(word) kelompok 3-konsep pangan lokal-thp a 2012

Upload: cazperftp12

Post on 19-Oct-2015

8 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

KONSEP PANGAN LOKAL

TRANSCRIPT

KONSEP KETAHANAN PANGAN LOKAL

Disusun untuk mengampu tugas matakuliah Teknologi Pengolahan Pangan Lokal

Disusun oleh Kelompok 3 :Pratiwi Loelianda (1012)Fitria Nurulkharomah (1019)Dwi Sukma (1024)Iqbal adifatiyan Syah (1025)Dyah Ayu R (1046)

THP-A

Jurusan Teknologi Hasil PertanianFakultas Teknologi PertanianUniversitas Jember2014ABSTRAK

Negara Indonesia sebagai negara agraris yang memiliki pangan lokal yang cukup beragam masih belum bisa menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki kemandirian dan ketahanan pangan nasional. Hal ini disebabkan karena pola konsumsi masyarakat Indonesia yang terfokus pada 1 komoditi saja. Sehingga banyak pangan lokal Indonesia yang kurang maksimal pemanfaatannya. Untuk itu perlu dilakukan diversifikasi pangan lokal untuk mengembangkan produk pangan lokal dan sebagai upaya untuk menjadikan Indonesia negara yang memiliki kemandirian dan ketahanan pangan nasional.

Keyword : Pangan Lokal, Ketahanan Pangan, Diversifikasi Pangan, Pola Konsumsi.

PendahuluanNegara Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris karena banyaknya ragam komoditi pertanian yang dihasilkan. Namun, banyaknya ragam komoditi pertanian di Indonesia masih belum termanfaatkan dengan maksimal. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih banyaknya warga Indonesia yang masih menjadikan komoditi beras sebagai bahan pokok. Permintaan akan konsumsi beras terus meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut tidak diimbangi dengan produksi beras dari petani dalam negeri sehingga pemerintah harus mengimport beras dari negara lain. Keadaan yang seperti ini sangat tidak sepadan dengan sebutan negara Indonesia sebagai negara agraris namun masih mengimport beras dari negara lain yang lahan pertaniannya tidak seluas lahan pertanian yang ada di Indonesia. Banyak warga Indonesia yang masih kesulitan dalam mendapatkan beras padahal pemerintah sudah mencanangkan program swasembada beras untuk rakyat yang kurang mampu. Minimnya produksi beras dan tingginya permintaan konsumsi beras dalam negeri telah menjadi masalah pangan yang cukup besar di negara Indonesia. Tidak hanya itu permintaan akan tepung terigu di Indonesia juga sangat tinggi yang mengakibatkan Indonesia mengimpor gandum dari negara lain karena gandum bukan komoditi asli Indonesia. Permasalahan tersebut membuat Indonesia belum bisa menjadi negara yang memiliki kemandirian dan ketahanan pangan nasional. Produksi beras di Indonesia tidak bisa memenuhi kebutuhan beras untuk rakyat dikarenakan beberapa hal. Lahan pertanian di Indonesia yang menjadi ikon negara agraris sudah semakin menipis, hal ini dikarenakan banyaknya lahan-lahan pertanian yang dijadikan lahan pembangunan untuk industri, gedung-gedung bertingkat maupun perumahan. Tingginya harga pupuk juga menjadi kendala petani dalam memproduksi beras. Harga pupuk yang tinggi mengakibat banyak petani yang kesulitan mendapatkan pupuk sehingga nutrisi untuk tanaman padi kurang terpenuhi yang berakibat rendahnya kualitas beras yang dihasilkan. Rendahnya kualitas beras yang dihasilkan mengakibatkan rendahnya harga jual beras dari petani ke pemasok sehingga petani Indonesia kurang sejahtera dan banyak yang berganti profesi menjadi buruh atau semacamnya.Konsumsi beras di Indonesia semakin lama semakin bertambah. Bahkan warga Indonesia sudah menjadikan beras sebagai bahan pokok sehingga muncul istilah Bila belum makan nasi berarti belum makan. Pemahaman yang seperti itu mengakibatkan tingginya permintaan beras dalam negeri. Tingginya permintaan beras dalam negeri belum bisa dipenuhi oleh negara dan menjadi permasalahan pokok dibidang pangan. Permintaan beras yang tinggi ini diakibatkan pola konsumsi masyarakat Indonesia yang masih berpacu pada 1 komoditi contohnya beras padahal komoditi pertanian di Indonesia yang memiliki kandungan gizi sama seperti beras sangat beragam, contohnya singkong, ketela, jagung dan sebagainya. Pola konsumsi rakyat Indonesia yang seperti itu mengakibatkan komoditi pertanian asli Indonesia yang biasa disebut dengan sebutan pangan lokal tidak termanfaatkan dengan baik. Dari contoh permasalah pangan diatas perlu dilakukan program diversifikasi pangan dan pengembangan pangan lokal sebagai upaya menjadikan Indonesia yang memiliki kemandirian pangan dan ketahanan pangan nasional. Diversifikasi pangan ini dilakukan untuk memanfaatkan bahan pangan lokal yang ada di Indonesia sehingga dapat mengurangi jumlah Impor negara dan memanfaatkan potensi pangan lokal yang ada sehingga pola konsumsi masyarakat Indonesia dapat dirubah dari 1 jenis bahan pangan menjadi bermacam-macam bahan pangan. Dan diharapkan bila potensi pangan lokal Indonesia di manfaatkan dengan baik maka Indonesia akan dapat memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan menjadi negara yang memiliki kemandirian dan ketahanan pangan nasional.

Tinjauan PustakaPangan LokalPangan Lokal adalah pangan yang diproduksi dan dikembangkan sesuai dengan potensi dan sumberdaya wilayah dan budaya setempat. Sumber lain mengatakan Pangan Lokal adalah makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal.Pangan lokal merupakan produk pangan yang telah lama diproduksi, berkembang dan dikonsumsi di suatu daerah atau suatu kelompok masyarakat lokal tertentu. Umumnya produk pangan lokal diolah dari bahan baku lokal, teknologi lokal, dan pengetahuan lokal pula. Di samping itu, produk pangan lokal biasanya dikembangkan sesuai dengan preferensi konsumen lokal pula. Sehingga produk pangan lokal ini berkaitan erat dengan budaya lokal setempat. Karena itu, produk ini sering kali menggunakan nama daerah, seperti gudek jokya, dodol garut, jenang kudus, beras cianjur, dan sebagainya (Hariyadi, 2010).Aneka ragam pangan lokal tersebut berpotensi sebagai bahan alternatif pengganti beras. Sebagai contoh, di Papua ada beberapa bahan pangan lokal setempat yang telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai bahan baku pengganti beras, seperti ubi jalar, talas, sagu, gembili, dan jawawut. Produk pangan lokal tersebut telah beradaptasi dengan baik dan dikonsumsi masyarakat Papua secara turun temurun (Wahid Rauf dan Sri Lestari, 2009). Selain di Papua, beberapa pangan lokal yang telah dimanfaatkan oleh masyarakatnya sebagai bahan pengganti beras adalah jagung di Madura dan Gorontalo.

Konsep Ketahanan PanganTerdapat beberapa pengertian tentang ketahanan pangan yang dapat kita temukan di beberapa website maupun buku. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Pengertian mengenai ketahanan pangan tersebut mencakup aspek makro, yaitu tersedianya pangan yang cukup dan sekaligus aspek mikro, yaitu terpenuhinya kebutuhan pangan setiap rumah tangga untuk menjalani hidup yang sehat dan aktif (Nainggolan, 2008).Ketahanan pangan pada tingkat nasional diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak dan aman, yang didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumberdaya lokal. Untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional, dapat ditempuh melalui beberapa cara. Penganekaragaman (diversifikasi) pangan merupakan salah satu pilar utama dalam upaya mengatasi msalah pangan dan gizi yang pada akhirnya dapat mewujudkan ketahanan pangan nasional.Ketahanan pangan tercermin pada ketersediaan pangan secara nyata, maka harus secara jelas dapat diketahui oleh masyarakat mengenai penyediaan pangan. Penyediaan pangan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga yang terus terus berkembang dari waktu ke waktu. Untuk mewujudkan penyediaan pangan tersebut, perlu dilakukan pengembangan sistem produksi, efisiensi sistem usaha pangan, teknologi produksi pangan, sarana dan prasarana produksi pangan dan mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif.Kemandirian Pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi Pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan Pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat. Beberapa kebijakan yang terkait dengan upaya untuk mewujudkankemandirian pangan antara lain adalah; Kebijakan yang mempunyaidampak sangat positif dalam jangka pendek, yakni subsidi input danpeningkatan harga output dan perdagangan pangan termasuk intervensidistribusi; Kebijakan yang sangat positif untuk jangka panjang, yakniperubahan teknologi,ekstensifikasi, jaring pengaman ketahanan pangan,investasi infrastruktur, serta kebijaksanaan makro, pendidikan, dankesehatan; Kebijakan yang mendorong pertumbuhan penyediaan produksi di dalam negeri yakni: Perbaikan mutu intensifikasi, perluasanareal, perbaikan jaringan irigasi, penyediaan sarana produksi yangterjangkau oleh petani, pemberian insentif produksi melalui penerapankebijakan harga input dan harga output, Pengembangan teknologipanen dan pasca panen untuk menekan kehilangan hasil, dan Pengembangan varietas tipe baru dengan produktivitas tinggi untukkomoditas yang memiliki prospek pasar baik.(Nainggolan, 2008)

Diversifikasi PanganTerdapat berbagai pengertian tentang diversifikasi pangan. Menurut Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (2011), penganekaragaman pangan atau diversifikasi pangan adalah upaya peningkatan konsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang.Pakpahan dan Suhartini (1989) menyatakan dalam konteks Indonesia diversifikasi/keanekaragaman konsumsi pangan sering diartikan sebagai pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi oleh penambahan konsumsi bahan pangan non beras.Menurut Suhardjo dan Martianto (1992) semakin beragam konsumsi pangan maka kualitas pangan yang dikonsumsi semakin baik. Oleh karena itu dimensi diversifikasi pangan tidak hanya terbatas pada pada diversifikasi konsumsi makanan pokok saja, tetapi juga makanan pendamping.Suhardjo (1998) menyebutkan bahwa pada dasarnya diversifikasi pangan mencakup tiga lingkup pengertian yang saling berkaitan, yaitu (1) diversifikasi konsumsi pangan, (2) diversifikasi ketersediaan pangan, dan (3) diversifikasi produksi pangan.Sementara, Soetrisno (1998) mendefinisikan diversifikasi pangan lebih sempit (dalam konteks konsumsi pangan) yaitu sebagai upaya menganekaragamkan jenis pangan yang dikonsumsi, mencakup pangan sumber energi dan zat gizi, sehingga memenuhi kebutuhan akan pangan dan gizi sesuai dengan kecukupan baik ditinjau dari kuantitas maupun kualitasnya.

Pola KonsumsiPola konsumsi makanan merupakan salah satu faktor yang secara langsung berpengaruh terhadap status gizi seseorang, keluarga dan masyarakat. Pola makanan adalah cara atau kebiasaan yang dilakukan seseorang atau kelompok orang dalam hal mengkonsumsi makanan yang dilakukan secara berulang-ulang pada jangka waktu lama yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan.Pola makan atau pola konsumsi pangan merupakan susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Yayuk Farida Baliwati. dkk, 2004). Santosa dan Ranti (2004) mengungkapkan bahwa pola makan merupakan berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Dari pendapat yang berbeda-beda tersebut dapat diartikan secara umum bahwa pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi makan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka hidup. Pola konsumsi masyarakat dapat tercermin dari pola konsumsi pangannya di tingkat rumah tangga yang diindikasikan dalam Angka Kecukupan Gizi (AKG) masyarakat. Pola konsumsi masyarakat di desa dan di kota berbeda, karena masyarakat di kota lebih mementingkan kandungan zat gizi makanan dari bahan makanan yang dikonsumsi dilihat dari keadaan sosial ekonomi penduduk lebih mampu, tersedianya fasilitas kesehatan memadai, fasilitas pendidikan lebih baik, tersedianya tenaga kesehatan, serta lapangan usaha mayoritas penduduk pegawai dan wiraswasta, sedangkan di desa, pola konsumsi masyarakat kurang memenuhi syarat dilihat dari keadaan sosial ekonomi yang tidak mampu, fasilitas kesehatan yang terbatas, fasilitas pendidikan kurang, tersedianya tenaga kesehatan serta lapangan kerja penduduk mayoritas petani dan buruh.

Angka Kecukupan Gizi (AKG)Angka kecukupan gizi yang dianjurkan merupakan suatu ukuran kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari untuk semua orang yang disesuiakan dengan golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal dan mencegah terjadinya defisiensi zat gizi (Depkes, 2005). Angka kecukupan gizi (AKG) berguna sebagai patokan dalam penilaian dan perencanaan konsumsi pangan, serta basis dalam perumusan acuan label gizi. Untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif maka setiap orang memerlukan 5 (lima) kelompok zat gizi (seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral) yang cukup sesuai dengan anjuran Pola Pangan Harapan (PPH) dan Angka Kecukupan Energi (AKE) guna mencegah berjangkitnya penyakit didalam keluarga.

KesimpulanDiversifikasi pangan lokal dapat dilakukan sebagai upaya mewujudkan kemandirian dan ketahanan pangan nasional dan mengganti pola konsumsi masyarakat Indonesia agar tidak terfokus pada 1 komoditi pangan lokal saja.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Pakpaham dan Sri Hastuti,1989. Perminataan Rumah Tangga kota di Indonesia terhadap keanekaragaman pangan.Jurnal Agroekonomi. Vol 8, No 2. Oktober.

Departemen Kesehatan R.I. 2005. Rencana Strategi Departemen Kesehatan. Jakarta. Depkes RI

Hariyadi, P. 2010. Mewujudkan Keamanan Pangan Produk-Produk Unggulan Daerah. Prosiding Seminar Nasional 2010. "Peran Keamanan Pangan Produk Unggulan Daerah dalam Menunjang Ketahanan Pangan dan Menekan Laju Inflasi". Purwokerto. Universitas Jenderal Sudirman.

Katrin R dan Yayuk F Baliwati, 2004. Sistem Pangan dan Gizi. Dalam Yayuk F Baliwati, dkk, 2004. Pengantar Pangan dan Gizi, Jakarta.

Nainggolan, Kaman. 2008. Ketahanan dan Stabilitas Pasokan, Permintaan dan Harga Komoditas Pangan. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 6 No. 2 bulan Juni 2008. Hal. 114 139.

Rauf, A.W dan Sri Lestari,M. 2009. Pemanfaatan komoditas pangan lokal Sebagai sumber pangan alternatif di papua. Papua. Jurnal Litbang Pertanian.

Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi. 2011. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015. Jakarta. BAPENAS.

Santoso dan Ranti A.L, 2004. Kesehatan Dan Gizi, Rineka Cipta, Jakarta.

Soetrisno 1998. Diversifikasi Konsumsi Dan Ketahanan Pangan Masyarakat. Jakarta. PT Gramedia Pustaka.

Suhardjo dan Martianto. D. 1992. Pengembangan Diversifikasi Konsumsi Pangan. Seminar Pengembangan Diversifikasi Pangan. Jakarta. Bapenas.

Suhardjo. 1998. Konsep dan Kebijakan Diversifikasi Konsumsi Pangan dalam Rangka Ketahanan Pangan. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. LIPI. Jakarta.