ardi yanto_ kajian filsafat

Upload: ediyansyah-ediyansyah

Post on 08-Jul-2018

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/19/2019 Ardi Yanto_ Kajian Filsafat

    1/39

    3/3/2016 Ardi Yanto: Kajian Filsafat

    http://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html 1/39

    Followers

    Join this site

    with Google Friend Connect

    Members (4)

     Already a member? Sign in

    Translate any textdocument as you type

    23 Desember, 2009

    Kajian Filsafat

    PENGANTAR KAJIAN FILSAFAT

    A. Dasar-Dasar Kefilsafatan

    Beberapa konsep penting tentang dasar kef ilsafatan yang

    akan dijelaskan dalam sub bab ini adalah: Pengertian

    filsafat; Ruang lingkup atau Cabang-cabang filsafat;

    Kegunaan atau manfaat mempelajari filsafat;  Fungsi filsafat;

    Beberapa aliran filsafat; Filsafat  sebagai suatu pendekatan;

    Metode kefilsafatan; dan Etika. Penjelasan tentang dasar-

    dasar kefilsafatan tersebut di atas bukan dimaksudkan untuk

    memberikan suatu uraian yang sangat komprehensif atau

    menyeluruh, akan tetapi penjelasannya lebih menekankan

    pada konsep-konsep kunci, yang diharapkan para mahasiswa

    atau peminat studi filsafat ilmu  memperoleh gambaran awal

    yang cukup membekali dalam melakukan kajian-kajian lebih

    lanjut dan mendalam tentang hakikat filsafat dari sumber-

    sumber ilmiah lainnya.

    1. Pengertian Filsafat

    Ketika orang berbicara tentang filsafat, nampak kesan awalatau anggapan yang muncul adalah ‘membicarakan sesuatu

    yang abstrak, yang sulit dicermati, transendental, fantasi,

    renungan yang mendalam, imajinasi dan sesuatu yang serba

    sulit dan luas (universal)’. Apabila dicermati dengan

    sungguh-sungguh tentang makna filsafat, maka sejatinya

    pandangan tersebut di atas tidak semuanya benar, karena:

    (a) objek kajian filsafat sejatinya menyangkut hal-hal yang

    abstrak dan juga hal-hal yang kongkrit atau hal-hal yang

    bersifat idea dan praktis; dan (b) ruang lingkup kajian ilmu

    filsafat juga berkaitan dengan kehidupan individual dan

    kolektif manusia sehari-hari, misalnya: keluarga, lembaga

    pendidikan; partai politik, pemerintahan dan beragam bentuk

    aktivitas kelompok lainnya.

    Dalam beberapa literatur filsafat telah dijumpai beragam

    pengertian tentang filsafat. Keberagaman tersebut

    disebabkan oleh perbedaan sudut pandang yang dijadikan

    sebagai dasar orientasinya (Johnstone, 1968; Driyarkara, N.

    1977). Dari beragam karya tulis tentang filsafat, penulis

    dapat merangkum sebagai berikut: Pertama, pengertian

    filsafat dari segi arti kata, yaitu ‘Filsafat’ berasal dari bahasa

    Yunani terdiri dari kata ‘philein’ yang berarti cinta dan

     ‘sophia’ yang berarti kebijaksanaa n. Atau berasal dari kata

     ‘philosophia’ yang berarti ‘cinta akan kebijaksanaan atau love

    of wisdom’. Jadi, pengertian filsafat dari arti kata adalah

     ‘cinta pada kebijaksanaan’. Kedua, pengertian fils afat ‘secaraumum’, yaitu ‘suatu ilmu pengetahuan yang melakukan

    penyelidikan atau kajian tentang hakikat dari segala sesuatu

    dengan sungguh-sungguh (penuh kecintaan) untuk

    memperoleh kebenaran atau kebijaksanaan’. Jadi, jawaban-

     jawaban yang diberik an oleh fils afat tentang hakikat

    About Me

    Ardie182

    Lihat profil

    lengkapku

    Blog Archive

    ► 2010  (35)

    ▼ 2009  (40)▼ Desember  (29)

    Penguasaan IPTEK Adalah

    Sebuah Keharusan

    Kajian Filsafat Ilmu

    Kajian Filsafat

    Kajian Logika Material

    Kajian Logika Formal

    SEMANGAT ZAMAN III:

    Korupsi, Nasionalisme

    dan Pera...

    Khasiat Teh

    Rencana Tuhan Itu Indah

    Ada Kehidupan Setelah

    Kematian...Karena Hidup Hanya

    Sekali...

    Muliakan Aku Dengan

    Maafmu

    Bila Harus Kehilangan...

    Bicara Yang Baik atau

    Diam...

    Mengenal Diri

    Stop Dreaming Start Action,

    Aktualisasikan Dirimu!...

    Deskripsi Seabad

    Perjalanan Pendidikan di

    Indonesi...

    Paradigma Gerakan

    Mahasiswa SyaratRevolusi Massa

    Penindasan Negara

    Terhadap Umat Islam

     “Fight For” dan “Fight

    Against” 

    Cak Nur; Cendekiawan

    yang Rendah Hati

    Kontroversi Haramnya

    Golput

    Mahasiswa dan Identitas

    Intelektualitasnya

    Kemerdekaan Manusia

    (Ikhtiar) dan Keharusan

    Univer...

    Pengertian - PengertianDasar Tentang

    Kemanusiaan

    Dasar - Dasar Kepercayaan

    Mahasiswa Sebagai Agen

    Perubahan Sosial

    Ekonomi Liberal dan

    0   Lainnya Blog Berikut»   [email protected]  Dasbor   Keluar 

    Ardi Yanto

    I Wanna Live Life, And Be Good To You..

    http://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/deskripsi-seabad-perjalanan-pendidikan.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/muliakan-aku-dengan-maafmu.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/karena-hidup-hanya-sekali.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/ada-kehidupan-setelah-kematian.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/rencana-tuhan-itu-indah.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/khasiat-teh.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/semangat-zaman-iii-korupsi-nasionalisme.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-logika-formal.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/penguasaan-iptek-adalah-sebuah.htmlhttp://ardie182.blogspot.com/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html?widgetType=BlogArchive&widgetId=BlogArchive1&action=toggle&dir=close&toggle=YEARLY-1230742800000&toggleopen=MONTHLY-1259600400000http://ardie182.blogspot.co.id/search?updated-min=2009-01-01T00:00:00%2B07:00&updated-max=2010-01-01T00:00:00%2B07:00&max-results=40http://ardie182.blogspot.co.id/http://ardie182.blogspot.com/logout?d=https://www.blogger.com/logout-redirect.g?blogID%3D7142321220098145653%26postID%3D527243865155581477https://www.blogger.com/homehttps://www.blogger.com/next-blog?navBar=true&blogID=7142321220098145653https://www.blogger.com/http://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/ekonomi-liberal-dan-ekonomi-kerakyatan.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/mahasiswa-sebagai-agen-perubahan-sosial.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/dasar-dasar-kepercayaan.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengertian-pengertian-dasar-tentang.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/kemerdekaan-manusia-ikhtiar-dan.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/mahasiswa-dan-identitas.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/kontroversi-haramnya-golput.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/cak-nur-cendekiawan-yang-rendah-hati.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/fight-for-dan-fight-against.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/penindasan-negara-terhadap-umat-islam.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/paradigma-gerakan-mahasiswa-syarat.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/deskripsi-seabad-perjalanan-pendidikan.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/stop-dreaming-start-action.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/mengenal-diri.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/bicara-yang-baik-atau-diam.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/bila-harus-kehilangan.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/muliakan-aku-dengan-maafmu.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/karena-hidup-hanya-sekali.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/ada-kehidupan-setelah-kematian.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/rencana-tuhan-itu-indah.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/khasiat-teh.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/semangat-zaman-iii-korupsi-nasionalisme.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-logika-formal.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-logika-material.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-filsafat-ilmu.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/penguasaan-iptek-adalah-sebuah.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009_12_01_archive.htmlhttp://ardie182.blogspot.com/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html?widgetType=BlogArchive&widgetId=BlogArchive1&action=toggle&dir=close&toggle=MONTHLY-1259600400000&toggleopen=MONTHLY-1259600400000http://ardie182.blogspot.co.id/search?updated-min=2009-01-01T00:00:00%2B07:00&updated-max=2010-01-01T00:00:00%2B07:00&max-results=40http://ardie182.blogspot.com/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html?widgetType=BlogArchive&widgetId=BlogArchive1&action=toggle&dir=close&toggle=YEARLY-1230742800000&toggleopen=MONTHLY-1259600400000http://ardie182.blogspot.co.id/search?updated-min=2010-01-01T00:00:00%2B07:00&updated-max=2011-01-01T00:00:00%2B07:00&max-results=35http://ardie182.blogspot.com/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html?widgetType=BlogArchive&widgetId=BlogArchive1&action=toggle&dir=open&toggle=YEARLY-1262278800000&toggleopen=MONTHLY-1259600400000https://www.blogger.com/profile/13592423079937864046https://www.blogger.com/profile/13592423079937864046https://www.blogger.com/profile/13592423079937864046http://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html

  • 8/19/2019 Ardi Yanto_ Kajian Filsafat

    2/39

    3/3/2016 Ardi Yanto: Kajian Filsafat

    http://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html 2/39

    fenomena hidup (sesuatu) harus bersifat mendalam atau

    mencapai tingkat kebenaran yang lebih universal. Ketiga,

    pengertian filsafat ‘secara khusus’, yaitu ‘suatu ilmu

    pengetahuan yang menyelidiki tentang hakikat sesuatu untuk

    memperoleh kebenaran menurut aliran filsafat tertentu’.

    Dalam filsafat terdapat beragam aliran, misalnya: aliran

    idealisme, aliran positivisme, aliran materialisme, aliran

    hedonisme, aliran stoicisme dan sebagainya. Jadi, pengertian

    hakikat sesuatu menurut aliran idealisme tentunya tidak

    sama dengan hakikat sesuatu menurut aliran positivisme,

    hedonisme, materialisme dan stoicisme (Langeved, 1961;Sunoto, 1982). Beragam aliran filsafat tersebut akan

    dijelaskan secara garis besar atau prinsip-prinsip pokok pada

    pembahasan berikutnya.Dari pengertian singkat tentang

    filsafat tersebut di atas, konsep penting yang perlu dipahami

    tentang hakikat makna filsafat antara lain: (a) filsafat adalah

    mendorong manusia untuk berpikir secara kritik; (b) berpikir

    filsafat adalah berpikir dalam bentuk yang sistematis; (c)

    filsafat harus menghasilkan sesuatu yang runtut; (d) berpikir

    filsafat adalah berpikir secara rasional dan logis; dan (e)

    proses berpikir filsafat harus bersifat mendalam dan

    komprehensif (Beerling, 1966; Kattsoff, L. 1996). Oleh

    karena itu filsafat mempunyai peran yang sangat sentral

    dalam pengembangan semua disiplin ilmu pengetahuan,

    sehingga filsafat diharapkan dijadikan sebagai pemimpin

    (orientation) dalam pengembangan semua ilmu pengetahuan

    atau filsafat berkedudukan sebagai induknya ilmu

    pengetahuan (Driyarkara, N. 1978).

    1. Ruang Lingkup, dan Cabang-Cabang Filsafat

    Ruang lingkup kajian filsafat sangatlah luas, karena filsafat

    mengkaji tentang ‘hakikat segala sesuatu’, disamping itu

    filsafat merupakan ‘induk segala ilmu pengetahuan’ 

    (Beerling, 1966; Gazalba, 1973; Drijarkara, 1978).

    Sedangkan pembagian cabang-cabang filsafat yang

    dikemukakan para ahli atau para filosof sangat beragam,

    tergantung sudut pandang yang diyakininya. Berikut ini

    beberapa pembagian cabang-cabang filsafat menurut para

    ahli antara lain:

    Pertama, Plato, membedakan filsafat menjadi tiga, yaitu: (1)

    Dialektika (filsafat tentang ide-ide atau pengertian-

    pengertian umum); (2) Fisika (filsafat tentang dunia

    material); dan (3) Etika (filsafat tentang kebaikan atau

    kesusilaan).

    Kedua, Aristoteles, membedakan filsafat menjadi empat,

    yaitu: (1) Logika (tentang bentuk susunan pikiran); (2)Filosofis teoritika, yang terbagi menjadi: (a) fisika (tentang

    dunia material); (b) matematika; (c) metafisika (tentang

    hakikat ‘ada’); (3) Filosofia praktika (tentang hakikat hidup

    kesusilaan), yang terbagi menjadi: (a) etika (tentang

    kesusilaan dalam hidup perseorangan); (b) ekonomia

    (tentang kesusilaan dalam hidup berkeluarga); (c) politika

    (tentang kesusilaan dalam hidup bernegara); dan (4)

    Filosofia poeletika (filsafat kesenian (Drijarkara, 1978).

    Ketiga, Kattsoff, L., lebih rinci dalam membagi cabang-

    cabang filsafat, yaitu: (1) Logika, yaitu membicarakan

    tentang hukum-hukum penyimpulan secara benar; (2)

    Metodologi, yaitu membicarakan tentang teknik atau caramelakukan penelitian ilmiah; (3) Metafisika, yaitu

    membicarakan tentang segala sesuatu yang ada, atau

    membahas hakekat ‘ada’; (4) Ontologi, yaitu membicarakan

    tentang hakikat segala sesuatu yang ada, atau hakikat ‘objek’ 

    dari segala sesuatu; (5) Kosmologi, yaitu membicarakan

    Ekonomi Kerakyatan

    Kronologis Kasus Bank

    Century

    Analisa Kasus Bank Century

    ► November  (2)

    ► Oktober  (9)

    Clock

    Valuta Asing

    http://ardie182.blogspot.co.id/2009_10_01_archive.htmlhttp://ardie182.blogspot.com/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html?widgetType=BlogArchive&widgetId=BlogArchive1&action=toggle&dir=open&toggle=MONTHLY-1254330000000&toggleopen=MONTHLY-1259600400000http://ardie182.blogspot.co.id/2009_11_01_archive.htmlhttp://ardie182.blogspot.com/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html?widgetType=BlogArchive&widgetId=BlogArchive1&action=toggle&dir=open&toggle=MONTHLY-1257008400000&toggleopen=MONTHLY-1259600400000http://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/analisa-kasus-bank-century.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/kronologis-kasus-bank-century.htmlhttp://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/ekonomi-liberal-dan-ekonomi-kerakyatan.html

  • 8/19/2019 Ardi Yanto_ Kajian Filsafat

    3/39

    3/3/2016 Ardi Yanto: Kajian Filsafat

    http://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html 3/39

    tentang segala sesuatu yang ada yang serba teratur; (6)

    Epistemologi, yaitu membahas tentang hakikat kebenaran;

    (7) Filsafat biologi, yaitu membicarakan tentang hakikat

    hidup; (8) Filsafat psikologi, yaitu membicarakan tentang

    hakikat jiwa manusia; (9) Filsafat antropologi, yaitu

    membicarakan tentang hakikat budaya manusia; (10) Filsafat

    sosiologi, yaitu membicarakan tentang hakikat masyarakat

    dan negara; (11) Etika, yaitu membicarakan tentang hakikat

    baik dan buruk; (12) Estetika, yaitu membicarakan tentang

    hakikat indah atau keindahan; (13) Filsafat agama, yaitu

    membicarakan tentang hakikat agama atau kepercayaan(Kattsoff, 1996).

    Dalam perkembangan studi filsafat berikutnya muncul

    cabang-cabang filsafat, sebagai konsekwensi dari beragam

    spesifikasi kehidupan, sehingga selain beragam cabang

    filsafat yang telah diuraikan di atas adalah muncul: (1)

    Filsafat politik, yang secara khusus membicarakan tentang

    hakikat kekuasaan, wewenang, pemerintahan, demokrasi

    dan sebagainya; (2) Filsafat hukum, yang secara khusus

    membicarakan tentang: dasar-dasar hukum, idea hukum,

    kaidah hukum, tujuan hukum, rahasia-rahasia hukum,

    peraturan perundang-undangan; (3) Filsafat pendidikan, yang

    membicarakan tentang hakikat pendidikan dan pengajaran,

    fungsi pendidikan, peran orang tua-masyarakat dan negara

    dalam pendidikan, hakikat proses pembelajaran budaya, dan

    sebagainya; (4) Filsafat sejarah, yang secara khusus

    membicarakan tentang: makna sejarah, proses historis,

    kaidah ilmu sejarah, subjektivitas dan objektivitas sejarah,

    fungsi sejarah, dan sebagainya (Ankersmit, 1987).

    1. Kegunaan atau Manfaat Filsafat

    Pada hakikatnya setiap manusia dalam hidupnya, baik

    disadari atau tidak disadari telah melakukan aktifitas berpikir

    yang merupakan bagian dari berpikir filsafat. Hal ini

    disebabkan setiap manusia dengan kadar kemampuan

    berpikir masing-masing sepanjang hidupnya selalu berusaha

    untuk mencari makna kebahagiaan dan kebajikan hidup, baik

    untuk lingkup kehidupan pribadi atau kehidupan sosial.

    Sedangkan ukuran seseorang telah meraih bahagia atau

    tidak bahagia adalah berdasarkan pada ‘suatu pandangan

    hidup yang diyakininya’ 

    Bekaitan dengan upaya manusia dalam meraih hakikat

    kebahagiaan dan kebajikan hidup itulah, maka belajar filsafat

    mempunyai nilai manfaat yang cukup banyak, dan diantara

    kegunaan atau manfaat mempelajari filsafat tersebut antara

    lain:

    1. Dengan berfilsafat individu akan lebih menjadi manusia,

    karena dengan mempelajari filsafat seseorang akan terus

    melakukan perenungan dan menganalisis tentang hakikat

     jasmani dan hakikat rohani manusia dalam hidup di dunia

    untuk bertindak bijaksana.

    2. Dengan berfilsafat seseorang dapat memahami makna

    hakikat hidup manusia, baik dalam lingkup pribadi maupun

    sosial. Dengan berfilsafat seseorang akan mampu memberi

    arti terbaik, unggul dan integral terhadap makna hidup, dan

    akan sanggup memahami keunggulan dan kelemahan diri,

    sehingga dapat memperkokoh kepribadian diri.

    3. Kebiasaan menganalisis segala sesuatu dalam hidupseperti yang diajarkan dalam metode berfilsafat, akan

    menjadikan seseorang cerdas, kritis, sistematis, dan objektif 

    dalam melihat dan memecahkan beragam problema

    kehidupan, sehingga individu akan mampu meraih kualitas,

    keunggulan dan kebahagiaan hidup.

  • 8/19/2019 Ardi Yanto_ Kajian Filsafat

    4/39

    3/3/2016 Ardi Yanto: Kajian Filsafat

    http://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html 4/39

    4. Dengan berfilsafat manusia selalu dilatih, dididik untuk

    berpikir secara universal, multidimensional, komprehensif,

    dan mendalam. Dengan terlatihnya seseorang dalam melihat

    dan menganalisis hakikat segala sesuatu secara koprehensif 

    dan mendalam, maka seseorang akan mampu meminimalisir

    kecenderungan mentalitas negatif, misalnya egoistis,

    individualistis, parsialis, dan diskriminatif. Beragam problem

    sosial akan bermunculan ketika mentalitas negatif tersebut

    mendominasi setiap proses-proses sosial sehari-hari dalam

    kelompok.

    5. Belajar filsafat akan melatih seseorang untuk mampumeningkatkan kualitas berpikir secara mandiri, mampu

    membangun pribadi yang berkarakter, tidak mudah

    terpengaruh oleh faktor eksternal, tetapi disisi lain tetap

    mampu mengakui harkat martabat orang lain, mengakui

    keberagaman dan keunggulan orang lain. Jadi, belajar

    filsafat akan mendorong tumbuhnya sikap mental kompetitif 

    secara sehat dan berkualitas.

    6. Belajar filsafat akan memberikan dasar-dasar semua

    bidang kajian pengetahuan, memberikan pandangan yang

    sintesis atau pemahaman akan hakikat kesatuan semua

    pengetahuan, dan hidup manusia akan dipimpin oleh

    pengetahuan yang baik. Karena berpikir filsafat akan selalu

    mendorong seseorang untuk membangun keterbukaan

    berpikir, ketelitian dan analisis terdalam, dan selalu

    terdorong untuk melakukan inovasi berdasarkan penemuan

    terbaru (invention) (Johnstone,H.W. 1968; Tafsir, 2004;

    Sudiarja, dkk. 2006).

    Uraian tentang kegunaan melakukan studi filsafat tersebut

    membuktikan bahwa: (a) hakikatnya setiap manusia tidak

    bisa melepaskan diri dari persoalan filsafat hidup, bahkan

    bisa dikatakan bahwa orang yang tidak mempedulikan

    persoalan filsafat hidupnya dapat diasumsikan ‘proses

    kehidupannya kurang berarti’; dan (b) dengan selalu

    memahami nilai-nilai filosofis yang berlaku dalam kehidupan

    masyarakat atau bangsa, dan setiap individu konsisten untuk

    mengaplikasikan dan mengembangkan secara dinamik dalam

    kehidupan sehari-hari, maka beragam aspek kehidupan di

    masyarakat akan tampil dalam potret ‘khasanah peradaban’ 

    hidup.

    1. Filsafat Sebagai Suatu Pendekatan

    Ditinjau dari aspek ruang lingkup kajiannya, maka studi

    filsafat mempunyai jangkauan yang sangat luas karena

    menyangkut hakikat segala sesuatu secara mendalam dan

    universal. Disisi lain filsafat merupakan induknya segala ilmu

    pengetahuan. Filsafat melatih, mendorong seseorang untukmampu berpikir secara: kritis, logis, sistematis, rasional,

    objektif dan mendalam dalam menganalisis hakikat segala

    sesuatu tentang fenomena kehidupan ini, kesemuanya

    dilakukan dalam rangka memperoleh kebenaran dan

    mencapai tujuan yaitu menjadi manusia yang bijaksana.

    Filsafat sebagai suatu pendekatan mempunyai makna, bahwa

     ‘memahami hakikat segala sesuatu dalam kehidupan ini

    untuk meraih kebenaran dan kebijakan diperlukan

    pemahaman tentang beberapa cara atau metode, langkah,

    dan strategi yang baik untuk mencapai kebenaran terdalam

    tentang hakikat segala sesuatu tersebut’. Ada beberapa

    pendekatan filosofis dalam memahami hakikat segalasesuatu terdalam dalam kehidupan ini, antara lain: Pertama,

    pendekatan ontologik, artinya untuk mempelajari suatu objek

    filsafat tertentu (misalnya: filsafat hukum, filsafat

    pendidikan, filsafat Pancasila, filsafat agama, filsafat

    sejarah, filsafat politik, filsafat ilmu, filsafat seni dan

  • 8/19/2019 Ardi Yanto_ Kajian Filsafat

    5/39

    3/3/2016 Ardi Yanto: Kajian Filsafat

    http://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html 5/39

    sebagainya), atau untuk mencari hakikat realitas yang

    terdalam, atau mencari hakikat objek terdalam dari segala

    sesuatu; Kedua, pendekatan kosmologik, artinya dalam

    mempelajari suatu filsafat tertentu (seperti contoh di atas)

    adalah mencari kebenaran segala sesuatu terdalam yang

    bekaitan dengan hakikat ruang, waktu dan dinamika atau

    gerak dari hakikat segala sesuatu itu’; Ketiga, pendekatan

    logika, artinya dalam mempelajari suatu filsafat tertentu

    adalah dengan mencari hakikat kebenaran dari segala

    sesuatu secara mendalam dengan menggunakan logika

    deduktif atau logika formal dan menggunakan logika induktif atau logika material; Keempat, pendekatan teologis, artinya

    dalam mempelajari suatu filsafat tertentu adalah dengan

    selalu mengkaitkan antara fenomena rasional, empiris dan

    kekuatan supra natural (Tuhan). Hakikat kebenaran itu

    sejatinya adalah terbagi dalam kategori kebenaran science

    (ilmu), kebenaran filosofis (filsafat), dan kebenaran religious

    (kebanaran Agama), ketiganya saling mengkait. Jadi,

    pendekatan teologis meletakkan kebenaran agama sebagai

    kebenaran absolut (kebenaran mutlak), sedangkan

    kebenaran filsafat dan kebenaran ilmu bersifat relatif, oleh

    karena itu ketika manusia ingin meraih hakikat kebenaran

    (kebenaran mutlak) maka manusia harus taat kepada ajaran

    agamanya.

    Kelima pendekatan etika, artinya dalam mempelajari suatu

    filsafat tertentu adalah dengan selalu mengkaitkan antara

    kajian hakikat dari segala sesuatu terdalam dengan prinsip-

    prinsip nilai-norma sosial-budaya yang berlaku di

    masyarakat, atau bagaimana kajian hakikat dari segala

    sesuatu itu mempunyai makna aksiologis atau nilai

    pragmatis, nilai fungsional dan mampu membentuk

    keunggulan etika manusia dalam proses kehidupan di

    sepanjang usia hidupnya di masyarakat (Sunoto, 1982;

    Sudiarja, dkk. 2006). Jadi, dalam pendekatan etika, manusia

    atau setiap individu dianggap bermakna atau punya arti bagi

    kehidupan ketika seluruh pola perilaku sehari-hari individu

    tersebut berdasarkan nilai-norma sosial budaya yang

    berlaku, sehingga hakikat sesuatu dianggap baik atau benar

    ketika sesuatu itu merujuk pada nilai dan norma yang

    berlaku.

    1. Metafisika

    Istilah metafisika berasal dari kata ‘meta’ yang berarti

    sesudah atau sebaliknya, dan dari kata ‘fisika’ yang berarti

    alam atau nyata. Jadi, ‘metafisika’ adalah sesudah atau

    sesuatu dibalik alam atau setelah fisika. Berdasarkan

    pengertian tersebut dapat disimpulkan, bahwa ‘metafisika‘adalah ‘ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang

    hakikat sesuatu yang terdalam, atau ilmu yang mengkaji

    hakikat dibalik alam nyata’ (Johnstone, 1968). Menurut para

    ahli filsafat, bahwa metafisika merupakan filsafat pertama.

    Istilah metafisika sebagai cabang ilmu filsafat pertama

    dipergunakan oleh Andronicus dari Rhodes tahun 70 S.M

    (Sunoto, 1982).

    Menurut Aristoteles, metafisika merupakan cabang ilmu

    filsafat teoritis yang membahas tentang ‘masalah hakikat

    segala sesuatu’, sehingga metafisika oleh para ahli dianggap

    sebagai ‘inti dari filsafat’. Persoalan metafisika merupakan

    sesuatu yang paling mendasar (fundamental) dalam proseskehidupan manusia (Langeved, 1961; Drijarkoro, 1977). Bagi

    filosof idealisme, metafisika merupakan sesuatu yang sangat

    fundamental. Hakikat dunia dengan segala isinya ini tidak

    bisa hanya dipahami dari apa yang nampak, justru dibalik

    yang nampak adalah terdapat makna yang essensial,

  • 8/19/2019 Ardi Yanto_ Kajian Filsafat

    6/39

    3/3/2016 Ardi Yanto: Kajian Filsafat

    http://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html 6/39

    mencari makna hakikat dibalik yang nyata adalah hal yang

    fundamental (infrastruktur). Sedangkan bagi filosof yang

    menganut aliran empirisme, mengatakan bahwa ‘metafisika

    adalah sesuatu yang tidak mungkin’, karena yang mungkin

    dalam hidup ini adalah ‘sesuatu yang empiris’. Pandangan

    dari kaum empirisme tentang metafisika banyak ditentang

    oleh para ahli idealisme. Filosof Immanuel Kant, tetap

    mengakui eksistensi metafisika, dan Kant membagi

    metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan

    metafisika khusus.

    Cabang-cabang metafisika sebagai inti dari ilmu filsafat

    menurut para ahli antara lain: (1) Menurut Kattsoff, cabang

    metafisika adalah: (a) Ontologi (membicarakan tentang:

     ‘ada’, ‘eksistensi ’, ‘substansi’, ‘realita’. Atau hakikat ada, atau

    hakikat objek); dan (b) Kosmologi (membicarakan tentang:

     ‘ruang’, ‘waktu’, atau ‘gerakan’); (2) Menurut Taylor , cabang

    metafisika adalah: (a) Ontologi; (b) Kosmologi; dan (c)

    Psikologi yang rasional (mengkaji tentang fenomena jiwa dan

    pikiran manusia); (3) Menurut Christian Wolff, cabang

    metafisika adalah: (a) Ontologi; (b) Kosmologi; (c) Psikologi;

    dan (d) Teologi (mengkaji tentang filsafat Ketuhanan yang

    bertitik tolak kepada kejadian alam); (4) Menurut The

    American College Dictionary, cabang metafisika adalah: (a)

    Ontologi (ilmu pengetahuan tentang ada, tentang objek); (b)

    Kosmologi (ilmu pengetahuan tentang struktur alam

    semesta); dan (c) Epistemologi (filsafat pengetahuan); dan

    (5) Menurut The Colombia Encyclopedia, cabang metafisika

    adalah: (a) Ontologi, (b) Teologi, (c) Psikologi, (d)

    Epistemologi, dan (e) Kosmologi (Sunoto, 1982).

    Dalam pembahasan berikut ini, uraian tentang cabang

    metafisika hanya menjelaskan tiga hal yaitu: Ontologi;

    Kosmologi; dan Teologi, sedangkan epistemologi (filsafat

    ilmu pengetahuan) akan dibahas pada bab kelima, yang

    khusus mengkaji tentang hakikat filsafat ilmu.

    Pertama, ontologi. Istilah ontologi pertama dipopulerkan oleh

    Christian Wolff (1679-1714). Ontologi adalah ‘cabang filsafat

    metafisika yang mempelajari tentang hakikat ada, atau

    hakikat suatu objek, atau hakikat suatu eksistensi, atau

    ajaran tentang yang ‘berada’ (Kattsoff, 1996). Karena yang

    dikaji dalam ontologi adalah mempelajari tentang hakikat

    suatu eksistensi, atau hakikat sesuatu objek, atau hakikat

    suatu fenomena, maka muncullah suatu pertanyaan,

    misalnya: Apakah hakikat jiwa itu?; Apakah hakikat materi

    itu?; Apakah hakikat sesuatu yang namanya baik itu?;

    Apakah hakikat ide itu?; Apakah hakikat sesuatu atom itu?;

    Apakah hakikat bahagia itu; Apakah hakikat agama itu?;Apakah hakikat manusia?: dan sebagainya. Dari beragam

    pertanyaan ontologis tersebut, akhirnya muncullah beberapa

    paham atau aliran filsafat untuk menjelaskan tentang hakikat

    sesuatu yang dipertanyakan di atas, yaitu: Aliran idealisme;

    Aliran positivisme; Aliran materialisme; Aliran vitalisme;

    Aliran realisme; Aliran pluralisme; Aliran hedonisme, Aliran

    humanisme; Aliran pragmatisme; Aliran sekulerisme, dan

    sebagainya.

    1. Aliran idealisme, beberapa asumsi pokok aliran ini dalam

    memandang hakikat segala sesuatu atau hakikat objek

    adalah: (a) hakikat segala sesuatu dalam hidup ini

    ditentukan oleh jiwa atau pikiran seseorang; (b) semua yangbersifat benda atau materi di alam ini sangat ditentukan oleh

     jiwa, pikiran seseor ang, oleh karena hakikat ‘ada’ adalah

    ditentukan oleh jiwa dan pikiran individu; (c) hakikat benar,

    baik, buruk, bahagia dalam hidup adalah sangat tergantung

    oleh kualitas jiwa, pikiran dan spiritual individu; (d) idea-

  • 8/19/2019 Ardi Yanto_ Kajian Filsafat

    7/39

    3/3/2016 Ardi Yanto: Kajian Filsafat

    http://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html 7/39

    idea atau pikiran adalah infra struktur (penentu atau

    fundamen) kehidupan, sedangkan benda, perbuatan,

    pekerjaan, jabatan adalah supra struktur (penjelmaan atau

    implementasi dari jiwa sebagai infra struktur); dan (e) idea-

    idea menjadi penggerak, pendorong semua aktivitas manusia

    dalam hidup, bahkan seluruh aktivitas kehidupan manusia

    sepanjang usianya, baik kaitannya dengan hubungan dengan

    sesama dan dengan lingkungan alamnya ditentukan oleh ide.

    Jadi, ketika menjawab pernyataan apakah hakikat segala

    sesuatu?, maka menurut aliran idealisme adalah ‘hakikat

    segala sesuatu berasal atau ditentukan oleh idea’ (Langeved.1961; Beerling, 1966; Durkheim, E. 1974; Mutahhari, M.

    1997).

    1. Aliran positivisme, tokoh utama aliran positivisme adalah

    Auguste Comte (1798-1857), diantara pokok-pokok pikiran

    dari aliran positivisme antara lain: Pertama, hakikat ilmu

    pengetahuan dan filsafat itu harus mendasarkan kepada

    fakta-fakta yang nyata (realitas empirik). Positivisme

    menolak paham metafisika (yang mengakui hakikat segala

    sesuatu dibalik realitas empirik). Comte mengemukakan

    teori atau hukum perkembangan menjadi tiga tahap; dan

    Kedua, bagi Comte, hakikat perkembangan hidup manusia

    (termasuk pengetahuan dan budayanya) adalah melalui tiga

    tahap atau tiga jaman yang berlangsung secara evolusionis,

    yaitu:

    1. Tahap teologis, tahap ini mempunyai ciri-ciri antara lain:

    (1) manusia percaya akan adanya kekuatan adikodrati

    (supranatual) yang mengatur seluruh aspek kehidupan

    manusia; (2) pada tahap ini pola keyakinan atau

    kepercayaan seseorang diawali dengan kepercayaan

    Animisme (roh leluhur mempunyai pengaruh bagi kehidupan

    manusia) atau Dinamisme (benda-benda tertentu dianggap

    mempunyai kekuatan atau jiwa yang dapat mempengaruhi

    kehidupan manusia); Dari Animisme kemudian berkembang

    ke tahap Politeisme (manusia percaya kepada banyak Tuhan,

    yang masing-masing Tuhan tersebut mempunyai kedudukan

    dan peran tersendiri); Kemudian tahap terakhir dari jaman

    teologis ini adalah Monoteisme (manusia percaya pada Tuhan

    Yang Maha Esa atau Maha Tunggal). Tahap monoteisme ini

    dianggap sebagai tahap terakhir atau paling maju dari era

    teologis.

    2. Tahap metafisis, tahap ini merupakan evolusi dari tahap

    pertama. Pada tahap metafisis, unsur-unsur kekuasaan

    adikodrati terhadap kehidupan manusia mulai dipertanyakan,

    bahkan sudah diganti dengan konsep-konsep abstrak tentang

    hakikat segala sesuatu. Manusia sudah mulai menggunakan

    daya kritisnya, namun sisa-sisa pemahaman supranatural

    masih nampak dalam praktik kehidupan sehari-hari.3. Tahap positif, tahap ini merupakan tahap evolusi terakhir.

    Tahap positif ini mempunyai ciri-ciri antara lain: (1) manusia

    tidak percaya lagi pada hal-hal yang bersifat supranatural;

    dan (2) semua pengetahuan termasuk filsafat harus

    berdasarkan realitas emprik (fakta-fakta yang nyata). Comte

    menilai pada era positif inilah sebagai puncak perkembangan

    ilmu pengetahuan (science) yang rasionalistis dan

    objektivistik (Wibisono, K. 1983).

    Setiap ilmu pengetahuan menurut Comte tidak mempunyai

    perkembangan yang sama, urutan perkembangan ilmu

    pengetahuan adalah mengikuti perkembangan ilmu

    pengetahuan sebelumnya. Comte membedakan ilmupengetahuan pokok, yaitu ilmu pasti, astronomi, fisika,

    kimia, biologi dan puncaknya adalah sosiologi (Wibisono, K.

    1983; Praja J.S., 2005). Jadi, dalam pandangan positivisme,

    hakikat segala sesuatu itu harus sesuai dengan hukum alam,

    kaidah ilmu pasti, kebenaran harus bisa dibuktikan secara

  • 8/19/2019 Ardi Yanto_ Kajian Filsafat

    8/39

    3/3/2016 Ardi Yanto: Kajian Filsafat

    http://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html 8/39

    matematis, eksakta, dan objektivis, oleh karena itu logika

    yang dikembangkan adalah logika deduktif (formal), analisis

    data dalam proses research adalah menggunakan analisis

    statistik.

    3. Aliran materialisme, beberapa konsep penting dari aliran

    ini dalam memandang hakikat segala sesuatu (hakikat

    fenomena hidup) antara lain:

    a. Hakikat segala sesuatu dalam hidup ini ditentukan oleh

    materi bukan oleh jiwa. Jiwa atau pikiran atau idea-ideatergantung pada materi.

    b. Semua yang berupa gagasan, pikiran dan ide adalah

    dibentuk atau ditentukan oleh ‘materi’, oleh karena itu

    hakikat ‘ada’ adalah ditentukan oleh unsur material, atau

    atom. Adanya beragam benda atau materi disebabkan oleh

    atom. Jiwa terdiri dari atas atom yang halus yang mudah

    bergerak. Segala kejadian di alam ini ditentukan oleh gerak

    atom (atom adalah inti materi).

    c. Hakikat benar, baik, buruk, bahagia dalam hidup adalah

    sangat tergantung oleh kebutuhan atau kepentingan materi

    atau dipengaruhi oleh ‘adanya sistem pemilikan pribadi atau

    material’. Tidak ada aktivitas kehidupan (aktivitas pikir dan

    sosial) yang tidak didasari atau diawali oleh kepentingan

    atau motivasi material.

    d. Materi adalah infra struktur kehidupan, sedangkan jiwa,

    nilai, moral, pandangan hidup, ilmu pengetahuan, hukum

    adalah supra struktur (penjelmaan atau implementasi dari

    materi sebagai infra struktur).

    e. Kepentingan materi menjadi penggerak, pendorong semua

    aktivitas manusia dalam hidup, bahkan seluruh aktivitas

    kehidupan manusia sepanjang usianya, baik kaitannya

    dengan hubungan dengan sesama dan dengan lingkungan

    alamnya ditentukan oleh prinsip pemenuhan kebutuhan

    material (bendawi). Jadi, ketika menjawab pernyataan

    apakah hakikat segala sesuatu?, maka menurut aliran

    materialisme adalah ‘hakikat segala sesuatu berasal dari

    materi atau benda’ (Johnstone; 1968; Sudiarja, dkk. 2006).

    Sesuatu yang bukan materi (seperti Tuhan) sejatinya adalah

    tidak pernah ada, oleh karena itu menurut para filosof 

    materialisme, ‘konsep tentang Tuhan sejatinya adalah

    rekayasa imajinasi pikiran manusia semata’.

    4. Aliran vitalisme, beberapa pandangan aliran ini dalam

    memandang hakikat segala sesuatu antara lain: (a) dalamperspektif biologi, pengertian vitalisme adalah suatu paham

    yang menganggap bahwa fenomena hidup hakikatnya sama

    seperti fenomena organisme. Sedangkan dalam perspektif 

    metafisika, vitalisme berarti suatu aliran yang memandang

    bahwa hidup baik dalam diri manusia maupun organisme

    adalah kenyataan yang sebenarnya; (b) materi yang tidak

    hidup adalah bentuk atau hasil dari pada hidup; dan (c)

    paham vitalisme mempunyai pengaruh terhadap filsafat

    eksistensialisme.

    Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menekankan

    eksistensi. Contoh paham eksistensialisme adalah Manusia

    adalah manusia; Binatang adalah binatang; Pohon manggaadalah pohon mangga; Hidup ini adalah eksistensia; Hidup ini

    adalah merdeka; Hidup paling tinggi adalah kemerdekaan;

    Segala sesuatu yang menghambat kemerdekaan harus di

    lawan; Manusia bertindak atas dasar dirinya (eksistensia);

    Segala aturan, hukum yang membatasi kemerdekaan harus

  • 8/19/2019 Ardi Yanto_ Kajian Filsafat

    9/39

    3/3/2016 Ardi Yanto: Kajian Filsafat

    http://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html 9/39

    di lawan atau dihapuskan (Mangunhardjana, 1997), karena

    segala sistem aturan tersebut hanya akan mengekang,

    membatasi gerak kemerdekaan individu dalam hidupnya.

    5. Aliran realisme, beberapa pandangan aliran ini dalam

    memandang hakikat segala sesuatu antara lain: (a) hakikat

    segala sesuatu itu ‘ada’ karena dipengaruhi oleh beragam

    faktor internal dan eksternal, yang masing-masing faktor

    punya pengaruh yang sama, yaitu faktor-faktor: pendidikan,

    psikologi, kepercayaan atau agama, politik, ekonomi, sosial,

    budaya, keamanan, lingkungan alam, revolusi, ideologi dansebagainya; (b) hakikat manusia bukan semata-mata

    makhluk material, dan juga bukan semata-mata makhluk

    spiritual. Kedua unsur materi (raga) dan non materi (jiwa)

    sama-sama membentuk dan menyatu pada diri manusia; (c)

    hakikat kehidupan di dunia ini punya keterkaitan erat dengan

    hakikat kehidupan akhirat; dan (d) hakikat segala sesuatu di

    alam ini adalah saling mempengaruhi, antar fenomena atau

    gejala hidup saling mengisi, saling terkait antara unsur satu

    dengan unsur lain, membentuk kesatuan sistem antar sub

    sistem (Muthahhari, 1997).

    6. Aliran pluralisme, beberapa prinsip dari pandangan

    pluralisme antara lain: (a) bahwa kenyataan adalah banyak

    atau diferensial; (b) dalam hidup ini ada berbagai bentuk

    kenyataan yang mempunyai hubungan satu sama yang lain;

    (c) menurut Empedocies, bahwa segala sesuatu atau

    kenyataan terdiri atas empat unsur, yaitu: api, air, udara

    dan tanah. Keempat hal tersebut (api, air, udara dan tanah)

    adalah sama-sama berperan untuk menyusun segala sesuatu

    dalam hidup ini; dan (d) paham pluralisme lebih bersifat

    empirik. Menurut Hermann, bahwa kenyataan itu terdiri dari

    empat hal, yaitu: anorganik, organik, psikhis, dan jiwa yang

    kesemuanya mempunyai hubungan timbal balik (Sunoto,

    1982). Jadi, hakikat segala sesuatu dalam hidup selalu

    menyajikan keberagaman bentuk atau wujud, setiap unsur

    dalam keberagaman tersebut sejatinya saling mengkait

    membentuk kesatuan sistem kehidupan.

    7. Aliran hedonisme, beberapa inti pandangan hedonisme

    dalam melihat hakikat segala sesuatu dalam hidup ini antara

    lain: (a) hidup ini adalah mewujudkan ‘kenikmatan’.

    Kenikmatan, khususnya kenikmatan pribadi merupakan nilai

    hidup tertinggi; (b) tujuan utama dalam kehidupan adalah

    meraih kenikmatan hidup pribadi sebesar-besarnya, apapun

    caranya harus ditempuh; (c) karena hidup adalah meraih

    kenikmatan, maka ada beragam wujud manusia dalam

    meraih kenikmatan, yaitu: Ada yang cenderung meraih

    kenikmatan hidup pada aspek biologis atau nafsu sexual; Adayang cenderung meraih kenikmatan hidup pada aspek estetik

    (seni); dan ada yang cenderung meraih kenikmatan hidup

    pada aspek spiritual; (d) hedonisme bersifat relatif. Oleh

    karena itu prinsip hedonisme apabila diterapkan dalam

    prinsip moral juga bersifat relatif (setiap orang berbeda

    dalam menafsirkan makna prinsip moral, karena mempunyai

    ukuran kenikmatan yang berbeda, ukuran kenikmatan sangat

    subjektif). Dalam kehidupan masyarakat modern yang

    cenderung materialis dan konsumeris, maka makna

    hedonisme lebih condong kearah kenikmatan biologis atau

    pemuasan nafsu sexual, dan sangat jarang hedonisme di era

    modernis memberikan persepsi ke arah pemuasaan spiritual.

    Oleh karena itu konsep hedonisme dalam kehidupanmasyarakat metropolis atau modern sering berhenti pada

    pencarian kenikmatan inderawi, bendawi dan sexual semata.

    8. Aliran humanisme, beberapa pokok pikiran dari paham

    humanisme dalam memahami hakikat segala sesuatu antara

  • 8/19/2019 Ardi Yanto_ Kajian Filsafat

    10/39

    3/3/2016 Ardi Yanto: Kajian Filsafat

    http://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html 10/39

    lain: (a) hakikat manusia itu mempunyai kemampuan dan

    martabat diri. Kemampuan dan martabat tersebut harus

    dikembangkan untuk mencapai manusia paripurna atau

    manusia unggul di tengah kehidupan sosial; (b) tugas utama

    kehidupan manusia adalah membangun harkat, martabat dan

    tanggung jawab kemanusiaan yang paripurna; dan (c)

    kemampuan kualitas rohani (cipta, rasa dan karsa) manusia

    akan menjadi dasar terwujudnya kehidupan atau segala

    sesuatu di masyarakat menjadi baik. Oleh karena itu

    humanisme termasuk bagian dari filsafat etika. Jadi,

    humanisme dalam memandang segala sesuatu itu ada ataubaik adalah apabila kemampuan diri atau martabat diri

    manusia bisa berfungsi sangat baik bagi kehidupan

    bermasyarakat (Mangunhardjana, 1997). Jadi, jika manusia

    dalam proses hidupnya tidak memberi konstribusi positif bagi

    kehidupan sesamanya di masyarakat, maka kehidupan

    manusia tersebut tidak punya makna (sia-sia).

    9. Aliran pragmatisme, beberapa konsep penting tentang

    pandangan pragmatisme dalam menilai hakikat gejala

    tentang sesuatu (fenomena hidup), antara lain: (a) hidup

    manusia sebagai suatu perjuangan agar hidup berlangsung

    terus menerus, dan yang terpenting dalam perjuangan hidup

    adalah ‘konsekwensi-konsekwensi yang bersifat praktis’; (b)

    segala sesuatu itu bermakna, apabila sesuatu itu mempunyai

    konsekwensi praktis atau mempunyai nilai kegunaan dalam

    kehidupan, jika sesuatu itu tidak punya makna praktis

    (kegunaan sehari-hari), maka sesuatu itu tidak ada; (c)

    hakikat ide, pandangan atau hal-hal yang bekaitan dengan

    spiritual adalah ‘ada’ atau ‘benar’ apabila ide atau pandangan

    tersebut mempunyai konsekwensi atau implikasi positif 

    (implikasi praktis) dalam kehidupan. Atau hakikat ide,

    pandangan dan spiritual tersebut benar apabila mampu

    menyelesaikan problem kehidupan praktis; (d) hakikat

     ‘kebenaran’ adalah bersif at: Dinamis (terus berubah-ubah

    tergantung ruang dan waktu); Nisbi atau relatif (tergantung

    siapa yang memaknai sesuatu itu). Oleh karena itu hakikat

    Tuhan adalah tergantung ‘yang memaknai’, artinya ada orang

    yang menilai Tuhan tidak bermakna atau berfaedah, tetapi

    ada juga hakikat Tuhan sangat bermakna atau berfaedah

    bagi kehidupan manusia (Johnson, D.P. 1981; Kattsoff,

    1992).

    Uraian tentang beragam aliran atau pandangan tersebut di

    atas menunjukkan bahwa, secara ontologis untuk menjawab

    pertanyaan tentang: Apakah hakikat materi itu?; Apakah

    hakikat sesuatu yang namanya baik itu?; Apakah hakikat

    objek itu?, Apakah hakikat segala sesuatu dalam hidup ini?;

    Apakah hakikat kehidupan manusia, dan sebagainya adalahtergantung sudut pandang aliran yang dijadikan orientasi

    individu dalam memahami hakikat sesuatu objek tersebut,

    sehingga jawaban aliran idealisme tentu tidak sama dengan

     jawaban alir an materi alisme dalam memaham i suatu objek

    itu baik atau tidak baik.

    Kedua, kosmologi. Kosmologi adalah salah satu cabang

    metafisika yang mengkaji tentang segala sesuatu dalam

    kehidupan ini sebagai sesuatu yang ada dan yang teratur.

    Kosmologi membicarakan tentang ruang (tempat), waktu

    (hari, bulan dan tahun) dan gerakan (perubahan kehidupan

    atau dinamika hidup). Menurut Plato, bahwa dalam

    kehidupan ini ada yang tetap dan ada yang tidak tetap, ataubergerak dan terus bergerak. Aspek yang tetap adalah yang

    pokok atau mendasar. Sedangkan yang bergerak atau

    berevolusi tergantung kepada yang tetap. Menurut

    kosmologi, bahwa aspek yang bergerak adalah bayangan

    dari yang tetap. Aspek yang tetap oleh Plato disebut sebagai

  • 8/19/2019 Ardi Yanto_ Kajian Filsafat

    11/39

    3/3/2016 Ardi Yanto: Kajian Filsafat

    http://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html 11/39

    ’idea’.

    Ketiga. teologi. Menurut para ahli, makna teologi mempunyai

     jangkauan pengertian yang sangat luas, dan mempunyai

    pengaruh kuat terhadap pola pemikiran ummat manusia

    sepanjang sejarah kehidupan dalam memaknai hakikat hidup

    (Hanafi, H., 2004; Sudiarja, dkk. 2006). Teologi dalam

    perspektif filsafat metafisika adalah ‘Filsafat Ketuhanan’.

    Teologi dalam lingkup filsafat metafisika mempunyai

    pengaruh penting terhadap perkembangan pemikiran filsafat.

    Pemikiran teologis hakikatnya telah ada sejak jaman Yunanikuno (walaupun wujud pemikirannya bersifat animisme atau

    dinamisme). Pola pemikiran teologis semakin menonjol

    dengan hadirnya para filosof Kristen misalnya Thoma

    Aquinas dan sebagainya. Pada jaman pencerahan

    (aufklarung) dan renaissance pola pemikiran teologis tetap

    berkembang, dan tetap eksis sampai sekarang. Numun di era

    aufklarung dan renaissance peran atau eksistensi agama

    dalam proses kehidupan di masyarakat mendapat serangan

    dari kaum positivis atau rasionalis.

    Berikut ini akan disinggung secara sekilas tentang eksistensi

    atau keberadaan agama bagi kehidupan manusia. Ada

    beberapa argumentasi filosofis tentang adanya Tuhan,

    misalnya: (a) Argumentasi filosofis-kosmologis; (b)

    Argumentasi filosofis teleologis; dan (c) Argumentasi

    filosofis-ontologis (yaitu argumentasi berdasarkan pada

    logika semata-mata). Berikut ini dikemukakan beberapa

    argumentasi filosofis-ontologis tentang adanya Tuhan, antara

    lain:

    1. Argumentasi ontologis yang dikemukakan oleh Plato (428-

    348 SM), dengan ‘teori ideanya’, yaitu: (a) setiap yang ada di

    alam ini ada ‘ideanya’; (b) ‘idea’ adalah definisi atau konsep

    yang berlaku universal dari setiap sesuatu, contoh. Manusia

    mempunyai idea tentang manusia (mahluk berpikir); kuda

    mempunyai idea tentang kuda (idea itu bersifat universal,

    artinya berlaku pada manusia atau kuda dimanapun); (c)

     ‘idea’ ini menjadi dasar wujud sesuatu. ‘Idea-idea’ ini berada

    dalam alam idea (di luar alam nyata atau alam yang

    nampak). Benda-benda di alam yang nampak itu hanyalah

    bayangan dari ‘idea’; dan (d) ‘idea-idea’ yang ada di alam ini

    bukan bercerai berai, tetapi saling berhubungan (suatu

    sistem). Keterkaitan antar ‘idea’ tersebut karena adanya

     ‘idea tertinggi’ yang disebut ‘Idea Kebaikan’ (the Absolut

    Good), dan Yang Mutlak Baik inilah disebut ‘Tuhan’.

    2. Argumentasi ontologis yang dikemukakan oleh St.

    Augustine (354-430 M), dengan ‘teori kebenaran’, yaitu: (a)

    manusia dalam hidup banyak dipengaruhi oleh pengalamanmasa lalu, dan pengalaman tersebut sebagai sarana

    memperoleh kebenaran; (b) setiap manusia memperoleh

    kebenaran tentang sesuatu, selalu diikuti keraguan dan

    anggapan ‘masih ada kekurangan’ dari apa yang dianggap

    benar; dan (c) akal manusia meyakini akan adanya

    kebenaran di atas kebenaran karya pikiran manusia.

    Kebenaran di atas kebenaran pikiran manusia tersebut

    sifatnya abadi, mutlak, absolut dan hal inilah yang disebut

    Tuhan (Nasution, 1975; Hanafi, H., 2004).

    Argumentasi lain terhadap pengakuan adanya eksistensi

    Tuhan ditinjau dari ilmu pengetahuan (science) sebagaimana

    yang telah dijelaskan oleh Quamar, J. (1972) antara lain:

    1. Banyak ilmuwan dunia yang tidak mengakui Tuhan, karena

    Tuhan tidak bisa dilihat atau digambarkan secara materi,

    Ilmuwan tersebut contohnya adalah Bertrand Russel (filosof 

    Inggris) dalam bukunya Education and the Social Order.

  • 8/19/2019 Ardi Yanto_ Kajian Filsafat

    12/39

    3/3/2016 Ardi Yanto: Kajian Filsafat

    http://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html 12/39

    Pandangan ini sangat lemah, karena ‘sesuatu yang tidak bisa

    digambarkan secara materi bukan berarti sesuatu itu tidak

    ada’. Contoh, Elektron tidak dapat digambarkan secara

    materi. Para spesialis di bidang ini tidak terlalu berharap

    untuk bisa melihat elektron, sebab yang penting elektron

    bisa dipahami melalui akibat-akibatnya. Demikian juga

    tentang Tuhan, seorang intelektual tidak bisa mengatakan

    bahwa Tuhan tidak ada hanya karena Tuhan tidak bisa

    digambarkan secara materi atau tidak bisa dilihat oleh kasat

    mata. Jadi, Tuhan itu wajib ada walaupun tidak bisa

    digambarkan secara materi, dan keberadaan Tuhan bisadirasakan bagi kehidupan manusia di jagad raya ini.

    2. Hipotesis ‘alam semesta rasional’. Maksud dari ‘alam

    semesta rasional’ adalah ‘bahwa hukum alam yang

    diramalkan sebelumnya akan ditemukan melalui eksperimen

    dan observasi ilmiah’. Menurut Milne sains empiris, seperti

    geometri, dinamika dan gravitasi menjadi rasional karena

    alam semesta ini sendiri rasional dan diciptakan oleh

    pencipta yang Maha Rasional, dan itulah Tuhan. Jadi, ‘apabila

    alam semesta ini rasional pastilah penciptanya juga rasional.

    Dengan kata lain Tuhan ada dan rasional dengan

    konsekwensi bahwa hukum alam mempunyai asal mula yang

    rasional’.

    3. Science yang sangat dikagumi oleh para ilmuwan atau

    para rasionalis, sampai kapanpun tingkat kemajuan ilmu

    pengetahuan (science), tetap tidak akan bisa membuat

     jembatan antara objek-objek berjiwa dan tak berjiwa. Para

    rasionalis tidak akan berhasil menjembatani jurang pemisah

    antara elektron di pihak yang satu dengan atom dan molekul

    di pihak lainnya. Memahami eksistensi Tuhan hanya dengan

    mengandalkan rasionalitas tidak akan pernah bisa karena

    essensinya sangat berbeda. Jadi, apabila manusia betul-betul

    mempelajari dan merenungkan fenomena kehidupan dan

    terutama tentang manusia itu sendiri, maka mau tidak mau

    manusia akan mengakui eksistensi Tuhan.

    Ada langkah atau strategi lain yang dapat dilakukan manusia

    dalam upaya menemukan atau menyakini ‘eksistensi Tuhan’,

    yaitu melalui ‘proses perenungan diri terdalam’. Proses

    perenungan terdalam ini dapat dilakukan antara lain:

    1, Kuasai ilmu pengetahuan alam dengan sungguh-sungguh

    dan renungkan dengan hati-pikiran yang jernih tentang

    hakikat penciptaan planet, galaksi dan apa saja di jagat raya

    ini. Munculkan pertanyaan dan renungan terdalam, tentang

    fenomena jagat raya dengan segala isinya yang berjalan

    sangat teratur, tertib di garisnya (orbitnya), apakah itu

    semua muncul dengan sendirinya ataukah ada tangan

    kekuasaan manusia yang mengaturnya?, ataukah ada tangankekuasaan Yang Maha Kuasa mengaturnya?. Ketika

    memahami fenomena alam dengan instrumen kemajuan

    science dengan hati-pikiran yang jernih untuk memahami

    hakikat dibalik fenomena alam tersebut, pastilah pikiran dan

    hati akan terbimbing untuk ‘mengakui eksistensi kekuasaan

    di luar kedahsyatan alam ini yaitu Tuhan’.

    1. Renungkan dengan hati-pikiran yang jernih tentang

     ‘hakikat tubuh manusia atau diri sendiri ’. Misalny a: (a)

    renungkan tentang hakikat kerja syaraf dalam tubuh manusia

    yang berjumlah milyaran, sangat rumit dan menjalin

    kesatuan sistem (sangat padu); (b) renungkan hakikat cara

    kerja potensi indra manusia dalam merespon aneka kejadiandalam hidup; (c) renungkan hakikat makna jiwa dan pikiran

    (cipta, rasa dan karsa) manusia yang tidak pernah lelah

    dalam menerawang jauh untuk memikirkan dan mengkaitkan

    akan segala pengalaman hidup lampu dan sekarang serta

    memprediksi masa depannya; dan sebagainya. Ketika

  • 8/19/2019 Ardi Yanto_ Kajian Filsafat

    13/39

    3/3/2016 Ardi Yanto: Kajian Filsafat

    http://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html 13/39

    manusia secara jujur sanggup melakukan proses perenungan

    terdalam terhadap hakikat segala ciptaan di jagat raya ini,

    termasuk kompleksitas dan dinamiknya cara kerja psikhologi

    manusia, maka manusia akan mengakui keberadaan ‘Maha

    Pencipta yaitu Tuhan’, sebab semua keberadaan jagat raya

    dengan segala isinya yang serba teratur ini tidak mungkin

    tanpa ada ‘Sang Pengatur’ yang disebut Tuhan (Nasution,

    1975; Ghulsyani, M. 1986).

    1. Metode Kefilsafatan

    Menurut Stephen C. Pepper, dalam Sumaryono (1999),

    metode filsafat bukanlah metode ‘ketergantungan’ atau

     ‘kepastian’, melai nkan lebih merupakan ‘metode hipotesis’.

    Pepper menyebut metode filsafat yaitu ‘hipotesis filsafat’ 

    sebagai ‘hipotesis dunia’, yaitu ‘hipotesis yang sama sekali

    tidak mempunyai batas, dan yang memperhitungkan semua

    kenyataan atau evidensi. Hipotesis dunia mencakup semua

    hal, baik yang khusus atau yang abstrak sejauh hal itu

    mungkin ada. Jadi, hipotesis filsafat (metode filsafat)

    berbeda dengan hipotesis ilmiah (bersifat spesifik, pasti, dan

    harus bisa teruji secara empirik). Hipotesis filsafat bersifat

    spekulatif, mendalam dan komprehensif (hakikat sesuatu).

    Terdapat banyak definisi tentang metode filsafat, namun

    berikut ini penulis dapat mengemukakan pengertian yang

    cukup sederhana tentang metode filsafat, yaitu ‘cara kerja

    filsafat dalam memahami hakikat terdalam tentang segala

    sesuatu dalam hidup ini’. Menurut para ahli tidak ada metode

    tunggal yang dianggap paling benar dan berlaku secara

    universal dalam memahami filsafat atau hakikat terdalam

    tentang segala sesuatu dalam hidup ini. Setiap metode

    filsafat yang dikembangkan oleh filosof pada dasarnya

    sangat dipengaruhi oleh sudut pandang tertentu dan kondisi

     jaman atau waktu dan tempat (lingkungan geografi s), serta

    latar belakang kehidupan sosial budaya atau politik, ekonomi

    yang dialaminya.

    Ada beberapa macam metode filsafat, antara lain: (a)

    metode kritis; (b) metode empiris; (c) metode intuisi; (d)

    metode skolastik; (e) metode rasional; (f) metode

    eksperimental; (g) metode kritis transendental; (h) metode

    dialektika; (i) metode fenomenologi; dan (j) metode

    hermeneutik (Bakker, A., 1984; Sumaryono, 1999). Berikut

    ini diuraikan pokok-pokok pikiran dari beberapa metode

    filsafat tersebut secara singkat untuk membekali para

    pembaca dalam melakukan kajian filsafat lebih lanjut pada

    sumber-sumber ilmiah.

    1) Metode kritis

    Metode kritis. Tokoh utama metode kritis adalah Sokrates

    (470-399 SM) dan muridnya yaitu Plato (427-347 SM).

    Beberapa pokok pikiran ‘metode kritis’ Sokrates antara lain:

    1. Metode kritis merupakan analisis istilah dan pendapat

    dalam proses dialog dalam kehidupan sehari-hari, baik

    menyangkut fenomena sosial atau fenomena alam.

    2. Metode kritis merupakan hermeneutika, yang menjelaskan

    keyakinan, dan memperlihatkan pertentangan dalam dialog.

    Dengan jalan bertanya atau berdialog secara kritis,

    seseorang dapat membedakan, membersihkan, menyisihkandan menolak sesuatu dan akhirnya ditemukan hakikat dari

    sesuatu.

    3. Disebut metode kritis karena manusia dituntut untuk terus

    mempertanyatakan (mengkritisi) segala sesuatu yang

    disaksikan, dirasakan dengan bertanya dan berdialog antar

  • 8/19/2019 Ardi Yanto_ Kajian Filsafat

    14/39

    3/3/2016 Ardi Yanto: Kajian Filsafat

    http://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html 14/39

    individu dalam proses kehidupannya.

    4. Sokrates, mengajarkan agar manusia selalu mengajukan

    pertanyaan baru tentang segala sesuatu, ketika muncul

     jawaban dari pertanyaan tersebut, maka harus terus

    dimunculkan pertanyaan lagi dari jawaban yang ada (proses

    dialektika), demikian seterusnya. Jadi, dialektika itu menjadi

    suatu pemeriksaan teliti, semacam cross examination,

    dengan membandingkan jawaban dalam dialog.

    5. Menurut Sokrates, dengan terus menanyakan,

    membandingkan, menyisihkan, dan menolak informasi atau

    data yang tidak relevan, seseorang akan membuat rumusan,definisi dan generalisasi. Seseorang akan memperoleh

    pengertian (definisi) sejati tentang hakikat kenyataan.

    6. Bagi Sokrates, hakikat ‘kebijaksanaan’ adalah

    kesanggupan seseorang terus bertanya dan berdialog untuk

    membuka hati-pikiran agar tetap mampu menerima

    pengetahuan sejati, yaitu pengetahuan mengenai kebaikan

    susila atau ‘kebijaksanaan’ (sophrosyne). Kebijaksanaan itu

    bukan diperoleh melalui hapalan dari diktat, melainkan

    melalui proses pencarian pribadi dan pengalaman pribadi.

    Oleh karena itu manusia menjadi angry with himself and

    gentle to others.

    Sedangkan beberapa pokok pikiran ‘metode kritis’ dari filosof 

    Plato antara lain:

    1.

    1. Metode filosofis paling utama adalah dialog, dan

    kemampuan berdialog merupakan seni manusiawi yang

    paling tinggi. Sebenarnya metode Plato merupakan perluasan

    atau penyempurnaan metode kritis gurunya yaitu Sokrates.

    2. Plato memperkenalkan dialog-dialog dengan menyebut

     ‘dialog tengah’ atau ‘metode hipotesis’.

    3. Menurut Plato, kebenaran umum (definisi) itu bukan dibuat

    dengan cara dialog yang induktif (seperti pendapat

    Sokrates), pengertian umum (definisi) itu sudah tersedia di

     ‘sana’ yaitu di ‘alam idea’.

    4. Hakikat esensi itu mempunyai realitas, dan realitas itu di

     ‘alam idea’ itu. Jadi, kebenaran umum itu bukan dibuat tetapi

    sudah ada di alam idea. Sebenarnya baik Plato maupun

    gurunya yaitu Sokrates sama-sama mengakui kekuatan akal

    (reason) dan kekuatan hati (rasa dan larsa) (Tafsir, A.,

    2003).

    2) Metode empiris

    Metode empiris. Tokoh utama metode empiris adalah

    Aristoteles (384 SM). Aristoteles merupakan murid dan

    teman Plato, tetapi warna filsafat Aristoteles berbeda denganSokrates dan Plato. Aristoteles lebih sistematis dan sangat

    dipengaruhi oleh metode empiris, dia dikenal sebagai Bapak

    logika, dan logika Aristoteles sering disebut logika formal.

    Beberapa pokok pikiran Aristoteles antara lain:

    a. Prinsip-prinsip ajaran Aristoteles menyangkut banyak

    aspek, yaitu prinsip-prinsip sains, politik, retorika, dan

    dialektika.

    b. Aristoteles sangat tertarik kepada natural sciences (ilmu-

    ilmu alam), oleh karena itu ia mementingkan observasi

    ilmiah (metode empiris).

    c. Bagi Aristoteles, manusia dapat mencapai kebenaran

    ilmiah. Setiap objek terdiri atas matter dan form, keduanya

    bisa bersatu (hal ini yang membedakan dengan Plato, yang

    menganggap matter dan form tidak bisa bersatu). Matter itu

    potentiality atau potensial (memberikan substansi sesuatu),

  • 8/19/2019 Ardi Yanto_ Kajian Filsafat

    15/39

    3/3/2016 Ardi Yanto: Kajian Filsafat

    http://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html 15/39

    sedangkan form itu aktualitas (memberikan

    pembungkusnya). Tetapi ada substansi yang ‘murni form’ 

    tanpa potentiality (tanpa matter) yaitu Tuhan. Menurut

    Aristoteles bukti adanya Tuhan adalah ‘Tuhan sebagai

    penyebab gerak’ (a first cause of movement). Eksistensi

    Tuhan dapat dicapai dengan akal. Jadi, Aristoteles filosof 

    yang mampu mengakhiri pertentangan antara akal dan hati

    (iman). Kekuasaan akal mulai dibatasi, ada kebenaran yang

    umum. Tidak semua kebenaran itu relatif. Sains dapat

    dipegang sebagian dan diperselisihkan sebagian.

    d. Metode empiris Aristoletes telah meletakkan dasar-dasar

    sains dan logika formal atau logika deduktif (Tafsir, A.

    2003). Baca kembali tentang logika formal pada bab

    sebelumnya. Metode empiris inilah yang nantinya

    menghasilkan aliran atau paham empirisme dalam filsafat.

    3) Metode intuisi

    Metode intuisi. Tokoh utama metode intuisi atau intuitif 

    adalah Plotinos (204-270) dan Henri Bergson (1859-1941).

    Sedangkan pokok-pokok pikiran Plotinos tentang mentode

    intuisi antara lain:

    1. Pandangan Plotinos pada dasarnya merupakan suatu

    kulminasi atau sintesa definitif dari beragam unsur filsafat

    Yunani. Plotinos mengaku penganut setia pandangan Plato,

    tetapi sebenarnya pandangan Plotinos adalah integrasi dari

    filsafat Plato, Aristoteles, Stoa dan Neo-Pythagoreanisme.

    2. Metode Plotinos dalam filsafat disebut ‘intuitif’ atau

     ‘mistik’. Pola pemikir an Plotinos sangat diwarnai oleh kondisi

     jaman waktu itu yang banyak dijumpai kelompok-kelompok

    kontemplasi atau ‘mistik’. Sikap kontemplasi demikian

    meresapi seluruh metode berpikir pada metode intuisi

    Plotinos.

    3. Plotinos dianggap filosof pertama yang mengajukan teori

    penciptaan alam semesta dengan mengajukan ‘teori

    emanasi’. Tujuan filsafat menurut Plotinos adalah mencapai

    pemahaman mistik, oleh karena itu metode intuisi ada yang

    menyamakan dengan metode ‘mistik’.

    4. Plotinos termasuk filosof yang menganut realitas idea,

    seperti Plato, hanya Plotinos kurang memperhatikan

    masalah-masalah sosial seperti Plato. Sistem metafisika

    Plotinos ditandai oleh konsep transendens atau mistik

    5. Menurut Plotinos, di dalam pikiran manusia terdapat tiga

    realitas, yaitu: (1) The One (Yang Esa, yaitu Tuhan). The One

    itu tidak dapat didekati melalui penginderaan dan tidak dapat

    dipahami melalui pemikiran logis; (2) The Mind atau Nous

    (idea-idea). Idea-Idea ini merupakan bentuk asli objek-objek.Kandungan Mind adalah benar-benar kesatuan. Untuk bisa

    menghayati Mind manusia harus melalui perenungan

    terdalam dalam hidupnya; dan (3) The Soul, yaitu realitas

    ketiga dalam filsafat Plotinos. Soul itu mengandung satu jiwa

    dunia dan banyak dunia kecil. Jiwa dunia dapat dilihat dalam

    dua aspek, yaitu energi di belakang dunia, dan bentuk-

    bentuk alam semesta. Jiwa manusia juga mempunyai dua

    bentuk, yaitu intelek yang tunduk pada reinkarnasi dan

    irasional (moral) (Mangunhardjana, 1997; Tafsir, A. 2003).

    Sedangkan Henri Bergson adalah filosof yang tertarik pada

    pandangan Plotinos. Sedangkan pokok-pokok pikiran Bergson

    tentang metode intuisi antara lain:

    1. Semua yang ada dalam kehidupan manusia adalah

    berakar pada dorongan hidup I’elan vital, karena pada diri

    manusia terdapat ‘vitalitas naluri dan biologis’. Tetapi hal

    yang paling kunci adalah ‘vitalitas spiritual’, oleh karena itu

  • 8/19/2019 Ardi Yanto_ Kajian Filsafat

    16/39

    3/3/2016 Ardi Yanto: Kajian Filsafat

    http://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html 16/39

    filsafat Henri Bergson bersifat spiritualistis.

    2. Bergson menyelami kegiatan spiritual intern di dalam

    individu kongkrit, dengan cara ilmiah, yaitu cara atau

    metode yang dapat dipertanggungjawabkan (tidak seperti

    Plotinus yang mistik).

    3. Dinamik kosmis hanya dapat dipahami, kalau manusia

    menyelam dan membiarkan diri tenggelam dalam arus

    kesadaran yang terdalam (tak putus-putus).

    4. Intuisi itu bukan saja suatu flash of insight yang mustahil

    diekspresikan, melainkan suatu act, merupakan suatu asaha

    mental dan konsentrasi pikiran. Pengalaman batiniah ituharus diuraikan oleh akal budi seakan-akan mengerti dari

     ‘luar’.

    5. Untuk mencairkan konsep-konsep dan untuk mengarahkan

     ‘visi’ dan ‘intuisi’ Bergson menggunakan banyak simbol.

    Simbol-simol itu tidak mematikan gerak. Simbol itu

    mempunyai dua peranan, yaitu: (1) simbol itu menampakkan

    realitas tersembunyi; dan (2) simbol-simbol yang

    mempunyai peran sebaliknya. Metode Bergson bukan anti-

    intelektual, tetapi supra-intelektual (Bakker, A., 1984).

    4) Metode skolastik

    Metode skolastik. Filsafat skolastik terutama dikembangkan

    dalam sekolah-sekolah biara dan keuskupan. Diantara ciri

    utama metode filsafat skolastik antara lain: (1) filsafat

    menjadi bagian integral dalam teologi; (2) para filosof utama

    yang mengajarkan integrasi filsafat dengan agama adalah

    para imam dan biarawan; dan (3) mementingkan otonomi

    atau mendasarkan akal budi manusia dan mengkaji hakikat

    kehadiran manusia di dunia. Meskipun filsafat skolastik

    menyatukan antara filsafat dengan teologi, dia tidak sama

    dengan pandangan-pandangan sebelumnya tentang eksistensi

    Tuhan. Filsafat skolastik dengan tokoh utamanya Thomas

    Aquinas menjelaskan eksistensi Tuhan secara rasional,

    sedangkan pandangan teologi sebelumnya dalam

    menjelaskan eksistensi Tuhan banyak diwarnai oleh

    pemikiran mistik atau tidak rasional (Bakker, A., 1984).

    Pokok-pokok pikiran dari filosof Thomas Aquinas (1225-1274)

    antara lain:

    1. Hanya ada dua kekuatan yang menggerakkan dinamika

    perubahan dunia, yaitu agama dan filsafat. Keduanya

    mempunyai hubungan yang sangat erat. Tuhan bagi Aquinas

    adalah Awal dan Akhir segala kebajikan.

    2. Hakikat alam semesta ini adalah terdiri dari lima realitas

    kelas, yaitu: realitas anorganis, realitas animal, realitas

    manusia, realitas malaikat, dan realitas Tuhan. Dan semuarealitas tersebut berpusat atau dibimbing oleh realitas Tuhan.

    3. Filsafat Aquinas mendasarkan kepada eksistensi Tuhan,

    tetapi pandangannya tentang eksisitensi Tuhan berbeda

    dengan teolog sebelumnya. Menurut Aquinas eksistensi

    Tuhan dapat dibuktikan dengan akal (rasional).

    Ada empat dalil yang memperkuat pendapat Aquinas di atas,

    yaitu: (1) hakikat segala sesuatu di alam ini bergerak, dan

    sejatinya penggerak itu bukan benda yang bergerak, tetapi

    ada Sang Penggerak Tunggal itulah Tuhan; (2) di dunia

    indrawi manusia terbukti ada sebab yang mencukupi

    (efficient cause) (misalnya kebutuhan indra mata, dan

    sebagainya). Secara rasional tidak ada sesuatu yangmempunyai sebab pada dirinya sendiri. Jadi, ada Sumber

    Penyebab itulah Tuhan; (3) logika kemungkinan dan

    keharusan (possibility and necessity). Di dunia ini hakikat

    segala sesuatu itu bisa mungkin ada (possibility) dan harus

    ada (necessity). Penyebab yang harus ada itulah Tuhan; dan

  • 8/19/2019 Ardi Yanto_ Kajian Filsafat

    17/39

    3/3/2016 Ardi Yanto: Kajian Filsafat

    http://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html 17/39

    (4) tentang hukum keteraturan alam. Manusia menyaksikan

    benda planet dalam sistem tata surya dan benda-benda di

    alam ini bergerak dalam hukum keteraturan, padahal benda-

    benda tersebut tidak mempunyai akal atau pengetahuan

    untuk bergerak menuju keteraturan. Hal ini tentu

    membuktikan adanya Sang Pengatur Tunggal itulah Tuhan.

    d. Pandangan Aquinas tentang Jiwa (intuisi), yaitu: (1)

    manusia terdiri dari jiwa dan raga. Raga menghadirkan

    matter (potensial) sedangkan jiwa menghadirkan form

    (aktualitas atau prinsip-prinsip hidup yang aktual); (2) jiwaadalah kapasitas intelektual (pikir) dan kegiatan vital

    kejiwaan lainnya. Manusia adalah makhluk berakal. Jiwa

    mempunyai kedudukan lebih tinggi dari raga, sehingga jiwa

    harus membimbing raga (fisik). Jiwa rasional merupakan

    manifestasi kehidupan tertinggi; (3) jiwa manusia dibagi

    menjadi tiga kemampuan, yaitu: kemampuan mengindera

    (sensation), kemampuan pikir (reason), dan kemampuan

    nafsu (appetite), ketiganya menyatu dalam diri manusia.

    (Tafsir, A. 2003). Jiwa tersebut merupakan anugerah Tuhan,

    yang membedakan manusia dengan mahluk lain.

    5) Metode rasional

    Metode rasional. Tokoh utama metode geometris atau

    rasional modern adalah Rene Descartes (1596-1650), dia

    adalah pendiri pemikiran modern atau tokoh besar dalam

    filsafat rasionalisme, atau disebut sebagai ‘Bapak’ filsafat

    modern. Descartes menyadari adanya jurang antara filsafat

    Aristoteles dengan orientasi ilmiah baru. Beberapa pokok

    pikiran Descartes antara lain:

    1. Akal (reason) adalah alat paling dasar dalam memperoleh

    pengetahuan (science) dan menguji science serta untuk

    berpikir filsafat secara rasional. Sedangkan alat reason

    dalam berpikir adalah kaidah-kaidah logis (logika).

    2. Rasionalisme dalam filsafat adalah sangat berguna

    sebagai teori pengetahuan (science). Rasionalisme

    berpendapat bahwa pengetahuan itu datang dari penemuan

    akal atau berpikir logis (logika) (rasionalisme lawan dari

    empirisme, yang menganggap pengetahuan berasal dari

    pengalaman-pengalaman nyata, bukan dari logika). Jadi,

    dasar filsafat haruslah rasio (akal).

    3. Menurut Descartes, basis (dasar) bagi filsafat itu bukan

    filsafat Sokrates-Plato (Filsafat Yunani kuno atau Ancient

    philosophy), bukan filsafat abad pertengahan (middle ages

    philosophy), dan bukan filsafat agama (religious philosophy),

    tetapi pondasi filsafat adalah ‘aku yang berpikir’. Jadi, ketika

    saya berpikir adalah saya ada atau benar-benar ada.4. Descartes membangun kerangka berpikir dari ‘keraguan’ 

    terhadap sesuatu, dari ‘keraguan’ terus berpikir logis menuju

    ke ‘kepastian’ untuk menemukan ‘keyakinan’ yang berada di

    balik keraguan itu, ketika keyakinan itu begitu jelas dan pasti

    (clear and distinct) akhirnya diperoleh ‘keyakinan yang

    sempurna, yang disebut truths of reason. Jadi, akal (reason)

    itulah basis (dasar) yang terpenting dalam berfilsafat.

    Filsafat Descartes ini disebut filsafat modern (modern

    philosophy). Tokoh atau filosof lain yang mendukung

    Descartes adalah Spinoza (1632-1677), Leibniz (1646-1716),

    dan Hobbes (Peursen,C.A. 1980; Tafsir, A. 2003). Metode

    rasional inilah yang nantinya menghasilkan aliran atau

    paham rasionalisme dalam studi filsafat.

    6) Metode eksperimental

    Metode eksperimental. Tokoh metode eksperimental adalah

    David Hume ((1711-1776). Sedangkan pokok-pokok pikiran

  • 8/19/2019 Ardi Yanto_ Kajian Filsafat

    18/39

    3/3/2016 Ardi Yanto: Kajian Filsafat

    http://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html 18/39

    Hume tentang pandangan eksperimentalnya antara lain:

    1. Semua ilmu berhubungan dengan hakekat manusia.

    Semua pengertian dan kepastian berasal dari observasi

    tingkah laku dan introspeksi tentang proses-proses

    psikologis.

    2. Sikap objektif tanpa prasangka merupakan syarat mutlak

    bagi sikap ilmiah yang benar, untuk mencapai hal itu

    manusia harus menggunakan ‘skeptis secara metodis’, yaitu

    dengan cara menangguhkan segala pendapat tentang sesuatu

    dengan mengajukan pertanyaan terlebih dahulu atausanggahan (kontra) terhadap pendapat terdahulu. Hal ini

    memunculkan paham skeptisisme.

    3. Ada dua macam penalaran yang berkaitan dengan lingkup

    kajian dan pengertian ilmiah, yaitu: (1) pemikiran abstrak

    tentang kuantitas (angka); dan (2) pemikiran eksperimental

    mengenai fakta dan eksistensi. Selain dari kedua pemikiran

    tersebut dianggap tidak ilmiah. Satu-satunya sumber bagi

    segala pengertian filosofis adalah ‘pengalaman inderawi’.

    4. Aspek progresif dalam metode Hume adalah bergerak dari

    yang sederhana menuju yang kompleks (sintesa), disisi lain

    metode Hume juga bergerak dari pengalaman menuju ke

    pengertian (induksi ala geometri). Pengalaman-pengalaman

    itu membentuk suatu ‘impresi’ (kesan umum), dari impresi

    itu dibentuk ide yang sederhana, contoh, impresi sederhana

    tentang warna merah akan menghasilkan ide sederhana

    tentang warna merah, contoh impresi kompleks tentang

     ‘metropolis’ akan menghasilk an ide yang kompleks tentang

    metropolis. Jadi, impresi dan ide itu menyatu dalam

    imajinasi.

    5. Ide-ide yang sah adalah yang dibentuk melalui jalan

    perbandingan dan kombinasi antar ide, yang umumnya

    disebut ‘ide-ide umum abstrak’.

    6. Meskipun ide-ide tadi telah dilakukan perbandingan dan

    kombinasi, manusia harus tetap mempertanyakan apakah ide

    tersebut bisa dipertanggungjawabkan. Apakah ide-ide

    kompleks itu ada kesesuaian dengan ide-ide primer (ide

    sederhana) yang mengkonstituirnya. Menurut Hume, banyak

    suatu yang menjadi keyakinan seseorang tetapi tidak dapat

    dipertanggungjawabkan kebenarannya (Bakker, A. 1984).

    7) Metode kritisisme

    Metode kritisisme (kritis transendental). Tokoh utama

    metode kritis atau aliran kritisisme adalah Immanuel Kant

    (1724-1804), dia menilai bahwa abad ke 18 di Jerman

    mengalami masa atau era ‘Aufklarung’ atau jaman

    pencerahan. Beberapa pokok pikiran Immanuel Kant tentang

    metode kritis atau aliran kritisisme antara lain:

    1. Kritisisme melakukan penyelidikan tentang batas-batas

    kemampuan rasio sebagai sumber ilmu pengetahuan. Jadi,

    kritisisme berbeda dengan filsafat rasionalisme sebelumnya

    yang mengakui kemampuan rasio secara mutlak.

    2. Kritisisme Kant memandang bahwa: (1) objek pengenalan

    itu berpusat pada subjek dan bukan pada objek semata

    (subjek dan objek); (2) kemampuan rasio manusia itu

    terbatas untuk mengetahui realitas atau hakikat realitas atau

    sesuatu, rasio hanya mampu menjangkau gejala atau

    fenomena dari realitas; (3) pengenalan manusia atas sesuatu

    itu diperoleh dari perpaduan antara apriori (berasal dari

    rasio dan kondisi objektif ruang dan waktu) dan aposteriori(berasal dari pengalaman yang berupa materi dan bersifat

    subjektif).

    3. Tujuan kritisisme Kant adalah memugar sifat objektivisme

    dunia ilmu pengetahuan yang bersumber dari rasionalisme;

    dan memugar sifat subjektivisme dunia ilmu pengetahuan

  • 8/19/2019 Ardi Yanto_ Kajian Filsafat

    19/39

    3/3/2016 Ardi Yanto: Kajian Filsafat

    http://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html 19/39

    yang berumber dari empirisme. Oleh karena itu bagi Kant,

    syarat dasar bagi semua ilmu pengetahuan adalah dua hal

    yaitu: (1) bersifat umum, mutlak, objektif; dan (2) memberi

    pengetahuan yang baru berdasarkan realitas empiris. Jadi,

    objektivisme (rasionalisme) dan subjektivisme (empirisme)

    adalah dua sisi yang saling mengisi dalam pengembangan

    ilmu pengetahuan.

    4. Kritisisme Kant, mencoba mendamaikan antara

    rasionalisme (apriori) dengan empirisme (aposteriori).

    Kritisisme Kant berusaha menjelaskan bahwa pengalaman

    manusia merupakan sintesa dari unsur apriori dengan unsuraposteriori, keduanya saling mengisi dan saling memberi

    makna kehidupan.

    5. Tentang peran atau tugas ‘akal budi’ menurut Kant adalah

    menciptakan putusan-putusan, oleh karena itu pengenalan

    akal budi adalah hasil sintesa dari ‘bentuk’ atau kategori

    (apriori) dan ‘materi’ (aposteriori atau data-data inderawi).

    6. Taraf rasio bagi Kant adalah, bahwa rasio membentuk

    argumentasi-argumentasi yang dibimbing oleh tiga ide,

    yaitu: jiwa, dunia, dan Allah. Ide bagi Kant adalah ‘suatu

    cita-cita yang menjamin adanya kesatuan terakhir dalam

    bidang: (1) gejala-gejala psikis (jiwa); (2) kejadian-kejadian

     jasmani (dunia); dan (3) gejala-gejala hakikat Ada (Allah/

    Tuhan)’. Menurut Kant, apa yang tidak dapat ditemui atas

    dasar rasio teoritis (apriori) harus diandaikan atas dasar

    rasio praktis (aposteriori). Tetapi tentang kebebasan

    kehendak, immoralitas jiwa dan adanya Tuhan menurut Kant

    manusia tidak mempunyai pengetahuan teoritis.

    7. Kant berkesimpulan, bahwa kenyataan itu lebih luas

    daripada apa yang dapat dipertanggungjawabkan secara

    ilmiah oleh manusia, dan Kant berusaha membangun

    metafisika baru. Metafisika baru itu berdasarkan perpaduan

    keberadaan objektivisme atau rasionalisme dengan

    keberadaan subjektivisme (empirisme) yang tidak saling

    menafikan, tetapi saling mengisi dan menyempurnakan

    dalam memahami hakikat suatu fenomena (Bakker, 1984;

    Praja.J.S.,2005).

    8) Metode dialektika

    Metode dialektika, tokoh utama metode atau aliran dialektika

    adalah George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831).

    Beberapa pokok pikiran filsafat Hegel tentang metode

    dialektika antara lain:

    a. Tentang Budi, ‘Budi’ memegang peran penting dalam

    proses sejarah kehidupan. Budi itu aktif dalam dua bidang,

    yaitu: (1) sebagai ‘roh objektif’, maka budi menguasai hal-

    hal dalam realitas objektif, yang bersifat tertib, teraturmengikuti hukum alam (unsur apriori), memberi bentuk yang

     jelas; dan (2) sebagai ‘roh subjektif’, maka potensi budi

    berperan untuk mengusai dirinya dan dapat mencari jalan di

    tengah-tengah kenyataan, memberi isi. Atau roh subjektif itu

    berkaitan dengan akal budi subjek yang tahu (unsur

    aposteriori).

    Menurut Hegel, bahwa identifikasi antara ‘roh objektif’ dan

     ‘roh subjektif’ berlangsung terus menerus (suatu proses

    sejarah). Jadi, proses sejarah kehidupan mengandung dua

    aspek (roh objektif dan roh subjektif), keduanya saling

    koeksistensi, tindih-menindih, saling mencerminkan, saling

    berjumpa dalam sintesa tertinggi yang disebut ‘Roh Mutlak’,ketika roh mutlak tercapai maka sejarahpun tamat. Menurut

    Hegel, sejarah merupakan suatu gerak menuju sebuah tujuan

    yang bersifat teleologis. Dalam filsafat Hegel, unsur formal

    (objektif atau apriori) hampir tidak dapat dipisahkan dari

    unsur material (subjektif atau aposteriori) (Ankersmit. 1987).

  • 8/19/2019 Ardi Yanto_ Kajian Filsafat

    20/39

    3/3/2016 Ardi Yanto: Kajian Filsafat

    http://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html 20/39

    b. Tentang Dialektika. Menurut Hegel, dialektika adalah

     ‘susunan logis yang menunjukkan bagaimana dalam

    perkembangan proses sejarah itu identifikasi diri Roh atau

     ‘Budi terjadi’. Dasar dialekti ka Hegel adalah ‘penyangkalan

    setiap penegasan’. Bagi Hegel, setiap konsep menimbulkan

    konsep yang berlawanan, atau setiap pengertian seolah-olah

    tercermin dalam lawannya. Jadi, dialektika Hegel selalu

    secara positif berbicara mengenai negasi atau penyangkalan.

    Contoh dialektika Hegel: pria bukan wanita; absolut bukan

    relatif; makhluk (ciptaan) bukan khalik (pencipta); baikbukan buruk; ide bukan alam (materi); beragam bukan satu;

    universal bukan singular; aktif bukan pasif, dan seterusnya.

    Bagi Hegel, kontradiksi merupakan ‘motor’ dialektika. Pola

    berpikir kontradiksi (dialektika) merupakan jalan utama atau

    tahap mutlak yang harus dialami untuk mencapai kebenaran.

    Kontradiksi (dialektika) itu benar-benar nyata, tetapi

    kontradiksi itu bukan menurut arti logika formal semata,

    kontradiksi itu menandakan kekuranglengkapan konseptual,

    dan ditemukan terutama di kategori-kategori rendah (realitas

    kongkrit). Jadi, metode Hegel adalah dialektika antara

    konsep murni (apriori atau formal) dan fakta kongkrit

    (aposteriori atau material) yang menyatu dalam sintesis

    (Bakker, A., 1984).

    c. Hegel termasuk seorang filosof yang menganut aliran

    idealisme. Bagi Hegel kenyataan identik dengan pikiran

    seseorang tentang kenyataan itu. Namun perlu dipahami

    pandangan Hegel tentang idealisme, bahwa ‘idealisme bukan

    menjadi titik tolak atau dasar utama dari segala sesuatu,

    melainkan hasil atau tugas yang diberikan oleh pikiran

    (rasional) manusia’. Idealisme menurut Hegel akan mencapai

    perwujudannya yang paripurna ketika Roh Subjektif dan Roh

    Objektif melaksanakan identifikasi diri secara timbal balik

    (saling mengisi) di dalam Roh Mutlak. Proses saling mengisi

    antara Roh Subjektif dan Roh Objektif adalah merupakan

    proses sejarah (proses kehidupan), adapun sifat dari proses

    sejarah tersebut adalah dialektis (Ankersmit. 1987).

    9) Metode fenomenologi

    Metode fenomenologi. Tokoh metode atau aliran

    fenomenologi adalah Edmund Husserl (1859-1938). Beberapa

    pokok pikiran Husserl tentang fenomenologi antara lain:

    1. Husserl menolak sikap ‘scientisme’, yang menghadapi

    fenomena hidup (gejala kehidupan) dengan menggunakan

    metode eksakta (kuantitatif). Bagi Husserl, objek pertamabagi filsafat bukan dari ‘pengertian hasil rasionalistik’ tentang

    kenyataan, tetapi dari kenyataan itu sendiri.

    2. Menurut Husserl, dunia sekitar manusia itu ‘berada’,

    adalah tergantung oleh proses terjadinya hubungan ‘antar

    subjektivitas transendental’ dalam komunitas antar individu

    yang ada dalam komunitas tersebut.

    3. Metode Husserl disebut metode fenomenologi, dengan

    beberapa ciri antara lain: (1) titik tolak metodenya dalam

    objek dan subjek. Untuk mencapai objek pengertian menurut

    keasliannya harus dilakukan metode reduksi (pembersihan)

    dari unsur-unsur yang tidak nyata, misalnya membersihkan

    pengertian tentang sesuatu dari unsur-unsur tradisi, manusia

    harus otonom. Jadi, yang dimaksud metode reduksi adalah ‘penundaan segala pengetahuan yang ada tentang objek

    sebelum pengamatan intuisi dilakukan berulang-ulang’; (2)

    objek penyelidikan adalah ‘fenomena’ atau gejala. Fenomena

    itu adalah data dari gejala yang sederhana, tanpa ditambah

    hal lain (apa adanya); (3) fenomena alam itu fakta (relasi)

  • 8/19/2019 Ardi Yanto_ Kajian Filsafat

    21/39

    3/3/2016 Ardi Yanto: Kajian Filsafat

    http://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html 21/39

    yang dapat diterapkan dalam observasi empiris, tetapi

    fenomenologi Husserl juga dapat berupa pandangan ‘rohani’,

    namun fenomenologi Husserl tidak sama dengan

    fenomenologi agama; (4) ‘metode reduksi’ merupakan salah

    satu prinsip yang mendasari sikap fenomenologis. Untuk

    mengetahui sesuatu, seorang fenomenologis harus bersikap

    netral atau otonom (tidak terpengaruh) dari teori atau

    pandangan yang telah ada, artinya diberi kesempatan

     ‘berbicara tentang dirinya sendiri ’.

    4. Ada tiga reduksi yang ditempuh untuk mencapai realitas

    fenomena dalam pendekatan fenomenologis, yaitu: (1)reduksi fenomenologis, maksudnya adalah apa yang kita

    lihat tentang segala sesuatu (misalnya ‘X’) dalam kehidupan

    sehari-hari kita yakini sebagai kenyataan. Akan tetapi,

    karena yang dituju oleh fenomenologi adalah realitas dalam

    arti yang ada diluar dirinya (di balik kenyataan ‘X’ yang

    nampak), dan pemahaman dibalik yang nampak hanya dapat

    dicapai dengan ‘mengalami secara intuitif’, maka apa yang

    kita anggap sebagai realitas dalam pandangan mata itu untuk

    sementara harus ‘ditinggalkan’, ‘segala subjektivitas

    disingkirkan’, ‘dibebaskan dari teori-teori yang ada’, sehingga

    yang muncul dalam kesadaran adalah ‘fenomena itu sendiri’ 

    (hal ini disebut reduksi fenomenologis); (2) reduksi eidetis

    (inti sari), maksudnya adalah dengan reduksi eidetis, semua

    segi, aspek dan profil dalam fenomena yang hanya kebetulan

    dikesampingkan (karena aspek dan profil tersebut tidak

    menggambarkan objek secara utuh). Setiap objek adalah

    kompleks mengandung aspek dan profil yang tiada terhingga.

    Hakikat (realitas) yang dicari dalam reduksi eidetis adalah

    struktur dasar yang fundamental dan hakiki. Dalam reduksi

    eidetis memberlakukan kriteria kohersi, artinya, pengamatan

    yang terus menerus terhadap objek harus bisa dipadukan

    dalam suatu horison yang konsisten; dan (3) reduksi

    fenomenologi transendental. Reduksi ini tidak lagi mengenai

    objek, atau fenomena bukan mengenai hal-hal yang

    menampakkan diri kepada kesadaran. Reduksi ini merupakan

    pengarahan ke subjek dan mengenai hal-hal yang

    menampakkan diri dalam kesadaran. Kesadaran dalam

    fenomenologi transendental, bukan kesadaran empiris

    (bendawi) lagi, melainkan kesadaran yang bersifat murni

    atau transendental, yaitu sebagai ‘subjektivitas’ atau ‘aku

    transendental’. Dari reduksi fenomenologi transendental

    inilah yang menyebabkan Husserl oleh para ahli

    dikategorikan penganut aliran idealisme (Rossides, 1978)

    5. Tujuan dari adanya ketiga reduksi tersebut adalah

    menemukan bagaimana objek dikonstitusi dengan fenomena

    asli dalam kesadaran. Namun para fenomenolog (murid-

    murid Husserl) lebih banyak menggunakan reduksi

    fenomenologi (tidak menggunakan reduksi fenomenologitransendental).

    Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketiga

    reduksi tersebut memberikan kejelasan bahwa metode

    fenomenologi itu menutut ‘manusia tidak begitu saja

    menerima pengertian dan rumusan tentang sesuatu hal dari

    teori atau pandangan sebelumnya, karena pengertian atau

    pemahaman tersebut belum menyentuh hakikat dari apa

    yang kita tuju. Pandangan atau pengertian pertama tentang

    sesuatu perlu dilanjutkan pada pandangan kedua untuk

    menghilangkan tabir yang menghalangi pada pandangan

    pertama, pandangan kedua untuk menemukan hakikat objek’.

    Metode fenomenologi ini di era sekarang banyak dipakaidalam studi filsafat, sosial budaya, ideologi, dan politik

    (Praja, J.S., 2005).

    10) Metode hermeneutik

  • 8/19/2019 Ardi Yanto_ Kajian Filsafat

    22/39

    3/3/2016 Ardi Yanto: Kajian Filsafat

    http://ardie182.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-kajian-filsafat.html 22/39

    Secara etimologis, kata hermeneutik berasal dari bahasa

    Yunani ‘hermeneuein’ yang berarti ‘menafsirkan’. Jadi,

    metode hermeneutik bisa diartikan sebagai ‘metode

    penafsiran atau metode interpretasi’. Tokoh-tokoh dari

    metode hermeneutik antara lain Schleiermacher (lahir di

    Breslau 1768); Wilhelm Dilthey (lahir di Jerman 1833);

    Jurgen Habermas (lahir di Jerman 1929); Paul Ricoeur (lahir

    di Perancis 1913); dan Jacques Derrida (lahir di Aljazair

    1930), dan sebagainya. Ada beberapa konsep tentang

    metode hermeneutik dalam studi filsafat antara lain:

    a. Pada hakikatnya semua ilmu-ilmu pengetahuan tentang

    kehidupan (life sciences) adalah memerlukan metode

    hermeneutik (cara penafsiran atau interpretasi). Karena

    setiap pengetahuan selalu bersentuhan dengan pengalaman,

    dan setiap pengalaman hidup akan diungkap dengan bahasa,

    dan seri