word tutorial interna ponkop

64
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pasien Diabetes Melitus termasuk 10 penyakit terbanyak di Rumah Sakit Islam Pondok Kopi. Pada kegiatan sehari-hari di Poli penyakit dalam RSIJ-PK masih banyak pasien yang kontrol setiap minggu tetapi kadar gula darah masih tetap tinggi. Pada laporan kasus saat ini di dapatkan pasien Ny. ER datang ke poli penyakit dalam dengan keluhan nyeri pada kedua telapak kaki dan kedua siku. Pasien merupakan pasien yang terdiagnosa Diabetes Melitus Tipe 2 sejak 1 tahun yang lalu. Nyeri pada pasien ini, merupakan salah satu komplikasi mikrovaskular dari DM tipe 2. Maka dari itu diambilah laporan kasus ini untuk meneliti perjalanan penyakit DM tipe 2 pada Ny. ER, melakukan kontrol & mencegah komplikasi lebih lanjut. B. TUJUAN Untuk mengkaji kasus diabetes melitus tipe 2 pada pasien ini 1

Upload: diajeng-devi-kharisma-widianingtyas

Post on 02-Dec-2015

224 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

word

TRANSCRIPT

Page 1: Word Tutorial Interna Ponkop

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pasien Diabetes Melitus termasuk 10 penyakit terbanyak di Rumah Sakit

Islam Pondok Kopi. Pada kegiatan sehari-hari di Poli penyakit dalam RSIJ-PK

masih banyak pasien yang kontrol setiap minggu tetapi kadar gula darah masih

tetap tinggi. Pada laporan kasus saat ini di dapatkan pasien Ny. ER datang ke poli

penyakit dalam dengan keluhan nyeri pada kedua telapak kaki dan kedua siku.

Pasien merupakan pasien yang terdiagnosa Diabetes Melitus Tipe 2 sejak 1 tahun

yang lalu. Nyeri pada pasien ini, merupakan salah satu komplikasi mikrovaskular

dari DM tipe 2. Maka dari itu diambilah laporan kasus ini untuk meneliti

perjalanan penyakit DM tipe 2 pada Ny. ER, melakukan kontrol & mencegah

komplikasi lebih lanjut.

B. TUJUAN

Untuk mengkaji kasus diabetes melitus tipe 2 pada pasien ini

Untuk melakukan tatalaksana pada pasien ini

Untuk mencegah komplikasi yang terjadi pada pasien ini

1

Page 2: Word Tutorial Interna Ponkop

BAB II

KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. ER

Tanggal Lahir : 06 Agustus 1965

Umur : 50 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Alamat : Pulogadung, Jakarta Timur

Tgl Masuk RS : 06/10/2015

Dokter yang merawat : dr. Khomimah Sp.PD K-EMD

B. ANAMNESIS

Autoanamnesis Pada Tanggal 6 Oktober 2015

Keluhan Utama : Nyeri pada kedua siku pada tangan sejak 7

hari SMRS

Keluhan Tambahan : Nyeri pada kedua telapak kaki sejak 1

bulan yang lalu

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke RSIJ-PK dengan keluhan nyeri pada kedua siku sejak 7

hari SMRS. Nyeri hilang timbul terutama setelah beraktivitas. Nyeri tidak

menjalar ke ujung jari. Pasien mengeluh nyeri pada kedua telapak kaki seperti

2

Page 3: Word Tutorial Interna Ponkop

tertusuk pisau. Nyeri saat aktivitas dan berkurang saat istirahat. Nyeri

dirasakan menetap pada telapak kaki dan terus menerus. Tidak menjalar ke

ujung jari. Riwayat trauma pada kedua siku ataupun telapak kaki disangkal.

Pasien terdiagnosis penyakit diabetes melitus sejak Agustus 2014. Keluhan

pada saat awal diagnosa DM tipe 2 disertai dengan gejala klasik seperti

peningkatan nafsu makan, peningkatan frekuensi BAB, dan penurunan berat

badan. Pasien mendapatkan terapi metformin 500 mg 3x sehari dan glimepride

1 mg 1x sehari. Pasien sering lupa minum obat. Pada saat kontrol gula darah

pasien tetap tinggi.

Pasien tidak ada gangguan penglihatan. Rasa nyeri pada kedua mata,

keluhan BAK menjadi lebih sedikit, Bengkak pada kaki dan tangan, adanya

luka di kaki yang sulit sembuh, pernah lumpuh anggota gerak, sesak dan nyeri

dada disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat Penyakit Jantung tidak ada

Riwayat Hipertensi tidak ada

Riwayat Gagal Ginjal tidak ada

Riwayat Penyakit keluarga :

Riwayat DM tidak ada

Riwayat Penyakit Jantung tidak ada

Riwayat Hipertensi tidak ada

Riwayat Gagal Ginjal tidak ada

Riwayat Pengobatan :

3

Page 4: Word Tutorial Interna Ponkop

Pasien sudah berobat ke RSIJ Pondok Kopi diberikan Metformin 500 mg

3x/hari, Glimepiride 1 gram 1x/hari, Meloxicam 15 mg 1x/hari

Riwayat Alergi :

Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat dan makanan

Riwayat Psikososial :

Pasien merupakan seorang guru dengan kegiatan sehari hari dari jam7 hingga

jam 3 sore mengajar dan berisitirahat pada jam 12 siang hingga jam 1. Pasien

setiap hari mengkonsumsi nasi 2x/hari dengan takaran 1 gelas minum. Pasien

tidak makan gorengan, tidak meminum kopi dan tidak meminum alkohol

C. PEMERIKSAAN FISIS

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Kesadaran : composmentis

Tanda vital :

Suhu : 36.8 oC

Nadi : 80 x/menit

RR : 18 x/menit

TD : 130/80 mmHg

Status Gizi :

BB : 55 kg

4

Page 5: Word Tutorial Interna Ponkop

TB : 150 cm

IMT : 24.4 (Overweight)

Status Generalis

Kepala : Norrmochepal

Rambut : Hitam, tersebar merata, tidak mudah di cabut

Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-),

Refleks Cahaya (+/+), Pupil Isokor, Eksoftalmus (+)

Hidung : Septum Deviasi (-/-), Sekret (-/-), Epistaksis (-/-),

konka normal

Telinga : Normotia, Serumen (-/-), hiperemis (-/-).

Mulut : Bibir Kering (+), Sianosis (-), Stomatitis (-),

Tonsil ( T1 / T1 ) Caries dentis (+)

Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-)

Kesan : Pemeriksaan Kepala dan leher dalam batas normal

Thorak paru :

Inspeksi : Dada simetris (+), Retraksi Dinding Dada (-),

Bagian yang tertinggal saat inspirasi (-)

Palpasi : Vocal fremitus sama kanan dan kiri (+)

Perkusi :Sonor (+/+), redup pada ICS 5-6 linea

midklavikularis sinistra

Auskultasi : Vesikuler (+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Kesan : Pemeriksaan paru dalam batas normal

Thorak Jantung :

Inspeksi : Ictus Cordis Terlihat (-)

5

Page 6: Word Tutorial Interna Ponkop

Palpasi : Ictus Cordis Teraba (+) di ICS V linea

Midclavicula sinistra

Perkusi : Batas jantung atas relatif di ICS II linea sternalis

sinistra, batas kanan jantung relatif di ICS V linea sternalis dextra, batas

kiri jantung relatif di ICS V linea midclavicula sinistra

Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II Murni reguler, Murmur (-),

Gallop (-)

Kesan : Pemeriksaan Jantung dalam batas normal

Abdomen

Inspeksi : Perut datar (+)

Auskultasi : Bising Usus (+), Normal

Palpasi :Abdomen Supel, nyeri tekan epigastrium (-),

Hepatosplenomegali (-)

Perkusi : Timpani pada keempat kuadran Abdomen

Kesan : Pemeriksaan Abdomen dalam batas normal

Ekstremitas Atas :

Akral : Hangat

CRT : <2 detik

Edema : -/-

Tremor : -/-

Ekstremitas Bawah :

Akral : hangat

6

Page 7: Word Tutorial Interna Ponkop

CRT : <2 detik

Edema : -/-

Tremor : -/-

Reflex motorik T.Achilles : +/+

Reflex motorik T. Patella : +/+

Arteri Dorsalis Pedis : +/+ reguler, kuat angkat

Arteri Tibialis Posterior : +/+ reguler, kuat angkat

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

29/09/15*

Glukosa

Fasting

160.00 Normal (70-99)

Impaired (100-125)

Diabetes (>126)

Glukosa

Urine

Negative Negative

Glukosa 2PP 209 Normal (70-140)

Impaired (141-200)

Diabetes (>200)

Glukosa

Urine

Negative Negative

* = Hasil laboratorium terbaru yang diperiksa

7

Page 8: Word Tutorial Interna Ponkop

D. RESUME :

Ny. ER 50 tahun, nyeri pada kedua siku tangan sejak 7 hari SMRS.

Nyeri pada telapak kaki sejak 1 bulan SMRS dirasakan menetap. Riwayat

Diabates Melitus Tipe 2 sejak 1 tahun yang lalu. Pasien saat ini

mengkonsumsi metformin 500 mg 3x/hari, Glimepiride 1 mg 1x/hari,

meloxicam 15 mg 1x/hari secara tidak teratur. Pada saat pasien kontrol,

gula darah selalu tinggi. Pasien biasa mengatur pola makan dengan makan

nasi 2x/hari dengan nasi takaran 1 gelas minum dan sering konsumsi

cemilan keripik singkong. Hasil laboratorium 29 September 2015 GDP

160mg/dl, GD2PP 209mg/dl.

E. DIAGNOSIS KERJA

Neuropati Diabetikum

Diabetes Melitus Tipe 2 tidak terkontrol

F. PENGKAJIAN MASALAH

1. Neuropati Diabetikum

Berdasarkan definisi Neuropati Diabetkum merupakan gangguan baik

klinis maupun subklinis pada DM tanpa penyebab neuropati perifer yang

lain. Gangguan neuropati termasuk manifestasi somatik dan atau otonom

dari saraf perifer.

Pada anamnesis didapatkan rasa nyeri seperti terbakar, bergetar sendiri,

terasa lebih sakit dimalam hari. Rasa nyeri saat beraktivitas dan berkurang

saat beristirahat.

8

Page 9: Word Tutorial Interna Ponkop

Pada pemeriksaan fisik didapatkan penurunan refleks motorik patella,

achilles. Penurunan aliran darah arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis

posterior.

Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan GDP, GD2PP,

HBA1C, Pada penderita neuropati diabetikum bisa didapatkan

peningkatan kada GDP > 130 mg/dL, GD2PP > 180 mg/dL, HBAIC ≥ 6.5.

S :

Ny. ER datang dengan keluhan nyeri pada kedua siku tangan sejak 7 hari.

Nyeri menetap, tidak menjalar. Kedua telapak kaki pasien nyeri seperti tertusuk

pisau, nyeri seperti terbakar, kaki bergetar sendiri, sakit saat malam hari

disangkal, Nyeri saat beraktivitas, berkurang saat istirahat. Riwayat Diabetes

Melitus Tipe 2 sejak 1 tahun yang lalu

O :

Pemeriksaan fisik :

Reflex motorik T.Achilles : +/+

Reflex motorik T. Patella : +/+

Arteri Dorsalis Pedis : +/+ reguler, kuat angkat

Arteri Tibialis Posterior : +/+ reguler, kuat angkat

Pemeriksaan Laboratorium :

GDP 160mg/dl, GD2PP 209mg/dl

A :

Neuropati Diabetikum

DD/ Plantar tunnel syndrome dan Ulna tunnel syndrome

9

Page 10: Word Tutorial Interna Ponkop

Osteoarthrosis

P :

Meloxicam 15 mg 1x/hari

Cek HBAIC dan GDP, GD2PP berkala.

2. Diabetes Melitus Tipe 2 tidak terkontrol

Diabetes Melitus tipe 2 adalah kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

atau kedua-duanya.

Pada anamnesis : gejala klasik DM (poliuri, Polidipsi, Polifagia,

Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya) dan keluhan

lain seperti lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi

pada pria, dan pruritus vulva pada wanita.

Pada pemeriksaan fisik : pengukuran tinggi badan dan berat badan,

pemeriksaan funduskopi, pemeriksaan jantung, evaluasi kelainan vaskular,

akantosis nigrikan, terdapat luka yang sulit sembuh.

Pada pemeriksaan penunjang HBAIC, GDP, GD2PP, LDL, HDL,

Trigliserida, EKG, Urinalisa, Albumin, AGD, Ureum, Kreatinin.

S :

Pasien datang rutinan ke poli untuk kontrol penyakit Diabetes Melitus

Tipe 2. Pasien mempuyai riwayat diabetes melitus tipe 2 sejak 1 tahun

10

Page 11: Word Tutorial Interna Ponkop

yang lalu, pasien mengkonsumsi metformin, glimepiride tapi tidak teratur,

gula darah setiap kali kontrol selalu tinggi.

O :

Suhu : 36.8 oC

Nadi : 80 x/menit

RR : 18 x/menit

TD : 130/80 mmHg

Pada pemeriksaan 29/09/15

• GDP 160mg/dl (batasan DM ≥ 126mg/dl)

• GD2PP 209mg/dl (batasan DM ≥ 200mg/dl)

A : Diabetes Melitus Tipe 2 tidak terkontrol

P : Metformin 500 mg 3x/hari

Glimepiride 1 mg 1x/hari

Koreksi IMT (24,4) edukasi pola makan dan kegiatan olahraga

Rencana pemeriksaan penunjang :

Monitoring : Pemeriksaan ulang GDP, GD2PP, HBA1C

Faktori Risiko DM : EKG, Ureum kreatinin, LDL, HDL Trigliserida.

Tanda atau gejala komplikasi kronis : Funduskopi, EKG, CT Scan

Kepala, USG ginjal.

BAB III

DISKUSI

11

Page 12: Word Tutorial Interna Ponkop

1. ASPEK DIAGNOSTIK

Alur Diagnostik Neuropati DM

terkonfirmasi

Diagnosis neuropati DM

Bentuk-bentuk gambaran klinik adalah sebagai berikut :

a. Polineuropati sensorik-motorik simetris

12

Anamnesis :Kesemutan, tingling atau nyeri pada kaki sering merupakan gejala yang pertama, bisa juga nyeri dan kesemutan. Gejala bisa melibatkan sistem saraf sensoris atau motorik ataupun sistem saraf otonom.

Anamnesis :Kesemutan, tingling atau nyeri pada kaki sering merupakan gejala yang pertama, bisa juga nyeri dan kesemutan. Gejala bisa melibatkan sistem saraf sensoris atau motorik ataupun sistem saraf otonom.

LABORATORIUM

Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl.

Atau Pemeriksaan glukosa plasma ≥200

mg/dl 2 jam Atau

Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.

AtauPemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan

menggunakan metode High-Performance Liquid Chromatography

(HPLC) yang terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin

Standarization Program (NGSP)Atau

Pemeriksaan elektrofisiologi

LABORATORIUM

Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl.

Atau Pemeriksaan glukosa plasma ≥200

mg/dl 2 jam Atau

Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.

AtauPemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan

menggunakan metode High-Performance Liquid Chromatography

(HPLC) yang terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin

Standarization Program (NGSP)Atau

Pemeriksaan elektrofisiologi

NEUROPATI DM

Page 13: Word Tutorial Interna Ponkop

Bentuk ini paling sering dijumpai, dan biasanya terjadi pada penderita

diabetes. Keluhan dapat dimulai dari yang paling ringan hingga paling

berat. Ada rasa tebal atau kesemutan, terutama pada tungkai bawah

dan menurunnya serta hilangnya refleks tendon Achilles atau tendon

lain. Kadang-kadang ada rasa nyeri ditungkai. Nyeri ini dapat

mengganggu penderita pada waktu malam hari. parese jarang terlihat,

tetapi bila ada akan mengenai ujung-ujung kaki secara simetris

b. Neuropati otonom

Keluhan ini dapat bermacam-macam, bergantung pada saraf otonom

mana yang terkena. Penderita dapat mengeluh diare yang bergantian

dengan konstipasi, dilatasi lambung dan disfagia. Gangguan

pengosongan kandung kemih yang disebabkan oleh karena

mukosanya kurang peka. Impotensi lebih sering dijumpai, terjadinya

impotensi ini perlahan-lahan, mulai dari gangguan ereksi sampai

gangguan ejakulasi. Gangguan berkeringat dapat dalam bentuk

hiperhidrosis, berkeringat hanya keluar banyak disekitar wajah, leher,

dan dada bagian atas, terutama sesudah makan. Sementara itu,

gangguan lain dapat berbentuk hipotensi ortostatik dan bahkan sinkop

yang sulit diatasi.

c. Mononeuropati

Berbeda dengan polineuropati yang bersifat lambat, maka

mononeuropati terjadi secara cepat dan biasanya lebih cepat pula

untuk kembali membaik. Yang sering terkena adalah nervi craniales,

ulnaris, medianus, radialis, femoralis, peroneus, dan kutaneus

13

Page 14: Word Tutorial Interna Ponkop

femoralis. Apabila beberapa saraf terkena, namun dari akar yang

berlainan, maka keadaan tersebut dinamakan mononeuropati

multipleks.

Pada N. Spinalis

Awitan suatu mononeuritis adalah selalu mendadak. Setiap N.

Spinalis dapat dihinggapi, namun yang sering dihinggapi dalah

N. Iskhiadikus, N. Ulnaris, N. Medianus, N. Radialis, N.

Femoralis, N. Kutaneus Femoralis, dll. Gejala yang mungkin

timbul adalah gangguan sensorik, motorik atau gangguan

sensorik sekaligus motorik. Di samping itu tampak pula adanya

rasa nyeri di saraf yang bersangkutan. Pada umumnya prognosa

pada mononeuritis ini lebih baik dibandingkan dengan

polineuropati diabetic simetris.

Pada N. Kranialis

Yang paling sering adalah N. Okulomotorius, N. Abdusen, N. Optikus, dll.

Terdapat pula rasa nyeri di daerah saraf yang bersangkutan. Bila berhadapan

dengan penderita dengan lesi N.III dan nyeri dibelakang bola mata, maka

kemungkinan akan adanya suatu aneurisma sirkulus arteriosus willisi. Bila

mononeuritis itu mengenai N. II maka timbul neuritis retrobulbaris yang lama

kelamaan dapat menimbulkan papilla alba

Diagnostik neuropati ditegakkan berdasarkan adanya gejala dua atau lebih

dari empat kriteria dibawah ini :

1.Kehadiran satu atau lebih gejala.

2. Ketidakhadiran dua atau lebih refleks ankle atau lutut

14

Page 15: Word Tutorial Interna Ponkop

3. Nilai ambang persepsi getaran/vibration-abnormal.

4. Fungsi otonomik abnormal (berkurangnya heart rate variability (HRV)

dengan rasio RR kurang dari 1,04 postural hypotension dengan turunnya tekanan

darah sistolik 20 mmHg atau lebih, atau kedua-duanya)

Alur Diagnostik Diabetes Melitus Tipe II

Diagnosis diabetes melitus

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan

adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah

ini:

15

ANAMNESIS

Keluhan klasik DM berupa :

poliuria, polidipsia, polifagia, dan

penurunan berat badan yang tidak

dapat dijelaskan sebabnya.

Keluhan lain dapat berupa: lemah

badan, kesemutan, gatal, mata kabur,

dan disfungsi ereksi pada pria, serta

pruritus vulvae pada wanita.

LABORATORIUM

Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak

ada asupan kalori minimal 8 jam. Atau

Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi

Glukosa Oral (TTGO) dengan beban plasma 75 gram.

Atau Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.

AtauPemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan

menggunakan metode High-Performance Liquid Chromatography

(HPLC) yang terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin

Standarization Program (NGSP)

DIABETES MELITUS TIPE II

Curiga DM

Konfirmasidiagnosis

Page 16: Word Tutorial Interna Ponkop

Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,

dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Kriteria diagnosis DM adalah :

Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada

asupan kalori minimal 8 jam.

Atau

Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa

Oral (TTGO) dengan beban plasma 75 gram.

Atau

Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.

Atau

Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode High-Performance

Liquid Chromatography (HPLC) yang terstandarisasi oleh National

Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP)

2. ASPEK TERAPI

A. Neuropati Diabetikum

Strategi pengelolaan pasien DM dengan keluhan neuropati diabetik dibagi

ke dalam 3 bagian. Strategi pertama adalah diagnosis ND sedini mungkin, strategi

16

Page 17: Word Tutorial Interna Ponkop

kedua dengan kendali glikemik dan perawatan kaki sebaik-baiknya , dan strategi

ketiga yaitu pengendalian keluhan neuropati/ nyeri neuropati diabetik setelah

strategi kedua dikerjakan.

ND merupakan komplikasi kronik dengan berbagai faktor risiko yang

terlibat, maka pada pengelolaan ND perlu melibatkan banyak aspek, seperti

perawatan umum, pengendalian glukosa darah dan parameter metabolik lain

sebagai komponen yang tidak terpisahkan secara terus menerus.

Terapi Preventif

Untuk pencegahan dan penetalaksannan neuropati diabetikum prioritas

utama adalah pengendalian glukosa darah dan monitor HbA1c secara berkala.

Disamping itu pengendalian faktor metabolik lain seperti hemoglobin, albumin,

dan lipid sebagai komponen tak terpisahkan juga perlu dilakukan. Tiga studi

epidemiologi besar, Diabetes Control and Complications Trial (DCCT),

Kumamoto Study dan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS)

membuktikan bahwa dengan mengendalikan glukosa darah, komplikasi kronik

diabetes termasuk neuropati dapat dikurangi.

Pada DCCT, kelompok pasien dengan terapi intensif yang berhasil

menurunkan HbA1c dari 9 ke 7%, telah menurunkan risiko timbul dan

berkembangnya komplikasi mikrovaskular, termasuk menurunkan risiko

timbulnya neuropati sebesar 60% dalam 5 tahun. Pada studi Kumamoto, suatu

penelitian mirip DCCT, tetapi pada DM tipe 2, juga membuktikan bahwa dengan

terapi intensif mampu menurunkan risiko komplikasi, termasuk perbaikan

kecepatan konduksi saraf dan ambang rangsang vibrasi. Demikian juga dengan

UKPDS yang memberikan hasil serupa dengan 2 studi sebelumnya

17

Page 18: Word Tutorial Interna Ponkop

Tindakan preventif yang tidak kalah penting adalah menurunkan jumlah

populasi pasien DM. Hal ini dilakukan dengan modifikasi gaya hidup seperti

program latihan dan diet intensif atau intensive dengan OAD

Oleh karena secara klinik terbukti bahwa neuropati diabetikum kdapat

mengakibatkan ulkus kaki bahkan gangrene, maka perliu diberikan penyuluhan

untuk perawatan kaki. Perlu juga dilakukan follow up ytang lebih serius .

Terapi Medikamentosa

Manifestasi nyeri dapat berupa rasa terbakar, hiperalgesia, alodinia, nyeri

menjalar, dll. Pemahaman terhadap mekanisme nyeri penting agar dapat member

terapi yang lebih rasional, meskipun terapi nyeri neuropati diabetik pada dasarnya

bersifat simtomatis

Terami simtomatis ini bertujuan untuk menghilangkan nyeri dan

perawatan kaki. Jadi sebenarnyya berguna untuk menurunkan angka morbiditas

dan mencegah komplikasi.

Guidelines untuk farmakoterapai ialah

1. Dimulai dengan obat tunggal

2. Dimulai dengan dosis terkecil

3. Dosis ditingkatkan bertahap tiap 3-7 hari sampai nyeri hilang atau terjadi

intoleransi

4. Politerapi dimulai bila pengurangan gejala hanya sebagian kecil pada dosis

maksimal

5. Tidak ada hubungan antara suatu obat dengan dosis, tidak ada target dosis.

6. Lama (durasi) terapi bervariasi. Apabila nyeri hilang total dengan pengobatan,

oerlu penurunan terapi setiap 6 bulan. Pasien perlu lanjut terapi atau tidak.

18

Page 19: Word Tutorial Interna Ponkop

Pedoman pengelolaan ND dengan nyeri yang dianjurkan ialah :

1. NSAID (ibuprofen 600 mg 4x/hari, sulindac 200mg 2x/hari)

Dapat membantu mengurangi peradangan yang disebabkan oleh neuropati

diabetika dan juga mengurangi rasa sakit.

Interaksi: kombinasi dengan aspirin meningkatkan resiko efek

samping atau dengan probenecid dapat meningkatkan konsentrasi

dan kemungkinan toksisitas NSAID.

Kontra Indikasi : hipersensitivitas, perdarahan GI Tract, terutama

penyakit ulkus peptikum, penyakit ginjal, penyakit jantung

Efek samping : perhatian pada pasien yang berpotensi mengalami

dehidrasi, efek jangka panjang dapat meningkatkan nekrosis

papiler ginjal, nefritis interstitial, proteinuria, terkadang bisa terjadi

sindrom nefrotik.

2. Antidepresan trisiklik (amitriptilin 50-150 mg malam hari, imipramin

100mg/hari, nortriptilin 50-150 mg malam hari, paroxetine 40 mg/ hari)

TCA umumnya merupakan pengobatan yang paling banyak digunakan

pada diabetes neuropati sensorimotor. Efek analgesic TCA muncuk

tergantung pada penghambatan re-uptake norepinefrin dan serotonin. Efek

antikolinergik yang dapat timbul adalah mulut kering (xerostomia),

sembelit, pusing, penglihatan kabur, dan retensi urin. Selain itu TCA juga

dapat menimbulkan sedasi dan hipotensi ortostatik.

Amitriptilin : bila berinteraksi dengan Phenobarbital akan

menurunkan efek amitriptilin, kombinasi dengan simetidin dapat

19

Page 20: Word Tutorial Interna Ponkop

meningkatkan dosis amitriptilin. Kontra indikasi bila ada

hipersensitivitas, riwayat kejang, aritmia jantung, glaucoma, retensi

urin.

Imipramin : mekanisme kerja obat ini dengan menghambat re-

uptake norepinefrin pada sinapsis di pusat jalur menurun modulasi

nyeri terletak di batang otak dan sumsum tulang belakang. Kontra

indikasi bila ada hipersensitivitas, penggunaan bersama MAOIs,

dan bila selama periode pemulihan akut infark miokard

3. Pengahambat ambilan serotonin selektif (SSRIs) termasuk antidepresan

relatif baru yang berbeda dengan TCA. SSRis adalah menghambat

ambilan serotonin presinaptik, tetapi tidak menghambat neuroadrenalin

dan efek blocking reseptor pasca sinaptik. Termasuk SSRIs adalah

fluoxetines, poroxetine, citalopram dan velafalxine. Secara keseluruhan

SSRIs belum memuaskan untuk terapi nyeri ND.

4. Duloxetine

Golongan obat ini menghambat ambilan serotonin dan NE non selektif.

Mekanisme aksinya mirip TCA, tetapi tanpa mengaktifkan reseptor

adrenergik, dopaminergik, muskarinik, dan histaminic. Pada penelitian

double blind placebo control trias, efektifitasnya pada depresi dan nyeri

neuropati diabetikum adalah 49%. Dosis efektifnya 60-10 mg/hari.

Perbaikan jelas setelah 1-2 minggu. Efek sampingnya termasukdistress

GIT, mulut kering, dan nyeri kepala. Jarang terjadi peningkatan tekanan

darah dan denyut jantung

20

Page 21: Word Tutorial Interna Ponkop

5. Buspiron suatu antidepresan golongan aminoketon

Berfungsi sebagai suantu penghambat khusus ambilan epinephrine dan

penghambat ringan amnbilan dopamine. Buspiron SR 150-300 mg

dilaporkan lebih bermaknadalam menghilangkan nyeri neuropati

diabetikum dibandingkan placebo. Efek sampingnya ringan.

6. Antikonvulsan (gabapentin 900mg 3x/hari, karbamazepin 200mg 4x/hari)

Farmakologi obat ini memblokir saluran dan menghambat komponen

neuronik spesifik.

Karbamazepin

Digunakan dalam neuropati perifer sebagai baris ketiga agen jika

semua agen lain gagal untuk mengurangi gejala neuropati

diabetika. Merupakan antikonvulsan generasi pertama. Kombinasi

dengan fenobarbital, fenitoin, atau primidone dapat menurunkan

dosis. Kontra indikasi bila ada hipersensitivitas dan riwayat

gangguan depresi sumsum tulang.

Gabapentin

Gabapentin (GBP), mekanisme anti analgesic dan antikonvuosan

tidak diketahui. Mempunyai struktur mirip GABA. Tetapi tidak

berinteraksi dengan reseptor GABA. Dosis efektif untuk nyeri

neuropati diabetikum adalah 100 mg 3 dd1, efek samping tidak

nyata, tidak dimetabolisme, sehingga tidak berinteraksi dengan

21

Page 22: Word Tutorial Interna Ponkop

obat lain. Efek samping yangb sering terjadinpada dosis tinggi

adalah mengantuk, pusing, mual, atau gangguan lambung. GBP

adalah drug of choice untuk nyeri neuropati diabetikum

Pregabilin (PGB)

PGB suatu derivate GABA, terikatnya dengan alpha-2 delta

subunit Ca chanel dengan menurunkan pelepasan NT eksitasi. PGB

di approved FDA untuk nyeri neuropati dan neurelgis pasca herpes.

Dosis biasanya 100-600 mg/hari, oral dalam dosis terbagi. Untuk

nyeri neuropati diabetikum penggunaan obat PGB adalah lebih

baik dari GBP.

Lamotrigin

Lamotrigin adalah OAE yang menstrabilkan membran neuron

dengan memblok Na channel dan menghambat pelepasan

glutamate presinaptik. Efek klinisnya masih dipertahankan

Topirimat

Topirimat merupakan penghambat karbonik anhidrase. Dosis

dimulai 100mg/hari dan dititirasi bertahap sampai maksimal 1600

mg/hari, dalam dosis terbagi. Efek samping: batu ginjal, depresi

dan penurunan berat badan.

Tiagabin

Tiagabin memblok ambilan GABA. Dosis 2mg 3 dd 1, dan

dititarasi. Efek samping adalah mual, nyeri kepala, lelah, tremor

dan pusing.

7. Opioid

22

Page 23: Word Tutorial Interna Ponkop

Obat golongan Opioid dapat dicoba untuk terapi nyeri neuropati

diabetikum bila gagal dengan obat lain. Jenis obat tersebut adalah

tramadol, petidin, morphin, metadon, oksikodon, dan levorphanol.

Meskipun demikian penggunaan opioid memberikan rasa ketakutan

akan terjadi kecanduan dan efek samping baik pada dokternya sendiri

atau pada pasien. Yang dianjurkan adalah opioid dosis rendah dan long

acting murni.

Tramadol, suatu alternative yang bagus untuk opioid yang kuat. Dosis

dimulai 100mg/hari kemudian ditingkatkan maksimal 400 mg/hari. Bila

intoleran, dosis ditappering off dan kemudian dihentikan

Metadon dosis 1-15 mg dan oksidon dosis 30-60 mg/hari. Petidin dan

morpin obat cadangan terbaik pada kasus yang resisten.

8. Topical : capsaicin 0,075% 4x/hari, fluphenazine 1mg 3x/hari,

transcutaneous electrical nerve stimulation.

Beberapa pertimbangan praktis dalam penggunaan klinis krim capsaicin.

Pertama, dilakukan tiga atau empat kali setiap hari untuk daerah yang

terkena. Capsaicin mengurangi rasa sakit akibat radang sendi, penyakit

ruam saraf, sakit saraf. Capsaicin merupakan komponen alami yang

terkandung dalam cabai merah. Komponen ini mengurangi sensitifitas

reseptor saraf kulit perasa sakit (yang dikenal dengan C-fibers).

B. Terapi Diabetes Melitus tipe II

Tujuan penatalaksanaan

23

Page 24: Word Tutorial Interna Ponkop

Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan

rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.

Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikro

angiopati, makro angiopati, dan neuropati.

Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,

tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara

komperhensif.

Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama:

Evaluasi medis meliputi:

Riwayat Penyakit

Gejala yang timbul,

Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliputi: glukosa darah, A1C,

dan hasil pemeriksaan khusus yang terkait DM

Pola makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat badan

Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda

Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk

terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan

DM secara mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi

kesehatan

Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan,

perencanaan makan dan program latihan jasmani

Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar

hiperglikemia, dan hipoglikemia)

24

Page 25: Word Tutorial Interna Ponkop

Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus

urogenitalis serta kaki

Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal,

mata, saluran pencernaan, dll.)

Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah

Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner,

obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan

endokrin lain)

Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM

Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi

Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan.

Pemeriksaan Fisik

Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar pinggang

Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam

posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik,

serta anklebrachial index (ABI), untuk mencari kemungkinan penyakit

pembuluh darah arteri tepi

Pemeriksaan funduskopi

Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid

Pemeriksaan jantung

Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop

Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari

Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan

insulin) dan pemeriksaan neurologis

25

Page 26: Word Tutorial Interna Ponkop

Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain

Evaluasi Laboratoris / penunjang lain

Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial

A1C

Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan

trigliserida)

Kreatinin serum

Albuminuria

Keton, sedimen, dan protein dalam urin

Elektrokardiogram

Foto sinar-x dada

Evaluasi medis secara berkala

• Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan,

atau pada waktu-waktu tertentu lainnya sesuai dengan kebutuhan

• Pemeriksaan A1C dilakukan setiap (3-6) bulan

• Secara berkala dilakukan pemeriksaan:

o Jasmani lengkap

o Mikroalbuminuria

o Kreatinin

o Albumin / globulin dan ALT

o Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dantrigliserida

o EKG

o Foto sinar-X dada

26

Page 27: Word Tutorial Interna Ponkop

o Funduskopi

Pilar penatalaksanaan DM

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani

selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apa bila kadar glukosa darah belum

mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik

oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera

diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan

dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan

yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.

(PERKENI,2011)

1. Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup danperilaku telah

terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan

partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi

pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan

perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya

peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri,

tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada

pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah

mendapat pelatihan khusus.

2. Terapi Nutrisi Medis

Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian daripenatalaksanaan diabetes

secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari

27

Page 28: Word Tutorial Interna Ponkop

anggota tim (dokter,ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan

keluarganya). Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai

dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan

pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat

umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori danzat

gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan

pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah

makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah

atau insulin.

A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:

Karbohidrat

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.

Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan

Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.

Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat

makan sama dengan makanan keluarga yang lain

Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak

melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)

Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam

sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau

makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Lemak

28

Page 29: Word Tutorial Interna Ponkop

Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak

diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.

Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori

Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh

tunggal.

Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung

lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh

(whole milk).

Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/har

Protein

Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.

Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging

tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-

kacangan, tahu, dan tempe.

Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8

g/Kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya

bernilai biologik tinggi.

Natrium

Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran

untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan

6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur.

Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam

dapur.

29

Page 30: Word Tutorial Interna Ponkop

Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan

pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

Serat

Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan

mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta

sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin,

mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.

Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.

Pemanis alternatif

Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak

berkalori. Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa.

Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan

xylitol.

Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan

kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena

efek samping pada lemak darah.

Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antara lain aspartam,

sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan neotame.

Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted

Daily Intake / ADI)

B. Kebutuhan kalori

30

Page 31: Word Tutorial Interna Ponkop

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkanpenyandang

diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkankebutuhan kalori basal

yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal,ditambah atau dikurangi bergantung pada

beberapa faktor seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.

Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yangdimodifikasi

adalah sbb:

Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150

cm, rumus dimodifikasi menjadi :

Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

BB Normal : BB ideal ± 10 %

Kurus : < BBI - 10 %

Gemuk : > BBI + 10 %

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).

Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:

Klasifikasi IMT

BB Kurang < 18,5

BB Normal 18,5-22,9

BB Lebih ≥ 23,0

Keterangan:

o Dengan risiko 23,0-24,9

o Obes I 25,0-29,9

31

IMT = BB(kg)/ TB(m2)

Page 32: Word Tutorial Interna Ponkop

o Obes II > 30

*WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining

Obesity and its Treatment.

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :

1. Jenis Kelamin

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori

wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.

2. Umur

Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk

dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan

69 tahun dan dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.

3. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan

Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.

Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan

istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas

sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat.

4. Berat Badan

Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat

kegemukan.Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan

untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah

kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita

dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi

dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta

32

Page 33: Word Tutorial Interna Ponkop

2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan

pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk

penyandang diabetes yangmengidap penyakit lain, pola pengaturan makan

disesuaikan dengan penyakit penyertanya.

3. Latihan jasmani

Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih

30 menit,sifatnya sesuai CRIPE (Continuous, Rhithmical, Interval, Progressive

training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85 % denyut nadi

maksimal (220/umur), disesuaikandengan kemampuan dan kondisi penyakit

penyerta. Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30

menit, olahraga sedang adalah berjalan selama 20 menit dan olahraga berat

misalnya joging.

4. Terapi farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan

jasmani (gaya hidup sehat).Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk

suntikan.

1. Obat hipoglikemik oral

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5golongan:

A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):sulfonilurea dan glinid

B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformindan tiazolidindion

C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)

D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambatglukosidase alfa.

E. DPP-IV inhibitor

33

Page 34: Word Tutorial Interna Ponkop

A. Pemicu Sekresi Insulin

1. Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkansekresi insulin oleh sel

beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan

normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat

badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai

keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta

penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

2. Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan

penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri

dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid

(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara

oral dan di ekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi

hiperglikemia post prandial.

B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin

Tiazolidindion

Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada PeroxisomeProliferator Activated

Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.

Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan

meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan

ambilan glukosa diperifer.Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan

gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga

34

Page 35: Word Tutorial Interna Ponkop

pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu

dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.

C. Penghambat glukoneogenesis

Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati

(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.

Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin

dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin

>1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien pasien dengan kecenderungan hipoksemia

(misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin

dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat

diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa

pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan

dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.

D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa diusus halus, sehingga

mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose

tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering

ditemukan ialah kembung dan flatulens.

E. DPP-IV inhibitor

Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang

dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus

bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan

perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi

35

Page 36: Word Tutorial Interna Ponkop

glukagon. Namun demikian,secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim

dipeptidylpeptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak

aktif. Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan

untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam

pengobatan DM tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan

pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4(penghambat DPP-4),

atau memberikan hormon asli atau analognya (analog incretin=GLP-1 agonis).

Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor,mampu menghambat kerja

DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif

dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan

glukagon.

2. Suntikan

A. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan:

• Penurunan berat badan yang cepat

• Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

• Ketoasidosis diabetik

• Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

• Hiperglikemia dengan asidosis laktat

• Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

• Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

36

Page 37: Word Tutorial Interna Ponkop

• Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali

dengan perencanaan makan

• Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

• Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insulin

Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:

• Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

• Insulin kerja pendek (short acting insulin)

• Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)

• Insulin kerja panjang (long acting insulin)

Efek samping terapi insulin

• Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.

•Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat

menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

37

Page 38: Word Tutorial Interna Ponkop

B. Agonis GLP-1

Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk

pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan

insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatanberat badan

yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea.

Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1

yang lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang diketahui berperan

pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti

memperbaiki cadangan sel betapankreas. Efek samping yang timbul pada

pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah.

3. Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk

kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.

Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat

dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi

dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-combination dalam bentuk

tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai

mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat

pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi

OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana

insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO

dapat menjadi pilihan. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak

dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah

38

Page 39: Word Tutorial Interna Ponkop

atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.

Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali

glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal

insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00,

kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah

puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah

sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi

kombinasi insulin.

39

Page 40: Word Tutorial Interna Ponkop

Algoritma terapi pada DM

Komplikasi Kronik Jangka Panjang

A. Mikrovaskular / Neuropati

–Retinopati, katarak : penurunan penglihatan

–Nefropati :gagal ginjal

– Neuropati perifer :hilang rasa, malas bergerak

– Neuropati autonomik :hipertensi, gastroparesis

– Kelainan pada kaki :ulserasi, atropati

B. Makrovaskular

– Sirkulasi koroner :iskemi miokardial/infark miokard

– Sirkulasi serebral :transient ischaemic attack, strok

–Sirkulasi :claudication, iskemik

40

Page 41: Word Tutorial Interna Ponkop

BAB IV

KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus seorang perempuan Ny. ER usia 45 tahun

datang ke Poli Penyakit Dalam RSIJ-PK dengan keluhan nyeri pada kedua

siku sejak 7 hari SMRS, nyeri pada telapak kaki seperti tertusuk pisau.

Nyeri saat aktivitas dan berkurang saat istirahat.. Pasien terdiagnosis

penyakit diabetes melitus sejak Agustus 2014. Keluhan pada saat awal

41

Page 42: Word Tutorial Interna Ponkop

diagnosa DM tipe 2 disertai dengan gejala klasik seperti peningkatan nafsu

makan, peningkatan frekuensi BAB, dan penurunan berat badan. Pasien

mendapatkan terapi metformin 500 mg 3x sehari dan glimepride 1 mg 1x

sehari. Pasien sering lupa minum obat. Pada saat kontrol gula darah pasien

tetap tinggi. Pada pemeriksaan hasil laboratorium terbaru didapatkan GDP

160mg/dl, GD2PP 209mg/dl. Sehingga pasien ini di diangosa Diabetik

Neuropati dengan DM tipe 2 tidak terkontrol. Rencana tatalaksana

memberikan metformin 500 mg 3x sehari, glimepride 1 mg 1x sehari, dan

meloxicam 15 mg 1x sehari. Rencana dilakukan pemeriksaan Rencana

pemeriksaan penunjang Pemeriksaan ulang GDP, GD2PP, HBA1C dan

direncanakan pemeriksaan pengontrol Faktor Risiko DM seperti EKG,

Ureum kreatinin, LDL, HDL Trigliserida.

Diperlukan edukasi pada pasien tentang kepatuhan minum obat dan

asupan makanan. Edukasi asupan makanan dianjurkan mengurangi

cemilan. Melakukan olahraga dengan fokus menurunkan IMT hingga

normal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soegondo, Sidartawan. Soewondo, Pradana. Subekti, Imam. 1995.

Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Cetakan kelima, 2005.

Jakarta:Balai Penerbit FKUI.

2. Suyono, Slamet. Diabetes Melitus di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. JilidIII, Ed.IV. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

3. Fauci, Anthony S. Braunwald, Eugene. Kasper, Dennis L. Hauser, Stephen

L.Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th Edition. The McGraw-

HillCompanies. 2008.

42

Page 43: Word Tutorial Interna Ponkop

4. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. dkk. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakrta: IPD FKUI. 2006.

5. Silabernagi, Stefan. Florian Lang. Penyebab Diabetes Melitus. Teks &

Atlas Berwarna Patofisiologi. 2002. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

6. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 :

PERKENI 2011

7. Boon, Nicholas A. Walker, Brian. Davidson’s Principles and Practice of

Medicine. 20th Edition. Elsevier. 2006.

8. Price, Sylvia Anderson. Wilson, Lorraine McCarty. Patofisologi Konsep

Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2005

9. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanise Terjadinya,

Diagnosis, dan Strategi Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1920

10. Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006;

hal. 1873

11. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes

mellitus. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson

price, Lorraine Mc Carty Wilson; alih bahasa, Brahm U.

Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia. Jakarta;2005; hal.1259

12. Subekti I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta :

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.h.1947-4

13. Wibowo S, Gofir A. Farmakoterapi dalam Neurologi. Jakarta : Penerbit

Salemba Medika; 2001.h.145-7

14. Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta : Dian

Rakyat; 2010.h.121-2

15. Gunawan SG, Setiabudy R. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta :

FKUI; 2006.h.172-4, 230-3

43

Page 44: Word Tutorial Interna Ponkop

44