166434871-sle-pdf

28
1 BAB I PENDAHULUAN Lupus adalah sebutan dari suatu kelainan yang disebut sebagai Lupus Erythematosus. Dalam istilah sederhana, seseorang dapat dikatakan menderita penyakit Lupus Erythematosus saat tubuhnya menjadi alergi pada dirinya sendiri. Lupus adalah istilah dari bahasa Latin yang berarti Serigala. Penyakit ini dalam ilmu kedokteran disebut Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu ketika penyakit ini sudah menyerang seluruh tubuh atau sistem internal manusia. Dalam ilmu imunologi atau kekebalan tubuh, penyakit ini adalah kebalikan dari kanker atau HIV/AIDS. Pada Lupus, tubuh menjadi overacting terhadap rangsangan dari sesuatu yang asing dan membuat terlalu banyak antibodi atau semacam protein yang malah ditujukan untuk melawan jaringan tubuh sendiri. Dengan demikian, Lupus disebut sebagai autoimmune disease (penyakit dengan kekebalan tubuh berlebihan). Jenis penyakit Lupus ini memiliki beberapa bentuk, diantaranya yaitu Cutaneus Lupus, seringkali disebut discoid yang mempengaruhi kulit, Systemic Lupus Erythematosus (SLE) yang menyerang organ tubuh seperti kulit, persendian, paru, darah, pembuluh darah, jantung, ginjal, hati, otak, dan saraf, dan Drug Induced Lupus (DIL), timbul karena menggunakan obat- obatan tertentu. Setelah pemakaian dihentikan, umumnya gejala akan hilang dan biasanya odipus (orang hidup dengan lupus) akan menghindari hal-hal yang dapat membuat membuat penyakitnya kambuh seperti stress, terpapar sinar matahari langsung, terlalu letih dan pemakaian obat tertentu. Odipus dapat memeriksakan diri pada dokter pemerhati penyakit ini, dokter spesialis penyakit dalam hal konsultasi hematologi, rheumatologi,

Upload: dwi-astika-sari

Post on 01-Jan-2016

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

vtvvtvtvt

TRANSCRIPT

Page 1: 166434871-SLE-pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

Lupus adalah sebutan dari suatu kelainan yang disebut sebagai Lupus

Erythematosus. Dalam istilah sederhana, seseorang dapat dikatakan menderita

penyakit Lupus Erythematosus saat tubuhnya menjadi alergi pada dirinya

sendiri. Lupus adalah istilah dari bahasa Latin yang berarti Serigala.

Penyakit ini dalam ilmu kedokteran disebut Systemic Lupus

Erythematosus (SLE), yaitu ketika penyakit ini sudah menyerang seluruh

tubuh atau sistem internal manusia. Dalam ilmu imunologi atau kekebalan

tubuh, penyakit ini adalah kebalikan dari kanker atau HIV/AIDS. Pada Lupus,

tubuh menjadi overacting terhadap rangsangan dari sesuatu yang asing dan

membuat terlalu banyak antibodi atau semacam protein yang malah ditujukan

untuk melawan jaringan tubuh sendiri. Dengan demikian, Lupus disebut

sebagai autoimmune disease (penyakit dengan kekebalan tubuh berlebihan).

Jenis penyakit Lupus ini memiliki beberapa bentuk, diantaranya yaitu

Cutaneus Lupus, seringkali disebut discoid yang mempengaruhi kulit,

Systemic Lupus Erythematosus (SLE) yang menyerang organ tubuh seperti

kulit, persendian, paru, darah, pembuluh darah, jantung, ginjal, hati, otak, dan

saraf, dan Drug Induced Lupus (DIL), timbul karena menggunakan obat-

obatan tertentu. Setelah pemakaian dihentikan, umumnya gejala akan hilang

dan biasanya odipus (orang hidup dengan lupus) akan menghindari hal-hal

yang dapat membuat membuat penyakitnya kambuh seperti stress, terpapar

sinar matahari langsung, terlalu letih dan pemakaian obat tertentu.

Odipus dapat memeriksakan diri pada dokter pemerhati penyakit ini,

dokter spesialis penyakit dalam hal konsultasi hematologi, rheumatologi,

Page 2: 166434871-SLE-pdf

2

ginjal, hipertensi, alergi imunologi. SLE dapat ditanggulangi dengan berobat

dan minum obat secara teratur (yang biasanya diminum seumur hidup)

sehingga odipus akan dapat hidup selayaknya orang normal.

Page 3: 166434871-SLE-pdf

3

BAB II

PEMBAHASAN

II.1. DEFINISI

Lupus Eritematosus Sistemik (Lupus Eritematosus Diseminata, Lupus)

adalah suatu penyakit autoimun menahun yang menimbulkan peradangan dan

bisa menyerang berbagai organ tubuh, termasuk kulit, persendian, dan organ

dalam.

Pada setiap penderita, peradangan akan mengenai jaringan dan organ

yang berbeda. Beratnya penyakit bervariasi mulai dari penyakit yang ringan

sampai penyakit yang menimbulkan kecacatan, tergantung dari jumlah dan

jenis antibody yang muncul dan organ yang terkena.1

II.2 EPIDEMIOLOGI

Insidens LES pada anak secara keseluruhan mengalami peningkatan,

sekitar 15-17%. Penyakit LES jarang terjadi pada usia di bawah 5 tahun dan

menjelang remaja. Perempuan lebih sering terkena dibanding laki-laki, dan

rasio tersebut juga meningkat seiring dengan pertambahan usia.

Prevalensi penyakit LES di kalangan penduduk berkulit hitam ternyata

lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk berkulit putih.2

II.3. ETIOLOGI

Dalam keadaan normal, sistem kekebalan berfungsi mengendalikan

pertahanan tubuh dalam melawan infeksi. Pada lupus dan penyakit autoimun

lainnya, sistem pertahanan tubuh ini berbalik melawan tubuh, dimana antibodi

Page 4: 166434871-SLE-pdf

4

yang dihasilkan menyerang sel tubuhnya sendiri. Antibodi ini menyerang sel

darah, organ dan jaringan tubuh, sehingga terjadi penyakit menahun.

Mekanisme maupun penyebab dari penyakit autoimun ini belum sepenuhnya

dimengerti.

Penyebab dari lupus tidak diketahui, tetapi diduga melibatkan factor

lingkungan dan keturunan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu

timbulnya lupus antara lain : infeksi, antibiotik, (terutama golongan sulfa dan

penisilin), sinar ultraviolet, stres yang berlebihan, obat-obatan tertentu,

hormon.

Meskipun lupus diketahui merupakan penyakit keturunan, tetapi gen

penyebabnya tidak diketahui. Penemuan terakhir menyebutkan tentang gen dari

kromosom 1. Hanya 10% dari penderita yang memiliki kerabat (orang tua

maupun saudara kandung) yang telah maupun akan menderita lupus.

Statistik menunjukkan bahwa hanya sekitar 5% anak dari penderita lupus yang

akan menderita penyakit ini.

Lupus seringkali disebut sebagai penyakit wanita walaupun juga bisa

diderita oleh pria.

Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita,

meskipun 10-15 kali lebih sering ditemukan pada wanita.

Faktor hormonal mungkin bisa menjelaskan mengapa lupus lebih sering

menyerang wanita. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum

menstruasi dan/atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon

(terutama estrogen) mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini. Meskipun

demikian, penyebab yang pasti dari lebih tingginya angka kejadian pada wanita

dan pada masa pra-menstruasi, masih belum diketahui.

Page 5: 166434871-SLE-pdf

5

Kadang-kadang obat jantung tertentu (hidralazin, prokainamid dan beta-

bloker) dapat menyebabkan sindroma mirip lupus, yang akan menghilang bila

pemakaian obat dihentikan.1

II.4. PATOGENESIS

Kelainan sistem imun pada LES ditandai dengan berbagai faktor dan

lingkungan yang mampu mengubah sistem imun tersebut yang mungkin sudah

didasari kelainan genetik. Antigen dari luar yang akan diproses oleh makrofag

(APC) akan menyebabkan berbagai keadaan seperti: apoptosis, aktivasi atau

kematian sel tubuh, sedangkan beberapa antigen di tubuh tidak dikenal

(selanjutnya disebut Self Antigen) contoh nucleosomes, U1RP, dan Ro/SS-A.

Antigen tersebut akan diproses seperti umumnya antigen lain oleh APC dan sel

B. Peptida ini akan menstimulasi sel T dan akan diikat oleh sel B pada

reseptornya untuk selanjutnya menghasilkan suatu antibodi yang merugikan

tubuh. Antibodi yang dibentuk peptida ini dan antibodi yang dibentuk oleh

antigen eksternal akan merusak organ target (glomerolus, sel endotel, dan

trombosit).

Page 6: 166434871-SLE-pdf

6

Gambar 1. Patogenesis Lupus Eritematosus Sistemik

Di sisi lain antibody juga dapat berikatan dengan antigennya untuk

membentuk komplek imun (IC) yang dapat merusak berbagai organ tubuh bila

terjadi endapan. Aktifasi sel T dan sel B tersebut sebetulnya akan dikontrol

oleh gen-gen yang berbeda, yang mungkin dapat direspon tubuh dengan cara

pembersihan antigen atau komplek imun dalam sirkulasi.

Perubahan abnormal di dalam sistem imun tersebut dapat

mempresentasikan protein RNA, DNA, dan fosfolipid ke dalam sistem imun

tubuh. Beberapa autoantibodi dapat meliputi trombosit dan eritrosit karena

antibody tersebut dapat berikatan dengan glikoprotein II dan III di dinding

Page 7: 166434871-SLE-pdf

7

trombosit dan eritrosit. Di sisi lain, antibody juga dapat bereaksi dengan

antigen sitoplasmik trombosit dan eritrosit yang akhirnya akan menyebabkan

proses apoptosis.

Peningkatan komplek imun di sirkulasi sering ditemukan pada penderita

LES dan keadaan ini sering menimbulkan kerusakan jaringan bila terjadi

pengendapan. Komplek imun tersebut dapat juga berkaitan dengan komplemen

yang akhirnya berikatan dengan reseptor C3b di sel darah merah yang akan

menimbulkan hemolisis. Bila komplek imun melalui hepar maka akan

dieliminasi dengan cara mengikat C3bR dan bila melalui limpa akan diikat

oleh FcR IgG. Ketidakmampuan kedua organ tersebut akan menimbulkan

menifestasi klinik berupa hemolisis.

Deposit komplek imun sirkulasi (CIC) tidak sederhana karena

melibatkan aktifasi berbagai komplemen, PMN, dan berbagai mediator

inflamasi lainnya yang timbul karena kerusakan/disfungsi sel endotel

pembuluh darah. Berbagai keadaan sitokin yang terjadi pada LES ialah :

penurunan jumlah IL-1 dan peningkatan IL-6, dan IL-4.3

II.5. GEJALA KLINIS

Jumlah dan jenis antibodi pada lupus, lebih besar dibandingkan dengan

pada penyakit lain, dan antibodi ini (bersama dengan faktor lainnya yang tidak

diketahui) menentukan gejala mana yang akan berkembang. Karena itu, gejala

dan beratnya penyakit, bervariasi pada setiap penderita.

Perjalanan penyakit ini bervariasi, mulai dari penyakit yang ringan

sampai penyakit yang berat. Gejala pada setiap penderita berlainan, serta

Page 8: 166434871-SLE-pdf

8

ditandai oleh masa bebas gejala (remisi) dan masa kekambuhan (eksaserbasi).

Pada awal penyakit, lupus hanya menyerang satu organ, tetapi di kemudian

hari akan melibatkan organ lainnya.

Otot dan kerangka tubuh

Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan

kebanyakan menderita artritis. Persendian yang sering terkena adalah

persendian pada jari tangan, tangan, pergelangan tangan dan lutut.

Kematian jaringan pada tulang panggul dan bahu sering merupakan

penyebab dari nyeri di daerah tersebut.

Kulit

Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan

pangkal hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika

terkena sinar matahari. Ruam yang lebih tersebar bisa timbul di bagian

tubuh lain yang terpapar oleh sinar matahari.

Ginjal

Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di

dalam sel-sel ginjal, tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus

(peradangan ginjal yang menetap).

Pada akhirnya bisa terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu

menjalani dialisa atau pencangkokkan ginjal.

Sistem saraf

Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering

ditemukan adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan

bisa terjadi pada bagian manapun dari otak, korda spinalis maupun

sistem saraf.

Page 9: 166434871-SLE-pdf

9

Kejang, psikosa, sindroma otak organik dan sakit kepala merupakan

beberapa kelainan sistem saraf yang bisa terjadi.

Darah

Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus.

Bisa terbentuk bekuan darah di dalam vena maupun arteri, yang bisa

menyebabkan stroke dan emboli paru.

Jumlah trombosit berkurang dan tubuh membentuk antibodi yang

melawan faktor pembekuan darah, yang bisa menyebabkan perdarahan

yang berarti.

Seringkali terjadi anemia akibat penyakit menahun.

Jantung

Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis,

endokarditis maupun miokarditis.

Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat dari keadaan tersebut.

Paru-paru

Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi

pleura (penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat

dari keadaan tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak nafas.

Gejala dari penyakit lupus: demam, lelah, merasa tidak enak badan,

penurunan berat badan, ruam kulit, ruam kupu-kupu, ruam kulit yang

diperburuk oleh sinar matahari, sensitif terhadap sinar matahari, pembengkakan

dan nyeri persendian, pembengkakan kelenjar, nyeri otot, mual, muntah, nyeri

dada pleuritik, kejang, psikosa.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: hematuria (air kemih

mengandung darah), batuk darah, mimisan, gangguan menelan, bercak kulit,

Page 10: 166434871-SLE-pdf

10

bintik merah di kulit, perubahan warna jari tangan bila ditekan, mati rasa dan

kesemutan, luka di mulut, kerontokan rambut, nyeri perut, gangguan

penglihatan.1,6

II.6. KLASIFIKASI DIAGNOSIS2,7

Kriteria klasifikasi LES mengacu pada klasifikasi yang dibuat oleh

American College of Rheumatology (ACR) pada tahun 1982 dan dimodifikasi

pada tahun 1997. Kriteria diagnosis pada anak berdasarkan kriteria tersebut

mempunyai sensitivitas 96% dan spesifisitas 100%.

Kriteria diagnosis lupus menurut ACR (American College of Rheumatology)*

No Kriteria Definisi

1 Bercak malar

(butterfly rash)

Eritema datar atau menimbul yang menetap di daerah pipi,

cenderung menyebar ke lipatan nasolabial

2 Bercak diskoid Bercak eritema yang menimbul dengan adherent keratotic

scaling dan follicular plugging, pada lesi lama dapat terjadi

parut atrofi

3 Fotosensitif Bercak di kulit yang timbul akibat paparan sinar matahari,

pada anamnesis atau pemeriksaan fisik

4 Ulkus mulut Ulkus mulut atau nasofaring, biasanya tidak nyeri

5 Artritis Artritis nonerosif pada dua atau lebih persendian perifer,

ditandai dengan nyeri tekan, bengkak atau efusi

6 Serositif a. Pleuritis

Riwayat pleuritic pain atau terdengar pleural friction rub

Page 11: 166434871-SLE-pdf

11

atau terdapat efusi pleura pada pemeriksaan fisik

atau

b. Perikarditis

Dibuktikan dengan EKG atau terdengar pericardial friction

rub atau terdapat efusi perikardial pada pemeriksaan fisik

7 Gangguan ginjal a. Proteinuria persisten > 0,5 g/hr atau pemeriksaan +3 jika

pemeriksaan kuantitatif tidak dapat dilakukan

atau

b. Cellular cast : eritrosit, Hb, granular, tubular atau

campuran

8 Gangguan saraf Kejang

Tidak disebabkan oleh obat atau kelainan metabolik

(uremia, ketoasidosis atau ketidakseimbangan elektrolit)

atau

Psikosis

Tidak disebabkan oleh obat atau kelainan metabolik

(uremia, ketoasidosis atau ketidakseimbangan elektrolit)

9 Gangguan darah Terdapat salah satu kelainan darah

Anemia hemolitik à dengan retikulositosis

Leukopenia à < 4000/mm3 pada > 1 pemeriksaan

Page 12: 166434871-SLE-pdf

12

Limfopenia à < 1500/mm3 pada > 2 pemeriksaan

Trombositopenia à < 100.000/mm3 tanpa adanya intervensi

obat

10 Gangguan

imunologi

Terdapat salah satu kelainan

Anti ds-DNA diatas titer normal

Anti-Sm(Smith) (+)

Antibodi fosfolipid (+) berdasarkan

kadar serum IgG atau IgM antikardiolipin yang abnormal

antikoagulan lupus (+) dengan menggunakan tes standar

tes sifilis (+) palsu, paling sedikit selama 6 bulan dan

dikonfirmasi dengan ditemukannya Treponema palidum

atau antibodi treponema

11 Antibodi

antinuklear

Tes ANA (+)

*Empat dari 11 kriteria positif menunjukkan 96% sensitivitas dan 100% spesifisitas

(Dikutip dengan modifikasi dari Petty dan Laxer, 2005)

II.7. PEMERIKSAAN LABORATORIUM1,5

Pemeriksaan untuk menentukan adanya penyakit ini bervariasi,

diantaranya:

1. Pemeriksaan darah

Page 13: 166434871-SLE-pdf

13

Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang

terdapat pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga

juga bisa ditemukan pada penyakit lain. Karena itu jika menemukan

antibodi antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan untuk antibodi

terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua antibodi ini

hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita lupus memiliki

antibodi ini. Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen

(protein yang berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan

antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan

aktivitas dan lamanya penyakit.

2. Ruam kulit atau lesi yang khas

3. Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis

4. Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya

gesekan pleura atau jantung

5. Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein

6. Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel

darah

7. Biopsi ginjal

8. Pemeriksaan saraf.

II.8. PENATALAKSANAAN3

Salah satu aspek penting pada penatalaksanaan LES ialah adanya

beberapa perbedaan pendapat. Hal ini muncul karena laporan beberapa sentra

yang mengemukakan keberhasilan pengobatan dan sampai sekarang belum ada

Page 14: 166434871-SLE-pdf

14

satu panduan umum penatalaksanaan/pengobatan LES yang dapat diterima

semua pihak.

Keadaan ini sebetulnya dapat diatasi dengan menentukan jenis LES dan

derajat penyakitnya. Dengan makin berkembangnya beberapa pemeriksaan

penunjang maka deteksi dini LES dapat dengan mudah dilakukan.

Beberapa pertanyaan sebelum melakukan penatalaksana-

an LES yaitu :

1. Apakah pasien masuk kriteria ARA atau tidak.

2. Bila tidak, apakah pasien memenuhi kriteria biopsi.

Dengan panduan biopsi apakah pasien termasuk LES atau diskoid

lupus.

3. Apakah keluhan yang muncul merupakan bagian dari penyakit

konektif lainnya.

4. Setelah mengetahui LES, pastikan organ sasaran yang terkena dan

derajat sakitnya.

5. Adakah penyakit lain yang dapat terjadi bersamaan dengan LES.

Bila ada tentukan apakah primer atau sekunder.

6. Upaya pengobatan ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup

dengan mempertimbangkan untung-rugi dari suatu regimen

pengobatan.

Dari hal-hal tersebut di atas kita dapat mulai penatalaksanaan LES

dengan baik; beberapa keberhasilan pengobatan dapat dijadikan panduan

penatalaksanaan sesuai dengan derajat dan target organ sasaran yang terkena.

Mengingat pengobatan akan berlangsung lama bahkan dapat seumur hidup

maka pemberian obat harus rasional, efek samping se-minimal mungkin,

mempunyai efektifitas tinggi, obat mudah didapat, dan murah

Page 15: 166434871-SLE-pdf

15

Penatalaksanaan Lupus eritematosus sistemik dibagi dua

kelompok yaitu :

1. Penatalaksanaan umum.

2. Pengobatan farmakologis.

PENATALAKSANAAN UMUM

1. Kelelahan

Hampir setengah penderita LES mengeluh kelelahan. Sebelumnya kita harus

mengklarifikasi apakah kelelahan ini bagian dari derajat sakitnya atau karena

penyakit lain yaitu: anemia, demam, infeksi, gangguan hormonal atau

komplikasi pengobatan dan emotional stress. Gejala ini merupakan manifestasi

yang berhubungan dengan disfungsi sitokin dalam proses inflamasi sehingga

peningkatan keluhan dapat sebagai parameter aktivitas inflamasi. Upaya

mengurangi kelelahan di samping pemberian obat ialah : cukup istirahat, batasi

aktivi-tas dan mampu mengubah gaya hidup.

2. Merokok

Walaupun prevalensi LES lebih banyak pada wanita, cukup banyak wanita

perokok. Kebiasaan merokok akan mengurangi oksigenisasi, memperberat

fenomena Raynaud yang disebabkan penyempitan pembuluh darah akibat

bahan yang terkandung pada sigaret/rokok.

3. Cuaca

Walaupun di Indonesia tidak ditemukan cuaca yang sangat berbeda dan hanya

ada dua musim akan tetapi pada sebagian penderita LES khususnya dengan

Page 16: 166434871-SLE-pdf

16

keluhan artritis sebaiknya menghindari perubahan cuaca karena akan

mempengaruhi proses inflamasi

.

4. Stres dan trauma fisik

Beberapa penelitian mengemukakan bahwa perubahan emosi dan trauma fisik

dapat mempengaruhi sistem imun melalui : penurunan respon mitogen limfosit,

menurunkan fungsi sitotoksik limfosit dan menaikkan aktivitas sel NK

(Natural Killer). Keadan stres tidak selalu mempengaruhi aktivasi penyakit,

sedangkan trauma fisik dilaporkan tidak berhubungan dengan aktivasi LES-

nya. Umumnya beberapa peneliti sependapat bahwa stres dan trauma fisik

sebaiknya dikurangi atau dihindari karena keadaan yang prima akan

memperbaiki penyakitnya.

.

5. Diet

Tidak ada diet khusus yang diperlukan pasien LES, makanan yang berimbang

dapat memperbaiki kondisi tubuh. Beberapa penelitian melaporkan bahwa

minyak ikan (fish oil) yang mengandung eicosapentanoic acid dan

docosahexanoic acid dapat menghambat agregasi trombosit, leukotrien dan 5-

lipoxygenase di sel monosit dan polimorfonuklear. Sedangkan pada penderita

dengan hiperkolesterol perlu pembatasan makanan agar kadar lipid kembali

normal.

6. Sinar matahari (sinar ultra violet)

Seperti diketahui bahwa sinar ultra violet mempunyai tiga gelombang, dua dari

tiga gelombang tersebut (320 dan 400 nm) berperan dalam proses fototoksik.

Gelombang ini terpapar terutama pada pukul 10 pagi s/d pukul 3 sore, sehingga

Page 17: 166434871-SLE-pdf

17

semua pasien LES dianjurkan untuk menghindari paparan sinar matahari pada

waktu-waktu tersebut.

7. Kontrasepsi oral

Secara teoritis semua obat yang mengandung estrogen tinggi akan

memperberat LES, akan tetapi bila kadarnya rendah tidak akan membahayakan

penyakitnya. Pada penderita LES yang mengeluh sakit kepala atau

tromboflebitis jangan menggunakan obat yang mengandung estrogen.

PENGOBATAN FARMAKOLOGIS

Terapi farmakologi untuk SLE ditujukan untuk menekan sistem imun

dan mengatasi inflamasi. Umumnya pengobatan SLE tergantung dari tingkat

keparahan dan lamanya pasien menderita SLE serta manifestasi yang timbul

pada setiap pasien.

NSAID

Merupakan terapi utama untuk manifestasi SLE yang ringan termasuk

salisilat dan NSAID yang lain (Delafuente, 2002). NSAID memiliki efek

antipiretik, antiinflamasi, dan analgesik (Neal, 2002). NSAID dapat dibedakan

menjadi nonselektif COX inhibitor dan selektif COX-2 inhibitor. Nonselektif

COX inhibitor menghambat enzim COX-1 dan COX-2 serta memblok asam

arakidonat. COX-2 muncul ketika terdapat rangsangan dari mediator inflamasi

termasuk interleukin, interferon, serta tumor necrosing factor sedangkan

COX-1 merupakan enzim yang berperan pada fungsi homeostasis tubuh seperti

produksi prostaglandin untuk melindungi lambung serta keseimbangan

Page 18: 166434871-SLE-pdf

18

hemodinamik dari ginjal. COX-1 terdapat pada mukosa lambung, sel endotelial

vaskular, platelet, dan tubulus collecting renal (Katzung, 2002). Efek samping

penggunaan NSAID adalah perdarahan saluran cerna, ulser, nefrotoksik, kulit

kemerahan, dan alergi lainnya. Celecoxib merupakan inhibitor selektif COX-2

yang memiliki efektivitas seperti inhibitor COX non selektif, tapi kejadian

perforasi lambung dan perdarahan menurun hingga 50%.

Terapi pada SLE didasarkan pada kesesuaian obat, toleransi pasien

terhadap efek samping yang timbul, frekuensi pemberian, dan biaya.

Pemberian terapi pada pasien SLE dilakukan selama 1 sampai 2 minggu untuk

mengevaluasi efikasi NSAID. Jika NSAID yang digunakan tidak efektif dan

menimbulkan efek samping maka dipilih NSAID yang lain dengan periode 1

sampai 2 minggu. Penggunaan lebih dari satu NSAID tidak meningkatkan

efikasi tetapi malah meningkatkan efek samping toksisitasnya sehingga tidak

direkomendasikan. Apabila terapi NSAID gagal maka dapat digunakan

imunosupresan seperti kortikosteroid atau antimalaria tergantung dari

manifestasi yang muncul.

Efek antiinflamasi dan analgesik aspirin dapat digunakan untuk

pengobatan demam, artritis, pleuritis, dan perikarditis. Dosis yang digunakan

adalah 1,5 g sehari. Selain itu dosis rendah aspirin (60–80 mg sehari selama

kehamilan minggu ke-13–26) yang dikombinasikan dengan heparin dapat

digunakan pada pasien SLE yang mengalami kehamilan dengan sindrom

antifosfolipid antibodi melalui hambatan pembentukan tromboksan-A2

Pemberian aspirin dapat dilakukan bersama dengan makanan, air dalam jumlah

besar, atau susu untuk mengurangi efek samping pada saluran cerna. Aspirin

diabsorpsi di dalam saluran cerna sebesar 80-100% dari dosis oral. Di dalam

Page 19: 166434871-SLE-pdf

19

tubuh, aspirin mengalami hidrolisis menjadi metabolitnya yaitu salisilat. Obat

ini didistribusikan secara cepat dan luas ke dalam jaringan dan cairan tubuh

dan mempunyai ikatan yang lemah dengan protein plasma. t1/2 aspirin 15 – 20

menit. Apirin diekskresi di dalam urin dalam bentuk metabolit salisilat, hanya

1% dari dosis oral yang diekskresikan sebagai aspirin tidak terhidrolisis

melalui urin.

NSAID mempunyai efek samping nefrotoksik karena NSAID dapat

menghambat prostaglandin PGE2 dan prostasiklin PGI2 yang merupakan

vasodilator kuat yang disintesa di dalam medulla dan glomerolus ginjal

berfungsi mengontrol aliran darah ginjal serta ekskresi garam dan air. Adanya

hambatan dalam sintesis prostaglandin di ginjal menyebabkan retensi natrium,

penurunan aliran darah ginjal dan kegagalan ginjal. NSAID juga dapat

menyebabkan interstitial nefritis dan hiperkalemia (Neal, 2002). Oleh karena

itu penggunaan NSAID sebaiknya dihentikan pada pasien yang diduga lupus

nefritis. Selain itu NSAID dapat merusak mukosa gastrointestinal, kerusakan

ini lebih disebabkan oleh hambatan sintesa prostaglandin oleh NSAID daripada

mekanisme lokal secara langsung. Dengan menghambat prostaglandin,

NSAID merusak barier perlindungan mukus sehingga mukosa terpapar oleh

asam lambung dan menyebabkan ulserasi. (Neal, 2002). Karena efek samping

tersebut di atas maka pemberian NSAID sebaiknya dikombinasi dengan obat

gastroprotektif.

Antimalaria

Antimalaria efektif digunakan untuk manifestasi ringan atau sedang

(demam, atralgia, lemas atau serositis) yang tidak menyebabkan

Page 20: 166434871-SLE-pdf

20

kerusakan organ-organ penting. Beberapa mekanisme aksi dari obat

antimalaria adalah stabilisasi membran lisosom sehingga menghambat

pelepasan enzim lisosom, mengikat DNA, mengganggu serangan antibodi

DNA, penurunan produksi prostaglandin dan leukotrien, penurunan aktivitas

sel T, serta pelepasan IL-1 dan tumor necrosing factor α (TNF- α).

Pemberian antimalaria dilakukan pada 1 sampai 2 minggu awal

terapi dan kebanyakan pasien mengalami regresi eritema lesi kulit pada 2

minggu pertama.

Jika pasien memberikan respon yang baik maka dosis diturunkan

menjadi 50% selama beberapa bulan sampai manifestasi SLE teratasi. Sebelum

pengobatan dihentikan sebaiknya dilakukan tapering dosis dengan memberikan

obat malaria dosis rendah dua atau tiga kali per minggu. Sekitar 90% pasien

kambuh setelah 3 tahun penghentian obat.

Obat malaria yang sering digunakan adalah :

Klorokuin

Klorokuin mempunyai indeks terapetik yang sempit sehingga tidak dianjurkan

pemberian secara parenteral untuk anak-anak. Dosis yang digunakan 150 mg

(250 mg klorokuin fosfat) per hari. Efek samping yang terjadi meliputi ocular

toksisitas (keratopati dan retinopati), saluran cerna, SSP, kardiovaskular, dll.

Sebaiknya diberikan bersama dengan makanan karena bioavailabilitasnya

bagus (absorpsi meningkat). Secara luas didistribusikan di seluruh tubuh,

mengikat sel-sel yang mengandung melanin yang terdapat dalam kulit dan

Page 21: 166434871-SLE-pdf

21

mata, 50% – 65% terikat dengan protein plasma. Diekskresi secara lambat di

ginjal dan yang tidak terabsorpsi diekskresi dalam feses.

Hidroksiklorokuin

Dosis yang digunakan 155 – 310 mg (200 – 400 mg hidroksiklorokuin sulfat).

Efek samping yang terjadi sama dengan klorokuin tetapi kardiomiopati jarang

terjadi. Didistribusikan ke dalam air susu ibu (ASI).

Kortikosteroid

Penderita dengan manifestasi klinis yang serius dan tidak memberikan

respon terhadap penggunaan obat lain seperti NSAID atau antimalaria

diberikan terapi kortikosteroid. Beberapa pasien yang mengalami lupus

eritematosus pada kulit baik kronik atau subakut lebih menguntungkan jika

diberikan kortikosteroid topikal atau intralesional. Kortikosteroid mempunyai

mekanisme kerja sebagai antiinflamasi melalui hambatan enzim fosfolipase

yang mengubah fosfolipid menjadi asam arakidonat sehingga tidak terbentuk

mediator – mediator inflamasi seperti leukotrien, prostasiklin, prostaglandin,

dan tromboksan-A2 serta menghambat melekatnya sel pada endotelial

terjadinya inflamasi dan meningkatkan influks neutrofil sehingga mengurangi

jumlah sel yang bermigrasi ke tempat terjadinya inflamasi. Sedangkan efek

imunomodulator dari kortikosteroid dilakukan dengan mengganggu siklus sel

pada tahap aktivasi sel limfosit, menghambat fungsi dari makrofag jaringan

dan APCs lain sehingga mengurangi kemampuan sel tersebut dalam merespon

antigen, membunuh mikroorganisme, dan memproduksi interleukin-1, TNF-α,

metaloproteinase, dan aktivator plasminogen. Tujuan pemberian kortikosteroid

Page 22: 166434871-SLE-pdf

22

pada SLE adalah untuk antiinflamasi, imunomodulator, menghilangkan gejala,

memperbaiki parameter laboratorium yang abnormal, dan memperbaiki

manifestasi klinik yang timbul. Penderita SLE umumnya menerima

kortikosteroid dosis tinggi selama 3 sampai 6 hari (pulse therapy) untuk

mempercepat respon terhadap terapi dan menurunkan potensi efek samping

yang timbul pada pemakaian jangka panjang. Yang sering digunakan adalah

metil prednisolon dalam bentuk intravena (10 – 30 mg/kg BB lebih dari 30

menit). Terapi ini diikuti dengan pemberian prednison secara oral selama

beberapa minggu.

Penggunaan kortikosteroid secara intravena pada 75% pasien

menunjukkan perbaikan yang berarti dalam beberapa hari meskipun pada

awalnya marker yang menunjukkan penyakit ginjal (serum kreatinin, blood

urea nitrogen) memburuk. Proteinuria membaik pada 4 sampai 10 minggu

pemberian glukokortikoid. Kadar komplemen dan antibodi DNA

dalam serum menurun dalam 1 sampai 3 minggu. Beberapa manifestasi

seperti vaskulitis, serositis, abnormalitas hematologik, abnormalitas CNS

umumnya memberikan respon dalam 5 sampai 19 hari.

Oral prednison lebih sering digunakan daripada deksametason karena

waktu paronya lebih pendek dan lebih mudah apabila akan diganti ke

alternate-day therapy. Jika tujuan terapi sudah tercapai maka untuk terapi

selanjutnya didasarkan pada pengontrolan gejala yang timbul dan penurunan

toksisitas obat. Setelah penyakit terkontrol selama paling sedikit 2 minggu

maka dosisnya diubah menjadi satu kali sehari. Jika penyakitnya sudah

asimtomatik pada 2 minggu berikutnya maka dilakukan tapering dosis menjadi

alternate-day dan adanya kemungkinan untuk menghentikan pemakaian. Yang

Page 23: 166434871-SLE-pdf

23

perlu diperhatikan adalah ketika akan melakukan tapering dosis prednison

20 mg per hari atau kurang dan penggantian menjadi alternate-day sebaiknya

berhati-hati karena dapat terjadi insufisiensi kelenjar adrenal yang dapat

menyebabkan supresi hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA).

Pada penyebaran penyakit tanpa kerusakan organ-organ besar (contoh

demam, atralgia, lemas atau serositis), tapering dosis dapat dilakukan dengan

mudah yaitu dengan penambahan NSAID atau hidroksiklorokuin. Sedangkan

untuk kerusakan organ-organ besar selama penyebaran (contoh nefritis) tidak

selalu dipertimbangkan untuk melakukan tapering dosis karena penggunaan

dosis tinggi lebih efektif untuk mengontrol gejala.

Penggunaan kortikosteroid dosis tinggi dapat menyebabkan diabetes

melitus atau hipertensi sehingga diperlukan monitoring terhadap tekanan darah

dan kadar glukosa darah selama penggunaan obat ini. Kortikosteroid dapat

mensupresi sistem imun sehingga dapat meningkatkan kerentanan terhadap

infeksi yang merupakan salah satu penyebab kematian pada pasien SLE.

Osteoporosis juga terjadi pada pasien yang menerima kortikosteroid karena

kortikosteroid dapat menyebabkan penurunan absorpsi kalsium dan

peningkatan ekskresi kalsium dalam urin sehingga kalsium diambil dari tulang

dan tulang kehilangan kalsium, oleh karena itu pada pasien SLE terapi

kortikosteroid sering dikombinasikan dengan suplemen kalsium dan vitamin D.

Siklofosfamid

Digunakan untuk pengobatan penyakit yang berat dan merupakan obat

sitotoksik bahan pengalkilasi. Obat ini bekerja dengan mengganggu proliferasi

Page 24: 166434871-SLE-pdf

24

sel, aktivitas mitotik, diferensiasi dan fungsi sel. Mereka juga menghambat

pembentukan DNA yang menyebabkan kematian sel B, sel T, dan neutrofil

yang berperan dalam inflamasi. Menekan sel limfosit B dan menyebabkan

penekanan secara langsung pembentukan antibodi (Ig G) sehingga mengurangi

reaksi inflamasi. Terapi dosis tinggi dapat berfungsi sebagai imunosupresan

yang meningkatkan resiko terjadinya neutropenia dan infeksi. Oleh karena itu

dilakukan monitoring secara rutin terhadap WBC, hematokrit, dan platelet

count. Yang perlu diperhatikan adalah dosis optimal, interval pemberian, rute

pemberian, durasi pulse therapy, kecepatan kambuh, dan durasi remisi

penyakit.

Siklofosfamid juga menurunkan proteinuria, antibodi DNA, serum

kreatinin dan meningkatkan kadar komplemen (C3) sehingga dapat mengatasi

lupus nefritis. Penggunaan siklofosfamid yang dikombinasi dengan steroid

dosis tinggi pada penderita lupus nefritis yang refrakter menunjukkan

penurunan progesivitas end-stage dari penyakit ginjal dan mengurangi dosis

steroid.

Obat ini mengalami absorpsi sebesar 74 ± 22% dari dosis oral.

Siklofosfamid dimetabolisme oleh hepatic microsomal mixed-function oxidase

menjadi bahan yang aktif. Obat ini mempunyai ikatan dengan protein

plasma sebesar 13%, sedangkan metabolitnya 50%. Eliminasi melalui ginjal

untuk obat dalam bentuk utuh sebesar 6,5 ± 4,3% dan 60% dalam bentuk

metabolit. t1/2 7,4 ± 4 jam.

Efek samping lain pada penggunaan siklofosfamid adalah mual, muntah,

diare, dan alopesia. Pengobatan mual dan muntah dapat dilakukan dengan cara

Page 25: 166434871-SLE-pdf

25

pemberian obat antiemetik. Pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan

kegagalan ovarian pada wanita yang produktif dan penurunan produksi sperma.

II.9. PROGNOSIS1,2

Beberapa tahun terakhir ini prognosis penderita lupus semakin

membaik, banyak penderita yang menunjukkan penyakit yang

ringan. Wanita penderita lupus yang hamil dapat bertahan dengan

aman sampai melahirkan bayi yang normal, tidak ditemukan

penyakit ginjal ataupun jantung yang berat dan penyakitnya dapat

dikendalikan. Angka harapan hidup 10 tahun meningkat sampai 85%.

Prognosis yang paling buruk ditemukan pada penderita yang

mengalami kelainan otak, paru-paru, jantung dan ginjal yang berat.

Page 26: 166434871-SLE-pdf

26

BAB III

KESIMPULAN

Lupus Eritematosus Sistemik (Lupus Eritematosus Diseminata,

Lupus) adalah suatu penyakit autoimun menahun yang

menimbulkan peradangan dan bisa menyerang berbagai organ

tubuh, termasuk kulit, persendian, dan organ dalam.

Penyakit LES jarang terjadi pada usia di bawah 5 tahun dan

menjelang remaja. Perempuan lebih sering terkena dibanding

laki-laki, dan rasio tersebut juga meningkat seiring dengan

pertambahan usia. Prevalensi penyakit LES di kalangan

penduduk berkulit hitam ternyata lebih tinggi dibandingkan

dengan penduduk berkulit putih.

Penyebab dari lupus tidak diketahui, tetapi diduga melibatkan

factor lingkungan dan keturunan. Beberapa faktor lingkungan

yang dapat memicu timbulnya lupus antara lain : infeksi,

antibiotik, (terutama golongan sulfa dan penisilin), sinar

ultraviolet, stres yang berlebihan, obat-obatan tertentu, hormon.

Meskipun lupus diketahui merupakan penyakit keturunan,

tetapi gen penyebabnya tidak diketahui.

Kelainan sistem imun pada LES ditandai dengan berbagai

faktor dan lingkungan yang mampu mengubah sistem imun

tersebut yang mungkin sudah didasari kelainan genetik.

Page 27: 166434871-SLE-pdf

27

Perjalanan penyakit ini bervariasi, mulai dari penyakit yang

ringan sampai penyakit yang berat. Gejala pada setiap penderita

berlainan, serta ditandai oleh masa bebas gejala (remisi) dan

masa kekambuhan (eksaserbasi). Pada awal penyakit, lupus

hanya menyerang satu organ, tetapi di kemudian hari akan

melibatkan organ lainnya.

Kriteria klasifikasi LES mengacu pada klasifikasi yang dibuat

oleh American College of Rheumatology (ACR) pada tahun

1982 dan dimodifikasi pada tahun 1997.

Pemeriksaan untuk menentukan adanya penyakit ini bervariasi,

diantaranya: pemeriksaan darah, ruam kulit atau lesi yang khas,

rontgen dada, pemeriksaan dada dengan stetoskop, analisa air

kemih, hitung jenis darah, Biopsi ginjal, dan pemeriksaan saraf.

Penatalaksanaan Lupus eritematosus sistemik dibagi dua

kelompok yaitu : penatalaksanaan umum dan farmakologis.

Beberapa tahun terakhir ini prognosis penderita lupus semakin

membaik, banyak penderita yang menunjukkan penyakit yang

ringan.

Page 28: 166434871-SLE-pdf

28

Daftar Pustaka

1. http://medicastore.com/penyakit/538/Lupus_Eritematosus_Si

stemik.html

2. http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/05/16/lupus

-eritematosus-sistemik-pada-anak/

3. Sukmana, Nanang., Penatalaksanaan LES pada Berbagai

Target Organ; Cermin Dunia Kedokteran no. 142,

2004;pp.27-30.

4. http://www.tanyadokter.com/disease.asp?id=1001480

5. http://en.wikipedia.org/wiki/Systemic_lupus_erythematosus

6. Nelson LJ, Schneider E, Wells CD, and Moore M.Nelson

Textbook of Pediatrics. Chapter 148 Systemic Lupus

Erythematosus. 17th edition. Philadelphia: W.B.Saunders

Company.

7. http://www.reumatologiindonesia.org/downloads_03/downlo

ad_15.pdf