangan sebelum makan, mencuci tangan tidak
menggunakan sabun setelah beraktivitas, mencuci tangan menggunakan air yang
tidak mengalir.
Menurut Depkes RI (2007) penyakit diare merupakan salah satu penyakit
yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan
pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia.
Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta
berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, seperti tidak mencuci tangan
sebelum dan sesudah makan, tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, tidak
mencuci tangan menggunakan sabun bisa mengurangi masuknya kuman melalui
tangan pada saat memegang makanan, begitupun dengan air yang mengalir karena
air tersebut belum tercemar. Hal tersebut dapat menimbulkan terjadinya diare.
Menurut Herry, (2005) Pencegahan diare dapat dilakukan dengan mencuci
tangan menggunakan air yang bersih atau air yang mengalir. Karena air yang
mengalir pada saat di gunakan belum tercemar di bandingkan dengan air yang
sudah tersedia pada penampungan.
Berdasarkan hasil penelitian ini maka peneliti berasumsi bahwa perilaku
merupakan faktor yang berkaitan erat dengan terjadinya diare, seperti kebiasaan
responden tidak mencuci tangan sebelum makan, mencuci tangan tidak
menggunakan sabun sesudah beraktivitas, mencuci tangan menggunakan air yang
tidak mengalir. Hal ini di dasari oleh teori yang ada bahwa tidak mencuci tangan
sebelum makan bisa menyebabkab diare. Di karenakan diare merupakan salah
satu penyakit yang penularannya berkaitan dengan penerapan perilaku hidup
sehat. Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur
oral. Pada penularan seperti ini, tangan memegang peranan penting, karena lewat
tangan yang tidak bersih makanan atau minuman akan tercemar kuman penyakit
dan masuk ke tubuh manusia. Selain itu mencuci tangan tidak menggunakan
sabun setelah beraktivitas dapat menyebabkan diare. Karena penularan diare
menyebar melalui jalur fekal oral, penularannya dapat di cegah dengan menjaga
hygiene pribadi yang baik, salah satunya mencuci tangan pakai sabun. Mencuci
tangan memakai sabun bisa membunuh kuman, apalagi pada saat beraktivitas
tangan kita terkontaminasi dengan kuman, sehingga pada saat kita memegang
makanan dan pada saat mengolah makanan, makanan tersebut sudah tercemar
oleh kuman melalui tangan kita. Sedangkan sebagian responden, mereka hanya
terbiasa mencuci tangan pakai sabun apabila tangan terlihat kotor saja. Padahal
tangan yang terlihat bersih belum tentu bebas dari kuman. Begitupun dengan
mencuci tangan menggunakan air yang tidak mengalir, karena air yang mengalir
pada saat di gunakan belum tercemar di bandingkan dengan air yang sudah
tersedia pada tempatnya. Pada saat tangan yang terkontaminasi dengan bakteri
menggunakan air tersebut untuk mencuci tangan, bakteri tersebut tidak akan
hilang, tetapi akan tetap menempel pada tangan karena air yang di pakai untuk
mencuci tangan menggunakan air yang tidak mengalir atau sudah tersedia pada
penampungan.
4.2.4 Faktor sosial ekonomi
Berdasarkan data pada grafik Pie 4.4 menunjukkan 25 responden dengan
persentase 39% yang mengalami diare terdapat pada pendidikan yang rendah.
Pada hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden
berpendidikan rendah. Maka peneliti berasumsi bahwa tingkat pendidikan juga
mempengaruhi terjadinya diare, hal ini di sebabkan bahwa jenjang pendidikan
memegang peranan cukup penting dalam menentukan cara berpikir seseorang
dalam bertindak. Pendidikan masyarakat yang rendah menjadikan mereka sulit
diberi tahu mengenai pentingnya higyene perorangan dan sanitasi lingkungan
untuk mencegah terjangkitnya penyakit menular diantaranya diare. Dengan
sulitnya mereka menerima penyuluhan menyebabkan mereka tidak peduli
terhadap upaya pencegahan penyakit menular.
Menurut Depkes RI, (2007) sosial ekonomi juga mempunyai pengaruh
langsung terhadap faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan yang menderita
diare berasal dari keluarga yang besar dengan daya beli rendah, kondisi rumah
yang buruk, tidak mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan
kesehatan, oleh sebab itu pekerjaan bisa mempengaruhi jumlah pendapatan
seseorang. Pendidikan yang baik dapat meningkatkan intelektual seseorang dan
merupakan faktor penting dalam proses penyerapan informasi dan peningkatan
wawasan tentang penyakit diare dan pencegahannya. Pendidikan yang baik juga
menentukan cara berfikir seseorang dalam menentukan dampak terhadap persepsi,
nilai-nilai dan sikap seseorang dalam mengambil keputusan untuk bertindak atau
tidak. Apabila pendidikan rendah dapat menyebabkan kesulitan dalam menyerap
informasi atau gagasan baru dan sebaliknya jika tingkat pendidikan yang tinggi
akan mudah menerima gagasan baru. Karena itu faktor edukasi dan perbaikan
ekonomi sangat berperan dalam pencegahan dan penanggulangan diare (Depkes
RI, 2007).
Karakteristik pekerjaan seseorang dapat mencerminkan pendapatan, status
sosial, pendidikan, status sosial ekonomi, risiko cedera atau masalah kesehatan
dalam suatu kelompok populasi. Pekerjaan juga merupakan suatu determinan
risiko dan determinan terpapar yang khusus dalam bidang pekerjaan tertentu serta
merupakan prediktor status kesehatan dan kondisi tempat suatu populasi bekerja
(Widyastuti, 2005).
Dalam grafik pie juga terdapat beberapa responden seperti 24 (33%) yang
pekerjaannya (Petani, Nelayan, Tukang Bentor, Buruh) dan 24 (33%) yang
memiliki pendapatan rendah ≤ Rp 1.175.000. Dalam penelitian ini dapat di
simpulkan bahwa pekerjaan seseorang dapat mencerminkan pendapatan,
pendidikan, status ekonomi. Hal ini di sebabkan jenis pekerjaan umumnya
berkaitan dengan tingkat pendidikan dan pendapatan. Jika pekerjaan (Petani,
Nelayan, Tukang Bentor, Buruh) tidak menutup kemungkinan penghasilan yang
di dapatkan perbulan juga rendah. Pekerjaan juga menentukan suatu resiko
terpapar oleh bakteri.
Selain itu pendapatan rendah dapat mempengarui terjadinya diare. Hal ini
di sebabkan pendapatan yang rendah akan mempengaruhi status gizi anggota
keluarga. Keluarga dengan pendapatan rendah biasanya tinggal di lingkungan
yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga mudah terserang diare. Kondisi
rumah yang buruk, tidak mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi
persyaratan kesehatan, dan tidak mempunyai jamban keluarga yang sehat.