ardi referat jiiwa.doc

53
REFERAT Gangguan Somatoform Disusun oleh: Ardi Yudha 1102011040 Dokter Pembimbing: dr. Eri Achmad, SpKJ

Upload: alfianca-yudha-rachmanda

Post on 15-Apr-2016

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ardi referat jiiwa.doc

REFERAT

Gangguan Somatoform

Disusun oleh:

Ardi Yudha

1102011040

Dokter Pembimbing:

dr. Eri Achmad, SpKJ

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARJAWINANGUN

2015

Page 2: ardi referat jiiwa.doc

HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul

Gangguan Somatoform

Oleh:

Ardi Yudha

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti

Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran

Univesitas Yarsi Rumah Sakit Umum Daerah Arjawinangun.

Arjawinangun , Oktober 2015

dr. Eri Achmad, SpKJ

ii

Page 3: ardi referat jiiwa.doc

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

refrat yang berjudul gangguan somatoform, yang merupakan salah satu syarat

untuk menempuh kepaniteraan klinik bagian ilmu kesehatan jiwa RSUD

Arjawinangun.

Di dalam penyusunan referat ini penulis menyadari keterbatasan pengetahuan

dan pengalaman yang dimiliki, tetapi penulis mengucapkan terima kasih kepada

dr. Eri Achmad, SpKJ, berkat bantuan dan bimbingan dalam penyusunan refrat

ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas bantuan dari teman-teman di

bagian ilmu kesehatan jiwa RSUD Arjawinangun, sehingga penyusunan referat

ini dapat diselesaikan walaupun masih jauh dari sempurna.

Arjawinangun, 25 Oktober 2015

Penulis

iii

Page 4: ardi referat jiiwa.doc

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iv

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................ 1

BAB 2 ISI ......................................................................................................... 2

BAB 3 PENUTUP ........................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 30

iv

Page 5: ardi referat jiiwa.doc

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki

gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat

ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah

cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada

pasien atau gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan

sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan

penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk

onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah tidak

disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan (Pardamean E,

2007).

Gambaran yang penting dari gangguan somatoform adalah adanya gejala

fisik, dimana tidak ada kelainan organik atau mekanisme fisiologik. Dan untuk hal

tersebut terdapat bukti positif atau perkiraan yang kuat bahwa gejala tersebut

terkait dengan adanya faktor psikologis atau konflik. Karena gejala tak spesifik

dari beberapa sistem organ dapat terjadi pada penderita anxietas maupun penderita

somatoform disorder, diagnosis anxietas sering disalahdiagnosiskan menjadi

somatoform disorder, begitu pula sebaliknya. Adanya somatoform disorder, tidak

menyebabkan diagnosis anxietas menjadi hilang. Pada DSM-IV ada 4 kategori

penting dari somatoform disorder, yaitu hipokhondriasis, gangguan somatisasi,

gangguan konversi dan gangguan nyeri somatoform (Iskandar Y, 2009).

Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian

(histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk

dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa

perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut. (PPDGJ III, 1993).

1

Page 6: ardi referat jiiwa.doc

BAB II

ISI

Definisi

Gangguan somatoform (somatoform disorder) adalah suatu kelompok

gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing)

dimana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat (Kaplan et al,

2010).

Pada gangguan somatoform, orang memiliki simptom fisik yang

mengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang

dapat ditemukan sebagai penyebabnya. Gejala dan keluhan somatik menyebabkan

penderitaan emosional/gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di

dalam peranan sosial atau pekerjaan. Gangguan somatoform tidak disebabkan

oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan. (Kaplan et al, 2010).

Etiologi

Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang

mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam

transmisi gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan

metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer

non dominan (Kapita Selekta, 2001).

Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut (Nevid,

dkk, 2005):

a. Faktor-faktor Biologis

Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada

gangguan somatisasi).

b. Faktor Lingkungan Sosial

Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti “peran

sakit” yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.

2

Page 7: ardi referat jiiwa.doc

c. Faktor Perilaku

Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:

- Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari

situasi yang tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan

sekunder).

- Adanya perhatian untuk menampilkan “peran sakit”

- Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau

gangguan dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan

yang diasosiasikan dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan

atau kerusakan fisik yang dipersepsikan.

d. Faktor Emosi dan Kognitif

Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab

ganda yang terlibat adalah sebagai berikut:

- Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simptom fisik sebagai tanda

dari adanya penyakit serius (hipokondriasis).

- Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls-

impuls yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simptom fisik

(gangguan konversi).

- Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin

merupakan suatu strategi self-handicaping (hipokondriasis).

Manifestasi Klinis

Ciri utama gangguan ini adalah keluhan-keluhan gejala fisik yang

berulang-ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah

berkali-kali terbukti hasilnya negative dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya

bahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya.

Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan

kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan

yang dialaminya, bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala ansietas dan depresi.

3

Page 8: ardi referat jiiwa.doc

Tidak adanya saling pengertian antara dokter dan pasien mengenai

kemungkinan penyebab keluhan-keluhannya menimbulkan frustasi dan

kekecewaan pada kedua belah pihak.

Gambaran keluhan gejala somatoform:

Neuropsikiatri:

- “Kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik” ;

- “Saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya”

Kardiopulmonal:

- “ Jantung saya terasa berdebar debar…. Saya kira saya akan mati”

Gastrointestinal:

- “Saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum

ada dokter yang dapat menyembuhkannya”

Genitourinaria:

- “Saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan

pemeriksaan namun tidak di temukan apa-apa”

Musculoskeletal

- “Saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang

waktu”

Sensoris:

- “Pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan kacamata

tidak akan membantu”

Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan

konversi, hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi.

Klasifikasi dan Diagnosis

Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi :

F.45.0 gangguan somatisasi

F.45.1 gangguan somatoform tak terperinci

F.45.2 gangguan hipokondriasis

F.45.3 disfungsi otonomik somatoform

4

Page 9: ardi referat jiiwa.doc

F.45.4 gangguan nyeri somatoform menetap

F.45.5 gangguan somatoform lainnya

F.45.6 gangguan somatoform YTT

DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari

PPDGJ ditambah dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh.

Pada bagian psikiatri, gangguan yang sering ditemukan di klinik adalah

gangguan somatisasi dan hipokondriasis.

F. 45.0 Gangguan Somatisasi

Definisi

Gangguan somatisasi (somatization disorder) dicirikan dengan keluhan

somatik yang beragam dan berulang yang bermula sebelum usia 30 tahun (namun

biasanya pada usia remaja), bertahan paling tidak selama beberapa tahun, dan

berakibat antara menuntut perhatian medis atau mengalami hendaya yang berarti

dalam memenuhi peran sosial atau pekerjaan.

Gangguan somatisasi berbeda dengan gangguan somatoform lainnya

karena banyaknya keluhan dan banyaknya system organ yang terlibat (contohnya

gastrointestinal dan neurologis). Gangguan ini bersifat kronis dan disertai

penderitaan psikologis yang signifikan, hendaya fungsi social dan pekerjaan, serta

perilaku mencari bantuan yang berlebih.

Keluhan-keluhan yang diutarakan biasanya mencakup sistim-sistim organ

yang berbeda seperti nyeri yang samar dan tidak dapat didefinisikan, problem

menstruasi/seksual, orgasme terhambat, penyakit-penyakit neurologik,

gastrointestinal, genitourinaria, kardiopulmonar, pergantian status kesadaran yang

sulit ditandai dan lain sebagainya. Jarang dalam setahun berlalu tanpa munculnya

beberapa keluhan fisik yang mengawali kunjungan ke dokter. Orang dengan

gangguan somatisasi adalah orang yang sangat sering memanfaatkan pelayanan

medis. Keluhan-keluhannya tidak dapat dijelaskan oleh penyebab fisik atau

melebihi apa yang dapat diharapkan dari suatu masalah fisik yang diketahui.

Keluhan tersebut juga tampak meragukan atau dibesar-besarkan, dan orang itu

5

Page 10: ardi referat jiiwa.doc

sering kali menerima perawatan medis dari sejumlah dokter, terkadang pada saat

yang sama.

Etiologi

Belum diketahui. Teori yang ada yaitu teori belajar, terjadi karena individu

belajar untuk mensomatisasikan dirinya untuk mengekspresikan keinginan dan

kebutuhan akan perhatian dari keluarga dan orang lain

Epidemiologi

- Wanita : pria = 10 :1, bermula pada masa remaja atau dewasa muda

- Rasio tertinggi usia 20- 30 tahun

- Pasien dengan riwayat keluarga pernah menderita gangguan somatoform

(berisiko 10-20 kali lebih besar dibanding yang tidak ada riwayat).

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi

Untuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:

Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak

dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung

sedikitnya 2 tahun

Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa

tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.

Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang

berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya.

atau:

Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode

beberapa tahun

Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan,

- 4 gejala nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan

(misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum,

selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi)

6

Page 11: ardi referat jiiwa.doc

- 2 gejala gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya

mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi

terhadap beberapa jenis makanan)

- 1 gejala seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya

indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur,

perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).

- 1 gejala pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau defisit yang

mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri

(gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi

urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan,

ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran

selain pingsan).

Salah satu (1) atau (2):

1) Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B

tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis

umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya

efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)

2) Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan

sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa

yang diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau

temuan laboratorium.

Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan

buatan atau pura-pura atau malingering).

Contoh Penulisan Diagnosis multiaksial:

Aksis I: Gangguan somatoform, somatisasi

Aksis II: tidak ada diagnosis aksis II

Aksis III: tidak ada diagnosis aksis III

Aksis IV: masalah dengan keluarga

Aksis V: GAF Scale 51-60: gejala sedang, disabilitas sedang

7

Page 12: ardi referat jiiwa.doc

Tatalaksana

Pasien dengan gangguan somatisasi paling baik diobati jika mereka memiliki

seorang dokter tunggal sebagai perawat kesehatan umumnya. Klinisi primer harus

memeriksa pasien selama kunjungan terjadwal yang teratur, biasanya dengan

interval 1 bulan. 

            Jika gangguan somatisasi telah didiagnosis, dokter yang mengobati pasien

harus mendengarkan keluhan somatik sebagai ekspresi emosional, bukannya

sebagai keluhan medis. Tetapi, pasien dengan gangguan somatisasi dapat juga

memiliki penyakit fisik, karena itu dokter harus mempertimbangkan gejala mana

yang perlu diperiksa dan sampai sejauh mana. Strategi luas yang baik dokter

perawatan primer adalah meningkatkan kesadaran pasien tentang kemungkinan

bahwa faktor psikologis terlibat dalam gejala penyakit. 

            Spesifik terapi dengan cognitive-behavior approach adalah efektif dan

sering digunakan dalam membantu pasien untuk melihat gejala-gejala fisik yang

dialaminya dan memahami keadaan gangguan yang dihadapinya. Selain itu,

psikodinamik adalah berguna terhadap mengobati kasus yang lebih kompleks,

dimana psikodinamik telah diaplikasikan dalam mencegah keparahan gangguan

psikologikal pasien dan juga dapat mencegah beberapa penyakit psikiatrik

lainnya. Intervensi ini harus dimonitor bersama-sama oleh para konselor –

perawat, dan kelompok ahli sesuai profesinya. Kajian ini membuktikan bahwa

dengan terapi psikodinamik ini telah dapat menurunkan gejala-gejala psikiatrik

dan mampu meningkatkan kualiti hidup pasien. Walau bagaimanapun, tidak

semua pasien mau diterapi psikodinamik ini.

            Pengobatan psikofarmakologis diindikasikan bila gangguan somatisasi

disertai dengan ganguan penyerta (misalnya: gangguan mood, gangguan depresi

yang nyata, gangguan anxietas). Obat anti depresi biasanya efektif untuk gejala-

gejala somatik termasuk rasa sakit dan insomnia.

            Medikasi harus dimonitor karena pasien dnegan gangguan somatisasi

cenderung menggunakan obat secara berlebihan dan tidak dapat dipercaya. 

Tujuan pengobatan

8

Page 13: ardi referat jiiwa.doc

1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan

pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk

kehidupan nyata

2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis,

treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu

3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah

kondisi)

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial

1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama

2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai

3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah

sosial

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik

1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas

2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi

3. Anti anxietas dan antidepressan

Prognosis

Dubia et malam. Pasien susah sembuh walau sudah mengikuti pedoman

pengobatan. Sering kali pada pasien wanita berakhir pada percobaan bunuh diri.

F.45.1 Gangguan Somatoform Tak Terperinci

Etiologi

Tidak diketahui

Epidemiologi

Bervariasi, di USA 10%-12% terjadi pada usia dewasa dan 20 % menyerang

wanita.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang tak terperinci

9

Page 14: ardi referat jiiwa.doc

Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi

gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak

terpenuhi

Kemungkinan ada ataupun tidak faktor penyebab psikologis belum jelas,

akan tetapi tidak boleh ada penyebab fisik dari keluhan-keluhannya.

atau :

- Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan,

keluhan gastrointestinal atau saluran kemih)

- Salah satu (1) atau (2)

1)Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya

oleh kondisi medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dari

suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)

2)Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau

gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa

yang diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau

temuan laboratorium.

- Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau

gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.

- Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain

(misalnya gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood,

gangguan kecemasan, gangguan tidur, atau gangguan psikotik).

- Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada

gangguan buatan atau berpura-pura)

Contoh Penulisan Diagnosis multiaksial

Aksis I: Gangguan somatoform Tak Terperinci

Aksis II: tidak ada diagnosis aksis II

Aksis III: tidak ada diagnosis aksis III

Aksis IV:

Aksis V: GAF Scale 61-70

10

Page 15: ardi referat jiiwa.doc

Tatalaksana

Tujuan pengobatan

1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan

pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk

kehidupan nyata

2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis,

treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu

3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah

kondisi)

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial

1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama

2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai

3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah

sosial

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik

1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas

2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi

3. Anti anxietas dan antidepressant (kalau perlu)

Prognosis

Bervariasi, sulit diprediksi karena prognosisnya bergantung pada gejala

yang lebih dominan.

11

Page 16: ardi referat jiiwa.doc

F.45.2 Gangguan Hipokondriasis

Definisi

Hipokondriasis adalah keterpakuan (preokupasi) pada ketakutan

menderita, atau keyakinan bahwa seseorang memiliki penyakit medis yang serius,

meski tidak ada dasar medis untuk keluhan yang dapat ditemukan. Berbeda

dengan gangguan somatisasi dimana pasien biasanya meminta pengobatan

terhadap penyakitnya yang seringkali menyebabkan terjadinya penyalahgunaan

obat, maka pada gangguan hipokondrik pasien malah takut untuk makan obat

karena dikira dapat menambah keparahan dari sakitnya.

Ciri utama dari hipokondriasis adalah fokus atau ketakutan bahwa

simptom fisik yang dialami seseorang merupakan akibat dari suatu penyakit serius

yang mendasarinya, seperti kanker atau masalah jantung. Rasa takut tetap ada

meskipun telah diyakinkan secara medis bahwa ketakutan itu tidak berdasar.

Gangguan ini paling sering muncul antara usia 20 dan 30 tahun, meski dapat

terjadi di usia berapapun.

Orang dengan hipokondriasis tidak secara sadar berpura-pura akan

simptom fisiknya. Mereka umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik,

seringkali melibatkan sistem pencernaan atau campuran antara rasa sakit dan

nyeri. Berbeda dengan gangguan konversi yang biasanya ditemukan sikap

ketidakpedulian terhadap simptom yang muncul, orang dengan hipokondriasis

sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu peduli pada simptom dan hal-hal yang

mungkin mewakili apa yang ia takutkan.

Pada gangguan ini, orang menjadi sangat sensitif terhadap perubahan

ringan dalam sensasi fisik, seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan

sedikit sakit serta nyeri. Padahal kecemasan akan simptom fisik dapat

menimbulkan sensasi fisik itu sendiri, misalnya keringat berlebihan dan pusing,

bahkan pingsan. Mereka memiliki lebih lanjut kekhawatiran akan kesehatan, lebih

banyak simptom psikiatrik, dan mempersepsikan kesehatan yang lebih buruk

daripada orang lain. Sebagian besar juga memiliki gangguan psikologis lain,

terutama depresi mayor dan gangguan kecemasan.

12

Page 17: ardi referat jiiwa.doc

Etiologi

Masih belum jelas

Epidemiologi

Biasanya terjadi pada usia dewasa, rasio antara wanita dan pria sama

Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis

Untuk diagnosis pasti gangguan hipokondrik, kedua hal ini harus ada:

Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik

yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan

yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai,

ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau

perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai waham)

Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa

dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang

melandasi keluhan-keluhannya

Ciri-ciri diagnostik dari hipokondriasis:

A. Perokupasi (keterpakuan) dengan ketakutan menderita, ide bahwa ia

menderita suatu penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang

tersebut terhadap gejala-gejala tubuh.

B. Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang

tepat.

C. Tidak disertai dengan waham dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang

penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh).

D. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau

gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. Lama

gangguan sekurangnya 6 bulan.

E. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan

umum, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif

berat, cemas perpisahan, atau gangguan somatoform lain.

13

Page 18: ardi referat jiiwa.doc

Tentukan jika:

Dengan tilikan buruk: jika sebagian besar waktu selama episode saat ini,

orang tersebut tidak menyadari bahwa kekhawatiran memiliki penyakit serius

adalah berlebihan dan tidak beralasan.

Contoh Penulisan Diagnosis multiaksial

Aksis I: Gangguan somatoform, hipokondriasis

Aksis II: tidak ada diagnosis aksis II

Aksis III: tidak ada diagnosis aksis III

Aksis IV:

Aksis V: GAF Scale 51-60 gejala sedang, disabilitas sedang

Tatalaksana

Tujuan pengobatan

1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan

pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk

kehidupan nyata

2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis,

treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu

3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah

kondisi)

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial

1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama

2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai

3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah

sosial

4. Therapi kognitif-behaviour

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik

1. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi

2. Usahakan untuk mengurangi gejala hipokondriasis dengan SSRI (Fluoxetine

60-80 mg/ hari) dibandingkan dengan obat lain.

14

Page 19: ardi referat jiiwa.doc

Prognosis

10 % pasien bisa sembuh, 65 % berlanjut menjadi kronik dengan onset

yang berfluktuasi, 25 % prognosisnya buruk.

F.45.3 Gangguan Disfungsi Otonomik Somatoform

Kriteria diagnostik yang diperlukan :

- Ada gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka

panas, yang sifatnya menetap dan mengganggu

- Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (tidak

khas)

- Preokupasi dengan penderitaan mengenai kemungkinan adanya gangguan

yang serius yang menimpanya, yang tidak terpengaruh oleh hasil

pemeriksaan maupun penjelasan dari dokter

- Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi

dari sistem/organ yang dimaksud

- Kriteria ke 5, ditambahkan :

F.45.30 = Jantung dan Sistem Kardiovaskular

F.45.31 = Saluran Pencernaan Bagian Atas

F.45.32 = Saluran Pencernaan Bagian Bawah

F.45.33 = Sistem Pernapasan

F.45.34 = Sistem Genito-Urinaria

F.45.38 = Sistem atau Organ Lainnya

F. 45.4 . Gangguan Nyeri Yang Menetap

Definisi

Gangguan nyeri didefinisikan sebagai adanya nyeri yang merupakan

“focus dominan perhatian klinis”. Faktor psikologis memerankan peranan yang

penting di dalam gangguan tersebut. Gejala utamanya adalah nyeri pada satu atau

lebih tempat yang tidak seutuhya disebabkan oleh keadaan medis atau neurologis

nonpsikiatri. Gejala nyeri disertai penderitaan emosional dan hendaya fungsi.

15

Page 20: ardi referat jiiwa.doc

Gangguan ini disebut gangguan nyeri somatoform, gangguan nyeri psikogenik,

gangguan nyeri idiopatik, dan gangguan nyeri atipikal.

Individu yang merasakan nyeri akibat gangguan fisik, menunjukkan lokasi

rasa nyeri yang dialaminya dengan lebih spesifik, lebih detail dalam memberikan

gambaran sensoris dari rasa nyeri yang dialaminya, dan menjelaskan situasi

dimana rasa nyeri yang dirasakan menjadi lebih sakit atau lebih berkurang (Adler

et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Sedangkan pada nyeri somatoform,

pasien malah bertindak sebaliknya.

Etiologi

Tidak diketahui

Epidemiologi

Terjadi pada semua tingkatan usia, di USA 10-15% pasien datang dengan keluhan

nyeri punggung.

Gambaran Klinis

Rasa nyeri pasien dapat berupa neuropatik, neurologis, iatrogenic, atau

musculoskeletal, pascatrauma; meskipun demikian, untuk memenuhi diagnosis

gangguan nyeri, gangguan tersebut harus memiliki factor psikologis yang dinilai

secara signifikan terlibat dalam gejala nyeri dan percabangannya.

Pasien dengan gangguan nyeri sering memiliki riwayat perawatan medis dan

pembedahan yang panjang. Mereka mengunjungi banyak dokter, meminta banyak

obat, dan terutama dapat terus-menerus menginginkan pembedahan. Bahkan,

mereka dapat benar-benar memiliki preokupasi terhadap nyeri mereka dan

menyebutnya sebagai sumber semua kesengsaraan mereka. Gangguan klinis

mereka dapat dipersulit oleh gangguan terkait zat karena pasien ini berupaya

mengurangi nyeri melalui penggunaan alcohol dan zat lain.

Sedikitnya satu studi telah menghubungkan jumlah gejala nyeri dengan

kecendrungan dan keparahan gangguan somatisasi, gangguan depresif, dan

gangguan ansietas. Gangguan depresif berat terdapat pada kira-kira 25 hingga 50

16

Page 21: ardi referat jiiwa.doc

persen pasien dengan gangguan nyeri, dan gangguan distimik atau gejala

gangguan depresif dilaporkan pada 60 hingga 100 persen pasien. Sejumlah

peneliti yakin bahkan nyeri kronis hampir selalu merupakan varian gangguan

depresif, bentuk samaran atau somatisasi depresi. Gejala depresif yang paling

menonjol pada pasien dengan gangguan nyeri adalah anergia, anhedonia, libido

berkurang, insomnia, dan iritabilitas; variasi diurnal, turunnya berat badan, dan

retardasi psikomotor tampak lebih jarang.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri

A. Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis

B. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan

dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

C. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset,

kemarahan, eksaserbasi atau bertahannya nyeri.

D. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti

pada gangguan buatan atau berpura-pura).

E. Nyeri tidak disebabkan oleh gangguan mood, kecemasan, atau gangguan

psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.

Beri kode seperti berikut.

Gangguan nyeri terkait factor psikologis: factor psikologis dinilai memiliki

peran utama dalam awitan, keparahan, eksaserbasi, atau menetapnya nyeri.

Jenis gangguan nyeri ini tidak didiagnosis jika kriteria gangguan somatisasi

juga terpenuhi.

Tentukan jika:

Akut: durasinya kurang dari 6 bulan.

Kronik: durasinya 6 bulan atau lebih

Gangguan nyeri terkait factor psikologis dan keadaan medis umum: factor

psikologis dan keadaan medis umum dinilai memiliki peran penting dalam

17

Page 22: ardi referat jiiwa.doc

awitan, keparahan, eksaserbasi, atau menetapnya nyeri. Keadaan medis umum

terkait atau tempat anatomis nyeri diberi kode pada Aksis III.

Contoh Penulisan Diagnosis Multiaksial

Aksis I: gangguan somatoform, nyeri menetap

Aksis II: tidak ada diagnosis aksis II

Aksis III: tidak ada

Aksis IV:

Aksis V: GAF Scale 51-60 gejala sedang, disabilitas sedang

18

Page 23: ardi referat jiiwa.doc

Tatalaksana

Tujuan pengobatan

1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan

pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk

kehidupan nyata

2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis,

treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu

3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah

kondisi)

4. Jika nyerinya akut (< 6 bulan), tambahkan obat simptomatik untuk gejala

yang timbul

5. Jika nyeri bersifat kronik (>6 bulan ), fokus pada pertahankan fungsi dan

motilitas tubuh daripada fokus pada penyembuhan nyeri

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial

1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama

2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai

3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah

sosial

4. Nyeri kronik: pertimbangkan terapi fisik dan pekerjaan, serta terapi

kognitif-behavioural

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik

1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas

2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi

3. Akut: acetaminophen dan NSAIDS (tidak dicampur) atau sebagai tambahan

pada opioid

4. Kronik: Trisiklik anti depresan, acetaminophen dan NSAID

5. Pertimbangkan akupunktur

Prognosis :

Jika gejala terjadi < 6 bulan, cenderung baik, dan jika gejala terjadi > 6

bulan, cenderung buruk (cenderung menjadi kronik).

19

Page 24: ardi referat jiiwa.doc

F.45.8 Gangguan Somatoform Lainnya

Pedoman Diagnostik :

- Keluhan yang ada tidak melalui saraf otonom, terbatas secara spesifik pada

bagian tubuh/sistem tertentu

- Tidak ada kaitan dengan adanya kerusakan jaringan

- Gangguan-gangguan berikut juga dimasukkan dalam kelompok ini:

a) “globus hystericus” (perasaan ada benjolan di kerongkongan yang

menyebabkan disfagia) dan bentuk dis-fagia lainnya.

b) Tortikolis psikogenik, dan gangguan gerakan spasme lainnya

(kecuali sindrom Tourette);

c) Pruritus psikogenik;

d) Dismenore psikogenik;

e) “Teeth grinding”.

Gangguan Konversi

Definisi

Adalah suatu tipe gangguan somatoform yang ditandai oleh kehilangan

atau kendala dalam fungsi fisik, namun tidak ada penyebab organis yang jelas.

Gangguan ini dinamakan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika

bahwa gangguan tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi, dari energi

seksual atau agresif yang direpresikan ke simptom fisik. Simptom-simptom itu

tidak dibuat secara sengaja atau yang disebut malingering. Simptom fisik biasanya

muncul tiba-tiba dalam situasi yang penuh tekanan. Tangan seorang tentara dapat

menjadi “lumpuh” saat pertempuran yang hebat, misalnya.

DSM mendefinisikan gangguan konversi sebagai gangguan yang ditandai

dengan adanya satu gejala neurologis atau lebih (contohnya paralisis, buta, dan

parestesia) yang tidak dapat dijelaskan dengan gangguan medis atau neurologis

yang diketahui. Di samping itu, diagnosis gangguan ini mengharuskan bahwa

factor psikologis harus berkaitan dengan permulaan atau perburukan gejala.

Gangguan ini sebelumnya disebut neurosis histerikal atau histeria dan memainkan

peranan penting dalam perkembangan psikoanalisis Freud.

20

Page 25: ardi referat jiiwa.doc

Menurut DSM, simptom konversi menyerupai kondisi neurologis atau

medis umum yang melibatkan masalah dengan fungsi motorik (gerakan) yang

volunter atau fungsi sensoris. Beberapa pola simptom yang klasik melibatkan

kelumpuhan, epilepsi, masalah dalam koordinasi, kebutaan, dan tunnel vision

(hanya bisa melihat apa yang berada tepat di depan mata), kehilangan indra

pendengaran atau penciuman, atau kehilangan rasa pada anggota badan (anastesi).

Simptom-simptom tubuh yang ditemukan dalam gangguan konversi sering

kali tidak sesuai dengan kondisi medis yang mengacu. Misalnya konversi epilepsi,

tidak seperti pasien epilepsi yang sebenarnya, dapat mempertahankan kontrol

pembuangan saat kambuh; konversi kebutaan, orang yang penglihatannya

seharusnya mengalami hendaya dapat berjalan ke kantor dokter tanpa membentur

mebel; orang yang menjadi “tidak mampu” berdiri atau berjalan di lain pihak

dapat melakukan gerakan kaki lainnya secara normal.

Etiologi

- Teori psikoanalisis, (1895/1982), Breuer dan freud: disebabkan ketika

seseorang mengalami peristiwa yang menimbulkan peningkatan emosi yang

besar, namun afeknya tidak dapat diekspresikan dan ingatan tentang

peristiwa tersebut dihilangkan dari kesadaran.

- Teori behavioral, Ullman & Krasner (dalam Davidson, Neale, Kring, 2004),

terjadi karena individu mengadopsi simptom untuk mencapai suatu tujuan.

Individu berusaha untuk berperilaku sesuai dengan pandangan mereka

mengenai bagaimana seseorang dengan penyakit yang mempengaruhi

kemampuan motorik atau sensorik, akan bereaksi.

Epidemiologi

Terjadi pada 11-500 per 100.000 penduduk. Biasanya terjadi pada usia

anak-anak (akhir) hingga dewasa (awal). Jarang terjadi sebelum usia 10 tahun dan

setelah 35 tahun.

21

Page 26: ardi referat jiiwa.doc

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi

Ciri-ciri diagnostik dari gangguan konversi adalah sebagai berikut:

A. Paling tidak terdapat satu simptom atau defisit yang melibatkan fungsi motorik

volunternya atau fungsi sensoris yang menunjukkan adanya keadaan neurologis

atau gangguan fisik lain.

B. Faktor psikologis dinilai terkait dengan gejala maupun deficit karena awal atau

perburukan gejala atau deficit didahului konflik atau stressor lain.

C. Orang tersebut tidak dengan sengaja menciptakan simptom fisik tersebut atau

berpura-pura memilikinya dengan tujuan tertentu.

D. Setelah pemeriksaan yang sesuai, gejala atau deficit tidak dapat benar-benar

dijelaskan oleh keadaan medis umum atau oleh efek langsung suatu zat,

maupun sebagai perilaku atau pengalaman yang disetujui budaya.

E. Simptom menyebabkan distres emosional yang berarti, hendaya dalam satu

atau lebih area fungsi, seperti fungsi sosial atau pekerjaan, atau cukup untuk

menjamin perhatian medis.

F. Simptom tidak terbatas pada keluhan nyeri atau masalah pada fungsi seksual,

juga tidak dapat disebabkan oleh gangguan mental lain. Akan tetapi, beberapa

orang dengan gangguan konversi menunjukkan ketidakpedulian yang

mengejutkan terhadap simptom-simptom yang muncul, suatu fenomena yang

diistilahkan sebagai la belle indifference (“ketidakpedulian yang indah”).

Tentukan tipe gejala atau deficit:

Dengan gejala atau deficit motoric

Dengan gejala atau deficit sensorik

Dengan bangkitan atau kejang

Dengan tampilan campuran

Gambaran Klinis

Paralisis, buta, dan mutisme adalah gejala gangguan konversi yang paling lazim

ditemukan. Gangguan konversi mungkin paling sering disertai gangguan

kepribadian pasif-agresif, dependen, antisosial, dan histrionic. Gejala gangguan

22

Page 27: ardi referat jiiwa.doc

depresif dan ansietas sering dapat menyertai gejala gangguan konversi, dan pasien

ini memiliki risiko bunuh diri.

Gejala Sensorik. Pada gangguan konversi, anestesia dan parestesia adalah gejala

yang lazim ditemukan, terutama pada ekstremitas. Klinisi dapat melihat anestesia

kaus kaki dan sarung tangan pada tangan dan kaki yang khas, atau hemianestesia

tubuh yang dimulai tepat di sepanjang garis tengah.

Gejala gangguan konversi dapat melibatkan organ indera khusus dan dapat

menimbulkan tuli, buta, serta penglihatan terowongan (tunnel vision). Gejala ini

dapat unilateral atau bilateral. Pada kebutaan gangguan konversi, contohnya,

pasien berjalan berkeliling tanpa menubruk atau mencederai diri sendiri, pupilnya

bereaksi terhadap cahaya, dan evoked potential korteks normal.

Gejala Motorik. Gejala motoric meliputi gerakan abnormal, gangguan berjalan,

kelemahan, dan paralisis. Tremor ritmis yang kasar, gerakan koreiform, “tic”, dan

sentakan dapat ada. Gerakan tersebut umumnya memburuk ketika orang

memperhatikan mereka. Satu gangguan berjalan yang terlihat pada gangguan

konversi adalah astasia-abasia, yang merupakan cara melangkah ataksik yang liar

dan terhuyung-huyung, disertai gerakan batang tubuh yang kasar, irregular,

menyentak, dan gerakan lengan yang melambai dan tidak terkendali. Pasien

dengan gejala tersebut jarang jatuh; jika jatuh, umumnya mereka tidak cedera.

Satu gangguan motoric yang lazim ditemukan lainnya adalah paralisis dan

paresis yang mengenai ekstremitas. Pasien tidak mengalami fasikulasi atau atrofi

otot, temuan elektromiografi normal.

Gejala Bangkitan. Kejang semu adalah gejala lain gangguan konversi. Klinisi

dapat merasa sulit membedakan kejang semu dengan kejang yang sesungguhnya

hanya dengan pengamatan klinis saja. Lebih jauh lagi, kira-kira sepertiga kejang

semu pasien juga memiliki gangguan epileptic. Mengigit lidah, inkontinesia urin,

dan cedera setelah jatuh dapat terjadi pada kejang semu walaupun gejala ini

23

Page 28: ardi referat jiiwa.doc

umumnya tidak ada. Refleks pupil dan muntah tetap ada setelah kejang semu dan

konsentrasi prolactin pasien tidak mengalami peningkatan setelah kejang.

Gambaran Klinis Terkait Lain. Sejumlah gejala psikologis juga terkait dengan

gangguan konversi.

Keuntungan primer. Pasien memperoleh keuntungan orimer dengan

mempertahankan konflik internal diluar kesadarannya. Gejala memiliki nilai

simbolik dalam hal, gejala tersebut mewakili konflik psikologis yang tidak

disadari.

Keuntungan sekunder. Pasien mendapatkan tambahan keuntungan yang jelas

akibat mereka sakit, seperti mendapatkan izin dari kewajiban atau situasi hidup

yang menyulitkan, memperoleh dukungan dan bantuan, dan mengendalikan

perilaku orang.

La Belle Indifference. Adalah perilaku ketidakpedulian pasien yang tidak sesuai

terhadap gejala yang serius; yaitu pasien tampak tidak peduli dengan apa yang

menjadi gangguan utama. Pada beberapa pasien, ketidakacuhan yang tersamar

dapat tidak ditemukan; hal ini juga terlihat pada pasien dengan penyakit medis

serius yang memiliki perilaku menahan diri. Ada atau tidaknya la belle

indifference adalah ukuran tidak akurat seorang pasien yang memiliki gangguan

konversi.

Identifikasi. Pasien dengan gangguan konversi secara tidak sadar dapat meniru

gejala mereka dari seseorang yang penting bagi mereka. Sebagai contoh,

seseorang atau orang tua yang baru meninggal dapat berfungsi sebagai model bagi

gangguan konversi. Selama reaksi berkabung yang patologis, orang yang

berkabung lazim memiliki gejala dari orang yang telah meninggal.

24

Page 29: ardi referat jiiwa.doc

Tatalaksana

Tujuan pengobatan

1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan

pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk

kehidupan nyata

2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis,

treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu

3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah

kondisi)

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial

1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama

2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai

3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah

sosial

4. Akut: yakinkan, sugesti pasien untuk mengurangi gejala

5. Pertimbangkan narcoanalisis (sedatif hipnotik), hipnoterapi, behavioural

terapi

6. Kronik: Eksplorasi lebih lanjut mengenai konflik yang bersifat interpersonal

pada pasien

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik

1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas

2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi

3. Pertimbangkan narcoanalisis (sedatif hipnotik)

Prognosis

Baik, jika onset awal ada faktor presipitasi yang jelas, intelegensia masih baik,

segera dilakukan treatment. Prognosis buruk jika terjadi hal sebaliknya.

Gangguan Dismorfik Tubuh

Definisi

25

Page 30: ardi referat jiiwa.doc

Gangguan dismorfik tubuh (body dismorphic disorder) ditandai oleh

kepercayaan palsu atau persepsi yang berlebihan bahwa suatu bagian tubuh

mengalami cacat. Orang dengan gangguan ini terpaku pada kerusakan fisik yang

dibayangkan atau dibesar-besarkan dalam hal penampilan mereka. Mereka dapat

menghabiskan waktu berjam-jam untuk memeriksakan diri di depan cermin dan

mengambil tindakan yang ekstrem untuk mencoba memperbaiki kerusakan yang

dipersepsikan, seperti menjalani operasi plastik yang tidak dibutuhkan, menarik

diri secara sosial atau bahkan diam di rumah saja, sampai pada pikiran-pikiran

untuk bunuh diri. Orang dengan gangguan dismorfik tubuh sering menunjukkan

pola berdandan atau mencuci, atau menata rambut secara kompulsif, dalam rangka

mengoreksi kerusakan yang dipersepsikan. Contoh lain, seseorang merasa

wajahnya seperti piringan, terlalu rata, sehingga tidak mau difoto. Mereka dapat

melakukan apa saja untuk memperbaiki keadaan yang “rusak” tersebut.

Pada gangguan dismorfik tubuh, individu diliputi dengan bayangan

mengenai kekurangan dalam penampilan fisik mereka. Membuatnya bisa berlama-

lama berkaca di depan cermin memandang bentuk tubuh yang dianggapnya

kurang, sering pasien mendatangi spesialis bedah dan kecantikan.

Etiologi

Tidak Diketahui

Epidemiologi

Muncul kebanyakan pada wanita, biasanya dimulai pada akhir masa

remaja, dan biasanya berkaitan dengan depresi, fobia sosial, gangguan

kepribadian (Phillips & McElroy, 2000; Veale et al.,1996 dalam Davidson, Neale,

Kring, 2004).

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh

- Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan

sedikit anomali tubuh, kekhawatiran orang tersebut menjadi berlebihan.

26

Page 31: ardi referat jiiwa.doc

- Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau

gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

- Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain

(misalnya, ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia

nervosa).

Tatalaksana

Tujuan pengobatan

1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan

pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk

kehidupan nyata

2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis,

treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu

3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah

kondisi)

4. Khususnya menghindari pembedahan

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial

1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama

2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai

3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah

sosial

4. Terapi kognitif-behavioural

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik

1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas

2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi

3. Usahakan untuk mengurangi gejala hipokondriacal dengan SSRI

(Fluoxetine 60-80 mg/ hari) dibandingkan dengan obat lain

Prognosis

Bervariasi

27

Page 32: ardi referat jiiwa.doc

Pendekatan Penanganan

Beberapa pendekatan yang digunakan untuk menangani gangguan

somatoform adalah sebagai berikut:

- Penanganan Biomedis

Pada penanganan biomedis dapat digunakan antidepresan yang terbatas

dalam menangani hipokondriasis yang biasanya disertai dengan depresi.

- Terapi Kognitif-Behavioral

Terapi ini dapat berfokus pada menghilangkan sumber-sumber

reinforcement sekunder (keuntungan sekunder), memperbaiki perkembangan

keterampilan coping untuk mengatasi stres, dan memperbaiki keyakinan yang

berlebihan atau terdistorsi mengenai kesehatan atau penampilan seseorang. Terapi

ini berusaha untuk mengintegrasikan teknik-teknik terapeutik yang berfokus untuk

membantu individu melakukan perubahan-perubahan, tidak hanya pada perilaku

nyata tetapi juga dalam pemikiran, keyakinan dan sikap yang mendasarinya.

Terapi kognitif-behavioural, untuk mengurangi pemikiran atau sifat

pesimis pada pasien. Teknik behavioral, terapis bekerja secara lebih langsung

dengan si penderita gangguan somatoform, membantu orang tersebut belajar

dalam menangani stress atau kecemasan dengan cara yang lebih adaptif. Terapi

kognitif, terapis menantang keyakinan klien yang terdistorsi mengenai

penampilan fisiknya dengan cara meyemangati mereka untuk mengevaluasi

keyakinan mereka dengan bukti yang jelas.

28

Page 33: ardi referat jiiwa.doc

Bab III

Penutup

Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki

gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat

ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gambaran yang penting dari gangguan

somatoform adalah adanya gejala fisik, dimana tidak ada kelainan organik atau

mekanisme fisiologik. Dan untuk hal tersebut terdapat bukti positif atau perkiraan

yang kuat bahwa gejala tersebut terkait dengan adanya faktor psikologis atau

konflik.

Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala

fisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah

berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa

tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya.

Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi: gangguan

somatisasi, gangguan somatoform tak terperinci, gangguan hipokondriasis,

disfungsi otonomik somatoform, gangguan nyeri somatoform menetap, gangguan

somatoform lainnya, dan gangguan somayoform YTT. Sedangkan pada DSM-IV,

ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah

dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh.

29

Page 34: ardi referat jiiwa.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, H.l dan Saddock B.J. 1993. Comprehensive Textbook of Psychiatry

vol.2 6th edition. USA: Williams and Wilikins Baltimore.

2. Wiguna, Imade (editor). 1997. Sinopsis Psikiatri jilid 2. Jakrta:

BinanupaAksara.

3. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. 2001. Media Aesculapicus : Fakultas

Kedokteran Universitas Tanjungpura.

4. Departemen Kesehatan R.I. 1993.Pedoman Penggolongan dan Diagnosis

Gangguan Jiwa di Indonesia III cetakan pertama. Direktorat Jenderal

Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI : Jakarta

5. Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa cetakan kesembilan.

Airlangga University Press : Surabaya

6. Nevid, J.S., dkk. 2005. Psikologi Abnormal Jilid I.Edisi 5. PenerbitErlangga

: Jakarta

7. Pardamean E. 2007. Simposium Sehari Kesehatan Jiwa Dalam Rangka

Menyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia : Gangguan Somatoform. Ikatan

Dokter Indonesia Cabang Jakarta Barat.

8. Tomb, D. A. 2004.Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. EGC : Jakarta

30