191066774-hepatitis-a
DESCRIPTION
hepatitis aTRANSCRIPT
TUGAS PRESENTASI KASUS
HEPATITIS A
Tutor:
dr. Ariadne Tiara H, Sp. A, M. Si. Med
Oleh:
KELOMPOK B2
Dandy Dharma Santosa Putra G1A010016
Nur Fitri Margaretna G1A010017
Liliana Yeni Safira G1A010019
Indrasti Banjaransari G1A010020
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
Hepatitis adalah istilah umum yang berarti radang hati dan dapat
disebabkan oleh beberapa mekanisme, termasuk agen infeksius. Virus hepatitis
dapat disebabkan oleh berbagai macam virus yang berbeda seperti virus hepatitis
A, B, C, D dan E. Penyakit kuning adalah ciri karakteristik penyakit hati dan
bukan hanya karena virus hepatitis, diagnosis yang benar hanya dapat dilakukan
dengan pengujian SERA pada pasien untuk mendeteksi adanya antivirus pada
antibodi. Sebagian besar kasus terkait hepatitis karena transfusi disebabkan oleh
hepatitis A virus (HAV) atau virus hepatitis B (HBV), kedua hanya dikenal
hepatitis manusia, virus ini dikenal pada tahun 1975. Pada waktu itu, Hepatitis C
sudah ada, tapi dikenal dengan sebutan hepatitis non A non B (NANB). Pada
tahun 1989 virus hepatitis non A-B diidentifikasi dan dikloning, kemudian
dinamai virus hepatitis C (HCV) (WHO, 2010).
Hepatitis A disebabkan oleh virus HAV. Virus hepatitis A merupakan
virus RNA dalam famili Picornaviridae. Virus hepatitis A (HAV) menginfeksi
hati, infeksi ini dapat menyebabkan ikterik maupun non-ikterik. Ada tidaknya
tanda klinis ikterik tergantung oleh usia pasien yang mengalami hepatitis A. Pada
anak berusia kurang dari 6 tahun, lebih dari 90% yang menderita infeksi HAV
bersifat asimtomatik. Kontrasnya, lebih dari dua pertiga anak yang lebih besar dan
orang dewasa mengalami tanda klinis ikterik setelah infeksi HAV (Committee on
Infectious Disease Pediatrics, 2007).
Hepatitis A merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati di
dunia. Hepatitis A terjadi secara sporadis di seluruh dunia, dengan kecenderungan
pengulangan siklus epidemi. Di dunia prevalensi infeksi virus hepatitis A sekitar
1.4 juta jiwa setiap tahun (WHO) dengan prevalensi tertinggi pada negara
berkembang. Epidemi yang terkait dengan makanan atau air yang terkontaminasi
dapat meletus eksplosif, seperti epidemi di Shanghai pada tahun 1988 yang
mempengaruhi sekitar 300 000 orang.
Penyakit hepatitis A ataupun gejala sisanya bertanggung jawab atas 1-2
juta kematian setiap tahunnya. Secara global, virus hepatitis merupakan penyebab
2
utama viremia yang persisten. Di Indonesia berdasarkan data yang berasal dari
rumah sakit, hepatitis A masih merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus
hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar 39,8-68,3% (Sanitoso, 2007). Pada
tahun 2002-2003 terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) hepatitis dengan 80%
penderita berasal dari kalangan mahasiswa. Dari data penderita hepatitis pada
mahasiswa menunjukkan 56% mahasiswa tersebut terbiasa makan di warung atau
pedagang kuliner kaki lima dengan hygiene sanitasi yang tidak baik (Laporan
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, 2003).
Pada tahun 2010, prevalensi penyakit infeksi virus hepatitis A mencapai
angka 9.3% dari total penduduk 237.6 juta jiwa. Di Sumatra Selatan tahun 2007
dengan jumlah penduduk 7.019.964 jiwa, prevalensi hepatitis A adalah 0.2-1.9%.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Hepatitis A merupakan suatu peradangan pada hati akibat serangan virus
hepatitis A. Penyakit ini menular dan sering sekali menimbulkan wabah di
dunia. Virus ini menyebar terutama melalui ingesti makanan atau air yang
terkontaminasi dengan tinja orang yang terinfeksi (Ririn, 2013).
Infeksi hepatitis A tidak menyebabkan penyakit hati kronis dan jarang
berakibat fatal, tetapi dapat menyebabkan gejala yang melemahkan tubuh dan
dapat menjadi hepatitis fulminan (gagal hati akut), yang berhubungan dengan
kematian yang tinggi (WHO 2012). Penyakit Hepatitis A memiliki masa
inkubasi 2 sampai 6 minggu sejak penularan terjadi, barulah kemudian
penderita menunjukkan beberapa tanda dan gejala terserang penyakit Hepatitis
A. Karakteristik hepatitis A adalah terjadinya penyembuhan yang sempurna
tanpa penyakit hati kronis atau keadaan karier kronis (Ririn, 2013).
B. ETIOLOGI
Secara umum agen penyebab hepatitis virus terbagi dalam dua grup, yaitu
hepatitis dengan transmisi secara enterik dan transmisi melalui darah. Agen
penyebab hepatitis A (HAV) ini dapat bertansmisi secara enterik dengan virus
tanpa selubung, tahan terhadap cairan empedu, ditemukan di tinja, tidak
dihubungkan dengan penyakit hati kronik dan tidak terjadi viremia yang
berkepanjangan atau kondisi karier intestinal (Sanityoso, 2007).
HAV digolongkan dalam piconarvirus, subklasifikasi sebagai hepatovirus
dengan diameter 27-28 nm bentuk kubus simetrik. Terdapat RNA untai
tunggal linier 7,5 kb. Pada manusia terdiri atas satu serotipe, tiga atau lebih
genotipe. Mengandung lokasi netralisasi imunodominan tunggal, mengandung
tiga atau empat polipedtida virion kapsomer, replikasinya di sitoplasma
hepatosit yang terinfeksi, tidak terdapat bukti nyata adanya infeksi diusus.
Virus ini juga menyebar pada primata non manusia dan galur sel manusia
(Sanityoso, 2007).
4
HAV adalah virus RNA 27-nm nonenvelop, termasuk genus Hepatovirus,
family Picornavirus. Genom terdiri atas 5’NTR-P1-P2-P3-3’NTR.VHA
bersifat termostabil, tahan asam, dan tahan terhadap empedu sehingga efisien
dalam transmisi fekal oral. Terdapat 4 genotipe tapi hanya 1 serotipe.
Kerusakan hepar yang terjadi disebabkan karena mekanisme imun yang
diperantarai sel-T. Infeksi HAV tidak menyebabkan terjadinya hepatitis kronis
atau persisten. Infeksi HAV menginduksi proteksi jangka panjang terhadap re-
infeksi (Arief, 2010).
C. PREDISPOSISI
Faktor resiko penularan HAV yaitu:
1. Sanitasi yang buruk
2. Daerah padat seperti poliknik dan rumah sakit jiwa
3. Jasa boga terinfeksi
4. Pekerja layanan kesehatan
5. Wisatawan internasional
6. Pengguna obat
7. Hubungan seksual dengan orang terinfeksi
8. Daerah endemis (seperti suku bangsa Indian Amerika atau
pedesaan asli Alaska) beresiko tinggi (Price & Wilson, 2006).
Pada wanita di Amerika Serikat, kehamilan bukan merupakan faktor risiko
terjadinya infeksi HAV yang lebih berat. Walaupun transmisi ke fetus tidak
biasanya terjadi, telah ada 2 laporan kasus dimana ibu yang mengalami
hepatitis A selama trimester pertama kehamilan, anak dalam kandungannya
dapat mengalami peritonitis mekonium. Risiko transmisi dari ibu yang
mengalami hepatitis A selama trimester ketiga ke janin umumnya rendah
(Committee on Infectious Disease Pediatrics, 2007).
Transmisi HAV terbanyak melalui fecal oral. Pada anak-anak penyebaran
virus yang banyak terjadi lewat close contact dan kontaminasi makanan dan
minuman yang mengandung HAV. Virus ini merupakan RNA virus. Feses dari
anak yang terinfeksi hepatitis A virus sangat infeksius dari 14-21 sebelum dan
5
8 hari setelah munculnya ikterus (Committee on Infectious Disease Pediatrics,
2007).
Masa inkubasi hepatitis A berkisar antara 15-45 hari, atau rata-rata 30 hari.
Masa penularan tertinggi adalah pada minggu kedua segera setelah timbulnya
ikterus (Price & Wilson, 2006).
D. EPIDEMIOLOGI
Hepatitis A merupakam urutan pertama dari berbagai penyakit hati di
dunia. Hepatitis A terjadi secara sporadis di seluruh dunia, dengan
kecenderungan pengulangan siklus epidemi. Di dunia prevalensi infeksi virus
hepatitis A sekitar 1,4 juta jiwa setiap tahun dengan prevalensi tertinggi pada
negara berkembang. Epidemi yang terkait dengan makanan atau air yang
terkontaminasi dapat meletus eksplosif, seperti epidemi di Shanghai pada
tahun 1988 yang mempengaruhi sekitar 300.000 orang (WHO, 2000).
Penyakit hepatitis A ataupun gejala sisanya bertanggung jawab atas 1-2
juta kematian setiap tahunnya. Secara global, virus hepatitis merupakan
penyebab utama viremia yang persisten di Indonesia berdasarkan data yang
berasal dari rumah sakit, hepatitis A masih merupakan bagian terbesar dari
kasus-kasus hepatitis akut yaitu berkisar 39,8 - 68,3% (Sanityoso, 2007).
Pada tahun 2002-2003 terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) hepatitis dengan
80% penderita berasal dari kalangan mahasiswa. Dari data penderita hepatitis
pada mahasiswa menunjukkan 56% mahasiswa tersebut terbiasa makan di
warung atau pedagang kuliner kaki lima dengan hygiene sanitasi yang tidak
baik (Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, 2003).
Pada tahun 2010, prevalensi penyakit infeksi virus Hepatitis A mencapai
angka 9,3% dari total penduduk 237.6 juta jiwa. Di sumatera selatan tahun
2007 dengan jumlah penduduk 7.019.964 jiwa, prevalensi hepatitis A adalah
0,2-1,9% (Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, 2003).
Menurut Depkes RI, Hepatitis A sangat umum menyerang anak-anak
sekolah dan dewasa muda. Pada tahun-tahun belakangan ini, KLB yang sangat
luas penularannya umumnya terjadi di masyarakat, namun KLB karena pola
penularan "Common Source" berkaitan dengan makanan yang tekontaminasi
6
oleh penjamah makanan dan produk makanan yang terkontaminasi tetap saja
terjadi. KLB pernah dilaporkan terjadi diantara orang-orang yang bekerja
dengan primata yang hidup liar (Depkes RI, 2000).
Di negara berkembang dimana HAV masih endemis seperti Afrika,
Amerika Selatan, Asia Tengah dan Asia Tenggara, paparan terhadap HAV
hampir mencapai 100% pada anak berusia 10 tahun. Di indonesia prevalensi
di Jakarta, Bandung, dan Makassar berkisar antara 35%-45% pada usia 5
tahun, dan mencapai lebih dari 90% pada usia 30 tahun. Di papua pada umur 5
tahun prevalensi anti HAV mencapai hampir 100%. Penelitian seroprevalensi
di yogyakarta tahun 1997 menunjukkan 30-65% dari umur 4 tahun sampai 37
tahun (Arief, 2010).
Pada tahun 2008 terjadi outbreak yang terjadi di sekitar kampus
Universitas Gadjah Mada yang menyerang lebih dari 500 penderita, yang
diduga berasal dari pedagang kaki lima yang berada di sekitar kampus. Di
negara maju prevalensi anti HAV pada populasi umum dibawah 20% dan usia
terjadinya infeksi lebih tua daripada negara berkembang (Arief, 2010).
Adanya perbaikan sanitasi lingkungan akan mengubah epidemiologi
hepatitis A sehingga kasus infeksi bergeser dari usia muda ke usia tua, diikuti
konsekuensi timbulnya gejala klinis. Infeksi pada dewasa memberi gejala
lebih berat. Walaupun jumlah infeksi pada dewasa berkurang tetapi kasus
hepatitis A akut yang manifes maupun berat, dan kadang-kadang fulminan
sering dijumpai (Arief, 2010).
E. PATOMEKANISME
Penyebaran Hepatitis A yaitu dari kotoran/tinja penderita yang
penularannya melalui makanan dan minuman yang terkomtaminasi, bukan
melalui aktivitas sexual atau melalui darah. Sebagai contoh, ikan atau kerang
yang berasal dari kawasan air yang dicemari oleh kotoran manusia penderita.
HAV (Hepatitis A Virus) masuk ke hati dari saluran pencernaan melalui
aliran darah, menuju hepatosit, dan melakukan replikasi di hepatosit yang
melibatkan RNA-dependent polymerase, dari hepar HAV dieliminasi melalui
7
sinusoid, kanalikuli, masuk ke dalam usus sebelum timbul gejala klinis
maupun laboratories (Ririn, 2013).
Stadium Penyakit (Ririn, 2013).
a. Stadium Inkubasi
Periode antara infeksi HAV dan munculnya gejala berkisar 15
– 49 hari, rata-rata 25-30 hari. Inkubasi tergantung jumlah virus
dan kekebalan tubuh.
b. Stadium Prodromal
Ditandai dengan gejala seperti : mual, muntah, nafsu makan
menurun, merasa penuh diperut, diare (sembelit), yang diikuti oleh
kelemahan, kelelahan, demam, sakit kepala, gatal-gatal, nyeri
tenggorokan, nyeri sendi, gangguan penciuman dan pengecapan,
sensitif terhadap cahaya, kadang-kadang batuk.
c. Stadium Klinis
Sebagian besar pasien HAV akut adalah subklinis, sering
tidak terdeteksi. Akhir dari prodromal dan awal dari fase klinis
di tandai dengan urin yang berwarna coklat, urobilinogenuria
persisten, proteinuria ringan dan mikrohaematuria dapat
berkembang. Feses biasanya berwarna pucat, dengan terjadinya
ikteric (60-70% pada anak-anak, 80-90% pada dewasa).
Sebagian gejala mereda, namun demam bisa tetap terjadi.
Hepatomegali, nyeri tekan hepar splenomegali, dapat ditemukan.
d. Penyembuhan
Fase ikterik berlangsung sekitar 2-6 minggu. Parameter
laboratorium benar-benar normal setelah 4-6 bulan. Normalisasi
dari serum asam empedu juga dianggap sebagai perameter dari
penyembuhan.
8
F. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Gejala muncul secara mendadak, yaitu panas, mual, muntah, tidak mau
makan dan nyeri perut. Pada bayi dan balita, gejala-gejala ini sangat ringan
dan jarang terjadi ikterus (30%). Sebaliknya pada orang dewasa yang
terinfeksi HAV, hampir semuanya (70%) simptomatik dan dapat menjadi
berat. Dibedakan menjadi 4 stadium yaitu (Arief, 2010) :
1. Masa inkubasi, belangsung selama 18-50 hari (rata-rata 28 hari)
2. Masa prodomal, terjadi selama 4 hari sampai 1 minggu atau lebih.
Gejalanya adalah fatigue, malaise, nafsu makan berkurang, mual,
muntah, rasa tidak nyaman di daerah kanan atas, demam (biasanya
<390C), merasa dingin, sakit kepala, gejala seperti flu. Tanda yang
ditemukan biasanya hepatomegali ringan dan nyeri tekan.
3. Fase ikterik, dimulai dengan urin yang berwarna kuning tua seperti teh,
diikuti oleh feses yang berwarna seperti dempul, kemudian warna
sclera dan kulit perlahan-lahan menjadi kuning. Gejala anoreksia, lesu
mual, dan muntah bertambah berat.
4. Fase penyembuhan, ikterik menghilang dan warna feses kembali
normal dalam 4 minggu setelah onset
Gejala klinis terjadi ridak lebih dari 1 bulan, sebagian besar penderita
sembuh total, tetapi relaps dapat terjadi dalam beberapa bulan. Tidak dikenal
adanya pertanda viremia terdapat 5 macam gejala klinis (Arief, 2010):
1. Hepatitis A klasik
Penyakit timbul secara mendadak didahului gejala prodomal
sekitar 1 minggu sebelum jaundice. sekitar 80% dari penderita yang
simtomatis mengalami jenis klasik ini. IgG anti HAV pada bentuk ini
mempunyai aktivitas yang tinggi, dan dapat memisahkan igA dari
komplek IgA-HAV, sehingga dapat dieliminasi oleh sistem imun,
untuk mencegah terjadinya relaps.
2. Hepatitis relaps
Terjadi pada 4%-20% penderita simtomatis. timbul 6-10 minggu
setelah sebelumnya dinyatakan sembuh secara klinis. Kebanyakan
9
terjadi pada umur 20-40 tahun. Gejala klinis dan laboratoris dari
serangan pertama bisa sudah hilang atau masih ada sebagian sebelum
timbulnya relaps. Gejala relaps lebih ringan daripda bentuk pertama.
3. Hepatitis A kolestatik
Terjadi pada 10% penderita simptomatis, ditandai dengan
pemanjangan gejala hepatitis dalam beberapa bulan disertai panas,
gatal-gatal, dan jaundice. Pada saat ini kadar AST, ALT, dan ALP
secara perlahan turun ke arah normal tetapi kadar bilirubin serum tetap
tinggi.
4. Hepatitis A protracted
Pada bentuk protracted (8,5%), clearence dari virus terjadi perlahan
sehingga pulihmnya fungsi hati mermelukan waktu yang lebih lama,
dapat mencapai 120 hari. Pada biopsi hepar ditemukan adanya inflamai
portal dengan piecemeal necrosis, periportal fibrosis, dan lobular
hepatitis
5. Hepatitis A fulminan
Terjadi pada 0,35% kasus. bentuk ini paling berat dan dapat
menyebabkan kematian. Ditandai dengan memberatnya ikterus,
ensefalopati, dan pemanjangan waktu protrombin. Biasanya terjadi
pada minggu pertama saat mulai timbulnya gejala. Penderita berusia
tua yang menderita penyakit hati kronis berisiko tinggi untuk
terjadinya bentuk fulminan.
Diagnosis hepatitis dibuat dengan penilaian biokimia fungsi hati (evaluasi
laboratorium: bilirubin urin dan urobilinogen, bilirubin total serum dan
langsung, ALT dan/atau AST, fosfatase alkali, waktu protrombin, protein
total, albumin, IgG, IgA, IgM, hitung darah lengkap). Diagnosis spesifik
hepatitis akut A dibuat dengan menemukan anti-HAV IgM dalam serum
pasien. Sebuah pilihan kedua adalah deteksi virus dan/atau antigen dalam
faeces. Virus dan antibodi dapat dideteksi oleh RIA tersedia secara komersial,
AMDAL atau ELISA kit. Tes ini secara komersial tersedia untuk anti-HAV
IgM dan anti-HAV total (IgM dan IgG) untuk penilaian kekebalan terhadap
10
HAV tidak dipengaruhi oleh administrasi pasif IG, karena dosis profilaksis
berada di bawah deteksi level. Pada awal penyakit, keberadaan IgG anti-HAV
selalu disertai dengan adanya IgM anti-HAV. Sebagai anti-HAV IgG tetap
seumur hidup setelah infeksi akut, deteksi IgG anti-HAV saja menunjukkan
infeksi masa lalu (WHO, 2010).
Diagnosis hepatitis A ditegakkan dengan tes darah. Tes darah ini mencari
dua jenis antibodi terhadap virus, yang disebut sebagai IgM dan IgG. Pertama,
dicari antibodi IgM yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh lima sampai
sepuluh hari sebelum gejala muncul, dan biasanya hilang dalam enam bulan.
Tes juga mencari antibodi IgG, yang menggantikan antibodi IgM dan untuk
seterusnya melindungi terhadap infeksi HAV. Bila tes darah menunjukkan
negatif untuk antibodi IgM dan IgG, kita kemungkinan tidak pernah terinfeksi
HAV, dan sebaiknya mempertimbangkan untuk divaksinasi terhadap HAV.
Bila tes menunjukkan positif untuk antibodi IgM dan negatif untuk IgG, kita
kemungkinan tertular HAV dalam enam bulan terakhir ini, dan sistem
kekebalan sedang mengeluarkan virus atau infeksi menjadi semakin parah.
Bila tes menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan positif untuk antibodi
IgG, kita mungkin terinfeksi HAV pada suatu waktu sebelumnya, atau kita
sudah divaksinasikan terhadap HAV dan sekarang kebal terhadap HAV
(Roohi, 2010).
G. PENATALAKSANAAN
Tidak ada pengobatan anti virus spesifik untuk HAV. Infeksi akut dapat
dicegah dengan pemberian imunoglobulin dalam 2 minggu setelah terinfeksi
atau menggunakan vaksin. Penderita hepatitis A akut dirawat jalan, tetapi 13%
penderita mermelukan rawat inap, dengan indikasi muntah hebat, dehidrasi
dengan kesulitan masukan per oral, kadar SGOT-SGPT >10 kali nilai normal,
koagulopati, dan ensefalopati (Arief, 2010).
Pengobatan meliputi istirahat dan pencegahan terhadap bahan
hepatotoksik, misalnya asetaminofen. Pada penerita tipe kolestatik dapat
diberikan kortikosteroid dalam jangka pendek. Pada tipe fulminan perlu
perawatan di ruang perawatan intensif dengan evaluasi waktu protrombin
11
secara periodik. Parameter klinis untuk prognosis yang kurang baik adalah
(Arief, 2010) :
1. Pemanjangan waktu protrombin lebih dari 30 detik
2. Umur pemderita kurang dari 10 tahun atau lebih dari 40 tahun
3. Kadar bilirubin serum lebih dari 17 mg/dl atau waktu sejak dari ikterus
menjadi ensefalopati lebih dari 7 hari
a. Farmakologis
1) Vaksinasi Imunisasi Pasif
Menyuntikkan Immune Serum Globulin (ISG) yang berasal
dari serum penderita hepatitis A konvalesen kepada subjek agar
memperoleh daya proteksi. Imunisasi pasif bila diberikan
sebelum terjangkitnya penyakit, akan dapat mencegah terhadap
infeksi hepatitis A, tetapi bila diberikan pada saat masa
inkubasi, akan dapat mengurangi gejala penyakit, yaitu gejala
klinis dapat menjadi subklinis. Hal ini karena ISG yang
diberikan dapat menetralisir virus yang sedang beredar di
dalam tubuh, dan mencegah reaksi sel hati yang sedang
terinfeksi.
Indikasi imunisasi pasif yaitu semua orang yang kontak
serumah dengan penderita, pegawai dan pengunjung tempat
penitipan anak bila didapatkan seseorang atau keluarganya
menderita hepatitis A, pegawai jasa boga dimana salah satu
diketahui menderita hepatitis A, individu dari negara atau
endemisitas rendah yang melakukan perjalanan ke negara
dengan endemisitas sedang sampai tinggi dalam kurun waktu 4
minggu. IG juga diberikan pada usia dibawah 2 tahun yang ikut
berpegian sebab vaksin tidak dianjurkan untuk anak dibawah 2
tahun.
ISG dapat mencegah tertulari hepatitis A sekitar 85%
kasus, dengan dosis 0,02 ml/kg ISG selama 2-3 bulan atau
dosis 0,06 ml/kg sekitar 4-5 bulan, selain itu dapat mengurangi
insidensi hepatitis non A dan B yang transmisinya peroral.
12
Oleh karena itu dianjurkan pemberian vaksin ke orang yang
mau berpergian ke daerah endemis hepatitis virus. Dosis 0,02
ml/kgBB untuk perlindungan selama 3 bulan, dan 0,06 ml/kg
untuk perlindungan selama 5 bulan diberikan secara
intramuskuler dan tidak boleh diberikan dalam waktu 2 minggu
setelah pemberian live attenuated vaccines (measles, mumps,
rubella, varicella) sebab IG akan menurunkan imunogenitas
vaksin. Imunogenitas vaksin HAV tidak terpengaruh oleh
pemberian IG yang bersama-sama (Arief, 2010).
2) Vaksinasi Imunisasi Aktif (Imunisasi Inaktif)
Vaksin ini diambil dari hepatitis A strain HM 175 yang
dapat dibuat vaksin inaktif. Vaksinasi aktif ini bila diberikan
kepada mereka sebelum terjangkit penyakit akan dapat
mencegah infeksi hepatitis virus A, akan tetapi bila diberikan
pada saat masa inkubasi, akan dapat mengurangi / meringankan
gejala penyakit, yaitu gejala klinis menjadi subklinis. Cara
pemberian vaksin hepatitis A aktif yang paling ideal ialah dua
kali pada jarak 2-4 minggu, kemudian dilanjutkan pemberian
booster pada bulan ke 6 atau 12. Dosis yang diberikan
sebanyak 1 ml 720 EU disuntikkan secara intramuskuler di
deltoideus (WHO, 2000).
Vaksin yang beredar saat ini adalah havrixTM
(smith Kline
Beecham) dan VaqtaTM
(Merck), avaxismeTM
(Avantis Pasteur).
semuanya berasal dari inaktivasi dengan formalin dari sel
kultur HAV disuntikkan secara intramuskular 2 kali dengan
jarak 6 bulan dan tidak diberikan pada anak dibawah 2 tahun
karena transfer antibodi dari ibu tidak jelas pada usia ini (Arief,
2010).
Efikasi dan imunogenisitas dari kedua produk adalah sama
walaupun titer geometrik rata-rata anti-HAV pada vata lebih
tinggi. Dalam beberapa studi klinis kadar 20 mlU/l pada havrix
dan 10mlU/l pada vaqta mempunyai nilai protektif. kadar
13
protektif antibodi mencapai 88% dan 99% pada havrix dan
95% dan 100% pada vaqta pada bulan ke 1 dan ke 7 setelah
imunisasi. diperkirakan kemampuan proteksi bertahanan antara
5-1- tahun atau lebih. Tidak ditemukan kasus infeksi hepatitis
A dalam waktu 6 tahun setelah imunisasi (Arief, 2010).
Walaupun jarang, kemungkinan reaksi anafilaksis harus
diperhitungakn. Seperti pada vaksin HBV kemungkinan gejala
sindroma demielinisasi pernah dilaporkan, walaupun frekuensi
kejadiannya tidak berbeda dibandingkan dengan populasi tidak
divaksinansi (Arief, 2010).
Vaksinasi aktif memberikan ketebalan terhadap infeksi
sekunder dari kontak penderita maupun pada saat timbul
wabah. efikasi mencapai 79% dan jumlah penderita yang
divaksinasi untuk didapatkan satu kasus infeksi sekunder
adalah 18:1. rasio ini dipengaruhi oleh status imunologi dalam
masyarakat (Arief, 2010).
3) Hepatoprotektor
Hepatoprotektor adalah senyawa atau zat yang berkhasiat
melindungi sel sekaligus memperbaiki jaringan hati yang rusak
akibat pengaruh toksik. Senyawa yang bersifat hepatoprotektor
diantaranya meliputi senyawa golongan fenilpropanoid,
kumarin, lignin, minyak atsiri, terpenoid, glikosida, flavonoid,
asam organik lipid, serta senyawa nitrogen (alkaloid dan
xantin). Beberapa senyawa antioksidan alami seperti flavonoid,
terpenoid, dan steroid telah diteliti secara farmakologi memiliki
aktivitas hepatoproteksi.
b. Nonfarmakologis
Hampir semua infeksi HAV menyebar lewat jalur fecal-oral,
higenitas diri yang baik, persediaan air bersih dan sanitasi lingkungan
yang baik telah menunjukkan dapat menurunkan prevalensi infeksi
HAV (WHO, 2000).
14
Dalam rumah tangga, higenitas yang baik, termasuk mencuci
tangan setelah BAB dan sebelum makan sangat penting untuk
mengurangi transmisi dari individu yang terinfeksi sebelum dan
sesudah gejala klinis mereka timbul (WHO, 2000).
Untuk individu yang belum di vaksinasi, pemberian imunisasi ISG
dapat mencegah terjadinya hepatitis A. Bagi individu yang sudah di
vaksinansi tidak diperlukan tindakan pencegahan (WHO, 2000).
Terapi seharusnya suportive dan bertujuan untuk mempertahankan
keseimbangan nutrisi, tidak ada bukti bahwa pengurangan asupan
lemak mempunyai efek yang menguntungkan selama terjadi penyakit,
telur, susu, dan mentega dapat memperbaiki intake kalori. Konsumsi
alkohol tidak boleh selama hepatitis akut karena efek hepatotoxic
alkohol. Rawat inap biasanya tidak diperlukan, transplantasi hati pada
pasien dengan hepatitis A fulminan (WHO, 2000).
15
BAB III
KESIMPULAN
1. Hepatitis A merupakan suatu peradangan pada hati akibat serangan virus
hepatitis A.
2. Etiologi hepatitis A yaitu Virus Hepatitis A termasuk genus Hepatovirus.
3. Diagnosis hepatitis A ditegakkan dengan tes darah. Tes darah ini mencari dua
jenis antibodi terhadap virus, yang disebut sebagai IgM dan IgG.
4. Penatalaksanaan hepatitis A yaitu melalui vaksinasi imunisasi aktif atau pasif.
16
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Sjamsul. 2010. Buku Ajar Gastroentologi - Hepatologi: Hepatitis virus.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI
Committee on Infectious Disease Pediatrics. 2007. Hepatitis A Vaccine
Recommendations, DOI: 10.1542/peds.2007-1088 2007; 120; 189-199.
Pediatrics, Official Journal of the American Academy of Pediatrics.
Hepatitis Masalah Kesehatan Dunia. 2010. Available at: www.depkes.go.id.
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Volume 2, Edisi 6. Jakarta: EGC.
Sanityoso. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. 5th Ed. Interna
Publishing: Jakarta;p645-47.
Ririn, E. 2013. Hepatitis Akut Disebabkan Oleh Virus Hepatitis A. Medula. 1(1):
89-98.
Roohi Y. Abdulla, Marilyn A. Rice, Stephanie Donauer, Kelly R. Hicks, Dustin
Poore and Mary Allen Staat. 2010. Hepatitis A in Internationally Adopted
Children: Screening for Acute and Previous Infections; 126; e1039-e1044.
WHO. 2000. Hepatitis A. Department of Communicable Disease Surveillance and
Response.