2008-1-00215-mn bab 2
DESCRIPTION
membangun mind sideTRANSCRIPT
-
9
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Kualitas Pelayanan
2.1.1.1 Pengertian Kualitas
Kualitas telah menjadi harapan dan impian bagi semua orang baik konsumen
maupun produsen. Apa sebenarnya kualitas itu? Membicarakan tentang pengertian atau
definisi kualitas dapat berbeda makna bagi setiap orang, karena kualitas memiliki banyak
kriteria dan sangat tergantung pada konteksnya. Banyak pakar di bidang kualitas yang
mencoba untuk mendefinisikan kualitas berdasarkan sudut pandangnya masing-masing.
Beberapa di antaranya yang paling populer adalah yang dikembangkan oleh ketiga pakar
kualitas tingkat internasional, yaitu menurut W. Edwards Deming, Philip B. Crosby dan
Joseph M. Juran yang dikutip oleh Yamit (2004, p.7).
Deming : Mendefinisikan kualitas adalah apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan
konsumen.
Crosby: Mempersepsikan kualitas sebagai nihil cacat, kesempurnaan dan kesesuaian
terhadap persyaratan.
Juran: Mendefinisikan mutu sebagai kesesuaian terhadap spesifikasi.
Secara definitif yang dimaksud dengan kualitas atau mutu suatu produk atau jasa
yaitu:
1. Konsistensi peningkatan atau perbaikan dan penurunan variasi karakteristik dari suatu
produk (barang dan/atau jasa) yang dihasilkan, agar memenuhi kebutuhan yang telah
-
10
dispesifikasikan, guna meningkatkan kepuasan pelanggan internal maupun eksternal
(Gaspersz, 1998, p.1).
1. Derajat/tingkatan di mana produk atau jasa tersebut mampu memuaskan keinginan dari
consumer (fitness for use atau tailor made) (Wignjosoebroto, 2003, p.251).
2. Menurut Goetsch Davis (1994), membuat definisi kualitas yang lebih luas cakupannya,
yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,
manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Yamit, 2004,
p.8).
3. Keunggulan atau keistimewaan yang dapat didefinisikan sebagai penyampaian layanan
yang relatif istimewa terhadap harapan pelanggan (Utami, 2006, p.245).
Pendekatan yang dikemukakan Goetsch Davis ini menegaskan bahwa kualitas bukan
hanya menekankan pada aspek hasil akhir, yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut
kualitas manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan
produk atau jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan proses yang berkualitas.
Perusahaan jasa dan pelayanan lebih menekankan pada kualitas proses, karena
konsumen biasanya terlibat langsung dalam proses tersebut. Sedangkan perusahaan yang
menghasilkan produk lebih menekankan pada hasil, karena konsumen umumnya tidak
terlibat secara langsung dalam prosesnya. Untuk itu diperlukan sistem manajemen kualitas
yang dapat memberikan jaminan kepada pihak konsumen bahwa produk tersebut dihasilkan
oleh proses yang berkualitas (Yamit, 2004, p.9).
David Garvin (1994) yang dikutip oleh Yamit (2004, pp.9-10), mengidentifikasikan
lima pendekatan pespektif kualitas yang dapat digunakan oleh para praktisi bisnis, yaitu:
1. Transcendental Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu yang dapat dirasakan, tetapi sulit
didefinisikan dan dioperasionalkan maupun diukur. Perspektif ini umumnya diterapkan
-
11
dalam karya seni seperti seni musik, seni tari, seni drama dan seni rupa. Untuk produk
dan jasa pelayanan, perusahaan dapat mempromosikan dengan menggunakan
pernyataan-pernyataan seperti kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi),
kecantikan wajah (kosmetik), pelayanan prima (bank), tempat berbelanja yang nyaman
(mall atau gerai). Definisi seperti ini sangat sulit untuk dijadikan sebagai dasar
perencanaan dalam manajemen kualitas.
2. Product-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau atribut yang dapat diukur.
Perbedaan kualitas mencerminkan adanya perbedaan atribut yang dimiliki produk secara
objektif, tetapi pendekatan ini tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera dan
preferensi individual.
3. User-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung
pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan preferensi
seseorang atau cocok dengan selera (fitnes for used) merupakan produk yang
berkualitas paling tinggi. Pandangan yang subjektif ini mengakibatkan konsumen yang
berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi
seseorang adalah kepuasan maksimum yang dapat dirasakannya.
4. Manufacturing-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-based atau dari sudut pandang
produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai sesuatu yang sesuai dengan
persyaratannya (conformance quality) dan prosedur. Pendekatan ini berfokus pada
kesesuaian spesifikasi yang ditetapkan perusahaan secara internal. Oleh karena itu, yang
menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, dan bukan
konsumen yang menggunakannya.
-
12
5. Value-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi nilai dan harga.
Kualitas didefinisikan sebagai affordable excellence. Oleh karena itu kualitas dalam
pandangan ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum
tentu produk yang paling bernilai. Produk yang paling bernilai adalah produk yang paling
tepat beli.
Meskipun sulit mendefinisikan kualitas dengan tepat dan tidak ada definisi kualitas
yang dapat diterima secara universal, dari perspektif David Garvin tersebut dapat bermanfaat
dalam mengatasi konflik-konflik yang sering timbul di antara para manajer dalam
departemen fungsional yang berbeda. Misalnya, departemen pemasaran lebih menekankan
pada aspek keistimewaan, pelayanan, dan fokus pada pelanggan. Departemen perekayasaan
lebih menekankan pada aspek spesifikasi dan pada pendekatan product-based. Sedangkan
departemen produksi lebih menekankan pada aspek spesifikasi dan proses. Menghadapi
konflik seperti ini sebaiknya pihak perusahaan menggunakan perpaduan antara beberapa
perspektif kualitas dan secara aktif selalu melakukan perbaikan yang berkelanjutan atau
melakukan perbaikan secara terus-menerus.
2.1.1.2 Dimensi Kualitas
Berdasarkan perspektif kualitas, menurut David Garvin yang dikutip oleh Yamit
(2004, p.10) adalah mengembangkan dimensi kualitas ke dalam delapan dimensi yang dapat
digunakan sebagai dasar perencanaan strategis terutama bagi perusahaan atau manufaktur
yang menghasilkan barang. Kedelapan dimensi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Performance (kinerja), yaitu karakteristik pokok dari produk inti.
2. Features, yaitu karakteristik pelengkap atau tambahan.
3. Reliability (kehandalan), yaitu kemungkinan tingkat kegagalan pemakaian.
-
13
4. Conformance (kesesuaian), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi
memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
5. Durability (daya tahan), yaitu berapa lama produk dapat terus digunakan.
6. Serviceability, yaitu meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, kemudahan dalam
pemeliharaan dan penanganan keluhan yang memuaskan.
7. Estetika, yaitu menyangkut corak, rasa dan daya tarik produk.
8. Perceived, yaitu menyangkut citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan
terhadapnya.
Zeithaml, Berry dan Parasuraman (1985) yang dikutip oleh Yamit (2004, pp. 10-11),
telah melakukan berbagai penelitian terhadap beberapa jenis jasa, dan berhasil
mengidentifikasikan lima dimensi karakteristik yang digunakan oleh para pelanggan dalam
mengevaluasi kualitas pelayanan. Kelima dimensi karakteristik kualitas pelayanan tersebut
adalah:
1. Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan
sarana komunikasi.
2. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan segera
dan memuaskan serta sesuai dengan yang telah dijanjikan.
3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu keinginan para staf untuk membantu para
pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
4. Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya
yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko ataupun keragu-raguan.
5. Empaty, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik,
dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan pelanggan.
Berikut di bawah ini tabel dimensi dan atribut model SERVQUAL yang dikembangkan
oleh Zeithaml, Berry dan Parasuraman (1988) dikutip oleh Utami (2006, p.250).
-
14
Tabel 2.1 Dimensi dan Atribut Model SERVQUAL
No. Dimensi No. Atribut
1 Keberwujudan
(Tangibles)
1
2
3
4
Peralatan Terbaru.
Fasilitas fisik yang mempunyai daya tarik.
Karyawan yang berpenampilan rapi.
Fasilitas fisik sesuai dengan jenis jasa yang ditawarkan.
2 Keandalan
(Reliability)
5
6
7
8
9
Bila menjanjikan akan melakukan sesuatu pada waktu yang
telah ditentukan, pasti akan direalisasikan.
Bersikap simpatik dan sanggup menenangkan pelanggan
pada setiap masalah.
Jasa dilakukan dengan benar sejak awal.
Jasa disampaikan sesuai dengan waktu yang dijanjikan.
Sistem pencatatan yang akurat dan bebas dari kesalahan.
3 Ketanggapan
(Responsiveness)
10
11
12
13
Kepastian waktu penyampaian jasa diinformasikan dengan
jelas kepada para pelanggan.
Pelayanan yang cepat dari karyawan.
Karyawan yang selalu bersedia membantu pelanggan.
Karyawan yang tidak terlalu sibuk sehingga sanggup
menanggapi permintaan pelanggan dengan cepat.
4 Kepastian
(Assurance)
14
15
16
17
Karyawan yang terpercaya.
Perasaan aman sewaktu melakukan transaksi dengan
karyawan perusahaan jasa.
Karyawan yang selalu bersikap sopan terhadap pelanggan.
Karyawan yang berpengalaman luas sehingga dapat
menjawab pertanyaan pelanggan.
5 Empati
(Empaty)
18
19
20
21
22
Perhatian individual dari perusahaan.
Waktu beroperasi yang cocok bagi para pelanggan.
Karyawan yang memberikan perhatian personal.
Perusahaan yang sungguh-sungguh memerhatikan
kepentingan setiap pelanggan.
Karyawan yang memahami kebutuhan spesifik pelanggan.
Sumber: Utami (2006, p.250)
-
15
Karakteristik kualitas dari suatu produk sangat multidimensional, karena produk
dapat memberikan kepuasan dan nilai kepada pelanggan dalam banyak cara. Karakteristik
beberapa produk secara kuantitatif mudah ditentukan, seperti berat, panjang dan waktu
penggunaan. Tetapi beberapa karakteristik yang lain, seperti daya tarik produk adalah
bersifat kualitatif.
Joseph S. Martinich (1997) yang dikutip oleh Yamit (2004, p.11) mengemukakan
spesifikasi dari dimensi kualitas produk yang relevan dengan pelanggan dapat dikelompokan
dalam enam dimensi, yaitu:
1. Performance. Hal yang paling penting bagi pelanggan adalah apakah kualitas produk
menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau apakah pelayanan diberikan dengan
cara yang benar.
2. Range and Type of Features. Selain fungsi utama dari suatu produk dan pelayanan,
pelanggan sering kali tertarik pada kemampuan atau keistimewaan yang dimiliki produk
dan pelayanan.
3. Reliability and Durability. Kehandalan produk dalam penggunaan secara normal dan
berapa lama produk dapat digunakan hingga perbaikan diperlukan.
4. Maintainability and Serviceability. Kemudahan untuk mengoperasikan produk dan
kemudahan perbaikan maupun ketersediaan komponen pengganti.
5. Sensory Characteristics. Penampilan, corak, rasa, daya tarik, bau, selera dan beberapa
faktor lainnya mungkin menjadi aspek penting dalam kualitas.
6. Ethical Profile and Image. Kualitas adalah bagian terbesar dari kesan pelanggan terhadap
produk dan pelayanan.
Tabel berikut ini memperlihatkan contoh perbedaan dimensi kualitas untuk barang
dan jasa berdasarkan keenam dimensi yang dikemukakan oleh Joseph S. Martinich tersebut
di atas.
-
16
Tabel 2.2 Contoh Dimensi Kualitas Barang dan Jasa Pelayanan
Karakteristik Kualitas Barang
(Komputer Note Book)
Jasa Pelayanan
(Bank Komersial)
1. Performance Kecepatan proses Ketepatan transaksi
2. Range and Type of
Features
Modem/networking Transaksi luar negeri
3. Reliability and
Durability
Waktu penggunaan hingga
rusak
Pelayanan segera
4. Maintainability and
Serviceability
Jumlah tempat untuk
perbaikan yang disediakan
Telepon langsung
5. Sensory
Characteristics
Menarik Fasilitas lengkap
6. Ethical Profile and
Image
Jaminan yang diberikan Advertensi yang
wajar
Sumber: Yamit (2004, p.12)
Dimensi kualitas yang dikemukakan oleh David Garvin, Zeithaml, Berry dan
Parasuraman maupun Martinich tersebut berpengaruh pada harapan pelanggan dan
kenyataan yang mereka terima. Jika kenyataannya pelanggan menerima produk dan
pelayanan melebihi harapannya, maka pelanggan akan mengatakan produk dan
pelayanannya berkualitas dan jika kenyataannya pelanggan menerima produk dan pelayanan
kurang atau sama dari harapannya, maka pelanggan akan mengatakan produk dan
pelayanannya tidak berkualitas atau tidak memuaskan.
2.1.1.3 Pengertian Jasa Pelayanan
Bagian yang paling rumit dari pelayanan adalah kualitasnya yang sangat dipengaruhi
oleh harapan konsumen. Harapan konsumen dapat bervariasi dari konsumen yang satu
dengan konsumen lain walaupun pelayanan yang diberikan konsisten. Kualitas mungkin
-
17
dapat dilihat sebagai suatu kelemahan kalau konsumen mempunyai harapan yang terlalu
tinggi, walaupun dengan suatu pelayanan yang baik.
Jasa pelayanan boleh jadi didefinisikan lebih baik dalam waktu tertentu tetapi tidak
cocok pada waktu yang lain. Secara formal sering dijumpai pengertian pekerjaan jasa adalah
pekerjaan di luar bidang pertanian dan pabrik seperti pekerjaan di bidang hotel, restoran dan
toko reparasi; hiburan seperti bioskop, teater, taman hiburan; fasilitas perawatan kesehatan
seperti rumah sakit dan jasa dokter; jasa profesional seperti konsultan hukum, akuntan;
pendidikan; keuangan; ansuransi dan real estate; pedagang besar dan pedagang pengecer;
jasa transportasi dan lain sebagainya.
Namun demikian, pada kenyataannya masih terdapat beberapa definisi jasa
pelayanan yang sering disebut sebagai jasa pelayanan umum (public utilities), di Indonesia
seperti: perusahaan telekomunikasi, perusahaan air minum, perusahaan pos dan giro,
perusahaan listrik dan lain sebagainya.
Menurut Olsen dan Wyckoff (1978) yang dikutip oleh Yamit (2004, p.22) melakukan
pengamatan atas jasa pelayanan dan mendefinisikan jasa pelayanan adalah sekelompok
manfaat yang berdaya guna baik secara eksplisit maupun inplisit atas kemudahan untuk
mendapatkan barang maupun jasa pelayanan. Dan definisi secara umum dari kualitas jasa
pelayanan ini adalah dapat dilihat dari perbandingan antara harapan konsumen dengan
kinerja kualitas jasa pelayanan. Coller (1987) memiliki pandangan lain dari kualitas jasa
pelayanan ini, yaitu lebih menekankan pada kata pelanggan, pelayanan, kualitas dan level
atau tingkat.
2.1.1.4 Karateristik Jasa Pelayanan
Meskipun terjadi beberapa perbedaan terhadap pengertian jasa pelayanan dan
secara terus menerus perbedaan tersebut akan menggangu, beberapa karaktristik jasa
-
18
pelayanan berikut ini akan memberikan jawaban yang lebih mantap terhadap pengertian jasa
pelayanan. Karakteristik jasa tersebut menurut Yamit (2004, p.21) adalah:
1. Tidak dapat diraba (intangibility). Jasa adalah sesuatu yang sering kali tidak dapat
disentuh atau tidak dapat diraba. Jasa mungkin berhubungan dengan sesuatu secara
fisik, seperti pesawat udara, kursi dan meja dan peralatan makan di restoran, tempat
tidur pasien di rumah sakit. Bagaimanapun juga pada kenyataannya konsumen membeli
dan memerlukan sesuatu yang tidak dapat diraba. Hal ini banyak terdapat pada biro
perjalanan atau biro travel dan tidak terdapat pada pesawat terbang maupun kursi, meja
dan peralatan makan, bukan terletak pada tempat tidur di rumah sakit, tetapi lebih pada
nilai. Oleh karena itu, jasa atau pelayanan yang terbaik menjadi penyebab khusus yang
secara alami disediakan.
2. Tidak dapat disimpan (inability to inventory). Salah satu ciri khusus dari jasa adalah tidak
dapat disimpan. Misalnya, ketika kita menginginkan jasa tukang potong rambut, maka
apabila pemotongan rambut telah dilakukan tidak dapat sebagiannya disimpan untuk
besok. Ketika kita menginap di hotel tidak dapat dilakukan setengah malam dan
setengahnya dilanjutkan lagi besok, jika hal ini dilakukan konsumen tetap dihitung
menginap dua hari.
3. Produksi dan konsumsi secara bersama. Jasa adalah sesuatu yang dilakukan secara
bersama dengan produksi. Misalnya, tempat praktek dokter, restoran, pengurusan
asuransi mobil dan lain sebagainya.
4. Memasukinya lebih mudah. Mendirikan usaha di bidang jasa membutuhkan investasi
yang lebih sedikit, mencari lokasi lebih mudah dan banyak tersedia, tidak membutuhkan
teknologi tinggi. Untuk kebanyakan usaha jasa hambatan untuk memasukinya lebih
rendah.
-
19
5. Sangat dipengaruhi oleh faktor dari luar. Jasa sangat dipengaruhi oleh faktor dari luar
seperti: teknologi, peraturan pemerintah dan kenaikan harga energi. Sektor jasa
keuangan merupakan contoh yang paling banyak dipengaruhi oleh peraturan dan
perundang-undangan pemerintah, dan teknologi komputer dengan kasus melinium bug
pada abad dua satu.
2.1.1.5 Jenis-jenis Pelayanan
Retail service (pelayanan eceran) bertujuan memfasilitasi para pembeli saat mereka
berbelanja di gerai. Hal-hal yang dapat memfasilitasi para pembeli terdiri atas layanan
pelanggan, personal selling, layanan transaksi berupa pembayaran yang mudah, layanan
keuangan berupa penjualan dengan kredit, dan fasilitas-fasilitas seperti contoh toilet, tempat
mengganti pakaian bayi, food court, telepon umum, dan sarana parkir.
Retail service bersama unsur-unsur bauran pemasaran ritel lainya mempunyai fungsi
memenuhi kebutuhan pembeli dalam berbelanja. Meskipun yang dijual oleh sebuah gerai
eceran berupa barang yang kasat mata (tangible), pada hakikatnya pembeli mencari barang
untuk memenuhi kebutuhannya.
Adapun jenis-jenis pelayanan yang disediakan dalam sebuah retail , sebagai berikut:
Customer service: Pramuniaga dan staf lain (seperti kasir dan SPG/sales promotion girls) yang
terampil dengan cara pelayanan dan kesigapan membantu.
Personal shopper, yaitu staf perusahaan ritel yang melayani pembeli melalui
telepon dan menyiapkan barang pesanan yang nantinya tinggal diambil oleh
pelanggan.
Terkait fasilitas gerai: Jasa pengantaran (delivery).
-
20
Gift wrapping.
Gift certificates (voucher).
Jasa pemotongan pakaian jadi (atau perbaikan).
Cara pembayaran dengan credit card atau debit card.
Fasilitas tempat makan (food corner).
Fasilitas kredit.
Fasilitas kenyamanan dan keamanan berupa tangga jalan dan tangga
darurat.
Fasilitas telepon dan mail orders.
Lain-lain, seperti fasilitas kredit.
Terkait jam operasional toko: Jam buka yang panjang atau buka 24 jam.
Fasilitas-fasilitas lain: Ruang/lahan parkir.
Gerai laundry.
Gerai cuci cetak film.
2.1.1.6 Tingkatan Pelayanan
Prinsip roda ritel (the wheel of retailing) mengatakan antara lain bahwa suatu bisnis
ritel yang bermula dari sebuah gerai kecil ketika tumbuh berkembang akan menjadi gerai
besar dengan kualitas lebih baik sehingga membutuhkan staf seperti pramuniaga untuk
memberikan nilai tambah berupa layanan. Adanya karyawan yang bertugas melayani pembeli
menambah beban, atau biaya, operasional sehingga harga jual barang pun dinaikkan untuk
bisa menutup pengeluaran tersebut. Namun, membesarnya gerai tidak harus diikuti dengan
-
21
adanya pelayanan oleh pramuniaga. Gerai besar bisa memutuskan sistem penjualannya
adalah swalayan, yakni tanpa pramuniaga.
Ada beberapa tingkatan pelayanan seperti berikut: a) swalayan (self-service), b) bisa
memilih sendiri walau disediakan pramuniaga disebut self-selection, c) pelayanan terbatas
yaitu banyak barang disediakan sehingga pembeli memerlukan jasa pramuniaga, dan d)
pelayanan penuh (full service) yaitu pramuniaga yang mendampingi pembeli dalam semua
proses belanjanya datang-mencari-membandingkan-memilih.
2.1.2 Perilaku Konsumen
2.1.2.1 Pengertian Perilaku Konsumen
Tujuan utama pemasar adalah melayani dan memuaskan kebutuhan dan keinginan
konsumen. Oleh karena itu, pemasar perlu memahami bagaimana perilaku konsumen dalam
usaha memuaskan kebutuhan dan keinginannya.
Definisi perilaku konsumen menurut beberapa pakar yang dikutip oleh Hurriyati
(2005, pp.67-68) dijabarkan di bawah ini.
Loundon dan Bitta (1993): Perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan yang
mensyaratkan aktivitas individu untuk mengevaluasi, mencari,
menggunakan barang dan jasa.
Wilkie (1990): Perilaku konsumen adalah aktivitas di mana seseorang melibatkan diri dalam
proses menyeleksi, membeli dan mempergunakan barang dan jasa sehingga
memuaskan kebutuhan dan hasratnya. Beberapa aktivitas melibatkan mental
dan proses emosional, sebagai tambahan dari reaksi fisik.
Engel, Blackwell dan Miniard (2001): Perilaku konsumen adalah tindakan langsung untuk
mendapatkan, mengonsumsi, dan menghabiskan
produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang
-
22
mendahului dan mengikuti tindakan ini.
Mowen dan Minor (2001): Perilaku konsumen adalah studi tentang unit pembelian dan
proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi dan
pembuangan barang dan jasa, pengalaman, serta ide-ide.
Menurut beberapa pakar ahli lainnya perilaku konsumen secara definitif dapat
diartikan sebagai:
1. Perilaku konsumen (consumer behavior) adalah proses yang terjadi pada konsumen
ketika ia memutuskan membeli, apa yang dibeli, di mana, kapan, dan bagaimana
membelinya (Maruf, 2006, p.50).
2. Perilaku konsumen merupakan suatu upaya untuk memahami proses pemecahan
masalah yang dihadapi konsumen (Kotler dan Armstong, 2001, p.235).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku
konsumen berkaitan erat dengan proses pengambilan keputusan untuk menggunakan
barang atau jasa untuk memuaskan kebutuhannya.
Perilaku konsumen juga sebagai interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi,
perilaku, dan kejadian di sekitar kita di mana manusia melakukan aspek pertukaran dalam
hidup mereka. Paling tidak ada tiga ide penting dalam definisi perilaku konsumen:
1. Perilaku konsumen adalah dinamis
Ini berarti bahwa seorang konsumen, grup konsumen, serta masyarakat luas selalu
berubah dan bergerak sepanjang waktu.
2. Perilaku konsumen melibatkan interaksi
Ini berarti bahwa untuk memahami konsumen dan mengembangkan strategi pemasaran
yang tepat, kita harus memahami apa yang mereka pikirkan (kognisi) dan mereka
rasakan (pengaruh), apa yang mereka lakukan (perilaku), dan apa serta di mana
-
23
(kejadian) yang memengaruhi serta dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan, dirasa, dan
dilakukan konsumen.
3. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran
Hal terakhir yang ditekankan dalam definisi perilaku konsumen adalah pertukaran
diantara individu. Hal ini membuat definisi perilaku konsumen tetap konsisten dengan
definisi pemasaran yang sejauh ini juga menekankan pertukaran.
2.1.2.2 Keputusan Pembelian
Dalam membeli suatu barang atau jasa, seorang konsumen akan melalui suatu
proses keputusan pembelian. Menurut Maruf (2006, pp.61-62) terdapat tiga proses
keputusan pembelian, yaitu:
1. Proses keputusan panjang (extended decision making) untuk barang durable (rumah,
lahan, mobil, kulkas, mesin cuci, dll). Proses itu menurut Berman dan Evans adalah:
StimulusKebutuhanmencari infoEvaluasiTransaksiPerilaku pasca pembelian.
Pengertian stimulus adalah situasi yang menyebabkan munculnya kebutuhan dalam diri
konsumen.
2. Proses keputusan terbatas (limited decision making), sama dengan proses di atas tetapi
terjadi secara lebih cepat dan kadang meloncati tahapan. Proses terbatas ini biasanya
untuk barang seperti pakaian, hadiah, mobil kedua, atau jasa seperti wisata ke luar kota
atau luar negeri.
3. Proses pembelian rutin, keputusan pembelian yang terjadi secara kebiasaan sehingga
proses pembelian sangat singkat saja. Begitu dirasakan ada kebutuhan, langsung
dilakukan pembelian, misalnya membeli baterai. Menurut Utami (2006, p.37) Kesetiaan
pada merek dan Kesetiaan pada toko adalah contoh pengambilan keputusan berdasarkan
kebiasaan.
-
24
Proses pembelian yang panjang dan terbatas dapat dikatakan sebagai pembelian
yang bersifat insidental. Sedangkan, proses pembelian rutin merupakan proses yang
berlawanan dengan proses pembelian yang bersifat insidental. Pembelian yang insidental
yaitu yang hanya sekali atau sekali-sekali dibeli.
Belanja impulsif atau impulse buying adalah proses pembelian barang yang terjadi
secara spontan. Menurut Maruf (2006, p.64) ada tiga jenis pembelian impulsif, yaitu:
1. Pembelian tanpa rencana sama sekali. Konsumen belum punya rencana apa pun
terhadap pembelian suatu barang, dan membeli barang itu begitu saja ketika terlihat.
2. Pembelian yang setengah tak direncanakan. Konsumen sudah ada rencana membeli
suatu barang tapi tidak punya rencana merek ataupun jenis/berat, dan membeli barang
begitu ketika melihat barang tersebut.
3. Barang pengganti yang tidak direncanakan. Konsumen sudah berniat membeli suatu
barang dengan merek tertentu, dan membeli barang dimaksud tapi dari merek lain.
2.1.2.3 Model Perilaku konsumen dalam Keputusan Pembelian
Pada hakikatnya kebutuhan konsumen akan mengalami perubahan dalam hidupnya
sejalan dengan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya yang terjadi pada lingkungan di
mana mereka hidup. Perubahan tersebut akan memengaruhi perilaku konsumen (consumer
behaviour), yaitu dalam mengambil keputusan pembelian atau penggunaan suatu produk
barang dan jasa.
Engel, Blackwell dan Miniard (2000) yang dikutip oleh Hurriyati (2005, p.74)
berpendapat bahwa terdapat tiga faktor yang mendasari variasi perilaku konsumen dalam
proses pengambilan keputusan untuk membeli atau menggunakan produk barang dan jasa.
Adapun faktor-faktor tersebut adalah pengaruh lingkungan, karakteristik individu, proses
psikologi.
-
25
Menurut Kotler dan Amstrong dikemukakan melalui model perilaku konsumen yang
digambarkan pada gambar 2.1 di bawah ini.
Gambar 2.1 Model Perilaku Konsumen Menurut Kotler dan Amstrong
Sumber: Hurriyati (2005, p.72)
Pada model ini, pemasaran dan rangsangan lain memengaruhi perusahaan pembeli
dan menimbulkan tanggapan tertentu dari pembeli. Rangsangan pemasaran untuk pembelian
produk terdiri dari 4P untuk produk fisik dan 7P untuk produk jasa. Rangsangan lain adalah
kekuatan-kekuatan utama dalam lingkungan, yaitu: ekonomi, teknologi, politik dan budaya.
Rangsangan-rangsangan ini memengaruhi pembeli dan berubah menjadi tanggapan pembeli
untuk memutuskan pilihan pada keputusan pembelian. Aktivitas pembelian terdiri dari dua
bagian utama: karakteristik pembeli dan proses pengambilan keputusan pembelian. Untuk
sampai pada keputusan membeli atau mengonsumsi jasa, pelanggan mulai dengan
mengenali permasalahan yang dihadapinya, mencari informasi mengenai solusi
Karakteristik Proses Pembeli Keputusan Pembelian Pengenalan Budaya masalah Sosial Pencarian Pribadi informasi Psikologis Evaluasi Keputusan Perilaku Pembelian
Stimulti Stimulti Pemasaran Lain Produk Ekonomi Harga Teknologi Tempat Politik Promosi Budaya Orang Proses Bukti Fisik
Keputusan Pembelian
Pilihan Produk Pilihan Merk Pilihan Toko
Pilihan Waktu Pilihan Jumlah
-
26
permasalahannya, melakukan evaluasi terhadap alternatif-alternatif yang ada, dan akhirnya
melakukan pembelian. Setelah itu, konsumen akan melakukan evaluasi terhadap proses
pembelian tersebut. Pengalaman tersebut selanjutnya memengaruhi lingkungan eksternalnya
dan juga memengaruhi dirinya sendiri, sehingga akhirnya membentuk self-concept dan gaya
hidup konsumen.
Menurut Sumarwan (2003, pp.294-321) keputusan membeli atau mengonsumsi
suatu produk dengan merek tertentu akan diawali oleh langkah-langkah sebagai berikut.
1. Pengenalan kebutuhan
Pengenalan kebutuhan muncul ketika konsumen menghadapi suatu masalah, yaitu suatu
keadaan di mana terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan keadaan yang
sebenarnya terjadi. Ada beberapa faktor yang memengaruhi pengaktifan kebutuhan
yang dikemukakan oleh Engel, Blackwell dan Miniard (1995) yaitu: waktu, perubahan
situasi, pemilikan poduk, konsumsi produk, perbedaan individu dan pengaruh
pemasaran.
2. Pencarian informasi
Pencarian informasi mulai dilakukan ketika konsumen memandang bahwa kebutuhan
tersebut bisa dipenuhi dengan membeli dan mengonsumsi suatu produk. Konsumen akan
mencari informasi yang tersimpan didalam ingatannya (pencarian internal) dan mencari
informasi dari luar (pencarian eksternal). Menurut Schiffman dan Kanuk (2007, pp.496-
497) pada tingkat yang paling fundamental, alternatif pencarian informasi dapat
digolongkan sebagai personal maupun impersonal. Alternatif pencarian informasi
personal memasukkan tidak saja pengalaman konsumen yang lalu dengan produk atau
jasa. Tersebut juga di dalamnya permintaan informasi dan nasihat kepada teman-teman,
kerabat, rekan sekerja dan para wiraniaga. Sedangkan alternatif pencarian informasi
impersonal terdiri dari artikel surat kabar, artikel majalah, brosur promosi langsung,
-
27
informasi dari iklan produk dan situs web internet. Faktor-faktor yang memengaruhi
pencarian informasi yaitu: (a) Faktor risiko produk, (b) Faktor karakteristik konsumen
dan (c) Faktor situasi.
3. Evaluasi alternatif
Proses mengevaluasi pilihan produk dan merek, dan memilihnya sesuai dengan yang
diinginkan konsumen. Kriteria evaluasi adalah atribut atau karakteristik dari produk dan
jasa yang digunakan untuk mengevaluasi dan menilai alternatif pilihan. Kriteria evaluasi
bisa bermacam-macam tergantung kepada produk atau jasa yang dievaluasi. Engel,
Blackwell dan Miniard (1995) menyebutkan tiga atribut penting yang sering digunakan
untuk evaluasi, yaitu harga, merek, dan negara asal atau pembuat produk.
4. Keputusan pembelian
Memutuskan alternatif yang akan dipilih dan mungkin penggantinya jika diperlukan.
Pembelian meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, apakah membeli
atau tidak, kapan membeli, di mana membeli, dan bagaimana cara membayarnya.
Setelah konsumen membeli atau memperoleh produk dan jasa, biasanya akan diikuti
oleh proses konsumsi atau penggunaan produk.
5. Perilaku pasca pembelian
Menggunakan alternatif yang dipilih dan mengevaluasinya sekali lagi berdasarkan kinerja
yang dihasilkan. Hasil dari proses ini adalah konsumen akan memiliki perasaan puas atau
tidak puas terhadap produk atau jasa yang dikonsumsinya. Kepuasan akan mendorong
konsumen membeli dan mengonsumsi ulang produk tersebut. Sebaliknya perasaan yang
tidak puas akan menyebabkan konsumen kecewa dan menghentikan pembelian kembali
dan konsumsi produk tersebut.
Sedangkan menurut Utami (2006, p.45) bahwa ada beberapa tahapan dalam proses
belanja pelanggan, dapat dilihat dalam gambar 2.2 di bawah ini.
-
28
Gambar 2.2 Proses Belanja Pelanggan
Sumber: Utami (2006, p.45)
PENGENALAN KEBUTUHAN
Mencari Informasi Tentang Ritel
PENGENALAN KEBUTUHAN
Mencari Informasi Tentang Barang Dagangan
Evaluasi Barang Dagangan
Menyeleksi Barang Dagangan
Belanja Barang Dagangan
Evaluasi Setelah Belanja
Evaluasi Ritel
Memilih Ritel
Mengunjungi Toko/Situs Internet/Mencari melalui
Katalog
Membeli Kembali di Tempat yang Sama
PEMILIHAN RITEL PEMILIHAN BARANG KEBUTUHAN
TAHAPAN
PENGENALAN KEBUTUHAN
PENCARIAN INFORMASI
EVALUASI
PENENTUAN PILIHAN
TRANSAKSI
KESETIAAN
-
29
2.1.2.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Konsumen
Menurut Maruf (2006, pp.57-60) proses keputusan memilih barang atau jasa dan
lain-lainnya itu dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor pribadi.
A. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan terdiri atas:
1. Faktor budaya
Budaya adalah faktor mendasar dalam pembentukan norma-norma yang dimiliki
seseorang yang kemudian membentuk atau mendorong keinginan dan prilakunya
menjadi seseorang konsumen. Termasuk di dalamnya kebudayaan, sub kebudayaan, dan
kelas sosial. Budaya meliputi hal-hal berikut ini:
- Nilai-nilai : Norma yang dianut oleh masyarakat
- Persepsi : Cara pandang pada sesuatu
- Preferensi : Rasa lebih suka pada sesuatu dibandingkan pada yang lainnya
- Behaviour : Tindak-tanduk atau kebiasaan seseorang
2. Faktor sosial
- Kelompok : Kelompok yang memengaruhi anggotanya dalam membuat
keputusan terhadap pembelian sesuatu barang atau jasa.
- Keluarga : Faktor ini juga penting pengaruhnya bagi seseorang dalam memilih
suatu barang dan jasa. Sama seperti kelompok yang dapat
memengaruhi anggotanya, demikian juga keluarga.
- Peran dan status: Peran seorang di masyarakat atau di perusahaan akan
memengaruhi pola tindakannya dalam membeli barang atau jasa.
Demikian juga status. Orang yang dalam status tidak bekerja akan
sangat bertolak belakang dalam berbelanja dari orang yang
berstatus bekerja.
-
30
B. Faktor Pribadi
Faktor pribadi atau faktor internal dalam diri seseorang adalah faktor penting bagi
proses pembelian dalam diri konsumen. Keputusan konsumen juga dipengaruhi oleh
karakteristik pribadi. Faktor pribadi terdiri atas:
1. Faktor pribadi
Seorang konsumen akan berbeda dari seorang konsumen lainnya karena faktor-faktor
pribadi yang berbeda. Hurriyati (2005, pp.98-100) menjelaskan faktor-faktor pribadi
tersebut, yaitu:
a. Umur dan tahap siklus hidup
Orang merubah barang dan jasa yang mereka beli selama masa hidupnya. Selera
akan makanan, pakaian, perabot, dan rekreasi seringkali berhubungan dengan umur.
Membeli juga dibentuk oleh tahap daur hidup keluarga tahap-tahap yang mungkin
dilalui oleh keluarga sesuai dengan kedewasaannya.
b. Pekerjaan
Pekerjaan seseorang memengaruhi barang dan jasa yang dibelinya. Pekerja kasar
cenderung membeli lebih banyak pakaian untuk bekerja, sedangkan pekerja kantor
membeli lebih banyak jas dan dasi. Pemasar berusaha mengenali kelompok
pekerjaan yang mempunyai minat di atas rata-rata akan produk dan jasa mereka.
c. Situasi Ekonomi
Situasi ekonomi akan memengaruhi pilihan produk. Pemasar produk yang peka
terhadap pendapatan mengamati kecenderungan dalam pendapatan pribadi,
tabungan, dan tingkat minat.
d. Gaya Hidup
Orang yang berasal dari subbudaya, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama mungkin
mempunyai gaya hidup yang jauh berbeda. Gaya hidup adalah pola kehidupan
-
31
seseorang yang diwujudkan dalam psikografiknya. Gaya hidup mencakup sesuatu
yang lebih dari sekedar kelas sosial atau kepribadian seseorang, gaya hidup
menampilkan pola bereaksi dan berinteraksi seseorang secara keseluruhan di dunia.
e. Kepribadian dan Konsep diri
Kepribadian setiap orang yang jelas memengaruhi tingkah laku membelinya.
Kepribadian biasanya diuraikan dalam arti sifat-sifat seperti rasa percaya diri,
dominasi, kemudahan bergaul, otonomi, mempertahankan diri, kemampuan
menyesuaikan diri, dan keagresifan. Dasar pemikiran konsep diri adalah bahwa apa
yang dimiliki seseorang memberi kontribusi dan mencerminkan identitas mereka.
Jadi, agar dapat memahami tingkah laku konsumen, pertama-tama pemasar harus
memahami hubungan antara konsep diri konsumen dan miliknya.
2. Faktor psikologis
Faktor kejiwaan atau psikologis yang memengaruhi seseorang dalam tindakan membeli
sesuatu barang/jasa ada empat macam, yaitu termasuk di dalamnya motivasi, persepsi,
pengetahuan, serta keyakinan dan sikap. Hurriyati (2005, pp.100-102) menjelaskan
faktor-faktor psikologis tersebut, yaitu:
a. Motivasi
Seseorang mempunyai banyak kebutuhan pada suatu saat. Kebutuhan berubah
menjadi motif kalau merangsang sampai tingkat intensitas yang mencukupi. Motif
(dorongan) adalah kebutuhan yang cukup menekan untuk mengarahkan seseorang
mencari kepuasan.
b. Persepsi
Seseorang yang termotifasi siap untuk bertindak. Bagaimana orang bertindak
dipengaruhi oleh persepsinya mengenai situasi. Dua orang dengan motivasi sama
dan dalam situasi yang sama mungkin mengambil tindakan yang jauh berbeda
-
32
karena mereka memandang situasi secara berbeda. Persepsi adalah proses yang
dilalui orang dalam memilih, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan informasi
guna membentuk gambaran berarti mengenai dunia.
c. Pengetahuan
Pentingnya praktik dan teori pengetahuan bagi pemasar adalah mereka dapat
membentuk permintaan akan suatu produk dengan menghubungkannya dengan
dorongan yang kuat, menggunakan petunjuk yang membangkitkan motivasi, dan
memberikan pembenaran positif.
d. Keyakinan dan Sikap
Keyakinan adalah pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang mengenai sesuatu.
Pemasar tertarik pada keyakinan bahwa orang merumuskan mengenai produk dan
jasa spesifik, karena keyakinan ini menyusun citra produk dan merek yang
memengaruhi tingkah laku membeli. Sikap menguraikan evaluasi, perasaan, dan
kecenderungan dari seseorang terhadap suatu objek atau ide yang relatif konsisten.
2.1.3 Loyalitas Pelanggan
2.1.3.1 Pengertian Pelanggan
Definisi customer (pelanggan) berasal dari kata custom, yang didefinisikan sebagai
membuat sesuatu menjadi kebiasaan atau biasa dan mempraktikkan kebiasaan.
Pelanggan adalah seseorang yang menjadi terbiasa untuk membeli. Kebiasaan itu terbentuk
melalui pembelian dan interaksi yang sering selama periode waktu tertentu. Tanpa adanya
hubungan yang kuat dan pembelian berulang, orang tersebut bukanlah pelanggan, ia adalah
pembeli. Pelanggan yang sejati tumbuh seiring dengan waktu (Griffin, 2005, p.31).
Sesuai pandangan tradisional pelanggan adalah setiap orang yang membeli dan
menggunakan produk perusahaan tersebut. Sesuai pandangan modern pelanggan mencakup
-
33
pelanggan external dan internal. Pelanggan eksternal adalah setiap orang yang membeli
produk dari perusahaan, sedangkan pelanggan internal adalah semua pihak dalam organisasi
yang sama, yang menggunakan jasa suatu bagian/departemen tertentu (Tjiptono, 2002,
p.5).
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pelanggan yang terdiri dari
pelanggan internal maupun pelanggan eksternal, merupakan bagian terpenting bagi
perkembangan suatu perusahaan. Tanpa pelanggan suatu perusahaan tidak akan dapat
menjalankan kegiatan usahanya, karena pelanggan adalah seseorang yang secara terus
menerus dan berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginan
atau kebutuhannya dengan memiliki suatu produk atau jasa dari perusahaan tersebut.
2.1.3.2 Pengertian Loyalitas Pelanggan
Oliver (1996) yang dikutip oleh Hurriyati (2005, p.129) mengungkapkan definisi
loyalitas pelanggan sebagai berikut: Customer Loyalty is deefly held commitment to rebuy
or repatronize a preferred product or service consistenly in the future, despite situational
influences and marketing efforts having the potential to cause switching behavior. Dari
definisi di atas terlihat bahwa loyalitas adalah komitmen pelanggan bertahan secara
mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk atau jasa
terpilh secara konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-
usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku.
Menurut Griffin (2002) yang dikutip oleh Hurriyati (2005, p.129) Loyalty is defined
as non random purchase expressed over time by some decision making unit. Berdasarkan
definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku dari
unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap
barang atau jasa suatu perusahaan yang dipilih.
-
34
Pelanggan menjadi setia (loyal) biasanya disebabkan salah satu aspek dalam
perusahaan saja, tetapi biasanya pelanggan menjadi setia (loyal) karena paket yang
ditawarkan seperti produk, pelayanan dan harga.
Ada tiga kriteria untuk mendefinisikan pelanggan setia (loyal), yaitu :
1. Keinginan untuk membeli produk dan jasa dari perusahaan tanpa membandingkan
produk atau jasa yang ditawarkan oleh pesaing.
2. Merekomendasikan perusahaan, produk dan pelayanan perusahaan dari mulut ke mulut
kepada orang lain.
3. Tindakan proaktif untuk memberikan saran produk dan jasa karena perusahaan.
Kesetiaan (loyalitas) pelanggan merupakan sesuatu yang tertanam dalam benak atau
pikiran pelanggan yang memiliki hubungan yang memuaskan dengan penyelia produk atau
jasa. Pelanggan akan tetap setia (loyal) memakai produk atau jasa yang disediakan
sepanjang ia merasa dipuaskan dengan apa yang akan disediakan.
Loyalitas pelanggan menurut Utami (2006, p.140) bahwa pelanggan mempunyai
komitmen akan berbelanja barang-barang kebutuhan serta memakai layanan ritel dan akan
mengabaikan aktivitas pesaing yang mencoba untuk menarik pelanggan.
Dari keseluruhan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa loyalitas pelanggan
terbentuk melalui berbagai tahapan sesuai dengan proses pembelajaran dan pengalaman
yang dilalui pelanggan dalam pertukaran yang terjadi antara pelanggan dan penyelia produk.
Loyalitas pelanggan dipengaruhi secara positif oleh kepuasan pelanggan setelah
mengonsumsi sebuah produk (barang atau jasa) serta akan membentuk komitmen serta
kepercayaan pelanggan terhadap produk (barang atau jasa) yang dikonsumsinya.
-
35
2.1.3.3 Loyalitas dan Siklus Pembelian
Setiap kali pelanggan membeli, ia bergerak melalui siklus pembelian. Menurut Griffin
(2005, pp.18-20) Pembeli pertama kali akan bergerak melalui lima langkah, yaitu:
1. Kesadaran. Langkah pertama menuju loyalitas dimulai dengan kesadaran pelanggan
akan produk. Pada tahap inilah perusahaan mulai membentuk pangsa pikiran yang
dibutuhkan untuk memposisikan ke dalam pikiran pelanggan bahwa produk atau jasa
perusahaan lebih unggul dari pesaing. Kesadaran dapat timbul dengan berbagai cara
seperti lewat iklan, komunikasi dari mulut-ke-mulut serta kegiatan pemasaran lainnya.
Pada tahap ini, iklan atau tipu daya pemasaran perusahaan lain dapat merebut
pelanggan.
2. Pembelian awal. Pembelian pertama kali merupakan langkah penting dalam memelihara
loyalitas. Baik secara online ataupun offline, Pembelian pertama kali merupakan
percobaan, perusahaan dapat menanamkan kesan positif atau negatif kepada pelanggan
dengan produk atau jasa yang diberikan. Setelah pembelian pertama ini dilakukan,
perusahaan berkesempatan untuk mulai menumbuhkan pelanggan yang loyal.
3. Evaluasi Pasca-pembelian. Setelah pembelian dilakukan, pelanggan secara sadar atau
tidak sadar akan mengevaluasi transaksi. Bila pembeli merasa puas, atau
ketidakpuasannya tidak terlalu mengecewakan sampai dapat dijadikan dasar
pertimbangan beralih ke pesaing, langkah empat (keputusan membeli kembali)
merupakan kemungkinan.
4. Keputusan membeli kembali. Komitmen untuk membeli kembali merupakan sikap yang
paling penting bagi loyalitas, bahkan lebih penting dari kepuasan. Singkatnya, tanpa
pembelian berulang, tidak ada loyalitas.
5. Pembelian kembali. Langkah akhir dalam siklus pembelian adalah pembelian kembali
yang aktual. Untuk dapat dianggap benar-benar loyal, pelanggan harus terus membeli
-
36
kembali dari perusahaan yang dianggap sama, mengulangi langkah ketiga sampai kelima
berkali-kali. Pelanggan yang benar-benar loyal menolak pesaing dan membeli kembali
dari perusahaan yang sama kapan saja dibutuhkan.
Urutan dari pembelian, evaluasi pasca-pembelian, dan keputusan membeli kembali,
dengan demikian membentuk lingkaran pembelian kembali yang berulang beberapa kali atau
beberapa ratus kali, selama terjalin hubungan antara pelanggan dengan perusahaan dan
produk serta jasanya (lihat gambar 2.3).
Gambar 2.3 Siklus Pembelian
Sumber: Griffin (2005, p.18)
2.1.3.4 Prasyarat Bagi Loyalitas
Sebagaimana ditunjukkan oleh siklus pembelian lima-langkah, dua faktor berikut
sangat penting bila ingin mengembangkan loyalitas. Menurut Griffin (2005, pp.20-24) Yaitu:
1. Keterikatan
Keterikatan yang tinggi terhadap produk atau jasa dibandingkan terhadap produk atau
jasa pesaing potensial. Keterikatan yang dirasakan pelanggan terhadap produk atau jasa
dibentuk oleh dua dimensi: tingkat preferensi (seberapa besar keyakinan pelanggan
Kesadaran Pembelian awal Evaluasi pasca-pembelian
Keputusan membeli kembali
Pembelian kembali
Lingkaran Pembelian Kembali
-
37
terhadap produk atau jasa tertentu) dan tingkat diferensiasi produk yang dipersepsikan
(seberapa signifikan pelanggan membedakan produk atau jasa tertentu dari alternatif-
alternatif lain). Bila kedua faktor ini diklasifikasikan-silang, muncul empat kemungkinan
keterikatan, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.4.
Tidak Ya
Kuat Keterikatan rendah Keterikatan tertinggi
Lemah Keterikatan terendah Keterikatan tinggi
Gambar 2.4 Empat Keterikatan Relatif
Sumber: Griffin (2005, p.21)
Keterikatan tertinggi bila pelanggan mempunyai preferensi yang kuat akan produk atau jasa tertentu dan dapat secara jelas membedakannya dari produk-produk
pesaing.
Keterikatan tinggi adalah sikap yang lemah terhadap produk atau jasa suatu perusahaan tetapi menganggap bahwa produk perusahaan itu berbeda dari tawaran
pesaing, dan selanjutnya dapat berkontribusi pada loyalitas.
Keterikatan rendah terjadi bila preferensi yang kuat digabung dengan sedikit diferensiasi yang dipersepsikan menyebabkan loyalitas pada multiproduk.
Keterikatan terendah terjadi bila preferensi yang positif tetapi lemah serta terkait dengan ketiadaan diferensiasi, dengan pembelian berulang yang lebih jarang dan
berbeda-beda dari satu kesempatan ke kesempatan berikutnya.
2. Pembelian yang berulang
Setelah keterikatan, faktor kedua yang menentukan loyalitas pelanggan terhadap produk
Preferensi Pembeli
Diferensiasi Produk
-
38
atau jasa tertentu adalah pembelian ulang. Empat jenis loyalitas yang berbeda muncul
bila keterikatan rendah dan tinggi diklasifikasi-silang dengan pola pembelian ulang yang
rendah dan tinggi (lihat gambar 2.5).
Pembelian Berulang
Tinggi Rendah
Tinggi Loyalitas premium Loyalitas tersembunyi
Rendah Loyalitas yang lemah Tanpa loyalitas
Gambar 2.5 Empat Jenis Loyalitas
Sumber: Griffin (2005, p.22)
Tanpa loyalitas terjadi bila keterikatan yang rendah terhadap produk atau jasa tertentu dikombinasikan dengan tingkat tingkat pembelian berulang yang rendah.
Loyalitas yang lemah terjadi bila keterikatan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi. Pelanggan ini membeli karena kebiasaan. Loyalitas
jenis ini paling umum terjadi pada produk yang sering dibeli. Loyalitas ini ditunjukkan
oleh pelanggan yang membeli bensin di pompa bensin.
Loyalitas tersembunyi terjadi bila tingkat preferensi yang relatif tinggi digabung dengan tingkat pembelian berulang yang rendah. Bila pelanggan memiliki loyalitas
yang tersembunyi, pengaruh situasi dan bukan pengaruh sikap yang menentukan
pembelian berulang.
Loyalitas premium, jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan, terjadi bila ada tingkat keterikatan yang tinggi dan tingkat pembelian berulang yang juga tinggi.
Pada tingkat preferensi paling tinggi tersebut, orang bangga karena menemukan dan
Keterikatan Relatif
-
39
menggunakan produk tertentu dan senang membagi pengetahuan mereka dengan
rekan dan keluarga.
2.1.3.5 Karakteristik Loyalitas Pelanggan
Banyak perusahaan mengandalkan kepuasan pelanggan sebagai jaminan
keberhasilan di kemudian hari tetapi kemudian kecewa mendapati bahwa para pelanggannya
yang merasa puas dapat berbelanja produk pesaing tanpa ragu-ragu. Sebaliknya, loyalitas
pelanggan tampaknya merupakan ukuran yang lebih dapat diandalkan untuk memprediksi
pertumbuhan penjualan dan keuangan. Berbeda dari kepuasan, yang merupakan sikap,
loyalitas dapat didefinisikan berdasarkan perilaku membeli. Pelanggan yang loyal menurut
Griffin (2005, p.31) adalah orang yang:
1. Melakukan pembelian berulang secara teratur
Maksudnya pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali
atau lebih. Mereka adalah yang melakukan pembelian atas produk yang sama banyak
dua kali, atau membeli dua macam produk yang berbeda dalam dua kesempatan.
2. Membeli antarlini produk dan jasa
Maksudnya membeli semua barang/jasa yang ditawarkan dan mereka butuhkan. Mereka
membeli secara teratur, hubungan dengan jenis pelanggan ini sudah kuat dan
berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh produk pesaing.
3. Mereferensikan kepada orang lain
Maksudnya membeli barang atau jasa yang ditawarkan dan yang mereka butuhkan,
serta melakukan pembelian secara teratur. Selain itu, mereka mendorong teman-teman
mereka agar membeli barang atau jasa perusahaan atau merekomendasikan perusahaan
tersebut pada orang lain, dengan begitu secara tidak langsung mereka telah melakukan
pemasaran untuk perusahaan dan membawa konsumen untuk perusahaan.
-
40
4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing
Maksudnya tidak mudah terpengaruh oleh tarikan persaingan produk atau jasa sejenis
lainnya.
-
41
2.2 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.6 Kerangka Pemikiran
Sumber: Penulis
Berwujud (tangibles)
K1
Keandalan (reliability)
K2
Responsif (responsiveness)
K3
Keyakinan (assurance)
K4
Empati (empathy)
K5
Pengenalan kebutuhan
P1
Evaluasi alternative
P3
Pencarian informasi
P2
Keputusan pembelian
P4
Melakukan pembelian berulang
secara teratur L1
Membeli antarlini produk
dan jasa L2
Mereferensikan kepada
orang lain L3
Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing
L4
Perilaku pasca pembelian
P5
Kualitas Pelayanan
(X)
Proses Keputusan Pembelian
(Y1)
Loyalitas Pelanggan
(Y2)