warta fkkm edisi sept 2010 (khusus) : a tribute to prof. hasanu simon

16

Upload: andri-santosa

Post on 20-Feb-2016

219 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Prof Hasanu Simon disebut Begawan Kehutanan Jawa, beliau salah satu tokoh utama pendirian FKKM. Konsep & pemikirannya dalam menggaungkan paradigma kehutanan masyarakat antara 1997-2001 tertuang dalam warta edisi khusus ini.

TRANSCRIPT

Page 1: WARTA FKKM Edisi Sept 2010 (Khusus) : A Tribute to Prof. Hasanu Simon
Page 2: WARTA FKKM Edisi Sept 2010 (Khusus) : A Tribute to Prof. Hasanu Simon

2

Page 3: WARTA FKKM Edisi Sept 2010 (Khusus) : A Tribute to Prof. Hasanu Simon
Page 4: WARTA FKKM Edisi Sept 2010 (Khusus) : A Tribute to Prof. Hasanu Simon

4

Page 5: WARTA FKKM Edisi Sept 2010 (Khusus) : A Tribute to Prof. Hasanu Simon

Hutanmerupakan pelindung

ekosistem bumi dan sekaligus menjadi tempat berteduh serta memperoleh bahan pangan alami, baik nabati maupun

hewani.

KEHUTANAN MASYARAKATKEHUTANAN MASYARAKAT

Page 6: WARTA FKKM Edisi Sept 2010 (Khusus) : A Tribute to Prof. Hasanu Simon

6

Page 7: WARTA FKKM Edisi Sept 2010 (Khusus) : A Tribute to Prof. Hasanu Simon

7

Page 8: WARTA FKKM Edisi Sept 2010 (Khusus) : A Tribute to Prof. Hasanu Simon

8

Page 9: WARTA FKKM Edisi Sept 2010 (Khusus) : A Tribute to Prof. Hasanu Simon

9

Page 10: WARTA FKKM Edisi Sept 2010 (Khusus) : A Tribute to Prof. Hasanu Simon
Page 11: WARTA FKKM Edisi Sept 2010 (Khusus) : A Tribute to Prof. Hasanu Simon

11

Page 12: WARTA FKKM Edisi Sept 2010 (Khusus) : A Tribute to Prof. Hasanu Simon

12

Paranggupito adalah nama sebuah desa di Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah, terletak di tepi Samudera Hindia. Uniknya, desa tersebut di sebelah timur berbatasan dengan Propinsi jawa Timur, Kabupaten Paci-tan, dan di sebelah barat berbatasan dengan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Ka-bupaten Gunung Kidul. Sebenarnya lahan di desa itu termasuk kurang produktif ka–rena walaupun letaknya di tepi pantai namun topografi wilayahnya cukup bergelombang dan sebagian besar terdiri atas batu kapur yang tentu kurang baik untuk budidaya tana-man pangan dan holtikultur. Namun demikian desa tersebut sempat terkenal karena pernah memperoleh peng-hargaan Kalpataru dari Presiden Soeharto pada tahun 1994. Penghargaan itu diberikan atas prestasi masyarakat desa Pranggupito dalam membangun hutan rakyat. Memang amat menakjubkan prestasi tersebut. Di atas lahan milik sendiri yang seringkali tidak nam-pak ada tanahnya itu, pohon jati dan sedikit tercampur mahoni dapat tumbuh hutan yang lebat dan subur. Yang dominan pada hutan rakyat tersebut jenis jati, suatu jenis yang bernilai tinggi dan sudah lama dikenal oleh orang Jawa tetapi tidak termasuk dalam deretan jenis untuk program penghijauan, walaupun diperlukan masyarakat luas, sebe-narnya warisan nilai penjajah yang menem-patkan jati sebagai monopoli yang hanya boleh diusahakan oleh pemerintah. Tetapi dalam suasana merdeka, rakyat pegunu–ngan Kapur Selatan telah berani menentu-kan pilihannya sendiri, jatilah yang ditanam di atas lahan miliknya. Bagaimana dengan jenis program penghijauan? Ditanam juga, tetapi tidak perlu diperhatikan amat karena itu kan kepentingan pemerintah, sedang ka-lau kepentingan masyarakat ya jati tadi; dan nyatanya lalu terbentuk hutan rakyat yang bagus seperti di Paranggupito itu. Ini berarti bahwa hutan rakyat tersebut sebagian besar merupakan prestasi karya rakyat sendiri, walaupun orang kehutanan mesti mengklaim sebagai hasil didikannya.

Rakyat Kapur Selatan membantah dengan tegas; “Tidak, pemerintah mendidik kami menanam mahoni, formis, kaliandra dan sebagainya yang nilai uang dan manfaatnya rendah. Kami menanam jati karena kami (lebih tahu) bahwa jati lebih produktif”. Alhasil, Paranggupito memang sebuah prestasi rakyat, sedang kehutanan termasuk BUMN-nya belum ada yang pernah menda-pat hadiah berupa Kalpataru melainkan ber-orientasi ke pembangunan dan profit, kata seorang teman rimbawan murni tamatan Bulaksumur yang kondang itu dengan penuh keyakinan. Tetapi prestasi rakyat Kapur Se-latan menyulap lahan kritis menjadi hutan rakyat dengan dominasi jati yang bernilai tinggi itu merupakan tolok ukur obyektif yang tak dapat disanggah. Pada pertenga-han dekade 1960-an daerah Kapur Sela-tan terkenal dengan sebutan daerah yang sosial-ekonomi-hidro-orologis-teknis kritis. Jadi semua aspek serba kritis. Tetapi seka-rang, setelah tiga dekade, wilayah tersebut merupakan daerah produktif, lingkungannya segar, masyarakatnya tidak emosional karena selalu dipayungi dengan tajuk-tajuk pepo-honan yang memberikan harapan indah di masa mendatang. Tidak hanya itu binatang-binatang yang dulu meninggalkannya mulai kembali lagi karena habitat yang telah rusak dapat pulih kembali. Sementara itu wilayah hutan negara yang dikelola Perhutani sejak tahun 1963, yang dulu kritis malah semakin kritis, bahkan yang dulu produktif pun seka-rang menjadii kosong melompong. Jadi ka-lau di-konkrus, istilah almarhum Ki Nartosab-do, mana yang menang dalam membangun daerah kritis, rakyat atau rimbawan yang insinyur? Tahu kan jawabannya! Tetapi adakah susu negatif prestasi rakyat tersebut? Paranggupito menyajikan feno–mena yang amat menarik. Hanya satu tahun setelah Kalpataru diterima, hutan jati yang lebat itu telah menjadi pemukiman. Me–ngapa begitu? Imitasikah mental masyarakat dalam membangun hutan rakyat? Jawaban-nya begini. Pada waktu Kalpataru belum di-

terima, Sang Bupati melarang rakyat pemilik hutan dilahannya sendiri untuk menebang barang satu pohon pun. Alasannya macam-macam dan banyak yang ngerpek dari dik-tat Fakultas Kehutanan. “Pohon-pohon itu penting untuk menjaga tata air, untuk habi-tat satwa liar, untuk menjaga keseimbangan oksigen-karbon dioksida, untuk ini, untuk, dan jangan lupa, untuk prestasi saya seba-gai Kepala Daerah dalam memimpin pem-bangunan”. Tentu saja penggalan kalimat terakhir itu tidak terucapkan, hanya dibatin, disimpan di dalam hati karena itu memang rahasia keluarga. Oleh karena itu dengan bergaya sebagai pemenang dan pemimpin rakyat sejati, setelah Kalpataru diterima, Sang Bupati menumpahkan kemurahan dan kearifannya kepada rakyat: “Seka-rang kalian telah berprestasi luar biasa, ke-mampuan kalian dalam membangun telah mendapat penghargaan dari Yang Mulia Bapak Presiden. Hadiah Kalpataru itu bukan untuk saya melainkan untuk kalian semua. Tetapi untuk amannya ya disimpan di rumah dinas Kabupaten saja sebab kalau disimpan oleh rakyat disamping masalah keamanan lalu siapa yang ditunjuk. Sulit kan? Nanti tidak adil, Nah, lebih dari itu, sekarang ka-lian boleh menikmati hasil pembangunan kalian sendiri. Pohon-pohon jati sekarang boleh kalian tebang untuk memakmurkan keluarga kalian masing-masing. Saya tidak mendapat apa-apa (kecuali diperpanjang masa jabatan berikut atau bahkan naik jadi Gubernur)”. Itulah fenomena Paranggupito dengan fenomena hutan rakyat dan Kalpatarunya. Itulah kemampuan rakyat dalam memba–ngun hutan yang ternyata juga menjadi sum-ber amal buat orang lain. Jadi, kemampuan rakyat dapat dikemas untuk banyak tujuan. Kita membutuhkan pengemas yang mampu dan mau untuk melipatgandakan manfaat bagi rakyat itu sendiri. Tetapi ini barangkali hanya cita-cita mulaia yang sulit dijumpai di lapangan, cita-cita dari seorang nabi atau malaikat. Wallahi ‘alam bissawab.

PARANGGUPITOWarta FKKM November 2000 Vol. 3 No. 11

Page 13: WARTA FKKM Edisi Sept 2010 (Khusus) : A Tribute to Prof. Hasanu Simon

13

Kisah berakhirnyakerajaan besar Majapahit beserta Perang Paregregnya itu asyik diceritakan dan

menjadi teladan bukan saja pada bidang politik

dan pemerintahan. Situasi di Perum Perhutani saat ini pun mirip

dengan itu.

Page 14: WARTA FKKM Edisi Sept 2010 (Khusus) : A Tribute to Prof. Hasanu Simon

14

Page 15: WARTA FKKM Edisi Sept 2010 (Khusus) : A Tribute to Prof. Hasanu Simon
Page 16: WARTA FKKM Edisi Sept 2010 (Khusus) : A Tribute to Prof. Hasanu Simon

LATAR BELAKANGForum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM) didirikan pada 23 - 24 September 1997, sebagai inisiatif bersama yang dimaklumatkan dan dideklarasikan dalam pertemuan parapihak (multistakeholders) di Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarat. FKKM didirikan sebagai wadah pertukaran informasi un-tuk isu kehutanan masyarakat dan kebijakan kehutanan di Indonesia. Forum ini diharapkan dapat membantumerumuskan gagasan, program, dan gerakan menuju pengembangan kehutanan masyarakat di Indonesia.

Kehutanan Masyarakat merupakan salah satu jawaban untuk permasalahan mendasar dalam aspek pengua-saan lahan (tenurial) sekaligus untuk mengantisipasi proses pemiskinan struktural yang terjadi akibat hancurnya sumberdaya hutan. Forum ini diperlukan keberadaannya karena konsep Kehutanan Masyarakat yang dikem-bangkan dengan Perhutanan Sosial belum menyentuh persoalan mendasar yang diharapkan masyarakat adat dan masyarakat lokal. Cara pandang yang harus diubah menjadi cara pandang baru yaitu “Kehutanan Masyarakat” yang harus diikuti dengan desentralisasi dan evolusi, dibukanya akses terhadap sumberdaya hutan bagi masyarakat adat dan masyarakat lokal, diadopsinya sistem pengelolaan sumberdaya hutan (forest resource management system) dan sistem pengelolaan ekosistem hutan (forest ecosystem management system).

VISI FKKMCara pandang pengelolaan hutan masyarakat harus berdasar pada sistem pengelolaan sumberdaya hu-tan oleh rakyat melalui organisasi masyarakat yang berlandaskan pada prinsip keadilan, transparansi, pertanggungjawaban, dan berkelanjutan pada aspek ekologi, ekonomi dan sosial-budaya.

MISI FKKMBerperan sebagai pendorong (motivator) gerakan menuju cara pandang kehutanan masyarakat di Indone-sia. Mendukung proses-proses pengembangan kelembagaan kehutanan masyarakat melalui penyebaran informasi, pengembangan konsep, penguatan kapasitas (capacity building), dan perumusan kebijakan.

PERAN STRATEGIS FKKM1. Memperluas wilayah kelola KM dan proses belajar bersama;2. Melakukan mediasi konflik-konflik pengelolaan hutan;3. Mengembangkan media pertukaran informasi dan pomosi KM;4. Memfasilitasi proses-proses perubahan kebijakan yang sesuai dengan prinsip-prinsip KM.

DEWAN PENGURUS NASIONAL FKKM 2008-2011Koordinator : Christine Wulandari (UNILA)Anggota :1. Billy Hindra (Kemenhut RI) 6. Wisma Wardana (LSM Cakrawala - Jambi)2. Fadrizal Labay (Pemda Riau) 7. Sukoco (Petani Wonosobo)3. Dian Novarina (PT RAPP) 8. Jadri Junaedi (Petani Lampung Barat)4. Purwadi Soeprihanto (PT Sinar Mas) 9. Sujarni Alloy (Masyarakat Adat - Kalimantan Barat)5. Muayat Ali Muhshi (Pendiri FKKM)

Seknas FKKM 2008 - 20111. Laurel Heydir (Seknas FKKM)2. Andri Santosa (Wakil Seknas FKKM)

PROGRAM KERJA FKKM 2008-20111. Mendorong Perluasan Wilayah Kelola Kehutanan Masyarakat di Indonesia;2. Mengembangkan proses belajar tentang Kehutanan Masyarakat, tenurial dan ruang kelola;3. Mediasi konflik pengelolaan Hutan; 4. Pengembangan media pertukaran informasi dan promosi KM;5. Fasilitasi proses-proses perubahan kebijakan yang sesuai dengan prinsip-prinsip KM,6. Memperkuat kelembagaan FKKM.

BACKGROUNDForum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM or Indonesia Communication Forum on Community For-estry) is a collective initiative declared, on 24 September 1997, at a multi-stakeholder meeting at Forestry Faculty, Gadjah Mada University, Yogyakarta. FKKm was established as a forum for exchanging information on community-based forest issues and forestry policy in Indonesia. FKKM is a dialogue forum and multi-stake-holder shared learning forum on Community-based forest towards to develop formulation on perspectives, programe and movement on community Forestry development in Indonesia.

Community firestry is one alternative solution for basic problem on tenurial issue and anticipated on structural degradation as impact of reforestation and forest degradation. This forum is important for changing the per-spective on “Community-based Forest” that should be followed by decentralization and evolution, openness of forest resources access for indigenous management system and forest ecosystem management system.

FKKM’S VISIONWay of seeing on community forestry management which should be community based forest management through the community organization based on the principal pf justice, transparency and responsibility, as well as ecological, economic, and sociocultural sustainability.

FKKM’S MISSIONActing as a motivator on the movements toward the way of seeing on community forestry in Indonesia. Sup-porting community-based forest institutional development through information dissemination, conceptual development, capacity building and policy development.

FKKM’S STRATEGIC ROLE 2008 - 20111. Extend the management area of community forestry and shared learning process;2. Do the conflicts mediation of forest management;3. Develop the means of information exchange and promotion of community forestry;4. Facilitate the process of policies amendment which fit principals of community forestry.

FKKM’S PROGRAMS 2008 - 20111. Scalling up the managemement of community forestry area in Indonesia;2. Learning process development on community forestry, tenurial and management area;3. Mediation of forest management conflicts;4. Shared learning and community forestry promotion;5 Facilitation on policy development according to community forestry principles;6. FKKM institutional strengthening.

NATIONAL STEERING COMMITTEE OF FKKM 2008 - 2011Coordinator : Christine Wulandari (Lampung University)Member :1. Billy Hindra (Min. of Forestry) 6. Wisma Wardana (Cakrawala NGO - Jambi)2. Fadrizal Labay (Riau Prov. Government) 7. Sukoco (Farmer - Wonosobo)3. Dian Novarina (PT RAPP) 8. Jadri Junaedi (Farmer - West lampung)4. Purwadi Soeprihanto (PT Sinar Mas) 9. Sujarni Alloy (Indigenous People - West Kalimantan)5. Muayat Ali Muhshi (FKKM Founders)

National Secretary of FKKM 2008 - 20111. Laurel Heydir (Nat. Secretary FKKM)2. Andri Santosa (Vice Nat.Secretary FKKM)