15. makalah ardi hamzah _20

Upload: iwan-santoso

Post on 06-Jul-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/18/2019 15. Makalah Ardi Hamzah _20

    1/13

      1

    Analisa Good Governance dan Value For Money Dalam Perencanaan

    dan Penganggaran Daerah: Sebuah Studi Interpretif

    (Studi Pada Organisasi Masyarakat Sipil di Kota Mojokertodan Kabupaten Sidoarjo)

    Ardi Hamzah

    Abstract

    At process of planning and budgeting in Municipal of Mojokerto and Sidoarjo perpective civil society organization and seen from eyeglasses of participation,

    transparency, accountability, and fairness (good governance) and economics,efficient, and effective (value for money) indicate not yet the existence of interaction

    which sinergy, harmonic, and compatible between local government, entrepreneur,

    and civil society organization. This Matter cause annoying of process of planning and budgeting in frame participation, transparency, accountability, and fairness (goodgovernance) and economics, effective, and efficient (value for money). This can be

    shown with less or not fulfill the good governance and value for money in

    development planning meeting at level of village, subdistrict, and municipal. ThisOthers, access the public document still be hard to get it and also model the planning

    which still major the approach of teknokratic and politic than approach of

     partisipative.This matter cause is, First, related the planning and budgeting which less or

    not fulfill the good governance and value for money will lessen the credibility and

    level of belief at local government. Second, society will be apathetic with the pattern

    and model which is not different far with the previous era which only make accountof the formality by taking off substansi from planning and budgeting. Third, planning

     pattern majoring approach of teknokratic and politic will injure the good governance

    and value for money which in this time heralded in management local government.

    Keyword: planning, budgeting, good governance, value for money

  • 8/18/2019 15. Makalah Ardi Hamzah _20

    2/13

      2

     

    PendahuluanGood governance  merupakan paradigma yang menegaskan pentingnya

    kesetaraan, kesinergian, dan kerjasama hubungan antara pemerintah (Pemerintah

    Pusat dan Pemerintah Daerah), pengusaha, dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS).Secara definitif good governance  diartikan sebagai suatu penyelenggaraan

    manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan

     prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran alokasi dana investasi yangsalah dan pencegahan korupsi maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran

    serta penciptaan legal and political framework   bagi tumbuhnya aktivitas usaha

    (Mardiasmo, 2004). Oleh karena itu, partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan

    keadilan menjadi syarat mutlak terwujudnya good governance  karena dengan

    keempat hal tersebut semua aktivitas publik dapat dipertanggungjawabkan, sehinggahak-hak publik dapat dipenuhi.

    Selain good governance  juga terdapat kriteria pokok yang mendasari perencanaan dan penganggaran daerah adalah ekonomi, efisisen, dan efektif (value

     for money). Tujuan yang dikehendaki oleh masyarakat mencakup

     pertanggungjawaban mengenai pelaksanaan value for money, yaitu ekonomis (hematdan cermat) dalam pengadaan dan alokasi sumber daya, efisien (berdaya guna) dalam

     penggunaan dalam arti penggunaan diminimalkan dan hasilnya dimaksimalkan

    (maximizing benefits and minimizing costs) serta efektif (berhasil guna) dalam artimencapai tujuan dan sasaran.

    Dalam rangka mewujudkan good governance  dan value for money  dalam

     perencanaan dan penganggaran daerah, maka pemerintah telah mengeluarkan

     berbagai peraturan perundang-undangan diantaranya, yaitu Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun 1999 yang diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang

    Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 yang diganti dengan UU No. 33Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan

    Pemerintah Daerah, UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1

    Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 15 Tahun 2004 tentangPemeriksanaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara, UU No. 25

    Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional serta Peraturan

    Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri

    Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

    Adanya perundang-undangan tersebut mendorong pembaharuan dalam perencanaan dan penganggaran daerah menuju good governance dan value for money 

    yang diinginkan oleh semua pemangku kepentingan (stakeholder ). Berpegang pada

    good governance  dan value for money  di atas dikaitkan dengan perencanaan dan

     penganggaran daerah, maka peran (tripartit) Pemerintah Daerah (Pemda), Pengusahadan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dalam mewujudkan perencanaan,

     pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi yang sinergi, selaras, dan berkesinambungan

  • 8/18/2019 15. Makalah Ardi Hamzah _20

    3/13

      3

    menuju good governance  dan value for money  dalam pemerintahan daerah

    merupakan suatu hal yang sangat penting.

    Penelitian good governance  dan value for money  dalam perencanaan dan penganggaran daerah belum banyak dilakukan. Penelitian mengenai perencanaan dan

     penganggaran daerah terlepas dari good governance  dan value for money  sudah

    dilakukan oleh beberapa peneliti (Wahyudi dan Sopanah (2005), Mawikere,Suhardito, dan Iswati (2006), Pagalung (2006), Kurniasari dan Handayani (2006)).

    Berdasarkan hal tersebut diatas dan berbeda dari penelitian-penelitian

    sebelumnya di Indonesia, penelitian ini menggunakan paradigma non-positivistikuntuk menganalisa good governance  dan value for money  dalam perencanaan dan

     penganggaran daerah. Penelitian ini berfokus pada permasalahan partisipasi,

    transparansi, akuntabilitas, dan keadilan (good governance) serta ekonomi, efisien,

    dan efektif (value for money) dalam perencanaan dan penganggaran daerah di Kota

    Mojokerto dan Kabupaten Sidoarjo dari sudut pandang OMS.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan memahami partisipasi,

    transparansi, akuntabilitas, dan keadilan (good governance) serta ekonomi, efisien,dan efektif (value for money) dalam perencanaan dan penganggaran daerah di Kota

    Mojokerto dan Kabupaten Sidoarjo dari perspektif OMS. Manfaat penelitian ini: (1)

    mendorong OMS lainnya untuk berperan aktif dalam mendukung good governance dan value for money  dalam perencanaan dan penganggaran daerah; (2) menjalin

    keserasian, kesinergian, dan kesinambungan antara Pemda, pengusaha, dan OMS

    dalam mewujudkan good governance  dan value for money  dalam Pemda; (3)membantu untuk meminimalisir atau mengeliminasi tindakan-tindakan

     penyimpangan, penyalahgunaan, dan penyelewengan dalam penyelenggaraan dan

     pengelolaan pemerintahan daerah.

    Telaah Teori

    Good governance  menjadi prasyarat bagi setiap pemerintahan untukmewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka mencapai tujuan serta cita-cita

     bangsa. Untuk mencapai tujuan serta cita-cita tersebut, maka empat prinsip utama

    good governance perlu dipahami dan diimplementasikan dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pemerintahan. Empat prinsip utama good governance, yaitu: (1)

    Partisipasi. Ini merupakan prinsip bahwa setiap orang memiliki hak untuk terlibat

    dalam pengambilan keputusan di setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan(Krina, 2003); (2) Transparansi. Ini merupakan keterbukaan pemerintah dalam

    memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan sumber daya publik

    kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi tersebut (Sulistyanto dan Rika,2002); (3) Akuntabilitas. Ini merupakan pemberian informasi dan pengungkapan

    (disclosure) semua aktivitas dan kinerja pemerintah kepada pihak-pihak yang

     berkepentingan (Sulistyanto dan Rika, 2002); (4) Keadilan. Ini merupakan upaya

    merasionalkan pengeluaran atau belanja secara adil untuk dapat dinikmati hasilnyasecara proporsional oleh para wajib pajak, retribusi maupun masyarakat luas (Bastian,

    2001). Keempat prinsip tersebut tidak dapat berjalan sendiri-sendiri karena

  • 8/18/2019 15. Makalah Ardi Hamzah _20

    4/13

      4

    mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling mempengaruhi. Tiap prinsip

    diperlukan untuk mencapai prinsip yang lain. Meskipun demikian, partisipasi menjadi

    kunci dari semua prinsip tersebut. Dengan partisipasi akan mendorong adanyatransparansi, akuntabilitas, dan kewajaran yang lebih baik.

    Konsep value for money atau yang dikenal dengan 3E (ekonomi, efisien, dan

    efektif). Ekonomi adalah hubungan antara pasar dan masukan (cost of input ). Dengankata lain, ekonomi adalah praktik pembelian barang dan jasa input dengan tingkat

    kualitas tertentu pada harga terbaik yang dimungkinkan (spending less). Pengertian

    efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktivitas. Pengukuran efisiensidilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap

    input yang digunakan (cost of output ). Pengertian efektifitas pada dasarnya

     berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna). Efektifitas

    merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai.

    Dari hal tersebut diatas, jelas bahwa ekonomi, efisien, dan efektif (value for money)sangat terkait satu dengan yang lainnya. Ekonomi membahas mengenai masukan

    (input ), efisiensi membahas masukan (input ) dan keluaran (output ), dan efektifitasmembahas mengenai capaian (output ) dan dampak (outcome).

    Good governance dan value for money dalam perencanaan dan penganggaran

    daerah merupakan suatu hal yang penting. Tanpa adanya good governance dan value for money, maka penyelenggaraan dan pengelolaan pemerintah akan membuka

    kesempatan pengelola/aparatur pemerintah untuk melakukan penyimpangan,

     penyelewengan, dan penyalahgunaan kekayaan serta anggaran pemerintah.Perencanaan daerah dapat didefinisikan sebagai sebuah proses pengambilan

    keputusan mengenai kebijakan dan program pembangunan daerah oleh Pemerintah

    Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota (Bastian, 2006). Proses ini dilakukan

    secara terpadu dengan tujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerahyang bersangkutan. Perencanaan daerah bermanfaat dalam mencegah terciptanya

     jurang kemakmuran antar daerah, melestarikan kebudayaan setempat, dan dapatmenghindarkan timbulnya ketidakpuasan masyarakat. Perencanaan merupakan bagian

    terpenting dalam kegiatan pembangunan oleh pemerintah. Dari perencanaan itu,

     proses/kegiatan pembangunan berjalan sesuai dengan arah yang telah ditentukan.Oleh karena itu, tahap perencanaan menjadi pusat perhatian bagi semua pemerintah

    daerah dalam kegiatan pembangunan. Kegiatan pembangunan ini, mensyaratkan

     partisipasi masyarakat. Keikutsertaan masyarakat akan menguatkan tingkatkepercayaan (akuntabilitas), rasa kepemilikan dan keterbukaan (transparansi), serta

    tidak adanya diskriminasi antar masyarakat (keadilan). Adanya keterlibatan dalam

     perencanaan, maka pelaksanaan program/kegiatan yang telah dibuat oleh pemerintah bersama-sama dengan dewan dan masyarakat akan memenuhi tingkat ekonomi,

    efisisen, dan efektif (value for money). Dalam proses perencanaan daerah

    mekanismenya melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di

    tingkat Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kota/Kabupaten, Provinsi dan Nasional.Di lingkup pemerintah daerah terdapat Rencana Pembangunan Jangka

    Panjang (RPJP) Daerah yang harus memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah

  • 8/18/2019 15. Makalah Ardi Hamzah _20

    5/13

      5

    yang mengacu pada RPJP Nasional. Sedangkan Rencana Pembangunan Jangka

    Menengah (RPJM) Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program

    Kepala Daerah yang berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional serta memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan

    daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), lintas

    SKPD, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalamkerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. SKPD menyusun

    Rencana Strategis (Renstra) SKPD yang memuat visi, misi, tujuan, strategi,

    kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang disusun sesuai dengan tugasSKPD serta berpedoman kepada RPJM Daerah dan bersifat indikatif. Penjabaran

    RPJM Daerah dituangkan ke dalam Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD) yang

    mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP). RKPD memuat rancangan

    kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja, dan

     pendanaan, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuhdengan mendorong partisipasi masyarakat. Pendekatan dalam penyusunan rencana

     pembangunan daerah yaitu, pendekatan politis, pendekatan teknokratis, pendekatan partisipasi, pendekatan perencanaan bawah-atas (bottom-up), dan pendekatan

     perencanaan atas-bawah (top-down).

    Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendakdicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial,

    sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu

    anggaran (Bastian, 2006). Secara umum, penganggaran terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan

    moneter. Proses penganggaran ini dimulai ketika perumusan strategi dan perencanaan

    strategis telah selesai dilakukan. Anggaran merupakan artikulasi hasil perumusan

    strategi dan perencanaan strategis yang telah dibuat. Tahap penganggaran menjadisangat penting karena anggaran yang tidak memenuhi ekonomi, efisien, dan efektif

    (value for money) akan dapat menggagalkan perencanaan yang sudah disusun.Penganggaran harus diawasi dimulai dari tahap perencanaan, kemudian berlanjut ke

    tahap pelaksanaan dan pelaporan. Proses penganggaran akan memenuhi good

    governance  jika adanya partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan keadilan sertaadanya lembaga khusus yang bertugas memantau, mengontrol, dan mengawasi

     perencanaan dan pengendalian anggaran. Dalam bentuk yang paling sederhana,

    anggaran merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan darisuatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja, dan aktivitas.

    Anggaran berisi estimasi mengenai apa yang akan dilakukan organisasi di masa yang

    akan datang.Perencanaan dan penganggaran merupakan rangkaian kegiatan dalam satu

    kesatuan atau kontinum. Penyusunan rencana perlu memperhatikan kapasitas fiskal

    yang tersedia, sehingga dalam penerapannya, konsekuensi atas integrasi kegiatan

     perencanaan dan penganggaran perlu diperhatikan. Prinsip utama dalam kegiatan perencanaan dan penganggaran adalah menyusun dan menganggarkan prioritas

  • 8/18/2019 15. Makalah Ardi Hamzah _20

    6/13

      6

    kegiatan yang disepakati dengan tidak melebihi kapasitas fiskal daerah yang

     bersangkutan.

    Metodologi Penelitian

    Metode Penelitian

    Penelitian ini berorientasi pada upaya untuk mengetahui dan memahami suatukonteks partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan keadilan (good governance) serta

    ekonomi, efisien, dan efektif (value for money) dalam perencanaan dan penganggaran

    daerah. Sifat ilmu kemanusiaan yang paling menonjol adalah obyeknya berkaitandengan manusia yang memiliki tindakan bermakna (meaningfull action) (Budianto,

    2002). Karena sifatnya yang demikian, maka metode yang sangat mendasar dalam

    ilmu kemanusiaan adalah metode pemahaman (verstehen). Dengan demikian, maka

     paradigma interpretif lebih tepat digunakan. Untuk mencapai pemahaman yang

    memadai, penelitian ini mengembangkan suatu pertautan teoritis, yaitu logis-deduktif, ilmiah, mendasar, substantif-formal serta kritis dari berbagai sudut pandang.

    Pertautan ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam kategorisasi realitas dan berbagai aspek yang melingkupinya.

    Metode penelitian yang digunakan adalah metode etnometodologi. Metode ini

    memiliki warna kajian yang berbeda dibanding metode kualitatif lain. Bertolak daritradisi fenomenologi yaitu social phenomenology  yang dikembangkan Schultz,

    etnometodologi kemudian mengembangkan diri melalui jalur analitik dari hukum-

    hukum dasar, kemudian mengalami pengayaan di berbagai konstruksi yang meliputianalisis percakapan dan kaidah interpretif. Etnometodologi ditakrifkan sebagai kajian

     pengetahuan, aneka ragam prosedur dan pertimbangan yang dapat dimengerti oleh

    anggota masyarakat biasa. Masyarakat seperti ini bisa mencari jalan dan bisa

     bertindak dalam keadaan di mana mereka bisa menemukan dirinya sendiri (Salim,2006).

    Pengumpulan Data

    Dalam penelitian ini, peneliti mengambil responden pada Organisasi

    Masyarakat Sipil (OMS) bukan pada aparatur Pemda dan pengusaha. Hal ini

    dikarenakan OMS memandang perencanaan dan penganggaran dalam rangkamewujudkan Good Governance  dan Value for Money  dalam Pemerintahan Daerah

    didasarkan atas sikap logis, berpegang pada sesuatu yang mendasar, subtansial serta

    kritis dan melihat dari berbagai sudut pandang (multi perspective) . Jumlah responden pada OMS di Kota Mojokerto dan Kabupaten Sidoarjo masing-masing sebanyak 20

    OMS dari berbagai bidang atau kajian, seperti Koalisi Politik Perempuan Indonesia,

    Gerakan Rakyat Mojokerto (Geram), Muslimat, Ikatan Pemuda Nadhlatul Ulama,Sidoarjo  Institute, Dewan Lingkungan Sidoarjo dan lain-lain. Obyek analisis pada

     penelitian ini adalah realitas perencanaan dan penganggaran daerah Kota Mojokerto

    dan Kabupaten Sidoarjo terkait dengan good governance  dan value for money  dari

     perspektif OMS.Pengumpulan data dilakukan melalui  focus group disscusion, wawancara

    mendalam, pengamatan melibat dan berpartisipasi serta dokumentasi. Focus group

  • 8/18/2019 15. Makalah Ardi Hamzah _20

    7/13

      7

    discussion  dilakukan masing-masing sebanyak 4 kali dalam waktu 3 bulan

    melibatkan para OMS di Kota Mojokerto dan Kabupaten Sidoarjo. Wawancara

    dilakukan secara tidak terstruktur dan bersifat informal dalam berbagai situasi.Pengamatan melibat dan berpartisipasi dilakukan dengan keterlibatan peneliti serta

    turut berpartisipasi di dalam proses aktivitas terkait dengan perencanaan dan

     penganggaran daerah. Untuk dokumentasi dilakukan guna mengungkap realitas sosialyang terjadi di masa lampau yang tercatat dalam suatu dokumen.

    Teknik Analisis

    Secara teknik proses analisis dilakukan baik pada saat maupun setelah pengumpulan data dengan sistematika tiga langkah analisis bahan empirik. Pertama,

     peneliti melakukan reduksi data. Proses ini dilakukan dengan melakukan

     penyederhanaan dan transformasi data ”kasar” yang muncul dari catatan tertulis di

    lapangan ( fieldnotes) yang dilakukan pada semua aktivitas. Kedua, peneliti

    melakukan analisis domain. Analisis domain merupakan aktivitas untukmengkategorikan berbagai simbol yang terekspresikan dalam ungkapan, sikap dan

    tindakan individu yang mewakili OMS serta fenomena-fenomena lainnya yang terjadiatau berlangsung dalam semua aktivitas perencanaan dan penganggaran daerah.

    Interaksi yang terjadi pada setiap aktivitas didasarkan pada lingkup perencanaan dan

     penganggaran daerah khususnya terkait dengan good governance  dan value formoney  yang menggunakan aturan-aturan dan sumberdaya dalam konteks tindakan

    yang beraneka ragam. Ketiga, penarikan kesimpulan, verifikasi, dan refleksi. Pada

     proses ini peneliti melakukan interpretasi terhadap sikap, perilaku, tindakan, dan tuturkata dari berbagai bahan empirik yang telah dikumpulkan dan dikategorisasikan

    secara tematik. Verifikasi dilakukan atas informasi lisan maupun dokumentasi setiap

    aktivitas yang dilakukan oleh para OMS.

    Sementara itu keterandalan penelitian mengikuti kaidah dalametnometodologi, terutama dilakukan dengan memperhatikan indeksikalitas (Muhadjir,

    2003). Indeksikalitas berhubungan dengan upaya mengkaitkan makna kata, perilaku,dan lainnya pada konteksnya, sementara refleksikalitas berkaitan dengan upaya

     penataan hubungan antar suatu peristiwa/fenomena dengan peristiwa/fenomena

    lainnya.

    Hasil Penelitian: Good Governance  dan Value For Money  Dalam Perencanaan

    dan Penganggaran Daerah.

    Perencanaan dan penganggaran daerah dalam bingkai partisipasi, transparansi,

    akuntabilitas, dan keadilan (good governance) dan ekonomi, efisien, dan efektif

    (value for money) dipahami tidak hanya dengan pengenalan sentralitas agensimanusia dan struktur sosial (hubungan antara Pemda, pengusaha, dan OMS), tetapi

     juga interaksi yang dinamis di antara keduanya, interaksi yang sinergi, serasi, selaras

    dan kesinambungan dalam proses perencanaan dan penganggaran daerah. Bertitik

    tolak dari kerangka analisis ini, hasil eksplorasi atas realitas yang berlangsung di KotaMojokerto dan Kabupaten Sidoarjo yang ditunjukkan melalui proses perencanaan dan

     penganggaran daerah dalam bingkai good governance dan value for money.

  • 8/18/2019 15. Makalah Ardi Hamzah _20

    8/13

      8

    Proses perencanaan yang diawali dengan Musyawarah perencanaan

     pembangunan (Musrenbang) dari tingkat Desa/Kelurahan, Kecamatan, dan

    Kota/Kabupaten. Pada Musrenbang tingkat Desa/Kelurahan di Kota Mojokerto danKabupaten Sidoarjo tidak semua pemangku kepentingan (stake holder ) diundang dan

    diajak untuk memberi masukan dan mendiskusikan terkait dengan pembangunan

    Desa/Kelurahannya. Terkait dengan partisipasi dan keadilan ini, salah satu anggotadari OMS di Kota Mojokerto mengatakan:

    Pada Musrenbang Desa/Kelurahan yang diundang dan diajak

    hanya orang-orang itu saja, bahkan kegiatan adanya

    Musrenbang seperti kegiatan yang bersifat rahasia. Bagaimana

    pembangunan dapat memberikan manfaat pada

    Desa/Kelurahan kalau yang diundang dan diajak dalam

    Musrenbang tidak mengetahui permasalahan nyata terkait

    dengan kondisi dan potensi Desa/Kelurahan.Ironisnya lagi, rencana pembangunan jangka menengah Desa/Kelurahan

    kurang bahkan tidak diperhatikan, kinerja implementasi rencana tahun berjalan jugadiabaikan atau kurang dipedulikan. Akibatnya, tujuan Musrenbang Desa/Kelurahan

    untuk menampung dan menetapkan prioritas kebutuhan masyarakat yang diperoleh

    menjadi menyimpang jauh. Penetapan prioritas hanya untuk kepentingan dankebutuhan para aparatur desa serta pihak-pihak yang berkuasa di desa tersebut

    (anggota DPRD, pejabat eksekutif, dan tokoh masyarakat). Begitu pula, untuk

     pemisahan kegiatan berdasarkan kegiatan yang akan diselesaikan sendiri dan kegiatanyang menjadi tanggung jawab SKPD juga tidak jelas. Kenyataan yang ada,

     pemisahan kegiatan lebih berdasarkan kedekatan atau ketidakdekatan dengan para

     pejabat eksekutif dan legislatif. Ketidaktepatan daftar permasalahan serta kurang

     bahkan tidak memperhatikan dokumen RPJM Desa/Kelurahan menyebabkan hasilevaluasi tidak memuaskan dan banyak catatan terkait dengan perencanaan

     pembangunan di Desa/Kelurahan tersebut. Proses Musrenbang pada tingkatDesa/Kelurahan menunjukkan bahwa good governance  dan value for money 

    mengalami kegagalan dalam implementasi perencanaan dan penganggaran di tingkat

    Desa/Kelurahan.Proses Musrenbang pada tingkat Kecamatan merupakan kelanjutan dari

    tingkat Desa/Kelurahan. Sayangnya, hasil dari Musrenbang Desa/Kelurahan sering

    kali diabaikan atau tidak terakomodasi dalam perencanaan pada tingkat Kecamatan.Proses Musrenbang pada tingkat Kecamatan seolah-olah menunjukkan ketiadaan

     proses Musrenbang sebelumnya sehingga dimulai proses perencanaan dan

     penganggaran dari awal kembali. Ini seperti dikatakan oleh beberapa anggota dariOMS khususnya pada Kota Mojokerto.

    Musrenbang pada tingkat Kecamatan bukan merupakan

    kumpulan dan kelanjutan dari aspirasi dan usulan dari

    kelurahan, tetapi merupakan proses penjaringan dan pengajuan

    kegiatan dan anggaran yang sama sekali baru atau dimulai dari

    awal.

  • 8/18/2019 15. Makalah Ardi Hamzah _20

    9/13

      9

    Terkait dengan adanya hal itu, perlu adanya proses pengawalan kegiatan dan

    anggaran yang diusulkan dari Desa/Kelurahan untuk dibawa pada Musrenbang

    tingkat Kecamatan. Musrenbang pada tingkat Kecamatan juga tidak beda denganMusrenbang pada tingkat Desa/Kelurahan. Pemangku kepentingan yang diundang

     juga hanya orang-orang tertentu saja. Akibatnya juga sama yaitu kurang atau tidak

    mengetahui permasalahan nyata dan potensi yang ada di Kecamatan. Dampaknya prioritas kegiatan bukan berdasarkan prioritas, tetapi berdasarkan siapa orang yang

    membawa usulan tersebut. Dengan kata lain, faktor kedekatan atau ketidakdekatan

    dengan pejabat daerah dan anggota DPRD yang menjadi acuan tidak tertulis dalam pengajuan usul kegiatan dan angggaran di Kecamatan. Ini seperti yang dinyatakan

    oleh beberapa anggota OMS.

    Kecamatan ini membutuhkan sarana untuk olahraga bagi

    warganya, sehingga usulan kegiatan dan anggaran yang

    diajukan berupa pengadaan sarana olahraga. Anehnya, padasaat realisasi ternyata yang keluar kegiatan dan anggarannya

    bukan untuk pengadaan sarana olahraga, tetapi berupa

    perbaikan dan rehabilitas kantor Kecamatan.

    Adanya fenomena tersebut membuat masyarakat frustasi dan tidak

    mempunyai rasa kepercayaan terhadap aparatur pemerintah khususnya aparatur diKecamatan. Kelemahan yang terjadi dalam Musrenbang tingkat Kecamatan ini

    hampir sama dengan Musrenbang Desa/Kelurahan, yakni keterwakilan dan konsisten

    usulan dan aspirasi. Ini juga menunjukkan belum diimplementasikan goodgovernance dan value for money pada Musrenbang tingkat Kecamatan

    Pada Musrenbang tingkat Kota/Kabupaten yang merupakan kelanjutan dari

    Musrenbang tingkat Kecamatan terdapat dua pendekatan aspirasi atau mix approach 

     berupa pendekatan dari atas-bawah (top-down approach) dan pendekatan dari bawah-atas (bottom-up approach). Sayangnya, dalam proses perdebatan antara masyarakat

    dan pengusaha serta para SKPD masih kuatnya pola pendekatan dari atas-bawah.Salah satu alasan yang dikemukakan oleh para SKPD bahwa usulan dan aspirasi

    mengenai kegiatan dan anggaran yang diajukan tidak didukung kuat oleh penelitian

    yang dilakukan, sedangkan usulan yang diajukan oleh para SKPD didasarkan atas penelitian yang dilakukan sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa aparatur atau para

    SKPD tidak percaya pada masyarakat yang mengetahui kondisi nyata dan potensi

    yang ada di daerahnya. Para SKPD percaya pada penelitian yang dilakukan melalui para konsultannya walaupun penelitian yang dilakukan banyak yang bersifat

    ”pesanan”. Usulan kegiatan dan anggaran yang diajukan oleh para SKPD tidak lain

    untuk kepentingan para aparatur SKPD bukan untuk masyarakat. Ini dikarenakanusulan kegiatan dan anggaran oleh para SKPD merupakan kelanjutan untuk

    meneruskan ”proyek” penelitian yang dilakukan sebelumnya.

    Selain itu, usulan kegiatan dan anggaran yang diajukan oleh masyarakat

     berdasar pendekatan bawah-atas hanya dapat dipenuhi maksimal 30%, tetapikenyataan jauh dibawah nilai tersebut. Sedangkan 70% atau lebih untuk perencanaan

    dan penganggaran pembangunan dilakukan dengan pendekatan teknokratis dan

  • 8/18/2019 15. Makalah Ardi Hamzah _20

    10/13

      10

     pendekatan politis yang sangat jauh dari nuansa partisipasi, transparansi,

    akuntabilitas, dan keadilan (good governance) serta ekonomi, efisien, dan efektif

    (value for money). Pada Musrenbang tingkat Kota/Kabupaten juga belum adanyaketerwakilan dari berbagai elemen yang ada di masyarakat. Bahkan di Kota

    Mojokerto adanya OMS yang cukup tekenal dan satu-satunya bergerak di bidang

    gender tidak mendapat undangan terkait dengan adanya Musrebang tersebut. Inimenunjukkan bahwa Musrenbang tingkat Kota/Kabupaten tidak lain merupakan

    upaya untuk memobilisasi dan melegitimasi masyarakat dalam kesepakatan kegiatan

    dan anggaran yang diusulkan oleh para eksekutif khususnya oleh para SKPDwalaupun kegiatan dan anggaran tersebut kurang atau tidak memenuhi aspirasi

    masyarakat.

    Terkait dengan Musrenbang tingkat Kota/Kabupaten berupa adanya

     pembatasan pada akses dokumen publik bagi masyarakat. Padahal dokumen tersebut

    digunakan oleh masyarakat untuk mengkaji, mengkritisi, serta memberi masukan dansaran terkait dengan kegiatan dan anggaran yang diajukan oleh eksekutif. Bahkan

     pada Kota Mojokerto untuk mendapat akses dokumen publik sangat susah. Dokumen publik ibarat dokumen rahasia negara yang tidak boleh orang sembarangan

    mengakses dokumen tersebut. Ini menunjukkan bahwa good governance  dan value

     for money masih lemah dalam Musrenbang pada tingkat Kota/Kabupaten seperti apayang diharapkan bersama.

    Pada anggaran yang diusulkan oleh para SKPD untuk masing-masing

     program dan kegiatan juga tidak memenuhi value for money. Ini dapat dilihat padahampir semua dinas yang menganggarkan biaya-biaya, khususnya pada biaya

    langsung yang nilainya jauh dari nilai pasar. Sebagai misal, biaya untuk

    telekomunikasi pada pemerintahan umum Kabupaten Sidoarjo hampir mencapai 23%

    sendiri dari total anggaran yang ada. Untuk Kota Mojokerto juga malah terjadikeanehan dengan adanya kegiatan yang dialokasikan untuk kelautan, padahal Kota

    Mojokerto tidak mempunyai kelautan dan dana yang tertera dalam anggaran dapatdikatakan relatif cukup besar. Tidak adanya value for money dalam penetapan nilai

    anggaran kegiatan ini juga disebabkan kurang atau tidak adanya good governance 

    dalam perencanaan dan penganggaran daerah.

    Simpulan, Implikasi, dan Keterbatasan

    Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa belum adanya interaksiyang sinergi, selaras, dan serasi antara Pemda, pengusaha, dan OMS. Hal ini

    menyebabkan terganggunya proses perencanaan dan penganggaran dalam bingkai

     partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan keadilan (good governance) dan ekonomi,efisien serta efektif (value for money). Ini dapat ditunjukkan dengan kurang atau

    tidakadanya good governance dan value for money dalam Musrenbang pada tingkat

    Desa/Kelurahan, Kecamatan, dan Kota/Kabupaten. Selain itu, akses dokumen publik

    masih susah untuk mendapatkannya serta model perencanaan yang masihmengutamakan pendekatan teknokratis dan politis dibanding pendekatan partisipatif.

  • 8/18/2019 15. Makalah Ardi Hamzah _20

    11/13

      11

      Implikasi dari penelitian ini adalah, Pertama, berkaitan dengan perencanaan

    dan penganggaran daerah yang kurang atau tidak memenuhi good governance  dan

    value for money akan mengurangi kredibilitas dan tingkat kepercayaan pada Pemda.Kedua, masyarakat akan apatis dengan pola dan model yang tidak beda jauh dengan

    era sebelumnya yang hanya mementingkan formalitas dengan menanggalkan

    substansi dari perenacanaan dan penganggaran daerah. Ketiga, pola perencanaan yangmengutamakan pendekatan teknokratis dan politis akan mencederai good governance 

    dan value for money yang saat ini digembar-gemborkan dalam penyelenggaraan dan

     pengelolaan Pemda.Keterbatasan utama penelitian ini adalah jangka waktu partisipasi dan

     pengamatan yang dapat dikatakan relatif singkat, yaitu hanya 3 bulan dengan

     pertemuan formal hanya 4 kali dalam 3 bulan tersebut. Selain itu, di luar keterbatasan

    utama tersebut dimungkinkan masih terdapat keterbatasan-keterbatasan lainnya,

    dimana peneliti tidak mengetahui, mengenali, dan menyadari.

  • 8/18/2019 15. Makalah Ardi Hamzah _20

    12/13

      12

    Daftar Acuan

    Bastian, Indra. 2006. Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pemerintahan Daerah di

    Indoensia. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. ___________. 2001. Manual Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah 2001. Badan

    Penerbit Fakultas Ekonomi. Yogyakarta.

    Budianto, I.M. 2002. Realitas dan Obyektifitas. Penerbit Wedatama Widya Sastra.Jakarta.

    Eko, Dyah. 2006. Akuntansi Sektor Publik Dalam Realisasi Good Corporate

    Governance & Good Government Governance. Konferensi PenelitianAkuntansi dan Keuangan Sektor Publik Pertama. Surabaya.

    Kitchen, Richard L. 1988. Finance for the Developing Countries. John Wiley and

    Sons.

    Krina, Liona Laolo. 2003. Indikator dan Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas,

    Transparansi, dan Partisipasi.Kurniasari, Wiwin dan Handayani, Tri Ika. 2006. Analisis Belanja ke dalam Belanja

    Aparatur Daerah & Belnaja Pelayanan Publik pada Realisasi APBD TahunAnggaran 2004 Pemda Kabupaten & Kota DI Yogyakarta. Konferensi

    Penelitian Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik Pertama. Surabaya.

    Ludigdo, Unti. 2006. Strukturisasi Praktik Etika di Kantor Akuntan Publik: SebuahStudi Interpretif. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang.

    Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Edisi Kedua. Penerbit Andi Offset.

    Yogyakarta.-------------. 2004. Membangun Akuntabilitas Publik Keuangan Negara. Media

    Akuntansi No. 39/April/Tahun XI/2004.

    Mawikere, Lidia, M, Suhardito, Bambang & Iswati, Sri. 2006. Kejelasan Sasaran

    Anggaran Pengaruhnya Terhadap Kinerja Manajerial Melalui Job-RelevantInformation (JRI) Pada Pemda Sulut. Konferensi Penelitian Akuntansi dan

    Keuangan Sektor Publik Pertama. Surabaya.Meliana, Elsy dan Purwanugraha, Heribertus Andre. 2006. Persepsi Pejabat Instansi

    Pemerintah Terhadap Pelaksanaan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi

    Pemerintah. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik Volume 07.Muhadjir, Noeng. 2003. Metodologi Penelitian Kebijakan dan Evaluation Research.

    Penerbit Rake Sarasin. Yogyakarta.

    Pagalung, Gargaring. 2006. Diagnosis Pengelolaan Keuangan Pemerintah DaerahKabupaten Aceh Barat dan Nagan Raya. Konferensi Penelitian Akuntansi

    dan Keuangan Sektor Publik Pertama. Surabaya.

    Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

    Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan

    Keuangan Daerah.

    Pratolo, Suryo. 2006. Pengaruh Audit Manajemen, Komitmen Organisasi Manajer,Pengendalian Intern Terhadap Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate

  • 8/18/2019 15. Makalah Ardi Hamzah _20

    13/13

      13

    dan Kinerja Badan Usaha Milik Negara di Indonesia. Konferensi Penelitian

    Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik Pertama. Surabaya.

    Governance Salim, Agus. 2006. Teori & Paradigma Penelitian Sosial. Edisi Kedua.Penerbit. Tiara Wacana. Yogyakarta.

    Sulistyanto, HS dan Lidyah, Rika. 2002. Good Governance: Antara Idealisme dan

    Kenyataan. Jurnal Modus, Volume 14.Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

    Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

    Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan danPertanggungjawaban Keuangan Negara.

    Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

     Nasional.

    Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

    Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan AntaraPemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

    Wahyudi, Isa dan Sopanah. 2005. Strategi Penguatan Masyarakat Sipil DalamMeminimalisasi Distorsi Penyusunan APBD. Simposium Riset Ekonomi II.

    Surabaya.

    ----------------------------------. 2005. Strategi Penguatan Partisipasi Rakyat DalamPengawasan Proses Penyusunan dan Pelaksanaan APBD. Simposium Riset

    Ekonomi II. Surabaya.