word tutorial interna ponkop
DESCRIPTION
wordTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pasien Diabetes Melitus termasuk 10 penyakit terbanyak di Rumah Sakit
Islam Pondok Kopi. Pada kegiatan sehari-hari di Poli penyakit dalam RSIJ-PK
masih banyak pasien yang kontrol setiap minggu tetapi kadar gula darah masih
tetap tinggi. Pada laporan kasus saat ini di dapatkan pasien Ny. ER datang ke poli
penyakit dalam dengan keluhan nyeri pada kedua telapak kaki dan kedua siku.
Pasien merupakan pasien yang terdiagnosa Diabetes Melitus Tipe 2 sejak 1 tahun
yang lalu. Nyeri pada pasien ini, merupakan salah satu komplikasi mikrovaskular
dari DM tipe 2. Maka dari itu diambilah laporan kasus ini untuk meneliti
perjalanan penyakit DM tipe 2 pada Ny. ER, melakukan kontrol & mencegah
komplikasi lebih lanjut.
B. TUJUAN
Untuk mengkaji kasus diabetes melitus tipe 2 pada pasien ini
Untuk melakukan tatalaksana pada pasien ini
Untuk mencegah komplikasi yang terjadi pada pasien ini
1
BAB II
KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. ER
Tanggal Lahir : 06 Agustus 1965
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Alamat : Pulogadung, Jakarta Timur
Tgl Masuk RS : 06/10/2015
Dokter yang merawat : dr. Khomimah Sp.PD K-EMD
B. ANAMNESIS
Autoanamnesis Pada Tanggal 6 Oktober 2015
Keluhan Utama : Nyeri pada kedua siku pada tangan sejak 7
hari SMRS
Keluhan Tambahan : Nyeri pada kedua telapak kaki sejak 1
bulan yang lalu
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke RSIJ-PK dengan keluhan nyeri pada kedua siku sejak 7
hari SMRS. Nyeri hilang timbul terutama setelah beraktivitas. Nyeri tidak
menjalar ke ujung jari. Pasien mengeluh nyeri pada kedua telapak kaki seperti
2
tertusuk pisau. Nyeri saat aktivitas dan berkurang saat istirahat. Nyeri
dirasakan menetap pada telapak kaki dan terus menerus. Tidak menjalar ke
ujung jari. Riwayat trauma pada kedua siku ataupun telapak kaki disangkal.
Pasien terdiagnosis penyakit diabetes melitus sejak Agustus 2014. Keluhan
pada saat awal diagnosa DM tipe 2 disertai dengan gejala klasik seperti
peningkatan nafsu makan, peningkatan frekuensi BAB, dan penurunan berat
badan. Pasien mendapatkan terapi metformin 500 mg 3x sehari dan glimepride
1 mg 1x sehari. Pasien sering lupa minum obat. Pada saat kontrol gula darah
pasien tetap tinggi.
Pasien tidak ada gangguan penglihatan. Rasa nyeri pada kedua mata,
keluhan BAK menjadi lebih sedikit, Bengkak pada kaki dan tangan, adanya
luka di kaki yang sulit sembuh, pernah lumpuh anggota gerak, sesak dan nyeri
dada disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat Penyakit Jantung tidak ada
Riwayat Hipertensi tidak ada
Riwayat Gagal Ginjal tidak ada
Riwayat Penyakit keluarga :
Riwayat DM tidak ada
Riwayat Penyakit Jantung tidak ada
Riwayat Hipertensi tidak ada
Riwayat Gagal Ginjal tidak ada
Riwayat Pengobatan :
3
Pasien sudah berobat ke RSIJ Pondok Kopi diberikan Metformin 500 mg
3x/hari, Glimepiride 1 gram 1x/hari, Meloxicam 15 mg 1x/hari
Riwayat Alergi :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat dan makanan
Riwayat Psikososial :
Pasien merupakan seorang guru dengan kegiatan sehari hari dari jam7 hingga
jam 3 sore mengajar dan berisitirahat pada jam 12 siang hingga jam 1. Pasien
setiap hari mengkonsumsi nasi 2x/hari dengan takaran 1 gelas minum. Pasien
tidak makan gorengan, tidak meminum kopi dan tidak meminum alkohol
C. PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : composmentis
Tanda vital :
Suhu : 36.8 oC
Nadi : 80 x/menit
RR : 18 x/menit
TD : 130/80 mmHg
Status Gizi :
BB : 55 kg
4
TB : 150 cm
IMT : 24.4 (Overweight)
Status Generalis
Kepala : Norrmochepal
Rambut : Hitam, tersebar merata, tidak mudah di cabut
Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-),
Refleks Cahaya (+/+), Pupil Isokor, Eksoftalmus (+)
Hidung : Septum Deviasi (-/-), Sekret (-/-), Epistaksis (-/-),
konka normal
Telinga : Normotia, Serumen (-/-), hiperemis (-/-).
Mulut : Bibir Kering (+), Sianosis (-), Stomatitis (-),
Tonsil ( T1 / T1 ) Caries dentis (+)
Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-)
Kesan : Pemeriksaan Kepala dan leher dalam batas normal
Thorak paru :
Inspeksi : Dada simetris (+), Retraksi Dinding Dada (-),
Bagian yang tertinggal saat inspirasi (-)
Palpasi : Vocal fremitus sama kanan dan kiri (+)
Perkusi :Sonor (+/+), redup pada ICS 5-6 linea
midklavikularis sinistra
Auskultasi : Vesikuler (+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Kesan : Pemeriksaan paru dalam batas normal
Thorak Jantung :
Inspeksi : Ictus Cordis Terlihat (-)
5
Palpasi : Ictus Cordis Teraba (+) di ICS V linea
Midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung atas relatif di ICS II linea sternalis
sinistra, batas kanan jantung relatif di ICS V linea sternalis dextra, batas
kiri jantung relatif di ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II Murni reguler, Murmur (-),
Gallop (-)
Kesan : Pemeriksaan Jantung dalam batas normal
Abdomen
Inspeksi : Perut datar (+)
Auskultasi : Bising Usus (+), Normal
Palpasi :Abdomen Supel, nyeri tekan epigastrium (-),
Hepatosplenomegali (-)
Perkusi : Timpani pada keempat kuadran Abdomen
Kesan : Pemeriksaan Abdomen dalam batas normal
Ekstremitas Atas :
Akral : Hangat
CRT : <2 detik
Edema : -/-
Tremor : -/-
Ekstremitas Bawah :
Akral : hangat
6
CRT : <2 detik
Edema : -/-
Tremor : -/-
Reflex motorik T.Achilles : +/+
Reflex motorik T. Patella : +/+
Arteri Dorsalis Pedis : +/+ reguler, kuat angkat
Arteri Tibialis Posterior : +/+ reguler, kuat angkat
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
29/09/15*
Glukosa
Fasting
160.00 Normal (70-99)
Impaired (100-125)
Diabetes (>126)
Glukosa
Urine
Negative Negative
Glukosa 2PP 209 Normal (70-140)
Impaired (141-200)
Diabetes (>200)
Glukosa
Urine
Negative Negative
* = Hasil laboratorium terbaru yang diperiksa
7
D. RESUME :
Ny. ER 50 tahun, nyeri pada kedua siku tangan sejak 7 hari SMRS.
Nyeri pada telapak kaki sejak 1 bulan SMRS dirasakan menetap. Riwayat
Diabates Melitus Tipe 2 sejak 1 tahun yang lalu. Pasien saat ini
mengkonsumsi metformin 500 mg 3x/hari, Glimepiride 1 mg 1x/hari,
meloxicam 15 mg 1x/hari secara tidak teratur. Pada saat pasien kontrol,
gula darah selalu tinggi. Pasien biasa mengatur pola makan dengan makan
nasi 2x/hari dengan nasi takaran 1 gelas minum dan sering konsumsi
cemilan keripik singkong. Hasil laboratorium 29 September 2015 GDP
160mg/dl, GD2PP 209mg/dl.
E. DIAGNOSIS KERJA
Neuropati Diabetikum
Diabetes Melitus Tipe 2 tidak terkontrol
F. PENGKAJIAN MASALAH
1. Neuropati Diabetikum
Berdasarkan definisi Neuropati Diabetkum merupakan gangguan baik
klinis maupun subklinis pada DM tanpa penyebab neuropati perifer yang
lain. Gangguan neuropati termasuk manifestasi somatik dan atau otonom
dari saraf perifer.
Pada anamnesis didapatkan rasa nyeri seperti terbakar, bergetar sendiri,
terasa lebih sakit dimalam hari. Rasa nyeri saat beraktivitas dan berkurang
saat beristirahat.
8
Pada pemeriksaan fisik didapatkan penurunan refleks motorik patella,
achilles. Penurunan aliran darah arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis
posterior.
Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan GDP, GD2PP,
HBA1C, Pada penderita neuropati diabetikum bisa didapatkan
peningkatan kada GDP > 130 mg/dL, GD2PP > 180 mg/dL, HBAIC ≥ 6.5.
S :
Ny. ER datang dengan keluhan nyeri pada kedua siku tangan sejak 7 hari.
Nyeri menetap, tidak menjalar. Kedua telapak kaki pasien nyeri seperti tertusuk
pisau, nyeri seperti terbakar, kaki bergetar sendiri, sakit saat malam hari
disangkal, Nyeri saat beraktivitas, berkurang saat istirahat. Riwayat Diabetes
Melitus Tipe 2 sejak 1 tahun yang lalu
O :
Pemeriksaan fisik :
Reflex motorik T.Achilles : +/+
Reflex motorik T. Patella : +/+
Arteri Dorsalis Pedis : +/+ reguler, kuat angkat
Arteri Tibialis Posterior : +/+ reguler, kuat angkat
Pemeriksaan Laboratorium :
GDP 160mg/dl, GD2PP 209mg/dl
A :
Neuropati Diabetikum
DD/ Plantar tunnel syndrome dan Ulna tunnel syndrome
9
Osteoarthrosis
P :
Meloxicam 15 mg 1x/hari
Cek HBAIC dan GDP, GD2PP berkala.
2. Diabetes Melitus Tipe 2 tidak terkontrol
Diabetes Melitus tipe 2 adalah kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
atau kedua-duanya.
Pada anamnesis : gejala klasik DM (poliuri, Polidipsi, Polifagia,
Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya) dan keluhan
lain seperti lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi
pada pria, dan pruritus vulva pada wanita.
Pada pemeriksaan fisik : pengukuran tinggi badan dan berat badan,
pemeriksaan funduskopi, pemeriksaan jantung, evaluasi kelainan vaskular,
akantosis nigrikan, terdapat luka yang sulit sembuh.
Pada pemeriksaan penunjang HBAIC, GDP, GD2PP, LDL, HDL,
Trigliserida, EKG, Urinalisa, Albumin, AGD, Ureum, Kreatinin.
S :
Pasien datang rutinan ke poli untuk kontrol penyakit Diabetes Melitus
Tipe 2. Pasien mempuyai riwayat diabetes melitus tipe 2 sejak 1 tahun
10
yang lalu, pasien mengkonsumsi metformin, glimepiride tapi tidak teratur,
gula darah setiap kali kontrol selalu tinggi.
O :
Suhu : 36.8 oC
Nadi : 80 x/menit
RR : 18 x/menit
TD : 130/80 mmHg
Pada pemeriksaan 29/09/15
• GDP 160mg/dl (batasan DM ≥ 126mg/dl)
• GD2PP 209mg/dl (batasan DM ≥ 200mg/dl)
A : Diabetes Melitus Tipe 2 tidak terkontrol
P : Metformin 500 mg 3x/hari
Glimepiride 1 mg 1x/hari
Koreksi IMT (24,4) edukasi pola makan dan kegiatan olahraga
Rencana pemeriksaan penunjang :
Monitoring : Pemeriksaan ulang GDP, GD2PP, HBA1C
Faktori Risiko DM : EKG, Ureum kreatinin, LDL, HDL Trigliserida.
Tanda atau gejala komplikasi kronis : Funduskopi, EKG, CT Scan
Kepala, USG ginjal.
BAB III
DISKUSI
11
1. ASPEK DIAGNOSTIK
Alur Diagnostik Neuropati DM
terkonfirmasi
Diagnosis neuropati DM
Bentuk-bentuk gambaran klinik adalah sebagai berikut :
a. Polineuropati sensorik-motorik simetris
12
Anamnesis :Kesemutan, tingling atau nyeri pada kaki sering merupakan gejala yang pertama, bisa juga nyeri dan kesemutan. Gejala bisa melibatkan sistem saraf sensoris atau motorik ataupun sistem saraf otonom.
Anamnesis :Kesemutan, tingling atau nyeri pada kaki sering merupakan gejala yang pertama, bisa juga nyeri dan kesemutan. Gejala bisa melibatkan sistem saraf sensoris atau motorik ataupun sistem saraf otonom.
LABORATORIUM
Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl.
Atau Pemeriksaan glukosa plasma ≥200
mg/dl 2 jam Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.
AtauPemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan
menggunakan metode High-Performance Liquid Chromatography
(HPLC) yang terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin
Standarization Program (NGSP)Atau
Pemeriksaan elektrofisiologi
LABORATORIUM
Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl.
Atau Pemeriksaan glukosa plasma ≥200
mg/dl 2 jam Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.
AtauPemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan
menggunakan metode High-Performance Liquid Chromatography
(HPLC) yang terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin
Standarization Program (NGSP)Atau
Pemeriksaan elektrofisiologi
NEUROPATI DM
Bentuk ini paling sering dijumpai, dan biasanya terjadi pada penderita
diabetes. Keluhan dapat dimulai dari yang paling ringan hingga paling
berat. Ada rasa tebal atau kesemutan, terutama pada tungkai bawah
dan menurunnya serta hilangnya refleks tendon Achilles atau tendon
lain. Kadang-kadang ada rasa nyeri ditungkai. Nyeri ini dapat
mengganggu penderita pada waktu malam hari. parese jarang terlihat,
tetapi bila ada akan mengenai ujung-ujung kaki secara simetris
b. Neuropati otonom
Keluhan ini dapat bermacam-macam, bergantung pada saraf otonom
mana yang terkena. Penderita dapat mengeluh diare yang bergantian
dengan konstipasi, dilatasi lambung dan disfagia. Gangguan
pengosongan kandung kemih yang disebabkan oleh karena
mukosanya kurang peka. Impotensi lebih sering dijumpai, terjadinya
impotensi ini perlahan-lahan, mulai dari gangguan ereksi sampai
gangguan ejakulasi. Gangguan berkeringat dapat dalam bentuk
hiperhidrosis, berkeringat hanya keluar banyak disekitar wajah, leher,
dan dada bagian atas, terutama sesudah makan. Sementara itu,
gangguan lain dapat berbentuk hipotensi ortostatik dan bahkan sinkop
yang sulit diatasi.
c. Mononeuropati
Berbeda dengan polineuropati yang bersifat lambat, maka
mononeuropati terjadi secara cepat dan biasanya lebih cepat pula
untuk kembali membaik. Yang sering terkena adalah nervi craniales,
ulnaris, medianus, radialis, femoralis, peroneus, dan kutaneus
13
femoralis. Apabila beberapa saraf terkena, namun dari akar yang
berlainan, maka keadaan tersebut dinamakan mononeuropati
multipleks.
Pada N. Spinalis
Awitan suatu mononeuritis adalah selalu mendadak. Setiap N.
Spinalis dapat dihinggapi, namun yang sering dihinggapi dalah
N. Iskhiadikus, N. Ulnaris, N. Medianus, N. Radialis, N.
Femoralis, N. Kutaneus Femoralis, dll. Gejala yang mungkin
timbul adalah gangguan sensorik, motorik atau gangguan
sensorik sekaligus motorik. Di samping itu tampak pula adanya
rasa nyeri di saraf yang bersangkutan. Pada umumnya prognosa
pada mononeuritis ini lebih baik dibandingkan dengan
polineuropati diabetic simetris.
Pada N. Kranialis
Yang paling sering adalah N. Okulomotorius, N. Abdusen, N. Optikus, dll.
Terdapat pula rasa nyeri di daerah saraf yang bersangkutan. Bila berhadapan
dengan penderita dengan lesi N.III dan nyeri dibelakang bola mata, maka
kemungkinan akan adanya suatu aneurisma sirkulus arteriosus willisi. Bila
mononeuritis itu mengenai N. II maka timbul neuritis retrobulbaris yang lama
kelamaan dapat menimbulkan papilla alba
Diagnostik neuropati ditegakkan berdasarkan adanya gejala dua atau lebih
dari empat kriteria dibawah ini :
1.Kehadiran satu atau lebih gejala.
2. Ketidakhadiran dua atau lebih refleks ankle atau lutut
14
3. Nilai ambang persepsi getaran/vibration-abnormal.
4. Fungsi otonomik abnormal (berkurangnya heart rate variability (HRV)
dengan rasio RR kurang dari 1,04 postural hypotension dengan turunnya tekanan
darah sistolik 20 mmHg atau lebih, atau kedua-duanya)
Alur Diagnostik Diabetes Melitus Tipe II
Diagnosis diabetes melitus
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah
ini:
15
ANAMNESIS
Keluhan klasik DM berupa :
poliuria, polidipsia, polifagia, dan
penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain dapat berupa: lemah
badan, kesemutan, gatal, mata kabur,
dan disfungsi ereksi pada pria, serta
pruritus vulvae pada wanita.
LABORATORIUM
Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak
ada asupan kalori minimal 8 jam. Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban plasma 75 gram.
Atau Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.
AtauPemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan
menggunakan metode High-Performance Liquid Chromatography
(HPLC) yang terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin
Standarization Program (NGSP)
DIABETES MELITUS TIPE II
Curiga DM
Konfirmasidiagnosis
Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Kriteria diagnosis DM adalah :
Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada
asupan kalori minimal 8 jam.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) dengan beban plasma 75 gram.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.
Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode High-Performance
Liquid Chromatography (HPLC) yang terstandarisasi oleh National
Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP)
2. ASPEK TERAPI
A. Neuropati Diabetikum
Strategi pengelolaan pasien DM dengan keluhan neuropati diabetik dibagi
ke dalam 3 bagian. Strategi pertama adalah diagnosis ND sedini mungkin, strategi
16
kedua dengan kendali glikemik dan perawatan kaki sebaik-baiknya , dan strategi
ketiga yaitu pengendalian keluhan neuropati/ nyeri neuropati diabetik setelah
strategi kedua dikerjakan.
ND merupakan komplikasi kronik dengan berbagai faktor risiko yang
terlibat, maka pada pengelolaan ND perlu melibatkan banyak aspek, seperti
perawatan umum, pengendalian glukosa darah dan parameter metabolik lain
sebagai komponen yang tidak terpisahkan secara terus menerus.
Terapi Preventif
Untuk pencegahan dan penetalaksannan neuropati diabetikum prioritas
utama adalah pengendalian glukosa darah dan monitor HbA1c secara berkala.
Disamping itu pengendalian faktor metabolik lain seperti hemoglobin, albumin,
dan lipid sebagai komponen tak terpisahkan juga perlu dilakukan. Tiga studi
epidemiologi besar, Diabetes Control and Complications Trial (DCCT),
Kumamoto Study dan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS)
membuktikan bahwa dengan mengendalikan glukosa darah, komplikasi kronik
diabetes termasuk neuropati dapat dikurangi.
Pada DCCT, kelompok pasien dengan terapi intensif yang berhasil
menurunkan HbA1c dari 9 ke 7%, telah menurunkan risiko timbul dan
berkembangnya komplikasi mikrovaskular, termasuk menurunkan risiko
timbulnya neuropati sebesar 60% dalam 5 tahun. Pada studi Kumamoto, suatu
penelitian mirip DCCT, tetapi pada DM tipe 2, juga membuktikan bahwa dengan
terapi intensif mampu menurunkan risiko komplikasi, termasuk perbaikan
kecepatan konduksi saraf dan ambang rangsang vibrasi. Demikian juga dengan
UKPDS yang memberikan hasil serupa dengan 2 studi sebelumnya
17
Tindakan preventif yang tidak kalah penting adalah menurunkan jumlah
populasi pasien DM. Hal ini dilakukan dengan modifikasi gaya hidup seperti
program latihan dan diet intensif atau intensive dengan OAD
Oleh karena secara klinik terbukti bahwa neuropati diabetikum kdapat
mengakibatkan ulkus kaki bahkan gangrene, maka perliu diberikan penyuluhan
untuk perawatan kaki. Perlu juga dilakukan follow up ytang lebih serius .
Terapi Medikamentosa
Manifestasi nyeri dapat berupa rasa terbakar, hiperalgesia, alodinia, nyeri
menjalar, dll. Pemahaman terhadap mekanisme nyeri penting agar dapat member
terapi yang lebih rasional, meskipun terapi nyeri neuropati diabetik pada dasarnya
bersifat simtomatis
Terami simtomatis ini bertujuan untuk menghilangkan nyeri dan
perawatan kaki. Jadi sebenarnyya berguna untuk menurunkan angka morbiditas
dan mencegah komplikasi.
Guidelines untuk farmakoterapai ialah
1. Dimulai dengan obat tunggal
2. Dimulai dengan dosis terkecil
3. Dosis ditingkatkan bertahap tiap 3-7 hari sampai nyeri hilang atau terjadi
intoleransi
4. Politerapi dimulai bila pengurangan gejala hanya sebagian kecil pada dosis
maksimal
5. Tidak ada hubungan antara suatu obat dengan dosis, tidak ada target dosis.
6. Lama (durasi) terapi bervariasi. Apabila nyeri hilang total dengan pengobatan,
oerlu penurunan terapi setiap 6 bulan. Pasien perlu lanjut terapi atau tidak.
18
Pedoman pengelolaan ND dengan nyeri yang dianjurkan ialah :
1. NSAID (ibuprofen 600 mg 4x/hari, sulindac 200mg 2x/hari)
Dapat membantu mengurangi peradangan yang disebabkan oleh neuropati
diabetika dan juga mengurangi rasa sakit.
Interaksi: kombinasi dengan aspirin meningkatkan resiko efek
samping atau dengan probenecid dapat meningkatkan konsentrasi
dan kemungkinan toksisitas NSAID.
Kontra Indikasi : hipersensitivitas, perdarahan GI Tract, terutama
penyakit ulkus peptikum, penyakit ginjal, penyakit jantung
Efek samping : perhatian pada pasien yang berpotensi mengalami
dehidrasi, efek jangka panjang dapat meningkatkan nekrosis
papiler ginjal, nefritis interstitial, proteinuria, terkadang bisa terjadi
sindrom nefrotik.
2. Antidepresan trisiklik (amitriptilin 50-150 mg malam hari, imipramin
100mg/hari, nortriptilin 50-150 mg malam hari, paroxetine 40 mg/ hari)
TCA umumnya merupakan pengobatan yang paling banyak digunakan
pada diabetes neuropati sensorimotor. Efek analgesic TCA muncuk
tergantung pada penghambatan re-uptake norepinefrin dan serotonin. Efek
antikolinergik yang dapat timbul adalah mulut kering (xerostomia),
sembelit, pusing, penglihatan kabur, dan retensi urin. Selain itu TCA juga
dapat menimbulkan sedasi dan hipotensi ortostatik.
Amitriptilin : bila berinteraksi dengan Phenobarbital akan
menurunkan efek amitriptilin, kombinasi dengan simetidin dapat
19
meningkatkan dosis amitriptilin. Kontra indikasi bila ada
hipersensitivitas, riwayat kejang, aritmia jantung, glaucoma, retensi
urin.
Imipramin : mekanisme kerja obat ini dengan menghambat re-
uptake norepinefrin pada sinapsis di pusat jalur menurun modulasi
nyeri terletak di batang otak dan sumsum tulang belakang. Kontra
indikasi bila ada hipersensitivitas, penggunaan bersama MAOIs,
dan bila selama periode pemulihan akut infark miokard
3. Pengahambat ambilan serotonin selektif (SSRIs) termasuk antidepresan
relatif baru yang berbeda dengan TCA. SSRis adalah menghambat
ambilan serotonin presinaptik, tetapi tidak menghambat neuroadrenalin
dan efek blocking reseptor pasca sinaptik. Termasuk SSRIs adalah
fluoxetines, poroxetine, citalopram dan velafalxine. Secara keseluruhan
SSRIs belum memuaskan untuk terapi nyeri ND.
4. Duloxetine
Golongan obat ini menghambat ambilan serotonin dan NE non selektif.
Mekanisme aksinya mirip TCA, tetapi tanpa mengaktifkan reseptor
adrenergik, dopaminergik, muskarinik, dan histaminic. Pada penelitian
double blind placebo control trias, efektifitasnya pada depresi dan nyeri
neuropati diabetikum adalah 49%. Dosis efektifnya 60-10 mg/hari.
Perbaikan jelas setelah 1-2 minggu. Efek sampingnya termasukdistress
GIT, mulut kering, dan nyeri kepala. Jarang terjadi peningkatan tekanan
darah dan denyut jantung
20
5. Buspiron suatu antidepresan golongan aminoketon
Berfungsi sebagai suantu penghambat khusus ambilan epinephrine dan
penghambat ringan amnbilan dopamine. Buspiron SR 150-300 mg
dilaporkan lebih bermaknadalam menghilangkan nyeri neuropati
diabetikum dibandingkan placebo. Efek sampingnya ringan.
6. Antikonvulsan (gabapentin 900mg 3x/hari, karbamazepin 200mg 4x/hari)
Farmakologi obat ini memblokir saluran dan menghambat komponen
neuronik spesifik.
Karbamazepin
Digunakan dalam neuropati perifer sebagai baris ketiga agen jika
semua agen lain gagal untuk mengurangi gejala neuropati
diabetika. Merupakan antikonvulsan generasi pertama. Kombinasi
dengan fenobarbital, fenitoin, atau primidone dapat menurunkan
dosis. Kontra indikasi bila ada hipersensitivitas dan riwayat
gangguan depresi sumsum tulang.
Gabapentin
Gabapentin (GBP), mekanisme anti analgesic dan antikonvuosan
tidak diketahui. Mempunyai struktur mirip GABA. Tetapi tidak
berinteraksi dengan reseptor GABA. Dosis efektif untuk nyeri
neuropati diabetikum adalah 100 mg 3 dd1, efek samping tidak
nyata, tidak dimetabolisme, sehingga tidak berinteraksi dengan
21
obat lain. Efek samping yangb sering terjadinpada dosis tinggi
adalah mengantuk, pusing, mual, atau gangguan lambung. GBP
adalah drug of choice untuk nyeri neuropati diabetikum
Pregabilin (PGB)
PGB suatu derivate GABA, terikatnya dengan alpha-2 delta
subunit Ca chanel dengan menurunkan pelepasan NT eksitasi. PGB
di approved FDA untuk nyeri neuropati dan neurelgis pasca herpes.
Dosis biasanya 100-600 mg/hari, oral dalam dosis terbagi. Untuk
nyeri neuropati diabetikum penggunaan obat PGB adalah lebih
baik dari GBP.
Lamotrigin
Lamotrigin adalah OAE yang menstrabilkan membran neuron
dengan memblok Na channel dan menghambat pelepasan
glutamate presinaptik. Efek klinisnya masih dipertahankan
Topirimat
Topirimat merupakan penghambat karbonik anhidrase. Dosis
dimulai 100mg/hari dan dititirasi bertahap sampai maksimal 1600
mg/hari, dalam dosis terbagi. Efek samping: batu ginjal, depresi
dan penurunan berat badan.
Tiagabin
Tiagabin memblok ambilan GABA. Dosis 2mg 3 dd 1, dan
dititarasi. Efek samping adalah mual, nyeri kepala, lelah, tremor
dan pusing.
7. Opioid
22
Obat golongan Opioid dapat dicoba untuk terapi nyeri neuropati
diabetikum bila gagal dengan obat lain. Jenis obat tersebut adalah
tramadol, petidin, morphin, metadon, oksikodon, dan levorphanol.
Meskipun demikian penggunaan opioid memberikan rasa ketakutan
akan terjadi kecanduan dan efek samping baik pada dokternya sendiri
atau pada pasien. Yang dianjurkan adalah opioid dosis rendah dan long
acting murni.
Tramadol, suatu alternative yang bagus untuk opioid yang kuat. Dosis
dimulai 100mg/hari kemudian ditingkatkan maksimal 400 mg/hari. Bila
intoleran, dosis ditappering off dan kemudian dihentikan
Metadon dosis 1-15 mg dan oksidon dosis 30-60 mg/hari. Petidin dan
morpin obat cadangan terbaik pada kasus yang resisten.
8. Topical : capsaicin 0,075% 4x/hari, fluphenazine 1mg 3x/hari,
transcutaneous electrical nerve stimulation.
Beberapa pertimbangan praktis dalam penggunaan klinis krim capsaicin.
Pertama, dilakukan tiga atau empat kali setiap hari untuk daerah yang
terkena. Capsaicin mengurangi rasa sakit akibat radang sendi, penyakit
ruam saraf, sakit saraf. Capsaicin merupakan komponen alami yang
terkandung dalam cabai merah. Komponen ini mengurangi sensitifitas
reseptor saraf kulit perasa sakit (yang dikenal dengan C-fibers).
B. Terapi Diabetes Melitus tipe II
Tujuan penatalaksanaan
23
Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan
rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.
Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikro
angiopati, makro angiopati, dan neuropati.
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
komperhensif.
Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama:
Evaluasi medis meliputi:
Riwayat Penyakit
Gejala yang timbul,
Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliputi: glukosa darah, A1C,
dan hasil pemeriksaan khusus yang terkait DM
Pola makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat badan
Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda
Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk
terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan
DM secara mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi
kesehatan
Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan,
perencanaan makan dan program latihan jasmani
Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar
hiperglikemia, dan hipoglikemia)
24
Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus
urogenitalis serta kaki
Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal,
mata, saluran pencernaan, dll.)
Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah
Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner,
obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan
endokrin lain)
Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM
Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi
Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan.
Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar pinggang
Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam
posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik,
serta anklebrachial index (ABI), untuk mencari kemungkinan penyakit
pembuluh darah arteri tepi
Pemeriksaan funduskopi
Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
Pemeriksaan jantung
Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan
insulin) dan pemeriksaan neurologis
25
Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain
Evaluasi Laboratoris / penunjang lain
Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
A1C
Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan
trigliserida)
Kreatinin serum
Albuminuria
Keton, sedimen, dan protein dalam urin
Elektrokardiogram
Foto sinar-x dada
Evaluasi medis secara berkala
• Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan,
atau pada waktu-waktu tertentu lainnya sesuai dengan kebutuhan
• Pemeriksaan A1C dilakukan setiap (3-6) bulan
• Secara berkala dilakukan pemeriksaan:
o Jasmani lengkap
o Mikroalbuminuria
o Kreatinin
o Albumin / globulin dan ALT
o Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dantrigliserida
o EKG
o Foto sinar-X dada
26
o Funduskopi
Pilar penatalaksanaan DM
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apa bila kadar glukosa darah belum
mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik
oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera
diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan
dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan
yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.
(PERKENI,2011)
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup danperilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan
partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi
pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan
perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya
peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri,
tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada
pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah
mendapat pelatihan khusus.
2. Terapi Nutrisi Medis
Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian daripenatalaksanaan diabetes
secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari
27
anggota tim (dokter,ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan
keluarganya). Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai
dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan
pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat
umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori danzat
gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah
makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah
atau insulin.
A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat
makan sama dengan makanan keluarga yang lain
Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak
melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)
Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam
sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau
makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Lemak
28
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal.
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh
(whole milk).
Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/har
Protein
Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.
Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging
tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-
kacangan, tahu, dan tempe.
Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8
g/Kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya
bernilai biologik tinggi.
Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran
untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan
6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur.
Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam
dapur.
29
Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan
mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta
sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin,
mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.
Pemanis alternatif
Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak
berkalori. Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa.
Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan
xylitol.
Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan
kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena
efek samping pada lemak darah.
Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antara lain aspartam,
sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan neotame.
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted
Daily Intake / ADI)
B. Kebutuhan kalori
30
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkanpenyandang
diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkankebutuhan kalori basal
yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal,ditambah atau dikurangi bergantung pada
beberapa faktor seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yangdimodifikasi
adalah sbb:
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150
cm, rumus dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal ± 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:
Klasifikasi IMT
BB Kurang < 18,5
BB Normal 18,5-22,9
BB Lebih ≥ 23,0
Keterangan:
o Dengan risiko 23,0-24,9
o Obes I 25,0-29,9
31
IMT = BB(kg)/ TB(m2)
o Obes II > 30
*WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining
Obesity and its Treatment.
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
1. Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori
wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.
2. Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk
dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan
69 tahun dan dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.
3. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.
Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan
istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas
sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat.
4. Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat
kegemukan.Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan
untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah
kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita
dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi
dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta
32
2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan
pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk
penyandang diabetes yangmengidap penyakit lain, pola pengaturan makan
disesuaikan dengan penyakit penyertanya.
3. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih
30 menit,sifatnya sesuai CRIPE (Continuous, Rhithmical, Interval, Progressive
training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85 % denyut nadi
maksimal (220/umur), disesuaikandengan kemampuan dan kondisi penyakit
penyerta. Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30
menit, olahraga sedang adalah berjalan selama 20 menit dan olahraga berat
misalnya joging.
4. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat).Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan.
1. Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5golongan:
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):sulfonilurea dan glinid
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformindan tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambatglukosidase alfa.
E. DPP-IV inhibitor
33
A. Pemicu Sekresi Insulin
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkansekresi insulin oleh sel
beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan
normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat
badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai
keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta
penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri
dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid
(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara
oral dan di ekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi
hiperglikemia post prandial.
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada PeroxisomeProliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
ambilan glukosa diperifer.Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan
gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga
34
pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu
dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
C. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin
>1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin
dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat
diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa
pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan
dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.
D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa diusus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose
tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering
ditemukan ialah kembung dan flatulens.
E. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang
dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus
bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan
perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi
35
glukagon. Namun demikian,secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim
dipeptidylpeptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak
aktif. Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan
untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam
pengobatan DM tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan
pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4(penghambat DPP-4),
atau memberikan hormon asli atau analognya (analog incretin=GLP-1 agonis).
Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor,mampu menghambat kerja
DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif
dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan
glukagon.
2. Suntikan
A. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
• Penurunan berat badan yang cepat
• Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
• Ketoasidosis diabetik
• Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
• Hiperglikemia dengan asidosis laktat
• Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
• Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
36
• Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
• Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
• Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Jenis dan lama kerja insulin
Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
• Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
• Insulin kerja pendek (short acting insulin)
• Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
• Insulin kerja panjang (long acting insulin)
Efek samping terapi insulin
• Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
•Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat
menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
37
B. Agonis GLP-1
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk
pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan
insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatanberat badan
yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea.
Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1
yang lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang diketahui berperan
pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti
memperbaiki cadangan sel betapankreas. Efek samping yang timbul pada
pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah.
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.
Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat
dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi
dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-combination dalam bentuk
tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai
mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat
pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi
OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana
insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO
dapat menjadi pilihan. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak
dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah
38
atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.
Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali
glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal
insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00,
kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah
puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah
sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi
kombinasi insulin.
39
Algoritma terapi pada DM
Komplikasi Kronik Jangka Panjang
A. Mikrovaskular / Neuropati
–Retinopati, katarak : penurunan penglihatan
–Nefropati :gagal ginjal
– Neuropati perifer :hilang rasa, malas bergerak
– Neuropati autonomik :hipertensi, gastroparesis
– Kelainan pada kaki :ulserasi, atropati
B. Makrovaskular
– Sirkulasi koroner :iskemi miokardial/infark miokard
– Sirkulasi serebral :transient ischaemic attack, strok
–Sirkulasi :claudication, iskemik
40
BAB IV
KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus seorang perempuan Ny. ER usia 45 tahun
datang ke Poli Penyakit Dalam RSIJ-PK dengan keluhan nyeri pada kedua
siku sejak 7 hari SMRS, nyeri pada telapak kaki seperti tertusuk pisau.
Nyeri saat aktivitas dan berkurang saat istirahat.. Pasien terdiagnosis
penyakit diabetes melitus sejak Agustus 2014. Keluhan pada saat awal
41
diagnosa DM tipe 2 disertai dengan gejala klasik seperti peningkatan nafsu
makan, peningkatan frekuensi BAB, dan penurunan berat badan. Pasien
mendapatkan terapi metformin 500 mg 3x sehari dan glimepride 1 mg 1x
sehari. Pasien sering lupa minum obat. Pada saat kontrol gula darah pasien
tetap tinggi. Pada pemeriksaan hasil laboratorium terbaru didapatkan GDP
160mg/dl, GD2PP 209mg/dl. Sehingga pasien ini di diangosa Diabetik
Neuropati dengan DM tipe 2 tidak terkontrol. Rencana tatalaksana
memberikan metformin 500 mg 3x sehari, glimepride 1 mg 1x sehari, dan
meloxicam 15 mg 1x sehari. Rencana dilakukan pemeriksaan Rencana
pemeriksaan penunjang Pemeriksaan ulang GDP, GD2PP, HBA1C dan
direncanakan pemeriksaan pengontrol Faktor Risiko DM seperti EKG,
Ureum kreatinin, LDL, HDL Trigliserida.
Diperlukan edukasi pada pasien tentang kepatuhan minum obat dan
asupan makanan. Edukasi asupan makanan dianjurkan mengurangi
cemilan. Melakukan olahraga dengan fokus menurunkan IMT hingga
normal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soegondo, Sidartawan. Soewondo, Pradana. Subekti, Imam. 1995.
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Cetakan kelima, 2005.
Jakarta:Balai Penerbit FKUI.
2. Suyono, Slamet. Diabetes Melitus di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. JilidIII, Ed.IV. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
3. Fauci, Anthony S. Braunwald, Eugene. Kasper, Dennis L. Hauser, Stephen
L.Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th Edition. The McGraw-
HillCompanies. 2008.
42
4. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakrta: IPD FKUI. 2006.
5. Silabernagi, Stefan. Florian Lang. Penyebab Diabetes Melitus. Teks &
Atlas Berwarna Patofisiologi. 2002. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
6. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 :
PERKENI 2011
7. Boon, Nicholas A. Walker, Brian. Davidson’s Principles and Practice of
Medicine. 20th Edition. Elsevier. 2006.
8. Price, Sylvia Anderson. Wilson, Lorraine McCarty. Patofisologi Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2005
9. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanise Terjadinya,
Diagnosis, dan Strategi Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1920
10. Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006;
hal. 1873
11. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes
mellitus. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson
price, Lorraine Mc Carty Wilson; alih bahasa, Brahm U.
Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia. Jakarta;2005; hal.1259
12. Subekti I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.h.1947-4
13. Wibowo S, Gofir A. Farmakoterapi dalam Neurologi. Jakarta : Penerbit
Salemba Medika; 2001.h.145-7
14. Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta : Dian
Rakyat; 2010.h.121-2
15. Gunawan SG, Setiabudy R. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta :
FKUI; 2006.h.172-4, 230-3
43
44